repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 12841... · Web view...
Transcript of repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 12841... · Web view...
IMPLEMENTASI FUNGSI BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ( BPD ) DI KECAMATAN BONTOCANI KABUPATEN BONE
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat S-1
Program Studi Ilmu Pemerintahan
Oleh
S Y A H Y A D IE 121 09 002
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIKUNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR2014
LEMBARAN PENGESAHAN
Skripsi
IMPLEMENTASI FUNGSI BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ( BPD ) DI KECAMATAN BONTOCANI KABUPATEN BONE
yang dipersiapkan dan disusun oleh
S Y A H Y A D I
E 121 09 002
telah dipertahankan di depan panitia ujian skripsi
pada tanggal 17 November 2014
dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Menyetujui:
Pembimbing I, Pembimbing II,
Prof. Dr. H. Faried Ali, SH, MS Drs. Abdul Salam Muchtar NIP. 1942117 196704 1 001 NIP. 19540110 198601 1 001
Mengetahui:Ketua Jurusan Ilmu Politik/Pemerintahan/Ketua Program Studi Ilmu Pemerintahan
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu PolitikUniversitas Hasanuddin
Dr. H. A. Samsu Alam, M.Si NIP. 19641231 198903 1 027
LEMBARAN PENERIMAAN
Skripsi
IMPLEMENTASI FUNGSI BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ( BPD ) DI KECAMATAN BONTOCANI KABUPATEN BONE
yang dipersiapkan dan disusun olehS Y A H Y A D I
E121 09 002
telah diperbaikidan dinyatakan telah memenuhi syarat oleh panitia ujian skripsi
pada Program Studi Ilmu PemerintahanFakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin
Makassar, Pada hari Senin, tanggal 17 November 2014
Menyetujui:
PANITIA UJIAN:
Ketua : Prof. Dr. H. Faried Ali, SH, MS (……………..……..)
Sekretaris : Drs. Abdul Salam Muchtar (……………..……..)
Anggota : Dr. Jayadi Nas, M.Si (……………..……..)
Anggota : Dr. Hj. Rabina Yunus, M.Si (……………..……..)
Anggota : A. Murfhi, S. Sos, M.Si (……………..……..)
Pembimbing I : Prof. Dr. H. Faried Ali, SH, MS (……………..……..)
Pembimbing II : Drs. Abdul Salam Muchtar (……………..……..)
KATA PENGANTAR
Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan berkah dan limpahan rahmat serta hidayah-Nya, sehingga skripsi yang berjudul ”Analisis Implementasi Fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Di Kecamatan Bontocani Kabupaten Bone” ini, dapat penulis selesaikan. Skripsi ini merupakan salah satu tugas dan persyaratan yang harus dipenuhi dalam menyelesaikan pendidikan pada jenjang Strata Satu (S1) pada Program Studi Ilmu Pemerintahan, Jurusan Politik Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin.
Salam dan shalawat kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW. Karena berkat perjuangan beliau sehingga mampu menerangi semua sisi-sisi gelap kehidupan jahiliyah dan mengantar cahayanya hingga detik ini. Semoga teladan beliau dapat menjadi arah kita dalam menjalani kehidupan ini.
Setiap proses kehidupan tentu tidak akan selalu berjalan mudah, begitupun dengan proses pencarian penulis di bangku kuliah hingga penulisan skripsi ini yang penuh dengan tantangan dan cobaan. Namun pada akhirnya semua dapat terlewati berkat tekad dan upaya keras serta tentunya dukungan dari berbagai pihak. Hingga akhirnya penulis sadari bahwa semua akan indah pada waktunya.
Pada kesempatan ini pula penulis tak lupa menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:
1. Kedua orang tuaku, Ayahanda Paedang. dan Ibunda Nursiah.
Terima kasih telah membesarkan serta mendidik saya. Terima kasih atas
kerja keras dan kerja ikhlasnya selama ini untuk menyekolahkan saya hingga
ke jenjang perguruan tinggi. Terima kasih pula atas nasihat, tauladan, do’a
dan restu yang selalu ditujukan kepada ananda dalam meniti tangga
kesadaran di sekolah kehidupan, terima kasih telah mencurahkan cinta dan
kasih sayang yang tak terhingga, cucuran keringat dan air mata, serta doa
dan pengorbanan yang tiada hentinya. Hingga kapanpun penulis takkan
mampu membalasnya. Sembah sujud ananda untuk maaf karena sering
menyusahkan, merepotkan, serta melukai perasaan ayah dan ibu. Semoga
balutan cinta dan kasih sayang-Nya selalu menyelimuti, dan memberi
kesehatan serta keselamatan dunia akhirat bagi ayah dan ibu. Amiin.
2. Saudariku, Nurhaeda, A.Md.Keb dan Kanda Ilham, S.pd yang telah
menjadi lumbung kasih sayang penulis yang senantiasa memberikan
semangat dan dan kasih sayang, serta dorongan moriil dan meteri. Kalian
akan selalu menjadi saudara terbaik dan terhebat di kehidupan ini dan
kehidupan mendatang, tidak pernah ada kekecewaan dan penyesalan di
dalamnya.
3. Saudaraku,Adik-adikku Syamsul Alam, Syamsul Bahri, Hendra Harianto,
dan Syahrul Ramadhan, Terimakasih buat senyum ikhlas kalian yang
memberi semangat tersendiri, Kalian akan selalu menjadi saudara terbaik
dan terhebat di kehidupan ini dan kehidupan mendatang, Kalian mantap
bero.
4. Bang Beni Budaya guru Besar Pencak Silat Panca Suci, Terima kasih atas
bimbingannya selama ini untuk menyelami lebih jauh tantang Ilmu kebatinan
dan metafisika. Sangat banyak ilmu dan pegalaman yang saya dapatkan
selama ini. Terima kasih telah bersedia menjadi guru sekaligus orang tua
yang memberikan bimbingan, dukungan, dan nasehat-nasehat tentang
kehidupan. “Alam Terkembang Menjadi Guru”
5. Bapak Andi Sangkuru, S.Fil, M.Si Dewan Guru Panca Suci Cabang
Makassar. Terima kasih telah bersedia menjadi guru sekaligus orang tua.
Terima kasih telah mengenalkan Panca Suci kepada saya.
6. Bapak Ibu Prof. Dwia Aries Tina Pulubuhu, MA, selaku Rektor Universitas
Hasanuddin.
7. Bapak Prof. Dr. Alimuddin Munde, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial
Dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin beserta seluruh stafnya.
8. Bapak Dr. H. A. Gau Kadir, M.A selaku ketua jurusan Ilmu Politik
Pemerintahan FISIP UNHAS beserta seluruh stafnya.
9. Bapak Prof. Dr. H. Faried Ali, SH, MS selaku Pembimbing I, dan Bapak
Drs. Abdul Salam Muchtar selaku Pembimbing II dan juga penasehat
akademik bagi penulis, yang telah mendorong, membantu, dan
mengarahkan penulis hingga penyelesaian skripsi ini.
10. Seluruh staf pengajar, baik dosen maupun asistennya, staf pegawai di
lingkup FISIP UNHAS.
11. Segenap keluarga kecil “rumah jingga” (HIMAPEM FISIP UNHAS). Konstitusi
(03), Kybernologi (04), Revolusioner (05), Rez-Publica (06), Renaissance
(07), Glasnost (08), Aufklarung (09), Volksgeist (10), Enlighment (11),
Fraternity (12), Lebensraum (13) dan generasi yang akan datang. Terima
kasih telah menjadi babak baru dalam kehidupan penulis. Teruslah berkarya,
melahirkan generasi-generasi merdeka dan militan. sejarah akan mencatat
bahwa kita pernah ada dan terus berjuang bertahan ditengah dinamika yang
terus berdatangan. Kisah ini takkan pernah lekang oleh zaman dan pudar
oleh waktu.
12. UKM Pencak Silat-Panca Suci Unit Fisip Unhas. Terima kasih telah memberi
ruang dan wadah untuk belajar. Terimakasih telah mengajarkan
pesaudaraan, telah menjadi saudara seperguruan. Tetap belajar, tetap
berkarya, tetap bermanfaat bagi sesama manusia. “Salam Panca Suci”
13. Saudaraku “Aufklarung 2009”. Rahmat Hidayat, Ivan Pahlevi, Muh.Rifad
Syarifi, Sunardi Dg Bombongi, Rahmat Ramdahan, Suhardiansyah, Ilyas
Yusuf, Tri banjir Adiwijoyo, Harianto, Ardi Ismail, Aderiansyah, Kesumajaya,
Dipo Ashar Abdillah, Andi Aswirman, Ari Sujipto, Arfan, Chandra, Mahfuddin,
Satria Eka Laksana, Jumaidil, Nurkhasanah Latief, Andi Erna Jaya,
Imratussaliha, Suharni, Wahadia Syam, Mudalfa, Ernawati, terima kasih telah
mengajarkan arti sebuah kebersamaan dan arti sebuah persaudaraan meski
singkat kalian akan selalu menjadi yang terbaik dan semoga kita akan selalu
bersama meski dilain tempat.
14. Saudara seperjuangan Cuna, Rifad, Rahmat, Ardi beleng, Ivan,Beps (Calon
walikota Bau-Bau), mulai dari maba hingga saat ini, ya lebih 5 tahunlah kita
menginjakkan kaki dan berkeliaran di kampus merah ini, Terima Kasih untuk
segala cerita, kenangan dan kebersamaan ini.
15. Kepada Kanda Muliawan Agung, Kanda Amirullah, Kanda Anci, Kanda Adi,
Kanda Rudi, Kanda Adam Kanda Muh. Reza Pratama, Kanda Edi, Kanda
Umman, Kanda Upi, Kanda Anca. Terima Kasih untuk segala bimbingan dan
cerita di rumah “jingga” Himapem.
16. Kepada Adinda Adinda Di Himapem, Uga, Nazar, Akbar, Rian, Izar, Bondan,
Acil, Novri, Cau, Nio, Eka, Lulu, kiki, Neli, Ayyub, yusuf, megi, evi, Wahyu,
wandi, Fa’dul, Gusti, Ipin, sem, Awwing, Cambang, Unci, Hugo, ono,
Tenri,Adit, soleh, delfa, indri upi, cece, gadis, Dewi, Ati, Unya, Andis, fauzi,
Eka, Eki, rewo, erwin, randi, indra, Aan, Js, Afdal, Dondo, Eva, Opik, Depi,
Sari, Eka, Lipia, Irma, mety, Tari, Masyita, Ammang, ruri, Andi Hasyim,
Haerul, Andika, Rian, Supriadi, Rosandi, Dana, Alif, Akil, Yeyen, Jay, Uli,
Oscar, Wahid, Amel, Wulan, Dewi, Maryam, Uma, Azura, Sani, ica, Febri,
Juwita. Terkhusus buat adinda Amirullah terima kasih racikan kopinya
selama penyusunan di pondokannnya Ardi.
17. Kepada saudara seperguruan Kak Andi Makkarumpa, Kak Aris, Kak maslam,
Arman, Gunawan, Irwan, Sem, Uccank, Midori, Rusli, Iful, Umi, Wiwin, Uma,
Sani, Aisyah. Terimakasih telah berbagi kebersamaan di kantor Silat ramsis.
Salam bahagia untuk kita semua.
18. Teman-teman KKN Gelombang 85 Kecamatan Belopa Utara, terkhusus
Kelurahan Pammanu, Darwin, Sisil, Sari, Ayu, Appank. Walau hanya kurang
lebih 2 bulan bersama namun akan selalu menjadi kenangan untuk
selamanya.
19. Seluruh Mahasiswa FISIP UNHAS.
Begitu banyak yang telah berperan dalam penulisan skripsi ini, yang penulis tidak
mampu sebutkan satu persatu namanya. Semoga Allah SWT yang Maha Pemurah
Melimpahkan pahala yang berlipat ganda bagi semua pihak yang telah memberi
dukungan maupun bantuan bagi penulis selama penyusunan skripsi ini.
Penulis sangatlah menyadari bahwa di dalam penyusunan skripsi ini masih jauh
dari kesempurnaan, baik dari segi teknik penulisan maupun dari segi isinya. Untuk itu
penulis menerima segala bentuk usul, saran, maupun kritikan yang sifatnya
membangun demi penyempurnaan berikutnya. Akhirnya, penulis berharap bahwa apa
yang disajikan dalam skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu
pengetahuan. Semoga semuanya dapat bernialai ibadah di sisi-Nya. Amin.
Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Makassar, 15 November 2014
Penulis
INTI SARI
SYAHYADI, Nomor Pokok E121 09 002, Program Studi Ilmu Pemerintahan Jurusan Ilmu Politik Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin, menyusun skripsi dengan judul : “Analisis Implementasi Fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di Kecamatan Bontocani Kabupaten Bone” di bawah bimbingan Prof. Dr. H. Faried Ali, SH, MS dan Drs. Abdul Salam Muchtar.
Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas tugas dan fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas tugas dan fungsi Badan Permusyawaratan Desa Di Kecamatan Bontocani Kabupaten Bone. Tipe penelitian yang digunakan adalah tipe penelitian deskriptif dengan menggunakan teknik pengumpulan data studi kepustakaan dengan membaca buku, majalah, surat kabar, dokumen-dokumen, undang-undang dan media informasi lain yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti, dan observasi yaitu mengamati secara langsung objek yang di teliti serta interview dan wawancara mendalam dengan menggunakan pedoman wawancara.
Dari hasil analisis data, dapat disimpulkan bahwa fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) adalah mengayomi, legislasi, pengawasan, dan menampung aspirasi. Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa Fungsi pengayom lebih terlaksana dan terealisasi di desa Bulusirua, hal ini disebakan karena di Desa Bulusirua sebagai Desa adat memiliki pola komunikasi dan juga hubungan yang lebih harmonis dengan BPD selain itu BPD melaksanakan fungsi sebagai pengayom lebih maksimal hal ini dikarenakan oleh adanya kekuatan cultural yang berkembang dan diyakini pada masyarakat. Berbeda dengan fungsi legislasi, pengawasan, dan menampung aspirasi kedua desa tersebut baik Desa Bulusirua maupun Desa Bana sama-sama tidak menjalankan ketiga fungsi tersebut berdasarkan peraturan daerah yang berlaku.
ABSTRACT
SYAHYADI, Number ID E121 09 002, Study Program Governent Konwledge Department Politic Government Knowledge, Faculty Social Knowledge and Politic Knowledge Hasanuddin University, essay arrange with title : “Implementation Analysis Village Consultative Body Function in District Bontocani Bone County” in guidance Prof. Dr. H. Faried Ali, SH, MS dan Drs. Abdul Salam Muchtar.
This essay purpose for knowing the effectiveness of the duties and functions of the Village Consultative Body and the factors that influence the effectiveness of the duties and functions of the Village Consultative Body in District Bontocani Bone County. This type of research is descriptive type using literature study data collection techniques by reading books, magazines, newspapers, documents, legislation, and other information media that has to do with the problem under study, and observasion of directly observing the object under study as well as interviews and in-depth interviews using.
From the analysis of the data, it can be concluded that the Village Consultative Body functions are nurturing, legislation, oversight, and the aspirations. Based on the results of the study indicate that the funtion is implemented and realized protector in the Village Bulusirua, this is because in the village Bulusirua as traditional village has a pattern of communication and also a more harmonious relationship with the Village Consultative Body besides carrying out the function as guidance as to maximize this is due to the presence of a growing cultural force and believed in the community. Unlike the legislative function, supervision, and to accommodate the aspirations of both the villages Bulusirua Bana equally not run these three functions based Local regulations applicable.
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i
LEMBARAN PENGESAHAN ........................................................................... ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ iii
INTI SARI ......................................................................................................... ix
ABSTRACT....................................................................................................... x
DAFTAR ISI ..................................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ..................................................................................... 1
.....................................................................................................
1.2. Rumusan Masalah................................................................................ 5
1.3. Tujuan Penelitian ................................................................................. 6
1.4. Manfaat Penelitian ............................................................................... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Implementasi ............................................................ 8
2.2. Pengertian Efektifitas .................................................................. 13
2.3. Pemerintahan Desa .................................................................... 14
2.4. Badan Permusyawaratan Desa (BPD) ...................................... 20
2.5. Efektifitas Badan Permusyawaratan Desa (BPD) ...................... 25
2.6. KerangkaKonseptual................................................................... 26
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi Penelitian .................................................................................. 29
3.2. Dasar dan Tipe Penelitian................................................................... 29
3.3. Subjek dan Informan Penelitian............................................................ 29
3.4. Teknik Pengumpulan Data .................................................................. 30
3.5. Analisa Data ........................................................................................ 31
3.6. Definisi Operasional ............................................................................ 40
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Profil Daerah penelitian......................................................................... 34
4.2. Pelaksanaan Fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD)................ 59
4.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Efektifitas Badan
Permusyawaratan Desa (BPD)............................................................. 75
4.3.1 Faktor Pendukung ........................................................... 75
4.3.2 Faktor Penghambat.......................................................... 77
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan.......................................................................................... 80
5.2. Saran................................................................................................... 82
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................
LAMPIRAN-LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Desa merupakan daerah yang sering kali luput dari perhatian banyak orang
khususnya dalam bidang pemerintahan, padahal jika ditelaah lebih dalam tenyata desa
adalah lapis pemerintahan yang langsung bersentuhan dengan masyarakat. Sebuah
pepatah menyebutkan bahwa kekuatan rantai besi berada pada rantai yang terlemah.
Jika mengibaratkan sistem pemerintahan nasional sebagai rangkaian mata rantai
sistem pemerintahan mulai dari pusat, daerah, dan desa, maka desa merupakan mata
rantai yang terlemah. Hampir segala aspek menunjukkan betapa lemahnya kedudukan
dan keberadaan desa dalam konstalasi pemerintahan, padahal desalah yang menjadi
pertautan terakhir pemerintah dengan masyarakat yang akan membawanya ke tujuan
akhir yang telah digariskan sebagai cita-cita bersama.
Desa merupakan cikal bakal terbentuknya masyarakat politik dan pemerintahan di
Indonesia. Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2008 atas
perubahan kedua atas undang-undang nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah
Daerah dan Undang-undang Republik Indonesia Tahun 2014 tentang Desa.disebutkan
bahwa :
“Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain,selanjutnya
disebut Desa,adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang
berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan,kepentingan
masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak
tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan
Republik Indonesia..”
Pergeseran paradigma pemerintahan melalui perubahan Undang-Undang No. 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah ke No 12 Tahun 2008 tentang Pemerintah
Daerah yang telah meletakkan pemerintah desa sebagai sebuah entitas yang memiliki
keistimewaan tersendiri. Keistimewaan itu dapat dilihat pada posisi strategis pemerintah
desa sebagai sebuah unit pemerintahan yang diakui memiliki otonomi asli. Menurut
Muhadam Labolo (2006:139), otonomi asli merupakan hak untuk mengatur dan
mengurus rumah tangganya sendiri sebagai sesuatu yang sifatnya lahir dan diakui pada
awalnya dalam bentuk asal-usul dan adat istiadat yang berlaku.
Otonomi asli memiliki makna bahwa kewenangan pemerintah desa dalam
menyatukan dan mengurus kepentingan masyarakat didasarkan pada asal usul dan
nilai-nilai sosial budaya yang ada pada masyarakat setempat, namun harus
diselenggarakan dalam prospekif administrasi modern. Dalam hal ini, pemerintah desa
harus menyadari hak-hak dan kewajiban yang dimilikinya untuk mampu mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakatnya berdasarkan asal-usul adat istiadat yang
berlaku dalam sistem pemerintahan nasional di bawah pemerintah daerah. Hal ini juga
berarti bahwa pemberian kewenangan pada pemerintah desa secara umum ditujukan
dalam rangka mengembalikan hak-hak aslinya melalui pengakuan atas keragaman
yang selama ini dipersatukan dengan nomenklatur desa.
Dalam rangka melaksanakan kewenangan yang dimiliki untuk mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakatnya, di desa dibentuk Badan Permusyawaratan
Desa sebagai lembaga legislasi (menetapkan peraturan desa) dan menampung serta
menyalurkan aspirasi masyarakat bersama kepala desa. Lembaga ini pada hakikatnya
adalah mitra kerja pemerintah desa yang memiliki kedudukan sejajar dalam
menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan dan pemberdayaan
masyarakat.
Sebagai lembaga legislasi, BPD memiliki hak untuk menyetujui atau tidak terhadap
peraturan desa yang dibuat oleh pemerintah desa dalam hal ini kepala desa dan
perangkat desa lainnya. Lembaga ini juga dapat membuat rancangan peraturan desa
untuk secara bersama-sama pemerintah desa ditetapkan menjadi peraturan desa. Di
sini ditetapkan mekanisme check and balance system dalam penyelenggaraan
pemerintahan desa yang lebih demokratis. Dalam hal BPD sebagai lembaga
pengawasan, BPD memiliki kewajiban untuk melakukan kontrol terhadap implementasi
peraturan desa, Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBD) serta pelaksanaan
keputusan kepala desa. Oleh karenanya, BPD sebagai badan permusyawaratan yang
berasal dari masyarakat desa, di samping menjalankan fungsinya sebagai jembatan
penghubung antara Kepala Desa dengan masyarakat desa, juga harus dapat
menjalankan fungsi utamanya, yakni fungsi representasi.
Dengan diterbitkannya Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintah
Daerah, Badan Perwakilan Desa kembali berganti nama menjadi Badan
Permusyawaratan Desa (BPD)/Bamusdes. BPD yang terdapat dalam UU No.32/2004
merupakan penyempurnaan dari badan serupa yang terdapat dalam Undang-Undang
pemerintah daerah sebelumnya. BPD merupakan unsur penyelenggara pemerintahan
desa, dalam hal ini BPD menjadi mitra pemerintah desa dalam mengakomodasi
aspirasi masyarakat. Aspirasi dari masyarakat diartikulasi dan diagregasikan oleh BPD.
Untuk itu diharapkan kinerja BPD yang optimal untuk mendorong efektivitas dan
efisiensi penyelenggaraan pemerintahan desa.
Melalui UU RI No. 32/2004 Tentang Pemerintah Daerah,pemerintah dan DPR
memang akhirnya mengubah Badan Perwakilan Desa menjadi Badan
Permusyawaratan Desa (Bamusdes/ BPD) yang tidak lagi dipilih dan tidak memiliki
fungsi kontrol atas Kepala Desa. Namun perubahan itu sama sekali tidak mengubah
wajah desa menjadi lebih baik karena format Bamusdes pun cenderung bersifat
“penyeragaman” ketimbang mempertahankan lembaga-lembaga masyarakat asli
sebagai representasi masyarakat desa.
Telah begitu banyak peraturan yang mengatur tentang BPD tanpa implementasi
yang jelas menjadikan penulis; pertama, tertarik untuk mengetahui bagaimana
sebenarnya kinerja BPD itu, apakah benar-benar membantu pemerintah desa dalam
penyelenggaraan pemerintahannya atau hanya menjadi simbol demokrasi tanpa
implementasi, atau malah menimbulkan masalah yang tidak perlu, yang hanya akan
menghabiskan energi yang sesungguhnya lebih dibutuhkan oleh masyarakat desa
untuk melepaskan diri dari jerat kemiskinan dan krisis ekonomi. Kedua, dengan melihat
kondisi pemerintah dan masyarakat desa yang sejak terbentuknya Desa hingga saat ini
(2004-2014) belum menampakan adanya perubahan taraf hidup ke arah yang lebih
baik. Ketiga,alasan penulis memilih Desa Bana sebagai lokasi penelitian karena belum
ada peneliti yang meneliti tentang masalah-masalah yang terjadi di pemerintah Desa
khususnya Badan Permusyawaratan Desa di Kabupaten Bone. Untuk mengkaji lebih
lanjut tentang Badan Permusyawaratan Desa, maka penulis melakukan penelitian
dengan judul “Analisis Implementasi Fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Di
Kec. Bonto Cani Kab. Bone.”
B. Rumusan Masalah
Untuk memudahkan dalam pengumpulan data dalam penelitian maka berdasarkan
uraian di atas, penulis berusaha merumuskan masalahnya sebagai berikut:
1. Bagaimana fungsi Badan Permusyawaratan Desa di Kecamatan Bonto Cani
Kabupaten Bone ?
2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi pelaksanaan fungsi Badan
Permusyawaratan Desa?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui efektivitas tugas dan fungsi Badan Permusyawaratan Desa
(BPD) Di Kec. Bonto Cani Kab. Bone.
2. Untuk mangetahui faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas tugas dan fungsi
Badan Permusyawaratan Desa.
D. Manfaat Penelitian
1. Dari segi praktis
a. Sebagai bahan masukan yang sekiranya dapat membantu Pemerintah
Desa dan Badan Permusyawaratan Desa setempat demi lebih
meningkatkan efektivitas lembaga tersebut dalam penyelenggaraan
pemerintahan di Kec. Bonto cani, Kab. Bone.
b. Bagi masyarakat, diharapkan berguna untuk mengetahui pemerintahan
desanya dan dapat memberikan semangat demokrasi dan kepedulian
terhadap desanya.
c. Sebagai bahan informasi yang dapat menambah wawasan tentang
pemerintahan desa dan bahan studi perbandingan bagi peneliti lain
yang berminat meneliti topik yang sama.
2. Dari segi teoritis, diharapkan penelitian ini memberikan sumbangan
pemikiran bagi pengembangan studi ilmu pemerintahan ( Pemerintahan
Desa ) dimasa mendatang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Implementasi
Implementasi dalam arti harfiah adalah pelaksanaan. Untuk lebih jelasnya,
implementasi dapat diartikan sebagai suatu usaha atau kegiatan berkesinambungan
yang dilakukan untuk mewujudkan rencana atau program menjadi kenyataan. Secara
garis besar, implementasi dapat diartikan sebagai setiap kegiatan yang dilakukan
menurut rencana untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Dari beberapa
pengalaman di negara-negara maju maupun berkembang menunjukkan bahwa dalam
proses pelaksanaan dalam suatu kebijaksanaan berbagai faktor mulai dari yang
sederhana sampai yang rumit turut mempengaruhi baik dalam arti mendorong
keberhasilan maupun yang menjadi penyebab kegagalan dalam mencapai tujuan.
Upaya untuk memahami adanya perbedaan antara yang diharapkan tercapai
dengan yang sesungguhnya terlaksana atau telah terwujud menimbulkan kesadaran
mengenai pentingnya suatu pelaksanaan. Untuk mengenal lebih jelas mengenai arti
pelaksanaan, berikut beberapa pendapat tentang pelaksanaan atau implementasi.
Dalam kamus besar bahasa indonesia edisi kedua yang diterbitkan oleh
departemen pendidikan dan kebudayaan (1991) ditegaskan arti implementasi / im. Ple.
Men. ta. Si. Sebagai ; pelaksanaan/penerapan. Sedang secara Etimologis,
implementasi mengandung arti sebagai realisasi atas tindak lanjut dari suatu pelaksaan
yang mencakup perihal perbuatan atau usaha tertentu.
Kamus weber, merumuskan secara pendek bahwa to implement
(mengimplementasikan) berarti to provide the means for carrying out, (menyediakan
sarana untuk melaksanakan sesuatu) ; to give paractical effect to (menimbulkan
dampak atau akibat sesuatu). Kalau pandangan ini kita ikuti, maka implementasi dapat
dipandang sebagai suatu proses pelaksanaan suatu kebijakan (biasanya dalam bentuk
perundang-undangan, peraturan pemerintah, keputusan peradilan, perintah eksekusi
atau dekrit presiden).
Pariata Westera dan kawan-kawan ( hal : 256 ) mendefenisikan implementasi
sebagai berikut :
“Implementasi adalah aktifitas atau usaha-usaha yang dilakukan untuk melaksanakan semua rencana dan kebijakan yang telah dirumuskan dan ditetapkan, dengan dilengkapi segala kebutuhan, alat-alat yang diperlukan, siapa yang melaksanakan, dimana tempat pelaksanaanya, kapan waktu pelaksanaanya dan berakhirnya, dan bagaimana cara yang harus dilaksanakan” .
Dari pengertian diatas jelas bahwa dalam suatu implementasi hendaknya rencana
telah dirumuskan dan ditetapkan serta jelas siapa yang melaksanakan dan tempat
pelaksanaannya.
Implementasi diartikan sebagai pelaksanaan atau penerapan. Artinya yang
dilaksanakan dan diterapkan yang telah dirancang atau didisain untuk kemudian
dijalankan sepenuhnya. Maka, implementasi juga dituntut untuk melaksanakan
sepenuhnya apa yang telah direncanakan, permasalahan besar yang akan terjadi
apabila yang dilaksanakan bertolak belakang atau menyimpang dari yang telah
dirancang maka terjadilah kesia-siaan antara rancangan dengan implementasi.
Implementasi adalah suatu tindakan atau pelaksanaan dari sebuah rencana
yang sudah disusun secara matang dan terperinci. Implementasi biasanya dilakukan
setelah perencanaaan sudah dianggap sempurna. Berikut ini adalah pengertian tentang
implentasi menurut para ahli.
Menurut Nurdin Usman (Usman, 2002: 70) dalam bukunya yang berjudul
Konteks Implementasi Berbasis Kurikulum mengemukakan pendapatnya mengenai
implementasi atau pelaksanaan. Implementasi adalah nermuara pada aktivitas, aksi,
tindakan atau adanya mekanisme suatu sistem, implemantasi bukan sekedar aktivitas,
tapi suatu kegiatan yang terencana dan untuk mencapai tujuan kegiatan.
Menurut Hanifah (Harsono, 2002: 67) dalam bukunya yang berjudulIm
plementasi Kebijakan dan Politik mengemukakan pendapatnya. Implementasi adalah
suatu proses untuk melaksanakan kegiatan menjadi tindakan kebijakan dari politik
kedalam administrasi. Pengembangan suatu kebijakan dalam rangka penyempurnaan
suatu program.
Menurut Guntur Setiawan (Setiawan, 2004: 39) dalam bukunya yang berjudul
Implementasi dalam Birokrasi Pembangunan mengemukakan pendapatnya sebagai
berikut Implementasi adalah perluasan aktivitas yang saling menyesuaikan proses
interaksi antara tujuan dan tindakan untuk mencapainya serta memerlukan jaringan
pelaksana, birokrasi yang efektif.
Merilles S. Grindle yang dikutip oleh S.P Siagian (1974 : 135), bahwa proses
implementasi baru dimulai apabila tujuan dan sasaran telah ditetapkan, program
kegiatan telah tersusun, dan telah siap disalurkan untuk mencapai sasaran tersebut.
Selanjutnya Syukur Abdullah (1974 : 13), kemudian memberikan pengertian
tentang implementasi yaitu :
“Rangkaian kegiatan tindak lanjut (setelah sebuah program dan kegiatan telah ditetapkan), yang terdiri atas pengambilan keputusan, langkah-langkah yang strategis maupun operasional yang ditempuh guna mewujudkan suatu program atau kebijakan menjadi kenyataan, guna mencapai sasaran dari program (kebijakan) yang telah ditetapkan semula”.
Masih dalam maksud yang sama, Syukur Abdullah (1985 : 93-94) kemudian
menambahkan lagi pendapatnya mengenai implementasi, bahwa dalam proses
implementasi, sekurang-kurangnya terdapat tiga unsur penting dan mutlak, yaitu ; (i)
adanya program (kebijakan yang dilaksanakan), (ii) target group yaitu kelompok
masyarakat yang menjadi sasaran, dan diharapkan akan menerima manfaat dari
program tersebut, perubahan atau peningkatan, dan (iii) unsur pelaksanaan
(implementasi), baik organisasi atau perseorangan yang bertanggung jawab dalam
pengelolaan, pelaksanaan dan pengawasan dari proses implementasi tersebut.
Memahami penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa implementasi merupakan
proses yang berkelanjutan dari sebuah penerapan kebijakan yang dilakukan secara
sadar da rasional.
Namun keberhasilan suatu proses implementasi ditentukan oleh empat variabel
atau faktor yang merupakan syarat penting. Ke-empat faktor tersebut menurut George
C. Edwards III dalam buku Syukur Abdullah (1999 : 64) adalah :
1. Komunikasi, hal ini menyangkut proses penyampaian informasi atau
transmisi, kejelasan informasi dan konsistensi informasi yang disampaikan.
2. Sumber daya (resources), meliputi staf yang cukup, informasi yang
dibutuhkan dalam pengambilan keputusan, kewenangan dalam
melaksanakan tugas dan tanggung jawab dan fasilitas yang dibutuhkan
dalam pelaksanaannya
3. Disposisi, sikap dan komitmen dari para pelaksana program, yang dalam hal
ini terutama dimaksudkan adalah aparat birokrasi.
4. Struktur birokrasi, yaitu terdapatnya SOP (Standar Operating Procedures)
yang mengatur tata aliran pekerjaan dan pelaksanaan program. Hal ini
diperlukan untuk menciptakan prosedur baku dalam menyelesaikan
persoalan yang timbul dalam prosesi implementasi.
Danial A. Masmanian dan Paul A. Sabatler (1979), menjelaskan makna
implementasi dengan mengatakan : memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah
suatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan fokus implementasi
kebijakan, yakni kejadian-kejadian dan kegiatan yang timbul sesudah disahkan
pedoman-pedoman kebijakan negara, yang mencakup baik usaha-usaha untuk
mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan dampak/nyata pada masyrakat.
Berdasarkan pandangan yang diutarakan kedua ahli diatas, dapat kita simpulkan
bahwa proses implementasi kebijakan sesungguhnya tidak hanya menyangkut prilaku
badan-badan administratif yang bertanggung jawab untuk melaksanakan program dan
menimbulkan pada diri dan kelompok sasaran,melainkan menyangkut jaringan
kekuatan-kekuatan politik, ekonomi dan sosial yang langsung atau tidak langsung dapat
mempengaruhi prilaku dari semua pihak yang terlibat, dan yang pada akhirnya
berpengaruh terhadap dampak baik yang diharapkan maupun yang tidak diharapkan.
2.2 Pengertian Efektivitas
Efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti berhasil guna atau tepat guna.
Kata efektif berarti terjadinya suatu efek atau akibat yang dikehendaki dalam suatu
perbuatan. Kata efektif berarti berhasil, tepat, Manjur S. Wojowisito (1980). Selain itu
ada beberapa pendapat tentang efektivitas yang dikemukakan oleh para ahli, salah
satunya oleh The Liang Gie (1982:140), yang mengemukakan bahwa,
“ Efektivitas adalah suatu keadaan yang mengandung pengertian terjadinya suatu efek / akibat yang dikehendaki kalau seseorang melakukan suatu perbuatan dengan maksud tertentu sebagaimana yang dikehendaki, maka orang itu dikatakan efektif kalau menimbulkan akibat atau mempunyai maksud seperti yang dikehendaki “.
Lebih lanjut, The Liang Gie (1987:37) juga menambahkan bahwa efektivitas
merupakan perbandingan yang terbaik antara input dan output antara keuntungan
dengan biaya (antara hasil pelaksanaan dengan sumber-sumber yang dipergunakan),
seperti halnya juga hasil maksimum yang dicapai dengan penggunaan sumber yang
terbatas, dengan kata lain hubungan antara apa yang telah diselesaikan dengan apa
yang harus diselesaikan.
Dari pemaparan The Liang Gie terlihat jelas adanya hubungan erat antara
maksud dan hasil akhir dengan penetapan keefektifan. Selain itu, Silalahi (1999: 128)
dalam bukunya menyatakan bahwa ke efektifan adalah berhubungan dengan tujuan
orang, baik secara eksplisit maupun implisit. Sondang Siagin (1986: 71),
mengemukakan bahwa:
“Efektivitas adalah perbandingan positif antara hasil yang dicapai dengan masukan yang digunakan dalam menyelesaikan pekerjaan tepat pada waktunya untuk mencapai tujuan atau sasaran yang ditetapkan”
Dari beberapa definisi tentang efektivitas yang dikemukakan oleh beberapa ahli,
penulis kemudian mencoba mendefinisikan efektivitas sebagai ukuran untuk menilai
bagaimana pencapaian hasil kerja dengan tujuan semula yang diharapkan. Semakin
baik kesesuaian antara tujuan dengan hasil maka makin efektif pula kerja tersebut.
Efektivitas dapat diukur dari tingkat keberhasilan pelaksanaan tugas. Singkatnya
efektifitas dapat pula diartikan rencana yang strategis (input), cepat dalam segi waktu
pelaksanaan (proses) dan hasil yang tepat sasaran (output).
Hidayat (1986: 87) mengemukaan bahwa efektivitas merupakan konsep
pengukuran yang membandingkan realisasi dengn target yang ingin dicapai, semakin
besar rasio antara realisasi dengan taget, berarti semakain tinggi tingkat efektivitas
pelayanan organisasi pemerintah. Lubis Husaini (1987:20) mengemukakan bahwa
terdapat beberapa pendekatan dalam mengukur efektivitas yaitu:
Pendekatan sasaran (goal approach) dimana pusat perhatian pada out put
adalah mengukur keberhasilan organisasi untuk mencapai hasil (output)
yang sesuai dengan rencana;
Pendekatan sumber (resource approach) yakni mengukur efektivitas dari
input, pendekatan ini lebih mengutamakan adanya keberhasilan organisasi
untuk memperoleh sumber daya baik fisik maupun non fisik dan sesuai
dengan kebutuhan organisasi;
Pendekatan proses adalah melihat sejauh mana efektivitas pelaksanaan
program dari semua kegiatan proses internal atau mekanisme kerja
organisasi;
Pendekatan integratif yaitu pendekatan gabungan yang mencakup input,
proses dan output.
Tjokroamidjojo (1985:52), menyatakan bahwa efektivitas adalah yang umumya
lebih dapat dipergunakan bagi mengukur pelaksanan administrasi (administratif
performance). Sondang Siagian (1986:71) juga memaparkan kriteria atau ukuran
mengenai pencapaian tujuan secara efektif atau tidak sebagai berikut : 1) Kejelasan
tujuan yang hendak dicapai; 2) Kejelasan strategi pencapaian tujuan; 3) Kejelasan
analisa dan perumusan kebijaksanaan yang mantap; 4) Perencanaan yang mantap; 5)
Penyusunan program yang mantap; 6) Tersedianya sarana dan prasarana; 7)
Pelaksanaan secara efektif dan efisian; dan 8) Sistem pengawasan dan pengendalian
yang bersifat mendidik.
2.3 Pemerintahan Desa
Dengan dikeluarkannya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,
desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan
masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yurisdiksi, berwenang untuk
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan
adat istiadat setempat yang diakui dan atau dibentuk dalam sistem Pemerintahan
Nasional dan barada di Kabupaten atau Kota. Landasan pemikiran dalam pengaturan
mengenai desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan
pemberdayaan masyarakat.
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, mengakui
otonomi yang dimiliki oleh desa ataupun dengan sebutan lainnya dan kepada desa
melalui pemerintahan desa dapat diberikan penugasan ataupun pendelegasian dari
pemerintah ataupun pemerintah daerah untuk melaksanakan urusan pemerintah
tertentu. Sedangkan desa di luar desa geneologis yaitu desa yang bersifat administratif
seperti desa yang dibentuk karena pemekaran desa ataupun karena transmigrasi
ataupun karena alas an lain yang warganya pluralistis, majemuk, ataupun heterogen,
maka otonomi desa akan diberikan kesempatan untuk tumbuh dan berkembang sesuai
dengan perkembangan desa itu sendiri.
Desa dapat melakukan perbuatan hukum, baik hukum publik maupun hukum
perdata, memiliki kekayaan, harta benda, dan bangunan serta dapat dituntut dan
menuntut di pengadilan. Untuk itu kepala desa dengan persetujuan BPD mempunyai
wewenang untuk melakukan perbuatan hokum dan mengadakan perjanjian yang saling
menguntungkan.
Desa memiliki sumber pembiayaan berupa pendapatan desa, bantuan
pemerintah dan pemerintah daerah, pendapatan lain-lain yang sah, sumbangan pihak
ketiga dan pinjaman desa. Berdasarkan hak asal-usul desa yang bersangkutan, kepala
desa mempunyai wewenang untuk mendamaikan perkara atau sengketa dari para
warganya. Dalam upaya meningkatkan dan mempercepat pelayanan kepada
masyarakat yang bercirikan perkotaan dibentuk kelurahan sebagai unit pemerintahan
kelurahan yang berada di dalam daerah kabupaten dan/atau daerah kota.
Dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa dibentuk Badan Permusyawaratan
Desa (BPD) atau sebutan lain yang sesuai dengan budaya yang berkembang di desa
bersangkutan, yang berfungsi sebagai lembaga pengaturan dan pengawasan
penyelenggaraan Pemerintahan Desa, seperti dalam pembuatan dan pelaksanaan
Peraturan Desa, Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, dan keputusan Kepala
Desa. Di desa dibentuk lembaga kemasyarakatan yang berkedudukan sebagai mitra
kerja pemerintah desa dalam memberdayakan masyarakat desa.
Kepala Desa pada dasarnya bertanggungjawab kepada rakyat desa yang dalam
tata cara dan prosedur pertanggungjawabannya disampaikan kepada Bupati atau
walikota melalui Camat. Kepada Badan Permusyawaratan Desa, Kepala Desa wajib
memberikan keterangan laporan pertanggungjawabannya dan kepada rakyat
menyampaikan informasi pokok-pokok pertanggungjawabannya namun tetap harus
memberi peluang kepada masyarakat melalui Badan Permusyawaratan Desa untuk
menanyakan dan atau meminta keterangan lebih lanjut terhadap hal-hal yang
berhubungan dengan pertanggungjawaban tersebut.
Desa tidak lagi merupakan level administrasi, tidak lagi menjadi bawahan daerah
tetapi menjadi independent community, sehingga setiap warga desa dan masyarakat
desanya berhak berbicara atas kepentingannya sendiri dan bukan dari atas ke
bawahan seperti selama ini terjadi. Desa dapat dibentuk, dihapus, dan/atau
digabungkan dengan memperhatikan asal- usulnya atas prakarsa masyarakat dengan
persetujuan pemerintahan kabupaten dan DPRD.
Di desa dibentuk pemerintah desa yang terdiri atas kepala desa atau yang
disebut dengan nama lain dan perangkat desa. Perangkat Desa terdiri atas sekretaris
desa dan perangkat desa lainnya seperti perangkat pembantu kepala desa terdiri dari
sekretaris desa, pelaksana teknis lapangan seperti kepala urusan dan unsur
kewilayahan seperti kepala dusun atau dengan sebutan lain.
Penyelenggaraan pemerintah desa merupakan subsistem dari system
penyelenggaraan pemerintah sehingga desa memiliki kewenangan untuk mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakatnya. Kepala desa bertanggungjawab pada BPD dan
menyampaikan laporan pelaksanaan tugas tersebut kepada bupati.
Dalam menjalankan Pemerintahan Desa, pemerintah desa menerapkan prinsip
koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi. Sedangkan dalam menyelenggarakan tugas dan
fungsinya, kepala desa:
a. Bertanggung jawab kepada rakyat melalui BPD; dan
b. Menyampaikan laporan mengenai pelaksanaan tugasnya kepada Bupati
tembusan Camat.
Dalam menjalankan tugas dan kewajibannya sebagai penanggungjawab utama
dalam bidang pembangunan Kepala Desa dapat dibantu lembaga kemasyarakatan
yang ada di desa. Sedangkan dalam menjalankan tugas dan fungsinya, sekretaris
desa, kepala seksi, dan kepala dusun berada di bawah serta tanggungjawab kepada
Kepala Desa, sedang kepala urusan berada di bawah dan bertanggungjawab kepada
sekretaris desa.
Menurut UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pasal 209,
urusan pemerintah yang menjadi kewenangan desa adalah sebagai berikut.
a. Urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal-usul desa.
b. Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten atau kota yang
diserahkan pengaturannya kepada desa.
c. Tugas pembantuan dari pemerintah, pemerintah provinsi, dan atau pemerintah
kabupaten atau kota.
d. Urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundang-undangan
diserahkan kepada desa
2.4 Badan Permusyawaratan Desa (BPD)
Badan Permusyawaratan Desa adalah merupakan perwujudan demokrasi dalam
penyelenggaraan pemerintahan desa. BPD dapat dianggap sebagai “Parlemen”-nya
desa. BPD merupakan lembaga baru didesa pada era otonomi daerah di Indonesia.
Sedangkan penggunaan nama atau istilah BPD tidak harus seragam pada seluruh desa
di Indonesia dan dapat disebut dengan nama lain.
Anggota BPD adalah wakil dari penduduk desa bersangkutan berdasarkan
keterwakilan wilayah yang ditetapkan dengan cara musyawarah dan mufakat. Anggota
BPD terdiri dari Ketua Rukun Warga, Pemangku Adat, Golongan Profesi,Pemuka
Agama dan Tokoh atau Pemuka masyarakat lainnya. Masa jabatan anggota BPD
adalah 6 tahun dan dapat diangkat/diusulkan kembali untuk 1 kali masa jabatan
berikutnya. Pimpinan dan anggota BPD tidak diperbolehkan merangkap jabatan
sebagai Kepala Desa dan Perangkat Desa.
Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 6 tahun 2014 tentang desa,
yang merupakan perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2005 tentang
pemerintah desa, yang dimaksud Badan Permusyawaratan Desa (BPD) adalah :
“ Badan Permusyawaratan Desa mempunyai fungsi membahas dan menyepakati rancangan peraturan desa bersama kepala desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat desa, serta melakukan pengawasan kinerja kepala desa “
Adapun pengertian BPD menurut Undang-undang Republik Indonesia Tahun
2013 Tentang Desa :
1. Membahas dan menyepakati rancangan peraturan desa bersama kepala
desa.
2. Menampung dan menyalurkan aspirasi Desa;dan
3. Melakukan pengawasan kinerja Kepala Desa.
Badan Permusyawaratan Desa merupakan sebuah organisasi perwakilan yang
dibentuk untuk mengawasi kinerja Pemerintah Desa. Menurut Faried Ali dan
Baharuddin (2013:95), organisasi adalah kerjasama manusia sebagai unsur pokok dari
apa yang disebut dengan administrasi yang dilihat dari sisi terjadinya atau dari bentuk
terjadinya. Sebagai bentuk kerjasama manusia, sangat dimungkinkan keberadaan
organisasi dalam keragaman bentuk, dan ketika pemikiran demikian maka terbentuknya
organisasi adalah tergantung dari sisi mana berkeinginan untuk memahami perlunya
keberadaan suatu organisasi.
Badan Permusyawaratan Desa (BPD) merupakan juga perwujudan demokrasi di
desa. Demokrasi yang dimaksud bahwa agar dalam penyelenggaraan pemerintahan
dan pembangunan harus selalu memperhatikan aspirasi dari masyarakat yang
diartikulasi dan diagregasikan oleh BPD dan Lembaga Kemasyarakatan lainnya. Badan
ini merupakan lembaga legislatif di tingkat desa. Badan Permusyawaratan desa
merupakan perubahan nama dari Badan Perwakilan Desa yang ada selama ini.
Perubahan ini didasaran pada kondisi faktual bahwa budaya politik lokal yang
berbasis pada filosofi ”musyawarah untuk mufakat”. Musyawarah berbicara tentang
proses, sedangkan mufakat berbicara tentang hasil. Hasil yang diharapkan diperoleh
dari proses yang baik. Melalui musyawarah untuk mufakat, berbagai konflik antara para
elit politik dapat segera diselesaikan secara arif, sehingga tidak sampai menimbulkan
goncangan-goncangan yang merugikan masyarakat luas.
Badan Pemusyawaratan Desa berfungsi menetapkan peraturan desa bersama
Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Oleh karenanya BPD
sebagai badan permusyawaratan yang berasal dari masyarakat desa, disamping
menjalankan tugas dan fungsinya sebagai jembatan penghubung antara Kepala Desa
dengan masyarakat desa, juga harus dapat mejadi lembaga yang berperan sebagai
lembaga representasi dari masyarakat.
Sehubungan dengan tugas dan fungsinya menetapkan peraturan desa maka
BPD bersama-sama dengan Kepala Desa menetapkan Peraturan Desa sesuai dengan
aspirasi yang datang dari masyarakat, namun tidak semua aspirasi dari masyarakat
dapat ditetapkan dalam bentuk peraturan desa tapi harus melalui berbagai proses
sebagai berikut; artikulasi adalah penyerapan aspirasi masyarakat yang dilakukan oleh
BPD; Agregasi adalah proses mengumpulkan, mengkaji dan membuat prioritas aspirasi
yang akan dirumuskan menjadi perdes; Formulasi adalah proses perumusan rancangan
peraturan desa yang dilakukan oleh BPD dan/atau oleh pemerintah desa;dan konsultasi
adalah proses dialog bersama antara pemerintah desa dan BPD dengan masyarakat.
Dari berbagai proses tersebut kemudian barulah suatu peraturan desa dapat
ditetapkan, hal ini dilakukan agar peraturan yang ditetapkan tidak bertentangan dengan
kepentingan umum, peraturan daerah dan peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi tingkatannya.
Adapun materi yang diatur dalam peraturan desa harus memperhatikan dasar-
dasar dan kaidah-kaidah yang ada, seperti :
Landasan hukum materi yang diatur, agar Peraturan Desa yang diterbitkan
oleh Pemerintah Desa mempunyai landasan hukum;
Landasan filosofis materi yang diatur, agar Peraturan Desa yang diterbitkan
oleh Pemerintah Desa jangan sampai bertentangan dengan nilai-nilai hakiki
yang dianut di tengah-tengah masyarakat
Landasan sosiologis materi yang diatur, agar Peraturan Desa yang
diterbitkan oleh Pemerintah Desa tidak bertentang dengan nilai-nilai yang
hidup di tengah-tengah masyarakat;
Landasan politis materi yang diatur, agar Peraturan Desa yang di terbitkan
oleh Pemerintah Desa dapat berjalan sesuai dengan tujuan tanpa
menimbulkan gejolak di tengah-tengah masyarakat.
Keanggotaan Badan Permusyawaratan Desa terdiri dari wakil penduduk desa
bersangkutan yang ditetapkan dengan cara musyawarah untuk mufakat. Yang
dimaksud dengan wakil masyarakat dalam hal ini seperti ketua rukun warga, pemangku
adat dan tokoh masyarakat. Masa jabatan Badan Permusyawaratan Desa 6 (enam)
tahun dan dapat dipilih kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.
Dalam mencapai tujuan mensejahterakan masyarakat desa, masing-masing
unsur pemerintahan desa, Pemerintah Desa dan BPD, dapat menjalankan tugas dan
fungsinya dengan mendapat dukungan dari unsur yang lain. Oleh karena itu hubungan
yang bersifat kemitraan antara BPD dengan Pemerintah Desa harus didasari pada
filosofi antara lain (Wasistiono, 2006:36):
Adanya kedudukan yang sejajar diantara yang bermitra;
Adanya kepentingan bersama yang ingin dicapai;
Adanya prinsip saling menghormati;
Adanya niat baik untuk membantu dan saling mengingatkan.
2.5 Efektivitas Fungsi Badan Permusyawaratan Desa
Dari berbagai pemaparan konsep tentang efektivitas serta penjelasan tentang
Badan Permusyawaratan Desa di atas maka penulis mencoba mendefinisikan
efektivitas tugas dan fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai ukuran
terhadap keberhasilan Badan Permusyawaratan Desa dalam melaksanakan tugas dan
fungsinya seperti yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang
berlaku yaitu sebagai lembaga yang berfungsi untuk menetapkan peraturan desa
bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi dari masyarakat kepada
pemerintah desa.
2.6 Kerangka Konseptual
Sebagai wujud implementasi dari pasal 209 Undang-Undang No.32 Tahun 2004
tentang pemerintahan daerah dan pasal 29 Peraturan Pemerintah No.72 Tahun 2005
tentang desa, maka pemerintah Kab.Bone menerbitkan Peraturan Daerah Kabupaten
Bone No. 03 tahun 2007 tentang badan permusyawaratan desa.
Berdasarkan Peraturan tersebut kemudian dibentuklah Badan Permusyawaratan
desa yang berfungsi menetapkan Peraturan Desa bersama Kepala Desa, menampung
dan menyalurkan aspirasi masyarakat kepada Pemerintah Desa.
Untuk menjadikan BPD yang efektif dalam menjalankan tugas dan fungsinya,
dalam hal ini efektif bermakna bahwa BPD dapat menjalankan fungsinya dengan baik
yaitu mampu menampung dan menyalurkan aspirasi dari masyarakat kepada
Pemerintah Desa serta berhasil menetapkan Peraturan Desa bersama Kepala Desa,
ada beberapa faktor yang mempengaruhi kinerjanya yaitu masyarakat, pola hubungan
dengan Pemerintah Desa, pendapatan, jumlah anggota dan sistem rekruitmen
anggotanya. Untuk lebih jelasnya, penulis menggambarkan secara singkat melalui
bagan di bawah ini :
Bagan 1.1Kerangka konseptual
Keterangan :
Sebagai wujud implementasi dari pasal 209 Undang-Undang No.32 Tahun 2004
tentang pemerintahan daerah dan pasal 29 Peraturan Pemerintah No.72 Tahun 2005
Perda Kab.Bone No. 03 tahun 2007
Badan Permusyawaratan Desa(BPD)
Faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi fungsi BPD :1. Faktor pendukung2. Faktor penghambat
BPD yang efektif
Indikator :- Merumuskan dan
menetepkan peraturan desa bersama kepala desa
- Mampu menampung dan menyalurkan aspirasi dari masyarakat kepada pemerintah desa
-Mengawasi pelaksannaan perdes,Anggaran pendapatan dan belanja desa,serta keputusan kepala desa
tentang desa, maka pemerintah Kabupaten Bone menerbitkan Peraturan Daerah
Kabupaten Bone No. 03 Tahun 2007 tentang Badan Permusyawaratan Desa.
Berdasarkan Peraturan tersebut kemudian dibentuklah Badan Permusyawaratan desa
yang berfungsi menetapkan Peraturan Desa bersama Kepala Desa,
Pengawasan yaitu meliputi pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan
Desa, Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa serta Keputusan Kepala Desa,
serta
menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat kepada Pemerintah Desa.
Untuk menjadikan BPD yang efektif dalam menjalankan fungsinya, dalam hal ini
efektif bermakna bahwa BPD dapat menjalankan fungsinya dengan baik yaitu mampu
menampung dan menyalurkan aspirasi dari masyarakat kepada Pemerintah Desa,
mengawasi pelaksanaan peraturan Desa, Anggaran pendapatn dan belanja Desa dann
kepala Desa serta berhasil menetapkan Peraturan Desa bersama Kepala Desa, ada
beberapa faktor yang mempengaruhi kinerjanya yaitu masyarakat, pola hubungan
dengan Pemerintah Desa, pendapatan , jumlah anggota dan sistem rekruitmen
anggotanya.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Lokasi Penelitian
Berdasarkan judul di atas, penelitian ini akan dilakukan di Kecamata Bontocani
Kabupaten Bone.
3.2 Dasar dan Tipe Penelitian
Dasar penelitian adalah observasi mendalam yaitu metode pengumpulan data
dengan terjun langsung ke lapangan untuk mengumpulkan data-data dan fakta-fakta
baik melalui wawancara langsung ataupun melalui pengamatan terhadap kondisi-
kondisi yang berhubungan dengan obyek penelitian.
Tipe penelitian yang digunakan adalah tipe penelitian deskriptif, yaitu
dimaksudkan untuk eksplorasi dan klarifikasi mengenai suatu fenomena atau kenyataan
sosial, dengan jalan mendeskripsikan data dan fakta yang berkenaan dengan masalah
dan unit yang diteliti. Dalam penelitian ini bertujuan memberikan gambaran secara jelas
tentang efektivitas kinerja Badan Permusyawaratan Desa dalam penyelenggaraan
pemerintahan desa.
3.3 Subjek dan Informan Penelitian
Subjek penelitian ini adalah beberapa perangkat badan permusyawaratan
desa,pemerintah desa dan masyarakat terkait efektivitas pelaksanaan tugas dan fungsi
badan permusyawaratan desa, dengan metode Purposive Sampling maka dipilih
informan yang merupakan pimpinan dari setiap perangkat kerja yang menyangkut
perolehan data dalam penelitian ini, adapun informan yang akan diteliti adalah sebagi
berikut :
Kepala Desa
Sekretaris Desa
Ketua BPD
Wakil Ketua BPD
Anggota BPD
Masyarakat
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini
adalah :
a) Data Primer, adalah data yang diperoleh dari informan yang telah dipilih
berdasarkan wilayah cakupan penelitian ini. Data primer diperoleh melalui:
Observasi yaitu mengamati secara langsung objek yang diteliti.
Interview atau wawancara secara mendalam mengenai penelitian yang
dimaksud, dengan menggunakan pedoman wawancara.
b) Data Sekunder, Adapun data sekunder diperoleh melalui :
Studi pustaka, yaitu bersumber dari hasil bacaan literatur atau buku-
buku atau data terkait dengan topik penelitian. Ditambah
majalah,catatan perkuliahan dan penelusuran data online, dengan
pencarian data melalui fasilitas internet.
Dokumentasi, yaitu arsip-arsip, laporan tertulis atau daftar inventaris
yang diperoleh terkait dengan penelitian yang dilakukan.
3.5 Analisis Data
Dalam menganalisa data yang diperoleh, peneliti akan menggunakan teknik
analisa secara deskriptif kualitatif yakni data yang diperoleh akan dianalisis dan
disajikan dalam bentuk kata-kata lisan maupun tertulis. Teknik ini bertujuan untuk
menggambarkan secara sistematika fakta-fakta dan data-data yang diperoleh. Serta
hasil-hasil penelitian baik dari hasil study lapang maupun study literature untuk
kemudian memperjelas gambaran hasil penelitian menjadi sebuah kesimpulan.
3.6 Definisi operasional
Untuk lebih mengarahkan penelitian maka perlu mengembangkan definisi
operasional sebagai berikut :
Efektivitas Pelaksanaan Fungsi Badan Permusyawaratan Desa yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah sejauh mana keberhasilan yang
dicapai oleh BPD sesuai dengan tugas dan fungsinya, seperti yang
disebutkan dalam Pasal 11 Peraturan Daerah Kabupaten Bone nomor 03
tahun 2007 tentang badan permusyawaratan desa. bahwa Badan
Permusyawaratan Desa bertugas dan berfungsi menetapkan peraturan
desa bersama Kepala Desa, mengawasi jalannya pemerintahan di desa, ,
menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat.
Untuk dapat mengetahui efektivitas tersebut digunakan pendekatan
integratif yaitu pendekatan gabungan yang mencakup input, proses dan
outptut (Lubis Husaini, 1987:20). Dengan menggunakan pendekatan
tersebut ditetapkan bahwa BPD akan efektif bila mampu menampung
aspirasi masyarakat, mengawasi jalannya pemerintahan di desa, dan
menetapkan Peraturan Desa bersama Kepala Desa. Dalam mengukur
efektivitas fungsi Badan Permusyawaratan Desa tidak dapat dipisahkan
antara fungsi yang satu dengan yang lainnya, karena fungsi-fungsi tersebut
merupakan suatu kesatuan sehingga dalam penentuan tolak ukur
keefektivitasannya harus dilihat secara mendalam.
Ada dua faktor yang akan dianalisa seberapa besar pengaruhnya terhadap
efektivitas Badan Permusyawaratan Desa dalam pelaksanaan tugas dan
fungsinya. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut :
1) Faktor pendukung
2) Faktor penghambat
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini akan menjelaskan profil daerah penelitian dan hasil serta pembahasan
penelitian. Profil daerah penelitian akan menyajikan gambaran umum daerah
Kabupaten Bone. Gambaran umum Kabupaten Bone mencakup keadaan geografis,
kependudukan serta visi dan misi Kabupaten Bone.
Hasil penelitian akan menyajikan pembahasan mengenai Implementasi fungsi
BPD di Kecamatan Bontocani Kabupaten Bone.
4.1 Profil Daerah Penelitian
4.1.1 Keadaan Geografi
Kabupaten Bone merupakan salah satu kabupaten di pesisir timur Provinsi
Sulawesi Selatan yang berjarak sekitar 174 km dari kota Makassar. Mempunyai garis
pantai sepanjang 138 km dari arah selatan kearah utara. Secara astronomis terletak
dalam posisi 4013’-5006’ Lintang Selatan dan antara 1190 42’-120040’ Bujur Timur
dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :
Sebelah utara berbatasan dengan kabupaten Wajo dan Soppeng
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten sinjai dan Gowa
Sebelah Timur berbatasan dengan Laut Teluk Bone
Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Maros, Pangkep, dan Barru
4.1.2 Kondisi Topografi dan Kelerengan
Ketinggian Tempat
Daerah Kabupaten Bone terletak pada ketinggian yang bervariasi mulai dari 0
meter (tepi pantai) hingga lebih dari 1000 meter dari permukaan laut. Ketinggian daerah
digolongkan sebagai berikut :
Ketinggian 0 -25 meter seluas 81. 925,2 Ha (17,97%)
Ketinggian 25 -100 meter seluas 101.620 Ha (22,29%)
Ketinggian 100-250 meter seluas 202.237,2 Ha (44,36%)
Ketinggian 250-750 meter seluas 62.640,6 Ha (13,74%)
Ketinggian 750 meter ke atas seluas 40.080 Ha (13,76%)
Ketinggian 1000 meter ke atas seluas 6.900 Ha (1,52%)
Kemiringan Lereng
Keadaan permukaan lahan bervariasi, mulai dari landai, bergelombang hingga
curam. Daerah landai dijumpai sepanjang pantai dan bagian utara, sementara di bagian
Barat dan Selatan umumnya bergelombang hingga curam dengan rincian sebagai
berikut :
Kemiringan lereng 0-2% (datar) : 164.602 Ha (36,1%)
Kemiringan lereng 0-15% (landai dan sedikit bergelombang) : 91.519 Ha
(20,07%)
Kemiringan lereng 15-40% (bergelombang) : 12.399 Ha (24,65%)
Kemiringan lereng >40% (curam) : 12.399 Ha (24,65%)
4.1.3 Kondisi Tanah dan Iklim
Kealaman Tanah
Kedalaman efektif tanah terbagi atas empat kelas, yaitu :
0-30 cm seluas 120.505 Ha (26,44%)
30-60 cm seluas 120.830 Ha (26,50%)
60-90 cm seluas 30.825 Ha (6,76%)
- >90 cm seluas 183.740 Ha (40,30%)
Jenis Tanah
Jenis tanah yang ada di Kabupaten Bone terdiri dari tanah Aluvial Gleyhumus,
Litosol, Regosol, Mediteran, dan Renzina. Jenis tanah didominasi oleh tanah mediteran
seluas 67,6% dari total wilayahkemudian Renzina 9,59%, dan Litosol 9%. Penyebaran
jenis tanahnya yaitu sepanjang Pantai Timur Teluk Bone ditemukan tanah Aluvial.
Iklim
Wilayah Kabupaten Bone termasuk daerah beriklim sedang. Kelembaban udara
berkisar antara 95%-99% dengan temperatur berkisar 260C-430C. Pada periode April-
September, bertiup angin timur yang membawa hujan. Sebaliknya pada bulan Oktober-
Maret bertiup Angin Barat dimana saat mengalami musim kemarau di Kabupaten Bone.
Selain kedua wilayah yang terkait dengan iklim tersebut, terdapat juga wilayah
peralihan, yaitu Kecamatan Bontocani dan Kecamatan Libureng yang sebagian
mengikuti wilayah barat dan sebagian lagi mengikuti wilayah timur.
Wilayah Kabupaten Bone terdapat juga pegunungan dan perbukitan yang dari
celah-celahnya terdapat aliran sungai. Disekitanya terdapat lembah yang cukup dalam.
Namun pada musim kemarau sebagian mengalami kekeringan, kecuali sungai yang
cukup besar, seperti Sungai Walennae, Cenrana, Palakka, Jaling,Lekoballo, Bulu-bulu,
Salomekko, dan Tobunne.
4.1.4 Demografi
Berdasarkan hasil pencacahan Sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk
Kabupaten Bone adalah 717.268 jiwa, terdiri atas 341.335 laki‐laki dan 375.933
perempuan. Dengan luas wilayah Kabupaten Bone sekitar 4.559 km2 persegi, rata‐rata
tingkat kepadatan penduduk Kabupaten Bone adalah 157 jiwa per km2
Tabel 4.1
Jumlah, Distribuso dan Kepadatan di Kabupaten Bone Tahun 2010
No Kecamatan Laki-laki Perempuan Jumlah Rasio
1. Bontocani 7.656 7.699 15.355 99,44%
2. Kahu 17.905 19.510 37.415 91,77%
3. Kajuara 16.783 17.763 34.546 94,48%
4. Salomekko 7.265 7.696 14.961 94,40%
5. Tonra 6.160 6.658 12.818 92,52%
6. Patimpeng 7.543 8.134 15.677 92,73%
7. Libureng 14.536 14.605 29.141 99,53%
8. Mare 12.159 12.877 25.036 94,42%
9. Sibulue 15.218 17.444 32.662 87,24%
10. Cina 12.119 13.243 25.362 91,51%
11. Barebbo 12.314 14.065 26.379 87,55%
12. Ponre 6.437 6.765 13.202 95,15%
13. Lappariaja 11.067 12.093 23.160 91,52%
14. Lamuru 11.361 12.926 24.287 87,89%
15. Tellu Limpoe 6.827 6.933 13.760 98,47%
16. Bengo 12.153 13.089 25.242 92,85%
17. Ulaweng 11.435 13.080 24.515 87,42%
18. Palakka 10.257 11.837 22.094 86,65%
19. Awangpone 13.140 15.429 28.569 85,16%
20. Tellu Siattinge 18.416 21.291 39.707 86,50%
21. Amali 9.334 11.204 20.538 83,31%
22. Ajangale 12.581 14.606 27.187 86,14%
23. Dua Boccoe 13.808 16.131 29.939 85,60%
24. Cenrana 11.090 12.270 23.360 90,38%
25. Tanete Riattang Barat 20.863 22.617 43.480 92,24%
26. Tanete Riattang 22.815 25.671 48.486 88,87%
27. Tanete Riattang Timur 20.093 20.297 40.390 98,99%
TOTAL/Rata-rata 341.335 375.933 717.268 90,80%
Sumber: Kabupaten Bone Dalam Angka, Tahun 2010
4.1.5 Visi dan Misi
4.1.5.1 Visi Pembangunan Daerah
Visi :
“ Masyarakat Bone yang Sehat, Cerdas, dan Sejahtera”
Sehat : Meningkatnya derajat kesehatan masyarakat dengan memperluas
aksesibilitas pelayanan kesehatan yang adil dan berkualitas.
Cerdas : Terciptanya pemerataan pendidikan bagi laki-laki dan perempuan,
berkebutuhan khusus, difable dan marginal yang berkualitas untuk
mewujudkan kualitas manusia mandiri berbasis nilai-nilai agama dan kearifan
lokal.
Sejahtera : Masyarakat yang mampu memenuhi kebutuhan hidup berkelanjutan
dalam aspek ekonomi, politik,sosial budaya,lingkungan hidup,didukung
infrastruktrur dan tata kelola pemerintahan yang baik.
Misi Pembangunan Daerah
Misi :
1. Meningkatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas, terjangkau, adil, dan
merata.
2. Meningkatkan pemerataan dan kualitas pendidikan yang berkeadilan berbasis
nilai-nilai agama dan kearifan lokal untuk mewujudkan manusia mandiri.
3. Mengembangkan dan menguatkan ekonomi kerakyatan berbasis potensi lokal
dan kelestarian lingkungan.
4. Meningkatkan kualitas pelayanan publik dalam memenuhi hak-hak dasar
masyarakat yang berkeadilan.
5. Mengembangkan seni dan budaya dalam kemajemukan masyarakat.
6. Menguatkan budaya politik dan hukum yang demokratis dan bebas KKN
4.1.6 Profil Desa Bana
Legenda Dan Sejarah Pembangunan Desa
Menurut cerita daerah Bana pada awalnya di huni oleh satu keluarga yang
mempunyai 12 orang anak. Kemudian ke 12 anak itu mempunyai keluarga dan dibagi
menjadi 12 bagian wilayah yang disebut “Lari Tanah” sesuai dengan wilayah tang
diberikan kedua belas anak itu untu menjadi hak masing-masing untuk menguasai hal-
hal didalamnya.
Adapun nama-nama Lari Tanah “ADE” sesuai julukan ke 12 bersaudara itu
adalah :
1 FUATTA 5 ANAKARUNGNGE 9 SULLEHATANGNGE
2 TENGNGA 6 KAJUARA 10 KAPALA
3 GENRE 7 SEGERI 11 GURU KAMPONG
4 SAHARU 8 SAFOSUJI 12 SANRO HANUA
Kemudian pada waktu karena keadaan masyarakat untuk mempertahankan
hidup mereka mencari makanan dihutan diluar tempat Lari Tananya. Tak terduga salah
seorang penduduk melihat seorang laki-laki di hutan kemudian melapor kepada ketua
Adat. Setelah itu ketua adat menemui orang tersebut dan ditanyakan asal-usulnya. Dari
hasil pembicaraan terungkap bahwa laki-laki tersebut adalah keturunan Raja Bone
(Wijanna Mangkau’E di Bone/Salassae). Kemudian ketua adat pergi ke kerajaan Bone
untuk menghadap tentang kebenaran pernyataan dan stambuk yang dibawa laki-laki
tersebut .
Ternyata keterangan yang disampaikan Ketua Adat kepada Raja Bone diiyakan
dengan berkata “BA NA” artinya betul anak bahwa laki-laki tersebut adalah keturunan
Raja Bone tapi, karena pernah membuat pelanggaran sehingga dihukum dengan
diasingkan. Dan ternyata sampai kedaerah ketua adat tersebut. Selanjutnya ketua adat
meminta kepada agar laki-laki itu diangkat menjadi Raja/Arung kemudian diiyakan oleh
raja Bone dengan kata Ba Na yang artinya ia betul . Sekembalinya dari menghadap
Raja Bone, ketua adat tersebut menikahkan anaknya dengan laki-laki tersebut dan
kemudian diangkat menjadi Raja Bana.
Dari cerita diatas dari jawaban Raja Bone “BA NA” digabungkan menjadi BANA
dan sampai sekarang menjadi nama sebuah dusun dan nama Desa.
Desa Bana pada awal terbentuknya menjadi desa hanya menjadi 3 dusun yaitu
Bana. Oro dan Paku. Tapi karena begitu luasnya daerah Bana sehingga dusun Paku
dimekarkan menjadi 3 Dusun yaitu Cippaga dan Pao. Sehingga sampai Desa Bana
menjadi 5 dusun. Berikut ini diuraikan nama Kepala desa Bana.
Tabel 4.2
NAMA-NAMA KEPALA DESA
SEBELUM DAN SESUDAH BERDIRINYA DESA BANA
No Periode Nama Kepala Desa Keterangan
1 1962-1963 A.Lanti Nyonri Penunjukan2 1963-1964 A.Guntur Penunjukan3 1964-2003 A.Muin Baso Penunjukan/Pemilihan4 2003-2009 M.Amir.P Pemilihan5 2009-Sekarang M.Amir.P Pemilihan
Tabel 4.3
SEJARAH PEMBANGUNAN DESA BANA
No Tahun Kegiatan Pembangunan Keterangan1 1967 Pembangunan Kantor Desa Bana Swadaya2 1975 Perintisan Jalan Oro-Paku Swadaya3 1975 Pembangunan SD Inp. 296 Bana APBN4 1977 Pembangunan Pasar Bana APBN5 1979 Pembangunan SD Inp. 12/79 Bana APBN6 Pembangunan Masjid Nurul Huda (Oro) Swadaya7 Pembangunan Masjid Nurul Hidayah (Paku) Swadaya8 Pembangunan Masjid At-Takwa (Bana) Swadaya9 1981 Pembangunan SD Inp. 5/81 Bana APBN
10 1983 Pembangunan Lapangan Sepak Bola Swadaya11 1991 Pembangunan irigasi Sungai Kunyi APBN12 2004 Pembangunan jembatan Sungai Totong P2MPP13 Pembangunan Masjid Nurul Amin (Cippaga) Swadaya14 Pembangunan Masjid Nurul Asyariah(Pao) Swadaya
15 2007 Pembangunan SMPN Satap 5 Bontocani APBD16 2007 Rabat Beton 500 m PNPM-MP17 2008 Rehab 4 Lokal SD 296 Bana APBD Prov18 2008 Rabat Beton oro-Bana PNPM-MP19 2009 Rehab gedung INP 5/81 Bana APBD20 2008 Pembangunan Poskesdes APBD21 2009 Rabat Beton oro- Pammusureng PNPM-MP22 2010 Pembanngunan Posyandu PNPM-MP
4.1.7 KONDISI UMUM DESA BANA
4.1.7.1 Geografis
Letak dan Luas Wilayah
DesaBana merupakan salah satu dari 11Desa di Wilayah Kecamatan Bontocani
yang terletak 6 Km ke arah Utara Dari Kecamatan Bontocani.
DesaBana mempunyai luas wilayah seluas ± 6916M2 dengan batas batas
sebagai berikut :
Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Bulusirua
Sebelah Timur berbatasan dengan kab. Sinjai
Sebelah Utara berbatasan dengan kel.kahu dan desa Pammusureng
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kab sinjai
Iklim
Iklim Desa Bana, sebagaimana Desa-Desa lain di wilayah Indonesia mempunyai
Iklim Kemarau dan Penghujan, hal tersebut mempunyai pengaruh langsung terhadap
pola tanam yang ada di DesaBana kecamatan Bontocani.
4.1.7.2 Keadaan sosial Ekonomi Penduduk
Jumlah Penduduk
DesaBana mempunyai Jumlah Penduduk 2615 Jiwa, yang tersebar dalam 5
Dusun dengan Perincian sebagaimana tabel ;
Tabel 4.4
JUMLAH PENDUDUK
Dusun 2008 2009 2010 KET
Bana 730 742 766
Paku 445 473 502
Oro 522 591 683
Cippaga 622 340 347
Pao - 309 317
Sumber: Kabupaten Bone Dalam Angka, Tahun 2010
Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan masayarakat DesaBana adalah sebagai berikut :
TABEL 4.5
TINGKAT PENDIDIKAN
Pra Sekolah SD SMP SLTA Sarjana
1395 943 157 94 16
Sumber: Hasil Survey, Tahun 2010
Mata Pencaharian
Karena DesaBana merupakan Desa Pertanian, maka sebagian besar
penduduknya bermata pencaharian sebagai petani, selengkapnya sebagai berikut :
TABEL 4.6
KEADAAN MATA PENCAHARIAN PENDUDUK PERDUSUN
PNS PEDAGANG PETANI
TNI/
POLRI
LAIN
LAIN
15 37 1110 - 1.453
Sumber: Kabupaten Bone Dalam Angka, Tahun 2010
Jumlah Rumah Tangga Miskin ( RTM)
Dari hasil pelaksanaan pendataan Rumah Tangga miskin di DesaBana yang
dilalukan oleh Kader Pemberdayaan masyarakat (KPMD/K) dapat di lihat pada table di
bawah ini :
TABEL 4.7
JUMLAH RUMAH TANGGA MISKIN MASING MASING DUSUN
Sumber: Kabupaten Bone Dalam Angka, Tahun 2010
Pola
Penggunaan Tanah
Penggunaan Tanah di DesaBana sebagian besar diperuntukan untuk Tanah
Pertanian Sawah sedangkan sisanya untuk Tanah kering yang merupakanPerkebunan.
Pemilikan Ternak
Jumlah kepemilikan hewan ternak oleh penduduk DesaBana adalah sebagai
berikut :
TABEL 4.8
KEPEMILIKAN TERNAK
AYAM/ITIK KAMBING SAPI KERBAU KUDA
3100 93 757 - 24
Sumber: Kabupaten Bone Dalam Angka, Tahun 2010
DUSUN JUMLAH RTM KETERANGAN
Bana 63
Paku 53
Oro 88
Cippaga 23
Pao 29
4.1.8 Potensi Khusus Sumber Daya Material
Kondisi Potensi Khusus sumber daya material DesaBana Kec.Bontocanisecara
garis besar dapat dilihat pada table di bawah ini:
TABEL 4.9
Kondisi Potensi Khusus Sumber Daya Material
NO JENIS POTENSI VOLUME LOKASI KET
1 Kebun Coklat 1900 Ha Satu Desa
2 Kebun Kemiri 450 Ha Satu Desa
3 Kebun Kopi 460 Ha Satu Desa
4 Sawah 720 Ha Satu Desa
5Mesin Penggiling
Padi15 Unit Satu Desa
6Mesin perontok
Padi27 Unit Satu Desa
7 Traktor 35 Unit Satu Desa
8 Bengkel 4 Unit Satu Desa
9 Mobil Angkutan 1 Unit Bana
10Pabrik Gula
semut1 Unit Paku
11Pembuatan Batu
Bata7 Unit Paku, Cippaga
Sumber: Hasil Survey, Tahun 2010
4.1.9 Sarana dan Prasarana Desa
Kondisi sarana dan prasarana umum DesaBana secara garis besar adalah
sebagai berikut :
TABEL 4.10
SARANA DAN PRASARANA DESA
SARANA PRASARANA VOLUME LOKASI
Kantor Desa 7x11 m Paku
Pasar Desa 45x50 Paku
Lap. Sepakbola 1 Ha Paku
Poskesdes 4x6 m Pao
Posyandu 7x9 Oro
Masjid 7 Unit Satu desa
SD 3 Oro, Paku, Bana
SMP 1 Paku
Jalan desa 15 Km
Bendungan S. Kunyi I unit Oro
Jembatan Gantung 2x19 m Cippaga
Jembatan 4x7 m Oro
Poskamling 5 unit Satu desa
Struktur Organisasi
Desa Bana menganut Sistem Kelembagaan Pemerintahan Desa dengan Pola
Minimal, selengkapnya sebagai berikut :
DESA BANA KECAMATAN BONTOCANI
KABUPATEN BONE
BPD
SALENG
KADES
M.AMIR.P
SEKDES
DARLIS LEO
MASALAH YANG DIHADAPI DESA
Berdasarkan Penjaringan masalah dan Pengkajian Keadaan Desa yang
dilakukangan disetiap Dusun didapati masalah sebagai berikut :
Tabel 4.11
Penjaringan Masalah dan Pengkajian Keadaan Desa
I PENGEMBANGAN WILAYAH
I.I PEKERJAAN UMUM
1.1.1 Jalan antara Dusun Paku ke cippaga berbatu dan licin pada saat
hujan
1.1.2 Jalan antara Dusun cippaga ke pao berbatu dan licin pada saat
KAUR. PEMB.
MAPPATOBA
KAUR. PEM
A.NASRUL
KAUR UMUMAHRA JAENI
KEP. DUSUN
ORO
NURBAYA
KEP. DUSUN
PAKU
BENNU
KEP. DUSUN
BANA
SAKKA
KEP. DUSUN
CIPPAGA
A.PATOTORI
K. DUSUN
PAO
A.AMIR.L
hujan
1.1.3 Belum ada Jembatan di Sungai Totong di bana sehingga pada
saat musim hujan warga dan anak sekolah terganggu
1.1.4 Jalan antara bana-Lalepo masih sempit
1.1.5 Jalan di Aluppangnge terkikis air apabila hujan
1.1.6 Belum ada Jembatan di Sungai kunyi di Pao sehingga pada saat
musim hujan warga dan anak sekolah terganggu
1.1.7 Belum ada Jembatan di Sungai songkoki di Pao sehingga pada
saat musim hujan warga danak sekolah terganggu
1.1.8 Belum ada Jembatan gantung di Pao sehingga pada saat musim
hujan warga danak sekolah terganggu
1.1.9 Jembatan Gantung di cippaga sudah rusak
1.1.10 Jalan antara oro-toasae masih sempit
1.1.11 Belum ada jalan tani dari Oro ke kulleng
1.1.12 Belum ada Jembatan di sungai totong (kampong batu ) di oro
sehingga pada saat musim hujan warga danak sekolah
terganggu
1.1.13 Jalan yang menuju dusun Bana berbatu dan licin pada saat
hujan
1.1.14 Kantor Desa Bana belum selesai pekerjaannya
1.1.15 Jalan tani di paku masih sempit
1.1.16 Jalan tani di Bana masih sempit
1.1.17 Pasar di Bana bangunannya sudah lapuk
1.1.18 Pada saat Hujan air meluap karena masih kurangnya gorong-
gorong dibana
1.1.19 Pada saat Hujan air meluap karena masih kurangnya gorong-
gorong di oro
1.1.20 Pada saat Hujan air meluap karena masih kurangnya gorong-
gorong di Pao
1.1.21 Pada saat musim kemarau di Oro sering kekurangan air bersih
1.1.22 Pada saat musim kemarau di Bana sering kekurangan air bersih
1.1.23 Pada saat musim kemarau di Paku sering kekurangan air bersih
1.1.24 Kantor desa Bana belum selesai pekerjaannya
I.I PENERANGAN
1.2.1 Di bana Belum ada Penerangan resmi
1.2.2 di Oro Belum ada Penerangan resmi
1.2.3 di paku Belum ada Penerangan resmi
1.2.4 di Pao Belum ada Penerangan resmi
1.2.4 Pengadaan Listri masuk desa
II EKONOMI
2.1 Pertanian
2.1.1 Setiap musim tanam petani di desa Bana selalu kekurangan bibit
unggul
2.1.2 Setiap musim tanam petani di desa Bana selalu kekurangan
Pupuk
2.1.3 Masyarakat sulit mendapatkan bibit sayur mayur
2.1.3 Masyarakat sulit mendapatkan bibit jagung
2.2 Peternakan
2.2.1 Masyarakat sulit mendapatkan Bibit Sapi disemua dusun
2.2.2 Masyarakat sulit mendapatkan Bibit kambing didusun bana
2.3 Pengairan
2.3.1 Belum adanya Bendungan dan irigasi permanen di
Pao
2.3.2 Belum adanya Bendungan dan irigasi permanen di Cippaga
2.3.3 Bendungan Sungai Kunyi sudah jebol
2.3.4 Irigasi sungai kunyi belum permanene
2.3.5 Belum adanya Bendungan dan irigasi permanen di Bana
2.4 Industri
2.4.1 Belum adanya Pabrik bubuk coklat padahal di Bana kebun coklat
luas
2.5 Perkebunan
2.5.1 Masyarakat sulit mendapatkan Bibit Cengkeh
2.5.2 Masyarakat sulit mendapatkan Bibit Durian oton
2.5.3 Masyarakat sulit mendapatkan Bibit Coklat
2.5.4 Masyarakat sulit mendapatkan Pupuk & Iksektisida Coklat
2.6 Perdagangan
2.6.1 Manyarakat masih membutuhkan Tambahan Modal PUAP
2.6.2 Manyarakat masih membutuhkan Tambahan Modal Tambahan
klpk SPP PNPM_MP
III BIDANG SOSIAL BUDAYA
3.1 PENDIDIKAN
3.1.1 Gedung SD 296 Bana sudah Lapuk
3.1.2 Gedung SD Inp 12/29 Bana sudah Lapuk
3.1.3 Semua sekola di Bana kekurangan Guru
3.1.4 Belum adanya gedung sekolah TK & Mobilernya di Oro
3.1.5 Belum adanya gedung sekolah TK & Mobilernya di Bana
3.1.6 Belum adanya gedung sekolah TK & Mobilernya Cippaga
3.1.7 Belum adanya gedung sekolah TK & Mobilernya di Pao
3.1.8 Belum adanya gedung sekolah TK & Mobilernya Cippaga
3.1.9 Anak-anak SD di Pao berjalan kaki sekitar 4 KM ke sekolah
3.1.10 Belum adanya gedung sekolahSMA atau MA
3.2 KESEHATAN
3.2.1 Belum adanya Bidan Desa dan Perawat
3.2.2 Belum adanya MCK
3.2.3 Masih kurangnya keluarga yang mempunyai Jamban Keluarga
3.3 PELATIHAN
3.3.1 Majelis Ta'lim sedesa Bana kurang aktif
3.3.2 Masih kurang dipahaminya cara pengelolaan Industri gula Merah
di Paku
3.3.3 Masyarakat desa Bana membutuhkan kursus Menjahit
3.3.4 Lembaga Remaja Masjid Di desa bana kurang aktif
3.4 KEAGAMAAN
3.4.1 Belum ada gedungnya TK/TPA
3.4.2 Masjid nurul Huda di oro sudah lapuk dan kecil
3.4.3 Rehab Masjid Darussalam masih kecil
3.4.4 Belum adanya Musallah di Pao dan Carimbu
4.2 Pelaksanaan Fungsi Badan Permusyawaratan Desa ( BPD )
Untuk memberikan gambaran tentang pelaksanaan Fungsi BPD (Badan
Permusyawaratan Desa) di Desa Bana kecamatan Bontocani Kabupaten Bone,
sebagai salah satu unsur penyelenggara Pemerintahan Desa terbentuk sebagai
wahana pelaksanaan demokrasi di Desa telah menunjukkan peran penting dalam
mendukung perwujudan tata penyelenggaraan pemerintahan Desa yang baik. Sejauh
ini BPD di Desa Bana kecamatan Bontocani Kabupaten Bone telah memiliki
paradigma yang jelas berpegang teguh pada konstitusi, serta independen dalam
melakukan tugas dan fungsinya. Sampai saat ini keberadaan BPD Desa Bana
Kecamatan Bontocani Kabupaten Bone telah mulai menampakkan tugas dan fungsinya
antara Pemerintah Desa dan masyarakat Desa Bana. Pemerintahan Desa dan BPD
di Desa Bana dapat berperan dan berfungsi untuk memperjuangkan dan
mengakomodasikan kepentingan masyarakat, selain itu juga BPD Desa Bana
menjalankan fungsi sebagai Pengayoman adat, fungsi legislasi, fungsi menyerap dan
menyalurkan aspirasi masyarakat dan fungsi Pengawasan,hal ini sesuai dengan
peraturan daerah kabupaten Bone nomor 03 tahun 2007 tentang badan
permusyawaratan desa.
Pasal 3
(1) Anggota BPD adalah wakil dari penduduk desa yang bersangkutan
berdasarkan keterwakilan wilayah dan masyarakat yang ditetapkan
dengan cara musyawarah dan mufakat.
(2) Anggota BPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari Ketua
Rukun Warga, pemangku adat, golongan Profesi, pemuka agama dan
tokoh atau pemuka masyarakat lainnya.
(3) Golongan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) antara lain dokter,
guru, bidan, perawat dan profesi dengan sebutan nama lain.
(4) Pemuka agama dan tokoh atau pemuka masyarakat sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) antara lain ustaz/ustazah, pemimpin pesantren,
kyai atau ulama dan/atau pemuka agama yang disebut dengan nama lain.
Namun yang menarik dari hasil wawancara dengan Bapak Kepala Desa Bana
( Pak Amir ) disimpulkan bahwa keberadaan BDP belum terlalu maksimal selain itu
aparat BPD juga masih belum memahami dengan baik tugas dan fungsinya sebagai
BPD padahal seharusnya BPD mampu menempatkan dirinya dengan baik dalam
penyelenggaraan pemerintahan di Desa Bana seperti yang diamanatkan dalam
peraturan daerah bahwa yang dimaksud dengan pemerintah desa adalah kepala desa
beserta jajarannya yang berintegrasi dengan BPD selaku badan penyelenggara desa
disebuah desa.
Dari hasil wawancara yang berlangsung dengan Bapak kepala desa diketahui
bahwa adanya hubungan yang kurang harmonis antara BPD dengan pemerintah desa
yang terjadi di desa Bana,selain itu keberadaan BPD di desa Bana hanya melengkapi
pemerintah desa hal ini sesuai dengan ungkapan Bapak kepala desa Bana yang
mengatakan bahwa :
“BPD yang terbentuk kurang memahami tugas dan fungsinya sebagai
BPD,sehingga dalam pelaksanaannya mereka masing bingung,selain itu ketidak
tauhan tentang tugas dan fungsi membuat keberadaan BPD yang tidak terlalu
berpartisipasi dalam penyelenggaraan pemerintah desa khususnya untuk
menerima dan menyalurkan aspirasi masyarakat yang kemudian ditindak lanjuti
oleh pemerintah desa beserta jajarannya”
Dalam menciptakan pemerintah desa yang lebih professional dituntut adanya
hubungan dan kerjasama yang harmonis antara BPD dengan kepala Desa,hal ini
dimaksudkan agar terciptanya pelayanan pemerintah yang lebih prima. Pola hubungan
antara BPD dengan pemerintah Desa bersifat timbal balik dimana keduanya saling
membutuhkan demi terciptanya pemerintahan yang lebih baik,keterkaitan antara
pemerintah desa dengan BPD akan mempengaruhi daya tamping aspirasi masyarakat
sebagai objek dalam pelaksanaan pemerintahan di lingkup pemerintah desa.Hal
tersebut senada dengan peraturan daerah nomor 03 tahun 2007,
Pasal 22
(1) Hubungan kerja antara BPD dengan Kepala Desa bersifat kemitraan
dan koordinatif.
(2) Hubungan kerja antara BPD dengan Lembaga Kemasyarakatan
bersifat konsultatif.
Sebagaimana yang diatur dalam peraturan daerah kabupaten Bone tentang
Badan permusyawaratan Desa bahwa BPD memiliki tugas dan fungsi sebagai
penampung dan penyalur aspirasi.Hal ini sesuai dengan amanah peraturan daerah
nomor 03 tahun 2007.
Pasal 11
(1) BPD mempunyai fungsi:
a. Mengayomi yaitu menjaga kelestarian adat istiadat yang hidup dan
berkembang di Desa yang bersangkutan sepanjang menunjang
kelangsungan pembangunan;
b. Legislasi yaitu merumuskan dan menetapkan Peraturan Desa
bersama-sama dengan Pemerintah Desa;
c. Pengawasan yaitu meliputi pengawasan terhadap pelaksanaan
Peraturan Desa, Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa serta
Keputusan Kepala Desa;
d. Menampung aspirasi masyarakat yaitu menangani dan menyalurkan
aspirasi yang diterima dari masyarakat kepada pejabat atau instansi
yang berwenang.
Badan pengawas desa selaku salah satu komponen dalam pemerintah desa
memiliki peran yang sangat vital terhadap kontribusi dan kemajuan desa khususnya
pada penyalur aspirasi masyarakat. Dari uraian peraturan daerah nomor 03 tahun 2007
terlihat jelas salah satu fungsi BPD sebagai penjaga kelestarian nilai adat. Dari
penjelsan peraturan daerah tersebut BDP memiliki peran sentral sebagai penyeimbang
dalam pelaksanaan pemerintah desa selain itu BPD berfungsi sebagai penjaga
kelestarian adat yang ada di desa.
Untuk memahami tugas dan fungsi yang ada pada BPD seperti yang
diamanatkan dalam peraturan daerah nomor 03 tahun 2007,berikut akan dijelaskan
secara jelas :
4.2.1 Fungsi Pengayom
Pengayom yang dimaksud disini adalah menjaga kelestarian adat, BPD sebagai
salah satu elemen dalam pemerintah desa berkewajiban menjaga kelestarian adat yang
terdapat dalam sebuah desa,hal ini sesuai dengan pasal 11 point a yang berbunyi.
”mengayomi yaitu menjaga kelestarian adat istiadat yang hidup dan berkembang di Desa yang bersangkutan sepanjang menunjang kelangsungan pembangunan”
Perbandingan fungsi BPD sangat Nampak di dua desa yaitu antara desa yang
bercorak kebudayaan dan adat yang sangat kental dengan desa yang memiliki sistem
pemerintahan yang lebih modern, dalam penelitian lapangan ditemukan sebuah fakta
bahwa antara pemerintah desa yang berbasis adat memiliki pola komunikasi dan juga
hubungan yang lebih harmonis dengan BPD selain itu BPD melaksanakan fungsi
sebagai pengayom lebih maksimal hal ini dikarenakan oleh adanya kekuatan cultural
yang berkembang dan diyakini pada masyarakat tersebut sehingga posisi BPD dalam
desa beradat lebih dihormati selain itu juga karena keberadaan BPD yang secara garis
keturunan memiliki hubungan kekeluargaan dengan pemerintah setempat sehingga
memudahkan pola komunikasi antara pemerintah desa dengan BPD itu sendiri
Hal ini diperkuat dengan hasil wawancara yang berlangsung dengan bapak
kepala desa Bulusirua yaitu bapak karaeng Darlis .
“BPD memiliki peran yang sangat penting dalam perkembangan desa karena
dalam situasi tertentu BPD berkedudukan sebagai wakil dari masyarakat sebagai
pembawa aspirasi masyarakat desa, namun sejauh ini hubungan BPD dengan
aparat pemerintah desa berjalan dengan baik dan juga menjalankan fungsinya
dengan baik,hal ini terlihat dari beberapa masukan yang diberikan BPD ke
pemerintah desa”.
Pernyataan diatas juga diperkuat oleh bapak arifin sebagai ketua BPD,beliau
menambahkan,
“Sejauh ini hubungan yang terjalin antara pak desa dengan pihak BPD sendiri
berjalan dengan baik,khususnya dalam membahas pembangunan desa meski
beberapa waktu lalu hubungan komunikasi ini sempat renggan oleh karena saya
perna sakit keras“
Berbeda dengan yang terjadi di desa Bana justru bertolak belakang dengan apa
yang telah disebutkan diatas, di desa Bana masih ditemui ego sektoral yang
menimbulkan pola komunikasi antara BPD dengan pemerintah setempat tidak berjalan
dengan baik, sebagaimana yang dikemukakan oleh beberapa warga desa bana yaitu :
Yusri selaku warga Dusun Bana Desa Bana mengatakan :
“ BPD belum mengetahui tugas secara jelas yang pada akhirnya terjadi
disharmonis dengan pemerintah desa:”,
Senada dengan Bapak Fahri warga Dusun Paku Desa Bana yang mengatakan :
“BPD tidak peka terhadap kepentingan masyarakat karena jarang mengunjungi
masyarakat,akibtanya pola komunikasi yang terbangun kurang efektif “.
Dari dua perbandingan desa yang telah dikemukakan diatas terlihat secara jelas
perbedaan yang cukup mencolok antara pemerintah desa yang berciri adat dengan
pemerintah desa di desa Bana,pada fungsi BPD terkait dengan pengayom,BPD yang
berada didesa adat lebih baik jika dibanding dengan fungsi BPD yang ada di desa
Bana.
4.2.2 Fungsi Legislasi
Legislasi yang dimaksud adalah fungsi BPD yang berkaitan dengan perumusan
dan penetapann peraturan desa.Fungsi BPD sebagai legislasi diatur dalam peraturan
daerah nomor 03 tahun 2007 pasal 11 ayat b yang berbunyi :
“Legislasi yaitu merumuskan dan menetapkan Peraturan Desa bersama-sama
dengan Pemerintah Desa”;
Fungsi legislasi yang dimiliki oleh BPD merupakan salah satu fungsi yang sangat
urgen dalam pelekasanaan pemerintah karena menyangkut dengan regulasi dan aturan
yang nantinya akan berlaku dalam sebuah sistem pemerintahan yang tedapat pada
sebuah desa. Dalam konteks penelitian yang dilakukan di desa Bulusirua ditemukan
sebuah fakta bahwa dalam pelaksanaan fungsi BPD sebagai pembuat regulasi belum
berjalan dengan baik, hal ini disebabkan oleh tingkat kesadaran yang dimiliki oleh
anggota BDP itu sendiri, hal ini sesuai dengan hasil wawancara yang disampaikan oleh
Abd Salam sekretaris BPD.
“Saya perna menghadiri pertemuan dikecamatan yang hadir anggota BPD Cuma
saya dari anggota BPD yang ada, ini sangat memprihatinkan mengingat fungsi
BPD yang sangat penting sebagai pembuat regulasi”.
Pernyataan bapak Abd.Salam diperkuat dengan pernyataan ketua BPD bapak
Arifin yang mengatakan :
“sebagian anggota BPD memang sudah ada yang bisa dan mengerti tentang
peran dan fungsinya sebagai legislasi namun secara keseluruhan masih
kebingungan”,
Dari uraian wawancara di atas terlihat bahwa secara umum pelaksanaan fungsi
BDP sebagai regulasi belum berjalan secara maksimal.
Fungsi BPD sebagai pembuat regulasi yang terjadi di desa Bulusirua hampir
sama dengan yang terjadi di Desa Bana, secara khusus apa yang terjadi di desa Bana
terkait dengan fungsi regulasi BPD juga belum terlalu maksimal, selain pola komunikasi
yang telah disebutkan diatas fungsi legislatif juga tidak berjalan dengan baik.
Hal ini sesuai dengan hasil wawancara yang disampaikan oleh Kepala Desa
Bana yang mengatakan bahwa :
“BDP selain berfungsi sebagai penyampai aspirasi sebenarnya memiliki tugas
dan peran yang sangat penting dalam membuat regulasi, namun pada
kesempatan ini belum terlalu maksimal khususnya BPD yang ada di desa Bana”.
Menindak lanjuti fakta yang terdapat dilapangan, penulis kemudian melanjutkan
penelesuran ke beberapa orang yang dianggap berkompeten terhadap masalah ini
diantaranya sekretaris desa Bana, dari hasil wawancara tersebut sekretaris desa Bana
menambahkan bahwa :
“kegalalan yang terjadi di beberapa BPD itu disebabkan oleh asal usul dan pola
rekruitmen BPD,sehingga kegagalan dan juga keberhasilan BPD dalam
menjalankan fungsinya tidak bisa dilepas dari asal usul anggota BPD tersebut
dan juga pola penerimaannya karena ini akan sangat mempengaruhi kinerja
BPD”.
Fungsi BPD sebagai legislasi sepertinya belum terlalu maksimal dilakukan di dua
desa yang menjadi domain penelitian, dimana salah satu kegagalan tersebut dari
proses penerimaan BPD .
4.2.3 Fungsi Pengawasan
Pengawas adalah salah satu fungsi BPD, pengawas yang dimaksud disini
adalah pengawasan yang dilakukan BPD terkait dengan pelaksanaan peraturan Desa,
penggunaan anggaran dan juga belanja daerah serta keputusan kepala desa.Terkait
dengan fungsi BPD sebagai pengawas posisi BPD dengan desa bersifat lebih kepada
koordinasi, hal ini diatur dalam pasal 11 point c yang berbunyi :
“Pengawasan yaitu meliputi pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Desa,
Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa serta Keputusan Kepala Desa”.
Badan Permusyawaratan Desa mempunyai fungsi membuat dan menetapkan
Peraturan Desa bersama-sama dengan pemerintah desa, selain itu BPD juga
berfungsi mengawasi jalannya pemerintah desa. Fungsi dalam bidang pengawasan
ini meliputi pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Desa, pengawasan
terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes), dan pengawasan
terhadap keputusan Kepala Desa. Dalam pelaksanaan fungsi pengawasan ini, BPD
berhak meminta pertanggungjawaban Kepala Desa serta meminta keterangan
kepada pemerintah desa. Pelaksanaan dari fungsi pengawasan yang dilakukan BPD
sebagai berikut:
4.2.3.1 Pengawasan terhadap Pelaksanaan Peraturan Desa.
Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam menjalankan
fungsinya yaitu dengan mengawasi segala tindakan yang dilakukan oleh pelaksana
Peraturan Desa.
Beberapa cara pengawasan yang dilakukan BPD Desa terhadap
pelaksanaan peraturan desa antara lain sebagai berikut :
a. Mengawasi semua tindakan yang dilakukan oleh pelaksana peraturan
desa seperti kepala desa, sekretaris desa,dan aparat desa lainnya.
b. Dalam hal terjadi penyelewengan,biasanya BPD hanya melakukan
teguran sehingga untuk menimbulkan reaksi dari BPD untuk melakukan
sanksi yang berat tidak ada karena hanya dengan teguran saja itu sudah
berhasil.
4.2.3.2 Pengawasan terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.
Pengawasan terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes)
ini dapat dilihat di dalam laporan pertanggungjawaban Kepala Desa setiap akhir tahun
anggaran. Bentuk pengawasan yang dilakukan oleh BPD Desa adalah sebagai berikut.
1. Memantau semua pemasukan dan pengeluaran kas desa.
2. Memantau secara rutin mengenai dana-dana swadaya yang digunakan
untuk membangun sarana-sarana umum atau untuk pembangunan desa.
4.2.3.3 Pengawasan terhadap Keputusan Kepala Desa
Kepala Desa di dalam melaksanakan pemerintah desa juga berhak untuk
membuat keputusan Kepala Desa. Keputusan Kepala Desa dibuat untuk
mempermudah jalannya Peraturan Desa. Dari data yang diperoleh dari kantor Kepala
Desa, ada beberapa keputusan yang telah dikeluarkan oleh Kepala Desa antara lain
adalah keputusan Kepala Desa tentang Penyusunan Program Kerja Tahunan Kepala
Desa yang dijadikan pedoman penyusunan Rencana Anggaran Penerimaan dan
Pengeluaran Keuangan Desa (RAPBDes) Desa .
Pengawasan yang dilakukan oleh BPD Desa terhadap keputusan Kepala
Desa yaitu sebagai berikut:
a) Melihat proses pembuatan keputusan dan isi keputusan tersebut.
b) Melihat apakah isi keputusan tersebut sudah sesuai untuk dijadikan
pedoman penyusunan RAPBDes.
c) Mengawasi apakah keputusan tersebut benar-benar dijalankan atau tidak.
d) Mengawasi apakah dalam menjalankan keputusan tersebut ada
penyelewengan.
e) Menindaklanjuti apabila dalam menjalankan keputusan ada
penyelewengan.
Fungsi sebagai pengawas BPD dituntun lebih professional dan lebih mem\ahami
sistem pemerintah dan alur organisasi dalam desa tersebut, dalam hal penelitian ini
fungsi sebagai pengawas di lakukan di dua desa yaitu di desa Bulusirua dan desa
Bana.
Pengawasan yang dilakukan BPD di desa Bulusirua juga belum terlalu maksimal
meskipun dalam pelaksanaan pemerintah yang berjalan di desa ini bersifat lebih
cultural namun sifat cultural yang dimiliki justru tidak bisa digunakan dengan baik dalam
melakukan hubungan kerja antara BPD dengan pemerintah desa, dengan goncang
gancing yang terjadi pengawasan yang terjadi di desa Bulusirua bersifat semu yaitu
bersifat secara abstrak. Hal ini juga dibenarkan oleh Bapak Kepala Desa
“hubungan kami dengan BPD yang tak lain sebagai keluarga justru membuat
hubungan pola kerja menjadi sedkit kaku,adanya hubungan keluarga ini
membuat kedunaya ( BPD dan pemerintah desa ) berjalan secara fleksibel tanpa
memperhatikan unsur-unsur yang mendasar”.
Dari hasil wawancara diatas menggambarkan bahwa keterlibatan kekeluargaan
antara BPD dengan pemerintah Desa kadang menimbulkan manfaat dan kemudahan
namun disatu sisi juga melemahkan secara konstitusi tugas dari BPD itu sendiri karena
adanya unsur pembiaran dan pengawasan berlangsung tidak secara ketat, apalagi
mengingat bahwa hubungan keduanya adalah hubungan keluarga sehingga metode
peyelesaian masalahpun dilakukan secara kekeluargaan termasuk dalam hal
pengawasan dan penindakan pengawasan tersebut.
Tidak jauh berbeda dengan pemerintah desa Bulusirua,BPD yang juga terdapat
di desa Bana berjalan tidak terlalu maksimal,selain karena kemampuan dan kapasitas
aparat yang memang tidak mengerti sama sekali tentang fungsi dan tugas BPD juga
karena sikap tertutup yang masing-masing dilakukan oleh BPD dengan pemerintah
setempat.
Hal ini sesuai dengan pernyataan bapak kepala Desa saat dikonfirmasi terkait
dengan tugas BPD mengenai pengawasan, menurut beliau, pola pengawasan belum
berjalan secara maksimal, ini mungkin karena sikap tertutup yang sama-sama
dilakukan, padahal seharusnya dibutuhkan keterbukaan seperti keterbukaan
penggunaaan anggaran, hanya saja sejauh ini,transparansi anggaran masih menjadi
hal menakutkan sehingga hubungan keduanya tidak berjalan baik dan tugas BPD
sebagai pengawasan juga berjalan secara pincang.
4.2.4 Menampung Aspirasi
Menampung aspirasi masyarakat yaitu menangani dan menyalurkan aspirasi
yang diterima dari masyarakat yang selanjutnya diteruskan kepada pejabat atau
instansi yang berwenang.(pasal 11 point d).
Secara umum ada 3 cara bagi masyarakat dalam menyampaikan aspirasinya
yaitu :
a. Penyampaian langsung kepada BPD
Penyampaian aspirasi oleh warga kepada BPD tidak jarang pula dilakukan
baik secara individu maupun bersama-sama dengan menyampaikan langsung kepada
anggota BPD yang ada di lingkungannya (RW). Adapun jenis aspirasi yang
disampaikan melaui cara seperti ini cenderung bukanlah masalah yang sangat
mendesak bagi kepentingan desa oleh karena itu banyak yang saran dan aspirasi yang
“mengandai-andai” namun metode penyampiaan aspirasi seperti ini sangat efektif pada
tahapan pengawasan dan pelaksanaan sebuah program desa. Berikut hasil wawancara
di rumah salah satu anggota masyarakat di rumah anggota BPD,
b. Penyampaian melalui forum warga
BPD memperhatikan aspirasi dari masyarakat melalui forum-forum yang
diadakan wilayah. Masing-masing wilayah setiap Sebulan sekali mengadakan
pertemuan dalam perkumpulan semisal arisan dan sebagainya. Adapun menurut hasil
pengamatan penulis bahwa forum semacam ini sifat dan bentuk pemberian aspirasi
masyarakat tidak berbeda dengan model penyampaian secara langsung.
c. Penyampaian melalui pertemuan tingkat desa
Penyampaian aspirasi melalui forum rembug desa atau rapat koordinasi
yang diselenggarakan oleh Pemerintah Desa. Pada forum ini pemerintah mengundang
perwakilan dari masyarakat yaitu ketua RT/RW, tokoh agama, adat, masyarakat serta
mengikut sertakan BPD guna membahas mengenai permasalahan maupun program
yang sedang atau akan dijalankan oleh Pemerintah Desa. Selain itu, penyampaian
aspirasi oleh masyarakat lebih dominan disampaikan pada saat rapat
MUSRENBANGDES/KEL.
Berdasarkan sifatnya, aspirasi masyarakat desa dibagi dalam 2 sifat yaitu, usulan
yang bersifat fisik maupun nonfisik:
Dari hasil penelitian yang dilakukan di dua desa yang berbeda yaitu desa
Bulusirua sebagai desa adat dan Desa Bana sebagai desa modern. fungsi BPD terkait
dengan penampung aspirasi, kedua desa tersebut tidak menjalankan fungsinya
berdasarkan perda yang berlaku hal ini dipertegas oleh Bapak Sudirman selaku warga
desa Bulusirua mengemukakan bahwa :
“Pihak dari pemerintah desa tidak pernah melakukan suatu kegiatan yang sifatnya
menampung aspirasi masyarakat lalu kemudian dipertimbangkan, kami hanya
bercerita sesama warga terkait dengan kondisi desa”
Hal ini dipertegas oleh Bapak Haidar selaku warga Desa Bana manggatakan :
“Pemerintah desa tidak pernah memperhatikan keluh kesah warga desa yang
ada disini, tidak ada suatu kegiatan dari desa untuk menampung aspirasi warga
kemudian ditindak lanjuti dalam bentuk kebijakan”
4.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Efektivitas Badan Permusyawaratan Desa.
Untuk mewujudkan suatu organisasi yang efektif dalam pelaksanaan fungsinya
tidak lepas dari berbagai faktor yang mempengaruhi kinerjannya dalam mencapai
tujuan. Seperti halnya dengan Badan Permusyawaratan Desa, untuk menjadi efektif
tidak serta merta terjadi begitu saja tetapi ada beberapa faktor yang mempengaruhinya.
Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi efektivitas pelaksanaan fungsi BPD yaitu :
4.3.1 Faktor Pendukung
Berdasarkan hasil penelitian dilapangan ada beberapa faktor yang mendukung
efektivitas fungsi BPD di Desa Bulusirua dan Desa Bana yaitu
a. Masyarakat
Masyarakat, merupakan faktor penentu keberhasilan BPD dalam melaksanakan
fungsinya, besarnya dukungan dan sambutan serta penghargaan dari masyarakat
kepada BPD menjadikan BPD lebih mempunyai ruang gerak untuk dapat
melaksanakan fungsinya. Dukungan dari masyarakat tidak hanya pada banyaknya
aspirasi yang masuk juga dari pelaksanaan suatu perdes. Kemauan dan semangat dari
masyarakatlah yang menjadikan segala keputusan dari BPD dan Pemerintah Desa
menjadi mudah untuk dilaksanakan. Partisipasi masyarakat baik dalam bentuk aspirasi
maupun dalam pelaksanaan suatu keputusan sangat menentukan efektivitas tugas dan
fungsi BPD.
BPD sebagai wadah untuk menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat
, berikut dikemukakan tanggapan – tanggapan dari hasil penelitian yang dilakukan
menunjukan bahwa partisipasi masyarakat dalam memberikan dukungan terhadap
pelaksanaan tugas dan fungsi Badan Permusyawaratan Desa ( BPD ) dapat dikatakan
umumnya berpartisipasi.
b. Pola hubungan kerjasama dengan pemerintah desa.
Salah satu faktor pendukung efektivitas tugas dan fungsi BPD adalah
terciptanya hubungan yang harmonis antara BPD dengan Pemerintah Desa dengan
senantiasa menghargai dan menghormati satu sama lain, serta adannya niat baik untuk
saling membantu dan saling mengingatkan. Keharmonisan ini desebabkan karena
adanya tujuan dan kepentingan bersama yang ingin dicapai yaitu untuk
mensejahterakan masyarakat desa. Sebagai unsur yang bermitra dalam
penyelenggaraan pemerintahan desa, BPD dan Pemerintah Desa selalu menyadari
adanya kedudukan yang sejajar antara keduanya.
c. Pendapatan/insentif.
Adanya pemberian insentif dari pemerintah memacu kinerja BPD untuk
menjadi lebih baik. Walupun bagi anggota BPD insentif tersebut belum memadai namun
bagi mereka adanya insentif merupakan wujud penghargaan dan kepedulian
pemerintah terhadap BPD.
d. Rekruitmen/sistem pemilihan anggota BPD.
Sistem rekruitmen/pemilihan anggota BPD menggunakan sistem pemilihan
langsung oleh masyarakat. Hal ini menjadikan tingginya kepercayaan masyarakat
terhadap orang-orang yang menjadi anggota BPD.
4.3.2 Faktor Penghambat
Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan ada beberapa faktor yang menjadi
penghambat kinerja BPD dalam melaksanakan tugas dan fungsinya , yaitu :
1. Sarana
Dalam melaksanakan tugasnya sebagai BPD sangat dibutuhkan wadah sebagai
secretariat yang digunakan dalam melakukan segala kegiatan yang berkenaan dengan
kegiatan BPD mulai perencanaan dan pengadministrasian.Wadah atau tempat berupa
kantor sangat dibutuhkan BDP demi terorganisasinya seluruh kegiatan BPD hal ini juga
dimaksudkna untuk memudahkan jalur komunikasi dan koordinasi antara anggota BPD
yang lain.
Selain wadah atau kantor,untuk lancarnya segala kegiatan BPD juga dibutuhkan
kendaraan operasional yang nantinya akan digunakan dalam upaya peningkatan kinerja
BPD khususnya yang ada dikabupaten Bone. Dua sarana diatas sangat dibutuhkan
BPD dalam melaksanakan tugas sebagai badan pengawasan pemerintah desa.
2. Pola Komunikasi
Pola komunikasi sangat mempengaruhi berjalannya fungsi Badan
Permusyawaratan Desa ( BPD ) dengan melihat bagaimna hubungan emosional antara
Ketua BPD dengan para angoatanya dapat dilihat dengan pola komunikasi yang
dibangun selama ini.
Melihat fakta yang terjadi dilapangan salah satu faktor penghambat Implementasi
fungsi dari Badan Permusyawaratan Desa ( BPD ) yaitu pola komunikasi tidak berjalan
sebagaimana mestinya, Baik antara Ketua dengan anggotanya maupun antara anggota
dengan anggota BPD laiinnya.
3. Tidak Memahami Fungsi
Anggota BPD tidak memahami fungsinya sebagai anggota BPD berdasarkan
Peraturan daerah yang berlaku. salah satu faktor penghambat Implementasi fungsi dari
Badan Permusyawaratan Desa ( BPD ) yaitu anggota BPD tidak memahami fungsinya
sendiri, fakta yang ditemukan dilapangan bahwa ternyata anggota BPD tidak
memahami fungsi sesuai yang ada dalam peraturan perundang – undangan yang
berlaku.
Dan pahaman mereka bahwa fungsi Badan Permusyawaratan Desa ( BPD )
hanya sekedar mitra kerja dimana apapun keputusan kepala Desa BPD harus
mendukung penuh keputusan tersbut tanpa ada musyawarah ataupun komunikasi
sebelumnya antara kepala Desa dengan BPD.
4. Masyarakat kurang memahami fungsi dari Badan Permusyawaratan Desa ( BPD )
Mendengarkan aspirasi masyarakat merupakan salah satu fungsi BPD yang
sangat penting, apa yang dibutuhkan masyarakat harus tersampaikan kepada
pemerintah Desa, disinilah peran BPD untuk mendengarkan aspirasin masyarakat
begitupun masyarakat sangat diharapkan untuk menyampaikan aspirasinya, Namun
yang terjadi dilapangan bukan hanya anggota BPD yang kurang memahami fungsi
mereka tetapi masyarakat juga ternyata tidak paham sama sekali apa fungsi BPD itu,
jadi dalam pelaksanaan fungsi dalam hal mendengar dan menyalurkan aspirasi
masyarakat tidak berjalan sebagaimna yang terdapat dalam undang – undang.
5. Tidak ada sosialisasi dari pemerintah desa terkait dengan fungsi BPD .
Melihat dari dua faktor penghambat pelaksanaan fungsi Badan
Permusyawaratan Desa ( BPD ) yaitu Anggota BPD tidak memahami fungsinya sebagai
anggota BPD berdasarkan Peraturan daerah yang berlaku dan Masyarakat kurang
memahami fungsi dari Badan Permusyawaratan Desa ( BPD )
Maka dibutuhkan adanya sosialisasi fungsi Badan Permusyawaratan Desa
( BPD ) dari pemerintah Desa maupun dari anggota BPD itu sendiri, Ini diharapkan agar
memahami fungsinya masing-masing baik pemerintaha desa dan BPD maupun
masyarakat itu sendiri namun yang terjadi dilapangan sosialisasi yang dimaksudkan ini
tidak ada.
Ini sangat dibutuhkan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya masing-masing
sesuai dengan undang-unfang yang berlaku.
BAB V
KESIMPULAN
A. KESIMPULAN
1. a. Pelaksanaan Fungsi Badan Permusyawaratan Desa ( BPD ) :
Mengayomi yaitu menjaga kelestarian adat istiadat yang hidup dan
berkembang di Desa yang bersangkutan sepanjang menunjang
kelangsungan pembangunan;
Legislasi yaitu merumuskan dan menetapkan Peraturan Desa bersama-
sama dengan Pemerintah Desa;
Pengawasan yaitu meliputi pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan
Desa, Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa serta Keputusan Kepala
Desa;
Menampung aspirasi masyarakat yaitu menangani dan menyalurkan
aspirasi yang diterima dari masyarakat kepada pejabat atau instansi yang
berwenang.
b. Fungsi pengayom lebih terlaksana dan terealisasi didesa Bulusirua, hal ini
disebakan karena di Desa Bulusirua sebagai Desa adat memiliki pola
komunikasi dan juga hubungan yang lebih harmonis dengan BPD selain
itu BPD melaksanakan fungsi sebagai pengayom lebih maksimal hal ini
dikarenakan oleh adanya kekuatan cultural yang berkembang dan diyakini
pada masyarakat. Berbeda dengan fungsi legislasi, pengawasan, dan
menampung aspirasi kedua desa tersebut baik Desa Bulusirua maupun
Desa Bana sama-sama tidak menjalankan ketiga fungsi tersebut
berdasarkan perda yang berlaku.
2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Efektivitas Badan Permusyawaratan Desa.
1.Faktor Pendukung
Masyarakat
Pola hubungan masyarakat
Pendapatan/insentif
System pemilihan anggota BPD
2.Faktor Penghambat
Masyarakat dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) kurang
memahami fungsi BPD berdasarkan Peraturan daerah yang
berlaku
Tidak ada sosialisasi dari pemerintah desa terkait dengan fungsi
BPD
Kantor/sekretariat
Kendaraan operasional
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, dikemukakan beberapa saran sebagai berikut :
1. Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Memperhatikan dan melaksanakan
fungsinya berdasarkan araturan daerah No 03 Tahun 2007
2. Angota Badan Permusyawaratan (BPD) Desa Bulusirua dan Desa Bana lebih
memahami fungsi BPD berdasarkan peraturan daerah No 03 Tahun 2007.
3. Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Bulusirua dan Desa Bana
mensosialisasikan fungsi BPD kepada masyarakat
DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku:
Ali, Faried dan Baharuddin, 2013. Pengantar Ilmu adinistrasi. Gorontalo: Penerbit PT
BIFAD Press.
Agussalim, Andi Gadjong 2007. Pemerintahan Daerah (Kajian Politik dan Hukum).
Bogor: Ghalia.
Karim, Abdul Gaffar, 2003. Kompleksitas Persoalan Otonomi Darah di Indonesia.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ridwan HR, 2006. Hukum Administrasi Negara. Jakarta: RajaGrafindo.
Syarifin, Pipin, Jubaedah, Dedah 2005.Hukum Pemerintah Daerah. Bandung:
Pustaka Bani Quraisy.
Syarifuddin, Ateng, 1976. Pengaturan Koordinasi Pemerintahan Daerah. Bandung:
Tarsito.
Sugiyono, 2013. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Analisis Kebijakan; dari formulasi ke implementasi kebijakan negara, Jakarta:
Bumi aksara, 1997.
Peraturan Perundang-undangan:
Undang-Undang RI Nomor 32 tahun 2004, sebagaimana Amandemen Kedua Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintah Daerah.
Undang-Undang RI Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Pemerintah Desa.Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2007 tentang
Pedoman Penataan Lembaga Kemasyarakatan.Peraturan Daerah Kabupaten Bone nomor 03 tahun 2007 tentang badan
permusyawaratan desa.Situs:
http://wanggalwww.bone.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=85&Itemid=93 ( di akses pada hari minggu tanggal 17agustus)
http://www.bone.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=253&Itemid=151 ( di akses pada hari minggu tanggal 17agustus)
http://www.bone.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=86&Itemid=94 ( di akses pada hari minggu tanggal 17agustus)