Acara 4 Bayu

30
LAPORAN PRAKTIKUM DASAR-DASAR PEMULIAAN TANAMAN ACARA IV POLYPLOIDISASI Disusun oleh : Nama : Bhenika Bayu Aji NIM : 11867 / PN Hari/Tanggal : Kamis / 31 Maret 2011 Golongan : A4 Asisten : 1. 2. LABORATORIUM PEMULIAAN TANAMAN JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN

Transcript of Acara 4 Bayu

Page 1: Acara 4 Bayu

LAPORAN PRAKTIKUM

DASAR-DASAR PEMULIAAN TANAMAN

ACARA IV

POLYPLOIDISASI

Disusun oleh :

Nama : Bhenika Bayu Aji

NIM : 11867 / PN

Hari/Tanggal : Kamis / 31 Maret 2011

Golongan : A4

Asisten : 1.

2.

LABORATORIUM PEMULIAAN TANAMAN

JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2011

Page 2: Acara 4 Bayu

ACARA IV

POLYPLOIDISASI

INTISARI

Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium Pemuliaan Tanaman, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta pada hari Kamis tanggal 31 Maret 2011. Tujuan dari praktikum ini adalah untuk memperoleh forma-forma baru baik dalam bentuk liar maupun yang diusahakan untuk persilangan, mengubah pollen yang incompatibel menjadi pollen yang compatibel, mempertahankan kombinasi gen yang diperoleh pada forma-forma diploid dan mempertinggi hasil pertanaman kita. Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah ujung akar bawang merah (Allium cepa), Alkohol 70%, Aquades, Larutan Aceto carmine, Larutan Hidroksi Glinolin 0,002 N dan colchisin sebagai pengaruh terjadinya polyploidi. Sedangkan alat yang digunakan yaitu mikroskop, pinset, gelas ukur, tusuk gigi, objek glass, dan deglass, dan alat tulis. Metode yang digunakan adalah mengamati pembelahan mitosis sel bawang merah di bawah mikroskop dengan metode squeeze yaitu meletakkan preparat ujung akar bawang merah yang telah dicat di atas objek glass, ditutup dengan deglas dan ditekan sampai menjadi selapis sel. Dilakukan dua perlakuan yaitu tanpa penambahan colchicine (kontrol) dan ditambah colchicine. Kemudian digambarkan fase pembelahan yang diamati. Berdasarkan hasil pengamatan, pada kontrol pembelahan mitosis terjadi dengan normal (menghasilkan individu 2n = 16) sedangkan pada sel yang diberi colchicine terjadi pembelahan C-mitosis yang menghasilkan individu tetraploid (4n = 32).

I. PENDAHULUAN

A. Tujuan

1. Memperoleh forma-forma baru baik dalam bentuk liar maupun yang

diusahakan untuk persilangan .

2. Mengubah pollen yang incompatible menjadi compatible.

3. Mempertahankan kombinasi gen yang diperoleh pada forma-forma

diploid.

4. Mempertinggi hasil pertanaman kita.

B. Latar Belakang

Salah satu yang harus dipahami pemulia adalah poliploidisasi, karena

dengan poliploidisasi dapat diperoleh forma-forma baru baik dalam bentuk liar

maupun yang diusahakan untuk persilangan, mangubah pollen yang incompatible

menjadi compatible, mempertahankan kombinasi gen yang diperoleh pada forma-

Page 3: Acara 4 Bayu

forma diploid, mempertinggi hasil pertanaman, dan sebagainya. Sehingga

mempelajari susunan kromosom serta fase pembelahan sel baik pembelahan

mitosis secara normal atau pembelahan mitosis yang poliploid merupakan suatu

hal yang sangat penting bagi pemulia tanaman untuk melakukan kegiatan

pemuliaan tanaman.

Keragaman genetik sangat penting dalam dunia pemuliaan tanaman

karena dengan adanya keragaman genetik yang semakin besar dapat dihasilkan

varietas-varietas tanaman yang baru. Poliploid merupakan salah satu faktor yang

dapat memperkaya keragaman genetic tanaman. Adanya poliploidi sangat

menguntungkan karena akan dihasilkan tanaman dengan sifat yang unggul. Oleh

karena itu, dilakukan poliploidisasi yang merupakan usaha untuk mendapatkan

tanaman yang poliploid dengan menggunakan larutan kimia. Larutan kimia yang

biasa digunakan adalah colchicine karena dapat menghambat pembentukan

benang gelendong dan akan terjadi penggandaan jumlah kromosom menjadi 4n.

C. Landasan Teori

Dalam beberapa spisies, ada peningkatan dalam jumlah kromosom

(ploidi) yaitu peningkatan jumlah sel kromosom homolog yang dapat timbul

dengan cara kegagalan mitosis selama megasporogenesis, kegagalan pemisahan

kromosom pada anaphase sehingga gamet fungsional menerima dua set

kromosom, serta mutasi somatik dan penggunaan larutan colchicine. Mutasi

somatik antara lain adalah penggandaan jumlah kromosom yang diikuti

pembelahan mitosis dan pembentukan jaringan poliploid yang dapat berkembang

menjadi batang atau cabang poliploid. Penggunaan colchicine pada titik tumbuh

tanaman akan mencegah pembentukan serabut gelendong dan pemisahan

kromosom pada anaphase dari mitosis menyebabkan penggandaan kromosom

tanpa pembentukan dinding sel (Crowder, 1997).

Dalam suatu keadaan tertentu sifat diploid dari sel somatik tiap-tiap

spesies dapat mengalami perubahan baik disebabkan oleh kekuatan yang ada

dalam tubuh tanaman itu sendiri maupun yang disebabkan oleh kekuatan luar baik

dari alam maupun buatan. Dengan demikian wujud ploidi bisa berubah. Suatu

Page 4: Acara 4 Bayu

tanaman yang memiliki jumlah kromosom yang lebih dari 2n disebut poliploid

(Allard, 1995).

Poliploidi merupakan pemilihan secara kolektif sejumlah kromosom.

Variasi timbul pada sejumlah kromosom set (genom) dalam kromosom individu,

dalam sebuah genom dan beberapa segmen kromosom. Perbedaan ini umumnya

terjadi dalam hubungan antar spesies. Evolusi pada tanaman tinggi sering

terjadinya dengan meningkatnya jumlah kromosom yang mengiringi poliploid.

Poliploid baru diciptakan oleh ahli genetika yang menginginkan produk pertanian

(Brewbaker, 1964).

Poliploid terjadi di alam selama proses mitosis dan kemudian

berkembang menjadi dua sel anakan dengan kromosom yang terbelah atau

terbagi. Untuk hasil penelitian di bidang pemuliaan tanaman, situasi seperti ini

dapat menghasilkan sel dengan dua kromosom asli dan identik dengan keadaan

kromosom induk. Jika pembelahan mitosis berjalan normal setelah sel terbentuk

dan sel terbagi lagi sampai menjadi organisme yang sempurna, maka organisme

ini akan mempunyai jumlah kromosom dua kali lipat pada semua selnya. Keadaan

semacam inilah yang disebut poliploid (Stern, 1991).

Besarnya pengaruh pada colchicine tergantung pada konsentrasinya,

dimana untuk setiap spesies konsentrasi yang tepat berbeda-beda. Selain itu

dipengaruhi juga oleh lamanya sel mengalami kontak dengan colchicine, tiap sel

dan lingkungan yang sesuai untuk mitosis (Sutjahjo, 2003).

Poliploidi pada tumbuhan dapat terjadi secara alami atau buatan.

Poliploidi yang sengaja dibuat menggunakan zat–zat kimia tertentu, salah satunya

adalah colchisin. Zat kimia ini paling banyak digunakan dan efektif karena mudah

larut dalam air. Colchisin merupakan salah satu reagen untuk mutasi yang

menyebabkan terjadinya poliploid dimana organisme memiliki tiga atau lebih

kromosom dalam sel-selnya sedangkan sifat umum dari tanaman poliploid ini

adalah menjadi lebih kekar, bagian tanaman lebih besar (akar, batang, daun,

bunga, dan buah), sehingga nantinya sifat-sifat yang kurang baik akan menjadi

lebih baik tanpa mengubah potensi hasilnya (Anonim, 2008).

Page 5: Acara 4 Bayu

Konsentrasi colchisin yang digunakan bervariasi dari 0,0006% sampai

1,0% dengan lama perendaman 1-6 hari, tergantung jenis benihnya. Benih yang

lambat berkecambah umumnya memerlukan waktu yang lama. Pada umumnya

colchisin efektif pada kadar 0,01%-1,00%. Oleh karena itu pada percobaan-

percobaan poliploidisasi digunakan kadar-kadar larutan colchisin tertentu dari

kadar terendah sampai tertinggi sehingga diperoleh kadar optimum untuk

mendapatkan tanaman poliploid dengan produksi tertinggi (Suyanto, 2004).

Perbaikan sifat pada tanaman hias dengan menggunakan Colchicine

sudah lama dilakukan di luar negeri, misalnya penggandaan kromosom liliy

dilakukan pada tahun 1955 di Amerika yang mengahasilkan bunga dua kali lebih

besar daripada tanaman diploid. Keragaman tersebut tidak hanya pada bunga,

tetapi juga pada tinggi batang, besar umbi, umur berbunga, jumlah dan besar

bunga, walaupun semuanya terdapat pada tanaman tetrapolid ( Wardiyanti et al.,

2006).

Poliploidi yang diinduksi mempunyai sektor kegunaan lain dalam

pemuliaan tumbuh-tumbuhan disamping melengkapi bahan baku untuk seleksi

tipe baru. Dalam kelompok tanaman itu yang ditandai oleh perbedaan dalam

tingkat poliploid, maka poliploid buatan dapat dipakai sebagai langkah dalam

mentransfer sifat unggul yang berharga, misalnya resistensi terhadap penyakit,

dari satu tipe ke tipe yang lain (Allard, 1995).

Page 6: Acara 4 Bayu

II. METODOLOGI

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 24 Maret 2009 di

Laboratorium Pemuliaan Tanaman, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas

Pertanian, Universitas Gadjah Mada. Adapun bahan yang digunakan pada

praktikum kali ini adalah ujung akar bawang merah (Allium cepa), Colchicine,

Alkohol 70%, Aquades, Larutan Aceto carmine, Larutan Hidroksi Glinolin

0,002N. Sedangkan alat-alat yang dipakai pada yaitu: mikroskop, pinset, gelas

ukur, tusuk gigi, objek glass, dan deglass.

Sedangkan untuk cara kerjanya yaitu disiapkan bawang merah yang baik

lalu dikecambahkan di medium air bersih. Mula-mula dibuat preparat dengan dua

perlakuan yaitu satu preparat ujung akar bawang merah yang telah direndam

dalam colchicine dan satu preparat ujung akar bawang merah tanpa direndam

colchicine sebagai kontrol. Untuk preparat ujung akar bawang merah yang

direndam dalam colchicine, setelah akar tumbuh sepanjang kurang lebih 2-3 cm,

bawang merah dipindahkan pada media larutan colchicine 24 jam kemudian ujung

akar yang tampak membesar dipotong. Kemudian potongan ujung akar di fiksasi

menggunakan larutan carnoy, lalu dilakukan pengecatan menggunakan aceto

carmine atau bahan lainnya. Setelah preparat disiapkan, diletakkan pada objek

glass dan ditutup dengan deglass. Setelah itu, diamati fase-fase pembelahan dari

kedua perlakuan tersebut di bawah mikroskop dengan metode squeeze, kemudian

hasilnya digambar dan diberi keterangan.

Page 7: Acara 4 Bayu

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan

Dari hasil pengamatan didapatkan fase-fase pembelahan sel sebagai

berikut :

a. Kontrol

1. Interfase

Deskripsi:

Interfase bukan merupakan fase istirahat karena justru pada fase ini

metabolisme sel giat dilakukan. Fase ini lebih tepat disebut fase antara

yang merupakan periode antara mitosis yang satu dengan yang lain.

Kegiatan sel pada fase ini antara lain adalah fase pertumbuhan primer, fase

sintesis, dan fase pertumbuhan sekunder (Syamsuri, 2000).

Sel siap untuk membelah tetapi belum memperlihatkan kegiatan

membelah. Kromosom tidak dapat dibedakan antara yang satu dengan

yang lainnya, dan nukleus terlihat seperti gumpalan padat dikelilingi oleh

selaput inti (membran nukleus) yang memisahkan nukleus dari bagian isi

sel yang lain (sitoplasma). Ini merupakan tahap kromosom yang paling

aktif dalam fungsi mekanisme fisiologis (Welsh, 1991).

Page 8: Acara 4 Bayu

2. Profase

Deskripsi:

Kromosom mempersiapkan diri untuk membelah, dengan

melakukan penebalan dan pemendekan kromosom. Kromatid yang

merupakan duplikasi setengah bagian memanjang kromosom mulai

terlihat. Pada tahap ini, nukleus (anak inti) yang bundar dan berwarna

gelap juga terlihat. Pada titik-titik tertentu, kromosom tersebut saling

berpasangan. Proses ini sangat penting dalam mekanisme pembelahan sel

dan penyusunan kromosom yang baru (Welsh, 1991).

3. Metafase

Deskripsi:

Pada permulaan metafase benang-benang gelendong menjadi jelas.

Masing-masing kromatid terletak berbaris pada bidang ekuator. Sentromer

melekat pada benang gelendong, beberapa benang gelendong mencapai

kutub tanpa melekat pada sentromer. Dinding sel sudah tidak tampak.

Sentromer membelah, dan masing-masing kromatid menjadi kromosom

tunggal lalu metafase berakhir (Crowder, 1997 ).

Page 9: Acara 4 Bayu

Semua kromosom terletak pada bidang ekuator. Oleh karena itu,

kedudukan sel pada saat metafase ini memberikan kemungkinan yang

paling baik dalam siklus inti untuk mengamati kromosom (Loveless,

1989).

4. Anafase

Deskripsi:

Pada fase ini sentromer terbagi menjadi dua. Dua sister kromatid

(kromosom) masing-masing bergerak ke arah kutub yang berlawanan.

Sentromernya dapat tertarik karena adanya kontraksi dari benang

gelendong. Terjadi penyebaran kromosom dan DNA yang seragam dalam

sel. Pada akhir anafase, sekat sel mulai terbentuk di dekat bidang ekuator.

Anafase merupakan fase yang paling pendek (Suryo, 1995).

Page 10: Acara 4 Bayu

5. Telofase

Deskripsi:

Selama fase ini, kelompok kromatid pada setiap kutub mengalami

perubahan seperti dalam fase profase tetapi menurut urutan yang

sebaliknya. Kromatid menjadi lebih panjang dan kurang jelas sewaktu

membuka gulungannya, pembungkus inti terbentuk dan nukleolus tampak

kembali. Pada akhir telofase, sitoplasma membelah (mengalami

sitokenesis) dan terbentuklah dua sel anakan (Loveless, 1989).

b. Perlakuan dengan Cholchisine

1. Interfase

Deskripsi:

Interfase merupakan fase terpanjang dalam siklus sel (90%). Pada

fase ini kromosom masih berupa benang kromatin dengan anakan inti yang

terlihat jelas. Pada saat ini jumlah kromosom masih 2n yaitu 16 (Crowder,

1997).

Page 11: Acara 4 Bayu

2. Profase

Deskripsi:

Seperti pada kontrol, kromosom mempersiapkan diri untuk

membelah, dengan melakukan penebalan dan pemendekan kromosom.

Kromatid yang merupakan duplikasi setengah bagian memanjang

kromosom mulai terlihat. Pada tahap ini, nukleus (anak inti) yang bundar

dan berwarna gelap juga terlihat. Pada titik-titik tertentu, kromosom

tersebut saling berpasangan. Proses ini sangat penting dalam mekanisme

pembelahan sel dan penyusunan kromosom yang baru (Welsh, 1991).

Pemendekan kromosom terjadi akibat berpilinnya kromosom

tersebut. Terlihat 2 sister kromatid dan kromosom tampak rangkap dua.

Kromatid dihubungkan oleh sentromer. Nukleolus menjadi kabur dan

menghilang pada akhir profase, selaput ini mulai hilang dan benang

spindel mulai terbentuk. Kromosom mulai bergerak ketengah atau ekuator

dari sel (Crowder, 1997 ).

3. C-Metafase

Page 12: Acara 4 Bayu

Deskripsi:

Pengaruh colchicine sudah tampak pada fase ini. Hal ini ditandai

dengan menggandanya jumlah kromosom menjadi 4n sehingga berjumlah

32. terjadi karena sister kromatid tidak terdistribusi pada sel anakannya

sehingga kromosom mengganda pada frekuensi yang sering atau bahkan

terus-menerus (Crowder, 1997).

Pada fase ini tidak terbentuk benang-benang gelendong. Akibatnya

kromosom tetap berada di bidang ekuator, dan tidak tertarik ke kutub.

Pada C-metafase ini tidak terbentuk spindel. Oleh karena itu, kromosom-

kromosom tetap tinggal berserakan dalam sitoplasma (Suryo, 1995).

4. Interfase II

Deskripsi:

Interfase bukan merupakan fase istirahat karena justru pada fase ini

metabolisme sel giat dilakukan. Fase ini lebih tepat disebut fase antara

yang merupakan periode antara mitosis yang satu dengan yang lain.

Kegiatan sel pada fase ini antara lain adalah fase pertumbuhan primer, fase

sintesis, dan fase pertumbuhan sekunder (Syamsuri, 2000).

Sel siap untuk membelah tetapi belum memperlihatkan kegiatan

membelah. Kromosom tidak dapat dibedakan antara yang satu dengan

yang lainnya, dan nukleus terlihat seperti gumpalan padat dikelilingi oleh

selaput inti (membran nukleus) yang memisahkan nukleus dari bagian isi

sel yang lain (sitoplasma). Ini merupakan tahap kromosom yang paling

aktif dalam fungsi mekanisme fisiologis (Welsh, 1991).

Page 13: Acara 4 Bayu

5. Profase II

Deskripsi:

Kromosom mempersiapkan diri untuk membelah, dengan

melakukan penebalan dan pemendekan kromosom. Kromatid yang

merupakan duplikasi setengah bagian memanjang kromosom mulai

terlihat. Pada tahap ini, nukleus (anak inti) yang bundar dan berwarna

gelap juga terlihat. Pada titik-titik tertentu, kromosom tersebut saling

berpasangan. Proses ini sangat penting dalam mekanisme pembelahan sel

dan penyusunan kromosom yang baru (Welsh, 1991).

Pemendekan kromosom terjadi akibat berpilinnya kromosom

tersebut. Terlihat 2 sister kromatid dan kromosom tampak rangkap dua.

Kromatid dihubungkan oleh sentromer. Nukleolus menjadi kabur dan

menghilang pada akhir profase, selaput ini mulai hilang dan benang

spindel mulai terbentuk. Kromosom mulai bergerak ketengah atau ekuator

dari sel (Crowder, 1997 ).

6. Metafase II

Page 14: Acara 4 Bayu

Deskripsi:

Pada permulaan metafase benang-benang gelendong menjadi jelas.

Masing-masing kromatid terletak berbaris pada bidang ekuator. Sentromer

melekat pada benang gelendong, beberapa benang gelendong mencapai

kutub tanpa melekat pada sentromer. Dinding sel sudah tidak tampak.

Sentromer membelah, dan masing-masing kromatid menjadi kromosom

tunggal lalu metafase berakhir (Crowder, 1997 ).

Semua kromosom terletak pada bidang ekuator. Oleh karena itu,

kedudukan sel pada saat metafase ini memberikan kemungkinan yang

paling baik dalam siklus inti untuk mengamati kromosom (Loveless,

1989).

7. Anafase II

Deskripsi:

Pada fase ini sentromer terbagi menjadi dua. Dua sister kromatid

(kromosom) masing-masing bergerak ke arah kutub yang berlawanan.

Sentromernya dapat tertarik karena adanya kontraksi dari benang

gelendong. Terjadi penyebaran kromosom dan DNA yang seragam dalam

sel. Pada akhir anafase, sekat sel mulai terbentuk di dekat bidang ekuator.

Anafase merupakan fase yang paling pendek (Suryo, 1995).

Page 15: Acara 4 Bayu

8. Telofase II

Deskripsi:

Selama fase ini, kelompok kromatid pada setiap kutub mengalami

perubahan seperti dalam fase profase tetapi menurut urutan yang

sebaliknya. Kromatid menjadi lebih panjang dan kurang jelas sewaktu

membuka gulungannya, pembungkus inti terbentuk dan nukleolus tampak

kembali. Pada akhir telofase, sitoplasma membelah (mengalami

sitokenesis) dan terbentuklah dua sel anakan (Loveless, 1989).

B. PEMBAHASAN

Poliploidi pada tumbuhan dapat terjadi secara alami ataupun buatan.

Dalam praktikum ini dilakukan poliploidisasi buatan yaitu dengan menambahkan

colchicine (C22H55O6N) pada sel tumbuhan. Colchicine merupakan alkaloid yang

berasal dari tanaman Autum crocus atau Colchicum autumnale L. yang termasuk

dalam famili Liliceae. Zat kimia ini umumnya digunakan untuk kepentingan

poliploidisasi karena efektif dan mudah larut dalam air. Larutan colchicine dengan

konsentrasi tertentu mampu mencegah pembentukan benang-benang gelendong

sehingga pemisahan kromosom pada anafase tidak dapat berlangsung sampai

pengaruh colchicine hilang.

Bahan yang diamati pada praktikum ini adalah ujung akar bawang merah

(Allium cepa). Allium cepa digunakan karena memiliki jumlah kromosom yang

sederhana (16) dan selnya besar sehingga mudah diamati. Untuk pengamatan

dipilih pada bagian ujung akar karena pada bagian tersebut memiliki meristem

yang aktif membelah sehingga mudah diamati fase-fase pembelahannya dalam

Page 16: Acara 4 Bayu

waktu yang singkat. Selain itu, ujung akar merupakan sel somatis yang

mengalami pembelahan sel (mitosis) dan bukan pembentukan gamet (meiosis).

Metode pengamatan yang digunakan dalam praktikum ini adalah metode

squezze. Preparat ujung akar yang telah dicat diambil dengan pipet, diletakkan di

atas obyek glass, ditutup dengan deglass, kemudian deglass ditekan menngunakan

tusuk gigi sehingga preparat ujung akar menjadi satu lapisan sel. Dilakukan

menggunakan metode squeeze yaitu agar preparat lebih mudah diamati di bawah

mikroskop.

Dalam praktikum dilakukan pengamatan terhadap pembelahan sel secara

mitosis yang terjadi pada sel ujung akar bawang merah yang tidak ditambahkan

colchicine (sebagai kontrol) dan dengan yang sudah ditambahkan colchicine. Dari

hasil pengamatan, terlihat bahwa pada kontrol, pembelahan mitosis berjalan

normal yaitu terdapat fase-fase pembelahan: interfase, profase, metafase, anafase,

dan telofase dengan jumlah kromosom yang normal sesuai fase masing-masing.

Sedangkan pada sel yang dipengaruhi oleh colchicine tidak dapat membentuk

benang-benang gelendong pada saat metafase, peristiwa ini disebut C-Metafase

dimana pada proses ini terjadi penggandaan jumlah kromosom dari 16 menjadi

32. Dan juga dinding sel yang terbentuk tidak sempurna seperti yang terbentuk

pada pembelahan mitosis normal. Karena adanya penggandaan kromosom pada

C-Metafase maka pembelahan tidak dapat dilanjutkan menuju anafase tetapi

proses pembelahan tersebut akan kembali ke interfase, yang kemudian dilanjutkan

dengan profase dan metafase kembali. Jika pengaruh colchicine sudah hilang,

maka pada metafase ini benang-benang gelendong dapat terbentuk kembali dan

sel dapat mengalami anafase seperti pada keadaan normal. Selanjutnya, pada

telofase akan didapatkan dua anakan yang masing-masing mempunyai jumlah

kromosom 16. Tetapi dapat juga terjadi sel dapat mengalami anafase setelah C-

metafase apabila pada saat pemberian colchisin sel tersebut telah atau sedang

mengalami proses anafase atau dapat juga terjadi apabila proses perendaman yang

dilakukan kurang begitu lama sehingga larutan colchisin tersebut belum sempat

merusak proses dari pembelahan sel tersebut.

Page 17: Acara 4 Bayu

Untuk mendapatkan hasil yang optimal perlu diperhatikan konsentrasi

colchicine yang digunakan serta lamanya perendaman. Jika konsentrasi larutan

kolkhisin dan lamanya waktu perlakuan kurang mencapai keadaan yang tepat,

maka poliploidi belum dapat diperoleh. Sebaliknya, jika konsentrasinya terlalu

tinggi atau waktu perlakuan terlalu lama, maka kolkhisin akan memperlihatkan

pengaruh negatif, yaitu penampilan tanaman menjadi lebih jelek, sel-sel banyak

yang rusak, atau bahkan menyebabkan matinya tanaman. Untuk bawang merah,

karena kulitnya tipis, tentunya cukup memerlukan konsentrasi larutan rendah dan

waktu perlakuan pendek

Poliploidisasi dapat menjadi salah satu cara untuk meningkatkan kualitas

dan kuantitas hasil pertanian terutama holtikultura. Dengan adanya poliploidisasi

dapat diperoleh varietas-varietas baru yang memiliki nilai ekonomis tinggi.

Namun demikian, ada beberapa kekurangan dari poliploidisasi, yaitu pada masa

vegetatif dimana biji yang panjang bersifat steril. oleh karena itu, tanaman kurang

mampu beradaptasi atau sangat rentan terhadap penyakit. Namun kekurangan

tersebut dapat diatasi dengan penanganan yang baik. Selain itu poliploidisasi juga

dapat digunakan untuk sarana menciptakan galur murni yang penting bagi

pemuliaan tanaman.

Tanaman monoploid yang steril dapat dijadikan diploid homozigotik,

sehingga dapat dihasilkan biji yang fertil, dengan begitu akan dihasilkan varietas

unggul baru. Poliploidisasi dapat juga mengubah polen yang incompatible

menjadi compatible yaitu dengan menciptakan embrio yang haploid dari suatu

tanaman yang akhirnya tumbuh namun sifatnya steril dengan menambahkan

colchicine akhirnya dihasilkan tanaman yang haploid homozigotik dengan polen

yang tentunya berubah jadi fertil (compatible).

Page 18: Acara 4 Bayu

IV. KESIMPULAN

1. Polyploidisasi merupakan suatu usaha untuk mendapatkan tanaman yang

polyploid (jumlah kromosom lebih dari 2n).

2. Poliploidi dapat diperoleh dengan cara pemberian zat kimia kolkhisin

3. Sel yang diberi colchicine akan mengalami C-Mitosis dimana benang-benang

gelendong tidak terbentuk dan kromosom mengalami penggandaan saat

metafase sehingga sel gagal melakukan anafase dan akan kembali ke interfase.

4. Pengaruh pemberian kolkhisin terlihat jelas pada C-metafase karena kolkhisin

dapat menghalangi pembentukan benang gelendong sehingga pasangan

kromosom tidak berpisah dan tidak tertarik ke kutub-kutubnya.

5. Pengaruh colchicine pada pembelahan sel meristem pada ujung akar bawang

merah akan menghasilkan sel anakan yang tetraploid (4n = 32).

Page 19: Acara 4 Bayu

DAFTAR PUSTAKA

Allard, R.W. 1995. Principles of Plant Breeding (Pemuliaan Tanaman, alih bahasa Manna). Rineka Cipta. Jakarta.

Anonim. 2008. Beberapa Teknik Khusus dalam Pemuliaan Tanaman. <http://fp.uns.ac.id/pemuliaan.htm>. Diakses tanggal 30 Maret 2008.

Brewbaker, J.L. 1983. Genetika Pertanian. Seri Lembaga Genetika Modern

Crowder, L.V. 1997. Plant Genetics. Longman Inc. London.

Loveless, A. R. 1989. Principles of Plant Biology for the Tropics (Prinsip-prinsip Biologi Tumbuhan untuk Daerah Tropik, alih bahasa Kuswoto, K., S. Danimiharja, dan U. Soetisna). Gramedia. Jakarta.

Stern, K. R. 1991. Introductory Plant Biology. W. M. C. Brown Publishers. California.

Suryo. 1995 . Sitogenetika. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 446p

Sutjahjo. 2003. Induksi Tetraploid pada Tanaman Semangka (Citrollus lanatus) dengan kolkhisin. Buletin Agronomi 21(1) : 55-60.

Suyanto, Z.A, dkk. 2004. Peningkatan Kualitas Anggrek Dendrobium Hibrida dengan Pemberian Colchisin. Ilmu Pertanian 11(1) : 13-21.

Syamsuri, I. 2000. Biologi. Erlangga. Jakarta.

Wardiaty, T., D. Saptadi, S. Soedjono dan D. Widiastuti. 2006. Pengaruh kolkisin dan radiasi sinar gama terhadap pertumbuhan vegetatif Anggrek Bulan (Phalaenopsis). Agrivita 24 (2) : 80-88.

Wels, J. R. 1991. Basic of Genetics and Plant Breeding (Dasar-dasar Genetika dan Pemuliaan Tanaman, alih bahasa ohanis P. Mogea). Erlangga. Jakarta.