4 ANTIBODI MONOKLONAL - ashfarkurnia.files.wordpress.com · Ikatan antigen antibodi mengaktivasi...

17
46 4 ANTIBODI MONOKLONAL 4.1 PENDAHULUAN Satu abad yang lalu Paul Ehrlich dengan hipotesisnya menyatakan bahwa magic bullet dapat dikembangkan sebagai target selektif pada suatu penyakit. Visi ini menjadi kenyataan setelah ditemukannya pengembangan teknik pembuatan antibodi monoklonal oleh Kőhler dan Milstein pada tahun 1975, hal ini membuka wawasan baru di bidang kesehatan. Antibodi monoklonal sebagai targeting missiles merupakan imunoterapi yang menjanjikan karena memiliki sifat mengikat secara spesifik terhadap suatu target antigen atau sel abnormal sehingga antibodi monoklonal sangat efektif untuk dipakai sebagai dasar terapi kanker. Antibodi monoklonal sebagai terapi kanker diinjeksikan ke dalam tubuh pasien, molekul itu akan mencari sel kanker (antigen) sebagai target. Antibodi monoklonal secara potensial merusak atau menghancurkan aktivitas sel kanker atau dengan cara lain yaitu meningkatkan respons imun jaringan tubuh melawan kanker. (Adams, G.P., et al., 2005; VonMehren, M., et al., 2003) Beberapa jenis kemoterapi dengan target kerja yang selektif (targeted therapy) mulai digunakan untuk Kanker Paru Karsinoma Bukan Sel Kecil (KPKBSK). Obat-obatan golongan ini diindikasikan pemberiannya sebagai adjuvan yaitu diberikan setelah pemberian terapi definitif (kemoterapi atau radioterapi) selesai diberikan. Jenis terapi target antibodi monoklonal yang mulai digunakan pada KPKBSK adalah obat yang bekerja sebagai inhibitor epidermal growth factor receptor (EGFR) dan inhibitor vascular endothelial growth factor (VEGF). (Adams, G.P., et al., 2005) 4.2 DEFINISI Antibodi merupakan campuran protein di dalam darah dan disekresi mukosa menghasilkan sistem imun bertujuan untuk melawan antigen asing yang masuk ke dalam sirkulasi darah. Antibodi dibentuk oleh sel darah putih yang disebut limfosit B. Limfosit B akan

Transcript of 4 ANTIBODI MONOKLONAL - ashfarkurnia.files.wordpress.com · Ikatan antigen antibodi mengaktivasi...

Page 1: 4 ANTIBODI MONOKLONAL - ashfarkurnia.files.wordpress.com · Ikatan antigen antibodi mengaktivasi sistem respons imun yang akan menetralkan dan mengeliminasinya. Antibodi memiliki

46

4

ANTIBODI MONOKLONAL

4.1 PENDAHULUAN

Satu abad yang lalu Paul Ehrlich dengan hipotesisnya menyatakan bahwa magic bullet dapat

dikembangkan sebagai target selektif pada suatu penyakit. Visi ini menjadi kenyataan setelah

ditemukannya pengembangan teknik pembuatan antibodi monoklonal oleh Kőhler dan

Milstein pada tahun 1975, hal ini membuka wawasan baru di bidang kesehatan. Antibodi

monoklonal sebagai targeting missiles merupakan imunoterapi yang menjanjikan karena

memiliki sifat mengikat secara spesifik terhadap suatu target antigen atau sel abnormal

sehingga antibodi monoklonal sangat efektif untuk dipakai sebagai dasar terapi kanker.

Antibodi monoklonal sebagai terapi kanker diinjeksikan ke dalam tubuh pasien, molekul itu

akan mencari sel kanker (antigen) sebagai target. Antibodi monoklonal secara potensial

merusak atau menghancurkan aktivitas sel kanker atau dengan cara lain yaitu meningkatkan

respons imun jaringan tubuh melawan kanker. (Adams, G.P., et al., 2005; VonMehren, M., et

al., 2003)

Beberapa jenis kemoterapi dengan target kerja yang selektif (targeted therapy) mulai

digunakan untuk Kanker Paru Karsinoma Bukan Sel Kecil (KPKBSK). Obat-obatan

golongan ini diindikasikan pemberiannya sebagai adjuvan yaitu diberikan setelah pemberian

terapi definitif (kemoterapi atau radioterapi) selesai diberikan. Jenis terapi target antibodi

monoklonal yang mulai digunakan pada KPKBSK adalah obat yang bekerja sebagai inhibitor

epidermal growth factor receptor (EGFR) dan inhibitor vascular endothelial growth factor

(VEGF). (Adams, G.P., et al., 2005)

4.2 DEFINISI

Antibodi merupakan campuran protein di dalam darah dan disekresi mukosa menghasilkan

sistem imun bertujuan untuk melawan antigen asing yang masuk ke dalam sirkulasi darah.

Antibodi dibentuk oleh sel darah putih yang disebut limfosit B. Limfosit B akan

Page 2: 4 ANTIBODI MONOKLONAL - ashfarkurnia.files.wordpress.com · Ikatan antigen antibodi mengaktivasi sistem respons imun yang akan menetralkan dan mengeliminasinya. Antibodi memiliki

47

mengeluarkan antibodi yang kemudian diletakkan pada permukaannya. Setiap antibodi yang

berbeda akan mengenali dan mengikat hanya satu antigen spesifik. Antigen merupakan suatu

protein yang terdapat pada permukaan bakteri, virus dan sel kanker. Pengikatan antigen akan

memicu multiplikasi sel B dan penglepasan antibodi. Ikatan antigen antibodi mengaktivasi

sistem respons imun yang akan menetralkan dan mengeliminasinya. Antibodi memiliki ber-

bagai macam bentuk dan ukuran walaupun struktur dasarnya berbentuk `Y`(gambar 4.1).

Antibodi tersebut mempunyai 2 fragmen, fragmen antigen binding (Fab) dan fragmen

cristallizable (Fc). Fragmen antigen binding digunakan untuk mengenal dan mengikat

antigen spesifik, tempat melekatnya antigen antibodi yang tepat sesuai regio yang bervariasi

disebut complementary determining region (CDR) dan Fc berfungsi sebagai efektor yang

dapat berinteraksi dengan sel imun atau protein serum. (Albert, B., et al., 2002; Abbas, A.K.,

2005; Nelson, P.N., et al., 2000)

Gambar 4.1 Struktur umum antibodi

Antibodi monoklonal adalah antibodi buatan identifik karena diproduksi oleh salah

satu jenis sel imun saja dan semua klonnya merupakan sel single parent. Antibodi

monoklonal mempunyai sifat khusus yang unik yaitu dapat mengenal suatu molekul,

memberikan informasi tentang molekul spesifik dan sebagai terapi target tanpa merusak sel

sehat sekitarnya. Antibodi monoklonal murni dapat diproduksi dalam jumlah besar dan bebas

kontaminasi. Antibodi monoklonal dapat diperoleh dari sel yang dikembangkan di

laboratorium, reagen tersebut sangat berguna untuk penelitian terapi dan diagnostik

laboratorium. (Albert, B., et al., 2002; Abbas, A.K., 2005; Nelson, P.N., et al., 2000)

Page 3: 4 ANTIBODI MONOKLONAL - ashfarkurnia.files.wordpress.com · Ikatan antigen antibodi mengaktivasi sistem respons imun yang akan menetralkan dan mengeliminasinya. Antibodi memiliki

48

Antibodi monoklonal dapat diciptakan untuk mengikat antigen tertentu kemudian

dapat mendeteksi atau memurnikannya. Manusia dan tikus mempunyai kemampuan untuk

membentuk antibodi yang dapat mengenali antigen. Antibodi monoklonal tidak hanya

mempertahankan tubuh untuk melawan organisme penyakit tetapi juga dapat menarik

molekul target lainnya di dalam tubuh seperti reseptor protein yang ada pada permukaan sel

normal atau molekul yang khas terdapat pada permukaan sel kanker. Spesifisitas antibodi

yang luar biasa menjadikan zat ini dapat digunakan sebagai terapi. Antibodi mengikat sel

kanker dan berpasangan dengan zat sitotoksik sehingga membentuk suatu kompleks yang

dapat mencari dan menghancurkan sel kanker. (Albert, B., et al., 2002; Abbas, A.K., 2005;

Nelson, P.N., et al., 2000)

4.3 ANTIBODI MONOKLONAL REKOMBINAN

Pemanfaatan antibodi monoklonal dalam bidang kesehatan, baik untuk diagnostik atau

mengatasi penyakit kanker tertentu, telah banyak dilakukan. Beberapa antibodi monoklonal

yang dilakukan untuk pengobatan berasal dari sel mencit atau tikus, sering menimbulkan

reaksi alergi pada pasien yang menerima terapi antibodi monoklonal tersebut. Hal ini

disebabkan karena protein mencit dikenal sebagai antigen asing oleh sel tubuh pasien,

sehingga menimbulkan reaksi respon imun antara lain berupa alergi, inflamasi dan

penghancuran atau destruksi antibodi monoklonal itu sendiri. Untuk mengatasi hal tersebut

maka dikembangkanlah antibodi monoklonal rekombinan manusia, yaitu suatu monoklonal

antibodi yang sebagian atau seluruhnya terdiri dari protein yang berasal dari manusia, untuk

mengurangi efek penolakan oleh sistem imun pasien. (Radji, M., 2011; Tuscano, J.M., et al;

2005)

Beberapa jenis antibodi monoklonal generasi baru yang telah dikembangkan antara

lain:

1. Antibodi monoklonal murine (fully mouse)

Yaitu antibodi murni yang didapatkan dari tikus. Antibodi ini dapat menyebabkan

human anti mouse antibodies (HAMA). Biasanya antibodi ini memiliki akhiran

dengan nama “momab” (contohnya Ibritumomab®

). (Radji, M., 2011; Tuscano, J.M.,

et al; 2005)

2. Antibodi monoklonal kimera (chimaric)

Antibodi monoklonal ini dibuat melalui teknik rekayasa genetika untuk menciptakan

galur mencit atau tikus transgenik yang dapat memproduksi sel hybrid mencit-

manusia yang disebut kimera (chimaric). Bagian variabel molekul antibodi (Fab),

Page 4: 4 ANTIBODI MONOKLONAL - ashfarkurnia.files.wordpress.com · Ikatan antigen antibodi mengaktivasi sistem respons imun yang akan menetralkan dan mengeliminasinya. Antibodi memiliki

49

termasuk bagian antigen binding site, berasal dari mencit, sedangkan bagian lainnya,

yaitu bagian yang constant (Fc) berasal dari manusia. Memiliki akhiran dengan nama

“ximab” (Rituximab®). (Radji, M., 2011; Tuscano, J.M., et al; 2005)

3. Antibodi monoklonal manusiawi (humanized)

Antibodi ini dibuat secara rekayasa genetika dimana bagian protein yang berasal dari

mencit hanya terbatas pada antigen binding site saja, sedangkan bagian yang lainnya

yaitu bagian variable dan bagian konstan berasal dari manusia. Antibodi ini memiliki

akhiran nama “zumab” (Transtuzumab®

). (Radji, M., 2011; Tuscano, J.M., et al;

2005)

4. Antibodi monoklonal manusia (fully human)

Antibodi ini merupakan antibodi yang paling ideal untuk menghindari terjadinya

respon imun karena protein antibodi yang disuntikkan kedalam tubuh seluruhnya

merupakan protein yang berasal dari manusia. Salah satu pendekatan yang dilakukan

untuk merancang pembentukan antibodi monoklonal yang seluruhnya mengandung

protein manusia tersebut adalah dengan teknik rekayasa genetika untuk menciptakan

mencit transgenik yang membawa gen yang berasal dari manusia, sehingga mampu

memproduksi antibodi yang diinginkan. Pendekatan lainnya adalah merekayasa suatu

binatang transgenik yang dapat mensekresikan antibodi manusia dalam air susu yang

dikeluarkan oleh binatang tersebut. Antibodi yang 100% mengandung protein

manusia memiliki akhiran nama “mumab” (Panitumumab®). (Radji, M., 2011;

Tuscano, J.M., et al; 2005)

Gambar 4.2. Struktur antibodi monoklonal rekombinan. Dari yang paling kiri ke kanan;

antibodi monoklonal fully mouse, chimaric,. humanized, fully human.

Page 5: 4 ANTIBODI MONOKLONAL - ashfarkurnia.files.wordpress.com · Ikatan antigen antibodi mengaktivasi sistem respons imun yang akan menetralkan dan mengeliminasinya. Antibodi memiliki

50

4.4 CARA PEMBUATAN

Kőhler dan Milstein menjelaskan bagaimana caranya mengisolasi dan mengembangkan

antibodi monoklonal murni spesifik dalam jumlah banyak yang didapat dari campuran

antibodi hasil respons imun. Tikus yang telah diimunisasi dengan antigen khusus ke dalam

sumsum tulang akan menghasilkan sel limfosit B yang memiliki masa waktu hidup terbatas

dalam kultur, hal ini dapat diatasi dengan cara menggabungkan dengan sel limfosit B tumor

(myeloma) yang abadi. Hasil campuran heterogen sel hybridomas dipilih hybridoma yang

memiliki 2 kemampuan yaitu dapat menghasilkan antibodi khusus dan dapat tumbuh di

dalam kultur. Hybridoma ini diperbanyak sesuai klon individualnya dan setiap klon hanya

menghasilkan satu jenis antibodi monoklonal yang permanen dan stabil. Hybridoma yang

berasal dari satu limfosit akan menghasilkan antibodi yang akan mengenali satu jenis antigen.

Antibodi inilah yang dikenal sebagai antibodi monoklonal (gambar 4.3).

Gambar 4.3. Skema pembuatan antibody monoklonal dari kultur tikus

Proses pembuatan antibodi monoklonal melalui 5 tahapan yaitu:

1. Imunisasi tikus dan seleksi tikus donor untuk pengembangan sel hybridoma Tikus

diimunisasi dengan antigen tertentu untuk menghasilkan antibodi yang diinginkan.

Page 6: 4 ANTIBODI MONOKLONAL - ashfarkurnia.files.wordpress.com · Ikatan antigen antibodi mengaktivasi sistem respons imun yang akan menetralkan dan mengeliminasinya. Antibodi memiliki

51

Tikus dimatikan jika titer antibodinya sudah cukup tercapai dalam serum kemudian

limpanya digunakan sebagai sumber sel yang akan digabungkan dengan sel myeloma.

2. Penyaringan produksi antibodi tikus Serum antibodi pada darah tikus itu dinilai

setelah beberapa minggu imunisasi. Titer serum antibodi ditentukan dengan berbagai

macam teknik seperti enzyme link immunosorbent assay (ELISA) dan flow cytometry.

Fusi sel dapat dilakukan bila titer antibodi sudah tinggi jika titer masih rendah maka

harus dilakukan booster sampai respons yang adekuat tercapai. Pembuatan sel

hybridoma secara in vitro diambil dari limpa tikus yang dimatikan.

3. Persiapan sel myeloma Sel myeloma yang didapat dari tumor limfosit abadi tidak

dapat tumbuh jika kekurangan hypoxantine guanine phosphoribosyl transferase

(HGPRT) dan sel limpa normal masa hidupnya terbatas. Antibodi dari sel limpa yang

memiliki masa hidup terbatas menyediakan HGPRT lalu digabungkan dengan sel

myeloma yang hidupnya abadi sehingga dihasilkan suatu hybridoma yang dapat

tumbuh tidak terbatas. Sel myeloma merupakan sel abadi yang dikultur dengan 8-

azaguanine sensitif terhadap medium seleksi hypoxanthine aminopterin thymidine

(HAT). Satu minggu sebelum fusi sel, sel myeloma dikultur dalam 8-azaguanine. Sel

harus mempunyai kemampuan hidup tinggi dan dapat tumbuh cepat. Fusi sel meng-

gunakan medium HAT untuk dapat bertahan hidup dalam kultur.

4. Fusi sel myeloma dengan sel imun limpa Satu sel limpa digabungkan dengan sel

myeloma yang telah dipersiapkan. Fusi ini diselesaikan melalui sentrifugasi sel limpa

dan sel myeloma dalam polyethylene glycol suatu zat yang dapat menggabung-kan

membran sel. Sel yang berhasil mengalami fusi dapat tumbuh pada medium khusus.

Sel itu kemudian didistribusikan ke dalam tempat yang berisi makanan, didapat dari

cairan peritoneal tikus. Sumber makanan sel itu menyediakan growth factor untuk

pertumbuhan sel hybridoma.

5. Pengembangan lebih lanjut kloning sel hybridoma kelompok kecil sel hybridoma

dapat dikembangkan pada kultur jaringan dengan cara seleksi ikatan antigen atau

dikembangkan melalui metode asites tikus. Kloning secara limiting dilution akan

memastikan suatu klon itu berhasil. Kultur hybridoma dapat dipertahankan secara in

vitro dalam tabung kultur (10-60 ug/ml) dan in vivo pada tikus, hidup tumbuh di

dalam suatu asites tikus. Konsentrasi antibodi dalam serum dan cairan tubuh lain 1-10

ug/ml.

Page 7: 4 ANTIBODI MONOKLONAL - ashfarkurnia.files.wordpress.com · Ikatan antigen antibodi mengaktivasi sistem respons imun yang akan menetralkan dan mengeliminasinya. Antibodi memiliki

52

4.5 MEKANISME KERJA

Antibodi monoklonal menggunakan mekanisme kombinasi untuk meningkatkan efek

sitotoksik sel tumor. Mekanisme komponen sistem imun adalah antibody dependent cellular

cytotoxicity (ADCC), complement dependent cytotoxicity (CDC), mengubah signal transduksi

sel tumor atau menghilangkan sel permukaan antigen. Antibodi dapat digunakan sebagai

target muatan (radioisotop, obat atau toksin) untuk membunuh sel tumor atau mengaktivasi

prodrug di tumor, antibody directed enzyme prodrug therapy (ADEPT). Antibodi

monoklonal digunakan secara sinergis melengkapi mekanisme kerja kemoterapi untuk

melawan tumor. (Adams, G.P., et al., 2005)

4.5.1 Antibody dependent cellular cytotoxicity (ADCC)

Antibody dependent cellular cytotoxicity (ADCC) terjadi jika antibodi mengikat antigen sel

tumor dan Fc antibodi melekat dengan reseptor Fc pada permukaan sel imun efektor.

Interaksi Fc reseptor ini berdasarkan kemanjuran antitumor dan sangat penting pada

pemilihan suatu antibodi monoklonal. Sel efektor yang berperan masih belum jelas tapi

diasumsikan sel fagosit mononuklear dan atau natural killer (NK). Struktur Fc domain

dimanipulasi untuk menyesuaikan jarak antibodi dan interaksi dengan Fc reseptor. Antibody

dependent cellular cytotoxicity (ADCC) dapat meningkatkan respons klinis secara langsung

menginduksi destruksi tumor melalui presentasi antigen dan menginduksi respons sel T

tumor. Antibodi monoklonal berikatan dengan antigen permukaan sel tumor melalui Fc

reseptor permukaan sel NK. Hal ini memicu penglepasan perforin dan granzymes untuk

menghancurkan sel tumor (gambar 4.4a). Sel-sel yang hancur ditangkap antigen presenting

cell (APC) lalu dipresentasikan pada sel B sehingga memicu penglepasan antibodi kemudian

antibodi ini akan berikatan dengan target antigen (gambar 4.4b-d). Sel cytotoxic T

lymphocytes (CTLs) dapat mengenali dan membunuh sel target antigen (gambar 4.4d).

(Adams, G.P., et al., 2005)

Gambar 4.4. Skema mekanisme kerja Antibody Dependent Cellular Cytotoxicity (ADCC)

Page 8: 4 ANTIBODI MONOKLONAL - ashfarkurnia.files.wordpress.com · Ikatan antigen antibodi mengaktivasi sistem respons imun yang akan menetralkan dan mengeliminasinya. Antibodi memiliki

53

4.5.2 Complement dependent cytotoxicity (CDC)

Pengikatan antibodi monoklonal dengan antigen permukaan sel akan mengawali kaskade

komplement. Complement dependent cytotoxicity (CDC) merupakan suatu metode pembunuh

sel tumor yang lain dari antibodi. Imunoglobulin G1 dan G3 sangat efektif pada CDC melalui

jalur klasik aktivasi komplemen (gambar 4.5a). Formasi kompleks antigen antibodi

merupakan komplemen C1q berikatan dengan IgG sehingga memicu komplemen protein lain

untuk mengawali penglepasan proteolitik sel efektor kemotaktik/agen aktivasi C3a dan C5a

(gambar 4.5b). Kaskade komplemen ini diakhiri dengan formasi membrane attack

complex (MAC) (gambar 4.5c) sehingga terbentuk suatu lubang pada sel

membran. Membrane attack complex (MAC) memfasilitasi keluar masuknya air dan

Na+ yang akan menyababkan sel target lisis (gambar 4.5d). (Adams, G.P., et al., 2005)

Gambar 4.5. Skema mekanisme kerja Complement Dependent Cytotoxicity (CDC)

4.5.3 Perubahan transduksi signal

Reseptor growth factor merupakan suatu antigen target tumor, ekspresinya berlebihan pada

keganasan. Aktivasi transduksi signal pada kondisi normal akan menginduksi respons

mitogenik dan meningkatkan kelangsungan hidup sel, hal ini diikuti dengan ekspresi

perkembangan sel tumor yang berlebihan yang juga menyebabkan tumor tidak sentitif

terhadap zat kemoterapi. Antibodi monoklonal sangat potensial menormalkan laju

perkembangan sel dan membuat sel sensitif terhadap zat sitotoksik dengan menghilangkan

signal reseptor ini. Target antibodi EGFR merupakan inhibitor yang kuat untuk transduksi

signal. Terapi antibodi monoklonal memberikan efek penurunan densitas ekspresi target

antigen contohnya penurunan konsentrasi EGFR permukaan sel tumor atau membersihkan

ligan seperti VEGF. Pengikatan ligand reseptor growth factor memicu dimerisasi dan aktivasi

kaskade signal (gambar 4.6a) sehingga terjadi proliferasi sel dan hambatan terhadap zat

Page 9: 4 ANTIBODI MONOKLONAL - ashfarkurnia.files.wordpress.com · Ikatan antigen antibodi mengaktivasi sistem respons imun yang akan menetralkan dan mengeliminasinya. Antibodi memiliki

54

sitotoksik (gambar 4.6b). Antibodi monoklonal menghambat signal dengan cara menghambat

dimerisasi atau mengganggu ikatan ligand (gambar 4.6c). (Adams, G.P., et al., 2005)

Gambar 4.6. Skema mekanisme kerja pada transduksi sinyal

4.5.5 Imunomodulasi

Beberapa percobaan menunjukkan antibodi yang langsung melawan cytotoxic T lymphocyte

antigen 4 (CTLA 4) terbukti dapat menginduksi regresi imun. Pola toksisitas yang diteliti

pada uji klinis memperlihatkan hubungan perlekatan CTLA 4 dengan ligand dapat

menginduksi respons autoimun, hal ini terlihat pada aktivasi sel T dependent. Gabungan

antibodi anti-CTLA 4 dengan antibodi monoklonal menginduksi ADCC, kemoterapi

sitotoksik atau radioterapi sehingga dapat meningkatkan respons imun terhadap antigen

spesifik tumor. (Adams, G.P., et al., 2005)

4.5.5 Penghantaran muatan sitotoksik

Antibodi monoklonal pada terapi kanker akan melawan target sel tumor dengan cara

mengikat sel spesifik tumor dan menginduksi respons imun. Antibodi monoklonal telah

digunakan secara luas dalam percobaan sebagai zat sitotoksik sel-sel tumor. Modifikasi

antibodi monoklonal dilakukan dengan tujuan sebagai zat penghantar radioisotop, toksin

katalik, obat-obatan, sitokin, enzim atau zat konjugasi aktif lainnya. Pola antibodi bispesifik

pada kedua bagian Fab memungkinkan untuk mengikat target antigen dan sel efektor.

(Adams, G.P., et al., 2005)

4.5.6 Antibodi directed enzyme prodrug therapy (ADEPT)

Antibodi directed enzyme prodrug therapy (ADEPT) menggunakan antibodi monoklonal

sebagai penghantar untuk sampai ke sel tumor kemudian enzim mengaktifkan prodrug pada

tumor, hal ini dapat meningkatkan dosis active drug di dalam tumor. Konjugasi antibodi

monoklonal dan enzim mengikat antigen permukaan sel tumor (gambar 4.7a) kemudian zat

sitotoksik dalam bentuk inaktif prodrug akan mengikat konjugasi antibodi monoklonal dan

Page 10: 4 ANTIBODI MONOKLONAL - ashfarkurnia.files.wordpress.com · Ikatan antigen antibodi mengaktivasi sistem respons imun yang akan menetralkan dan mengeliminasinya. Antibodi memiliki

55

enzim permukaan sel tumor (gambar 4.7b-c) akhirnya inaktivasi prodrug terpecah dan

melepaskan active drug di dalam tumor (gambar 4.7d). (Adams, G.P., et al., 2005)

Gambar 4.7. Skema mekanisme kerja pada imunomodulasi

4.6 TARGET TERAPI

Terapi target didefinisikan sebagai obat atau molekul untuk membunuh sel tumor melalui

interaksi target yang terdapat pada sel ganas. Terapi target ditujukan bagaimana secara

selektif melawan molekul pada permukaan sel dan jalur signal metabolik sel ganas. Terapi

target secara potensial dapat memisahkan sel normal selanjutnya mengurangi toksisiti dan

memperbaiki kualiti hidup. Jenis terapi target tergantung cara kerja dan target spesifik,

bermacam zat yang dapat diklasifikasikan ke dalam subkategori yaitu antibodi monoklonal,

inhibitor tyrosine kinase, inhibitor proteosome, inhibitor cyclin dependent kinase (CKD),

inhibitor Raf kinase, angiogenic agents, inhibitormatrix metalloproteinase, inhibitor

farnesyltransferase, inhibitor deacetylase, inhibitor cox-2, teknologi antisense dan terapi

gen. Terapi target pada KPKBSK yang digunakan adalah inhibitor EGFR antibodi

monoklonal ″Trastuzumab″ (Herceptin), ″Cetuximab″ (Erbitux), inhibitor EGFR tyrosine

kinase ″Gefitinib″ (Irresa), inhibitor angiogenesismetalloproteinase, inhibitor VEGF antibodi

monoklonal ″Bevacizumab″ (Avastin) dan inhibisi tranduksi signal antisense oligonucleotide

protein kinase C alpha. (Herbst, R.S., 2002; Herbst, R.S., 2003)

Epidermal Growth Factor Receptor (EGFR) dan Tyrosine Kinase (TK)

Reseptor growth factor sangat penting untuk mengatur proses seluler tumor seperti

proliferasi, differensiasi, pertahanan, angiogenesis dan migrasi. Reseptor growth factor terdiri

dari HER-1 (epidermal growth factor [EGFR] atau c-erb B1), HER-2 (c-erb B-2), HER3 (c-

erb B-3) dan HER4 (c-erb B4). Epidermal growth factor receptor (EGFR)/HER 1 melekat

pada bagian ekstraseluler (EGF, transforming growth factor α (TGF-α) dan growth

Page 11: 4 ANTIBODI MONOKLONAL - ashfarkurnia.files.wordpress.com · Ikatan antigen antibodi mengaktivasi sistem respons imun yang akan menetralkan dan mengeliminasinya. Antibodi memiliki

56

factor lainnya), bagian transmembran dan bagian tyrosine kinase intraseluler. (Herbst, R.S.,

2003)

Epidermal growth factor receptor EGFR berikatan dengan ligand menyebabkan

homodimerisasi atau heterodimerisasi reseptor HER famili yang lain dan

mengaktifkantyrosine kinase (TK). Fosforilasi reseptor tyrosine menerima signal protein

intraseluler dan mengubah signal ekstraseluler menjadi transduksi signal intraseluler.

Molekul efektoradapter seperti growth factor reseptor bound protein 2 (Grb2) dan Src

homology collagen protein (Shc) berperan sebagai dasar untuk merangkai elemen signal yang

dibutuhkan untuk aktivasi proliferasi seluler. Molekul enzim lainnya yang mengaktifkan

EGFR TK fosforilasi adalah son of sevenless (SOS), phosphatidyl inositol 3 kinase (PI3K)

dan Grb2-associated binder 1 (Gab 1). (Herbst, R.S., 2003)

Jalur transduksi signal multipel diawali fosforilasi EGFR termasuk kaskade signal Ras

(oncogen) - mitogen activated protein kinase (MAPK). Scr dan jalur signal tranducers and

activator of transcription (STAT) secara luas digunakan sebagai signal growth untuk

menginduksi gen trankripsi dan menimbulkan berbagai macam respons sel. Proliferasi seluler

hasil aktivasi EGFR TK terjadi melalui beberapa jalur transduksi signal. Signal proliferasi

jalur MAPK terjadi setelah molekul adapter mengaktivasi kompleks EGFR timbul langkah

aktivasi dari Ras, Raf , MAP / Erk kinase (MEK1) dan extracellular regulated kinase (Erk)

protein yang akan meningkatkan aktiviti faktor transkripsi untuk proliferasi dan aktivasi

progresi siklus sel. (Herbst, R.S., 2003)

Aktivasi EGFR TK mempengaruhi progresi tumor soliter. Transforming growth

factor α (TGFα) dan EGF menginduksi angiogenesis serta permeabiliti sel vaskuler dengan

meningkatkan ekspresi VEGF tumor. Peningkatan ekspresi VEGF tumor akan menghasilkan

ketidakseimbangan antara faktor pro dan antiangiogenik di dalam tumor yang akhirnya

menimbulkan vaskularisasi dan pertumbuhan baru. Peningkatan densiti mikrovaskuler

merupakan suatu peningkatan aktivasi EGFR TK. Epidermal growth factor receptor tyrosine

kinase (EGFR TK) juga berinteraksi dengan jalur komponen yang mempengaruhi sel - sel

adhesi, hal ini penting untuk invasi tumor sel ke jaringan yang berdekatan. Epidermal growth

factor receptor tyrosine kinase (EGFR TK) juga mengaktivasi matrix metalloproteinase dan

stimulasi motiliti sel tumor yang akhirnya menambah metastasis. Aktivasi EGFR TK secara

tidak langsung menghambat apoptosis sel tumor, meningkatkan tahan hidup sel tumor dan

resisten terhadap terapi sitotosik. Aktiviti ini disebabkan oleh PI3K suatu signal molekul

penting jalur antiapoptotik yang mempengaruhi faktor transkripsi nuclear factor κB (NF κB)

Page 12: 4 ANTIBODI MONOKLONAL - ashfarkurnia.files.wordpress.com · Ikatan antigen antibodi mengaktivasi sistem respons imun yang akan menetralkan dan mengeliminasinya. Antibodi memiliki

57

dan juga mengatur jalur aktiviti Ras MAPK pada proliferasi seluler (gambar 4.8). (Herbst,

R.S., 2003)

Ekspresi EGFR meningkat pada keganasan dan ditemukan 40-80% pada KPKBSK.

Ekspresi EGFR secara histologis sering meningkat pada squamous cell carcinoma,large cell

carcinoma dan sedikit meningkat pada small cell carcinoma. Titer EGFR meningkat pada

KPKBSK stage IV dibandingkan stage I, II dan juga meningkat pada kasus yang berkaitan

dengan mediastinal. Ekspresi EGFR sangat penting dalam perkembangan dan progresi

keganasan, beberapa penelitian didapatkan korelasi positif antara ekspresi EGFR yang

berlebihan, invasi tumor dan rendahnya lama tahan hidup. (Herbst, R.S., 2003)

Gambar 4.8. Skema aktivitas jarus RAS-MAPK pada proliferasi seluler

4.6 HAMBATAN DALAM TERAPI

Distribusi antigen sel ganas sangat heterogen sehingga beberapa sel dapat mengenali antigen

tumor dan sel lainnya tidak. Densitas antigen bervariasi bila rendah antibodi monoklonal

tidak efektif. Aliran darah tumor tidak selalu optimal bila antibodi monoklonal dihantarkan

melalui darah maka sulit untuk mengandalkan terapi ini. Tekanan interstisial yang tinggi

dalam tumor dapat mencegah ikatan dengan antibodi monoklonal. Antigen tumor selalu

dilepaskan sehingga antibodi mengikat antigen bebas dan bukan sel tumor. Antibodi

Page 13: 4 ANTIBODI MONOKLONAL - ashfarkurnia.files.wordpress.com · Ikatan antigen antibodi mengaktivasi sistem respons imun yang akan menetralkan dan mengeliminasinya. Antibodi memiliki

58

monoklonal diperoleh dari sel tikus kemungkinan masih ada respons imun antibodinya yang

disebut respons human anti mouse antibodies (HAMA). Respons ini tidak hanya menurunkan

kemanjuran terapi antibodi monoklonal tapi juga menyisihkan kemungkinan terapi ulangan.

Reaksi silang antibodi monoklonal dengan antigen jaringan normal jarang sehingga aplikasi

antibodi monoklonal memberikan hasil yang baik pada keganasan hematologi dan tumor

soliter walaupun terdapat beberapa rintangan. (VonMehren, M., 2003)

4.7 BEBERAPA CONTOH PRODUK DI PASARAN

Transtuzumab

″Trastuzumab″ (Herceptin) merupakan suatu antibodi monoklonal humanized yang

menghambat sel pertumbuhan dengan cara mengikat bagian ekstraseluler reseptor

HER2 protein tyrosine kinase. ″Trastuzumab″ juga menginduksi ADCC melalui sel NK dan

monosit untuk melawan sel ganas. ″Trastuzumab″ mempunyai efek samping berupa disfungsi

jantung (27% pada terapi kombinasi dan 8% terapi tunggal), mielosupresi dan diare. Ekspresi

protein HER2 yang berlebihan ditemukan pada jaringan tumor KPKBSK dengan

menggunakan teknik immunohistochemistry (IHC) 20%, fluorescence in situ hybridization

(FISH) 6% dan kadar serum HER2 > 15 ng/ml pada ELISA 6%. Immunohistochemistry

(IHC) didapatkan 66 spesimen memberikan hasil positif dan ELISA didapatkan 13 spesimen

positif tetapi tidak satupun spesimen positif pada FISH. (Segota, E., et al., 2004; Heinmoller,

P., et al., 2003)

Kombinasi ″trastazumab″ dan kemoterapi memberikan hasil lebih baik growth

inhibitor pada sel yang mengekspresi HER2. Kombinasi ″trastuzumab″ dengan kemoterapi

terbukti secara klinis memberikan keuntungan pasien kanker payudara metastasis HER2

positif. Penelitian uji klinis randomisasi fase II efek penambahan kombinasi ″trastazumab″

dengan kemoterapi standar (gemcitabine dan cisplatin) pada pasien KPKBSK HER2 positif

memberikan hasil toleransi yang baik secara klinis. Kombinasi paclitaxel, carboplatin dan

″trastuzumab″ dapat diberikan pada KPKBSK stage lanjut dengan toksisiti yang tidak lebih

buruk dibandingkan dengan terapi tanpa ″trastuzumab″. Strategi yang paling menjanjikan

dari target HER2 adalah penggunaan kombinasi inhibitor EGRF TK dengan inhibitor

HER2 dimerization. (Bunn, P.A., et al., 2001; Vogel, C.L., et al., 2002; Lanjer, C.J., et al.,

2004)

Page 14: 4 ANTIBODI MONOKLONAL - ashfarkurnia.files.wordpress.com · Ikatan antigen antibodi mengaktivasi sistem respons imun yang akan menetralkan dan mengeliminasinya. Antibodi memiliki

59

Cetuximab

″Cetuximab″ (Erbitux) merupakan antibodi monoklonal chimeric yang bekerja

mengikat EGFR pada bagian ekstraseluler. ″Cetuximab″ memberikan efek samping ruam

acneiform, folikulitis pada wajah dan dada serta dilaporkan juga reaksi hipersensitif.

Response rate (RR) lebih tinggi bila terjadi ruam pada kulit. Penelitian fase II monoterapi

″cetuximab″ pasien KPKBSK rekuren dan metastasis yang dideteksi EGFRnya dan yang

telah diberikan satu atau lebih regimen kemoterapi sebelumnya, didapatkan 2 dari 29

(6,9%) parsial respons (PR) dan 5 pasien (17,2%) penyakitnya stabil. Uji klinis fase II pasien

KPKBSK stage IIIB/IV rekuren atau metastasis didapatkan respons, 3,3% PR (2/60 pasien)

dan 25% penyakitnya stabil (15/60 pasien). Hal ini menunjukkan toleransi ″cetuximab″

sangat baik. (Lynch, T.J., et al., 2004; Theinelt, C.D., et al., 2005)

Efikasi ″cituximab″ ditambah kemoterapi lainnya telah diteliti. Penelitian fase I pada

KPKBSK didapatkan PR 2 dari 19 pasien (10,5%) dengan dosis multipel ″cetuximab″ dan

cisplatin. Uji klinis randomisasi terkontrol kemoterapi naive pasien KPKBSK stadium lanjut

dengan ekspresi EGFR berlebihan didapatkan RR yang tinggi pada regimen ″cetuximab″,

vinorelbine dan cisplatin dibandingkan hanya dengan ″vinorelbine″ dan ″cisplatin″ saja

(31,7% vs 20,0%). Penelitian lain kombinasi ″cetuximab″ dilaporkan bahwa didapatkan RR

yang hampir sama. Kombinasi ″cetuximab″ dengan docetaxel kemoterapi pada KPKBSK

refrakter/resisten didapatkan 28% (13/47) PR dan 17% (8/47) penyakitnya stabil.

″Cetuximab″ yang ditambahkan regimen paclitaxel + carboplatin atau regimen gemcitabine +

carboplatine pada KPKBSK naïve didapatkan masing – masing RR 26% (31 pasien) dan

28,6% (35 pasien). (Lynch, T.J., et al., 2004; Theinelt, C.D., et al., 2005)

Bevacizumab

″Bevacizumab″ (Avastin) merupakan antibodi monoklonal humanized yang bekerja

pada target VEGF, menstimulasi formasi pembuluh darah baru tumor. ″Bevacizumab″

mempunyai efek samping berupa hipertensi sedang dan efek yang jarang terjadi adalah

perforasi intestinal. Beberapa inhibitor angiogenesis telah diteliti pada KPKBSK termasuk

VEGF, VEGFR antibodi dan inhibitor VEGFR TK. Penelitian terbaik inhibitor angiogenesis

adalah ″bevacizumab″ suatu antiVEGF antibodi yang dikombinasikan dengan kemoterapi

dan ″erlotinib″ pada KPKBSK stage lanjut atau rekuren. Uji klinis randomisasi terkontrol 99

pasien KPKBSK stage IIIB/IV atau rekuren, ″bevacizumab″ ditambahkan pada paclitaxel +

carboplatin memberikan respons dan time to progression (TTP) yang baik dibandingkan

dengan paclitaxel + carboplatin saja. Median TTP jauh lebih bermakna pada pasien yang

Page 15: 4 ANTIBODI MONOKLONAL - ashfarkurnia.files.wordpress.com · Ikatan antigen antibodi mengaktivasi sistem respons imun yang akan menetralkan dan mengeliminasinya. Antibodi memiliki

60

mendapatkan regimen ″bevacizumab″ dosis tinggi (15mg/kg) daripada yang mendapatkan

dosis kecil (7,5mg/kg) (7,4 vs 4,2 bulan p=0,023). Tidak ada perbedaan yang bermakna pada

TTP pada grup ″bevacizumab″ dosis rendah dibandingkan paclitaxel + carboplatin saja.

(Johnson, D.S., et al., 2005)

Hasil awal uji klinis fase I/II ″bevacizumab″ dan ″erlotinib″ pada KPKBSK stage

IIB/IV atau rekuren didapatkan PR 8 dari 40 pasien (20%) dan penyakit stabil 26 dari 40

pasien (65%), median survival time 12,6 bulan dan progression free survival 6,2 bulan.

Eastern Cooperative Oncology Group (ECOG) E4599 trial membandingkan regimen

paclitaxel + carboplatin dengan ″bevacizumab″ (PCB) dan tanpa ″bevacizumab″ (PC) pada

KPKBSK stage lanjut. Hal ini merupakan uji klinis fase III pertama yang menunjukkan

keuntungan survival terapi lini pertama kombinasi target biologi dengan kemoterapi,

dilaporkan RR 27% pada PCB dibandingkan 10% pada PC, progression free survival (PFS)

(6,4 vs 4,5 bulan) dan median survival rates (12,5 vs 10,3 bulan) dengan ″bevacizumab″.

″Bevacizumab″ memberikan toleransi yang baik bila dikombinasi dengan regimen paclitaxel

+ carboplatin yang akan mengubah toksisiti regimen kemoterapi. ″Bevacizumab″ mempunyai

efek samping hipertensi, proteinuria dan hemoragik. Kasus hemoragik sangat kecil tetapi

dilaporkan terjadi hemoragik pulmoner yang merupakan sebab hambatan angiogenesis.

Hilangnya neovessel dalam jumlah besar pada sentral tumor menyebabkan perdarahan ke

dalam kaviti tumor yang nekrosis. (Johnson, D.S., et al., 2005)

4.8 REFERENSI

1. Kőhler, G. dan Milstein, C. (1975). Continous cultures of fused cells secreting antibody of

predifined specificity. Nature. 256: 495-7.

2. Waldmann, T.A. (2003). Immunotherapy: past, present and future. Nature Medicine. 9: 269-77.

3. VonMehren, M., Adams, G.P., Weiner, L.M. (2003). Monoclonal antibody therapy for cancer.

Annu Rev Med. 54: 343-69.

4. Adams, G.P., dan Weiner, L.M. (2005). Monoclonal antibody therapy of cancer. Nature

Biotechnology. 23: 1147-57.

5. Jusuf, A., Harryanto, A., Syahruddin, E., Endardjo. S., Mudjiantoro, S., Sutandio, N. (2005).

Kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di

Indonesia. (Jusuf A, Syahruddin E, penyunting). Jakarta: PDPI. 14-5.

6. Alberts, B., Johnson, A., Lewis, J., Raff, M., Robert, K., Walter, P. (2002). Manipulating

proteins, DNA, and RNA. In: Anderson MS, Dilernia B, editors. Molecular biology of the cell.

4th ed.New York: Garland Science. 469-78.

7. Abbas AK, Lichtman AH. Antibodies and antigens. In: Schmitt WR, Krehling H, editors.

(2005). Cellular and molecular immunology. 5th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders. 43-64.

8. Nelson PN, Reynolds GM, Waldron EE, Ward E, Giannopoulos K, Murray PG. (2000).

Page 16: 4 ANTIBODI MONOKLONAL - ashfarkurnia.files.wordpress.com · Ikatan antigen antibodi mengaktivasi sistem respons imun yang akan menetralkan dan mengeliminasinya. Antibodi memiliki

61

Demystified monoclonal antibodies. J Clin Pathol: Mol Pathol. 53: 111-7.

9. Research in focus monoclonal antibodies. Available from:

URL: http://www.mrc.ac.uk/pdf_mon_antibodies.pdf.

10. Monoclonal antibodies. Available from:

URL: http://en.wikipedia.org/wiki/Monoclonal_antibodies.

11. Monoclonal antibodies. Available from:

URL: http://users.rcn.com/BiologyPages/Monoclonal.html.

12. Tuscano JM, Noonan K, Mulrooney T. (2005).Monoclonal antibodies: case studies in novel

therapies. In: Frankel C, editor. A continuing education program for oncology

nurses.Pittsburgh: OES. 5-8.

13. Ward PA, Adams J, Faustman D, Gebhart GF, Geistfeld JG, Imbaratto JW, et al. (1999).

Monoclonal antibody production. In: Grossblatt N, editor. A report of the commitee on methods

of producing monoclonal antibodies institute for laboratory animal research national research

council. Washington DC: National Academy Press. 6-8.

14. Immunotherapy for cancer. Monoclonal antibodies. Available from:

URL: http://www.meds.com/immunotherapy.

15. American Cancer Society. (2005). Cancer facts & figures 2005. Atlanta: ACS.

16. Syahruddin E. (2006). Characteristic of patients in Indonesian association for the study of lung

cancer data. In: Committee PIPKRA, editors. Abstracts of the 4th Scientific Respiratory

Medicine Meeting. Jakarta PIPKRA. 51.

17. Jemal A, Murray T, Ward E, Samuels A, Tiwari RC, Ghafoor A, et al. (2005). Cancer statistic

2005. CA Cancer J Clin. 55: 10-30.

18. Isobe T, Herbst RS, Onn A. (2005). Current management of advanced non small cell lung

cancer: targeted therapy. Semin Oncol. 32: 315-28.

19. Ostoros G, Kovacs G, Szondy K, Dome B. (2005). New therapies for non-small cell lung

cancer. Orv Hetil. 146: 1135-41.

20. Herbst RS. (2002). Targeted therapy in non small cell lung cancer. Oncology (Williston Park).

16: 19-24.

21. Maione P, Rossi A, Airoma G, Ferrara C, Castaldo V. (2004). The role of targeted therapy in

non small cell lung cancer. Crit Rev Oncol Hematol. 51: 29-44.

22. Mishra BK, Parikh PM. (2006). Targeted therapy in oncology. MJAFI. 62: 169-73.

23. Herbst RS, Bunn PA. (2003). Targeting the epidermal growth factor receptor in non small cell

lung cancer. Clin Cancer Res. 9: 5813-24.

24. Herbst RS, Shin DM. (2002). Monoclonal antibodies to target epidermal growth factor receptor

positive tumors: a new paradigm for cancer therapy. Cancer. 94: 1593-611.

25. Ettinger DS. (2006). Clinical implications of EGFR expression in the development and

progression of solid tumors: focus on non small cell lung cancer. The oncologist. 11: 358-73.

26. Segota E, Bukowski RM. (2004). The promise of targeted therapy: cancer drugs become more

specific. Cleveland Clin J Med. 71: 551-60.

27. Heinmőller P, Gross C, Beyser K, Schmidtgen C, Maass G, Pedrocchi M, et al. HER 2 status in

non small cell lung cancer: result from patient screening for enrollment to a phase II study of

herceptin. Clin Cancer Res 2003; 9: 5238-44.

28. Bunn PA, Helfrich B, Soriano AF, Franklin WA, Garcia MV, Hirsch FR, et al. (2001).

Expression of HER 2/neu in human lung cancer cell lines by immunohistochemistry and

fluorescence in situ hybridization and its relationship to in vitro cytotoxicity by trastuzumab

and chemotherapeutic agents. Clin Cancer Res. 7: 3239-50.

29. Vogel CL, Cobleigh MA, Tripathy D, Gutheil JC, Harris LN, Fehrenbacher L, et al. (2002).

Page 17: 4 ANTIBODI MONOKLONAL - ashfarkurnia.files.wordpress.com · Ikatan antigen antibodi mengaktivasi sistem respons imun yang akan menetralkan dan mengeliminasinya. Antibodi memiliki

62

Efficacy and safety of trastuzumab as a single agent in first line treatment of HER 2

overexpressing metastatic breast cancer. J Clin Oncol. 20: 719-26.

30. Gatzemeier U, Groth G, Butts C, Zandwijk NV, Shepherd F, Ardizzoni A, et al. Randomized

phase II trial of gemcitabine-cisplatin with or without trastuzumab in HER 2 positive non small

cell lung cancer. Annals of oncology 2004; 15: 19-27.

31. Lanjer CJ, Stephenson P, Thor A, Vangel M, Johnson DH. (2004). Trastuzumab in the

treatment of advanced non small cell lung cancer: is there a role? focus on eastern cooperative

oncology group study 2598. J Clin Oncol. 22: 1180-7.

32. Swanton C, Futreal A, Eisen T. (2006). Her2 targeted therapies in non small cell lung cancer:

novel agents in the treatment of lung cancer: advances in EGFR targeted agents. Clin Cancer

Res. 12: 4377-83.

33. Lynch TJ, Lilenbaum R, Bonomi P Ansari R, Govindan R, Janne PA, et al. (2004). A phase II

trial of cetuximab as therapy for recurrent non small cell lung cancer (NSCLC). Proc Am Soc

Clin Oncol. 22: abst 7084.

34. Rosell R, Daniel C, Ramlau R, Szczesna A, Constenla M, Mennecier B, et al. (2004).

Randomized phase II study of cetuximab in combination with cisplatin (C) and vinorelbine (V)

vs CV alone in the first line treatment of patients (pts) with epidermal growth factor receptor

(EGFR) expressing advanced non small cell lung cancer (NSCLC). Proc Am Soc Clin Oncol.

22: abstr 7012.

35. Thienelt CD, Bunn PA, Hanna N, Rosenberg A, Needle MN, Long ME, et al. (2005).

Multicenter phase I/II study of cituximab with paclitaxel and carboplatin in untreated patients

with stage IV non small cell lung cancer. J Clin Oncol. 23: 8786-93.

36. Robert F, Blumenschein G, Herbst RS, Fossella FV, Tseng J, Saleh MN. (2005). Phase I/IIa

study of cetuximab with gemcitabine plus carboplatin in patients with chemotherapy naïve

advanced non small cell lung cancer. J Clin Oncol. 23: 9089-96.

37. Sandler AB, Johnson DH, Herbst RS. (2004). Anti vascular endothelial growth factor

monoclonals in non small cell lung cancer. Clin Cancer Res. 10: 4258-62.

38. Johnson DH, Fehrenbacher L, Novotny WF, Herbst RS, Nemunatis JJ, Joblons DM, et al.

(2004). Randomized phase II trial comparing bevacizumab plus carboplatin and paclitaxel with

carboplatin and paclitaxel alone in previously untreated locally advanced or metasatic non small

cell lung cancer. J Clin Oncol. 22: 2184-91.

39. Herbst RS, Johnson DH, Mininberg E, Carbone DP, Henderson T, Kim ES, et al. (2005). Phase

I/II trial evaluating the anti vascular endothelial growth factor monoclonal antibody

bevacizumab in combination with HER1/epidermal growth factor receptor tyrosine kinase

inhibitor erlotinib for patient with recurrent non small cell lung cancer. J Clin Oncol. 23: 2544-

55.

40. Fundamentally transforming the way cancer is treated. Avialable from:

URL: http://www.biooncology.com/bioonc/approach/index.m