ADSORPSI UNSUR PENGOTOR LARUTAN NATRIUM · PDF fileSkripsi yang berjudul “Adsorpsi Unsur...
Transcript of ADSORPSI UNSUR PENGOTOR LARUTAN NATRIUM · PDF fileSkripsi yang berjudul “Adsorpsi Unsur...
ADSORPSI UNSUR PENGOTOR LARUTAN NATRIUM
SILIKAT MENGGUNAKAN ZEOLIT ALAM
KARANGNUNGGAL
AFIT HENDRAWAN
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2010 M / 1432 H
ADSORPSI UNSUR PENGOTOR LARUTAN NATRIUM
SILIKAT MENGGUNAKAN ZEOLIT ALAM
KARANGNUNGGAL
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh :
AFIT HENDRAWAN 105096003152
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2010 M / 1432 H
ADSORPSI UNSUR PENGOTOR LARUTAN NATRIUM
SILIKAT MENGGUNAKAN ZEOLIT ALAM
KARANGNUNGGAL
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Program Studi Kimia
Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh :
AFIT HENDRAWAN 105096003152
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Florentinus Firdiyono Dr. Thamzil Las NIP.19560214 198202 1 001 NIP.19490516 197703 1 001
Mengetahui,
Ketua Program Studi Kimia
Sri Yadial Chalid, M.Si NIP.19680313 200312 2 001
PENGESAHAN UJIAN
Skripsi yang berjudul “Adsorpsi Unsur Pengotor Larutan Natrium Silikat Menggunakan Zeolit Alam Karangnunggal” yang ditulis oleh Afit Hendrawan NIM 105096003152 telah diuji dan dinyatakan LULUS dalam Sidang Munaqosyah Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari Senin tanggal 20 Desember 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) Program Studi Kimia.
Menyetujui,
Penguji I Penguji II
DR. Mirzan T Razzak, M.Eng., APU Yusraini DI Siregar, M.Si NIP.330 001 086 NIP.19770512 200112 2 002
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Florentinus Firdiyono Dr. Thamzil Las NIP.19560214 198202 1 001 NIP.19490516 197703 1 001
Mengetahui,
Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Ketua Program Studi Kimia
Dr. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis Sri Yadial Chalid, M.Si NIP.19680117 200112 1 001 NIP.19680313 200312 2 001
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH
HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN
SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI
ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Jakarta, Desember 2010
Afit Hendrawan 105096003152
KATA PENGANTAR
Bismillaahirrohmaanirrohiim,
Assalaamu’alaikum Warohmatullaahi Wabarokaatuh
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
menciptakan seluruh alam. Shalawat serta salam penulis panjatkan kepada Nabi
Muhammad SAW, kepada keluarganya, para sahabatnya, dan kepada para
pengikutnya.
Skripsi dengan judul “Adsorpsi Unsur Pengotor Larutan Natrium
Silikat Menggunakan Zeolit Alam Karangnunggal” disusun berdasarkan hasil
penelitian di Pusat Penelitian Metalurgi – LIPI, Cisauk, Tanggerang, Banten.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu persyaratan untuk meraih gelar Strata 1 (S1)
Kimia di Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Skripsi ini tidak mungkin selesai tanpa pihak-pihak yang terus
memberikan bimbingan dan semangatnya, sehingga penulis ucapkan terima kasih
setulus-tulusnya kepada :
1. Dr. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis sebagai Dekan Fakultas Sains dan
Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Sri Yadial Chalid, M.Si sebagai Ketua Program Studi Kimia Fakultas
Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Terima kasih atas semangat dan kesabaran ibu dalam menghadapi penulis
selama penulis menjalankan ibadah di fakultas, serta perjuangan ibu untuk
penulis yang tak akan penulis lupakan.
vi
3. Dr. Florentinus Firdiyono sebagai pembimbing pertama, yang telah
membimbing dan banyak memberikan masukan, semangat dan penjelasan
tentang semua yang berhubungan dengan skripsi ini.
4. Dr. Thamzil Las sebagai pembimbing kedua dan pembimbing akademik,
yang telah membimbing dan memberikan penjelasan tentang semua materi
yang berhubungan dengan skripsi ini.
5. DR. Mirzan T Razzak, M.Eng., APU dan Yusraini DI Siregar, M.Si
sebagai penguji pertama dan kedua yang telah memberikan kririk dan
saran sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.
6. Pa’e (Bpk Supriyanto) dan Bu’e (Ibu Endang Sulasih) yang telah
memberikan dukungan moril, materil, doa serta semua dukungan yang tak
terbatas. I Love U Mom and Dad.
7. Seluruh dosen kimia FST UIN, terutama Nurhasni, M.Si terima kasih atas
semua ilmu yang telah diberikan. Insya Allah penulis akan
mengamalkannya sehingga dapat bermanfaat di dunia dan di akhirat.
8. Eko Sulistiyono, S.T sebagai pembimbing lapangan, yang telah banyak
meluangkan waktunya dan memberikan penjelasan tentang skripsi ini.
9. Murni Handayani, S.Si sebagai koordinator penelitian, yang telah banyak
meluangkan waktunya untuk berdiskusi dengan penulis.
10. Pusat Penelitian Metalurgi – LIPI yang telah memberikan sarana dan
prasarana berupa laboratorium dan alat-alatnya untuk penelitian ini.
11. Seluruh karyawan dan staff Pusat Penelitian Metalurgi – LIPI, terutama
Pak Memed, Pak Yahya, Pak Januar dan Bu Ochi.
vii
12. My oldest sister (Mbak Liya Suryani, SE) dan Bang Iyung yang telah
meluangkan rumah dan perangkat elektroniknya untuk penyelesaian
skripsi ini.
13. My sister’s (Mbak Mirawati, SPd; Retno Wulandari, CSE; Ayu Julaiha)
dan My Nephew’s (Zaidan, Syifa, Azmi) atas semangat dan senyumannya.
14. Lek Bambang dan Mufida yang telah ikhlas menerima keberadaan penulis
di rumahnya.
15. Qosyim dan Pipit, teman seperjuanganku yang telah menjadi teman suka
dan duka selama penulis membuat skripsi ini.
16. Bu Rinta, Age dan Balqis, terima kasih atas semangat yang kalian berikan.
17. Adum, Teh Dede, Umi Icha, Hasbi, Ndo’ Susti, Mpok Ummu, Fajri, Ocim,
April, Nunu dan seluruh teman-teman Al – Chemist 2005 yang tidak bisa
disebutkan satu persatu. Semoga kenangan itu masih ada sampai kita tua.
18. Al – Chemist 2002 – 2008 yang telah memberikan semangat, dukungan
serta senyuman selama penulis menyusun skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk
itu saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan. Semoga skripsi ini
bermanfaat bagi mahasiswa kimia pada khususnya dan masyarakat pada
umumnya. Amiiin.
Wassalaamu’alaikum Warohmatullaahi Wabarokaatuh
Jakarta, Desember 2010
Penulis
viii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..................................................................................... vi
DAFTAR ISI .................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xv
ABSTRAK ....................................................................................................... xvi
ABSTRACT ................................................................................................... xvii
BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................ 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah ....................................................................................... 3
1.3. Hipotesis ...................................................................................................... 3
1.4. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 4
1.5. Manfaat Penelitian ....................................................................................... 4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 5
2.1. Adsorpsi ....................................................................................................... 5
2.1.1. Isoterm Adsorpsi ................................................................................ 8
2.2. Pasir Kuarsa ................................................................................................. 10
2.3. Logam Pengotor ........................................................................................... 12
2.3.1. Besi (Fe) ............................................................................................. 13
2.3.2. Magnesium (Mg) ............................................................................... 14
2.3.3. Kalsium (Ca) ...................................................................................... 15
ixix
2.4. Zeolit ............................................................................................................ 16
2.4.1. Teori Zeolit ........................................................................................ 16
2.4.2. Struktur Zeolit ................................................................................... 16
2.4.3. Sifat – sifat Zeolit .............................................................................. 18
2.4.4. Jenis – jenis Zeolit ............................................................................. 20
2.4.5. Mordenit ............................................................................................ 21
2.4.6. Aktivasi Zeolit ................................................................................... 22
2.4.7. Zeolit Alam Karangnunggal .............................................................. 23
2.5. Scanning Electron Microscopy (SEM) ....................................................... 25
2.6. Spektroskopi Serapan Atom (Atomic Absorption Spectroscopy) ................ 27
2.6.1. Prinsip Spektroskopi Serapan Atom .................................................. 28
2.6.2. Instrumentasi Spektroskopi Serapan Atom ....................................... 29
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ...................................................... 32
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ...................................................................... 32
3.2. Bahan dan Alat ............................................................................................ 32
3.2.1. Bahan ................................................................................................. 32
3.2.2. Alat .................................................................................................... 32
3.3. Prosedur Kerja ............................................................................................. 33
3.3.1. Pemangangan Pasir Kuarsa ............................................................... 33
3.3.2. Preparasi Larutan Natrium Silikat 10% ............................................ 33
3.3.3. Preparasi Zeolit ................................................................................. 34
3.3.4. Aktivasi Zeolit ................................................................................... 34
3.3.5. Analisa SEM ...................................................................................... 34
3.3.6. Percobaan Batch ................................................................................ 35
x
3.3.6.1. Analisa Fe3+ ......................................................................... 35
3.3.6.1.1. Variasi Waktu Kontak ......................................... 35
3.3.6.1.2. Variasi Massa Zeolit ............................................ 35
3.3.6.1.3. Variasi pH ........................................................... 36
3.3.6.1.4. Variasi Temperatur .............................................. 36
3.3.6.1.5 Isoterm Adsorpsi .................................................. 36
3.3.6.2. Analisa Mg2+ dan Ca2+ ......................................................... 37
3.3.6.2.1. Variasi pH ............................................................ 37
3.3.6.2.2. Variasi Massa Zeolit ............................................. 37
3.3.6.2.3. Variasi Waktu Kontak .......................................... 37
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... 38
4.1. Karakterisasi dan Identifikasi Pasir Kuarsa ............................................... 38
4.2. Preparasi Larutan Natrium Silikat .............................................................. 39
4.3. Aktivasi Zeolit ............................................................................................ 41
4.4. Penentuan Kondisi Optimum ..................................................................... 44
4.4.1. Analisa Ion Logam Fe3+ ................................................................... 44
4.4.1.1. Hubungan Waktu Kontak dengan Penyerapan Fe3+ ............ 44
4.4.1.2. Hubungan Massa Zeolit dengan Penyerapan Fe3+ .............. 45
4.4.1.3. Hubungan pH dengan Penyerapan Fe3+ .............................. 46
4.4.1.4. Hubungan Temperatur dengan Penyerapan Fe3+ ................ 48
4.4.1.5 Isoterm Adsorpsi Fe3+ .......................................................... 49
4.4.2. Analisa Mg2+ dan Ca2+ ..................................................................... 50
4.4.2.1. Hubungan pH dengan Penyerapan Mg2+ dan Ca2+ .............. 50
4.4.2.2. Hubungan Massa Zeolit dengan Penyerapan Mg2+ dan Ca2+ ..................................................................... 51
xi
4.4.2.3. Hubungan Waktu Kontak dengan Penyerapan Mg2+ dan Ca2+ ...................................................................... 52
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 54
5.1. Kesimpulan ................................................................................................. 54
5.2. Saran ........................................................................................................... 55
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 56
LAMPIRAN ..................................................................................................... 60
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Perbedaan Isoterm Adsorpsi Langmuir dan Freundlich ..................... 9
Tabel 2. Hasil Analisa XRF Komposisi Kimia Pasir Kuarsa Indonesia ........... 10
Tabel 3. Parameter Fisika Pasir Kuarsa Indonesia ............................................ 11
Tabel 4. Jenis Mineral Zeolit Alam dan Sifat Fisiknya .................................... 21
Tabel 5. Hasil Analisa XRF Zeolit Alam Karangnunggal ................................ 24
Tabel 6. Hasil Analisa XRF Pasir Kuarsa Samboja….................................….. 39
Tabel 7. Hasil Analisa EDX Zeolit Alam Karangnunggal ................................. 43
Tabel 8. Hasil Analisa Penyerapan Mg2+ dan Ca2+ terhadap Pengaruh pH Larutan Natrium Silikat (massa zeolit 2,5 gr, temperatur 30°C, waktu kontak 60 menit, volume 50 ml, konsentrasi 0,1%) ................. 50
Tabel 9. Hasil Analisa Penyerapan Mg2+ dan Ca2+ terhadap Pengaruh
Massa Zeolit (pH = 10, temperatur 30°C, waktu kontak 60 menit, volume 50 ml, konsentrasi 0,1%) ........................................................ 51
Tabel 10. Hasil Analisa Penyerapan Mg2+ dan Ca2+ terhadap Pengaruh
Waktu Kontak (massa zeolit 2,5 gr, pH = 10, temperatur 30°C, volume 50 ml, konsentrasi 0,1%) ...................................................... 52
xiiixiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Struktur Kerangka Penyusun Zeolit ................................................ 16
Gambar 2. Struktur Stereotip Mordenit …......................................................... 22
Gambar 3. Skema Dasar Scanning Electron Microscopy (SEM) ..................... 26
Gambar 4. Sistem Instrumentasi AAS .............................................................. 29
Gambar 5. Morfologi Pasir Kuarsa Samboja .................................................... 38
Gambar 6. Struktur Ikatan Natrium Silikat ....................................................... 40
Gambar 7. Morfologi Zeolit Alam Karangnunggal .......................................... 42
Gambar 8. Persentase ion logam Fe3+ yang diserap dari larutan natrium silikat dengan waktu kontak
yang berbeda (massa zeolit 1 gr, pH = 3, temperatur 30°C, volume 50 ml, konsentrasi 0,03%) ......... 44
Gambar 9. Persentase ion logam Fe3+ yang diserap dari larutan natrium
silikat dengan massa zeolit yang berbeda (pH = 3, temperatur
30°C, waktu kontak 60 menit, volume 50 ml, konsentrasi 0,03%) ... 45 Gambar 10. Persentase ion logam Fe3+ yang diserap dari larutan natrium
silikat dengan pH larutan yang berbeda (massa zeolit 3 gr,
temperatur 30°C, waktu kontak 60 menit, volume 50 ml, konsentrasi 0,03%) ........................................................................ 46
Gambar 11. Persentase ion logam Fe3+ yang diserap dari larutan natrium
silikat dengan temperatur larutan yang berbeda (massa zeolit
3 gr, pH = 3, waktu kontak 60 menit, volume 50 ml, konsentrasi 0,03%) ........................................................................ 48
Gambar 12. Grafik isoterm adsorpsi Fe3+ oleh zeolit (massa zeolit 3 gr,
pH = 3, temperatur 30°C, waktu kontak 60 menit, volume 50 ml, konsentrasi 0,03%) ............................................................ 49
xivxiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Kurva Kalibrasi AAS ................................................................... 60
Lampiran 2. Perhitungan Efisiensi Penyerapan ................................................. 63
Lampiran 3. Data Efisiensi Peyerapan Fe3+, Mg2+ dan Ca2+ oleh Zeolit ........... 64
Lampiran 4. Data Isoterm Adsorpsi Fe3+ …....…………………………..……. 68
Lampiran 5. Hasil Analisa XRF Pasir Kuarsa Samboja .................................... 70 Lampiran 6. Hasil Analisa SEM Pasir Kuarsa Samboja .................................... 71
Lampiran 7. Hasil Analisa SEM Zeolit Alam Karangnunggal Sebelum Diaktivasi ....................................................................... 72
Lampiran 8. Hasil Analisa SEM Zeolit Alam Karangnunggal Setelah Diaktivasi ......................................................................... 73
Lampiran 9. Foto – foto Bahan, Alat dan Hasil Penelitian ................................ 74
xvxv
ABSTRAK
Afit Hendrawan. ADSORPSI UNSUR PENGOTOR LARUTAN NATRIUM SILIKAT MENGGUNAKAN ZEOLIT ALAM KARANGNUNGGAL. Dibawah Bimbingan Dr. Florentinus Firdiyono dan Dr. Thamzil Las. Penelitian tentang kemampuan penyerapan zeolit alam Karangnunggal sebagai sorben dalam larutan natrium silikat telah dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efisiensi penyerapan zeolit terhadap unsur pengotor larutan natrium silikat serta mengetahui hubungan penyerapan zeolit dengan beberapa parameter adsorpsi. Untuk itu proses adsorpsi dilakukan dengan beberapa parameter, diantaranya waktu kontak, massa sorben, pH, temperatur. Hasil analisa menggunakan Spektroskopi Serapan Atom (SSA) menunjukkan bahwa zeolit alam Karangnunggal yang diaktivasi dengan H2SO4 dapat digunakan untuk menyerap Fe3+ dalam larutan natrium silikat. Kondisi optimum penyerapan Fe3+ dalam larutan natrium silikat dicapai dengan parameter waktu kontak selama 60 menit, massa zeolit yang digunakan sebanyak 3 gram, pH 3, dan pada temperatur ruang. Tetapi zeolit tersebut tidak efektif untuk menyerap Mg2+ dan Ca2+ dalam larutan natrium silikat. Kata Kunci : Natrium Silikat, Zeolit Alam Karangnunggal, Aktivasi Zeolit, Persen
Penyerapan, Spektroskopi Serapan Atom.
xvixvi
ABSTRACT
Afit Hendrawan. ADSORPTION OF IMPURITIES ELEMENTS IN SODIUM SILICATE SOLUTION BY USING KARANGNUNGGAL NATURAL ZEOLITE. Under guidance of Dr. Florentinus Firdiyono and Dr. Thamzil Las. Research studies on the adsorption capacity of Karangnunggal natural zeolite as a sorbent in solution of sodium silicate has been done. This study aims to determine the efficiency of adsorption of the zeolite to a solution of sodium silicate impurity elements and know the relationship between the adsorption of the zeolite with the adsorption parameters. For the adsorption process carried out by several parameters, such as contact time, sorbent mass, pH, temperature. Results of analysis using Atomic Absorption Spectroscopy (AAS) showed that Karangnunggal natural zeolite activated with H2SO4 can be used to adsorb Fe3+ in sodium silicate solution. The optimum condition of the adsorption of Fe3+ in sodium silicate solution is achieved with contact time parameters for 60 minutes, the mass of zeolite is used as much as 3 grams, pH 3, and at room temperature. However, these zeolites is not effective to adsorb Mg2+ and Ca2+ in a solution of sodium silicate. Keywords : Sodium Silicate, Karangnunggal Natural Zeolite, Zeolite Activation,
Percen Adsorption, Atomic Absorption Spectroscopy.
xvii xvii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia memiliki potensi sumber daya energi terbarukan yang melimpah
antara lain energi surya, hal ini dikarenakan letak Indonesia yang berada di daerah
tropis yang menerima sinar matahari sepanjang tahun. Energi ini dapat digunakan
sebagai sumber energi alternatif. Akan tetapi pengembangan energi alternatif ini
terbentur dengan mahalnya peralatan panel surya impor. Peralatan panel surya
tidak dapat diproduksi di dalam negeri karena ketersediaan silikon murni untuk
bahan pembuatan panel surya belum mampu dibuat di Indonesia.
Selain itu Indonesia memiliki potensi pasir kuarsa yang melimpah.
Penggunaan pasir kuarsa di Indonesia masih terbatas pada industri gelas kaca,
semen, tegel, mosaik keramik, dan ampelas. Pasir kuarsa yang terdapat di
Indonesia meskipun memiliki kemurnian yang tinggi dengan penampakan kristal
yang bagus, ternyata memiliki pengotor yang membentuk senyawa kompleks.
Senyawa kompleks terbentuk antara kristal silika dengan pengotor yang
mengandung oksida besi, aluminium, titanium, kalsium, magnesium dan lain-lain.
Pasir kuarsa tersebut tidak dapat dijadikan sebagai bahan baku silikon murni
untuk pembuatan panel surya dengan proses pencucian biasa. Untuk itu
diperlukan terobosan proses pengolahan pasir kuarsa menjadi silika murni sebagai
bahan baku pembuatan silikon dengan kemurnian tinggi. Diperlukan paling tidak
silikon dengan kemurnian 99,999% sebagai syarat bahan baku untuk panel surya
(Stanitski, 2003).
1
Pemurnian silika biasanya dilakukan dengan penambahan asam klorida
(HCl). Pemurnian ini hanya menghasilkan silika dengan kadar 99,99% (Aulich, et
al, 1984) dan (Sulistiyono, et al, 2000). Hal ini dikarenakan HCl hanya mengikat
unsur pengotor yang ada di permukaan silika. Untuk mendapatkan silika dengan
kadar 99,999% maka dilakukan penyerapan unsur pengotor dengan zeolit. Zeolit
adalah mineral dengan struktur kristal alumino silikat yang berbentuk framework
(struktur tiga dimensi), dan mempunyai rongga serta saluran yang diisi oleh kation
logam alkali dan atau alkali tanah serta molekul air. Ion logam dan molekul air
dapat digantikan oleh ion atau molekul lain secara reversibel tanpa merusak
struktur zeolit, sehingga zeolit dapat digunakan untuk menyerap ion logam.
Sampai saat ini telah ditemukan lebih dari 50 jenis zeolit alam (Suhala, 1997).
Namun yang mempunyai nilai komersil diantaranya adalah jenis klinoptilolit,
mordenit, filipsit, kabazit, erionit, ferrierit dan faujasit (Dyer, A.1988).
Jenis mineral zeolit yang sering ditemukan di Indonesia adalah
klinoptilolit dan mordenit (Las, T. 2006). Zeolit merupakan salah satu mineral
yang banyak terdapat di Kabupaten Tasikmalaya dengan penyebaran deposit di
daerah Karangnunggal, Cipatujah dan Cikalong dengan deposit kurang lebih
39.435.125 ton. Zeolit alam Karangnunggal sudah dikarakterisasi dan merupakan
jenis mordenit (Sulistiyono, et al, 2009). Zeolit ini dapat digunakan untuk
menyerap kromium (Cr) (Handayani, et al, 2009) dan nikel (Ni) (Yuhelda, 2004)
dalam air limbah.
Untuk mendapatkan silikon dengan kemurnian sampai 99,999% maka
langkah pertama adalah melakukan upaya pengembangan proses pemurnian bahan
baku pasir kuarsa alam. Diharapkan pasir kuarsa tersebut terbebas dari bahan
2
pengotor dan dapat dijadikan bahan baku silikon murni untuk pembuatan panel
surya. Untuk itu pada penelitian ini akan dilakukan proses peleburan pasir kuarsa
dengan senyawa alkali natrium karbonat (Na2CO3). Pada proses ini diasumsikan
terjadinya pemecahan ikatan di dalam pasir kuarsa tersebut. Hasil dari proses
peleburan ini adalah natrium silikat (Na2SiO3) yang kemudian dilarutkan dan
dilanjutkan dengan proses pemisahan unsur pengotor yang mungkin masih
terkandung dalam larutan natrium silikat. Eliminasi unsur pengotor yang terdapat
dalam larutan natrium silikat dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
zeolit alam Karangnunggal. Eliminasi tersebut berlangsung melalui proses
adsorpsi. Dengan proses ini diharapkan kadar unsur pengotor yang terdapat dalam
larutan natrium silikat seperti besi (Fe), magnesium (Mg), dan kalsium (Ca) dapat
dikurangi karena terserap oleh zeolit alam Karangnunggal.
1.2. Rumusan Masalah
a. Bagaimana proses penghilangan unsur pengotor dalam larutan natrium
silikat?
b. Bagaimana proses aktivasi zeolit alam Karangnunggal harus dilakukan
agar mampu menyerap unsur pengotor dalam larutan natrium silikat?
1.3. Hipotesis
a. Zeolit alam Karangnunggal dapat menyerap unsur pengotor yang ada
dalam larutan natrium silikat.
b. Waktu kontak, massa, pH dan temperatur mempengaruhi kemampuan
zeolit melakukan penyerapan unsur-unsur pengotor Fe, Mg dan Ca.
3
4
1.4. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui kondisi optimum penyerapan zeolit alam
Karangnunggal terhadap unsur pengotor dalam larutan natrium silikat.
b. Untuk mengetahui hubungan kemampuan penyerapan unsur pengotor
oleh zeolit alam Karangnunggal dengan variasi waktu kontak, massa, pH
dan temperatur.
1.5. Manfaat Penelitian
a. Memberikan informasi tentang pemanfaatan zeolit alam Karangnunggal
sebagai penyerap unsur pengotor dalam larutan natrium silikat.
b. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah
mineral pasir kuarsa.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Adsorpsi
Adsorpsi merupakan suatu proses penyerapan oleh padatan tertentu
terhadap zat tertentu yang terjadi pada permukaan zat padat karena adanya gaya
tarik atom atau molekul pada permukaan zat padat tanpa meresap ke dalam
(Atkins, 1982). Apabila gaya tarik penyerap dengan zat terlarut lebih besar
daripada gaya tarik pelarut dengan zat terlarut, maka zat terlarut itu dapat diserap.
Adsorpsi adalah suatu proses dimana molekul-molekul dari senyawa yang
diserap oleh permukaan zat padat atau zat cair yang lain. Zat yang mengadsorpsi
disebut sorben sedangkan zat yang diadsorpsi disebut sorbat. Proses adsorpsi
terjadi pada batas permukaan dua fase, sebagai contohnya fase cair dengan fase
padat (adsorpsi zat warna dalam air dengan karbon sebagai sorben), fase cair
dengan fase gas (adsorpsi pada campuran gas klor dan air), fase cair dengan fase
cair (adsorpsi deterjen pada permukaan emulsi) dan lain-lain.
Metode adsorpsi telah dikembangkan untuk menangani masalah limbah di
perairan. Metode ini adalah salah satu metode yang potensial, karena prosesnya
yang sederhana, dapat bekerja pada konsentrasi rendah, dapat didaur-ulang, dan
biaya yang dibutuhkan relatif murah.
Proses adsorpsi dapat terjadi karena adanya gaya tarik atom atau molekul
pada permukaan padatan yang tidak seimbang. Karena adanya gaya ini, padatan
cenderung menarik molekul-molekul lain yang bersentuhan dengan permukaan
padatan, baik fasa gas atau fasa larutan ke dalam permukaannya. Akibatnya,
5
konsentrasi molekul pada permukaan menjadi lebih besar daripada dalam fasa gas
atau zat terlarut dalam larutan. Adsorpsi dapat terjadi pada antarfasa padat-cair,
padat-gas atau gas-cair. Pada adsorpsi, interaksi antara sorben dengan sorbat
hanya terjadi pada permukaan sorben. Adsorpsi adalah gejala pada permukaan,
sehingga makin besar luas permukaan, maka makin banyak zat yang teradsorpsi.
Walaupun demikian, adsorpsi masih bergantung pada sifat zat pengadsorpsi
(Fatmawati, 2006).
Berdasarkan besarnya interaksi antara sorben dan sorbat, adsorpsi
dibedakan menjadi dua macam yaitu adsorpsi kimia dan adsorpsi fisika. Pada
adsorpsi kimia, molekul-molekul yang teradsorpsi pada permukaan sorben
bereaksi secara kimia. Hal ini disebabkan pada adsorpsi kimia terjadi pemutusan
dan pembentukan ikatan. Ikatan antara sorben dengan sorbat dapat cukup kuat
sehingga spesies aslinya tidak dapat ditemukan kembali. Adsorpsi ini bersifat
irreversibel dan diperlukan energi yang besar untuk melepaskan sorbat kembali
(dalam proses adsorpsi). Pada umumnya, dalam adsorpsi kimia jumlah (kapasitas)
adsorpsi bertambah besar dengan naiknya temperatur. Zat yang teradsorpsi
membentuk satu lapisan monomolekuler dan relatif lambat, kesetimbangan
tercapai karena dalam adsorpsi kimia melibatkan energi aktivasi.
Jenis adsorpsi lainnya adalah adsorpsi fisika, dimana molekul-molekul
sorbat teradsorpsi pada permukaan sorben dengan ikatan yang lemah. Adsorpsi
terjadi karena adanya gaya Van der Waals antara sorbat dan sorben. Adsorpsi ini
bersifat reversibel, sehingga molekul-molekul yang teradsorpsi mudah dilepaskan
kembali dengan cara menurunkan tekanan gas atau konsentrasi zat terlarut.
Adsorpsi fisika umumnya terjadi pada temperatur yang rendah dan jumlah zat
6
yang teradsorpsi akan semakin kecil dengan naiknya suhu. Banyaknya zat yang
teradsorpsi dapat beberapa lapisan monomolekuler, demikian juga kondisi
kesetimbangan tercapai segera setelah sorben bersentuhan dengan sorbat. Hal ini
dikarenakan dalam adsorpsi fisika tidak melibatkan energi aktivasi.
Metode sorpsi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu statis (batch) dan
dinamis (kolom). Cara statis dilakukan dengan memasukkan larutan yang
mengandung komponen yang diinginkan ke dalam wadah yang berisi sorben,
selanjutnya diaduk dalam waktu tertentu, kemudian dipisahkan dengan cara
penyaringan atau dekantasi. Komponen yang telah terikat pada sorben dilepaskan
kembali dengan melarutkan sorben dalam pelarut tertentu dan volumenya lebih
kecil dari volume larutan mula-mula. Cara dinamis (kolom) dilakukan dengan
melewatkan larutan yang mengandung komponen tertentu ke dalam kolom yang
telah diisi sorben, selanjutnya komponen yang telah diserap dilepaskan kembali
dengan mengalirkan pelarut (eluen) yang sesuai dan volumenya lebih kecil.
Karena selektivitasnya yang tinggi, proses adsorpsi sangat sesuai untuk
memisahkan bahan dengan konsentrasi yang kecil dari campuran yang
mengandung bahan lain yang berkonsentrasi tinggi. Bentuk lain dari adsorpsi
adalah pertukaran ion (ion exchange).
Kecepatan adsorpsi tidak hanya bergantung pada perbedaan konsentrasi
dan luas permukaan sorben, melainkan juga pada temperatur, pH larutan, tekanan
(untuk gas), ukuran partikel dan polaritas sorben tetapi juga bergantung pada
ukuran molekul bahan yang akan diadsorpsi dan viskositas campuran yang akan
dipisahkan (Hanjono, 1995).
7
2.1.1. Isoterm Adsorpsi
Isoterm adsorpsi merupakan fungsi konsentrasi zat terlarut yang terserap
oleh sorben terhadap konsentrasi larutan. Isoterm adsorpsi adalah hal yang
mendasar dalam menentukan kapasitas adsorpsi suatu sorbat pada permukaan
sorben (Sriyanti, 2005). Isoterm adsorpsi yang banyak digunakan adalah isoterm
adsorpsi Langmuir dan Freundlich. Langmuir dan Freundlich memberikan
gambaran tentang adsorpsi zat terlarut dari larutan oleh zat padat.
a) Isoterm Adsorpsi Langmuir
Langmuir mendefinisikan bahwa kapasitas adsorpsi maksimum terjadi
akibat adanya lapisan tunggal (monolayer) sorbat di permukaan sorben. Sorbat
yang diserap tidak akan melebihi jumlah situs aktif sorben. Persamaan isoterm
adsorpsi Langmuir dapat ditulis sebagai berikut (Azizah, Nur, et al, 2008):
x = 1 + 1 . C ……….……………(1) m qm b b
Keterangan:
x/m = Jumlah sorbat yang diserap per unit berat sorben (mg/g)
C = Konsentrasi sorbat dalam larutan pada saat kesetimbangan (mol/L)
b = Konstanta
qm = Maksimum sorbat yang dapat diserap (mg/g)
Dengan eksperiman di laboratorium, kapasitas adsorpsi maksimum (qm) dan
konstanta Langmuir dapat diperoleh. Kapasitas adsorpsi dapat diperoleh dari
harga intersep dan slope linear kurva (x/m) vs C.
8
b) Isoterm Adsorpsi Freundlich
Freundlich mengasumsikan bahwa terdapat lebih dari satu lapisan
permukaan (multilayer), adsorpsi yang terjadi adalah adsorpsi fisika (Azizah, Nur,
et al, 2008). Persamaan isoterm adsorpsi Freundlich dapat ditulis :
................................................... (2)
Keterangan :
x/m = jumlah sorbat yang diserap per unit berat sorben (mg/g)
C = konsentrasi sorbat dalam larutan pada saat kesetimbangan (mol/L)
K, n = konstanta empiris
Konstanta Freundlich diperoleh dengan eksperimen di laboratorium. Untuk
memudahkan perhitungan, maka persamaan 3 dirubah menjadi bentuk linier,
sehingga persamaannya menjadi:
.........................(3)
Konstanta Freundlich dapat diperoleh dari harga intersep dan slope linier kurva
log (x/m) vs log C.
Tabel 1. Perbedaan Isoterm Adsorpsi Langmuir dan Freundlich
Sifat Langmuir Freundlich
Jenis Ikatan Ikatan Kimia Ikatan Fisika
Energi Aktivasi Rendah – Sedang Tidak Ada
Reversibilitas Lambat Cepat
Pelapisan Lapisan Tunggal
(Monolayer)
Lapisa Majemuk
(Multilayer)
Sumber : Judawati, 1993
9
2.2. Pasir Kuarsa
Pasir kuarsa yang juga dikenal dengan nama pasir putih merupakan hasil
pelapukan batuan yang mengandung mineral utama, seperti kuarsa (SiO2) dan
felspar (MZ4O8). M adalah kation K+, Na+ atau Ca+. Z adalah kation-kation Al3+
dan Si4+. Hasil pelapukan kemudian tercuci dan terbawa oleh air atau angin yang
diendapkan di tepi-tepi sungai, danau, atau laut. Pasir kuarsa mengandung
senyawa pengotor yang terbawa selama proses pengendapan. Pada umumnya,
senyawa pengotor tersebut terdiri atas oksida besi, oksida kalsium, oksida alkali,
oksida magnesium, lempung, dan zat organik hasil pelapukan sisa-sisa hewan
serta tumbuhan.
Pasir kuarsa yang terdapat di alam ditemukan dengan kemurnian yang
bervariasi, tergantung pada proses terbentuknya dan juga material lain yang ikut
selama proses pengendapan. Material pengotor tersebut bersifat sebagai pemberi
warna pada pasir kuarsa. Secara umum, pasir kuarsa Indonesia mempunyai
komposisi kimia seperti yang dapat dilihat pada tabel 2. Sedangkan komposisi
fisika pasir kuarsa dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 2. Hasil Analisa XRF Komposisi Kimia Pasir Kuarsa Indonesia
Senyawa Jumlah (%)
SiO2 55,30 – 99,87
Fe2O3 0,01 – 9,14
Al2O3 0,01 – 18,00
TiO2 0,01 – 0,49
CaO 0,01 – 3,24
MgO 0,01 – 0,26
K2O 0,01 – 17,00
Sumber : Suhala, et al, 1997
10
Tabel 3. Parameter Fisika Pasir Kuarsa Indonesia
Parameter Keterangan
Warna Putih bening atau warna lain tergantung
senyawa pengotornya. Misalnya, warna
kuning berarti mengandung oksida besi.
Kekerasan 7 (skala Mohs)
Berat Jenis 2,65 g/cm3
Titik Lebur 1715°C
Bentuk Kristal Hexagonal
Panas Spesifik 0,185
Konduktivitas Panas 12 – 100°C
Sumber : Suhala, et al, 1997
Pasir kuarsa banyak digunakan dalam kegiatan industri. Penggunaan pasir
kuarsa sudah berkembang baik langsung sebagai bahan baku utama maupun
bahan tambahan. Sebagai bahan baku utama, misalnya digunakan dalam industri
pembuatan chip, gelas kaca, semen, tegel, mosaik keramik, dan ampelas.
Sedangkan sebagai bahan tambahan, misalnya dalam industri pengecoran logam,
bata tahan api (refraktori), dan lain sebagainya.
Sekarang penggunaan pasir kuarsa sudah dikembangkan untuk pembuatan
panel surya. Faktor utama yang diperhatikan adalah pasir kuarsa yang dipakai
harus mencapai kemurnian dengan pembatasan pada oksida pengotornya. Kristal
silika merupakan bahan baku utama untuk pembuatan panel surya monokristal.
Kristal silika ditemukan di alam terutama sebagai pasir kuarsa. Proses ekstraksi
pasir kuarsa bervariasi berdasarkan lokasinya, tetapi biasanya dikombinasikan
mulai dari pengolah tanah, penghancuran, penggilingan, pencucian, dan
penyaringan untuk memisahkan partikel-partikel kristal silika dari mineral lain
11
dan kotoran untuk mendapatkan ukuran butiran yang diinginkan. Produk akhirnya
disebut sebagai pasir silika atau kristal silika.
Pemanfaatan pasir kuarsa dari Indonesia sebagai bahan baku untuk panel
surya harus dimulai dari penguasaan teknologi pemurnian silika dari pasir kuarsa.
Syarat minimal penguasaan teknologi pemurnian silika dari pasir kuarsa untuk
panel surya jika hasil pemurnian SiO2 mencapai 99,999%. Karena pentingnya
penguasaan teknologi pemurnian silika dari pasir kuarsa Indonesia maka perlu
adanya penelitian pemurnian silika dari pasir kuarsa dengan terobosan proses.
Diharapkan dengan terobosan proses ini akan meningkatkan pertumbuhan industri
pembuatan modul panel surya dari pasir kuarsa Indonesia. Keuntungan dengan
penguasaan teknologi tersebut bagi Indonesia adalah swasembada energi
sekaligus meningkatkan nilai tambah pasir kuarsa Indonesia.
Potensi sumber daya pasir kuarsa di Indonesia cukup besar dengan
cadangan diperkirakan tidak kurang dari 4,48 milyar ton. Cadangan pasir kuarsa
tersebar di 16 provinsi, yang terbesar diantaranya terdapat di Sumatera Barat,
Sumatera Utara, Kalimantan Barat, Jawa Barat, Sumatera Selatan, Kalimantan
Selatan, dan Pulau Bangka dan Belitung (Suhala, et al, 1997).
2.3. Logam Pengotor
Keberadaan logam-logam dalam perairan dapat berasal dari sumber-
sumber alamiah dan dari aktivitas manusia. Sumber-sumber logam alamiah dapat
berupa pengikisan dari batu mineral yang banyak di sekitar perairan. Di samping
itu, partikel-partikel logam yang ada di udara, dikarenakan oleh hujan, juga dapat
menjadi sumber alamiah logam di perairan. Adapun logam yang berasal dari
12
aktivitas manusia dapat berupa buangan sisa dari industri ataupun buangan
rumah tangga.
Bentuk persenyawaan dari ion-ion logam dalam air laut umumnya berbeda
dengan bentuk persenyawaan yang terjadi di air tawar. Perbedaan itu dikarenakan
tingkat kompleksitas dari perairannya. Lautan merupakan perairan yang
kompleksitasnya sangat tinggi. Logam-logam di dalam perairan juga dipengaruhi
oleh interaksi yang terjadi antara air dengan sedimen (endapan).
2.3.1. Besi (Fe)
Besi (Fe) merupakan logam transisi dan memiliki nomor atom 26,
bilangan oksidasi Fe adalah +3 dan +2. Fe memiliki berat atom 55.845 g/mol, titik
leleh 1.538°C, dan titik didih 2.861°C. Fe menempati urutan sepuluh besar
sebagai unsur yang terbanyak di bumi. Fe menempati berbagai lapisan bumi.
Konsentrasi tertinggi terdapat pada lapisan dalam dari inti bumi dan sejumlah
kecil terdapat di lapisan terluar kerak bumi.
Logam Fe ditemukan dalam inti bumi berupa hematit (Fe2O3). Fe hampir
tidak dapat ditemukan sebagai unsur bebas. Fe diperoleh dalam bentuk tidak
murni sehingga harus melalui reaksi reduksi untuk mendapatkan Fe murni. Fe
ditemukan terutama sebagai mineral hematit (Fe2O3), magnetit (Fe3O4), pirit
(FeS2) dan siderit (FeCO3). Mineral lain yang merupakan sumber Fe adalah
limonit (FeO(OH).nH2O).
Mineral yang sering berada dalam perairan dengan jumlah besar adalah
kandungan Fe. Kandungan Fe dalam kerak bumi diperkirakan sebesar 5,63 x 104
mg/kg, sedangkan kandungan di dalam laut adalah sebesar 2 x 10-3 mg/L. Besi
13
dalam air tanah bisa berbentuk Fe (II) dan Fe (III) terlarut. Logam Fe sebagian
besar digunakan dalam pembuatan baja dan menghasilkan hampir 95% baja di
dunia dengan berbagai kombinasi kekuatan baja (Oxtoby, et al, 2003).
2.3.2 Magnesium (Mg)
Magnesium (Mg) adalah logam yang berwarna putih keabu-abuan dan
mempunyai permukaan pelindung lapisan tipis oksida. Mg melebur pada
temperatur 650°C. Mg adalah unsur keenam yang melimpah di kerak bumi. Mg
terutama dapat diperoleh dari batuan magnesit (MgCO3) dan dolomit
(CaMg(CaCO3)2). Sumber lain Mg adalah air laut yang mengandung sekitar 1,3
gram Mg per kilogram air laut. Mg membentuk ion positif paling melimpah
kedua di dalam laut (Chang, Raymond, 2005).
Mg dihasilkan dengan beberapa cara. Proses untuk memperoleh Mg dari
air laut menggunakan tiga jenis reaksi, diantaranya adalah reaksi pengendapan,
reaksi asam-basa, dan reaksi redoks. Pada reaksi pengendapan, air laut yang
mengandung MgCl2 direksikan dengan kalisum hidroksida (Ca(OH)2), sehingga
dihasilkan endapan yang mengandung magnesium hidroksida (Mg(OH)2).
Endapan ini disaring kemudian direaksikan dengan asam klorida (HCl), sehingga
dihasilkan larutan magnesium klorida (MgCl2). Larutan ini diuapkan kemudian
dimasukkan dalam sel elektrolisis. Larutan ini mengandung ion Mg2+ dan ion Cl-.
Dalam proses elektrolisis dialirkan arus listrik ke dalam sel, sehingga dapat
mereduksi ion Mg2+ dan mengoksidasi ion Cl-. Lelehan Mg yang dibebaskan pada
katode mengapung ke permukaan dan diambil secara berkala. Gas klorin yang
dihasilkan kemudian direaksikan dengan uap air pada suhu tinggi, sehingga
14
dihasilkan asam klorida yang dapat digunakan kembali untuk reaksi asam-basa
pada proses ini. Kerapatan magnesium lebih kecil daripada alumunium. Karena
sifat ini magnesium digunakan dalam alloy dengan alumunium untuk menurunkan
kerapatan alumunium dan memperbaiki ketahanannya terhadap korosi pada
kondisi basa.
2.3.3. Kalsium (Ca)
Kalsium adalah logam putih perak yang agak lunak. Kerak bumi
mengandung sekitar 3,4% massa kalsium. Kalsium terdapat pada batu kapur
(CaO), kalsit (CaCO3), gipsum (CaSO4.2H2O), dan dolomit (CaMg(CaCO3)2).
Kalsium melebur pada temperatur 845°C. Kalsium dapat bereaksi dengan
oksigen atmosfer dan udara lembab. Pada reaksi ini terbentuk kalsium oksida
dan/atau kalsium hidroksida. Kalsium menguraikan air dengan membentuk
kalsium hidroksida dan hidrogen. Kalsium membentuk kation Ca2+ dalam larutan
air. Garam-garamnya biasanya berupa bubuk putih dan membentuk larutan yang
tidak berwarna, kecuali bila anionnya berwarna.
Penggunaan logam kalsium masih terbatas. Sebagian besar kalsium
digunakan sebagai alloy logam alumunium dan tembaga. Kalsium digunakan
dalam pengolahan logam berilium dari senyawa-senyawanya. Kalsium klorida
padat bersifat higroskopis dan sering digunakan sebagai zat pengering dalam
larutan organik (Chang, Raymond, 2005).
15
2.4. Zeolit
2.4.1. Teori Zeolit
Kata zeolit berasal dari kata Yunani, zein yang berarti membuih dan lithos
yang berarti batu. Nama ini sesuai dengan sifat zeolit yang akan membuih bila
dipanaskan pada suhu 100°C. Zeolit pertama kali ditemukan pada tahun 1756 oleh
Axel Cronstedt seorang ahli mineral dari Swedia. Jenis mineral yang ditemukan
adalah stilbit (Na2Ca4[Al10Si26O72].34H2O). Menurut penelitian yang dilakukan
Cronstedt, mineral ini akan mendidih apabila dipanaskan, hal ini disebabkan oleh
proses dehidrasi dari mineral tersebut. Di Indonesia zeolit ditemukan pada tahun
1985 oleh Pusat Pengembangan Teknologi Mineral (PPTM) Bandung dalam
jumlah besar. Penyebaran zeolit terdapat di beberapa daerah, terutama di pulau
Sumatera dan Jawa.
2.4.2. Struktur Zeolit
Si Al-
Atom O
Gambar 1. Struktur Kerangka Penyusun Zeolit
Kerangka dasar struktur zeolit terdiri dari unit-unit tetrahedral [AlO4]- dan
[SiO4] yang saling berhubungan melalui atom O (Barrer, 1987). Struktur kristal
zeolit membentuk suatu kerangka tetrahedron berantai dalam bentuk tiga dimensi.
Pada kristal zeolit, kedudukan atom pusat tetrahedron ditempati oleh atom Si dan
16
Al, sedangkan atom-atom oksigen berada pada sudut-sudutnya. Rumus empiris
komposisi zeolit dapat dinyatakan sebagai berikut:
Mx/n [(AlO2)x(SiO2)y].wH2O
M = Kation alkali/alkali tanah
n = Valensi kation M (alkali/alkali tanah)
x, y = Jumlah tetrahedral per unit sel
w = Jumlah molekul air per unit sel
Kedudukan atom Al dalam posisi tetrahedra memerlukan tambahan
muatan positif sebagai penetral muatan listrik, seperti kation logam alkali atau
alkali tanah. Keadaan seperti ini yang menyebabkan zeolit dapat bersifat sebagai
penukar kation. Sedangkan pori-pori yang terdapat di dalam struktur kristal zeolit
diisi oleh molekul air. Pada umumnya pori-pori tersebut mencapai 20 – 30% dari
total volume kristalnya. Secara garis besar, struktur zeolit dibangun dalam tiga
bagian utama, yaitu:
a. Unit bangun primer (TO4), yaitu tetrahedron dari empat oksigen dengan atom
pusat tetrahedron (T) adalah Si4+ dan Al3+. Semua atom oksigen berada di
antara dua tetrahedron.
b. Unit bangun sekunder, yaitu susunan tetrahedron yang membentuk cincin,
seperti cincin tunggal berbentuk segi empat, segi enam, segi delapan, atau
kubus, prisma heksagonal, atau gabungan dari dua cincin segi empat.
c. Polihedra besar yang simetri dan tersusun membentuk oktahedra atau lebih.
17
2.4.3. Sifat – sifat Zeolit
a) Dehidrasi
Sifat dehidrasi zeolit berpengaruh terhadap sifat serapannya. Keunikan
zeolit terletak pada struktur porinya yang spesifik. Pada zeolit alam di dalam pori-
porinya terdapat kation-kation atau molekul air. Pori-pori zeolit akan semakin
terbuka bila zeolit dipanaskan. Keadaan seperti ini akan memungkinkan zeolit
dapat menyerap molekul-molekul yang mempunyai jari-jari lebih kecil dari pori-
pori zeolit tersebut. Kandungan air yang terperangkap di dalam rongga zeolit
biasanya berkisar antara 10 – 35% berat zeolit (Suhala, et al, 1997).
b) Penyerapan
Zeolit digunakan sebagai bahan penyerap karena sifatnya yang selektif dan
mempunyai kapasitas tukar kation yang cukup tinggi. Zeolit dapat memisahkan
molekul-molekul berdasarkan ukuran dan bentuk struktur kristal zeolit. Bila zeolit
dipanaskan maka air yang terkandung di dalamnya akan menguap. Zeolit yang
telah dipanaskan dapat berfungsi sebagai penyerap gas atau cairan (Khairinal,
2000). Jika beberapa molekul memasuki sistem pori zeolit, salah satu molekul
tersebut akan tertahan karena perbedaan kepolarannya. Mekanisme penyerapan
dengan zeolit dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu penyerapan fisik,
penyerapan kimia, atau gabungan dari keduanya (penyerapan fisik dan kimia).
Penyerapan tersebut bergantung kepada sifat unsur yang diserap, keasaman
permukaan, kemampuan penukar kation zeolit, serta kelembaban sistem.
18
c) Penukar Ion
Kation-kation yang terdapat pada rongga zeolit berguna untuk menjaga
kenetralan zeolit. Kation-kation ini dapat bergerak bebas sehingga pertukaran
kation yang terjadi tergantung dari ukuran dan muatan maupun jenis zeolitnya.
Sifat sebagai penukar ion dari zeolit antara lain tergantung dari sifat kation, suhu,
dan jenis anion (Bambang, 1998). Selain sebagai penukar kation, zeolit juga dapat
berfungsi sebagai penukar anion. Dalam hal ini, kedudukan dari gugus hidroksil
(OH-) pada zeolit memegang peranan penting. Gugus hidroksil pada zeolit dapat
dibentuk dengan metode deamonisasi melalui proses pertukaran ion NH4+ pada
zeolit.
d) Katalis
Zeolit sebagai katalis hanya mempengaruhi laju reaksi tanpa
mempengaruhi kesetimbangan reaksi. Katalis berpori dengan ukuran pori-pori
tertentu akan memuat molekul yang lebih kecil tetapi mencegah molekul yang
lebih besar masuk. Sebagai katalis, zeolit mempunyai keistimewaan, yaitu lama
pemakaian yang lebih panjang bila dibandingkan dengan bahan katalis lainnya.
e) Penyaring/pemisah
Zeolit sebagai penyaring molekul maupun pemisah didasarkan atas
perbedaan bentuk, ukuran, dan polaritas molekul yang disaring. Sifat ini
disebabkan karena zeolit mempunyai pori-pori yang cukup besar. Molekul yang
berukuran lebih kecil dari pori-pori zeolit dapat melintas sedangkan yang
berukuran lebih besar dari pori-pori akan ditahan. Selektivitas molekuler seperti
19
ini disebut molecular sieve yang terdapat dalam substansi zeolit alam (Bambang,
1998). Diameter pori-pori zeolit bervariasi sesuai dengan jenis zeolit, seperti yang
dapat dilihat pada tabel 4.
2.4.4. Jenis-jenis Zeolit
a) Zeolit Alam
Zeolit alam merupakan senyawa alumino silikat terhidrasi, dengan unsur
yang terdiri dari kation alkali dan alkali tanah. Senyawa ini berstruktur tiga
dimensi dan mempunyai pori yang dapat diisi oleh molekul air. Zeolit alam
terbentuk karena adanya perubahan alam (zeolitisasi) dari bahan vulkanik dan
dapat digunakan secara langsung untuk berbagai keperluan, namun daya serap
maupun daya tukar ion zeolit ini belum maksimal. Untuk memperoleh zeolit
dengan daya guna tinggi diperlukan suatu perlakuan yaitu dengan aktivasi.
Beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa zeolit alam mampu
dimanfaatkan sebagai adsorben limbah pencemar dari beberapa industri. Zeolit
mampu menyerap berbagai macam logam, antara lain Ni, Np, Pb, U, Zn, Ba, Ca,
Mg, Sr, Cd, Cu dan Hg (Kosmulski, 2001).
Perbandingan antara atom Si dan atom Al yang bervariasi akan
menghasilkan banyak jenis zeolit yang terdapat di alam. Sampai saat ini telah
ditemukan lebih dari 50 jenis zeolit alam. Namun, mineral pembentuk zeolit
hanya ada 8 besar jenisnya, seperti yang dapat dilihat pada tabel 4. Di Indonesia,
jenis mineral zeolit yang terbanyak adalah klinoptilolit dan mordenit.
20
Tabel 4. Jenis Mineral Zeolit Alam dan Sifat Fisiknya
Jenis Mineral Zeolit
Rumus Kimia
Rasio Si/Al
Diameter Pori (Å)
Kapasitas Tukar Kation
(meq/100g)Analsim Na16[Al16Si32O96]10H2O 2 2,6 4,54
Kabazit Ca2[Al4Si8O24]13H2O 2 3,7 - 4,2 3,84
Filipsit K2Ca1,5Na[Al6Si10O32]12 H2O 1,67 2,8 - 4,8 3,31
Klinoptilolit Na6[Al6Si30O72]24 H2O 5 3,9 - 5,4 2,16
Erionit Na2K2Mg0,5Ca2[Al9Si27O72] 27H2O 3 3,6 - 5,2 3,12
Ferrierit NaCa0, Mg2[Al6Si30O72] 520H2O 5 3,4 - 5,5 2,33
Mordenit Na8[Al8Si40O96]24 H2O 5 2,9 - 7,0 2,29
Laumonit Ca4[Al8Si16O46]16H2O 2 4,6 - 6,3 4,25
Sumber : Dyer, A, 1988
b) Zeolit Buatan
Zeolit buatan merupakan hasil rekayasa manusia secara proses kimia yang
bisa dimodifikasi sesuai kebutuhan. Sifat zeolit yang dihasilkan tergantung dari
jumlah komponen atom Al dan atom Si dari zeolit tersebut. Salah satu jenis zeolit
buatan yang dihasilkan adalah Zeolit A (Na12[Al12Si12O48]27H2O). Zeolit buatan
lebih murni dan mempunyai kemampuan lebih luas dibandingkan dengan zeolit
alam, terutama sebagai bahan katalis.
2.4.5. Mordenit
Zeolit alam jenis mordenit mempunyai struktur kristal berbentuk
ortorombik, yang terdiri dari cincin 8 dan cincin 12. Cincin 8 dan cincin 12
terletak dalam dua bidang yang saling tegak lurus dan membentuk saluran-saluran
21
dengan ukuran masing-masing 2,6 x 5,7 Å dan 6,7 x 7,0 Å serta mempunyai total
volume rongga 28% (Parikesit, Eko, 2003). Pada umumnya mordernit
mengandung ion Na, Ca dan K. Sifat adsorpsi mordenit ditentukan oleh ukuran
rongga, sehingga hanya molekul-molekul yang berdiameter lebih kecil yang dapat
diserap oleh mordenit terhidrasi (Judawati, Janis, 1993).
Gambar 2. Struktur Stereotip Mordenit
2.4.6. Aktivasi Zeolit
a) Aktivasi dengan Pemanasan
Pemanasan bertujuan untuk menguapkan air yang terperangkap di dalam
pori-pori kristal zeolit, sehingga luas permukaannya bertambah (Khairinal, 2000).
Pemanasan dilakukan selama 2 – 3 jam, tergantung besarnya kandungan unsur
pengotor yang ada serta stabilitas zeolit terhadap panas. Stabilitas ini dipengaruhi
oleh jenis mineral zeolit yang terkandung. Proses pemanasan zeolit dikontrol,
karena pemanasan yang berlebihan kemungkinan akan menyebabkan zeolit
tersebut rusak.
22
b) Aktivasi secara Kimia
Aktivasi zeolit secara kimia dilakukan dengan cara perendaman dan
pengadukan zeolit dalam larutan asam (H2SO4 atau HCl) ataupun dalam larutan
basa (NaOH). Aktivasi ini bertujuan untuk membersihkan permukaan pori,
membuang senyawa pengotor dan mengatur kembali letak atom yang dapat
dipertukarkan. Proses aktivasi dengan asam dapat meningkatkan kristalinitas,
keasaman dan luas permukaan zeolit (Hari, 2001). Perlakuan asam telah berhasil
melepaskan alumunium dari kerangka zeolit dan mampu meningkatkan keasaman
zeolit. Peningkatan keasaman zeolit mampu memperbesar kemampuan
penyerapan zeolit. Hal itu terjadi karena banyaknya pori-pori zeolit yang terbuka
dan permukaan padatannya menjadi bersih dan luas (Heraldy, et al, 2003). Zeolit
dapat dimodifikasi menggunakan NaCl untuk menjadi zeolit unikation (Na-zeolit).
Zeolit ini cenderung bersifat netral (pH 6,8). Kondisi yang cenderung netral ini
dapat meningkatkan penyerapan zeolit (Amsiri, 2010).
2.4.7. Zeolit Alam Karangnunggal
Zeolit merupakan salah satu mineral yang banyak terdapat di daerah
sepanjang pantai selatan Provinsi Jawa Barat dan Banten. Salah satu daerah yang
banyak terdapat bijih zeolit adalah Kecamatan Karangnunggal, Kabupaten
Tasikmalaya. Kabupaten Tasikmalaya memiliki penyebaran deposit zeolit di
Karangnunggal, Cipatujah dan Cikalong dengan deposit kurang lebih 39.435.125
ton. Sampai saat ini usaha penambangan zeolit masih didominasi oleh usaha
penambangan tradisional skala kecil, sebagian juga usaha pertambangan skala
menengah dengan melibatkan pengusaha lokal. Zeolit dari Tasikmalaya diolah di
23
luar Kabupaten Tasikmalaya sehingga nilai tambah zeolit masih rendah. Zeolit
dari Tasikmalaya pada umumnya digunakan untuk keperluan pertanian seperti
bahan pelengkap penyerap pupuk, perikanan udang untuk menetralisir amonia dan
untuk keperluan industri penjernihan air (Sulistiyono, et al, 2009).
Zeolit alam Tasikmalaya berwarna kehijauan dan mempunyai kapasitas
tukar kation 114,5 – 162,2 meq/100g. Hasil analisis kandungan senyawa oksida
dan prosentase yang terkandung dalam mineral zeolit alam Karangnunggal
menggunakan XRF dapat dilihat pada tabel 5. Hasil analisis menunjukkan bahwa
zeolit hijau Karangnunggal merupakan zeolit dengan rasio Si/Al sebesar 5,05.
Hasil analisis lebih lajut menggunakan XRD untuk menentukan karakteristik
batuan zeolit menunjukkan bahwa zeolit hijau Karangnunggal merupakan jenis
mineral mordenit yang merupakan senyawa utama dari sampel ((Na2, Ca, K2) Al2
Si10 O24.7 H2O) (Sulistiyono, et al, 2009).
Tabel 5. Hasil Analisa XRF Zeolit Alam Karangnunggal
Sumber : Sulistiyono, Eko dan Murni Handayani, 2009
Senyawa Jumlah
CaO 1,65 %
Na2O 2,77 %
K2O 0,72 %
SiO2 78,92 %
Al2O3 15,62 %
MgO 0,05 %
SiO2/Al2O3 5,05
24
2.5. Scanning Electron Microscopy (SEM)
Morfologi dari suatu material dapat diamati dengan menggunakan SEM.
Alat ini memiliki resolusi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan mikroskop
optik. SEM dan mikroskop optik metalurgi menggunakan prinsip refleksi, yaitu
permukaan spesimen memantulkan berkas media. Daya pisah atau resolusi
dibatasi oleh panjang gelombang media yang digunakan.
Sejak SEM dikembangkan, jauh lebih mudah untuk mempelajari struktur
permukaan secara langsung. Pada dasarnya teknik SEM merupakan pemeriksaan
dan analisis permukaan. Data atau tampilan yang diperoleh adalah data dari
permukaan atau dari lapisan yang tebalnya sekitar 20 μm dari permukaan. Gambar
permukaan yang diperoleh merupakan gambar topografi dengan segala tonjolan
dan lekukan permukaan. Gambar topografi permukaan diperoleh dari
penangkapan elektron sekunder yang dipancarkan oleh spesimen. Kata kunci dari
prinsip kerja SEM adalah scanning yang berarti bahwa berkas elektron
“memindai” permukaan spesimen, titik demi titik dengan pindaian membentuk
baris demi baris, mirip dengan gerakan mata yang membaca. Sinyal elektron
sekunder yang dihasilkannya pun adalah dari titik pada permukaan, yang
selanjutnya ditangkap oleh detektor SEM dan kemudian diolah dan ditampilkan
pada layar CRT (TV). Scanning coil yang mengarahkan berkas elektron
bersinkronisasi dengan pengarah berkas elektron pada tabung layar TV, sehingga
didapatkan gambar permukaan spesimen pada layar TV (Siswosuwarno, 1996).
SEM mempunyai resolusi tinggi bisa mencapai 150.000 kali dan dapat
digunakan untuk mengamati obyek benda berukuran nanometer. Meskipun
demikian, resolusi tinggi tersebut didapatkan untuk pemindaian dalam arah
25
horizontal, sedangkan pemindaian secara vertikal (tinggi rendahnya struktur)
resolusinya rendah. Ini merupakan kelemahan SEM yang belum diketahui
pemecahannya.
Gambar 3. Skema Dasar Scanning Electron Microscopy (SEM)
Perkembangan mutakhir paling berarti adalah perolehan informasi
mengenai komposisi kimia. Mikroskopnya juga menggambarkan sebuah Energy
Dispersive X-ray spectrometer (EDX) yang dapat digunakan untuk menentukan
komposisi unsur dari sampel. Ketika sebuah sampel difoto oleh SEM, sinar
elektron juga diemisikan oleh sinar-X yang dibawa oleh EDX. Emisi sinar-X tiap
unsur khas dalam energi dan panjang gelombangnya, karena itu unit EDX mampu
menentukan tiap unsur yang merespon emisi tersebut. Data ini dapat ditambahkan
pada gambar SEM untuk menghasilkan sebuah peta unsur yang sebenarnya dari
permukaan sampel (Nuryadi, 2006).
26
2.6. Spektroskopi Serapan Atom (Atomic Absorption Spectroscopy/AAS)
Absorpsi atom telah dikenal bertahun-tahun yang lalu. Misalnya garis-
garis gelap pada frekuensi tertentu dalam spektrum matahari, kondisi ini pertama
kali diperhatikan oleh Wollaston dalam tahun 1802. Garis-garis ini ditemukan
ulang dan dipelajari lebih mendalam oleh Joseph van Fraunhover, dan diberi nama
garis-garis Fraunhover. Pentingnya garis-garis ini baru dipahami pada tahun 1859,
ketika Kirchhoff menerangkan asal-usulnya setelah mengamati gejala yang serupa
di laboratorium. Permukaan matahari yang tampak jauh lebih panas daripada
selimut gas yang mengitarinya, dan atom-atom dalam atmosfer itu menyerap
frekuensi-frekuensi yang khas dari dalam kontinum pancaran permukaan yang
lebih panas. Radiasi itu dipancarkan kembali, kalau tidak selimut itu akan menjadi
semakin panas, namun pancaran itu berlangsung ke segala arah. Kirchhoff dan
peneliti lainnya, terutama Bunsen (yang terkenal dengan pembakarnya),
mengidentifikasi sejumlah unsur dalam atmosfer matahari dengan
membandingkan frekuensi garis-garis Fraunhofer dengan frekuensi garis dari
unsur-unsur yang dikenal di laboratorium (Day, RA, 2002).
Sekarang ini AAS merupakan pilihan utama dalam analisis unsur,
terutama unsur logam dengan beberapa alasan, yaitu :
1) Dapat menetapkan kadar logam dari suatu campuran yang sangat kompleks
dengan cepat dan ketepatan tinggi.
2) Dapat menetapkan kadar logam tertentu dengan kepekatan yang sangat kecil
sampai besar.
27
3) Dapat menetapkan kadar logam tertentu dengan kepekatan yang relatif kecil,
walaupun ada unsur lain yang kepekatannya relatif besar tanpa perlu
dilakukan pemisahan terlebih dahulu.
2.6.1. Prinsip Spektroskopi Serapan Atom
Teknik ini memanfaatkan penyerapan spektroskopi untuk menilai
konsentrasi suatu analit dalam sampel. Perhitungannya menggunakan hukum
Lambert Beer. Singkatnya, elektron suatu atom di dalam sistem atomisasi dapat
dipromosikan ke orbital yang lebih tinggi untuk waktu singkat dengan menyerap
sejumlah energi (cahaya dengan panjang gelombang tertentu). Jumlah energi (atau
panjang gelombang) spesifik untuk transisi elektron tertentu dalam unsur tertentu,
masing-masing mempunyai panjang gelombang sesuai hanya dengan satu unsur.
Teknik ini memberikan selektivitas yang mendasar.
Jumlah energi (daya) yang dimasukkan ke dalam pembakar diketahui, dan
kuantitas yang tersisa di sisi lain (di detektor) dapat diukur, dari hukum Lambert
Beer ada kemungkinan untuk menghitung berapa banyak transisi ini berlangsung,
dan dengan demikian mendapatkan sinyal yang sebanding dengan konsentrasi
unsur yang diukur. Energi yang diserap berbanding lurus dengan energi yang
diperlukan untuk eksitasi atom. Hubungan penyerapan sinar dengan konsentrasi
dinyatakan dalam hukum Lambert Beer, yaitu :
A = log IO / IC = � . d . C ………………….. (4)
28
Keterangan :
A = Absorbansi
IO = Intensitas cahaya awal (c/s)
IC = Intensitas cahaya setelah diadsorb oleh sampel (c/s)
ε = Koefisien Ekstingsi molar (L/mol.cm)
d = Tebal media (cm)
C = Konsentrasi atom analit dalam sampel (mol/L)
Hubungan antara serapan yang dialami oleh sinar dengan konsentrasi
analit dalam larutan standar biasa dipakai untuk menganalisa larutan sampel yang
tidak diketahui konsentrasinya. Yaitu dengan mengukur serapan yang diakibatkan
oleh larutan sampel tersebut terhadap sinar yang sama.
2.6.2. Instrumentasi Spektroskopi Serapan Atom
Gambar 4. Sistem Instrumentasi AAS
29
a) Sumber Cahaya
Terdiri dari lampu katoda berongga (hollow cathode lamp) yang di
dalamnya terdapat anoda Tungsen, katoda analit, dan unsur gas mulia seperti
argon atau neon. Sumber cahaya digunakan untuk memancarkan radiasi resonans
yang spesifik untuk setiap unsur dan menghasilkan cahaya monokromatik pada
panjang gelombang yang sesuai dengan elemen analit.
b) Sistem Atomisasi
Sistem pengatoman dengan nyala terdiri dari pengabut (nebulizer) yang
berfungsi untuk mengubah sampel larutan menjadi butir-butir halus (kabut),
pembakar (burner) yang berfungsi untuk mengubah kabut uap suatu unsur
menjadi atom-atom normal di dalam nyala, dan pengatur aliran gas serta kapiler.
c) Monokromator
Sistem pemilih panjang gelombang berfungsi untuk memisahkan radiasi
yang tidak diserap oleh populasi atom (yang berasal dari lampu katoda berongga)
dari radiasi-radiasi lain yang tidak diperlukan dan akan mengganggu pengukuran
intensitas radiasi yang diperlukan. Sistem monokromator terdiri dari gabungan
cermin, lensa, prisma atau kisi (grating), dan celah (slit). Hanya cahaya dengan
panjang gelombang tertentu yang diteruskan melalui celah (slit). Sistem
monokromator ini ada yang menggunakan saluran tunggal (single beam) dan
saluran ganda (double beam).
30
31
d) Detektor
Berfungsi untuk mendeteksi radiasi gelombang elektromagnetik yang akan
diukur dengan mengubah energi cahaya menjadi energi listrik di dalam
photomultifier untuk memudahkan pengukuran.
e) Sistem Pengolahan
Berfungsi untuk mengolah kuat arus yang dihasilkan oleh detektor
menjadi besaran daya serap atom transmisi yang selanjutnya diubah menjadi
besaran konsentrasi.
f) Pencatat (recorder)
Berfungsi untuk mencatat hasil yang dikeluarkan oleh sistem pengolahan.
Biasanya berupa angka (digital) ataupun kurva.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Pusat Penelitian Metalurgi – LIPI, Gedung 470
Kawasan PUSPIPTEK Serpong, Tangerang 15314. Penelitian dilakukan dari
tanggal 8 Maret 2010 sampai dengan tanggal 9 Juli 2010.
3.2. Bahan dan Alat
3.2.1. Bahan
Pasir kuarsa dari daerah Samboja, Samarinda, Kalimantan Timur. Natrium
karbonat (Na2CO3), zeolit hijau dari daerah Cidadap Karangnunggal,
Tasikmalaya, Jawa Barat. Aquades, asam sulfat (H2SO4) 1 N, larutan standar
logam Fe, larutan standar logam Mg, larutan standar logam Ca.
3.2.2. Alat
Beaker glass, erlenmeyer, kaca arloji, tanur, oven, krusibel tanah liat,
corong, kertas saring Whatman No 40, gelas ukur, labu ukur, pipet ukur, pipet
volum, timbangan analitik, grinder, penyaring ayakan ukuran lubang 50 mesh,
termometer, hot plate, magnetik stirrer, desikator, kertas pH indikator universal
Merck, AAS Analytic Jena novAA 300, SEM-EDX JEOL JSM – 6390 A.
32
3.3. Prosedur Kerja
3.3.1. Pemanggangan Pasir Kuarsa
Pasir kuarsa yang digunakan adalah pasir yang berasal dari daerah
Samboja, Kalimantan Timur. Pasir dicuci dengan menggunakan air bersih sampai
hilang kotoran berupa humus maupun lumpur. Setelah bersih, ditandai dengan
filtrat yang sudah jernih. Campuran dikeringkan dalam oven pada temperatur
110°C selama 1 jam. Pasir yang sudah kering ditimbang sebanyak 165 gram dan
dicampur dengan 135 gram natrium karbonat (Na2CO3), kemudian dicampur
sampai merata dalam mixer. Setelah merata, campuran dimasukkan ke dalam
krusibel tanah liat dan tanur diatur pada temperatur 1200°C. Setelah tercapai
temperatur 1200°C, campuran ditahan dalam tanur selama 2 jam. Setelah itu,
campuran dikeluarkan dalam kondisi cair dan dituangkan di tempat yang telah
disediakan. Lelehan (natrium silikat) didinginkan pada temperatur ruang. Setelah
dingin, natrium silikat digrinding sehingga menjadi bubuk.
3.3.2. Preparasi Larutan Natrium Silikat 10%
Serbuk natrium silikat yang diperoleh dari roasting ditimbang sebanyak
20 gram. Sampel kemudian dilarutkan ke dalam 200 ml air mendidih. Campuran
diaduk selama 2 jam. Kemudian didinginkan pada temperatur ruang. Setelah itu,
campuran disaring dengan kertas saring Whatman No 40. Filtrat yang dihasilkan
dianalisa dengan AAS Analytic Jena novAA 300.
33
3.3.3. Preparasi Zeolit
Zeolit alam yang digunakan pada penelitian ini berasal dari daerah
Cidadap, Karangnunggal. Zeolit yang digunakan berwarna hijau. Zeolit diperkecil
ukurannya kurang lebih 2-3 cm, kemudian digrinding sampai menjadi serbuk.
Setelah itu disaring dengan penyaring ayakan berukuran lubang 50 mesh.
3.3.4. Aktivasi Zeolit
Menurut (Rustam, 2001) dan (Yuhelda, 2004), aktivasi zeolit dilakukan
dengan pemanasan dan secara kimia. Pertama oven diatur pada temperatur 300°C.
Setelah tercapai temperatur yang diinginkan, 50 gram zeolit berukuran –50 mesh
dimasukkan dan ditahan dalam oven selama 1 jam, kemudian zeolit didinginkan
dalam desikator. Tahap selanjutnya zeolit hasil pemanasan dicampur ke dalam
500 ml H2SO4 dengan konsentrasi 1 N, dan diaduk pada temperatur ruang selama
1 jam. Zeolit kemudian dicuci dengan aquades sampai pH filtrat sama dengan pH
aquades. Tahap akhir zeolit disaring dengan kertas saring Whatman No 40 dan
dikeringkan dalam oven pada temperatur 105°C selama 2 jam. Zeolit hasil
pengeringan didinginkan dalam desikator dan siap untuk digunakan.
3.3.5. Analisa SEM
Sampel yang telah bersih dan kering ditempelkan pada sample holder
dengan perekat dua sisi, dilanjutkan dengan pelapis tipis emas dalam mesin
pelapis tipis (sputler). Kemudian dilakukan pengamatan struktur mikro dan
komposisi kimianya dengan SEM pada 20 kV dan perbesaran 1000 kali.
34
3.3.6. Percobaan Batch
Percobaan batch dilakukan untuk mengetahui adsorpsi Fe3+, Mg2+, dan
Ca2+. Percobaan dilakukan dengan menambahkan zeolit (yang sudah diaktivasi)
ke dalam larutan natrium silikat. Percobaan dilakukan dengan beberapa parameter
untuk mengetahui kondisi optimum adsorpsi zeolit.
3.3.6.1. Analisa Fe3+
3.3.6.1.1. Variasi Waktu Kontak
Sebanyak 1 gram zeolit yang sudah diaktivasi dicampur ke dalam 50 ml
larutan natrium silikat (Na2SiO3) 0,03% dengan pH = 3. Kemudian diaduk pada
temperatur 30°C dengan waktu yang berbeda (15, 30, 60, 90, 120, 150 menit).
Setelah itu campuran disaring dengan kertas saring Whatman No 40. Filtrat yang
dihasilkan dianalisa menggunakan AAS Analytic Jena novAA 300 untuk
mengetahui penyerapan zeolit.
3.3.6.1.2. Variasi Massa Zeolit
Zeolit yang sudah diaktivasi dengan massa yang berbeda (1, 2, 3, 4, 5,
7 gram) dicampur ke dalam 50 ml larutan natrium silikat (Na2SiO3) 0,03% dengan
pH = 3. Kemudian diaduk pada temperatur 30°C selama 60 menit. Setelah itu
campuran disaring dengan kertas saring Whatman No 40. Filtrat yang dihasilkan
dianalisa menggunakan AAS Analytic Jena novAA 300 untuk mengetahui
penyerapan zeolit.
35
3.3.6.1.3. Variasi pH
Sebanyak 3 gram zeolit yang sudah diaktivasi dicampur ke dalam 50 ml
larutan natrium silikat (Na2SiO3) 0,03% dengan pH yang berbeda (2, 3, 4, 5, 6, 7,
8). Kemudian diaduk pada temperatur 30°C selama 60 menit. Setelah itu
campuran disaring dengan kertas saring Whatman No 40. Filtrat yang dihasilkan
dianalisa menggunakan AAS Analytic Jena novAA 300 untuk mengetahui
penyerapan zeolit.
3.3.6.1.4. Variasi Temperatur
Sebanyak 3 gram zeolit yang sudah diaktivasi dicampur ke dalam 50 ml
larutan natrium silikat (Na2SiO3) 0,03% dengan pH = 3. Kemudian diaduk pada
temperatur yang berbeda (30, 40, 50, 60, 70, 80°C) selama 60 menit. Setelah itu
campuran disaring dengan kertas saring Whatman No 40. Filtrat yang dihasilkan
dianalisa menggunakan AAS Analytic Jena novAA 300 untuk mengetahui
penyerapan zeolit.
3.3.6.1.5 Isoterm Adsorpsi
Sebanyak 3 gram zeolit yang sudah diaktivasi dicampur ke dalam 50 ml
larutan natrium silikat (Na2SiO3) dengan konsentrasi larutan yang berbeda (0,1,
0,07, 0,05, 0,04, 0,03%) dengan pH = 3. Kemudian diaduk pada temperatur 30°C
selama 60 menit. Setelah itu campuran disaring dengan kertas saring Whatman No
40. Filtrat yang dihasilkan dianalisa menggunakan AAS Analytic Jena novAA
300 untuk mengetahui penyerapan zeolit.
36
37
3.3.6.2. Analisa Mg2+ dan Ca2+
3.3.6.2.1. Variasi pH
Sebanyak 2,5 gram zeolit yang sudah diaktivasi dicampur ke dalam 50 ml
larutan natrium silikat (Na2SiO3) 0,1% dengan pH yang berbeda (2, 3, 4, 6, 8, 10).
Kemudian diaduk pada temperatur 30°C selama 60 menit. Setelah itu campuran
disaring dengan kertas saring Whatman No 40. Filtrat yang dihasilkan dianalisa
menggunakan AAS Analytic Jena novAA 300 untuk mengetahui pada pH berapa
penyerapan optimum zeolit.
3.3.6.2.2. Variasi Massa Zeolit
Zeolit yang sudah diaktivasi dengan massa yang berbeda (1, 3, 5, 7 gram)
dicampur ke dalam 50 ml larutan natrium silikat (Na2SiO3) 0,1% dengan pH = 10.
Kemudian diaduk pada temperatur 30°C selama 60 menit. Setelah itu campuran
disaring dengan kertas saring Whatman No 40. Filtrat yang dihasilkan dianalisa
menggunakan AAS Analytic Jena novAA 300 untuk mengetahui penyerapan
optimum zeolit.
3.3.6.2.3. Variasi Waktu Kontak
Sebanyak 2,5 gram zeolit yang sudah diaktivasi dicampur ke dalam 50 ml
larutan natrium silikat (Na2SiO3) 0,1% dengan pH = 10. Kemudian diaduk pada
temperatur 30°C dengan waktu yang berbeda (5, 10, 20, 30, 40, 60 menit). Setelah
itu campuran disaring dengan kertas saring Whatman No 40. Filtrat yang
dihasilkan dianalisa menggunakan AAS Analytic Jena novAA 300 untuk
mengetahui penyerapan optimum zeolit.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efisiensi dan kapasitas
penyerapan zeolit alam Karangnunggal terhadap unsur pengotor dalam larutan
natrium silikat. Untuk mengetahuinya, maka peneliti mencari hubungan antara
kemampuan penyerapan unsur pengotor oleh zeolit alam Karangnunggal dengan
variasi waktu kontak, massa, pH dan temperatur.
4.1. Karakterisasi dan Identifikasi Pasir Kuarsa
Bahan baku yang digunakan adalah pasir kuarsa dari daerah Samboja,
Samarinda, Kalimantan Timur. Pasir yang digunakan haruslah kuarsa yang hampir
murni. Untuk itu dilakukan karakterisasi pasir kuarsa menggunakan SEM dan
AAS. Hasil analisa menggunakan SEM dengan perbesaran 500 kali menunjukkan
morfologi permukaan pasir kuarsa. Dari gambar 5 dapat dilihat bahwa hasil
analisa ini identik dengan kuarsa komersil.
100 µm100 µm100 µm100 µm100 µm
Gambar 5. Morfologi Pasir Kuarsa Samboja
38
Analisa menggunakan AAS juga dilakukan. Analisa ini dilakukan untuk
mengetahui senyawa-senyawa pengotor apa saja yang terdapat di dalam pasir
kuarsa. Hasil analisa AAS dapat dilihat pada tabel 6. Berdasarkan analisa AAS
diketahui bahwa senyawa pengotor terbesar adalah Fe2O3 sebesar 0,19 %.
Tabel 6. Hasil Analisa XRF Pasir Kuarsa Samboja
Senyawa Jumlah (%)
SiO2 99,2
Fe2O3 0,19
Al2O3 0,063
TiO2 0,048
CaO 0,008
MgO 0,008
K2O 0,023
Na2O 0,020
LOI 0,39
Sumber : Laboratorium Pengujian tekMIRA, Bandung
4.2. Preparasi Larutan Natrium Silikat
Pasir kuarsa direaksikan dengan natrium karbonat (Na2CO3). Pasir kuarsa
dan natrium karbonat (Na2CO3) akan melebur membentuk natrium silikat pada
temperatur di atas 1200°C. Selanjutnya leburan didinginkan dengan cepat agar
kristal yang diperoleh dapat larut dalam air dengan mudah, reaksi yang terjadi
adalah :
Na2CO3 (s) + SiO2 (s) Na2SiO3 (s) + CO2 (g)
39
Natrium karbonat (Na2CO3) ditambahkan ke dalam krusibel yang
sebelumnya diisi dengan pasir silika, kedua bahan akan berdisosiasi menghasilkan
natrium silikat dengan melepaskan karbon dioksida (CO2). Akhirnya, setelah
proses peleburan dan degassing pada temperatur mencapai 1200°C, cairan
didinginkan hingga temperatur kamar. Ion natrium terperangkap di dalam jaringan
dan mengurangi jumlah jembatan/ikatan antar tetrahedra, seperti diperlihatkan
pada gambar 6. Kation Na+ ini berpengaruh pada ukuran lubang/rongga dan
diperkirakan terjadinya pembentukan klaster dan kation Na+ tidak terdistribusi
secara acak dalam jaringan. Namun meskipun berfungsi sebagai fluks, natrium
oksida sendiri menyebabkan gelas dapat larut dalam air (Smallman, et al, 2000).
Gambar 6. Struktur Ikatan Natrium Silikat
Titik leleh natrium silikat adalah sekitar 900°C, dan keadaan berkaca
dihasilkan jika pendinginan melewati suhu tersebut dilakukan dengan cepat.
Produknya, yang disebut “kaca-air” bersifat larut air. Natrium silikat yang
dihasilkan kemudian dilarutkan dengan air mendidih. Hanya silikat logam-logam
alkali larut dalam air. Zat-zat ini terhidrolisis dalam larutan air dan karenanya
menghasilkan larutan basa, reaksi yang terjadi adalah :
SiO32- + 2H2O H2SiO3 + 2OH-
40
Larutan natrium silikat ini kemudian direaksikan dengan zeolit untuk
menghilangkan unsur pengotor yang terkandung di dalamnya. Proses adsorpsi
dilakukan dengan metode batch.
4.3. Aktivasi Zeolit
Zeolit alam pada umumnya mempunyai ukuran pori-pori yang tidak sama.
Aktivitas katalitik zeolit alam cenderung rendah dan banyak mengandung
pengotor. Oleh karena itu, zeolit alam perlu diaktivasi dan dimodifikasi terlebih
dahulu untuk meningkatkan manfaat dan kemampuannya (Pardoyo, et al, 2009).
Temperatur aktivasi zeolit mempengaruhi adsorpsi ion logam dalam
larutan natrium silikat. Pemanasan zeolit bertujuan untuk menguapkan air yang
terdapat pada permukaan zeolit sampai ke seluruh rongga atau pori-pori zeolit.
Hal ini juga berfungsi untuk menguraikan senyawa-senyawa organik yang
terdapat di dalam rongga atau pori-pori zeolit (Parikesit, 2003). Penguapan
molekul-molekul air yang terperangkap di dalam pori-pori zeolit menghasilkan
jumlah pori dan luas permukaan spesifik zeolit bertambah sehingga zeolit menjadi
lebih efektif mengadsorpsi ion-ion logam (Susatyo, et al, 2009).
Konsentrasi H2SO4 mempengaruhi adsorpsi ion logam. Asam sulfat
digunakan untuk menghilangkan pengotor-pengotor yang terdapat di permukaan
dan di dalam struktur zeolit sehingga zeolit menjadi lebih efektif mengadsorpsi
ion-ion logam. Proses aktivasi dengan asam dapat meningkatkan kristalinitas,
keasaman dan luas permukaan (Hari, 2001). Peningkatan keasaman zeolit mampu
memperbesar kemampuan penyerapan zeolit. Hal itu terjadi karena banyaknya
41
pori-pori zeolit yang terbuka dan permukaan padatannya menjadi bersih dan luas
(Heraldy, et al, 2003).
Zeolit alam Karangnunggal yang sudah diaktivasi dan akan digunakan
untuk proses selanjutnya dianalisa menggunakan SEM. Hasil analisa SEM dapat
dilihat pada gambar 7. Hasil analisa menggunakan SEM dengan perbesaran 1000
kali menunjukkan morfologi permukaan zeolit. Dari gambar 7 dapat dilihat bahwa
zeolit yang sudah diaktivasi permukaannya lebih bersih dari pengotor. Selain itu,
zeolit yang sudah diaktivasi mempunyai ukuran partikel yang lebih kecil dan
hampir sama. Semakin kecil ukuran partikel maka akan semakin efektif untuk
menyerap unsur pengotor dalam larutan natrium silikat.
30 µm30 µm30 µm30 µm30 µm 30 µm30 µm30 µm30 µm30 µm
Zeolit Tanpa Aktivasi Zeolit yang Sudah Diaktivasi
Gambar 7. Morfologi Zeolit Alam Karangnunggal
SEM yang digunakan pada analisa ini dilengkapi dengan EDX (Energy
Dispersive X-ray spectrometer), sehingga dapat digunakan untuk menentukan
komposisi unsur dari sampel. Ketika sebuah sampel difoto oleh SEM, sinar
elektron juga diemisikan oleh sinar-X yang kemudian diteruskan menuju EDX.
42
Emisi sinar-X setiap unsur khas dalam energi dan panjang gelombangnya, karena
itu unit EDX mampu menentukan setiap unsur yang merespon emisi tersebut.
Data ini dapat ditambahkan pada gambar SEM untuk menghasilkan sebuah peta
unsur yang sebenarnya dari permukaan sampel (Nuryadi, 2006).
Tabel 7. Hasil Analisa EDX Zeolit Alam Karangnunggal
Unsur Zeolit Tanpa Aktivasi (% massa)
Zeolit yang Sudah Diaktivasi (% massa)
C 33,54 31,42
O 42,91 41,70
Na 0,50 -
Al 2,92 3,35
Si 17,21 21,84
K 0,80 0,71
Ca 0,98 0,99
Cu 1,14 -
Tabel 7 menunjukkan hasil analisa EDX zeolit alam Karangnunggal. Dari
tabel 7 dapat dilihat bahwa zeolit tanpa aktivasi masih mengandung logam
pengotor. Logam pengotor yang paling banyak adalah Cu. Sedangkan zeolit yang
sudah diaktivasi sudah tidak mengandung logam Cu dan Na. Tetapi pada zeolit
yang sudah diaktivasi mengalami penurunan kadar Al, hal ini dapat dilihat dari
rasio Si/Al zeolit. Rasio Si/Al pada zeolit tanpa aktivasi adalah 5,89 sedangkan
zeolit yang sudah diaktivasi adalah 6,52. Semakin kecil kadar Al dalam zeolit
maka semakin besar rasio Si/Al. Penurunan kadar Al pada zeolit yang sudah
diaktivasi dikarenakan penambahan H2SO4 yang menyebabkan zeolit mengalami
43
dealuminasi (lepasnya Al dari struktur zeolit). Zeolit yang diaktivasi dengan
H2SO4 akan membentuk H-zeolit.
4.4. Penentuan Kondisi Optimum
4.4.1. Analisa Ion Logam Fe3+
4.4.1.1. Hubungan Waktu Kontak dengan Penyerapan Fe3+
0
10
20
30
40
50
60
0 20 40 60 80 100 120 140 160
Waktu Kontak (menit)
% A
dsor
psi
Gambar 8. Persentase ion logam Fe3+ yang diserap dari larutan natrium silikat dengan waktu kontak
yang berbeda (massa zeolit 1 gr, pH = 3, temperatur 30°C, volume 50 ml, konsentrasi 0,03%).
Waktu kontak mempengaruhi adsorpsi ion logam Fe3+ dalam larutan
natrium silikat. Dari gambar 8 dapat dilihat bahwa adsorpsi optimum dihasilkan
pada larutan natrium silikat yang direaksikan dengan zeolit selama 60 menit, yaitu
sebesar 53,64 %.
Zeolit yang direaksikan kurang dari 60 menit belum menyerap ion logam
Fe3+ secara optimal. Hal ini dikarenakan belum sempurnanya reaksi yang terjadi.
Setelah proses adsorpsi berlangsung selama 60 menit, persentase ion logam Fe3+
yang diserap zeolit cenderung mengalami penurunan. Hal ini dikarenakan proses
44
adsorpsi sudah lewat jenuh sehingga terjadinya pelepasan kembali ion-ion logam
Fe3+ yang sudah terikat pada zeolit. Kemungkinan lain adalah pada proses
adsorpsi yang relatif lama menyebabkan pori-pori adsorben mengalami
penyusutan kembali (Kadarwati dan Bagus Setyo, 2009). Berdasarkan
perhitungan dengan menggunakan persamaan Isoterm Langmuir dan Freundlich
dapat diketahui bahwa proses adsorpsi yang terjadi adalah adsorpsi fisika.
Sehingga ikatan yang terjadi merupakan ikatan lemah.
4.4.1.2. Hubungan Massa Zeolit dengan Penyerapan Fe3+
70
72
74
76
78
80
82
84
0 1 2 3 4 5 6 7 8
Massa (gram)
% A
dsor
psi
Gambar 9. Persentase ion logam Fe3+ yang diserap dari larutan natrium silikat dengan massa zeolit
yang berbeda (pH = 3, temperatur 30°C, waktu kontak 60 menit, volume 50 ml, konsentrasi 0,03%).
Banyaknya massa zeolit yang direaksikan mempengaruhi adsorpsi ion
logam Fe3+ dalam larutan natrium silikat. Bertambahnya massa zeolit sebanding
dengan bertambahnya sisi aktif dan pori-pori zeolit. Sehingga menyebabkan
proses adsorpsi ion logam Fe3+ lebih efektif.
45
Gambar 9 menunjukkan bahwa adsorpsi optimum dihasilkan pada larutan
yang direaksikan dengan 3 gram zeolit, yaitu sebesar 81,81 %. Larutan yang
direaksikan dengan massa zeolit kurang dari 3 gram belum optimal. Hal ini
dikarenakan kurangnya sisi aktif dan rongga-rongga zeolit untuk menyerap ion
logam Fe3+. Larutan yang direaksikan dengan massa zeolit lebih dari 3 gram juga
tidak optimal. Hal ini kemungkinan dikarenakan dengan semakin banyaknya
jumlah zeolit yang digunakan, larutan natrium silikat menjadi semakin asam.
Kondisi pH larutan yang semakin asam memungkinkan terjadinya reaksi
pelepasan ion Fe3+ kembali. Massa yang digunakan harus seminimal mungkin
agar aplikasinya ekonomis pada skala lapangan.
4.4.1.3. Hubungan pH dengan Penyerapan Fe3+
0
10
20
30
40
50
60
70
80
0 1 2 3 4 5 6 7 8
pH
% A
dsor
ps
9
i
Gambar 10. Persentase ion logam Fe3+ yang diserap dari larutan natrium silikat dengan pH larutan
yang berbeda (massa zeolit 3 gr, temperatur 30°C, waktu kontak 60 menit, volume 50 ml, konsentrasi 0,03%).
46
Kemampuan penyerapan suatu sorben dapat dipengaruhi oleh pH larutan.
Hal ini berhubungan dengan protonasi atau deprotonasi permukaan sisi aktif dari
sorben (Nurhasni, 2002). Keasaman dan kebasaan larutan natrium silikat
mempengaruhi adsorpsi ion logam Fe3+. Dari gambar 10 dapat dilihat bahwa
adsorpsi optimum dihasilkan pada larutan natrium silikat dengan pH 3, yaitu
sebesar 76,05 %. Adsorpsi ion logam Fe pada larutan natrium silikat dengan pH
kurang dari 3 tidak optimal. Hal ini dikarenakan konsentrasi H+ yang terlalu besar,
sehingga terjadi kompetisi antara H+ dengan alkali dan alkali tanah yang terdapat
di dalam kerangka zeolit. Kompetisi ini mengakibatkan terganggunya proses
pertukaran ion dan penyerapan terhadap ion logam Fe3+.
Reaksi antara H+ dengan logam alkali dan alkali tanah pada kerangka
zeolit ditunjukkan oleh reaksi di bawah ini :
(M+)z + (H+)l (M+)l + (H+)z
M : alkali / alkali tanah
Z : padatan Zeolit
l : Fase Larutan
Kompetisi ini akan berkurang dengan berkurangnya H+, yaitu saat
kenaikan pH larutan. Adsorpsi ion logam Fe pada larutan natrium silikat dengan
pH lebih dari 3 juga tidak optimal. Hal ini dikarenakan pada pH yang semakin
tinggi, ion logam Fe akan membentuk endapan besi hidroksida (Fe(OH)3) yang
tidak mudah larut.
47
4.4.1.4. Hubungan Temperatur dengan Penyerapan Fe3+
0
10
20
30
40
50
60
70
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
Temperatur (oC)
% A
dsor
psi
Gambar 11. Persentase ion logam Fe3+ yang diserap dari larutan natrium silikat dengan temperatur larutan
yang berbeda (massa zeolit 3 gr, pH = 3, waktu kontak 60 menit, volume 50 ml, konsentrasi 0,03%).
Temperatur reaksi mempengaruhi adsorpsi ion logam Fe3+ dalam larutan
natrium silikat. Dari gambar 11 dapat dilihat bahwa adsorpsi optimum dihasilkan
pada larutan yang direaksikan pada temperatur 30°C, yaitu sebesar 59,13 %.
Semakin tinggi temperatur reaksi, semakin rendah penyerapan ion logam Fe3+.
Hal ini dikarenakan dengan semakin tinggi temperatur maka akan menyebabkan
pecahnya struktur zeolit. Sehingga menyebabkan kalsit (CaCO3) yang tersisa
dalam struktur zeolit keluar dan mengganggu penyerapan ion logam Fe3+.
Kemungkinan lainnya karena semakin tinggi temperatur pada proses adsorpsi,
maka pergerakan ion logam Fe3+ semakin cepat. Sehingga jumlah ion logam Fe3+
yang terserap oleh zeolit semakin berkurang (Kundari dan Slamet, 2008).
48
4.4.1.5 Isoterm Adsorpsi Fe3+
y = -0,2733x + 0,3234R2 = 0,8814
0
0,05
0,1
0,15
0,2
0,25
0,3
0 0,2 0,4 0,6 0,8c
x/m
y = -0,6155x - 0,9453R2 = 0,9047
-0,9-0,8-0,7-0,6-0,5-0,4-0,3-0,2-0,1
0-0,7 -0,6 -0,5 -0,4 -0,3 -0,2 -0,1 0
log c
log
(x/m
)
Isoterm Langmuir Isoterm Freundlich
Gambar 12. Grafik isoterm adsorpsi Fe3+ oleh zeolit (massa zeolit 3 gr, pH = 3, temperatur 30°C, waktu kontak 60 menit, volume 50 ml, konsentrasi 0,03%).
Percobaan isoterm adsorpsi dilakukan untuk mengetahui jenis adsorpsi
yang terjadi. Langmuir menggambarkan ikatan yang terjadi pada proses adsorpsi
adalah ikatan kimia, sedangkan Freundlich menggambarkan ikatan yang terjadi
pada proses adsorpsi adalah ikatan fisika. Gambar 12 memperlihatkan grafik hasil
perhitungan secara Langmuir dan Freundlich. Dari gambar 12 dapat dilihat bahwa
nilai koefisien determinasi (R2) dari persamaan isoterm Freundlich adalah 0,9047,
sedangkan isoterm Langmuir sebesar 0,8814. Hal ini menunjukkan bahwa ikatan
yang terjadi pada proses adsorpsi Fe3+ oleh zeolit alam Karangnunggal didominasi
oleh ikatan fisika, karena koefisien determinasi isoterm Freundlich lebih besar.
Namun, tidak menutup kemungkinan terjadinya ikatan kimia. Ikatan yang terjadi
disebabkan adanya gaya Van der Waals yang ikatannya lemah, sehingga sorbat
yang sudah terikat mudah terlepas kembali.
49
4.4.2. Analisa Mg2+ dan Ca2+
4.4.2.1. Hubungan pH dengan Penyerapan Mg2+ dan Ca2+
Tabel 8. Hasil Analisa Penyerapan Mg2+ dan Ca2+ terhadap Pengaruh pH Larutan Natrium Silikat (massa zeolit 2,5 gr, temperatur 30°C, waktu kontak 60 menit, volume 50 ml, konsentrasi 0,1%).
pH
Ion Logam Mg2+ Ion Logam Ca2+
Co (ppm) Ce (ppm) Co (ppm) Ce (ppm)
2
3
4
6
8
10
0,07468
0,05490
0,06129
0,04703
0,06274
0,05203
0,1752
0,1783
0,1808
0,1855
0,1838
0,08349
0,6663
0,3450
0,3821
0,2863
0,5174
0,3334
10,96
9,7820
10,04
9,0590
8,9290
0,4599
Keterangan : Co = Konsentrasi Awal
Ce = Konsentrasi Akhir
Kemampuan penyerapan suatu sorben dapat dipengaruhi oleh pH larutan.
Hal ini berhubungan dengan protonasi atau deprotonasi permukaan sisi aktif dari
sorben (Nurhasni, 2002). Keasaman dan kebasaan larutan natrium silikat
mempengaruhi adsorpsi ion logam Mg2+ dan ion logam Ca2+. Dari tabel 8 dapat
dilihat bahwa zeolit hijau tidak dapat menyerap ion logam Mg2+ dan ion logam
Ca2+ dalam berbagai pH baik asam maupun basa. Zeolit hijau tidak dapat
menyerap ion logam Mg2+ dan ion logam Ca2+ dikarenakan zeolit hijau
mengandung senyawa MgO dan CaO seperti yang dapat dilihat pada tabel 5. Ion-
ion logam tersebut tidak dapat diserap pada suasana asam karena logam
magnesium dan kalsium yang terdapat di dalam zeolit ikut larut dalam larutan
natrium silikat. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya peningkatan konsentrasi
50
ion logam Mg2+ dan ion logam Ca2+ setelah proses adsorpsi. Peningkatan
konsentrasi ion logam Mg2+ dan ion logam Ca2+ yang tidak terlalu besar didapat
pada larutan natrium silikat dengan pH basa (pH 10). Hal ini dikarenakan pada pH
10 ion logam Mg2+ mulai mengendap. Sedangkan pada pH lebih dari 10 ion-ion
logam tersebut sudah mengalami pengendapan (Svehla, 1985).
4.4.2.2. Hubungan Massa Zeolit dengan Penyerapan Mg2+ dan Ca2+
Tabel 9. Hasil Analisa Penyerapan Mg2+ dan Ca2+ terhadap Pengaruh Massa Zeolit (pH = 10, temperatur 30°C, waktu kontak 60 menit, volume 50 ml, konsentrasi 0,1%).
Massa
(gram)
Ion Logam Mg2+ Ion Logam Ca2+ pH Setelah
AdsorpsiCo (ppm) Ce (ppm) Co (ppm) Ce (ppm)
1
3
5
7
0,03236
0,03236
0,03236
0,03236
0,06055
0,06129
0,06918
0,07029
0,1960
0,1960
0,1960
0,1960
0,5716
0,5906
0,8139
0,8441
9
5
5
5
Keterangan : Co = Konsentrasi Awal
Ce = Konsentrasi Akhir
Bertambahnya massa zeolit sebanding dengan bertambahnya sisi aktif dan
pori-pori zeolit, sehingga semakin banyak massa zeolit yang direaksikan akan
meningkatkan adsorpsi ion logam Mg2+ dan ion logam Ca2+ dalam larutan natrium
silikat. Dari tabel 9 dapat dilihat bahwa zeolit hijau tidak dapat menyerap ion
logam Mg2+ dan ion logam Ca2+ dalam berbagai massa zeolit yang digunakan. Hal
ini dikarenakan terjadinya penurunan pH setelah proses adsorpsi. Penurunan pH
terjadi karena zeolit yang digunakan sudah diaktivasi dengan asam. Semakin
banyak massa zeolit yang digunakan filtrat yang dihasilkan semakin keruh. Hal ini
51
mungkin dikarenakan semakin banyaknya logam magnesium dan kalsium yang
terlarut dalam larutan natrium silikat. Hasil percobaan menunjukkan bahwa
setelah proses adsorpsi menggunakan 1 gram zeolit pH berubah dari 10 menjadi 9,
sedangkan proses adsorpsi menggunakan 7 gram zeolit pH berubah dari 10
menjadi 5.
4.4.2.3. Hubungan Waktu Kontak dengan Penyerapan Mg2+ dan Ca2+
Tabel 10. Hasil Analisa Penyerapan Mg2+ dan Ca2+ terhadap Pengaruh Waktu Kontak (massa zeolit 2,5 gr, pH = 10, temperatur 30°C, volume 50 ml, konsentrasi 0,1%).
Waktu Kontak (menit)
Ion Logam Mg2+ Ion Logam Ca2+ pH Setelah
Adsorpsi Co (ppm) Ce (ppm) Co (ppm) Ce (ppm)
5
10
20
30
40
60
0,03117
0,03117
0,03117
0,03117
0,03117
0,03117
0,05808
0,05854
0,05934
0,05516
0,06251
0,07349
0,1787
0,1787
0,1787
0,1787
0,1787
0,1787
0,6842
0,7207
0,7553
0,7022
0,6978
0,7139
9
9
8
6
6
5
Keterangan : Co = Konsentrasi Awal
Ce = Konsentrasi Akhir
Waktu kontak mempengaruhi adsorpsi ion logam Mg2+ dan ion logam Ca2+
dalam larutan natrium silikat. Dari tabel 10 dapat dilihat bahwa zeolit hijau tidak
dapat menyerap ion logam Mg2+ dan ion logam Ca2+ dalam berbagai waktu kontak
yang dilakukan. Hal ini dikarenakan terjadinya penurunan pH setelah proses
adsorpsi. Semakin lama proses adsorpsi yang dilakukan maka pH semakin turun.
Penurunan pH terjadi karena zeolit yang digunakan sudah diaktivasi dengan asam.
52
53
Sehingga selama proses adsorpsi terjadi pelepasan ion H+ di dalam larutan
natrium silikat. Hasil percobaan menunjukkan bahwa setelah proses adsorpsi
selama 5 menit pH berubah dari 10 menjadi 9, sedangkan setelah proses adsorpsi
selama 60 menit pH berubah dari 10 menjadi 5.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut :
1. Kondisi optimum adsorpsi Fe3+ dalam larutan natrium silikat dicapai
dengan parameter waktu kontak selama 60 menit (penyerapan 53,64%),
massa zeolit yang digunakan sebanyak 3 gram (penyerapan 81,81%),
pH = 3 (penyerapan 76,05%), dan pada temperatur 30°C (penyerapan
59,13%).
2. Proses adsorpsi Fe3+ dalam larutan natrium silikat didominasi oleh
adsorpsi fisika.
3. Zeolit alam Karangnunggal yang diaktivasi dengan H2SO4 tidak bisa
digunakan untuk menyerap Mg2+ dan Ca2+ dalam larutan natrium silikat.
Hal ini dikarenakan zeolit yang digunakan mengandung MgO dan CaO.
4. Zeolit yang digunakan perlu dimodifikasi menjadi zeolit unikation
(Na-zeolit) dengan cara perendaman dengan NaCl.
54
55
5.2. Saran
1. Zeolit yang digunakan sebaiknya dipersiapkan dalam bentuk murni dan
unikation, karena kemurnian natrium silikat sudah cukup tinggi.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai kemampuan zeolit alam
Karangnunggal untuk menyerap ion-ion logam lain dalam larutan natrium
silikat, supaya dapat diperoleh informasi tentang kemampuan zeolit
sebagai sorben. Selain itu juga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
mengenai parameter lain yang berpengaruh terhadap penyerapan zeolit.
DAFTAR PUSTAKA
A.Y, Atta, Ajayi O.A, Adefila S.S. 2007. Synthetis of Faujasite Zeolites from Kankara Kaolin Clay. Journal of Applied Science Research, 3 (10), p.1017-1021
Amsiri. 2010. Penyerapan Merkuri dalam Limbah Simulasi Menggunakan Zeolit
Klinoptilolit. Skripsi. Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah Atkins, P.W. 1982 . Kimia Fisika Jilid 2 . Jakarta : Erlangga
Aulich, Eisenrith, Urbach. 1984. New Method to Prepare High Purity Silica. Journal of Material Science 19, 1710-1717
Austin, George. 1996. Industri Proses Kimia. Jakarta : Erlangga Azizah, Nur, Eli Dwi Astuti, Heny Puspita. 2008. Uji Kemampuan Karbon Aktif
dari Limbah Kayu Industri Mebel Kota Semarang sebagai Absorben untuk Penyisihan Fenol. PKM Penelitian. Semarang : Universitas Negeri semarang
Bambang, Poerwadi. 1998. Pemanfaatan Zeolit Alam Indonesia Sebagai Adsorben
Limbah Cair dan Media Fluiditas dalam Kolom Fluidisasi. Tesis. Malang : Universitas Brawijaya
Beiser, Arthur. 1991. Konsep Fisika Modern. Jakarta : Erlangga
Chang, Raymond. 2005. Chemistry – 8th ed. New York : Mc Graw – Hill
Cotton, F.A dan G. Wilkinson. 2007. Kimia Anorganik Dasar. Jakarta : UI Press
Day, R.A dan Underwood. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif edisi ke-6. Jakarta : Erlangga
Dyer, A. 1988. An Introduction to Zeolite Molecular Sieves. Chichester : John
Willey and Sons Ernita, Nur. 2006. Imobilisasi Tritium dengan Karbon aktif dan Zeolit sebagai
Pengadsorpsi. Skripsi. Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah Fatmawati. 2006. Kajian Adsorpsi Cd (II) oleh Biomassa Rumput Naga
(Popamogeton) yang Terimobilisasikan pada Silika Gel. Skripsi. Banjar Batu : Universitas Lampung
Ghaly, A.E, dan M.Verma. 2008. Desalination of Saline Sludges Using Ion-
Exchange Column With Zeolite. American Journal of Environmental Sciences 4 (4) : 388 – 396
56
Handayani, Murni, Eko Sulistyono. 2009. Kinetika Adsorpsi Zeolit Hijau Daerah Cidadap Tasikmalaya, Jawa Barat terhadap Larutan Ion Chromium (VI). Prosiding Seminar Kimia dan Pendidikan Kimia, Hal 278-288. Surakarta : Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
Hanjono, Linda. 1995. Teknologi Kimia. Jakarta : PT Pradya Paramita Heraldy, E, Hisyam SW, dan Sulistiyono. 2003. Characterization and Activation
of Natural Zeolite from Ponorogo. Indonesian J. Chem 3 (2) Herlyna. 2007. Kemampuan Penyerapan Magnesium Zeolit untuk Menurunkan
Kadar Logam Berat Fe dan Cr dalam Air Tanah. Skripsi. Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah
Ilyas, Hartini. 2007. Penyerapan Ion Besi dan Amonium dalam Air oleh Zeolit
Lampung. Skripsi. Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah Judawati, Janis Pri. 1993. Karakterisasi Zeolit Alam Indonesia dengan Difraksi
Sinar-X, Fisisorpsi, dan Mikroskopi Elektron. Karya Tulis. Depok : Universitas Indonesia
Kadarwati, Sri, Bagus Setyo. 2009. Adsorpsi Ion Logam Cu (II) oleh Zeolit Alam
Aktif. Prosiding Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia, Hal 244-247. Semarang : Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
Khairinal, Trisunaryanti, W. 2000. Dealuminasi Zeolit Alam Wonosari dengan
Perlakuan Asam dan Proses Hidrotermal. Prosiding Seminar Nasional Kimia VIII, Hal 240-247
Kosmulski, M. 2001. Chemical Properties of Material Surfaces, Surfactant
Science Series, 102. New York : Marcel Dekker Kresnawaty, Irma, Tri Panji. 2007. Biosorpsi Logam Zn oleh Biomassa
Saccharomyces cerevisiae. Menara Perkebunan, 75 (2), Hal 80 – 92 Kundari, N.A, Slamet Wiyuniati. 2008. Tinjauan Kesetimbangan Adsorpsi
Tembaga dalam Limbah Pencuci PCB dengan Zeolit. Seminar Nasional IV SDM Teknologi Nuklir, Hal 320-327
Las, Thamzil. 2006. Mengenal Mineral Zeolit. Saintika, Jurnal Sains dan
Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Vol III, No.1, Hal. 64-75 Ninik, Dwi Pudji. 2005. Pengaruh aktivasi Basa, Impregnasi Mn (II) dan Oksidasi
KMnO4 terhadap Daya Serap Zeolit Pacitan untuk Ion Logam Hg (II). Skripsi. Depok : Universitas Indonesia
57
Nizam, Ahmad Nik, Nik Malek, Alias Mohd Yusof. 2007. Removal of Cr (III) from Aqueous Solutions Using Zeolite NaY Prepared from Rice Husk Ash. The Malaysian Journal of Analytical Sciences, Vol.11, No.1, p.76-83
Nurhasni, 2002. Penyerapan Ion Logam Kadmium dan Tembaga oleh Genjer
(Limnocharis Flava). Tesis. Padang : Universitas Andalas Oxtoby, Gillis, Nachtrieb. 2003. Prinsip-prinsip Kimia Modern Jilid 2. Jakarta :
Erlangga Palar, Heryanto. 1994. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Jakarta :
Rineka Cipta Pardoyo, Listiana, Adi Darmawan. 2009. Pengaruh Perlakuan HCl pada Rasio
Si/Al dan Kemampuan Adsorpsi Zeolit Alam terhadap Ion Logam Ca2+. Prosiding Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia, Hal 325-329. Semarang : Lembaga Ilmu Penelitian Indonesia
Parikesit, Eko Setiawan. 2003. Karakterisasi Zeolit Alam Yogya dan Lampung.
Skripsi. Depok : Universitas Indonesia Rosita, Noorma, Tristiana Erawati, Moegihardjo. 2004. Pengaruh Perbedaan
Metode Aktivasi terhadap Efektivitas Zeolit sebagai Adsorben. Majalah Farmasi Airlangga, Vol.4 No 1, Hal.20.
Rustam, Didi. 2001. Pengaruh Aktivasi Asam dan Basa Terhadap Zeolit Alam
Tasikmalaya sebagai Penyerap Ion Ca2+ dan Mg2+ dalam Air Sadah. Skripsi. Depok : Universitas Indonesia
Setiawan, Iwan. 2005. Pemanfaatan Pasir Silika sebagai Bahan Baku Pembuatan
Enamels Porcelain. Prosiding Seminar Material Metalurgi, Hal 293-305. Serpong : Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
Smallman, R.E, RJ Bishop. 2000. Metalurgi Fisik Modern dan Rekayasa
Material. Jakarta : Erlangga Srihapsari, Dwita. 2006. Penggunaan Zeolit Alam yang telah Diaktivasi dengan
Larutan HCl untuk Menyerap Logam-logam Penyebab Kesadahan Air. Skripsi. Semarang : Universitas Negeri Semarang
Sriyanti. 2005. Sintesis Silika Gel Terenkapsulasi Senyawa Organik Aktif dari
Abu Sekam Padi untuk Adsorpsi Selektif Ion Logam Berat. Skripsi. Semarang : Universitas Diponegoro
Stanitski, Conrad L. 2003. Chemistry in Context : Applying Chemistry to Society –
4th ed. New York : Mc Graw – Hill
58
59
Suardana, I Nyoman. 2008. Optimalisasi Daya Adsorpsi Zeolit Terhadap Ion Kromium (III). Jurnal Penelitian dan Pengembangan Sains dan Humaniora, Lembaga Penelitian Undiksha, April 2 (1), 17-33
Suhala, Supriatna, M. Arifin. 1997. Bahan Galian Industri. Bandung : Pusat
Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral Sulistiyono, Eko. 2005. Kajian Proses Ekstraksi Unsur Besi dari Pasir Kuarsa.
Prosiding Seminar Material Metalurgi, Hal 416-420. Serpong : Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
Sulistiyono, Eko, Edi Harianto. 2000. Pencucian Kuarsa dari Tuban
Menggunakan Larutan HCl. Jurnal Metalurgi Vol 15, No 1, 25-30
Sulistiyono, Eko, Murni Handayani. 2009. Uji karakteristik Zeolit Hijau dan Putih dari Karangnunggal Tasikmalaya. Prosiding Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia, Hal 360-366. Semarang : Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
Susatyo, Eko Budi, Sukirno, Ajeng Gumilaras. 2009. Sintesis Zeolit dari Abu
Sekam Padi dengan Variasi Suhu Reaksi serta Aplikasinya sebagai Adsorben Ion Cu2+. Prosiding Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia, Hal 343-351. Semarang : Lembaga ilmu Pengetahuan Indonesia
Svehla, G. 1985. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro
Bagian I. Jakarta : PT Kalman Media Pustaka Svehla, G. 1985. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro
Bagian II. Jakarta : PT Kalman Media Pustaka Weitkamp, L. and Puppe, L. 1999. Catalysis and Zeolite. New York : Springer Widianti, Tri. 2006. Pengujian Kapasitas Tukar Kation Zeolit sebagai Penukar
Kation Alami untuk Pengolahan Limbah Industri. AMTeQ ISSN 1907-7459, Hal.93-106.
Widowati, Wahyu, A. Sartiono, Raymond Yusuf. 2008. Efek Toksik Logam :
Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran. Yogyakarta : Andi Yuhelda. 2004. Adsorpsi Nikel dan Krom dalam Limbah Cair Elektropleting PT.
Dirgantara Indonesia dengan Zeolit Karangnunggal. Buletin Bahan Galian Industri, Volume 8, No 22
LAMPIRAN
Lampiran 1. Kurva Kalibrasi AAS
Absorbansi Larutan Standar Logam Fe
No Konsentrasi (ppm) Absorbansi
1
2
3
4
5
0
5
10
15
20
0,00016
0.05527
0.1065
0.1551
0.2092
y = 0,0104x + 0,0017R2 = 0,9996
0
0,05
0,1
0,15
0,2
0,25
0 5 10 15 20 25
Konsentrasi Larutan Standar Fe (ppm)
Abs
orba
nsi
Kurva Kalibrasi Larutan Standar Logam Fe
60
Absorbansi Larutan Standar Logam Mg
No Konsentrasi (ppm) Absorbansi
1
2
3
4
5
0
0,2
0,5
1
2
0,00047
0,1596
0,3761
0,6030
1,2240
y = 0,5965x + 0,0312R2 = 0,9958
0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
1,2
1,4
0 0,5 1 1,5 2 2
Konsentrasi Larutan Standar Mg (ppm)
Abso
rban
si
,5
Kurva Kalibrasi Larutan Standar Logam Mg
61
Absorbansi Larutan Standar Logam Ca
No Konsentrasi (ppm) Absorbansi
1
2
3
4
5
6
7
0
0,5
1
2
5
10
15
0,000304
0,02188
0,03733
0,07128
0,1947
0,3608
0,5635
y = 0,0372x + 0,0007R2 = 0,9991
0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
0,6
0 2 4 6 8 10 12 14 1
Konsentrasi Larutan Standar Ca (ppm)
Abso
rban
si
6
Kurva Kalibrasi Larutan Standar Ca
62
Lampiran 2. Perhitungan Efisiensi Penyerapan
EP = Co – Ce x 100% Co
Keterangan :
EP = Efisiensi Penyerapan (%)
Co = Konsentrasi Awal (mg/L)
Ce = Konsentrasi Akhir (mg/L)
Contoh Perhitungan :
EP = Co – Ce x 100% = 0,4427 – 0,08055 x 100% = 81,81% Co 0,4427
Keterangan : Data yang digunakan diambil dari Lampiran 3 (b).
63
Lampiran 3. Data Efisiensi Peyerapan Fe3+, Mg2+ dan Ca2+ oleh Zeolit
a) Persentase Penyerapan Fe3+ terhadap Pengaruh Waktu Kontak (massa zeolit 1 gr, pH = 3, temperatur 30°C, volume 50 ml, konsentrasi 0,03%).
No Waktu Kontak (menit)
Co (ppm) Ce (ppm) % Penyerapan
1
2
3
4
5
6
15
30
60
90
120
150
0.5157
0.5157
0.5157
0.5157
0.5157
0.5157
0.4978
0.4213
0.2391
0.3248
0.5032
0.5041
3.47
18.30
53.64
37.02
2.42
2.25
b) Persentase Penyerapan Fe3+ terhadap Pengaruh Massa Zeolit (pH = 3,
temperatur 30°C, waktu kontak 60 menit, volume 50 ml, konsentrasi 0,03%).
No Massa (gram) Co (ppm) Ce (ppm) % Penyerapan
1
2
3
4
5
6
1
2
3
4
5
7
0.4427
0.4427
0.4427
0.4427
0.4427
0.4427
0.1219
0.1095
0.08055
0.1210
0.1205
0.1235
72.46
75.26
81.81
72.67
72.78
72.13
64
c) Persentase Penyerapan Fe3+ terhadap Pengaruh pH Larutan Natrium Silikat (massa zeolit 3 gr, temperatur 30°C, waktu kontak 60 menit, volume 50 ml, konsentrasi 0,03%).
No pH Co (ppm) Ce (ppm) % Penyerapan
1
2
3
4
5
6
7
2
3
4
5
6
7
8
0.5287
0.5452
0.6349
0.6414
0.7402
0.7594
0.8178
0.4857
0.1306
0.1601
0.1957
0.2350
0.3357
0.3909
8.13
76.05
74.78
69.49
68.25
55.79
52.20
d) Persentase Penyerapan Fe3+ terhadap Pengaruh Temperatur Larutan Natrium
Silikat (massa zeolit 3 gr, pH = 3, waktu kontak 60 menit, volume 50 ml, konsentrasi 0,03%).
No Temperatur (°C) Co (ppm) Ce (ppm) % Penyerapan
1
2
3
4
5
6
30
40
50
60
70
80
0.5775
0.5775
0.5775
0.5775
0.5775
0.5775
0.2360
0.3029
0.3185
0.3538
0.3972
0.4303
59.13
47.55
44.84
38.74
31.22
25.48
65
e) Hasil Analisa Penyerapan Mg2+ dan Ca2+ terhadap Pengaruh pH Larutan Natrium Silikat (massa zeolit 2,5 gr, temperatur 30°C, waktu kontak 60 menit, volume 50 ml, konsentrasi 0,1%).
pH
Ion Logam Mg2+ Ion Logam Ca2+
Co (ppm) Ce (ppm) Co (ppm) Ce (ppm)
2
3
4
6
8
10
0,07468
0,05490
0,06129
0,04703
0,06274
0,05203
0,1752
0,1783
0,1808
0,1855
0,1838
0,08349
0,6663
0,3450
0,3821
0,2863
0,5174
0,3334
10,96
9,7820
10,04
9,0590
8,9290
0,4599
Keterangan : Co = Konsentrasi Awal
Ce = Konsentrasi Akhir f) Hasil Analisa Penyerapan Mg2+ dan Ca2+ terhadap Pengaruh Massa Zeolit
(pH = 10, temperatur 30°C, waktu kontak 60 menit, volume 50 ml, konsentrasi 0,1%).
Massa
(gram)
Ion Logam Mg2+ Ion Logam Ca2+ pH Setelah
AdsorpsiCo (ppm) Ce (ppm) Co (ppm) Ce (ppm)
1
3
5
7
0,03236
0,03236
0,03236
0,03236
0,06055
0,06129
0,06918
0,07029
0,1960
0,1960
0,1960
0,1960
0,5716
0,5906
0,8139
0,8441
9
5
5
5
66
g) Hasil Analisa Penyerapan Mg2+ dan Ca2+ terhadap Pengaruh Waktu Kontak (massa zeolit 2,5 gr, pH = 10, temperatur 30°C, volume 50 ml, konsentrasi 0,1%).
Waktu Kontak (menit)
Ion Logam Mg2+ Ion Logam Ca2+ pH Setelah
Adsorpsi Co (ppm) Ce (ppm) Co (ppm) Ce (ppm)
5
10
20
30
40
60
0,03117
0,03117
0,03117
0,03117
0,03117
0,03117
0,05808
0,05854
0,05934
0,05516
0,06251
0,07349
0,1787
0,1787
0,1787
0,1787
0,1787
0,1787
0,6842
0,7207
0,7553
0,7022
0,6978
0,7139
9
9
8
6
6
5
67
Lampiran 4. Data Isoterm Adsorpsi Fe3+
a) Isoterm Adsorpsi Langmuir
No Konsentrasi Natrium
Silikat (%)
Co (mg/L)
m (gram)
Isoterm Langmuir
Ce x x/m
1
2
3
4
5
0,1
0,07
0,05
0,04
0,03
0.8476
0.6724
0.6052
0.5315
0.5046
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
0.7036
0.5174
0.3631
0.3021
0.2390
0.1440
0.1550
0.2421
0.2294
0.2656
0.1440
0.1550
0.2421
0.2294
0.2656
Keterangan:
m = Bobot adsorben zeolit (gram)
Co = Konsentrasi awal (mg/L)
Ce = Konsentrasi akhir (mg/L)
x = Konsentrasi awal – konsentrasi akhir (mg/L)
Persamaan garis isoterm Langmuir yang diperoleh adalah y = -0,2733x + 0,3234
dengan R² = 0,8814. Kemudian dihitung berdasarkan persamaan :
x = 1 + 1 . C m qm b b
dari persamaan di atas maka diperoleh nilai qm = 0,8451 dan b = -3,6590.
68
b) Isoterm Adsorpsi Freundlich
No Konsentrasi Natrium
Silikat (%)
Co (mg/L)
m (gram)
Isoterm Freundlich
Log Ce x Log (x/m)
1
2
3
4
5
0,1
0,07
0,05
0,04
0,03
0.8476
0.6724
0.6052
0.5315
0.5046
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
-0.1527
-0.2862
-0.4400
-0.5198
-0.6216
0.1440
0.1550
0.2421
0.2294
0.2656
-0.8416
-0.8100
-0.6160
-0.6394
-0.5758
Persamaan garis isoterm Freundlich yang diperoleh adalah y = -0,6155x - 0,9453
dengan R² = 0,9047. kemudian dihitung berdasarkan persamaan :
dari persamaan di atas maka diperoleh nilai K = 0,1134 dan n = -1,6247
69
Lampiran 5. Hasil Analisa XRF Pasir Kuarsa Samboja (PKTC)
70
Lampiran 6. Hasil Analisa SEM Pasir Kuarsa Samboja Title : IMG2
---------------------------Instrument : Volt : 20,00 kV Mag. : x 500 Date : 2010/05/07 Pixel : 640 x 480
100 µm100 µm100 µm100 µm100 µm
Acquisition Parameter Instrument : 6390(LA) Acc. Voltage : 20.0 kV Probe Current: 1.00000 nA PHA mode : T3 Real Time : 66.12 sec Live Time : 50.00 sec Dead Time : 24 % Counting Rate: 5433 cps Energy Range : 0 - 20 keV
0.00 3.00 6.00 9.00 12.00 15.00 18.00 21.00
keV
0
1500
3000
4500
6000
7500
9000
10500
12000
13500
Cou
nts
CK
aO
Ka
MgK
aA
lKa
SiK
a
KK
aK
Kb
CaK
aC
aKb
TiLl
TiLa
TiK
aTi
Kb
MnL
lM
nLa
MnK
aM
nKb
FeLl
FeLa
FeK
esc
FeK
aFe
Kb
ZAF Method Standardless Quantitative Analysis Fitting Coefficient : 0.2921 Element (keV) Mass% Error% Atom% Compound Mass% Cation K C K 0.277 36.25 0.23 46.97 13.3943 O K 0.525 42.39 0.31 41.24 48.4897 Mg K* Al K* 1.486 0.32 0.12 0.19 0.4907 Si K 1.739 20.84 0.12 11.55 37.2458 K K* 3.312 0.01 0.16 0.01 0.0284 Ca K* Ti K* 4.508 0.03 0.23 0.01 0.0481 Mn K* 5.894 0.02 0.40 0.01 0.0381 Fe K* 6.398 0.15 0.42 0.04 0.2649 Total 100.00 100.00
JED-2300 AnalysisStation
71
Lampiran 7. Hasil Analisa SEM Zeolit Alam Karangnunggal Sebelum Diaktivasi
Title : IMG2 ---------------------------Instrument : Volt : 20,00 kV Mag. : x 1,000 Date : 2010/05/17 Pixel : 640 x 480
30 µm30 µm30 µm30 µm30 µm
Acquisition Parameter Instrument : 6390(LA) Acc. Voltage : 20.0 kV Probe Current: 1.00000 nA PHA mode : T3 Real Time : 64.41 sec Live Time : 50.00 sec Dead Time : 22 % Counting Rate: 4532 cps Energy Range : 0 - 20 keV
0.00 3.00 6.00 9.00 12.00 15.00 18.00 21.00
keV
0
800
1600
2400
3200
4000
4800
5600
6400
7200
8000
Cou
nts
CK
aO
Ka
NaK
aA
lKa
SiK
a
KK
aK
Kb
CaK
aC
aKb
CuL
lC
uLa
CuK
aC
uKb
ZAF Method Standardless Quantitative Analysis Fitting Coefficient : 0.2968 Element (keV) Mass% Error% Atom% Compound Mass% Cation K C K 0.277 33.54 0.21 44.46 12.6853 O K 0.525 42.91 0.29 42.71 48.4446 Na K 1.041 0.50 0.17 0.35 0.6731 Al K 1.486 2.92 0.12 1.72 4.2071 Si K 1.739 17.21 0.12 9.76 28.3445 K K 3.312 0.80 0.15 0.32 1.6183 Ca K 3.690 0.98 0.17 0.39 2.0907 Cu K 8.040 1.14 0.80 0.29 1.9366 Total 100.00 100.00
JED-2300 AnalysisStation
72
Lampiran 8. Hasil Analisa SEM Zeolit Alam Karangnunggal Setelah Diaktivasi
30 µm30 µm30 µm30 µm30 µm
Title : IMG2 ---------------------------Instrument : Volt : 20,00 kV Mag. : x 1,000 Date : 2010/06/21 Pixel : 640 x 480
Acquisition Parameter Instrument : 6390(LA) Acc. Voltage : 20.0 kV Probe Current: 1.00000 nA PHA mode : T3 Real Time : 64.60 sec Live Time : 50.00 sec Dead Time : 22 % Counting Rate: 4858 cps Energy Range : 0 - 20 keV
0.00 3.00 6.00 9.00 12.00 15.00 18.00 21.00
keV
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
8000
9000
10000
Cou
nts
CK
aO
Ka
AlK
aSi
Ka
KK
aK
Kb
CaK
aC
aKb
ZAF Method Standardless Quantitative Analysis Fitting Coefficient : 0.3118 Element (keV) Mass% Error% Atom% Compound Mass% Cation K C K 0.277 31.42 0.27 42.42 9.8802 O K 0.525 41.70 0.33 42.26 45.9088 Al K 1.486 3.35 0.13 2.01 4.9026 Si K 1.739 21.84 0.13 12.61 35.8853 K K 3.312 0.71 0.17 0.29 1.3868 Ca K 3.690 0.99 0.20 0.40 2.0363 Total 100.00 100.00
JED-2300 AnalysisStation
73
Lampiran 9. Foto – foto Bahan, Alat dan Hasil Penelitian
Pasir Kuarsa Zeolit Alam Karangnunggal
Natrium Silikat Hasil Roasting (cair) Natrium Silikat Hasil Roasting (padat)
Proses Adsorpsi Filtrat Hasil Adsorpsi
74
Larutan Standar Logam Oven
Grinder Penyaring Ukuran Lubang 50 Mesh
Instrumen AAS Instrumen SEM
75
Aktivasi Zeolit
+ H2SO4 1 N+ aquades
300oC, 1 jam
30OC, 1 jam
105OC, 2 jam
Zeolit alam Karangnunggal50
mesh
pH Filtrat = 7
disaring
+ Na2CO3
1200OC, 2 jam
100OC, 2 jam
waktu kontak
massa
pH temperatur
Skema Kerja Penelitian
Pasir Kuarsa Samboja
+ aquades+ zeolit