55258564 Anemia Aplastik Lapsus
-
Upload
putrii-joan -
Category
Documents
-
view
61 -
download
16
description
Transcript of 55258564 Anemia Aplastik Lapsus
Laporan Kasus
ANEMIA APLASTIK
Oleh
Muhammad Kabir, S. Ked
090610053
Pembimbing
Dr. Ade Saifan Surya Sp.A
BAGIAN/ SMF ILMU KESEHATAN ANAKPROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
RUMAH SAKIT UMUM CUT MEUTIA ACEH UTARA2013
BAB 1
PENDAHULUAN
Anemia aplastik bukan penyakit tunggal, tetapi suatu kelompok penyakit yang
berhubungan dengan kegagalan sumsum tulang untuk menghasilkan ketiga tipe sel
darah yaitu : sel darah merah, sel darah putih dan platelet 1. Pengurangan jumlah sel
darah merah menyebabkan rendahnya kadar Hb dalam darah tepi, sel darah putih
yang berkurang jumlahnya menyebabkan pasien mudah terkena infeksi, pengurangan
pembentukan platelet menyebabkan darah sukar membeku 2.
Anemia aplastik adalah sindrom kegagalan sumsum tulang yang ditandai
dengan pansitopenia dan hipoplasia sumsum tulang 3. Aplasia yang hanya mengenai
sistem eritropoetik disebut eritroblastopenia (anemia hipoplastik); yang hanya
mengenai sistem granulopoetik saja disebut agranulositosis (penyakit Schultz)
sedangkan yang hanya mengenai sistem trombopoetik disebut amegakariositik
trombositopenik purpura (ATP), anemia aplastik mengenai ketiga sistem ini 4.
Anemia aplastik jarang ditemukan. Insidensi bervariasi di seluruh dunia,
berkisar antara 2 sampai 6 kasus persejuta penduduk pertahun. Penelitian The
International Aplastic Anemia and Agranulocytosis Study di awal tahun 1980-an
menemukan frekuensi di Eropa dan Israel 2 kasus persejuta penduduk. Perjalanan
penyakit pada pria juga lebih berat daripada wanita. Perbedaan umur dan jenis
kelamin mungkin disebabkan oleh risiko pekerjaan, sedangkan perbedaan geografis
mungkin disebabkan oleh pengaruh lingkungan 5.
1
Pemeriksaan penunjang pada anemia aplastik berupa pemeriksaan darah rutin,
pemeriksaan darah tepi (blood smear) dan pemeriksaan BMA (Bone Marrow
Aspiration) 6.
Terapi anemia aplastik dapat dibagi menjadi terapi primer dan terapi suportif.
Terapi primer secara umum terdiri dari transplantasi sumsum tulang dan terapi
imunosupresif. Terapi suportif berupa transfusi sesuai dengan sel hemopoetik yang
dibutuhkan 7.
Berikut ini akan dilaporkan suatu kasus anemia aplastik pada seorang anak
laki-laki berumur 4 tahun yang dirawat di bangsal anak RSU Cut Meutia Aceh Utara.
2
BAB 2LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
A. Identitas Penderita
Nama : An. DI
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 4 tahun
Berat Badan : 14,5 kg
Suku : Jawa
Agama : Islam
Alamat : Ds. Buket Hagu, Lhoksukon
Tanggal Masuk : 26 September 2013
Tanggal Keluar : 30 September 2013
No. MR : 35.59.80
B. Identitas Orang tua
Ayah Ibu
Nama : Tn. Suyono Nama : Ny. Sri Hastuti
Umur : 27 tahun Umur : 22 tahun
Pendidikan : SMP Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Petani Pekerjaan : IRT
Agama : Islam Agama : Islam
3
II. ANAMNESIS
Alloanamnesis dengan ibu kandung penderita, tanggal 27 September 2013
pukul 14.00 WIB.
a. Keluhan Utama
Gusi berdarah serta keluar darah dari hidung sejak 1 hari SMRS
b. Keluhan Tambahan
Pucat, lemas, pusing, mual, panas naik turun, dan lebam-lebam kebiruan pada
kedua tungkai.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dengan ibunya datang ke Poli anak RSU Cut Meutia pada tanggal 26
September 2013 dengan keluhan utama gusi berdarah serta keluar darah dari
hidung sejak 1 hari SMRS. Pasien tampak lemah dan pucat dalam 1 minggu ini.
Selain itu juga ibu pasien mengeluhkan demam yang tidak terlalu tinggi,
demamnya naik turun dan terutama pada sore dan malam hari selama 2 minggu
terakhir. Di kedua tungkainya terdapat lebam-lebam kebiruan yang sifatnya
hilang timbul dan tempatnya juga berpindah-pindah kadang di tungkai dan
kadang di badan. Menurut pengakuan ibu pasien jika terbentur sedikit saja
langsung timbul memar dan lebam-lebam. Keluhan tambahan lainnya adalah
nyeri kepala, mual, perut kembung serta rasa tidak enak di perut. BAB (+)
normal, tidak berdarah sedangkan BAK banyak, warna kuning jernih. Pasien
dibawa ke rumah sakit untuk pemeriksaan darah, kemudian didapatkan bahwa
4
Hb, leukosit dan trombosit pasien sangat rendah lalu pasien disarankan oleh
dokter spesialis anak untuk rawat inap untuk keperluan transfusi darah.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien telah memperlihatkan gejala di atas sejak pertengahan bulan Mei 2013.
Pasien sering tampak lemah, lesu serta mulai timbul lebam-lebam kebiruan pada
kedua tungkainya. Oleh keluarganya tidak segera memeriksakan diri ke dokter
karena dianggap lebam biasa karena terjatuh pada saat anak main. Pada tanggal
23 Juni 2013 anak dibawa ke Poli RSU Cut Meutia, Oleh dokter di Poli menduga
pasien mengalami anemia aplastik sehingga pasien dirujuk ke RSU. H Adam
Malik Medan untuk pemeriksaan lanjutan. Pada tanggal 27 Juli 2013 di RSU H
Adam Malik Medan pasien dinyatakan (+) menderita anemia aplastik setelah
dilakukan pemeriksaan Bone Marrow Aspiration (BMA).
e. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
1. Riwayat Antenatal
Ibu rajin periksa kehamilan ke Puskesmas dan sudah mendapat suntikan TT 2
kali, selama kehamilan ibu penderita tidak pernah sakit, tidak pernah minum
obat-obatan tertentu, makan dan minum seperti biasa dan tidak pernah terkena
radiasi atau bahan kimia.
2. Riwayat Natal
Lahir spontan ditolong oleh bidan desa, berat badan lahir, nilai APGAR,
panjang badan lahir dan lingkar kepala lahir ibu lupa.
5
3. Riwayat Neonatal
Anak lahir langsung menangis dengan gerakan aktif dan warna seluruh badan
kemerahan. Selama periode ini penderita tidak pernah sakit.
f. Riwayat Perkembangan/Pertumbuhan
Keluarga lupa kapan penderita dapat tiarap, merangkak, duduk dan berdiri.
Anak sudah dapat berjalan sejak umur 12 bulan. Menurut ibu, pertumbuhan anak
tidak jauh berbeda dengan teman sebayanya. Perkembangan penderita seperti
membaca, menulis dan prestasi sekolahnya sesuai dengan umur anak seusianya.
g. Riwayat Imunisasi
Nama Dasar (Umur dalam hari/bulan) Ulangan (Umur dalam bulan)
BCG 2 -Polio 2 3 4 5 -Hepatitis B 3 4 5 -DPT 2 3 4 -Campak 9 -
h. Riwayat Makanan
Penderita mendapatkan ASI sejak lahir sampai usia 2 tahun, MPASI sejak
usia 4 bulan berupa susu kadang diselingi dengan buah-buahan dan bubur nasi.
Penderita tidak pernah mengalami gangguan dalam pola makan, saat ini penderita
tidak mengalami perubahan nafsu makan. Frekuensi makan 3 kali sehari dengan
menu nasi, sayur dan ikan.
i. Riwayat Keluarga
Tidak ada dikeluarga yang menderita penyakit seperti penderita. Tidak ada
6
riwayat penyakit asma, darah tinggi, kencing manis maupun penyakit keganasan
dikeluarga.
Ikhtisar Keluarga :
Keterangan :
= perempuan
= laki-laki
= penderita
j. Riwayat Psikososial
Anak tinggal serumah dengan ayah ibu dan neneknya dalam rumah semi
permanen, ventilasinya baik, air minum, mandi, cuci dan minum sehari-hari
berasal dari sumur. Keluarga termasuk ke dalam golongan sosio-ekonomi rendah.
3. PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan umum : tampak lemah
b. Kesadaran : komposmentis, GCS 4-5-6
c. Tanda vital
Nadi : 96 kali/menit, kualitas kuat, reguler
Respirasi : 20 kali/menit, teratur
Suhu : 37,8 °C
Berat Badan : 14,5 kg
Tinggi Badan : 98 cm
Status Gizi : ( BBS/BBI ) x 100% = (14,5 kg / 16 kg) x 100% 7
= 90 % ( Gizi Baik )
d. Kulit : Kulit berwarna sawo matang, tidak ada sianosis, tidak
ditemukan hemangioma, ekimosis di bawah kulit (+)
dibeberapa tempat, turgor cepat kembali, kelembaban cukup,
kulit tampak pucat.
e. Kepala/leher
Kepala : Bentuk kepala simetris, ukuran mesosefali, ubun-ubun besar
datar, ubun-ubun kecil sudah menutup.
Rambut : Rambut berwarna hitam, tebal, distribusi merata, tidak
terdapat alopesia.
Mata : Palpebra tidak edema, alis dan bulu mata tidak mudah
dicabut dan tidak mudah rontok, konjungtiva anemis +/+,
sklera tidak ikterik, produksi air mata cukup, pupil
berdiameter 3 mm/3 mm, isokor, reflek cahaya +/+.
Telinga : Bentuk normal, simetris, tidak ada sekret, serumen minimal,
nyeri tidak ada.
Hidung : Bentuk normal, simetris, pernapasan cuping hidung (-), tidak
terdapat epistaksis, kotoran hidung minimal.
Mulut : Bentuk tidak ada kelainan, mukosa bibir basah, bercak darah
di gusi (+), bibir tampak anemis (+) caries gigi (-).
Lidah : Bentuk simetris, anemis (+), tidak tremor, tidak kotor, warna
merah keputihan.
8
Pharing : Tidak tampak hiperemis, tidak edema, tidak ada abses, tidak
ada pseudomembran.
Tonsil : T1/T1 tenang, Warna merah muda, tidak membesar, tidak
ada abses/pseudomembran.
f. Leher : JVP tidak meningkat, pembesaran KGB leher tidak teraba,
kuduk kaku tidak ditemukan, massa tidak ada, tortikolis (-)
g. Toraks
1. Pulmo
Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ditemukan retraksi dinding dada
Palpasi : Pergerakan dinding dada simetris, fremitus fokal simetris
kanan dan kiri
Perkusi : Suara ketok sonor
Auskultasi : Suara napas vesikuler, tidak ditemukan ronki dan wheezing
2. Cor
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba sela iga IV garis midclavicula sinistra
Perkusi : Batas kanan : ICS IV LPS kanan
Batas kiri : ICS V LMK kiri
Batas atas : ICS II LPS kanan
Auskultasi : S1 dan S2 tunggal, tidak terdapat bising, tidak ada takikardia,
frekuensi 96 kali/menit, regular
9
h. Abdomen
Inspeksi : Bentuk cembung, simetris
Palpasi : Soepel, distensi (-), ascites (-), Hepar dan lien tidak teraba
(tidak ada organomegali), tidak ditemukan massa
Perkusi : Suara ketuk timpani, tidak ditemukan adanya asites
Auskultasi : Bising usus (+) normal
i. Ekstremitas
Atas : Akral hangat, oedem -/-, sianosis -/-, ekimosis pada lengan
kiri.
Bawah : Akral hangat, oedem -/-, sianosis -/-, ekimosis pada kedua
tungkai kanan dan kiri.
Neurologis : Gerakan normal, tonus tidak meningkat, tidak ada atrofi,
tidak didapatkan klonus, reflek fisiologis tidak meningkat,
reflek patologis tidak ada. Sensibilitas normal. Tanda
rangsangan meningeal tidak ada
j. Susunan saraf : Dalam batas normal
k. Genitalia : Jenis kelamin laki-laki. Pemeriksaan genitalia tidak
didapatkan adanya kelainan
l. Anus : Positif, tidak ada kelainan
10
4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
26 September 2013
Hematologi
Hb : 5,8 gr% (N: L : 13-18 P : 12-16 gr%)
Eritrosit : 2,41x106/mm3 (N : L: 4,5 – 6,5 P : 3,8-5,8)
Leukosit : 3,18x103/mm3 (N : 4-11 )
Trombosit : 10x103/mm3 (N : 150-450)
Hematokrit : 20,3% (N : L 40-50%; P 35-45%)
Retikulosit : 0,19% (N : 0,5-1,5%)
MCV : 84,20 fL (N : 76-96)
MCH : 28,2 pq (N : 27-32)
MCHC : 33,5 g/dL (N : 30-35)
Morfologi Sel Darah
Eritrosit : normokromik normositik
Leukosit : leukositopenia
Trombosit : jumlah sangat menurun/ trombositopenia
Kesan : pansitopenia
Saran : BMA
11
5. RESUME
Pasien anak laki-laki umur 4 tahun, 14,5 kg, datang ke Poli anak dengan
keluhan utama gusi berdarah serta keluar darah dari hidung sejak 1 hari SMRS. Os
juga mengalami demam yang naik turun selama 2 minggu terakhir. Disertai dengan
pusing, muntah, lemas, dan pucat. Terdapat lebam-lebam kebiruan yang terdapat pada
kedua tungkainya. lebam-lebam kebiruan ini sering hilang timbul dan tempatnya juga
berpindah-pindah kadang di tungkai kadang di badan, mulai muncul ketika pasien
berumur 3,5 tahun. Nafsu makan pasien menurun. BAB N tidak berdarah. BAK
banyak, warna kuning jernih. Pasien pernah di rujuk ke RSUP H Adam Malik dan
dinyatkan positif menderita anemia aplastik setelah dilakukan pemeriksaan sumsum
tulang.
Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik, kesadaran compos mentis,
tekanan darah 100 / 60 mmHg, nadi 96 x/menit, pernafasan 20 x/menit, suhu 37,8 ºC.
konjungtiva anemis, perdarahan pada gusi, mukosa mulut anemis, ekimosis pada dada
dan lengan (sedikit), ekstrimitas bawah kanan-kiri (banyak), organomegali (-).
Pemeriksaan penunjang tanggal 26/09/2013 didapatkan kadar Hb 5,8 g%,
eritrosit 2,41x106/mm3, Leukosit 3,18 ribu/mm3, trombosit 10 ribu/mm3. Morfologi
darah tepi menunjukkan anemia normokrom normositik, leukositopenia dan
trombositopenia sehingga dapat disimpulkan pasien mengalami pansitopenia.
12
6. DIAGNOSA
a. Diagnosa Banding
Anemia aplastik
ITP
Leukemia
b. Diagnosa Kerja
Anemia aplastik
7. PENATALAKSANAAN
IVFD NaCl 0,9 % 12 gtt/i (makro)
Ij. Cefotaxime 500mg/12 jam
Oral : Prednison 3 x II tab
Asam Folat 1 x I tab
Transfusi WB 250 cc + Dexa ½ ampul + lasix 20 gr (pretranfusi)
* Anjuran : Transplantasi Sumsum tulang
8. Pemeriksaan Anjuran
a. Pemeriksaan Apusan Darah Tepi
b. Pemeriksaan Bone Marrow Aspiration (BMA)
9. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad malam
Quo ad functionam : dubia ad malam
Quo ad sanationam : dubia ad malam
13
11. FOLLOW UP HARIAN
Tanggal SOAP Terapi
Kamis,
26/09/20013
S: Demam (+),lemah (+), mual (+), muntah (-), nyeri perut (+), BAB (+) normal, BAK (+), nafsu makan menurun (+),keadaan umum (lemah), gusi berdarah (+)
O: TD 100/60 mmhg, Nadi (96x/menit), Pernapasan (20x/menit), Suhu (37,8° C). konjungtiva anemis (+/+). hepatosplenomegali (-), ekimosis (+)
A: Anemia AplastikP: Pemeriksaan Laboratorium pada
tanggal 26-09-2013.-Darah: Hb: 5,8 gr%, leukosit : 3,18x103/mm3
Trombosit : 10x103/mm3
-Transfusi WB 250 cc
- IVFD NaCl 0,9% 12 gtt/i (makro)- Ij. Furosemid 1 mL (10mg) /12 jam (pre tranfusi)-Ij. Dexamethasone 2 mL (10mg) /12 jam (pre tranfusi)-Ij. Cefotaxime 500mg/12 jam
- Ij. Ranitidine 1mL (25 mg) /12 jam
*Oral :- Prednison 3 x II tab- As. Folat 1 x I tab- Paracetamol syr 3 x ½ cth
Jumat,
27/09/20013
S: Demam (-),lemah (+), mual (-), muntah (-), nyeri perut (+) , BAB (+) normal, BAK (+), nafsu makan menurun (+),keadaan umum (lemah),
O:Nadi (90 x/menit), Pernapasan (22x/menit), Suhu (37° C). konjungtiva anemis (+/+). hepatosplenomegali (-), ekimosis (+)
A: Anemia Aplastik
P: Periksa darah rutin ulang post tranfusi
IVFD NaCl 0,9% 12 gtt/i (makro)- Ij. Furosemid 1 mL (10mg) /12 jam (pre tranfusi)-Ij. Dexamethasone 2 mL (10mg) /12 jam (pre tranfusi)-Ij. Cefotaxime 500mg/12 jam
- Ij. Ranitidine 1mL (25 mg) /12 jam
*Oral :- Prednison 3 x II tab- As. Folat 1 x I tab- Paracetamol syr 3 x ½ cth- Tranfusi WB 250 cc (+)
Sabtu, S: Demam (-),lemah (+), mual (+), muntah (-), nyeri perut (-), BAB
- IVFD NaCl 0,9% 12 gtt/i (makro)
14
28/09/2013 (+) normal, BAK (+), nafsu makan baik (+),keadaan umum sedikit lemah
O:Nadi (96 x/menit), Pernapasan (20x/menit), Suhu (36,6° C). konjungtiva anemis (+/+). hepatosplenomegali (-).
A: Anemia Aplastik
P: Hb post tranfusi 8,9 g%Leukosit : 5,8 x103/mm3, Trombosit 51 x103/mm3
* Tranfusi PRC 125 cc
-Ij. Cefotaxime 500mg/12 jam
- Ij. Ranitidine 1mL (25 mg) /12 jam
*Oral :- Prednison 3 x II tab- As. Folat 1x1 tab
Minggu,
29/09/2013
S: Demam (-), perdarahan spontan (-), nyeri perut (-), mual (-)
O:Nadi (96 x/menit), Pernapasan (20x/menit), Suhu (36,2° C). hepatosplenomegali (-)
A: Anemia Aplastik
P: Periksa drah rutin ulang post transfusi
- IVFD NaCl 0,9% 12 gtt/i (makro)-Ij. Cefotaxime 500mg/12 jam
- Ij. Ranitidine 1mL (25 mg) /12 jam
*Oral :- Prednison 3 x II tab- As. Folat 1x1 tab- Tranfusi PRC 125 cc (+)
Senin,
30/09/2013
S: K/U membaik
O:Nadi (96 x/menit), Pernapasan (20x/menit), Suhu (36,2° C). hepatosplenomegali (-)
A: Anemia Aplastik
P: post transfusi Hb : 12,9 g%Leukosit : 6,1 x103/mm3, Trombosit 67 x103/mm3
PBJ
*Oral :- Prednison 3 x II tab- As. Folat 1x1 tab
BAB IIITINJAUAN PUSTAKA
15
(ANEMIA APLASTIK)
3.1 Definisi
Anemia aplastik merupakan keadaan yang disebabkan berkurangnya sel darah
dalam darah tepi, sebagai akibat terhentinya pembentukan sel hemopoetik dalam
sumsum tulang. Anemia aplastik ditandai dengan pansitopenia atau bisitopenia pada
darah tepi yang disebabkan oleh kelainan pada sumsum tulang dalam bentuk aplasia
atau hipoplasia tanpa adanya infiltrasi, supresi atau pendesakan sumsum tulang.
Sistem yang mengalami aplasia meliputi sistem eritropoetik, granulopoetik dan
trombopoetik. Sebenarnya sistem limfopoetik dan RES juga mengalami aplasia, tetapi
relatif lebih ringan dibandingkan dengan ketiga sistem hemopoetik lainnya4,8.
3.2 Epidemiologi
Anemia aplastik termasuk penyakit yang jarang ditemukan. Prevalensi Di
Amerika Serikat memiliki angka kejadian 2 : 1.000.000 penduduk. Anemia aplastik
lebih sering terjadi di Asia, angka kejadian di Bangkok adalah 4 : 1.000.000
penduduk, angka kejadian di Thailand adalah 6 : 1.000.000 penduduk dan angka
kejadian di Jepang 14 : 1.000.000 penduduk. Angka yang lebih tinggi di Asia
berkaitan dengan lebih banyaknya paparan terhadap bahan kimia yang terjadi1,7,9.
Jenis kelamin laki-laki lebih sering terkena dibandingkan dengan wanita.
3.3 Etiologi
16
Anemia aplastik dapat terjadi pada segala umur1,7. Kecuali jenis kongenital,
anemia aplastik biasanya terdapat pada anak besar berumur lebih dari 6 tahun.
Depresi sumsum tulang oleh obat atau bahan kimia, meskipun dengan dosis rendah
tetapi berlangsung sejak usia muda secara terus-menerus, baru akan terlihat
pengaruhnya setelah beberapa tahun kemudian. Misalnya pemberian kloramfenikol
yang terlampau sering pada bayi (sejak umur 2-3 bulan), baru akan menyebabkan
gejala anemia aplastik setelah ia berumur lebih dari 6 tahun. Di samping itu pada
beberapa kasus gejala sudah timbul hanya beberapa saat setelah ia kontak dengan
agen penyebabnya4.
Sekitar 50-75% etiologi anemia aplastik merupakan idiopatik. Sekitar 5%
etiologi berhubungan dengan infeksi virus terutama hepatitis. Sekitar 10-15%
berhubungan dengan obat-obatan 6,9.
Etiologi dari anemia aplastik dapat dibagi menjadi:4
a. Faktor kongenital
Sindrom Fanconi yang biasanya disertai kelainan bawaan lain seperti mikrosefali,
strabismus, anomali jari, kelainan ginjal dan sebagainya.
b. Faktor didapat
1. Bahan kimia : benzene, insektisida, senyawa As, Au, Pb
2. Obat : kloramfenikol, mesantoin (antikonvulsan), piribenzamin (antihistamin),
santonin-kalomel, obat sitostatika (myleran, methotrexate, TEM, vincristine).
3. Radiasi : sinar rontgen, radioaktif
4. Faktor individu : alergi terhadap obat, bahan kimia dan lain-lain
17
5. Infeksi : tuberkulosis milier, hepatitis dan sebagainya
6. Idiopatik merupakan penyebab yang paling sering
3.4 Patofisiologi
Ada 3 hal yang menjadi patofisiologi pada anemia aplastik 4
1. Kerusakan pada sel induk pluripoten
Gangguan pada sel induk pluripoten merupakan penyebab utama terjadinya
anemia aplastik. Sel induk pluripoten yang mengalami gangguan gagal membentuk
atau berkembang menjadi sel darah yang baru. Umumnya hal ini disebabkan
kurangnya jumlah atau menurunnya fungsi sel induk pluripoten. Penanganan yang
tepat untuk individu anemia aplastik yang disebabkan oleh gangguan pada sel induk
adalah transplantasi sumsum tulang.
2. Kerusakan pada microenvironment
Gangguan pada mikrovaskuler, faktor humoral (misal eritropoetin) atau bahan
penghambat pertumbuhan sel mengakibatkan gagalnya jaringan sumsum tulang
berkembang. Gangguan pada microenvironment menyebabkan hilangnya kemampuan
sel tersebut menjadi sel-sel darah. Selain itu, pada beberapa penderita anemia aplastik
ditemukan hambatan pertumbuhan sel. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya
limfosit T yang menghambat pertumbuhan sel-sel sumsum tulang.
3. Proses autoimun
18
Adanya reaksi autoimunitas pada anemia aplastik dibuktikan oleh percobaan
in vitro yang memperlihatkan bahwa limfosit dapat menghambat pembentukan koloni
hemopoetik alogenik dan autologous. Setelah itu, diketahui bahwa limfosit T
sitotoksik memerantarai destruksi sel-sel asal hemopoetik pada kelainan ini. Sel-sel T
efektor tampak lebih jelas di sumsum tulang dibandingkan dengan darah tepi pasien
anemia aplastik. Sel-sel tersebut menghasilkan IFN-γ dan TNF-α yang merupakan
inhibitor langsung hemopoesis dan meningkatkan ekspresi Fas pada sel-sel CD34+.
Klon sel-sel T immortal yang positif CD4 dan CD8 dari pasien anemia aplastik juga
mensekresi sitokin Th1 yang bersifat toksik langsung ke sel CD34 positif autologous.
Gambar 3.1 Patofisiologi pada Anemia Aplastik
3.5 Manifestasi Klinis19
Manifestasi klinis anemia aplastik timbul akibat adanya anemia, leukopenia
dan trombositopenia. Gejala ini dapat berupa.
a. Sindrom anemia : gejala anemia bervariasi mulai dari ringan sampai berat. Gejala
anemia ringan dapat berupa pucat, sakit kepala, palpitasi dan mudah lelah. Pada
anemia yang sangat berat dapat terjadi dispneu, edema pretibial dan gejala lain
yang disebabkan kegagalan jantung.
b. Trombositopenia mengakibatkan gejala perdarahan pada mukosa dan gusi,
epistaksis, perdarahan subkonjungtiva, hematemesis/melena atau timbulnya
petekie, ekimosis dan purpura pada kulit.
c. Granulositopenia sangat memudahkan timbulnya infeksi sekunder dan berulang,
hal ini biasanya ditandai dengan demam yang kronik atau tanda infeksi yang lain
sesuai agen penyebabnya.
d. Tidak terjadi pembesaran organ (hepatosplenomegali, limfadenopati)2,4.
3.6 Diagnosis
Kriteria diagnosis anemia aplastik menurut International Agranulocytosis and
Aplastic Anemia Study Group (IAASG) adalah:11
1. Satu dari tiga sebagai berikut
a. Hemoglobin kurang dari 10 g/dL atau hematokrit kurang dari 30%
b. Trombosit kurang dari 50x103/mm3
c. Leukosit kurang dari 3,5x103/mm3 atau netrofil kurang dari 1,5x10103/mm3
2. Dengan retikulosit < 30x109/L (<1%)
20
3. Dengan gambaran sumsum tulang dari spesimen adekuat menunjukkan
gambaran sel sangat kurang, banyak jaringan penyokong dan jaringan lemak;
aplasia sistem eritropoetik, granulopoetik dan trombopoetik. Diantara sel
sumsum tulang yang sedikit ini banyak ditemukan limfosit, sel RES (sel plasma,
fibrosit, osteoklas, sel endotel)4.
Gambar A. Sumsum tulang normal Gambar B. Sumsum tulang penderita anemia aplastik, tampak hipoplasia dan dominansi jaringan lemak
Diagnosis banding yaitu ITP dapat disingkirkan karena pemeriksaan darah
rutin dan blood smear pada ITP hanya akan terjadi trombositopenia. Diagnosis
leukemia dapat disingkirkan karena biasanya terjadi organomegali dan pada blood
smear akan ditemukan sel-sel muda. Kedua diagnosis banding di atas akan jelas dapat
disingkirkan apabila dilakukan pemeriksaan BMA.
21
3.7 Penatalaksanaan
Secara umum penatalaksanaan anemia aplastik adalah terapi primer dan terapi
suportif 6,7. Terapi primer dapat berupa transplantasi sumsum tulang terutama pada
pasien yang berusia muda. Transplantasi sumsum tulang ini memiliki angka
kesembuhan yang tinggi yaitu sekitar 70% dengan efek jangka panjang yang baik
yaitu 67%. Jika transplantasi tidak dapat dilakukan karena adanya reaksi penolakan
maka dapat diberikan terapi imunosupresif dengan antilimfosit globulin dan
siklosporin dengan angka keberhasilan jangka panjang 36,6%7. Terapi suportif adalah
pemberian transfusi sesuai dengan kebutuhan penderita6,7.
Penatalaksanaan pada anemia aplastik pada FKUI adalah sebagai berikut4:
1. Prednison dan testosteron
Prednison diberikan dengan dosis 2-5 mg/kgBB/hari peroral, sedangkan
testosteron dengan dosis 1-2 mg/kgBB/hari sebaiknya secara parenteral.
Penelitian menyebutkan bahwa testosteron lebih baik diganti dengan oksimetolon
yang mempunyai daya anabolik dan merangsang sistem hemopoetik lebih kuat
dan diberikan dengan dosis 1-2 mg/kgBB/hari peroral. Pengobatan biasanya
berlangsung berbulan-bulan, bahkan sampai dapat bertahun-tahun. Bila telah
terdapat remisi, dosis obat diberikan separuhnya dan jumlah sel darah diawasi
setiap minggu. Bila kemudian terjadi relaps, dosis obat harus diberikan penuh
kembali. Remisi biasanya terjadi beberapa bulan setelah pengobatan (dengan
oksimetolon 2-3 bulan), mula-mula terlihat perbaikan pada sistem eritropoetik,
kemudian sistem granulopoetik dan terakhir sistem trombopoetik. Kadang-kadang
22
remisi terlihat pada sistem granulopoetik terlebih dahulu, disusul oleh sistem
eritropoetik dan trombopoetik. Pemeriksaan BMA sebulan sekali merupakan
indikator terbaik untuk menilai keadaan remisi ini. Bila remisi parsial telah
tercapai bahaya perdarahan yang fatal masih ada, sehingga anak sebaiknya
dipulangkan dari rumah sakit setelah jumlah trombosit mencapai 50.000-
100.000/mm3.
2. Transfusi darah
Hendaknya harus diketahui bahwa tidak ada manfaatnya mempertahankan kadar
hemoglobin yang tinggi, karena dengan transfusi darah yang terlampau sering,
akan timbul depresi terhadap sumsum tulang atau dapat menyebabkan timbulnya
reaksi hemolitik (reaksi transfusi), sehingga dalam hal ini transfusi darah gagal
karena eritropoesit, leukosit dan trombosit akan dihancurkan sebagai akibat
timbulnya antibodi terhadap sel darah tersebut. Dengan demikian transfusi darah
hanya diberikan bila diperlukan.
3. Pengobatan terhadap infeksi sekunder
Untuk menghindarkan anak dari infeksi, sebaiknya anak diisolasi dalm ruangan
yang suci hama. Pemberian obat antibiotik hendaknya dipilih yang tidak
menyebabkan depresi sumsum tulang. Kloramfenikol tidak boleh diberikan.
4. Makanan
Disesuaikan dengan keadaan anak, umumnya diberikan makanan lunak.
5. Istirahat
Untuk mencegah terjadinya perdarahan, terutama perdarahan otak.
23
Pada kasus ini penanganan yang terbaik adalah dilakukan transplantasi
sumsum tulang karena umur penderita masih muda dengan efek jangka panjang yang
baik, akan tetapi hal ini tidak memungkinkan dilakukan karena kurangnya sarana dan
prasarana yang ada. Pilihan terapi yang lain yaitu terapi imunosupresif. Terapi
imunosupresif yang memungkinkan untuk dilaksanakan adalah dengan pemberian
kortikosteroid yang dalam hal ini adalah prednison. Program terapi dengan prednison
ini hanya dapat kita lakukan apabila didapatkan kepastian diagnosa dari BMA. Terapi
imunosupresif dilakukan pada anak ini dengan alasan agar terjadi perbaikan pada
sumsum tulangnya. Pemeriksaan ulang sumsum tulang dilakukan ± 1 bulan setelah
terapi dilakukan utuk mengetahui respon sumsum tulang terhadap obat. Selain itu,
pemeriksaan ini juga dapat menentukan prognosis dari penyakit anak.Terapi suportif
yang diberikan adalah transfusi sesuai kebutuhan, akan tetapi hal ini tidak akan
bermanfaat bila tidak dilakukan terapi primer. Pada pasien ini diberikan terapi
suportif berupa transfusi darah karena keadaan umum penderita baik dan dilanjutkan
dengan program pemberian imunosupresif.
Imunosupresan glukokortikoid yaitu prednisolon dan prednison. Terhadap
respon imun humoral, efek glukokortikoid belum dapat disimpulkan secara tuntas
yang jelas terlihat ialah pengurangan jumlah immunoglobulin. Terhadap respon imun
selular, glukortikoid menghambat efek MIF sehingga makrofag dibebaskan dari
jeratan disekitar tempat pembebasan MIF dan jaringan setempat terhindar dari
kerusakan akibat penghancuran oleh makrofag. Dalam hal ini, efek glukokortikoid
sebenarnya terjadi berdasarkan mekanisme anti inflamasi10.
24
3.8 Prognosis
Prognosis bergantung pada gambaran sumsum tulang (hiposeluler atau
seluler) sehingga parameter yang paling baik dalam menentukan prognosis adalah
hasil pemeriksaan BMA. Selain itu, jika kadar Hb F lebih dari 200 mg%, jumlah
granulosit lebih dari 2.000/mm3 dan infeksi sekunder dapat dikendalikan maka
prognosis akan lebih baik4.
Penyebab kematian terbanyak pada anemia aplastik adalah infeksi sekunder
seperti bronkopneumonia atau sepsis atau terjadi perdarahan otak dan abdomen4.
Penyebab kematian pada anak ini diduga adalah terjadinya perdarahan spontan pada
otak dan abdomen. Penyebab terjadinya perdarahan spontan pada anak adalah adanya
trombositopenia. Selain itu produksi semua komponen darah yang tertekan
mempercepat terjadinya proses kegagalan kompensasi tubuh dalam perfusi organ-
organ vital sehingga kematian terjadi.
25
BAB IVPENUTUP
Demikian telah dilaporkan suatu laporan kaus anemia aplastik pada seorang
anak laki-laki berumur 4 tahun yang dirawat di bangsal anak RSU Cut Meutia Aceh
Utara. Diagnosa ditegakkan berdasarkan adanya gejala anemia, granulositopenia dan
trombositopenia tanpa adanya organomegali serta pansitopenia pada pemeriksaan
darah rutin dan blood smear. Diagnosa pasti ditegakkan dengan BMA. Etiologi
diduga adalah idiopatik dan paparan isektisida. Selama dirawat diberikan terapi
suportif berupa transfusi dan direncanakan terapi imunosupresif dengan
kortikosteroid. Selama dirawat keadaan anak membaik dan direncanakan rujukan
ulang ke RSUP H Adam Malik medan untuk penatalaksaan lebih lanjut dan
komprehensif.
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim. Aplastic Anemia (Severe). Dalam : Medical Center, 2004. Dari URL: http://www.medical center.com/
26
2. Anonim. Blood Disease Aplastic Anemia. Dalam : Universitas of Maryland, 2004. Dari URL: http://www.UMMC.com/
3. Bakhsi S. Aplastic Anemia. Dalam : Emedicine Article, 2004. Dari URL: http://www.emedicine.com/
4. Hasan R, Alatas H ed. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Buku I, 1985; Jakarta.
5. Salonder, H. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi Ketiga, 2001; Jakarta.
6. Small BM. Bone Marrow Failure. Dalam : SMBS Education Fact Sheet, 2004. Dari URL: http://www.smbs.buffallo.edu/
7. American Cancer Society. Aplastic Anemia. Dalam : ACS Information and Guide, 2005. Dari URL: http://www.cancer.org/
8. Young NS. Acquired Aplastic Anemia. Dalam : Annals of Internal Medicine, 2002. Vol 136 No 7 Dari URL: http://www.annals.org/
9. Lee D. Bone Marrow Failure. Dari URL: http://www.medsqueensu.ca/
10. Tirza D dan Handoko T Imunosupresan. Dalam : Farmakologi dan Terapi Edisi 4. Editor : Sulistia G. Ganiswara. 1995: FKUI, Jakarta hal709-710.
11. Djuanda A Pengobatan dengan Kortikosteroid Sistemik dalam Bidang Dermato-venerologi. Dalam : Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 3. Editor : Adhi Djuanda. 2001: FKUI, Jakarta hal 316
27