091710101049
-
Upload
luki-yunanta -
Category
Documents
-
view
391 -
download
4
Transcript of 091710101049
-
FORMULASI TABLET EFFERVESCENT BERBAHAN BAKU KULIT BUAH
NAGA MERAH (Hylocereus polyrhizus) DAN BUAH SALAM
(Syzygium polyanthum [Wight.] Walp)
SKRIPSI
Oleh
YOGA SINDI PRIBADI
NIM 091710101049
JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2013
-
i
FORMULASI TABLET EFFERVESCENT BERBAHAN BAKU KULIT BUAH
NAGA MERAH (Hylocereus polyrhizus) DAN BUAH SALAM
(Syzygium polyanthum [Wight.] Walp)
SKRIPSI
diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat
untuk menyelesaikan Program Studi Teknologi Hasil Pertanian (S1)
dan mencapai gelar Sarjana Teknologi Pertanian
Oleh
YOGA SINDI PRIBADI
NIM 091710101049
JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2013
-
ii
PERSEMBAHAN
Alhamdulillah, saya panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang Maha
Pengasih lagi Maha Penyayang serta sholawat kepada Nabi Muhammad SAW.
Dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini, saya banyak dibantu, dibimbing, dan
didukung oleh berbagai pihak. Oleh karena itu, skripsi ini saya persembahkan sebagai
rasa terima kasih yang tidak terkira kepada:
1. Keluarga yang selalu mengirimkan doa, menyalakan semangat, dan memberi
dukungan tiada henti (Ibuku Sri Sumarsini, Bapakku Sukadi serta kakak
perempuanku Marischa Rindia Raya).
2. Teman penelitian yang sungguh telah sangat berjuang menempuh medan yang
sulit (mencari kulit buah naga merah dan memanjat pohon buah salam),
menjalani panjangnya proses penelitian yang melelahkan dan mengharukan
(Sugiarti dan Budiono).
3. Sahabatku di Jember: Penyamun (Teguh, Mupenk, Ahonk, Evan, Bram, Dicki),
Teman THP 09 (Ima, Eka, Cindy, John, Oni, Adi, Andre, Ike, Tante dan
lainnya), penghuni Dasim Kos (Mas Gangsar, Cong muly, Nyom, Lek, Mas
Ervan, Mas Andre, Mas Annur, serta seluruh warga dasim kos) dan kawan-
kawan terbaik yang banyak membantu serta memberi dukungan. Semoga kita
bisa sukses dimasa depan.
4. Guru-guruku sejak TK, SD, SMP, SMA hingga Perguruan Tinggi, yang telah
memberikan ilmu pengetahuan serta bimbingan yang sangat berarti dan berharga
untukku;
5. Almamaterku Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,
Universitas Jember, tempat aku belajar, mendapatkan banyak teman serta
pengalaman.
6. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
-
iii
MOTTO
Rasa takut tidaklah buruk. Itu akan memberitahu apa kelemahanku. Dan ketika aku
tahu kelemahanku. Aku bisa menjadi lebih kuat dan juga lebih baik
Sahabat adalah harta yang tak ternilai. Menolong sahabat dan menghargai semua hal
yang ku miliki, itu adalah perbuatan yang benar. Meskipun sahabat
mengkhianatiku,jangan khianati orang itu. Dan jika seorang
sahabat dalam masalah, jangan meninggalkannya.
Kita semua memiliki hak untuk memilih masa depan kita sendiri. Kita harus berjalan
di jalan yang kita pilih. Masa depan bukan ditentukan oleh orang lain.
Kita tidak perlu tahu apa yang akan terjadi esok hari,
jadi kita dapat sepenuhnya hidup untuk hari ini
-
iv
PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
nama : Yoga Sindi Pribadi
NIM : 091710101049
menyatakan dengan sesungguhnya bahwa karya ilmiah yang bejudul : Formulasi
Tablet Effervescent Berbahan Baku Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus)
dan Buah Salam (Syzygium polyanthum [Wight.] Walp) adalah benar-benar hasil
karya sendiri, kecuali jika dalam pengutipan substansi disebutkan sumbernya, dan
bertanggung jawab atas keabsahan dan kebenaran isinya sesuai dengan sikap ilmiah
yang harus dijunjung tinggi.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya, tanpa adanya tekanan
dan paksaan dari pihak mana pun serta bersedia mendapat sanksi akademik jika
ternyata di kemudian hari pernyataan ini tidak benar.
Jember, 5 Juli 2013
Yang menyatakan,
Yoga Sindi Pribadi
NIM 091710101049
-
v
SKRIPSI
FORMULASI TABLET EFFERVESCENT BERBAHAN BAKU KULIT BUAH
NAGA MERAH (Hylocereus polyrhizus) DAN BUAH SALAM (Syzygium
polyanthum [Wight.] Walp)
Oleh
Yoga Sindi Pribadi
NIM. 091710101049
Pembimbing
Dosen Pembimbing Utama : Ir. Sukatiningsih, MS.
Dosen Pembimbing Anggota : Dr. Puspita Sari, S.TP., M.Agr
-
vi
PENGESAHAN
Skripsi berjudul Formulasi Tablet Effervescent Berbahan Baku Kulit Buah Naga
Merah (Hylocereus polyrhizus) dan Buah Salam (Syzygium polyanthum [Wight.]
Walp) telah diuji dan disahkan oleh Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Jember
pada:
hari, tanggal : Jumat, 5 Juli 2013
tempat : Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jember.
Tim penguji
Ketua,
Ir. Wiwik Siti Windrati, MP.
NIP 19531121 197903 2 002
Mengesahkan
Dekan,
Dr. Yuli Witono, S.TP, MP.
NIP 19691212 199802 1 001
Anggota,
Miftahul Choiron, S.TP. M.Sc.
NIP 19850323 200801 1 002
Sekertaris,
Dr. Ir. Sony Swasono, M.App.Sc.
NIP 19641109 198902 1 002
-
vii
RINGKASAN
Formulasi Tablet Effervescent Berbahan Baku Kulit Buah Naga Merah
(Hylocereus polyrhizus) dan Buah Salam (Syzygium polyanthum [Wight.] Walp);
Yoga Sindi Pribadi, 091710101049; 2013; 59 halaman; Jurusan Teknologi Hasil
Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Jember.
Buah naga merah merupakan tanaman yang sangat potensial untuk
dikembangkan. Konsumsi buah naga merah yang tinggi sebagian besar hanya
memanfaatkan buahnya saja, sedangkan kulitnya yang berjumlah 30-35% berat buah
kurang termanfaatkan, padahal pada kulit buah naga merah aktivitas aktioksidan
sebesar 53,71%. Potensi lain yang dapat dikembangkan sebagai sumber antioksidan
adalah buah salam yang merupakan buah lokal di Indonesia dengan aktivitas
antioksidan sebesar 54,85%. Oleh karenanya dilakukan penelitian ini dengan
memanfaatkan kedua bahan dasar tersebut sebagai sediaan suplement antioksidan
dalam bentuk tablet effervescent. Tujuan penelitian ini ialah menentukan formulasi
yang tepat dalam pembuatan tablet effervesent berbahan dasar kulit buah naga merah
dan buah salam dengan karakteristik sensori, kimia dan fisik yang baik.
Penelitian ini dilakukan dengan tiga tahapan. Tahap pertama dilakukan
persiapan bahan baku untuk mendapatkan kulit buah naga merah dan daging buah
salam. Tahap kedua dilakukan pembuatan ekstrak pekat kulit buah naga merah dan
buah salam. Tahap ketiga dilakukan pembuatan tablet effervescent dengan
memformulasi ekstrak kulit buah naga merah dengan buah salam.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pada pengujian sensoris
(hedonik), F1, F2 dan F3 merupakan formulasi yang paling disukai. Selanjutnya,
produk tablet effervescent dengan formulasi F1, F2 dan F3 akan dilanjutkan untuk
analisis karakteristik fisik dan kimia. Formula F3 merupakan tablet effervescent
dengan aktivitas antioksidan paling tinggi yang memiliki karakteristik waktu larut
72,4 detik, kadar air 11,22%, warna L 41,32, C 23 serta hue 358,74, kandungan
betasianin 309,75 mg/100 gr berat kering dan kandungan antosianin 5,26 mg/100 gr
berat kering. Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa tablet effervescent kulit buah
naga merah dan buah salam mampu menangkal radikal bebas DPPH dengan cukup
baik, sehingga sangat potensial untuk dijadikan sebagai suplemen antioksidan.
-
viii
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, taufiq dan hidayah-
Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Formulasi Tablet
Effervescent Berbahan Baku Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus) dan
Buah Salam (Syzygium polyanthum [Wight.] Walp). Skripsi ini disusun untuk
memenuhi salah satu syarat menyelesaikan pendidikan Strata Satu (S1) pada Jurusan
Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jember.
Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu
penulis menyampaikan ucapan terima kasih pada:
1. Dr. Yuli Witono, S.TP, MP., selaku Dekan Fakultas Teknologi Pertanian;
Universitas Jember;
2. Ir. M. Fauzi, MSi., selaku Ketua Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas
Teknologi Pertanian; Universitas Jember;
3. Ir. Sukatiningsih, MS. selaku Dosen Pembimbing Utama, Dr. Puspita Sari, S.TP.,
M.Agr. selaku Dosen Pembimbing Anggota yang telah meluangkan waktu,
pikiran dan perhatian guna memberikan bimbingan dan pengarahan demi
kemajuan dan penyelesaian penelitian dan penulisan skripsi ini;
4. Ir. Djoko Pontjo Hardani selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah
meluangkan waktu dan perhatian dalam bentuk nasihat dan teguran selama
kegiatan bimbingan akademik;
5. Ir. Wiwik Siti Windrati, MP., Dr. Ir. Sony Swasono, M.App.Sc. dan Miftahul
Choiron, S.TP., M.Sc. selaku dosen penguji. Terimakasih atas masukan dan
kesediaan sebagai penguji;
6. Segenap dosen, teknisi laboratorium dan karyawan Fakultas Teknologi Pertanian;
7. Bapak Sukadi dan Ibu Sri Sumarsini, kedua orang tuaku yang tercinta terima
kasih atas doa yang selalu menyertai di manapun aku berada, pengorbanan dan
kasih sayang yang selama ini telah dicurahkan tiada henti padaku, serta kakakku
-
ix
Marischa Rindia Raya yang selalu mendukung dan memberikan motivasi tiada
henti kepada adik yang manja ini;
8. Teman satu perjuangan di kampus: teman satu proyek penelitian, Sugiarti dan
Budiono, yang telah menemani perjuangan pencarian data; anak-anak Penyamun
(Teguh, Mupenk, Ahonk, Evan, Bram, Dicki) yang selalu memberikan
kegembiraan disaat yang sulit; Ima, Eka, Cindy, John, Oni, Adi, Andre, Ike,
Tante, serta semua teman-teman THP 2009, terima kasih atas semangat dan
dukungannya selama ini;
9. Warga Dasim Kos : Mas Gangsar, Cong muly, Nyom, Lek, Mas Ervan, Mas
Andre, Mas Annur, serta seluruh warga dasim kos. Terimakasih aku ucapkan
pada kalian semua atas dukungan serta semangat yang selalu kalian berikan;
10. Sahabat-sahabatku di Sidoarjo, Behek (robet), Barone (dio), Gendut (Herman),
Tambal Band (Mitha, Rachment dan Pak Dhe), serta teman-teman yang lain yang
tidak bisa disebutkan terima kasih atas doa, dukungan dan semangat dari kalian;
11. Semua pihak yang mengenalku dimanapun kalian terimakasih atas doa dan
dukungannya, Terimakasih kawan.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini sangat penulis
harapkan. Akhirnya penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat dan
menambah wawasan serta pengetahuan bagi pembaca.
Jember, Juli 2013 Penulis
-
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i
HALAMAN PERSEMBAHAN ....................................................................... ii
HALAMAN MOTTO ....................................................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN ........................................................................... iv
HALAMAN PEMBIMBING ........................................................................... v
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... vi
RINGKASAN .................................................................................................... vii
PRAKATA ......................................................................................................... viii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xiv
BAB 1. PENDAHULUAN ................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1
1.2 Perumusan Masalah ..................................................................... 2
1.3 Tujuan ............................................................................................ 3
1.4 Manfaat .......................................................................................... 3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 4
2.1 Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus)................................. 4
2.2 Buah Salam (Syzygium polyanthum [Wight.] Walp) .................. 7
2.3 Betasianin....................................................................................... 8
2.4 Antosianin ...................................................................................... 11
2.5 Radikal Bebas ................................................................................ 14
2.6 Antioksidan .................................................................................... 16
2.7 Pengering Vakum.......................................................................... 18
2.8 Tablet Effervescent ....................................................................... 18
-
xi
2.8.1 Definisi Tablet Effervescent .................................................. 18
2.8.2 Bahan Penyusun Tablet Effervescent .................................... 20
2.8.3 Metode Pembuatan Tablet Effervescent ............................... 23
BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN ......................................................... 25
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................... 25
3.2.. Alat dan Bahan Penelitian .......................................................... 25
3.2.1 Alat Penelitian ....................................................................... 25
3.2.2 Bahan Penelitian ................................................................... 25
3.3 Metode Penelitian.......................................................................... 26
3.3.1 Pelaksanaan Penelitian .......................................................... 26
3.3.2 Analisis Data ......................................................................... 31
3.4 Parameter Pengamatan ................................................................ 32
3.5 Prosedur Analisis .......................................................................... 32
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 37
4.1 Karakteristik Sensori.................................................................... 38
4.2 Karakteristik Fisik ........................................................................ 39
4.2.1 Waktu Larut .......................................................................... 39
4.2.2 Kadar Air .............................................................................. 41
4.2.3 Warna .................................................................................... 42
4.3 Karakteristik Kimia...................................................................... 44
4.3.1 Kandungan Betasianin .......................................................... 44
4.3.2 Kandungan Antosianin ......................................................... 45
4.3.3 Aktivitas Antioksidan ........................................................... 46
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 48
5.1 Kesimpulan .................................................................................... 48
5.2 Saran .............................................................................................. 48
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 49
LAMPIRAN ....................................................................................................... 54
-
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
2.1 Proporsi dan komposisi proksimat kulit buah naga merah ......................... 6
2.2 Sifat fisiko-kimia kulit buah naga merah .................................................... 6
2.3 Mekanisme reaksi antioksidan .................................................................... 17
3.1 Formulasi tablet effervescent kulit buah naga merah dan buah salam ........ 30
3.2 Deskripsi warna berdasarkan Hue .............................................................. 36
4.1 Nilai L, C, dan oH tablet effervescent kulit buah naga merah dan
buah salam .................................................................................................. 43
-
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
2.1 Buah naga merah ......................................................................................... 4
2.2 Kulit buah naga merah ................................................................................ 5
2.3 Buah salam .................................................................................................. 7
2.4 Struktur utama betalains. (A) Asam betalamik, (B) Struktur yang
menentukan apakah betasianin atau betaxantin, bergantung pada ikatan
R1 dan R2 ................................................................................................... 9
2.5 Struktur molekul betasianin ........................................................................ 10
2.6 Cyclo-DOPA dari hasil sintesis asam amino tirosin ................................... 10
2.7 Struktur kimia kation flavilium .................................................................. 12
2.8 Antosianin yang umum ada di bahan pangan ............................................. 12
2.9 Struktur kimia antosianin (malvidin 3,5-diglukosida) ................................ 13
2.10 Struktur kimia DPPH ................................................................................ 15
2.11 Mekanisme DPPH dengan antioksidan .................................................... 15
3.1 Diagram alir persiapan kulit buah naga merah ........................................... 26
3.2 Diagram alir persiapan daging buah salam ................................................. 27
3.3 Diagram alir pembuatan ekstrak pekat kulit buah naga merah dan
buah salam ................................................................................................. 28
3.4 Diagram alir pembuatan tablet effervercent. .............................................. 31
4.1 Produk tablet effervescent pada berbagai formulasi ................................... 37
4.2 Skor kesukaan panelis terhadap produk minuman effervescent ................. 38
4.3 Waktu larut tablet effervescent ................................................................... 40
4.4 Kadar air tablet effervescent ....................................................................... 41
4.5 Kandungan betasianin tablet effervescent ................................................... 45
4.6 Kandungan antosianin tablet effervescent .................................................. 46
4.7 Aktivitas antioksidan tablet effervescent .................................................... 47
-
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Form uji hedonik ........................................................................ 54
Lampiran 2. Hasil uji hedonik minuman effervescent kulit buah naga
merah dan buah salam ............................................................... 55
Lampiran 3. Waktu larut tablet effervescent kulit buah naga merah dan
buah salam ................................................................................. 56
Lampiran 4. Kadar air tablet effervescent kulit buah naga merah dan buah
salam ......................................................................................... 57
Lampiran 5. Warna (L, C dan Hue) tablet effervescent kulit buah naga
merah dan buah salam ............................................................... 58
Lampiran 6. Kandungan betasianin tablet effervescent kulit buah naga
merah dan buah salam ............................................................... 59
Lampiran 7. Kandungan antosianin tablet effervescent kulit buah naga
merah dan buah salam ............................................................... 60
Lampiran 8. Aktivitas antioksidan (% penghambatan) tablet effervescent
kulit buah naga merah dan buah salam ..................................... 61
Lampiran 9. Mass balance ............................................................................. 62
Lampiran 10. Contoh perhitungan ................................................................. 65
-
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) merupakan tanaman yang baru di
Indonesia namun sangat potensial untuk dikembangkan. Buah naga merah memiliki
efek antioksidan yang lebih tinggi dari pada jenis buah naga yang lainnya (Safitri,
2012). Di Kabupaten Jember, Kecamatan Arjasa terdapat sebanyak 100 ribu pohon
buah naga merah. Pada musim panen, produksi dalam setiap harinya bisa mencapai 3
sampai 4 ton buah dengan masa petik hingga 13 kali setiap tahunnya (Bappeda
Jember, 2010). Konsumsi buah naga merah yang tinggi sebagian besar hanya
memanfaatkan buahnya saja, sedangkan limbah kulitnya yang berjumlah 30-35%
berat buah kurang termanfaatkan dan dibuang begitu saja oleh masyarakat. Herawati
(2013) telah meneliti bahwa pada kulit buah naga merah memiliki kandungan
betasianin 186,90 mg/100 g berat kering dan aktivitas aktioksidan sebesar 53,71%.
Selain buah naga merah, Indonesia mempunyai berbagai macam buah-buahan
lokal yang memiliki potensi dan karakteristik unik untuk dikembangkan, salah
satunya buah salam (Syzygium polyanthum [Wight.] Walp). Selama ini, tanaman
salam lebih dikenal karena pemanfaatan daun salam sebagai pelengkap bumbu
rempah. Sedangkan buahnya masih kurang termanfaatkan. Menurut Herawati (2013)
pada buah salam terdapat kandungan antosianin sebesar 38 mg/100 g berat kering dan
aktivitas antioksidan sebesar 54,85%.
Betasianin dan antosianin merupakan senyawa yang memiliki kemampuan
sebagai antioksidan. Antioksidan merupakan zat yang dapat memperlambat maupun
mencegah terbentuknya reaksi radikal bebas (oksidasi) dengan menyumbangkan satu
atau lebih elektron kepada radikal bebas sehingga radikal bebas dapat diredam
(Suhartono et al., 2002). Antioksidan diperlukan tubuh untuk menetralisir radikal
bebas dan mencegah kerusakan yang timbul oleh radikal bebas terhadap sel normal,
-
2
protein dan lemak dalam tubuh. Kesamaan yang dimiliki kulit buah naga merah dan
buah salam dalam hal kemampuan antioksidatifnya yang cukup tinggi dapat dijadikan
suatu pertimbangan untuk menggabungkan dua jenis bahan tersebut menjadi suatu
produk olahan pangan yang mempunyai potensi untuk dikembangkan menjadi produk
sumber pangan antioksidan, seperti dalam bentuk tablet effervescent.
Tablet effervescent merupakan salah satu bentuk sediaan tablet yang dibuat
dengan cara pengempaan bahan-bahan aktif dengan campuran asam-asam organik,
seperti asam sitrat atau asam tartrat dan natrium bikarbonat (Banker dan Anderson,
1986). Tablet effervescent adalah produk yang praktis karena mudah dikonsumsi,
cepat larut dalam air tanpa harus mengaduk, memberikan efek sparkle seperti pada
minuman soda dan memiliki umur simpan yang lebih lama. Pemanfaatan kulit buah
naga merah dan buah salam sebagai bahan dasar pembuatan tablet effervescent
diharapkan dapat mempopulerkan buah-buahan lokal yang pemanfaatannya masih
sedikit, mengurangi jumlah limbah kulit buah naga merah, sekaligus berperan sebagai
produk pelengkap antioksidan yang dibutuhkan untuk kesehatan manusia.
Pembuatan tablet effervescent dari campuran ekstrak kulit buah naga merah
dan buah salam diharapkan dapat meningkatkan aktivitas antioksidan pada tablet
effervescent yang dihasilkan. Oleh karena itu, diperlukan suatu formula yang tepat
untuk menghasilkan tablet effervescent berbahan dasar kulit buah naga merah dan
buah salam yang memiliki karakteristik sensoris, kimia dan fisik yang baik.
1.2 Perumusan Masalahan
Penganekaragaman produk sumber pangan antioksidan berupa tablet
effervescent berbahan dasar kulit buah naga merah dan buah salam memerlukan paket
teknologi yang tepat untuk menjaga kualitas senyawa antioksidannya. Salah satu
tahap pembuatan tablet effervescent yang berpengaruh terhadap kualitas karakteristik
sensori, kimia dan fisik dari tablet effervescent yang dihasilkan adalah jumlah
penambahan ekstrak kulit buah naga merah dan buah salam pada formula pembuatan
tablet effervescent. Namun, sampai saat ini belum diketahui formulasi yang tepat
-
3
untuk pembuatan tablet effervescent berbahan dasar kulit buah naga merah dan buah
salam. Oleh sebab itu, perlu dilakukan penelitian ini sehingga didapatkan tablet
effervescent dengan karakteristik sensori, kimia dan fisik yang baik sebagai produk
sumber pangan antioksidan.
1.3 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan formula yang tepat dalam
pembuatan tablet effervescent berbahan dasar kulit buah naga merah dan buah salam
dengan karakteristik sensori, kimia dan fisik yang baik sehingga dapat digunakan
sebagai salah satu alternatif produk sumber pangan antioksidan.
1.4 Manfaat
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai
berikut :
1. Memberikan informasi kepada manyarakat mengenai paket teknologi
pembuatan tablet effervescent berbahan dasar kulit buah naga merah dan buah
salam.
2. Mengurangi limbah kulit buah naga merah.
3. Meningkatkan nilai guna dan ekonomi kulit buah naga merah dan buah salam.
4. Memberikan alternatif produk sumber pangan antioksidan.
-
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus)
Buah naga termasuk kelompok tanaman kaktus atau famili Cacteceae dan
subfamili Hylocereanea, genus Hylocereus. Genus ini pun terdiri atas sekitar 16
spesies. Salah satu jenis buah yang paling komersial yaitu H. polyrhizus (daging
merah). Klasifikasi tanaman buah naga tersebut sebagai berikut.
Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji)
Subdivisi : Angiospermae (berbiji tertutup)
Kelas : Dicotyledonae (berkeping dua)
Ordo : Cactales
Famili : Cactaceae
Subfamili : Hylocereanea
Genus : Hylocereus
Spesies : Hylocereus polyrhizus (buah naga daging merah) (Kristanto,
2009).
Gambar buah naga merah dapat dilihat pada Gambar 2.1
Gambar 2.1 Buah naga merah.
-
5
Sentra produksi buah naga merah di Indonesia tersebar di seluruh provinsi
seperti Sumatra Utara, Riau, Kepulauan Riau, Sumatra Barat, Lampung, Jawa Barat,
Jawa Tengah, D.I. Yogyakarta dan Jawa Timur. Buah naga tergolong buah yang
berdaging dan berair. Berat buah beragam berkisar antara 80 500 gram, tergantung
dari jenisnya. Daging buah berserat sangat halus dan di dalam daging buah
bertebaran biji-biji hitam yang sangat banyak dan berukuran sangat kecil. Daging
buah naga merah berwarna merah keunguan. Daging buah bertekstur lunak dan
rasanya manis sedikit masam. Bentuk buah bulat agak memanjang. Kulit buah naga
merah berwarna merah menyala. Kulit buah agak tebal, yaitu sekitar 3 mm 4 mm.
Disekujur kulitnya dihiasi dengan jumbai-jumbai menyerupai sisik-sisik ular naga
(Cahyono, 2009).
Gambar kulit buah naga merah dapat dilihat pada Gambar 2.2
Gambar 2.2 Kulit buah naga merah
Khasiat dari buah naga bukan hanya berasal dari daging buahnya saja,
melainkan juga dari kulit buahnya. Menurut Gagung dan Sunarto (2000), kulit buah
naga merah mengandung nutrisi seperti vitamin B1, vitamin B2, vitamin B3 dan
vitamin C, protein, lemak, karbohidrat, serat kasar, flavonoid, tiamin, niasin,
piridoksin, kobalamin, glukose, fenolik, betasianin, polifenol, karoten, fosforus, besi
-
6
dan phitoalbumin. Menurut Herawati (2013) pada kulit buah naga merah memiliki
kandungan betasianin 186,90 mg/100g berat kering dan aktivitas aktioksidan sebesar
53,71%.
Berikut merupakan komponen kulit buah naga merah disajikan dalam Tabel
2.1 dan Tabel 2.2.
Tabel 2.1. Proporsi dan komposisi proksimat kulit buah naga merah
Parameter Nilai
(a) Proporsi (rata-rata standar error, n = 10 buah)
i. Ketebalan kulit (cm) 0,46 0,07
ii. Daging (g/100 g) 64,50 1,68
iii. Kulit (g/100 g) 21,98 1,04
(b) Komposisi kulit (rata-rata standar error (%), n = 3)
i. Kadar air 92,65 0,10
ii. Protein 0,95 0,15
iii. Lemak 0,10 0,04
iv. Abu 0,10 0,01
v. Karbohidrat 6,20 0,09
(Jamilah et al., 2011).
Tabel 2.2. Sifat fisiko-kimia kulit buah naga merah
Sifat Nilai
a) pH 5,06 0,01 b) oBrix (TSS) 6,00 0,00 c) Warna L = 16,65 0,06
a = 23,89 0,23
b = 4,61 0,07
d) Kandungan betasianin (mg/100 g berat kering)
150,46 2,19
e) Konsentrasi asam organik i. Oksalat 0,80 0,01
ii. Sitrat 0,08 0,00 iii. Malat 0,64 0,00 iv. Suksinat 0,19 0,00 v. Fumarat 0,01 0,00 Total asam 1,72
Nilai dimana rata-rata standar error (n = 3)
(Jamilah et al., 2011).
-
7
2.2 Buah Salam (Syzygium polyanthum [Wight.] Walp)
Syzygium polyanthum (Wight). Walp yang umumnya dikenal sebagai
Tanaman Salam di Indonesia biasanya ditemukan berlimpah diseluruh Indonesia.
Salam merupakan tanaman yang secara umum dapat ditemukan tumbuh liar di hutan
dan pegunungan, atau ditanam di pekarangan dan sekitar rumah. Tanaman ini dapat
ditemukan dari dataran rendah sampai pegunungan dengan ketinggian 1.800 mdpl.
Tanaman ini tumbuh secara liar di bagian barat Indonesia. Tanaman salam
merupakan pohon bertajuk rimbun, tinggi sampai 25 m. Daunnya bila diremas berbau
harum, panjang 5-15 cm, lebar 35-36 mm, pangkal daun 5-12 mm. Daun dari
tanaman ini banyak digunakan sebagai rempah-rempah karena cita rasanya (Noorma
et al., 1995). Klasifikasi tanaman buah salam tersebut sebagai berikut.
Kingdom : Plantae
Superdivisi : Spermatophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Myrtales
Famili : Myrtaceae
Genus : Syzygium
Spesies : Syzygium polyanthum (Wigh.) Walp. (Ariviani, 2010).
Gambar buah salam dapat dilihat pada Gambar 2.3
Gambar 2.3 Buah salam
-
8
Buah salam merupakan buah buni, bulat, berdiameter 8-9 mm, buah muda
berwarna hijau, setelah masak menjadi merah gelap. Buah salam masak berwarna
ungu kehitaman, hal ini diduga karena adanya senyawa antosianin. Menurut Herawati
(2013) pada buah salam terdapat kandungan antosianin sebesar 38 mg/100 g berat
kering dan aktivitas antioksidan sebesar 54,85%.
Ekstrak buah salam meiliki kapasitas antiradikal (DPPH) dan penghambatan
peroksidasi sistem linoleat terkait dengan kandungan antosianinnya (Ariviani, 2010).
Buah salam mempunyai kelebihan lain, diantaranya bisa digunakan sebagai obat
antidiare serta menetralisasi efek mabuk karena konsumsi alkohol terlalu banyak
(Enda, 2009).
2.3 Betasianin
Wu et al (2006) telah berhasil mengidentifikasi tiga atau lebih peak di
Hylocereus polyrhizus (buah naga merah) menggunakan analisis waktu retensi
HPLC. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini mengidentifikasi adanya betalains di
buah naga merah sebagai pigmen yang memberikan kontribusi utama dalam warna
merah keunguan pulp buah naga.
Betalains merupakan pigmen larut dalam air yang mengandung nitrogen, yang
dapat dibedakan menjadi dua kelompok struktural yaitu betasianin: merah - violet dan
betaxanthins : kuning - oranye. Sifat dari semua betalains adalah adanya asam
betalamik, yang terhubung oleh jembatan atom nitrogen. Lebih dari 50 jenis betalains
sudah ditemukan dan semua dari mereka mempunyai struktur dasar yang sama, yaitu
dengan struktur utama asam betalamik (Vargas et al., 2000).
-
9
Gambar 2.4 Struktur utama betalains. (A) Asam betalamik, (B) Struktur yang
menentukan apakah betasianin atau betaxantin, bergantung pada ikatan
R1 dan R2 (Vargas et al., 2000).
Betasianin merupakan struktur asam betalamik yang berikatan dengan residu
cyclo-3,4-dihydroxyphenylalanine (cyclo-DOPA) hasil dari sintesis asam amino
tirosin (Jackman dan Smith, 1996, Strack et al., 2003). Semua betasianin
membutuhkan asam amino tirosin yang disintesis menjadi residu cyclo-DOPA
(Gambar 2.6). Betasianin yang berwarna merah - violet merupakan hasil kondensasi
asam betalamik dengan cyclo-DOPA menjadi betanidin aglycon yang merupakan
bentuk umum betasianin secara alami, sedangkan betaxantin terbentuk dari
kondensasi dari senyawa asam amino dengan asam betalamik. Variasi konjugasi pada
betanidin aglikon maupun cyclo-DOPA baik dalam bentuk glikosida maupun
asilglikosida menghasilkan berbagai tipe betasianin. Berdasarkan struktur kimianya,
betasianin dikelompokkan menjadi empat yaitu, grup betanin, amaranthine,
gomphrenin dan 2- Descarboxy-betanin. Warna pada betasianin merupakan hasil
absorbansi maksimum (max 534-554 nm) (Mastuti, 2010). Stabilitas betasianin
dipengaruhi oleh pH, cahaya, panas dan oksigen (Eder, 1996). Berikut pada Gambar
2.5 merupakan struktur dari betasianin.
-
10
Gambar 2.5 Struktur molekul betasianin (Davies, 2004)
Gambar 2.6 Cyclo-DOPA dari hasil sintesis asam amino tirosin (Davies, 2004)
-
11
Dulunya betalains dinakaman antosianin bernitrogen dan karena warnanya
yang mirip antosianin tetapi memiliki nitrogen pada strukturnya. Secara kimia,
betasianin berbeda dengan antosianin karena secara biosintesis betasianin berasal dari
asam amino aromatik, yaitu 3,4- dihydroxyphenylalanine (Harbone, 1987). Selain itu,
antosianin stabil pada pH rendah (pH 1) sedangkan betasianin cenderung stabil pada
pH 6,5. Jika ditambahkan KOH atau NaOH maka warna antosianin akan berubah
menjadi biru-kehijauan sedangkan betasianin menjadi kuning (Vargas et al., 2000).
2.4 Antosianin
Antosianin merupakan suatu senyawa polifenol dari kelompok flavanoid yang
pada umumnya larut dalam air. Flavanoid dalam antosiainn mengandung dua cincin
benzena yang dihubungkan oleh tiga atom karbon. Ketiga atom karbon tersebut
dirapatkan oleh sebuah atom oksigen sehingga terbentuk cincin di antara dua cincin
benzena (Winarno, 2002).
Warna pigmen antosianin adalah merah, biru, violet, orange dan biasanya
dijumpai pada bunga, buah-buahan, daun, akar/umbi, legum, sereal dan sayuran.
Antosianin dalam tanaman terdapat dalam bentuk glikosida yaitu membentuk ester
dengan monosakarida (Winarno, 2002). Antosianin adalah senyawa flavonoid dan
merupakan glikosida dari antosianidin yang terdiri dari 2-phenyl benzopyrilium
(flavilium), memiliki sejumlah gugus hidroksil bebas dan gugus hidroksil termetilasi
yang berada pada posisi atom karbon yang berbeda. Bagian utama dari antosianin
adalah aglikon atau kation flavilium (Brouillard 1982).
-
12
Gambar 2.7 Struktur kimia kation flavilium (Jackman dan Smith, 1996).
Semua antosianin merupakan turunan suatu struktur aromatik tunggal yaitu
sianidin dengan penambahan atau pengurangan gugus hidroksil, metilasi, atau
glikosilasi maka jenis antosianin lain terbentuk (Harborne, 1987). Sebanyak 22
antosianin yang sudah dikenal, tetapi hanya 6 antosianin yang umumnya ada dalam
bahan pangan, yaitu pelargonidin, sianidin, peonidin, delfnidin, malvidin dan
petunidin. Jumlah gugus hidroksi atau metoksi pada struktur antosianin akan
mempengaruhi warna antosiain. Jumlah gugus hidroksi yang dominan menyebabkan
warna cenderung biru dan relatif tidak stabil. Sedangkan jumlah gugus metoksi yang
dominan akan menyebabkan warna cenderung merah dan relatif stabil (Jackman dan
Smith, 1996).
Gambar 2.8 Antosianin yang umum ada di bahan pangan (Brouillard, 1982).
-
13
Antosianin tersusun dari aglikon (antosianidin), molekul gula, dan gugus asil
(asam-asam organik). Gugus gula yang terdapat pada antosianin antara lain
monosakarida (glukosa, galaktosa, ramnosa, xilosa, arabinosa), disakarida dan
trisakarida yang terletak pada atom C nomor 3 atau / dan 5 dari aglikon. Gugus asil
terdiri dari asam-asam aromatik (asam p-kumarat, kafeat, ferulat, sinapat dan galat)
serta asam-asam alifatik (asam malonat, asetat, malat, suksinat dan oksalat) yang
terasilisasi pada gula (Brouillard, 1982).
Gambar 2.9 Struktur kimia antosianin (malvidin 3,5-diglukosida) (Rein, 2005)
Dalam aplikasi pangan, antosianin sering digunakan sebagai pewarna alami
pangan karena antosianin berwarna merah pada kondisi asam dan bersifat lebih stabil
terhadap asam sehingga cocok diaplikasikan untuk pewarna makanan yang berbasis
asam seperti minuman berkarbonasi, jelly, dan sebagainya. Beberapa penelitian
melaporkan antosianin memiliki aktivitas biologis seperti aktifitas antioksidan /
scavenging radikal, antiinflamasi, antikarsinogenik, antitumor, antidiabetik,
hepatoprotektif, mengurangi resiko penyakit jantung (melalui aktifitas penghambatan
agregasi platelet, penghambatan oksidasi lipoprotein LDL) (Brouillard, 1982).
Pigmen antosianin bersifat tidak stabil dan mudah mengalami kerusakan atau
degradasi jika dikenakan dengan perlakuan suhu tinggi (Davaringas dan Cain, 1965).
Warna dan stabilitas antosianin dipengaruhi oleh subtituen gugus gula dan asil pada
aglikon. Faktor utama yang mempengaruhi stabilitas/degradasi antosianin yaitu
struktur dan konsentrasi antosianin, pH, temperatur, oksigen, cahaya, sulfit (SO2),
-
14
enzim dan kopigmentasi. Kerusakan antosianin terjadi karena inti kation flavium dari
antosianin kekurangan elektron sehingga sangat reaktif. Reaksi-reaksi yang terjadi
umumnya mengakibatkan terjadinya kerusakan warna (Francis, 1985).
Antosianin sangat sensitif terhadap proses termal yang dapat menyebabkan
kehilangan warna merah dan terjadinya peningkatan warna coklat sebagai hasil
polimerisasi pigmen. Brouillard (1982) mengemukakan bahwa suhu tinggi dapat
mengubah kation flavilium ke formasi kalkon. Setelah cincin terbuka, degradasi
berlanjut ke produk berwarna coklat. Adanya furfural dan hydroxmetyl furfural serta
produk dari reaksi browning meningkatkan degradasi antosianin (Hulme, 1971).
2.5 Radikal Bebas
Radikal bebas merupakan suatu molekul oksigen dengan atom yang pada orbit
terluarnya memiliki elektron yang tidak berpasangan. Karena kehilangan
pasangannya itu, molekul lalu menjadi tidak stabil, liar dan radikal. Akibatnya
molekul tersebut selalu berusaha mencari pasangan elektron dengan cara yang
radikal, yaitu merebut elektron dari molekul lain. Perbuatan radikal bebas berakibat
dekstruktif bagi molekul sel lain yang elektronnya dirampas. Aksi perampasan
elektron ini menimbulkan reaksi berantai sehingga radikal bebas terlahir lebih
banyak. Dalam jumlah yang berlebih radikal bebas dapat merusak molekul makro
pembentuk sel seperti protein, polisakarida, lemak dan DNA (Sadikin, 2003).
Sumber radikal bebas bisa berasal dari proses metabolisme dalam tubuh
(internal) dan dapat berasal dari luar tubuh (eksternal). Dari dalam tubuh mencakup
superoksida (O2*), hidroksil (*OH), peroksil (ROO*), hidrogen peroksida (H2O2),
singlet oksigen (1O2), oksida nitrit (NO*), dan peroksinitrit (ONOO*). Dari luar
tubuh antara lain berasal dari: asap rokok, polusi, radiasi, sinar UV, obat, pestisida,
limbah industri, dan ozon (Siswono, 2005). Radikal bebas pada umumnya dapat
mempunyai efek yang sangat menguntungkan, seperti membantu destruksi sel-sel
mikroorganisme dan kanker. Akan tetapi, produksi radikal bebas yang berlebihan dan
-
15
produksi antioksidan yang tidak memadai dapat menyebabkan kerusakan sel-sel
jaringan dan enzim. (Halliwell dan Gutteridge, 2000)
Radikal bebas dikenal sebagai faktor utama dalam kerusakan biologi, dan
DPPH (1,1 Diphenyl-2-picrylhidrazyl) digunakan untuk mengevaluasi aktivitas
perendam radikal bebas dari suatu antioksidan alami. DPPH yang merupakan suatu
molekul radikal bebas dengan warna ungu dapat berubah menjadi warna kuning oleh
reaksi dengan antioksidan, dimana antioksidan memberikan satu elektronnya pada
DPPH sehingga terjadinya peredaman pada radikal bebas DPPH (Yuhernita dan
Juniarti, 2011). Berikut merupakan struktur DPPH (Gambar 2.7) dan reaksi DPPH
dengan antioksidan (Gambar 2.8)
Gambar 2.10 Struktur kimia DPPH (Kikuzaki, et al., 2002).
Gambar 2.11 Mekanisme DPPH dengan antioksidan (Yuhernita dan Juniarti, 2011).
-
16
2.6 Antioksidan
Menurut Makfoeld et al (2002), antioksidan dapat diartikan sebagai suatu
substansi yang menghambat proses oksidasi oleh molekul oksigen. Awalnya
penggunaan antioksidan hanya diutamakan untuk menjaga kualitas produk makanan,
namun kini penggunaannya semakin bertambah luas sebagai functional ingredient
yang berfungsi untuk menyehatkan tubuh dan mencegah penyakit. Antioksidan
diperlukan tubuh untuk menetralisir radikal bebas dan mencegah kerusakan yang
timbul oleh radikal bebas terhadap sel normal, protein dan lemak. Antioksidan
menstabilkan radikal bebas dengan cara melengkapi kekurangan elektron yang
dimiliki radikal bebas dan menghambat terjadinya reaksi berantai dari pembentukan
radikal bebas yang dapat menimbulkan stres oksidatif (Makfoeld et al., 2002).
Fungsi antioksidan dalam makanan digunakan untuk memperkecil terjadinya
proses oksidasi dari lemak dan minyak, memperkecil terjadinya proses kerusakan
dalam makanan, memperpanjang masa pemakaian produk dalam industri makanan,
meningkatkan stabilitas lemak yang terkandung dalam makanan serta mencegah
hilangnya kualitas sensori dan nutrisi (Hernani dan Raharjo, 2005).
Sistem antioksidan tubuh sebagai mekanisme perlindungan terhadap serangan
radikal bebas, secara alami telah ada dalam tubuh kita. Dari asal terbentuknya,
antioksidan ini dibedakan menjadi dua yakni intraseluler (di dalam sel) dan
ekstraseluler (di luar sel) atau dari makanan. Antioksidan tubuh dapat dikelompokkan
menjadi 3 yaitu: (1) Antioksidan primer, antioksidan ini bekerja untuk mencegah
pembentukan senyawa radikal bebas baru. Senyawa ini mengubah radikal bebas yang
ada menjadi molekul yang berkurang dampak negatifnya sebelum radikal ini sempat
bereaksi. Contoh antioksidan ini adalah enzim superoksida dismutase (SOD), katalase
dan glutation peroksidase (GSH.Prx) yang berfungsi sebagai pelindung hancurnya
sel-sel dalam tubuh serta mencegah proses peradangan karena radikal bebas. (2)
Antioksidan sekunder, berfungsi menangkap senyawa serta mencegah terjadinya reksi
berantai. Contoh antioksidan sekunder adalah vitamin E, vitamin C, beta karoten,
asam urat, bilirubin dan albumin. (3) Antioksidan tersier, berfungsi untuk
-
17
memperbaiki kerusakan sel-sel dan jaringan yang disebabkan radikal bebas. Contoh
antioksidan tersier adalah metionin sulfoksidan dan reduktase yaitu enzim yang
memperbaiki DNA pada inti sel. Adanya enzim-enzim perbaikan DNA ini berguna
untuk mencegah penyakit kanker (Karyadi, 2006).
Mekanisme kerja antioksidan secara umum adalah menghambat terjadinya
oksidasi lemak. Oksidasi lemak terdiri dari tiga tahap utama yaitu inisiasi, propagasi
dan terminasi. Pada tahap inisiasi terjadi pembentukan radikal asam lemak yaitu suatu
senyawa turunan asam lemak yang bersifat tidak stabil dan sangat reaktif akibat dari
hilangnya satu atom hidrogen (reaksi 1). Pada tahap propagasi, radikal asam lemak
akan bereaksi dengan oksigen membentuk radikal peroksi (reaksi 2). Radikal peroksi
lebih lanjut akan menyerang asam lemak sehingga menghasilkan hidroperoksida dan
radikal asam lemak baru (reaksi 3). Hidoperoksida yang terbentuk bersifat tidak stabil
dan akan terdegradasi lebih lanjut menghasilkan senyawa-senyawa karbonil rantai
pendek seperti aldehida dan keton. Tanpa adanya antioksidan, reaksi oksidasi lemak
akan mengalami terminasi melalui reaksi antar radikal bebas membentuk kompleks
bukan radikal (reaksi 4) (Medikasari, 2000). Mekanisme reaksi dapat dilihat pada
Tabel 2.3
Tabel 2.3 Mekanisme reaksi antioksidan
Inisiasi : RH R* + H* ..................................................... (Reaksi 1)
Propagasi : R* + O2 ROO*................................................. (Reaksi 2)
ROO* + RH ROOH + R* .............................. (Reaksi 3)
Terminasi : ROO* + ROO* Non radikal
R* + ROO* Non radikal (Reaksi 4)
R* + R* Non radikal
Keterangan : RH = Senyawa antioksidan
R* = Radikal bebas
ROO* = Radikal peroksi
ROOH = Hidroperoksi
Sumber : Medikasari (2000).
-
18
2.7 Pengering Vakum
Pengeringan vakum adalah sistem pengeringan suatu bahan dengan
memanfaatkan keadaan vakum. Pada keadaan vakum, titik didih akan lebih rendah
daripada titik didih pada keadaan atmosferik sehingga mempercepat waktu
pengeringan dan menurunkan jumlah kandungan nutrisi yang rusak pada bahan yang
dikeringkan akibat pengeringan. Metode pengeringan ini sesuai untuk bahan yang
memiliki sensitivitas terhadap suhu, salah satunya adalah bahan pangan. Pada
pengeringan suhu tinggi, kandungan vitamin dalam bahan pangan mudah terdegradasi
dan rusak (Sutanto dan Meiti, 2012).
Kelebihan pengering vakum dibandingkan dengan pengering biasa (tanpa
vakum) adalah sirkulasi udara yang terjadi selama proses pemanasan lebih baik
karena menggunakan pompa vakum sehingga pengeringan merata (Thomas dan
Holly, 1997). Pengering vakum lebih efisien dibandingkan dengan freeze dryer bila
ditinjau dari efisiensi harganya. Walaupun kedua metode pengeringan ini memiliki
laju pengeringan yang relatif sama, yaitu 0.39% per jam untuk pengering vakum dan
0.40% per jam untuk freeze dryer, biaya produksi metode pengering vakum lebih
murah 71% bila dibandingkan dengan freeze dryer. Hal ini disebabkan teknologi
mesin freeze dryer lebih canggih daripada pengering vakum sehingga diperlukan
perawatan yang mahal. Daya listrik yang dibutuhkan oleh mesin freeze dryer juga
lebih besar karena vakum yang digunakan mampu menghasilkan tekanan sampai 1
kbar (986 atm), sedangkan pengering vakum hanya 0.73 kbar (720 atm) (Thomas dan
Holly, 1997).
2.8 Tablet Effervescent
2.8.1 Definisi Tablet Effervescent
Tablet effervescent merupakan salah satu bentuk sediaan tablet yang dibuat
dengan cara pengempaan bahan-bahan aktif dengan campuran asam-asam organik,
seperti asam sitrat atau asam tartrat dan natrium bikarbonat. Bila tablet ini
dimasukkan ke dalam air, mulailah terjadi reaksi kimia antara asam dan natrium
-
19
bikarbonat sehingga terbentuk garam natrium dari asam dan menghasilkan gas
karbondioksida serta air. Reaksi ini memberikan rasa sparkle atau rasa seperti pada
minuman soda yang terjadi secara spontan dan cukup cepat, biasanya berlangsung
dalam waktu satu menit (Banker dan Anderson, 1986).
Tablet effervescent biasanya diolah dari suatu kombinasi asam sitrat dan asam
tartrat, karena penggunaan bahan asam tunggal saja akan menimbulkan kesulitan
dalam pembentukan granul. Apabila asam tartrat sebagai asam tunggal, granul yang
dihasilkan akan rapuh dan menggumpal. Bila asam sitrat saja akan menghasilkan
campuran lekat dan sukar menjadi granul (Ansel, 1989). Reaksinya adalah sebagai
berikut :
H3C6H5O7.H2O + 3 NaHCO3 Na3C6H5O7 + 4 H2O + 3 CO2
asam sitrat Na-bikarbonat Na-sitrat
H2C4H4O6 + 2 NaHCO3 Na2C4H4O6 + 2 H2O + 2 CO2
asam tartarat Na-bikarbonat Na-tartarat
(Ansel, 1989)
Kombinasi asam sitrat dan asam tartrat (1 : 2) merupakan kombinasi yang
baik dan banyak digunakan dalam pembuatan tablet effervescent. Kombinasi asam
sitrat dan asam tartrat dapat memperbaiki ikatan antar partikel, sehingga ikatan antar
partikel didalamnya menjadi semakin kuat (Juniawan, 2004).
Kesulitan dalam pembuatan tablet effervescent ini yaitu mengendalikan
kelembaban ruangan yang digunakan untuk pembuatan tablet. Semakin tinggi
kelembaban, maka semakin sulit dalam penabletan, karena dengan tingginya
kelembaban, maka asam basa yang ada dalam tablet akan lebih cepat bereaksi
sehingga tablet yang dihasilkan akan lebih cepat lembek, untuk itu kelembaban relatif
40% harus tetap terjaga (Banker dan Anderson, 1994).
Pemilihan tablet effervescent untuk sediaan karena tablet effervescent
memiliki kelebihan dalam hal ketepatan dosis, stabilitas dan kepraktisannya. Tablet
effervescent lebih praktis dan mudah digunakan (Lieberman et al., 1989). Sedangkan
kerugian tablet effervescent adalah kesukaran untuk menghasilkan produk yang stabil
-
20
secara kimia, bahkan kelembaban udara selama pembuatan produk mungkin sudah
cukup untuk memulai reaktifitas effervescent. Selama reaksi berlangsung, air yang
dibebaskan dari sumber karbonat menyebabkan autokatalisis dari reaksi (Banker dan
Anderson, 1994).
2.8.2 Bahan Penyusun Tablet Effervescent
Pada dasarnya bahan tambahan dalam pembuatan tablet harus bersifat netral,
tidak berbau dan tidak berasa dan sedapat mungkin tidak berwarna (Voight, 1994).
Bahan-bahan tambahan yang digunakan dalam pembuatan tablet effervescent adalah:
a. Sumber asam
Sumber asam yaitu bahan yang mengandung asam atau yang dapat membuat
suasana asam pada campuran effervescent. Sumber asam direaksikan dengan air akan
terhidrolisa kemudian melepaskan asam yang dalam proses selanjutnya menghasilkan
CO2 (Mohrle, 1989). Sumber asam yang umum digunakan dalam pembuatan tablet
effervescent adalah asam sitrat dan asam tartrat
Asam sitrat adalah asam yang berbentuk bubuk putih, tidak berbau dan
berfungsi sebagai pemberi rasa asam dengan rumus molekul C6H8O7, serta cepat larut
dalam air. Kelemahan dari asam sitrat adalah sangat higroskopis sehingga harus hati-
hati dalam menyimpannya (Pulungan, 2004). Asam tartarat adalah asam yang
berbentuk serbuk kristal putih, tidak berwarna dan memunyai rasa asam yang tinggi.
Asam tartarat secara luas digunakan dalam produk makanan karena tidak toksik dan
tidak mengiritasi (Rowe, 2009).
b. Sumber karbonat
Bahan karbonat adalah bahan yang digunakan untuk menimbulkan gas
karbondioksida pada tablet effervescent. Sumber karbonat yang biasa digunakan
dalam pembuatan tablet effervescent adalah natrium bikarbonat (Mohrle, 1989).
Natrium bikarbonat (NaHCO3) merupakan serbuk kristal berwarna putih yang
-
21
mempunyai rasa asin dan dapat menghasilkan karbondioksida. Natrium bikarbonat
dipilih sebagai senyawa penghasil karbondioksida karena harganya yang murah,
mampu menghasilkan 52% karbondioksida, bersifat larut sempuna dalam air dan
tersedia secara komersial mulai dari bentuk bubuk sampai bentuk granula (Pulungan,
2004).
c. Bahan pengikat (binder)
Bahan pengikat berfungsi agar tablet tidak pecah atau retak, dapat merekat
(Anief, 2003), memberikan kekompakan dan daya tahan tablet (Voight, 1994). Bahan
pengikat bertugas sebagai perekat yang mengikat komponen dalam bentuk serbuk
menjadi granul sampai tablet pada proses pengempaan. Bahan pengikat yang biasa
digunakkan adalah PVP (Banker dan Anderson, 1986).
Polivinil pirolidon (PVP) adalah salah satu bahan pengikat yang paling
banyak digunakan, mudah larut dalam air, alkohol dan pelarut organik lain. Polivinil
pirolidon biasanya digunakan sebagai pengikat di dalam tablet effervescent dan tablet
kunyah karena pembuatan dengan pengikat ini mempunyai daya simpan yang lebih
lama (Mohrle, 1989).
Penggunaan bahan pengikat yang terlalu banyak atau berlebihan akan
menghasilkan massa yang terlalu basah dan granul yang terlalu keras, sehingga tablet
yang dihasilkan mempunyai waktu hancur yang lama. Sebaliknya, kekurangan bahan
pengikat akan menghasilkan daya rekat yang lemah, sehingga tablet akan rapuh dan
terjadi capping (Mohrle, 1989).
d. Bahan pengisi (diluent)
Bahan ini dimaksudkan untuk memperbesar volume tablet (Anief, 2003).
Bahan pengisi yang baik memiliki beberapa kriteria, yaitu tidak bereaksi dengan zat
aktif dan eksipien lain, tidak memiliki aktifitas fisiologis dan farmakologis,
mempunyai sifat fisika dan kimia yang konsisten, tidak menyebabkan dan
berkontribusi pada segregasi campuran bila ditambahkan, tidak menyebabkan
-
22
berkembangbiaknya mikroba, tidak mempengaruhi disolusi dan bioavailabilitas, tidak
berwarna dan tidak berbau. Bahan pengisi harus inert dan stabil (Sulaiman, 2007).
Bahan pengisi yang digunakan adalah maltodekstrin.
Maltodekstrin adalah produk hidrolisis pati (polimer sakarida tidak manis)
dengan panjang rantai rata-rata 5-10 unit/molekul glukosa. Rumus umum
maltosekstrin adalah (C6H10O5)n H2O (Kennedy et al., 1995). Maltodekstrin
merupakan bahan tambahan pangan yang aman dikonsumsi karena termasuk GRAS
(Generally Recognized As Safe). Larutan maltodekstrin memiliki karakteristik flavor
lembut, rasa halus dimulut (smooth mouthfeel) dan dapat digunakan sebagai bahan
pengisi dalam makanan (Burdock, 1997).
Tujuan penggunaan maltodekstrin adalah menurunkan biaya produksi dari
material dengan harga tinggi, mengurangi kehilangan volume selama penyimpanan,
menyerap lemak atau minyak, memberikan rasa lembut, meningkatkan kelarutan
(Kennedy et al., 1995).
e. Bahan pelicin (lubrikan)
Bahan pelincin berfungsi sebagai bahan pengatur aliran, bahan pelincin dan
bahan pemisah bentuk. Bahan pengatur aliran berfungsi memperbaiki daya luncur
massa yang ditabletasi, bahan pelicin berfungsi untuk memudahkan pendorongan
tablet ke ruang cetak melalui pengurangan gesekan antara dinding dalam lubang
ruang cetak dan permukaan sisi tablet, sedangkan bahan pemisah bentuk berguna
untuk menghindarkan lengketnya massa tablet pada dinding dalam ruang cetak
(Banker dan Anderson, 1994).
Zat pelincin yang dipakai yaitu magnesium stearat. Magnesium stearat
merupakan campuran dari stearat dan palmilat. Magnesium stearat [Mg(C18H38O2)2]
merupakan salah satu zat pelincin yang umum digunakan dalam tablet (Banker dan
Anderson, 1994).
-
23
f. Bahan pemanis
Seluruh pengecap rasa dimulut berlokasi pada lidah dan mengadakan respon
dengan cepat terhadap minuman yang diminum. Sediaan tablet effervescent dalam
bentuk cair berhubungan langsung dengan pengecap rasa. Penambahan zat pemberi
rasa ke dalam tablet effervescent dimaksudkan untuk menyembunyikan rasa bahan
pembentuk tablet effervescent yang tidak disukai (Ansel, 1989). Pemanis yang
digunakan adalah tropicana slim diabetics (gula 0 kalori).
Tropicana slim diabetics (gula tanpa kalori) merupakan gula tanpa kalori yang
sangat cocok dikonsumsi untuk penderita diabetes karena mengandung kromium
pikolinat untuk membantu mengontrol kestabilan gula darah. Tropicana slim
diabetics sesuai digunakan bersama berbagai jenis makanan dan minuman (Anonim,
2012). Tropicana slim diabetics terbuat dari campuran sorbitol, sukralosa, asesulfam,
bubuk jagung dan kromium pikolinat. Sorbitol pada produk tropicana slim diabetics
merupakan penyusun terbesar dari gula-gula yang lain yaitu hingga 97%.
Sorbitol merupakan jenis gula alkohol yang mempunyai rumus molekul
C6H14O6, dengan berat molekul 182,17 g/mol, titik leburnya 95oC dan titik didihnya
295oC, berupa bubuk kristal berwarna putih yang higroskopis, tidak berbau dan
berasa manis, larut dalam air. Struktur molekulnya mirip dengan struktur molekul
glukosa hanya yang berbeda gugus aldehid pada glukosa diganti menjadi gugus
alkohol. Sorbitol umumnya digunakan sebagai bahan baku industri pasta gigi,
permen, kosmetik, farmasi, vitamin C, dan termasuk industri textil dan kulit
(Othmer, 1960).
2.8.3 Metode Pembuatan Tablet Effervescent
Tablet effervescent dibuat memakai tiga metode umum, yaitu metode
granulasi kering atau peleburan, metode granulasi basah dan cetak langsung
-
24
a. Metode granulasi kering (peleburan)
Pada metode granulasi kering, granul dibentuk dari penambahan bahan
pengikat ke dalam campuran serbuk tetapi dengan cara memadatkan massa yang
jumlahnya besar dari campuran serbuk, dan setelah itu memecahkannya dan
menjadikannya pecahan-pecahan ke dalam granul yang lebih kecil. Metode ini khusus
untuk bahan-bahan yang tidak dapat diolah dengan metode granulasi basah, karena
kepekaannya terhadap air atau karena untuk mengeringkannya diperlukan temperatur
yang tinggi (Ansel, 1989).
b. Metode granulasi basah
Granulasi basah adalah proses perubahan serbuk halus menjadi granul dengan
bantuan larutan bahan pengikat. Metode ini berbeda dengan metode granulasi kering
(peleburan). Langkah-langkah yang diperlukan dalam pembuatan tablet dengan
metode granulasi basah ini dapat dibagi sebagai berikut, yaitu menimbang dan
mencampur bahan-bahan yang diperlukan dalam formulasi, pengayakan adonan
lembab menjadi pellet atau granul, kemudian dilakukan pengeringan, pengayakan
kering, pencampuran bahan pelicin, dan pembuatan tablet dengan kompresi (Ansel,
1989).
c. Kempa langsung
Metode ini digunakan untuk bahan yang memiliki sifat mudah mengalir
sebagaimana juga sifat-sifat kohesifnya yang memungkinkan untuk langsung
dikompresi dalam mesin tablet tanpa memerlukan granulasi basah atau kering.
Metode ini dinilai sebagai metode yang paling praktis dibandingkan dengan metode
granulasi (Ansel, 1989).
-
BAB 3. METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia dan Biokimia Pangan,
Laboratorium Rekayasa Proses Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Jember serta Laboratorium Teknologi
Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Jember. Waktu penelitian dilaksanakan mulai
bulan Februari 2013 sampai Mei 2013.
3.2 Alat dan Bahan Penelitian
3.2.1 Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu aluminum foil, beaker glass,
gelas ukur, labu ukur, spatula, corong, kain saring, tabung reaksi, pipet tetes, pipet
volum, mortar, sentrifuse dan tabungnya, botol timbang, oven, pengering vakum,
Rotavapor Buchi R-124 dan tabungnya, neraca analitik, kempa tablet, magnetic
stirrer SM24 dan batang stirer, spektrofotometer dan kuvet, pH-meter Jen-way tipe
3320, colour reader CR-10, mikropipet dan ball pipet.
3.2.2 Bahan Penelitian
Bahan dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit buah naga
merah dan buah salam. Buah naga merah diperoleh dari perkebunan buah naga
Agrotechnopark, Universitas Jember dan perkebunan buah naga Rembangan
Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember. Buah salam diperoleh dari pohon salam di
depan Fakultas Teknologi hasil Pertanian, Universitas Jember. Bahan lain yang
digunakan antara lain maltodekstrin, gula tanpa kalori (tropicana slim diabetic),
Magnesium stearat, asam sitrat, asam tartarat, natrium bikarbonat, polivinil pirolidon
(PVP), aquades, etanol 97%, serta reagen kimia lain yang digunakan untuk analisis
-
26
fisiko-kimia tablet effervescent yaitu bufer sodium phospat dibasic dihydrate (pH
6,5), bufer potasium klorida (pH 1), bufer sodium asetat (pH 4.5) dan DPPH (1,1
Diphenyl-2-picrylhidrazyl).
3.3 Metode Penelitian
3.3.1 Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan dalam tiga tahap.
Tahap I : Persiapan bahan baku
Pada tahap I dilakukan untuk mendapatkan kulit buah naga merah dan daging
buah salam. Buah naga merah dikupas, lalu dipisahkan antara daging dan kulit. Kulit
buah naga merah yang diperoleh di blanching dengan menggunakan uap selama 2
menit kemudian segera dikemas dalam plastik dan disimpan di dalam freezer sampai
kulit buah naga merah digunakan. Buah salam yang diperoleh di blanching dengan
menggunakan uap selama 2 menit kemudian segera dikemas dalam plastik dan
disimpan di dalam freezer sampai buah salam digunakan. Ketika akan digunakan,
buah salam dikupas lalu dipisahkan antara daging dan biji. Diagram alir persiapan
bahan kulit buah naga merah dan daging buah salam dapat dilihat pada Gambar 3.1
dan Gambar 3.2.
Gambar 3.1 Diagram alir persiapan kulit buah naga merah
Buah naga merah
Pemisahan daging dan kulit
Kulit buah naga
merah
Daging buah naga
merah
Blanching dengan uap selama 2 menit
Penyimpanan dalam freezer sampai kulit buah naga
merah digunakan
-
27
Gambar 3.2 Diagram alir persiapan daging buah salam
Tahap II : Pembuatan ekstrak pekat kulit buah naga merah dan buah salam.
Penelitian tahap II merupakan penelitian untuk mendapatkan ekstrak bubuk
kulit buah naga merah dan buah salam. Proses ekstraksi dilakukan dengan
penghancuran kulit buah naga merah maupun buah salam sebanyak 100 gram,
kemudian dipres menggunakan kain saring sehingga diperoleh filtratnya. Bagian
ampas ditambah etanol 97% dengan perbandingan 1:3 (b/v) dan distirer selama 30
menit. Filtrat yang dihasilkan ditampung dalam beakerglass, sedangkan ampas
diekstrak kembali dengan cara yang sama. Ekstrak yang terkumpul kemudian
disentrifugasi selama 15 menit dengan kecepatan 2000 rpm sehingga akan terpisah
antara endapan dan supernatan. Supernatan yang didapat kemudian dipekatkan
menggunakan rotary vacum evaporator pada suhu 40oC sehingga didapatkan 30 ml
ekstrak pekat dari kulit buah naga merah dan buah salam. Adapun diagram alir
penelitian tahap II disajikan pada Gambar 3.3.
Buah salam
Blanching dengan uap selama 2 menit
Penyimpanan dalam freezer sampai buah salam
digunakan
Pemisahan daging dan biji
Daging buah
salam
Biji buah salam
-
28
Gambar 3.3 Diagram alir pembuatan ekstrak pekat kulit buah naga merah dan buah
salam
Supernatan
Sentrifugasi 2000 rpm selama 15 menit
Endapan
30 ml ekstrak pekat kulit buah naga
merah dan daging buah salam
Pemekatan 600 ml sampel (rotary vacum evaporator) T=40oC
Ampas
Ekstraksi (pengadukan dengan stirer) 30 menit
Penyaringan dengan kain saring
Filtrat
Penggabungan filtrat
Etanol 97%
(1:3 b/v)
Diulang
2x
Filtrat
Ampas
Penimbangan 100 gr
Kulit buah naga merah
/ daging buah salam
Pengepresan
Penghancuran dengan mortar
-
29
Tahap III : Pembuatan tablet effervescent.
Pembuatan tablet effervescent dilakukan dengan memformulasi ekstrak kulit
buah naga merah dengan buah salam sehingga didapatkan tablet effervescent dengan
karakteristik sensori, fisik dan kimia yang baik. Formulasi dilakukan dengan
memvariasi komposisi pencampuran ekstrak pekat kulit buah naga merah dan buah
salam dengan perbandingan 100:0%; 95:5%, 90:10% dan 85:15%. Campuran ekstrak
pekat kulit buah naga merah dan buah salam dikeringkan menggunakan pengering
vakum selama 36 jam pada suhu 40oC dengan diberi penambahan maltodekstrin
sebanyak 15% (b/v) dan dihomogenisasi agar tercampur rata. Setelah kering, ekstrak
bubuk kulit buah naga merah dan buah salam sebanyak 10 dan 20 % dicampur
dengan bahan-bahan pembuatan tablet effervescent seperti PVP (Polivinil Pirolidon)
1%, gula tanpa kalori (tropicana slim diabetic) 35%, asam sitrat 5%, asam tartarat
10%, natrium bikarbonat 18%, magnesium stearat 1% dan maltodekstrin sebanyak 10
dan 20 %. Setelah tercampur, ditimbang 2 gram dan dikempa menggunakan alat
pencetak tablet sehingga didapatkan tablet effervescent. Tablet effervescent pada
formula F1, F2, F3 dan F4 terdapat total penambahan maltodekstrin sebesar 0,5 gram
sedangkan pada formula F5, F6, F7 dan F8 terdapat total penambahan maltodekstrin
sebesar 0,7 gram Setiap perlakuan dilakukan dengan pengulangan sebanyak 3 kali.
Formulasi tablet effervescent kulit buah naga merah dan buah salam dapat dilihat
pada Tabel 3.1 serta diagram alir penelitian tahap III dapat dilihat pada Gambar 3.4
berikut ini :
-
30
Tabel 3.1 Formulasi tablet effervescent kulit buah naga merah dan buah salam
Bahan Formula (%)
F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8
100:0 95:5 90:10 85:15 100:0 95:5 90:10 85:15
Ekstrak
(kulit buah naga
merah : buah
salam)
20 20 20 20 10 10 10 10
Maltodekstrin 10 10 10 10 20 20 20 20
Asam sitrat 5 5 5 5 5 5 5 5
Asam tartarat 10 10 10 10 10 10 10 10
Na. Bikarbonat 18 18 18 18 18 18 18 18
Gula tanpa kalori 35 35 35 35 35 35 35 35
Mg Stearat 1 1 1 1 1 1 1 1
PVP 1 1 1 1 1 1 1 1
Total 100 100 100 100 100 100 100 100
-
31
Gambar 3.4 Diagram alir pembuatan tablet effervercent.
3.3.2 Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisis menggunakan metode
deskriptif. Data hasil pengamatan ditampilkan dalam bentuk tabulasi dan gambar
histogram yang kemudian diinterpretasikan sesuai parameter yang diamati untuk
melihat kecenderungan atau trend dari setiap parameter. Dari hasil analisis
karakteristik sensori, diambil tiga sampel dari formula tablet effervescent yang paling
disukai, kemudian tiga sampel tersebut dianalisis karakteristik kimia dan fisik.
Pengering vakum selama 36 jam
Ekstrak bubuk kulit
buah naga merah
dan buah salam Maltodekstrinn
10% dan 20%, PVP
(Polivinil Pirolidon) 1%,
Mg stearat 1%, gula
tanpa kalori 35%, asam
sitrat 5%, asam tartarat
10%, Na. Bikarbonat
18%
Pencampuran
sesuai
perlakuan
Tablet effervescent
Penimbangan campuran bubuk 2 g
Pengempaan
Ekstrak pekat kulit
buah naga merah
Ekstrak pekat
buah salam
Maltodekstrin
15%
Pencampuran sesuai perlakuan
Homogenasi dengan stirer
-
32
3.4 Parameter Pengamatan
a. Karakteristik sensoris tablet effervescent
Uji hedonik meliputi warna, aroma, rasa dan keseluruhan minuman
effervescent yang dihasilkan (Mabesa, 1986).
b. Karakteristik kimia tablet effervescent
Kandungan betasianin (Stintzing et al., 2003)
Kandungan antosianin (Prior et al., 1998)
Aktivitas antioksidan (DPPH, Gadow et al., 1997)
c. Karakteristik fisik tablet effervescent
Warna (Color reader, Hutching, 1999)
Waktu larut (Windrati et al. 2008)
Kadar air (Sudarmadji et al., 1997)
3.5 Prosedur Analisis
1. Uji Hedonik (Mabesa, 1986).
Pengujian organoleptik dilakukan dengan menggunakan metode uji hedonik
(kesukaan). Uji hedonik dilakukan untuk mengetahui daya penerimaan panelis
terhadap produk tablet effervenscent berbahan baku kulit buah naga merah dan buah
salam atas dasar suka dan tidak suka dengan pertimbangan kesukaan secara umum.
Pengujian hedonik meliputi warna, aroma dan rasa.
Pada metode pengujian ini disediakan 8 sampel tablet effervescent, sampel
diberi 3 kode angka acak yang berbeda untuk menghindari terjadinya bias. Tablet
effervescent seberat 2 gram disajikan ke dalam 200 ml air. Pengujian menggunakan
30 panelis setengah terlatih yaitu mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian,
Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jember. Skor yang digunakan untuk
masing-masing parameter terdiri dari 5 skor, yaitu :
1. Sangat tidak suka
2. Tidak suka
-
33
3. Agak suka
4. Suka
5. Sangat suka
2. Kandungan betasianin (Stintzing et al., 2003)
Analisis betasianin dilakukan dengan mengambil 0,1 gram tablet effervescent,
tera hingga 10 ml menggunakan larutan bufer pH 6,5. Kemudian ambil 1 ml letakan
dalam labu ukur 10 ml, tera hingga tanda batas menggunakan buffer pH 6,5. Setelah
peneraan akhir, ukur absorbansinya pada panjang gelombang 538nm dan 600nm.
Hasil yang diperoleh dari absorbansi dihitung dengan rumus sebagai berikut :
A = [ A538 A600]
Konsentrasi betasianin dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
Kandungan Betasianin (mg/L) =
Dimana :
A = absorbansi
BM = berat molekul (550 g/mol)
FP = faktor pengenceran
= koefisien ekstingsi molar (60.000 L mol-1cm-1)
1 = diameter kuvet (1 cm)
3. Kandungan antosianin (Prior et al., 1998)
Kandungan antosianin diukur berdasarkan metode pH-differensial. Ditimbang
sebanyak masing-masing 0.5 gram tablet effervescent. Kemudian disiapkan 2 labu
ukur 10 ml yang dimasukkan 0,5 gram gram tablet effervescent. Pada labu ukur
pertama ditambah larutan buffer potasium klorida (0,025 M) pH 1 dan labu ukur
kedua ditambahkan larutan buffer sodium asetat (0,4 M) pH 4,5 hingga tanda batas.
Pengaturan pH dalam pembuatan buffer potasium klorida dan sodium asetat
A x FP xBM x1000
x 1
-
34
menggunakan HCl pekat. Absorbansi dari kedua perlakuan pH diukur dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang 520nm dan 700nm setelah didiamkan
selama 15 menit. Hasil yang diperoleh dari absorbansi dihitung dengan rumus sebagai
berikut :
A = [(A520 A700)pH1 - (A520 A700)pH4.5].
Konsentrasi antosianin dihitung sebagai sianidin-3-glikosida dengan
menggunakan koefisien ekstingsi molar sebesar 29600 L mol1
cm 1
dengan berat
molekul 448,8. Kosentrasi antosianin dihitung dengan persamaan :
Konsentrasi antosianin (mg/L) =
Dimana :
A = absorbansi
BM = berat molekul (448,8 g/mol)
FP = faktor pengenceran
= koefisien ekstingsi molar ( 29600 L mol1 cm 1)
1 = diameter kuvet (1cm)
4. Aktivitas antioksidan (DPPH, Gadow et al., 1997)
Dalam penentuan aktivitas antioksidan ini sebelumnya dibuat reagen DPPH
dengan cara 0,0394 gram 1,1 diphenyl-2-picrylhydrazyl yang dilarutkan dengan
etanol 99% hingga mencapai 250 ml (konsentrasi 400 M/l) penentuan daya
antioksidan ini menggunakan metode DPPH dengan cara 0,5 gram tablet effervescent
dilarutkan dan ditera hingga 10 ml. Kemudian diambil 100 l sampel ditambah
dengan 1 ml DPPH, divorteks dan didiamkan 20 menit. Setelah itu ditambah etanol
99% sampai 5 ml, kemudian divorteks dan diamati absorbansinya pada panjang
gelombang 517 nm menggunakan spektrofotometer pada = 517 nm. Kemampuan
antioksidan dalam mengikat radikal bebas dinyatakan dalam % penghambatan.
Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
A x BM x FP x 1000
x1
-
35
% Penghambatan = x 100%
5. Warna (Colour Reader merk Minolta model CR-10)
Pengukuran warna dilakukan dengan alat colour reader (Hutching, 1999).
Pengukuran diawali dengan standarisasi colour reader dengan cara menghidupkan
colour reader, kemudian lensa diletakkan pada porselen standar secara tegak lurus
dan menekan tombol Target maka akan muncuk nilai L, a dan b pada layar yang
merupakan nilai standarisasi. Setelah distandarisasi, ujung alat ditempelkan pada
permukaan bahan yang diamati dan menekan tombol Target kembali sehingga
muncul nilai dE, dL, da dan db. Pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali ulangan
pada beberapa titik yang berbeda dan dirata-rata. Nilai yang muncul pada layar colour
reader ditulis dan dilakukan pengolahan data dengan menggunakan rumus sebagai
berikut :
H = 360 tan-1 b/a (jika a positif dan b positif)
= 360 + tan-1
b/a (jika a negatif dan b negatif)
= 360 tan-1 b/a (jika a negatif dan b positif)
L* = L- dL
c* = a2 + b2
Parameter yang diamati :
L* = Lightness, kecerahan warna, nilai berkisar 0-100 yang menunjukkan warna
hitam hingga putih
c* = Chroma, intensitas warna, c* = 0 tidak berwarna. Semakin besar c* berarti
intensitas warna semakin besar
H = Hue, sudut warna.
Absorbansi blanko Absorbansi sampel
Absorbansi blanko
-
36
Tabel 3.2 Deskripsi warna berdasarkan Hue
Hue [arc tan (b/a)] Deskripsi warna
18 54 Red (R) 54 90 Yellow Red (YR) 90 126 Yellow (Y) 126 162 Yellow Green (YG) 162 198 Green (G) 198 234 Blue Green (BG) 234 270 Blue (B) 270 306 Blue Purple (BP) 306 342 Purple (P) 342 18 Red Purple (RP)
Sumber : Hutching (1999).
6. Waktu larut (Windrati et al. 2008)
Waktu larut produk effervescent adalah waktu yang diperlukan partikel
produk untuk terdispersi secara sempurna dalam air dengan bantuan gelembung CO2.
Waktu larut produk ditentukan dengan memasukkan tablet effervescent ke dalam 200
ml air, kemudian dihitung waktu hingga seluruh partikel tablet effervescent terdispersi
merata dalam air.
7. Kadar air (Sudarmadji et al., 1997)
Pengukuran kadar air dilakukan dengan menimbang botol timbang yang
sudah di oven hingga kering dan dimasukkan eksikator selama 15 menit (a gram).
Kemudian tablet effervescent yang sudah dihaluskan terlebih dahulu sebanyak 0.5
gram dimasukkan dalam botol timbang yang telah diketahui beratnya dan ditimbang
(b gram). Bahan dikeringkan dalam oven pada suhu 100-105oC selama 3-5 jam, lalu
dimasukkan dalam eksikator selama 30 menit dan ditimbang. Perlakuan ini diulangi
hingga tercapai berat konstan (c gram). Selanjutnya dilakukan perhitungan kadar air
dengan rumus :
Kadar air = x 100% b - c
b - a
-
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Kulit buah naga merah dengan pencampuran buah salam dapat diaplikasikan
menjadi tablet effervescent sebagai salah satu produk olahan pangan sumber
antioksidan. Pada pembuatan tablet effervescent dilakukan dengan delapan formulasi
yaitu penambahan 20% ekstrak bubuk kulit buah naga merah dan buah salam dengan
perbandingan pencampuran ekstrak kulit buah naga merah dan buah salam untuk F1
(100:0), F2 (95:5), F3 (90:10), F4 (85:15) serta penambahan 10% ekstrak bubuk kulit
buah naga merah dan buah salam dengan perbandingan pencampuran ekstrak kulit
buah naga merah dan buah salam untuk F5 (100:0), F6 (95:5), F7 (90:10), F8 (85:15).
Gambar tablet effervescent pada berbagai formulasi dapat dilihat pada Gambar 4.1.
F1 F2 F3 F4
F5 F6 F7 F8
Gambar 4.1 Produk tablet effervescent pada berbagai formulasi
-
38
4.1 Karakteristik Sensori
Karakteristik sensoris produk tablet effervescent berbahan baku kulit buah
naga merah dan buah salam dapat diketahui menggunakan uji kesukaan atau uji
hedonik. Tujuan dilakukannya uji hedonik ini adalah untuk mengetahui tingkat
kesukaan konsumen terhadap produk (Michael, 2009). Panelis yang digunakan dalam
uji ini merupakan panelis setengah terlatih yaitu mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil
Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jember sebanyak 30 orang.
Atribut yang diamati untuk produk meliputi warna, aroma, rasa dan keseluruhan.
Skor kesukaan yang disajikan menunjukkan tingkat penerimaan panelis
terhadap produk tablet effervescent berbahan baku kulit buah naga merah dan buah
salam yang disajikan dalam bentuk minuman dengan melarutkan 1 buah tablet
dengan berat 2 gram ke dalam 200 ml air. Dari hasil pengamatan akan diambil 3
formulasi yang paling disukai yang kemudian akan dilanjutkan ke pengujian
karakteristik kimia dan fisik. Dapat dilihat skor kesukaan pada Gambar 4.2 untuk
atribut warna, aroma, rasa dan keseluruhan yang mendapat skor kesukaan tertinggi
yaitu pada formulasi F1, F2 dan F3.
Gambar 4.2 Skor kesukaan panelis terhadap produk minuman effervescent
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
4.5
Warna Aroma Rasa Keseluruhan
Sk
or
Kesu
kaan
Atribut Pengamatan
F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8
-
39
Berdasarkan analisa menunjukkan bahwa panelis lebih menyukai produk
minuman effervescent berbahan baku kulit buah naga merah dan buah salam dengan
formulasi F1, F2 dan F3 daripada formulasi lain. Dari hasil tersebut dapat diketahui
bahwa minuman effervescent dengan penambahan ekstrak bubuk yang lebih banyak
yaitu 20% dan sedikit penambahan buah salam lebih disukai oleh panelis. Semakin
banyak penambahan ekstrak bubuk pada tablet effervescent memberikan kenampakan
warna yang lebih kuat, aroma yang lebih terasa dan rasa yang lebih disukai.
Penambahan buah salam yang semakin banyak memberikan efek warna, aroma dan
rasa yang kurang disukai oleh konsumen. Selanjutnya, produk tablet effervescent
dengan formulasi F1, F2 dan F3 akan dilanjutkan untuk analisis karakteristik fisik
dan kimia.
4.2 Karakteristik Fisik
4.2.1 Waktu Larut
Waktu larut merupakan salah satu sifat fisik sediaan effervescent yang khas.
Waktu larut menunjukkan banyaknya waktu yang dibutuhkan oleh tablet dalam suatu
ukuran saji (serving size) untuk dapat larut sempurna dalam volume air tertentu. Pada
tablet effervescent, mekanisme larutnya tablet harus ada cairan yang mampu
menembus ke dalam tablet. Cairan yang masuk akan merusak ikatan antar partikel
dan mengakibatkan bahan penghancur (sumber asam dan karbon) mengembang
karena terjadi reaksi kimia antara asam (asam sitrat dan asam tartarat) dan karbon
(natrium bikarbonat) sehingga terbentuk garam natrium dari asam dan menghasilkan
gas karbondioksida serta air yang kemudian menyebabkan hancurnya tablet.
Reaksinya adalah sebagai berikut :
H3C6H5O7.H2O + 3 NaHCO3 Na3C6H5O7 + 4 H2O + 3 CO2
asam sitrat Na-bikarbonat Na-sitrat
H2C4H4O6 + 2 NaHCO3 Na2C4H4O6 + 2 H2O + 2 CO2
asam tartarat Na-bikarbonat Na-tartarat
(Ansel, 1989)
-
40
Berdasarkan Gambar 4.3, dapat dilihat hasil dari pengukuran waktu larut
tablet effervescent untuk formula F1, F2 dan F3. Secara keseluruhan, waktu larut pada
formula F1 sebesar 67,8 detik, F2 sebesar 69,9 detik dan F3 sebesar 72,4 detik. Hasil
ini sudah sesuai dengan pernyataan dalam farmakope Amerika Serikat (United States
Pharmacopoeia, USP) bahwa standar tablet effervescent untuk waktu larut maksimal
120 detik (Ansel, 1989), serta menurut Mohrle (1989), tablet effervescent yang baik
mempunyai waktu larut tidak lebih dari 2 menit.
Gambar 4.3 Waktu larut tablet effervescent
Dari hasil analisa menunjukkan waktu larut paling lama adalah pada formula
F3 yaitu pencampuran ekstrak kulit buah naga merah dan buah salam sebesar 90:10.
Pada buah salam memiliki cukup banyak kandungan gula, hal tersebut dapat
diketahui dari rasa buah salam yang manis ketika sudah matang. Dengan tingginya
kandungan gula pada buah salam mengakibatkan semakin lamanya tablet effervescent
terlarut sempurna dalam air karena menurut Faridah dan Kasmita (2008), tingkat
kelarutan gula dalam air sekitar 67,7% pada suhu 20oC sehingga dengan semakin
banyaknya penambahan buah salam dalam formula maka akan memperpanjang waktu
-
41
larutnya. Sedangkan waktu larut paling cepat adalah formula F1 yaitu tanpa
pencampuran ekstrak buah salam sehingga lebih mudah larut dalam air.
4.2.2 Kadar Air
Kadar air merupakan salah satu parameter mutu yang penting bagi produk
karena akan menentukan daya tahan dan daya simpan produk. Pengukuran kadar air
tablet effervescent menggunakan metode pengeringan. Berdasarkan Gambar 4.4,
dapat dilihat hasil dari pengukuran kadar air tablet effervescent untuk formula F1
sebesar 10,63%, F2 sebesar 11% dan F3 sebesar 11,22%.
Gambar 4.4 Kadar air tablet effervescent
Dari hasil analisa diketahui formula F3 yaitu pencampuran ekstrak kulit buah
naga merah dan buah salam sebesar 90:10 memiliki kadar air paling tinggi,
dikarenakan tingginya penambahan ekstrak buah salam yang diketahui memiliki
kandungan gula yang cukup tinggi. Hal tersebut dapat diketahui dengan rasa buah
salam yang manis ketika sudah matang. Gula mempunyai kemampuan untuk
menyerap dan mengikat air sebanyak 1 % dari total berat bahan (Sudarmadji, 1982;
Winarno dan Jennie, 1984). Sehingga ketika dikeringkan menjadi bubuk, air dalam
-
42
ekstrak akan sulit untuk menguap karena terperangkap dalam molekul gula dan
akhirnya sebagian kecil air masih berada dalam ekstrak bubuk. Oleh karena itu,
dengan semakin banyaknya penambahan ekstrak buah salam maka dapat
meningkatkan kadar air tablet effervescent yang dihasilkan. Sedangkan yang memiliki
kadar air paling kecil adalah formula F1 yaitu tanpa pencampuran ekstrak buah
salam. Hal tersebut dikarenakan tidak adanya penambahan ekstrak buah salam.
Nilai kadar air tablet effervescent masih terlalu tinggi karena menurut Juita
(2008), syarat kadar air massa tablet effervescent dengan bahan herbal maksimum
10%. Tingginya kadar air tablet effervescent dapat terjadi karena keterbatasan pada
pengontrolan RH ruangan pada tempat memproduksi tablet effervescent yang
memiliki RH ruangan yang cukup tinggi, sehingga menyebabkan bahan baku
pembuatan tablet effervescent mudah menyerap air di lingkungan. Menurut Banker
dan Anderson (1994), RH ruangan yang ideal untuk proses pembuatan tablet
effervescent adalah 40.%. Pada penelitian ini tidak ada fasilitas untuk pengendalian
RH lingkungan selama pembuatan tablet effervescent. Keterbatasan inilah yang
membuat bahan pembuatan tablet effervescent menyerap air dari lingkungan ketika
proses pencampuran dan pencetakan sehingga kandungan air dalam tablet
effervescent menjadi tinggi.
4.2.3 Warna
Warna merupakan salah satu karakteristik yang penting dalam produk pangan,
karena warna adalah parameter pertama yang direspon oleh konsumen pada sebuah
produk pangan. Salah satu pengukuran warna pada bahan pangan dapat dilakukan
dengan alat digital color reader. Pengujian warna secara objektif menggunakan
digital color reader bertujuan untuk mengetahui warna sampel secara teoritis. Warna
suatu bahan dapat digambarkan dengan beberapa cara, yaitu dengan sistem hue,
lightness dan chroma. Hue adalah istilah yang digunakan untuk klasifikasi warna
merah, kuning, hijau, biru dan ungu. Hue digunakan untuk membedakan warna-
warna dan menentukan kemerahan (redness), kehijauan (greenness), dan sebagainya
-
43
dari cahaya (Hariyanto, 2009). Lightness digunakan untuk menunjukkan gelap atau
terangnya warna, yaitu dengan semakin tinggi nilai lightness maka warna bahan
semakin terang dan sebaliknya. Sedangkan chroma digunakan untuk menunjukkan
tingkat intensitas warna, yaitu dengan semakin tinggi nilai chroma maka intensitas
warna bahan semakin jenuh (kuat) dan sebaliknya.
Tabel 4.1 Nilai L, C, dan oH tablet effervescent kulit buah naga merah dan buah salam
Formula Parameter Pengamatan
L C oH Warna
F1 39,43 26,21 358,11 Red purple
F2 40,87 25,74 358,41 Red purple
F3 41,32 23,00 358,74 Red purple
Berdasarkan Tabel 4.1. menunjukkan bahwa dengan semakin banyaknya
penambahan ekstrak buah salam mengakibatkan nilai L (lightness) yang semakin
tinggi dan nilai C (chroma) yang semakin rendah. Hal tersebut menunjukkan bahwa
dengan penambahan ekstrak buah salam menghasilkan warna tablet yang semakin
cerah dan intensitas warna yang semakin pudar. Hasil yang sama dapat dilihat pada
Gambar 4.1 yang menunjukkan tablet effervescent yang dihasilkan dari berbagai
formulasi. Perbedaan kecerahan dan intensitas warna tersebut dapat dikarenakan
tingginya kadar air pada formulasi F3. Pada formulasi F3 yang dilakukan
penambahan 10% buah salam menghasilkan ekstrak bubuk dengan kadar air yang
cenderung lebih tinggi, sehingga butiran-butiran ekstrak bubuk yang dihasilkan
setelah pengeringan memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan dengan ekstrak
bubuk pada formulasi F1 yaitu tanpa penambahan buah salam yang memiliki butiran-
butiran ekstrak bubuk berukuran kecil. Tingginya kadar air pada formula F3
dikarenakan jumlah penambaha