07 (Mtgh22) Batas Plio-plistosen Di p. Jawa Geo Kuaternari Sebagai Ilmu Murni

7/23/2019 07 (Mtgh22) Batas Plio-plistosen Di p. Jawa Geo Kuaternari Sebagai Ilmu Murni

http://slidepdf.com/reader/full/07-mtgh22-batas-plio-plistosen-di-p-jawa-geo-kuaternari-sebagai-ilmu-murni 1/22

1

7. GEOLOGI KUATERNARI

SEBAGAI

ILMU

MURNI

(

BATAS PLIO-

PLISTOSEN DI P. JAWA

)

danis_geologi kuaternari



2

BATAS PLIO-PLISTOSEN

DI P. JAWA

Beberapa riset geologi di Indonesia, khususnya di

P. Jawa, mencoba mengetahui batas Plio-Plistosen.

Ada yang menggunakan lithostratigrafi, misalnya

sebagai tahap awal Plistosen :

Formasi Pucangan di Jateng-Jatim.

Akhir Formasi Kaliwangu ke Formasi Citalang di

Jabar.




3

Kemudian pencarian batas tersebut harus jugaditentukan berdasarkan kronostratigrafi yang

menerus sampai terbagi suatu peristiwa (event ) khasyang membedakan Pliosen / Plistosen.

Penentuan batas dapat dilakukan dengan beberapametoda, paleomagnetisme, K-Ar dating , f ission track ,

dan stratigrafi seismik (Quaternary SeismicStratigraphy ).

Setelah itu batas tersebut ditentukan umur absolutnya.




4

Munculnya fosil-fosil manusia (Homo erectus )dimulainya kebudayaan batu (artefak ) bukti-bukti

aktifitas manusia, melimpahnya fosil-fosil vertebratadapat menjadi ciri awal Kuaternari di Indonesia.

Sartono (1969) mengusulkan agar awal Kuaternari

adalah sekitar 2 m.a yang lalu.




5

Yokoyama et al (1980) meneliti paleomagnetisme diSangiran dan Trinil dengan mendsrkan hasilpentarikhan mutlak K-Ar :

Formasi Cemoro (Pucangan) bagian bawah (bagianatas dari breksi volkanik bawah) berumur 2.0 + 0,6m.a.

Batas Plio-Plistosen 1,8 m.a berarti berada padaFormasi Cemoro bagian Bawah.




6

Sartono et al (1981) meneliti endapan laut Pliosen Atas

di daerah Sangiran, Jateng menyatakan bahwaberdasarkan kandungan nannoplankton gampinganterbukti bahwa Formasi Puren (Kalibeng Atas) danFormasi Cemoro (Pucangan) bagian bawah berumurPliosen Akhir.

Danisworo (1987, 2001) yang melakukan riset untukpenyusunan lithostratigrafi dan magnetostratigrafidaerah Sangiran, Jateng, mengakui sulit menentukanbatas Plio-Plistosen, mengingat tidak ada endapanyang menerus dan umumnya di daerah telitian adalahendapan darat.




7

Kendati demikian Danisworo dapat tentukan :

batas Epoch Gauss-Matuyama (2,48 m.a. yl)

tepat berimpit dengan batas atas Batugamping

Balanus dari Formasi Puren (Kalibeng).

batas Epoch Brunhes-Matuyama (0,73 m.a. yl)

berada sekitar bagian tengah dari FormasiBapang (Formasi Kabuh).




8

batas bawah Event Normal Olduvai (1,87 m.a yl) hanya

beberapa meter di atas batas antara Anggota Lahar

Ngampon dan Anggota Batulempung Pondok(keduanya anggota dari Formasi Cemoro / Pucangan).

Dengan demikia batas Plio-Plistosen diperkirakan

hampir berimpit (sedikit lebih ke atas) dari batasbawah Event Normal Olduvai tersebut.




Evidence on Seafloor

Paleomagnetism and

seafloor spreading

Magnetic Time Scale Magnetic Stripe Formation at Ridge Crestdanis_geologi kuaternari 9



Evidence on Seafloor

Paleomagnetism and

seafloor spreading

danis_geologi kuaternari 10



Paleomagnetism and seafloor spreading

Magnetic Time Scaledanis_geologi kuaternari 11



13danis_geologi kuaternari



14

Hidayat 1993 berkeyakinan bahwa umur Formasi

Kabuh di Jatim adalah Pliosen Akhir sampai Plistosendengan dijumpainya Globorotal ia truncatul inoides danGloborotal ia tasaensis.

Namun kehadiran fosil Globorotal ia truncatul inoides ini

tidak selalu dapat dijumpai pada setiap endapanPlistosen di Jawa khususnya, bahkan untuk di daerah-daerah beriklim tropik, maka kurang tepat kalau fosilini dipakai sebagai dasar untuk menentukan batasPlio-Plistosen.

Lain halnya di Eropa fosil ini hampir dapat ataudengan relatif mudah dijumpai di setiap endapanPlistosen.




15

Rahardjo et al (1994) menunjukkan bahwa kehadiran

fosil polen Stenochlaeni idites papuanus dan / atau

Podocarpus imbr icatus adalah sangat penting dikaitkan

dengan batas Plio-Plistosen.

Kehadiran kedua fosil tersebut mencirikan bagian

paling atas dr Jaman Tersier (Pliosen, N 20-21) di

Jawa.




16

Rahardjo (1999) dalam risetnya di daerah Mojoroto,

Mojokerto-Jatim dengan tujuan untuk mempelajaribatas umur Plio-Plistosen dan perubahan iklim yang

terjadi pada waktu itu dengan berdsrkan analisis

foraminifera dan palinologi menyimpulkan bahwa

batas Plio-Plistosen ditandai dengan kepunahan spesies

Stenochlaeni idites papuanus .

Di samping itu makin keringnya iklim yang terjadi

pada batas kedua umur juga teramati dari kenaikan

persentase Gramineae secara mencolok serta

penurunan Arboreal Pollen.




17

Selanjutnya kepunahan Globoquadrina altispira dan

Globorotalia acostaensis acostaensis terletak skt 50 m di

bawah batas umur Plio-Plistosen.

Perputaran kamar cangkang Globorotal ia menardii dan

kelompok Pul leniatina merupakan ciri umur Plistosen.




18

Hutasoit et. al (2000) yang melakukan beberapa

pemboran di DKI Jakarta berkaitan dengan penelitian

hidrogeologi dan dimanfaatkan unutk mencari batas

Plio-Plistosen.

Penentuan batas Plio-Plistosen di sini denganmenggunakan polen dari beberapa inti bor dan

menganalisis ulang data foram kecil dari hasil

lapangan peneliti sebelumnya.

Diyakini bahwa konfigurasi batas Plio-Plistosen

sebagai hasil risetnya berbeda dengan anggapan

sebelumnya.




19

Selain itu kedalaman batas tersebu bervariasi pada

setiap lokasi inti bor.

Di samping itu ada beberapa implikasi temuan baru

terhadap hidrogeologi dan rekayasa kegempaan daerah

telitian.

Di daerah Meruya (ke arah bandara, pantai), batas Plio-

Plistosen terletak pada kedalaman antara 42 & 68 m,sementara di daerah Blok M pada kedalaman antara

153,45 & 162,5 m.




20

Choiriah et al., (2001) menentukan batas Plio-Plistosendi daerah Ngawi sepanjang Bengawan Solo denganberdasarkan nannofosil.

Kepunahan Discoaster dan kemunculan Gephyrocapsa diyakini sebagai batas Plio-Plistosen dan berada 1,8 mdi bawah batas Plio-Plistosen yang didasarkan padakemunculan awal dari Globorotal ia cf. G.truncatulinoides yang dilakukan oleh Van Gorsel dan

Troelstra (1981).




21

Relatif melimpahnya taxa nannofosil air dingin(Coccoli thus pelagicus, Gephyrocapsa caribbeanica,Hayaster perplexus ) membuktikan kondisi dingin setelahbatas Plio-Plistosen untuk di daerah tersebut.

Batas Plio-Plistosen di Jawa, terutama di Sangiran(Jateng), Trinil dan Mojokerto (Jatim), masih tetap

menarik untuk diteliti, akan menjadi wacana dan terusmenjadi bahan diskusi mengingat sulitnya / tidak adanyaendapan darat / laut yang menerus, di samping terusberkembangnya ilmu dan teknologi.




KALA PALEONTOLOGI PALINOLOGI

PLISTOSEN

Globorotal ia truncatul inoides Anomalina baltica (foraminifera air

dingin)

Globorotal ia menardii & kelompok

Pulleniatina

Homo erectus dan VertebrataGephyrocapsa *)

Taxa nannofosil air dingin :

Coccoli thus pelagicus * * )

Gephyrocapsa caribbeanica * * )

Hayaster perplexus * * )

Gramineae kenaikanArboreal Pollen

penurunan secara

mencolok

PLIOSEN

Discoaster * )

Globoquadr ina altispira dan

Globorotalia acostaensis acostaensis

Stenochlaeniidites

papuanus

Podocarpus imbricatus


07 (Mtgh22) Batas Plio-plistosen Di p. Jawa Geo Kuaternari Sebagai Ilmu Murni

Documents

Transcript of 07 (Mtgh22) Batas Plio-plistosen Di p. Jawa Geo Kuaternari Sebagai Ilmu Murni