94184375-Real-Estate

40
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bisnis properti di Indonesia saat ini sedang berkembang, baik untuk ditempati sendiri maupun untuk investasi jangka panjang dan prospeknya cukup menjanjikan. Pertumbuhan ekonomi Indonesia juga akan berdampak pada peningkatan kebutuhan akan gedung perkantoran dan fasilitasnya. Berbagai jenis perumahan sedang dan akan dibangun, termasuk jenis apartemen, kondomonium, rumah susun, resort untuk kalangan atas yang berkantong tebal. Kebutuhan terhadap properti tidak hanya pada level pertama yaitu jual beli properti di real estate tetapi juga dalam jual beli dalam pasar sekunder serta sewa menyewa. Sebelum kita ingin membeli properti sebaiknya kita perlu mengetahui pajak-pajak yang terkait dengan transaksi jual beli properti itu sendiri. Membeli properti baik secara perorangan maupun melalui developer/pengembang properti, ada pajak-pajak yang dikenakan dari pemerintah kepada kita. Biasanya pajak telah dimasukkan ke dalam harga jual jika kita membeli properti melalui developer/pengembang properti. Besarnya pajak sangat tergantung jenis, nilai, luas dan lokasi properti. Dari sisi perpajakan, Properti atau Real Estate sangat menarik untuk dicermati karena dalam setiap pergerakan properti / real estate dapat menimbulkan aspek pajak yang

Transcript of 94184375-Real-Estate

Page 1: 94184375-Real-Estate

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bisnis properti di Indonesia saat ini sedang berkembang, baik untuk ditempati sendiri

maupun untuk investasi jangka panjang dan prospeknya cukup menjanjikan. Pertumbuhan

ekonomi Indonesia juga akan berdampak pada peningkatan kebutuhan akan gedung

perkantoran dan fasilitasnya. Berbagai jenis perumahan sedang dan akan dibangun, termasuk

jenis apartemen, kondomonium, rumah susun, resort untuk kalangan atas yang berkantong

tebal. Kebutuhan terhadap properti tidak hanya pada level pertama yaitu jual beli properti di

real estate tetapi juga dalam jual beli dalam pasar sekunder serta sewa menyewa. Sebelum

kita ingin membeli properti sebaiknya kita perlu mengetahui pajak-pajak yang terkait dengan

transaksi jual beli properti itu sendiri. Membeli properti baik secara perorangan maupun

melalui developer/pengembang properti, ada pajak-pajak yang dikenakan dari pemerintah

kepada kita. Biasanya pajak telah dimasukkan ke dalam harga jual jika kita membeli properti

melalui developer/pengembang properti. Besarnya pajak sangat tergantung jenis, nilai, luas

dan lokasi properti.

Dari sisi perpajakan, Properti atau Real Estate sangat menarik untuk dicermati karena

dalam setiap pergerakan properti / real estate dapat menimbulkan aspek pajak yang berbeda-

beda tergantung dari obyek pajak yang muncul dalam setiap transaksinya. Misalnya dalam

transaksi jual beli bisa muncul berbagai macam pajak antara lain: Bea Perolehan Hak atas

Tanah dan Bangunan (BPHTB), Pajak Penghasilan atas Pengalihan Hak atas Tanah dan

Bangunan (PPHTB), Pemotongan PPh pasal 21 atau Pasal 23, Pajak Pertambahan Nilai

(PPN) bahkan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Dan tentu saja jika properti

sudah dimiliki akan menimbulkan obyek pajak selanjutnya yaitu Pajak Bumi dan Bangunan

(PBB) yang akan ditanggung oleh pembeli real estate atau sebagauinya dari perusahaan

properti.

Perkembangan bisnis properti di Indonesia mengalami kenaikan yang sangat tajam pada

dekade terakhir ini. Banyak indikator yang dapat dilihat di dalam masyarakat misalnya

Page 2: 94184375-Real-Estate

2

dengan banyaknya pembangunan perumahan - perumahan baru termasuk juga apartemen

dengan harga yang relatif lebih murah. Disamping itu komponen penunjang kepemilikan

rumah juga semakin mudah dan menjangkau berbagai lapisan masyarakat, misalnya dengan

kucuran kredit rumah yang melimpah. Hampir semua bank besar di Indonesia mempunyai

produk kredit kepemilikan rumah dengan berbagai variasi pembiayaan.

Grafik di atas memperlihatkan perkembangan kredit properti, terutama kredit KPR/KPA, di Indonesia

mulai tahun 2000 hingga bulan februari 2009 yang tumbuh pesat.

Disamping hunian, perumahan dan apartemen, juga terdapat produk properti berupa

gedung perkantoran dan ruko yang juga tumbuh pesat. Hal ini dapat dilihat pembangunan

gedung-gedung perkantoran baru di kawasan-kawasan bisnis dan pembangunan ruko di

sepanjang jalan-jalan utama di Jakarta. Maka tak mengherankan jika kemudian bisnis properti

ini diminati sebagai bisnis yang menguntungkan.

Pesatnya bisnis properti ini didorong oleh kebutuhan pokok manusia akan papan,

disamping pangan dan sandang. Dan kebutuhan ini termasuk kebutuhan utama yang secara

naluri harus terpenuhi. Maka, tidaklah wajar bagi seseorang untuk tidak mengidam-idamkan

memiliki rumah hunian sendiri. Disamping itu dalam rangka keperluan usaha, seseorang atau

badan usaha memerlukan tempat yang dapat digunakan untuk keperluan usahanya, misalnya

kantor, ruko ataupun gudang. Disamping itu, properti juga menjadi alternatif utama untuk

Page 3: 94184375-Real-Estate

3

berinvestasi. Disamping harga yang relatif selalu naik dimasa yang akan datang, juga dapat

dijadikan bisnis sewa yang mendatangkan keuntungan pasif.

Salah satu sebab mengapa bisnis properti ini tumbuh pesat, selain tentunya karena

kebutukan manusia akan papan, adalah karena banyak alternatif cara kepemilikan yang

semakin mudah. Saat ini memiliki sebuah rumah atau properti lainnya tidak harus dengan

uang cash namun bisa juga dengan makanisme pembiayaan atau kredit. Melalui mekanisme

kredit ini calon pembeli tidak lagi harus menunggu hingga terkumpul sejumlah dana sesuai

dengan harga yang ditawarkan, namun cukup dengan menyiapkan sejumlah dana yang

sedikit, untuk uang muka dan kepengurusan kredit, seseorang atau badan dapat memiliki

sebuah properti.

Kondisi yang turut mempengaruhi iklim bisnis properti adalah regulasi pemerintah

dibidang properti, termasuk didalamnya regalasi dibidang perpajakan. Pada tahun 1997

muncul regulasi dari bank indonesia yang pada saat itu mempunyai pengaruh yang cukup

signifikan bagi usaha properti, yaitu dilarangnya perbankan memberikan kredit untuk

pengadaan dan pengolahan tanah. Saat itu pengembang properti yang bermain terbagi

menjadi pengusaha besar dan kecil. Banyak dari pengembang besar mengandalkan

pengadaan dan pengolahan tanah berasal dari kredit bank. Kondisi ini berkaitan dengan

luasnya pelaksanaan ketentuan tanah yang akan dikembangkan. Akan sulit bagi pengembang

besar untuk melakukan pengadaan dan pengolahan dengan cakupan yang luas hanya

mengandalkan modal sendiri. Kondisi ini ditambah dengan nilai strategis letak tanah yang

akan dikembangkan oleh pengembang besar. Sehingga dengan ketentuan dari Bank Indonesia

ini sedikit banyak mempengaruhi pola bisnis pengembang besar. Misalnya perusahaan yang

telah mempunyai izin lokasi yang luas namun belum melakukan pembebasan.

Hal sebaliknya terjadi bagi pengembang kecil yang sedari awal mengadakan dan

mengolah tanah menggunakan modal sendiri. Dengan regulasi dari Bank Indonesia ini tentu

akan menguntungkan pengembang kecil karena kompetisi bisnis akan lebih fair. Kondisi ini

tidak berlaku bagi pengusaha properti yang bergerak di pengembangan rumah sederhana dan

rumah sangat sederhana yang memang manjadi lahan bagi pengembang kecil. Kondisi ini

juga tidak berlaku pengusaha yang sangat besar yang mempunyai banyak alternatif

pembiayaan, misalnya perusahaan yang telah go publik.

Apa sebenarnya yang dimaksud dengan properti? Secara umum properti dapat

didefinisikan dengan segala sesuatu benda yang dapat kita miliki.  Properti sendiri dapat

Page 4: 94184375-Real-Estate

4

dikelompokkan menjadi empat jenis yaitu real property, personal property, businesses

property dan financial interests. Menurut Standar Penilaian Indonesia (SPI) properti

didefinisikan sebagai konsep hukum yang meliputi seluruh kepentingan, hak dan keuntungan

dari suatu kepemilikan. Terhadap pengertian tersebut maka kita dapat membedakan antara

penguasaan fisik atas tanah dan atau bangunan yang dalam hal ini disebut dengan real estate

serta kepemilikan secara hukum atau penguasaan yuridis yang disebut real property.

Dunia bisnis properti pasti tidak akan lepas dari masalah perpajakan. Demikian pula

dalam setiap melakukan transaksi jual beli properti tentunya akan mengandung kewajiban

pembayaran pajak. Pajak-pajak tersebut akan dikenakan kepada pembeli maupun penjual

properti.

Mengapa penguasaan fisik dan penguasaan secara yuridis atas tanah dan atau bangunan

perlu dipajaki? Hal ini tidak terlepas dari fungsi pajak properti sebagai salah satu bagian

sumber penerimaan negara (fungsi budgeter) yang digunakan untuk membiayai

pembangunan dan fungsi regulasi dimana pajak properti digunakan sebagai alat untuk

mengatur perkembangan pasar propeti.

Seperti kegiatan membeli properti baik yang dilakukan secara perorangan maupun

melalui developer atau pengembang properti, akan mengandung konsekuensi kewajiban yaitu

adanya aspek pajak-pajak yang akan dikenakan pemerintah kepada pelaku bisnis properti dan

kepada konsumen dalam hal ini pihak yang membeli properti. Meskipun demikian biasanya

pajak properti telah dimasukkan ke dalam harga jual jika anda membeli properti melalui

developer/pengembang properti. Besarnya pajak sangat tergantung jenis, nilai, luas dan lokasi

properti yang akan ditransaksikan. Oleh karena itu, dalam makalah ini akan dijelaskan apa itu

bisnis real estate atau properti dan apa saja aspek perpajakannya di Indonesia berdasarkan aturan

perpajakan yang berlaku saat ini.

Page 5: 94184375-Real-Estate

5

BAB II

PENGERTIAN BISNIS PROPERTI ATAU REAL ESTATE

2.1 Pengertian Real Estate

         “Real Estate” berasal dari Bahasa Inggris1, yang asal katanya berasal dari bahasa

Spanyol. Real berarti royal atau kerajaan. Real Estate disebut sebagai suatu kawasan tanah

yang dikuasai oleh raja, bangsawan dan landlord (tuan tanah pada jaman feodal diabad

pertengahan), atau singkatnya properti milik kerajaan. Sedangkan “Properti” berasal dari kata

aslinya dalam bahasa Inggris, yang arti sebenarnya adalah hak dan kepemilikan atas suatu

tanah dan bangunan diatasnya. Sangat jelas disini baik kata Real Estate maupun properti

memiliki pengertian yang sama, yaitu hak kepemilikan atas tanah dan bangunan yang

didirikan diatasnya.

Namun, belakangan ini di masyarakat telah terjadi pergeseran arti, Real Estate lebih

diartikan suatu kompleks perumahan yang memiliki lingkungan yang tertata rapi. Jika kita

menyebut kata “Real Estate”, maka masyarakat umumnya akan membayangkan suatu

kawasan perumahan yang luas dan indah, contohnya adalah kawasan kota mandiri karya grup

developer besar seperti Sinar Mas, Ciputra, Lippo, Bakrie, dan lain-lain. Sedangkan Properti

pengertiannya lebih mengarah kepada suatu bangunan atau komplek bangunan, misal sebuah

rumah sehat sederhana - RSS, atau sebuah rumah mewah dengan halaman seluas ribuan

meter dan harga puluhan milyar rupiah, atau sebuah ruko 4 lantai, atau sebuah gedung

perkantoran setinggi 48 lantai, atau sebuah komplek mall, trade center dan apartemen atau

sebuah komplek resort hotel, dan lain-lain. Sehingga properti lebih diartikan pada suatu

bangunan yang lebih banyak pada komposisi bangunannya itu sendiri dibanding tanahnya.

Jadi bisa disimpulkan bahwa Real Estate dan Properti memiliki arti yang sama, tetapi

belakangan ini Real Estate mempunyai arti yang lebih luas dibanding properti.

Real Estate adalah bentuk investasi di bidang properti. Keuntungannya, bentuk

investasi ini sangat likuid alias mudah diuangkan. Selain itu harganya tidak pernah turun,

bahkan cenderung naik. Uang yang diperoleh berdasarkan penyewaan atau penjualan properti

1 Diakses dari http://www.joehartanto.com/property-vs-real-estate/ pada 25 Februari 2012

Page 6: 94184375-Real-Estate

6

kita. Kerugiannya, investasi ini cenderung butuh biaya operasional yang rutin untuk merawat

properti. Apabila tidak pandai mengatur cashflow properti, maka bisnis ini akan

menghasilkan kerugian meskipun tidak dalam jumlah yang besar.

       Real Estate ditujukan bagi investor yang mencari resiko yang kecil, pendapatan yang

stabil, modal yang kembali. Hanya saja Real Estate tidak mampu menghasilkan pendapatan

yang sangat besar dalam waktu yang singkat. Investor juga harus meluangkan waktu dan

tenaganya untuk mengurusi Real Estate.

         Kita harus menyadari bahwa, sebenarnya, kita tidak benar-benar dapat memiliki sebuah

real estat, bahkan meskipun kita telah melakukan perjanjian jual beli terhadapnya. Apakah

benar demikian ? Meskipun kita telah membeli sebidang tanah, akan tetapi kenyataannya

adalah kepemilikan tanah tersebut tetap dimiliki oleh pemerintah. Meskipun nama kitalah

yang tertulis diatas lembaran sertifikat tanah, kita tetap harus membayarkan pajak atas tanah

tersebut kepada pemerintah setiap tahunnya. Inilah yang menunjukkan bahwa sebenarnya kita

tidak benar-benar dapat memiliki sebuah real estate. Pemerintah yang sebenarnya merupakan

pemilik ‘real estate’. Pajak yang dibayarkan atas tanah ini pun berbeda-beda besarnya,

tergantung pada penggolongan kelas jalan yang ada didepan tanah tersebut, dan juga

peruntukkan bangunan yang ada diatasnya. Pajak atas tanah yang diatasnya terdapat

bangunan ruko atau kantor sewa yang ada didepan jalan propinsi misalnya, sudah tentu

mempunyai perbedaan besar pembayarannya dengan sebidang tanah dengan bangunan rumah

tinggal yang terletak didepan sebuah jalan lingkungan. 

          “Pada dasarnya, sepetak tanah pun seharusnya dapat disebut sebagai sebuah real estate”

Seperti telah dijelaskan diatas, bahwa ‘real estate’, adalah tanah, dan segala sesuatu yang

terdapat diatasnya, yang dapat diolah dan dimanfaatkan. dengan aturan-aturan tertentu. Di

Indonesia, orang sering mengartikan ‘real estate’ dalam bentuk bangunan yang mewah,

megah, dan hanya dimiliki oleh golongan menengah keatas. Peng-artian ini sebenarnya

keliru, karena pada dasarnya, sepetak tanahpun adalah sebuah real estat. Kekeliruan

pengartian tersebut disebabkan karena istilah dan penamaan ‘Real Estat’ lebih sering

digunakan oleh kalangan pengembang perumahan di Indonesia, terhadap model dan jenis

rumah dari golongan mewah.

       Hal inilah yang menyebabkan munculnya konotasi bahwa ‘real estate’ harus selalu

berarti bangunan mewah. Peng-istilahan kata-kata ‘real estat’ terhadap model bangunan

mewah ini memang bertujuan untuk meningkatkan imej, citra dari bangunan atau kompleks

perumahan tersebut. Akan tetapi, kembali kepada asal katanya, istilah real estat ini

Page 7: 94184375-Real-Estate

7

semestinya berlaku untuk segala jenis kepemilikan tanah, dan berbagai macam bentuk benda

yang ada diatasnya.

2.2 Pihak-Pihak Yang terlibat dalam Real Estate

Developer ialah pihak pengembang yang mengawali pembangunan usaha Real Estate.

Kontraktor ialah pihak yang melaksanakan pembangunan fisik usaha Real Estate.

Konsultan ialah tempat developer melakukan konsultasi terhadap hal-hal yang berkaitan

dengan Real Estate.

Advokat atau disebut juga pengacara ialah seorang konsultan yang memberikan jasa-jasa

hukum diluar pengadilan. 2

Manajemen Pembiayaan ialah pihak yang mengurusi keuangan

Broker/pialang ialah pihak yang mempertemukan penjual dengan pembeli usaha Real

Estate

Inverstor ialah pihak yang mendanai usaha Real Estate dengan mengharapkan keuntungan

Real Estate

Bank ialah lembaga yang menjadi media oleh broker/pialang dalam melakukan transaksi

dengan si pembeli.

Dalam usaha Real Estate, Investor mendanai permodalan developer untuk

mengadakan sebuah proyek. Developer sendiri, dalam menjalankan kegiatannya dibantu oleh

konsultan dan advokat. Konsultan yang dimaksud di sini adalah tempat konsultasi

permasalahan yang menyangkut fisik proyek. Sedangkan advokat lebih menekankan pada

aspek hukum dan legalitas.

Setelah semua proses tahap awal pelaksanaan proyek Real Estate, maka kontraktor

yang akan mengeksekusi bangunan fisik proyek yang telah dirancang oleh pihak developer.

Kemudian dalam menjalankan usaha Real Estate, developer biasanya memanfaatkan

manajemen pembiayaan untuk mengatur semua masalah keuangan proyek Real Estate.

Selanjutnya, manajemen pembiayaan yang akan meneruskan ke broker atau pialang untuk

meneruskan penjualan ke pembeli. Pembeli pun kemudian akan berhubungan dengan pihak

perbankan dalam melakukan transaksi.

2 Lihat T.Mulya Lubis, Dari Kediktatoran Sampai Miss Saigon, (Gramedia Pustaka Utama .2009) h. 173

Page 8: 94184375-Real-Estate

8

2.3 Benefit Investasi di Sektor Properti

Seseorang memilih berinvestasi pada bisnis Real Estate, karena menghadirkan banyak

benefit, antara lain: Pertama, Certainty, yakni karena Real Estate menghasilkan arus kas yang

stabil dan dapat diprediksi, misalnya uang sewa per bulan. Kedua, Real Estate merupakan

tangible asset, yang wujudnya jelas terlihat, Real Estate juga merupakan investasi yang

sangat leverageable, atau sangat bisa menggunakan utang. Misalnya dari proyek Rp12 triliun,

yang modal sendiri hanya Rp2 triliun saja. Real Estate juga merupakan aset yang sangat

mudah diterima sebagai jaminan pinjaman, berbeda dengan aset lainnya. Real Estate juga

menjanjikan capital gain jika kemudian dijual pada harga lebih tinggi, ataupun menghasilkan

income jika disewakan. Benefit lainnya yakni Real Estate relatif mudah untuk dipelihara,

antara lain dibersihkan dan direnovasi. Real Estate juga investasi yang likuid. Jika banyak

yang mengatakan Real Estate adalah investasi tidak likuid, maka tidak sepenuhnya benar

karena Real Estate bisa menjadi likuid jika lokasinya strategis. Selain itu, Real Estate

merupakan simbol dari financial power, contohnya lihat saja orang-orang terkaya di dunia,

pasti mereka mempunyai bisnis properti. 

Dunia bisnis properti pasti tidak akan lepas dari masalah perpajakan. Demikian pula

dalam setiap melakukan transaksi jual beli properti tentunya akan mengandung kewajiban

pembayaran pajak. Pajak-pajak tersebut akan dikenakan kepada pembeli maupun penjual

properti.

Mengapa penguasaan fisik dan penguasaan secara yuridis atas tanah dan atau

bangunan perlu dipajaki? Hal ini tidak terlepas dari fungsi pajak properti sebagai salah satu

bagian sumber penerimaan negara (fungsi budgeter) yang digunakan untuk membiayai

pembangunan dan fungsi regulasi dimana pajak properti digunakan sebagai alat untuk

mengatur perkembangan pasar propeti.

Seperti kegiatan membeli properti baik yang dilakukan secara perorangan maupun

melalui developer atau pengembang properti, akan mengandung konsekuensi kewajiban yaitu

adanya aspek pajak-pajak yang akan dikenakan pemerintah kepada pelaku bisnis properti dan

kepada konsumen dalam hal ini pihak yang membeli properti. Meskipun demikian biasanya

pajak properti telah dimasukkan ke dalam harga jual jika anda membeli properti melalui

developer/pengembang properti..

Page 9: 94184375-Real-Estate

9

BAB III

ASPEK PERPAJAKAN DALAM BISNIS PROPERTI/REAL ESTATE DI INDONESIA

Bisnis Real Estate tidak terlepas dari aspek perpajakan, karena pada dasarnya setiap

tanah yang dimiliki akan tetap diatur oleh pemerintah. Oleh karena itu, sebelum kita ingin

membeli properti sebaiknya kita perlu mengetahui pajak-pajak yang terkait dengan transaksi

jual beli properti itu sendiri. Di bidang properti, Real Estate dan developer terdapat tipe-tipe

proses bisnis yang dilakukan adalah sebagai berikut.

Real Estate & Developer :

Tipe 1 : Seseorang membangun unit rumah dan bisa dikategorikan rumah mewah di tanah

nya sendiri, lalu dijual

Tipe 2 : Developer membangun suatu kesatuan kompleks secara massal lalu dijual kepada

masyarakat luas. Contoh : Developer Agung Sedayu Group.

Membeli properti baik secara perorangan maupun melalui developer / pengembang

properti, ada pajak-pajak yang dikenakan dari pemerintah kepada kita. Biasanya pajak telah

dimasukkan ke dalam harga jual jika kita membeli properti melalui developer / pengembang

properti. Besarnya pajak sangat tergantung jenis, nilai, luas dan lokasi property.

Berikut ini adalah beberapa daftar pajak yang sebaiknya kita ketahui apabila kita ingin

membeli sebuah property, rumah atau hunian.

Proses bisnis yang terjadi saat proses jual beli properti dan real estate :

1. Pasal 4 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (Perubahan Keempat Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 1983) tentang Pajak Penghasilan berbunyi :

(2) Penghasilan di bawah ini dapat dikenai pajak bersifat final:

Tanah Real Estate

Marketing

Notaris

Bank

Konstruksi Pembeli

Page 10: 94184375-Real-Estate

10

a. penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat

utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota

koperasi orang pribadi;

b. penghasilan berupa hadiah undian;

c. penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang

diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan

modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura;

d. penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha

jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan bangunan; dan

e. penghasilan tertentu lainnya, yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan

Pemerintah.

Kesimpulannya dari tanah kepada perusahaan konstruksi, tetap dikenakan PPh

Final berdasarkan pasal 4 ayat 2 , dengan tarif 5% karena perusahaan konstruksi

termasuk jasa konstruksi. Kami tidak menemukan informasi, atau peraturan peraturan

yang terkait apabila melakukan pengalihan hak atas tanah dalam jumlah massal,

tarifnya menjadi berkurang. Sejauh yang kami temukan pajak yang terutang tarifnya

tetap 5%.

2. Berdasarkan UU PPh pasal 4 ayat 2 , Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa

tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan

bangunan bersifat final. Hal yang sama terjadi juga dari perusahaan jasa konstruksi ke real

estate, karena dialihkan lagi ke pihak yang berbeda sehingga dikenakan PPh.3

3. a. Marketing : Berlandaskan dasar hukum PPH pasal 21, ayat 1 huruf d. “ Jasa termasuk

jasa tenaga ahli referensi kepada Per-31/PJ/2009 , jasa marketing termasuk didalamnya.

b. Notaris : Berlandaskan dasar hukum PPH Pasal 21, ayat 1 huruf d. “ Jasa termasuk jasa

tenaga ahli referensi kepada Per-31/PJ/2009 , jasa notaris termasuk didalamnya.

c. Bank : Dalam materi ini, pembeli disini adalah pembeli perorangan. Saat ini bank-bank di

Indonesia menawarkan program KPR(Kredit Pemilikan Rumah) yaitu dengan cara mencicil

atau mengangsur. Dalam proses tersebut ada aspek pajak yang terjadi. 4

Biaya KPR3 Sumber: http://irmadevita.com/tag/jual-beli-secara-syariah4 Sumber: http://www.bankmandiri.co.id/article/378083840178.asp

Page 11: 94184375-Real-Estate

11

Apabila customer melakukan pembelian rumah melalui bantuan pembiaya

an perbankan (KPR) Kredit Pemilikan Rumah, maka besarnya biaya yang harus

dibayarkan

oleh customer ke perbankan yang bersangkutan bebannya pun bervariasi

tergantung oleh

bank yang bersangkutan, usia debitur, masa KPR, Kredit yang diajukan, dll

yang besarannya kurang lebih : Kredit yang dianjurkan x 6%.5

3.1 PPN (Pajak Pertambahan Nilai)

PPN merupakan multi layer tax, setiap ada transkasi pengalihan atau perolehan barang

dikenakan PPN. Jika membeli properti dari developer, untuk pembayaran dan pelaporan

biasanya dilakukan melalui developer.

Dasar hukum : Pasal 7 UU PPN No 42 tshun 2009, Atas penyerahan tanah dan atau bangunan

terutang dan wajib dipungut PPN sebesar 10% dari harga jual.

Atas PPN di atas, wajib disetor ke bank atau kantor pos paling lambat tanggal 15

bulan berikutnya dan dilaporkan melalui SPT Masa PPN (1107) paling lambat tanggal 20

bulan berikutnya.

Kegiatan membangun sendiri dikenakan PPN apabila :

Membangun sendiri tersebut dilakukan tidak dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaan

oleh pribadi atau badan, yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan oleh pihak lain.

Bangunan yang dibangun sendiri diperuntukkan bagi tempat tinggal atau tempat usaha.

Yang dimaksud dengan bangunan untuk tempat tinggal adalah bangunan atau konstruksi

yang semata-mata diperuntukkan bagi tempat tinggal  (tidak termasuk fasilitas olah raga atau

fasilitas lain).

Yang dimaksud dengan bangunan untuk tempat usaha adalah keseluruhan bangunan atau

konstruksi yang diperuntukkan bagi tempat usaha termasuk seluruh fasilitas yang ada.

Luas bangunan tersebut 200 m2 atau lebih.

Bangunan bersifat permanent.

5 Sumber: http://www.andrejogja.com/2011/05/perhitungan-pajak-biaya-akad-jual-beli.html

Page 12: 94184375-Real-Estate

12

Yang dimaksud bangunan permanent adalah bangunan yang konstruksi utamanya terdiri dari

beton dan/atau kayu dan/atau baja dan/ atau bahan lain yang umur bangunannya lebih dari 25

(dua puluh lima) tahun.

Tarif dan DPP untuk kegiatan membangun sendiri :

Kegiatan membangun sendiri dikenakan Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10 % (sepuluh

persen) dari Dasar Pengenaan Pajak.

Dasar Pengenaan Pajak atas kegiatan membangun sendiri adalah 40% (empat puluh persen)

dari seluruh biaya yang dikeluarkan atau dibayarkan, tidak termasuk harga perolehan tanah.

Termasuk dalam pengertian seluruh biaya yang dikeluarkan atau dibayarkan untuk

membangun sendiri adalah juga jumlah Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar atas perolehan

bahan dan jasa untuk kegiatan membangun sendiri tersebut.

 Saat dan tempat pajak terhutang atas kegiatan membangun sendiri :

Saat yang menentukan Pajak Pertambahan Nilai terutang adalah saat dimulainya secara fisik

kegiatan membangun sendiri (menggali fondasi, memasang tiang pancang dan lain-lain).

Dengan demikian, kegiatan membangun sendiri dalam pengertian Undang-undang PPN yang

baru hanya terutang PPN apabila permulaan kegiatan membangun sendiri tersebut terjadi

pada setelah tanggal 1 Januari 1995.

Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan secara bertahap dianggap merupakan satu

kesatuan kegiatan sepanjang tenggang waktu antara tahapan-tahapan tersebut tidak lebih dari

2 (dua) tahun.

Tempat pajak terutang atas kegiatan membangun sendiri adalah di tempat bangunan tersebut

didirikan.

Mekanisme penyetoran atas PPN yang terhutang atas kegiatan membangun sendiri:

PPN harus disetorkan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atas nama orang pribadi atau

badan yang melaksanakan kegiatan membangun sendiri ke kas Negara selambat-lambatnya

pada tanggal 15 bulan berikutnya setelah bulan terjadinya pengeluaran biaya tersebut.

Kolom dan NPWP pada SSP agar diisi dengan angka 0 pada 8 digit pertama dan dengan

angka kode Kantor Pelayanan Pajak tempat bangunan tersebut berada pada tiga digit

berikutnya.

Besarnya PPN yang terutang :

10% x 40% x jumlah biaya yang dikeluarkan atau dibayarkan, tidak termasuk harga

perolehan tanah pada setiap bulannya.

Page 13: 94184375-Real-Estate

13

Saat pelaporan pajak terhutang atas kegiatan membangun sendiri :

Orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri wajib melaporkan

pada KPP di tempat bangunan tersebut berada dengan mempergunakan lembar ke tiga bukti

setoran PPN selambat-lambatnya tanggal 20 dari bulan dilakukannya penyetoran.

Pelaporan/penyampaian lembar tiga tersebut dapat melalui pos.

Hal-hal yang diatur dalam kegiatan membangun sendiri di kawasan Real Estate :

1. Membangun sendiri pada kawasan Real Estate di atas tanah yang diperoleh sesudah 31

Desember 1994, tidak dikategorikan sebagai membangun sendiri, tetapi dianggap dibangun

oleh Real Estate. Karena pada dasarnya Real Estate tidak boleh menjual tanah.

2. Membangun sendiri di atas tanah kavling pada Kawasan Real Estate terjadi sesudah tanggal 1

Januari 1995, maka :

Kegiatan membangun sendiri oleh pemilik Kavling Real Estate dianggap dibangun oleh PKP

Real Estate.

PKP Real Estate harus memungut PPN yang terutang kepada pemilik kavling, kemudian

menyetor dan melaporkannya dalam SPT Masa PPN pada bulan yang bersangkutan.

DPP adalah sebesar nilai bangunan (tidak termasuk harga tanah) yang dihitung oleh PKP

Real Estate seandainya rumah tersebut dibangun oleh PKP Real Estate.

Seluruh biaya yang dikeluarkan oleh pemilik kavling sehubungan dengan pembangunan

rumah tersebut dilaporkan kepada PKP Real Estate setiap bulan dan dianggap sebagai

pembayaran termin.

Apabila rumah tersebut telah selesai dibangun, PKP Real Estate harus menentukan nilai

bangunan rumah tersebut sesuai dengan patokan harga yang berlaku. Dalam hal nilai

bangunan yang dihitung oleh PKP Real Estate lebih besar dari jumlah pembayaran termin

yang telah dilaporkan oleh pemilik kavling, maka atas selisih tersebut harus dipungut PPN,

disetor dan dilaporkan oleh PKP Real Estate dalam SPT Masa PPN bulan yang bersangkutan

kavling, maka atas selisih tersebut harus dipungut PPN, disetor dan dilaporkan oleh PKP Real

Estate dalam SPT  Masa PPN bulan yang bersangkutan

Apabila patokan harga bangunan yang berlaku lebih kecil daripada jumlah pembayaran

termin maka DPP yang dipakai adalah jumlah pembayaran termin dan atas selisih tersebut

tidak dapat direstitusi.

Prinsip pengkreditan dengan pajak keluaran atas kegiatan membangun sendiri :

Page 14: 94184375-Real-Estate

14

Dalam hal kegiatan sendiri dilakukan oleh PKP, PPN yang tercantum dalam SSP tersebut

tidak dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran, karena pembayaran PPN untuk kegiatan tidak

dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaan.

Faktur Pajak atas perolehan Barang Kena Pajak yang digunakan untuk membangun rumah

oleh pemilik Real Estate tidak dapat dikreditkan.

3.2 BPHTB ( Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan )

BPHTB atau bea perolehan hak atas tanah dan bangunan adalah pajak yang dikenakan

atas perolehan perolehan hak atas tanah dan bangunan. Perolehan hak atas tanah dan atau

bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya atau

dimilikinya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang perseorangan pribadi atau badan.

Objek pajak BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Subjek BPHTB

adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan.

Tarif BPHTB adalah sebesar 5% dari Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak. Nilai

perolehan objek pajak atau NPOP tidak kena pajak ditetapkan sebesar Rp. 60.000.000 (enam

puluh juta rupiah) yang sewaktu-waktu besarnya dapat dirubah oleh peraturan pemerintah.

DPP / Dasar pengenaan Pajak BPHTB adalah Nilai Perolehan Objek Bajak atau

disingkat menjadi NPOP. NPOP dapat berbentuk harga transaksi dan nilai pasar. Jika nilai

NPOP tidak diketahui atau lebih kecil dari NJOP PBB, maka NJOP PBB dapat dipakai

sebagai dasar pengenaan pajak BPHTB.

BPHTBmerupakan pajak yang harus dibayar akibat perolehan hak atas tanah dan

bangunan meliputi hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak milik atas

satuan rumah susun dan hak pengelolaan.

Saat Pembayaran BPHTB

BPHTB harus dibayar apabila melakukan salah satu hal berikut di bawah ini:

a. Akta pemindahan hak atas tanah dan atau bangunan ditandatangani oleh PPAT atau

Notaris.

b. Risalah lelang untuk pembelian telah ditandatangani oleh Kepala Kantor Lelang atau

Pejabat Lelang yang berwenang.

Page 15: 94184375-Real-Estate

15

c. Dilakukannya pendaftaran hak oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten atau Kotamadya

dalam hal pemberian hak baru atau pemindahan hak karena pelaksanaan putusan hakim dan

hibah wasiat.

Intinya adalah terjadi pemindahan hak karena jual beli, tukar-menukar, hibah, hibah wasiat,

hadiah, warisan / waris dan pemberian hak baru karena adanya kelanjutan pelepasan hak dan

di luar pelepasan hak. Sedangkan bentuk pengalihan yang tidak kena BPHTB adalah seperti

pengalihan atau perubahan hak dan perbuatan hukum lain dengan tidak adanya perubahan

nama, wakaf atau digunakan untuk kepentingan ibadah.

Menentukan Besarnya Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan / BPHTB

a. Tarif BPHTB adalah sebesar 5% dari Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak.

b. Nilai perolehan objek pajak atau NPOP tidak kena pajak ditetapkan sebesar Rp.

60.000.000 (enam puluh juta rupiah) yang sewaktu-waktu besarnya dapat dirubah oleh

peraturan pemerintah. Sedangkan khusus untuk perolehan karena hak waris dalam satu dahar,

sedarah atau keturunan garis lurus satu derajat ke atas atau ke bawah dengan pemberian hibah

termasuk istri atau suami NJOPTKP atau Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak adalah

sebesar Rp. 300.000.000.

c. Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak (NPOPKP) adalah nilai perolehan objek pajak

(NPOP) dikurangi dengan nilai perolehan objek pajak tidak kena pajak.

d. Besar pajak terutang BPHTB adalah didapat dengan cara mengalikan tarif pajak dengan

nilai perolehan onjek pajak kena pajak (NPOPKP).

Tata Cara Pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan / BPHTB

Wajib pajak membayar pajak BPHTB yang terutang tidak didasarkan pada surat

ketetapan pajak atau SKP, melainkan dengan cara menghitung dan membayar sendiri pajak

terutang dengan mengisi Surat Setoran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan atau Bangunan

atau disingkat SSB.

Pajak yang terutang dapat dibayar di Bank pemerintah, Bank DKI dan juga Kantor

Pos di wilayah Kotamadya yang meliputi letak tanah dan atau bangunan dengan SSB. Tempat

terutang pajak adalah di wilayah kabupaten, kota atau propinsi yang meliputi letak tanah dan

bangunan. SSB dapat diperoleh di Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan / KP PBB /

KPBB yang adal di wilayah DKI Jakarta, PPAT, Notaris, Kantor Lelang dan Kantor

Pertanahan serta Kantor Bank Pemerintah, Bank DKI dan Kantor Pos. Pembayaran BPHTB

dapat dilakukan tanpa menunggu diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak / SKP.

Page 16: 94184375-Real-Estate

16

SKP atau Surat Ketetapan Pajak adalah dokumen yang menjelaskan jumlah pajak

yang kurang atau lebih bayar yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak setelah adanya

pemeriksaan. SKP BPHTB disingkat menjadi SKB (Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak Atas

Tanah dan Bangunan). SKB dapat dikeluarkan dalam jangka lima tahun semenjak saat

terutang BPHTB. SKB dapat berupa SKBKB untuk yang kurang bayar, SKBLB untuk yang

lebih bayar dan SKBN untuk yang nihil atau nol bayar.

Sanksi Tidak Membayar Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan / BPHTB

Apabila WP diketahui kurang bayar BPHTB maka Dirjen Pajak dapat menerbitkan

Surat Ketetapan BPHTB (SKBKB) beserta denda sebesar 2% perbulan untuk jangka waktu

maksimal 24 bulan dihitung mulai saat terhutang pajak sampai diterbitkan SKBKB. Dirjen

Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan BPHTB kurang Bayar (SKBKBT) jika ditemukan

data baru atau data yang sebelumnya tidak terungkap yang mengakibatkan menambahnya

jumlah pajak terutang setelah SKBKB terbit, maka dapat dikenakan denda sanksi

administrasi sebesar 100% dari kekurangan pajak tersebut kecuali WP melaporkan sendiri

sebelum adanya tindakan pemeriksaan.

3.3 BBN ( Bea Balik Nama )

Bea Balik Nama ini dikenakan untuk proses balik nama sertifikat properti yang

ditransaksikan dari penjual ke pembeli. Umumnya properti yang dibeli melalui developer,

BBN diurus developer dan konsumen tinggal membayarnya. Tapi bila properti dibeli dari

perorangan, balik nama diurus sendiri. Besarnya biaya BBN berbeda-beda di setiap daerah.

3.4 PPnBM ( Pajak Penjualan Barang Mewah )

PPnBM hanya dikenakan untuk properti yang dibeli dari developer dan memenuhi

kriteria sebagai barang mewah. Properti yang masuk kategori ini berdasarkan PERATURAN

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 103/PMK.03/2009, luas

bangunannya > 150 m2 atau harga jual bangunannya > Rp 4 juta/m2. Besarnya PPnBM

adalah 20 % dari harga jual, dibayarkan saat bertransaksi. PPnBM tidak berlaku untuk

transaksi antar perorangan.

3.5  PPh ( Pajak Penghasilan )

Page 17: 94184375-Real-Estate

17

Pajak Penghasilan (PPh) dikenakan kepada penjual perorangan. WP dikenakan tarif

final sebesarnya 5 % dari total  nilai transaksi berdasarkan pasal 4 ayat 2 UU PPh, kecuali

transaksi Rp. 60 juta atau dibawahnya penjual tidak dikenakan PPh. Khusus developer, pajak

ini dibayarkan melalui PPh tahunan.

Perlakuan Pph bagi wajib pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas

tanah dan/atau bangunan (WP realestate) telah mengalami beberapa kali perubahan sifat

pembayaran PPh nya. Mulai tahun 1996 bersifat final, kemudian pada tahun 1999 berubah

menjadi tidak final, kemudian sejak tahun 2009 menjadi bersifat final.

3.5.1 Subjek Pajak

Wajib pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan

(WP realestate).

3.5.2 Objek Pajak

Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, yaitu:

a.     penjualan, tukar-menukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan hak, penyerahan

hak, lelang, hibah, atau cara lain yang disepakati dengan pihak lain selain pemerintah;

b.      penjualan, tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak, atau cara lain yang

disepakati dengan pemerintah guna pelaksanaan pembangunan, termasuk

pembangunan untuk kepentingan umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus;

c.      penjualan, tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak, atau cara lain kepada

pemerintah guna pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang

memerlukan persyaratan khusus.

3.5.3 Pengertian-pengertian terkait

Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau

bangunan adalah Wajib Pajak yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan

sebagai barang dagangan, termasuk pengembang kawasan perumahan, pertokoan,

pergudangan, industri, kondominium, apartemen, rumah susun, gedung perkantoran.6

Nilai pengalihan hak adalah nilai yang tertinggi antara nilai berdasarkan Akta

Pengalihan Hak dengan Nilai Jual Objek Pajak tanah dan/atau bangunan yang bersangkutan

sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi

6 Budi Santoso, Sukses Berinvestasi Tanah, Rumah, Properti Komersial,2009. Hlm. 20.

Page 18: 94184375-Real-Estate

18

dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994

tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 Tentang Pajak Bumi Dan

Bangunan, kecuali:

         dalam hal pengalihan hak kepada pemerintah adalah nilai berdasarkan keputusan pejabat

yang bersangkutan;

         dalam hal pengalihan hak sesuai dengan peraturan lelang (Staatsblad Tahun 1908 Nomor

189 dengan segala perubahannya) adalah nilai menurut risalah lelang tersebut.

Nilai Jual Objek Pajak adalah Nilai Jual Objek Pajak menurut Surat Pemberitahuan

Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan tahun yang bersangkutan atau dalam hal Surat

Pemberitahuan Pajak Terutang dimaksud belum terbit, adalah Nilai Jual Objek Pajak menurut

Surat Pemberitahuan Pajak terutang tahun pajak sebelumnya.

Apabila tanah dan/atau bangunan tersebut belum terdaftar pada Kantor Pelayanan

Pajak Pratama atau Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan, maka Nilai Jual Objek

Pajak yang dipakai adalah Nilai Jual Objek Pajak menurut surat keterangan yang diterbitkan

Kepala Kantor yang wilayah kerjanya meliputi lokasi tanah dan/atau bangunan yang

bersangkutan berada.

Rumah Sederhana terdiri atas Rumah Sederhana Sehat dan Rumah Inti Tumbuh, yang

mendapat fasilitas dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan.

Rumah Susun Sederhana adalah bangunan bertingkat yang dibangun dalam suatu

lingkungan yang dipergunakan sebagai tempat hunian yang dilengkapi dengan KM/WC dan

dapur baik bersatu dengan unit hunian maupun terpisah dengan penggunaan komunal

termasuk Rumah Susun Sederhana Milik, yang mendapat fasilitas dibebaskan dari pengenaan

Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”

3.5.4 Dasar Hukum

a. Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 Tentang Pembayaran Pajak Penghasilan Atas

Pengalihan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan sebagaimana telah diubah terakhir

dengan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2008

b. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 635/KMK.04/1994 Tentang Pelaksanaan

Pembayaran Dan Pemungutan Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak

Atas Tanah Dan/Atau Bangunan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan

Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.03/2008

Page 19: 94184375-Real-Estate

19

c. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-28/PJ/2009 Tentang Pelaksanaan Ketentuan

Peralihan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2008 Tentang Perubahan Ketiga Atas

Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 Tentang Pembayaran Pajak Penghasilan

Atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah Dan/Atau Bangunan

d. Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-80/PJ/2009 Tentang Pelaksanaan Pajak Penghasilan

Yang Bersifat Final Atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah Dan/Atau

Bangunan Yang Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak Yang Usaha Pokoknya Melakukan

Pengalihan Hak Atas Tanah Dan/Atau Bangunan

3.5.5 Tarif dan Dasar Pengenaan

Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) PP 48 tahun 1994 dan perubahannya, besarnya tarif

Pajak Penghasilan yang dikenakan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau

bangunan yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang usaha pokoknya adalah pengalihan hak atas

tanah dan/atau bangunan (WP Real Estate) adalah adalah sebesar 5% (lima persen) dari

jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan.

Khusus untuk pengalihan rumah sederhana dan rumah susun sederhana oleh Wajib

Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan,

tarifnya adalah 1%(satu persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan. Adapun yang dimaksud

dengan nilai pengalihan hak adalah nilai yang tertinggi antara nilai berdasarkan Akta

Pengalihan Hak dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) tanah dan/atau bangunan yang

bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang PBB. Nilai Jual Objek Pajak

(NJOP) adalah Nilai Jual Objek Pajak menurut Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak

Bumi dan Bangunan (SPPT PBB) tahun yang bersangkutan atau dalam hal SPPT belum

terbit, adalah NJOP menurut SPPT PBB tahun pajak sebelumnya.

Apabila tanah dan/atau bangunan tersebut belum terdaftar pada Kantor Pelayanan

Pajak Pratama atau Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan, maka Nilai Jual Objek

Pajak yang dipakai adalah Nilai Jual Objek Pajak menurut surat keterangan yang diterbitkan

Kepala Kantor yang wilayah kerjanya meliputi lokasi tanah dan/atau bangunan yang

bersangkutan berada.

3.5.6 Sifat Pengenaan

Page 20: 94184375-Real-Estate

20

Berdasarkan Pasal 8 ayat (1) PP 48 tahun 1994 dan perubahannya, pembayaran Pajak

Penghasilan atas transasksi pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan bersifat final untuk

semua Wajib Pajak, baik itu Wajib Pajak Badan atau Wajib Pajak Orang Pribadi. Sifat final

ini juga berlaku baik bagi Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas

tanah/atau bangunan (Real Estate) maupun Wajib Pajak yang usaha pokoknya tidak

melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan.

Pengenaan PPh Final bagi Wajib Pajak yang memiliki usaha Real Estate ini mulai

berlaku sejak 1 Januari 2009 seiring dengan berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 71

Tahun 2008. Sebelumnya, pengenaan PPh atas usaha Real Estate ini dilakukan melalui

mekanisme umum penghitungan Pajak Penghasilan dalam SPT Tahunan. Tarif umum Pasal

17 dikenakan terhadap Penghasilan Kena Pajak sebagaimana diatur dalam 16 ayat (1)

Undang-undang Pajak Penghasilan. Dengan demikian pelunasan PPh untuk Real Estate

sebelum 1 Januari 2009 adalah melalui angsuran PPh Pasal 25 dan setoran tahunan PPh Pasal

29.

3.5.7 Rumah Sederhana dan Rumah Susun Sederhana

Sebagaimana dijelaskan di atas, tarif khusus 1% dari nilai pengalihan dikenakan atas

pengalihan hak atas rumah sederhana dan rumah susun sederhana yang dilakukan oleh Wajib

Pajak Real Estate. Definisi dari Rumah Sederhana dan Rumah Susun Sederhana ini

dijelaskan dalam Pasal 4 ayat (5) dan ayat (6) PP 71 Tahun 2008.

Rumah Sederhana adalah Rumah Sederhana Sehat dan Rumah Inti Tumbuh yang

mendapatkan fasilitas pembebasan PPN. Rumah Susun Sederhana adalah bangunan

bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang dipergunakan sebagai tempat hunian

yang dilengkapi dengan KM/WC dan dapur baik bersatu dengan unit hunian maupun terpisah

dengan menggunakan komunal termasuk Rumah Susun Sederhana Milik, yang mendafatkan

fasilitas pembebasan PPN.

Perhatikan bahwa keringan tarif sebesar 1% ini diperuntukkan bagi rumah sederhana

dan rumah susun sederhana yang mendapatkan fasilitas pembebasan PPN. Dengan demikian,

Page 21: 94184375-Real-Estate

21

kita harus melihat ketentuan Pajak Pertambahan Nilai untuk menentukan batasan rumah

sederhana dan rumah susun sederhana ini.

Berdasarkan Pasal 2 PP Nomor 146 Tahun 2000 sebagaimana telah diubah dengan PP

Nomor 38 Tahun 2003, atas penyerahan Barang Kena Pajak berupa rumah sederhana, rumah

sangat sederhana dan rumah susun sederhana, dibebaskan dari pengenaan PPN. Adapun

batasan rumah sederhana, rumah sangat sederhana dan rumah susun sederhana ditetapkan

oleh Menteri Keuangan.

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 36/PMK.03/2007 Tentang Batasan

Rumah Sederhana, Rumah Sangat Sederhana, Rumah Susun Sederhana, Pondok Boro,

Asrama Mahasiswa Dan Pelajar Serta Perumahan Lainnya Yang Atas Penyerahannya

Dibebaskan Dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah dengan

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 80/PMK.03/2008, batasan Rumah Sederhana dan

Rumah Susun Sederhana dijelaskan dalam paragraf-paragraf di bawah ini.

Rumah Sederhana dan Rumah Sangat Sederhana yang dibebaskan dari pengenaan Pajak

Pertambahan Nilai adalah Rumah Sederhana Sehat (Rs Sehat/RSH) dan Rumah Inti

Tumbuh (RIT) yang perolehannya, secara tunai ataupun dibiayai melalui fasilitas kredit

bersubsidi maupun tidak bersubsidi, atau melalui pembiayaan berdasarkan prinsip syariah,

yang memenuhi ketentuan:

a. harga jual tidak melebihi Rp 55.000.000,- (lima puluh lima juta rupiah); dan

b. merupakan rumah pertama yang dimiliki, digunakan sendiri sebagai tempat tinggal dan

tidak dipindahtangankan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak dimiliki.

Termasuk Rumah Sederhana dan Rumah Sangat Sederhana yang dibebaskan dari

pengenaan Pajak Pertambahan Nilai adalah Rumah Sederhana Sehat (Rs Sehat/RSH) dan

Rumah Inti Tumbuh (RIT) yang diserahkan kepada Bank dalam rangka pembiayaan

berdasarkan prinsip syariah yang memenuhi ketentuan:

a. harga jual tidak melebihi Rp 55.000.000,- (lima puluh lima juta rupiah);

b. dibeli oleh bank dengan tujuan untuk dijual kembali kepada masyarakat yang

berpenghasilan rendah dalam rangka pembiayaan berdasarkan prinsip syariah; dan

c. rumah tersebut harus dijual kembali kepada masyarakat berpenghasilan rendah dalam

jangka waktu 6 (enam) bulan sejak dibeli.

Page 22: 94184375-Real-Estate

22

Rumah Susun Sederhana yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai adalah

bangunan bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang dipergunakan sebagai

tempat hunian yang dilengkapi dengan KM/WC dan dapur baik bersatu dengan unit

hunian maupun terpisah dengan penggunaan komunal, yang perolehannya secara tunai

ataupun dibiayai melalui fasilitas kredit bersubsidi maupun tidak bersubsidi, yang

memenuhi ketentuan:

a. harga jual untuk setiap hunian termasuk strata title tidak melebihi Rp 75.000.000,00

(tujuh puluh lima juta rupiah);

b. luas bangunan untuk setiap hunian tidak melebihi 21 m2 (dua puluh satu meter persegi);

c. pembangunannya mengacu pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum yang mengatur

mengenai Persyaratan Teknis Pembangunan Rumah Susun; dan

d. merupakan unit hunian pertama yang dimiliki, digunakan sendiri sebagai tempat tinggal

dan tidak dipindahtangankan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak dimiliki.

3.5.8 PPh Final atas Jasa Konstruksi

Dasar hukum: PP No. 51/2008 Atas pembayaran kontrak kepada penyedia jasa

konstruksi dipotong PPh yang bersifat final dengan tarif:

- 2% untuk pelaksanaan konstruksi yang memiliki Kualifikasi Usaha Kecil

- 4% untuk pelaksanaan konstruksi yang TIDAK memiliki Kualifikasi Usaha

- 3% untuk pelaksanaan konstruksi selain penyedia di atas yang kena 2% dan 4%

- 4% untuk perencanaan atau pengawasan konstruksi yang memiliki kualifikasi usaha

- 6% untuk perencanaan atau pengawasan konstruksi yang memiliki TIDAK kualifikasi usaha

Atas PPh Final jasa konstruksi, harus disetor paling lambat tanggal 10 bulan

berikutnya dan dilaporkan dalam SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) paling lambat tanggal 20

bulan berikutnya.

3.6. PBB ( Pajak Bumi dan Bangunan )

PBB dikenakan pada saat sudah menjadi hak milik orang tersebut. Pajak Bumi dan

Bangunan (PBB) dipungut setiap tahun dan dikenakan kepada semua wajib pajak (pemilik

properti). Tagihannya dilayangkan pemerintah setiap bulan Maret, melalui aparat desa

Page 23: 94184375-Real-Estate

23

setempat, dalam bentuk Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT). Adapun

pembayarannya harus dilakukan paling lambat enam bulan setelah SPPT diterbitkan ke loket-

loket terdekat yang disediakan, atau ke kantor-kantor bank yang ditunjuk pemerintah. Setelah

melakukan pembayaran, harap bukti pembayarannya disimpan. Apabila sampai batas waktu

yang ditetapkan wajib pajak belum membayar, maka akan didenda 2 % per bulan hingga

maksimal 24 bulan

3. 7 Biaya lain yang muncul atas transaksi bisnis properti ini:

Jasa Notaris.

Jasa PPAT (PPAT bisa Notaris atau Pejabat Pemda setempat, seperti Camat atau

Lurah). Tergantung kesepakatan,  jika bukan Notaris

BAB 4

CONTOH KASUS

4.1 Contoh Perhitungan

1. Sebidang tanah seukuran 10×20 m diperjualbelikan seharga 350 juta, dengan NJOP 1,5

juta per meter. Maka dari transaksi diatas didapati Harga Transaksi adalah = 350 juta.

Nilai NJOP adalah: 1,5 juta x luas tanah = 1,5 juta x 200 = 300 juta. Nilai Jual Objek

Pajak tidak Kena Pajak didaerah setempat adalah = 40 juta.

Dari hasil diatas maka:

- Perhitungan BPHTB = (350juta – 40juta) x 5% = 310jt x 5% = 15,5 jt

- Perhitungan PPh = 350jt x 5% = 17,5 juta

2. Tuan Adi membeli sebidang tanah sebesar 450m2 dari Tuan Aan seharga Rp 500.000.000,

NPOP nya 100.000.000 lalu Tuan Adi membangun sendiri rumah di tanah tersebut dengan

biaya 250.000.000. Apa saja aspek pajak yang terkait? Dan berapa pajak terutangnya?

Maka:

Tuan Aan Tuan Adi

- Tuan Adi dikenakan PPh pasal 4 ayat 2 PPh final sebesar 5%

= 5% x 500.000.000 = 25.000.000

Page 24: 94184375-Real-Estate

24

- BPHTB (pasal 5 BPHTB) : 5% x 100.000.000 = 5.000.000

- BBN : sesuai daerah yang berlaku

- PPN pasal 7 UU PPN : 10% x 500.000.000 = 50.000.000

- Total pajak terutang : 80.000.000 + BBN

Lalu Tuan Adi membangun sendiri tanahnya sebesar 450 m2 , sehingga dikenakan PPN lagi

berdasarkan pasal 16 C sebesar 10% dari DPP.

- DPP : 40% x 250.000.000 = 100.000.000

- PPN terutang = 100.000.000x 10% = 10.000.000

- Pajak terutang ketika membangun sendiri sebesar Rp 10.000.000

Contoh Kasus

Ditjen Pajak Endus Manipulasi Pajak Properti, 2 Notaris Rekanan Pengembang Tengah

Disidik.

Ditjen Pajak endus manipulasi pajak properti,2 Notaris rekanan pengembang tengah disidik

Ditulis oleh Bisnis Indonesia   Friday, 26 March 2010

JAKARTA: Direktorat Jenderal Pajak mengendus modus tindak pidana pajak baru yang dilakukan oleh notaris dalam transaksi jual beli tanah dan rumah.Plt Direktur Intelijen dan Penyidikan Ditjen Pajak Pontas Pane mengungkapkan modus pidana pajak yang dilakukan oleh notaris tersebut adalah dengan tidak menyetorkan pajak yang telah dipungut dari konsumen atas transaksi jual beli tanah atau rumah ke kas negara."Dia [notaris] nggak setorkan pajaknya yang sudah dia pungut dari pembeli. Malah dimungkinkan mereka membuat tanda setor palsu yang diberikan ke pembeli," ungkapnya kepada Bisnis, kemarin.Dia menjelaskan modus tersebut sering terjadi karena pada umumnya konsumen yang bertransaksi tidak pernah menanyakan kembali setoran pajaknya kepada notaris. "Jadi akan lebih baik kalau [pajaknya] disetor sendiri oleh pembeli," jelasnya.Selain itu, lemahnya pengawasan atas kebenaran setoran pajak bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) oleh aparat Ditjen Pajak juga menjadi penyebab terjadinya modus baru pidana pajak tersebut."Tapi sekarang, Direktorat Inteldik [Intelijen dan Penyidikan] akan mengungkap satu persatu kejahatan pajak tersebut," tegasnya.Saat ini, Pontas mengaku sedang menangani dua notaris yang menjadi rekanan salah satu perusahaan real estat di wilayah Jabotabek."Ada [perusahaan] realestat yang rumahnya banyak terjual, 80% bukti setoran pajaknya palsu. Saat ini kami sedang menangani dua notarisnya," ungkapnya.Menurut dia, proses penanganan salah satu notarisnya saat ini sudah ditingkatkan ke tahap penyidikan. "Yang bumper [pemeriksaan bukti permulaan/penyelidikan] sedang jalan. Di luar itu sedang dikembangkan lagi," ujarnya.

Page 25: 94184375-Real-Estate

25

Saat ditanya apakah dalam kasus tersebut pihak pengembang ikut terlibat, Pontas mengaku belum mengetahuinya."Ini yang akan kami lihat. Kalau dia [pengembang] terlibat, akan kami tindak juga," tegasnya.Lebih jauh Pontas mengatakan potensi kerugian negara yang ditimbulkan dari modus pidana pajak tersebut cukup besar, sehingga Ditjen Pajak akan serius menanganinya."Ini nilainya cukup potensial untuk digali. Kalau seluruh notaris melakukan hal yang sama, bisa besar. Namun, kami belum bisa prediksi pastinya," tambahnya.Terlalu riskanSementara itu, Direktur Eksekutif Lembaga Advokasi Konsumen Indonesia Erwin Kallo mengatakan terlalu riskan jika notaris melakukan manipulasi pajak BPHTB saat ini karena sistem pengawasannya sudah semakin bagus. Saat ini, notaris harus melaporkan setiap pemuatan pengalihan hak atas tanah itu setiap bulan."Dulu bisa saja memalsukan akta karena pemeriksaan dilakukan setiap tahun. Sekarang pemeriksaan dilakukan setiap bulan, jadi terlalu berisiko. Apalagi akan ada verifikasi dari Badan Pertanahan Nasional," ujar Erwin yang juga pakar hukum bidang pertanahan dan properti.Namun, potensi manipulasi pajak masih memungkinkan untuk rumah-rumah bekas yang dijual secara individu. Manipulasi biasanya dengan cara menurunkan nilai jual rumah agar pajaknya lebih kecil.Manipulasi itu membutuhkan kesepakatan antara pembeli, penjual, dan notaris. Namun, cara ini sulit dilakukan untuk rumah-rumah baru karena akan menurunkan reputasi pengembang.Dalam kesempatan terpisah, pengamat pajak dari Universitas Padjadjaran Kodrat Wibowo mengatakan pemerintah harus transparan dalam penggunaan uang pajak, menyusul mencuatnya kasus penggelapan uang pajak yang melibatkan pegawai Ditjen Pajak Gayus Tambunan. Norwegia janjikan pinjaman lunak US$9 jutaGayus merupakan PNS Ditjen Pajak dengan golongan III A. Namanya mencuat setelah mantan Kabareskrim Susno Duadji menyebut Gayus sebagai salah seorang makelar kasus dalam kasus penggelapan uang pajak senilai Rp25 miliar yang melibatkan sejumlah jenderal di kepolisian.Oleh Achmad Aris & A. Dadan MuhandaBisnis IndonesiaSumber : Bisnis IndonesiaTanggal: 26 Maret 2010 

Analisis : Modus tindak pidana baru yaitu penyelundupan pajak. Notaris dalam hal ini

tidak menyetorkan pajak ke Ditjen pajak Pontas Pane, bahkan ada juga yang walaupun

disetor surat setoran pajaknya palsu. Hal ini dilakukan notaris dengan cara sebagai berikut

1. Memanipulasi harga dengan pembeli property, menurunkan harga property

sehingga pajak nya kecil baik dari segi PPh, PPN dll. Biasanya dilakukan pada

rumah-rumah lama, bukan rumah baru yang sedang promosi besar-besaran.

2. Notaris tetap memungut pajak dari pembeli, tetapi tidak menyetorkannya atau

menyetorkan surat setoran pajak palsu (berdasarkan artikel diatas Ada [perusahaan]

Real Estate yang rumahnya banyak terjual, 80% bukti setoran pajaknya palsu.) Dan

pembeli property tersebut tidak meminta bukti setoran pajaknya kembali.

Page 26: 94184375-Real-Estate

26

DAFTAR REFERENSI

Lubis,Mulya T. Dari Kediktatoran Sampai Miss Saigon, (Gramedia Pustaka Utama ) 2009

http://adriantohidayat.blogspot.com/2011/09/real-estate.html diakses pada 22 Januari 2012

http://belajarpajak.com/2009/04/04/pph-final-bagi-wajib-pajak-%E2%80%9Creal-estate

%E2%80%9D/ diakses pada 26 Januari 2012

http://cepiar.wordpress.com/ diakses pada 26 Januari 2012

http://id.wikipedia.org diakses pada 25 Januari 2012

http://informativearticles.net/id/ diakses pada 23 Januari 2012

http://josephhartanto.blogspot.com/2008/06/apa-perbedaan-real-estate-dan-properti.html

diakses pada 22 Januari 2012

http://realty.egioo.com/index.php diakses pada 22 Januari 2012

http://spt-pajak.com/pajak-penghasilan-atas-usaha-real-estate.html diakses pada 23 Januari

2012

http://www.didikekotjahjono.com/2008/06/beda-properti-dan-real-estate.html diakses pada

24 Januari 2012

http://www.ikpi.or.id/content/ditjen-pajak-endus-manipulasi-pajak-properti2-notaris-rekanan-

pengembang-tengah-disidik diakses pada 23 Januari 2012

http://www.jamespropertyinvestor.com/site/kumpulan-artikel/artikel-investasi-property/123-

biaya-biaya-dalam-transaksi-jual-beli-property

http://www.vibiznews.com/index.php diakses pada 24 Januari 2012