85691510 Disolusi Sediaan Padat BACA!!
-
Upload
ershahasan -
Category
Documents
-
view
294 -
download
18
description
Transcript of 85691510 Disolusi Sediaan Padat BACA!!
Disolusi Sediaan Padat
Bernard S. Proctor (sejak 100 th lalu) : untuk terjadinya proses
absorpsi obat dr bentuk sediaan, mk bahan obat tersebut harus terdisolusi terlebih dahulu.
Tahun 1950 (USP XIV) : bentuk sediaan farmasi oral (pil atau tablet) harus terdisintegrasi menjadi agregat kecil, setelah itu baru mengalami proses absorpsi. Maka untuk mencegah variasi kualitas tablet di industri, USP menetapkan persyaratan waktu hancur dan kriteria peralatan pengujian.
Pada tahun 1980-
an : berkembang kecendrungan untuk mengganti uji disintegrasi dengan uji disolusi. Parrot et al., menyatakan bahwa pelepasan obat dari partikel primer dan selanjutnya ketersediaan hayati dlm tubuh, diatur oleh disolusi partikel obat.
Formulasi % terdisolusi
dlm
15 menit
Waktu
disintegrasi
III
97 %54 %
5 menit9 menit
Tabel Data disintegrasi dan disolusi Tablet Lanoxin
Manninen
V. et al, The Lancet, October 28, 1972, P. 922
Perbedaan
mutu
sediaan
lebih
nyata
terlihat
dengan
menggunakan
uji
disolusi
jika
dibandingkan
dengan
uji
disintegrasi. Perubahan
waktu
disintegrasi
hampir
2 kali lipat, menurunkan
jumlah
digoxin
dalam
larutan
lebih
kurang
50 %.
Merek
dagang Nilai
T 60% (menit) Rentang
**A (lot 1)A (lot 2)B (lot 1)B (lot 2)C (lot 1)C (lot 2)
44126311360
18 –
27100-15020-38--------
2-423-97
Tabel
T 60% untuk
3 jenis
tablet prednisolon
dari
perdagangan
*
* Data dari
FDA
** metode
USP : rata-rata untuk
6 tablet
Perbedaan
inter dan
intra lot dapat
sangat
bermakna
dan
mudah
dideteksi
dengan
menentukan
waktu
terdisolusi
Prosedur
resmi
uji
disolusi
pertama
kali dicantumkan
dalam
NF XIII th 1970, memuat
spesifikasi
persyaratan
uji
disolusi
untuk
5 sediaan
obat
: kapsul
indometasin, tablet asetoheksamid, metandrostenalon, metilprednisolon
dan
sulfametoksazol.
USP XVIII : 6 sediaan
USP XXII : 481 sediaan
(termasuk
23 sediaan
pelepasan
dimodifikasi
dan
transdermal).
USP XXIII : 532 sediaan
USP XXIV : 592 sediaan
Pernyataan
dlm
kata
pendahuluan
USP XXII tentang uji disolusi : “pengalaman
menunjukkan
apabila
suatu
obat
menunjukkan
perbedaan
ketersediaan
hayati
secara
bermakna
dari
sediaan
yang identik; uji
disolusi
merupakan
cara
yang sangat
bermanfaat
untuk
membedakan
artikel-artikel
ini”
Uji
disolusi
menjadi
sangat
penting, jika
tahap
disolusi
adalah
pembatas
kecepatan
(rate limiting step) dlm
proses
absorpsi
obat.
Pernyataan
dlm
USP XXIV tentang
Bioinekivalensi : empat
penyebab
utama
bioinekivalensi
adalah
:
Ukuran partikel bahan aktif padat yang tidak sesuai
Kelebihan penggunaan pelincir-glidants spt Mg stearat
Penyalutan terutama bila menggunakan shellac
Ketidakcukupan bahan penghancur
Secara
medik
tidak
ditemukan
masalah bioinekivalensi apabila
75 % obat
larut
dalam
air atau
asam
pada
suhu
37 0 C selama
45 menit
jika
menggunakan
alat
keranjang
atau
dayung
dengan
kecepatan
biasa
sesuai
dengan
ketentuan
USP, yaitu
kasus
pertama
USP (USP first case)
Definisi disolusi : proses
suatu
zat
padat
memasuki
pelarut
untuk
menghasilkan
suatu
larutan. Secara
sederhana
disolusi
adalah
proses
zat
padat
melarut.
Tablet/kapsul
Granul/aggregat
Partikel Halus
Zat aktif terlarut
Zat aktif dlm sirkulasi sistemik
Distribusi, metabolisme dan eksresi
Efek Farmakologis dan respom klinis
Disintegrasi
Deaggregasi
Disolusi
Disolusi
Fasa
Farmasetik Fasa
FarmakodinamikaFasa
Farmakiokinetika
Skema
proses
disolusi
hingga
respons
klinis
zat
aktif
dr
sediaan
tablet/kapsul
Tahapan yang dilalui oleh sediaan padat dalam tubuh :
1.
Tahap
awal, adanya
kelambatan
reaksi
awal
2.
Pembasahan
sediaan
tablet/kapsul
3.
Penetrasi
cairan
kedalam
sediaan
tablet/kapsul
4.
Tablet/kapsul
terdisintegrasi
menjadi
granul-granul
5.
Deaggregasi
granul
menjadi
partikel-partikel
halus
(fine)
6.
Disolusi
zat
aktif
sediaan
tablet/kapsul
dalam
cairan
saluran
cerna
7.
Absorpsi
molekul
zat
aktif
melalui
dinding
saluran
cerna
8.
Zat
aktif
berada
dalam
sirkulasi
sistemik
9.
Zat
aktif
bekerja
dan
memberikan
efek
farmakologis
10.Efek
farmakologis
menyebabkan
respons
klinis
Biopharmaceutics
Classsfication
System
Class Solubility Permeability
IIIIIIIV
HighLowHighLow
HighHighLowLow
BCS II dan
IV adalah
obat-obat
dissolution rate limited step
Pada
proses
absorpsi
obat
dari
sediaan
padat
ada
2 Tahap
pembatas
kecepatan
:
1.Proses
pelarutan
senyawa
padat
obat
dlm
cairan
GIT
2.Proses
penetrasi
molekul
–
molekul
obat
melalui
membran
GIT
Obat
–obat
yang memiliki
kelarutan
rendah
: yang menjadi
tahap
pembatas
kecepatan
adalah
proses
pelarutan
(disolusi)
Obat
yang mudah
larut
dlm
air : yang menjadi
tahap
pembatas
kecepatan
adalah
proses
penetrasi
melintasi
membran
saluran
GIT.
Larutan
Suspensi
Kapsul
Tablet
Tablet salut
Tercepat
Absorpsi
Paling lambat
Urutan laju disolusi dan kecepatan absorpsi berbagai bentuk sediaan
solid
Stagnant layer
Larutan
ruah
Konsentrasi Matriks
solid
Bentuk
sediaan
C sat Fase
ruah
atau
larutan
ruah
C sol C sol
Film lapisan
tak
bergerakh
Model teori lapisan difusi yang menggambarkan proses disolusi
Teori Film (teori model lapisan disfusi )
Jika
suatu
partikel
dicelupkan
kedalam
cairan
(media), partikel
akan
mulai
melarut
dan
dikelilingi
oleh
lapisan
film pelarut
(tak
bergerak), dengan
ketebalan
(h) yang akan
tergantung
pd kondisi
pengadukan.
Gradien
konsentrasi
akan
terjadi
di
sepanjang
lapisan
(film) yang setara
dengan
( C sat –
C sol). C sat adalah
konsentrasi
jenuh
zat
aktif
dan
C sol adalah
konsentrasi
zat
aktif
dlm
larutan
ruah.
Jika
keadaan
tunak
telah
tercapai
mk
Hukum difusi I Fick dpt
digunakan
untuk
menjelaskan
proses
transport :
J = -
D dc/dx
J = arus
difusi
(jumlah
substan
per unit waktu
yang melewati
suatu
luas
permukaan
tertentu)
D = koefisien
difusi
Dc/dx
= gradient konsentrasi
Gradien
konsentrasi
diasumsikan
konstan
selama
proses
transport, dan
Dc/dx
setara
dengan
kemiringan
garis
(C sol -
Csat)/ h.
Jika
massa
yang terlarut
(m), volume media disolusi
(V) dan
luas
permukaan
partikel
(S). Persamaan
dpt
diatur
kembali
:
V/S. dc/dc = -
D (C sol –
Csat) / h
V. dc/dt
= dm/dt
= D.S (C sat –
C sol)/h = k. S ( C sat –
Csol)
K = konstanta
laju
disolusi
Disolusi Intrinsik
Penentuan
laju
disolusi
intrinsik
diperlukan
dalam
pengembangan
senyawa
obat
baru
dan
memilih
bentuk
molekul
yang tepat
pada
tahap
studi
preformulasi
Definisi
: massa
yang terlarut
dalam
satuan
waktu
dengan
luas
permukaan
konstan, yang dinyatakan
dalam
satuan
mg/waktu/cm2
Untuk
mempertahankan
LP yg
konstan, zat
aktif
dikempa
dengan
tekanan
hidraulik
menjadi
pelet
yang ukurannya
cukup
untuk
dimasukkan
ke
dalam
ruang
alat
pengaduk.
Prinsip penentuan disolusi intrinsik senyawa obat
Suhu
: 37 °C
Kec. Putaran
: 100 rpm
dc/ dt
= D.S (C sat
– C sol
)
h. v
dc/dt
= laju
disolusiS
= luas
permukaanD = koefisien
difusiC sat = konsentrasi
zat
terlarut
pada
lapisan
difusiC sol = konsentrasi
zat
terlarut
pada
media ruahh
= tebal
lapisan
difusiv
= volume media disolusi
Selama
fase
awal
disolusi
, C sat >>>> C sol, LP dan
volume media dibuat
konstan
, sehingga
pada
kondisi
suhu
dan
pengadukan
konstan, persamaan
menjadi
:
dc/dt
= k. C sat
Laju
disolusi
pd equasi
diatas
disebut
sebagai
laju
disolusi
intrinsik
dan
khas
untuk
tiap
senyawa
padat
dlm
pelarut
tertentu
dan
kondisi
hidrodinamik
yang tetap.
Dengan
mengetahui
nilai
laju
disolusi
intrinsik
akan
membantu
ahli
praformulasi
dlm
memprediksi
suatu
senyawa
zat
aktif
padat, apakah
proses
absorpsi
dibatasi
oleh
laju
disolusi
atau
tidak
.
Kaplan et al., meneliti
disolusi
sejumlah
senyawa
dlm
500 mL
media disolusi
dengan
pH dari
1 –
8 pada
37 °C dengan
kecepatan
pengadukan
50 rpm. Hasil
penelitiannya
menyimpulkan
:
1.
Laju
disolusi
intrinsik
: > 1 mg/ menit. Cm2 tidak
menimbulkan
masalah
dlm
proses
absorpsi
yg
dibatasi
oleh
laju
disolusi.
2.
Laju
disolusi
intrinsik
< 0,1 mg/menit. Cm2 proses
absorpsi
akan
dibatasi
oleh
laju
disolusi.
3.
Laju
disolusi
antara
0,1 –
1, diperlukan
informasi
yang lebih
banyak
untuk
memprediksi
proses
dan
laju
absorpsi.
Sink Condition (kondisi
hilang)
Dari persamaan
:
dw/dt
= D.S/ h ( C sat –
C sol )
C sat -
C sol = gadient
konsentrasi
antara
konsentrasi
solut
pada
lapisan
difusi
setebal
(h) yang mengelilingi
partikel
terlarut
dengan
konsentrasi
solut
dlm
larutan
ruah
D = fungsi
koefisien
difusi
molekul
solut
Kecepatan
disolusi
maksimal
( dw/dt) jika
C sol kecil
<<<<
Jika
C sol meningkat
maka
kecepatan
disolusi
akan
menurun
krn
parameter D (koefisien
difusi) tergantung
pada
gradient konsentrasi
(C sat –
C sol).
Pada
kondisi
in vivo : setelah
pemberian
sediaan, zat
aktif
akan
mengalami
absorpsi
melalui
difusi
pasif
ke
dlm
sirkulasi
sistemik, shg
(C sol) rendah
dan
proses
absorpsi
berlangsung
kontinyu.
Kondisi
in vitro : dimanipulasi
sedemikian
rupa
(kondisi
sink)
1. dibuat
volume media disolusi
yang besar
2. penambahan
surfaktan
atau
pelarut
campur
dlm
media disolusi
3. modifikasi
alat
uji
disolusi
Dalam
uji
disolusi
: C sol < 15 % x C sat, maka
C sol tidak
mempengaruhi
kecepatan
disolusi
zat
aktif. Maka
pada
situasi
ini
disolusi
zat
padat
terjadi
pada
kondisi Sink.
dw/dt
= D/h . S. C sat
Dw/dt
= k.S. C sat
Contoh soal
Suatu
zat
aktif
bobot
2,5 gram dan
luas
permukaan
partikel
0,5 m2/g, jika
zat
aktif
ditambahkan
dlm
2000 ml air, 600 mg zat
aktif
terlarut
setelah
waktu
1 menit, jika
nilai
k (konstanta
kecepatan
disolusi) 7,5 . 10-5
cm/dt. Hitung
nilai
C sat, dw/dt
pd t = 1 dan
apakah
percobaan
terjadi
pd kondisi
sink ?
Parameter D ( koefisien
difusi) tergantung
pada
suhu
oleh
karena
itu
suhu
media disolusi
dan
viskositas
harus
dikendalikan
dengan
hati-hati. Persamaan
yang menjelaskan
hubungan
D, suhu
dan
viskositas
, persamaan
Stokes-
Einstein :
D = R.T/ 6 π. R. η
N
D = koefisien
difusi
R = konstanta
gas
T = suhu
absolut
N = bilangan
Avogadro
η
= viskositas
Adanya
elektrolit
dan
perubahan
pH dapat
mempengaruhi
proses
difusi
yaitu
dengan
mengubah
ionisasi
zat
aktif
(yang bersifat
asam
dan
basa
lemah). Oleh
karena
diharapkan
media disolusi
sesederhana
mungkin
spt
air atau
HCl
0,1 N.
Granul
zat
aktif
bobot
550 mg, total luas
permukaan
0,28 m2, terdisolusi
dlm
500 ml air (suhu
25 °C) pada
menit
ke
1 terlarut
0,76 gram, kuantitas
D/h dihubungkan
dengan
k, jika
C sat = 15 mg/ml pada
suhu
25 °C, berapa
k ? Apakah
percobaan
terjadi
pd kondisi
sink ?
Contoh soal
Suatu
bahan
bobot
30 g , mempunyai
luas
permukaan
spesifik
1 m2/g dilarutkan
dalm
1000 cm3 air, setelah
1 menit
zat
terlarut
sebanyak
0,9 gram . Kelarutan
(C sat) = 10 mg/ cm3 hitung
nilai
K dan
apakah
terjadi
pada
kondisi
sink ??
Alat
Uji
Disolusi
Farmakope
Kebanyakan
alat
uji
disolusi
mengacu
pada
spesifikasi
dan
kriteria
alat
uji
disolusi
dari
Farmakope
Amerika.
Tipe
I
Cara keranjang
(basket) yang menggunakan
pengaduk
bentuk
keranjang
Tipe
II
Cara dayung
yang menggunakan
pengaduk
bentuk
dayung
. Kedua
cara
ini
digunakan
secara
luas
dlm
berbagai
Farmakope
di
dunia.
Alat tipe keranjang dan dayung
Variasi
Alat
menurut
ketentuan
Farmakope
:
1.
Pelapisan
dengan
emas
(gold plating) pada
cara
keranjang
baja
tahan
karat tipe
316 mengandung
nikel
dan
chrom.
untuk
mencegah
risiko
korosif
dan
peleapasan
sesepora
ion-ion logam
pelapisan
tipis
dengan
emas
dengan
ketebalan
sampai
mencapai
2,5 µm (0,0001 inchi).
2. Ukuran
mesh keranjang
persyaratan
ukuran
mesh dalam
Farmakope
Indonesia, USP dan
Farmakope
Eropa, adalah
untuk
keranjang
ukuran
standar
Mesh 40, digunakan
kawat
logam
dengan
ukuran
0,01 inch. Yang akan
menghasilkan
lebar
nominal lubang
0,381 mm pada
masing-masing
sisi.
ukuran
mesh ini
penting
diperhatikan, krn
salah
satu
masalah
kritis
pengujian
menggunakan
tipe
I adalah
tertutupnya
lubang-lubang
keranjang
oleh
partikel
–
partikel
eksipien. Atau
lolosnya
partikel
secara
acak
ke
bagian
bawah
wadah
disolusi, yg
akan
menyebabkan
variasi
hasil
uji
disolusi.
3. Pelapisan
dengan
polifluorokarbon
atau
senyawa
inert yang sesuai
pada
cara
dayung
(Tipe
II).
tujuan
pelapisan
:
1.
untuk
mencegah
korosi
dan
pelepasan
ion-ion yang tdk
dikehendaki
kedalam
media.
2.
untuk
melapisi
sambungan
logam
antara
batang
pengaduk
dan
dayung.
Ketentuan
Farmakope
untuk
Alat
uji
Tipe
I & II
1.
Geometri
dan
kelurusan
ada
4 terminologi
yang perlu
dipahami
dengan
baik
:
Exact center axis of the cylinder of the dissolution flasks (garis
sumbu
eksak
dari
pusat
wadah
uji
disolusi.
Centering (pemusatan) : sumbu
batang
pengaduk
hrs sesuai
dengan
ketentuan
Farmakope
dan
jarak
terhadap
sumbu
vertikal
wadah
bervariasi
±
2 mm (centering or tilt USP/NF ±
2 mm at all points).
Tilt (kemiringan), kemiringan
harus
memenuhi
persyaratan
(total 4 mm), yang akan
menyebabkan
terjadi
deviasi
3,8°
pada
panjang
dayung
6 inch. Dlm
wadah.
eksentrisitas, menggambarkan
sudut
yang terbentuk
selama
batang
berputar
dengan
kecepatan
pengujian.
2.
Kecepatan
pengadukan
(RPM)
secara
umum
50 RPM untuk
tipe
dayung
dan
100 RPM untuk
cara
keranjang. Variasi
toleransi
kecepatan
yang diperbolehkan
adalah
±
4 %.
4. Posisi
tegak
lurus
(vertical position) keranjang
atau
dayung. Farmakope
Indonesia ed. IV mensyaratkan
jarak
2,5 cm ±
0,2 cm dari
dasar
wadah
terhadap
bagian
bawah
keranjang
atau
dayung.
5.
Wadah
wadah
uji
disolusi
berbentuk
silinder
dengan
dasar
setengah
bola, tinggi
160 –
175 mm, diameter dalam
98 –
106 mm dan
kapasitas
nominal 1000 mL. bahan
yang digunakan
: bersifat
inert dan
memungkinkan
pengamatan
selama
uji
disolusi. Yg
umum
digunakan
adalah
bahan
dari
gelas
atau
plastik.
6.
Tempat
pengambilan
sampel
menurut
USP, sampel
hrs diambil
pada
lokasi
lebih
kurang
setengah
dari
jarak
bagian
bawah
keranjang
atau
dayung
ke
permukaan
media disolusi
dan
tidak
boleh
jaraknya
kurang
dari
1 cm dari
dinding
wadah
uji
disolusi.
Alat Uji Disolusi (Hanson SR8 plus)
7. Media disolusi
(Farmakope
Indonesia ed. IV)
sebagai
media digunakan
pelarut
seperti
yang tertera
di
dalam
masing-
masing
monografi. Bila
media disolusi
adalah
larutan
dapar, pH larutan
diatur
sedemikian
rupa
hingga
berada
dalam
batas
0,05 satuan
pH dari
yang tertera
pada
masing-masing
monografi.
8. Waktu
(Farmakope
Indonesia ed IV)
Bila
dlm
spesifikasi
hanya
terdapat
satu
waktu, pengujian
dpt
diakhiri
dalam
waktu
yang lebih
singkat
bila
persyaratan
jumlah
minimum yang terlarut
terpenuhi. Bila
dinyatakan
dua
waktu
atau
lebih, sampel
(cuplikan) dpt
diambil
pd waktu
yang ditentukan
dengan
toleransi
±
2%.
Faktor
yang mempengaruhi
disolusi
zat
aktif
Faktor
yang berhubungan
dengan
sifat
fisikakimia
obat
:
1.
Karakteristik
fase
padat
derjat
kristalinitas
dan
amorfisasi
sangat
mempengaruhi
laju
disolusi. Bentuk
amorf
fase
padat
menunjukkan
kelarutan
dan
laju
disolusi
yang lebih
tinggi
dibandingkan
bentuk
kristalin. Contoh
: novobiosin, griseopulvin, fenobarbital, cortison
asetat
dan
kloramfenikol.
2.
Polimorfisma
polimorf
metastabil
menunjukkan
laju
disolusi
yang lebih
baik
drpd
polimorf
yang stabil. Ex. Klorpropramida, asam
mefenamat, fenilbutazon
dll.
3.
Kopresipitasi
dan
kompleksasi
kopresipitasi
zat
aktif
yang sukar
larut
dengan
polimer
hidrofilik
(PVP, PEG, HPMC dll) akan
meningkatkan
laju
disolusi
zat
aktif.
4.
Karakteristik
partikel
laju
disolusi
berbanding
lurus
dg luas
permukaan
zat
aktif. Pengurangan
ukuran
partikel
akan
meningkatkan
LPS, shg
mikronisasi
zat
aktif
yg
sukar
larut
akan
meningkatkan
laju
disolusi.
5.
Kelarutan
zat
aktif
kelarutan
zat
aktif
berperan
utama
dlm
mengendalikan
disolusi
zat
aktif
padat
dr
sediaan.
Modified Release Dosage FormModified Release Dosage Form
1.
Extended Release DF
: Sediaan
yg
didesain
sedemikian
rupa
shg
terjadi
pengurangan
frekwensi
pemberian
dosis
sebanyak
2 kali.
2.
Delayed Release DF
: Bentuk
sediaan
yang melepaskan
zat
aktif
pada
waktu
yg
berbeda
dari
keadaan
seharusnya.
Terminologi
:
Immediate Release
: Pelepasan
segera
Delayed Release: Pelepasan
tertunda
Repeated Release
: Pelepasan
bertahap
Prolonged Release/Sustained Release
: Pelepasan
diperpanjang
Controlled Release
: Pelepasan
terkendali
KeuntunganKeuntungan
dandan
keterbatasanketerbatasan
Keuntungan
:
1.
Mengurangi
frekwensi
dosis2.
Mengurangi
jumlah
total obat3.
Mempertahankan
kadar
terapetik4.
Meningkatkan
kepatuhan
pasien5.
Meminimalkan
fluktuasi
kadar6.
Meminimalkan
akumulasi
pada
pemakaian
lama
Keterbatasan
:
1.
Cost sediaan
lebih
mahal2.
Sulit
diprediksi
hubungan
data In Vitro-In Vivo3.
Dose Dumping4.
Hambatan-hambatan
fisiologis
dlm
GIT5.
Tidak
semua
zat
aktif
dpt
didesain
utk
MRDF.
SifatSifat Z.A. Z.A. ygyg tdktdk sesuaisesuai utkutk modified Release DF.modified Release DF.
1. Ukuran Sediaan2. Ukuran dosis lazim oral >500 mg tdk cocok.3. Kelarutan yg besar dlm air tdk dikehendaki.4. Zat aktif yg sangat tidak larut air.5. Koefisien partisi yg ekstrem.6. Stabilitas zat aktif dlm GIT.7. Absorpsi yg lambat dan berubah-rubah.8. Volume distribusi nyata yg tinggi.9. Lama Kerja, zat aktif dg waktu paro pendek dan
dosis besar memerlukan ukuran dosis besar. 10. Indeks Terapi, IT sempit memerlukan
pengendalian yg ketat, ex. Digoxin, antikoagulan, theofilin.
11. Kumulatif.12. Tidak jelas keuntungan-nya.
MetodeMetode PembuatanPembuatan
Solid dispersionMatrix systemMicroencapsulationIon exchanger resin methodeComplexation
Solid dispersion system
: sistem
dispersi
satu
atau
lebih
zat
aktif
dalam
suatu
pembawa
atau
matriks
inert dlm
keadaan
padat, yg
dibuat
dg metoda
pelarutan
, peleburan
atau
kombinasi
pelarutan-peleburan.Matriks: Pembawa
padat
inert yg
didalamnya
obat
terdispersi
homogen.
Tiga
tipe
matriks
yg
digunakan
dalam
sed. Tablet lepas
lambat:1.
Matriks
Hidrofilik, matriks
akan
mengembang
membentuk
lap gel disekeliling
tablet. Pelepasan
obat
dikendalikan
oleh
difusi
mol obat
mel
barrier gel dan
erosi
tablet. Ex. Selulosa
eter, Alginat.2.
Matriks
Plastik, pelepasan
mel
pembilasan
(Leaching) kerangka
matriks
dan
berdifusi
mel
pori-pori. Ex. Polivinilklorida, Copolimer
M-metakrilat.3.
Matriks
lemak, pelepasan
mel
pengikisan
bertahap
krn
pengaruh
enzim
dan
pH. Ex. Malam
carnauba.