80044080 BAB 07 Konsep Pengelolaan Eco Drain 00 1

download 80044080 BAB 07 Konsep Pengelolaan Eco Drain 00 1

of 17

description

ASA

Transcript of 80044080 BAB 07 Konsep Pengelolaan Eco Drain 00 1

  • PT. YODYA KARYA Laporan Interim

    BAB VIIKONSEP PENGELOLAAN DRAINASE PERKOTAAN TERPADU

    DAN BERWAWASAN LINGKUNGAN

    7.1. PENGELOLAAN DRAINASE KOTA SECARA UMUM

    Pengelolaan air limpasan dan air limbah melalui penyedia fasilitas drainase yang baik dan

    aman mempunyia posisi stategis dalam pengembangan permukiman, khususnya wilayah

    perkotaan. Pengelolaan (penanganan) drainase yang ada tidak baik sering kali menjadi

    pangkal masalah, mana kala rasa aman dan nyaman penduduk (pemukim) dari gangguan

    banjir dan pencemaran tidak terpenuhi.

    Pengelolaan drainase yang tidak baik seringkali timbul dan berkaitan dengan masalah

    sosial, ekonomi. Dan budaya masyarakat. Kota Watampone sebagai kota yang sedang

    berkembang pesat tidak luput dari permasalahan di atas.

    Penanganan masalah diatas, memerlukan suatu pendekatan yang menyeluruh, karena

    pada dasarnya sistem drainase adalah suatu sistem yang mengatur penyaluran dan

    mengendalikan limpasan air hujan sesuai dengan karakteristiknya (pola dan intensitasnya)

    ke badan penerima air.

    Pengelolaan drainase harus didekati dari sisi konservasi, bukan semata membuang

    kelebihan air secepat dan sebanyak-banyaknya, namun penyaluran kelebihan air hanya

    dilakukan jika usaha mengendalikan (menahan dan memanfaatkan) air hujan telah

    dilakukan secara optimal. Inilah yang dinamakan pengelolaan drainase berwawasan

    lingkungan.

    7.2. KONDISI EKSISTING DAN PERMASALAHAN KETERKAITAN PERSAMPAHAN, AIR LIMBAH DENGAN DRAINASE KOTA WATAMPONE

    Dari hasil survey lapangan dan informasi dari beberapa instansi terkait dengan pekerjaan

    ini, lokasi-lokasi genangan sebagian besar adalah merupakan lingkungan pemukiman

    umum, dan sebagian kecil merupakan lingkungan perumahan yang dibangun oleh

    pengembang. Fasilitas air limbah dan persampahan pada lingkungan tersebut sebagian

    besar telah disediakan oleh pemerintah kabupaten, dengan mengikuti pola pengelolaan

    sampah dan air limbah kota Watampone.

    MASTER PLAN DAN DED DRAINASE Halaman VII - 1

    KOTA WATAMPONE

  • PT. YODYA KARYA Laporan Interim

    7.2.1.Permasalahan Drainase Akibat Persampahan

    a. Pola Penanganan Sampah Saat ini.

    Pola penanganan persampahan di tiap pemukiman atau perumahan yang ada adalah

    pola komunal tidak langsung, artinya setiap penduduk mengumpulkan timbunan

    sampah di setiap TPS (Tempat Penampungan Sampah Sementara) atau Container

    kemudian dari TPS/Container diangkut ke Tempat Penampungan Akhir (TPA)

    Sampah dengan menggunakan Truck atau Dump Truck.

    b. Permasalahan

    Permasalahan sistem drainase yang disebabkan oleh sampah di saluran-saluran

    drainase baik tersier, sekunder maupun primer menimbulkan dampak negatif

    terhadap kelancaran aliran pembuangan air hujan, yang mana pada akhirnya akan

    menimbulkan genangan bahkan tidak menutup kemungkinan akan terjadi banjir.

    Di kota Watampone saluran drainase terutama di badan penerima air banyak

    ditemukan sampah-sampah yang menumpuk dipinggiran sungai dan bahkan badan

    sungai. Hal ini tentunya akan menimbulkan dampak negatif, juga dari segi estetika

    kurang nyaman untuk dilihat. Bertumpuknya sampah di sungai antara lain sebagai

    akibat penduduk yang berdomisili di pinggir sungai membuang sampah ke badan

    penerima air, juga adanya kiriman sampah dari beberapa wilayah yang terlintasi oleh

    sungai tersebut dan akibat adanya keterlambatan pengangkutan sampah dari TPS ke

    TPA sampah untuk masyarakat yang ada di perumahan yang pada akhirnya

    penduduk perumahan membuang langsung sampah ke badan penerima air.

    7.2.2.Permasalahan Drainase Akibat Air Limbah

    a. Pola Penanganan Air Limbah Saat Ini

    Limbah domestik terbagi menjadi 2 jenis air limbah yaitu :

    1. Air bekas (grey water), yaitu air yang berasal dari mandi, urinoir, dan

    kegiatan lainnya selain yang menimbulkan air bekas.

    MASTER PLAN DAN DED DRAINASE Halaman VII - 2

    KOTA WATAMPONE

  • PT. YODYA KARYA Laporan Interim

    2. Air kotor (black water), air yang berasal dari kegiatan WC yang

    menghasilkan limbah tinja.

    Pola penanganan air limbah domestik yang ada diperumahan saait ini dilakukan

    dengan sistem Pengolahan Setempat (On Site Sanitation) yaitu pengolahan

    limbah dilakukan ditempat secara biologis yaitu dengan memanfaatkan

    mikroorganisme an aerob untuk menguraikan limbah domestik menjadi zat

    organik yang sempurna.

    Limbah air bekas dialirkan ke bangunan kedap air yang mana luapan dari

    bangunan itu masuk ke bidang resapan dan ada yang langsung masuk ke badan

    penerima air.

    Limbah air kotor dari masing-masing rumah ditampung di septik tank dan

    limpasannya masuk ke resapan kemudian dalam periode ulang tertentu

    dilakukan penyedotan lumpur tinja dengan truk tinja oleh Dinas Kebersihan Kota

    untuk langsung dibuang ke IPLT (Instalasi pengolahan lumpur tinja) yang telah

    ada.

    b. Permasalahan

    Penanganan air limbah seperti ini tentunya tidak dapat diterapkan ke semua

    wilayah, mengingat lahan yang tersedia dan akses jalan untuk truk penyedot

    lumpur tinja tidak bisa masuk ke lokasi septik tank, terutama lokasi diluar daerah

    perumahan yang padat penduduknya, sehingga dengan demikian ada sebagian

    penduduk di luar perumahan yang berdekatan dengan sungai ada yang

    membuang limbah domestiknya ke sungai.

    Kondisi tersebut diatas apabila tidak diantisipasi akan mengakibatkan kualitas air

    sungai akan tercemar, dan akumulasi lumpur akan semakin bertambah selain

    akibat sedimentasi lainnya dari kikisan tanah dasar sungai akibat debit banjir.

    7.3. KONSEP PENGELOLAAN DRAINASE KOTA BERWAWASAN LINGKUNGAN

    7.3.1.Pengertian/definisi

    Maryono (2001), mengusulkan Konsep Eko-Drainage Concept) yaitu, eko-drainase

    diartikan suatu usaha membuang/mengalirkan air kelebihan ke sungai dengan waktu

    seoptimal mungkin sehingga tidak menyebabkan terjadinya masalah kesehatan dan

    MASTER PLAN DAN DED DRAINASE Halaman VII - 3

    KOTA WATAMPONE

  • PT. YODYA KARYA Laporan Interim

    banjir di sungai terkait (akibat kenaikan debit puncak dan pemendekan waktu

    mencapai debit puncak). Dari pengertian ini dapat diuraikan ada 2 (dua) pendekatan

    yang digunakan dalam konsep eko-drainase, yakni pendekatan eko-hidraulik, yakni

    pengelolaan drainase yang dilakukan dengan memperhatikan fungsi hidraulik dan

    fungsi ekologi, serta pendekatan kualitas air, yakni upaya meminimalkan dan atau

    meniadakan pencemaran air yang dapat menyebabkan masalah kesehatan bagi

    manusia dan flora-fauna.

    7.3.2.Konsep Penanganan air Limbah

    Tujuan pengolahan limbah cair adalah untuk menurunkan kadar zat-zat pencemar

    yang terkandung didalam air limbah sampai memenuhi persyaratan effluent yang

    berlaku. Proses pengolahan air limbah apapun tidak mungkin dapat menghilangkan

    sama sekali kadar zat pencemar, melainkan hanya dapat menurunkan sampai batas-

    batas yang diperkenankan oleh peraturan yang berlaku. Dalam menentukan sistem

    pengolahan air limbah ada beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai

    berikut :

    a. Peraturan tentang air limbah

    Peraturan yang berlaku terhadap badan penerima air yang bersangkutan.

    Peraturan ini tergantung dari peruntukan (beneficial use) badan penerima air yang

    dimaksud. Pada dasarnya terdapat dua peraturan, yaitu :

    Stream standard (peraturan kualitas badan penerima air)

    Effluent standard (peraturan yang mengatur air limbah yang akan dibuang ke

    badan penerima air).

    Stream standard lebih cocok daripada effluent standard, sebab dalam stream

    standard yang diatur adalah beban airnya, yang lebih mudah mengontrolnya.

    Disamping itu yang dimanfaatkan oleh masyarakat adalah badan penerima air

    bukan limbahnya. Sedangkan effluent standard jauh lebih sulit mengontrol

    pelaksanaannya, karena menyangkut banyak sekali hal yang harus diawasi.

    Tetapi mengingat kondisi badan penerima air yang ada di tanah air kita,

    khususnya di kota-kota besar, badan penerima airnya sudah tercemar, maka

    stream standard belum dapat dilaksanakan. Sehingga effluent standardlah yang

    diberlakukan.

    MASTER PLAN DAN DED DRAINASE Halaman VII - 4

    KOTA WATAMPONE

  • PT. YODYA KARYA Laporan Interim

    b. Konsep penanganan air limbah domestik

    Konsep penanganan air limbah dalam pekerjaan ini adalah menjaga agar air

    limbah yang dihasilkan tidak mencemari kualitas air yang ada di saluran drainase.

    Konsep penanganan drainase berwawasan lingkungan merupakan konsep yang

    paling tepat dilakukan untuk mengantisipasi permasalahan tersebut dia atas.

    Konsep penanganan air limbah tentunya tidak mudah dilakukan mengingat

    kondisi lapangan sudah sangat sulit dilakukan karena keterbatasan lahan yang

    tersedia. Oleh karena itu diperlukan upaya semua pihak yang terkait dengan

    permasalahan tersebut diatas. Langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah :

    1. Adanya peraturan daerah yang jelas dan tegas terhadap pelaku penghasil

    pencemar.

    2. Diperlukan pola penanganan air limbah dengan melibatkan masyarakat

    sebagai pelaku program dan instansi/dinas terkait yang akan memberi

    arahan mengenai cara dan bentuk pengolahan yang akan diterapkan, proyek

    itu diantaranya SANIMAS (sanitasi berbasis masyarakat).

    Proyek ini cukup unik karena bekerja berdasarkan inisiatif masyarakat dan bukan

    inisiatif pemerntah. Proyek ini bertujuan membantu masyarakat madani dan

    pemerintah daerah menerapkan sanitasi berbasis masyarakat di Indonesia,

    memberikan demontrasi di wilayah-wilayah baru, dan mengembangkan

    permodalan untuk meningkatkan perencanaan pembangunan kota terpadu.

    Dengan adanya pengembangan program pembangunan prasarana dan sarana

    sanitasi yang berbasis pada masyarakat diharapkan dapat melengkapi dan

    menambah prasarana dan sarana sanitasi yang dibangun dan diusahakan

    dengan inisiatif dari masyarakat, termasuk dalam pengelolaan, pengoperasian

    dan pemeliharaan.

    Penanganan permasalahan pembangunan prasarana dan sarana sanitasi yang

    berbasis pada masyarakat (SANIMAS) dilakukan dengan metode Spply Driven

    Approach/memberi pengarahan dengan pendekatan kepada keinginan

    masyarakat. Pertimbangan-pertimbangan yang digunakan adalah sebagai

    berikut :

    a. Kebutuhan dari masyarakat adalah bagian dari pertimbangan

    MASTER PLAN DAN DED DRAINASE Halaman VII - 5

    KOTA WATAMPONE

  • PT. YODYA KARYA Laporan Interim

    b. Pengguna diletakkan pada proses, sehingga mempunyai rasa memiliki yang

    besar

    c. Ada usaha untuk mengatur, mengembangkan dan meningkatkan

    kemampuan masyarakat

    d. Dampak positif yang besar

    e. Kepuasan pengguna yang besar

    f. Berkesinambungan (sustainable)

    Partisipasi Masyarakat dan Rencana Aksi Masyarakat (Community Action Plan)

    berupa kegiatan :

    a. Pelatihan dan transfer pengetahuan/keterampilan

    b. Pembiayaan dan pengadaan bahan/peralatan

    c. Konstruksi dan supervisi

    d. Pelaporan

    Sedangkan hasil yang diharapkan adalah :

    a. Peningkatan kesehatan masyarakat, perilaku masyarakat, pelayanan

    kesehatan masyarakat

    b. Ketersediaan, cost-effective, kemudahan dalam akses pelayanan air bersih

    dan sanitasi

    c. Kesinambungan (sustainability) dan efektifitas melalui partisipasi

    masyarakat.

    c. Rencana penanganan limbah domestik

    Rencana penanganan air limbah domestik diusulkan mengikuti pola pengolahan

    limbah yang ada yaitu on site sanitation. Pembuangan air limbah yang berasal

    dari WC disalurkan ke septic tank yang dilengkapi dengan tempat bidang resapan

    atau bisa menggunakan sistem wet land. Sedang air limbah yang berasal dari

    urinoir, tempat cuci, dll disalurkan keruang penampungan dan luapannya

    disalurkan ke ruang resapan ataupun ke wet land.

    Pelaksanaan sistem ini tentunya tidak terlepas dari kesadaran masyarakat dalam

    upaya meningkatkan tingkat kesehatan, hal mana pelaksanaan proyek ini akan

    MASTER PLAN DAN DED DRAINASE Halaman VII - 6

    KOTA WATAMPONE

  • PT. YODYA KARYA Laporan Interim

    membutuhkan lahan yang cukup luas dalam penempatan posisinya. Lumpur tinja

    yang tertampung di septik tank dalam periode ulang tertentu disedot

    menggunakan mobil tinja untuk diangkut kelokasi pengolahan limbah domestik

    yang ada (IPLT), lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut.

    d. Rencana penanganan limbah industri

    Rencana penanganan limbah industri mengikuti pola pengolahan limbah yang

    direncanakan sesuai dengan Rencana Tata Ruang Kota.

    Rencana sistem penyaluran air limbah industri yang memiliki bahan berbahaya

    beracun diharuskan melalui proses pengolahan di IPAL (Instalasi Pengolahan Air

    Limbah Industri) sebelum dialirkan ke badan penerima air.

    7.3.3.Konsep Pengolahan Sampah

    1. Pengertian dan klasifikasi sampah

    Sampah adalah limbah yang bersifat padat atau setengah padat, yang terdiri dari

    zat organik dan anorganik, berasal dari kegiatan manusia, yang dianggap tidak

    berguna lagi. Sampah disini tidak termasuk kotoran padat manusia dan sampah

    harus dikelola agar tidak membahayakan kesehatan masyarakat dan mencemari

    lingkungan serta untuk menyelamatkan investasi pembangunan.

    Sumber sampah diantaranya meliputi :

    Daerah permukiman (rumah tangga)

    Daerah komersil (pasar dan pertokoan)

    Daerah industri

    Perkantoran, pariwisata, sarana umum

    Kandang hewan atau pemotongan hewan

    Jalan dan taman, dan lain-lain.

    2. Sampah sungai

    MASTER PLAN DAN DED DRAINASE Halaman VII - 7

    KOTA WATAMPONE

  • PT. YODYA KARYA Laporan Interim

    Sampah yang diproduksi oleh permukiaman, daerah perkantoran dan

    perdagangan, dan fasum dan fasos di perkotaan dan perdesaan tidak semua

    dapat terangkut ke Tempat Pengolahan Akhir (TPA) atau tereduksi dengan

    kegiatan 3R (Reduce, Reuse, Recicle) dan komposting, ternyata masih ada

    sebagian dari prosentase sampah tersebut yang dibuang ke badan penerima air

    (sungai, danau dan pantai/laut).

    Jenis sampah yang sering dibuang ke sungai dan saluran-saluran drainase

    tersebut diantaranya adalah sampah basah seperti sampah sisa-sisa makanan

    dan sayur-mayur, buah-buahan; sampah kering seperti kayu, plastik, pakaian,

    kasur, dan bantal, logam, kaca, keramik; sampah balokan seperti batang pohon

    tumbang, balok kayu; sampah bangkai binatang; sampah industri pertanian dan

    perkebunan seperti sisa-sisa pestisida dan herbisida.

    Sampah-sampah tersebut ada yang kondisi terapung, melayang dan berada

    didasar saluran/sungai/waduk. Hal ini terjadi tergantung pada sifat-sifat fisik

    sampah, yang mana akan menentukan konsep penanganan pemeliharaan dan

    operasional sarana (O&P) dan prasarana drainase. Sampah-sampah tersebut

    selain menyebabkan dibutuhkannya kegiatan kegiatan O&P seperti kegiatan

    pengerukan, pembuatan saringan samah, juga menyebabkan peningkatan biaya

    pemeliharaan prasarana dan sarana drainase dan pengendalian banjir.

    3. Konsep Penanganan Sampah

    Penanganan permasalahan sampah sedang dilakukan oleh Pemerintah Daerah.

    Program pengelolaan sampah dari sumber timbulan sampah sudah dilakukan

    untuk mengantisipasi berlebihnya pengangkutan sampah ke TPA Sampah.

    Kegiatan yang sedang dilaksanakan adalah salah satunya metode 3R.

    Konsep penanganan sampah 3R (Reuse, Recicle, Reduce) ini sangat efektif

    dilaksanakan di daerah perkotaan selain dapat mengurangi beban TPA sampah

    juga hasilnya dapat menambah pendapatan masyarakat.

    Kegiatan-kegiatan dalam metode 3R, diantaranya sebagai berikut :

    1. Meminimalkan penggunaan plastik/kertas pembungkus;

    2. Meminimalkan penggunaan berbagai bahan pembungkus

    makanan/minuman/barang pada industri kecil/rumah tangga seperti; penggunaan

    daun pisang/pepaya/kelapa dan lainnya;

    MASTER PLAN DAN DED DRAINASE Halaman VII - 8

    KOTA WATAMPONE

  • PT. YODYA KARYA Laporan Interim

    3. Pemanfaatan kembali plastik/kertas pembungkus untuk penggunaan lainnya;

    4. Pemanfaatan ember/kaleng/botol/ban bekas sebagai pot bunga atau hiasan

    rumah/kerajinan lainnya;

    5. Pembuatan bubur kertas dari kertas bekas, kertas karton, dus, dsb;

    6. Composting;

    Upaya teknis lainnya yang dapat mengurangi sampah didalam saluran/sungai

    adalah dengan pembangunan saringan sampah. Peletakannya saringan sampah

    dapat pada permukaan saja (surface area) yang sifatnya mengapung atau

    terkonstruksi sampai dengan dasar saluran. Ukuran saringan sampah

    disesuaikan dengan target sampah yang akan ditangkap/dihalangi. Disekitar

    bangunan saringan sampah juga dibangun bak sampah permanen/non

    permanen sebagai penampung sampah yang disaring yang kemudian dibawa

    oleh petugas kebersihan menuju ke TPS.

    Dalam pekerjaan ini peletakan saringan sampah diletakkan di setiap out fall

    saluran drainase dari lingkungan perumahan dengan dimensi sesuai rencana

    saluran drainase. Hal ini dilakukan untuk mencegah timbunan sampah dari

    perumahan masuk ke badan penerima air.

    7.3.4.Konsep Pengurangan polusi; Potensi Banjir dan Perbaikan lingkungan Biofilter

    Biofilter atau biasa disebut parit tumbuhan adalah saluran alamiah yang sedemikian rupa dimana terdapat tumbuh-tumbuhan yang berfungsi mengelola pengaliran

    limpasan sehingga lebih lambat mengalir diantara tumbuhan untuk saluran alamiah/

    sungai yang tidak mendatangkan banjir.

    Biofilter efektif jika arus lambat dan dangkal pada saluran parit alamiah. Kondisi ini

    dapat dicapai bila kontur kawasan dan kemiringan lereng mendukung pengaliran

    limpasan diatas. Untuk sistem biofilter, kondisi yang menyebabkan konsentrasi aliran,

    seperti tahanan dan belokan, dan saluran yang langsung menyeberang ke seberang

    jalan, harus diperkecil. Gerakan melambat dari aliran melalui tumbuh-tumbuhan

    menyediakan kesempatan untuk terjadinya sedimentasi dan tersaringnya partikular

    dan degradasi oleh aktifitas biologi. Dala berbagai jenis tanah, biofilter juga

    MASTER PLAN DAN DED DRAINASE Halaman VII - 9

    KOTA WATAMPONE

  • PT. YODYA KARYA Laporan Interim

    menyebabkan terjadinya penyerapan hujan ke dalam tanah, lebih lanjut mengurangi

    polusi air dan mengurangi debit limpasan (yang akhirnya mengurangi potensi banjir).

    Aliran lambat, aliran limpasan halus dapat dijaga dengan biofilter yang dibangun

    dengan menjaga kemiringan kedua sisi (kemiringan maksimum 3:1, minimal

    kemiringan memanjang (direkomendasikan 1 2%, dengan check dam untuk

    kemiringan yang lebih curam), dan suatu alur pengaliran (flowpath) panjangnya

    sedikitnya 3 meter. Konsep utamanya adalah menggerakkan aliran air dengan lambat

    melalui tumbuh-tumbuhan.

    Bioremediasi

    Bioremediasi adalah teknik pengurangan atau penghilangan tingkat toksitas,

    mobilitas dan kuantitas bahan pencemar (kontaminan) pada sumber air dan tanah

    terkontaminasi menggunakan mikroorganisme.

    Dalam pekerjaan ini ada kemungkinan muncul pekerjaan pengerukan sedimen di

    saluran drainase dengan kapasitas yang cukup besar.

    Dari hasil kunjungan lapangan banyak ditemukan pengerukan lumpur disaluran

    drainase ditumpuk dipinggir saluran sehingga dengan kondisi tersebut apabila terjadi

    hujan ada kemungkinan sedimen tersebut terbawa kembali ke saluran.

    Berangkat dari kondisi terebut maka perlu adanya pengolahan mulai penyimpanan

    sampai pemanfaatan kembali sedimen/lumpur yang dihasilkan. Mengingat lahan ada

    sekarang disekitar saluran drainase yang sempit maka proses pengolahan harus

    dilakukan di lahan / tempat lain (ex situ). Proses pengolahan yang akan diterapkan

    adalah dengan cara Land Farming.

    Pengolahan ex situ tentunya membutuhkan biaya yang cukup tinggi untuk

    pengangkutan sedimentasi ke lokasi land farming, selain itu membutuhkan tempat

    yang cukup luas.

    7.3.5.Konsep Pengurangan Debit Limpasan

    a. Danau Resapan

    Konsep pengurangan debit limpasan di lokasi perumahan yang terkena

    genangan / banjir belum banyak ditemukan. Salah satu alternatif yang bisa

    dilaksanakan adalah dengan menyediakan danau resapan di lokasi-lokasi yang

    MASTER PLAN DAN DED DRAINASE Halaman VII - 10

    KOTA WATAMPONE

  • PT. YODYA KARYA Laporan Interim

    memungkinkan. Keberadaan danau dipergunakan untuk menampung limpasan

    air hujan yang terjadi. Disamping itu, danau-danau tersebut juga bisa digunakan

    sebagai kolam ikan atau kolam pemancingan. Untuk menjaga agar sedimen tidak

    banyak masuk ke danau, maka perlu dilengkapi dengan penampungan lumpur

    sebelum masuk danau resapan.

    b. Sumur Resapan

    Disamping danau resapan untuk penanganan pengurangan debit limpasan

    adalah dengan membuat sumur resapan. Pelaksanaannya dapat dilakukan

    dengan mengharuskan setiap perumahan menyediakan sumur-sumur resapan,

    dan ini akan bisa terlaksana apabila didukung dengan Perda (Peraturan Daerah).

    Fungsi sumur resapan adalah sebagai berikut :

    1) Menambah jumlah air yang masuk ke dalam tanah.

    2) Untuk menjaga keseimbangan hidrologi air tanah sehingga mencegah intrusi

    air laut.

    3) Dapat mereduksi dimensi saluran drainase.

    4) Menurunkan konsentrasi pencemaran air tanah

    5) Mempertahankan tinggi muka air tanah.

    6) Mengurangi debit limpasan sehingga mencegah banjir.

    Sebagai acuan dasar untuk menentukan volume air resapan dalam pekerjaan ini

    dengan kondisi permeabilitas tanah rendah dapat dilihat pada Tabel 7.1. berikut.

    Tabel 7.1.

    Volume Resapan Pada Kondisi Permeabilitas Rendah

    No. Luas Kav

    (m2)

    Volume resapan

    Ada saluran drainase

    Pelimpahan (m3)

    Volume resapan

    tidak ada saluran drainase

    pelimpahan (m3)1

    2

    3

    4

    5

    6

    50

    100

    150

    200

    300

    400

    1.3 2.1

    2.6 4.1

    3.9 6.2

    5.2 8.2

    7.8 12.3

    10.4 16.4

    2.1 4

    4.1 7.9

    6.2 11.9

    8.2 15.8

    12.3 23.4

    16.4 31.6

    MASTER PLAN DAN DED DRAINASE Halaman VII - 11

    KOTA WATAMPONE

  • PT. YODYA KARYA Laporan Interim

    7

    8

    9

    10

    11

    12

    500

    600

    700

    800

    900

    1000

    13 20.5

    15.6 24.6

    18.2 28.7

    20.8 32.8

    23.4 36.8

    26 - 41

    20.5 39.6

    24.6 47.4

    28.7 55.3

    32.8 63.2

    36.8 71.1

    41 - 79

    MASTER PLAN DAN DED DRAINASE Halaman VII - 12

    KOTA WATAMPONE

  • PT. YODYA KARYA Laporan Interim

    MASTER PLAN DAN DED DRAINASE Halaman VII - 13

    KOTA WATAMPONE

    Gam

    bar 7

    .1C

    onto

    h pe

    leta

    kan

    sum

    u r re

    sapa

    n in

    divi

    du

  • PT. YODYA KARYA Laporan Interim

    MASTER PLAN DAN DED DRAINASE Halaman VII - 14

    KOTA WATAMPONE

  • PT. YODYA KARYA Laporan Interim

    c. Biopori

    Biopori adalah suatu upaya untuk menyerapkan air hujan kedalam tanah dengan

    pembuatan lubang-lubang berpori setiap 2 m2. Dimensi biopori lubang dengan

    diameter 30 cm kedalaman 100 cm.

    Lubang-lubang ini nantinya dipakai untuk menampung buangan sampah organik.

    Lubang-lubang pori-pori tanah akan terbentuk setelah terjadi pembusukan sampah

    dalam periode ulang tertentu sebagai akibat adanya binatang tanah seperti cacing

    yang memerlukan sampah yang sudah membusuk.

    Pembuatan biopori bisa menggunakan pipa paralon yang dilubangi/perforated. Lebih

    jelasnya tampak atas peletakan biopori dapat dilihat pada Gambar 7.3.

    Gambar 7.3

    Gambar tampak atas Biopori

    d. Persinggungan Antara Komponen Drainase dengan Kelestarian Lingkungan

    Dari uraian diatas dapat disimpulkan kegiatan yang dapat dilakukan terkait dengan

    hubungan persinggungan antara komponen drainase dan persampahan sebagai

    berikut :

    1) Pembangunan saringan sampah (manual) diletakkan disetiap out fall pada sistem

    drainase utama untuk mengurangi sampah padat yang dapat menyebabkan

    MASTER PLAN DAN DED DRAINASE Halaman VII - 15

    KOTA WATAMPONE

    Gam

    bar 7

    .2C

    onto

    h pe

    leta

    kan

    sum

    u r re

    sapa

    n K o

    lekt

    if

  • PT. YODYA KARYA Laporan Interim

    degradasri kapsitas saluran drainase yang pada akhirnya menyebabkan banjir

    dan genangan.

    2) Pengembangan konsep 3R dikawasan atau daerah bantaran sungai yang

    termasuk dalam daerah potensial sumber pembuang sampah ke badan

    penerima air. Usaha ini melibatkan peran serta masyarakat.

    Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan terkait dengan hubungan persinggungan

    antara komponen drainase dan kelestarian lingkungan yaitu :

    1) Penanaman pohon/rumput yang berfungsi sebagai biofilter.

    2) Pembuatan sumur-sumur resapan dan biopori, yang berfungsi mengurangi debit limpasan air hujan yang masuk ke badan air, karena sebagian air akan

    menyerap kedalam tanah dan mempertahankan kestabilan kondisi air tanah.

    Berikut ini disampaikan beberapa usulan kegiatan penanganan saluran drainase di

    lokasi prioritas dan lokasi yang menyusul akan diatangani sebagai kegiatan lanjutan

    dari kegiatan ini dengan konsep Eco-Drainase.

    a. Tipikal Saluran Drainase

    Mengingat lokasi proyek yang relatif datar dan lahan cukup sempit maka design

    tipikal saluran drainase diusulkan adalah dengan adanya ruang atau tempat

    terakumulasinya lumpur dan stabilitas aliran bisa mengalir terus, selain itu

    penampang basah saluran menjadi lebih besar.

    Sedangkan alternatif saluran drainase primer yang diusulkan adalah menggunakan

    proteksi proteksi tebing dengan bronjong atau pasangan batu kosong dengan

    maksud agar pada suatu saat akan tumbuh rumput-rumput yang bisa menambah

    kekuatan bronjong itu sendiri.

    b. Usulan Penataan Bantaran Saluran Drainase

    Di daerah penampah basah tidak dibenarkan ada pohon besar atau ditanami pohon

    besar, karena pada saat banjir dikhawatirkan akan tumbang akibat gerusan air, oleh

    karena itu dianjurkan memakai perkuatan bronjong. Lebih jelasnya lihat Gambar 7.4.

    MASTER PLAN DAN DED DRAINASE Halaman VII - 16

    KOTA WATAMPONE

  • PT. YODYA KARYA Laporan Interim

    Gambar 7.4

    Penggunaan Perkerasan Tebing dengan Bronjong dan Menanam Vegetasi

    untuk Renaturalisasi Sungai

    Perkuatan tebing konstruksi ekologis biasanya terbentur oleh keberadaan luas lahan

    yang tersedia. Dengan demikian pada tempat tertentu perkuatan tebing tetap

    menggunakan konstruksi non ekologis seperti terlihat pada Gambar 7.5.

    Gambar 7.5

    Perkuatan Tebing

    Bagian kanan harmoni antara pembangunan dan karakteristik sungai (talud ramah

    lingkungan) sedang bagian kiri tidak harmoni antara pembangunan dan karakteristik

    sungai (talud tidak ramah lingkungan).

    MASTER PLAN DAN DED DRAINASE Halaman VII - 17

    KOTA WATAMPONE