3. BAB I - BAB III
Transcript of 3. BAB I - BAB III
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam persaingan global yang semakin berat dan dinamis,
produktivitas mempunyai peranan sangat penting. Oleh karena itu
produktivitas tinggi harus menjadi salah satu target dalam kegiatan
industri manufaktur sekarang ini. Peningkatan daya saing produk
manufaktur memerlukan inovasi teknologi, efisiensi dan produktivitas yang
optimal. Peningkatan daya saing juga menuntut intensitas pekerja
operasional dan waktu kerja yang optimal. Gangguan operasional industri
manufaktur dapat disebabkan karena cara-cara kerja yang buruk akibat
kekurangan keterampilan dan latihan kerja, tidak adanya informasi tentang
bahan-bahan yang berbahaya dan mesin-mesin yang beresiko tinggi akan
menimbulkan kerugian tidak hanya produksi tetapi juga peningkatan
bahaya. Kerugian produksi dan kerugian meteril lainnya akibat dari
terjadinya kecelakaan, kecelakaan kerja tidak akan terjadi jika budaya K3
terus menerus dikembangkan di perusahaan industri. (Suma’mur, 1996).
Budaya K3 ini dapat dikembangkan dari lingkungan kerja yang
aman, nyaman, dan disiplin pekerja yang tinggi. Rasa aman dan
ketentraman akan dapat meningkatkan kegairahan bekerja yang
berdampak langsung terhadap peningkatan mutu kerja, peningkatan
produksi dan produktivitas, sehingga bukan hanya memberi keuntungan
bagi perusahaan tetapi juga bagi bangsa dan negara. (Suma’mur, 1996).
Di antara negara-negara Asia, Indonesia termasuk negara yang
telah memberlakukan undang-undang yang paling komprehensif (lengkap)
tentang sistem manajemen K3 khususnya bagi perusahaan-perusahaan
yang berisiko tinggi. Peraturan tersebut menyebutkan bahwa “Setiap
perusahaan yang mempekerjakan 100 karyawan atau lebih atau yang sifat
proses atau bahan produksinya mengandung bahaya karena dapat
menyebabkan kecelakaan kerja berupa ledakan, kebakaran, pencemaran
dan penyakit akibat kerja diwajibkan menerapkan dan melaksanakan
sistem manajemen K3.” (Permenaker No.05/MEN/1996 pasal 3).
Pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah salah
satu bentuk untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas
dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi atau bebas dari
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat
meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. Kinerja (performen)
merupakan resultan dari tiga komponen yaitu kapasitas kerja, beban kerja
dan lingkungan. Bila ketiga komponen tersebut serasi maka dapat dicapai
suatu derajat peningkatan produktivitas yang optimal. Sebaliknya apabila
terjadi ketidak serasian maka dapat menimbulkan masalah kecelakaan
kerja, kesehatan kerja yang akhirnya akan menurunkan produktivitas
kerja. (Suma’mur, 1996).
Sistem manajemen K3 juga dinyatakan dalam Undang-undang
Tenaga Kerja yang disahkan (UU No. 13/ 2003), yaitu pada pasal 86 dan
pasal 87. Pada pasal 86, undang-undang tersebut menetapkan bahwa
setiap pekerja/ buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan
2
atas keselamatan dan kesehatan kerja, perlindungan atas moral dan
kesusilaan, dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat
manusia serta nilai-nilai agama. Pada pasal 87, undang-undang tersebut
menyebutkan bahwa setiap perusahaan harus menerapkan system
manajemen K3, untuk diintegrasikan dalam sistem manajemen umum
perusahaan.
Penerapan keselamatan dan kesehatan kerja di sektor industri
masih belum menunjukkan hasil yang diharapkan, hal ini terindikasi dari
tingkat kecelakaan kerja yang relatif masih tinggi. Tingginya angka
kecelakaan ini umumnya terjadi pada industri skala menengah dan kecil,
sedangkan pada industri besar dan strategis lainnya pelaksanaan
manajemen keselamatan dan kesehatan kerja umumnya cukup baik dan
angka kecelakaan relatif kecil karena didukung oleh
kemampuansumberdaya manusia dan dana yang tersedia.
Sesuai dengan Pasal 2 Permenaker No.05/MEN/1996, tujuan dan
sasaran penerapan SMK3 adalah menciptakan suatu sistem K3 di tempat
kerja dengan melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja, kondisi dan
lingkungan kerja yang terintegrasi dalam rangka mencegah dan
mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta terciptanya tempat
kerja yang aman, efisien dan produktif.
Agar kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja tidak terjadi, maka
perlu dilakukan berbagai upaya pengendalian yang efektif dan efisien
melalui penerapan program K3 yang berkesinambungan. Namun
pengendalian secara teknis tekhnologi pada sumber bahaya itu sendiri
3
yang paling efektif (Siswanto, 1983). Oleh karena itu sudah menjadi
kewajiban perusahaan melaksanakan dan menerapkan peraturan
perundangan nasional maupun internasional tentang Keselamatan dan
kesehatan kerja guna mencapai keselamatan, kesehatan serta
kesejahteraan bagi tenaga kerja dan masyarakat sekitar.
PT.Pertamina EP UBEP Sangasanga & Tarakan Field Tarakan
merupakan salah satu perusahaan BUMN bergerak dibidang eksplorasi
dan produksi minyak bumi yang beroperasi di Kalimantan Timur.
PT.Pertamina EP Field Tarakan termasuk perusahaan besar dengan
risiko tinggi, memiliki tenaga kerja diatas 100 orang dan harus
menerapkan SMK3.
Perusahaan menyadari pentingnya penerapan Sistem Manajemen
Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lingkungan guna mendukung segi
operasional serta untuk pemenuhan tuntutan yang tinggi dari para
pelanggan akan standar pengelolaan keselamatan kesehatan kerja dan
lingkungan. Oleh karena itu penulis bermaksud melakukan praktek kerja
lapangan/magang di PT.Pertamina EP UBEP Sangasanga & Tarakan
Field Tarakan.
4
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan hal – hal yang telah diuraikan pada latar belakang,
maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana Gambaran Umum PT.Pertamina EP UBEP
Sangasanga & Tarakan Field Tarakan ?
2. Bagaimana Gambaran Penerapan Sistem Manajemen
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3) di PT.Pertamina EP
UBEP Sangasanga & Tarakan Field Tarakan ?
3. Apa saja faktor bahaya dan potensi bahaya di PT.Pertamina EP
UBEP Sangasanga & Tarakan Field Tarakan serta bagaimana
upaya pengendalian yang terdapat di perusahaan ?
C. Tujuan
Tujuan dilaksanakannya magang di PT.Pertamina EP UBEP
Sangasanga & Tarakan Field Tarakan adalah :
1. Untuk mengetahui Gambaran Umum PT.Pertamina EP UBEP
Sangasanga & Tarakan Field Tarakan.
2. Untuk mengetahui Gambaran Penerapan Sistem Manajemen
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3) di PT.Pertamina EP
UBEP Sangasanga & Tarakan Field Tarakan.
3. Untuk mengetahui faktor bahaya dan potensi bahaya di
PT.Pertamina EP UBEP Sangasanga & Tarakan Field Tarakan
serta upaya pengendalian yang terdapat di perusahaan.
.
5
4. Manfaat
Dari pelaksanaan kegiatan magang yang telah dilakukan, dapat
memberi manfaat bagi:
1. Bagi Mahasiswa
a. Dapat menambah wawasan mahasiswa dalam ilmu keselamatan
dan kesehatan kerja.
b. Dapat mengetahui penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja
di perusahaan.
c. Dapat mengetahui faktor dan potensi bahaya serta upaya
pengendalian yang terdapat di perusahaan.
d. Dapat mengetahui aplikasi ilmu keselamatan dan kesehatan
kerja dengan penerapan yang ada di perusahaan.
2. Bagi Perusahaan
Sebagai pembanding dan masukan terhadap upaya penanganan
Kesehatan dan Keselamatan Kerja, sehingga efisiensi dan efektifitas
perusahaan dapat dipertahankan dan ditingkatkan.
3. Bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Mulawarman
a. Mendapatkan informasi mengenai penerapan Sistem Manajemen
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3) di PT.Pertamina EP
Field Tarakan.
6
b. Menambah kepustakaan yang bermanfaat untuk pengembangan
ilmu pengetahuan dan peningkatan proses belajar dan mengajar.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Keselamatan kerja adalah merupakan segala sarana dan upaya
untuk mencegah terjadinya suatu kecelakaan kerja (Silalahi, 1995). Dalam
hal ini keselamatan yang dimaksud bertalian erat dengan mesin, alat kerja
dalam proses landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara
melakukan pekerjaan. Tujuan keselamatan kerja adalah melindungi
keselamatan tenaga kerja didalam melaksanakan tugasnya, melindungi
keselamatan setiap orang yang berada di lokasi tempat kerja dan
melindungi keamanan peralatan serta sumber produksi agar selalu dapat
digunakan secara efisien.
Keselamatan kerja diutamakan dalam bekerja untuk menghindari
terjadinya kecelakaan. Menurut Suma’mur (1989), kecelakaan dapat
diartikan sebagai suatu peristiwa yang tidak diinginkan dan tidak diduga,
yang kejadiannya dapat menyebabkan timbulnya bencana atau kerugian.
Pengertian dari kecelakaan adalah suatu peristiwa yang dapat merusak
suatu rencana yang telah dibuat atau direncanakan sebelumnya.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) secara filosofi adalah suatu
pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik
jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya dan manusia
pada umumnya. Secara disiplin ilmu, Keselamatan dan Kesehatan Kerja
diartikan sebagai “ilmu dan penerapannya secara teknis dan teknologis
8
untuk melakukan pencegahan terhadap munculnya kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja dari setiap pekerjaan yang dilakukan”.
Secara hukum, Keselamatan dan Kesehatan Kerja diartikan
sebagai “Suatu upaya perlindungan agar setiap tenaga kerja dan orang
lain yang memasuki tempat kerja senantiasa dalam keaaan yang sehat
dan selamat serta sumbersumber proses produksi dapat dijalankan
secara aman, efisien dan produktif”.
Ditinjau dari segi ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam
usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat
kerja. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan skala prioritas,
karena dalam pelaksanaannya, selain dilandasi oleh peraturan
perundang-undangan tetapi juga dilandasi oleh ilmu-ilmu tertentu,
terutama ilmu keteknikan dan ilmu kedokteran.
Adapun tujuan dari keselamatan dan kesehatan karja menurut
Suma’mur 1989 antara lain :
a. Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatan dalam melakukan
pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatakan produksi
serta produktivitas nasional.
b. Menjamin keselamatan setiap orang yang berada di tempat kerja.
c. Sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman.
9
B. Faktor Bahaya
Faktor bahaya adalah segala sesuatu yang ada di tempat kerja
yang dapat menimbulkan terjadinya suatu penyakit akibat kerja berupa
Faktor Kimia, Fisik, Biologi dan Fisiologis.
C. Potensi Bahaya
Potensi bahaya adalah suatu keadaan yang memungkinkan atau
berpotensi terhadap terjadinya kecelakaan berupa cedera, penyakit,
kematian, kerusakan atau kemampuan melaksanakan fungsi operasional
yang telah ditetapkan.
D. Identifikasi Faktor dan Potensi Bahaya
Identifikasi faktor dan potensi bahaya merupakan suatu proses
aktivitas yang dilakukan untuk mengenali seluruh situasi atau kejadian
yang berpotensi sebagai penyebab terjadinya kecelakaan dan penyakit
akibat kerja yang mungkin timbul di tempat kerja.
E. Kecelakaan Kerja
Kecelakaan kerja merupakan suatu kejadian atau peristiwa yang
jelas tidak dikehendaki dan sering kali tidak terduga semula yang dapat
menimbulkan kerugian baik waktu, harta benda atau properti maupun
korban jiwa yang terjadi di dalam suatu proses kerja industri atau yang
berkaitan dengan pekerjaan.
10
Berdasarkan selang waktu akibatnya, kecelakaan terbagi menjadi
dua yaitu kecelakaan langsung dan kecelakaan tidak langsung.
Kecelakaan langsung merupakan kecelakaan yang akibatnya langsung
tampak atau terasa. Sedangkan kecelakaan tidak langsung adalah
kecelakaan yang akibatnya baru tampak atau terasa setelah ada selang
waktu dari saat kejadiannya (Suma’mur, 1989).
Berdasarkan dari sisi korbannya, kecelakaan juga terbagi menjadi
dua yaitu kecelakaan dengan korban manusia dan kecelakaan tanpa
korban manusia. Kecelakaan dengan korban manusia juga terbagi lagi
menjadi tiga bagian yaitu kecelakaan diukur berdasarkan besar-kecilnya
kerugian material, kekacauan organisasi kerja, maupun dampak negatif
yang diakibatkannya (Suma’mur, 1989).
Manusia juga merupakan salah satu penyebab kecelakaan kerja
atau tingkah laku tidak aman. Adapun faktor penyebab tingkah laku tidak
aman yaitu faktor kebiasaan, emosi atau psikologi dan kurang terampil.
(Suma’mur, 1989), menyimpulkan bahwa kurang lebih 80 % kecelakaan
kerja disebabkan oleh tingkah laku dan kelalaian manusia yang tidak
aman.
Mesin atau alat produksi juga merupakan penyebab kecelakaan
kerja. Hal ini dapat disebabkan karena bagian-bagian mesin selalu
bergerak dan berputar. Dan pergeseran pada mesin atau alat produksi
dapat menimbulkan suhu yang tinggi sehingga bila kontak bahan yang
mudah terbakar dapat menimbulkan kebakaran. Selain manusia dan
mesin, lingkungan kerja juga dapat mempengaruhi kecelakaan kerja.
11
Hubungan mesin dengan operator atau manusia sangat berpengaruh
sekali karena mesin dapat menimbulkan suatu kecelakaan apabila
seorang operator mengalami keteledoran dalam menjalankan mesin atau
alat produksi.
Sebagaimana telah disinggung, faktor manusia merupakan faktor
utama kecelakaan kerja. Suma’mur ( 1989 ), mengungkapkan bahwa
perubahan manusia setiap waktu menimbulkan atau mengurai kecelakaan
kerja. Akibatnya dan langkah apa yang perlu diambil dalam rangka
pencegahannya. Akibat kecelakaan kerja juga dapat dibagi atas dua
kategori besar yakni kerugian bersifat ekonomis dan kerugian bersifat non
ekonomis. Maksud utama dari analisa adalah untuk memberikan jawaban
mengapa kecelakaan dapat terjadi, sehingga dapat ditentukan bagaimana
agar kecelakaan sejenis tidak terjadi lagi (Suma’mur,1989).
Keselamatan dan kesehatan kerja ( K3 ) sangat dibutuhkan dalam
kegiatan industri, hal-hal yang melatar belakangi yaitu bahwa setiap
aktifitas industri selalu mengandung bahaya dan risiko keselamatan dan
kesehatan kerja, bahaya dan risiko tersebut akan menimbulkan
konsekuensi, apabila K3 tidak dikelola dengan baik, maka akan
menimbulkan kerugian.
Kerugian-kerugian tersebut berupa aset perusahaan dari yang
paling ringan sampai kepada kehancuran, dari sisi pekerja dari cacat /
sakit yang teringan sampai kepada korban jiwa, sedangkan dari segi
lingkungan dari tingkat pencemaran ringan sampai bencana.
12
Tujuan keselamatan dan kesehatan kerja yaitu menciptakan kondisi
kerja yang aman dan sehat sehingga mencegah terjadinya luka-luka,
penyakit, dan kecelakaan yang dapat menimbulkan kerugian baik material
maupun non material, mencegah terjadinya penurunan kesehatan atau
gangguan lainnya (cacat, cidera) pada pekerja yang diakibatkan oleh
potensi bahaya dan risiko yang ada di tempat kerja, serta menciptakan
keserasian antara pekerja dengan pekerjaan maupun lingkungan kerjanya
baik secara fisiologis maupun psikologis untuk meningkatkan kapasitas,
kinerja dan produktivitas kerja. Tujuan akhir dari keselamatan dan
kesehatan kerja yaitu ‘ hidup yang berkualitas ‘ yang berarti sehat fisik,
mental, sosial, spiritual.
Maksud dari ‘ hidup yang berkualitas ‘ yaitu tidak menderita cacat,
tidak menderita sakit, tidak terjadi “kematian prematur”, usia harapan
hidup tinggi, memiliki kapasitas kerja yang tinggi, mampu menikmati masa
pensiun sekurang-kurangnya 10 tahun setelah purna karya.
F. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja disebut
SMK3 adalah bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang
meliputi struktur organisasi perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan,
prosedur proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan
pencapaian , pengkajian dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan
kesehatan kerja dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan
13
dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman
(Permenaker No : PER. 05/MEN/1996).
Secara aspek teknis keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah
ilmu pengetahuan dan penerapan mencegah kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja. Penerapan K3 dijabarkan ke dalam sistem
manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang disebut SMK3
(Soemaryanto, 2002).
Sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor
PER.05/MEN/1996 disebutkan bahwa: kebijakan keselamatan dan
kesehatan kerja (K3) adalah suatu pernyataan tertulis yang dibuat melalui
proses konsultasi antara pengurus dan wakil tenaga kerja yang memuat
keseluruhan tujuan perusahaan, komitmen dan tekad melaksanakan K3,
kerangka dan program kerja perusahaan yang bersifat umum dan
operasional. Kebijakan ini ditanda tangani oleh pengusaha dan atau
pengurus. Untuk pembuktian penerapan SMK3 perusahaan dapat
melakukan audit melalui badan audit yang ditunjuk menteri (Pasal 5 ayat 1
PER.05/MEN/1996).
Pedoman Penerapan SMK3 (Lampiran 1 Permenaker
No.05/MEN/1996) meliputi:
a. Pembangunan dan pemeliharaan komitmen
Pengurus harus menunjukkan kepemimpinan dan komitmen
terhadap K3 dengan menyediakan sumberdaya yang memadai.
Pengusaha dan pengurus perusahaan harus menunjukkan komitmen
terhadap K3 yang diwujudkan dalam:
14
1. Menempatkan organisasi K3 pada posisi yang dapat menentukan
keputusan perusahaan,
2. Menyediakan anggaran, tenaga kerja yang berkualitas dan sarana
sarana lain yang diperlukan di bidang K3,
3. Menetapkan personil yang mempunyai tanggung jawab, wewenang
dan kewajiban yang jelas dalam penanganan K3,
4. Perencanaan K3 yang terkoordinasi,
5. Melakukan penilaian kinerja dan tindak lanjut pelaksanaan K3.
Beberapa hal tentang pembangunan dan pemeliharaan komitmen
antara lain:
1. Adanya kebijakan K3 yang tertulis, bertanggal dan secara jelas
menyatakan tujuan-tujuan K3 dan komitmen perusahaan dalam
memperbaiki kinerja K3,
2. Kebijakan yang ditanda tangani oleh pengusaha dan atau
pengurus,
3. Kebijakan disusun oleh pengusaha dan atau pengurus setelah
melalui proses konsultasi dengan wakil tenaga kerja,
4. Perusahaan mengkomunikasikan kebijakan K3 kepada seluruh
tenaga kerja, tamu, kontraktor, pelanggan dan pemasok dengan
tata cara yang tepat,
5. Apabila diperlukan, kebijakan khusus dibuat untuk masalah K3
yang bersifat khusus,
15
6. Kebijakan K3 dan kebijakan khusus lainnya ditinjau ulang secara
berkala untuk menjamin bahwa kebijakan tersebut mencerminkan
dengan perubahan yang terjadi dalam peraturan perundangan.
b. Strategi pendokumentasian
Pendokumentasian merupakan unsur utama dari setiap system
manajemen dan harus dapat dibuat sesuai dengan kebutuhan
perusahaan. Proses dan prosedur kegiatan perusahaan harus ditentukan
dan didokumentasikan serta diperbaharui apabila diperlukan. Perusahaan
harus dengan jelas menentukan jenis dokumen dan pengendaliannya
yang efektif. Pendokumentasian SMK3 didukung kesadaran tenaga kerja
dalam rangka mencapai tujuan K3 dan evaluasi terhadap sistem kinerja
K3. Bobot dan mutu pendokumentasian ditentukan oleh kompleksitas
kegiatan perusahaan.
Apabila unsur SMK3 terintegrasi dengan sistem manajemen
perusahaan secara menyeluruh, maka pendokumentasian SMK3 harus
diintegrasikan dalam keseluruhan dokumen yang ada. Perusahaan harus
mengatur dan memelihara kumpulan ringkasan pendokumentasian untuk:
1. Menyatukan secara sistematis kebijakan tujuan dan sasaran K3,
2. Menguraikan sarana pencapaian tujuan dan sasaran K3,
3. Mendokumentasikan peranan, tanggung jawab dan prosedur,
4. Memberikan arahan mengenai dokumen yang terkait dan
menguraikan unsur-unsur lain dari sistem manajemen perusahaan,
16
5. Menunjukkan bahwa unsur-unsur SMK3 yang sesuai untuk
perusahaan telah diterapkan.
Perencanaan dan rencana strategi K3 meliputi:
1. Petugas yang berkompoten telah mengidentifikasi dan menilai potensi
bahaya dan risiko K3 yang berkaitan dengan operasi,
2. Perencanaan strategi K3 perusahaan telah ditetapkan dan diterapkan
untuk mengendalikan potensi bahaya dan resiko K3 yang telah
terindentifikasi yang berhubungan dengan operasi,
3. Rencana khusus yang berkaitan dengan produk, proses proyek atau
tempat kerja tertentu telah dibuat,
4. Rencana didasarkan pada potensi bahaya dan insiden, serta catatan
K3 sebelumnya,
5. Rencana tersebut menetapkan tujuan K3 perusahaan yang dapat
diukur, menetapkan prioritas dan menyediakan sumber daya.
c. Peninjauan ulang disain dan kontrak
Peninjauan ulang disain dan kontrak meliputi:
1. Prosedur yang terdokumentasi mempertimbangkan identifikasi bahaya
dan penilaian risiko yang dilakukan pada tahap melakukan
perancangan atau perancangan ulang,
2. Prosedur dan instruksi kerja untuk penggunaan produk,
pengoperasian sarana produksi dan proses yang aman disusun
selama tahap perancangan,
17
3. Petugas yang kompoten telah ditentukan untuk melakukan verifikasi
bahwa perancangan memenuhi persyaratan K3 yang ditetapkan,
4. Semua perubahan dan modifikasi perancangan yang mempunyai
implikasi terhadap K3 diidentifikasikan, didokumentasikan, ditinjau
ulang dan disetujui oleh petugas yang berwenang sebelum
pelaksanaan,
5. Prosedur yang terdokumentasi harus mampu mengidentifikasi dan
menilai potensi bahaya K3 tenaga kerja, lingkungan dan masyarakat,
di mana prosedur tersebut digunakan pada saat memasok barang dan
jasa dalam suatu kontrak,
6. Identifikasi bahaya dan penilaian risiko dilakukan pada tahap tinjauan
ulang kontrak oleh personil yang berkompoten,
7. Kontrak-kontrak ditinjau ulang untuk menjamin bahwa pemasok dapat
memenuhi persyaratan K3 bagi pelanggan,
8. Catatan tinjauan ulang kontrak dipelihara dan didokumentasikan.
d. Pengendalian dokumen
Perusahaan harus menjamin bahwa:
1. Dokumen dapat diidentifikasi sesuai dengan uraian tugas dan
tanggung jawab di perusahaan,
2. Dokumen ditinjau ulang secara berkala dan, jika diperlukan dapat
direvisi,
3. Dokumen sebelum diterbitkan harus lebih dahulu disetujui oleh
personil yang berwenang,
18
4. Dokumen versi terbaru harus tersedia di tempat kerja yang dianggap
perlu,
5. Semua dokumen yang telah usang harus segera disingkirkan,
6. Dokumen mudah ditemukan, bermanfaat dan mudah dipahami.
e. Pembelian
Spesifikasi pembelian barang dan jasa meliputi:
1. Terdapat prosedur yang terdokumentasi yang dapat menjamin
spesifikasi teknik dan informasi lain yang relevan dengan K3 telah
diperiksa sebelum keputusan untuk membeli,
2. Spesifikasi pembelian untuk setiap sarana produksi, zat kimia atau
jasa harus dilengkapi spesifikasi yang sesuai dengan persyaratan K3
dicantumkan dalam spesifikasi yang sesuai dengan persyaratan
peraturan perundangan dan standar K3 yang berlaku,
3. Konsultasi dengan tenaga kerja yang potensial berpengaruh pada
saat keputusan pembelian dilakukan apabila persyaratan K3
dicantumkan dalam spesifikasi pembelian
4. Kebutuhan pelatihan, pasokan alat pelindung diri dan perubahan
terhadap prosedur kerja perlu dipertimbangkan sebelum pembelian,
serta ditinjau ulang sebelum pembelian dan pemakaian sarana
produksi dan bahan kimia,
5. Barang dan jasa yang telah dibeli diperiksa kesesuaiannya dengan
spesifikasi pembelian,
19
6. Barang dan jasa yang dipasok pelanggan, sebelum digunakan terlebih
dahulu diidentifikasi potensi bahaya dan dinilai resikonya,
7. Produksi yang disediakan oleh pelanggan dapat diidentifikasikan
dengan jelas.
f. Keamanan bekerja berdasarkan SMK3
Keamanan bekerja berdasarkan SMK3:
1. Petugas yang berkompoten telah mengidentifikasikan bahaya yang
potensial dan telah menilai risiko-risiko yang timbul dari suatu proses
kerja,
2. Apabila upaya pengendalian risiko diperlukan maka upaya tersebut
ditetapkan melalui tingkat pengendalian,
3. Terdapat prosedur kerja yang didokumentasikan dan jika diperlukan
diterapkan suatu sistem izin kerja untuk tugas-tugas kerja yang
beresiko tinggi,
4. Prosedur atau petunjuk kerja untuk mengelola secara aman seluruh
risiko yang teridentifikasi didokumentasikan,
5. Kepatuhan dengan peraturan, standar, ketentuan pelaksanaan
diperhatikan pada saat mengembangkan atau melakukan modifikasi
prosedur atau petunjuk kerja,
6. Prosedur kerja dan instruksi kerja dibuat oleh petugas yang
berkompeten dengan masukan dari tenaga kerja yang dipersyaratkan
untuk melakukan tugas dan prosedur disahkan oleh pejabat yang
ditunjuk,
20
7. Alat pelindung diri disediakan bila diperlukan dan digunakan secara
benar serta dipelihara selalu dalam kondisi layak dipakai,
8. Alat pelindung diri yang digunakan dipastikan telah dinyatakan layak
pakai sesuai dengan standar dan atau peraturan perundangan yang
berlaku,
9. Upaya pengendalian risiko ditinjau ulang apabila terjadi perubahan
pada proses kerja,
10. Dilakukan pengawasan untuk menjamin bahwa setiap pekerjaan
dilaksanakan dengan aman dan mengikuti prosedur dan petunjuk
kerja yang telah ditentukan,
11. Setiap orang diawasi sesuai dengan tingkat kemampuan mereka dan
tingkat risiko tugas,
12. Pengawas ikut serta dalam identifikasi bahaya dan membuat
pengendalian,
13. Pengawas diikutsertakan dalam pelaporan dan penyelidikan penyakit
akibat kerja dan kecelakaan, dan wajib menyerahkan laporan dan
saran-saran kepada pengurus,
14. Pengawas ikut serta dalam proses konsultasi,Persyaratan tugas
tertentu, termasuk persyaratan kesehatan diidentifikasi dan dipakai
untuk menyeleksi dan penempatan tenaga kerja,
15. Penugasan pekerjaan harus didasarkan pada kemampuan dan tingkat
keterampilan yang dimiliki oleh masing-masing tenaga kerja,
16. Perusahaan melakukan penilaian lingkungan kerja untuk mengetahui
daerah-daerah yang memerlukan pembatasan izin masuk,
21
17. Terdapat pengendalian atas tempat-tempat dengan pembatasan izin
masuk,
18. Fasilitas-fasilitas dan layanan yang tersedia di tempat kerja sesuai
dengan standar dan pedoman teknis,
19. Rambu-rambu mengenai keselamatan dan tanda pintu darurat harus
dipasang sesuai dengan standar dan pedoman teknis,
20. Penjadwalan pemeriksaan dan pemeriksaan sarana produksi serta
peralatan mencakup verifikasi alat-alat pengaman dan persyaratan
yang ditetapkan oleh peraturan perundangan standar dan pedoman
teknis.
g. Standar pemantauan
Standar pemantauan meliputi:
1. Inspeksi tempat kerja dan cara kerja yang dilaksanakan secara
teratur,
2. Inspeksi dilakukan bersama oleh wakil pengurus dan wakil tenaga
kerja yang telah memperoleh pelatihan mengenai identifikasi potensi
bahaya,
3. Inspeksi mencari masukan dari petugas yang melakukan tugas di
tempat yang diperiksa,
4. Daftar periksa chek list tempat kerja telah disusun untuk digunakan
pada saat inspeksi,
5. Laporan inspeksi diajukan kepada pengurus dan P2K3 sesuai dengan
kebutuhan,
22
6. Tindakan korektif dipantau untuk menentukan efektifitasnya,
7. Pemantauan lingkungan tempat kerja dilaksanakan secara teratur dan
hasilnya yang dicatat dipelihara,
8. Pemantauan lingkungan kerja meliputi faktor fisik, kimia, biologis,
radiasi dan psikologis,
9. Terdapat sistem yang terdokumentasi mengenai identifikasi, kalibrasi,
pemeliharaan, penyimpanan untuk alat pemeriksaan, ukur dan uji
mengenai kesehatan dan keselamatan,
10. Alat dipelihara dan dikalibrasi oleh petugas yang berkompeten,
11. Sesuai dengan peraturan perundangan, kesehatan tenaga kerja yang
bekerja pada tempat kerja yang mengandung bahaya harus dipantau,
12. Perusahaan telah mengidentifikasi keadaan di mana pemeriksaan
kesehatan perlu dilakukan dan telah melaksanakan sistem untuk
membantu pemeriksaan ini,
13. Pemeriksaan kesehatan dilakukan oleh dokter pemeriksa yang
ditunjuk sesuai peraturan perundangan,
14. Perusahaan menyediakan pelayanan kesehatan kerja sesuai
peraturan perundangan,
15. Catatan mengenai pemantauan kesehatan dibuat sesuai dengan
peraturan perundangan
23
h. Pelaporan dan perbaikan kekurangan
Pelaporan dan perbaikan kekurangan meliputi:
1. Terdapat prosedur proses pelaporan sumber bahaya dan personil
perlu diberitahu mengenai proses pelaporan sumber bahaya terhadap
K3,
2. Terdapat prosedur terdokumentasi yang menjamin bahwa semua
kecelakaan dan penyakit akibat kerja dilaporkan sebagaimana
ditetapkan oleh peraturan perundangan,
3. Kecelakaan dan penyakit akibat kerja dilaporkan sebagaimana
ditetapkan oleh peraturan perundangan,
4. Perusahaan mempunyai prosedur penyelidikan kecelakaan dan
penyakit akibat kerja yang dilaporkan,
5. Penyelidikan dan pencegahan kecelakaan kerja dilakukan oleh
petugas atau ahli K3 yang telah dilatih,
6. Laporan penyelidikan berisi saran-saran dan jadwal waktu
pelaksanaan usaha perbaikan,
7. Tanggung jawab diberikan kepada petugas yang ditunjuk untuk
melaksanakan tindakan perbaikan sehubungan dengan laporan
penyelidikan,
8. Tindakan perbaikan didiskusikan dengan tenaga kerja di tempat
terjadinya kecelakaan,
9. Tenaga kerja diberi informasi mengenai prosedur penanganan
masalah K3 dan menerima informasi kemajuan penyelesaiannya.
24
i. Pengelolaan material dan pemindahannya
Pengelolaan material dan pemindahannya meliputi:
1. Terdapat prosedur untuk mengidentifikasi potensi bahaya dan menilai
risiko yang berhubungan dengan penanganan secara manual dan
mekanis,
2. Identifikasi dan penilaian dilaksanakan oleh petugas yang
berkompeten,
3. Perusahaan menerapkan dan meninjau ulang cara pengendalian
risiko yang berhubungan dengan penanganan secara manual atau
mekanis,
4. Prosedur untuk penanganan bahan meliputi metode pencegahan
terhadap kerusakan, tumpahan dan kebocoran,
5. Terdapat prosedur untuk menjamin bahwa bahan disimpan dan
dipindahkan dengan cara yang aman sesuai dengan peraturan
perundangan yang berlaku,
6. Terdapat prosedur yang menjelaskan persyaratan pengendalian
bahan yang dapat rusak dan kadaluarsa,
7. Terdapat prosedur menjamin bahwa bahan dibuang dengan cara yang
aman sesuai dengan peraturan perundangan,
8. Perusahaan telah mendokumentasikan prosedur mengenai
penyimpanan, penanganan dan pemindahan bahan-bahan berbahaya
yang sesuai dengan persyaratan peraturan perundangan, standar dan
pedoman teknis,
25
9. Lembar data keselamatan bahan yang komprehensif untuk bahan-
bahan berbahaya harus mudah didapat,
10. Terdapat sistem untuk mengidentifikasi dan pemberian bahan-bahan
berbahaya,
11. Rambu peringatan bahaya dipampang sesuai dengan persyaratan
peraturan perundangan dan standar yang berlaku,
12. Terdapat prosedur yang didokumentasikan mengenai penanganan
secara aman bahan-bahan berbahaya,
13. Petugas yang menangani bahan-bahan berbahaya diberi pelatihan
mengenai cara penanganan yang aman,
14. Identifikasi dan penilaian dilaksanakan oleh petugas yang
berkompeten.
j. Pengumpulan dan penggunaan data
Pengumpulan dan penggunaan data meliputi:
1. Perusahaan mempunyai prosedur untuk mengidentifikasi,
mengumpulkan, mengarsipkan, memelihara dan menyimpan catatan
K3,
2. Undang-undang, peraturan, standar dan pedoman teknis yang relevan
dipelihara pada tempat mudah didapat,
3. Terdapat prosedur yang menentukan persyaratan untuk menjaga
kerahasiaan catatan,
4. Catatan mengenai peninjauan ulang dan pemeriksaan dipelihara,
26
5. Catatan kompensasi kecelakaan kerja dan rehabilitasi kesehatan
dipelihara,
6. Data K3 yang terbaru dikumpulkan dan dianalisa,
7. Laporan rutin kinerja K3 dibuat dan disebarluaskan di dalam
perusahaan.
k. Audit SMK3
Audit SMK3 meliputi:
1. Audit SMK3 yang terjadwal dilaksanakan untuk memeriksa
kesesuaian kegiatan perencanaan dan untuk menentukan apakah
kegiatan tersebut efektif,
2. Audit internal SMK3 dilakukan oleh petugas yang berkompeten dan
independen di perusahaan
3. Laporan audit didistribusikan kepada manajemen dan petugas lain
yang berkepentingan,
4. Kekurangan yang ditemukan pada saat audit diprioritaskan dan
dipantau untuk menjamin dilakukannya tindakan perbaikan.
l. Pengembangan keterampilan dan kemanusiaan
Pengembangan keterampilan dan kemanusiaan meliputi:
1. Analisis kebutuhan pelatihan yang mencakup persyaratan K3 telah
dilaksanakan,
2. Rencana pelatihan K3 telah disusun bagi semua tingkatan dalam
perusahaan,
27
3. Pelatihan harus mempertimbangkan perbedaan tingkat kemajuan dan
latar belakang pendidikan,
4. Pelatihan dilakukan oleh orang atau badan yang mempunyai
kemampuan dan pengalaman yang memadai serta diakreditasi
menurut peraturan perundangan yang berlaku,
5. Terdapat fasilitas dan sumber daya memadai untuk pelaksanaan
pelatihan yang efektif,
6. Perusahaan mendokumentasikan dan menyimpan catatan seluruh
pelatihan,
7. Evaluasi dilakukan pada setiap sesi pelatihan untuk menjamin
peningkatan secara berkelanjutan,
8. Program pelatihan ditinjau ulang secara teratur untuk menjamin agar
tetap relevan dan efektif,
9. Anggota manajemen eksekutif dan pengurus berperan serta dalam
pelatihan yang mencakup penjelasan tentang kewajiban hukum dan
prinsip-prinsip serta pelaksanaan K3,
10. Manajer dan supervisor menerima pelatihan yang sesuai dengan
peran dan tanggung jawab mereka,
11. Pelatihan diberikan kepada semua tenaga kerja termasuk tenaga
kerja baru dan yang dipindahkan agar mereka dapat melaksanakan
tugasnya secara aman,
12. Pelatihan diselenggarakan kepada tenaga kerja termasuk tenaga
kerja baru dan yang dipindahkan agar mereka dapat melaksanakan
tugasnya secara aman,
28
13. Apabila diperlukan diberikan pelatihan penyegaran kepada semua
tenaga kerja,
14. Perusahaan mempunyai program pengenalan untuk semua tenaga
kerja dengan memasukkan materi kebijakan dan prosedur K3,
15. Terdapat prosedur yang menetapkan persyaratan untuk memberikan
teklimat kepada pengunjung dan mitra kerja guna menjamin
keselamatan dan kesehatan,
16. Perusahaan mempunyai sistem untuk menjamin kepatuhan terhadap
peraturan perundangan untuk melaksanakan tugas khusus,
melaksanakan pekerjaan atau mengoperasikan peralatan.
Manfaat penerapan sistem manajemen keselamatan dan
kesehatan kerja bagi perusahaan menurut Tarwaka (2008) adalah :
a. Pihak manajemen dapat mengetahui kelemahan-kelemahan unsur
system operasional sebelum timbul gangguan operasional, kecelakaan,
insiden dan kerugian-kerugian lainnya.
b. Dapat diketahui gambaran secara jelas dan lengkap tentang kinerja K3
di perusahaan.
c. Dapat meningkatkan pemenuhan terhadap peraturan perundangan
bidang K3.
d. Dapat meningkatkan pegetahuan, ketrampilan dan kesadaran tentang
K3, khususnya bagi karyawan yang terlibat dalam pelaksanaan audit.
e. Dapat meningkatkan produktivitas kerja.
29
Konsep Dasar Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (SMK3) mencakup ketentuan pola tahapan “Plan-Do-Check-Action”
sebagai berikut :
a. Penetapan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dan menjamin
komitmen terhadap penerapan SMK3.
b. Merencanakan pemenuhan kebijakan, tujuan dan sasaran penerapan
SMK3.
c. Menerapkan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja secara efektif
dengan mengembangkan kemampuan dan mekanisme pendukung
yang diperlukan untuk mencapai kebijakan, tujuan dan sasaran.
d. Mengukur dan memantau dan mengevaluasi kinerja keselamatan dan
kesehatan kerja serta melakukan tindakan pencegahan dan perbaikan.
e. Meninjau secara teratur dan meningkatkan pelaksanaan SMK3 secara
berkesinambungan dengan tujuan meningkatkan kinerja keselamatan
dan kesehatan kerja.
Dengan demikian sektor industri dapat memiliki dua dimensi yang
sesuai dengan kemampuan dan Policy Management nya dalam
penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)
yaitu :
a. Innovative Management dengan melakukan inovasi manajemen melalui
“Unsafe Condition Minimalizers” yang artinya adalah bagaimana kita
dituntut untuk memperkecil atau mengurangi insiden yang diakibatkan
30
oleh kondisi tempat kerja seperti, organisasi, peralatan kerja (mesin-
mesin), lingkungan kerja dan sistem kerja.
b. Traditional System dalam penyelamatan pekerjaan melalui “Unsafe Act
Minimalizers” yang artinya adalah bagaimana kita dituntut untuk
memperkecil atau mengurangi tingkah laku orang yang tidak aman.
31
BAB III
METODE KEGIATAN MAGANG
A. Tempat
Program magang akan dilaksanakan di PT.Pertamina EP UBEP
Sangasanga & Tarakan Field Tarakan, Health Safety and Environment
Department (HSE Departement), Kecamatan Tarakan Tengah Kota
Tarakan.
B. Waktu
Waktu pelaksanaan program magang akan dilaksanakan selama 1
bulan, tepatnya mulai tanggal 2 Maret 2011 – 2 April 2011. Masuk setiap
hari Senin – Jum’at jam 07.00 – 16.00 WITA.
C. Jadwal Kegiatan dan Pelaksanaan
Tabel 1. Jadwal Kegiatan Magang
Dalam pelaksanaan magang, mahasiswa mengikuti program-
program keselamatan, kesehatan kerja dan lindungan lingkungan HSE
Departement, disamping itu mahasiswa mencari atau mengumpulkan
32
No KegiatanWaktu
MingguI
Minggu II
Minggu III
Minggu IV
1. Pengenalan lingkungan2. Identifikasi masalah3. Pengumpulan data4. Penyusunan data
data-data melalui kegiatan observasi dan wawancara. Adapun kegiatan
yang diikuti menurut program kerja HSE Departement adalah :
1. Mengikuti Safety Induction yang dilaksanakan oleh HSE
Departement PT.Pertamina EP Field Tarakan.
2. Mengikuti Safety Meeting bulanan yang diadakan oleh
Departement HSE, Humas Keuangan dan Medical, Logistik,
Produksi.
3. Mengikuti inspeksi berkala area SP-1, SP-2, SP-4, SP-Juata dan
inspeksi kendaraan.
4. Mengikuti inspeksi dan pemasangan APAR di Area Mengatal.
5. Mengikuti pemeriksaan berkala pada Fire Pump di Area Tangki
Lingkas.
6. Mengikuti training safety yang diadakan oleh PT.Pertamina EP
Field Tarakan
7. Mengikuti program Lindungan Lingkungan HSE Departement.
8. Membantu kegiatan HSE Departement.
Uraian jadwal kegiatan dapat dilihat pada Lampiran 1.
33
BAB IV
HASIL KEGIATAN
A. Gambaran Umum PT.Pertamina EP Field Tarakan
PT.Pertamina EP UBEP Sangasanga & Tarakan Field Tarakan
merupakan salah satu perusahaan BUMN bergerak dibidang eksplorasi
dan produksi minyak bumi yang beroperasi di Kalimantan Timur. Terhitung
mulai tanggal 15 Oktober 2008, PT.Medco E&P Kalimantan (sesuai
dengan SK Kehakiman No. C-09341 HT.01.04 TH 2004) melakukan Re-
Branding menjadi PT. Pertamina EP UBEP Sangasanga & Tarakan Field
Tarakan. Re-Branding ini dilakukan atas permintaan pihak manajemen
PT.Medco Energi Internasional Tbk untuk mendukung pertumbuhan bisnis
di bidang energi dan agar lebih memperkuat nama Medco Energi secara
komersial serta meningkatkan kebersamaan antara unit-unit usaha di
bidang energi.
Sebelum dikelola oleh PT.Pertamina UBEP Sangasanga &
Tarakan, blok Migas Sangasanga & Tarakan dikelola oleh NIIHM
(Nederlandsch-Indische Industrie en Handel Maatschappij) tahun 1897 –
1905, BPM (Batavia Petroleum Maatschappij) tahun 1905 – 1942, Japan
tahun 1942 - 1945, kemudian diambil alih oleh
BPM/SHELL/PERMINA/PERTAMINA tahun 1945 – 1972, TIPCO – Tesoro
tahun 1972 – 1992, PTMN – MEDCO E&P 1992 – 2008, dan akhirnya
dikelola kembali oleh PERTAMINA-EP sejak 15 Oktober 2008 hingga 17
September 2035.
34
1. Visi dan Misi
Visi - Menjadi UBEP yang terbaik dalam mengelola “MIGAS” di
Pertamina EP
Misi - Menjadi Unit Bisnis Hulu Migas yang Inovative, Techno
Ekonomis, Ramah Lingkungan, Sehat, Aman dan Memberikan Nilai
Tambah Bagi Stake Holder.
2. Tata Nilai
1. Sincere (jujur dan bersih), Strong (mandiri dan kompeten),
Sensible (peduli dan berwawasan) - TRIPLE “S”
2. Taat pada perundang-undangan yang berlaku
3. Penerapan Etika Kerja dan Bisnis
4. Bersinergy
3. Jumlah Tenaga Kerja Field Tarakan
Berikut adalah jumlah tenaga kerja yang ada di PT.Pertamina EP
Filed Tarakan.
Gambar 1. Jumlah Tenaga Kerja
35
4. Hasil dan Proses Produksi
PT.Pertamina EP UBEP Sangasanga & Tarakan Field Tarakan
merupakan salah satu perusahaan swasta nasional bergerak di bidang
eksplorasi minyak. Hasil produksi minyak Field Tarakan per 28 Maret
2011 sebesar 925 BOPD.
Fasilitas Produksi yang dimiliki PT.Pertamina EP Field Tarakan
yaitu SP-1, SP-2, SP-4, SP JUATA, SPU, PPP Terminal Lingkas, PTL,
Water Injection Plant, 4 Unit Rig yaitu Rig 4, Rig 18, dan Rig Duta 05, MH-
262. PT.Pertamina EP Field Tarakan memiliki 4 Wilayah Operasi yaitu
Area Pamusian, Juata, Sesanip dan Mengatal.
Tabel 2. Status Sumur PT.Pertamina EP Field Tarakan
AREA
SUMUR PRODUKSIJUMLAH
SUMUR
PRODUKSI
SUMUR
INJEKSI
SUMUR
SUSPENDEDTOTALSEMBUR
ALAM
ARTIFICIAL LIFT
PUMPING UNITESP
KONVENSIONAL HPU
Pamusian 1 28 10 16 55 15 1148 1273
Juata 12 2 14 82 110
Sesanip 3 3 41 47
Mengatal 1 1 7 9
Jumlah Sumur Lapangan Tarakan 73 15 1278 1439
36
Adapun proses aliran pengolahan minyak PT.Pertamina EP Field
Tarakan yaitu sebagai berikut :
Gambar 2. Aliran Proses Pengolahan Minyak Field Tarakan
Minyak diproduksi dari tiap-tiap sumur, kemudian minyak yang
dihasilkan dialirkan ke stasiun pengumpul baik SP-1, SP-2, SP-4, SP-
Juata, kemudian melalui proses di Stasiun Pengumpul diberikan injeksi
chemical untuk memisahkan kandungan air dan minyak, dan dipompakan
ke Stasiun Pengumpul Utama (SPU). Minyak tersebut kemudian diolah di
SPU dan jika telah sesuai dengan standar BS&W max 0,5 % maka minyak
37
tersebut lansung dipompakan ke terminal lingkas untuk dikirim ke RU V
Balikpapan melalui tangker untuk diolah menjadi bahan bakar siap pakai.
Sisa drainase air yang ada dipompakan kembali ke F11 untuk proses
water injeksi.
5. Struktur Organisasi PT.Pertamina EP Field Tarakan
Untuk mengelola bidang usahanya, PT.Pertamina EP Field
Tarakan memiliki departement yang memiliki fungsi dan kewenangan
yang berbeda untuk mencapai visi perusahaan yang telah ditetapkan.
Field Manager merupakan pimpinan tertinggi di Field Tarakan yang
memiliki department-departement sebagai berikut :
1. Asisten Manajer Operasi Area
2. Asman Teknik dan PF
3. Asman Produksi
4. Asman Layanan Operasi
5. Kepala HSE
Gambar 3. Struktur Organisasi PT.Pertamina EP Field Tarakan
38
Friska Lauren
Departement HSE memiliki fungsi sebagai berikut :
1. Mengkoordinir, merencanakan, mengatur, mengawasi dan
mengevaluasi pelaksanaan dari kegiatan:
- Keselamatan dan kesehatan kerja
- Lindungan Lingkungan
- Inspeksi
- Pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran .
- Anggaran operasi dan kapital
Di lingkungan PT. Pertamina EP UBEP Sangasanga & Tarakan
Lapangan Tarakan sehingga pelaksanaan program pencegahan
kerugian dapat berjalan dengan baik.
2. Menyelaraskan cara pandang untuk berperan mendukung
terciptanya kesehatan kerja, keselamatan kerja dan lindungan
lingkungan menjadi bagian terpadu dari bisnis perusahaan.
3. Menjembatani kerjasama antar fungsi yaitu produksi, operasi,
engineering, logistik, administrasi dan keuangan untuk mencapai
hasil produksi yang optimal tanpa terjadi kerugian perusahaan
akibat kesalahan dari manajemen lingkungan, keselamatan dan
kesehatan kerja.
39
Gambar 4. Struktur Organisasi Department HSE Field Tarakan
Departement HSE dipimpin oleh Kepala HSE dan memiliki 6
orang anggota yang terdiri dari pekerja dan pekarya. Tiap anggota
memiliki tugas masing-masing guna mendukung kelancaran operasi serta
mencegah kerugian & penurunan citra positif perusahaan akibat
kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja, kebakaran dan pencemaran
lingkungan.
Adapun sarana pokok yang dimiliki departement HSE guna
mendukung aktivitas/program kerja yaitu 1 buah Fire Truk, 2 buah Fire
Jeep, 5 buah portable pump, 2 buah breathing apparatus, 3 buah
Explosive meter, 2 buah Gas Detector, 1 buah Sound Level Meter., 4
buah Oil boom, 300 Fire Extinguisher / APAR, 1 buah perahu karet
dilengkapi engine, Skimer Pump, Perahu Karet, Ultrasonic
Thicknessmeter, Ultrasonic flow Detector, Magnetic Particles Inspection &
AC/DC Yoke, Digital Hardness tester, Brinell Hardness tester, Welding
40
Gauge, Pit Dept Gauge, Walking Distance Measurement, Radiography
Viewer, Pressure Hand Pump, Profile Thread gauge, Caliper, Pipe locator,
Potensiometer, Hidro test pump, Handy grinding machine, High speed
brushing machine, Kamera,dll.
B. Sistem Manajemen HSE (SMHSE) PT.Pertamina EP Field
Tarakan
Adalah Sistem Manajemen Keselamatan, Kesehatan Kerja dan
Lingkungan yang diterapkan dan dikembangkan di daerah operasi
Pertamina EP UBEP Sangasanga dan Tarakan Field Tarakan untuk
peningkatan kegiatan operasi dan pengelolaan kesehatan, keselamatan
kerja dan lingkungan secara menyeluruh dan terpadu berdasarkan
Standar OHSAS 18001:2007 dan ISO 14001:2004.
Prinsip dasar dari penerapan Sistem Manajemen HSE adalah
peningkatan mutu secara berkelanjutan atau “Continual Improvement”
sesuai persyaratan umum yang ditetapkan dalam klausul OHSAS
18001:2007 serta ISO 14001:2004, Mencakup 5 elemen pokok,
yaitu :
1. Kebijakan HSE
Manajemen UBEP Sangasanga & Tarakan bertekad untuk
mengelola bisnis perusahaan, dalam mencapai Visi dan Misi Perusahaan
dangan mengedepankan aspek HSE dengan :
41
1.1. Manajemen Selalu berpartisipasi aktif dan terbuka dalam
pelaksanaan dan pencapaian program HSE dalam bentuk aktifitas
keteladanan manajemen mencakup penetapan kebijakan, sasaran
& tujuan, tugas & tanggung jawab serta mewadahi,
menkoordinasikan, menyelenggarakan orientasi dan pelatihan
program pencegahan kerugian untuk perbaikan yang
berkesinambungan.
1.2. Mengimplementasikan teknologi dan sistem HSE yang handal,
efisien sejak dari perencanaan awal sampai dengan pasca operasi.
1.3. Membangun lingkungan industri yang aman dan sehat dengan
mengutamakan kelayakan dan kehandalan peralatan dan
meningkatkan kewaspadaan, kesiagaan dan kemampuan
penanggulangan keadaan darurat.
1.4. Membangun budaya HSE dengan mengintegrasikan aspek dan
budaya HSE kedalam seluruh kegiatan operasi perusahaan.
1.5. Dalam setiap operasi, senantiasa bertindak proaktif untuk
melestarikan lingkungan dan mencegah pencemaran lingkungan,
mengamankan asset, Menghilangkan Kecelakaan serta penyakit
akibat kerja, meningkatkan citra perusahaan, konservasi energi
dengan memenuhi peraturan perundangan serta standard & code
yang berlaku.
1.6. Selalu hidup berdampingan dan membina hubungan baik dengan
masyarakat, instansi pemerintah dan lembaga/institusi terkait di
sekitar kegiatan usaha.
42
Keberhasilan kebijakan HSE ini akan terkait dengan penilaian kerja
dan pemberian penghargaan kepada individu maupun unit, sehingga
menjadi tanggung jawab seluruh individu di lingkungan Unit Bisnis
Pertamina EP Sangasanga & Tarakan.
2. Perencanaan Program
Dalam perencanaan program untuk pengelolaan HSE dalam
Sistem Manajemen HSE harus mencakup 3 (Tiga) elemen, Yaitu :
2.1. Identifikasi Aspek, Bahaya dan Evaluasi Dampak, Resiko HSE
Meliputi :
1. Identifikasi Aspek dan dampak HSE terhadap semua kegiatan,
jenis produk, material, maupun jasa (TKO Identifikasi Aspek,
Dampak & Resiko Bahaya & Penentuan Sasaran dan Program
HSE No. B-006/EP1830/HSE/2010-S0)
2. Menentukan Aspek, Bahaya dan Dampak, Resiko HSE dari
kegiatan identifikasi
2.2. Perundangan dan Peraturan dan Persyaratan lain yang terkait
dengan Aspek HSE
Berdasarkan hasil identifikasi aspek dan dampak HSE, selanjutnya
dievaluasi apakah ada akses dengan perundangan peraturan dan
Persyaratan lain yang terkait dengan aspek HSE yang berlaku.
Akses perundangan dan peraturan dibuat dan dimutakhirkan
secara berkala untuk memastikan bahwa pengukuran dan BML
43
parameter serta Aspek HSE ditaati (TKO Identifikasi Peraturan
Perundangan No. B-007/EP1830/HSE/2010-S0).
2.3. Tujuan, sasaran dan Program
a. Perusahaan menetapkan tujuan, sasaran dan program HSE
yang konsisten dengan Kebijakan HSE
b. Tujuan, sasaran dan program harus ditetapkan secara jelas
untuk masing-masing bagian atau fungsi berdasarkan hasil
identifikasi Aspek & dampak HSE di Pertamina EP UBEP
Sangasanga & Tarakan Field Tarakan.
Dalam penyusunan Tujuan,sasaran dan program tersebut harus
memperhatikan hal-hal sebagai berikut ;
Tujuan dan sasaran :
1. Perundangan dan peraturan yang harus ditaati
2. Aspek dan dampak HSE
3. Teknologi yang digunakan
4. Keuangan, operasi dan kepentingan bisnis lainnya.
5. Pandangan dari manajemen
Program HSE
1. Program ditetapkan dengan mempertimbangkan Aspek dan
dampak HSE guna mencapai tujuan dan sasaran dengan
mencakup penanggung jawab pada fungsi terkait, cara dan
jadwal pencapaian
44
2. Penetapan program HSE ditetapkan untuk jangka pendek
maupun jangka penjang berdasarkan kebutuhan operasi dan
kepentingan lainnya.
3. Program wajib mempertimbangkan pengembangan dan atau
modifikasi baru
3. Penerapan dan Operasi
3.1. Sumber Daya, Peran ,Tanggung jawab dan Kewenangan
Pertamina EP UBEP Sangasanga & Tarakan Field Tarakan
menyediakan sumber daya yang memadai untuk penerapan dan
pengendalian sistem HSE meliputi manusia, keterampilan, teknologi dan
keuangan.
General Manager menunjuk salah satu Manager sebagai
Managemen Representative (MR) atau Wakil Managemen (WM) yang
memiliki wewenang dan tanggung jawab penuh untuk memecahkan dan
melaksanakan SMHSE di Pertamina EP UBEP Sangasanga & Tarakan
Field Tarakan.
a. General Manager bertanggung jawab terhadap :
- Penetapan dan pengesahan kebijakan HSE
- Tercapainya penerapan SMHSE OHSAS 18001:2007 serta ISO
14001:2004
b. Field Manager bertanggung jawab terhadap :
45
- Memastikan bahwa penerapan sistem HSE dapat berjalan efektif
dan persyaratan standar OHSAS 18001:2007 & ISO 14001:2004
dapat selalu terpenuhi dan terpelihara.
- Melaporkan kinerja SMHSE kepada General Manager untuk
dikaji dan sebagai dasar untuk penyempurnaan SMHSE.
c. Kepala Fungsi Produksi bertanggung jawab terhadap :
- Diterapkannya Kebijakan HSE
- Disusunnya identifikasi aspek dan dampak HSE yang terkait
dengan kegiatan Produksi serta penerapan Tujuan, Sasaran dan
program HSE
d. Kepala Fungsi WOWS , bertanggung jawab terhadap
kehandalan peralatan pengeboran dan sarana penunjang yang
terkait OHSAS 18001:2007 & ISO 14001:2004 dan
melaksanakan pengeboran minyak sesuai prinsip SMHSE yang
sudah diberlakukan.
e. Kepala Fungsi Engineering, bertanggung jawab terhadap
tercapainya identifikasi aspek dan dampak HSE
f. Kepala Fungsi HR, Bertanggung jawab terhadap :
- Sistem Pelatihan OHSAS 18001:2007 & ISO 14001:2004
- Sistem pemantauan kesehatan pekerja
g. Kepala Fungsi HSE, Bertanggung jawab terhadap :
- Sistem komunikasi internal dan koordinasi SMHSE
- Sistem dokumentasi OHSAS 18001 : 2007 & ISO 14001 : 2004
46
- Pelaksanaan dan pengembangan SMHSE OHSAS 18001:2007
& ISO 14001:2004
h. Kepala fungsi Keuangan, Bertanggung jawab terhadap
pendanaan untuk menunjang kegiatan SMHSE OHSAS
18001:2007 & ISO 14001:2004
i. Kepala Fungsi T&PF, bertanggung jawab terhadap
- Terselenggaranya SMHSE OHSAS 18001:2007 & ISO
14001:2004 pada area yang menjadi tanggungjawabnya
- Kehandalan Process Facility yang digunakan untuk menunjang
kegiatan produksi minyak dan gas
j. Kepala Fungsi Logistik, Bertanggung jawab terhad dan gap :
- Pengendalian operasional yang mencakup kegiatan keluar /
masuk material, kegiatan transportasi.
- Pencatatan dari semua kegiatan Logistik (pengadaan,
penerimaan, penyimpanan dan pengeluaran barang/material,
serta kegiatan bagian Data & TI) berkaitan dengan SMHSE
OHSAS 18001:2007 & ISO 14001:2004
k. Kepala Fungsi PR & Security, Bertanggung Jawab terhadap
terselenggaranya sistem komunikasi dengan pihak external,
pengendalian keadaan darurat sesuai SMHSE OHSAS
18001:2007 & ISO 14001:2004
47
3.2. Kompetensi, Pelatihan dan Kesadaran
a. Seluruh pekerja/pekarya Pertamina EP UBEP Sangasanga &
Tarakan Field Tarakan wajib mengikuti pelatihan dibidang HSE,
untuk meyakinkan agar dalam melaksanakan tugasnya selalu
memperhatikan aspek dan dampak HSE
b. Kebutuhan pelatihan bagi pekerja dan pekarya didasarkan atas
identifikasi kebutuhan pelatihan bagi tiap fungsi dan pekerja /
pekarya sesuai jenjang jabatan yang ada, untuk pelaksanaan
pelatihan HSE Bagi pekarya akan dilaksanakan oleh pemberdaya
atau vendor masing-masing dan diawasi pelaksanaanya oleh
Pertamina EP UBEP sangasanga & Tarakan Field Tarakan .
c. Pihak ketiga (Tamu, Mitra Kerja, Praktikan, dsb) yang akan
berkunjung dan melakukan kegiatannya di daerah operasi
Pertamina EP UBEP sangasanga & Tarakan Field Tarakan terlebih
dahulu diwajibkan untuk mengikuti pelatihan yang bersifat
penyuluhan kesadaran HSE sebagai penjabaran kebijakan HSE
maupun visi dan misi perusahaan.
d. Pelaksanaan pelatihan dan atau penyuluhan aspek HSE
merupakan tanggung jawab Fungsi PR&Security, HR dan HSE
e. Semua pekerja/pekarya yang telah mengikuti pelatihan dan atau
penyuluhan aspek HSE harus didokumentasikan dalam daftar
pelatihan HSE
f. Proses identifikasi kebutuhan pelatihan HSE, Kesadaran dan
kompetensi aspek HSE dijabarkan secara detail dan diatur dalam
48
TKO Pelatihan HSE No. B-001/EP1830/HR/2010-S0 dan TKO
Orientasi dan Induksi HSE No. B-010/EP1830/HSE/2010-S0.
3.3. Komunikasi, Partisipasi dan Konsultasi
a. Semua informasi internal maupun eksternal, baik berasal dari
keluhan masyarakat, temuan hasil inspeksi rutin maupun hasil
temuan tim Audit, disampaikan kepada Fungsi terkait melalui fungsi
HSE Maupun PR & Security untuk ditindaklanjuti dan dicari jalan
pemecahannya
b. Mengenai proses informasi internal maupun eksternal dijabarkan
secara detail dan diatur dalam TKO Komunikasi HSE No.
B-008/EP1830/HSE/2010-S0 dan TKO Mekanisme Informasi dan
Koordinasi (eksternal) No. B-003/EP1830/PRS/2010-S0.
c. Semua informasi yang berasal dari dalam internal maupun dari luar
(eksternal) yang terkait dengan Aspek HSE, Harus dicatat dalam
daftar keluhan dan tanggapan HSE.
3.4. Dokumentasi SMHSE
Dokumentasi Sistem Manajemen HSE di Pertamina EP UBEP
Sangasanga & Tarakan Field Tarakan, disusun berdasarkan:
- Level 1 : Pedoman
- Level 2 : Tata Kerja Organisasi (TKO)
-Level 3 : Tata Kerja Individu (TKI) dan Tata Kerja Pemakaian Alat (TKPA)
- Level 4 : Diagram alir, Form, Peta dan dokumen eksternal
49
3.5.Pengendalian Dokumen
a. Umum
Semua dokumen yang terkait dengan SMHSE harus dikendalikan
secara benar, mencakup kebijakan HSE, TKO, TKI dan TKPA serta
diagram alir,dsb. Sejak dokumen tersebut diberlakukan sampai dengan
adanya perubahan dokumen. Dokumen yang baku dan sah adalah
dokumen yang dibuat berdasarkan format yang telah ditetapkan sesuai
TKO No. B-004/EP1830/HSE/2010-S0 tentang Pengendalian Dokumen.
b. Penanggung jawab Pengendalian dokumen
Berdasarkan tugas dan tanggung jawab dalam struktur organisasi
Pertamina EP UBEP Sangasanga dan Tarakan Field tarakan, bagian
Yang bertanggung jawab untuk pengendalian dokumen adalah Fungsi
HR, disamping itu juga didukung Fungsi HSE untuk melakukan peninjauan
dan proses pengesahan terhadap dokumen-dokumen yang ada
c. Kodefikasi
Kodefikasi dokumentasi SMHSE dimaksudkan untuk memudahkan
penyimpanan dan pencarian dokumen. Kodefikasi dokumentasi secara
detail dijelaskan dalam TKO Pengendalian Dokumen No.
B-004/EP1830/HSE/2010-S0.
d. Pengesahan dan pemberlakuan dokumen
Dokumen yang terkait SMHSE, Baik berupa Pedoman, TKO,
TKI,dan TKPA sebelum diberlakukan, harus terlebih dahulu mendapat
pengesahan dari pejabat-pejabat yang berwenang dan terkait dengan
dokumen yang dimaksud melalui Fungsi HR dan atau Fungsi HSE.
50
Sistematika pengesahan dokumen tersebut adalah :
- Pedoman : Kepala Fungsi HSE, Field Manager dan General
Manager
- TKO system : Staff HSE, Kepala HSE dan Field Manager
- TKO Ops : Staff Fungsi, Kepala Fungsi terkait dan Field Manager
- TKI : Staff Fungsi , Kepala Fungsi Terkait dan Field Manager
- TKPA : Staff Fungsi, Kepala Fungsi Terkait dan Field Manager
Sebelum dokumen didistribusikan ke bagian / fungsi terkait untuk
diberlakukan, Fungsi HR dan atau Fungsi HSE harus mencatatnya
kedalam daftar dokumen Induk
e. Perubahan Dokumen
- Perubahan atau perbaikan dokumen diusulkan oleh bagian terkait
berdasarkan tinjauan majemen, proses maupun sisterm kerja yang
ada
- Fungsi terkait menyetujui dan mengesahkan kembali atas dokumen
yang telah mengalami perubahan / perbaikan.
- Fungsi HR dan atau Fungsi HSE Harus memelihara daftar
dokumen induk, termasuk pembetulan catatan atas perubahan
dokumen yang ada.
Catatan dari perubahan dokumen harus didistribusikan kepada
Fungsi yang terkait secepat mungkin dan meyakinkan bahwa fungsi terkait
tersebut telah menerimanya.
Dokumen yang telah mengalami perubahan /perbaikan harus
dicatat dan dipelihara / didokumentasikan dalam arsip secara terpisah.
51
- Tanggung jawab adanya perubahan Pedoman Sistem Manajemen
HSE adalah Fungsi HSE dan Field Manager.
f. Pengendalian dokumen dijabarkan secara detail dan diatur dalam
Sistem Tata Kerja (STK) tersendiri. (TKO Pengendalian Dokumen
No. B-004/EP1830/HSE/2010-S0).
3.6. Pengendalian Operasional
- Pertamina EP UBEP Sangasanga & Tarakan Field Tarakan
membuat dan memelihara prosedur pengendalian operasional
terhadap aspek/bahaya yang mempunyai atau berpotensi
menimbulkan dampak/resiko HSE dan dijabarkan dalam bentuk
TKO dan TKI serta TKPA.
- Setiap Kepala Fungsi bertanggung jawab terhadap pelaksanaan
TKO operasional.
3.7. Kesiagaan dan Tanggap Darurat
- Pertamina EP UBEP Sangasanga & Tarakan Field Tarakan
membuat dan memelihara prosedur untuk mengidentifikasi potensi
terjadinya kecelakaan, keadaan darurat serta mencegah dan
mengurangi pencemaran lingkungan yang mungkin berkaitan
dengan situasi keadaan darurat tersebut.
- Fungsi HSE bertanggung jawab dengan situasi keadaan darurat
tersebut. (TKO kesiagaan & tanggap darurat No.
B-021/EP1830/HSE/2010-S0)
- Fungsi HSE mengadakan pelatihan pelaksanaan kesiagaan dan
tanggap darurat
52
4. Pemeriksaan Dan tindakan perbaikan
4.1. Pemantauan dan pengukuran karakteristik Aspek HSE
a. Pemantauan dan Pengukuran karakteristik Aspek HSE
- Dilakukan secara internal Pertamina EP UBEP Sangasanga &
Tarakan Field Tarakan atau melalui pihak III (konsultan) sesuai
jadwal yang telah ditetapkan.
- Semua Catatan yang berhubungan dengan pengumpulan contoh
dan data HSE sebagai hasil dari pemantauan dan pengukuran HSE
harus dipelihara dan disiapkan oleh Fungsi HSE
b. Pengukuran HSE dan Kalibrasi Alat Pemantauan
- Untuk memenuhi persyaratan dari segi ketelitian dan kehandalan,
maka semua kegiatan dan program HSE akan dilakukan
pengukuran yang digunakan untuk peningkatan kinerja HSE secara
berkala
- Alat khusus untuk pemantauan lingkungan akan di kalibrasi secara
berkala sesuai jadwal / waktu yang ditetapkan berdasarkan standar
nasional maupun internasional yang berlaku.
- Semua peralatan yang telah dikalibrasi harus diberi tanda / label
dalam bentuk tulisan, sticker, dsb dan harus dicatat dalam daftar
kalibrasi peralatan serta disimpan secara terpisah.
c. Masing-masing kepala Fungsi terkait, bertanggung jawab untuk
memantau kinerja dan peralatan yang terkait dengan aspek HSE di
Fungsinya masing-Masing
53
d. Field Manager, Fungsi HSE bersama-sama Fungsi terkait
bertanggung jawab untuk melaksanakan program pengukuran dan
pemantauan SMHSE secara menyeluruh.
e. Pengukuran dan pemantauan dijabarkan secara detail dalam STK
mengenai pemantauan dan pengukuran HSE (TKO Pengukuran
dan Pemantauan No. B-026/EP1830/HSE/2010-S0)
4.2. Evaluasi terhadap Penaatan Peraturan Perundang-undangan
a. Fungsi HSE, Field Manager bersama fungsi terkait bertanggung
jawab terhadap evaluasi penerapan program dan kegiatan yang
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
terkait dengan identifikasi Aspek HSE
b. Kegiatan pemantauan (audit, Inspeksi, pelaporan bahaya, dsb)
adalah sebagai sumber terhadap Evaluasi ketidaksesuaian
kegiatan pada penaatan perundang-undangan, selanjutnya akan
dikaji dan dicari titik temu atau kesesuaian yang kemudian akan
diterapkan pada kegiatan operasi.
c. Evaluasi terhadap Penaatan Pada peraturan perundan-undangan
dijabarkan secara detail dalam STK mengenai Penaatan Peraturan
perundang-undangan (TKO Evaluasi Penaatan No.
B-027/EP1830/HSE/2010-S0)
4.3. Penyelidikan kecelakaan, ketidaksesuaian, tindakan perbaikan
dan pencegahan
a. Seluruh pekerja/pekarya bertanggung jawab dalam pelaporan
ketidaksesuaian dan / atau bahaya yang terkait dengan aspek HSE
54
b. Fungsi HSE dan Fungsi terkait bertanggung jawab dan berwenang
untuk melakukan penyelidikan kecelakaan, ketidaksesuaian dan
pengambilan tindakan perbaikan dan pencegahan terhadap hal-hal
yang terkait dengan aspek HSE
c. Tindakan perbaikan dan pencegahan ditujukan untuk memperkecil
berbagai penyebab dampak yang dapat menimbulkan kecelakaan,
penyakit akibat kerja dan pencemaran lingkungan serta disesuaikan
dengan besarnya masalah yang dihadapi.
d. Tata laksana tindakan pelaporan, penyelidikan kecelakaan,
perbaikan dan pencegahan diatur dalam STK pelaporan dan
penyelidikan kecelakaan (TKO Pelaporan dan Penyelidikan
Kecelakaan No.B-024/EP1830/HSE/2010-S0) dan TKO Pelaporan
Bahaya (Kondisi Tidak Aman) No. B-023/EP1830/HSE/2010-S0.
4.4. Pencatatan HSE
a. Fungsi HSE dan Fungsi terkait wajib bertanggung jawab untuk
penyelidikan dan pemeliharaan terhadap catatan HSE
b. Catatan HSE harus mencakup adanya bukti / fakta bahwa kegiatan
operasi dan sarana penunjangnya di Pertamina EP UBEP
Sangasanga & Tarakan Field Tarakan telah memenuhi standar
OHSAS 18001:2007 dan ISO 14001:2004
c. Catatan HSE harus dibuat dalam bentuk / format yang mudah
dibaca, dikenali dan ditelusuri asal-usulnya serta disimpan dan
dipelihara sebaik mungkin
55
d. Proses pencatatan HSE dijabarkan dan diatur dalam sistem tata
kerja (STK) Pengendalian catatan (TKO Pengendalian Catatan No.
B-005/EP1830/HSE/2010-S0)
4.5. Audit SMHSE
a. Audit SMHSE ditujukan untuk mengetahui / mengevaluasi hasil
pelaksanaan dari tujuan dan sasaran serta program HSE
b. Audit SMHSE dilaksanakan secara tertur sesuai jadwal yang
ditentukan dan dilakukan oleh tim audit internal (Pertamina EP
UBEP Sangasanga & Tarakan Field Tarakan) maupun eksternal
(Pihak III) dengan mengikuti standar OHSAS 18001:2007 dan ISO
14001:2004
c. Laporan hasil temuan selama pelaksanaan audit SMHSE harus
disampaikan kepada fungsi terkait untuk segera diambil tindakan
perbaikan dan pencegahannya.
d. Verifikasi tindakan perbaikan dan pencegahannya dilakukan oleh
tim audit dan hasilnya harus dicatat dalam formulir daftar tindakan
perbaikan dan pencegahan
e. Proses pelaksanaan audit SMHSE dijabarkan dan diatur dalam
STK audit SMHSE (TKO Audit Internal SMHSE No.
B-001/EP1830/HSE/2010-S0)
56
5. Pengkajian Manajemen
Dalam rangka memelihara perbaikan yang berkesinambungan dan
untuk menjamin kesesuaian, kecukupan dan keefektifan dalam penerapan
Sistem Manajemen HSE, maka perlu dilakukan pengkajian / tinjauan
manajemen minimal 1 (satu) kali per tahun oleh top manajemen (General
Manager)
Pengkajian / tinjauan manjemen mencakup terhadap kemungkinan
perlunya perubahan kebijakan, tujuan dan unsur-unsur lain dari SMHSE
berdasarkan laporan hasil audit, perubahan keadaan dan komitmen atas
penyempurnaan secara berkelanjutan.
Hal-hal yang terkait dalam pengkajian / peninjauan manajemen
harus dicatat / didokumentasikan dalam suatu risalah / dokumen tersendiri
di Fungsi HSE selaku sekretariat SMHSE dan diinformasikan kepada
Fungsi terkait untuk ditindaklanjuti.
Tata laksana pengkajian manjemen diatur dalam STK Tinjauan
manajemen (TKO Tinjauan Manajemen No. B-002/EP1830/HSE/2010-
S0).
57
C. Penerapan SMHSE PT. Pertamina EP Field Tarakan
1. Penilaian Kuantitatif
Dari hasil perhitungan pencapaian penerapan aspek HSE
berdasarkan data hasil audit operasi 2010, diperoleh nilai pencapaian
sebesar 73,85 % dengan demikian nilai pencapaian audit operasi PT
Pertamina EP Field Tarakan adalah berpredikat BAIK.
Secara kuantitatif perolehan nilai PT Pertamina EP Field Tarakan
yaitu : 73,85 % atau kategori BAIK.
Tabel 3. Penilaian Kuantitatif Audit SMHSE Tahun 2010
(Sumber : Hasil Audit PT.Pertamina EP Tahun 2010)
58
No. ElemenJUMLAH
Nilai Elemen(%)Nilai
ElemenPertanyaan
Bobot Elemen (%)
A. PENILAIAN SISTEM MANAJEMEN HSE
1 73 17 12 10.31
2 41 10 8 6.56
3 56 13 8 6.89
4 22 8 8 4.40
5 55 13 6 5.08
6 114 29 8 6.29
7 18 6 6 3.60
8 12 3 4 3.20
9 36 9 7 5.60
10 7 7 9 1.80
11 29 8 5 3.63
12 37 10 5 3.70
13 47 12 5 3.92
14 8 5 9 2.88
Jumlah 67.85
B. PENILAIAN KASUS HSE 5 5.00
C. PENILAIAN UPAYA PROAKTIF 5 1.00
NILAI TOTAL (A+B+C) 73.85
2. Penilaian Kualitatif
Berdasarkan hasil audit yang dilakukan di Field Tarakan yang
berlangsung pada tahun 2010 diperoleh gambaran profile implementasi
aspek HSE yang didasarkan pada penilaian kualitatif dengan kriteria 4
(empat) variable yaitu Komitmen, Prosedur, Implementasi, dan
Dokumentasi, sebagai berikut :
Tabel 4. Penilaian Kualitatif Audit SMHSE Tahun 2010
(Sumber : Hasil Audit PT.Pertamina EP Tahun 2010)
59
No Elemen Penilaian Kualitatif
1 Kepemimpinan dan Tanggung Jawab Baik Sekali
2 Identifikasi dan Evaluasi Resiko Baik Sekali
3 HSE Dalam Disain, Kontruksi dan Komisoning Baik Sekali
4 Pelatihan, Kepedulian, dan Kompetensi Sedang / Cukup
5 Manajemen Kontraktor Baik Sekali
6 HSE Operasi dan Pasca Operasi Baik
7 Inspeksi dan Pemeliharaan Peralatan Sedang / Cukup
8 Keselamatan Bahan dan Produk Baik
9 Manajemen Krisis dan Tanggap Darurat Baik
10 Manajemen Perubahan Kurang Sekali
11 Komunikasi Baik
12 Dokumentasi Baik
13 Investigasi Insiden Baik
14 Evaluasi dan Audit Kurang
OVERALL PENILAIAN SMHSE 2010 Baik
3. Hasil Temuan
Adapun hasil temuan audit SMHSE ditindak lanjuti dalam bentuk
RTP (Rencana Tindakan Perbaikan). Di bawah ini adalah bentuk RTP
(Rencana Tindakan Perbaikan) yang dibuat untuk tahun 2010.
Tabel 5. Rencana Tindakan Perbaikan PT.Pertamina Field Tarakan Tahun
2010
No FINNDING FACT
RECOMMENDATION ACTION PIC DUE DATE
1 HSE Golden Rule belum dipahami sepenuhnya pada Level Front Liner
Telah dilakukan sosialisasi, namun perlu dilakukan kembali lebih intensif mengenai implementasi HSE Golden Rule pada seluruh level pekerja dilapangan
- Sosialisasi per fungsi telah dilaksanakan awal Juli 2010.
- Setuju untuk membuat program yang lebih intensif untuk sosialisasi HSE Golden Rule.
HSE dan seluruh Fungsi
Berkelanjutan
2 Sebagian besar pumping unit di sumur-sumur produksi dioperasikan tanpa dilengkapi dengan cover belt
Seluruh pumping unit yang beroperasi di sumur harus dipasang cover belt
Setuju untuk melengkapi Cover Belt.
Prod Pertengahan September 2010
3 Handling bahan kimia (demulsifier) MSDS tidak terkemas dengan baik, serta perlengkapan eye wash, sarung tangan di lokasi kerja
Segera memperbaiki label/kemasan MSDS pada chemical serta melaksanakan SOP training dan segera untuk menyediakan eye wash dan sarung tangan
Akan diadakan Eye Wash dan Sarung Tangan.
Prod Akhir Agustus 2010
4 SOP Training untuk seluruh operator Sumur/SP/SPU/Terminal tidak dilakukan
Segera dilakukan SOP Training bagi seluruh operator
- Program rutin berkelanjutan - SOP akan disampaikan setiap Safety Meeting Produksi setiap
Prod Berkelanjutan
60
bulan.5 Seluruh sumur
produksi tidak dipasang pagar pengaman mengingat lokasi berdekatan dengan pemukiman
Segera dipasang pagar pengaman
Setuju dipasang sesuai kebutuhan.
Prod & Konstruksi
Akhir Desember 2010
6 Tidak ada pagar pengaman di atap tanki, hal ini berpotensi terjadi kecelakaan pada saat pengukuran produksi (terpeleset)
Segera dipasang pagar pengaman
Setuju akan dipasang pagar pengaman .
Prod Akhir Desember 2010
7 Atap tangki penampung produksi rusak di WIP, SP-1, SP-4
Segera dilakukan perbaikan atap tanki
Setuju akan diperbaiki.
Prod Februari 2011
8 Kebocoran dinding tanki penampung produksi (TOS) di lokasi Sumur P-962
Segera dilakukan perbaikan
Akan dilakukan penggantian tangki.
Prod Akhir Agustus 2010
9 Jaringan pipa pemadam di SP dan SPU tidak dilengkapi dengan pompa pemadam dan sumber air
Melakukan evaluasi sistem proteksi kebakaran secara komprehensife
Sudah diprogram rencana upgrade Fire Protection System 2010 – 2011.
HSE, TPF dan Prod
Akhir 2011
10 Beberapa sumur suspended dalam keadaan terbuka
Segera dilakukan pemasangan sistem pengaman secara lengkap
Setuju. TPF & Prod
Berkelanjutan
11 Patok lokasi sumur tidak ada dan lokasi sangat sempit
Memasang patok agar tidak dimanfaatkan pihak ke-3
Setuju. Prod Pertengahan Agustus 2010
12 Header Manifold Valve di SP Juwata tertimbun tanah
agar dibersihkan sehingga tidak tertimbun tanah
Setuju. Prod Berkelanjutan
13 Housekeeping di lokasi SP, SPU dan terminal perlu ditingkatkan
Perlu peningkatan Housekeeping
Tidak ditemukan potensi dimaksud.
14 Terdapat potensi pembuangan air yang masih mengandung
Perlu pemisahan saluran air hujan dengan air parit tanki
Setuju, termasuk dalam program sinkronisasi.
TPF Oktober 2010
61
minyak (Oil Film) di lokasi SPU ke saluran air umum (kali kecil)
15 Atap rumah trafo terlalu dekat dengan Pool Trafo yang bertegangan sehingga membahayakan
Perlu segera dilakukan modifikasi agar mendapatkan jarak aman
Setuju. TPF & Prod
Berkelanjutan
(Sumber : Hasil Audit Operasi PT.Pertamina EP Tahun 2010)
D. Identifikasi Faktor dan Potensi Bahaya di PT.Pertamina EP
Field Tarakan
62
Berikut beberapa identifikasi faktor dan potensi bahaya yang
terdapat di beberapa lokasi PT.Pertamina EP Field Tarakan dan upaya
pengendalian yang terdapat di perusahaan sebagai berikut :
Tabel 6. Identifikasi Faktor dan Potensi Bahaya Field Tarakan
NoIdentifikasi
BahayaFaktor Bahaya
Potensi Bahaya
Kontrol
1 Pemeriksan APAR
Debu Dry Powder
Gangguan kesehatan
Pemakaian Masker Debu
APAR terjatuh Tertimpa, cedera
Pemakaian Safety Shoes
Peralatan rusak Terkilir, terjepit Pemakaian Sarung tangan
2 Pengoperasian Fire Pump
Posisi tangan Terjepit, Terkilir
Pemakaian Sarung tangan
Selang jatuh Tertimpa Pemakaian Safety Shoes
3 Pemeriksaan Sarana Fasilitas
Tercangkul saat melakukan penggalian pipa dalam tanah
Luka Pemakaian Safety Shoes
Kondisi cuaca yang panas
Dehidrasi Pemakaian Safety Helm
Terjatuh saat pemeriksaan atap dan dinding bagian atas (> 3 meter)
Patah Tulang, Fatal Accident
Pemakaian Safety Belt
4 Pembersihan Tumpahan Minyak di Perairan
Menggelar Oil Boom di Perairan yg dalam
Tenggelam Menggunakan Life Jacket, Bekerja sesuai TKI
5 Pengoperasian SP/PPP
Tidak adanya Fire Protection System yang standar di seluruh SP/PPP
Kebakaran Besar
Penyediaan Mobil Pemadam, Penyediaan Mobile Foam, Pelatihan Keadaan Darurat
6 Seluruh Kantor
Berkerja di ketinggian
Jatuh APD, tali pengaman, SOP
Open Electrical Sources
Tersengat listrik
Mematikan aliran listrik, Sarung tangan, safety shoes
7 Stasiun Radio Repeater
Kulit tangan terkena ceceran air aki
Kulit melepuh Sarung tangan, safety shoes dan peralatan khusus
8 Moving Rig Sambungan/ Fatality, TKO dan
63
peralatan Rig/ PU terlepas/ jatuh saat perjalanan
tertimpa, terbentur dan terjepit
monitoring
Pondasi peralatan dan perlengkapan operasi rig tidak stabil.Memanjat untuk menaikkan menara
Terjatuh dari ketinggian
TKI dan Fullbody Harness
9 Operasi rig Ada gas bertekanan tinggi dari sumur
Kebakaran TKO dan Monitoring
Benda/ peralatan yang jatuh dari menara
Terbentur benda tumpul
Monitoring dan memberi pengaman berupa ikatan pada setiap tools dan APD
Lantai kerja licin dan berantakan
Terjepit, tergelincir dan tersangkut
Monitoring dan APD lengkap
Kondisi wire rope, shacle, wireclamp, baut cotter pin kurang memadai
Fatality, terjepit dan tertimpa
Monitoring routin keadaan wire line
Isolasi listrik tidak baik
Tersengat listrik
Monitoring routin
Brake system tidak bekerja sempurna
Fatality, terjepit dan tertimpa
Preventive maintenance
Gear box pumping unit tidak terkunci sempurna
Fatality, terjepit dan tertimpa
TKO, Koordinasi dengan T&PF
Pengereman drawwork tidak bekerja sempurna
Fatality, tertimpa atau terjepit
Preventive maintenance
Kebisingan Gangguan pendengaran
Pengujian kebisingan dan preventive maintenance
Semburan liar yang berasal dari sumur
Cedera ringan, berat & meninggal
Radio komunikasi dan ERP
10 Tanggap darurat
Semburan liar yang berasal dari sumur
Cedera ringan, berat & meninggal
Radio komunikasi dan ERP
11 Perbaikan Barang jatuh Tertimpa dan Monitoring
64
Pump Barrel (WB)
cideraManual Handling Tertimpa/
terjepitMonitoring
12 Pembuatan Well Flanged / Casing spool
Kebocoran hose oxygen/acetyline
Ledakan Monitoring
Panas Luka bakar Monitoring dan APD
Kebisingan Mesin Las,Tersengat Listrik
Shock sesaat Monitoring dan APD
13 Perbaikan Saringan (Liner)
Barang terjatuh Tertimpa dan Cidera
Monitoring dan APD
Ceceran Crude Oil
Pencemaran tanah
Monitoring
Kebocoran hose oxygen/acetyline
Ledakan Monitoring
Panas Luka bakar Monitoring dan APD
14 Pembuatan Fishing Tools
Kebocoran hose oxygen/acetyline
Ledakan Monitoring
Panas Luka bakar Monitoring dan APD
15 Area Perbengkelan
Terpukul Palang Pintu
Luka/patah Helmet Safety
Terjepit pintu mobil
Luka/patah Pemenuhan SOP
Gesekan tali Portal
Luka/Licet Sarung Tangan
Debu ISPA MaskerLedakan Luka
Bakar/Meninggal dunia
Metal Detektor
16 Logistik, Penerimaan barang
Debu Gangguan kesehatan
Masker
Barang jatuh Tertimpa dan Cedera
Sarung tangan, helmet, safety shoes
Alat kerja tidak sesuai
Cedera Gunakan Forklift
Manual handling Gangguan otot rangka
Gunakan Gerobak
17 Logistik, Penyimpanan bahan kimia serbuk dengan kemasan Bag/ Sak
Debu Gangguan kesehatan
Menggunakan Masker, kaca mata dan sarung tangan khusus
BAB V
PEMBAHASAN
65
A. Penerapan Sistem Manajemen HSE Field Tarakan
Sesuai dengan Permenaker No. 05/MEN/1996 pasal 3 point 1
tentang perusahaan wajib menerapkan SMK3 dan Lampiran IV
Permenaker No. 05/MEN/1996 tentang kriteria audit SMK3 yang harus
diterapkan oleh perusahaan, maka PT.Pertamina EP Field Tarakan
termasuk perusahaan besar dengan risiko tinggi dan harus menerapkan
SMK3.
Penerapan SMK3 di PT.Pertamina EP Field Tarakan sudah baik
karena Pedoman Penerapan SMK3 yang terdapat di dalam Lampiran 1
Permenaker No. 05/MEN/1996 hampir seluruhnya telah diterapkan oleh
PT.Pertamina EP Field Tarakan.
Dari hasil perhitungan pencapaian penerapan aspek HSE
berdasarkan hasil audit operasi pada tahun 2010, diperoleh nilai
pencapaian sebesar 73,85 % dengan demikian nilai pencapaian audit
operasi Field Tarakan adalah berpredikat BAIK. Di tahun ini PT. Pertamina
EP Field Tarakan juga telah mendapatkan sertifikasi ISO 14001:2004 dan
OHSAS 18001:2007.
Dokumen pendukung lain untuk menghitung penilaian kuantitatif
ditunjukan pula dengan tidak adanya kasus HSE (kecelakaan kerja,
kebakaran yang menimbulkan kerugian di atas US $ 10.000,00 atau
(pencemaran di atas 15 bbl) yang terjadi selama 2 (dua) tahun terakhir.
Disamping itu Upaya Proaktif yang telah dilakukan Field Tarakan
berdasarkan penghargaan yang telah diterima yaitu penghargaan
66
PROPER dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) dengan peringkat
Biru yang menunjukkan PT.Pertamina EP Field Tarakan telah melakukan
upaya pengelolaan lingkungan yang dipersyaratkan sesuai dengan
ketentuan dan/atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.
1. Kebijakan HSE
PT.Pertamina UBEP Sangasanga & Tarakan Field Tarakan
membangun komitmen HSE dengan melibatkan seluruh karyawan, staff
dan pihak manajemen. Komitmen HSE yang tinggi dengan telah
disusunnya kebijakan HSE mulai dari tingkat koorporasi sampai anak
perusahaan yang berupa Kebijakan HSE dari Direktur Utama, Presiden
Direktur, General Manager, Field Manager dan Buku Panduan Kebijakan
HSE UBEP Sangasanga & Tarakan dan Golden Rules.
Untuk merealisasikan tujuan kebijakan tersebut perusahaan
merumuskan dan menetapkan kebijakan HSE yang berlaku di seluruh unit
kerja PT.Pertamina EP Field Tarakan. Kebijakan HSE tersebut
dikomunikasikan kepada seluruh karyawan, tamu, kontraktor, pelanggan
dan pemasok dengan cara yang tepat sesuai dengan situasi kerja di lokasi
masing-masing.
PT.Pertamina EP Field Tarakan meletakkan tulisan berisi visi dan
misi perusahaan, kebijakan dan sasaran HSE di dinding-dinding kantor
setiap department, ruang tamu, serta lokasi yang ditempel di papan
pengumuman dengan tujuan mengkomunikasikannya pada semua pihak.
67
Kebijakan dan sasaran HSE belum disosialisasikan secara merata
diseluruh karyawan, misalnya HSE Golden Rule dan proses induksi belum
dipahami sepenuhnya mengenai pada Level Front Liner, akan tetapi
perusahaan berupaya lebih intensif melakukan implementasi HSE Golden
Rule dan proses induksi pada seluruh level pekerja di lapangan secara
merata dan berkesinambungan.
2. Perencanaan Program
PT.Pertamina EP Field Tarakan telah membuat rencana stategis
HSE yang diterapkan untuk mengendalikan potensi bahaya di tempat
kerja. Perusahaan juga telah membuat manual SMHSE yang telah
mencakup keseluruhan prosedur HSE di tempat kerja terhadap semua
kegiatan, jenis produk, material, maupun jasa.
Kegiatan inspeksi dan pemeliharaan peralatan sudah cukup baik
dilakukan, masa inspeksi tergantung pada fasilitas dan jenis peralatan
yang dilaksanakan secara berkesinambungan. Di tahun ini PT.Pertamina
EP Field Tarakan telah mendapatkan sertifikasi ISO 14001:2004 dan
OHSAS 18001:2007 dari TUV NORD Indonesia.
Perusahaan telah memiliki prosedur untuk memahami,
mengidentifikasi peraturan dan persyaratan lain yang berkaitan dengan
HSE. Perusahaan juga telah menetapkan tujuan, sasaran dan program
HSE yang konsisten dengan Kebijakan HSE.
3. Penerapan dan Operasi
68
Pertamina EP UBEP Sangasanga & Tarakan Field Tarakan telah
menyediakan sumber daya yang memadai untuk penerapan dan
pengendalian sistem HSE meliputi manusia, keterampilan, teknologi dan
keuangan. Sistem perekrutan karyawan pun telah dilakukan melalui
mekanisme yang meliputi pemenuhan persyaratan fisik, tes tertulis,
interview dan persyaratan kesehatan yang diperiksa oleh klinik
perusahaan.
Sistem pengembangan keterampilan dan kemampuan karyawan
melalui pelatihan maupun kegiatan kompetensi lainnya telah dilaksanakan
dengan cukup baik. Pada bulan Maret ini perusahaan telah melaksanakan
kegiatan In House Training Pencegahan dan Penanggulangan Tumpahan
Minyak guna meningkatkan kemampuan seluruh pekerja dan pekarya di
Field Tarakan dalam penanggulangan jika terjadi tumpahan minyak.
Saat ini Sistem Manajemen HSE PT.Pertamina UBEP Sangasanga
& Tarakan Field Tarakan secara keseluruhan didokumentasikan dalam
pedoman SMHSE yang disusun secara rinci. Uraian penerapan SMHSE
diintegrasikan dengan prosedur mutu sebagai satu kesatuan dengan
Sistem Manajemen Mutu ISO 14001:2004 dan OHSAS 18001:2007.
4. Pemeriksaan dan Tindakan Perbaikan
PT.Pertamina EP Field Tarakan telah melakukan identifikasi
bahaya, penilaian dan pengendalian risiko untuk proses produksi minyak
bumi. Sejak awal penerapan hingga saat ini terus dilakukan perbaikan
dalam hal identifikasi bahaya dan sering menjadi temuan dalam audit
69
SMHSE internal maupun eksternal. Hal ini dikarenakan adanya perubahan
dan peningkatan sarana produksi, fasilitas kerja dan bahan sehingga
potensi bahaya juga ikut berkembang.
Evaluasi dan audit perusahaan terlihat masih kurang dimana
PT.Pertamina EP Field Tarakan baru melakukan audit internal pada tahun
2010. Juga terdapat belum lengkapnya catatan audit internal yang telah
dilakukan. Contoh belum dibuatnya hasil laporan audit yang berupa
dokumen tersendiri/buku yang dapat dijadikan bahan
pembelajaran/evaluasi untuk seluruh level pekerja di perusahaan.
5. Pengkajian Manajemen
PT.Pertamina EP Field Tarakan melakukan pemeliharaan yang
berkesinambungan dan menjamin kesesuaian, kecukupan dan keefektifan
dalam penerapan Sistem Manajemen HSE.
Hasil penilaian audit operasi tahun 2010 menunjukkan bahwa
pengkajian/tinjauan manajemen yang mencakup terhadap kemungkinan
perlunya perubahan kebijakan masih kurang sekali. Belum terdapatnya
dokumentasi yang terkait dengan hasil pengkajian/peninjauan manajemen
yang harus dicatat di fungsi HSE selaku sekretaris SMHSE.
Akan tetapi PT.Pertamina EP Field Tarakan selalu melakukan
upaya perbaikan secara berkesinambungan, terlihat dari hasil pencapaian
sertifikasi penerapan Sistem Manajemen Mutu ISO 14001:2004 dan
OHSAS 18001:2007. Perusahaan juga telah melaksanakan tinjauan
70
manajemen berupa tindak lanjut, upaya perbaikan sistem dan perubahan
peraturan dan persyaratan lainnya yang berkaitan dengan SMHSE.
A. Faktor dan Potensi Bahaya PT.Pertamina EP Field Tarakan
Identifikasi faktor dan potensi bahaya kerja dihimpun dari setiap
unit kerja yang ada di PT.Pertamina EP Field Tarakan, sehingga diperoleh
beberapa sumber dan kejadian yang patut dianggap sebagai faktor dan
potensi bahaya potensial. Potensi bahaya ini setiap tahunnya dianalisis
untuk mengetahui cara pencegahan dan penanggulangannya.
1. Faktor Bahaya
Faktor bahaya yang terdapat di lingkungan kerja PT.Pertamina EP
Field Tarakan meliputi Faktor Kimia, Fisik dan Fisiologis. Untuk faktor
kimia di dalam proses operasi dan kegiatan pendukungnya kerja
PT.Pertamina EP Field Tarakan menggunakan bahan kimia yang
termasuk Bahan Berbahaya dan Beracun (B3),misalnya berupa cairan (air
aki), gas maupun debu yang mengandung B3 sehingga diperlukan
pengawasan dalam penggunaanya dan adanya MSDS (Material Safety
Data Sheet) pada setiap bahan berbahaya dan beracun (B3), sosialisasi
tentang MSDS kepada tenaga kerja dan penggunaan sarung tangan,
goggles dan safety shoes. Upaya yang dilakukan PT.Pertamina EP Field
Tarakan telah sesuai dengan pengendalian bahah kimia berbahaya di
tempat kerja.
Faktor bahaya berupa faktor fisik di PT.Pertamina EP Field Tarakan
meliputi kebisingan, iklim kerja yang panas, dll . Bahaya kebisingan biasa
71
terdapat pada saat pengoperasian rig, kebisingan di Power Plant,
pembuatan well flanged/casing spool. Berdasarkan pengukuran
kebisingan di Power Plant masih di bawah Nilai Ambang Batas yang
diperkenankan untuk jam kerja 8 jam/hari. PT.Pertamina EP Field Tarakan
melakukan pengendalian dengan penggunaan APD berupa ear plug/ear
muff dan monitoring tempat-tempat yang berpotensi menimbulkan bising.
Kondisi cuaca yang panas dapat menyebabkan dehidrasi pada
tenaga kerja yang dapat mengganggu pelaksanaan pekerjaan. Suhu kerja
yang aman adalah 24 – 26 ºC. Jam kerja karyawan harus disesuaikan
dengan iklim kerja yang dialami dengan menyesuaikan kategori pekerjaan
masing-masing.
Faktor bahaya berupa faktor fisiologis meliputi Posisi saat
melakukan pekerjaan yang kurang tepat dan tidak ergonomis, dapat
diakibatkan karena sikap terburu-buru dan kurang kehati-hatian dalam
melaksanakan pekerjaan atau peletakan barang yang tidak sesuai pada
tempatnya. Sikap kerja yang benar, bervariasi dan istirahat yang cukup
serta didukung dengan alat kerja yang dan tempat kerja yang ergonomi
sangat diperlukan dalam rangka mencegah timbulnya berbagai penyakit
akibat kerja.
2. Potensi Bahaya
Potensi bahaya yang terdapat di lingkungan kerja PT.Pertamina EP
Field Tarakan antara lain meliputi kebakaran, ledakan, tersengat listrik,
bekerja di ketinggian, bahaya terjatuh, terbentur, terkilir, tertimpa dan
72
terpukul benda-benda, bahaya tertabrak, bahaya terpeleset, gangguan
kesehatan / ISPA, patah tulang / luka, dll.
PT.Pertamina telah melakukan upaya pengendalian untuk setiap
potensi bahaya yang mungkin terjadi pada setiap aktivitas yang dilakukan
oleh pekerja, untuk penanganan kebakaran PT.Pertamina EP Field
Tarakan telah memasang APAR pada semua area tempat kerja yang
berpotensi terjadi bahaya kebakaran, seperti area kantor, area workshop,
area ware house, area block station, area sumur-sumur produksi, dan
pada setiap unit kerja yang beroperasi di PT,Pertamina EP Field Tarakan.
Pemasangan dan peletakan APAR pada tempat kerja diatur
dengan tinggi 110 cm sampai 125 cm dari dasar lantai dan
pemasangan/peletakan APAR pada setiap unit kerja yang beroperasi di
PT.Pertamina EP Field Tarakan. Hal ini telah sesuai dengan UU No.01
tahun 1970 pasal 3 ayat 1 point b tentang proteksi terhadap bahaya
kebakaran dan sesuai dengan Permenaker No.Per/04/Men/1980 pasal 8
tentang pemasangan pemadam api ringan.
Adapun penggunaan listrik tegangan tinggi di PT.Pertamina EP
Field Tarakan berpotensi menyebabkan terjadinya suatu kecelakaan
akibat sumber listrik dalam keadaan terbuka dan kontak dengan arus
listrik di tempat kerja. Untuk mencegah terjadinya kecelakaan karena
aliran listrik, perusahaan mengisolasi sumber bahaya listrik dan memberi
tanda bahaya untuk aliran listrik yang bertekanan tinggi dan melakukan
monitoring rutin terhadap fasilitas.
73
Bekerja di ketinggian sangat berbahaya dan dapat menyebabkan
kecelakaan bila tidak dilakukan oleh tenaga kerja yang ahli dan dengan
pengawasan. PT.Pertamina EP Field Tarakan dalam menanggulangi
bahaya di ketinggian menerapkan izin kerja dan pemakaian alat pelindung
diri berupa Full Body Harness untuk mengamankan kegiatan pekerjaan di
ketinggian.
Begitupun potensi bahaya terjatuh, terbentur, terkilir, tertimpa dan
terpukul benda-benda, bahaya tertabrak, bahaya terpeleset biasa terjadi
pada pekerja di seluruh unit kerja yang berhubungan dengan alat kerja.
Penanganan yang dilakukan oleh perusahaan meliputi Penggunaan alat
pelindung diri, berkerja sesuai TKI/TKO, Monitoring berkala dan
pemasangan sign atau tanda untuk membedakan ada pekerjaan yang
sedang berlangsung.
Bahaya terpeleset dan terjatuh dapat disebabkan oleh suatu
kondisi yang tidak aman/unsafe condition, terdapat ceceran air,minyak
maupun karena faktor lingkungan seperti hujan.
Gangguan kesehatan, gangguan pernafasan dapat muncul akibat
debu/bahan kimia beracun yang tidak secara sengaja terhirup,
terkontaminasi dengan pekerja. Oleh karenanya perusahaan berupaya
melakukan pengenmdalian berupa penggunaan APD, bekerja sesuai
TKO/TKI.
Di PT.Pertamina EP Field Tarakan telah ditentukan prosedur kerja
melalui TKO/TKI yang telah ditetapkan mengenai Kesehatan dan
Keselamatan Kerja setiap pekerjaan. Oleh karenanya setiap pekerjaan
74
yang dilaksanakan harus sesuai dengan prosedur pekerjaan untuk
meminimalisasi potensi bahaya yang akan terjadi.
75
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. PT.Pertamina EP UBEP Sangasanga & Tarakan Field Tarakan
merupakan salah satu perusahaan BUMN bergerak dibidang
eksplorasi minyak bumi yang beroperasi di Kalimantan Timur.
Tenaga kerja sebanyak 220 orang. Hasil produksi minyak Field
Tarakan rata-rata per 28 Maret 2011 sebesar 925 BOPD.
2. Secara umum penerapan SMHSE pada kegiatan UBEP Tarakan
sudah dilaksanakan dengan baik, hal ini ditunjukkan dengan
Komitmen Manajemen yang tinggi, fungsi HSE pada posisi yang
independen di bawah Field Manager, sebagian aspek HSE sudah
terintegrasi dalam program kerja masing-masing fungsi, SMK dan
rencana pelatihan para pekerja telah memasukan aspek HSE.
Peningkatan kinerja HSE di UBEP Tarakan tidak hanya menjadi
tanggung jawab pekerja di lapangan tetapi secara langsung
pimpinan atau manajemen memiliki tanggung jawab yang sama.
3. Faktor bahaya yang terdapat di lingkungan kerja PT.Pertamina EP
Field Tarakan meliputi penggunaan bahan kimia yang termasuk
Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), kebisingan, iklim kerja yang
panas, sikap kerja,dll. Potensi bahaya yang terdapat di lingkungan
kerja PT.Pertamina EP Field Tarakan antara lain meliputi
kebakaran, ledakan, tersengat listrik, bekerja di ketinggian, bahaya
76
terjatuh, terbentur, terkilir, tertimpa dan terpukul benda-benda,
bahaya tertabrak, bahaya terpeleset, gangguan kesehatan / ISPA,
patah tulang / luka, dll. Dan upaya pengendalian yang dilakukan
meliputi Penggunaan APD, Monitoring, Prosedur kerja sesuai
TKI/TKO,dll.
B. Saran
1. Perusahaan sebaiknya melakukan aktivitas dokumentasi dari setiap
kegiatan/aktivitas dan dibuat dalam bentuk laporan.
2. Agar segera dilakukan tindakan perbaikan jika pada saat inspeksi
K3 ditemukan adanya potensi bahaya kecelakaan kerja. Karena
saat dilakukan inspeksi, misalnya terdapat pelaporan mengenai
lokasi yang becek yang dapat mengakibatkan pekerja terjatuh
tetapi dibiarkan hingga beberapa hari kemudian.
3. Perusahaan juga sebaiknya melakukan upaya tindak lanjut dari
pelaporan form PEKA (Pengamatan Keselamatan Kerja) dari setiap
fungsi sehingga cepat dilakukan penanganan dan upaya perbaikan.
4. Perusahaan sebaiknya melakukan upaya sosialisasi ulang maupun
tindak lanjut dari penggunaan tempat sampah yang telah
diklasifikasikan berdasarkan jenis sampahnya.
5. Perusahaan sebaiknya menjaga kesinambungan pelaksanaan
SMHSE yang telah ada di perusahaan sehingga senantiasa
diperoleh tempat kerja yang aman, sehat dan produktivitas dapat
ditingkatkan lebih baik lagi.
77
6. Perlunya pengawasan yang lebih baik seperti pengecekan
penggunaan alat pelindung diri, pemeriksaan lingkungan kerja rutin
berupa pengukuran pencahayaan, iklim kerja, dll, untuk menjamin
terlaksananya program Kesehatan dan Keselamatan Kerja di
perusahaan.
78