2007-3-00410-TI-Bab 2
-
Upload
sigit-heru-krisnanto -
Category
Documents
-
view
217 -
download
0
Transcript of 2007-3-00410-TI-Bab 2
-
8/19/2019 2007-3-00410-TI-Bab 2
1/39
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Pengukuran Waktu
Pengukuran waktu kerja dengan jam henti ( stop watch time study) diperkenalkan
pertama kali oleh Frederick W. Taylor sekitar abad 19 yang lalu. Metoda ini terutama
sekali baik diaplikasikan untuk pekerjaan-pekerjaan yang berlangsung singkat dan
berulang-ulang (repetitive). Dari hasil pengukuran maka akan diperoleh waktu baku
untuk menyelesaikan suatu siklus pekerjaan, yang mana waktu ini akan dipergunakan
sebagai standar penyelesaian pekerjaan bagi semua pekerja yang akan melaksanakan
pekerjaan yang sama seperti itu. Menurut Sritomo Wignjosoebroto dalam buku
Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu (2003, p171) secara garis besar, langkah-langkah
untuk pelaksanaan pengukuran waktu kerja dengan jam henti ini dapat diuraikan
sebagai berikut:
€ Definisi pekerjaan yang akan diteliti untuk diukur waktunya dan beritahukan
maksud dan tujuan pengukuran ini kepada pekerja yang dipilih untuk diamati
dan supervisor yang ada.
€ Catat semua informasi yang berkaitan erat dengan penyelesaian pekerjaan
seperti lay out , karakteristik/ spesifikasi mesain atau peralatan kerja lain yang
digunakan dan lain-lain.
-
8/19/2019 2007-3-00410-TI-Bab 2
2/39
20
€ Amati, ukur dan catat waktu yang dibutuhkan oleh operator untuk
menyelesaikan elemen-elemen kerja tersebut.
€ Tetapkan jumlah siklus kerja yang harus diukur dan dicatat. Teliti apakah
jumlah siklus kerja yang dilaksanakan ini sudah memenuhi syarat atau tidak?
Test pula keseragaman data yang diperoleh.
€ Sesuaikan waktu pengamatan berdasarkan performance yang ditunjukkan
oleh operator tersebut sehingga akhirnya akan diperoleh waktu kerja normal.
€ Tetapkan waktu longgar (allowance time) guna memberikan fleksibilitas.
Waktu longgar yang akan diberikan ini guna menghadapi kondisi-kondisi
seperti kebutuhan personil yang bersifat pribadi, faktor kelelahan,
keterlambatan material, dan lain-lainnya.
Berdasarkan langkah-langkah terlihat bahwa pengukuran kerja dengan jam henti
ini merupakan cara pengukuran yang obyektif karena disini waktu ditetapkan
berdasarkan fakta yang terjadi dan tidak hanya sekedar diestimasi secara subyektif.
Dalam hal ini berlaku juga asumsi-asumsi dasar sebagai berikut:
• Metoda dan fasilitas untuk menyelesaikan pekerjaan harus sama dan
dibakukan terlebih dahulu sebelum kita mengaplikasikan waktu baku ini
untuk pekerjaan serupa.
• Operator harus memahami benar prosedur dan metoda pelaksanaan kerja
sebelum dilakukan pengukuran kerja. Operator-operator yang akan dibebani
dengan waktu baku ini diasumsikan memiliki tingkat keterampilan dan
-
8/19/2019 2007-3-00410-TI-Bab 2
3/39
21
kemampuan yang sama dan sesuai untuk pekerjaan tersebut. Untuk ini
persyaratan mutlak pada waktu memilih operator yang akan dianalisis waktu
kerjanya benar-benar memiliki tingkat kemampuan yang rata-rata.
• Kondisi lingkungan fisik pekerjaan juga relatif tidak jauh berbeda dengan
kondisi fisik pada saat pengukuran kerja dilakukan.
• Performance kerja mampu dikendalikan pada tingkat yang sesuai untuk
seluruh periode kerja yang ada.
Peralatan yang dibutuhkan untuk aktivitas pengukuran kerja dengan jam henti ini
adalah antara lain jam henti ( stop-watch), papan pengamatan, lembar pengamatan,
dan alat tulis serta penghitung (calculator ).
Setelah semua pengukuran telah selesai dan data yang diinginkan telah ada, maka
langkah berikutnya adalah perhitungan waktu baku. Cara untuk mendapatkan waktu
baku dari data-data tersebut adalah :
a. Hitung Waktu Siklus
Waktu Siklus merupakan waktu yang diperlukan dalam membuat satu produk.
b. Hitung Waktu Normal
Wn = Ws x p
Wn = Waktu Normal
Ws = Waktu Siklus
p = Faktor Penyesuaian
-
8/19/2019 2007-3-00410-TI-Bab 2
4/39
22
c. Hitung Waktu Baku
Setelah perhitungan diatas selesai, waktu baku bagi penyelesaian pekerjaan
didapatkan dengan :
Wb = Wn + l
2.1.1 Penyesuaian
Menurut Sritomo Wignjosoebroto dalam buku Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu
(2003, p196), penyesuaian adalah proses dimana penganalisis pengukuran waktu
membandingkan penampilan operator (kecepatan atau tempo) dalam pengamatan
dengan konsep pengukur sendiri tentang bekerja secara wajar.
Selama pengukuran berlangsung, pengukur harus mengamati kewajaran kerja
yang ditunjukkan operator. Ketidakwajaran dapat saja terjadi misalnya bekerja tanpa
kesungguhan, sangat lambat karena disengaja, sangat cepat seolah dikejar waktu, atau
menjumpai kesulitan seperti kondisi ruangan yang buruk. Hal-hal inilah yang
mempengaruhi kecepatan kerja yang berakibat terlalu cepat atau lambat dalam
menyelesaikan suatu pekerjaan.Waktu siklus yang telah kita cari adalah waktu yang
diperoleh dari kondisi dan cara kerja yang diselesaikan secara wajar dan benar oleh
operator. Bila ketidakwajaran terjadi, maka pengukur harus menilainya dan
berdasarkan penilaian inilah penyesuaian dilakukan.
Westing house company (1927) memperkenalkan sistem penyesuaian yang lebih
lengkap dibandingkan dengan sistem yang telah ada, seperti sistem Bedaux. Pada
-
8/19/2019 2007-3-00410-TI-Bab 2
5/39
23
sistem Westinghouse, selain kecakapan ( skill ) dan usaha (effort ) yang telah
dinyatakan oleh Bedaux sebagai faktor yang memperngaruhi performance manusia,
Westinghouse juga menambahkan dengan kondisi kerja (working condition) dan
keajegan (consistency) dari operator dalam melakukan kerja. Untuk ini Westinghouse
telah berhasil membuat suatu tabel penyesuaian yang berisikan nilai-nilai angka yang
berdasarkan tingkatan yang ada untuk masing-masing faktor tersebut. Untuk
menormalkan waktu yang diperoleh dari pengukuran kerja dengan jumlah ke empat
rating faktor yang dipilih sesuai dengan performance yang ditunjukkan oleh operator.
Keterampilan atau skill didefinisikan sebagai kemampuan mengikuti cara kerja
yang ditetapkan. Latihan dapat meningkatkan keterampilan, tetapi hanya sampai ke
tingkat tertentu saja, tingkat mana merupakan kemampuan maksimal yang dapat
diberikan pekerja yang bersangkutan. Secara psikologis keterampilan merupakan
aptitude untuk pekerjaan yang bersangkutan.
Untuk usaha atau effort cara Westinghouse membagi juga atas kelas-kelas dengan
tabel masing-masing. Yang dimaksud usaha disini adalah kesungguhan yang
ditunjukkan atau diberikan operator ketika melakukan pekerjaannya.
Yang dimaksud dengan kondisi kerja atau condition pada cara Westinghouse
adalah kondisi fisik lingkungannya seperti keadaan pencahayaan, temperatur, dan
kebisingan ruangan. Bila tiga faktor lainnya yaitu keterampilan, usaha, dan
konsistensi merupakan apa yang dicerminkan operator, maka kondisi kerja
merupakan sesuatu diluar operator yang diterima apa adanya oleh operator tanpa
banyak kemampuan merubahnya.
-
8/19/2019 2007-3-00410-TI-Bab 2
6/39
24
Faktor konsistensi atau consistency perlu diperhatikan karena kenyataan bahwa
pada setiap pengukuran waktu angka-angka yang dicatat tidak pernah semuanya
sama, waktu penyelesaiaan yang ditunjukkan pekerja selalu berubah-ubah dari satu
siklus ke siklus lainnya, dari jam ke jam, bahkan dari hari ke hari. Selama ini masih
dalam batas-batas kewajaran masalah tidak timbul, tetapi jika variabilitasnya tinggi
maka hal tersebut harus diperhatikan.
2.1.2 Kelonggaran
Menurut Sritomo Wignjosoebroto dalam buku Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu
(2003, p201), waktu normal untuk suatu elemen operasi kerja adalah semata-mata
menunjukkan bahwa seorang operator yang berkualifikasi baik bekerja
menyelesaikan pekerjaan pada kecepatan/ tempo kerja yang normal. Walaupun
demikian pada prakteknya kita akan melihat bahwa tidaklah mungkin operator
tersebut akan mampu bekerja secara terus-menerus sepanjang hari tanpa adanya
interupsi sama sekali. Kenyataan yang terjadi adalah operator akan sering
menghentikan kerja dan membutuhkan waktu-waktu khusus untuk keperluan seperti
personal needs, istirahat melepas lelah, dan alasan-alasan lain yang di luar
kontrolnya. Kelonggaran yang dibutuhkan yang akan menginterupsi proses produksi
ini dapat diklasifikasikan menjadi personal allowance, fatique allowance, dan delay
allowance. Waktu baku yang akan ditetapkan merupakan besar waktu normal dengan
kelonggaran-kelonggaran yang dibutuhkan.
-
8/19/2019 2007-3-00410-TI-Bab 2
7/39
25
1. Kelonggaran untuk Kebutuhan Pribadi ( Personal Allowance)
Yang termasuk dalam kelonggaran pribadi adalah hal-hal seperti minum sekedar
hanya untuk menghilangkan rasa haus, untuk menghilangkan ketegangan atau
kejemuan dalam bekerja. Kebutuhan seperti ini adalah hal yang mutlak, bila
dilarang akan mengakibatkan pekerja stress dan tidak dapat bekerja dengan baik
sehingga produktivitas menurun.
Untuk pekerjaan-pekerjaan yang relatif ringan- dimana operator bekerja selama 8
jam per hari tanpa jam istirahat yang resmi, sekitar 2 sampai 5% (atau 10 sampai
24 menit) setiap jari akan dipergunakan untuk kebutuhan-kebutuhan yang bersifat
personil ini.
Meskipun jumlah waktu longgar untuk kebutuhan personil yang diperlukan ini
akan bervariasi tergantung pada individu pekerjanya dibandingkan dengan jenis
pekerjaan yang dilaksanakan, akan tetapi kenyataannya untuk pekerjaan-
pekerjaan yang berat dan kondisi kerja yang tidak enak (terutama untuk
temperatur tinggi) akan menyebabkan kebutuhan waktu untuk personil ini lebih
besar lagi. Allowance untuk hal ini dapat lebih besar dari 5%.
2. Kelonggaran untuk Menghilangkan Rasa Fatique ( Fatique Allowance)
Rasa fatique tercermin bila menurunnya hasil produksi baik jumlah maupun
kualitas. Bila rasa fatique telah datang dan pekerja harus bekerja untuk
menghasilkan performance normalnya maka usaha yang dikeluarkan pekerja
lebih besar dari keadaan normal dan hal ini akan menambahkan rasa fatique.
-
8/19/2019 2007-3-00410-TI-Bab 2
8/39
26
Dalam hal ini waktu yang dibutuhkan untuk keperluan istirahat akan sangat
tergantung pada individu yang bersangkutan, interval waktu dari siklus kerja
dimana pekerja akan memikul beban kerja secara penuh, kondisi lingkungan fisik
pekerjaan, dan faktor-faktor lainnya.
3. Kelonggaran untuk Hambatan-Hambatan yang Tak Terhindarkan ( Delay
Allowance)
Yang termasuk dalam hambatan yang tak terhindarkan adalah menerima atau
meminta petunjuk pengawas, melakukan penyesuaian mesin, memperbaiki
kemacetan-kemacetan singkat, mengasah peralatan gerinda, dan lain-lain. Hal-hal
seperti ini hanya dapat diusahakan serendah mungkin.
Langkah pertama menentukan waktu longgar adalah menentukan besarnya
kelonggaran untuk ketiga hal di atas yaitu untuk kebutuhan pribadi, menghilangkan
rasa lelah dan hambatan yang tidak terhindarkan. Kesemuanya, yang biasanya
masing-masing dinyatakan dalam persentase dijumlahkan dan kemudian mengalikan
jumlah ini dengan waktu normal yang telah dihitung sebelumnya.
Misalnya suatu pekerjaan yang sangat ringan yang dilakukan sambil duduk
dengan gerakan-gerakan yang terbatas, membutuhkan pengawasan mata terus-
menerus dengan pencahayaan yang kurang memadai, temperatur dan kelembaban
ruangan normal, sirkulasi udara yang baik, tidak bising. Dapat diketahui kelonggaran
yang dibutuhkan adalah 5 + 4 + 3 % = 12 %.
-
8/19/2019 2007-3-00410-TI-Bab 2
9/39
27
Jika waktu normalnya adalah 5.6 menit, maka waktu bakunya adalah:
Waktu baku = 5.6 menit +12.01
1€
= 6.74 menit
2.2 Pengujian Kenormalan dan Keseragaman Data
Menurut Ronald E. Walpole dalam buku Pengantar Statistika Edisi-3 (1996,
p179), sebaran Normal digunakan sebagai landasan untuk suatu ruang contoh yang
kontinu. Data yang kontinu yang dimaksudkan ini adalah data yang berasal dari suatu
pekerjaan yang terus-menerus dilakukan, seperti dalam industri dan penelitian.
Selanjutnya adalah uji keseragaman data. Menurut Sritomo Wignjosoebroto
dalam buku Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu (2003, p194), uji ini perlu dilakukan
sebelum menggunakan data yang diperoleh guna menetapkan waktu standar. Uji
keseragaman data dapat dilakukan dengan cara visual atau mengaplikasikan program
komputer.
Uji keseragaman data secara visual dilakukan secara sederhana, mudah dan cepat.
Dalam hal ini, yang perlu dilakukan adalah sekedar melihat data yang terkumpul dan
seterusnya mengidentifikasikan data yang terlalu ekstrim, yaitu data yang terlalu
besar atau terlalu kecil dan jauh menyimpang dari trend rata-ratanya. Data yang
terlalu ekstrim ini sewajarnya dipisahkan dan tidak dipergunakan dalam data standar.
Adapun cara kedua adalah dengan menggunakan pemrograman komputer, yakni
dengan program SPSS 12.0. Dengan program ini, kedua pengujian data yang
dibutuhkan dapat diselesaikan dengan mudah. Pengujian data dapat dilakukan dengan
-
8/19/2019 2007-3-00410-TI-Bab 2
10/39
28
Kolmogorov Smirnov Test . Menurut J.A White dalam buku Analysis of Queueing
Systems (2000, p332) Kolmogorov Smirnov Test merupakan uji yang lebih akurat
dibandingkan dengan Chi-Square Test , karena uji ini lebih memperhatikan
maksimum deviasi dan perbedaan-perbedaan mendasar pada data.
Menurut Tim Andi dalam buku Pengolahan Data Statistik dengan SPSS 12.0
(2004, p162), uji Kolmogorov digunakan untuk membandingkan tingkat kesesuaian
sampel dengan suatu distribusi tertentu, yaitu normal, uniform, poisson, atau
eksponensial.
Langkah-langkah pengerjaan uji kenormalan dan keseragaman data dengan
Kolmogorov Smirnov Test sebagai berikut:
‚ Definisikan variabel data waktu
Name : DATA_WAKTU
Width : 10
Decimal : 2
Measure : Scale
Setelah itu masukkan data waktu baku ke dalam kolom DATA WAKTU
‚ Setelah itu klik menu Analyze, pilih Nonparametric Tests
‚ Dari berbagai pilihan yang ada, pilih 1-Sample K-S
‚ Setelah itu akan muncul kotak dialog 1-Sample K-S Test .
Masukkan variabel DATA WAKTU ke kotak Test Variable List .
Aktifkan Normal dan Uniform pada pilihan Test Distribution.
‚ Abaikan pilihan yang lain, selanjutnya klik OK .
-
8/19/2019 2007-3-00410-TI-Bab 2
11/39
29
2.3 Line Balancing
2.3.1 Definisi Keseimbangan Lini
Menurut David D. Bedworth dan James E. Baley dalam buku € Integrated
Production Control Systems• (1987, p361), istilah Keseimbangan Lini merupakan
suatu metode penugasan sejumlah pekerjaan ke dalam stasiun kerja-stasiun kerja
yang saling berkaitan dalam satu lini produksi sehingga setiap stasiun kerja memiliki
waktu yang tidak melebihi waktu siklus dari stasiun kerja tersebut. Keterkaitan
sejumlah pekerjaan dalam suatu lini produksi harus dipertimbangkan dalam
menentukan pembagian pekerjaan ke dalam masing-masing stasiun kerja. Hubungan
atau saling keterkaitan antara satu pekerjaan dengan pekerjaan lainnya digambarkan
dalam suatu precedence diagram atau diagram pendahuluan, sedangkan hubungan itu
disebut precedence job atau precedence network.
2.3.2 Permasalahan Keseimbangan Lintasan Produksi
Menurut Mikell P. Groover dalam buku € Automation, Production Systems, and
Computer-Integrated Manufacturing • (2001, p529), dalam suatu perusahaan yang
mempunyai tipe produksi massa yang melibatkan sejumlah besar komponen yang
harus dirakit, perencanaan produksi memegang peranan yang penting dalam membuat
penjadwalan produksi, terutama dalam pengaturan operasi-operasi atau penugasan
kerja yang harus dilakukan.
Bila pengaturan dan perencanaannya tidak tepat, maka setiap stasiun kerja di
lintas perakitan mempunyai kecepatan produksi yang berbeda. Hal ini akan
-
8/19/2019 2007-3-00410-TI-Bab 2
12/39
30
mengakibatkan lintas perakitan tersebut tidak efisien karena terjadi penumpukkan
material/ produk setengah jadi di antara stasiun kerja yang tidak berimbang kecepatan
produksinya. Akibat sampingan lainnya adalah kompensasi biaya-biaya yang hilang
serta akibat psikologis yang negatif bagi si pekerja.
Persoalan keseimbangan lintasan perakitan bermula dari adanya kombinasi
penugasan kerja kepada operator atau grup operator yang menempati tempat kerja
tertentu. Karena penugasan elemen kerja (work element ) yang berbeda akan
menyebabkan perbedaan dalam sejumlah waktu yang tidak produktif dan variasi
jumlah pekerja yang dibutuhkan untuk menghasilkan output produksi tertentu di
dalam suatu lintas perakitan. Masalah kombinasi tersebut menjadi masalah
penyeimbangan lintas perakitan, penyeimbangan operasi atau stasiun kerja dengan
tujuan untuk mendapatkan waktu yang sama di setiap stasiun kerja sesuai dengan
kecepatan produksi yang diinginkan.
Menurut Richard B. Chase dan Nicholas J. Aquilano dalam buku € Production
and Operation Management • (1995, p405), masalah utama yang dihadapi dalam
lintasan produksi adalah :
1. Kendala sistem, yang erat kaitannya dengan maintenance (perawatan).
2. Menyeimbangkan beban kerja pada beberapa stasiun kerja (work station) untuk :
• Mencapai suatu efisiensi yang tinggi.
• Memenuhi rencana produksi yang telah dibuat.
-
8/19/2019 2007-3-00410-TI-Bab 2
13/39
31
Gejala ketidakseimbangan lintasan produksi :
• Adanya stasiun kerja yang sibuk dan idle yang menyolok.
• Adanya work in process (produk setengah jadi) di beberapa stasiun kerja.
Sedangkan hal-hal yang dapat mengakibatkan ketidakseimbangan pada lintasan
produksi antara lain :
• Rancangan lintasan yang salah.
• Peralatan atau mesin sudah tua sehingga seringkali break down dan perlu
di- set-up ulang.
• Operator yang kurang terampil.
• Metode kerja yang kurang baik.
Rancangan lintasan produksi yang seimbang bertujuan :
1. Untuk menyeimbangkan beban kerja yang dialokasi pada setiap stasiun kerja
sehingga pekerjaan dapat selesai dalam waktu yang seimbang dan mencegah
terjadinya bottleneck .
2. Menjaga lini perakitan agar tetap lancar dan kontinu berlangsung.
Menurut Elwood S. Buffa dalam buku € Modern Production/ Operation
Management€ (1987, p213), pada usaha pencapaian keseimbangan lini terdapat
beberapa cara yang dikenal antara lain :
-
8/19/2019 2007-3-00410-TI-Bab 2
14/39
32
1. Penumpukan material
Caranya dengan membuat tumpukan material pada stasiun kerja yang lambat.
Kemudian pada stasiun kerja ini harus melakukan kerja lembur atau
menambah tenaga kerja. Cara ini merupakan cara yang paling mudah, tetapi
tidak menjadikan lebih baik karena dengan adanya penumpukan material akan
mengakibatkan pemborosan waktu pada stasiun kerja yang lain dan
pemborosan ruangan yang dipakai.
2. Pergerakan operator
Caranya adalah apabila seorang operator mempunyai waktu operasi yang
lebih cepat dari operator lainnya, ia dapat bergerak sepanjang lini produksi
tersebut untuk membantu operator lainnya yang waktu operasinya lebih lama.
3. Pemecahan elemen pekerjaan
Cara ini dilakukan jika suatu operasi membutuhkan waktu yang lebih singkat
daripada stasiun kerja lainnya. Operator tersebut dapat menangani lebih dari
satu operasi, misalnya menyusun sub rakitan jika operasi ini dilakukan di luar
lininya atau membantu operasi lainnya maupun bekerja pada lini yang lain.
4. Perbaikan operasi
Cara ini harus ditempuh melalui perbaikan metode kerja khususnya jika
terdapat operasi yang lebih lama dibandingkan dengan yang lainnya dan
-
8/19/2019 2007-3-00410-TI-Bab 2
15/39
33
memerlukan waktu setup yang lama. Studi gerakan akan selalu menghasilkan
cara yang lebih baik untuk melakukan pekerjaan dan akan mengurangi waktu
kerja yang dibutuhkan.
5. Perbaikan performansi operator
Pada umumnya operasi yang mengalami kemacetan (bottleneck ) dapat
diseimbangkan melalui penambahan latihan pada operator yang bersangkutan
atau pergantian operator dengan operator yang bekerja lebih cepat atau lebih
baik. Performansi keseimbangan lini produksi yang baik dapat diketahui
melalui efisiensi lini dan efisiensi dari stasiun kerja. Semakin tinggi
efisiensinya berarti performansi keseimbangan lini produksi juga semakin
baik.
6. Pengelompokkan operasi
Cara ini berusaha untuk mengelompokkan beberapa operasi atau elemen kerja
hasil pembagian ke dalam grup-grup atau stasiun-stasiun kerja secara
seimbang, sehingga setiap grup memiliki waktu kerja yang sama panjang.
Pada umumnya, merencanakan suatu keseimbangan di dalam sebuah lintas
perakitan meliputi usaha yang bertujuan untuk mencapai suatu kapasitas optimal,
dimana tidak terjadi penghamburan fasilitas.
-
8/19/2019 2007-3-00410-TI-Bab 2
16/39
34
Tujuan tersebut dapat tercapai bila :
1. Lintas perakitan bersifat seimbang, setiap stasiun kerja mendapat tugas yang
sama nilainya diukur dengan waktu.
2. Stasiun-stasiun kerja berjumlah minimum.
3. Jumlah waktu menganggur di setiap stasiun kerja sepanjang lintas perakitan
minimum.
Dengan demikian, kriteria yang umum digunakan dalam suatu keseimbangan
lintas perakitan adalah :
• Minimum waktu menganggur.
• Minimum keseimbangan waktu senggang (balance delay).
Selain itu ada pula yang menggunakan maksimum efisiensi, tetapi pada
prinsipnya ketiga hal tersebut sama. Waktu menganggur biasanya digunakan untuk
menyatakan ukuran ketidakseimbangan suatu lintas produksi.
Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa keseimbangan lintas
perakitan tersebut didasarkan pada hubungan antara:
1. Kecepatan produksi (production rate).
2. Operasi-operasi yang diperlukan dan urut-urutan kebergantungan (sequence).
3. Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan setiap operasi.
4. Jumlah operator/ pekerja yang melakukan operasi tersebut.
-
8/19/2019 2007-3-00410-TI-Bab 2
17/39
35
2.3.3 Terminologi Keseimbangan Lini
Menurut Elsayed dalam buku € Analysis and Control of Production Systems•
(1994, p345), terminologi keseimbangan lini antara lain:
1. Work Element
Bagian dari keseluruhan pekerjaan dalam proses assembly. Umumnya, N
didefinisikan sebagai jumlah total dari elemen kerja yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan suatu assembly dan i adalah elemen kerja.
2. Workstation ( WS )
Lokasi pada lini assembly atau pembuatan suatu produk dimana pekerjaan
diselesaikan baik manual maupun otomatis. Jumlah minimum dari stasiun
kerja adalah K, dimana K harus ‚ i.
3. Minimum Rational Work Element (Elemen Kerja Terkecil)
Untuk menyeimbangkan pekerjaan dalam setiap stasiun yang ada maka
pekerjaan tersebut harus dipecah menjadi elemen-elemen pekerjaan. Elemen
kerja minimum adalah elemen pekerjaan terkecil dari suatu pekerjaan yang
tidak dapat dibagi lagi.
4. Total Work Content (Total Waktu Pengerjaan)
Jumlah dari seluruh waktu pengerjaan setiap elemen pekerjaan dari suatu lini.
5. Workstation Process Time (Waktu Proses Stasiun Kerja)
• Elemen pekerjaan yang diselesaikan dalam satu stasiun kerja (work
station) dapat terdiri dari satu elemen pekerjaan atau lebih.
-
8/19/2019 2007-3-00410-TI-Bab 2
18/39
36
• Waktu proses dalam stasiun kerja merupakan penjumlahan dari seluruh
waktu pengerjaan setiap elemen kerja yang berada di dalam stasiun kerja
tersebut.
6. Precedence Constraints (Pembatas Pendahulu)
Dalam menyelesaikan suatu elemen pekerjaan seringkali terdapat urutan-
urutan teknologi yang harus terpenuhi sebelumnya agar elemen itu dapat
dijalankan.
Contoh: saklar harus dipasang pada bracket motor sebelum dipasang
penutupnya.
Beberapa tipe pembatas dalam keseimbangan lini adalah :
• Pembatas teknologi (technological restriction)
Pembatas ini disebut juga precedence constraints dalam bahasa
keseimbangan lintasan. Yang dimaksud dengan pembatas teknologi adalah
proses pengerjaan yang sudah tertentu, misalnya suatu proses tidak
mungkin dikerjakan bila proses sebelumnya belum dikerjakan, atau suatu
proses harus dilakukan langsung segera setelah penyelesaian suatu proses
tertentu. Urutan proses serta ketergantungannya digambarkan dalam suatu
diagram ketergantungan (precedence diagram) dan operating process
chart (OPC).
-
8/19/2019 2007-3-00410-TI-Bab 2
19/39
37
• Pembatas fasilitas (facility restriction)
Pembatas di sini adalah akibat adanya fasilitas / mesin yang tidak dapat
dipindahkan (fasilitas tetap).
• Pembatas posisi (positional restriction)
Membatasi pengelompokkan elemen-elemen kerja karena orientasi produk
terhadap operator yang sudah tertentu.
• Zoning constraint
Zoning constraint terdiri atas Positive Zoning Constraint dan Negative
Zoning Constraint . Positive Zoning Constraint berarti bahwa elemen-
elemen pekerjaan tertentu harus ditempatkan saling berdekatan dalam
stasiun kerja yang sama.
Negative Zoning Constraints menyatakan bahwa jika satu elemen
pekerjaan dengan elemen pekerjaan lain sifatnya saling mengganggu maka
sebaiknya tidak ditempatkan saling berdekatan. Sebagai ilustrasi, suatu
elemen pekerjaan membutuhkan koordinasi yang baik dan hati-hati
sebaiknya tidak ditempatkan berdekatan dengan stasiun kerja yang
menimbulkan kegaduhan dan getaran keras / berat.
-
8/19/2019 2007-3-00410-TI-Bab 2
20/39
38
7. Precedence Diagram (Diagram Pendahuluan)
Diagram pendahuluan adalah suatu gambaran secara grafis dari suatu urutan
pekerjaan yang memperlihatkan keseluruhan operasi pekerjaan dan
ketergantungan masing-masing operasi pekerjaan tersebut dimana elemen
pekerjaan tertentu tidak dapat dikerjakan sebelum elemen pekerjaan yang
mendahuluinya dikerjakan lebih dulu.
Diagram pendahuluan dapat dibuat dengan 2 alternatif, yaitu :
• Diagram AOA (Activity on Arrow)
Dimana setiap aktivitas digambarkan sebagai anak panah yang
menghubungkan 2 node. Pada jaringan ini hanya ada satu node pada awal
dan akhir proyek sehingga aktivitas semu (dummy) hanya terdapat pada
jaringan AOA.
•Diagram AON ( Activity on Node)
Diagram dimana setiap aktivitas digambarkan dalam bentuk lingkaran
(node), sedangkan tanda panah menunjukkan aliran aktivitas. Pada
jaringan ini tidak terdapat aktivitas semu (dummy).
8. Balance Delay
Merupakan rasio dari total waktu menganggur dengan keterkaitan waktu
siklus dan jumlah stasiun kerja atau dengan kata lain jumlah antara balance
delay dan line efficiency sama dengan 1.
-
8/19/2019 2007-3-00410-TI-Bab 2
21/39
39
Secara matematis, dapat dituliskan sebagai berikut :
Keseimbangan waktu senggang = %100ƒ„€„ …CT k
WbCT k i
dimana :
keseimbangan waktu senggang = balance delay
k = jumlah stasiun kerja.
CT = waktu stasiun terbesar / waktu daur (c ycle time).
Wbi = waktu sebenarnya pada setiap stasiun.
i = 1, 2, 3, ...., n
atau BD = 100% - LE
9. Assembled Product
Produk yang melewati suatu urutan stasiun kerja dimana pekerjaan-pekerjaan
diatur dan mencapai pada stasiun akhir.
10. Cycle Time (CT)
Waktu rata-rata yang dibutuhkan untuk menyelesaikan produk dari lini
perakitan dengan asumsi setiap assembly mempunyai kecepatan yang konstan.
Nilai minimum dari waktu siklus † waktu stasiun yang terpanjang.
CT † max Tsi
-
8/19/2019 2007-3-00410-TI-Bab 2
22/39
40
11. Delay Time of A Station
Merupakan selisih antara waktu siklus dengan waktu stasiun. Perbedaan
antara waktu stasiun dengan waktu siklus atau disebut juga idle time.
Waktu Menganggur Stasiun = Wd ‚ Wi
Total Waktu Menganggur = k.CT - …‡
n
i
iWb1
12. Line Efficiency (Efisiensi Lini)
Rasio dari total waktu stasiun terhadap keterkaitan waktu siklus dengan
jumlah stasiun kerja yang dinyatakan dalam persentase.
LE =CT k
ST k
„
…x 100%
dimana :
TSi = station time atau waktu stasiun ke-i
K = jumlah total stasiun kerja
CT = cycle time atau waktu siklus terpanjang
13. Station Efficiency (Efisiensi Stasiun Kerja)
Rasio dari waktu stasiun kerja terhadap waktu siklus atau waktu stasiun kerja
terbesar.
SE = %100ƒCT
ST k
-
8/19/2019 2007-3-00410-TI-Bab 2
23/39
41
14. Smoothness Index (SI)
Merupakan suatu index yang menunjukkan kelancaran relatif dari suatu
keseimbangan lini assembly. Suatu smoothness index sempurna jika nilainya 0
atau disebut perfect balance.
SI =2
)(… € iWbCT
dimana :
CT = waktu stasiun maksimum
Wbi = waktu stasiun ke-i
2.3.4 Langkah-Langkah Dalam Keseimbangan Lini
Menurut Richard B. Chase dan Nicholas J. Aquilano dalam buku € Production
and Operation Management • (1995, p407), langkah-langkah yang perlu diketahui
dalam melakukan penyeimbangan lini adalah :
1. Tentukan hubungan antara pekerjaan-pekerjaan yang terlibat dalam suatu lini
produksi dan hubungan atau keterkaitan antara pekerjaan tersebut digambarkan
dalam precedence diagram.
2. Menentukan waktu siklus yang dibutuhkan dengan menggunakan rumus:
CT =ProduksiKapasitas
ProduksiLiniJumlahxhariEfektif/KerjaJam
-
8/19/2019 2007-3-00410-TI-Bab 2
24/39
42
3. Menentukan jumlah minimum stasiun kerja teoritis yang dibutuhkan untuk
memenuhi pembatas waktu siklus dengan menggunakan rumus :
N =)(CT sikluswaktu
elemen setiap pekerjaanwaktudaritotal jumlah
4. Memilih metode untuk melakukan penyeimbangan lini.
5. Menghitung efisiensi lini, efisiensi stasiun kerja, waktu menganggur dan balance
delay berdasarkan metode yang dipilih untuk melihat performansi keseimbangan
lintasan produksi.
6. Menghitung kapasitas produksi (production output) yang dihasilkan.
Kapasitas produksi =)(CT sikluswaktu
produksiwaktu
2.3.5 Metode Keseimbangan Lini Produksi
Menurut David D. Bedworth dan James E. Baley dalam buku € Integrated
Production Control Systems• (1987, p363), terdapat beberapa metode yang dapat
digunakan untuk menyeimbangkan lintasan produksi. Secara umum terdapat tiga
metode dasar, yaitu :
A. Metode Analitik (matematik)
Merupakan metode yang dapat menghasilkan suatu solusi optimal.
Contoh: Branch and Bound (kajian penelitian operasional).
-
8/19/2019 2007-3-00410-TI-Bab 2
25/39
43
B. Metode Heuristic
Heuristic berasal dari bahasa Yunani yang berarti menemukan. Metode
Heuristic ini pertama kali digunakan oleh Simon and Newll untuk
menggambarkan pendekatan tertentu untuk memecahkan masalah dan
membuat keputusan. Model Heuristic menggunakan aturan-aturan yang logis
dalam memecahkan masalah. Inti dari pendekatan secara heuristic adalah
untuk mengaplikasikan rutin secara selektif yang mengurangi bentuk
permasalahan. Sebagai contoh, masalah produksi yaitu line balancing yang
dapat dipecahkan dengan mengurangi keseluruhan sistem menjadi rangkaian
line balancing sederhana yang dapat dipelajari secara analitis. Bentuk lain dari
pengurangan adalah digunakan pada aturan yang relatif sederhana yaitu
diterapkan secara berulang sampai semua hasil keputusan telah dibuat.
Model heuristic tidak menjamin hasil yang optimal, tetapi model ini
dirancang untuk menghasilkan strategi yang relatif lebih baik dengan
mengacu pada pembatas-pembatas tertentu. Model Heuristic ini banyak
dipakai dalam masalah line balancing .
Kriteria pokok pendekatan dengan metode ini adalah :
• Pemecahan yang lebih baik dan lebih cepat.
• Lebih murah daripada metode yang lainnya.
• Usaha yang dikeluarkan relatif lebih kecil.
-
8/19/2019 2007-3-00410-TI-Bab 2
26/39
44
Beberapa metode heuristik yang umum dikenal :
a. Metode Ranked Positional Weight (RPW)Menurut Elsayed dalam buku € Analysis and Control of Production
Systems• (1994, p360), RPW merupakan salah satu teknik heuristik yang
diperkenalkan oleh Helgeson & Bernie. Pada metode ini, nilai ranked
positional weight dihitung dari waktu proses masing-masing operasi yang
mengikutinya.
Cara penentuan bobot dari precedence diagram dimulai dari proses
akhir.
Bobot (RPW) = waktu proses operasi tersebut + waktu proses operasi-
operasi yang berikutnya.
Diagram 2.1 Contoh Precedence Diagram RPW
Keterangan :
• bobot untuk operasi 4 adalah 5ƒ
• bobot untuk operasi 3 adalah 4 + RPW(4) = 4ƒ + 5ƒ = 9ƒ
• bobot untuk operasi 2 adalah 3 + RPW(3) = 3ƒ + 9ƒ = 12ƒ, dan
seterusnya.
1
2
3 4
4'
3'
4' 5'
-
8/19/2019 2007-3-00410-TI-Bab 2
27/39
45
Pengelompokkan operasi ke dalam stasiun kerja dilakukan atas dasar
urutan RPW (dari yang terbesar) dan juga memperhatikan pembatas
berupa waktu siklus.
Metode Heuristic ini mengutamakan waktu elemen kerja yang
terpanjang, dimana elemen kerja ini akan diprioritaskan terlebih dahulu
untuk ditempatkan dalam stasiun kerja dan diikuti oleh elemen kerja yang
lain yang memiliki waktu elemen yang lebih rendah. Proses ini dilakukan
dengan memberikan bobot. Bobot ini diberikan pada setiap elemen kerja
dengan memperhatikan diagram precedence. Dengan sendirinya elemen
pekerjaan yang memiliki ketergantungan yang besar akan memiliki bobot
yang semakin besar pula, dengan kata lain akan lebih diprioritaskan.
Langkah-langkah metode RPW dengan perhitungan manual:
1. Gambar jaringan precedence sesuai dengan keadaan yang
sebenarnya.
2. Tentukan positional weight (bobot posisi) untuk setiap elemen
pekerjaan dari suatu operasi yang memiliki waktu penyelesaian
(waktu baku) terpanjang mulai dari awal pekerjaan hingga ke
akhir elemen pekerjaan yang memiliki waktu penyelesaian
(waktu baku) terendah.
3. Urutkan elemen pekerjaan berdasarkan positional weight pada
langkah ke-2 di atas. Elemen pekerjaan yang memiliki positional
weight tertinggi diurutkan pertama kali.
-
8/19/2019 2007-3-00410-TI-Bab 2
28/39
46
4. Lanjutkan dengan menempatkan elemen pekerjaan yang
memiliki positional weight tertinggi hingga ke yang terendah ke
setiap stasiun kerja.
5. Jika pada setiap stasiun kerja terdapat kelebihan waktu dalam hal
ini waktu stasiun melebihi waktu siklus, tukar atau ganti elemen
pekerjaan yang ada dalam stasiun kerja tersebut ke stasiun kerja
berikutnya selama tidak menyalahi diagram precedence.
6. Ulangi langkah ke-4 dan ke-5 di atas sampai seluruh elemen
pekerjaan sudah ditempatkan ke dalam stasiun kerja.
b. Metode Moodie Young
Langkah penugasan pekerjaan pada stasiun kerja dengan menggunakan
metode ini berbeda pada urutan prioritas pembebanan pekerjaan. Langkah-
langkah penyelesaian dengan menggunakan metode pembebanan berurut
ini adalah sebagai berikut:
1. Hitung waktu siklus yang diinginkan. Waktu siklus aktual adalah
waktu siklus yang diinginkan atau waktu operasi terbesar jika waktu
operasi terbesar itu lebih besar dari waktu siklus yang diinginkan.
2. Buat matriks operasi pendahulu (P) dan operasi pengikut (F) untuk
tiap operasi berdasarkan jaringan kerja perakitan.
3. Perhatikan baris di matriks kegiatan pendahuluan P yang semuanya
terdiri dari angka 0, dan bebankan elemen pekerjaan terbesar yang
-
8/19/2019 2007-3-00410-TI-Bab 2
29/39
47
mungkin terjadi, jika ada lebih dari 1 baris yang dimiliki seluruh
elemen sama dengan nol.
4. Perhatikan nomon elemen dibaris matriks kegiatan pengikut F yang
bersesuaian dengan elemen yang telah ditugaskan.
5. Lanjutkan penugasan elemen-elemen pekerjaan itu pada tiap stasiun
kerja dengan ketentuan bahwa waktu total operasi tidak melebihi
waktu siklus.
6. Hitung efisiensi rata-rata stasiun kerja yang terbentuk.
7. Gunakan prosedur trial and error untuk mencari pembebanan yang
akan menghasikan efisiensi rata-rata lebih besar dari efisiensi rata-rata
pada langkah 6 di atas.
8. Ulangi langkah 6 dan 7.
c. Metode Largest Candidate Rule (LCR)
Menurut Mikell P. Groover dalam buku € Automation, Production
Systems, and Computer-Integrated Manufacturing • (2001, p535),
merupakan metode yang paling sederhana. Adapun prosedur tersebut
secara detil dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Urutkan semua elemen kerja dari yang paling besar waktunya hingga
yang paling kecil.
-
8/19/2019 2007-3-00410-TI-Bab 2
30/39
48
2. Elemen kerja pada stasiun kerja pertama diambil dari urutan yang
paling atas. Elemen kerja pindah ke stasiun kerja berikutnya, apabila
jumlah elemen kerja telah melebihi waktu siklus.
3. Lanjutkan proses langkah 2, hingga semua elemen kerja telah berada
dalam stasiun kerja dan memenuhi ‚ waktu siklus (c ycle time).
d. Metode J-Wagon
Menurut Richard B. Chase dan Nicholas J. Aquilano dalam buku
€ Production and Operation Management • (1995, p407), metode heuristic
ini mengutamakan jumlah elemen kerja yang terbanyak, dimana elemen
kerja tersebut akan diprioritaskan terlebih dahulu untuk ditempatkan
dalam stasiun kerja dan diikuti oleh elemen kerja lain yang memiliki
jumlah elemen kerja yang lebih sedikit. Apabila terdapat dua elemen kerja
yang memiliki nilai bobot yang sama, maka prioritas akan diberikan
kepada elemen kerja yang memiliki waktu pengerjaan lebih besar.
Sedangkan prosedur selanjutnya, sama dengan metode Helgesson- Birnie
(Ranked Positional Weight), hanya saja dalam menentukan bobot yang
dihitung adalah jumlah operasi (bukan waktu operasi).
Bobot ( J-Wagon) = jumlah proses operasi-operasi yang bergantung
pada operasi tersebut
-
8/19/2019 2007-3-00410-TI-Bab 2
31/39
49
Diagram 2.2 Contoh Precedence Diagram J-Wagon
Keterangan :
• bobot untuk operasi 4 adalah 0
• bobot untuk operasi 3 adalah 1 yaitu operasi 4
• bobot untuk operasi 2 adalah 2 yaitu operasi 3 dan 4
• bobot untuk operasi 1 adalah 2 yaitu operasi 3 dan 4
e. Metode Kilbridge & Wester
Menurut Elsayed dalam buku € Analysis and Control of Production
Systems• (1994, p353), prosedur pengelompokkan operasi menurut
metode yang dikemukakan oleh Kilbridge-Wester adalah sebagai berikut :
1. Buat diagram precedence untuk masing-masing operasi.
2. Kelompokkan operasi-opersai ke dalam region/kolom, tampilan
dalam kolom I semua oprasi yang tidak memiliki precedence.
Dalam kolom II menampilkan operasi-operasi yang mengikuti
1
2
3 4
-
8/19/2019 2007-3-00410-TI-Bab 2
32/39
50
operasi di kolom I dan seterusnya, dengan cara yang sama untuk
kolom-kolom berikutnya (jadi semua elemen dibuat rapat kiri).
3. Tugas/ kelompokkan operasi-operasi ke dalam stasiun kerja
dengan jumlah waktu operasi tidak melebihi waktu siklus.
4. Jika waktu stasiun kerja ke-I melebihi waktu siklus maka operasi
terakhir yang masuk dalam stasiun kerja tersebut harus
ditugaskan dalam stasiun kerja berikutnya.
5. Ulangi Langkah 4 dan 5 sampai semua operasi sudah
dikelompokkan dalam stasiun kerja.
f. Metode Reversed Ranked Positional Weight ( Reversed RPW)
Menurut David D. Bedworth dan James E. Baley dalam buku
€ Integrated Production Control Systems• (1987, p364), sebelum masuk ke
metode Reverse RPW, kita harus mengenal Metode RPW terlebih dahulu.
Cara penentuan bobot dari precedence diagram dimulai dari proses
akhir. Bobot RPW = waktu proses operasi tersebut + waktu proses
operasi-operasi yang mengikutinya.
Pengelompokkan operasi ke dalam stasiun kerja dilakukan
berdasarkan urutan RPW (dari yang terbesar) dan juga memperhatikan
pembatas berupa waktu siklus dan elemen pendahulunya. Metode
Heuristic ini mengutamakan waktu elemen kerja yang terpanjang, dimana
elemen kerja ini akan diprioritaskan terlebih dahulu untuk ditempatkan
-
8/19/2019 2007-3-00410-TI-Bab 2
33/39
51
dalam stasiun kerja dan diikuti oleh elemen kerja yang lain yang memiliki
waktu elemen yang lebih rendah. Proses ini dilakukan dengan
memberikan bobot. Bobot ini diberikan pada setiap elemen kerja dengan
memperhatikan diagram precedence. Dengan sendirinya elemen pekerjaan
yang memiliki ketergantungan yang besar akan memiliki bobot yang
semakin besar pula, dengan kata lain akan lebih diprioritaskan.
Metode Reversed RPW memiliki cara pengerjaan yang hampir sama
dengan metode RPW. Hanya saja pengerjaannya dibalik. Metode ini
memberikan prioritas bagi operasi-operasi kerja yang lebih lama berada di
lintasan lini.
Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat cara pengerjaannya sebagai berikut:
1. Gambar jaringan precedence sesuai dengan keadaan sebenarnya.
Kemudian diagram precedence dibalik atau dicerminkan dengan
urutan sebagai berikut :
• Elemen kerja terakhir menjadi elemen kerja pertama pada
diagram precedence baru.
• Elemen kerja terakhir kedua menjadi elemen kerja kedua
pada diagram baru, dan seterusnya.
-
8/19/2019 2007-3-00410-TI-Bab 2
34/39
52
2. Tentukan positional weight (bobot posisi) untuk setiap elemen
pada diagram precedence baru sesuai aturan rumus yang telah
dipaparkan di atas.
3. Urutkan elemen pekerjaan berdasarkan positional weight pada
langkah kedua di atas. Elemen pekerjaan yang memiliki
positional weight tertinggi diurutkan pertama kali.
4. Lanjutkan dengan menempatkan elemen pekerjaan yang
memiliki positional weight tertinggi hingga yang terendah di
setiap stasiun kerja.
5. Jika pada setiap stasiun kerja terdapat kelebihan waktu, dalam
hal ini waktu stasiun kerja melebihi waktu siklus, tukar atau
ganti elemen pekerjaan yang berada dalam staiun kerja tersebut
ke staiun kerja berikutnya. Selama tidak menyalahi diagram
precedence.
6. Ulangi langkah ke-4 dan 5 di atas sampai seluruh elemen
pekerjaan sudah ditempatkan ke dalam stasiun kerja.
7. Setelah didapatkan pembagian stasiun kerja yang baru, kemudian
stasiun kerja yang ada dibalik posisinya. Stasiun kerja pertama
menjadi terakhir, stasiun kerja kedua menjadi terakhir, dan
seterusnya. Elemen-elemen kerja yang ada di dalamnya juga
dikembalikan ke posisi awal.
-
8/19/2019 2007-3-00410-TI-Bab 2
35/39
53
g. COMSOAL (Computer Method for Sequencing Operations for Assembly
Lines)
Menurut A. L. Arcus dalam buku €COMSOAL - A Computer Method
of Sequencing Operations for Assembly Lines• (1997, p259), metodologi
dasar COMSOAL didasarkan pada berkembangnya sejumlah besar
pemecahan yang layak bagi keseimbangan lini dengan metode „biased
sampling• . Pemecahan alternatif untuk masalah keseimbangan lini tertentu
kemudian didasarkan pada pemecahan terbaik yang dihasilkan.
Metodologi yang dikembangkan ini dilakukan dengan pembobotan untuk
memilih tugas yang sesuai dengan precedence diagram melalui hasil
perkalian lima bobot dasar.
Lima bobot dasar tersebut sebagai berikut:
a. Bobotlah tugas yang sesuai dengan proporsi waktu tugas.
b. Bobotlah tugas yang sesuai dengan 1/X, dimana X adalah sama
dengan jumlah total tugas yang belum terpilih ke dalam stasiun
dikurangi 1, dikurangi dengan jumlah semua tugas yang
mengikuti tugas yang sedang dipertimbangkan.
c. Bobotlah tugas yang sesuai dengan jumlah total semua tugas
yang mengikutinya ditambah 1.
d. Bobotlah tugas yang sesuai dengan waktu tugas tersebut dan
waktu semua tugas yang mengikutinya.
-
8/19/2019 2007-3-00410-TI-Bab 2
36/39
54
e. Bobotlah tugas yang sesuai dengan jumlah total yang
mengikutinya ditambah 1, dibagi dengan jumlah tingkat (level )
yang ditempati oleh elemen tersebut.
f. Hitunglah rasio yang diperoleh dari perkalian faktor-faktor di
atas sehingga elemen yang memiliki rasio terbesar dapat masuk
ke dalam pembagian stasiun. Namun yang perlu diingat bahwa
suatu elemen dapat masuk ke dalam stasiun bila elemen-elemen
yang mendahuluinya sudah lebih dahulu ditugaskan dan waktu
siklus yang tersisa masih mencukupi.
2.4 Perancangan Tata Letak Mesin
2.4.1 Definisi dan Tujuan Perancangan Tata Letak Mesin
Menurut Sritomo Wignjosoebroto dalam buku Tata Letak Pabrik dan
Pemindahan Bahan (1997, p108), pemilihan dan penetapan alternatif layout -dalam
hal ini disebut tata letak fasilitas produksi/ mesin (machine layout )- merupakan
langkah yang kritis dalam proses perencanaan tata letak dan proses pemindahan
bahan. Pengaturan tersebut akan mencoba menggunakan luas area untuk penempatan
mesin atau fasilitas penunjang produksi lainnya, kelancaran gerakan-gerakan material
baik yang bersifat temporer maupun permanen, personil pekerja dan sebagainya.
Pada umumnya, tata letak mesin yang terencana dengan baik akan menentukan
efisiensi dan dalam beberapa hal akan juga menjaga kelangsungan hidup ataupun
kesuksesan kerja suatu industri. Peralatan industri yang mahal harganya, peralatan
-
8/19/2019 2007-3-00410-TI-Bab 2
37/39
55
yang canggih, dan suatu desain produk yang bagus akan tidak ada artinya akibat
perencanaan layout yang sembarangan saja. Karena aktivitas produksi suatu industri
secara normalnya harus berlangsung lama dengan tata letak yang tidak selalu
berubah-ubah, maka setiap kekeliruan yang dibuat di dalam perencanaan tata letak ini
akan menyebabkan kerugian-kerugian yang tidak kecil.
Tujuan utama di dalam desain tata letak mesin pada dasarnya adalah untuk
meminimalkan total biaya yang antara lain menyangkut elemen-elemen biaya sebagai
berikut:
• Biaya untuk konstruksi dan instalasi baik untuk bangunan mesin, maupun
fasilitas produksi lainnya.
• Biaya pemindahan bahan (material handling costs)
• Biaya produksi, maintenance, safety, dan in-process storage cost .
2.4.2 Permasalahan dalam Penetapan Tata Letak Mesin
Menurut Sritomo Wignjosoebroto dalam buku Tata Letak Pabrik dan
Pemindahan Bahan (1997, p108), berikut adalah beberapa permasalahan sering‚ baik
langsung maupun tidak langsung- yang ditimbulkan oleh kebijaksanaan berkaitan
dengan sistem pemindahan bahan akan mempengaruhi machine layout yang ada:
‚ Kebijaksanaan sentralisasi atau desentralisasi dari gudang barang setengah
jadi (work-in-process storage), perkakas atau komponen-komponen perakitan
lainnya.
-
8/19/2019 2007-3-00410-TI-Bab 2
38/39
56
‚ Keputusan untuk menggunakan lintasan tetap ( fixed path) atau lintasan
variabel (variable path) dalam menangani pemindahan bahan.
‚ Besarnya beban (unit load ) yang harus dipindahkan dalam sistem produksi
yang berlangsung.
‚ Derajat ataupun tingkatan teknologi yang dipakai dalam proses pemindahan.
‚ Tingkat pengendalian persediaan bahan yang ada di gudang.
Banyak orang cenderung memusatkan perhatian terlebih dahulu pada machine
layout baru kemudian proses pemindahan bahannya. Hal ini dilandasi dengan satu
alasan kuat dimana penekanan ada pada proses manufakturing yang berlangsung.
Sebagai contoh, akan sangat logis menempatkan Departemen B setelah Departemen
A apabila proses B terjadi segera setelah proses A. Dalam kasus ini, permasalahan
pemindahan bahan adalah untuk mencari cara yang terbaik untuk menekan/
mengurangi biaya pemindahan bahan dari A ke B. Kebijaksanaan yang umum
diterapkan akan menyarankan untuk memecahkan masalah pemindahan bahan setelah
proses perencanaan tata letak dilakukan. Di dalam menganalisa aktivitas pemindahan
bahan (material) maka hal tersebut harus ditinjau terhadap frekuensi maupun jarak
perpindahannya. Dengan demikian sistem pemindahan bahan dan tata letak fasilitas
produksi harus direncanakan secara serentak.
-
8/19/2019 2007-3-00410-TI-Bab 2
39/39
57
2.4.3 Tata Letak Mesin Berdasarkan Kelompok Produk
Menurut Sritomo Wignjosoebroto dalam buku Tata Letak Pabrik dan
Pemindahan Bahan (1997, p113), tata letak ini didasarkan pada pengelonpokkan
produk atau komponen yang akan dibuat. Produk-produk yang tidak identik
dikelompok-kelompokkan berdasarkan langkah-langkah pemrosesan, bentuk mesin
atau peralatan yang dipakai dan sebagainya. Dalam hal ini pengelompokkan tidak
didasarkan pada kesamaan jenis produk akhir seperti halnya pada tipe produk layout .
Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dari pengaturan tata letak fasilitas
produksi ini antara lain:
‚ Pendayagunaan mesin yang maksimal
‚ Lintasan aliran kerja menjadi lebih lancar dan jarak pemindahan material
menjadi minimal.
‚ Memiliki keuntungan-keuntungan dari tipe product loyout dan process layout
‚ Memiliki efisiensi yang tinggi karena setiap kelompok produk memiliki
urutan yang sama
Selain keuntungan yang bisa diperoleh, maka layout ini juga memiliki beberapa
keterbatasan dalam hal:
‚ Diperlukan tenaga kerja dengan keterampilan tinggi
‚ Kelancaran kerja bergantung pada keseimbangan aliran kerja
‚ Beberapa kerugian dan tipe product loyout dan process layout juga didapati
disini