183409706 Gangguan Bicara Pada Anak Docx
description
Transcript of 183409706 Gangguan Bicara Pada Anak Docx
BAB IPENDAHULUAN
1.1 Devinisi
Bicara dan bahasa merupakan dua istilah yang berbeda, yang mana penggunaan istilah
ini terkadang sering kali dipertukarkan.Bahasa mencakup setiap sarana komunikasi dengan
menyimpulkan pikiran dan perasaan untuk menyampaikan maksud kepada orang lain,
termasuk di dalamnya perbedaan bentuk komunikasi yang luas seperti : tulisan, bicara,
bahasa, simbol, ekspresi muka, isyarat, pantomim, dan seni.
Bicara adalah bentuk bahasa yang menggunakkan artikulasi atau kata untuk
menyampaikan maksud. Karena bicara merupakan bentuk komunikasi yang paling efektif,
maka penggunanya pun juga paling luas dan paling penting.1Masalah bicara dan bahasa
sebenarnyaberbeda tetapi kedua masalah ini sering kali tumpang tindih.2
Gangguan bicara adalah gangguan yang berhubungan dengan intensitas dan
penekanan bunyi dengan kesulitan menghasilkan bunyi yang spesifik untuk bicara atau
gangguan dalam kualitas suara. Gangguan perkembangan ini berhubungan erat dengan
umur, jenis kelamin, dan latar belakang budaya.5
Gangguan bicara terdiri dari masalah artikulasi, masalah suara (resonance
disorders),masalah kelancaran berbicara (fluency), dan afasia(kesulitan
dalam menggunakan katakata, biasanya akibat cedera otak).Masalah artikulasi mencakup
kesulitan memproduksi suara atau mengucapkan kata yang salah. Masalah kelancaran
bicara mencakup masalah gagap (stuttering) yang merupakan kondisi dimana kelancaran
bicara terganggu akibat abnormal stoppages, pengulangan (st-st-stuttering), atau suara
prolong (ssssstuttering). Sedangkan masalah resonansi mencakup masalah nada, volume,
atau kualitas suara anak.
Gangguan perkembangan artikulasi meliputi kegagalan mengucapkan satu huruf
sampaibeberapa huruf. Sering terjadi penghilangan atau penggantian bunyi huruf itu
sehinggamenimbulkan kesan bahwa bicaranya seperti anak kecil. Selain itu juga dapat
berupa gangguandalam nada, volume atau kualitas suara.
Afasia yaitu kehilangan kemampuan untuk membentuk katakata atau
kehilangankemampuan untuk menangkap arti katakata sehingga pembicaraan tidak dapat
berlangsung dengan baik. Anakanak dengan afasia didugamemiliki riwayat perkembangan
bahasa awal yang normal,dan onset terjadi setelah trauma kepala atau gangguan neurologis
lain (sebagai contohnyakejang),7,8,9
1
Gagap adalah gangguan kelancaran atau abnormalitas dalam kecepatan atau irama
bicara.Terdapat pengulangan suara, suku kata atau kata, atau suatu bloking yang
spasmodik, biasaterjadi spasme tonik dari otototot bicara seperti lidah, bibir, dan laring dan
dipengaruhi oleh adanya riwayat gagap dalam keluarga.Selain itu, gagap juga dapat
disebabkan oleh tekanan dari orang tua agar anak bicara dengan jelas, gangguan
lateralisasi, rasa tidak aman, dan kepribadian anak.7,8,10
Dalam mengatasi masalah gangguan bicara diperlukan stimulasi, yaitu kegiatan
merangsang kemampuan dasar anak agar anak tumbuh danberkembang secara optimal.
Setiap anak perlu mendapat stimulasi rutin sedini mungkin dan terus menerus pada setiap
kesempatan yang dapat dilakukan oleh ibu, ayah, pengasuh, maupun orangorang terdekat
dalam kehidupan seharihari. Kurangnya stimulasi dapat menyebabkan gangguan yang
menetap.
1.2 Tujuan
Untuk mengetahui patogenesis, diagnosis, deteksi dini, dan intervensi gangguan bicara
pada anak.
1.3 Batasan Masalah
Referat ini membahas tentang patogenesis, diagnosis, deteksi dini, dan intervensi
gangguan bicara pada anak.
1.4 Metode Penulisan
Metode yang dipakai adalah tinjauan kepustakaan dengan merujuk kepada berbagai
literatur.
1.5 Manfaat Penulisan
Referat ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan informasi dan
pengetahuan tentang patogenesis, diagnosis, deteksi dini, dan intervensi gangguan bicara
pada anak.
2
BAB IIRUANG LINGKUP
2.2 Epidemiologi
Perkembangan normal bicara dan bahasa dapat diprediksi dengan kemampuan anak
untuk mendengar, melihat, mengolah, dan mengingat.2 Gangguan bicara dan bahasa
merupakan gangguan perkembangan yang banyak ditemukan pada anak usia 3-16 tahun.
Prevalensi dari gangguan ini berkisar antara 1-32% yang dipengaruhi oleh umur saat
ditemukan dan metode diagnosis yang digunakan.5
Gangguan bicara dan bahasa dialami oleh 8% anak usia prasekolah. Gangguan
keterlambatan bicara terjadi sebanyak 20% pada anak umur 2 tahun dan 19% pada anak
umur 5 tahun. Gagap terjadi 4-5% pada usia 3-5 tahun dan 1% pada usia remaja. Laki-laki
memiliki gangguan bicara dan bahasa hampir dua kali lebih banyak daripada wanita.2
2.3 Fisiologi bicara
Terdapat dua aspek dalam proses terjadinya bicara, yaitu aspek sensorik(input
bahasa) dan motorik(output bahasa). Aspek sensorik meliputi pendengaran, penglihatan,
dan rasa raba yang berfungsi untuk memahami apa yang didengar, dilihat, dan dirasa.
Aspek motorik melibatkan vokalisasi dan pengaturannya.11
Otak memiliki tiga pusat yang mengatur mekanisme berbahasa, dua pusat bersifat
reseptif yang mengurus penangkapan bahasa lisan dantulisan serta, satu pusatlainnya
bersifat ekspresif yang menguruspelaksanaan bahasa lisan dan tulisan.Ketiganya berada di
hemisfer dominan dari otak atau system susunan saraf pusat. Kedua
pusatbahasa reseptif tersebut adalah area 41 dan 42 disebut area Wernicke, merupakan
pusat persepsi auditoroleksik yaitu mengurus pengenalan dan pengertian segala sesuatu
yang berkaitan dengan bahasa lisan (verbal). Area 39 Broadman adalah pusat persepsi
visuoleksik yangmengurus pengenalan dan pengertian segala sesuatu yang bersangkutan
dengan bahasa tulis.Sedangkan area Broca adalah pusat bahasa ekspresif. Ketiga pusat
tersebut berhubungan satu sama lain melalui serabut asosiasi.4,11
Saat mendengar pembicaraan maka getaran udara yang ditimbulkan akan masuk
melalui lubang telinga luar kemudian menimbulkan getaran pada membrane timpani. Dari
sini rangsangan diteruskan oleh ketiga tulang kecil dalam telinga tengah ke telinga bagian
3
dalam. Di telinga bagian dalam terdapat reseptor sensoris untuk pendengaran yang disebut
koklea. Saat gelombang suara mencapai koklea maka impuls ini diteruskan oleh saraf VIII
ke area pendengaran primer di otak diteruskan ke area Wernicke.Kemudian jawaban
diformulasikan dan disalurkan dalam bentuk artikulasi, diteruskan ke area motorik di otak
yang mengontrol gerakan bicara.Selanjutnya proses bicara dihasilkan oleh vibrasi dari pita
suara yang dibantu oleh aliran udara dari paruparu sedangkan
bunyi dibentukoleh gerakan bibir, lidah dan palatum (langitlangit). Jadi untuk proses
bicara diperlukan koordinasi system saraf motoris dan sensoris dimana organ pendengaran
sangat penting.2,3,11
Untuk dapat mengucapkan katakata sebaikbaiknya, sehingga bahasa yang didengar
dapat ditangkap dengan jelas dan setiap suku kata dapat terdengar secara terinci, maka,
mulut, lidah, bibir, palatum mole dan pita suara, serta otototot pernafasan harus melakukan
gerakan sempurna.Bila ada salah satu gerakan tersebut diatas terganggu, timbullah cara
berbahasa yang kurang jelas ada katakata yang seolaholah ”ditelan”
terutama pada akhir kalimat.12
2.4 Tahap perkembangan bicara
Tahap perkembangan bicara dan bahasa pada anak normal tampak pada table berikut:4
Umur
(bulan)
Bahasa reseptif
(bahasa pasif)
Bahasa ekspresif
(bahasa aktif)
1 Kegiatan anak terhenti
akibat suara
Vokalisasi yang masih
sembarang, terutama huruf
hidup
2 Tampak mendengarkan
ucapan pembicara, dapat
tersenyum pada
pembicaraan
Tanda-tanda vokal yang
menunjukkan perasaan
senang, senyum sosial
3 Melihat kearah pembicara Tersenyum sebagai jawaban
terhadap pembicara
4 Memberi tanggapan yang
berbeda terhadap suara
bernada marah/senang
Jawaban vokal terhadap
rangsang sosial
4
5 Bereaksi terhadap panggilan
namanya
Mulai meniru suara
6 Mulai mengenal kata-kata
”da da, papa, mama”
Protes vokal, berteriak
kerana kegirangan
7 Bereaksi terhadap kata-kata
naik, kemari, dada
Mulai menggunakan suara
mirip kata-kata kacau
8 Menghentikan aktifitas bila
namanya dipanggil
Menirukan rangkaian suara
9 Menghentikan kegiatan bila
dilarang
Menirukan rangkaian suara
10 Secra tepat menirukan
variasi suara tinggi
Kata-kata pertama mulai
muncul
11 Reaksi terhadap pertanyaan
sederhana dengan melihat
atau menoleh
Kata-kata kacau mulai
dapat dimengerti dengan
baik
12 Reaksi dengan melakukan
gerakan terhadap berbagai
pertanyaan verbal
Mengungkapkan kesadaran
tentang obyek yang telah
akrab dan menyebu
namanya
15 Mengetahui dan mengenali
nama-nama bagian tubuh
Kata-kata yang benar
terdengar diantara kata-kata
yang kacau, sering dengan
disertai gerakan tubuhnya
18 Dapat mengetahui dan
mengenali gambar-gambar
obyek yang sudah akrab
denganya jika obyek
tersebut disebut namanya
Lebih banyak menggunakan
kata-kata daripada gerakan
untuk mengungkapkan
keingingannya.
21 Akan mengikuti petunjuk
yang berurutan (ambil
topimu dan letakkan di atas
meja)
Mulai mengkombinasikan
kata-kata (mobil papa,
mama berdiri)
24 Mengetahui lebih banyak Menyebut nama sendiri
5
kalimat yang lebih rumit
Perkembangan bicara normal melalui beberapa tahapan perkembangan bicara yaitu
coding, babbling, echolalia, jargon, kata dan kombinasi kata dan pembentukan kalimat,
seperti yang tercantum dalam tabel berikut20:
Tabel perkembangan bicara normal
Pendengaran dan Pengertian Bicara
4-8 bulan:
mata bergerak ke arah suara
respons terhadap suara
perhatian terhadap mainan yang
mengeluarkan suara
pengertian terhadap musik
Babbling dengan berbagai huruf awal ”b”,
”p”p, ”m”
suara kegembiraan atau sedih
suara saat sendiri atau bermain
7 bulan – 1 tahun:
mengerti permainan ”ciluk-ba”
menoleh dan melihat ke arah suara
mendengarkan saat orang berbicara
mengerti beberapa kata: sepatu, gelas
respon terhadap permintaan sederhana
seperti ke sini, mau lagi
Babbling dengan kata panjang dan pendek
seperti ”tata”, ”bibibi”
menggunakan kata atau suara untuk
mendapat perhatian
mengucapkan 1-2 kata
1-2 tahun:
menunjuk anggota tubuh
mengikuti perintah dan permintaan yang
mudah
mendengar cerita sederhana, lagu dan
irama
menunjuk gambar sesuai dengan namanya
kata-kata bertambah tiap bulan
menggunakan 1-2 kata tanya
mengucapkan dua kata bersamaan
mengucapkan 10 kata saat usia 19 bulan
2-3 tahun:
mengerti perbedaan dengan artinya
mengikuti 2 tahap perintah: ambil buku itu
dan letakkan di meja
mempunyai kata untuk semua benda
berbicara dengan 2-3 kata dalam kalimat
2. 5 Etiologi dan Patogenesis Gangguan Bicara pada Anak
6
Penyebab kelainan bicara bermacam – macam yang melibatkan berbagai faktor
yang dapat saling mempengaruhi, antara lain kemampuan lingkungan, pendengaran,
kognitif, fungsi saraf, emosi psikologis dan lain sebagainya.4
Menurut Aram DM( dalam Soetjiningsih ), mengatakan bahwa gangguan bicara
pada anak dapat disebabkan oleh kelainan berikut ini,4 :
1. Lingkungan sosial anak
Lingkungan yang tidak mendukung akan menyebabkan gangguan bicara pada anak.
2. Sistem masukan dan input
Pendengaran merupakan alat yang penting dalam perkembangan bicara. Anak
dengan gangguan pendengaran seperti otitis kronis dengan penurunan daya pendengaran
akan mengalami keterlambatan kemampuan menerima ataupun mengungkapkan bahasa.
Gangguan bicara juga terjadi pada tuli neurosensorial ( infeksi intra uterin ), tuli konduksi
akibat malformasi telinga luar, tuli persepsi / afasia sensorik ( terjadi kegagalan integrasi
arti bicara yang didengar ).
3. Sistem pusat bicara dan bahasa
Gangguan komunikasi biasanya merupakan bagian dari retardasi mental, misalnya
pada sindoma down.
4. Sistem produksi
Sistem produksi suara seperti laring, faring, hidung, struktur mulut, dan mekanisme
neuromuskular yang berpengaruh terhadap pengaturan nafas untuk berbicara, bunyi laring,
pembentukan bunyi untuk artikulasi bicara melalui aliran udara lewat laring, faring, dan
rongga mulut.
Beberapa penyebab gangguan bicara pada anak :
I. Keterlambatan bicara fungsional
Keterlambatan bicara fungsional merupakan penyebab yang cukup sering dialami
oleh sebagian anak. Keterlambatan bicara fungsional sering juga diistilahkan
keterlambatan maturasi atau keterambatan maturitas ( maturity delay ) dari proses saraf
pusat yang dibutuhkan untuk memproduksi kemampuan bicara pada anak. Biasanya hal ini
merupakan keterambatan bicara yang ringan dan prognosis baik.4
II. Retardasi mental
Berbeda dengan anak gangguan bicara atau emosional, anak dengan retadasi mental
terbelakang secara menyeluruh. Mereka tertinggal dalam perkembangan sosio-emosional,
7
intelektual dan persepsi motorik, demikian juga dalam bicara. Semakin berat derajat
retardasi, makin berat juga keterlambatan bicara. Anak dengan retardasi berat mungkin
tidak dapat berbicara sama sekali.3
Patogenesis terjadinya hambatan bicara pada anak dengan retardasi mental
dihubungkan dengan adanya disfungsi otak. Disfungsi otak terjadi akibat adanya
ketidaknormalan yang luas dari struktur otak, neurotransmiter atau mielinisasi.4
III. Gangguan Pendengaran
Pendengaran normal pada tahun pertama kehidupan, memegang peranan penting
dalam perkembangan bicara dan bahasa. Gangguan pendengaran pada awal perkembangan
dapat menyebabkan keterlambatan bicara yang berat. Oleh karenanya, pemeriksaan fungsi
pendengaran pada keterlambatan bicara, memegang peranan sangat penting.22
Gangguan pendengaran dapat berupa tipe konduktif dan sensorineural. Gangguan
pendengaran tipe konduktif dapat disebabkan oleh otitis media dengan efusi. Adapun
gangguan pendengaran sensorineural dapat disebabkan oleh infeksi intra uterin, kern
icterus, meningitis bakterial, atau hipoksia. Gangguan pendengaran sebagai penyebab
keterlambatan bicara makin bertambah, tersering penyebab gangguan pendengaran adalah
kongenital.22
IV. Faktor Emosional
Faktor emosional memegang peranan penting dalam perkembangan bicara anak.
Anak yang memiliki ibu yang tertekan dan gangguan serius dalam keluarga berefek serius
terhadap gangguan bicara pada anak, misalnya gagap. Gagap merupakan suatu gangguan
dalam arus ritme bicara atau artikuasi kata – kata dimana terdapat pengulangan suara, suku
kata atau kata, atau suatu bloking yang spasmodik. Sering disertai kontraksi otot – otot
muka, tics, dan bunyi tambahan sebagai usaha anak untuk memperbaiki bicaranya atau
akibat tekanan emosi. Walaupun demikian maka sering dapat bernyanyi atau mengucapkan
sajak tanpa kesukaran.4,10
V. Cerebral Palsy
Cerebral palsy adalah suatu kelainan gerakan dan sikap badan yang tidak progresif,
oleh karena suatu kerusakan atau gangguan pada sel – sel motorik pada susunan saraf pusat
yang sedang tumbuh atau belum selesai pertumbuhannya. Pada cerebral palsy gangguan
bicara disebabkan karena kerusakan yang tidak hanya terjadi pada korteks cerebelaris,
tetapi dapat juga mengenai ganglia basalis, pontina dan pada pusat – pusat subkortikal
midbrain atau serebellum hal ini bisa menyebabkan gangguan bicara berupa disfonia,
disritmia, disartria, disfasia dan bentuk campuran.4
8
2.6 Deteksi Dini Gangguan Bicara Pada Anak
Deteksi dini merupakan suatu upaya yang dilaksanakan secara
komprehensifuntuk menemukan penyimpangan tumbuh kembang dan mengetahui serta
mengenal faktor resiko padaanak usia dini. Melalui deteksi dini dapat diketahui
penyimpangan tumbuh kembang anak secara dini, sehingga upaya pencegahan, stimulasi,
penyembuhan serta pemulihan dapat diberikan dengan indikasi yang jelas pada masaproses
tumbuh kembang. Upayatersebut diberikan sesuai dengan umur perkembangan anak,
dengan demikian dapat tercapai kondisi tumbuh kembang yang optimal. Penilaian
pertumbuhan dan perkembangan meliputi dua hal pokok, yaitu penilaian pertumbuhan fisik
dan penilaian perkembangan. Masing-masing penilaian tersebut mempunyai parameter dan
alat ukur tersendiri.13,14 Deteksi dini terhadap gangguan bicara merupakan bagian dari
deteksi dini mengenai penilaian penyimpangan perkembangan.15
Deteksi yang sedini mungkin terhadap gangguanbicara pada anak perludilakukan,
agar bisa sesegera mungkin memastikan penyebab terjadinya gangguan bicara tersebut dan
untuk menentukan langkah pengobatan selanjutnya yang tepat dan sesuai. Umumnya jika
gangguan bicara ini semakin dini terdeteksi, maka semakin baik kemungkinan pemulihan
gangguan tersebut.2,4 Deteksi dini keterlambatan bicara harus dilakukan oleh semua
individu. Kegiatan deteksi dini ini melibatkan orang tua, keluarga, bila memungkinkan
dokter kandungan yang merawat sejak kehamilan dan tentunya dokter anak yang merawat
anak tersebut.Kegiatan deteksi dini ini dapat juga dilakukan oleh kader kesehatan BKB
(Bina Keluarga Balita) terlatih, petugas tempat penitipan anak terlatih, petugas PAUD
(Pendidikan Anak Usia Dini) terlatih, kemudian di Puskesmas oleh dokter, bidan, maupun
perawat. Instrumen dan metode skrining yang bisa digunakan antara lain: KPSP
(Kuesioner Pra Skrining Perkembangan) menurut umur, Tes Daya Lihat, dan Tes Daya
Dengar15
Orang tua sebagai lini pertama yang biasanya mengetahui bila terjadi sesuatu yang
aneh dalam proses pertumbuhan dan perkembangan putra-putrinya sebelum akhirnya
memutuskan untuk berobat ke dokter, sebaiknya memperoleh sosialisasi mengenai metode
deteksi dini gangguan tumbuh kembang yang bisa mereka lakukan khususnya terhadap
gangguan bicara, sehingga penanganan terhadap kasus gangguan bicara ini bisa dilakukan
lebih awal. Pada dasarnya deteksi dini adalah kegiatan menggunakan seluruh kemampuan
dan panca indera orang tua untuk mengamati proses perkembangan putra-putrinya,
9
sebaiknya orang tua juga mengetahui fase-fase normal yang seharusnya terjadi dalam
periode tumbuh kembang.15
Gangguan bicara yang diawali oleh gangguan perkembangan bahasa serta
pengucapan yang terdapat pada anak-anak usia pra sekolah dapat diamati melalui berbagai
tanda-tanda berikut2,4:
a. pada usia 6 bulan anak tidak mampu memalingkan mata serta kepalanya terhadap
suara yang datang dari belakang atau samping
b. pada usia 10 bulan anak tidak memberi reaksi terhadap panggilan namanya sendiri
c. pada umur 15 bulan anak tidak mengerti dan memberi reaksi terhadap kata-kata-
kata jangan, da-da, dan sebagainya
d. pada usia 18 bulan tidak dapat menyebut 10 kata tunggal
e. pada usia 21 bulan tidak memberi reaksi terhadap perintah (misalnya duduk,
kemari, berdiri)
f. pada usia 24 bulan tidak bisa menyebut bagian-bagian tubuh
g. pada usia 24 bulan belum mampu mengetengahkan ungkapa yang terdiri dari 2
buah kata
h. setelah 24 bulan hanya mempunyai perbendaharaan kata yang sangat sedikit/tidak
mempunyai kata-kata huruf z pada frase
i. pada usia 30 bulan ucapannya tidak dapat dimengerti oleh anggota keluarganya
j. pada usia 36 bulan belum dapat mempergunakan kalimat-kalimat sederhana
k. pada usia 36 bulan tidak bisa bertanya dengan menggunakan kalimat tanya yang
sederhana
l. pada usia 36 bulan ucapannya tidak dimengerti oleh orang di luar keluarganya
m. pada usia 3,5 tahun selalu gagal untuk menyebutkan kata akhir (ca untuk cat, ba
untuk ban, dan lain-lain)
n. setelah berusia 4 tahun tidak lancar berbicara/gagap
o. setelah usia 7 tahun masih ada kesalahan ucapan
p. pada usia berapa saja terdapat hipernasalitas atau hiponasalitas yang nyata atau
mempunyai suara yang monoton tanpa berhenti, sangat keras dan tidak dapat di
dengar serta terus menerus memperdengarkan suara yang serak.
Berbagai metode skrining yang lebih mutakhir dan global untuk deteksi dini
gangguan bicara juga dikembangkan dengan menggunakan alat bantu atau panduan skala
khusus, misalnya: menggunakan DDST (Denver Developmental Screening Test – II), Child
Development Inventory untuk menilai kemampuan motorik kasar dan motorik halus, Ages
10
and Stages Questionnaire, Parent’s Evaluations of Developmental Status. Dan alat-alat
skrining yang lebih Spesifik dan khusus yaitu ELMS (Early Language Milestone Scale)
dan CLAMS (Clinical Linguistic and Milestone Scale) yang dipakai untuk menilai
kemampuan bahasa ekspresif, reseptif, dan visual untuk anak di bawah 3 tahun.20
USPSTF (US Preventive Task Force) merekomendasikan untuk dilakukan skrining
universal gangguan pendengaran pada bayi baru lahir pada kelompok yang berisiko tinggi
untuk menderita gangguan pendengaran kongenital bilateral permanen dengan kriteria:
1. bayi sempat dirawat di NICU selama lebih dari sama dengan 2 hari
2. riwayat keluarga atau keturunan dengan kelainan pendengaran sensorineural
3. abnormalitas kraniofasial
4. sindrom kongenital tertentu dan infeksi
program skrining yang direkomendasikan oleh USPSTF adalah dengan
menggunakan langkah pertama atau kedua dari sebuah protokol yang sah. 2 langkah
skrining yang lazim digunakan meliputi pemeriksaan OAE (Otoaccoustic Emission) dan
BERA, yang dilakukan pada bayi baru lahir bila gagal pada tes skrining pertama. Bayi
yang mendapatkan hasil tes skrining yang positif harus mendapatkan evaluasi audiologik
yang tepat. Semua bayi dengan risiko tinggi untuk mendapatkan gangguan pendengaran
harus melalui skrining pendengaran sebelum usia 1 bulan, sementara bayi yang gagal
skrining harus dievaluasi audiologik dan kesehatan sebelum usia 3 bulan.21
2.7 Diagnosis Gangguan Bicara dan Bahasa pada Anak
American Psychiatric Association’s Diagnostic and Statistical Manual of
MentalDisorder (DSM IV) membagi gangguan bahasa dalam 4 tipe.2
1. Gangguan bahasa ekspresif
2. Gangguan bahasa reseptifekspresif
3. Gangguan phonological
4. Gagap
Pada gangguan bahasa ekspresif, secara klinis kita bisa menemukan gejala seperti
perbendaharaan kata yang jelas terbatas, membuat kesalahan dalam kosa kata, mengalami
kesulitandalam mengingat kata-kataatau membentuk kalimat yang panjang dan memiliki
kesulitan dalampencapaian akademik, dan komunikasi sosial, namun pemahaman bahasa
anak tetap relatif utuh.Gangguan menjadi jelas pada kira-kirausia 18 bulan, saat anak tidak
dapat mengucapkan katadengan spontan atau meniru kata dan menggunakan gerakan
11
badannya untuk menyatakankeinginannya. Jika anak akhirnya bisa berbicara, defisit
bahasa menjadi jelas, terjadi kesalahanartikulasi seperti bunyi th, r, s, z, y. Riwayat
keluarga yang memiliki gangguan bahasa ekspresif jugaikut mendukung diagnosis.8,13
Pada gangguan bahasa campuran ekspresifreseptif,selain ditemukan gejala-gejala
gangguanbahasa ekspresif, juga disertai kesulitan dalam mengerti kata dan kalimat.Ciri
klinis penting darigangguan tersebut adalah gangguan yang bermakna pada pemahaman
bahasa dan ekspresi bahasa.Gangguan ini biasanya tampak sebelum usia 4 tahun. Bentuk
yang parah terlihat pada usia 2 tahun,bentuk ringan tidak terlihat sampai usia 7 tahun atau
lebih tua. Anak dengan gangguan bahasareseptif ekspresifcampuran memiliki gangguan
auditorik sensorik atau tidak mampu memprosessimbol visual seperti arti suatu
gambar.Mereka memiliki defisit dalam mengintegrasikan simbolauditorik maupun visual,
contohnya mengenali atribut dasar yang umum untuk mainan truk danmainan mobil
penumpang. Anak dengan gangguan bahasa campuran reseptifekspresifbiasanyatampak
tuli.9,13
Anakdengan kesulitan bebicara memiliki masalah dalam pengucapan, yaitu
berhubungan dengan gangguan motorik, diantaranya kemampuan untuk memproduksi
suara.2
Anak yang gagap dapat diketahui dari cara dia berbicara, dimana terjadi
pengulangan atauperpanjangan suara, kata, atau suku kata dan sangat sering disertai
mengedipkanmata dan menggoyangkan kepala.2
Secara lebih spesifik lagi gangguan bicara motorik dibagi antara lain berupa:
disartria, verbal apraxia, gangguan fonologik, gangguan bicara yang disebabkan oleh
gangguan pendengaran, serta gagap. Untuk penegakan diagnosis gangguan bicara
didasarkan dari hasil pengumpulan dan analisis data-data yang diperoleh selama
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan bila diperlukan dari pemeriksaan penunjang.2
2. 7. 1. Anamnesis
Anamnesis yang holistik meliputi keluhan utama yang jelas dan dapat langsung
mengarah pada kemungkinan diagnosis, riwayat penyakit dahulu (infeksi susunan saraf,
trauma kepala, kejang, obat-obatan), riwayat keturunan atau penyakit anggota keluarga
lainnya, riwayat kehamilan ibu (infeksi TORCH, penyakit ibu, obat-obatan), riwayat
perinatal (trauma perinatal, infeksi atau asfiksia, perdarahan intrakranial) dan persalinan
(adakah trauma perinatal, infeksi atau asfiksia saat hamil), psikososial, riwayat pengobatan.
Kemudian riwayat imunisasi, pertumbuhan dan perkembangan anak terutama motorik dan
12
bicara, yaitu perkembangan bicara pada anak dikategorikan dalam kondisi bahaya, bila
ditemukan.22
a. 4–6 Bulan
Tidak menirukan suara yang dikeluarkan orang tuanya;
Pada usia 6 bulan belum tertawa atau berceloteh
Gangguan Bicara dan Bahasa pada Anak
b. 8-10 Bulan
Usia 8 bulan tidak mengeluarkan suara yang menarik perhatian.
Usia 10 bulan, belum bereaksi ketika dipanggil namanya.
Usia 9-10bulan, tidak memperlihatkan emosi seperti tertawa atau menangis.
c. 12-15 Bulan
12 bulan, belum menunjukkan mimik.
12 bulan, belum mampu mengeluarkan suara, seperti “mama”,“dada”.
12 bulan, tidak menunjukkan usaha berkomunikasi bila membutuhkan sesuatu.
15 bulan, belum mampu memahami arti “tidak boleh” atau “daag”.
15 bulan, tidak memperlihatkan 6 mimik yang berbeda.
16 bulan, belum dapat mengucapkan 13kata.
d. 18-24Bulan
18 bulan, belum dapat mengucapkan 610kata.
18-20 bulan, tidak menunjukkan ke sesuatu yang menarik perhatian.
18-21 bulan, belum dapat mengikuti perintah sederhana.
24 bulan, belum mampu merangkai 2 kata menjadi kalimat.
24 bulan, tidak memahami fungsi alat rumah tangga seperti sikat gigi dantelepon.
24 bulan, belum dapat meniru tingkah laku atau katakataorang lain.
24 bulan, tidak mampu menunjukkan anggota tubuhnya bila ditanya.
e. 30-36Bulan
30 bulan, tidak dapat dipahami oleh anggota keluarga.
36 bulan, tidak menggunakan kalimat sederhana dan pertanyaan dan tidak dapat
dipahamioleh orang lain selain anggota keluarga.
f. 3-4Tahun
3 tahun, tidak mengucapkan kalimat, tidak mengerti perintah verbal dan tidak
memilikiminat bermain dengan sesamanya.
3,5 tahun, tidak dapat menyelesaikan kata seperti “ayah” diucapkan “aya”.
4 tahun, masih gagap dan tidak dimengerti secara lengkap.
13
2. 7. 2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik digunakan untuk mengungkapkan penyebab lain dari gangguan
bahasadan bicara. Perlu diperhatikan ada tidaknya mikrosefali, anomali telinga luar, otitis
media yangberulang, sindrom William (fasies Elfin, perawakan pendek, kelainan jantung,
langkah yang tidakmantap), celah palatum, dan lain-lain.Gangguan oromotor dapat
diperiksa dengan menyuruh anakmenirukan gerakan mengunyah, menjulurkan lidah, dan
mengulang suku kata pa, ta, pata,pataka.4,5
Pada bayi diperhatikan respon pendengaranya dalam ingkah laku sehari-hari, tingkh
laku pre linguistik buruk, seperiti respon visual yang buruk dan gagal terhadap tes dasar
yang dilakukan harus diwaspadai sebagai tanda akan terjadinya gangguan bicara5
2. 7. 3. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan audiometri18
Pemeriksaan audiometri diindikasikan untuk anak-anak yang sangat kecil dan
untuk anak-anakyang ketajaman pendengarannya tampak terganggu. Ada 4 kategori
pengukuran dengan audiometri :
a. Audiometri tingkah laku, merupakan pemeriksaan pada anak yang dilakukan
dengan melihatrespon dari anak jika diberi stimulus bunyi. Mulai dapat
dilakukan pada bayi usia 4-7 bulan dimana kontrol neuromotor berupa
kemampuan mencari sumber bunyi sudah berkembang. Respon yang diberikan
dapat berupa menoleh kearah sumber bunyi atau mencari sumber bunyi.
Pemeriksaan dilakukan di ruangan yangtenang atau kedap suara dan
menggunakan mainan yang berfrekuensi tinggi. Penilaiandilakukan terhadap
respon yang diperlihatkan anak.
b. Audiometri bermain, merupakan pemeriksaan pada anak yang dilakukan sambil
bermain,misalnya anak diajarkan untuk meletakkan suatu objek pada tempat
tertentu bila dia mendengar bunyi. Dapat dilakukan pada usia 2-5 tahun bila
anak cukup kooperatif.
c. Audiometri bicara. Pada tes ini dipakai kata-katayang sudah disusun dalam
silabus dalamdaftar yang disebut : phonetically balance word LBT (PB List).
Anak diminta untukmengulangi kata-katayang didengar melalui kaset tape
recorder. Pada tes ini dilihat apakahanak dapat membedakan bunyi s, r, n, c, h,
ch. Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk menilai kemampuan anak dalam
14
pembicaraan sehari-haridan untuk menilai pemberian alat bantudengar (hearing
aid).
d. Audiometri objektif, biasanya memerlukan teknologi khusus.
2. BERA (Brainstem Evoked Response Audiometry)
Merupakan pemeriksaan elektrofisiologik untuk menilai integritas sistem auditorik,
bersifat obyektif, tidak invasif. Dapat dilakukan pada bayi dan anak yang tidak kooperatif
yang sulit diperiksa dengan pemeriksaan konvensional.18
BERA merupakan cara pengukuran evoked potensial (aktivitas listrik yang
dihasilkan saraf VIII, pusat-pusatneural dan traktus di dalam batang otak)sebagai respon
terhadap stimulus auditorik. Stimulus bunyi yang digunakan berupa bunyi click atau
toneburst yang diberikan melalui headphone,insert probe, bone vibrator. 18
3. Timpanometri
Digunakan untuk menilai kondisi telinga tengah(mengukur kelenturan membrana
timpani dan sistem osikular). Gambaran timpanometri yang abnormal (adanya cairan atau
tekanan negative di telinga tengah) merupakan petunjuk adanya angguan pendengaran
konduktif.18
Melalui probe tone (sumbat liang telinga) yang dipasang pada liang telinga dapat
diketahui besarnya tekanan di liang telinga berdasarkan energi suara yang dipantulkan
kembali (ke arah luar) oleh gendang telinga. Pada bayi berusia di atas 7 bulan digunakan
probe tone frekuensi 226 Hz. Khusus untuk bayi di bawah usia 6 bulan tidak digunakan
probe tone 226 Hz karena akan terjadi resonansi pada liang telinga sehingga harus
digunakan probe tone frekuensi tinggi (668, 678 atau 1000 Hz).18
4. Otoacoustic Emission (OAE)
Merupakan pemeriksaan elektrofisiologik untuk menilai fungsi koklea yang
obyektif, otomatis, tidak invasif, mudah, tidak membutuhkan waktu lama dan praktis
sehingga sangat efisien untuk program skrining pendengaran bayi baru lahir (Universal
newborn Hearing Screening). Pemeriksaan tidak harus di ruang kedap suara, cukup di
ruangan yang tenang. Untuk memperoleh hasil yang optimal diperlukan pemilihan probe
(sumbat liang telinga) sesuai ukuran liang telinga.18
15
2.8 Tatalaksana
Gangguan bicara biasanya pertama kali dikenal pasti oleh orang tua pasien atau
pengasuh anak.Jika dicurigai gangguan bicara perlu dilakukan tes pendengaran oleh ahli
bicara dan bahasa sebagai langkah pertama. Jika memang gangguan bicara disebabkan oleh
gangguan pendengaran, dapat dipasang alat bantu dengar.16
Diagnosis yang tepat terhadap gangguan bicara dan bahasa pada anak, sangat
berpengaruh terhadap perbaikan dan perkembangan kemampuan berbicara dan bahasa.
Terapi sebaiknya dimulai saat diagnosis ditegakkan, namun hal ini menjadi sulit karena
diagnosis sering terlambat karena adanya variasi perkembangan normal atau orang tua baru
mengeluhkan gangguan ini kepada dokter saat mencurigai adanya kelainan pada anaknya,
sehingga para dokter lebih sering dihadapkan pada aspek kuratif dan rehabilitatif
dibandingkan preventif. Tatalaksana dini terhadap gangguan ini akan membantu anak-anak
dan orang tua untuk menghindari atau memperkecil kelainan dimasa sekolah.2,6,10
2.8.1 Terapi bicara
Terapi bicara melibatkan dokter ahli bicara bersama anak secara perorangan dalam
sebuah kelompok kecil atau secara langsung didalam sebuah kelas untuk mengatasi
gangguan tertentu. Terapi bicara menggunakan berbagai cara termasuk intervensi bahasa
dan terapi artikulasi. Seorang terapis mungkin menggunakan objek-objek, gambar, buku
atau peristiwa penting untuk merangsang perkembangan bicara. Terapis juga merupakan
contoh terhadap pengucapan yang benar dan menggunakan latihan mengulang sebutan
untuk membangun keterampilan berbicara dan berbahasa.6
2.8.2 Terapi artikulasi
Terapi artikulasi melibatkan ahli terapis sebagai model yang benar terhadap
pengucapan yang benar untuk anak, selama kegiatan bermain.Tingkatan permainan
tersebut adalah berdasarkan umur dan sesuai dengan kebutuhan anak.Terapi ini melibatkan
fisik anak tentang bagaimana membuat suara tertentu seperti “R”. Seorang terapis bicara
seharusnya menunjukkan bagaimana cara menggerakkan lidah untuk menghasilkan suara
tertentu.6
2.8.3 Terapi perilaku
16
Terapi perilaku adalah terapi yang bertujuan untuk merubah atau menghilangkan
tingkah laku anak yang dianggap tidak layak. Terapi perilaku ini lebih dikenal dengan
nama ABA (Applied Behavior Analysis) yang dilakukan dengan metode Lovas, yang
dalam prakteknya menggunakan prinsip stimulus respons. Terapi ini disukai karena
terstruktur, terarah dan terukur. Yang ingin dipacu pada terapi ini adalah peningkatan
pemahaman dan kepatuhan akan aturan. Terapi ini diberikan pada anak autisme, gangguan
perkembangan pervasive, anak dengan ADD, anak dengan gangguan emosional, dan
sebagainya.22
2.8.4 Terapi sensori integrasi
Terapi sensori integrasi adalah suatu pendekatan untuk menilai dan melakukan
terapi pada anak-anak yang menunjukkan masalah perilaku atau kesulitan belajar.Dalam
terapi ini, anak dibimbing untuk melakukan berbagai aktivitas yang dapat memberikan
masukan berbagai informasi sensorik, yang penting adalah partisipasi aktif dari anak agar
timbul perubahan positif yang dapat memperbaiki struktur halus pada otak anak yang
masih mempunyai daya plastisitas yang baik. Dalam memberikan terapi, anak didukung
untuk memilih kegiatan yang disukainya dan terapis akan mengarahkan agar kegiatan yang
dilakukan dapat memberikan tantangan yang tepat. Dengan tantangan ini, maka perlahan-
lahan kemampuan anak akan bertambah. Diharapkan dengan ini fungsi otak yang lebih
kompleks, seperti berfikir secara emotif, kreatif, dan fleksibel serta pemahaman terhadap
konsep-konsep abstrak seperti berbahasa akan berkembang lebih baik. Terapi ini dirancang
untuk dapat memberikan rangsangan vestibuler, proprioseptif, taktil auditori, visual, dan
sebagainya sesuai dengan kebutuhan individual anak.22
2.8.5 Terapi okupasi
Terapi okupasi adalah penggunaan aktivitas yang bertujuan mengintervensi,
sebagai upaya untuk meningkatkan kesehatan dan fungsi perkembangan ke tingkat yang
lebih tinggi dari seseorang yang mengalami keterbatasan yang disebabkan penyakit fisik,
kondisi fungsional, gangguan kognitif, disfungsi psikososial, gangguan mental, disabilitas
perkembangan. Terapi okupasi bertujuan membuat individu mandiri dalam aktifitasnya
sehari-hari, memiliki produktifitas, dan pengisian waktu luang yang sesuai usia individu
tersebut. Terapi ini meliputi pengajaran keterampilan dalam aktivitas sehari-hari (makan,
minum, mandi, berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan), pengembangan
keterampilan motorik, keterampilan sensori integrasi, keterampilan bermain dan kapasitas
17
kerja, maupun memanfaatkan waktu luang. Selain itu, terapi okupasi berperan dalam
menyediakan fasilitas untuk meningkatkan dan memperbaiki fungsi sensorimotor,
neuromuskular, emosional, kognitif, dan kinerja psikososial.22
2.8.6 Fisioterapi
Fisioterapi digunakan sebagai metode untuk membantu rehabilitasi terhadap anak-
anak yang mengalami gangguan tumbuh kembang, seperti keterlambatan dalam gerak
motorik kasar (tengkurap, duduk, berdiri, dan berjalan) dan motorik halus (menggunakan
fungsi tangan).Metode yang digunakan adalah metode Bobath yaitu terapi yang
berdasarkan pada perkembangan normal saraf, sehingga disebut juga neurodevelopmental
treatment. Metode ini menggunakan sensori-motor dari indera (taktil perabaan,
penglihatan, pengecapan, dan penciuman), juga perkembangan neuropsikososial.22
2.8.7Stimulasi floor time
Floor time merupakan cara berinteraksi antara orang dewasa dengan anak dalam
suasana yang dapat membentuk emosi yang sehat, sosial, dan intelektual. Mengerti emosi
anak merupakan kunci yang efektif dalam memberikan pengajaran.Para profesional
(dokter, terapis, psikolog, pedagogik) membantu orang tua menganalisis, memberi umpan
balik, dan ide bagaimana orangtua melakukannya. Prinsip utama floor time adalah
memanfaatkan setiap kesempatan yang muncul untuk berinteraksi dengan cara yang
disesuaikan dengan tahap perkembangan emosi anak. Interaksi yang terjadi diharapkan
bermula dari inisiatif anak, pengasuh atau orang tua mengikuti anak dan memanfaatkan
emosi sebagai titik awal interaksi, diperluas dan dikembangkan menjadi lebih bermakna
dan timbal balik.22
Untuk membantu anak dalam mencapai terapi yang maksimal, selain dibutuhkan
berbagai macam terapi, orangtua juga berperan penting untuk terapi di rumah. Beberapa
hal yang dapat dilakukan orangtua di rumah adalah :22
1. Selalu berbicara dengan anak
2. Berikan dorongan pada anak untuk bertanya, memilih dan menjawab pertanyaan
dengan kemampuan bahasanya.
3. Dengarkan anak
4. Berikan dorongan untuk bermain. Diharapkan anak dapat bermain cukup lama
dengan orangtua
5. Ajarkan anak lagu baru yang dia sukai
18
6. Rencanakan berjalan-jalan dengan anak
7. Bacakan cerita pada anak. Ajarkan mengucapkan kata atau ide
8. Setiap mengajarkan kata, tunjukkan benda objeknya
Pemilihan terapi yang tepat
Pemilihan terapi yang tepat tergantung dari tiap anak, sesuai etiologi dan
kebutuhannya. Anak dengan gangguan pendengaran, bisa menggunakan alat bantu dengar
atau implant koklea yang dikombinasikan dengan terapi bicara. Anak yang mempunyai
perilaku agresif sebaiknya diberikan lebih dahulu terapi perilaku atau sensori integrasi.Bila
anak telah mulai berinteraksi cukup baik barulah diberikan terapi bicara.Pemakaian
beberapa bahasa di rumah, sebaiknya diseragamkan lebih dulu.Keadaan ini diharapkan
dapat membantu anak untuk menguasai satu bahasa dahulu dengan baik.Karena terapi yang
diberikan bukan pengobatan, hasil terapi biasanya baru terlihat setelah anak menjalaninya
beberapa waktu.Perlu dilakukan evaluasi setiap 3-6 bulan untuk melihat hasil terapi yang
telah diberikan. Apakah perlu ditambah, dikurangi, atau diubah, disesuaikan dengan
keadaan dan kebutuhan anak saat itu.22
2.9 Prognosis
Prognosis gangguan bicara pada anak tergantung pada penyebabnya.Sebagian besar
anak memberikan respon baik terhadap tata laksana yang diberikan.Untuk gangguan yang
berhubungan dengan kelainan organik seperti pada tuli konduksi, perbaikan masalah
medisnya dapat menghasilkan perkembangan bahasa normal pada anak.Anak dengan
retardasi mental memiliki prognosis yang lebih buruk dibandingkan anak yang
intelegensinya baik.Demikian juga dengan anak yang memiliki gangguan perkembangan
multiple, membutuhkan penanganan ekstra agar tidak meninggalkan kelainan sisa.
Lingkungan yang beresiko tinggi dan usia terdeteksinya gejala turut memperburuk
prognosis.2,4
Beberapa anak yang mengalami keterlambatan berbahasa dini dapat mengalami
“periode sembuh ilusi” selama bertahun-tahun usia prasekolah, tetapi secara berturut-turut
memiliki kesulitan belajar untuk membaca selama tingkat sekolah dasar awal karena
adanya maslaah fonetik (yaitu kesulitan mengenali setiap bagian kata, misal suara atau
suku kata). Sebagian besar gagap sembuh pada akhir masa kanak-kanak, pada 1 %
populasi dengan masalah jangka panjang ke dalam tahun-tahun dewasa. Sayangnya
19
terdapat data yang terbatas untuk membantu menyususn prognosis spesifik utnuk setiap
anak.17
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Bicara dan bahasa merupakan sarana untuk berkomunikasi dan beradaptasi dengan
lingkungan. Gangguan bicara pada anak akan menghambat interaksi dan
komunikasi anak terhadap lingkungan.
2. Gangguan bicara pada anak merupakan keluhan yang serig dijumpai pada praktek
sehari-hari. Deteksi dan intervensi dini terhadap gangguan ini akan memperbaiki
prognosis.
3. Gangguan bicara merupakan masalah yang terdiri dari artikulasi, suara, kelancaran
bicara, afasia, dan keterlambatan bicara yang dapat berhubungan dengan gangguan
pendengaran dan tanpa gangguan pendengaran.
4. Gangguan bicara dipengaruhi oleh lingkungan, hambatan pendengaran, ganguan
perfasif dan keterlambatan perkembangan.
20
5. penatalaksanaan dan prognosis gangguan bicara pada anak berdasarkan pada
penyebabnya.
3.2 Saran
1. Perlu peningkatan pengetahuan bagi dokter dalam mendiagnosis dan menatalaksana
gangguan bicara pada anak sehingga dapat dilakukan deteksi dini dan intervensi
dini yang adekuat.
2. Perlu informasi kepada masyarakat mengenai gangguan bicara pada anak sehingga
dapat dideteksi secara dini dan anak dengan gangguan bicara dapat diterapi
sehingga prognosisnya lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Santrock WJ. Perkembangan Anak Jilid 1. Edisi ke11. Jakarta : Erlangga,
2005.h.252-80
2. Simms MD, Schum RL. Language development and communication disorder.
Dalam: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF. Nelson textbook of
paediatrics. Edisi ke-18. Philadelphia: Saunders, 2007. h.152-61.
3. Virginia W, Meredith G, Dalam : Adams, Boies highler. Gangguan bicara dan
bahasa. Buku ajar penyakit telinga, hidung, tenggorok.Edisi 6. Jakarta : EGC, 1997.
h 397-410
4. Soetjiningsih. Tumbuh kembang anak. Jakarta. EGC 1995. h.237-40
5. Busari JO, Weggelaar NM. How to Investigate and Manage the Child who is Slow
to Speak. BMJ 2004, 328 : 272-6
6. Levine A. David. Growth and development. Dalam: Kliegman RM, Behrman RE,
Jenson HB, Marcdante JK. Nelson essentials of paediatrics. Edisi ke-5.
Philadelphia: Saunders, 2006. h.56-57.
7. Kaplan, Harold I. Gangguan Komunikasi. Dalam : I Made Wiguna, editor. Sinopsis
Psikiatri : Bina Rupa Aksara, 1997.h. 766-82
21
8. Vade – Mecum, Pediatri, Edisi 13, Erlangga, EGC, 2003
9. Heidi M. Feildman Evaluation and Management of Speech and Language disorder
in Preschool Children. Pediatric in Review. 2005.h.131-42
10. Markum AH. Buku ajar ilmu kesehatan jilid 1. Jakarta. FKUI. 1991. h.56-69.
11. Guyton AC, Hall JE. Dalam : Irawati Setyawan, penyunting. Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran. Edisi 9. Jakarta : EGC, 1997.h. 909- 19
12. Ngoerah I. Dasar dasar Ilmu Penyakit Saraf. Denpasar : Airlangga University Press,
1990
13. Chamidah, A Nur. Deteksi Dini Gangguan Pertumbuhan dan Perkembangan Anak.
Diakses dari www. Journal_UMY.ac.id. Diunduh tanggal 04 November 2010
14. Tim Dirjen Pembinaan Kesmas. 1997. Pedoman Deteksi Dini Tumbuh Kembang
Balita. Jakarta : Departemen Kesehatan RI.
15. Departemen Kesehatan RI, 2009, Pedoman Pelaksanaan Stimulasi, deteksi dan
intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak ditingkat Pelayanan Kesehatn Pasar.
16. Lissauer Tom, Clayden Graham. Developmental problems and tha child with
special needs. Illustrated textbook of paediatrics. Edisi ke-3. London,UK: Mosby,
2007. h.45-46.
17. Shankoff J. Language delay: late talking to communication disorders. Dalam:
Rudolph CD, Rudolph AM, Hostetter MK, Lister G, Siegel N, penyunting.
Rudolph’s pediatric. Edisi ke-21. mc Grawhill, 2003.h.505-12.
18. Suwento R, Zizakausky S, Hendrawan H. Gangguan Pendengaran Pada Bayi dan
Anak. Dalam : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan
Leher. Edisi ke 6. Jakarta : FKUI, 2007.h.31-42
19. Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat. Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak
dalam : Pedoman Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi, dan Intervensi Dini Tumbuh
Kembang Anak di Tingkat Pelayanan Kesehatan Dasar. Sumatera Barat : Dinkes
Prov Press, 2007. h. 48
20. UKK Neurologi IDAI dan Ikatan Dokter Anak Indonesia Cabang DKI Jakarta.
Diagnosis Banding Keterlambatan Bicara : Pendekatan etiologi pada praktik sehari
– hari dalam : A Journey to Child Neurodevelopment : Application in Daily
Practice. Jakarta : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2010. h. 55
21. Busari JO, Weggelaar NM. How to Investigate and Manage the Child who is Slow
to Speak. BMJ 2004, 328 : 272-6
22
22. US Preventive Services Task Force. Universal Screening for Hearing Loss in
Newborns, US Preventive Services Task Force Recommendation Statement.
Pediatrics 2008, vol 122. h. 143-4
23. Mangunatmadja, Irawan. Keterlambatan Bicara : Deteksi Dini dan Tatalaksana
dalam Unit Kerja Neurologi, Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan.Jakarta : IDAI
Jaya, 2003. h.7-14
23