1 pdf

3

Click here to load reader

description

pengertian dan prevalensi

Transcript of 1 pdf

  • PENGERTIAN DAN PREVALENSI

    Banyak masalah yang dapat terjadi pada masa peralihan, yaitu dari gigi

    desidui ke gigi permanen yang disebut dengan gigi bercampur. Erupsi ektopik

    merupakan salah satu contoh, sejak tahun 1923 telah dibahas pada pertemuan-

    pertemuan ilmiah kedokteran gigi. Artikel mengenai hal ini telah banyak diterbitkan,

    termasuk beberapa laporan yang telah dilakukan oleh para ilmuwan tentang

    prevalensi erupsi ektopik.4

    2.1 Pengertian

    Ektopik berarti keluar dari posisi normal. Secara umum, erupsi ektopik

    merupakan gangguan perkembangan pola erupsi atau keadaan erupsi yang abnormal

    dari gigi permanen, ditandai dengan keluarnya gigi dari susunan yang normal dan

    menyebabkan terjadinya proses resorpsi abnormal pada gigi tetangganya.1,5 Erupsi

    ektopik gigi molar pertama permanen merupakan suatu keadaan dimana gigi molar

    pertama permanen erupsi lebih ke arah mesial dari jalan erupsi yang normal dan

    terkunci di bagian bawah distal mahkota dan distal akar gigi molar dua desidui. 6,9

    Erupsi ektopik ini dapat mengakibatkan resorpsi dini dari permukaan distal

    akar gigi molar kedua desidui karena adanya impaksi dari gigi molar pertama

    permanen terhadap permukaan distal gigi molar kedua desidui. Kebanyakan kasus,

    gigi molar permanen yang ektopik dapat melakukan perbaikan dengan sendirinya

    (jump) yaitu bergerak ke distal dan erupsi pada posisi yang normal. 4,7,8,11,12

    3

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.2 Prevalensi

    Penelitian telah banyak dilakukan untuk mendapatkan keterangan mengenai

    prevalensi erupsi ektopik. Prevalensi erupsi ektopik gigi molar pertama permanen

    berkisar antara 2-6% pada populasi normal. Moyers (1973) melaporkan 3% dari anak

    Amerika mengalami erupsi ektopik pada gigi molar pertama permanen maksila.1,5

    Cheyne dan Wessels (1947) melakukan penelitian dan melaporkan bahwa

    satu dari 50 anak-anak mengalami erupsi ektopik gigi molar pertama permanen,

    dengan frekuensi lebih sering terjadi pada maksila dan anak laki-laki.12-14

    Penelitian Young (1957) melaporkan bahwa erupsi ektopik gigi molar

    pertama permanen terjadi pada 3.2% dari sejumlah 1619 anak laki-laki dan

    perempuan.1,8,11 Young juga telah memperkenalkan istilah jump dan hold untuk

    klasifikasi ektopik gigi molar pertama permanen, 66% diklasifikasikan sebagai kasus

    yang dapat terkoreksi sendiri atau tipe jump.3,5

    Bjerklin dan Kurol (1982) melaporkan prevalensi 4,3% pada populasi umum,

    dan hampir 60% merupakan kasus reversibel (dapat terkoreksi sendiri).1,3,8 Kimmel et

    al. (1982) melaporkan prevalensi bagi erupsi ektopik gigi molar pertama permanen

    sebesar 3-4%.7,8,11

    Bergtrom (1977) melaporkan prevalensi sebesar 7,2% dari 2589 anak sekolah

    yang ditelitinya dengan usia 8-9 tahun. Penelitian Thongudomporn (1998)

    menemukan prevalensi pasien yang mengalami erupsi ektopik sebesar 14,4%. Ini

    menunjukkan nilai insidens yang lebih besar dibandingkan dengan yang dijumpai

    oleh Bergtrom.3

    Universitas Sumatera Utara

  • Chintakanon dan Boonpinon (1998) menemukan prevalensi sebanyak 0,75%

    dan menyatakan tingkat keparahan erupsi ektopik dan resorbsi akar gigi molar kedua

    desidui lebih sering pada maksila dibandingkan dengan mandibular.1,9

    Penelitian yang dilakukan oleh Carr dan Mink (1965) menunjukkan frekuensi

    terjadinya erupsi ektopik gigi molar pertama permanen lebih tinggi pada anak dengan

    celah bibir dan celah palatum, dengan prevalensi sebanyak 29% pada perempuan dan

    22,9% pada laki-laki. 1,8,11 Keadaan yang sama juga terdapat di Ethiopia, yaitu 23-

    29% kasus, maka ini menunjukkan celah bibir dan celah palatum merupakan faktor

    predisposisi terjadinya erupsi ektopik gigi molar pertama permanen.3 Bjerklin

    menemukan prevalensi sebanyak 21,8% pada anak dengan masalah celah.1,8

    Berdasarkan prevalensi, dokter gigi yang merawat pasien anak harus selalu

    memperhatikan keadaan tersebut karena 2 hingga 4,3% dari populasi dan 25% anak

    dengan kelainan celah bibir atau celah palatal dapat mengalami gangguan ini.3

    Universitas Sumatera Utara