Aftercare Patient PEB

63
AFTERCARE PATIENT PREEKLAMPSIA BERAT PEMBIMBING : Kolonel Ckm dr.Tri Joko W, SpOG PENYUSUN : Hasyati Dwi Kinasih 1410221013 KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KEDOKTERAN UPN ‘VETERAN’ JAKARTA

description

ACP PEB

Transcript of Aftercare Patient PEB

Page 1: Aftercare Patient PEB

AFTERCARE PATIENT

PREEKLAMPSIA BERAT

PEMBIMBING :

Kolonel Ckm dr.Tri Joko W, SpOG

PENYUSUN :

Hasyati Dwi Kinasih 1410221013

KEPANITERAAN KLINIK

DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KEDOKTERAN UPN ‘VETERAN’

JAKARTA

Page 2: Aftercare Patient PEB

LEMBAR PENGESAHAN

Aftercare Patient

Preeklampsia Berat

Disusun oleh :

Hasyati Dwi Kinasih 1410221013

Presentasi kasus ini telah dipresentasikan dan disahkan sebagai salah satu prasyarat

mengikuti ujian kepaniteraan klinik Departemen Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit Tk II

RST dr.Soedjono Magelang.

Magelang, Juli 2015

Mengetahui,

Pembimbing

Kolonel C km dr.Tri Joko W, SpOG

Page 3: Aftercare Patient PEB

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya sehingga referat ini telah berhasil diselesaikan laporan aftercare patient yang berjudul “Preeklampsia Berat" dibuat sebagai salah satu persyaratan mengikuti ujian kepaniteraan klinik Ilmu Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit Tk II RST dr.Soedjono Magelang.

Tanpa dukungan pihak-pihak yang telah memberikan pertolongan, demikianlah makalah serta tugas ini tersusun dan terselesaikan. Oleh sebab itu, penulis menggunakan kesempatan ini untuk mengucapkan terimahasih kepada :

1. Kolonel Ckm dr.Tri Joko W, SpOG selaku pembimbing yang sabar dalam membimbing dan memberikan pengarahan. Beliau juga telah mengorbankan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan bimbingan, masukan, serta koreksi demi kesempurnaan referat ini

2. Ucapan terimakasih kepada seluruh keluarga FK UPN 2010 terkhusus untuk sahabat-sahabat tercinta dan semua pihak terkait yang telah membantu proses pembuatan presentasi kasus ini terimakasih untuk semangat dan kebersamaan selama ini.

Penulis menyadari bahwa presentasi kasus ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, penulis mohon maaf jika terdapat kekurangan. Penulis berharap makalah ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan serta bagi semua pihak yang membutuhkan.

Magelang, Juli 2015Penulis

Hasyati Dwi Kinasih

Page 4: Aftercare Patient PEB

BAB I

PENDAHULUAN

Preeklampsia merupakan suatu gangguan multisistem idiopatik yang spesifik pada

kehamilan dan nifas. Meskipun patofisiologi preeklampsia kurang dimengerti, jelas bahwa tanda

perkembangan ini tampak pada awal kehamilan. Telah dinyatakan bahwa pathologic hallmark

adalah suatu kegagalan total atau parsial dari fase kedua invasi trofoblas saat kehamilan 16-20

minggu kehamilan, hal ini pada kehamilan normal bertanggung jawab dalam invasi trofoblas ke

lapisan otot arteri spiralis. Seiring dengan kemajuan kehamilan, kebutuhan metabolik

fetoplasenta makin meningkat. Bagaimanapun, karena invasi abnormal yang luas dari plasenta,

arteri spiralis tidak dapat berdilatasi untuk mengakomodasi kebutuhan yang makin meningkat

tersebut, hasil dari disfungsi plasenta inilah yang tampak secara klinis sebagai preeklampsia.

Meskipun menarik, hipotesis ini tetap perlu ditinjau kembali.

Angka kejadian preeklampsia masih cukup tinggi dengan kematian ibu berkisar antara

9,8% - 25,5%, sedangkan kematian bayi lebih dari tinggi lagi, yakni 42,2% - 48,9%. Sementara

di Indonesia frekuensi kejadian preeclampsia 3-10% dengan angka kematian ibu 118/100.000

kasus.

Preeklampsia merupakan suatu diagnosis klinis. Definisi klasik preeklampsia meliputi 3

elemen, yaitu onset baru hipertensi (didefinisikan sebagai suatu tekanan darah yang menetap ≥

140/90 mmHg pada wanita yang sebelumnya normotensif), onset baru proteinuria (didefinisikan

sebagai protein urine > 300 mg/24 jam atau ≥ +1 pada urinalisis bersih tanpa infeksi traktus

urinarius), dan onset baru edema yang bermakna.

Untuk penatalaksanaan preeklampsia sendiri terbagi menjadi penatalaksanaan konservatif

dan juga aktif tergantung dari kondisi ibu, kondisi janin, serta klasifikasi preeklampsia yang

dialami pasien. Dan untuk pencegahan terutama kearah yang lebih buruk seperti eklampsia,

HELLP sindrom dan sebagainya, penting sekali untuk edukasi pasien mengenai tirah baring, diet

makanan tinggi asam lemak tak jenuh dan rendah asam lemak jenuh, protein dan karbohidrat

cukup, serta pemantauan tanda dan gejala preeklampsia melalui ante natal care.

Page 5: Aftercare Patient PEB

BAB II

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS

Nama : Ny. I

Usia : 24 tahun

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Agama : Islam

Pendidikan : SMP

Alamat : Tiban, Bumirejo RT/RW 01/05, Mungkid, Magelang

Status : Menikah

Nama Suami : Tn. Y

Pekerjaan : Buruh

Masuk RS : 19 Juni 2015

No. RM : 120478

II. ANAMNESIS

Ny. I (24 tahun)

G1P0A0

HPHT : 4 Oktober 2014

HPL : 11 Juli 2015

BB : 67 kg

TB : 158 cm

Keluhan Utama :

Kencang-kencang belum teratur

Keluhan Tambahan:

Kaki dan tangan bengkak, pusing

Page 6: Aftercare Patient PEB

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke bangsal Anggrek via poli IGD pada tanggal 19 Juni 2015 pukul 21.25

dengan keluhan kencang-kencang sejak kemarin sore. Kencang-kencang dirasakan semakin

sering dari biasanya tetapi tidak teratur. Pasien juga mengeluhkan tangan dan kakinya

bengkak, tetapi saat ini bengkak di tangan sudah berkurang. Bengkak saat ini dirasakan

hanya dikaki dan membuat pasien cukup sulit bergerak karena sering merasa pegal. Pasien

juga mengeluhkan pusing dan lemas. Pasien mengaku memiliki riwayat tensi tinggi semenjak

pertengahan usia kehamilan saat periksa ke bidan dan belum pernah mendapat obat penurun

tensi. Riwayat tensi tinggi sebelum hamil disangkal. Karena tensi yang cenderung tinggi

selama kehamilan ini, pasien memeriksakan ke klinik dan disarankan untuk pemeriksaan

protein urin dan didapatkan hasil protein urin +3. Pasien tidak memiliki riwayat pandangan

mata kabur, sesak napas, kencing manis, kejang, mual-muntah. Keluhan BAB maupun BAK

juga disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Riwayat keluhan serupa : disangkal

Riwayat penyakit jantung : disangkal

Riwayat penyakit ginjal : disangkal

Riwayat hipertensi : disangkal

Riwayat kejang : disangkal

Riwayat diabetes mellitus : disangkal

Riwayat asma : disangkal

Riwayat alergi obat : disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga :

Riwayat keluhan serupa di keluarga : disangkal

Riwayat penyakit jantung di keluarga : diakui, ayah pasien meninggal karena sakit jantung

Riwayat penyakit ginjal di keluarga : disangkal

Riwayat kejang di keluarga : disangkal

Riwayat hipertensi di keluarga : disangkal

Riwayat diabetes mellitus di keluarga : disangkal

Page 7: Aftercare Patient PEB

Riwayat asma di keluarga : disangkal

Riwayat alergi di keluarga : disangkal

Riwayat Haid : Menarche usia 14 tahun, haid teratur dengan siklus 28 hari, lama haid 7-8

hari, riwayat nyeri haid disangkal.

Riwayat Obstetri : Anak I: Hamil saat ini

Riwayat Kontrasepsi : Pasien belum pernah menggunakan alat kontrasepsi

Riwayat Perkawinan : Menikah 1 kali dan menikah saat usia 21 tahun, usia pernikahan

±3 tahun.

III. STATUS GENERALIS

Keadaan umum : Sedang

Kesadaran : Compos mentis

Tanda Vital

- Tekanan darah : 160/110 mmHg

- Frekuensi nadi : 68 x/menit

- Frekuensi napas : 18 x/menit

- Suhu : 36,5oC

Pemeriksaan Fisik Umum

Kepala : Normocephal, distribusi rambut merata, deformitas (-)

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

Hidung : Discharge (-), deviasi (-)

Mulut : Mukosa hiperemis (-), lidah kotor (-), tonsil T1 – T1 tenang

Leher : Perbesaran KGB (-)

Page 8: Aftercare Patient PEB

Thorax

a. Paru-paru

Inspeksi : Dinding dada simetris, pergerakan simetris, retraksi dinding dada

(-)

Palpasi : Vocal fremitus simetris kanan-kiri

Perkusi : Sonor dikedua lapang paru.

Auskultasi :Vesikular dikedua lapang paru, rhonki (-), wheezing (-)

b. Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat.

Palpasi : Ictus cordis teraba.

Perkusi : Batas kanan atas ICS II parasternal dextra

Batas kiri atas ICS II parasternal sinistra

Batas kanan bawah ICS IV parasternal sinistra

Batas kiri bawah ICS V midclavicula sinistra

Auskultasi : BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-).

Abdomen

Inspeksi : Bentuk perut cembung gravida, striae gravidarum (+), linea nigra

(+), tanda-tanda peradangan (-), tanda bekas operasi (-)

Auskultasi : Bising Usus (+) normal.

Palpasi : Fetus (+), Nyeri tekan (-)

Perkusi : Timpani diseluruh kuadran abdomen

Ekstremitas :

a. Superior : Capillary refill time < 2 detik, edema (-/-), turgor kulit < 2 detik.

b. Inferior : Capillary refill time < 2 detik, edema (+/+), turgor kulit < 2 detik.

IV. PEMERIKSAAN OBSTETRI & GINEKOLOGI

Pemeriksaan Luar:

TFU : 28 cm

TBJ : 2480 gram

DJJ : 148 kali/menit

HIS : 1x/ 10 menit, durasi 20”

Page 9: Aftercare Patient PEB

Pemeriksaan Leopold : Leopold I : Teraba bagian bulat lunak di fundus uteri (bokong)

Leopold II : Teraba lurus memanjang disebelah kiri, dan teraba

bagian kecil-kecil disebelah kanan (punggung kiri,

extremitas kanan)

Leopold III : Teraba bulat keras di bagian bawah (kepala)

Leopold IV : bagian terbawah janin belum masuk PAP

Pemeriksaan Dalam (VT) :

Dinding vagina normal, inflamasi (-), massa (-)

Porsio tebal lunak

Pembukaan (-)

Selaput ketuban (-)

Lendir (+) darah (-)

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium(20 Juni 2015):

20/6/2015 pkl 10.53 22/6/2015 pkl 20.05

WBC 9.400 /uL 10.300 /uL

RBC 3,35 juta/uL 3,11 juta/uL

HB 10,3 g/dL 9,4 g/dL

HT 30,3 % 29,5 %

PLT 143.000 /uL 110.000 /uL

MCV 94,7 fL 94,8 fL

MCH 33,5 pg 30,2 pg

MCHC 30,8 g/dL 31,9 g/dL

Protein Urin +3 dipstick +3 dipstick

Albumin - 3,38 g/dL

Page 10: Aftercare Patient PEB

EKG

Kesan:

- Irama Sinus Rhytm

- Aksis normal

VI. DIAGNOSIS

Preeklampsia Berat pada primigravida, preterm, belum inpartu.

VII. RENCANA TINDAKAN

Observasi KU & TTV

Observasi DJJ

IVFD RL 20 tpm

Inj. Dexamethasone IM/12 jam

Inj. MgSO4

Nifedipin 3x1 PO

Bedrest miring kiri

Page 11: Aftercare Patient PEB

VIII. USULAN PEMERIKSAAN

Pemeriksaan lab darah & EKG

Pemeriksaan rontgen thorax

Konsul dokter Sp.JP

o PO amlodipin 1x5 mg

o PO dopamet 3x500 mg

o PO letonal 1x25 mg

o PO ISDN 3x5 mg SL

IX. FOLLOW UP

Tanggal S O A P

19 Juni 2015

21.25

Kencang-

kencang belum

teratur, pusing,

lemas.

Riw: tensi tinggi

sejak

pertengahan

kehamilan

KU : Sedang, CM

T : 160/110 mmHg

N : 68 x/menit

R : 18 x/menit

S : 36,5C

Extremitas: edema -/-/+/+

Leopold:

I: Bokong

II: Puki

III: Kepala

IV: Belum masuk PAP

TFU: 28 cm

TBJ: 2480 gr

DJJ: 148

Preeklampsia

berat pada

primigravida,

preterm, belum

inpartu

Tirah baring, miring kiri

O2 3 lpm

IVFD RL

Inj. Dexamethasone IM/12 jam

Inj MgSO4

Po nifedipin

Page 12: Aftercare Patient PEB

x/menit

HIS: (-)

VT: φ (-)

Lab: Proteinuria +3

20 Juni 2015 Kencang-

kencang belum

teratur, pusing,

lemas.

Riw: tensi tinggi

sejak

pertengahan

kehamilan

KU : Sedang, CM

T : 180/100 mmHg

N : 80 x/menit

R : 20 x/menit

S : 36,2C

Extremitas: edema -/-/+/+

Leopold:

I: Bokong

II: Puki

III: Kepala

IV: Belum masuk PAP

TFU: 28 cm

TBJ: 2480 gr

DJJ: 132x/menit

HIS: (-)

VT: φ (-)

Lab:

Hb: 10,3

HT: 30,3

Plt: 143.000

Preeklampsia

berat pada

primigravida,

preterm, belum

inpartu

Tirah baring, miring kiri

O2 3 lpm

IVFD RL

Inj. Dexamethasone IM/12 jam

Inj MgSO4

PO nifedipin

Konsul dr. SpJP:

PO amlodipin

1x5 mg

PO dopamet

3x500 mg

PO letonal 1x25

mg

PO ISDN 3x5

mg SL

Page 13: Aftercare Patient PEB

Proteinuria +3

21 Juni 2015 Kencang-

kencang, pusing,

lemas.

Riw: tensi tinggi

sejak

pertengahan

kehamilan

KU : Sedang, CM

T : 140/90 mmHg

N : 82 x/menit

R : 20 x/menit

S : 36,5C

Extremitas: edema -/-/+/+

Leopold:

I: Bokong

II: Puki

III: Kepala

IV: Belum masuk PAP

TFU: 28 cm

TBJ: 2480 gr

DJJ: 132x/menit

HIS: (-)

VT: φ (-)

Lab:

Hb: 10,3

HT: 30,3

Plt: 143.000

Proteinuria +3

Preeklampsia

berat pada

primigravida,

preterm, belum

inpartu

Tirah baring, miring kiri

O2 3 lpm

IVFD RL

Inj. Dexamethasone IM/12 jam

Inj MgSO4

PO nifedipin

Konsul dr. SpJP:

PO amlodipin

1x5 mg

PO dopamet

3x500 mg

PO letonal 1x25

mg

PO ISDN 3x5

mg SL (STOP)

22 Juni 2015 Pasien sudah

merasa lebih

sehat dan

KU : Sedang, CM

T : 130/90 mmHg

Preeklampsia

berat pada

primigravida,

Tirah baring, miring kiri

PO nifedipin

3x1

Page 14: Aftercare Patient PEB

meminta pulang

Riw: tensi tinggi

sejak

pertengahan

kehamilan

N : 80 x/menit

R : 20 x/menit

S : 36,3C

Extremitas: edema -/-/+/+

Leopold:

I: Bokong

II: Puki

III: Kepala

IV: Belum masuk PAP

TFU: 28 cm

TBJ: 2480 gr

DJJ: 132x/menit

HIS: (-)

VT: φ (-)

Lab:

Hb: 9,4

HT: 29,5

Plt: 110.000

albumin: 3,38

Proteinuria +3

preterm, belum

inpartu

PO calc 2x1

PO aspilet 1x1

Pasien diperbolehkan pulang tetapi harus kontrol obgyn dan jantung

X. PROGNOSIS

Dubia Ad Bonam

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

Page 15: Aftercare Patient PEB

HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN

Gangguan hipertensi yang menjadi penyulit kehamilan sering dijumpai dan termasuk

salah satu diantara trias kematian ibu dalam kehamilan bersama dengan perdarahan dan infeksi,

yang banyak menimbulkan morbiditas dan mortalitas ibu karena kehamilan. Hipertensi dalam

kehamilan merupakan 5-15 % penyulit kehamilan. Dan masih merupakan salah satu masalah

yang signifikan dalam ilmu kebidanan sampai saat ini.

Di Indonesia mortalitas dan morbiditas hipertensi dalam kehamilan juga masih cukup

tinggi. Hal ini disebabkan selain etiologi Hipertensi Dalam Kehamilan (HDK) tidak jelas, juga

disebabkan perawatan dalam persalinan masih ditangani oleh petugas non medik dan sistim

rujukan yang belum sempurna. HDK dapat dialami oleh semua lapisan ibu hamil, sehingga

pengetahuan tentang pengelolaan HDK harus benar-benar dipahami oleh semua tenaga medis

baik dipusat maupun di daerah.

Klasifikasi

Diagnosis gangguan hipertensi yang menjadi penyulit kehamilan seperti diringkaskan

oleh the working group (2000) antara lain :

1. Hipertensi gestational (dahulu hipertensi yang dipicu  kehamilan atau hipertensi

 Transien)

2. Preeclampsia  

3. Eclampsia

4. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia

5. Hipertensi kronik

Definisi

Page 16: Aftercare Patient PEB

1.  Hipertensi gestational adalah hipertensi yang timbul pada kehamilan tanpa disertai

proteinuria dan hipertensi menghilang setelah 3 bulan pasca persalinan.atau kehamilan

dengan tanda-tanda preeclampsia tetapi tanpa proteinuria.

2.  Preeclampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan

proteinuria.

3.  Eclampsia adalah preeclampsia yang disertai dengan kejang-kejang dan atau koma.

4.  Hipertensi kronik dengan superimposed preeclampsia adalah hipertensi kronik disertai tanda-

tanda preeclampsia atau hipertensi kronik disertai proteinuria.

5.  Hipertensi kronik adalah hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu atau

hipertensi yang pertama kali di diagnosa setelah umur kehamilan 20 minggu dan hipertensi

menetap sampai 12 minggu pasca persalinan.

Faktor Resiko

1. Primigravida, primipaternalitas

2. Hyperplacentosis

a. Mola hydatidosa

b. Kehamilan multiple

c. Diabetes mellitus

d. Hydrops fetalis

e. Bayi besar

3. Umur yang ekstrim

4. Riwayat keluarga pernah preeclampsia/eclampsia

5. Penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil

6. Obesitas

Terminologi

a. Hipertensi ialah tekanan darah sistolik dan diastolik ≥ 140/90 mmHg. Pengukuran tekanan

darah sekurang-kurangnya dilakukan 2 kali selang 4 jam.

b. Protenuria ialah adanya 300 mg protein dalam urin selama 24 jam atau sama dengan ≥ 1 +

dipstik

Page 17: Aftercare Patient PEB

c. Edema, dahulu edema tungkai, dipakai sebagai tanda-tana preeklampsia, tetapi sekarang

edema tungkai tidak dipakai lagi, kecuali edema generalisata (anasarka).

Patofisiologi Hipertensi Dalam Kehamilan

Penyebab HDK hingga kini belum diketahui dengan jelas. Banyak teori telah dikemukakan

tentang terjadinya HDK, namun tidak ada satupun teori tersebut yang dianggap mutlak benar.

Teori-teori yang sekarang banyak dianut adalah:

1.      Teori kelainan vaskularisasi plasenta

Pada HDK tidak terjadi invasi sel-sel trophoblast pada lapisan otot arteri spiralis dan

jaringan sekitarnya. Lapisan otot arteri spiralis menjadi tetap kaku dan keras, sehingga lumen

arteri spirales tidak memungkinkan mengalami distensi dan vasodilatasi. Akibatnya arteri spiralis

relatif mengalami vasokonstriksi, dan terjadi kegagalan  “remodeling arteri spiralis”, sehingga

aliran darah uteroplasenta menurun, dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta. Diameter rata-

rata arteri spiralis pada hamil normal adalah 500 mikron, sedang pada preeclampsia rata-rata 200

mikron. Pada hamil normal vasodilatasi lumen arteri spiralis dapat meningkatkan 10 kali aliran

darah ke utero plasenta.

2.      Teori Iskemia plasenta, Radikal bebas dan Disfungsi endothel

A. Iskemia plasenta dan pembentukan oksidan/radikal bebas.

Sebagaimana dijelaskan pada teori invasi throphoblast, pada HDK terjadi kegagalan

“remodeling arteri spirales“, dengan akibat plasenta mengalami iskemia. Plasenta yang

mengalami iskemia dan hipoksia akan menghasilkan oksidant (disebut juga Radikal bebas).

Oksidant atau radikal bebas adalah: senyawa penerima elektron atau atom/molekul yang 

mempuinyai elektron yang tidak berpasangan. Salah satu oksidant penting yang dihasilkan

plasenta iskemia adalah radikal hidroksil yang sangat toksis, khususnya terhadap membrane sel

endothel pembuluh darah. Sebenarnya produksi oksidant pada manusia adalah proses normal,

karena dibutuhkan untuk perlindungan tubuh. Adanya bahan toxin yang beredar dalam darah,

maka dulu hipertensi dalam kehamilan disebut “toxaemia”. Radikal hidroksil akan merusak

membrane sel,yang mengandung banyak asam lemak  tidak jenuh menjadi peroksida

lemak.Peroksida lemak selain akan merusak membran sel,juga akan merusak nucleus,dan protein

Page 18: Aftercare Patient PEB

sel endothel. Produksi oksidant (Radikal bebas) dalam tubuh yang bersifat toksis , selalu

diimbangi dengan produksi antioksidant. Anti oksidant dibagi menjadi:

1) Antioksidant pencegah terbentuknya oksidant  atau antioksidant enzymatic, misalnya:

transferin, seruloplasmin, katalase, peroksidase glutation

2) Antioksidant pemutus rantai oksidant atau antioksidant non enzymatic misalnya : vitamin

E, vitamin C, dan β (beta) karotin.

B. Peroksida lemak sebagai oksidant pada HDK

Pada hipertensi dalam kehmilan telah terbukti, bahwa kadar oksidant, khususnya

peroksdia lemak meningkat, sedang antioksidant : vitamin E pada HDK menurun, sehingga

terjadi dominasi kadar oksidant peroksada lemak yag relative tinggi. Peroksida lemak

sebagai oksidant/radikal bebas yang sangat toksis ini, akan beredar di   seluruh tubuh dalam

aliran darah, dan akan merusak membran sel endothel. Membrane sel endothel lebih mudah

mengalami kerusakan oleh peroksida lemak, karena letaknya langsung berhubungan

dengan aliran darah dan mengandung banyak asam lemak tidak jenuh Asam lemak tidak

jenuh sangat rentan terhadap oksidant  radikal hodidroksil, yang akan merubah menjadi

peroksida  lemak. Singkatnya, sitokin-sitokin seperti Tumor Necrosis Factor (TNF) dan

interleukin (IL) dapat memicu stres oksidatif yang berkaitan dengan preeklampsia. Stres

oksidatif ini ditandai oleh spesies oksigen reaktif dan radikal bebas yang memicu

terbentuknya peroksida lipid. Proses ini selanjutnya menghasilkan radikal beracun yang

merusak sel-sel endotel, mengacaukan produksi nitrit oksida, dan mengganggu

keseimbangan prostaglandin. Akibat lainnya adalah terbentuknya sel makrofag yang

mengandung lipid (sel foam) di dalam atherosis; aktivasi proses koagulasi mikrovaskuler

menyebabkan trombositopenia; dan peningkatan permeabilitas kapiler menyebabkan

terjadinya edema dan proteinuria (Cunningham, 2007).

C. Disfungsi sel endothel

Akibat sel endothel terpapar terhadap peroksida lemak, maka terjadi kerusakan sel

endothel, yang kerusakannya dimulai dari membrane sel endothel. Kerusakan membrane sel

endothel mengakibatkan terganggunya fungsi endothel, bahkan rusaknya seluruh struktur sel

Page 19: Aftercare Patient PEB

endothel. Keadaan ini disebut “disfungsi endothel” (endothelial dysfunction). Pada waktu terjadi

kerusakan sel endothel yang mengakibatkan disfungsi sel endothel, maka akan terjadi:

1) Gangguan metabolisme prostaglandin, karena salah satu fungsi sel endothel,  adalah

memproduksi  prostaglandin, yaitu : menurunnya produksi prostacycline (PGE2) : suatu

vasodilatator kuat

2) Agregasi sel-sel thrombosit pada daerah endothel yang mengalami kerusakan.  

3) Agregasi sel thrombosit ini adalah untuk menutup tempat2 di lapisan endothel   yang

mengalami kerusakan. Agregrasi thrombocit memproduksi thromboxane (TXA2) suatu

vasokonstriktor kuat. Dalam keadaan normal perbandingan kadar prostacycline /

thromboxane lebih tinggi kadar prostacycline (lebih tinggi vasodialtator) Pada preeclampsia

kadar thromboxane lebih tinggi dari kadar prostacycline sehinga terjadi vasokonstriksi,

dengan terjadi kenaikan tekanan darah.

4) Perubahan khas pada sel endothel kapiler glomerulus (Glomerular  endotheliosis)

5) Meningkatnya permeabilitas kapiler

6) Meningkatnya produksi bahan-bahan vassopresor, yaitu endothelin. Kadar NO

(vasodilatator) menurun sedangkan endhotelin (vasokonstriktor) meningkat

7) Rangsangan faktor  koagulasi

3.      Teori Intoleransi Imunologik antara ibu dan janin

Dugaan bahwa faktor imunologik berperan terhadap  terjadinya HDK terbukti dengan

fakta sebagai berikut :

a. Primigravida mempunyai risiko lebih besar terjadinya HDK dibanding dengan

multigravida.

b. Ibu multipara yang kemudian menikah lagi, mempunyai risiko lebih besar terjadinya

HDK dibandingkan dengan suami yang sebelumnya.

c. Seks oral : mempunyai resiko lebih rendah terjadinya HDK

d. Lamanya periode hubungan seks sampai saat kehamilan ialah makin lama periode ini, 

makin kecil terjadinya HDK

Pada wanita hamil normal, respon imune tidak menolak adanya ”hasil konsepsi” yang

bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya “human leukocyte antigen protein G ” (HLA), yang

berperan penting dalam modulasi respon imune, sehingga si ibu tidak menolak hasil konsepsi

Page 20: Aftercare Patient PEB

(plasenta). Pada plasenta HDK terjadi penurunan “human leukocyte antigen protein G ”, atau

placenta memproduksi “human leukocyte antigen protein G ” dalam bentuk lain, sehingga terjadi

intoleransi ibu terhadap plasenta.

Pada HDK didapatkan kadar Cytokines dalam plasenta maupun sirkulasi darah yang

meningkat. Demikian juga didapatkan “natural killer cells” dan aktivasi neutrophil yang

meningkat. Kemungkinan terjadi “Immune-Maladaptation” pada preeclampsia. Pada awal

trimester kedua kehamilan : wanita yang mempunyai kecenderungan terjadi preeclampsia,

ternyata mempunyai proporsi-Helper Sel yang lebih rendah dibanding pada normotensif.

4.      Teori adaptasi kardiovaskuler

Pada HDK  kehilangan daya refrakter terhadap bahan vasokonstriktor. Pada HDK

ternyata, terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan vasopressor, artinya daya refrakter

pembuluh darah terhadap bahan vasopresor hilang sehingga pembuluh darah menjadi sangat

peka terhadap bahan vasopressor. Banyak peneliti telah membuktikan, bahwa peningkatan

kepekaan terhadap bahan-bahan vasopressor pada HDK sudah terjadi pada trimester I (pertama).

Peningkatan kepekaan pada kehamilan yang akan menjadi HDK, sudah dapat ditemukan pada

kehamilan dua puluh minggu. Fakta ini dapat dipakai sebagai prediksi akan terjadinya HDK.

5.      Teori Defisiensi Genetik

Ada faktor keturunan dan familial dengan model gene-single. Genotype ibu lebih

menentukan terjadinya HDK secara familial dibanding dengan genotype janin.   Telah terbukti

bahwa pada ibu yang mengalami preeclampsia, 26 % anak wanitanya akan mengalami

preeklampsia pula, sedangkankan hanya 8 % anak menantu mengalami preeklampsia.

 6.  Teori Defisiensi Gizi (Teori diet)

Dalam beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kekurangan defisiensi gizi berperan

dalam terjadinya HDK.Penelitian yang penting yang pernah dilakukan di Inggris ialah penelitian

tentang pengaruh diet pada preeclampsia beberapa waktu sebelum pecahnya perang dunia ke

II.Suasana serba sulit mendapat gizi yang cukup dalam persiapan perang, menimbulkan kenaikan

insiden HDK. Penelitian terakhir membuktikan, bahwa konsumsi minyak ikan, termasuk minyak

Page 21: Aftercare Patient PEB

hati halibut dapat mengurangi risiko preeclampsia. Minyak ikan mengandung banyak asam

lemak tidak jenuh yang :

- menghambat produksi thromboxane,

- menghambat aktivasi thrombocyte, dan

- mencegah vasokonstriksi pembuluh darah.

Beberapa peneliti telah mencoba melakukan uji klinik untuk memakai konsumsi minyak

ikan atau bahan yang mengandung asam lemak tak jenuh dalam mencegah preeclampsia. Hasil

sementara menunjukkan bahwa penelitian ini berhasil baik dan mungkin dapat dipakai sebagai

alternative pemberian aspirin.

Beberapa peneliti juga menganggap bahwa defisiensi calcium pada diet wanita hamil

mengakibatkan resiko terjadinya preeclampsia / eclampsia. Penelitian di Negara Equador Andes

dengan metode uji klinik, ganda tersamar, dengan membandingkan pemberian calcium dan

placebo.Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ibu hamil yang diberi suplemen kalsium cukup,

kasus yang mengalami preeclampsia adalah 14% sedang yang diberi glukosa 17%.

Studi lain menunjukkan bahwa pada populasi dengan diet kaya buah-buahan dan sayuran

yang banyak mengandung aktioksidan berkaitan dengan penurunan tekanan darah. Studi ini

berkaitan dengan penelitian Zhang bahwa resiko preeklampsi menjadi dua kali lipat pada wanita

yang mengkonsumsi asam askorbat kurang dari 85 mg. C-Reactive Protein (CRP) yang

merupakan marker inflamasi, juga meningkat pada obesitas. Hal ini selanjutnya juga berkaitan

dengan preeclampsia karena obesitas pada orang tidak hamil pun dapat menyebabkan aktivasi

endotel dan respon inflamasi sistemik akibat atherosklerosis (Cunningham, et al, 2007).

7. Teori Inflamasi

Teori ini berdasarkan fakta bahwa lepasnya debris trofoblas di dalam sirkulasi darah

merupakan rangsangan utama terjadinya terjadinya proses inflamasi. Pada kehamilan normal

plasenta juga melepaskan debris trofoblas, sebagai sisa-sisa proses apoptosis dan nekrotik

trofoblas, akibat reaksi stres oksidatif.

Bahan-bahan ini sebagai bahan asing yang kemudian merangsang timbulnya proses

inflamasi. Pada kehamilan normal, jumlah debris trofoblas masih dalam batas wajar, sehingga

reaksi inflamasi juga masih dalam batas normal. Berbeda dengan proses apoptosis pada

preeklampsia, dimana pada preeklampsia terjadi peningkatan stres oksidatif, sehingga produksi

Page 22: Aftercare Patient PEB

debris apoptosis dan nekrotik trofoblas juga meningkat. Makin banyak sel trofoblas plasenta,

misalnya pada plasenta besar, pada hamil ganda, maka reaksi stres oksidatif akan sangat

meningkat, sehingga jumlah sisa debris trofoblas juga makin meningkat. Keadaan ini

menimbulkan beban reaksi inflamasi dalam darah ibu menjadi jauh lebih besar, dibandingkan

reaksi inflamasi pada kehamilan normal. Respons inflamasi ini akan mengaktivasi sel endotel,

dan sel-sel makrofag/granulosit, yang lebih besar pula, sehingga terjadi reaksi sistemik inflamasi

yang menimbulkan gejala-gejala preklampsia pada ibu.

Perubahan Gejala Klinis dalam Kehamilan

Pada preeklampsia terjadi vasokonsentrasi sehingga menimbulkan gangguan metabolisme

endorgan dan secara umum terjadi perubahan patologi-anatomi (nekrosis, perdarahan, edema).

Preeklampsia dapat mengganggu banyak sistem organ, derajat keparahannya tergantung faktor

medis atau obstetri. Gangguan organ pada preeklamsia meliputi:

Page 23: Aftercare Patient PEB

a. Ginjal

Perubahan fungsi ginjal disebabkan oleh hal-hal berikut.

- Menurunnya aliran darah ke ginjal akibat hipovolemia sehingga terjadi oliguria,

bahkan anuria.

- Kerusakan sel glomerulus mengakibatkan meningkatnya permeabilitas membran

basalis sehingga terjadi kebocoran dan mengakibatkan proteinuria. Proteinuria

terjadi jauh pada akhir kehamilan, sehingga sering dijumpai preeklampsia tanpa

proteinuria, karena janin lebih dulu lahir.

- Terjadinya Glomerular Capillary Endotheliosis akibat sel endotel glomerular

membengkak disertai deposit fibril.

- Gagal ginjal akut terjadi akibat nekrosis tubulus ginjal. Bila sebagian besar keda

korteks ginjal mengalami nekrosis, maka terjadi “nekrosis korteks ginjal” yang

bersifat ireversibel.

- Dapat terjadi kerusakan intrinsik jaringan ginjal akibat vasopspasme pembuluh

darah. Dapat diatasi dengan pemberian DOPAMIN agar terjadi vasodilatasi

pembuluh darah ginjal.

Proteinuria

- Sebelum hipertensi, umumnya merupakan gejala penyakit ginjal.

- Tanpa hipertensi, maka dapat dipertimbangkan sebagai penyulit kehamilan

- Tanpa kenaikan tekanan darah diastolik ≥90 mmHg, umumnya ditemukan pada

infeksi saluran kencing atau anemia. Jarng ditemukan proteinuria pada tekanan

diastolik <90 mmHg.

- Protenuria merupakan syarat untuk diagnosis preeklampsia, tetapi proteinuria

umumnya timbul jauh pada akhir kehamilan, sehingga sering dijumpai

preklampsia tanpa proteinuria, karena janin sudah lahir lebih dulu.

- Pengukuran proteinuria, dapat dilakukan dengan (a) urin disptik: 100 mg/l atau +

1, sekurang-kurangnya diperiksa 2 kali urin acak selang 6 jam dan (b)

pengumpulan proteinuria dalam 24 jam. Dianggap patologis bila besaran

proteinuria ≥300 mg/24 jam.

Asam urat serum: umumnya meningkat ≥ 5 mg/cc. Hal ini disebabkan oleh

hipovolemia, yang menimbulkan menurunnya aliran darah ginjal dan mengakibatkan

Page 24: Aftercare Patient PEB

menurunnya filtrasi glomerulus, sehingga menurunnya sekresi asam urat. Peningkatan

asam urat dapat terjadi juga akibat iskemia jaringan.

Kreatinin

Sama halnya dengan kadar asam urat serum, kadar kreatinin plasma pada

preeklampsia juga meningkat. Hal ini disebabkan oleh hipovolemia, maka aliran

darah ginjal menurun, mengakibatkan menurunya filtrasi glomerulus, sehingga

menurunnya sekresi kreatinin, disertai peningkatan kreatinin plasma. Dapat mencapai

kadar kreatinin plasma ≥ 1 mg/cc dan biasanya terjadi pada preeklampsia berat

dengan penyulit pada ginjal.

Oliguria dan anuria

Oliguria dan anuria terjadi karena hipovolemia sehingga airan darah ke ginjal

menurun yang mengakibatkan produksi urin menurun (oliguria), bahkan dapat terjadi

anuria. Berat ringannya oliguria menggambarkan berat ringannta hipovolemia. Hal

inin berarti menggambarkan pula berat ringannya preeklampsia. Pemberian cairan

intravena hanya karena oliguria tidak dibenarkan.

b. Kardiovaskular

CO menurun sedangkan tahanan perifer meningkat tajam. Vasokonstriksi menimbulkan

berbagai variasi tahanan pembuluh darah perifer sehingga kompensasi jantung harus dapat

mengatasi tahanan sehingga dapat memenuhi kebutuhan nutrisi dan O2.

c. Volume darah

Normalnya volume darah 5000 cc. Pada preeklampsia/eklampsia menjadi sekitar 3500 cc.

Penurunan ini disebabkan oleh vasokonstriksi umum sehingga volume darah normal dan

tidak mempunyai tempat. Hipertensi dalam kehamilan sensitif terhadap tambahan volume

cairan, yang dapat menimbulkan hipertensi atau ekstravasasi cairan bertambah banyak.

d. Perubahan hematologis

Perlukaan pembuluh darah menyebabkan terjadi koagulasi trombosit, yang dipermudah oleh

fibronektin (perekat trombosit). Timbunan fibrin mengikuti, tetapi diikuti fibrinolisis.

Akibatnya terjadi trombositopenia yang memudahkan terjadi hemolisis eritrosit.

Viskositas darah ditentukan oleh volume plasma, molekul makro: fibrinogen dan hematokrit.

Pada preeklampsia viskositas darah meningkat, mengakibatkan meningkatnya resistensi

perifer dan menurunnya aliran darah ke organ

Page 25: Aftercare Patient PEB

Pada hamil normal hematokrit menurun karena hipervolemia, kemudian meningkat lagi pada

trimester III akibat peningkatan produksi urin. Pada preeklampsia hematokrit meningkat

karena hipovolemia yang menggambarkan beratnya preeklampsia.

Perubahan hemaotogis disebabkan oleh hipovolemia akibat vasospasme, hipoalbuminemia

hemolis mikroangiopati akibat spasme arteriole dan hemolisis akibat kerusakan endotel

arteriole. Perubahan tersebut dapat berupa peningkatan hematokrit akibat hipovolemia,

peningkatan viskositas darah, trombositopenia dan gejala hemolisis mikroangiopati. Disebut

trombositopenia bila trombosit < 100.000 sel/ml. Hemolisis dapat menimbulkan destruksi

eritrosit.

e. Faktor pembekuan

Antitrombin III turun pada preeklampsia/eklampsia. Hal ini memudahkan trombin mengubah

fibrinogen menjadi fibrin sehingga pembekuan darah menjadi lebih cepat. Fibronektin makin

meningkat sebagai glikoprotein, yang dapat melekatkan trombosit pada tempat perlukaan

pembuluh darah.

f. Perubahan hormonal

Pengeluaran renin, angiotensin II dan aldosteron turun pada hipertensi dalam kehamilan.

Deoxycorticosteroid (DOC) meningkat pada trisemester III, vasopressin dalam batas normal

sedangkan atrial natriuric peptide, naik untuk dapat melebarkan dinding pembuluh darah bila

terdapat penambahan volume darah.

g. Perubahan elektrolit dalam darah

Kadar elektrolit total menurun pada waktu hamil normal. Pada preeklampsia kadar

elektrolit total sama seperti hamil normal, kecuali bila diberi diuretikum banyak, restriksi

konsumsi garam atau pemberian cairan oksitosin yang bersifat antidiuretik. Preeklapsia berat

yang mengalami hipoksia dapat menimbulkan gangguan keseimbangan asam basa. Pada

waktu terjadi kejang eklampsia kadar bikarbonat menurun, disebabkan timbulnya asidosis

laktat dan akibat kompensasi hilangnya karbon dioksida. Kadar natrium dan kalium pada

preeklampsia sama dengan kadar hamil normal, yaitu sesuai dengan proporsi jumlah air

dalam tubuh. Karena kadar natrium dan kalium tidak berubah pada preeklampsia, maka tidak

terjadi retensi natrium yang berlebihan. Ini berarti pada preeklampsia tidak diperlukan

restriksi konsumsi garam.

Page 26: Aftercare Patient PEB

h. Tekanan osmotik koloid plasma/tekanan onkotik

Osmolaritas serum dan tekanan onkotik menurun pada umur kehamilan 8 minggu. Pada

preeklampsia tekanan onkotik makin menurun karena kebocoran protein dan peningkatan

permeabilitas vaskular.

i. Edema

Edema dapat terjadi pada kehamilan normal. Edema yang terjadi pada kehamilan

mempunyai banyak interpretasi, misalnya 40% edema dijumpai pada hamil normal, 60%

edema dijumpai pada kehamilan dengan hipertensi, dan 80% edema dijumpai pada

kehamilan dengan hipertensi dan proteinuria. Edem terjadi karena hipoalbuminemia atau

kerusakan sel endotel kapiler. Edema yang patologik adalah edema yang nondependen pada

muka dan tangan, atau edema generalisata dan biasanya disertai dengan kenaikan berat

badan yang cepat.

j. Aktivitas sel endothelial

Kerusakan endotelium pembuluh darah menyebabkan perlukaan yang meningkatkan terjadi

koagulasi trombosit dan gumpalan darah yang selanjutnya diikuti lisis dan menyebabkan

mioepitelium pembuluh darah sensitif terhadap vasopresor menimbulkan konstriksi. Kapiler

bertambah sifat permeabilitasnya sehingga melepaskan cairan plasma menuju ekstravaskuler

dan menimbulkan edema. Endothelium derived relaxing factor (EDRF) atau nitric oxide

merupakan vasodilator yang kuat. Endotelin dibuat oleh endotelium pembuluh darah, pada

preeklampsia endotelin semakin meningkat sehingga terjadi vasokonstriksi pembuluh darah.

k. Perubahan metabolisme lemak

Terjadi peningkatan lipid peroksida yang menunjukkan tingkat derajatnya penyakit

komplikasi hipertensi dalam kehamilan. Dan juga terjadi peningkatan radikal bebas dan

penurunan antioksidan dalam darah preeklampsia/eklampsia. Sedangkan platelet gluthathione

peroxidase semakin meningkat pada hipertensi dalam kehamilan.

l. Liver

Dasar perubahan pada hepar ialah vasospasme, iskemia, dan perdarahan. Bila terjadi

perdarahan pada sel periportal lobus perifer, akan terjadi nekrosis sel heopar dan peningkatan

enzim hepar. Perdarahan ini dapat meluas hingga di bawah kapsula hepar dan disebut

subkapsular hematoma. Subkapsular hematoma menimbulkan rasa nyeri di daerah

epigastrium dan dapat menimbulkan ruptut hepar, sehingga perlu pembedahan.

Page 27: Aftercare Patient PEB

m. Sistem saraf pusat

Peredaran darah otak mempunyai kemampuan untuk regulasi sendiri sehingga jumlah

darahnya relatif tetap. Dalam keadaan preeklampsia / eklampsia berat kemampuan

regulasinya tidak dapat menahan hipertensi. Akibatnya terjadi edema dan tekanan intakranial

meningkat, perdarahan dan nekrosis. Edema dan perdarahan serta nekrosis dapat mencapai

retina. Tingginya tekanan intrakranial dapat menimbulkan herniasi medulla oblongata

menuju foramen magnum sehingga menimbulkan gangguan fungsi vital.

Perubahan neurologik dapat berupa;

Nyeri kepala disebabkan hiperperfusi otak, sehingga menimbulkan vasogenik edema.

Akibat spasme arteri retina dan edema retina dapat terjadi gangguan visus. Gangguan

visus dapat berupa pandangan kabur, skotomata, amaurosis yaitu kebutaan tanpa jelas

adanya kelainan dan ablasio retinae.

Hiperrefleksi sering dijumpai pada preeklampsia berat, tetapi bukan faktor prediksi

terjadinya eklampsia.

Dapat timbul kejang eklamptik. Penyebab kejang eklamptik belum diketahui denngan

jelas. Faktor-faktor yang menimbulkan kejang eklamptik ialah edema serebri, vasopasme

serebri dan iskemia serebri.

Perdarahan intrakranial meskipun jarang, dapat terjadi pada preeklampsia berat dan

eklampsia.

n. Paru

Penderita preeklampsia berat mempunyai risiko besar terjadinya edema paru. Edema paru

dapat disebabkan oleh payah jantung kiri, kerusakan sel endotel pada pembuluh darah

kapilar paru, dan menurunnya diuresis.

o. HELLP syndrome

Keterlibatan liver dalam proses preeklampsia / eklampsia menunjukkan komplikasi

hipertensi dalam kehamilan menjadi serius. Sebagian besar keterlibatan liver bersama dengan

ginjal dan CNS.

p. Janin

Preeklampsia dan eklampsia memberi pengaruh buruk pada kesehatan janin yang

disebabkan oleh menurunnya perfusi utero plasenta, hipovolemia, vasospasme, dan

kerusakan sel endotel pembuluh darah plasenta.

Page 28: Aftercare Patient PEB

Dampak preeklampsia dan eklampsia pada janin adalah:

Intrauterine growth restriction (IGUR) dan oligohidramnion

Kenaikan morbiditas dan mortalitas janin, secara tidak langsung akibat IUGR,

prematuritas, oligohidramion dan solusio plasenta.

Aspek Klinik Preeklampsia

Preeclampsia merupakan penyulit kehamilan yang akut dan dapat tejadi ante, intra dan post

partum. Dari gejala-gejala klinik preeclampsia dapat dibagi menjadi: Preeclampsia ringan dan

Preeclampsia berat. Gambaran klinik preeclampsia bervariasi luas dan sangat individual.

Kadang-kadang sukar untuk menentukan gejala preeclampsia mana yang timbul lebih dahulu.

Secara teoritik urutan-urutan gejala yang timbul pada preeclampsia ialah : edema, hipertensi dan

terakhir proteinuria; sehingga bila gejala-gejala ini timbul tidak dalam urutan diatas, dapat

dianggap bukan preeclampsia. Dari semua gejala-gejala tersebut, timbulnya hipertensi dan

proteinuria merupakan gejala yang paling penting, namun sayangnya penderita seringkali tidak

merasakan perubahan ini. Bila penderita sudah mengeluh adanya gangguan nyeri kepala,

gangguan penglihatan atau nyeri epigastrium, maka penyakit ini sudah cukup lanjut.

PREEKLAMPSIA RINGAN

Definisi

Preeklampsia ringan adalah suatu sindroma spesifik kehamilan dengan menurunnya

perfusi organ yang berakibat terjadinya vasospasme pembuluh darah dan aktivasi endotel.

Diagnosis

Diagnosis preeclampsia ringan ditegakkan berdasar atas

- Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg atau kenaikan sistolik ≥ 30 mmHg dan kenaikan diastolik ≥

15 mmHg

- Proteinuria  ≥ 300 mg/24 jam atau dipstick ≥ +1

- Edema pada lengan, muka dan perut, edema generalisata (anasarka)

- Timbul setelah 20 minggu kehamilan

Page 29: Aftercare Patient PEB

Manajemen  umum preeklampsia ringan

Pada setiap kehamilan disertai penyulit suatu penyakit, maka selalu dipertanyakan,

bagaimana :

1)  sikap terhadap penyakitnya, berarti pemberian obat2an, atau terapi medicinal

2)  sikap terhadap kehamilannya; berarti mau diapakan kehamilan ini

a. Apakah kehamilan akan diteruskan sampai aterm?

Disebut perawatan kehamilan “konservatif” atau “ekspektatif “

b. Apakah kehamilan akan diakhiri (diterminasi) ?

Disebut perawatan kehamilan “aktif” atau “agresif “

Rawat Jalan (Ambulatoir)

a.   Tirah baring dengan posisi miring

Tirah baring dengan posisi miring menghilangkan tekanan rahim pada v. cava inferior,

sehingga meningkatkan aliran darah balik. Berarti pula meningkatkan aliran darah ke organ-

organ vital. Penambahan aliran darah ke ginjal, akan meningkatkan filtrasi glomeruli dan

meningkatkan diuresis, sehingga dengan sendirinya meningkatkan ekskresi natrium, dan

menurunkan reaktifitas kardiovaskuler.

Selain itu tirah baring, meningkatkan pula aliran darah rahim, sehingga mengurangi

vasospasme dan memperbaiki kondisi janin “intra uterine”, ini berarti pula menurunkan

kematian perinatal.

b.   Diet: cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam 4-6 gram cukup, susu dan buah.

c.   Robarantia

d.   Tidak diberikan obat-obat: diuretic, antihipertensi, sedative 

e.   Kunjungan ulang tiap 1 minggu

f.    Pemeriksaan laboratorium:

- Hb, hematokrit         

- Trombosit

- Asam urat darah      

- Fungsi hati               

- Fungsi ginjal            

- Urine lengkap                      

Page 30: Aftercare Patient PEB

Dirawat di rumah sakit (rawat inap)

Kriteria preeclampsia ringan untuk dirawat di rumah sakit:

a. Bila tidak ada perbaikan: tekanan darah, kadar proteinuria selama 2 minggu

b. Timbul salah satu atau lebih gejala / tanda-tanda preeclampsia berat

c. Pertumbuhan janin terhambat

Evaluasi selama di rumah sakit:

1. Pemeriksaan fisik :

a. Pengukuran tekanan darah setiap 4 jam, kecuali ibu tidur

b. Observasi adanya edema pada perut dan muka

c. Observasi adanya gejala2 impending eclampsia:

- Nyeri kepala daerah osipital dan frontal

- Gangguan visus

- Nyeri epigastrium atau abdomen quadrant kanan atas

2. Pemeriksaan laboratorik

a. Pemeriksaan proteinuria dgn dipstick pada waktu masuk dan tiap 2 hari

b. Pemeriksaan hematocrit dan thrombocyte setiap 2 minggu

c. Pemeriksaan fungsi hepar tiap 2 minggu

d. Pemeriksaan creatinine serum, asam urat dan BUN

e. Pengukuran urine produksi tiap 3 jam

3. Pemeriksaan kesejahteraan janin

a. Perhitungan gerakan janin

b. Nonstress test 2 kali seminggu

c. Pemeriksaan USG dan Doppler

4. Konsultasi dengan bagian : mata, jantung ,dll

Perawatan obstetrik

a. Pada kehamilan Preterm ( <37 minggu )

Bila tekanan darah mencapai normotensif, selama perawatan, persalinannya ditunggu

sampai aterm.

Page 31: Aftercare Patient PEB

b. Pada kehamilan Aterm ( 37 – 40 minggu )

Persalinan ditunggu sampai terjadi onset persalinan atau dipertimbangkan untuk melakukan

induksi persalinan pada “Taksiran Tanggal Persalinan”.

c. Bila pasien sudah inpartu, perjalanan persalinan diikuti dengan grafik Friedman atau

Partograf WHO

d. Cara persalinan

Persalinan dapat dilakukan secara spontan; bila perlu memperpendek kala II.

PREEKLAMPSIA BERAT

Definisi

Preeklampsia berat adalah preeklampsia dengan tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan

tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg disertai dengan proteinuria lebih dari 5 g/24 jam.

Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasar kriteria Preeclampsia berat sebagaimana tercantum dibawah

ini :

- Tekanan  darah sistolik ≥ 160 mmHg dan Tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg. Tekanan

darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil sudah dirawat di rumah sakit dan sudah

menjalani tirah baring.

- Proteinuria lebih 5 gr/ 24 jam atau 4 + dalam pemeriksaan kualitatif.

- Oliguria, yaitu produksi urine kurang dari 500 cc/ 24 jam.

- Kenaikan kadar kreatinin plasma.

- Gangguan visus dan cerebal.: penurunan kesadaran, nyeri kepala, scotoma dan pandangan

kabur.

- Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadrant kanan atas abdomen (akibat teregangnya kapsula

Glisson)

- Edema paru-paru dan cyanosis.

- Thrombocytopenia berat.

- Gangguan fungsi hepar (kerusakan hepatoseluler)

- Pertumbuhan janin : intra uterine yang terhambat.

Page 32: Aftercare Patient PEB

- Sindrome HELLP

Klasifikasi Preeklampsia Berat

Preeklampsia berat dibagi lagi menjadi 2 sebagaimana tercantum dibawah ini:

a.      Preeclampsia berat tanpa impending eclampsia

b.      Preeclampsia berat dengan impending eclampsia

Disebut impending eclampsia bila preeklampsia berat disertai gejala-gejala subjektif berupa

nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntah-muntah, nyeri epigastrium, dan kenaikan

progresif tekanan darah.

Perawatan dan pengobatan preeklampsia berat

Pengelolaan preeklampsia dan eklampsia mencakup pencegahan kejang, pengobatan hipertensi,

pengelolaan cairan, pelayanan suportif terhadap penyulit organ yang terlibat, dan saat yang tepat

untuk persalinan.

Monitoring selama di rumah sakit

Pemeriksaan sangat teliti diikkuti dengan observasi harian tentang tanda-tanda klinik berupa:

nyeru kepala, gangguan visus, nyeri epigastrium, dan kenaikan cepat berat badan. Selain itu,

perlu dilakuakan penimbangan berat badan, pengukuran proteinuria, pengukuran tekanan darah,

pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan USG dan NST.

Manajemen umum perawatan preeklampsia berat

Pada perawatan preeclampsia berat sama halnya dengan perawatan preeclampsia ringan, maka

dibagi menjadi dua unsur:

- Sikap terhadap penyakitnya, yaitu pemberian obat2 atau terapi medisinalis.

- Sikap terhadap kehamilannya dapat:

1) Konservatif : ekspektatif : sambil memberi pengobatan kehamilan ditunggu sampai se-

aterm

2) Aktif : agresive manajemen, kehamilan diakhiri (terminasi) setiap saat

A.  Sikap terhadap penyakitnya (pengobatan Medicinal)

1) Segera masuk rumah sakit  untuk rawat inap.

2) Tirah baring miring ke satu sisi (kiri)

Page 33: Aftercare Patient PEB

3) Pengelolaan cairan

a. Pengelolaan cairan pada penderita preeclampsia dan eclampsia sangat penting, karena

penderita preeclampsia dan eclampsia mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya edema

paru dan oliguria. Terjadinya kedua keadaan tersebut belum jelas, namun faktor yang

sangat menentukan terjadinya edema paru dan oliguria adalah :

- hipovolemia

- vasospasme

- kerusakan sel endothel

- penurunan gradient tekanan onkotik koloid/pulmonary capillary wedge pressure.

b. Dipasang Foley Catheter : untuk mengukur output urine: input cairan (melalui oral maupun

infuse) dan   output cairan (melalui urine) menjadi sangat penting. Artinya harus dilakukan

pengukuran secara tepat berapa jumlah cairan yang keluar melalui urine. Bila terjadi tanda-

tanda edema paru segera dilakukan tindakan koreksi. Oliguria terjadi bila produksi urin <

30 cc/jam dalam 2-3 jam atau < 500 cc/24 jam.

c. Pemberian cairan  intravena :

- Cairan yang diberikan adalah 5 % Ringer-dectrose atau cairan garam faal, jumlah

tetesan : < 125 cc/jam 

- Atau Infuse Dextrose 5%. Yang tiap 1 liternya diselingi dengan infuse Ringer lactate  

(60-125 cc/jam) 500 cc.

4) Antasida: untuk menetralisir asam lambung,bila mendadak kejang ,dapat menghindari

risiko aspirasi asam lambung  yang sangat asam.

5) Diet : cukup protein; rendah karbohidrat, lemak dan garam.

6) Pemberian obat anti kejang :

a. Golongan MgSO4

b. Contoh obat-obat  lain yang dipakai untuk anti kejang-kejang :  Diazepam (Lean,

1967) dan Phenytoin ( Ryan, 1989 ). Obat anti kejang yang banyak dipakai

di Indonesia adalah  Magnesium sulfat. (Pritchard 1955, Sibai 1984 )

Pemberian magnesium sulfat sebagai antikejang lebih efektif dibanding fenitoin,

berdasar Cochrane Review terhadap enam uji klinik. Obat antikejang yang banyak

dipakai di Indonesia adalah magnesium sulfat. Magnesium sulfat menghambat atau

menurunkan kadar asetilkolin pada rangsang serat saraf dengan menghambat transmisi

Page 34: Aftercare Patient PEB

neuromuskular. Transmisi neuromuskular membutuhkan kalsium pada sinaps. Pada

pemberian magnesium sulfat, magnesium sulfat akan menggeser kalsium, sehingga

aliran rangsangan tidak terjadi (terjadi kompetitif inhibition antara ion kalsium dan ion

magnesium). Kadar kalsium yang tinggi dalam darah dapat menghambta kerja

magnesium sulfat. Magnesium sulfat sampai saat ini tetap menjadi pilihan pertama untuk

antikejang pada preeklampsia atau eklampsia.

Cara pemberian : Magnesium sulfat. (Pritchard 1955, Sibai 1984)

a. “Loading dose” :

4 gram MgSO4 : intravena, (40% dalam 10 cc) selama 15 menit

b. “Maintenance dose” :

Diberikan 4 atau 5  gram i.m., 40% setelah 6 jam pemberian loading

dose.  Selanjutnya “maintenance dose” diberikan 4 gram i.m. tiap 4-6 jam.

c. Syarat-syarat pemberian MgSO4:

- Harus tersedia antidotum MgSO4, yaitu Calcium gluconas 10% = 1

gr. (10% dalam 10 cc) diberikan I,V, 3 menit.

- Refleks patella (+) kuat.

- Frekuensi pernafasan > 16 + / menit, dan tidak ada tanda2 distress nafas.

- Produksi urine > 100 cc dalam 4 jam sebelumnya. (0,5 cc/kg.bb./jam)

d. Magnesium sulfat dihentikan bila:

- Ada tanda-tanda intoxikasi

- Setelah 24 jam pasca persalinan atau 24 jam setelah kejang berakhir

7) Diuretikum tidak diberikan, kecuali bila ada :

a.       edema paru-paru

b.      payah jantung kongestip

c.       anasarka

Diuretikum yang dipakai ialah Furosemida. Pemberian diuretikum memberi kerugian:

a.       memperberat hipovolemia

b.      memperburuk perfusi utero-plasenta

c.       meningkatkan hemokonsentrasi

d.      menimbulkan dehidrasi pada janin, penurunan berat janin.

Page 35: Aftercare Patient PEB

8) Anti hipertensi diberikan bila :

a.   Desakan sistolik ≥ 180 mmHg

b.   Desakan diastolic ≥ 110 mmHg

Jenis obat antihipertensi yang diberikan di Indonesia adalah : NIFEDIPINE

Dosis awal  : 10 -20 mg, ulangi 30 menit bila perlu. Dosis maksimum 120 mg per 24 jam

Nifedipine tidak boleh diberikan sub lingual, karena efek vasodilatasi sangat cepat,

sehingga hanya boleh diberikan per oral.

9)  Lain-lain

a. Obat-obat antipiretik, diberikan bila suhu rectal diatas 38.5O . Dapat dibantu dengan

pemberian kompres dingin atau alkohol

b. Antibiotika : diberikan atas indikasi

c. Anti nyeri, bila penderita kesakitan/gelisah; karena konstraksi rahim dapat diberikan

pethidin HCL 50–75 mg. Sekali saja (selambat2nya 2 jam sebelum janin lahir).

d. Glukokortikoid untuk pematangan paru janin. Diberikan pada kehamilan 32 – 34

minggu, 2 x 24 jam. Obat ini juga diberikan pada sindrom HELLP.

Sikap terhadap kehamilannya

a. Perawatan Aktif (Agresif): sambil memberi pengobatan, kehamilan diakhiri.

Indikasi perawatan aktif ialah bila didapatkan satu/lebih keadaan di bawah ini:

Ibu

Umur kehamilan ≥ 37 minggu. >37 minggu untuk preeklampsia ringan, ≥37

minggu untuk preeklampsia berat.

Adanya tanda-tanda/ gejala-gejala Impending eclampsia

Kegagalan terapi pada perawatan konservatif, yaitu: keadaan klinik dan lab

memburuk.

Diduga terjadi solusio plasenta

Timbul onset persalinan, ketuban pecah atau perdarahan.

Janin

Adanya tanda fetal distress

Adanya tanda IUGR

NST nonreaktif dengan profil biofisik abnormal

Terjadinya oligohidramnion

Page 36: Aftercare Patient PEB

Laboratorik

Adanya tanda “Sindroma HELLP” khususnya menurunnya trombosit dengan

cepat

Cara mengaakhiri kehamilan (terminasi kehamilan) dilakukan berdasar keadaan obstetrik

pada waktu itu, apakah sudah inpartu atau belum.

b. Perawatan Konservatif

Indikasi perawatan konservatif ialah bila kehamilan preterm ≤ 37 minggu tanpa disertai

tanda-tanda impending eclampsia dengan keadaan jain baik. Magnesium sulfat

dihentikan bila ibu sudah mencapai tanda-tanda preeklampsia ringan, selambat-

lambatnya dalam waktu 24 jam. Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan, keadaan ini

dianggap sebagai kegagalan medikamentosa dan harus diterminasi.

Pencegahan preeklampsia

a. Pencegahan nonmedikal

Tirah baring; di Indonesia tirah baring masih diperlukan pada mereka yang memiliki

resiko tinggi preeclampsia meskipun tirah baring belum terbukti mencegah

preeclampsia dan persalinan preterm.

Restriksi garam; tidak terbukti mencegah terjadinya preeklampsia

Diet yang mengandung asam lemak tidak jenuh seperti suplemen minyak ikan,

makanan yang mengandung omega-3 dan PUFA

Antioksidan: vit. C, Vit. E, beta karoten, asam lipoik

Elemen logam seperti: zinc, magnesium, kalsium

b. Pencegahan medikal

Kalsium 1.500-2.00 mg/hari

Zinc 200 mg/hari

Magnesium 365 mg/hari

Aspirin <100 mg/hari

Komplikasi

a. Ibu

Gagal ginjal akut tubuler nekrosis

Gagal jantung

Edema paru

Page 37: Aftercare Patient PEB

Trombositopenia

Hipofibrinogenemia

Sindrome HELLP

Eklampsia

b. Janin

Persalinan prematur

Pertumbuhan janin terhambat

Solusio plasenta

Perinatal asfiksia

Kematian perinatal

Page 38: Aftercare Patient PEB

BAB IV

AFTERCARE PATIENT

Identifikasi Fungsi Keluarga

1. Fungsi Biologik

Pasien seorang perempuan berusia 24 tahun yang masih dalam masa reproduksi dan

saat ini sedang hamil anak pertama.

2. Fungsi Psikologik

Pasien sudah menikah dan tinggal bersama suami dan Ibu pasien. Aktivitas sehari-

hari pasien adalah sebagai ibu rumah tangga, mengerjakan pekerjaan sehari-hari dirumah.

Pasien sering berkumpul dengan keluarga. Hubungan pasien dengan masing-masing

anggota keluarga dekat dan baik. Hubungan pasien dengan tetangga baik. Terkadang

pasien merasa jenuh dan bosan dengan aktivitas sehari-harinya.

3. Fungsi Ekonomi

Pasien tidak bekerja. Dirumah pasien yang bekerja hanya suami dan ayah pasien.

Suami pasien bekerja sebagai buruh sementara ayah pasien bekerja sebagai petani namun

ayah pasien saat ini sudah meninggal. Pendapatan per-harinya tidak menentu, berkisar ±

Rp.200.000,00 per hari. Yang bertanggung jawab dalam keuangan untuk kebutuhan

sehari-hari di rumah adalah suami pasien.

4. Fungsi Pendidikan

Pendidikan terakhir pasien SMP dan suami pasien adalah SMA. Pendidikan terakhir

ayah dan ibu pasien adalah SD.

Page 39: Aftercare Patient PEB

5. Fungsi Religius

Pasien dan keluarga adalah seorang muslim yang cukup taat. Pasien terkadang

mengikuti acara pengajian yang diadakan di lingkungan rumahnya setiap minggunya.

6. Fungsi Sosial dan Budaya

Pasien merupakan warga desa biasa. Pasien mengaku cukup dekat dengan

tetangganya. Sesekali pasien mengikuti kegiatan yang diadakan di lingkungan rumahnya

Pola Konsumsi Makan Pasien

Pasien mengatakan bahwa dalam sehari, pasien dan keluarganya makan sehari tiga kali

dengan nasi, lauk pauk berupa tempe, tahu, dan lebih sering dengan sayur yang ditumis.

Selain itu, pasien juga menyukai cemilan berupa gorengan, dalam sehari pasien bisa 1-2 kali

mengkonsumsi gorengan.

Identifikasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Pasien

1. Faktor Perilaku

Kesadaran pasien tentang PHBS cukup baik. Pasien juga rutin memeriksakan

kesehatannya ke klinik terutama saat hamil. Namun pasien menolak jika disarankan untuk

berobat ke poli jantung karena merasa jantungnya baik-baik saja.

2. Faktor Non-Perilaku

Pelayanan kesehatan terletak cukup jauh dari rumah pasien. Pasien disarankan

berobat ke PKM borobudur yang berjarak sekitar 1 jam dari rumah pasien namun pasien

lebih sering ke bidan desa terdekat dari rumahnya. Keadaan jalan sekitar rumah pasien

terlihat tidak terlalu baik, dan jarang angkutan umum di jalan pedesaan dekat rumah

pasien, sehingga pasien harus diantar suaminya naik sepeda motor sampai ke puskesmas

atau diantar sampai ke jalan besar hingga ada mobil angkutan umum. Untuk akses rumah

sakit terdekat dari rumah pasien adalah RST Tk. II dr. Soedjono dengan waktu tempuh 30

Page 40: Aftercare Patient PEB

menit s/d 1 jam sehingga pasien memilih dirujuk ke RST. Setelah dirawat pasien

dianjurkan kontrol ke poli jantung tetapi pasien belum kontrol karena merasa dirinya

baik-baik saja.

Identifikasi Keadaan Lingkungan Rumah

Pasien tinggal di pedesaan dengan jarak rumah tetangga yang tidak terlalu berdekatan,

dengan suami dan kedua orang tua pasien. Lingkungan sekitar rumah pasien berupa persawahan.

Rumah pasien berdinding tembok, dengan lantai keramik serta lantai semen di dapur, dan atap

genteng. Terdapat tiga kamar tidur, satu kamar mandi, satu ruang keluarga sekaligus ruang tamu,

dan dapur.

Rumah tersebut termasuk dalam kategori rumah sehat. Dengan pencahayaan yang cukup

baik, ventilasi dan jendela yang cukup. Kebersihan rumah dan lingkungan rumah juga cukup

terjaga. Pasien memiliki jamban sendiri, dan memiliki tempat sampah untuk membuang sampah

sehari-hari. Untuk keperluan mandi, air berasal dari air keran. Untuk air minumnya, pasien

memasak air sendiri. Tidak terdapat genangan air di sekitar rumah pasien, terdapat saluran

pembuangan air yang bermuara di parit.

Diagnosis Fungsi Keluarga

A. Fungsi Biologis : Ayah pasien meninggal dunia pada tahun 2012 karena penyakit jantung

B. Fungsi Psikologis : Hubungan dengan tiap anggota keluarga baik.

C. Fungsi Religius dan Sosial Budaya : sering beribadah bersama di masjid.

D. Fungsi Ekonomi : Cukup.

E. Faktor Perilaku : Suami pasien cukup sering membujuk pasien agar mau kontrol ke poli

jantung disamping kontrol ke poli kandungan.

Page 41: Aftercare Patient PEB

F. Faktor Non Perilaku : Pelayanan kesehatan cukup jauh dari rumah pasien dan jarang

angkutan umum, menjadi kendala tersendiri untuk mencapai ke tempat pelayanan

kesehatan.

Rencana Pembinaan Keluarga

I. Terhadap Pasien

a. Pemantauan vital sign pada saat kunjungan.

b. Pemeriksaan kehamilan pasien.

c. Edukasi mengenai penyakit yang dialami pasien.

d. Edukasi mengenai diet makanan yang sebaiknya dikonsumsi pasien yakni asam lemak

tak jenuh, vitamin, serta mengurangi konsumsi gorengan.

e. Edukasi untuk tidak melakukan pekerjaan yang berat dan istirahat yang cukup terutama

bedrest posisi miring kiri.

f. Edukasi mengenai tanda persalinan, pemberian ASI eksklusif, dan pentingnya keluarga

berencana.

2. Terhadap Keluarga

Pemberian edukasi tentang hipertensi dalam kehamilan terutama preeklampsia, tanda dan

gejala, penatalaksanaan hingga komplikasi. Pemberian edukasi mengenai tanda persalinan

jika pasien akan melahirkan, pentingnya pemberian ASI eksklusif setelah bayi lahir, serta

pentingnya keluarga berencana untuk membatasi kehamilan dan persalinan. Serta edukasi

untuk mengkonsumsi makanan asam lemak tak jenuh, vitamin, dan mengurangi gorengan.

Page 42: Aftercare Patient PEB

Langkah Untuk Mencapai Tujuan Pembinaan

1. Tindakan Terhadap Pasien (dilakukan saat berkunjung ke rumah pasien)

a. Membina hubungan baik dengan pasien.

b. Pemeriksaan fisik umum.

c. Pemeriksaan kehamilan pasien.

d. Edukasi mengenai diet makanan yang sebaiknya dikonsumsi pasien yakni asam

lemak tak jenuh, vitamin, serta megurangi konsumsi gorengan.

e. Edukasi untuk tidak melakukan pekerjaan yang berat dan istirahat yang cukup

terutama bedrest posisi miring kiri.

f. Edukasi mengenai tanda persalinan, pemberian ASI eksklusif, dan pentingnya

keluarga berencana.

2. Tindakan Terhadap Keluarga (dilakukan saat berkunjung ke rumah pasien)

a. Membina hubungan baik dengan keluarga.

b. Dilakukan diskusi keluarga untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku

terhadap preeklampsia, bagaimana pentingnya dilakukan kontrol rutin terutama

tekanan darah serta gejala lainnya, serta memberitahu untuk membawa pasien ke

pelayanan kesehatan terdekat jika sudah ada tanda-tanda persalinan.

Page 43: Aftercare Patient PEB

BAB IV

KESIMPULAN

Pemeriksaan antenatal yang teratur dan teliti dapat menemukan tanda-tanda dini

preeklampsia, dalam hal ini harus dilakukan penanganan preeklampsia tersebut. Walaupun

preeklampsia tidak dapat dicegah seutuhnya, namun frekuensi preeklampsia dapat dikurangi

dengan pemberian pengetahuan dan pengawasan yang baik pada ibu hamil.

Pengetahuan yang diberikan berupa tentang manfaat diet dan istirahat yang berguna dalam

pencegahan. Istirahat tidak selalu berarti berbaring, dalam hal ini yaitu dengan mengurangi

pekerjaan sehari-hari dan dianjurkan lebih banyak duduk dan berbaring. Diet tinggi protein dan

rendah lemak, karbohidrat, garam dan penambahan berat badan yang tidak berlebihan sangat

dianjurkan. Mengenal secara dini preeklampsia dan merawat penderita tanpa memberikan

diuretika dan obat antihipertensi merupakan manfaat dari pencegahan melalui pemeriksaan

antenatal yang baik.

Page 44: Aftercare Patient PEB

BAB V

DAFTAR PUSTAKA

Wiknjosastro H. Ilmu Kebidanan Edisi III,cetakan lima. Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo. Balai Penerbit FK UI. Jakarta. 1999. 357-8, 785-790.

Cunningham, FG. Williams Obstetrics 21 st Edition. McGraw Hill.USA. 1073-1078, 1390-94,

1475-77

Universitas Sumatra Utara. Peeklampsia. Sumatera Utara. FK USU. 2007