85558491 Presentasi Kasus KET SEKARANG
-
Upload
tetra-arya-saputra -
Category
Documents
-
view
30 -
download
3
Transcript of 85558491 Presentasi Kasus KET SEKARANG
KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU
Disusun Oleh :
Rahmi Ulfa
Pembimbing :
Dr. Ody Wijaya, Sp.OG(K)
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
2013
BAB I
STATUS PENDERITA
A. ANAMNESIS
Tanggal 2 Juli 2013
1. Identitas Penderita
Nama : Ny. H
Umur : 31 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan : SMP
Alamat : Rangai Tri Tunggal Katibung, Lampung selatan
Status Perkawinan : Kawin
HPHT : 15-06-2013
TP : 22-03-2014
UK : 3 Minggu
Tanggal Masuk : 2 Juli 2013
RM : 316351
Berat badan : 60 kg
Tinggi Badan : 155 cm
2. Keluhan Utama
Nyeri perut kanan bawah
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Kurang lebih 1 hari SMRS os datang dengan keluhan nyeri perut yang hebat, mual dan
muntah, os mengaku terlambat haid sekitar 3 minggu, Riwayat keluar darah dari
kemuluan tidak ada. Pasien merasa hamil 3 minggu.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat sesak nafas : Disangkal
Riwayat hipertensi : Disangkal
Riwayat penyakit jantung : Disangkal
Riwayat DM : Ada
Riwayat asma : Disangkal
Riwayat alergi obat/makanan : Disangkal
Riwayat minum obat selama hamil : Disangkal
Riwayat operasi : Disangkal
Riwayat mondok : Disangkal
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat Hipertensi : Disangkal
Riwayat Penyakit Jantung : Disangkal
Riwayat DM : Disangkal
Riwayat Asma : Disangkal
Riwayat Alergi Obat/makanan : Disangkal
6. Riwayat fungsi reproduksi
i. Haid:
1. Menarche: 14 tahun
2. Siklus : 28 hari
3. Lamanya : 5 hari
4. Warnanya: normal
5. Baunya : normal
6. Dismenorhe: tidak ada
ii. Kehamilan/ persalinan
No Tanggal/
tahun
persalinan
/kehamilan
Jenis
kelamin
Usia
anak
Jenis
persalina
n
Penolong keteangan
1. 1999 Pr 14
th
Norma
l
Dukun sehat
2. 2002 Lk 11t
h
Norma
l
Dukun sehat
3. 2011 Lk 2
th
Norma
l
Bidan sehat
4. Hamil ini
7. Riwayat Perkawinan
Menikah 1 kali, telah menikah selama 14 tahun.
8. Riwayat Keluarga Berencana
Tidak menggunakan KB
B. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Interna
Keadaan Umum: baik, CM, Gizi cukup
Tanda Vital
Tensi : 110/70 mmHg Respiratory Rate : 20 x/menit
Nadi : 80 x / menit Suhu : 36,60C
Kepala : Mesocephal
Mata : Conjuctiva pucat (+/+), Sklera Ikterik (-/-)
THT : Tonsil tidak membesar, Pharinx hiperemis (-)
Leher : Pembesaran kelenjar tiroid (-)
Thorax : Gld. Mammae dalam batas normal, areola mammae hiperpigmentasi (+)
Cor
Inspeksi : IC tidak tampak
Palpasi : IC tidak kuat angkat
Perkusi : Batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : Bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler, bising (-)
Pulmo
Inspeksi : Simetris statis dinamis
Palpasi : Fremitus raba ka = ki
Perkusi : Sonor seluruh lapangan paru
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), RBK (-/-), RBH (-/-),
wheezing (-/-)
Abdomen
Inspeksi : Dinding perut // dinding dada
Auskultasi : Peristaltik (+) normal
Perkusi :Tympani pada bawah processus xipoideus, redup pada daerah
uterus
Palpasi : Supel, NT (+), nyeri lepas (+), hepar lien sulit dievaluasi
Genital : darah (-) , discharge (-)
Ekstremitas : Oedem Akral dingin
2. Status Ginekologi
PL : Nyeri tekan diseluruh bagian perut
Nyeri lepas +
Inspekulo:
Portio lividae
OUE tertutup
Fluor -, fluksus –
E/L/P -
Kuldosintesis +
VT :
Mukosa vagina licin
Portio lunak
OUE tertutup
Nyeri goyang +
CUT sesuai ukuran normal, lunak
AP ka/ki tegang
CD menonjol
RT :
TSA baik
Mukosa licin
Masa Intra Lumen –
CUT sesuai N
CD menonjol
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium Darah tanggal 2 Juli 2013
Hemoglobin : 6,0 gr/dl
Hematokrit : 19%
Leukosit : 25,3 x 103/uL
Hitung jenis : 0/0/0/86/10/4 %
Trombosit : 307 x 103/uL
GDS : 260 mg/dL
Ureum : 30 mg/dL
Kreatinin : 1,1 mg/dL
Na / K / Cl : 129 / 4,3/ 101 mmol
PT : 3”
APTT : 13”
PP test : (+)
C. KESIMPULAN
Seorang wanita G4P3A0 31 th, hamil 3 minggu, riwayat fertilitas baik, riwayat obstetri
belum dapat dinilai, abdomen : supel, nyeri tekan (+), nyeri lepas (+), TFU tidak teraba,
tidak teraba massa. VT portio lunak, OUE tertutup, darah (-), discharge (-). slinger pain
(+), cavum douglas menonjol (+), Kuldosintesis (+)
D. DIAGNOSIS AWAL
Kehamilan ektopik terganggu
E. PROGNOSIS
dubia
F. TERAPI
Pro laparotomi eksplorasi elektif
EVALUASI 3 Maret 2012
Telah dilakukan salpingektomi dextra
Keluhan : -
KU : CM, baik
VS : TD : 110/70 mmHg, N : 84x/menit, RR : 20x/menit, t : 36,5
Mata : CA (-/-), SI (-/-)
Thorax : c/p dalam batas normal
Abdomen : supel , NT (-)
Genetalia : darah (+)
Diagnosis : ruptur pars ampularis tuba dextra
Terapi : Inj. Ceftriaxon 1 g/12 jam
Inj. Metronidazol 500 mg/8 jam
Inj. Asam tranexamat amp/8 jam
Inj. Alinamin F amp/8 jam
Inj. Vit B amp/24 jam
Inj. Vit C amp/12 jam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU
A. DEFINISI
Kehamilan ektopik adalah suatu komplikasi dalam kehamilan dimana ovum yang
sudah dibuahi berimplantasi di jaringan lain selain dinding uterus. Pada konsepsi yang
normal, ovum dibuahi oleh sperma pada tuba falopii kemudain ovum yang sudah dibuahi
tersebut akan bergerak sepanjang tuba menuju uterus sekitar 3 – 4 hari kemudian.
Kebanyakan kehamilan ektopik terjadi pada tuba falopii (sehingga disebut kehamilan
tuba). Kehamilan tuba dapat terjadi dikarenakan tuba falopii terhalang atau rusak dan
tidak dapat dilewati oleh embrio.
Implantasi dapat juga terjadi pada cervix, ovarium, dan abdomen. Fetus
memproduksi suatu enzim yang memungkinkannya untuk berimplantasi pada berbagai
macam jaringan, dan apabila fetus berimplantasi di tempat lain selain uterus maka dapat
mengakibatkan kerusakan jaringan karena usaha dari fetus itu sendiri untuk mendapatkan
suplai darah yang cukup. 1, 2, 3
B. EPIDEMIOLOGI
Lebih dari 30 tahun, insidensi kehamilan ektopik telah meningkat secara dramatis
di negara – negara industri. Insidensi yang dilaporkan bervariasi antara 100 – 175 per
100.000 wanita berusia 15 – 44 tahun. Di Inggris, insidensi kehamilan ektopik bertambah
dari 9,6 kasus per 1000 kehamilan (1991 – 1993) menjadi 11 kasus per kasus 1000
kehamilan (2000 – 2002). Peningkatan insidensi kehamilan ektopik bisa jadi merupakan
cerminan dari meningkatnya kasus pada populasi penduduk ataupun bisa juga karena
adanya pengembangan dari tes diagnosa yang lebih sensitif. Angka kejadian kehamilan
ektopik pada wanita usia 35 - 44 tahun tiga kali lebih tinggi dibandingkan dengan wanita
usia 15 – 24 tahun. 8
Pada tahun 1992, di Amerika Serikat kejadian kehamilan ektopik sekitar 108.000,
hampir 2% dari seluruh kehamilan. Yang terpenting, pada kasus kehamilan ektopik
tercatat 10% kasus dari seluruh kasus kehamilan yang berhubungan dengan kematian.
Insidensi kehamilan ektopik untuk wanita kulit berwarna lebih tinggi dalam setiap
kategori umur dibandingkan dengan wanita berkulit putih. Sekitar 2 % dari kehamilan
merupakan kehamilan ektopik. Kehamilan ektopik merupakan salah satu faktor penyebab
kematian ibu, sekitar 9 % dan merupakan penyebab kematian terbanyak pada trimester
pertama. 3,4
C. PEMBAGIAN KEHAMILAN EKTOPIK
Menurut lokasi :
1. Kehamilan abdominal (1,4 % - 15 %)
a. Kehamilan abdominal primer (sangat jarang ditemukan)
Terjadi apabila ovum dan spermatozoon bertemu dan bersatu di dalam satu
tempat pada peritoneum dalam rongga perut dan juga kemudian berimplantasi
di tempat tersebut, karena syarat – syarat untuk implantasi kurang baik maka
kehamilan berhenti dengan kematian mudigah disertai dengan perdarahan.
b. Kehamilan abdominal sekunder
Mudigah yang menjadi janin dapat meninggalkan tuba melalui ostium
abdominalis atau melalui sobekan dinding tuba dan kemudian kantung janin
melekat dalam rongga peritoneum, begitu juga plasenta berinsersi diluar tuba
pada dinding belakang uterus, pada ligamentum latum, atau pada dinding
panggul. Walaupun terjadi gangguan tetapi tidak menyebabkan meninggalnya
mudigah dan vaskularisasi masih cukup untuk memungkinkan mudigah
tumbuh terus.
2. Kehamilan ampula tuba (terbanyak sekitar 55 % - 80 %)
3. Kehamilan isthmus tuba (12 % - 25 %)
4. Kehamilan interstitial tuba Jarang terjadi hanya sekitar 1 – 2 % dari semua kehamilan
tuba, ruptur terjadi pada kehamilan lebih tua bisa mencapai akhir bulan keempat (16 –
20 minggu), karena jaringan endometrium pada daerah ini lebih mampu untuk
melebar. Karena ukuran yang meningkat dan implantasi endometrium parsial,
kehamilan ektopik lanjut ini dapat salah didiagnosis sebagai kehamilan intrauterin
karena perdarahan sangat banyak sehingga harus segera dioperasi jika tidak dapat
menyebabkan kematian.
5. Kehamilan ovarial (0,2 % - 0,5%)
Terjadi apabila spermatozoon memasuki folikel de graaf yang baru saja pecah dan
menyatukan diri dengan ovum yang masih tinggal dalam folikel. Nasib kehamilan ini
ialah ovum yang dibuahi mati atau terjadi ruptur.
Diagnosis ditegakkan atas dasar 4 kriteria dari Spiegelberg
i. Tuba pada sisi kehamilan harus normal
ii. Kantung janin harus terletak dalam ovarium
iii. Kantung janin dihubungkan dengan uterus oleh ligamentum ovarii
proprium
iv. Jaringan ovarium yang nyata harus ditemukan dalam dinding kantung
janin
6. Kehamilan intraligamen
7. Kehamilan cornu ( 2%)
8. Kehamilan fimbriae (5% - 17%)
9. Kehamilan servik (sangat jarang terjadi sekitar 0,03% - 0,2%)
Kriteria Rubin (1911) untuk kehamilan servikal :
i. Kelenjar serviks harus ditemukan di seberang tempat implantasi plasenta
ii. Tempat implantasi plasenta harus berada di bawah arteri uterina atau
peritoneum viserale uterus
iii. Janin tidak boleh terdapat di daerah korpus uterus
iv. Implantasi plasenta di serviks harus kuat
Kriteria Rubin sulit diterapkan secara klinis karena memerlukan histerektomi total
untuk memastikannya.
Kriteria klinis dari Paalman & McElin (1959) untuk kehamilan servikal, lebih dapat
diterapkan secara klinis :
i. Ostium uteri internum tertutup
ii. Ostium uteri eksternum terbuka sebagian
iii. Hasil konsepsi terletak di dalam endoserviks
iv. Perdarahan uterus setelah fase amenorhea, tanpa disertai nyeri
v. Serviks lunak, membesar, dapat lebih besar daripada fundus (hour-glass
uterus)
Kehamilan ektopik terbanyak dijumpai adalah kehamilan di tuba falopii (90% -97%)
D. ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO
Fungsi tuba falopii pada alat reproduksi wanita sangat penting, yaitu:
1. Proses ovum pick up mechanism
2. Transportasi spermatozoa menuju ampula tuba sebagai tempat yang paling besar
untuk terjadinya konsepsi.
3. Alat transportasi ovum menuju ampula tuba sehingga dapat terjadi konsepsi.
4. Tempat tumbuh kembangnya hasil konsepsi, dari bentuk zygot sampai blastula
sehingga siap untuk melakukan implantasi.
5. Alat tempat transportasi hasil konsepsi menuju uterus sebagai tempat akhir implantasi
dan tumbuh kembang sampai menjadi aterm. 5
Peningkatan insidensi dari kehamilan ektopik dihubungkan dengan
1. Meningkatnya kejadian PID (Pelvic Inflammatory Disease) dan kemajuan dalam
penanganan penyakit ini
2. Penggunaan kontrasepsi misalnya IUD, ataupun kontrasepsi yang mengandung
progesteron
3. Bertambahnya prosedur pembedahan untuk menangani penyakit pada tuba falopii,
misalnya ligasi tuba, reanastomosis tuba
4. Bertambahnya penggunaan sterilisasi elektif
5. Berkembangnya teknik diagnosa
6. Paparan dietilstilbestrol
7. Riwayat Salpingitis, misalnya oleh karena infeksi Chlamydia
8. Riwayat kehamilan ektopik sebelumnya
9. Penggunaan Agen induksi ovulasi
10. Adhesi peritubal yang terjadi setelah adanya abortus, infeksi puerperal, endometriosis
11. Riwayat infertilitas
12. Meningkatnya usia ibu hamil anak pertama
13. Inseminasi buatan
14. Hubungan sexual diusia muda dan berganti – ganti pasangan
15. Merokok
16. Latihan fisik yang berat 3,8
Penyebab paling utama gangguan transportasi hasil konsepsi pada tuba adalah:
1. Infeksi alat genitalia interna, khususnya tuba falopii
a. Infeksi STD akibat makin meningkatnya hubungan sexual pranikah.
b. Infeksi asendens akibat penggunaan IUD.
c. Bakteri khusus yang menyebabkan gangguan tuba Falopii adalah Chlamydia
trachomatis yang menyebabkan peyempitan lumen tuba.
2. Terdapat desakan dari luar tuba
a. Kista ovarium atau mioma subserosa sehingga pada bagian tertentu, lumen
tuba falopii menyempit, akibatnya hasil konsepsi tidak dapat lewat sehingga
tumbuh dan berkembang setempat.
b. Endometriosis menimbulkan perlekatan dengan sekitarnya sehingga terjadi
penyempitan tuba falopii.
3. Operasi pada tuba falopii
a. Operasi rekonstruksi tuba falopii, tetapi lumennya tidak selebar semula
sehingga hasil konsepsi tersangkut dan tumbuh kembang di dalamnya.
b. Rekanalisasi spontan dari sterilisasi tuba, dengan pembukaan lumen ynag
tidak sempurna dan terjadi penyempitan. Akibatnya hasil konsepsi tersangkut
dan terjadi kehamilan ektopik.
4. Kelainan kongenital alat reproduksi interna
a. Tuba falopii memanjang sehingga dalam perjalanan blastula terpaksa
melakukan implantasi dan menimbulkan kehamilan ektopik.
b. Terdapat divertikulum dalam tuba falopii, sehingga hasil konsepsi dapat
melakukan implantasi dan terjadi kehamilan ektopik.
5. Terjadi migrasi intraperitoneal spermatozoa ataupun ovum
a. Terjadi kehamilan ektopik pada uterus rudimenter.
b. Terjadi kehamilan pada ovarium.
6. Kelambatan implantasi
Kelambatan implantasi hasil konsepsi menyebabkan implantasi terjadi di bagian
bawah kavum uteri dalam bentuk plasenta previa dan kehamilan servikalis. 5
E. PATOFISIOLOGI
Adanya abnormalitas pada morfologi tuba ataupun pada fungsinya dapat
menyebabkan adanya kehamilan ektopik. Pada kehamilan yang normal, ovum dibuahi
pada tuba falopii kemudian bergerak menuju uterus. Sangat diyakini bahwa yang paling
berperan menyebabkan kehamilan ektopik adalah rusaknya mukosa tuba, yang dapat
menghalangi jalannya embrio karena adanya jaringan parut. Kemungkinan yang lain
adalah defek kecil pada mukosa menarik embrio untuk berimplantasi ditempat tersebut.
Hal lain yang dapat menyebabkan kehamilan ektopik adalah disfungsi aktifitas otot polos
tuba. 8
Karena tuba kekurangan lapisan submukosa, ovum yang telah dibuahi cenderung
tertanam pada epitelium dan zigot diam pada dinding muskular dari tuba. Pada
permukaan zigot terdapat kapsul trofoblas yang secara cepat berproliferasi yang
menginvasi dinding muskular dari tuba. Pada saat yang sama, pembuluh darah maternal
membuka dan darah mengalir pada daerah sekitar trofoblas atau diantara trofoblas dan
jaringan tambahan. Dinding tuba yang berhubungan dengan zigot hanya bisa memberikan
tahanan ringan terhadap invasi trofoblas, yang secepatnya tertanam didalamnya. Embrio
atau fetus pada kehamilan ektopik biasanya tidak ditemukan ataupun terhambat
pertumbuhannya.4
Isi konsepsi yang berimplantasi melakukan penetrasi terhadap lamina propria dan
pars muskularis dinding tuba. Kerusakan tuba lebih lanjut disebabkan oleh pertumbuhan
invasif jaringan trofoblas. Karena trofoblas menginvasi pembuluh darah dinding tuba,
terjadi hubungan sirkulasi yang memungkinkan jaringan konsepsi bertumbuh.
Pada suatu saat, kebutuhan embrio di dalam tuba tidak dapat terpenuhi lagi oleh
suplai darah dari vaskularisasi tuba itu.
Ada beberapa kemungkinan akibat hal ini :
1. kemungkinan terbentuknya jaringan mola berisi darah di dalam tuba, karena aliran
darah di sekitar chorion menumpuk, menyebabkan distensi tuba, dan mengakibatkan
ruptur intralumen kantung gestasi di dalam lumen tuba.
2. kemungkinan "tubal abortion", lepas dan keluarnya darah dan jaringan ke ujung distal
(fimbria) dan ke rongga abdomen.
3. kemungkinan reabsorpsi jaringan konsepsi oleh dinding tuba sebagai akibat pelepasan
dari suplai darah tuba.
4. kemungkinan ruptur dinding tuba ke dalam rongga peritoneum, sebagai akibat erosi
villi chorialis atau distensi berlebihan tuba - keadaan ini yang umum disebut
kehamilan ektopik terganggu / kehamilan ektopik dengan ruptur tuba. 9
Secara umum, estrogen menstimulasi aktifitas mioelektris dari tuba dan
progesteron memiliki efek untuk menghambat. Perubahan rasio estrogen / progesteron
mungkin mempengaruhi motilitas tuba. Tingginya tingkat estrogen mungkin
menyebabkan spasme tuba, yang akan mengahalangi transportasi embrio menuju cavum
uteri. Sebaliknya, pada penggunaan oral kontrasepsi progesteron dapat menyebabkan tuba
relaksasi yang mengakibatkan retensi ovum pada tuba. 8
Abortus Tuba
Terjadinya abortus tergantung dari tempat implantasi. Abortus biasanya terjadi
pada kehamilan ampula tuba, karena lumennya lebih luas sehingga dapat mengikuti
pertumbuhan hasil konsepsi dengan mudah. Perdarahan timbul karena gangguan
hubungan antara plasenta dan membran dan dinding tuba. Jika pemisahan plasenta sudah
lengkap, seluruh produk konsepsi dapat keluar melalui fimbriae ke cavum peritoneal.
Pada saat itu, perdarahan akan berhenti dan gejala hilang. Beberapa perdarahan biasanya
masih terjadi selama produk masih dalam oviduct. Darah mengalir pelan-pelan dari
fimbriae tuba ke dalam cavum peritoneal dan terkumpul dalam kavum Douglasii,
sehingga membentuk hematokele retrouterina, biasanya tidak begitu banyak karena
dibatasi oleh tekanan dari dinding tuba.
Gejala klinis :
1. Perdarahan dari terus berwarna hitam
2. Rasa nyeri disamping uterus bertambah hebat
3. Disamping uterus ditemukan sebuah massa, nyeri tekan, agak lembek
dengan batas jelas, tidak rata
4. Kavum Douglasii menonjol ke vagina
5. Kadang teraba jelas hematokel sebagai massa agak lembek
6. Timbul nyeri bila serviks digerakkan 4,9
Ruptur Tuba
Pembesaran produk konsepsi dapat menyebabkan terjadinya ruptur oviduct pada
beberapa tempat. Faktor utama yang menyebabkan ruptur adalah penembusan villi
korialis kedalam lapisan muskularis tuba terus ke peritonium Sebelum ditemukannya
pemeriksaan hCG sebagai pembantu penegakkan diagnosa kehamilan ektopik, banyak
kasus kehamilan tuba yang diakhiri dengan ruptur pada trimester pertama yang biasanya
terletak pada isthmus tuba. Ruptur biasanya terjadi spontan, namun dapat juga terjadi
karena trauma yang berkaitan dengan koitus atau pemeriksaan bimanual. Pada ruptur
intraperitoneal, seluruh konsepsi dapat keluar dari tuba dan menyebabkan perdarahan
dalam rongga perut, bisa sedikit ataupun banyak bahkan kadang sampai menimbulkan
syok dan kematian.
Gejala klinis pada ruptur tuba :
1. Anemi
2. Syok
3. Suhu badan menurun
4. Nadi cepat
5. Tekanan darah menurun
6. Akral dingin
7. Perut agak membesar
8. Ditemukan adanya cairan bebas dalam rongga perut
9. Pada pemeriksaan ginekologi uterus tidak dapat diraba dengan jelas karena
dinding perut menegang dan uterus dikelilingi oleh darah, nyeri sekali bila
servik digerakkan, kavum Douglasii terasa sangat menonjol.4,9
F. MANIFESTASI KLINIS
Trias gejala dan tanda dari kehamilan ektopik adalah riwayat keterlambatan haid
atau amenorrhea yang diikuti perdarahan abnormal (60-80%), nyeri abdominal atau
pelvik (95%). 1 Biasanya kehamilan ektopik baru dapat ditegakkan pada usia kehamilan 6
– 8 minggu saat timbulnya gejala tersebut di atas.2 Gejala lain yang muncul biasanya
sama seperti gejala pada kehamilan muda, seperti mual, rasa penuh pada payudara, lemah,
nyeri bahu, dan dispareunia. Selain itu pada pemeriksaan fisik didapatkan pelvic
tenderness, pembesaran uterus dan massa adneksa. 3
1. Nyeri
Nyeri dirasakan biasanya pada perut bagian bawah, yang disebabkan karena distensi
tuba. Nyeri abdomen dapat disertai hemoperitoneum, nyeri pleuritik atau nyeri bahu
yang disebabkan karena iritasi diafragma 3.
2. Perdarahan abnormal
Kebanyakan wanita dengan kehamilan ektopik mengalami amenorrhea, dan hanya
seperempat saja yang tidak mengalami amenorrhea 4. Amenorrhea yang terjadi,
diikuti dengan perdarahan yang berupa perdarahan berwarna coklat gelap, dapat
terjadi intermitten ataupun kontinyu 1.
3. Perubahan uterus
Uterus mungkin dapat terdorong ke salah satu sisi karena massa ektopik atau karena
ligamen yang terisi oleh darah. Pada 25 % wanita, uterus membesar sesuai dengan
stimulasi hormon selama kehamilan. Ditemukannya desidua uterus tanpa trofoblas
dapat merupakan tanda kehamilan ektopik namun tidak absolut. 4
4. Massa Adneksa
Terabanya massa adneksa dilaporkan pada 40% kasus. 3 Massa biasanya teraba
dengan konsistensi lunak dan disertai nyeri. 4
G. DIAGNOSIS
Diagnosis kehamilan ektopik ada tiga golongan:
1. Kehamilan ektopik intak
Diagnosis didasarkan pada kombinasi :
a. Pemeriksaan hormon progesteron dan ßhCG
Pada kehamilan normal kadar ßhCG serum meningkat setiap 2 hari. Pada
kehamilan ektopik kadar ßhCG juga meningkat tetapi tidak sebanyak pada
kehamilan normal. Untuk mengetahui peningkatan kadar ßhCG serum harus
dilakukan pemeriksaan kadar ßhCG serum secara serial.
Kadar progesteron dalam darah meningkat apabila terjadi kehamilan baik itu
kehamilan normal ataupun abnormal. Kadar progesteron tidak bergantung
pada umur gestasi dan akan menetap selama trimester pertama. Beberapa
penulis menyatakan bahwa kadar progesteron lebih dari 25 ng/mL dapat
menyingkirkan kemungkinan kehamilan abnormal sebesar 97.4%. Sebaliknya
kadar progesteron kurang atau sama dengan 5 ng/mL menunjukkan kehamilan
yang abnormal. Akan tetapi kadar progesteron tidak dapat membantu
memperkirakan lokasi kehamilan ektopik dan bukan merupakan tes yang rutin
dikerjakan dalam menegakkan diagnosa kehamilan ektopik.3, 4, 8
b. Ultrasonografi (USG)
USG transvaginal memiliki resolusi yang lebih tinggi dibanding USG
transabdominal dan dapat digunakan untuk memvisualisasikan kehamilan
intauterin 24 hari setelah ovulasi atau 38 hari setelah periode menstruasi atau 1
minggu lebih awal daripada USG transabdominal.
Kehamilan ektopik dipastikan dengan ditemukannya strktur yang tebal, sangat
ekogenik, menyerupai cincin yang terletak diluar uterus, dengan kantung
gestasional terdiri dari fetal pole, yolc sac, atau keduanya. Kantung ini
memiliki tepi ekogenik yang tebal, mengelilingi pusat yang sonolusen dan
terhubung dengan reaksi desidual trofoblastik di sekeliling kantung korionik.
Kadangkala pemeriksaan USG dapat dibantu dengan mengetahui kadar ßhCG
serum :
i. Bila kadar ßhCG serum > 6000 mIU/mL dan ditemukan intrauterin
sac, maka diagnosis kehamilan ektopik dapat disingkirkan.
ii. Bila kadar ßhCG serum > 6000 mIU/mL dan tidak ditemukan
intrauterin sac atau bila kadar ßhCG serum > 1500 - 2000 mIU/mL
tidak ditemukan intrauterin sac, diagnosis kehamilan ektopik masih
mungkin didapatkan atau bisa juga terjadi abortus karena pada abortus
juga memiliki gambaran yang serupa.
iii. Bila kadar ßhCG serum < 6000 mIU/mL dan tampak gambaran
intrauterin sac atau bila kadar ßhCG serum > 1500 - 2000 mIU/mL
dan ditemukan gambaran gestasional sac, mungkin terjadi abortus
spontan tetapi diagnosis keamilanektopik harus disingkirkan. Kadar
progesteron serum dapat membantu untuk menegakkan diagnosis.
iv. Bila kadar ßhCG serum < 6000 mIU/mL dan tidak tampak gambaran
intrauterin sac atau bila kadar ßhCG serum > 1500 - 2000 mIU/mL
dan tidak ditemukan gambaran gestasional sac, tidak ada diagnosis
yang dapat ditegakkan. 8
Spektrum gambaran USG pada kehamilan ektopik :
i. Cincin tuba
Merupakan struktur yang menyerupai cincin yang ekogenik, terletak
diluar uterus. Gambaran ini menunjukkan kehamilan ektopik awal.
ii. Massa Ekstrauterin
Suatu massa adneksa lunak yang terlihat pada USG menunjukkan
kehamilan ektopik. Adanya suatu gambaran massa apapun selain
gambaran kista simpel merupakan temuan USG yang paling signifikan
dalam diagnosis kehamilan ektopik.
iii. Hematosalphinx
Tuba Falopii dapat terisi darah atau cairan bebas. Dalam suatu
penelitian dikatakan bahwa hematosalphinx merupakan gambaran
patognomonik untuk kehamilan ektopik.
iv. Rupturnya kehamilan ektopik
Gambaran pada USG adalah adanya cairan bebas atau gumpalan darah
pada ruang intraperitoneal
c. Laparoskopi untuk konfirmasi diagnostik dan terapi
Pasien yang mengalami nyeri dan atau dengan keadaan hemodinamik yang
tidak stabil harus menjalani laparoskopi. Laparoskopi memungkinkan
dilakukannya pemeriksaan struktur pelvis, ukuran dan lokasi yang sebenarnya
dari kehamilan ektopik, adanya perdarahan, dan kondisi – kondisi lain,
misalnya kisata ovarium dan endometriosis, yang jika terjadi bersamaan
dengan kehamilan intrauterin akan menunjukkan gambran klinis yang
menyerupai kehamilan ektopik. Laparoskopi munkin melewatkan hingga 4 %
kehamilan ektopik dini dan karena lebih banyak kehamilan ektopik yang
berhasil didiagnosis pada awal kehamilan, rata – rata hasil negatif palsu
dengan pemeriksaan laparoskopi juga meningkat. Pemeriksaan laparoskopi
kelainan KET, infeksi pelvis, kista ovarium segera dapat dibedakan dengan
jelas. 5
2. Kehamilan ektopik subakut
Diagnosisnya didasarkan pada
a. Gejala klinisnya
- Adanya nyeri perut
- Amenorea
- Perdarahan pervaginam
- Pusing
- Gejala hamil muda
- Pengeluaran massa
b. Hasil pemeriksaan
- Adanya nyeri tegang abdomen
- Terdapat massa adneksa
- Pembesaran uterus
- Perubahan orthostatik
- Badan panas – dehidrasi
c. Konfirmasi diagnosis
i. Pungsi Kavum Douglasi (Kuldosintesis)
Untuk mengetahu adanya darah pada kavum Douglasi.
Kuldosintesis adalah metode evaluasi untuk mengetahui adanya
KET yang tidak mengalami ruptur yang juga cepat da tidak mahal.
Tetapi pemeriksaan ini sudah jarang dilakukan, karena adanya hasil
negatif palsuyang tinggi, dimana darah yang biasanya diambil
merupakan darah dari kehamilan ektopik yang tidak ruptur, ruptur
korpus luteum, abortus inkomplet dan menstruasi retrograd. Selain
itu, kemajuan teknologi USG dan pemeriksaan hormonal jauh lebih
sensitif dan spesifik untuk mencapai diagnosis yang tepat.
ii. Laparoskopi diagnostik
- Terdapat darah dalam kavum abdomen
- Dijumpai letak kehamilan ektopik
Gejala hamil ektopik subakut sebagian besar dijumpai pada kehamilan isthmus
sehingga perdarahnnya terjadi secara perlahan. 5
3. Ruptur kehamilan ektopik akut
Ruptur hamil ektopik dengan cepat menyebabkan kehilangan cukup banyak darah
menuju kavum abdomen sehingga secara total mengubah hemodinamik sirkulasi
sistemik dan mengakibatkan kolaps yang disertai syok.
Dasar diagnosisnya :
a. Penderita tampak anemis, sakit, mungkin sudah disertai gangguan pernafasan
(dispneu)
b. Tensi turun, nadi meningkat, akral dingin
c. Pemeriksaan dijumpai
- Tanda cairan / darah bebas di kavum abdomen
- Abdomen nyeri dan tegang
d. Pemeriksaan dalam
- Nyeri pada pergerakan serviks
- Teraba massa adneksa
- Kavum Douglasi menonjol
Karena gejala klinisnya sudah sangat jelas, sebenarnya tidak perlu dilakukan
konfirmasi diagnosis dengan melakukan pungsi kavum Douglasi. 5
H. DIAGNOSA BANDING
1. Salpingitis
Gejalanya serupa tetapi pada hasil laboratorium, tes kehamilan terbukti negatif,
adanya peningkatan AL dan juga adanya peningkatan suhu.
2. Aborsi threatened
Perdarahan lebh hebat, nyeri lebih terlokalisasi pada perut tengah bawah.
Ditemukannya kista korpus luteum dapat membingungkan dalam menentukan
diagnosis.
3. Appendisitis
Tidak didapatkan amenorrhea ataupun perdarahan pervaginam. Nyeri pada kuadran
kanan bawah abdomen cenderung menetap, dengan disertai demam, dan gejala
gastrointestinal. Hasil tes kehamilan negatif.
4. Torsi Ovarii
Biasanya nyeri hilang timbul, tetapi dapat enetap apabila asupan vaskuler terpenuhi.
Dapat dijumpai peningkatan AL dan masssa adneksa yang dapat teraba. Hasil tes
kehamilan negatif.
5. Lain – lain, misalnya perdarahan uterus disfungsional (biasanya tidak nyeri dan
perdarahan lebih hebat dibanding dengan kehamilan ektopik), kista korpus luteum
yang menetap, penggunaan IUD, gastroenteritis, atau infeksi traktus urinarius.4
I. PENATALAKSANAAN
Prinsip umum penatalaksanaan ialah :
1. Segera dibawa ke rumah sakit
2. Transfusi darah dan pemberian cairan untuk mengkoreksi anemia dan
hipovolemia
3. Operasi segera dilakukan setelah diagnosis dapat dipastikan :
a. Kehamilan di tuba dilakukan salpingektomi
Total salpingectomy Partial salpingectomy
b. Kehamilan di kornu dilakukan ovorektomi atau salpingo-oovorektomi
Salpingotomi Salpingo-oovorektomi
c. Kehamilan di kornu dilakukan:
- Histerektomi bila telah umur > 35 tahun
- Fundektomi bila masih muda untuk kemungkinan masih bisa
haid.
- Eksisi bila kerusakan pada kornu kecil dan kornu dapat direparasi
d. Kehamilan abdominal
- Bila mudah, kantong dan plasenta diangkat
- Bila besar atau susah (kehamilan abdominal lanjut), anak
dilahirkan dan tali pusat dipotong dekat plasenta, plasenta
ditinggalkan dan dinding perut ditutup.2, 3, 4
J. KOMPLIKASI
Komplikasi dari kehamilan ektopik dapat terjadi akibat kurang tepatnya diagnosis,
terlambat mendiagnosis, ataupun terlambat memberikan terapi. Terlambatnya diagnosis
ataupun terapi dapat mengakibakan ruptur tuba ataupun ruptur uteri, diikuti dengan
perdarahan masif, syok, DIC dan kematian. 1
Selain itu adapula komplikasi lain seperti :
1. Jaringan trofoblas yang persisten
Ada 4 – 8 % resiko bahwa tidak semua jaringan trofoblas dapat diangkat, maka dari
itu follow up post operasi diperlukan. Dengan adanya kadar hCG yang menetap
ataupun meningkat, reexplorasi ataupun kemoterapi dengan methotrexate sodium
diperlukan berdasarkan keadaan pasien dan kadar hCGnya.
2. Kehamilan Ektopik yang persisten
Adalah komplikasi yang paling sering ditemui dan merupakan alasan utama interves
sekunder setelah tindakan pembedahan konservatif. Salpingektomi merupakan
tindakan yang dapat diandalkan dan memberikan jaminan tidak berulangnya
kehamilan ektopik. 3
K. PROGNOSIS
1. Bagi kehamilan berikutnya
Umumnya penyebab kehamilan ektopik (misalnya penyempitan tuba atau pasca
penyakit radang panggul) bersifat bilateral. Sehingga setelah pernah mengalami
kehamilan ektopik pada tuba satu sisi, kemungkinan pasien akan mengalami
kehamilan ektopik lagi pada tuba sisi yang lain.
2. Bagi ibu
Bila diagnosis cepat ditegakkan umumnya prognosis baik, terutama bila cukup
penyediaan darah dan fasilitas operasi serta narkose. 7
BAB IVANALISA KASUS
A. Analisa kasus diagnosa
Kehamilan ektopik terganggu
Diagnosis kehamilan ektopik tidak selalu mudah ditegakkan karena spektrum
gejalanya yang luas dari bentuk asimptomatik sampai bentuk yang jelas gawat akut
abdomen dan disertai syok. Pada kasus ini diagnosa kehamilan ektopik terganggu
pertama ditegakkan melalui anamnesis pasien. Berdasarkan hasil anamnesis
didapatkan gejala klasik yang merupakan trias kehamilan ektopik yaitu nyeri perut
kanan bawah, tidak menstruasi sejak ± 3 minggu yang lalu dan perdarahan
melalui jalan lahir. Rasa nyeri pada kehamilan ektopik dapat beragam, baik sifat
berat dan lokasinya. Dengan rupturnya lokasi kehamilan ektopik, pasien merasa
nyerinya berkurang karena regangan serosa di lokasi itu berkurang atau hilang.
Pemeriksaan fisik obstetri menunjukkan OUE tertutup, darah (-), corpus uteri
sebesar telur bebek, nyeri tekan (+), Slinger pain (+), cavum Douglasi menonjol,
Kuldosintesis (+) menunjukkan adanya hematokel retrouterina. Kesan menyokong
gambaran kehamilan ektopik terganggu
a. Pemeriksaan laboratorium
Pada tes kehamilan menunjukkan PP test positif yang menunjang adanya
kehamilan. Tetapi PP tes negatif tidak menyingkirkan kemungkinan KET
karena kematian hasil konsepsi dan degenerasi trofoblas menyebabkan
produksi HCG menurun sehingga mengakibatkan PP test negatif.
b. Pada laparotomi eksplorasi elektif
Didapatkan rupture pars ampularis tuba dekstra
B. Analisa kasus penatalaksanaan
Penatalaksanaan dalam kehamilan ektopik terganggu tergantung pada beratnya
gejala yang telah terjadi. Tindakan penanganan yang dilakukan bisa radikal atau
konservatif. Tindakan radikal berarti mengutamakan keselamatan jiwa pasien dan
tidak begitu menghiraukan kemampuan reproduksi kembali di kemudian pergi.
Umumnya dilakukan melalui laparotomi pada pasien dengan gejala yang berat dan
secara hemodinamik keadanya tidak stabil. Tindakan pembedahan radikal adalah
salpingektomi untuk kehamilan dalam saluran telur, histerektomi pada kehamilan
servikal dan interstisial atau kornual, dan pada kehamilan di ovarium dilakukan
ooforektomi. Pada pasien ini dilakukan dilakukan salphingektomi sinistra melalui
laparotomi eksplorasi cyto.
Penatalaksaan pada pasien dengan kehamilan ektopik terganggu adalah
dengan laparotomi eksplorasi cyto oleh karena pada pasien ini tidak didapatkan tanda
akut abdomen, selain itu laparotomi eksplorasi ini bertujuan untuk mengetahui letak
kehamilan ektopiknya sehingga dapat ditentukan prognosis untuk kehamilan yang
berikutnya.
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
1. American Society for Reproductive Medicine. 2006. Ectopic Pregnancy a Guide for
Patients. www.asrm.org/Patients/patientbooklets/ectopicpregnancy.pdf. Tanggal
akses 7 Maret 2012
2. Brandon, J. Bankowski, et al. 2002. The Johns Hopkins Manual of Gynecology and
Obstetrics. Edisi 2. Lippincot Williams & Wilkins. Philadelphia
3. Cuningham, M. G., et al. 2005. Williams Obstetrics. Edisi 22. McGraw Hill
Company. New York. Hal: 253 – 63
4. Sepilian VP. 2007. Ectopic Pregnancy. www.emedicine.com/med/topic3212.htm.
Tanggal akses 7 Maret 2012
5. Mochtar R. 1998. Sinopsis Obstetri. Jilid I Editor. Delfi Lutan. EGC, Jakarta,: 63-67
6. Edmonds D K., 2007. Dewhurst’s Textbook of Obstetrics and Gynaecology. Edisi 7.
Blackwell Publishing. Massachusetts. Hal : 106 – 15
7. Hanifa W. 1999. Ilmu Kandungan. Edisi 2. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Jakarta. Hal : 250 - 60