24981379 Pengaruh Pen Gala Man Pelanggan Berhubungan Dengan Call Center Terhadap Loyalitas Merek...
Transcript of 24981379 Pengaruh Pen Gala Man Pelanggan Berhubungan Dengan Call Center Terhadap Loyalitas Merek...
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat melepaskan diri dari kebutuhan
untuk saling berkomunikasi dengan manusia lain. Perkembangan teknologi telah
menyebabkan terjadinya perubahan alat dan cara bagi manusia untuk saling
berkomunikasi. Semenjak suksesnya uji coba telepon pertama tahun 1876 di
Amerika Serikat, jarak tidak lagi menjadi penghalang bagi manusia untuk dapat
saling berhubungan dengan manusia lain.
Selanjutnya, peningkatan mobilitas manusia telah membawa pada kebutuhan
baru, yakni alat atau media komunikasi yang bersifat mobile seperti telepon
seluler (ponsel). Berbeda dengan Jaringan Telepon tetap (wireline), telepon seluler
menggunakan teknologi nirkabel (wireless) dengan sistem transmisinya
menggunakan frekuensi..
Ada tiga basis dalam penggunaan telepon selular yang didasarkan pada
perbedaan frekuensinya. Ketiga basis tersebut meliputi Global System for Mobile
(GSM), CDMA (code division multiple access) dan generasi ketiga (3 G).1
Sampai saat ini, telepon selular berbasis GSM masih memainkan peranan paling
dominan dalam industri jasa layanan telepon selular di Indonesia.
1 Generasi ketiga (3G) teknologi wireless merupakan generasi yang mempersatukan teknologi GSM dan CDMA. Pada sistem 3G, baik GSM maupun CDMA menggunakan akses yang sama yaitu akses pita lebar (broadband access). Lihat Herwaman Kertajaya, dkk. On Becoming A Customer-Centric Company. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2004. Hal. 19
2
GSM masuk ke Indonesia pada tahun 1995 melalui tiga operator selular,
dimana salah satunya adalah Telkomsel yang merupakan anak perusahaan PT
TELKOM. Dalam perkembangannya, PT Telkomsel mampu menjadi market
leader untuk kategori operator jasa layanan telepon selular dengan pembagian
pangsa pasar sebagai berikut: PT Telkomsel dengan sekitar 10 juta pelanggan;
kelompok Indosat (Satelindo dan IM3) dengan 6,3 juta pelanggan, dan
Excelcomindo Pratama (ProXL) dengan 2,9 juta pelanggan2.
PT Telkomsel mengeluarkan tiga jenis kartu telepon selular (subscriber
identity module atau SIM card) berbasis teknologi GSM, yakni Kartu Halo untuk
pelanggan paskabayar, dan kartu simPATI dan Kartu As untuk pelanggan
Prabayar. Sampai Juli 2004, proporsi pelanggan PT Telkomsel terdiri pelanggan
kartu Halo 1,2 juta; kartu simPATI 10,750 juta, dan kartu As 650 ribu seperti yang
diperlihatkan tabel dibawah ini:
Gambar 1.1Proporsi Pelanggan PT Telkomsel
Halo10%
As5%
simPATI85%
Sumber: Diolah dari Kompas, 28-08-2004 hal. 32
Posisi PT Telkomsel sebagai market leader dalam industri jasa layanan
selular di Indonesia sangat rentan untuk direbut oleh pesaingnya. Hal ini sangat
2 Lihat http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0402/05/telkom/839290.htm. diakses: 20 Februari 2005
3
mungkin terjadi oleh karena pertumbuhan industri jasa layanan telepon selular di
Indonesia masih terbuka lebar, jika di Malaysia kepadatan telepon selular telah
mencapai 63 % (persen), di Indonesia, kepadatan telepon selular baru mencapai
12 % (persen)3. Potensi pasar yang masih sangat besar dan tingkat pertumbuhan
industri yang tinggi, di mana dari tahun 2000 sampai 2005 mencapai 60 % per
tahun4, tentunya pertumbuhan pangsa pasar yang demikian besar tersebut akan
saling diperebutkan oleh para operator jasa layanan selular.
Persaingan antar operator jasa layanan selular dalam memperebutkan para
pelanggannya telah memasuki tingkat persaingan yang tinggi. Para Operator
saling berlomba untuk memberikan berbagai fitur layanannya yang terkadang
terkesan dipaksakan yang berakibat pada terjadinya tekanan pada pendapatan
operator.5 Di samping persaingan dalam bentuk memberikan berbagai jenis
layanan, persaingan tarif juga sudah mulai terjadi. Persaingan ini terjadi akibat
adanya tekanan dari kehadiran CDMA fixed wireless yang menawarkan tarif yang
murah sehingga para operator GSM mulai melakukan penurunan tarif dan
perluasan area zona lokal-nya6.
Keadaan ini berpotensi menimbulkan persaingan yang tidak sehat antar
operator selular yang akan membawa dampak terhadap pelayanan pelanggan dan
perginya investor.7 Untuk dapat terhindar dari pola persaingan yang tidak sehat
perusahaan jasa layanan selular dituntut untuk berfokus kepada pelanggan, Upaya
3 “Investor asing ubah PT Industri Seluler” Kompas, 03-02-2005 Hal. 374 Moch S Hendrowijono “Pertumbuhan Telekomunikasi 2006: Walau lambat masih jadi yang tercepat”. Kompas, 12-12-2005 hal. 405 M Kuncoro “Adu Strategi Gaet Konsumen Selular di tahun 2004”, Kompas, 11-02-2004 Halaman 286 “Operator GSM bergegas Perhatikan Pelanggan”. Kompas, 26-03-2003. Halaman 357 M Kuncoro,. Loc.cit.
4
ini dilakukan dengan cara terus menerus memantau kebutuhan dan keinginan
pelanggan terhadap kualitas produk atau jasa perusahaan.
Usaha untuk lebih berfokus kepada pelanggan bagi pengguna jasa layanan
selular, terutama pelanggan kartu prabayar sangat mendesak. Pelanggan prabayar
akan sangat mudah untuk beralih kepada pesaing, hal ini disebabkan karena
kecilnya biaya untuk mengganti kartu dan tidak terdapatnya perbedaan yang
signifikan dalam jenis layanan jasa yang ditawarkan oleh masing-masing operator,
apalagi pelanggan jasa prabayar bukan merupakan consumer base bagi operator
jasa layanan telepon selular.
Menghadapi keadaan seperti ini, perusahaan dituntut memaksimalkan
kepuasan dan memelihara kesetiaan pelanggannya. Usaha ini diwujudkan dengan
memberikan dukungan layanan dalam bentuk layanan pelanggan (customer
service). Dukungan layanan pelanggan pada PT Telkomsel terdiri dari tiga
saluran, yakni: Call Center, dimana pelanggan dapat menghubungi perusahaan
melalui telepon; Face-to-face encounter, dimana para pelanggan dapat melakukan
kontak tatap muka dengan petugas perusahaan (Grapari, Gerai Halo, Corporate
Account Management), dan Multimedia, dimana pelanggan dapat menghubungi
perusahaan melalui saluran multimedia (Web atau SMS).
Sebagai akibat dari karakteristik dari pengguna telepon selular yang mobile,
maka call center menjadi pilihan utama bagi pelanggan untuk berhubungan
dengan layanan pelanggan PT Telkomsel. Menurut data yang diungkapkan oleh
VP Customer Service (CS) Telkomsel , Gideon Purnomo, sekitar 94,4 persen
pelanggan menyampaikan keluhan atau meminta informasi melalui Call Center.
5
Selain melalui Call Center, pelanggan menyampaikan permintaan atau keluhan
melalui GraPARI sebesar 0,2 persen, GeraiHALO sebesar 0,2 persen, serta
melalui situs perusahaan dan SMS sebesar 0,1 persen8.
Dalam rangka terus memberikan pelayanan yang terbaik kepada para
pelanggannya PT Telkomsel terus menerus meningkatkan kapasitasnya, gambar
1.2 dibawah ini menunjukan peningkatan jumlah petugas Call Center PT
Telkomsel dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2007.
Gambar 1.2Jumlah Petugas Call Center PT Telkomsel
350
1100
2000
4000
0
1000
2000
3000
4000
2004 2005 2006 2007
Sumber: Kompas Cyber Media, 14 April 2007, dan www.telkomsel.com/web/corporate/pressRoom.php?id=131
Peningkatan Kapasitas Call Center Telkomsel yang sangat besar tersebut
adalah untuk melayani pelanggan yang sangat besar dengan pertumbuhan yang
sangat tinggi. Meningkatnya jumlah pelanggan PT Telkomsel menyebabkan
meningkatnya jumlah panggilan ke Call Center, peningkatan jumlah panggilan
tersebut dapat dilihat dari gambar di bawah ini:
8
A. Mohammad BS, “Telkomsel Tambah 2 Ribu Petugas CS”http://www.swa.co.id/primer/manajemen/sdm/details.php?cid=1&id=4095 diakses tanggal: 25 April 2007
6
Gambar 1.3Jumlah Panggilan Call Center PT Telkomsel (/hari)
370.000
500.000
1.100.000
0
200000
400000
600000
800000
1000000
1200000
2005 2006 2007
Sumber: www.detiknet.com tanggal 18 Februari 2005, Kompas Cyber Media 14 April 2007dan http://www.telkomsel.com/web/corporate/pressRoom.php?id=131.
Di samping mengalami peningkatan jumlah panggilan, tingkat SCR
(Succesful Call Rate) sebagai indikator yang menunjukan jumlah panggilan yang
berhasil masuk ke call center PT Telkomsel, juga mengalami peningkatan. Jika
pada tahun 2005 mencapai 75 persen maka pada tahun 2006 menurut VP
Customer Service (CS) Telkomsel , Gideon Purnomo, SCR mencapai 85% atau
bahkan 90%9. Dengan semakin meningkatnya SCR maka jumlah panggilan yang
tidak tersambung akan semakin berkurang dan pelanggan akan semakin mudah
untuk melakukan kontak dengan perusahaan. Hal inilah yang menjadikan fungsi
Call Center sebagai media bagi pelanggan untuk melakukan kontak dengan
provider jasa layanan selular di masa yang akan datang akan semakin meningkat.
Adapun alasan pelanggan menghubungi call center PT Telkomsel, yakni:
Pelanggan membutuhkan informasi, pelanggan menyampaikan keluhan, dan
9 A. Mohammad BS. Loc.cit
7
permintaan panduan untuk aktivasi atau pemblokiran layanan10. Proporsi alasan
pelanggan menghubungi call center PT Telkomsel ditunjukkan oleh gambar 1.4 di
bawah ini:
Gambar 1.4Alasan Pelanggan menghubungi Call Center
PT Telkomsel
Keluhan16%
Permintaan Panduan
14%
Permintaan informasi
70%
Sumber: www.detiknet.com tanggal 18 Februari 2005
Kemampuan bagian layanan pelanggan pada call center dalam memberikan
informasi, menyelesaikan masalah atau menangani keluhan dan memberikan
berbagai panduan kepada pelanggan akan sangat menentukan penilaian pelanggan
terhadap kualitas jasa keseluruhan yang diberikan oleh PT Telkomsel.
Semakin vitalnya peran call center bagi penerapan Customer Relationship
Management (CRM), telah menempatkan petugas call center atau call center
representatif (CCR) dalam posisi yang sangat penting sebagai “link” antara
perusahaan dengan pelanggannya. Sebagaimana dinyatakan oleh Bitner bahwa
10
Ni Ketut Susrini, “16 Panggilan ke Call Center berisi Keluhan” www.detiknet.com diakses
tanggal: 28 November 2006
8
pelanggan seringkali melihat kualitas layanan dari sebuah organisasi secara
keseluruhan berdasarkan pada interaksi mereka dengan Customer Contact
Representatif (CCR), pelanggan mengevaluasi layanan seringkali berdasarkan
pada evaluasi mereka terhadap service encounter atau saat dimana pelanggan
berinteraksi dengan perusahaan11.
Pentingnya peran bagian layanan pelanggan dalam menentukan nilai sebuah
merek dinyatakan oleh Paul Temporal dan Martin Trott bahwa layanan konsumen
selalu merupakan bagian penting pembangunan merek bagi setiap perusahaan,
khususnya perusahaan jasa. layanan konsumen yang buruk dengan cepat akan
mematikan nilai merek.12 John Tschohl, dalam Achieving Excellence through
Customer Service menekankan pentingnya layanan pelanggan dengan
menyatakan bahwa meski tanpa iklan dan usaha pemasaran lain jika bisnis
menerapkan suatu strategi layanan profesional secara sukses, penjualan,
keuntungan dan laba atas modal (ROI) biasanya meningkat secara geometris –
tidak hanya secara proporsional. Kepuasan dan kesetiaan pelanggan juga
meningkat secara dramatis dan jumlah keluhan pelanggan akan menurun.13
Pilihan untuk meneliti pengalaman pelanggan dalam berhubungan dengan
petugas call center dan kaitannya dengan pembentukan loyalitas merek, karena
dirasakan bahwa di Indonesia masih sangat jarang diadakan penelitian untuk
menilai hubungan interaksi pelanggan berhubungan dengan perusahaan (service
11 M.J Bitner., “Evaluation service encounter: the effects of physical surroundings and employee responses”, Journal of Marketing, Vol. 54, April 1990, pp. 69-8212Paul Temporal dan Martin Troot, “Romancing the Customer”. Diterjemahkan oleh Kusnandar Jakarta: Salemba Empat, 2002. hal. 1713John Tschohl dan Steve Fransmeier, “Achieving Excellence Through Customer Service. Diterjemahkan oleh Tjita Singo, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003. hal 24
9
encounter) yang dilakukan melalui telepon atau call center serta hubungannya
dalam pembentukan loyalitas merek.
B. Pokok Permasalahan
Proses pembentukan ekuitas merek terjadi melalui serangkaian proses yang
sangat panjang. Hal ini sesuai dengan konsep Gestalt, Menurut konsep ini
manusia mengintepretasikan pengalaman-pengalamannya secara holistik. Sebuah
merek akan mendapatkan kesan yang kuat dan mendapatkan posisi khusus di
benak konsumen, apabila merek tersebut menawarkan pesan-pesan yang dapat
dipercaya, rasional, atraktif dan konsisten sepanjang waktu.
Pembangunan sebuah merek yang memiliki ekuitas tinggi membutuhkan
penerapan konsistensi strategis, di mana seluruh aspek dalam organisasi secara
konsisten terlibat dalam pembangunan ekuitas merek. Penerapan konsistensi
strategis pada seluruh lini dalam organisasi dalam pemasaran jasa menjadi penting
karena fokus utama merek (locus of Brand impact) pada perusahaan jasa adalah
perusahaan penyedia jasa itu sendiri14. Persepsi konsumen terhadap sebuah aspek
organisasi perusahaan, dalam penelitian ini, petugas call center, akan sangat
menentukan asosiasi konsumen berkaitan dengan sebuah merek.
Dalam penelitian ini, ditekankan pentingnya aspek pengalaman pelanggan
berhubungan dengan petugas call center dalam pembentukan loyalitas merek.
Pentingnya aspek pengalaman dalam membentuk ekuitas sebuah merek
merupakan adaptasi dari model Service Branding yang diperkenalkan oleh
14 Fandy Tjiptono. Pemasaran Jasa. Malang: Bayumedia, 2005. hal. 108
10
Leonarld L. Berry. Dalam model tersebut, ekuitas merek merupakan efek
deferensial dari kombinasi antara brand awareness dan brand meaning. Brand
meaning yang dibentuk oleh pengalaman aktual pelanggan dalam menggunakan
jasa layanan perusahaan akan berpengaruh secara langsung terhadap pembentukan
ekuitas merek.
Dalam Penelitian ini, pengalaman pelanggan dalam berhubungan dengan
merek atau perusahaan akan dibatasi dengan pengalaman pelanggan dalam
berhubungan dengan petugas bagian layanan pelanggan pada call center.
Pengalaman pelanggan tersebut, kemudian akan menimbulkan berbagai persepsi
di benak pelanggan terhadap perusahaan yang pada gilirannya sebuah merek.
Baik buruknya pengalaman pelanggan dalam interaksi yang terjadi dengan bagian
call center (Phone encounter) akan mempengaruhi pembentukan loyalitas merek.
Aspek-aspek layanan pelanggan yang akan diteliti meliputi harapan
pelanggan terhadap petugas call center yang dikelompok ke dalam empat skala,
yakni: Adaptiveness, Assurance, Emphaty dan ,authority15. Aspek Pengalaman
pelanggan akan dinilai positif jika mampu memenuhi harapan para pelanggan.
Selanjutnya, akan diteliti keterkaitan antara pengalaman pelanggan dengan
persepsi kualitas jasa keseluruhan (overall service quality) dan selanjutnya dengan
pembentukan loyalitas merek kartu prabayar simPATI.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka peneliti mengangkat pokok
permasalahan yang akan diteliti adalah sebagai berikut:
15 Arjal Burgers et al., “Customer expectation dimensions of voice-to-voice service encounter: a scale-development study”, international journal of service Industry Management. Bradford, 2000
11
1. Bagaimana penilaian pelanggan terhadap pengalaman layanan pelanggan
yang diberikan oleh petugas call center PT Telkomsel dalam kontak
layanan melalui telepon (Call Center)?
2. Bagaimana persepsi pelanggan terhadap kualitas jasa keseluruhan (overall
Service Quality) yang diberikan oleh PT Telkomsel?
3. Bagaimana hubungan antara pengalaman pelanggan berhubungan dengan
petugas call center terhadap persepsi kualitas jasa PT Telkomsel?
4. Bagaimana hubungan antara persepsi kualitas jasa PT Telkomsel terhadap
loyalitas merek kartu prabayar simPATI?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan permasalahan yang telah dijelaskan diatas, maka
penulisan skripsi ini bertujuan untuk mendapatkan pemahaman mengenai
pengalaman interaksi pelanggan kartu simPATI dalam berhubungan dengan
petugas Call center dan kaitannya terhadap persepsi kualitas dan selanjutnya
loyalitas merek (brand loyalty) kartu prabayar simPATI Telkomsel.
Penelitian ini mempunyai beberapa tujuan khusus, yaitu:
1. Mengetahui penilaian pelanggan terhadap petugas call center PT
Telkomsel dalam memberikan pelayanan.
2. Mengetahui persepsi pelanggan terhadap kualitas jasa keseluruhan PT
Telkomsel
3. Mengetahui penilaian pelanggan terhadap petugas call center PT
Telkomsel dalam memberikan pelayanan dan implikasinya terhadap
12
pembentukan persepsi kualitas jasa keseluruhan yang diberikan PT
Telkomsel
4. Mengetahui persepsi pelanggan terhadap kualitas jasa keseluruhan dan
implikasinya terhadap pembangunan loyalitas merek (Brand loyalty) kartu
simPATI
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara akademis
maupun secara praktis dalam bidang pemasaran jasa.
1. Dari segi akademis, memberikan tambahan pemahaman mengenai konsep
merek dan bagaimana aspek-aspek merek khususnya loyalitas merek
dapat ditingkatkan dengan cara mengelola pengalaman interaksi antara
perusahaan dengan pelanggan melalui media telepon.
2. Dari segi praktis, memberikan masukan kepada perusahaan tentang
bagaimana pelanggan menilai pengalaman interaksi yang terjadi dengan
petugas call center dan bagaimana pengaruhnya terhadap loyalitas merek
sehingga perusahaan dapat memperbaiki dan mengembangkan kualitas
dari interaksi yang terjadi.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Mengacu pada tujuan dan manfaat dari penelitian ini, maka ruang lingkup
penelitian difokuskan hanya pada mengevaluasi pengalaman interaksi pelanggan
13
dengan petugas call center terhadap loyalitas merek, yang difokuskan pada
pelanggan kartu simPATI PT Telkomsel.
Peneliti memilih pengguna kartu simPATI PT Telkomsel sebagai obyek
penelitian didasarkan oleh pertimbangan: Pertama, jumlah pengguna prabayar
adalah populasi terbesar dari pengguna telepon selular berbasis GSM. Sementara
itu, pengguna kartu Prabayar simPATI merupakan pengguna terbesar dari
pelanggan selular yang menggunakan GSM di Indonesia, sebagai market leader
pelanggan simPATI akan menjadi sasaran tarikan pesaing. Kedua, tarif prabayar
lebih mahal dari tarif paska bayar sementara persaingan selular sudah memasuki
pada persaingan tarif. Ketiga, pelanggan prabayar bukan merupakan basis
pelanggan oleh karenanya akan mudah beralih dan berganti nomor.16
1.6. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah pemahaman skripsi ini, penulis membaginya kedalam
Bab-bab sebagai berikut:
BAB I: Pendahuluan
Dalam bab ini, penulis menguraikan Latar Belakang Permasalahan,
Permasalahan Penelitian, Tujuan Penelitian, Manfaat penelitian,
Ruang Lingkup Penelitian, dan Sistematika Penulisan.
16 Kuncoro, Loc.Cit.
14
Bab II: Kerangka teori dan metode penelitian
Dalam Bab ini, penulis menguraikan tinjauan pustaka, konstruksi
model teoritis, Model Analisis, Hipotesis, operasionalisasi konsep,
dan metode penelitian.
Bab III: Gambaran Umum Obyek Penelitian
Dalam bab ini, penulis menguraikan sejarah perusahaan; slogan,
visi dan misi perusahaan; struktur organisasi perusahaan; produk
dan jasa layanan, dan Call Center PT Telkomsel
BAB IV: Analisis Hasil Penelitian
Dalam bab ini, penulis akan menjelaskan mengenai hasil
pengumpulan data, Analisis deskriptif konstruk variabel penelitian,
analisa univariat, dan analisis model penelitian.
Bab V: Kesimpulan dan Saran
Dalam bab ini, penulis menguraikan kesimpulan hasil analisis
penelitian dan saran-saran yang bersifat praktis maupun teoritis
berdasarkan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini.
15
BAB II
KERANGKA TEORI DAN METODE PENELITIAN
A. Tinjauan Pustaka
Untuk membahas pengalaman pelanggan berhubungan dengan call center
terhadap pembentukan loyalitas merek, maka dalam tinjauan pustaka ini dibahas
teori-teori yang relevan dengan permasalahan penelitian. Teori-teori yang akan
dibahas meliputi: Merek dalam pemasaran jasa, perilaku konsumen, perilaku
konsumen telekomunikasi, kepuasan, service quality, arti penting hubungan
pelanggan, loyalitas merek, service encounter, dan voice-to-voice encounter
A.1. Merek dalam Pemasaran Jasa
Dalam pemasaran jasa, merek yang kuat mampu meningkatkan kepercayaan
pelanggan (customers’ trust) dalam pembelian jasa yang bersifat intangiable,
inseparable, variabel, dan perishable. Merek yang kuat mampu membantu
pelanggan dalam memvisualisasikan dan memahami produk yang intangiable
sehingga dapat mengurangi resiko pelanggan dalam proses pembelian jasa,
terutama bagi kategori jasa yang sulit dievaluasi sebelum pembelian dilakukan.
Seperti yang dinyatakan oleh Berry:
Branding plays special role in service companies because strong brands increase customers’ trust of the invisible purchase. Strong brand enable customers to better visualize and understanding intangible products. They reduce customers’ perceived monetary, social, or safety
16
risk in buying service, which are difficult to evaluate prior to purchase...17
Di samping itu, menurut Berry fokus utama merek jasa berbeda dengan pada
produk. Jika pada produk yang menjadi merek primer (primary brand) merupakan
produk itu sendiri, sedangkan pada jasa, perusahaanlah yang menjadi primary
brand18. Hal ini mengakibatkan terjadinya perbedaan sumber dari penciptaan nilai
pelanggan (The source of customer value creation).
Pada produk jasa, sumber penciptaan nilai pelanggan terutama berkaitan
dengan pengalaman pelanggan dalam berhubungan dengan perusahaan.
Sebagaimana yang dinyatakan oleh Berry bahwa: “...the source of experience is
the locus of brand formation...”. Oleh karena itu, Perusahaan secara
keseluruhannya akan dilihat sebagai “provider of experience19”.
Selanjutnya, Berry memperkenalkan model service branding yang terdiri atas
enam komponen, yakni presented brand perusahaan, komunikasi merek eksternal,
brand awareness, brand meaning, pengalaman pelanggan dengan perusahaan, dan
ekuitas merek. Dalam gambar 2.1 dibawah, Relasi antar komponen ditunjukan
dengan garis tebal dan garis putus-putus. Garis tebal mencerminkan dampak
primer dan garis putus-putus menunjukan dampak sekunder.
17Leonard L Berry: Cultivating Service Brand Equity. Journal Academy of Marketing Science Vol 28. Greenvale: 2002 hal 12818Ibid19 Ibid
17
Gambar 2.1Model Service Branding
Sumber: Berry: Cultivating Service Brand Equity, 2002
Menurut model service branding yang dikemukan oleh Berry, Komunikasi
pemasaran baik yang dikendalikan oleh perusahaan (presented brand) maupun
yang berasal dari luar perusahaan (external communication) memang memiliki
pengaruh yang besar dalam menciptakan kesadaran merek, pengetahuan merek
dan preferensi merek. Akan tetapi, pengaruh itu terutama berakibat pada para
pelanggan baru yang memiliki sedikit atau belum pernah secara langsung
memiliki pengalaman dalam berhubungan dengan perusahaan penyedia jasa,
sedangkan bagi pelanggan yang pernah mengalami jasa total perusahaan, sumber
utama dari brand meaning adalah pengalaman pelanggan (experience). Pelanggan
akan lebih mempercayai informasi yang berasal dari pengalamannya sendiri
dalam berhubungan dengan perusahaan dibandingkan dengan sumber-sumber
informasi baik oleh perusahaan maupun sumber-sumber eksternal lain.
External Communication
Customer experience
Brand Meaning
Brand equity
Presented Brand Brand Awareness
18
Menurut Berry yang dikutip dalam Lovelock dan Wirtz, pengalaman
pelanggan dalam berhubungan dengan perusahaan jasa menimbulkan adanya
persepsi nilai yang kemudian menciptakan preferensi pelanggan terhadap merek
jasa tersebut20.
Pengalaman pelanggan yang baik ketika berhubungan dengan perusahaan,
hanya dapat dicapai apabila perusahaan jasa tersebut memahami keinginan dan
persepsi target pasar yang dipilih dan bertindak sesuai dengan ekspektasi
pelanggan. Dengan adanya pemahaman yang baik mengenai konsumen,
perusahaan jasa dapat lebih baik mengkomunikasikan nilai-nilai yang dimiliki
perusahaan serta meyakinkan pelanggan untuk percaya pada produk jasa yang
direpresentasikan oleh merek perusahaan.
A.2. Perilaku Konsumen Jasa
Untuk dapat bertahan dalam sebuah lingkungan persaingan yang kompetitif,
sebuah perusahaan harus dapat memberikan target market-nya nilai (value) yang
lebih dari yang dapat diberikan oleh para pesaing. Upaya memberikan nilai
pelanggan yang superior tersebut hanya dapat terjadi jika perusahaan dapat
mengantisipasi kebutuhan konsumen secara lebih baik dibandingkan dengan
pesaingnya. Untuk itulah diperlukan pemahaman mengenai siapa yang membeli
produk, apa yang dibeli, mengapa mereka membeli, kapan membeli, di mana
membeli, bagaimana proses keputusan pembelian, berapa sering membeli
20 Christopher Lovelock dan Jochen Wirtz: Services Marketing, people, technology and strategy,5th edition, Prentice Hall, 2005 hal.344
19
dan/atau menggunakan produk/jasa. Berbagai pertanyaan tersebut merupakan
bidang kajian dalam perilaku konsumen.
Studi perilaku konsumen sebagaimana dinyatakan oleh Hawkin, et al adalah
“... study of individuals, groups, or organization and the process they use to
select, secure, use, and dispose of products, services, experience, or ideas to
satisfy needs and the impacts of these processes have on consumer and society”21.
Perilaku konsumen dalam pengertian ini, bukan hanya melihat proses yang terjadi
saat berlangsungnya pembelian, tapi lebih jauh lagi melihat bagaimana konsumen
memilih, menentukan, mendapatkan, menggunakan, dan menghentikan
pemakaian produk, jasa, pengalaman, atau ide untuk memuaskan kebutuhan serta
dampak dari proses tersebut terhadap konsumen dan masyarakat.
Dalam berbagai literatur marketing berdasarkan perspektif pengambilan
keputusan, dikenal proses lima tahap dari keputusan pembelian konsumen, yakni:
Identifikasi kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif,
pembelian/konsumsi dan evaluasi purna beli. Proses keputusan konsumen bisa
diklasifikasikan ke dalam tiga tahap utama, yakni: Pra Pembelian, konsumsi dan
evaluasi purna pembelian seperti diperlihatkan dalam gambar di bawah ini22.
21 Hawkin, et al., “Consumer Behaviour: Building Marketing Strategy 8th ed”. New York: McGraw-Hill, 2001. hal. 722 Tjiptono., op cit hal. 43
20
Gambar 2.2Model Perilaku Konsumen Jasa
Sumber: Tjiptono, Pemasaran Jasa, 2005
Tahap pra pembelian meliputi bagaimana konsumen mengidentifikasi
kebutuhan-kebutuhannya, mencari berbagai informasi yang berkaitan dengan
pemenuhan kebutuhan dan mengevaluasi alternatif-alternatif dari berbagai pilihan
yang tersedia. Sedangkan dua tahap berikutnya adalah tahap pembelian dan
konsumsi serta tahap evaluasi purna beli.
Dalam tahap pembelian dan konsumsi jasa, dimana proses pembelian dan
konsumsi jasa tidak terpisah mengakibatkan interaksi antara perusahaan penyedia
jasa dengan konsumen dapat mempengaruhi nilai dari pengalaman konsumsi.
Berbagai faktor seperti emosi dan mood dari petugas perusahaan penyedia jasa
dan pelanggan juga turut menentukan kualitas keseluruhan penyampaian sebuah
jasa. Oleh karena itu, pada perusahaan jasa, interaksi antara perusahaan dengan
pelanggan yang sering disebut sebagai service encounter dikelola sedemikian rupa
agar tercipta pengalaman pelanggan yang positif.
Setelah jasa dikonsumsi maka konsumen akan melakukan evaluasi purnabeli.
Pada tahap ini, konsumen menilai ketepatan keputusan pembeliannya. Menurut
Kotler Kepuasan ataupun ketidakpuasan terhadap produk akan mempengaruhi
Identifikasi Kebutuhan
Pencarian Informasi
Evaluasi Alternatif
Pembelian dan Konsumi
Evaluasi Purna Beli
Tahap Pra PembelianTahap
KonsumsiTahap
Evaluasi Purna Beli
21
perilaku konsumen selanjutnya. Apabila konsumen puas maka ia akan
menunjukan kemungkinan yang lebih tinggi untuk membeli produk kembali dan
akan menyampaikan berbagai hal yang positif tentang merek kepada orang lain.
Sebaliknya, apabila konsumen merasa kecewa dengan pembelian yang
dilakukannya karena produk atau jasa bersangkutan tidak memenuhi kebutuhan
yang dimaksud maka konsumen paling tidak akan melakukan empat kemungkinan
respon, yakni:
Pertama, tidak melakukan apa-apa. Konsumen dalam hal ini tidak
menyampaikan komplain kepada siapapun dan biasanya langsung beralih ke
pemasok atau penyedia jasa lain. Kedua, berhenti membeli produk atau jasa
perusahaan bersangkutan dan atau menyampaikan negative/bad word-of-mouth
kepada keluarga, rekan sejawat, maupun orang dekat lainnya. Ketiga,
menyampaikan komplain secara langsung dan meminta kompensasi kepada
perusahaan penyedia jasa. Keempat, mengadukan ke lewat media massa, lembaga
konsumen atau instansi pemerintah terkait, dan atau menuntut produsen/penyedia
jasa secara hukum23.
Sebagai akibat dari kompleknya proses evaluasi atribut produk jasa, perilaku
konsumen pada jasa akan bersifat spesifik pada masing-masing industri. Dalam
bagian berikut ini akan dijelaskan perilaku konsumen jasa telekomunikasi.
23 Ibid
22
A.3. Perilaku konsumen jasa telekomunikasi
Industri jasa telekomunikasi telah mengalami berbagai perubahan yang
radikal. Menurut Xevelonakis, perubahaan tersebut merupakan hasil dari
kombinasi pasar, bisnis dan teknologi24. Perubahan-perubahan tersebut telah
mengakibatkan terjadinya perubahan dalam perilaku konsumen jasa
telekomunikasi.
Jika dilihat dari sisi faktor teknologi, ditemukannya teknologi wireless atau
teknologi telepon selular dengan sistem transmisi menggunakan frekuensi telah
merubah kecenderungan orang dalam berkomunikasi, menurut data dari
International Communication Union (ITU), sejak tahun 2002 jumlah pelanggan
selular secara global telah melampaui jumlah pelanggan telepon tetap. Hal ini
disebabkan karena konsumen lebih menyukai sifat praktis dan mobilitas yang
tinggi yang merupakan sifat dari telekomunikasi selular.
Melalui telepon selular pelanggan dapat melakukan banyak hal, seperti:
Telepon, SMS, faksimili, mendengarkan lagu, mengirimkan pesan multimedia,
melakukan koneksi internet melalui WAP (wireless Access Protocol) ataupun
GPRS, e-mail, PDA, dan berbagai aplikasi lain. Berbagai benefit tersebut
dimungkinkan sebagai akibat dari konvergensi teknologi komunikasi dan
teknologi informasi pada teknologi seluler25.
Konvergensi teknologi tersebut juga telah membuka banyak kemungkinan
bagi operator jasa layanan telekomunikasi selular untuk menawarkan berbagai
24Evangelos Xevelonakis. Developing Retention Strategies Based on Customer Profitability in Telecomunication: An empirical Study., Journal of Database Marketing and Customer Strategy Management., 2005. Hal. 22625 Kertajaya., Op Cit. Hal 18
23
aplikasi teknologi baru. Diferensiasi produk dari sisi teknologi menyebabkan
operator berlomba menyediakan berbagai aplikasi teknologi baru.
Menurut Tjiptono untuk mendiferensiasikan produk jasa dalam konteks
persaingan, perusahaan harus berfokus pada atribut determinan, yaitu atribut yang
paling mungkin menentukan pilihan konsumen. Atribut determinan ini ditentukan
oleh dua dimensi yakni tingkat kepentingan dan tingkat keunikannya. Sebuah
atribut dinilai penting oleh pelanggan jika atribut tersebut memberikan manfaat
yang diharapkan oleh pelanggan. Akan tetapi, jika semua perusahan menawarkan
atribut bersangkutan maka atribut tersebut tidak akan menentukan pilihan
merek26.
Dalam industri jasa layanan telekomunikasi selular, diferensiasi teknologi
sangat sulit untuk dilakukan. Hal ini disebabkan, pertama: Atribut yang
didiferensiasikan belum tentu dinilai penting oleh konsumen. Kedua, dalam
industri jasa layanan selular ada kecenderungan dari masing-masing operator
berlomba menawarkan aplikasi teknologi yang sama.
Dari sisi pasar persaingan, semakin terbukanya sektor industri jasa layanan
telekomunikasi selular telah mengakibatkan terjadinya pergeseran bargaining
position dari produsen kepada konsumen. Konsumen memiliki banyak pilihan,
jika penyedia jasa layanan telekomunikasi tidak mampu memberikan pelayanan
yang terbaik maka dengan mudah konsumen akan beralih ke penyedia jasa
lainnya.
26 Tjiptono., Op Cit hal 64
24
Hasil riset yang dilakukan oleh lembaga riset pemasaran Pixel terhadap
konsumen jasa layanan selular di Indonesia menunjukan bahwa dimensi Tarif
(dilihat dari SMS tariff, voice call tariff, dan Starter-pack tariff) memberikan
pengaruh yang lebih besar terhadap index kepuasan secara total dibandingkan
dimensi Performance (No Service, Dropped call, Static, dan Circuit Full). Hasil
riset ini menunjukan telah terjadi persaingan tarif antara sesama operator selular
yang mengakibatkan ekspektasi konsumen terhadap tarif rendah meningkat.
Persaingan dalam hal tarif akan berakibat tidak menguntungkan bagi semua
pihak. Oleh sebab itu, sebagaimana dikatakan ketua Asosiasi Telepon Selular
Indonesia (ATSI), Jhonny Suwandi Sjam: "Perang tarif merupakan salah satu
strategi industri selular. Sebenarnya yang perlu dilakukan sebagai langkah ke
depan adalah kompetisi dalam hal pelayanan, yaitu bagaimana membuat jaringan
yang handal dan pelayanan yang baik kepada pelanggan27. Hasil riset lain yang
diadakan di Korea pada tahun 1999 menunjukan bahwa kualitas layanan yang
buruk merupakan dorongan terkuat untuk berhenti berlangganan28.
27 http://www.pixel-research.com/apa-yang-dicari-pengguna-seluler diakses 20 Juni 200728 Kertajaya., Op Cit. Hal. 89
25
A.4. Kepuasan Pelanggan
Kata ‘kepuasan’ atau satisfaction berasal dari bahasa Latin ‘satis’ (artinya
cukup baik, memadai) dan ‘facio’ (melakukan atau membuat). Secara sederhana
kepuasan dapat diartikan sebagai ‘upaya pemenuhan sesuatu’ atau ‘membuat
sesuatu memadai’. Namun, ditinjau dari perspektif konsumen, istilah kepuasan
pelanggan lantas menjadi suatu yang kompleks. Bahkan, hingga saat ini belum
dicapai kesepakatan atau konsensus mengenai konsep kepuasaan pelanggan, yakni
apakah kepuasaan merupakan respons emosional ataukah evaluasi kognitif29.
Menurut Howard & Sheth kepuasaan pelanggan didefinisikan sebagai situasi
kognitif pembeli berkenaan dengan kesepadanan atau ketidaksepadanan antara
hasil yang didapatkan dibandingkan dengan pengorbanan yang dilakukan30.
Sedangkan Tse dan Wilson sebagaimana dikutip oleh Tjiptono mendefinisikan
ketidakpuasan atau kepuasan pelanggan sebagai respon pelanggan terhadap
evaluasi ketidaksesuaian (disconfirmation) atau kesesuaian (confirmation) yang
dipersepsikan antara harapan awal sebelum pembelian (atau norma kinerja
lainnya) dan kinerja aktual produk yang dipersepsikan setelah pemakaian atau
konsumsi produk yang bersangkutan31
Dari uraian diatas dapat diartikan juga bahwa kepuasaan pelanggan sangat
berhubungan dengan ekspektasi pelanggan pada produk atau jasa yang
ditawarkan, apabila produk atau jasa tidak memenuhi ekspektasi, maka pelanggan
akan merasa tidak puas (dissatisfied); apabila produk atau jasa memenuhi
29 Ibid., hal 34930 J.N. Sheth., “A Factor Analytic Model of Brand Loyalty”, Jornal of Marketing Research, Vol. 55, 196931 Tjiptono, Op Cit., hal. 349.
26
ekspektasi, pelanggan akan merasa puas (satisfied); Sedangkan apabila ternyata
produk atau jasa yang diberikan ternyata melebihi ekspektasi mereka, maka
pelanggan akan merasa sangat puas (highly satisfied).
Boulding dan Andreassen menyatakan bahwa ada dua konseptualisasi yang
berbeda dalam kepuasan pelanggan. Pertama, lebih memfokuskan pada kepuasan
setelah melakukan transaksi (transaction-specific perspective). Kedua, kepuasan
pelanggan yang bersifat kumulatif (cumulative customer satisfaction). Perspektif
kepuasan setelah melakukan transaksi lebih diartikan sebagai penilaian yang
dilakukan oleh pelanggan setelah membeli sebuah produk. Sedangkan perspektif
kumulatif merupakan hasil evaluasi berdasarkan pembelian keseluruhan dan
pengalaman pelanggan dengan produk atau jasa yang ditawarkan32. Perspektif
kepuasan pelanggan kumulatif inilah yang menjadi sebuah hal yang mendasar
dalam memprediksi performa perusahaan di masa yang akan datang, dan juga
dapat membentuk perilaku positif pelanggan terhadap perusahaan.
Menurut Oliver, kepuasan pelanggan merupakan sebuah hal yang sangat
penting dalam pembentukan loyalitas33. Bolton melakukan sebuah penelitian
kuantitatif mengenai hubungan antara durasi hubungan dengan kepuasan. Dalam
studinya dalam industri telepon seluler di Amerika, dia menemukan bahwa:
Hubungan antara penyedia jasa dan konsumen akan lebih lama apabila
tingkat kepuasaan kumulatif konsumen lebih tinggi
32 Wang, Po Lo dan Yang, “An Integrated Framework for Service Quality, Customer Value, Satisfaction: Evidence from China Telecommunication Industry”, Kluwer Academic Publisher, 2004.33 Oliver, R.L “Whence Consumer Loyalty?”, Journal of Marketing, 63, Special Issue, 1999
27
Konsumen yang banyak berhubungan dengan penyedia jasa tidak akan
begitu sensitif pada kegagalan saat transaksi karena adanya tingkat
kepuasan yang tinggi.
Efek positif dari berhasilnya sebuah transaksi akan berkurang apabila
konsumen pernah mengalami kekecewaan pada jasa yang diberikan.
Hubungan antara efek dari kepuasan kumulatif dengan durasi hubungan
antara konsumen dan penyedia jasa akan lebih baik pada konsumen yang
sering berhubungan dengan penyedia jasa34.
A.5. Service Quality
Berbagai karakteristik dari jasa telah menyebabkan kualitas jasa jauh lebih
sukar dievaluasi bila dibandingkan dengan evaluasi kualitas barang. Bila ukuran
kualitas dan pengendalian kualitas untuk barang telah lama dikembangkan dan
diterapkan, untuk jasa berbagai ukuran tersebut justru sedang dikembangkan dan
diterapkan.
Jasa yang bersifat intangiable dan lebih merupakan proses yang dialami oleh
pelanggan secara subjektif, dimana aktivitas produksi dan konsumsi berlangsung
disaat yang bersamaan. Proses tersebut diikuti oleh serangkaian interaksi atau
moment of truth antara pelanggan dan penyedia jasa (service encounter). Interaksi
yang terjadi ini akan sangat berpengaruh terhadap jasa yang dipersepsikan oleh
34 R. Bolton, ”A Dynamic Model of the Duration of the Consumer’s Relationship with a Continous Service Provider: The Role of Satisfaction”, Marketing Science, 1998
28
pelanggan35. Dalam tabel 2.1 di bawah ini diperlihatkan perbedaan antara
persepsi kualitas barang dengan jasa.
Tabel 2.1Perbedaan antara kualitas barang dan kualitas jasa
No. Kualitas Barang Kualitas Jasa1 Dapat secara objektif diukur dan ditentukan
oleh pemanufakturDiukur secara subjektif dan acapkali ditentukan oleh konsumen
2 Kriteria pengukuran lebih mudah disusun dan dikendalikan
Kriteria pengukuran lebih sulit disusun dan seringkali sukar untuk dikendalikan
3 Standardisasi kualitas dapat diwujudkan melalui investasi pada otomatisasi dan teknologi
Kualitas sulit untuk distandardisasikan dan membutuhkan investasi besar pada pelatihan sumber daya manusia
4 Lebih mudah mengkomunikasikan kualitas Lebih sulit mengkomunikasikan kualitas
5 Dimungkinkan untuk mengadakan perbaikan pada produk cacat guna menjamin kualitas.
Pemulihan jasa yang jelek sulit untuk dilakukan karena tidak bisa mengganti “jasa-jasa yang cacat”.
6 Produk itu sendiri memproyeksikan kualitas Bergantung pada komponen peripherals untuk merealisasikan kualitas
7 Kualitas dimiliki dan dinikmati (enjoyed). Kualitas dialami (experienced).
Sumber: Sumber: Tjiptono, Pemasaran Jasa, 2005
Menurut K.A. Venetis dan Ghauri yang dikutip oleh Serkan Aydin and
Gokhan Ozer. Secara umum, service quality dilihat sebagai faktor kritis dalam
menentukan tingkat keuntungan dan kemudian kesuksesan sebuah perusahaan.
Ada dua proses yang menjelaskan kontribusi dari service quality terhadap
profitabilitas, yakni: Pertama service quality dianggap sebagai salah satu media
untuk melakukan differensiasi dan penciptaan daya saing untuk menarik
konsumen baru yang berkontribusi terhadap perolehan pangsa pasar. Kedua,
service quality memperkuat keinginan konsumen untuk membeli lagi, membeli
lebih, membeli jasa lainnya, menjadi kurang sensitif terhadap harga dan
35 Tjiptono, op cit, hal. 259
29
menceritakan pada yang lain mengenai pengalaman-pengalaman menyenangkan
terhadap jasa tersebut36.
Meskipun service quality memegang peran yang sangat penting dalam
menentukan kesuksesan sebuah perusahaan. Akan tetapi, menurut Khatibi, et al.
belum ada konsensus tentang bagaimana mengkonseptualisasikan dan mengukur
service quality37.
Model Servqual yang diperkenalkan oleh Parasuraman dan kawan-kawan
merupakan model yang paling banyak dirujuk untuk pengukuran dan manajemen
service quality38. Model ini mengatakan bahwa perbedaan antara harapan atau
ekspektasi konsumen terhadap kinerja penyedia jasa layanan secara umum dan
penilaian mereka terhadap kinerja aktual dari perusahaan spesifik menghasilkan
persepsi kualitas. Untuk mengukur penilaian konsumen terhadap pengalaman
layanan mereka mengembangkan 22-item instrumen survey, seperti yang
disajikan dalam tabel dibawah ini:
Tabel 2.2.Atribut dan dimensi Model Servqual39
No. Atribut Dimensi1 Peralatan muktahir/terbaru Bukti Fisik2 Fasilitas fisik yang berdaya tarik Bukti fisik
3 Karyawan yang berpenampilan rapi Bukti Fisik
4 Fasilitas fisik sesuai dengan jenis yang ditawarkan Bukti fisik5 Bila menjanjikan akan melakukan sesuatu pada waktu yang telah
ditentukan pasti akan direalisasikanRealibilitas
36 Serkan Aydin and Gokhan Ozer, “The analysis of antecedents of customer lyalty in the Turkish mobile telecomunication market”. European Journal of Marketing; vol. 39 No. 7/8, 2005.37 J. M Carman, “Consumer perceptions of service quality: an assement of the SERVQUAL dimensions”, Journal of retailing,1990. vol. 66, spring, hal. 33-5538 Abod Ali Khatibi, Hishamuddin Ismail dan Venu Thyagarajan. “What Drive Customer Loyalty: An analysis from the telecomunication industry”. Journal of Targeting, measurement and analysis for marketing. September 2002. 39 Tjiptono., Op Cit, hal. 278
30
No. Atribut Dimensi6 Bersikap simpatik dan sanggup menenangkan pelanggan setiap ada
masalahRealibilitas
7 Jasa disampaikan secara benar sejak pertama kali Realibilitas8 Jasa disampaikan sesuai dengan waktu dijanjikan Realibilitas9 Sistem pencatatan yang akurat dan bebas kesalahan Realibilitas10 Kepastian waktu penyampaian jasa diinformasikan secara jelas kepada
pelangganDaya Tanggap
11 Layanan yang segera/cepat dari karyawan perusahaan Daya Tanggap
12 Karyawan yang selalu bersedia membantu pelanggan Daya Tanggap
13 Karyawan yang tidak terlampau sibuk sehingga sanggup menganggapi permintaan pelanggan dengan cepat
Daya Tanggap
14 Karyawan yang terpercaya Jaminan
15 Perasaaan aman sewaktu melakukan transaksi dengan karyawan penyedia jasa.
Jaminan
16 Karyawan yang selalu bersikap sopan terhadap para pelanggan Jaminan
17 Karyawan yang berpengetahuan luas sehingga dapat menjawab pertanyaan karyawan
Jaminan
18 Perhatian individual dari perusahaan Empati19 Waktu operasi yang cocok/nyaman bagi para pelanggan Empati20 Karyawan yang memberikan perhatian personal Empati
21 Perusahaan yang sungguh-sungguh memperhatikan kepentingan setiap pelanggan
Empati
22 Karyawan yang memahami kebutuhan spesifik para pelanggan Empati
Sumber: Tjiptono, Pemasaran Jasa, 2005
Meskipun model diatas sangat banyak dirujuk dalam pengukuran service
quality, ada beberapa keberatan dari berbagai ahli terhadap model Servqual baik
yang bersifat teoritikal maupun operasional40. Studi yang dilakukan diberbagai
konteks jasa untuk menguji penggunaan model Servqual seperti: rumah sakit,
hotel, ritel, pakaian, jasa reparasi mobil, dokter gigi dan pendidikan tinggi,
menunjukan bahwa jumlah dimensi kualitas jasa bervariasi antara 3 sampai 9. Hal
40F. Butler. “Servqual: Review, critique, research agenda”, European Journal of marketing, 1996. Vol. 30, No. 1. pp. 8-32
31
ini menyebabkan klaim Parasuraman bahwa lima dimensi Servqual bersifat
generik untuk semua konteks jasa patut dipertanyakan41.
Untuk menghindari berbagai perdebatan terhadap keterbatasan pengukuran
Servqual tersebut, Instrumen pengukuran unidimensional dari persepsi kualitas
jasa yang berkaitan dengan evaluasi terhadap layanan dasarnya dapat digunakan
dengan alasan efisiensi pengumpulan data42, misalnya dalam industri telepon
selular berbasis GSM, layanan dasar terdiri dari: coverage of calling area, value
added service, customer support services, the supplier’ service of the operator,
dan service in campaigns43.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pengukuran persepsi kualitas jasa
dari sudut pandang konsumen. Menurut Dobholkar, persepsi kualitas jasa dari
sudut pandang pelanggan dapat diukur melalui 4 (empat) item overall service
quality yang merupakan penilaian konsumen terhadap “excelent overall service”,
“service of a very high quality”, “high standard of service” dan “superior service
in every way” yang diberikan oleh perusahaan jasa44.
41 Tjiptono, op cit, hal. 28342 J. Bloemer, K. Ruyter, dan M. Wetzels., “On the relationship between perceived service quality, service loyalt and switcing cost”, International journal of industries management, vol. 9 No. 5. pp. 436-45343 Serkan Aydin and Gokhan Ozer., Op Cit44 Po Lo Wang dan Yang, “An Integrated Framework for Service Quality, Customer Value, Satisfaction: Evidence from China Telecommunication Industry”, Kluwer Academic Publisher, 2004.
32
A.6. Arti penting hubungan dengan pelanggan
Cara perusahaan dalam memelihara hubungan dengan para pelanggannya
telah melahirkan beberapa bidang kajian baru dalam marketing, salah satunya
adalah Relationship Marketing (RM) atau pemasaran relasional. Pada hakikatnya,
RM mencerminkan perubahan paradigma pemasaran, yakni dari fokus terhadap
transaksi/akuisisi pelanggan menjadi relasi/retensi pelanggan.
Tujuan utama dari Relationship Marketing adalah untuk membangun dan
mempertahankan basis pelanggan yang memiliki relationship commitment yang
kuat dan profitable bagi perusahaan. Menurut Tjiptono, ada beberapa manfaat
relationship marketing bagi organisasi jasa yakni: Biaya yang lebih rendah,
volume pembelian yang lebih besar, harga premium, dan komunikasi getok tular
positif. Manfaat-manfaat langsung ini berkontribusi pada marjin yang lebih besar
dan pada gilirannya dapat meningkatkan profibilitas perusahaan.
Sementara manfaat tidak langsungnya bagi organisasi jasa adalah retensi
karyawan, retensi karyawan ini terjadi karena adanya iklim organisasi yang
kondusif dalam perusahaan di mana para pelanggannya puas45.
Selain meningkatkan profibilitas perusahaan, relationship marketing juga
terbukti dapat meningkatkan loyalitas pelanggan. Loyalitas pelanggan terbina dari
terciptanya hubungan jangka panjang antara pelanggan dengan perusahaan. Dalam
berbagai literatur marketing ada beberapa hal yang penting diperhatikan dalam
usaha menciptakan hubungan jangka panjang, yakni:
45 Tjiptono, Op Cit., hal. 420
33
1. Menciptakan Kepercayaan dan komitmen
Harus disadari bahwa setiap hubungan didasari oleh adanya rasa percaya
(trust) dan komitmen. Trust menurut Tjiptono yang mengutip Sheth dan Mittal,
diartikan sebagai kesediaan untuk mengandalkan kemampuan, integritas dan
motivasi pihak lain untuk bertindak dalam rangka memuaskan kebutuhan dan
kepentingan seseorang sebagaimana disepakati bersama secara implisit maupun
eksplisit. Rasa percaya pelanggan terhadap perusahaan jasa adalah sesuatu hal
yang baru didapat melalui berulangnya pengalaman pelanggan yang positif.
Sedangkan Komitmen merupakan hasrat dan keinginan kuat untuk melanjutkan
relasi yang dinilai penting dan bernilai jangka panjang46.
Rasa percaya merupakan sebuah prinsip yang sangat esensial. Apabila seorang
pelanggan merasa bahwa perusahaan memberikan perhatian yang cukup terhadap
kebutuhan dan keinginannya, maka pelanggan akan lebih mudah menjadi loyal
terhadap merek jasa yang ditawarkan. Sebaliknya, kurangnya perhatian
perusahaan terhadap keinginan dan kebutuhan pelanggan dapat membuat sebuah
perusahaan kehilangan pelanggan. Hal tersebut dapat dilihat dari tabel dibawah
ini:
46 Ibid., Hal 414
34
Gambar 2.3Penyebab Perusahaan Kehilangan Pelanggan (%)
4 59
14
68
0
10
20
30
40
50
60
70
80Pergi atau meninggal
PesaingmemenangkanpelangganHarga lebih rendah
PenangananKomplain yang buruk
Kurangnya perhatian
Sumber: Temporal, Romancing the customer: Memaksimalkan nilai merek, 2002
Dari hasil penelitian TARP diatas kita dapat melihat bahwa penyebab utama
sebuah perusahaan kehilangan pelanggan disebabkan oleh kurangnya perhatian
perusahaan (68%) disusul oleh penanganan komplain yang buruk (14%).
2. Mengembangkan Customer Relationship Management
Menurut Plessis dan Boon, Customer Relationship Management adalah
proses membangun dan mengelola relasi dengan pelanggan pada level
organisasional dengan jalan memahami, mengantisipasi dan mengelola kebutuhan
pelanggan berdasarkan pengetahuan yang didapatkan mengenai pelanggan, dalam
rangka meningkatkan efektivitas, efisiensi dan profitablitas organisasi47.
Buttle mengungkapkan bahwa konsep CRM dapat dipahami dalam tiga level,
yaitu strategis, operasional dan analitikal. Level strategis CRM berfokus pada
pengembangan budaya bisnis yang bersifat costumer-centric. Hal ini merupakan
upaya merebut dan mempertahankan pelanggan dengan cara menciptakan dan
menyampaikan nilai pelanggan secara lebih efektif dan efesien dibandingkan para
47 Ibid, hal. 425
35
pesaing. Level operasional CRM berfokus pada otomatisasi proses bisnis dalam
kaitannya dengan upaya melayani pelanggan, misanya manajemen komunikasi
pemasaran, manajemen kontak pelanggan, dan fungsi layanan pelanggan
(misalnya call center dan customer service). Sementara analytical CRM berfokus
pada pendayagunaan data pelanggan untuk meningkatkan consumer value dan
company value48.
3. Memaksimalkan peran petugas penyedia jasa
Menurut Parasuraman et al yang dikutip oleh Khatibi et al, petugas perusahaan
penyedia memiliki peran yang sangat penting dalam menciptakan dan memelihara
hubungan antara perusahaan dengan pelanggan49. Pentingnya peran petugas dapat
dilihat dari sudut pandang pelanggan dan perusahaan penyedia jasa. Dalam sudut
pandang pelanggan, encounter yang terjadi dengan petugas perusahaan
merupakan aspek yang sangat penting dari sebuah jasa. Dari sudut pandang
perusahaan, tingkat layanan dan bagaimana layanan tersebut disampaikan kepada
oleh petugas perusahaan merupakan sumber penting dari penciptaan diferensiasi
yang merupakan keunggulan kompetitif perusahaan50.
Ada beberapa hal yang menyebabkan petugas perusahaan terutama frontline
penting bagi perusahan, yakni:
48 Ibid, hal 42549 Adoba Ali Khatibi et al, What Drive Customer Loyalty: An analysis from the telecomunication industry, Journal of Targeting, measurement and analysis for marketing, September 2002. hal. 3750 Lovelock., Op cit. Hal 310
36
1. Petugas merupakan bagian inti dari produk. Seringkali petugas menjadi
elemen yang paling visible dari jasa dan secara signifikan menentukan
kualitas jasa layanan.
2. Petugas merupakan perusahaan jasa itu sendiri. Dari sudut pandang
pelanggan, petugas perusahaan adalah perusahaan itu sendiri.
3. Petugas merupakan brand. Petugas perusahaan inilah yang menentukan
apakah janji merek dipenuhi51.
Kecenderungan yang ada sekarang adalah perubahan dari high-contact
delivery service yang banyak melibatkan unsur-unsur manusia menuju low-
contact channel melalui pemanfaatan self-service interface (ATM, IVR, dan
Website).
Perubahan besar ini menimbulkan berbagai pertanyaan apakah peran-peran
penting dari petugas di atas masih relevan? Lovelock menyebutkan meskipun
kualitas dari teknologi dan self-service interface dalam penyampaian jasa
meningkat, kualitas dari frontline employee tetap krusial. Pelanggan mungkin
sangat jarang berinteraksi dengan petugas penyedia jasa, namun saat pelanggan
menghubungi perusahaan dan berinteraksi dengan petugas biasanya interaksi yang
terjadi adalah untuk pemecahan masalah (problem solving) dan penyampaian
permintaan khusus (special request) bukan tentang transaksi rutin. Moment of
truth yang terjadi ini menentukan apakah konsumen akan berpikir bahwa
51 Ibid
37
perusahaan menyampaikan layanan pelanggan yang execellent atau sebaliknya52.
Melalui moment of truth inilah perusahaan mendiferensiasikan layanannya.
A.7. Loyalitas Merek
Loyalitas merek adalah konsep multi-dimensional yang kompleks karena
mempunyai beragam definisi dan operasionalisasi konsep. Meskipun demikian,
ada dua pendekatan yang dapat digunakan untuk mendefisinikan konsep tersebut,
yaitu stochastic approach dan deterministic approach53.
Pendekatan stokastik memandang loyalitas merek sebagai sebuah perilaku,
artinya preferensi konsumen diperlihatkan dalam perilaku pembelian, seperti
misalnya pembelian berulang dan frekuensi pembelian. Berdasarkan perspektif
ini, setiap kali pelanggan membeli merek produk yang sama, maka ia dikatakan
pelanggan yang setia pada merek tersebut dalam kategori produk yang
bersangkutan. Ada tiga macam ukuran loyalitas merek behavioural yang banyak
digunakan yaitu proporsi pembelian, urutan atau rentetan pembelian serta
probabilitas pembelian54.
Perspektif ini dapat mengukur perilaku pembelian efektif, namun sayangnya
tidak mampu menjelaskan apakah pembelian ulang yang terjadi karena faktor
kebiasaan, alasan-alasan situasional atau alasan-alasan psikologis yang lebih
kompleks. Perspektif ini cenderung memperlakukan loyalitas sebagai skala
52 Ibid., hal 31153 Y. Odin, N. Odin, dan P.V. Florence “Conceptual and operational aspects of brand loyalty an empirical investigation”. Journal of Business Research, Vol. 53, 200154 Tjiptono, op cit, 391
38
dikotomi dan menggunakan penilaian yang sangat subjektif untuk
mengalokasikan konsumen ke dalam salah satu kategori.
Sedangkan deterministic approach lebih memandang loyalitas sebagai sikap
konsumen terhadap merek tersebut55. Artinya loyalitas konsumen tidak hanya
diukur dari perilaku pembelian namun juga bagaimana preferensi konsumen
terhadap merek tersebut, prioritisasi merek dan kesediaan untuk memberikan
rekomendasi dan adanya sebuah komitemen psikologis konsumen dalam
pembelian, tanpa perlu mempertimbangkan secara spesifik perilaku pembelian
efektif. Dengan demikian loyalitas tidak dipandang sebagai sebuah dikotomi
antara loyal dan tidak loyal, namun lebih sebagai kontinun (a degree of loyalty).
Oleh sebab itu, tujuan pengukuran berdasarkan perspektif sikap bukanlah untuk
mengetahui apakah seseorang loyal atau tidak loyal, namun adalah untuk
memahami intensitas loyalitasnya terhadap merek.
Namun demikian, pengukuran loyalitas berdasarkan perspektif sikap tidak
luput dari berbagai kritik. Kritik pertama adalah bahwa pengukuran semacam ini
hanya mengandalkan pada pernyataan konsumen, bukan perilaku yang diamati.
Bisa saja konsumen menyatakan menyukai merek A, tetapi tidak pernah
membelinya. Kritik kedua menyangkut aspek operasional loyalitas. Dalam
banyak kasus, peneliti menggunakan anteseden atau konsekuensi loyalitas untuk
mengukur loyalitas, dan bukannya loyalitas sendiri.
Jacoby and Kyner mencoba memadukan dua pendekatan tersebut dengan
memberikan definisi loyalitas merek sebagai berikut: “Brand Loyalty is the biased
55 S.Fournier, dan J.L. Yao, “Reviving brand loyalty: a conceptualization within the framework of consumer-based relationship”. International Journal of Research in Marketing, Vol. 64, 2000
39
behavioural response, expressed over time by some decision making unit with
respect to one or more alternative brands and is a function of psychological
(decision making, evaluative) process”56
Sedangkan menurut Lee dan Lau, loyalitas merek dikonseptualisasikan
sebagai keinganan perilaku untuk membeli sebuah merek dari suatu produk dan
menganjurkan orang lain untuk membeli merek tersebut. Menurut Lau dan Lee
yang mengutip Bank, ditemukan hubungan yang kuat antara keinginan berprilaku
terhadap sebuah merek terhadap perilaku pembelian aktual sebuah merek57.
Dick dan Basu menyatakan bahwa loyalitas memiliki dua dimensi yakni
Sikap dan perilaku. Dengan demikian mereka mengintegrasikan perspektif sikap
dan behavioral ke dalam suatu model komprehensif. Dengan mengkombinasikan
komponen sikap dan perilaku pembelian ulang, maka didapatkan empat situasi
kemungkinan loyalitas, yakni:
No Loyalty
Bila sikap dan perilaku pembelian sama-sama lemah, maka loyalitas tidak
terbentuk.
Spurious Loyalty
Bila sikap yang relatif lemah disertai pola pembeliaan berulang yang kuat,
maka yang terjadi adalah spurious loyalty atau captive loyalty.
Latent Loyalty
56 J. Jacoby dan D.B. Kyner “Brand Loyalty vs Repeat Purchasing Behaviour”. Journal of Marketing Research, Vol. 10, 197357
Geok Theng Lau dan Sook Han Lee., Consumers’ Trust in a Brand and The Link to Brand Loyalty., Journal of Market – Focused Managemen; Dec 1994. Hal 341
40
Situasi latent loyalty ditandai dengan pola pembelian ulang yang kuat
disertai dengan pola pembelian ulang yang lemah.
Loyalty
Situasi ini merupakan situasi ideal yang paling diharapkan para pemasar,
dimana konsumen bersikap positif terhadap jasa atau penyedia jasa
bersangkutan disertai pola pembelian ulang yang konsisten.
Menurut Rundle-Thiele dan Bennet, loyalitas merek bisa diklasifikasikan
menjadi tiga kelompok berdasarkan tipe pasar, yaitu: consumable goods markets,
durable good markets, dan service markets. Adapun karakteristik dan ukuran
loyalitas merek untuk masing-masing pasar digambarkan dalam tabel di bawah
ini:
41
Tabel 2.3.Karakteristik dan ukuran loyalitas merek
Tipe ProdukKarakteristikConsumables Durables Jasa
Loyalitas BehaviouralPeralihan merek Ya Tidak TidakFrekuensi pembelian Tinggi Rendah Sedang hingga tinggiTipe Loyalitas Multi Merek Merek Tunggal Merek Tunggal atau
gandaShare of category (%) Bervariasi antara 1
sampai 60100 Biasanya 80 atau
lebih besarProporsi sole buyer Antara 10 dan 30
tergantung pada jumlah merek
100 Sekitar 80
Loyalitas sikapKomitmen Bervariasi Tidak diketahui TinggiMinat beli Bervariasi Tidak diketahui TinggiPemicu LoyalitasPerceived Risk Tidak Ya YaInersia Tidak Tidak YaKebiasaan Ya Tidak YaKeterlibatan Rendah Tinggi TinggiKepuasan Bervariasi Tidak diketahui TinggiRelasi dengan penyedia Produk/jasa
Rendah Tidak diketahui Tinggi
Sumber: Tjiptono, Pemasaran Jasa, 2005
Dalam pemasaran jasa, oleh karena intangiabilitas dan variabilitasnya
menyebabkan konsumen mempersepsikan resiko yang lebih besar sehingga
kemungkinan loyalitas pada suatu merek juga meningkat Pelanggan pada
perusahaan jasa biasanya adalah sole loyal dengan 100 % share of category
requirements untuk merek tertentu. Konsumen kemungkinan akan tetap setia
dengan penyedia jasa tertentu apabila telah terjalin relasi yang akrab.
Sulitnya mengevaluasi kualitas jasa menyebabkan loyalitas merek lebih
sering dijumpai dalam sektor jasa. Peranan faktor affect dalam loyalitas merek
jasa sangat penting. Disamping itu, loyalitas dalam perusahaan jasa juga
42
mencermin inersia yakni adanya pengaruh faktor non sikap terhadap perilaku,
misalnya norma subjektif dan faktor situasional.
Dick dan Basu mengembangkan model integratif untuk memahami secara
lebih komprehensif anteseden kognitif, afektif, dan konsekuensi loyalitas
pelanggan. Model ini mengkonseptualisasikan loyalitas pelanggan sebagai relasi
antara sikap relatif terhadap suatu entitas (merek, jasa, layanan atau toko) dan
pembelian ulang. Seperti dijelaskan dalam gambar di bawah ini:
Gambar 2.4Model Integratif Loyalitas Pelanggan
Sumber: Tjiptono, Pemasaran Jasa, 2005
Anteseden Kognitif: Accessibility Confidence Centrality Clarity
Anteseden Afektif: Emosi Mood Primary Affect Kepuasan
Anteseden Konatif Switching Cost Sunk Cost Ekspektasi
Sikap Relatif
Pembelian Ulang
Konsekuensi Motivasi
Pencarian Resistance to
counter persuasion
Gethok Tular
Norma Sosial
Pengaruh Situasional
43
Antesenden kognitif, afektif dan konatif ini akan membentuk sikap relatif
konsumen. Sikap relatif konsumen dan pembelian ulang dimoderasi oleh norma-
norma subjektif dan faktof-faktor situasional.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan beberapa ukuran loyalitas yang
digunakan oleh Lau dan Lee, yakni: Sikap untuk terus menggunakan merek yang
sama, merekomendasikan merek kepada orang lain, membela merek tersebut
terhadap berbagai komentar negatif berkaitan dengan merek tersebut, dan
menceritakan tentang hal positif dari merek58. Peneliti juga menambahkan adanya
kesedian pelanggan untuk memberikan berbagai masukan bagi perbaikan kualitas.
Di samping itu, ditambahkan kesediaan untuk membayar harga premium yang
menurut Aaker merupakan basic indikator dari brand loyalty59.
A.8. Service Encounter
Pentingnya mengelola pengalaman pelanggan positif pelanggan dalam
menggunakan jasa yang diberikan perusahaan telah menimbulkan kesadaran dari
organisasi perusahaan jasa untuk memperhatikan setiap titik interaksi pertemuan
antara perusahaan dengan pelanggannya. Interaksi tersebut mendefinisikan
kualitas jasa layanan (service quality) di dalam benak konsumen. Oleh Richard
Normann pertemuan antara pelanggan dan penyedia jasa disebut sebagai
“momenth of truth’.
58 Lau dan Lee., Op Cit hal. 366. 59 David A Aaker., Building Strong Brands. New York: The Free Press, 1996. hal. 319
44
Seringkali setiap encounter merupakan sebuah momen, saat di mana
pelanggan mengevaluasi jasa layanan dan membentuk opininya terhadap kualitas
dari jasa layanan tersebut. Menurut Lovelock, setiap moment of truth adalah
kesempatan untuk mempengaruhi persepsi pelanggan terhadap kualitas jasa
(service quality)60.
Ada beberapa ahli yang memberikan definisi mengenai service encounter,
Misalnya Suprenant dan Solomon mendefinisikannya sebagai “ the dyadic
interaction between a customer and service provider”, dimana masing-masing
baik pelanggan maupun personel perusahaan memiliki peran yang harus
dimainkan yang akan berpengaruh terhadap kualitas encounter tersebut. Definisi
yang lebih luas mengenai service encounter, dikemukakan oleh Shostack dimana
service encounter adalah "a period of time during which a consumer directly
interacts with a service". Definisi yang dikemukakan oleh Shostack mencakup
semua aspek dari perusahaan jasa yang memungkinkan interaksi dengan
pelanggan, aspek-aspek itu meliputi: Personil perusahaan, fasilitas fisik, dan
elemen-elemen visible lainnya. Pengertian yang dikemukankan oleh Shostack
tidak hanya membatasi encounter hanya pada interaksi interpersonal akan tetapi
dapat terjadi tanpa adanya keterlibatan elemen manusia61.
Secara garis besar, service encounter bisa dikelompokkan menjadi tiga
macam, yakni remote encounter, phone encounter, dan face to face encounter62.
Dalam remote encounter, service encounter terjadi tanpa adanya kontak langsung
60 Cristhophet H. Lovelock., “Managing Services” Printice Hall, Englewood. Cliff. 1992. Hal. 20361 Mary Jo Bitner, et al. The Service Encounter: Diagnosing Favorable and Unfavorable Incidents. Journal of Marketing. Vol 54. Januari 1990. hal 7262 Tjiptono., op cit, hal. 143
45
dengan karyawan, misalnya pelanggan berinteraksi dengan mesin ATM, melalui
situs internet atau memlalui automatic dial-in ordering. Dalam phone encounter,
service encounter berlangsung apabila terjadi interaksi antara konsumen dengan
petugas perusahaan penyedia jasa melalui telepon. Phone encounter banyak
digunakan oleh perusahaan untuk keperluan layanan pelanggan ataupun
pemesanan produk.. Sedangkan dalam face-to-face encounter, karyawan dan
pelanggan berinteraksi secara langsung.
Service encounter seringkali berpengaruh besar pada pembentukan kesan
awal atas organisasi jasa secara keseluruhan, apalagi apabila konsumen tidak
memiliki basis utama untuk menilai organisasi. Sebagaimana yang dinyatakan
oleh Gronroos yang membagi jasa ke dalam dua elemen, yakni aspek fungsional
dan bagaimana layanan tersebut diberikan, menurutnya:
Functional service quality is paramount and no satisfaction with the encounter can compensate for a poor service output. On the other hand, the customers' satisfaction with the encounter may affect their perception of the overall service quality63
Berdasarkan beberapa penelitian terhadap service quality dan service
satisfaction juga menegaskan pentingnya kualitas dari interaksi antara personel
perusahaan dengan konsumen dalam penilaian keseluruhan terhadap kualitas jasa
dan atau kepuasaan layanan (overall quality and/or satisfaction with services)64.
Konsekuensinya, kontak telepon dan interaksi tatap muka dengan staf perusahaan
63 Jean-Louis Chandon Pierre-Yves Leo, dan Jean Philippe,. “Service encounter dimensions - a dyadic perspective: Measuring the dimensions of service encounters as perceived by customers and personnel”. Bradford: International Journal of Service Industry Management,.Vol.8, 1997, hal. 65 64 Bitner, et al. Op.Cit
46
bisa sangat penting dalam membentuk persepsi pelanggan terhadap kualitas jasa,
setiap service encounter berkontribusi pada pembentukan kepuasan keseluruhan
pelanggan dan kesediaan untuk melakukan bisnis kembali dengan perusahaan
yang sama. Ditilik dari sudut pandang organisasi, setiap service encounter
memberikan peluang untuk membuktikan potensi perusahaan sebagai penyedia
jasa berkualitas dan meningkatkan loyalitas pelanggan.
A.9. Voice-to-voice service encounter melalui Call Center
Call center merupakan salah satu media bagi customer service, sementara
Customer service diartikan sebagai “the process of managing customers’
interactive experience with a brand”. Melalui customer service perusahaan
melakukan real-time feedback yang memberikan berbagai insight ke dalam hati
dan pikiran pelanggan. Setiap customer-contact yang positif akan menyebabkan
brand relationship menguat. Hal ini dimungkinkan karena customer service baik
dilakukan secara online maupun dengan cara tradisional, merupakan a powerful
brand message65.
Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh DDB Worldwide terhadap lima
faktor yang berpengaruh utama terhadap retensi menemukan bahwa metode
perusahaan dalam menangani masalah yang merupakan bagian customer service
menempati urutan kedua setelah kualitas/kinerja produk. Di samping sebagai
faktor yang berpengaruh besar dalam hubungannya terhadap retensi pelanggan.
65 Tom Duncan,. “ Advertising and IMC 2nd ed.”, McGraw-Hill 2005. Hal. 618
47
Menurut Tom Duncan, ada beberapa alasan yang menyebabkan perusahaan mulai
memberikan perhatian yang lebih kepada customer service, yakni:
1. Keunggulan kompetitif, customer service merupakan salah satu cara
untuk mendifferensiasikan sebuah merek.
2. Kebutuhan pelanggan, semakin banyak merek yang bersaing di pasar
konsumen menyebabkan pelanggan semakin menuntut layanan yang
lebih baik.
3. Harapan pelanggan, janji akan kualitas layanan yang semakin meningkat
dalam pesan-pesan merek perusahaan menyebabkan pelanggan akan
menuntut janji-janji tersebut pada semua merek.
4. Pemeliharaan hubungan pelanggan, ketika perusahaan menggunakan
layanan pelanggan dengan cara yang proaktif untuk menjaga kontak
dengan pelanggannya maka alasan pelanggan untuk beralih menjadi
sedikit.
5. Meningkatnya sophistifikasi teknologi produk, kondisi ini menyebabkan
pelanggan membutuhkan dukungan teknis dan petunjuk penggunaan
produk66.
Duncan mengemukakan beberapa strategi untuk menjadikan interaksi dengan
perusahaan menjadi sebuah pengalaman positif bagi konsumen. Strategi-strategi
66 Ibid. Hal 620
48
tersebut adalah kemudahan akses, product knowledge , sikap positif, responsif,
dan mengumpulkan feedback dari pelanggan67.
Call center merupakan upaya dari perusahaan untuk meningkatkan
kemudahan akses bagi pelanggan untuk mengadakan interaksi dengan perusahaan.
Menurut pendapat Bernard Marr dan Andy Neely, seiring dengan berkembang dan
diaplikasikannya konsep pemasaran hubungan pelanggan (CRM), Call Center
memegang peranan yang menjadi “the heart of successful customer relationship
management strategies” . Melalui call center perusahaan dapat membangun,
menjaga, dan mengelola hubungan pelanggan dengan memecahkan berbagai
permasalahan, menangani keluhan dengan cepat, memberikan informasi,
menjawab pertanyaan, dan serta selalu ada saat dibutuhkan68.
Jon Anton, dari Purdue University, mengemukakan ada empat alasan dasar
pelanggan menghubungi sebuah organisasi perusahaan yakni:
Pelanggan memiliki pertanyaan dan membutuhkan jawaban
Pelanggan menginginkan perusahaan melakukan sesuatu untuk mereka
Pelanggan memiliki masalah berkaitan dengan produk dan membutuhkan
bantuan dan petunjuk untuk menyelesaikan permasalahannya
Pelanggan secara emosional kecewa terhadap produk dan dan ingin
mengetahui apakah perusahaan akan menyelesaikan permasalahan
tersebut69
67 Ibid. Hal 62368 Bernard Marr dan Andy Neely. “Managing and Measuring for Value: The Case of Call Center Performance”. Cranfield School of Management and Fujitsu. Hal 569 Ibid.
49
Namun demikian, meski peran yang lebih pasar pada call center dalam
membangun hubungan pelanggan telah disadari, sayangnya sistem pengukuran
kinerja dari call center lebih berfokus pada pengukuran efisiensi operasional,
sementara sangat sedikit perhatian terhadap aspek-aspek kualitatif dari petugas
call center yang dapat menciptakan nilai (value) bagi organisasi dan
pelanggannya.70
Beberapa instrumen pengukuran efisiensi operasional dikemukakan oleh
Audrey Gilmore dan Lesley Morelland yakni: Jumlah dari panggilan yang
terjawab selama 10 menit; Call waiting yang akan dijawab; Jumlah dari agent
yang sedang menerima panggilan; Jumlah dari agent yang sedang menunggu
panggilan (free agent); Jumlah dari “agent yang tidak tersedia”, dan Jumlah dari
out going call agent atau panggilan kepada agen lainnya. Sementara Jon Anton,
dari Prudence University, menyatakan bahwa ukuran-ukuran operational untuk
mengukur kualitas dari call center service, adalah sebagai berikut:
ASA (kecepatan rata-rata telepon dijawab)
Queue time (waktu tunggu sebelum penelpon dijawab)
Persentage of caller who have satisfactory resolution on the first call
Abandonment rate (persentase dari penelepon yang hang-up atau
disconnect sebelum dijawab)
Average talk time (total waktu penelepon berhubungan dengan petugas
penerima telepon)
Adherence (agen berada pada posisinya sesuai jadwalnya)
70 Ibid.
50
Average work time after call
Percentage if calls blocked (persentase dari penelepon yang menerima
sinyal sibuk dan tidak masuk kedalam antrian telepon)
Time before abandoning
Inbound calls per TSR (shift 8 jam)
TSR turnover dalam periode waktu tertentu
Total Calls
Service level (jumlah telepon terjawab dibagi dengan jumlah total
panggilan)71
Berbagai instrumen pengukuran yang disebutkan diatas sama sekali tidak
memasukkan unsur kepuasan pelanggan serta bagaimana pelanggan
mempersepsikan kualitas sebuah layanan pada call center, sebagaimana yang
dinyatakan oleh Miciak dan Desmarais:
in absence of listening to customer about how they perceived service quality at the call centre, management make assumptions about satisfaction using operational measures such as service levels, abandon rates, call monitoring (which may not actually be a good indicator of overall satisfaction with call centre service quality72
Sebagai akibat dari keterbatasan alat ukur yang digunakan untuk mengukur
kepuasaan dan persepsi konsumen tentang kualitas jasa layanan call center, pihak
manajemen seringkali membuat asumsi mengenai kepuasan berdasarkan alat ukur
yang bersifat operasional tersebut . Padahal, seiring dengan meningkatnya derajat
71 Ibid72 Ibid
51
persaingan kebutuhan pelanggan terhadap perlakuan yang lebih baik, kemudahan
untuk mengakses layanan dengan respon yang tepat waktu melalui call center
meningkat.
Call Center diberbagai perusahaan telah menjadi sumber utama untuk
melakukan kontak dengan pelanggannya, Riset yang diadakan oleh Purdue
University, menyatakan bahwa 92% dari konsumen di Amerika Serikat
membangun image-nya terhadap perusahaan berdasarkan pengalamannya
menggunakan call center dari perusahaan tersebut. Selanjutnya, studi itu juga
melaporkan bahwa pengalaman negatif konsumen dalam berhubungan dengan
call center telah mengakibatkan 63% konsumen menghentikan penggunaan
produk dari perusahaan tersebut 73.
Hasil riset diatas memperlihatkan bahwa setiap encounter dalam call center
haruslah dikelola sebaik mungkin sesuai dengan harapan pelanggannya. Untuk
itulah diperlukan instrumen pengukuran yang dapat mengukur harapan pelanggan
terhadap sebuah call center. Arjen Burgers, dkk mengidentifikasikan 13 (tiga
belas) ekspektasi pelanggan terhadap petugas call center, yaitu: Self-efficacy,
adaptability, emphaty, time, communication style, reliability, Perception of
commitment to service quality and customer satisfaction, empowerment. Staff
attitude, explanation, competence, security, dan knowing the customer. Dalam
tabel 2.4 berikut ini dijelaskan mengenai ekspektasi pelanggan terhadap petugas
call center.
73 Ibid, hal. 7
52
Tabel 2.4Pengukuran Ekspektasi pelanggan
No Item pengukuran Ekspektasi pelanggan
Deskripsi
1. Self-efficacy Petugas yakin bahwa ia kompeten dalam melaksanakan aktivitas yang berhubungan dengan pekerjaannya
2. Adaptability Kemampuan untuk menyesuaikan perilaku dan menangani hubungan-hubungan interpersonal
3. Emphaty Kemampuan untuk memberikan perhatian dan keterlibatan personal
4. Time Kecepatan menyelesaikan permintaan pelanggan5. Communication style Merupakan kemampuan berkomunikasi petugas,
misalnya menyesuaikan nada suara terhadap berbagai tipe pelanggan yang berbeda.
6. Reliability Kemampuan untuk menepati janji secara akurat dan dapat terpercaya
7. Perception of commitment to service quality and customer satisfaction
Adanya komitmen dari petugas sebagaimana dipersepsi oleh konsumen untuk memberikan layanan yang maksimum
8. Empowerment Adanya keinginan, kemampuan, peralatan, dan otoritas petugas layanan pelanggan dalam melaksanakan tugasnya
9. Staff attitude Karakteristik bersahabat dan pengertian kepada pelanggan
10. Explanation Adanya kejelasan, kebenaran dan kejujuran ketika memberikan informasi dan penjelasan kepada pelanggan
11. Competence Adanya kemampuan dan pengetahuan yang diperlukan untuk menyampaikan layanan
12. Security Adanya perasaan pelanggan bahwa informasinya dapat dirahasiakan sehingga pelanggan terbebas dari bahaya, resiko dan keraguan yang mungkin ditimbulkan
13. Knowing the customer Berusaha untuk memahami kebutuhan pelanggannya
Sumber: Burger, et al., 2000
Berdasarkan pengujian empiris terhadap ke-13 item ini, maka dihasilkan
empat sub skala yang lebih valid sebagai instrumen penelitian dalam voice-to-
voice, ke-empat sub skala ini adalah:
Skala Pertama, adaptiveness, pelanggan berharap petugas dapat
menyesuaikan perilakunya terhadap pelanggan, mampu menangani situasi
interpersonal dan menyesuaikan diri terhadap berbagai situasi. Selain itu,
petugas juga diharapkan kompeten, memiliki keahlian dan selanjutnya
53
dapat membantu pelanggan dalam menyelesaikan berbagai
permasalahannya.
Skala Kedua, assurance, berfokus pada aspek-aspek yang berhubungan
dengan Keamanan dan Penjelasan. Petugas diharapkan memberikan
informasi yang jelas kepada pelanggan mengenai prosedur yang akan
menenangkan konsumen dan menghilangkan berbagai ketidakjelasan.
Kemudian konsumen berharap bahwa perusahaan tidak hanya akan
menangani informasinya secara berhati-hati. Akan tetapi, juga secara
rahasia.
Skala ketiga, emphaty, petugas diharapkan memiliki kemampuan untuk
berempati terhadap emosi dan situasi pelanggan dan memberikan perasaan
kepada konsumen bahwa permasalahan mereka tidak diperlakukan secara
penting bukan hanya sebagai “nomor” bagi perusahaan.
Skala keempat, authority, pelanggan berharap bahwa petugas memiliki
otoritas berkaitan dengan berbagai permasalahan dan pertanyaan74.
Studi sebelumnya telah menunjukkan bahwa petugas memegang peranan
penting dalam penyediaan sebuah proses penyampaian servis yang baik, yang
pada akhirnya akan membentuk kepuasan pelanggan terhadap layanan yang
diberikan. Tingkat kepuasaan pelanggan akan sangat mempengaruhi respon
74 Burgers, et al. ibid. Hal. 150
54
perilaku konsumen seperti loyalitas pelanggan, word-of-mouth, atau switching
behaviour.75
B. Konstruksi Model Teoritis
Terdapat tiga variabel yang diteliti terdiri dari: Variabel independen, yaitu:
Pengalaman Pelanggan dengan Call Center, Variabel dependennya, yaitu:
Loyalitas merek, dan juga variabel intervening, yaitu: Overall Service Quality.
Berdasarkan kerangka teoritis mengenai Pengalaman Pelanggan dengan Call
Center, variabel ini kemudian diturunkan menjadi empat dimensi, yaitu
Adaptiveness, Assurance, Empathy dan Authority76.
Berdasarkan beberapa penelitian terhadap service quality dan service
satisfaction juga menegaskan pentingnya kualitas dari interaksi antara personel
perusahaan dengan konsumen dalam penilaian keseluruhan terhadap kualitas jasa
dan atau kepuasan layanan (overall quality and/or satisfaction with services)77.
Konsekuensinya, kontak telepon dan interaksi tatap muka dengan staf perusahaan
bisa sangat penting dalam membentuk persepsi pelanggan terhadap kualitas jasa,
setiap service encounter berkontribusi pada pembentukan kepuasan keseluruhan
pelanggan dan kesediaan untuk melakukan bisnis kembali dengan perusahaan
yang sama.
Dalam studi-studi tentang overall service quality, terdapat empat indikator
dalam mengukur keseluruhan kualitas jasa, yaitu: perusahaan memberikan
75 Amy Wong., “The Role of Emotional Satisfaction in Service Encounters:Managing Service Quality”, Bedford: 2004, Vol. 14, Iss. 576 Arjan Burgers, Op Cit.77 Bitner, et al., Op.Cit
55
keseluruhan jasa yang sangat baik, perusahaan mempunyai jasa yang berkualitas
tinggi, perusahaan menyediakan standar jasa yang tinggi, dan perusahaan
menyampaikan jasa yang superior dalam berbagai bentuk78.
Menurut Serkan Aydin and Gokhan Ozer dari hasil rangkumannya terdapat
berbagai pendapat, terdapat beberapa antecenden yang mempengaruh loyalitas
merek, yakni: Corporate image, Customer Switching Cost, dan Service Quality79.
Dalam Penelitian ini, peneliti memunculkan service quality sebagai variabel
intervening antara service encounter yang terjadi melalui telepon terhadap
loyalitas merek. Hal ini didasarkan pemikiran bahwa service encounter yang
terjadi melalui telepon terlebih dahulu akan membentuk persepsi kualitas jasa
keseluruhan yang diberikan oleh perusahaan. Persepsi terhadap kualitas jasa
keseluruhan inilah yang kemudian akan menentukan loyal atau tidaknya seorang
pelanggan terhadap merek.
Untuk variabel loyalitas merek, yang akan digunakan sebagai indikator
pengukuran adalah sebagai berikut: melakukan pembelian berulang/ komitmen
untuk terus menggunakan merek tersebut di masa yang akan datang, memberikan
saran/kritik membangun, mereferensikan kepada orang lain, membela merek dari
berbagai komentar negatif, menceritakan keunggulan merek kepada orang lain,
dan kesediaan membeli dengan harga premium.
78 Dadholkar et al., dalam Amy Wong, The Role of Emotional Satisfaction in Service Encounters, Bedford, 2004. Vol. 14, Iss. 5; hal 365 79 Serkan Aydin and Gokhan Ozer., Op. Cit
56
C. Model Analisis
Hubungan antar variabel dijelaskan dalam gambar model penelitian
dibawah ini:
Gambar 2.5Model Penelitian
D. Hipotesis
Salah satu tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengukur kekuatan
hubungan yang terjadi antara pengalaman pelanggan dalam berhubungan dengan
call center, keseluruhan kualitas jasa, dan loyalitas merek. Terdapat 3 (tiga)
hipotesis utama dalam penelitian ini, yaitu:
Hypothesis 1: Pengalaman pelanggan berhubungan dengan call center, diukur
melalui empat dimensinya, “adaptiveness”, “Assurance”,
“Emphaty” dan “Authority” akan memiliki pengaruh positif
yang signifikan terhadap tingkat overall service quality. Oleh
karena ada empat dimensi dari variabel pengaruh pengalaman
Pengalaman PelangganBerhubungan dengan
call center:
Emphaty
Authority
Overall Service Quality
LoyalitasMerek
Adaptiveness
Assurance
57
pelanggan berhubungan dengan call center maka hipotesis
penelitiannya dirumuskan kembali menjadi:
Hypothesis 1 a: Tingkat adaptiveness petugas call center akan memiliki
pengaruh positif yang signifikan terhadap tingkat overall
service quality.
Hypothesis 1 b: Tingkat Assurance petugas call center akan memiliki pengaruh
positif yang signifikan terhadap tingkat overall service quality.
Hypothesis 1 c: Tingkat Emphaty petugas call center akan memiliki pengaruh
positif yang signifikan terhadap tingkat overall service quality.
Hypothesis 1 d: Tingkat Authority petugas call center akan memiliki pengaruh
positif yang signifikan terhadap tingkat overall service quality.
Hypothesis 2: Tingkat overall service quality akan memiliki pengaruh positif
yang signifikan terhadap loyalitas merek kartu simPATI.
Hypothesis 3: Pengalaman pelanggan berhubungan dengan call center, diukur
melalui empat dimensinya, “adaptiveness”, “Assurance”,
“Emphaty” dan “Authority” akan memiliki pengaruh positif
yang signifikan terhadap loyalitas merek kartu simPATI . Oleh
karena ada empat dimensi dari variabel pengaruh pengalaman
pelanggan berhubungan dengan call center maka hipotesis
penelitiannya dirumuskan kembali menjadi:
58
Hypothesis 3 a: Tingkat adaptiveness petugas call center akan memiliki
pengaruh positif yang signifikan terhadap Loyalitas merek.
Hypothesis 3 b: Tingkat Assurance petugas call center akan memiliki pengaruh
positif yang signifikan terhadap Loyalitas merek.
Hypothesis 3 c: Tingkat Emphaty petugas call center akan memiliki pengaruh
positif yang signifikan terhadap tingkat Loyalitas merek.
Hypothesis 3 d: Tingkat Authority petugas call center akan memiliki pengaruh
positif yang signifikan terhadap Loyalitas merek.
E. Operasionalisasi Konsep
Operasionalisasi konsep berhubungan dengan pemberian definisi operasional
pada variabel yang digunakan dalam penelitian. Operasionalisasi konsep
merupakan petunjuk pengukuran dari variabel-variabel yang ada di dalam
penelitian 80. Berikut ini adalah tabel operasionalisasi konsep dari penelitian ini:
80 Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survei, Jakarta : LP3ES, 1989, hal.46
59
Tabel 2.5
Operasionalisasi Konsep Penelitian
Konsep Variabel Dimensi Indikator Skala
Service Encounter
Pengalaman Pelanggan dalam berhubungan dengan Call Center (Phone Encounter)
Adaptiveness 1. Petugas dapat menyesuaikan perilakunya terhadap pelanggan
2. Petugas dapat menangani situasi interpersonal
3. Petugas dapat menyesuai diri terhadap berbagai situasi
4. Petugas memiliki kompeten5. Petugas Memiliki keahlian6. Petugas dapat membantu
pelanggan dalam menye-lesaikan berbagai permasalahan
Interval
Assurance 1. Petugas diharapkan memberikan informasi yang jelas kepada pelanggan mengenai prosedur
2. Petugas dapat menenangkan konsumen
3. Petugas dapat menghilangkan ketidakjelasan.
4. Petugas menangani informasinya secara berhati-hati.
5. Petugas akan menangani informasi secara rahasia.
Interval
Emphaty 1. Petugas diharapkan memiliki kemampuan untuk berempati terhadap emosi dan situasi pelanggan.
2. Petugas memberikan perasaan kepada konsumen bahwa permasalahan mereka diperlakukan secara penting
Interval
Authority 1. Petugas memiliki otoritas berkaitan dengan berbagai permasalahan dan pertanyaan
2. Petugas memiliki otoritas dalam menggunakan peralatan dan sumberdaya yang diperlukan dalam menangani permasalahan
Interval
60
Konsep Variabel Dimensi Indikator Skala
Service Quality
Tingkat Overall Service Quality
1. Perusahaan memberikan keseluruhan jasa yang sangat baik,
2. Perusahaan mempunyai jasa yang berkualitas tinggi,
3. perusahaan menyediakan standar jasa yang tinggi,
4. Perusahaan menyampaikan jasa yang superior dalam berbagai bentuk
Interval
Loyalitas Merek
Tingkat Loyalitas pada Merek
Sikap 1. Komitmen untuk terus menggunakan merek tersebut di masa yang akan datang
2. Memberikan saran/kritik membangun
3. Mereferensikan kepada orang lain
4. Membela merek dari komentar negatif dan menceritakan keunggulan merek
5. Bersedia membeli dengan harga premium
Interval
F. Metode Penelitian
Dalam menjelaskan dan menjawab pertanyaan penelitian yang dikemukan,
maka diperlukan metode penelitian dengan teknik pengumpulan data yang tepat
dan akurat agar tujuan dari penelitian dapat dicapai. Metode ialah teknik atau alat
yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian81, Berikut ini
merupakan penjelasan metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini.
F.1. Pendekatan Penelitian
Dalam mengumpulkan dan menganalisa data yang dikumpulkan dalam
penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kuantitatif. Pendekatan
81 Kenneth D. Bailey, “Methods of Social Research: Chosing The Research Problem”, 1994, hal. 34
61
Kuantitatif menggunakan cara berpikir deduktif, dimana adanya pernyataan-
pernyataan yang bersifat hipotesis yang disusun dari teori-teori mengenai merek
pada jasa, perilaku konsumen, kepuasan, service quality, arti penting hubungan
dengan pelanggan, loyalitas merek, service encounter, dan voice-to-voice
encounter pada call center untuk menjawab pertanyaan penelitian.
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi dan mengetahui hubungan antara
pengalaman pelanggan dalam berhubungan dengan petugas call center terhadap
loyalitas merek, dalam penelitian ini akan dilihat hubungan antara penilaian
pelanggan terhadap pengalaman interaksi yang terjadi antara pelanggan dengan
petugas call center melalui hubungan telepon.
Pengujian antara hubungan antar variabel bebas dan variabel terikat dalam
penelitian ini, menyebabkan pendekatan penelitian yang sesuai adalah pendekatan
kuantitatif. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk mengukur sejauh mana
kepuasan pelanggan terhadap interaksi melalui telepon (voice-to-voice) dengan
mengambil sejumlah besar sampel dari para pelanggannya dan mengolahnya
menggunakan metode statistik.
F.2. Tipe/Jenis Penelitian
Tipe penelitian merupakan suatu model penelitian yang mampu memberikan
gambaran secara menyeluruh mengenai tujuan penelitian yang ingin dicapai.
Berdasarkan tujuan, tipe penelitian yang akan digunakan adalah penelitian
deskriptif, metode penelitian ini terbentuk dari hubungan antara variabel-variabel
yang terdapat dalam suatu penelitian. Tujuan dari desain deskriptif ini untuk
62
mendeskripsikan permasalahan yang ditanyakan dalam penelitian. Pelaksanaan
metode deskriptif dilakukan dari proses penyusunan, analisa dan intepretasi data.
Sedangkan untuk menentukan tingkat hubungan antara variabel-variabel
digunakan metode regresi sederhana dan regresi berganda. Metode ini bermaksud
untuk menghasilkan gambaran yang akurat dan menjelaskan serta menganalisa
suatu hubungan. Hubungan digambarkan melalui bagaimana variabel bebas, yaitu
pengalaman pelanggan dalam berhubungan dengan call center melalui empat
dimensinya yakni: Adaptiveness, Assurance, Emphaty dan Authority ,
mempengaruhi variabel terikat yaitu loyalitas merek. Namun dari literatur dan
teori-teori yang pernah ada sebelumnya, pengalaman pelanggan dalam
berhubungan dengan call center tidak langsung mempengaruhi loyalitas merek,
oleh karena itu diperlukan overall service quality sebagai variabel intervening..
Berdasarkan dimensi waktu, tipe riset deskriptif adalah cross-sectional yang
merupakan penelitian mengenai satuan analisis yang dilihat berdasarkan ciri-ciri
atau karateristik tertentu, dimana penelitian dilakukan dalam satu kurun waktu
saja.
F.3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang relevan diperlukan dalam merumuskan
konklusi yang obyektif. Pengumpulan data ini harus disesuaikan dengan
kebutuhan penelitian dan tidak berlawanan dengan topik permasalahan yang
diajukan.
63
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan dua metode,
yaitu:
1. Studi Kepustakaan (Library Research): Data sekunder diperoleh
melalui berbagai sumber informasi yang tidak langsung, seperti
pengkajian literature (buku, majalah, website dan berbagai macam
jurnal yang berhubungan dengan penelitian ini).
2. Studi Lapangan (Field Research): Data primer didapatkan lewat
penelitian survey yang dilaksanakan terhadap sejumlah responden
dengan cara menyebarkan kuisioner pada sampel dari populasi.
Penggunaan kuisioner untuk mendapatkan fakta tentang gejala
permasalahan akan mempermudah proses penelitian sebab akan
menghemat biaya dan tenaga karena tidak perlu meneliti keseluruhan
populasi pengguna telepon selular simPATI yang sangat besar.
F.4. Populasi dan Sampel
a. Populasi
Populasi adalah sejumlah unsur atau elemen yang menjadi obyek penelitian
atau himpunan semua hal yang ingin diketahui. Target populasi merupakan
populasi yang telah ditentukan sesuai dengan permasalahan penelitian. Rumusan
populasi penelitian ini yakni seluruh pengguna telepon selular baik pria maupun
wanita yang pernah berhubungan dengan call center di setiap pelosok tanah air.
64
b. Sampel dan teknik penarikan sampel
Sampel merupakan bagian dari populasi, sampel diperlukan dalam suatu
penelitian karena tidak mungkin untuk meneliti seluruh populasi karena adanya
berbagai keterbatasan didalam pelaksanaan penelitian, antara lain karena faktor
biaya, waktu dan tenaga peneliti82.
Sampel penelitian ini adalah pengguna kartu telepon selular Prabayar
simPATI telkomsel yang pernah, paling tidak satu kali melakukan interaksi
dengan petugas call center PT Telkomsel, baik pria maupun wanita dengan umur
antara 18 - 35 tahun dan telah menggunakan kartu simPATI minimal 3 (tiga)
bulan. Sampel yang diambil berada di kelurahan Pondok Cina dan di lingkungan
Kampus Universitas Indonesia pada bulan April sampai dengan Mei 2007.
Sebagian besar responden adalah mahasiswa dan kalangan pekerja yang
diasumsikan memiliki kematangan kognitif dan emosional untuk dapat menjawab
pertanyaan-pertanyaan dalam indikator penelitian secara relatif obyektif.
Teknik penarikan sampel adalah cara-cara untuk memperkecil kekeliruan dari
sampel ke populasi. Ada dua macam teknik penarikan sampel, yaitu teknik
penarikan sampel probabilita dan teknik penarikan sampel non-probabilita.
Dalam penelitian ini, yang akan digunakan adalah teknik penarikan sampel non-
probabilita, dimana tidak semua anggota populasi mempunyai kesempatan yang
sama untuk terpilih menjadi sampel (responden) yang memungkinkan bagi
peneliti yang sama sekali tidak dapat menyusun kerangka sampel atau pada
masalah-masalah tertentu di mana kerangka sampel tidak mungkin dibuat.
82 ibid., hlm. 4.
65
Peneliti menggunakan teknik penarikan sampel non-probabilita dengan alasan
karena kerangka sampel tidak dimungkinkan dibuat dan generalisasi yang dapat
dilakukan peneliti terbatas, Teknik yang akan digunakan purposive/judgemental
karena peneliti ingin mendalami suatu kasus. Dalam hal ini, kasus yang ingin
diteliti merupakan penilaian pelanggan terhadap interaksi yang terjadi dengan
petugas call center PT Telkomsel yang melibatkan responden tertentu, yaitu
pengguna kartu simPATI di kalangan remaja di wilayah Depok, dan untuk
memperoleh pemahaman menyeluruh terhadap permasalahan yang diteliti, yakni
hubungannya dengan loyalitas merek.
F.5. Teknis Analisa Data
Sebelum memproses data yang diperoleh dengan program SPSS 13, terlebih
dahulu dilakukan editing dan coding pada kuisioner yang telah diisi. Editing
adalah proses memperbaiki kesalahan-kesalahan di dalam kuisioner. Menurut
Supranto, Koding adalah pemberian angka-angka tertentu terhadap kolom-kolom
tertentu yang menyangkut keterangan tertentu pula83. Sebelum data diproses
menggunakan simple regression dan multiple regression untuk menguji model
dan hipotesis penelitian, terlebih dahulu dilakukan pretest untuk melakukan
pengujian validitas dan realibilitas instrumen penelitian.
Di samping itu, menurut Sunardi, tujuan Pretest dilakukan adalah:
untuk uji kelayakan instrumen penelitian yang digunakan agar dapat memastikan bahwa kuisioner yang akan dijadikan instrumen pengumpulan
83
Richard Benny, “Pengaruh Kepercayaan Merek Terhadap Penerimaan Ekstensi Merek”, (Skripsi Sarjana Universitas Indonesia, Depok, 2006)
66
data dapat dipahami dan dipersepsi oleh partisipan sesuai dengan maksud penelitian. Dalam pretest ini, diuji pemahaman responden akan kata-kata dalam instrumen. Di samping itu, dalam pretest ini juga diharapkan peneliti dapat melihat perkiraan arah hasil penelitian secara dini84.
Pretest dilaksanakan pada bulan ke-4 Maret 2007 di Depok, Jumlah
responden dalam Pretest adalah 30 Responden Pengguna Kartu Prabayar Simpati
yang pernah berbicara dengan petugas Call Center PT Telkomsel, dan telah
menggunakan kartu simPATI minimal 3 bulan.
Dalam pretest dilakukan pengujian Validitas dan Reliabilitas. Pengujian
Validitas dilakukan dengan melakukan analisa faktor kepada hasil pretest, untuk
melihat nilai Kaiser-Meyer-Olkin Measure of adequacy, Barlett’s Test of
Sphericity, Anti-image Matrices, Total Variance Explained dan factor loading of
component Matrix..
Validitas untuk menyeleksi indikator untuk setiap variabel dilakukan
berdasarkan nilai Anti-image diatas 0,5 dan Component Matrix di atas 0,7 Hasil
pengujian K-M-O dan Bartlett’s minimal 0,05 dan total variasi yang dapat
dijelaskan minimal sebesar 60%85.
Validitas dari setiap indicator penelitian dilakukan dengan uji Anti-image
Matrices dan pengukuran factor loading untuk setiap indicator. Nilai anti image
yang diharapkan adalah minimum .500; sedangkan nilai factor loading yang
diharapkan untuk Component Matrix adalah minimum .700.
84 Guido Benny Sunardi. “Analisis Peran Kualitas Relational Terhadap Loyalitas Pelanggan Perguruan Tinggi”. (Tesis Magister Universitas Indonesia, Depok, 2003). Hal. 3585Meylizar Elvisyah, “Strategi Pemasaran Berbasis Pengalaman Nescafe Flavour Terhadap Loyalitas Pelanggan”, (Skripsi Sarjana Universitas Indonesia, Depok, 2005). hal.70-71
67
Selain pengukuran Validitas, dilakukan juga pengujian reliabilitas. Adapun
Tujuan utama pengujian reliabilitas menurut Budi adalah:
untuk mengetahui konsistensi atau keteraturan hasil pengukuran suatu instrument apabila instrumen tersebut digunakan lagi sebagai alat ukur suatu objek atau responden. Hasil uji reliabilitas mencerminkan dapat dipercaya atau tidaknya suatu insturmen penelitian berdasarkan tingkat kemantapan dan ketepatan suatu alat ukur dalam pengertian bahwa hasil pengukuran yang didapat merupakan ukuran yang benar dari suatu yang diukur86.
Metode Alpha Cronbach’s digunakan untuk menentukan reliabilitas dengan
cara membandingkan antara nilai r hitung dengan r tabel pada taraf kepercayaan
95% atau tingkat signifikansi 5%. Pengujian reliabilitas dengan metode Alpha-
Cronbach, maka nilai r hitung diwakili oleh nilai Alpha. Menurut Budi yang
mengutip Santoso, apabila alpha hitung lebih besar dari r tabel dan alpha hitung
bernilai positif maka suatu instrumen penelitian dapat disebut reliabel87. Tingkat
reliabilitas dengan metode Alpha Cronbach diukur berdasarkan skala alpha 0
sampai dengan 1. Apabila skala tersebut dikelompokkan ke dalam lima kelas
dengan range yang sama, maka ukuran kemantapan alpha dapat diinterpretasikan
seperti tabel berikut:
Tabel 2.6Tingkat reliabilitas berdasarkan nilai Alpha
Alpha Tingkat Reliabilitas 0,00 - 0,20 Kurang reliabel> 0,20 – 0,40 Agak Reliabel> 0,40 – 0,60 Cukup Reliabel> 0,60 – 0,80 Reliabel> 0,80 – 1,00 Sangat Reliabel
Sumber: Triton Prawira Budi, “SPSS 13 Terapan: Riset Statistik Parametrik”, 2006
86Triton Prawira Budi, “SPSS 13 Terapan: Riset Statistik Parametrik”, Yogyakarta, Andi, edisi I, 2006 hal. 24887 Ibid
68
Hasil pengujian validitas dan reliabilitas dalam tahap pretest di simpulkan
dalam tabel di bawah ini:
Tabel 2.7Pengukuran K-M-O Measure of Sampling Adequcy, Barlett’s Test of
Sphericity, dan Nilai Variasi yang dijelaskan Model Pengukuran
No Variabel Penelitian K-M-OMeasure of sampling Adequacy
Barlett’s Test of
Sphericity
Nilai Variasi
yang dijelaskan
1 Adaptiveness .730 .000 68.8922 Assurance .525 .000 80.9933 Emphaty, .775 .000 71,9954 Authority .728 .000 83.2285 Penilaian kualitas jasa
keseluruhan (overall service quality)
.843 .000 81.053
6 Loyalitas merek. .785 .000 73.453Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer Peneliti, April 2007
Sedangkan ukuran reliabilitas dari setiap variabel dalam instrumen penelitian
ini diperlihatkan dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 2.8Reabilitas Variabel Penelitian
No Variabel Penelitian Alpha Cronbach Tingkat Reliabilitas
1 Adaptiveness 0.854 Sangat Reliabel2 Assurance 0.631 Reliabel3 Emphaty, 0.898 Sangat Reliabel4 Authority 0.899 Sangat Reliabel5 Penilaian kualitas jasa
keseluruhan0.922 Sangat Reliabel
6 Loyalitas merek. 0.838 Sangat Reliabel Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer Peneliti, April 2007
69
Skala pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala likert
dengan 7 tingkatan. Jawaban terendah adalah 1 (satu) dan jawaban tertinggi
adalah 7 (tujuh). Untuk melakukan intepretasi terhadap jawaban tersebut maka
digunakan rumus mencari rentang skala (RS)88:
RS = (m-n)/b
Dimana
m = Skor tertinggi yang mungkin
n = Skor terendah yang mungkin
b = Jumlah kelas
Dari Hasil perhitungan menggunakan rumus Rentang Skala di atas didapat
tabel tingkat intepretasi jawaban responden seperti di bawah ini:
Tabel 2.9Tingkat Intepretasi jawaban responden
Kategori Batas Bawah Batas AtasSangat Rendah 1 1,857Rendah 1,858 2,715Cukup Rendah 2,716 3,573Sedang 3,574 4,431Cukup Tinggi 4,432 5,289Tinggi 5,290 6,147Sangat Tinggi 6,148 7
88 Husein Umar, Metode Riset Perilaku Konsumen Jasa, Jakarta, Ghalia Indonesia, Edisi I, 2003hal. 201
70
F.6. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini hanya meneliti pengaruh variabel pengalaman pelanggan
berhubungan dengan petugas call center terhadap persepsi kualitas jasa
keseluruhan (overall service quality) dan kemudian loyalitas merek. Sementara
untuk industri jasa layanan telekomunikasi seluler, ada banyak antesenden
loyalitas merek seperti: Corporate image, Customer Switching Cost, dan Service
Quality89.
Dalam penelitian ini, beberapa antecenden tersebut diabaikan dan peneliti
hanya memfokuskan pada pengaruh overall service quality terhadap loyalitas
merek.
89 Serkan Aydin and Gokhan Ozer., Op. Cit
71
BAB III
GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN
A. Sejarah Perusahaan
PT TELKOMSEL atau “PT Telekomunikasi Selular” adalah sebuah
perusahaan yang bergerak dalam bidang penyedia jasa telekomunikasi bergerak
atau yang sering disebut dengan teknologi selular. Dengan tiga produk utamanya
yaitu “kartuHALO” untuk kartu pasca bayar “simPATI dan “Kartu As“ untuk
kartu pra bayar. Telkomsel merupakan pemimpin pasar operator selular dengan
jumlah 34 juta pelanggan yang merupakan 55% pelanggan selular di Indonesia90.
Sampai dengan akhir tahun 2006, PT Telkomsel telah melakukan kerjasama
dengan 268 mitra roaming international dengan di 152 negara91. Pada bulan
September 2006, PT Telkomsel menjadi operator pertama di Indonesia yang
meluncurkan layanan 3G yakni yakni era layanan baru kombinasi suara, teks,
gambar dan video yang didukung teknologi berkemampuan mengirim data sangat
besar dan cepat mencapai 2 Mbps (Megabyte per second).
Sejarah lahirnya PT Telkomsel bermula dari masuknya teknologi GSM ke
Indonesia pada tahun 1995 melalui tiga operator selular, dimana salah satunya
adalah Telkomsel yang merupakan anak perusahaan PT TELKOM. Nama
90 http://www.telkomsel.com/web/corporate4/main.php?page=whytelkomsel diakses 4 Juni 2007
91 http://www.telkomsel.com/web/company_profile di akses 5 Juni 2007
72
TELKOMSEL awalnya adalah nama layanan dari jasa Sistem Telekomunikasi
Bergerak Selular (STBS) yang dikelola oleh PT TELKOM.
Sejarahnya bermula pada bulan November 1993, pemerintah meminta PT
TELKOM untuk melakukan GSM pilot project di di Batam dan Bintan. Pada
tanggal 31 Desember 1993, proyek tersebut sudah dapat beroperasi. Keberhasilan
tersebut dilanjutkan ke Medan dan Pekanbaru.
Pada 26 Mei 1995 atas keputusan Menparpostel dan Menteri Keuangan
berdirilah TELKOMSEL sebagai operator GSM kedua di Indonesia dengan
komposisi kepemilikan sahan PT Telkom 51 % dan PT Indosat 49%.
Agar dapat tampil sebagai operator GSM bertaraf internasional dengan
produk yang berstandar internasional pula, dua strategis partner pun diajak
bekerjasama. yakni KPN Telecom Netherlands dan PT Setdco Megacell Asia.
KPN berinvestasi sebesar US$ 333 Juta untuk mendapatkan 17,28 persen
kepemilikan di Telkomsel, sementara itu perusahaan Lokal Setdco Megacell Asia
mendapatkan 5 persen kepemilikan. Sehingga struktur kepemilikan PT Telkomsel
setelah proses restrukturisasi tersebut adalah: PT Telkom 42,72 %, PT Indosat 35
%, KPN 17,28 dan Setdco 5%. Dengan masuknya dua mitra tersebut, pada 11
Maret 1996 status TELKOMSEL berubah dari Penanaman Modal Dalam Negri
(PMDN) menjadi Penanaman Modal Asing (PMA).
Pada akhir tahun 2001, Perusahaan telekomunikasi Singapura, Singapore
Telecom Mobile Pte Ltd atau Singtel Mobile membeli saham PT Telkom yang
sebelumnya dipegang oleh KPN Royal Dutch Telecom of The Netherlands
(17.28%) and Setdco Megacell Asia (5%). Pada pertengahan tahun 2002 Singtel
73
Mobile menambah kepemilikan sahamnya dengan membeli sebesar 12,72 % dari
PT Telkom Indonesia sehingga total kepemilikan Singtel Mobile menjadi 35%.
Berikut ini adalah gambar komposisi kepemilikan saham PT Telkomsel
Gambar 3.1Komposisi Kepemilikan Saham pada PT Telkomsel
Sumber: http://www.telkomsel.com/web/shareholder diakses 4 Juni 2007
Lahir dari sebuah BUMN yang berorientasi sebagai pemberi pelayanan
publik, PT Telkomsel terus memperluas jaringannya di seluruh wilayah
Indonesia. Hanya dalam waktu dua tahun setelah kelahirannya, pada tanggal 26
Desember 1996, layanan PT Telkomsel telah mencakupi 27 propinsi yang tersebar
dari Sabang sampai Merauke. Pada tahun 1997 PT Telkomsel telah dapat
menghadirkan jaringan di seluruh ibukota propinsi di Indonesia. Selanjutnya, pada
tahun 2005 telah berhasil melayani seluruh ibu kota kabupaten. Pada tahun 2006
seluruh ibu kota kecamatan di wilayah Jawa-Bali dan Sumatera telah dapat
merasakan layanan jasa telepon selular PT Telkomsel. Dengan demikian PT
Telkomsel menjadi operator jasa layanan selular yang memiliki coverage area
terluas di Indonesia yakni 90% dari seluruh wilayah Indonesia.
74
Di samping luasnya cakupan area layanan. Sebagai sebuah entitas bisnis PT
Telkomsel menunjukan performa yang sangat baik. Pendapatan PT Telkomsel
tumbuh dari Rp. 34,89 trilyun pada tahun 2000 menjadi Rupiah 34,89 Trilyun
pada tahun 2006. Demikian juga dengan jumlah pelanggan PT Telkomsel dari
hanya 1,7 juta pelanggan pada tahun 2000 meningkat menjadi 35,6 juta pelanggan
pada 31 Desember 2006. Berikut ini adalah gambar performa PT Telkomsel92.
Gambar 3.2
Sumber: http://www.telkomsel.com/web/company_profile diakses 4 Juni 2007
Kini dengan terus berkembangnya teknologi telekomunikasi, Telkomsel terus
melakukan inovasi-inovasi dalam memanjakan para pelanggannya. Tidak hanya
dalam semakin meluasnya wilayah cakupan dan kualitas suara, service yang
diberikan kepada para pelanggannya pun semakin bervariasi. Dan memasuki
92 http://www.telkomsel.com/web/company_profile diakses 4 Juni 2007
75
tahun 2004 ini, Telkomsel telah menerapkan teknologi EDGE (Enhanced Data
rate GSM Evolution) yang menandai mulai masuknya layanan 3G (generasi
ketiga) serta menjadi pelopor 3G di Indonesia.
B. Slogan, Visi dan Misi Perusahaan
B.1. Slogan
“Begitu Dekat Begitu Nyata” atau “So Close So Real” merupakan slogan
Telkomsel yang selalu memberikan kualitas jasa terbaik yang selalu
memperhatikan kebutuhan pelanggannya sehingga pelanggan dapat merasakan
kedekatannya dengan kerabat, keluarga dan dengan Telkomsel sendiri. Telkomsel
merupakan penyedia jasa pilihan terbaik untuk jangka pendek merupakan jangka
panjang.
B.2. Visi
Visi Telkomsel yaitu :
“The Indonesian wireless telecommunication solution company” yang artinya
Telkomsel merupakan penyedia solusi nirkabel terkemuka di Indonesia.
B.3. Misi
Misi Telkomsel yaitu :
“First choice wireless telecommunications solutions provider in Indonesia
working in partnership with shareholders and other alliances to create value for
investors, employees and the nation.” Yang artinya Telkomsel merupakan pilihan
pertama sebagai penyedia solusi nirkabel di Indonesia yang bekerjasama dengan
para pemegang saham dan mitra usaha lainnya untuk menghasilkan nilai tambah
bagi investor, karyawan, dan Negara.
76
Untuk mencapai visi dan misinya Telkomsel menciptakan posisi baru dalam
pasar dan selalu melakukan pengembangan dalam pelayanannya, tidak hanya
dalam penyedia jasa telekomunikasi tapi juga sebagai penyedia jasa nirkabel di
Indonesia.
C. Struktur organisasi PT. Telkomsel :
Struktur organisasi PT Telkomsel dijelaskan dalam gambar 3.3 terdiri dari 4
direktorat, dan 3 sub direktorat. Ke-empat Sub Direktorat tersebut meliputi
Directorate of Commerce, Finance, Planning & Development, dan operation.
Sementara sub direktoratnya terdiri atas: human resources management, Internal
Audit management, dan Corporate secretary management.
77
Gambar 3.3Struktur Organisasi PT Telkomsel
Directorate of Commerce bertanggung jawab menyelaraskan pemasaran PT
Telkomsel, inovasi, manajemen produk, penjualan dan pelayanan pelanggan
untuk mendukung pertumbuhan perusahaan dan EBITDA margin yang
diinginkan93. Directorate of Commerce terdiri atas 7 (tujuh) divisi yakni:
Marketing, Produk Management, Corporate Account, Channel Management,
Customer service, Project CRM dan Reg.. Sales dan Customer Service. Sementara
Call Center PT Telkomsel merupakan salah satu departemen dalam divisi
Customer service.
93Arlika Yustiarini. “Evaluasi Penerapan Strategi komunikasi Pemasaran Model Tom Duncan dalam Membentuk Merek”, (Skripsi Sarjana Universitas Indonesia, Depok, 2003) hal. 35
78
D. Produk dan jasa layanan
Sampai saat ini Telkomsel hanya mengkhususkan dirinya untuk bergerak
dalam dunia bisnis telekomunikasi, yaitu sebagai operator STBS GSM. Adapun
produk-produk yang dikeluarkan oleh Telkomsel sebagai operator STBS GSM
adalah :
a. Kartu paska-bayar kartuHALO
KartuHALO adalah kartu paska-bayar (post paid) dari Telkomsel. Diperlukan
proses pendaftaran untuk berlangganan kartuHALO dengan melampirkan
persyaratan-persyaratan yang dibutuhkan. Pembayaran dilakukan setiap bulan
berupa biaya abonemen dan biaya penggunaan/usage. KartuHALO memberikan
berbagai layanan yang bernilai tambah (value added service – VAS) dan berbagai
fasilitas bagi pelanggannya. Berbagai fasilitas yang menempel pada kartuHALO
antara lain: Short Message Service (SMS), Call Forwarding, Calling Line
Identification (CLir), FARIDA (fax response and interactive data), Call Waiting
& hold, Premium Rate Call Barring, Voice Mail, Fax dan data service, IDD/SLI,
national dan internasional roaming, dan lain lain. Sedangkan berbagai VAS yang
diberikan adalah:
Anita (Layanan informasi billing baik (voice atau SMS ke 333 dan
www.telkomsel.com),
payment gateway yakni sistem pembayaran tagihan secara online host to
host (real time) antara bank dengan telkomsel,
79
HALOinfo yakni program kerjasama antara PT Telkomsel dengan PT
Infomedia Nusantara dalam menyediakan layanan informasi (seperti: Info
hiburan, jadwal kereta api, dsb),
HALOkeluarga yang merupakan program loyalti kepada pelanggan agar
dapat memberikan kartu tambahan kepada keluarganya beserta keringan
biaya abonemen dan diskon tarif air time untuk panggilan antar keluarga
Sedangkan layanan tambahan yang diberikan kepada pengguna kartu HALO
meliputi: CAROLINE melalui nomor 111, TELKOMSEL@MAIL, Mobile
Banking, dsb.
Selain itu dalam kartuHALO juga mampu menampung 200 nomor telepon
beserta nama serta menyimpan 40 pesan singkat yang tidak ingin dihapus
pelanggan. Tampilan kartuHALO memiliki keunikan yang tidak terdapat pada
SIM card lainnya. Melalui pendekatan kultur dan ke-indonesiaan, kartuHalo
menampilkan gambar yang menonjolkan adat istiadat dari seluruh propinsi di
Indonesia. Melalui gambar tersebut Telkomsel ingin menyampaikan pesan melalui
kartuHALO ini bahwa Telkomsel adalah operator yang memiliki cakupan di
seluruh tanah air dan semangat jiwa nasionalisme.
b. Kartu pra bayar (pre paid) simPATI
Kartu simPATI adalah kartu pra-bayar isi ulang pertama di Indonesia, bahkan
di Asia. Melalui layanan prabayar yang dipelopori oleh Telkomsel ini, pengguna
kartu simPATI dapat mengontrol anggaran komunikasinya. Nama kartu simPATI
80
merupakan singkatan dari "Sistem Komunikasi yang Tepat dan Pasti" yaitu SIM
Card yang telah diisi dengan sejumlah unit pulsa tertentu dengan suatu batas
waktu pemakaian. Jika sudah melewati batas waktu yang ditentukan atau
sebelumnya akan tetapi unit pulsa telah habis maka SIM Card ini tidak bisa
dipakai lagi sebelum dilakukan pengisian ulang dengan membeli voucer yang
berisi sejumlah unit pulsa.
Berbeda dengan kartuHALO yang membutuhkan berbagai persyaratan
administratif, hampir tidak ada persyaratan administratif yang dibutuhkan untuk
menggunakan kartu simPATI. Pelanggan hanya perlu membeli voucher perdana,
melakukan registrasi pelanggan prabayar, setelah itu langsung dapat
menggunakan layanan yang disediakan oleh kartu simPATI. Berbagai fitur yang
diberikan oleh kartu simPATI antara lain:
1. CALiPSO (caller ID), fasilitas ini memunculkan nomor atau nama
penelepon sebelum Anda menjawab. Agar nama penelepon muncul,
masukkan nama beserta nomor ke dalam memori ponsel terlebih dulu.
2. VERONiCA (Voice Mail), fasilitas ini berfungsi seperti mesin penjawab,
Penelepon dapat meninggalkan pesan untuk Anda dengarkan. Untuk
mengaktifkan fasilitas tekan 222 lalu ikuti instruksi selanjutnya. Dan bila
pulsa habis selama Waktu Aktif, pesan selalu dapat didengarkan dari
pesawat biasa / ponsel lain.
3. SMiLE (Short Message Service), fasilitas ini memungkinkan Anda
mengirim dan menerima pesan tertulis ke ponsel dan provider lain.
81
Sebelum menggunakan fasilitas ini pastikan terlebih dulu Service Center
SMS Anda adalah Telkomsel, +6281100000.
4. MPC (Multi Party Calling), melalui fasilitas Multi Party Calling, Anda
dapat berkomunikasi pada saat bersamaan dengan beberapa orang
sekaligus (chat) dengan mengaktifkan fungsi Call Waiting dan Call
Holding ponsel Anda terlebih dulu
5. Call Waiting, fasilitas ini berfungsi agar Anda tetap mengetahui telepon-
telepon yang masuk meskipun Anda sedang on line.
6. Call Holding, fasilitas ini berfungsi agar Anda tetap bisa menjawab
panggilan telepon yang lain disaat Anda sedang on line, tanpa harus
memutuskan sambungan telepon pertama.
Sedangkan Layanan tambahan yang diberikan kepada pengguna kartu simPATI
meliputi: CAROLINE melalui nomor 116 atau fixed phone melalui nomor 021
52909811, TELKOMSEL@MAIL, Mobile Banking, dsb.
c. Kartu AS
Kartu As pra-bayar secara umum bermakna kartu yang mempunyai berbagai
kelebihan dan memiliki nilai tertinggi dibanding kartu sejenis lainnya. Kartu As
memiliki keunikan yakni nomor bisa didapat dengann harga cuma untuk kartu As
perdana, jadi pelanggan hanya membeli voucher kartu As saja. Tarif percakapan
sangat kompetitif karena mempunyai 2 tarif khusus yaitu:
82
a. Tarif "Super Murah" (Tarif flat Antar pengguna kartu As)
b. Tarif "Murah" (Tarif flat antar pelanggan kartu As ke pelanggan
kartuHALO dan simPATI).
E. Call Center PT Telkomsel
Telkomsel sangat memperhatikan kemudahan dan kenyamanan pelanggan
dalam memperoleh informasi atau konsultasi setiap saat dan di manapun. Untuk
itu, Telkomsel membangun akses pelayanan Call Center dinamakan Caroline
(Customer Care On-Line) - pelayanan pelanggan melalui telepon, sebagai wujud
dari pelayanan pelanggan 24 jam yang memberikan pelayanan tak henti kepada
pelanggan untuk segala kebutuhan dan permasalahan pelanggan. Call Center PT
Telkomsel dapat dihubungi melalui 111 dari kartuHALO dan 116 dari kartu
simPATI/As.
Fungsi-fungsi Pelayanan Pelanggan yang dapat ditangani oleh Caroline
meliputi :
Informasi jaringan (wilayah liputan, kapasitas, ketersediaan).
Informasi produk (jenis simPATI , jenis layanan, roaming).
Informasi tagihan (tarif, penggunaan).
Prapenjualan (harga, biaya, promosi).
Edukasi pelanggan (cara penggunaan jasa dan perangkat).
Pengaduan (mutu jaringan, kegagalan, kesulitan).
83
Umum (informasi mengenai berbagai hal).
Call Center Telkomsel merupakan call center tersibuk di Indonesia dengan
jumlah call 1,1 juta per hari yang ditangani oleh sekitar 4000 petugas pelayanan
didukung sistem canggih IVR (interactive voice response). Bahkan kini
Telkomsel telah membuka akses layanan video call center 136 berbasis teknologi
3G, seperti yang banyak diaplikasikan perusahaan-perusahaan di negara maju94.
Sebagai akibat dari karakteristik dari pengguna telepon selular yang mobile,
maka Call center menjadi pilihan utama bagi pelanggan untuk berhubungan
dengan layanan pelanggan PT Telkomsel. Menurut data yang diungkapkan oleh
VP Customer Service (CS) Telkomsel , Gideon Purnomo, sekitar 94,4 persen
pelanggan menyampaikan keluhan atau meminta informasi melalui Call Center.
94 http://www.telkomsel.com/web/call_center diakses 4 Juni 2007
84
BAB IV
ANALISA HASIL PENELITIAN
A. Hasil Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini peneliti mengumpulkan data dari 100 responden
menggunakan metode purposive sampling dengan kriteria responden adalah
pengguna Kartu Simpati, laki-laki dan perempuan berusia 18 - 35 tahun yang
pernah menghubungi Call Center Simpati minimal satu kali dan telah
menggunakan kartu simPATI minimal 3 (tiga) bulan. Proses pengumpulan data
dilakukan dari bulan April – Mei 2007 yang kemudian diolah menggunakan
perangkat piranti lunak SPSS 13.
A.1. Karakteristik Responden
A.1.1. Jenis Kelamin Responden
Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 100 orang. 55 orang diantaranya
adalah laki-laki (55%) dan 45 orang berjenis kelamin perempuan (45%)
Tabel 4.1Distribusi Responden berdasarkan Kelompok Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Frequency Percent Valid PercentCumulative
Percentlaki-laki 55 55.0 55.0 55.0Perempuan 45 45.0 45.0 100.0Total 100 100.0 100.0
Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer Peneliti, Mei 2007
85
A.1.2. Usia Responden
Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 100 orang. Pilihan usia responden
di dalam kuesioner yang disebar dikelompokkan menjadi 4 kelompok. Berikut ini
adalah deskripsi dari usia para responden tersebut dari hasil output SPSS.
Tabel 4.2Distribusi Responden berdasarkan Kelompok Usia
Usia Frequency Percent Valid PercentCumulative
Percent18-20 tahun 3 3.0 3.0 3.0
20-25 tahun 53 53.0 53.0 56.0
25-30 tahun 34 34.0 34.0 90.0
30-35 tahun 10 10.0 10.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer Peneliti, Mei 2007
Dari hasil tersebut terlihat bahwa presentase terbesar usia responden berkisar
antara 21-25 tahun dengan besaran 53% Kemudian diikuti oleh kelompok usia 25-
30 tahun sebesar 30%. Dalam kelompok sampel, terdapat 3 (tiga) responden yang
berusia 18-20 dan 10 (sepuluh) responden yang berada dalam kisaran usia 30 – 35
tahun.
A.1.3. Tingkat Pendidikan Responden
Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 100 responden. Pilihan tingkat
pendidikan di dalam kuesioner yang disebar, dikelompokkan menjadi 6
kelompok. Mayoritas tingkat pendidikan responden adalah lulusan universitas
sebesar 50% diikuti dengan lulusan diploma sebesar 36%. Responden dengan
jenjang lulusan SMU adalah sebanyak 12.
86
Tabel. 4.3Distribusi Responden berdasarkan Kelompok Tingkat Pendidikan
Tingkat Pendidikan Frequency Percent Valid PercentCumulative
PercentSD 1 1.0 1.0 1.0
SMP 1 1.0 1.0 2.0
SMU 12 12.0 12.0 14.0
Diploma 36 36.0 36.0 50.0
Universitas 50 50.0 50.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer Peneliti, Mei 2007
A.1.4. Pemakaian Pulsa Telpon Seluler Responden Per bulan
Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 100 orang. Pilihan jumlah
pemakaian pulsa perbulan dibagi menjadi 6 kelompok.
Tabel. 4.4.Distribusi Responden berdasarkan Kelompok Pemakaian Pulsa
Telepon Seluler Perbulan
Pemakaian PulsaSeluler Perbulan (Rp) Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
20,000 – 50.000 10 10.0 10.0 10.0
50.000 - 100.000 26 26.0 26.0 36.0
100.000 - 200.000 33 33.0 33.0 69.0
200.000 - 500.000 23 23.0 23.0 92.0
> 500.000 8 8.0 8.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer Peneliti, Mei 2007
Hasil penelitian menunjukkan bahwa presentase terbesar pemakaian pulsa
telepon seluler perbulan adalah Rp 100.000 – Rp. 200.000 sebesar 33,3%. Diikuti
dengan Rp. 50.000 – Rp. 100.000 sebesar 26%, sebanyak 23 responden
87
mengeluarkan biaya sebesar Rp. 200.000 – 500.000 untuk pemakaian pulsa,
sedangkan hanya 10% yang mengeluarkan biaya kurang dari Rp 20.000 perbulan.
A.1.5. Lama Pelanggan menggunakan kartu simPATI
Jumlah responden adalah 100 orang. Pilihan lama responden memakai
produk Simpati Card dalam kuesioner yang disebar dikelompokkan menjadi 4
kelompok.
Tabel. 4.5.Distribusi Responden berdasarkan Lama Penggunaan Kartu simPATI
Lama Penggunaan Frequency Percent Valid PercentCumulative
Percent3 bulan – 6 bulan 7 7.0 7.0 7.0
6 bulan – 1 tahun 12 12.0 12.0 19.0
Lebih dari 1 tahun 81 81.0 81.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer Peneliti, Mei 2007
Dapat dilihat dari hasil penelitian bahwa mayoritas responden (sebesar 81%)
menggunakan kartu simPATI lebih dari 1 tahun. Hanya 7 (tujuh) responden saja
yang menggunakan kartu simPATI antara 3 – 6 bulan.
A.1.6. Pernah Berbicara dengan Petugas Call Center
Indikator pernah berbicara dengan petugas call center merupakan pertanyaan
screening dalam penelitian ini. Pernah berbicara dengan petugas call center,
setidaknya satu kali merupakan salah satu kriteria untuk mencari responden. Dari
hasil penelitian, 100 responden yang ada sudah pernah menghubungi call center.
88
A.1.7. Frekuensi Berbicara dengan Petugas Call Center
Pilihan frekuensi responden berbicara dengan petugas call center
dikelompokkan menjadi 4 kategori. Mayoritas responden (sebesar 53%) hanya
pernah berbicara dengan petugas call center kurang dari 3 kali dalam waktu 6
bulan terakhir, diikuti dengan 3 – 6 kali sebanyak 30 responden. Hanya 8
responden yang menghubungi petugas call center lebih dari 9 kali.
Tabel 4.6Distribusi Responden berdasarkan Frekuensi Berbicara
dengan Petugas Call CenterFrekuensi Berbicara dengan Petugas Call
Center Frequency Percent Valid PercentCumulative
PercentKurang dar 3 kali 53 53.0 53.0 53.0
3 kali – 6 kali 30 30.0 30.0 83.0
6 kali – 9 kali 9 9.0 9.0 92.0
Lebih dari 9 kali 8 8.0 8.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer Peneliti, Mei 2007
B. Analisis Deskriptif Konstruk Pengalaman pelanggan berhubungan dengan
Call Center
Setiap encounter dalam call center haruslah dikelola sebaik mungkin sesuai
dengan harapan pelanggannya. Untuk itulah diperlukan instrumen pengukuran
yang dapat mengukur harapan pelanggan terhadap sebuah call center. Arjen
Burgers, dkk mengidentifikasikan 13 ekspektasi pelanggan terhadap petugas call
center, yaitu: Self-efficacy, adaptability, emphaty, time, communication style,
reliability, Perception of commitment to service quality and customer satisfaction,
empowerment. Staff attitude, explanation, competence, security, dan knowing the
customer.
89
Berdasarkan pengujian empiris yang dilakukan Arjen Burgers, dkk terhadap
ke-13 item ini, maka dihasilkan empat sub skala yang lebih valid sebagai
instrumen penelitian dalam voice-to-voice encounter, ke-empat sub skala ini
adalah: adaptiveness, assurance, emphaty, dan Authority95.
Ekspektasi pelanggan terhadap Call Center tersebur diukur melalui 22
indikator. Ke 22 indikator tersebut merupakan penjabaran dari 4 komponen utama
pengalaman pelanggan berhubungan dengan Call Center, yaitu: adaptiveness,
assurance, emphaty, dan Authority.
Studi sebelumnya telah menunjukkan bahwa petugas memegang peranan
penting dalam penyediaan sebuah proses penyampaian servis yang baik, yang
pada akhirnya akan membentuk kepuasan pelanggan terhadap servis yang
diberikan. Tingkat kepuasaan pelanggan akan sangat mempengaruhi respon
perilaku konsumen seperti loyalitas pelanggan, word-of-mouth, atau switching
behaviour.96
B.1. Analisis Deskriptif Konstruk Adaptiveness
Adaptiveness merupakan salah satu komponen ekspektasi pelanggan terhadap
call center. Adaptiveness dapat diartikan sebagai harapan bahwa petugas dapat
menyesuaikan perilakunya terhadap pelanggan, mampu menangani situasi
interpersonal dan menyesuaikan diri terhadap berbagai situasi. Selain itu, petugas
juga diharapkan kompeten, memiliki keahlian dan selanjutnya dapat membantu
pelanggan dalam menyelesaikan berbagai permasalahannya. 95 Arjan Burgers, et al. Op.Cit 96 Amy Wong., “The Role of Emotional Satisfaction in Service Encounters:Managing Service Quality”, Bedford: 2004, Vol. 14, Iss. 5
90
Dalam penelitian, variabel adaptiveness diturunkan ke dalam 7 indikator.
Nilai mean, modus dan standar deviasi dari berbagai indikator tersebut dijabarkan
dalam tabel berikut ini:
Tabel. 4.7.Nilai Mean, Modus dan Std. Deviasi dari
Dimensi AdaptivenessNo Indikator N Mean Modus Standar
DeviasiKategori
1. Petugas memperlakukan pelanggan dengan sopan saat berbicara
100 5.5900 6 1.15553 Tinggi
2. Petugas berusaha memahami pertanyaan pelanggan
100 5.6700 6 1.03529 Tinggi
3 Pelanggan yakin petugas call centermemahami pekerjaannya
100 5.2100 6 1.20851 Ti ggi
4Pelanggan percaya bahwa petugas call center selalu dapat membantu dalam menemukan solusi permasalahan
100 5.0600 6 1.30128 Tinggi
5
Seandainya petugas call center tidak dapat langsung merespon kebutuhan pelanggan, pelanggan yakin petugas akan berusaha mencari informasi yang diperlukan
100 4.9000 6 1.40346Cukup
Tinggi
6Pelanggan percaya bahwa petugas call center selalu dapat membantu dalam menemukan jawaban pertanyaan
100 4.8300 6 1.30310Cukup
Tinggi
7Pelanggan percaya bahwa petugas call center selalu dapat memenuhi berbagai permintaan mereka.
100 4.9200 6 1.33091Cukup
Tinggi
Catatan: Nilai mean, modus dan std. Deviasi menggunakan nilai dengan skala 7Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer Peneliti, Mei 2007
Tabel tersebut memperlihatkan bahwa tingkat persetujuan terhadap
pernyataan dari indikator-indikator variabel adaptiveness berkisar antara 4.83
sampai dengan 5.67 dengan nilai modus 6. Dengan merujuk tabel tersebut dapat
disimpulkan bahwa dilihat dari pemenuhan ekspektasi pelanggan untuk tingkat
adaptiveness petugas call center adalah cukup tinggi sampai dengan tinggi.
Artinya responden menilai petugas call center Simpati sudah memiliki
kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap pelanggan, mampu menangani
situasi interpersonal, mampu untuk menyesuaikan diri dengan situasi yang dialami
91
oleh pelanggan serta dinilai kompeten dalam menangani berbagai masalah yang
dialami oleh pelanggan.
B.2. Analisis Deskriptif Konstruk Assurance
Assurance berfokus pada aspek-aspek yang berhubungan dengan keamanan
dan penjelasan. Petugas diharapkan memberikan informasi yang jelas kepada
pelanggan mengenai prosedur yang akan menenangkan konsumen dan
menghilangkan berbagai ketidakjelasan. Kemudian konsumen berharap bahwa
perusahaan tidak hanya akan menangani informasinya secara berhati-hati. Akan
tetapi, juga secara rahasia.
Dalam penelitian, terdapat 4 indikator untuk mengukur variabel assurance.
Nilai mean, modus dan standar deviasi dari berbagai indikator tersebut dijabarkan
dalam tabel berikut ini
Tabel. 4.8.Nilai Mean, Modus dan Std. Deviasi dari
Dimensi Variabel AssuranceNo Indikator N Mean Modus Standar
DeviasiKategori
1.
Petugas Call Center dapat menjelaskan informasi berkaitan dengan prosedur tertentu (mis: simcard terblokir atau hilang, aktivasi layanan GPRS, setting MMS/SMS, aktivasi nada sambung pribadi, dll) secara jelas dan sistematis
100 5.5600 6 1.21705 Tinggi
2.
Petugas dapat menenangkan pelanggan dengan memberikan informasi yang benar saat pelanggan menghadapi berbagai ketidakjelasan berkaitan dengan layanan telekomunikasi selular
100 5.2900 6 1.30496 Tinggi
3Pelanggan yakin petugas call center akan menangani informasi yang diberikan kepada mereka secara hati-hati dan rahasia
100 4.9000 6 1.23501Cukup
Tinggi
4Petugas call center tidak akan menyalahgunakan informasi yang diberikan pelanggan kepada mereka
100 4.6900 4 1.27679Cukup
Tinggi
Catatan: Nilai mean, modus dan std. Deviasi menggunakan nilai dengan skala 7Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer Peneliti, Mei 2007
92
Tabel tersebut memperlihatkan bahwa tingkat persetujuan terhadap
pernyataan dari indikator-indikator variabel Assurance berkisar antara 4,69
sampai dengan 5,56 dengan nilai modus adalah 4 dan 6. Dapat disimpulkan bahwa
dilihat dari pemenuhan ekspektasi pelanggan untuk tingkat assurance petugas call
center adalah cukup tinggi sampai dengan tinggi. Petugas Call Center Simpati
dinilai dapat secara sistematis menjelaskan prosedur tertentu yang harus
dilakukan, dapat memberikan ketenangan kepada pelanggan dengan
menghilangkan berbagai ketidakjelasan, dan dapat dipercaya dalam menangani
informasi yang bersifat rahasia.
B.3. Analisis Deskriptif Konstruk Empathy
Salah satu ekspektasi pelanggan terhadap call center adalah adanya emphaty,
dimana petugas diharapkan memiliki kemampuan untuk berempati terhadap emosi
dan situasi pelanggan dan memberikan perasaan kepada konsumen bahwa
permasalahan mereka diperlakukan secara penting bukan hanya sebagai “nomor”
bagi perusahaan
Dalam penelitian ini, terdapat 8 indikator untuk mengukur variabel empathy.
Nilai mean, modus dan standar deviasi dari berbagai indikator tersebut dijabarkan
dalam tabel berikut ini.
93
Tabel. 4.9Nilai Mean, Modus dan Std. Deviasi dari
Dimensi Variabel Empathy
No Indikator N Mean Modus Standar Deviasi
Kategori
1. Petugas menanyakan nama pelanggan serta memanggil pelanggan dengan nama tersebut
100 5.1400 6.00 1.70572Cukup
Tinggi
2.Pelanggan merasa bahwa petugas call center memperlakukan masalah mereka sebagai suatu hal yang penting untuk diselesaikan
100 5.0600 6.00 1.34705Cukup
Tinggi
3.Petugas call center memperlakukan pelanggan dengan personal sehingga pelanggan merasa senang berhubungan dengan mereka.
100 4.6700 6.00 1.44289Cukup
Tinggi
4Ketika pelanggan menyampaikan keluhan, petugas akan memperhatikan keluhan pelanggan dengan sungguh-sungguh.
100 5.0100 6.00 1.29876Cukup
Tinggi
5.
Ketika pelanggan menanyakan sesuatu, petugas call center akan memberikan perhatian terhadap pertanyaan pelanggan dengan sungguh-sungguh
100 5.0200 6.00 1.32558Cukup
Tinggi
6.
Ketika pelanggan menyampaikan suatu permintaan, petugas call center akan sungguh-sungguh memperhartikan permintaan pelanggan.
100 4.9100 6.00 1.35658Cukup
Tinggi
7.Pelanggan merasa bahwa petugas call centermembantu menyelesaikan masalah pelanggan dengan tulus
100 4.5300 5.00 1.33678Cukup
Tinggi
8.
Saat pelanggan menyampaikan masalah, pelanggan merasa bahwa petugas call center peduli dengan masalah yang disampaikan mereka
100 4.6300 5.00 1.43305Cukup
Tinggi
Catatan: Nilai mean, modus dan std. Deviasi menggunakan nilai dengan skala 7Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer Peneliti, Mei 2007
Tabel tersebut memperlihatkan bahwa tingkat persetujuan terhadap pernyataan
dari indikator-indikator variabel Empathy berkisar antara 4.53 sampai dengan 5.14
dengan nilai modus adalah 5 dan 6. Dapat disimpulkan bahwa dilihat dari
pemenuhan ekspektasi pelanggan untuk tingkat emphaty petugas call center
adalah cukup tinggi. Petugas Call Center Simpati dinilai memiliki kemampuan
untuk berempati terhadap emosi dan situasi pelanggan dan memberikan perasaan
94
kepada konsumen bahwa permasalahan mereka diperlakukan secara penting
bukan hanya sebagai “nomor” bagi perusahaan.
B.4. Analisis Deskriptif Konstruk Authority
Salah satu ekspektasi pelanggan terhadap call center adalah authority,
pelanggan berharap bahwa petugas memiliki otoritas berkaitan dengan berbagai
permasalahan dan pertanyaan97.
Dalam penelitian ini, terdapat 3 indikator untuk mengukur variabel Authority.
Nilai mean, modus dan standar deviasi dari berbagai indikator tersebut dijabarkan
dalam tabel berikut ini.
Tabel. 4.10.Nilai Mean, Modus dan Std. Deviasi dari Dimensi Variabel
AuthorityNo Indikator N Mean Modus Standar
DeviasiKategori
1. Petugas memiliki kewenangan dalam menyelesaikan permasalahan pelanggan
100 5.0900 6.00 1.30341Cukup
Tinggi
2.Petugas memiliki kewenangan dalam menggunakan sumber daya yang diperlukan untuk menangani permasalahan pelanggan
100 4.9300 6.00 1.37991Cukup
Tinggi
3.Petugas call center mempunyai kewenangan yang cukup untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan dalam membantu pelanggan.
100 5.0300 6.00 1.29845Cukup
Tinggi
Catatan: Nilai mean, modus dan std. Deviasi menggunakan nilai dengan skala 7Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer Peneliti, Mei 2007
Tabel tersebut memperlihatkan bahwa tingkat persetujuan terhadap
pernyataan dari indikator-indikator variabel Authority berkisar antara 4.93 sampai
dengan 5.09 dengan nilai modus adalah 6. Dapat disimpulkan bahwa dilihat dari
97 Arjan Burgers, et al. Customer expectation dimensions of voice-to-voice service encounter: a scale-development study. Hal. 150
95
pemenuhan ekspektasi pelanggan untuk tingkat authority petugas call center
adalah cukup tinggi. Petugas Call Center Simpati dinilai memiliki kewenangan
dalam menyelesaikan permasalahan pelanggan, memiliki kewenangan dalam
menggunakan sumber daya yang diperlukan untuk menangani permasalahan
pelanggan, dan mempunyai kewenangan yang cukup untuk mengambil langkah-
langkah yang diperlukan dalam membantu pelanggan.
C. Analisis Deskriptif Konstruk Variabel Overall Service Quality
Persepsi kualitas jasa dari sudut pandang konsumen dapat diukur melalui
penilaian konsumen terhadap “excelent overall service”, “service of a very high
quality”, “high standard of service” dan “superior service in every way”98.
Dalam penelitian ini, terdapat 4 indikator untuk mengukur variabel Overall
Service Quality. Nilai mean, modus dan standar deviasi dari berbagai indikator
tersebut dijabarkan dalam tabel berikut ini.
Tabel. 4.11.Nilai Mean, Modus dan Std. Deviasi dari Dimensi Variabel
Overall Service QualityNo
Indikator N Mean ModusStandar Deviasi
Kategori
1. Perusahaan memberikan keseluruhan jasa yang sangat baik
100 5.2100 6.00 1.33557 Cukup Tinggi
2. Perusahaan mempunyai jasa yang berkualitas tinggi
100 5.18006.00
1.30562Cukup Tinggi
3 Perusahaan menyediakan standar jasa yang tinggi
1005.1100
6.001.33254
Cukup Tinggi
4Perusahaan menyampaikan jasa yang superior dalam berbagai bentuk
100 4.6600 6.00 1.48542Cukup Tinggi
Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer Peneliti, Mei 2007
98 Dabholkar et al dikutip dari Wang, Po Lo dan Yang, “An Integrated Framework for Service Quality, Customer Value, Satisfaction: Evidence from China Telecommunication Industry”, Kluwer Academic Publisher, 2004.
96
Tabel tersebut memperlihatkan bahwa tingkat persetujuan terhadap
pernyataan dari indikator-indikator variabel overall service quality berkisar antara
4.66 sampai dengan 5.21 dengan nilai modus adalah 6. Dapat disimpulkan bahwa
dilihat dari penilaian pelanggan untuk tingkat overall service quality adalah
cukup tinggi. Perusahaan Telkomsel dilihat oleh pengguna kartu simPATI:
Memberikan keseluruhan jasa yang sangat baik, mempunyai jasa yang berkualitas
tinggi, menyediakan standar jasa yang tinggi dan menyampaikan jasa yang
superior dalam berbagai bentuk.
D. Analisis Deskriptif Konstruk Variabel Loyalitas Merek
Untuk variabel loyalitas merek, yang akan digunakan sebagai indikator
pengukuran adalah sebagai berikut: Komitmen untuk terus menggunakan merek
tersebut di masa yang akan datang, kesediaan memberikan masukan berkaitan
dengan kualitas pelayanan jika diminta, mereferensikan kepada orang lain,
membela merek dari komentar negatif, memberitahukan keunggulan merek pada
orang lain, dan kesediaan membeli dengan harga premium.
Nilai mean, modus dan median dalam indikator tersebut dijabarkan dalam
tabel dibawah ini:
Tabel. 4.12.Nilai Mean, Modus dan Std. Deviasi dari Variabel
Loyalitas MerekNo
Indikator N Mean ModusStandar Deviasi
Kategori
1.Pelanggan akan terus menggunakan kartu simPATI di masa yang akan datang
100 5.3900 6 1.29408 Tinggi
2.Pelanggan bersedia memberikan berbagai masukan berkaitan dengan kualitas pelayanan jika diminta
100 5.3800 6 1.33923 Tinggi
97
3.Pelanggan bersedia memberikan rekomendasi kepada orang lain untuk menggunakan kartu simPATI
100 4.5200 4 1.50742 Cukup Tinggi
4
Pelanggan akan membela merek simPATI apabila ada seseorang yang berkomentar negatif pada merek tersebut
100 4.2300 4 1.48973 Sedang
5.Pelanggan akan memberitahu orang lain tentang keunggulan merek simPATI
100 4.5500 6 1.56589 Cukup Tinggi
6.
Pelanggan tidak akan keberatan untuk terus menggunakan kartu simPATI walaupun tarifnya lebih mahal daripada operator GSM lainnya.
100 4.7000 4 1.70856 Cukup Tinggi
Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer Peneliti, Mei 2007
Tabel tersebut memperlihatkan bahwa tingkat persetujuan terhadap
pernyataan dari indikator-indikator variabel loyalitas merek berkisar antara 4,23
sampai dengan 5,39 dengan nilai modus adalah 4 dan 6. Dapat disimpulkan bahwa
dilihat dari penilaian pelanggan untuk tingkat loyalitas merek adalah cukup
tinggi. Pelanggan akan terus menggunakan kartu simPATI di masa yang akan
datang, bersedia memberikan masukan, bersedia memberikan rekomendasi kepada
orang lain untuk menggunakan kartu Simpati, akan memberitahu orang lain
tentang keunggulan merek simPATI (gethok tular), bahkan pelanggan tidak akan
keberatan untuk terus menggunakan kartu simPATI walaupun tarifnya lebih
mahal daripada operator GSM lainnya.
Namun dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelanggan masih ragu-
ragu dalam membela merek simPATI apabila ada seseorang yang berkomentar
negatif pada merek tersebut. Hal tersebut dapat dilihat dalam tabel dimana rata-
rata jawaban responden adalah senilai 4,23 atau dapat dikategorikan sedang.
98
E. Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif dilakukan dengan statistik deskriptif untuk mengetahui
ringkasan data yang telah dikumpulkan. Sehingga dapat diketahui persebaran
variasi data. Berikut adalah hasil analisis yang telah dilakukan dengan SPSS 13
terhadap tiga variabel yang diteliti.
E.1. Variabel Pengalaman Pelanggan Berhubungan dengan Call Center
Hasil uji statistik deskriptif pada variabel ini persebaran variasi nilai dari
variabel pengalaman pelanggan berhubungan dengan call center adalah normal.
Ini dapat dilihat juga dari rasio skewness yang merupakan hasil bagi antara nilai
skewness dan standard error of skewness sebesar 0,17. Karena rasio skewness
berada di antara -2 dan 2, maka dikatakan distribusi data adalah normal seperti
diperlihatkan tabel di bawah ini.
Tabel 4.13Statistik Deskriptif
Pengalaman Pelanggan berhubungan dengan Call Center
N Valid 100Missing 0
Mean 110.6400Median 114.0000Mode 125.00Std. Deviation 20.80429Variance 432.819Skewness -.410Std. Error of Skewness .241Kurtosis -.421Std. Error of Kurtosis .478Range 97.00Minimum 57.00Maximum 154.00
Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer Peneliti, Mei 2007
99
Standar deviasi adalah 20.80429 dan variance yang merupakan kelipatan dari
standar deviasi adalah 432.819. Penggunaan standard deviasi untuk menilai
disperse rata-rata dari sampel. Untuk itu, dengan standar deviasi 20.80429 dan
pada tingkat kepercayaan 95%, maka disperse rata-rata dalam sampel menjadi :
Rata-rata ± 2.Standar deviasi = 110.6400 ± (2 x 20.80429)
= 69,03 – 152,25
Artinya disperse rata-rata tingkat pengalaman pelanggan berhubungan dengan
call center pada sampel akan berkisar antara 69,03 – 152,25. Hal ini agak jauh
berbeda dengan range minimum (sebesar 57,00) dan range maksimum (sebesar
154) , artinya sebaran datanya masih tergolong kurang baik.
Dari histogram di bawah ini juga dapat dilihat bahwa persebaran variasi nilai
relative normal, karena sebaran data tidak jauh dari garis normal.
Gambar 4.1 Histogram Pengalaman Pelanggan berhubungan dengan call center
160.00140.00120.00100.0080.0060.0040.00
Pengalaman_Pelanggan_berhubungan_dgn_callcenter
20
15
10
5
0
Fre
quency
Mean = 110.64Std. Dev. = 20.80429N = 100
Histogram
Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer Peneliti, Mei 2007
100
E.2. Variabel Overall Service Quality
Hasil uji statistik deskriptif dari variabel overall service quality adalah
sebagai berikut:
Tabel. 4.14Statistik Deskriptif Tingkat Overallservqual
N Valid 100Missing 0
Mean 20.1600Median 20.0000Mode 24.00Std. Deviation 5.00246Variance 25.025Skewness -.439Std. Error of Skewness .241Kurtosis -.383Std. Error of Kurtosis .478Range 20.00Minimum 8.00
Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer Peneliti, Mei 2007
Dari tabel diatas dapat kita lihat persebaran variasi nilai dari variabel overall
service quality adalah normal. Ini dapat dilihat juga dari rasio skewness yang
merupakan hasil bagi antara nilai skewness dan standard error of skewness
sebesar -1,82. Rasio skewness tersebut berada di antara -2 dan 2, oleh karena itu
dapat disimpulkan bahwa distribusi adalah normal.
Standar deviasi adalah 5.00246. Penggunaan standard deviasi adalah untuk
menilai disperse rata-rata dari sampel. Untuk itu, dengan standar deviasi 5.00246
dan pada tingkat kepercayaan 95%, maka disperse rata-rata dalam sampel menjadi
:Rata-rata ± 2.Standar deviasi = 20.1600 ± (2 x 5.00246) = 10,15 – 30,16
101
Artinya disperse rata-rata tingkat overall service pada sampel akan berkisar antara
10,15 – 30,16. Hal ini tidak jauh berbeda dengan nilai minimum (sebesar 8) dan
maksimum (sebesar 28), artinya sebaran data adalah baik.
Dari histogram di bawah ini juga dapat dilihat bahwa persebaran variasi nilai
relative normal, karena sebaran data tidak jauh dari garis normal.
Gambar 4.2 Histogram Overall service quality
30.0025.0020.0015.0010.005.00
tingkat_overallservqual
20
15
10
5
0
Fre
qu
ency
Mean = 20.16Std. Dev. = 5.00246N = 100
Histogram
Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer Peneliti, Mei 2007
E.3. Variabel Loyalitas Merek
Hasil uji statistik deskriptif dari variabel loyalitas merek adalah sebagai
berikut:
102
Tabel. 4.15Statistik Deskriptif Loyalitas merek
N Valid 100Missing 0
Mean 28.7700Median 29.0000Mode 28.00Std. Deviation 6.70573Variance 44.967Skewness -.340Std. Error of Skewness .241Kurtosis -.222Std. Error of Kurtosis .478Range 33.00Minimum 9.00Maximum 42.00
Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer Peneliti, Mei 2007
Dari tabel diatas dapat kita lihat persebaran variasi nilai dari variabel loyalitas
merek adalah normal. Ini dapat dilihat juga dari rasio skewness yang merupakan
hasil bagi antara nilai skewness dan standard error of skewness sebesar -1,41.
Rasio skewness tersebut berada di antara -2 dan 2, oleh karena itu dapat
disimpulkan bahwa distribusi adalah normal.
Standar deviasi adalah 6.70573. Penggunaan standard deviasi adalah untuk
menilai disperse rata-rata dari sampel. Untuk itu, dengan standar deviasi 6.70573
pada tingkat kepercayaan 95%, maka disperse rata-rata dalam sampel menjadi :
Rata-rata ± 2.Standar deviasi = 28.7700± (2 x 6.70573) = 15,36 – 42,18
Artinya disperse rata-rata tingkat loyalitas merek pada sampel akan berkisar
antara 15,36 – 42,18. Hal ini agak jauh berbeda dengan nilai minimum (sebesar
9), artinya sebaran data dalam variabel loyalitas merek masih kurang baik.
103
Dari histogram di bawah ini juga dapat dilihat bahwa persebaran variasi nilai
relative normal, karena sebaran data tidak jauh dari garis normal.
Gambar 4.3 Histogram Loyalitas Merek
40.0030.0020.0010.00
tingkat_loyalitas
20
15
10
5
0
Fre
quency
Mean = 28.77Std. Dev. = 6.70573N = 100
Histogram
Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer Peneliti, Mei 2007
F. Analisis Model Penelitian
Analisa data pertama yang dilakukan menggunakan analisis kolerasi, yaitu
hubungan (asosiasi) antara variabel-variabel yang diamati, dan terakhir dilakukan
analisis regresi sederhana dan regresi berganda yang bertujuan untuk mengetahui
kekuatan hubungan antara variabel independen dan dependen.
104
F.1. Pembahasan Model Pengukuran
F.1.1 Analisis Faktor
Analisa faktor dilakukan terhadap variabel pengalaman pelanggan
berhubungan dengan call center dengan dimensinya “Adaptiveness”,
“Assurance”, “Emphaty”, dan “Authority”; Variabel Overall service quality, dan
Variabel Loyalitas merek.
F.1.1.1 Validitas Variabel Pengukuran.
Pengujian Validitas dilakukan dengan melakukan analisa faktor untuk melihat
nilai Kaiser-Meyer-Olkin Measure of adequacy, Barlett’s Test of Sphericity, Anti-
image Matrices, Total Variance Explained dan factor loading of component
Matrix.
Validitas untuk menyeleksi indicator untuk setiap variabel dilakukan
berdasarkan nilai Anti-image diatas 0,5; Component Matrix di atas 0,7; Hasil
pengujian KMO dan Bartlett’s minimal 0,05 dan variasi yang dapat dijelaskan
minimal sebesar 60%99.
Validitas dari setiap indicator penelitian dilakukan dengan uji Anti-image
Matrices dan pengukuran factor loading untuk setiap indikator. Nilai anti image
yang diharapkan adalah minimum .500; sedangkan nilai factor loading yang
diharapkan untuk Component Matrix adalah minimum .700. Berikut adalah tabel
ukuran validitas yang digunakan dalam Penelitian.
99Meylizar Elvisyah, Op Cit. hal.70-71
105
Tabel 4.16Pengukuran K-M-O Measure of Sampling Adequcy, Barlett’s Test of
Sphericity, dan Nilai Variasi yang dijelaskan Model Pengukuran
No Variabel Penelitian K-M-OMeasure of sampling Adequacy
Barlett’s Test of
Sphericity
Nilai Variasi yang
dijelaskan1 Adaptiveness .838 .000 63.3622 Assurance .690 .000 61.1343 Emphaty, .775 .000 65,2084 Authority .729 .000 81.8825 Penilaian kualitas jasa keseluruhan
(overall service quality).840 .000 83.988
6 Loyalitas merek. .746 .000 62. 049Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer Peneliti, Juli 2007
F.1.1.2 Reliabilitas Variabel Pengukuran
Selain pengukuran Validitas, dilakukan juga pengujian reliabilitas. Adapun
Tujuan utama pengujian reliabilitas menurut adalah:
untuk mengetahui konsistensi atau keteraturan hasil pengukuran suatu instrument apabila instrumen tersebut digunakan lagi sebagai alat ukur suatu objek atau responden. Hasil uji reliabilitas mencerminkan dapat dipercaya atau tidaknya suatu insturmen penelitian berdasarkan tingkat kemantapan dan ketepatan suatu alat ukur dalam pengertian bahwa hasil pengukuran yang didapat merupakan ukuran yang benar dari suatu yang diukur100.
Metode Alpha Cronbach’s digunakan untuk menentukan reliabilitas dengan
cara membandingkan antara nilai r hitung dengan r tabel pada taraf kepercayaan
95% atau tingkat signifikansi 5%.
Apabila dilakukan pengujian reliabilitas dengan metode Alpha-Cronbach,
maka nilai r hitung diwakili oleh nilai Alpha. Menurut Budi yang mengutip 100Triton Prawira Budi, SPSS 13 Terapan: Riset Statistik Parametrik, Yogyakarta, Andi, edisi I, 2006 hal. 248
106
Santoso, apabila alpha hitung lebih besar dari r tabel dan alpha hitung bernilai
positif maka suatu instrumen penelitian dapat disebut reliabel101.
Tabel 4.17Reabilitas Variabel Penelitian
No Variabel Penelitian
Cronbach Alpha
Tingkat Reliabilitas
1 Adaptiveness 0.903 Sangat Reliabel2 Assurance 0.813 Sangat Reliabel3 Emphaty, 0.923 Sangat Reliabel4 Authority 0.889 Sangat Reliabel5 Penilaian kualitas
jasa keseluruhan0.936 Sangat Reliabel
6 Loyalitas merek. 0.844 Sangat ReliabelSumber: Hasil Pengolahan Data Primer Peneliti, Juli 2007
F.2. Model Struktural Penelitian
Untuk menguji hipotesa penelitian digunakan uji regresi berganda (multiple
regression) dan uji regresi sederhana (simple regression).
Gambar 4.4Model Penelitian
101 ibid
Pengalaman PelangganBerhubungan dengan
call center:
Emphaty
Authority
Overall Service Quality
LoyalitasMerek
Adaptiveness
Assurance
107
F.2.1. Analisis Uji Regresi
Analisis regresi adalah salah satu jenis analisis parametrik yang dapat
memberikan dasar untuk memprediksi serta menganalisis varian. Analis uji
regresi ini akan diadakan 3 (tiga) tahap sesuai dengan hipotesis yang ada dalam
penelitian ini.
Tahap pertama adalah melakukan uji regresi berganda antara variabel
pengalaman pelanggan berhubungan dengan call center dengan indikatornya
“Adaptiveness”, “Assurance”, “Emphaty” dan “Authority, dengan variabel
overall service quality.
Tahap kedua adalah melakukan uji regresi sederhana antara variabel overall
service quality dengan variabel loyalitas merek.
Tahap ketiga melakukan uji regresi berganda lebih antara variabel
pengalaman pelanggan berhubungan dengan call center dengan loyalitas merek.
F.2.1.1. Uji Regresi Pengalaman Pelanggan Berhubungan dengan Call Center
dengan Overall Service Quality
Untuk menguji pengaruh pengalaman pelanggan berhubungan dengan call
center dengan dimensinya “Adaptiveness”, “Assurance”, “Emphaty”, dan
“Authority” terhadap variabel overall service quality dilakukan uji regresi
berganda. Berikut ini adalah model konstruk penelitian pengalaman pelanggan
berhubungan dengan call center terhadap tingkat overall service quality.
108
Gambar 4.5Model Pengaruh Pengalaman Pelanggan berhubungan dengan call center
terhadap tingkat overall service quality
Nilai factor score dari variabel pengalaman pelanggan berhubungan dengan
call center dengan 4 (empat) dimensinya sebagai variabel bebas diregresikan
dengan nilai faktor score variabel terikat yaitu tingkat overall service quality.
Variabel bebas yang masuk adalah Adaptiveness, Assurance, Emphaty dan
Authority dengan variabel terikatnya adalah tingkat overall service quality. Tidak
ada variabel yang dibuang.
Besarnya hubungan antara variabel pengalaman pelanggan berhubungan
dengan call center dengan overall service quality adalah: Adaptiveness (0, 640);
Assurance (0,613); Emphaty (0,674), dan Authority (0,658). Secara teoritis,
karena korelasi antara variabel emphaty terhadap overall service quality paling
besar, maka variabel emphaty lebih berpengaruh terhadap tingkat overall service
quality. Tingkat signifikansi koefisien korelasi dari variabel pengalaman
pelanggan berhubungan dengan call center dan tingkat overall service quality
adalah 0,00. Karena probabilitas jauh di bawah 0,05 maka korelasi antara variabel
Pengalaman PelangganBerhubungan dengan call
center:
Emphaty
Authority
Overall Service Quality
Adaptiveness
Assurance
109
bebas, yakni: Adaptiveness, Assurance, Emphaty dan Authority dengan variabel
terikat tingkat overall service quality sangat nyata.
Dari Uji Anova atau F test, didapat nilai F hitung = 30, 397 dengan p = 0,000
oleh karena p < 0,05; maka model regresi dapat digunakan untuk memprediksi
tingkat overall service quality atau secara bersama-sama variabel bebas, yakni;
Adaptiveness, Assurance, Emphaty dan Authority berpengaruh terhadap overall
service quality pada taraf kepercayaan 95%.
Tabel 4.18Uji Anova Overall service quality
Model Sum of Square
df MeanSquare
F Sig. Signifikansi Hubungan
Regression 55, 576 4 13,894 30,397 0,000 a SignifikanResidual 43,424 95 0,457
Total 99 99Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer Peneliti, Juli 2007
Untuk regresi dengan variabel bebas lebih dari dua, digunakan adjusted R
square. Nilai Adjusted R square = 0,543 menunjukkan bahwa 54,3% variasi
overall service quality dipengaruhi oleh pengalaman pelanggan berhubungan
dengan call center melalui empat dimensinya, yakni: Adaptiveness, Assurance,
Emphaty dan Authority, Sementara sisanya dipengaruhi oleh sebab-sebab lain.
110
Tabel 4.19Koefisien Regresi Tingkat Overall Service Quality
Variabel KoefisienRegresi
StandardError
Sig. t Signifikansi Hubungan
Konstanta -3,1 E-017 0,068 1,000 0,000Adaptiveness 0,180 0,111 0,107 1,626 Tidak
SignifikanAssurance 0,180 0,098 0,068 1,844 Tidak
SignifikanEmphaty 0,213 0,121 0,081 1,766 Tidak
SignifikanAuthority 0,292 0,098 0,004 2,977 SignifikanSumber: Hasil Pengolahan Data Primer Peneliti, Juli 2007
Untuk tabel koefisien regresi diperoleh data bahwa signifikansi hubungan
adaptiveness, assurance, dan emphaty di atas 0,05, serta nilai t hitung < t tabel
(db= 95 taraf kepercayaan 95%; α/2 = 1,999) yang berarti bahwa adaptiveness,
assurance dan emphaty tidak dapat dijadikan sebagai variabel prediktor terhadap
tingkat overall service quality. Sedangkan Authority dengan p < 0,05 dan t hitung
(2,977) > t tabel (1,999) dapat menjadi prediktor tingkat overall service quality
Dengan demikian, terbukti ada pengaruh antara interaksi antara personel
perusahaan dengan konsumen dalam penilaian keseluruhan terhadap kualitas jasa
dan atau kepuasaan layanan (overall quality and/or satisfaction with services)102.
F.2.1.2. Uji Regresi Overall Service Quality dengan Loyalitas Merek
Untuk menguji variabel overall service quality terhadap variabel loyalitas
merek dilakukan uji regresi sederhana. Berikut ini adalah model konstruk
penelitian tingkat overall service quality terhadap loyalitas merek.
102 Bitner, et al. Op.Cit
111
Gambar 4.6Model Pengaruh tingkat overall service quality terhadap loyalitas merek
Nilai factor score dari variabel overall service quality sebagai variabel bebas
diregresikan dengan nilai factor score variabel terikat yaitu loyalitas merek.
Besarnya hubungan antara variabel overall service quality dengan loyalitas
merek adalah sebesar 0,628. Tingkat signifikansi koefisien korelasi dari variabel
tingkat overall service quality dengan loyalitas merek adalah 0,00. Karena
probabilitas jauh di bawah 0,05 maka korelasi antara variabel bebas, yakni:
overall service quality dengan variabel terikat loyalitas merek sangat nyata.
Dari Uji Anova atau F test, didapat nilai F hitung = 30, 397 dengan p = 0,000
oleh karena p < 0,05; maka model regresi dapat digunakan untuk memprediksi
loyalitas merek atau variabel bebas tingkat overall service quality berpengaruh
terhadap Loyalitas merek pada taraf kepercayaan 95%.
Tabel 4.20Uji Anova Loyalitas merek
Model Sum of Square
df MeanSquare
F Sig. Signifikansi Hubungan
Regression 39,053 1 39,053 63,842 0,000 a SignifikanResidual 59,947 98 0,612
Total 99 99Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer Peneliti, Juli 2007
Overall Service Quality
LoyalitasMerek
112
Untuk regresi sederhana, digunakan R square. Nilai R square = 0,394
menunjukkan bahwa 39,4% variasi loyalitas merek dipengaruhi oleh tingkat
overall service quality, Sementara sisanya dipengaruhi oleh sebab-sebab lain.
Tabel 4.21Koefisien Regresi loyalitas merek
Variabel KoefisienRegresi
StandardError
Sig. t Signifikansi Hubungan
Konstanta 2,38 E-017 0,078 1,000 0Overall Service Quality
0,628 0,079 0,000 7,990 Signifikan
Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer Peneliti, Juli 2007
Untuk tabel koefisien regresi diperoleh data bahwa signifikansi hubungan
variabel tingkat overall service quality dengan variabel loyalitas merek adalah 0
(nol) atau lebih kecil dari 0,05 dan t hitung (7,99) > t tabel (1,999). Sehingga
tingkat overall service quality dapat menjadi prediktor loyalitas merek. Dengan
demikian, terbukti ada pengaruh antara tingkat overall service quality dengan
loyalitas merek. Sebagaimana dinyatakan oleh K.A. Venetis dan Ghauri di mana
service quality memperkuat keinginan konsumen untuk membeli lagi, membeli
lebih, membeli jasa lainnya, menjadi kurang sensitif terhadap harga dan
menceritakan kepada orang lain mengenai pengalaman menyenangkan mengenai
jasa tersebut. 103
103 Serkan Aydin dan Gokhan Ozer., Op Cit
113
F.2.1.3. Uji Regresi Pengalaman pelanggan berhubungan dengan Call Center
terhadap Loyalitas Merek
Untuk menguji pengaruh pengalaman pelanggan berhubungan dengan call
center dengan dimensinya “Adaptiveness”, “Assurance”, “Emphaty”, dan
“Authority” terhadap variabel loyalitas merek dilakukan uji regresi berganda.
Berikut ini adalah model konstruk penelitian pengalaman pelanggan berhubungan
dengan call center terhadap loyalitas merek.
Gambar 4.7Model Pengaruh Pengalaman Pelanggan berhubungan dengan call center
terhadap loyalitas merek
Nilai factor score dari variabel pengalaman pelanggan berhubungan dengan
call center dengan 4 (empat) dimensinya sebagai variabel bebas diregresikan
dengan nilai factor score variabel terikat yaitu tingkat loyalitas merek.
Variabel bebas yang masuk adalah Adaptiveness, Assurance, Emphaty dan
Authority dengan dependen variabel terikatnya adalah tingkat Loyalitas merek.
Tidak ada variabel yang dibuang.
Pengalaman PelangganBerhubungan dengan call
center:
Emphaty
Authority
Loyalitas merek
Adaptiveness
Assurance
114
Besarnya hubungan antara variabel pengalaman pelanggan berhubungan
dengan call center dengan overall service quality adalah: Adaptiveness (0, 333);
Assurance (0,414); Emphaty (0,385), dan Authority (0,422). Secara teoritis,
karena korelasi antara variabel Authority terhadap Loyalitas merek paling besar,
maka variabel Authority lebih berpengaruh terhadap tingkat loyalitas merek.
Tingkat signifikansi koefisien korelasi dari variabel pengalaman pelanggan
berhubungan dengan call center dan tingkat loyalitas merek adalah 0,00. Karena
probabilitas jauh di bawah 0,05 maka korelasi antara variabel bebas, yakni:
Adaptiveness, Assurance, Emphaty dan Authority dengan variabel terikat
Loyalitas merek sangat nyata.
Dari Uji Anova atau F test, didapat nilai F hitung = 6,779 dengan p = 0,000
oleh karena p < 0,05; maka model regresi dapat digunakan untuk memprediksi
tingkat Loyalitas merek atau secara bersama-sama variabel bebas, yakni;
Adaptiveness, Assurance, Emphaty dan Authority berpengaruh terhadap Loyalitas
merek pada taraf kepercayaan 95%.
Tabel 4.22Uji Anova Loyalitas merek
Model Sum of Square
df MeanSquare
F Sig. Signifikansi Hubungan
Regression 21,984 4 5,496 6,779 0,000 a SignifikanResidual 77,016 95 0,811
Total 99 99Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer Peneliti, Juli 2007
Untuk regresi dengan variabel bebas lebih dari dua, digunakan adjusted R
square. Nilai Adjusted R square = 0,189 menunjukkan bahwa 18,9% variasi
loyalitas merek dipengaruhi oleh pengalaman pelanggan berhubungan dengan call
115
center melalui empat dimensinya, yakni: Adaptiveness, Assurance, Emphaty dan
Authority, Sementara sisanya dipengaruhi oleh sebab-sebab lain.
Tabel 4.23Koefisien Regresi Loyalitas merek
Variabel KoefisienRegresi
StandardError
Sig. t Signifikansi Hubungan
Konstanta -4,6 E-18 0,09 1,00 0,000Adaptiveness - 0,039 0,148 0,793 - 0,263 Tidak
SignifikanAssurance 0,237 0,130 0,071 1,825 Tidak
SignifikanEmphaty 0,085 0,161 0,6 0,527 Tidak
SignifikanAuthority 0,274 0,131 0,062 1,889 Tidak
SignifikanSumber: Hasil Pengolahan Data Primer Peneliti, Juli 2007
Untuk tabel koefisien regresi diperoleh data bahwa signifikansi hubungan
adaptiveness, assurance, emphaty dan authority di atas 0,05, serta nilai t hitung <
t tabel (db= 95 taraf kepercayaan 95%; α/2 = 1,999) yang berarti bahwa
adaptiveness, assurance, emphaty dan authority tidak dapat dijadikan sebagai
variabel prediktor terhadap Loyalitas merek.
Dengan demikian, terbukti tidak ada pengaruh antara pengalaman pelanggan
berhubungan dengan call center yang diukur dari dari empat dimensinya, yakni:
adaptiveness, assurance, emphaty dan authority terhadap loyalitas merek.
F.2.2. Uji Hipotesis Penelitian
Terdapat tiga hipotesis utama dalam penelitian ini. Pengujian dilakukan
dengan menggunakan nilai statistik signifikasi p < 0,05 dan t hitung > t tabel yang
116
merupakan dasar penentuan variabel prediktor yang menyebabkan hipotesis
diterima.
F.2.2.1 . Analisis Hipotesis pengaruh pengalaman pelanggan berhubungan
dengan call center terhadap tingkat overall service quality
Hipotesis ini menganalisa pengaruh pengalaman pelanggan berhubungan
dengan call center dengan adaptiveness, assurance, emphaty dan authority
sebagai pembangunnya, terhadap tingkat overall service quality dengan indikator
perusahaan memberikan keseluruhan jasa yang sangat baik, mempunyai jasa yang
berkualitas tinggi, menyediakan standar jasa yang tinggi dan menyampaikan jasa
yang superior dalam berbagai bentuk.
Melalui uji regresi yang dilakukan, ditemukan bahwa terdapat korelasi antara
adaptiveness, assurance, emphaty dan authority terhadap overall service quality.
Dimensi Adaptiveness, Assurance dan Emphaty memiliki nilai statistik signifikasi
p > 0,05 dan t hitung < t tabel sehingga tidak dapat dijadikan sebagai prediktor
bagi tingkat Overall Service Quality. Akan tetapi, dimensi Authority yang diukur
dari indikatornya: Petugas call center memiliki kewenangan dalam menyelesaikan
permasalahan pelanggan, dapat menggunakan sumber daya yang diperlukan untuk
menangani permasalahan, dan mempunyai kewenangan yang cukup untuk
mengambil langkah-langkah yang diperlukan dalam membantu pelanggan,
memiliki nilai statistik signifikasi p < 0,05 dan t hitung > t tabel atau terbukti
merupakan prediktor dari tingkat overall service quality sehingga Hipotesis 1d
tingkat authority petugas call center akan memiliki pengaruh positif yang
117
signifikan terhadap tingkat overall service quality dapat diterima. Sementara
Hipotesis 1a, Hipotesis 1b dan Hipotesis 1c tidak dapat diterima.
F.2.2.2 . Analisis Hipotesis tingkat overall service quality terhadap loyalitas
merek
Hipotesis ini menganalisa tingkat overall service quality terhadap terhadap
loyalitas merek dengan indikator: Pelanggan akan terus menggunakan kartu
simPATI di masa yang akan datang, bersedia memberikan rekomendasi kepada
orang lain untuk menggunakan kartu Simpati, membela merek dari komentar
negatif, akan memberitahu orang lain tentang keunggulan merek simPATI (gethok
tular), bahkan pelanggan tidak akan keberatan untuk terus menggunakan kartu
simPATI walaupun tarifnya lebih mahal daripada operator GSM lainnya.
Melalui uji regresi yang dilakukan, ditemukan bahwa terdapat korelasi antara
overall service quality terhadap loyalitas merek sebesar 0,628 atau berkorelasi
kuat. Tingkat overall service quality , memiliki nilai statistik signifikasi p < 0,05
dan t hitung > t tabel sehingga tingkat overall service quality dengan indikatornya:
Perusahaan memberikan keseluruhan jasa yang sangat baik, mempunyai jasa yang
berkualitas tinggi, menyediakan standar jasa yang tinggi dan menyampaikan jasa
yang superior dalam berbagai bentuk dapat dijadikan sebagai prediktor bagi
Loyalitas merek. sehingga Hipotesis 2 (dua) penelitian yang menyatakan Tingkat
overall service quality akan memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap
loyalitas merek kartu simPATI dapat diterima.
118
F.2.2.3 . Analisis Hipotesis pengaruh pengalaman pelanggan berhubungan
dengan call center terhadap Loyalitas merek
Hipotesis ini menganalisa pengaruh pengalaman pelanggan berhubungan
dengan call center dengan adaptiveness, assurance, emphaty dan authority
sebagai pembangunnya, terhadap loyalitas merek dengan indikator Pelanggan
akan terus menggunakan kartu simPATI di masa yang akan datang, bersedia
memberikan rekomendasi kepada orang lain untuk menggunakan kartu Simpati,
membela merek dari komentar negatif, akan memberitahu orang lain tentang
keunggulan merek simPATI (gethok tular), bahkan pelanggan tidak akan
keberatan untuk terus menggunakan kartu simPATI walaupun tarifnya lebih
mahal daripada operator GSM lainnya.
Melalui uji regresi yang dilakukan, ditemukan bahwa terdapat korelasi antara
adaptiveness, assurance, emphaty dan authority terhadap loyalitas merek.
Dimensi Adaptiveness, Assurance, Emphaty dan Authority memiliki nilai statistik
signifikasi p > 0,05 dan t hitung < t tabel sehingga tidak dapat dijadikan sebagai
prediktor bagi tingkat Loyalitas merek. sehingga Hipotesis 3 (tiga) penelitian
yang menyatakan bahwa pengalaman pelanggan berhubungan dengan call center,
diukur melalui empat dimensinya, “adaptiveness”, “Assurance”, “Emphaty” dan
“Authority” akan memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap loyalitas
merek di tolak.
119
G. Implikasi manajerial
Pengalaman pelanggan berhubungan dengan Call Center Call Center
diberbagai perusahaan telah menjadi sumber utama untuk melakukan kontak
dengan pelanggannya, Riset yang diadakan oleh Purdue University, menyatakan
bahwa 92% dari konsumen di Amerika Serikat membangun image-nya terhadap
perusahaan berdasarkan pengalamannya menggunakan call center dari perusahaan
tersebut. Selanjutnya, studi itu juga melaporkan bahwa pengalaman negatif
konsumen dalam berhubungan dengan call center telah mengakibatkan 63%
konsumen menghentikan penggunaan produk dari perusahaan tersebut 104.
Meskipun peran call center dalam membangun hubungan pelanggan telah
disadari, sayangnya sistem pengukuran kinerja dari call center lebih berfokus
pada pengukuran efisiensi operasional, sementara sangat sedikit perhatian
terhadap aspek-aspek kualitatif dari petugas call center yang dapat menciptakan
nilai (value) bagi organisasi dan pelanggannya.105 Dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan sebuah alat ukur yang bersifat kualitatif bagi pengukuran performa
sebuah call center yang didasarkan hasil penelitian Arjen Burgers, dkk.
Dalam penelitian ini, peneliti membuktikan bahwa pengalaman pelanggan
berhubungan dengan call center dalam voice-to-voice encounter melalui dimensi
authority berpengaruh terhadap tingkat overall service quality pada pengguna
kartu Simpati dari PT Telkomsel. Selanjutnya, tingkat overall service quality
berpengaruh terhadap loyalitas merek pengguna kartu simPATI.
104 Bernard Marr dan Andy Neely Op Cit hal. 7105 Ibid.
120
Dengan tujuan agar manajemen dapat mengelola interaksi yang baik dengan
konsumen dalam Voice-to-voice service encounter melalui call center, maka ada
beberapa hal yang harus diperhatikan oleh pihak manajemen:
1. Model empat skala pengukuran yang digunakan di dalam penelitian ini
dapat dijadikan sebagai dasar bagi pengukuran performa internal dan
kualitas layanan yang diberikan oleh sebuah call center.
2. Dimensi adaptiveness, assurance, dan emphaty merupakan bagian dari
skill petugas call center yang dapat dipelajari. Pelatihan dan program
pendidikan harus didesain sedemikian rupa sehingga dapat memperbaiki
atribut-atribut tersebut.
3. Berdasarkan hasil penelitian, dimensi Authority dari pengalaman
pelanggan berhubungan dengan petugas call center merupakan prediktor
bagi tingkat overall service quality. Pelanggan lebih menyukai petugas
call center memiliki kewenangan dalam menyelesaikan permasalahan
pelanggan, dalam menggunakan sumber daya yang diperlukan untuk
menangani permasalahan, dan mempunyai kewenangan yang cukup untuk
mengambil langkah-langkah yang diperlukan dalam membantu pelanggan.
Oleh karena itu, perusahaan diharapkan untuk memberikan kekuasaan
yang lebih pada petugas call center untuk dapat mengambil keputusan-
keputusan yang diperlukan dalam melayani kebutuhan dan keinginan
pelanggan.
4. Penilaian pelanggan terhadap overall service quality yang dalam penelitian
ini terbukti dibentuk oleh pengalaman pelanggan berhubungan dengan
121
petugas call center terbukti berpengaruh secara signifikan terhadap
loyalitas merek. Oleh karena itu, untuk meningkatkan loyalitas merek,
perusahaan seharusnya mengelola kualitas dari setitik titik interaksi
melalui telepon (voice-to-voice encounter) sebaik mungkin dengan
memperhatikan ekspektasi pelanggan terhadap petugas call center
terutama dimensi authority.
122
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Sesuai dengan tujuan penelitian ini yang ingin mengetahui pengaruh
pengalaman pelanggan berhubungan dengan Call Center terhadap loyalitas merek
pada pengguna kartu simPATI yang menjadi sampel penelitian, peneliti berusaha
menyimpulkan beberapa hal dalam penelitian ini:
1. Pengguna kartu simPATI yang menjadi sampel penelitian ini menilai
bahwa petugas call center PT Telkomsel telah dapat memenuhi
ekspektasi terhadap petugas call center dilihat dari dimensi
adaptiveness, assurance, emphaty, dan authority. Pemenuhan ekspektasi
pelanggan untuk tingkat adaptiveness petugas call center adalah cukup
tinggi sampai dengan tinggi; assurance petugas call center cukup tinggi
sampai dengan tinggi; emphaty petugas call center cukup tinggi, dan
authority petugas call center cukup tinggi.
2. Penilaian pelanggan untuk tingkat overall service quality adalah cukup
tinggi. Perusahaan Telkomsel dilihat oleh pengguna kartu simPATI yang
menjadi responden penelitian, dapat memberikan: keseluruhan jasa yang
sangat baik, mempunyai jasa yang berkualitas tinggi, menyediakan
standar jasa yang tinggi dan menyampaikan jasa yang superior dalam
berbagai bentuk.
123
3. Pengalaman pelangan berhubungan dengan call center, diukur melalui
dimensi authority, berdampak signifikan dan positif terhadap penilaian
overall service quality. Tingkat overall service quality pada pengguna
kartu simPATI yang menjadi responden penelitian dipengaruhi oleh
kewenangan yang dimiliki petugas call center dalam menyelesaikan
permasalahan pelanggan, menggunakan sumber daya yang diperlukan
untuk menangani permasalahan, dan mempunyai kewenangan yang
cukup untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan dalam
membantu pelanggan. Namun demikian dalam penelitian ini dibuktikan
bahwa dimensi Adaptiveness, Assurance, dan Emphaty dari pengalaman
pelanggan berhubungan dengan call center tidak terbukti berpengaruh
signifikan dan positif terhadap pembentukan tingkat overall service
quality.
4. Tingkat overall service quality berdampak signifikan dan positif
terhadap loyalitas merek. Penilaian pengguna kartu simPATI yang
menjadi obyek penelitian terhadap tingkat overall service quality yang
diukur melalui indikatornya: Keseluruhan jasa yang sangat baik,
mempunyai jasa yang berkualitas tinggi, menyediakan standar jasa yang
tinggi dan menyampaikan jasa yang superior dalam berbagai bentuk
berdampak signifikan dan positif terhadap loyalitas merek.
124
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini, peneliti ingin memberikan beberapa saran
dalam kaitannya dengan penelitian dan praktek manajerial khususnya manajemen
voice-to-voice encounter yang terjadi pada call center PT Telkomsel.
B.1 Saran Penelitian
1. Faktor mood dan emosi dari petugas dan pelanggan yang terjadi
dalam interaksi voice-to-voice encounter akan sangat mempengaruhi
persepsi dari kualitas interaksi yang terjadi. Dalam penelitian
selanjutnya, sebaiknya pengaruh faktor ini dieksplorasi lebih jauh
lagi.
2. Studi yang dilakukan Bolton pada industri telepon selular di Amerika
Serikat mengenai durasi hubungan dan kepuasan konsumen
menemukan adanya pengaruh dari kepuasan kumulatif terhadap
durasi hubungan. Dalam Penelitian selanjutnya, kualitas dari
hubungan antara pelanggan dengan penyedia jasa sebaiknya dijadikan
pertimbangan untuk mengukur tingkat kepuasan pelanggan terhadap
petugas call center.
3. Dilakukan penelitian yang lebih jauh dan mendalam untuk
mengetahui pengaruh dari berbagai faktor yang mempengaruhi
pembentukan loyalitas merek dalam Industri jasa layanan selular,
seperti: perceived switching cost, corporate image dan trust.
125
B.2. Saran praktis
1. Pelanggan lebih menyukai petugas call center memiliki kewenangan
dalam menyelesaikan permasalahan pelanggan, dalam menggunakan
sumber daya yang diperlukan untuk menangani permasalahan, dan
mempunyai kewenangan yang cukup untuk mengambil langkah-
langkah yang diperlukan dalam membantu pelanggan. Oleh karena
itu, perusahaan diharapkan untuk memberikan kekuasaan yang lebih
pada petugas call center untuk dapat mengambil keputusan-keputusan
yang diperlukan dalam melayani kebutuhan dan keinginan pelanggan.
2. Untuk meningkatkan loyalitas merek, perusahaan seharusnya
mengelola kualitas dari setitik titik interaksi melalui telepon (voice-to-
voice encounter) sebaik mungkin dengan memperhatikan ekspektasi
pelanggan terhadap petugas call center terutama dimensi authority.
3. Dimensi adaptiveness, assurance, dan emphaty merupakan bagian
dari skill petugas call center yang dapat dipelajari. Pelatihan dan
program pendidikan harus didesain sedemikian rupa sehingga dapat
memperbaiki atribut-atribut tersebut.
4. Dalam pengukuran kualitas dari sebuah call center, perusahaan
disarankan untuk menggunakan alat ukur yang dapat mengukur
kepuasan dan persepsi konsumen tentang kualitas layanan call center
seperti model empat skala dari Burger, et al yang digunakan dalam
penelitian ini bukan hanya menggunakan alat ukur yang bersifat
operasional saja.