· Web viewBAB XXII APARATUR PEMERINTAH A. PENDAHULUAN Landasan utama kebijaksanaan pendayagunaan...

108
APARATUR PEMERINTAH

Transcript of  · Web viewBAB XXII APARATUR PEMERINTAH A. PENDAHULUAN Landasan utama kebijaksanaan pendayagunaan...

APARATUR PEMERINTAH

BAB XXII

APARATUR PEMERINTAH

A. PENDAHULUAN

Landasan utama kebijaksanaan pendayagunaan aparatur Pemerintah dalam 5 tahun terakhir, yang meliputi kurun waktu 1983/84-1987/88 adalah Ketetapan MPR No.II/MPR/1983 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN). Dalam Ketetapan MPR tersebut antara lain dinyatakan bahwa pendayagunaan aparatur negara bersifat menyeluruh dan terpadu, meliputi keseluruhan unsur aparatur pemerintahan Pusat dan Daerah termasuk aparatur perekonomian Negara dan Daerah. Pendayagunaan tersebut ditujukan pada peningkatan semangat pengabdian, disiplin, kerjasama di dalam suatu dan antar berbagai aparatur, kesetiaan, kemampuan, ketertiban dan kesempurnaan aparatur negara, menuju terciptanya suatu sistem aparatur yang bersih, berwibawa, berdayaguna dan berhasilguna dalam penyelenggaraan berbagai fungsi pemerintahan umum dan pembangunan yang merupakan pelaksanaan Pancasila dan Undang-undang Dasar.1945.

Ditetapkan pula bahwa dalam rangka melancarkan pelaksanaan pembangunan dan dalam rangka membina kesatuan bangsa, hubungan kerja yang serasi antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah terus dikembangkan atas dasar keutuhan negara kesatuan dan diarahkan pada pelaksanaan otonomi daerah yang nyata, dinamis dan bertanggungjawab serta dilaksanakan bersama-sama dengan dekonsentrasi dan tugas pembantuan yang dapat mendorong kemajuan dan pembangunan daerah. Selain itu, dinyatakan pula bahwa usaha memperkuat pemerintahan desa dilanjutkan dan lebih ditingkatkan, agar makin mampu menggerakkan masyarakat dalam pembangunan serta dalam menyelenggarakan administrasi desa yang makin meluas dan efektif.

Oleh karena aparatur Pemerintah merupakan faktor yang menentukan mutu pelayanan dan keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, maka upaya pendayagunaan aparatur Pemerintah tersebut ditempatkan sebagai Krida Kedua Panca Krida Kabinet Pembangunan IV. Upaya pendayagunaan aparatur Pemerintah tersebut telah dilakukan secara berencana, berkesinambungan, melembaga dan meliputi keseluruhan unsur dalam sistem administrasi negara termasuk pengembangan somber daya manusia.

B. LANDASAN DAN SASARAN KEBIJAKSANAAN PENDAYAGUNAAN APARATUR PEMERINTAH

Kebijaksanaan pendayagunaan aparatur Pemerintah pertamatama diarahkan pada peningkatan kecakapan, pengabdian dan kesetiaan kepada cita-cita perjuangan Bangsa dan Negara berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Dengan demikian aparatur Pemerintah harus benar-benar merupakan unsur aparatur Negara, abdi Negara dan abdi Masyarakat yang cakap dan bermental baik dalam menjalankan tugas umum pemerintahan, tugas pembangunan, serta tugas pembimbingan dan pelayanan kepada masyarakat. Di samping itu langkah-langkah kebijaksanaan pendayagunaan aparatur Pemerintah ditujukan pada peningkatan dan pemantapan tata penyelenggaraan pemerintahan yang mencerminkan peranan Pemerintah dalam pembangunan nasional.

Sesuai dengan garis kebijaksanaan yang telah ditetapkan di dalam GBHN, yang antara lain menentukan bahwa pembangunan ekonomi sebagai titik berat pembangunan jangka panjang dan proses pembangunan tersebut didasarkan pada Demokrasi Ekonomi di mana masyarakat harus memegang peranan aktif, maka Pemerintah berkewajiban untuk memberikan pengarahan dan bimbingan terhadap pertumbuhan ekonomi serta menciptakan iklim yang sehat bagi perkembangan dunia usaha.

Sejalan dengan itu, aparatur Pemerintah harus peka, terhadap permasalahan yang dirasakan oleh masyarakat dan yang dihadapi dunia usaha, serta tanggap dan cakap dalam mengatasi masalah-masalah tersebut. Oleh karena itu aparatur Pemerintah perlu secara terus menerus ditingkatkan kemampuannya dalam penyelenggaraan fungsi pemerintahan umum dan pembangunan, dalam memberikan rangsangan dan pelayanan kepada masyarakat sehingga timbul prakarsa, kegairahan, serta peranserta aktif mereka dalam proses pembangunan.

Atas dasar landasan dan arah kebijaksanaan tersebut di atas, sasaran-sasaran pendayagunaan aparatur Pemerintah dalam kurun waktu 1983/84-1987/88 adalah sebagai berikut:

a. Peningkatan penyempurnaan, pembinaan dan pendayagunaan aparatur Pemerintah baik di tingkat Pusat maupun di tingkat Daerah, serta aparatur perekonomian Negara dan Daerah, sehingga dapat berperanan sebagai abdi Negara dan abdi masyarakat yang setia pada cita-cita perjuangan bangsa berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, serta mampu melaksanakan tugas-tugas pemerintahan umum dan pembangunan, secara efisien, efektif, bersih dan berwibawa.

b. Penyempurnaan organisasi, tata kerja dan hubungan kerja, baik pada tingkat Sekretariat Lembaga Tertinggi dan Tinggi Negara, pada sesuatu Departemen/Lembaga, maupun antara Departemen/Lembaga, serta berbagai unsur aparatur negara lainnya.

c. Peningkatan hubungan fungsional yang semakin mantap antara Lembaga-lembaga Perwakilan Rakyat dengan Pemerintah, baik di tingkat Pusat maupun di tingkat Daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan yang demokratis termasuk penyusunan rencana tahunan yang secara keseluruhan tercermin dalam APBN dan APBD.

d. Pengembangan keserasian hubungan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah atas dasar keutuhan Negara Kesatuan dan diarahkan pada pelaksanaan Otonomi Daerah yang nyata, dinamis dan bertanggungjawab yang dapat menjamin perkembangan dan pembangunan Daerah, serta dilaksanakan bersa-ma-sama dengan dekonsentrasi dan tugas pembantuan.

e. Penyempurnaan substansi dan sarana administrasi kebijaksanaan dalam bidang ekonomi, keuangan, perdagangan dan pembangunan pada umumnya, yang kemudian dikenal sebagai langkah-langkah kebijaksanaan "deregulasi" dan "debirokratisasi" guna meningkatkan efisiensi dalam berbagai kegiatan ekonomi pada umumnya, khususnya "daya saing" dunia usaha dan hasil produksi dalam negeri guna meningkatkan ekspor komoditi nonmigas. Berbagai langkah penyempurnaan juga dilakukan dalam sistem perencanaan, pembiayaan, dan pengendalian pelaksanaan rencana, program dan proyekproyek pembangunan.

1129

f. Penyempurnaan sistem, kebijaksanaan dan rencana serta peningkatan pelaksanaan pengawasan dan penertiban pada seluruh aparatur Pemerintah, termasuk aparatur perekonomian Negara dan Daerah dalam rangka penanggulangan berbagai bentuk korupsi, penyalahgunaan wewenang, kebocoran dan pemborosan kekayaan dan keuangan Negara, pungutanpungutan liar serta berbagai bentuk penyimpangan lainnya yang menghambat pelaksanaan pembangunan dan mengakibatkan ekonomi biaya tinggi.

g. Peningkatan penyempurnaan kebijaksanaan dan saran administrasi di bidang kepegawaian guna meningkatkan produktivitas, kegairahan dan disiplin kerja pegawai negeri dengan mengembangkan sistem karier yang diserasikan dengan sistem prestasi kerja, kenaikan-kenaikan gaji dan pensiun sepanjang keuangan negara memungkinkan, perbaikan sistem gaji dan pensiun, disertai perbaikan dalam berbagai sarana penunjang.

h. Peningkatan kemampuan aparatur Pemerintah, baik tingkat Pusat maupun tingkat Daerah, dalam menyelenggarakan tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan, meliputi kemampuan dalam : perumusan kebijaksanaan, penyusunan rencana dan program serta proyek-proyek pembangunan, pelaksanaan dan pengendalian, serta pengawasan dan penilaian.

i. Penyempurnaan sistem organisasi dan manajemen Badan-badan Usaha Milik Negara sehingga dapat menjadi pendorong kegiatan pembangunan yang berdayaguna dan berhasilguna, khususnya pada sektor-sektor usaha yang tidak atau belum ditangani oleh pihak swasta. Usaha ini juga dimaksudkan untuk pemupukan modal dan keuntungan, penyediaan jasa sosial ekonomi dan turut aktif mengamankan serta menunjang pelaksanaan kebijaksanaan dan program pengembangan golongan ekonomi lemah.

j. Pengembangan sistem administrasi Pemerintah antara lain dengan menyusun berbagai kebijaksanaan yang dituangkan dalam peraturan perundang-undangan, sehingga langkah kegiatan penyelenggaraan pemerintahan mempunyai landasan hukum yang pasti dan jelas, baik bagi para pelaksana maupun bagi masyarakat.

C. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN DAN PERKEMBANGAN PENDAYAGUNAAN APARATUR PEMERINTAH 1983/84-1987/88

1. Lembaga Tertinggi Negara/Lembaga-lembaga Tinggi Negara

Dalam lima tahun terakhir, langkah-langkah pendayagunaan aparatur Lembaga Tertinggi dan Lembaga-lembaga Tinggi Negara terus ditingkatkan sehingga dewasa ini tampak bahwa kedudukan dan wewenang serta keserasian hubungan fungsional antara Lembaga-lembaga Negara, yaitu MPR sebagai Lembaga Tertinggi Negara, DPA, DPR, BEPEKA dan Mahkamah Agung sebagai Lembaga Tinggi Negara, telah makin memantapkan kehidupan konstitusi dan mekanisme Kepemimpinan Nasional, berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Hal ini sangat penting bagi kemantapan, kesinambungan dan keberhasilan penyelenggaraan fungsi-fungsi umum pemerintahan dan pembangunan.

Di samping pemantapan kedudukan serta hubungan kerja, telah dilakukan pula penyempurnaan organisasi dan personalia kesekretariatan untuk meningkatkan kemampuan dalam memberikan jasa-jasa pelayanan administratif pada Lembaga-lembaga Negara bersangkutan. Langkah-langkah pendayagunaan yang telah dilakukan dalam lima tahun terakhir antara lain sebagai berikut:

a. Pada tahun 1987 telah dilangsungkan pemilihan umum anggota-anggota MPR, DPR dan DPRD. Pemilihan umum tetap didasarkan pada prinsip "LUBER" (langsung, umum, bebas, dan rahasia) dan telah berlangsung secara aman dan tertib. Ini dapat terjadi antara lain berkat adanya kerjasama yang baik antara Pemerintah dan DPR dalam merumuskan Undang-undang No. 1, No. 2, dan No. 3 Tahun 1985, masingmasing tentang: Pemilihan Umum Anggota-anggota Badan Permusyawaratan/Perwakilan Rakyat sebagai perubahan atas Undang-undang No. 15 Tahun 1969 dan No. 4 Tahun 1975 serta No. 2 Tahun 1980; Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD, serta tentang Partai Politik dan Golongan Karya. Dengan demikian dalam sejarah Republik Indonesia telah dapat dibentuk untuk keempat kalinya Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat hasil pemilihan umum.

b. Dewan Pertimbangan Agung yang dibentuk berdasarkan Undang-undang No. 3 Tahun 1967 jo. Undang-Undang; No. 4 Tahun 1978, keanggotaannya diperluas dari 27 orang menjadi 45 orang anggota termasuk pimpinan. Dalam tahun 1983 te

1131

lah dilakukan penggantian Ketua dan Wakil Ketua DPA dengan Keppres No. 97/M Tahun 1983, kemudian dengan Keppres No. 89/M Tahun 1986 terjadi penggantian Wakil Ketua. Sedangkan pengangkatan keanggotaan Dewan telah dilakukan dengan Keppres No. 84/M Tahun 1983 dan Keppres No. 61/M Tahun 1984. Di samping itu, dengan Keppres No. 49 Tahun 1985 telah dilakukan penyempurnaan Sekretariat Jenderal yang dimaksudkan untuk menunjang kegiatan-kegiatan Dewan.

c. Badan Pemeriksa Keuangan yang kekuasaan dan kewajibannya ditetapkan dengan Undang-undang No. 5 Tahun 1973 sebagai pembaharuan Undang-undang No. 17 Tahun 1965 telah mengalami penggantian beberapa anggota dengan Keputusan Pre-siden No. 161/M Tahun 1981. Selanjutnya dengan Keppres No. 154/M Tahun 1983 telah diangkat Ketua BEPEKA yang baru dan dengan Keppres No. 155/M Tahun 1983 telah diangkat Wakil Ketua dan para Anggota BEPEKA.

d. Mahkamah Agung sebagai Lembaga Tinggi Negara yang menduduki peranan sangat penting dalam penyelenggaraan kekuasaan kehakiman, dengan Undang-undang No. 14 Tahun 1985 telah dilakukan penataan kembali Kedudukan, Susunan, dan Kekuasaan Mahkamah Agung. Jumlah hakim agung ditambah dari 30 menjadi 51 orang yang pengangkatan terakhir dilakukan dengan Keppres No. 126/M Tahun 1984. Selain itu, untuk lebih memantapkan pelaksanaan tugas yang diamanatkan UUD 1945 kepada Mahkamah Agung, dengan Keppres No. 75 Tahun 1985 telah disempurnakan kembali Organisasi dan Kepaniteraan/Sekretariat Jenderal Mahkamah Agung. Pada tahun 1984 telah diadakan penggantian Ketua dengan Keppres No. 123/M Tahun 1984.

Selanjutnya, Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan Rakyat dengan Keppres No. 35/1984, telah lebih disempurnakan kembali, antara lain berupa perubahan dari 6 Biro menjadi 8 Biro.

Dalam periode lima tahun terakhir juga telah berhasil diundangkan Undang-undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, yang menjadi landasan hukum bagi upaya mewujudkan aparatur yang bersih, berwibawa, berdayaguna dan berhasilguna secara lebih mantap. Selanjutnya telah berhasil pula diterbitkan Undang-undang No. 8 Tahun 1987 tentang Protokol, yang mengatur tata tempat, tata upacara dan tata penghormatan yang diberlakukan dalam acara kenegaraan atau acara resmi bagi Pejabat Negara, Pejabat Pemerintah dan tokoh masyarakat tertentu. Selain itu telah diterbitkan pula beberapa

Peraturan Pemerintah antara lain tentang : Gaji Pokok Pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara dan Anggota Lembaga Tinggi Negara serta Uang Kehormatan Anggota Lembaga Tertinggi Negara (PP No. 10 Tahun 1985), Hak Keuangan/Administratif Jaksa Agung, Panglima ABRI dan Gubernur Bank Indonesia (PP No. 11 Tahun 1985), Penyesuaian Pensiun Pokok Bekas Presiden dan Wakil Presiden dan Janda (PP No. 16 Tahun 1985) dan Penyesuaian Pensiun Pokok Bekas Pimpinan MPRS dan Janda/Dudanya (PP No. 19 Tahun 1985). Sebelum itu dengan Keputusan Sekretaris Jenderal MPR No. 224/1985 telah diatur kembali Tugas, Fungsi, Organisasi dan Tata Kerja untuk pejabat-pejabat (Melon III dan IV di lingkungan Sekretariat Jenderal MPR.

2. Aparatur Pemerintah Tingkat Pusat

Pendayagunaan aparatur Pemerintah tingkat Pusat meliputi penyempurnaan ataupun penyederhanaan organisasi dan kesekretariatan Kantor Menteri Koordinator; Sekretariat Negara, Kan-tor Menteri Negara, Departemen-departemen, Lembaga-lembaga Pemerintah Non Departemen dan Kantor-kantor Menteri Muda. Hal tersebut dimaksudkan untuk menampung beban tugas dan kebutuhan serta untuk mengatasi berbagai permasalahan yang dihadapi aparatur Pemerintah dalam melaksanakan berbagai fungsi umum pemerintahan dan pembangunan, khususnya dalam Repelita IV sesuai dengan Krida Kedua Panca Krida Kabinet Pembangunan IV.

Pendayagunaan organisasi Kantor Menteri Koordinator, Menteri Negara dan Menteri Muda telah dilakukan dengan berbagai perkembangan organisasi dan penyempurnaan dalam hal kedudukan, tugas pokok, fungsi dan tata kerjanya, disesuaikan dengan susunan dan program Kabinet Pembangunan IV. Penyempurnaan juga dimaksudkan untuk lebih meningkatkan koordinasi antara semua Menteri, baik dalam tingkat perumusan kebijaksanaan, tingkat perencanaan maupun tingkat pelaksanaan berbagai kebijaksanaan pemerintahan, serta pengendalian dan pengawasan terhadap perkembangan pelaksanaannya. Dalam hubungan ini telah dilakukan penyempurnaan mengenai Kedudukan, Tugas Pokok, Fungsi dan Tata Kerja Menko EKUIN & WASBANG serta susunan organi-sasi stafnya, yaitu dengan Keppres No. 32 Tahun 1983; penyempurnaan mengenai Kedudukan, Tugas Pokok, Fungsi dan Tata Kerja Menteri Negara serta susunan organisasi staf Menteri Negara dengan Keppres No. 23 dan 25 Tahun 1983; kemudian telah disem-purnakan pula organisasi Sekretariat Negara, yang dilakukan dengan Keppres No. 16 Tahun 1983.

Dengan makin meningkatnya dan meluasnya tugas-tugas pem

bangunan, dalam susunan Kabinet Pembangunan IV diadakan peru-bahan jumlah Departemen dengan memecah beberapa Departemen menurut bidang yang ruang lingkup tugasnya memerlukan perhatian lebih besar dan harus ditangani secara lebih intensif. Hal ini meliputi pemecahan Departemen Pertanian menjadi Departemen Pertanian dan Departemen Kehutanan, Departemen Perhubungan menjadi Departemen Perhubungan dan Departemen Par-postel, Departemen Perdagangan dan Koperasi menjadi Departemen Perdagangan dan Departemen Koperasi, kemudian Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi menjadi Departemen Tenaga Kerja dan Departemen Transmigrasi.

Pendayagunaan organisasi setiap departemen dilaksanakan atas dasar Keppres No. 15 Tahun 1984 sebagai penyempurnaan Keppres No. 45 Tahun 1974 yang pada prinsipnya tetap bersandar pada ketentuan-ketentuan pokok dalam Keppres No. 44 Tahun 1974. Penyempurnaan ataupun penyederhanaan organisasi terse-but dimaksudkan sebagai penyesuaian dengan beban tugas yang harus dipikul setiap Departemen dalam menyelenggarakan fungsi umum pemerintahan dan pembangunan.

Melalui usaha penyempurnaan tersebut, telah diperjelas batas-batas kewenangan dan tanggungjawab fungsional Departemen, diseragamkan nama unit organisasi (nomenklatur) dan nama jabatan (titulatur) dan dipertegas pembagian ke dalam meliputi unsur Pembantu Pimpinan, unsur Pelaksana, dan unsur Pengawasan dan Pengendalian pada Departemen. Di samping unsurunsur tersebut terdapat pula unsur pembantu pelaksana teknis/ administratif yang disebut Badan dan atau Pusat.

Dalam rangka pelaksanaan dari Keppres tersebut di atas, masing-masing departemen setelah berkonsultasi dengan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, telah menata susunan organisasi lebih lanjut sampai kesatuan organisasinya yang terkecil, termasuk Instansi Vertikal baik di tingkat Propinsi maupun di tingkat Kabupaten/Kotamadya serta Unit Pelaksana Teknisnya.

Selanjutnya, guna meningkatkan penyelenggaraan tugas dan fungsi Departemen di Propinsi dibentuk Kantor Wilayah Departemen atau Kantor Wilayah Direktorat Jenderal sebagai instansi vertikal di Daerah. Pembentukan Kanwil disesuaikan dengan pembagian wilayah administratif yang dapat mencakup satu atau beberapa propinsi, tergantung dari tugas dan beban kerja yang menjadi tanggungjawabnya. Selain itu, dalam rangka memperlancar pelaksanaan tugas Kantor Wilayah di daerah tingkat Ka

bupaten/Kotamadya dibentuk pula kantor Departemen di beberapa daerah tertentu.

Dalam perkembangannya, sejumlah Departemen/Lembaga merasakan kebutuhan untuk mengadakan penyesuaian kembali dari ketentuan yang telah ditetapkan dalam Keppres No. 15 Tahun 1984 tersebut. Misalnya, dengan Keppres No. 47 Tahun 1985 telah diadakan perubahan untuk pertama kali terhadap Keppres No. 15 Tahun 1984 tentang Susunan Organisasi : Departemen Keuangan, Departemen Dalam Negeri dan Departemen Perdagangan. Kemudian disusul oleh sejumlah Departemen lainnya, yang secara keseluruhan pendayagunaan yang telah dilakukan dalam kurun waktu 1983/84 - 1987/88 antara lain sebagai berikut :

a. Departemen Keuangan telah melakukan berbagai langkah pendayagunaan lebih lanjut. Dengan Keppres No. 76 Tahun 1985 tentang penyempurnaan Ditjen Bea dan Cukai, telah dibentuk Pusat Penelitian dan Pengembangan Keuangan, Pusat Pembukuan Keuangan Negara, Pusat Penyusunan dan Analisa APBN dan Pusat Sarana Perkembangan Bea dan Cukai. Di lingkungan Ditjen Bea dan Cukai telah dibentuk UPT Kantor Pengolahan Data dan Informasi yang bertanggungjawab kepada Ditjen Bea dan Cukai, secara teknis fungsional dibina dan dikoordinasikan oleh Pusat Analisa dan Informasi Keuangan. Sebagai tindak lanjut, dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 998/1985 dilakukan penyederhanaan organisasi Ditjen Bea dan Cukai. Kemudian berdasarkan Keppres No. 12 Tahun 1986 telah dibentuk Unit Organisasi Baru di Departemen Keuangan yaitu Pusat Pengelolaan Pembebasan dan Pengendalian Bea Masuk (P4BM) dan juga dengan Keppres No. 20 Tahun 1986 telah disusun Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Majelis Pertimbangan Pajak (dalam lingkungan Sekretariat Jenderal). Terakhir dengan Keppres No. 36 Tahun 1987 telah dilakukan penyederhanaan dengan menggabungkan Ditjen Moneter Dalam Negeri dengan Ditjen Moneter Luar Negeri menjadi Ditjen Moneter, termasuk kedalam penyederhanaan tersebut penataan kembali organisasi Ditjen Anggaran, Sekretariat Jendral dan pembentukan Badan Analisa Keuangan Negara, Perkreditan dan Neraca Pembayaran.

b. Departemen Dalam Negeri telah melakukan penataan kembali organisasi dan tata kerja secara menyeluruh (Keputusan Mendagri No. 22/1986, tindak lanjut Keppres No. 47/1985). Dalam hubungan ini, pada Direktorat Jenderal Pembangunan Desa telah dibentuk Unit Pelaksana Tehnis Pengkaderan Pembangunan Desa yang bertugas memberikan bimbingan dan motivasi kepada kader pembangunan desa.

c. Departemen Luar Negeri telah melakukan penyempurnaan Organisasi Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri. Untuk mendukung meningkatnya hubungan Republik Indonesia dengan negara sahabat dan organisasi internasional khususnya di bidang ekonomi telah dilakukan penataan kembali beberapa wilayah dan pemantapan tugas beberapa perwakilan RI meliputi Susunan Organisasi KBRI Harare sebagai tindak lanjut dibukanya Kedutaan Besar Republik Indonesia di Ha-rare, PTRI New York, dan KBRI Nairobi (SK Menlu No. 83/1986) dan telah dibentuk bidang perdagangan pada KBRI Vienna (SK Menlu No. 122/1986).

d. Departemen Kehakiman telah mengadakan berbagai langkah penyempurnaan administrasi. Hal ini meliputi: pendayagunaan pada jajaran Ditjen Peradilan Umum sehubungan dengan telah diterbitkannya Undang-undang No. 2 Tahun 1986 ten-tang Peradilan Umum, berupa peningkatan kolas beberapa Pengadilan Negeri; peninjauan kembali organisasi dan tata kerja Kantor Imigrasi dengan menyesuaikan wilayah kerjanya; penyempurnaan organisasi dan tata kerja Balai Bimbingan Kemasyarakatan dan Penyantunan Anak (disesuaikan pelaksanaan UU No. 8 Tahun 1981 dan PP No. 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan KUHP); penghapusan seluruh Perwakilan Balai Harta Peninggalan sebanyak 38 perwakilan disebabkan kegiatannya semakin berkurang, tugas dan fungsi perwakilan tersebut dikembalikan keinduknya, sedangkan personil dan inventarisasi Kantor Perwakilan dikembalikan ke Kanwil Departemen Kehakiman masing-masing.

e. Di lingkungan Departemen Perdagangan dalam rangka menggalakkan ekspor nonmigas telah diadakan penyempurnaan organisasi terutama pada Badan Pengembangan Ekspor Nasional.

f. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan telah mengadakan perubahan susunan Organisasi Pusat-pusat, dari 5 buah Pusat menjadi 8 buah Pusat sesuai dengan Keppres No. 4 Tahun 1987.

Berbagai langkah pendayagunaan juga telah diadakan di berbagai Departemen lainnya, antara lain : Departemen Transmigrasi (pembukaan Kantor Wilayah guna menampung minat para penduduk untuk bertransmigrasi); Departemen Tenaga Kerja (beberapa penyempurnaan administrasi antara lain dalam bidang organisasi dan tata kerja Kursus Latihan Kerja, pembentukan Sub Bagian Telekomunikasi pada Biro Perencanaan, organisasi

dan tata kerja Pendidikan dan Latihan Instruktur di Bekasi, terakhir dengan Keppres No. 30 Tahun 1987 telah dilakukan penyempurnaan tugas pokok dan susunan organisasi Sekretariat Jenderal, Inspektorat Jenderal, Ditjen Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja, Ditjen Bina Hubungan Ketenagakerjaan dan Pengawasan Norma Kerja dan Pusat-pusat); Departemen Penerangan (Pembentukan Kantor Departemen Penerangan di wilayah Kota Administratif Batam); Departemen Pertambangan dan Energi (penyempurnaan organisasi dan tata kerja Kantor Wilayah Departemen Pertambangan dan Energi di Propinsi).

Selanjutnya dengan Keppres No. 4 Tahun 1987 telah disempurnakan kembali susunan dan jumlah Pusat-pusat yang diatur dalam Keppres No. 15 Tahun 1984 tentang Susunan Organisasi Departemen sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keppres No. 12 Tahun 1986.

Pendayagunaan aparatur Pemerintah Tingkat Pusat juga telah dilakukan pada Lembaga-lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND). Sesuai dengan perkembangan tugas masing-masing dan berbagai perubahan yang dituntut dalam penyelenggaraan pembangunan, organisasi Lembaga-lembaga Pemerintah Non Departemen juga memerlukan penyempurnaan-penyempurnaan. Pengamatan mengenai organisasi lembaga-lembaga tersebut antara lain menunjukkan adanya perbedaan dalam dasar hukum pembentukan, yaitu ada yang pembentukannya dengan Undang-undang, ada pula dengan Peraturan Pemerintah dan sebagian besar dengan Keputusan Presiden. Ditemui pula masalah yang disebabkan oleh adanya sifat-sifat yang berbeda, seperti ada kelompok LPND yang menjalankan fungal lini yang melaksanakan tugas eksekutif, kelompok lain mempunyai kedudukan staf atau sebagai badan staf tingkat Pusat, sedangkan ada pula yang mempunyai tugas melaksanakan koordinasi sehingga disebut badan koordinasi. Walaupun pada dasarnya usaha-usaha penyempurnaan dilakukan dengan penelitian secara menyeluruh, namun perhatian khusus diberikan kepada masalah-masalah yang mendesak, yaitu perlunya perubahan bahkan penambahan organisasi dari LPND tertentu agar dapat menampung perkembangan tugas lembaga bersangkutan. Walaupun rumusan baku masih harus disusun, namun langkah-langkah pendayagunaan telah dilakukan, yang pada prinsipnya berdasarkan asas-asas yang dipergunakan dalam penyempurnaan organisasi departemen, tanpa mengabaikan sifatsifat khusus dan ruang lingkup tugas pokok masing-masing. Dalam kurun waktu 1983/84-1987/88 usaha-usaha pendayagunaan LPND tersebut antara lain meliputi :

1137

a. Badan Pengawasan Keuangan den Pembangunan (BPKP), merupakan LPND baru, yang dibentuk berdasarkan Keppres No. 31 Tahun 1983. Ini dimaksudkan untuk lebih mendayagunakan sistem dan pelaksanaan pengawasan keuangan dan pembangunan dan telah mengadakan pengembangan organisasi dengan pembentukan perwakilan BPKP di beberapa Daerah.

b. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) telah mengadakan penyempurnaan organisasi dan tata kerja pada Laboratorium Sumber Daya dan Energi (Keputusan Ketua BPPT No. 46/1987) dan pada UPT Ethanol, Protein Sel Tunggal dan Gula (Keputusan Ketua BPPT No. 98/1987).

c. Badan Administrasi Kepegawaian Negara (BAKN) dengan Keppres No. 27 Tahun 1987 telah mengadakan penyempurnaan terhadap Keppres No. 11 Tahun 1984 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi dan Organisasi BAKN. Sebelumnya telah dibentuk Kantor Perwakilan BAKN (Keppres No. 53 Tahun 1980) dan peningkatan penyempurnaan organisasi sebagai pelaksanaan Keppres No. 11 Tahun 1984 di atas.

d. Badan Koordinasi Keluarga Berencana (BKKBN) dengan Keppres No. 64 Tahun 1983 telah mengadakan penyempurnaan Kedudukan, Tugas, Fungsi dan Organisasi BKKBN.

e. Sekretariat Jenderal Dewan Pertahanan Keamanan Nasional dengan Keppres No. 73 Tahun 1984 telah mengadakan penyem purnaan Organisasi Sekretariat Jenderal Dewan Pertahanan Keamanan Nasional.

Di samping itu Lembaga-lembaga Pemerintah Non Departemen lainnya juga telah mengadakan berbagai langkah pendayagunaan, seperti BKPM (perubahan tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi dan Susunan Organisasi); BAKIN (penyempurnaan organisasi dan tata kerja disesuaikan dengan perkembangan kebutuhannya dalam melaksanakan tugasnya yang semakin kompleks); LIPI (tindak lanjut dari pelaksanaan Keppres No. 1 Tahun 1986 tentang Tugas Pokok, Fungsi dan Susunan Organisasi LIPI (sebelumnya dengan Keppres No. 43 Tahun 1985 telah diadakan perubahan terhadap Keppres No. 1287 Tahun 1967 tentang pembentukan LIPI dengan pencabutan Keppres No. 162 Tahun 1987 tentang Susunan Anggota Dewan Pembina Ilmu Pengetahuan Indonesia); BPS (penyempurnaan organisasi dan terakhir telah melakukan peningkatan atas 9 perwakilannya di tingkat Propinsi dari Tipe C menjadi Tipe B); BATAN (perbaikan organisasi- dan tits kerja, sesuai dengan perkembangan kegiatan BATAN dalam memajukan

teknologi, ilmu pengetahuan dan pembangunan nasional pada umumnya); BP-7 (dengan Keppres No. 10 Tahun 1987 telah mengadakan penyempurnaan Organisasi); dan untuk lebih meningkatkan kelancaran pelaksanaan fungsi pengelolaan pasar uang dan modal, dengan Keppres No. 58 Tahun 1984 telah disempurnakan susunan organisasi Badan Pelaksana Pasar Modal (BAPEPAM) dengan penambahan seorang Wakil Ketua.

Penyempurnaan aparatur pemerintahan Pusat lainnya juga meliputi : Reorganisasi Dewan Pembina dan Pengelola Industri-industri strategis dengan Keppres No. 6 Tahun 1984; Pembentukan Dewan Standarisasi Nasional yang diketuai oleh Menteri Negara Riset dan Teknologi dengan Keppres No. 20 Tahun 1984; Pembentukan Dewan Riset Nasional dengan Keppres No. 1 Tahun 1984; Reorganisasi Dewan Gula Indonesia yang diketuai oleh Menteri Pertanian dengan Keppres No. 34 Tahun 1984; Reorganisasi Dewan Telekomunikasi yang diketuai oleh Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi dengan Keppres No. 38 Tahun 1984; Reorganisasi Badan Koordinasi Energi Nasional yang diketuai oleh Menteri Pertambangan dan Energi dengan Keppres No. 75 Tahun 1984; Perubahan Badan Kebijaksanaan Perumahan Nasional dengan Keppres No. 8 Tahun 1985; dan lain sebagainya.

Penyempurnaan administrasi yang bersifat tata hubungan kerja institusional maupun prosedural untuk membantu tercapainya koordinasi yang baik juga telah dilakukan. Penyempurnaan tata hubungan kerja antara berbagai Departemen/Lembaga yang telah dilakukan terutama meliputi pelaksanaan program-program yang merupakan prioritas dalam pembangunan, seperti program-program peningkatan dan pengadaan produksi pangan, tata penyelenggaraan transmigrasi, pembinaan golongan ekonomi lemah, perbaikan gizi rakyat, keluarga berencana, dan lain sebagainya.

3. Aparatur Pemerintah Tingkat Daerah

Dalam lima tahun terakhir telah ditingkatkan berbagai langkah pendayagunaan aparatur Pemerintahan Daerah. Sesuai dengan Undang-undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah telah dilakukan penataan terhadap perangkat aparatur Wilayah/Daerah, yang penting di antaranya ialah disempurnakannya Sekretariat Wilayah Daerah Tingkat I dan II, Sekretariat DPRD Tingkat I dan II, pola organisasi Dinas-dinas Daerah, organisasi dan tata kerja Bappeda Tingkat I, diaturnya kembali perangkat pengawasan dengan penetapan organisasi dan tata kerja Inspektorat Wilayah Propinsi dan

Inspektorat Wilayah Kabupaten/Kotamadya, dibentuknya Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah (BKPM-D) serta Bappeda Tingkat II.

Koordinasi dalam pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pembangunan di Daerah semakin dimantapkan, sejalan dan serasi dengan asas dekonsentrasi, desentralisasi dan tugas pembantuan yang dalam pelaksanaannya senantiasa mengundang peranserta secara aktif segenap lapisan masyarakat. Peranan Gubernur sebagai Administrator Pembangunan dan Administrator Kemasyarakatan telah lebih mantap dengan diterbitkannya peraturan-peraturan perundangan, antara lain dengan Keppres No. 10 Tahun 1986 tentang Musyawarah Pimpinan Daerah (Muspida). Melalui Keppres tersebut lebih dimungkinkan keberhasilan pelaksanaan program-program pembangunan yang sesuai dengan aspirasi Daerah, koordinasi dan pengendalian sebaik-baiknya segenap jajaran aparatur Pemerintah Pusat di Daerah dan aparatur Pemerintah Daerah, serta dengan peranserta masyarakat secara aktif dan positif. Ketentuan mengenai Muspida dalam Keppres terse-but juga berlaku pada tingkat pemerintahan Patti II.

Untuk lebih meningkatkan peranserta masyarakat desa sebagai tindak lanjut pelaksanaan Undang-undang No. 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa, khususnya dalam rangka penyesuaian dengan perkembangan keadaan, melalui Keputusan Menteri Dalam Negeri telah disempurnakan susunan organisasi dan tata kerja Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD) yang merupakan peningkatan Lembaga Sosial Desa (Keppres No. 28/1980).

Berkaitan dengan itu, dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 28/1984 telah disempurnakan wadah Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) sebagai gerakan pembangunan masyarakat desa yang tumbuh dari bawah dengan wanita sebagai penggeraknya. Di samping itu dengan Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 1980 telah diatur masalah Pengangkatan Kepala Kelurahan dan Perangkat Kelurahan menjadi Pegawai Negeri Sipil. Selanjutnya dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 82 dan 83 Tahun 1985 telah diatur kembali Struktur Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Wilayah Kecamatan.

Salah satu keberhasilan pembangunan dalam mesa 5 tahun terakhir ialah tercapainya tingkat produksi beras yang telah berhasil mencapai swasembada beras sejak tahun 1984. Keberhasilan tersebut adalah hasil dari berbagai faktor, di antaranya yang penting ialah faktor-faktor intensifikasi dan bim

bingan terhadap aparat pedesaan, perkreditan serta irigasi, di samping juga kebijaksanaan Pemerintah dalam menjaga harga pupuk dan gabah.

Demikian pula dengan Inpres No. 4 Tahun 1984 tentang Pembinaan dan Pengembangan Koperasi Unit Desa (KUD) telah diusahakan untuk meningkatkan peranan dan tanggungjawab masyarakat pedesaan untuk turut serta secara nyata dalam pembangunan guna meningkatkan taraf hidupnya. KUD sebagai wahana penghimpun potensi ekonomi masyarakat pedesaan diusahakan untuk lebih diperkokoh dan dimantapkan secara terus menerus melalui upaya dan langkah-langkah pembinaan dan pengembangan yang lebih intensif dan terpadu.

Dalam pada itu dalam rangka deregulasi dan debirokratisasi dalam bidang perpajakan dan guna meningkatkan kemampuan keuangan dan pembiayaan Daerah, telah diterbitkan Undangundang tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang sangat membantu Daerah. Undang-undang tersebut menetapkan bahwa alokasi penerimaan ditetapkan hanya 10% untuk Pemerintah Pusat, sedangkan sisanya untuk Daerah, yaitu 16,2% untuk Pemerintah Daerah Tingkat I, 64,8% untuk Pemerintah Daerah Tingkat II dan 9% untuk upah pungut PBB yang dilaksanakan oleh Aparat Pemerintah Daerah.

Kemudian untuk menggalakkan perdagangan, terutama ekspor komoditi nonmigas yang perlu ditunjang oleh segenap jajaran aparatur Pemerintah Daerah, dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 48 Tahun 1984 telah ditetapkan penghentian pelaksanaan pungutan oleh Pemerintah Daerah terhadap 11 jenis komoditi, di samping juga penghentian pungutan-pungutan yang tidak diatur dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah serta penghentian pungutan-pungutan restribusi daerah yang tidak terdapat jasa dari Pemerintah.

Selanjutnya dalam rangka menggairahkan penanaman modal, dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 3 Tahun 1984 telah ditetapkan tata cara penyediaan tanah dan pemberian izin bangunan serta izin Undang-undang Gangguan bagi perusahaan-perusahaan yang mengadakan penanaman modal menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1967 dan No. 6 Tahun 1968. Perusahaan-perusahaan yang akan mengadakan penanaman modal dan akan membutuhkan tanah serta telah mendapat Persetujuan Prinsip dari BKPM dapat mengajukan permohonan izin lokasi dan izin pembebasan hak/ pembelian tanah kepada Gubernur Kepala Daerah Tingkat I melalui Ketua BKPM-D. Penyelesaian izin-izin tersebut diproses

secara terkoordinasi oleh BKPM-D bersama Bappeda, instansi teknis yang terkait, Direktorat Agraria serta Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II dan Kantor Agraria yang bersangkutan.

Sementara itu usaha peningkatan program pembangunan daerah terus dilanjutkan. Penajaman prioritas dilakukan agar pemanfaatan dana yang sangat terbatas, dapat mencapai dayaguna dan hasilguna yang optimal. Proyek-proyek Bantuan yang lebih dikenal sebagai Proyek-proyek Inpres dalam kurun waktu 1983/ 84-1987/88 meliputi : Bantuan Pembangunan Daerah Tingkat I, Bantuan Reboisasi dan Penghijauan, Bantuan Pembangunan Daerah Tingkat II, Bantuan Pembangunan Sekolah Dasar, Bantuan Pembangunan Sarana Kesehatan, Bantuan Penunjangan Jalan, dan Bantuan Pembangunan Desa.

Uraian lebih lanjut mengenai Proyek-proyek Inpres terse-but dapat diikuti pada Bab tentang Pembangunan Regional dan Daerah. Sementara itu sistem penyelenggaraan Bantuan Pembangunan kepada Propinsi Daerah Tingkat I, Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II serta Desa, dengan diterbitkannya Inpres No. 6 Tahun 1984 tentang penyelenggaraan bantuan pembangunan, tidak perlu diperbaharui setiap tahunnya, baik untuk jenisnya maupun untuk produk hukum induknya, melainkan cukup menunjuk pada Inpres tersebut.

Pendayagunaan aparatur Pemerintahan Daerah juga meliputi penyelenggaraan penataran P-4. Dengan Instruksi Menteri Dalam Negeri telah diselenggarakan Penataran. P-4 Pola Pendukung 17 jam di semua wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II serta Kota Administratif yang diikuti oleh tokoh/pemuka masyarakat tingkat Kecamatan dan Desa/Kelurahan.

4. Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah

Hubungan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah didasarkan pada GBHN yang menetapkan bahwa guna meningkatkan kelancaran pelaksanaan pembangunan yang tersebar di seluruh tanah air dan dalam rangka membina kesatuan bangsa, hubungan kerja yang serasi antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah terus dikembangkan atas dasar keutuhan negara kesatuan dan diarahkan pada pelaksanaan Otonomi Daerah yang nyata, dinamis dan bertanggungjawab, dilaksanakan bersama-sama dengan dekonsentrasi yang dapat mendorong kemajuan dan perkembangan pembangunan daerah.

Di samping itu untuk mencegah tumpang tindih dan mencapai keterpaduan serta keserasian dalam pelaksanaan sistem pengawasan dan pengendalian pembangunan di Daerah, dengan Keppres No. 64 Tahun 1985 telah dicabut Keppres No.20 Tahun 1981 ten-tang Tim Koordinasi Pengendalian dan Pengawasan Pembangunan di Daerah (TKP3D). Selanjutnya pelaksanaan pengawasan terse-but dilaksanakan berdasarkan Instruksi Presiden No. 15 Tahun 1983 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan.

Sejalan dengan terus berkembangnya permasalahan pembangunan, dan untuk lebih menciptakan keterpaduan dalam penyelenggaraan tugas-tugas pembantuan, telah dikeluarkan berbagai ketentuan tentang pelaksanaan program-program nasional yang sangat penting bagi masyarakat seperti Proyek Operasional Agraria (PRONA). Dalam hubungan ini, telah diadakan usaha penertiban penanganan masalah tanah, antara lain dengan penyempurnaan Tim Koordinasi Penanganan Masalah Pertanahan dengan Keppres No. 4 Tahun 1985 sebagai perubahan atas Keppres No. 51 Tahun 1979.

Sementara itu mengingat pentingnya faktor air dalam peningkatan usaha pertanian serta kehidupan para petani, diadakan pengaturan tentang pemanfaatan air dalam usaha pertanian. Untuk itu ditingkatkan pembentukan serta pembinaan perkumpulan-perkumpulan para petani pemakai air. Dengan Instruksi Presiden No. 2 Tahun 1984 telah digerakkan peningkatan pembinaan perkumpulan-perkumpulan petani pemakai air di daerah pedesaan oleh para pejabat dan instansi yang secara fungsional bertugas dalam bidang tersebut.

Kehidupan koperasi di daerah pedesaan juga telah mendapat perhatian utama karena koperasi merupakan satu-satunya wadah usaha bersama yang bersifat kekeluargaan antara petani, untuk lebih meningkatkan taraf hidupnya. Oleh karena itu untuk meningkatkan peranan Koperasi Unit Desa (KUD), dengan Instruksi Presiden No. 4 Tahun 1984 telah makin ditingkatkan kegiatan pembinaan dan pengembangannya di wilayah pedesaan. Di samping itu untuk lebih meningkatkan usaha budidaya tambak ikan/udang bagi para petani ikan/udang, telah dilakukan berbagai usaha, antara lain dengan ditetapkannya Proyek Tambak Intl Rakyat dengan Keppres No. 18 Tahun 1984.

Sejak tahun 1985/86 Pemerintah Daerah telah dilibatkan dalam pelaksanaan sistem perpajakan baru yang menghapus 7 je-nis pajak, antara lain Ipeda, menjadi satu jenis, yaitu Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Dengan meningkatnya penerimaan PBB,

1143

berarti meningkat pula penerimaan Pemerintah Daerah, karena sebagian besar hasil PBB diberikan kepada Daerah. Di samping itu Pemerintah Daerah diturutsertakan dalam usaha peningkatan budidaya tambak ikan/udang melalui Proyek Tambak Inti Rakyat. Selanjutnya pelibatan Pemerintah Daerah diperlukan dalam Proyek Perusahaan Inti Rakyat Perkebunan (PIR-BUN) sebagai suatu pola pelaksanaan pengembangan perkebunan dengan mempergunakan perkebunan besar sebagai yang membantu dan membimbing perkebunan rakyat di sekitarnya sebagai plasma dalam suatu sistem kerjasama yang saling menguntungkan. Demikian pula dalam kegiatan promosi pariwisata yang diselenggarakan oleh pihak swasta, kepada Gubernur Kepala Daerah Tingkat I diberi tugas untuk membinanya.

Dalam pada itu untuk lebih memadukan hubungan antara Pusat dan Daerah, telah dikeluarkan Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1986 tentang Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintahan Di Bidang Pertambangan Kepada Daerah, dan Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1987 tentang Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintahan Dalam Bidang Kesehatan Kepada Daerah.

Koordinasi oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I terhadap instansi vertikal di Daerah lebih tercermin lagi dalam acara penyerahan DIP dengan Lembaran Kerja (LK) dan Petunjuk Operasional (P0) yang menyertainya yang setiap tahunnya dilakukan oleh Menteri atas nama Presiden kepada Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, yang selanjutnya menyerahkan DIP-DIP tersebut kepada para Kepala Kantor Wilayah Departemen/Lembaga yang bersangkutan.

5. Aparatur Perekonomian Negara

Pendayagunaan aparatur perekonomian Negara terutama di arahkan pada dua bidang sasaran pokok. Pertama, berbagai langkah kebijaksanaan "deregulasi" dan "debirokratisasi" guna mendorong kegiatan usaha dan perkembangan perekonomian nasional, khususnya dalam rangka peningkatan ekspor nonmigas yang mendapat perhatian tersendiri dalam beberapa tahun terakhir; dan kedua, pendayagunaan aparatur Badan-badan Usaha Milik Negara serta lembaga-lembaga keuangan.

1) Deregulasi dan Debirokratisasi

Dalam menghadapi situasi perekonomian dunia yang masih belum pulih dari pengaruh resesi dan untuk meningkatkan kegairahan, efisiensi, serta daya saing hasil produksi dan du

nia usaha Indonesia dalam pasar internasional dalam rangka peningkatan ekspor komoditi nonmigas, serta menghilangkan ekonomi biaya tinggi, telah dikeluarkan serangkaian kebijaksanaan "deregulasi" dan "debirokratisasi" di bidang ekonomi melalui berbagai paket kebijaksanaan. Langkah-langkah terse-but pada dasarnya mempunyai arti penyederhanaan, pengurangan ataupun penghapusan berbagai peralatan. kebijaksanaan Pemerintah.

Deregulasi dan debirokratisasi yang telah dilakukan sejak tahun 1983/84 hingga 1987/88, antara lain adalah sebagai berikut:

a. Langkah-langkah deregulasi dan debirokratisasi mengenai perubahan sistem perpajakan (Undang-undang No. 6, No. 7, dan No. 8 Tahun 1983). Pelaksanaan undang-undang ini disertai pula dengan peningkatan penyuluhan dan penerangan perpajakan, peningkatan pengawasan dan penyempurnaan administrasi perpajakan termasuk peningkatan keterampilan aparatur perpajakan. Dalam hubungan pendayagunaan sistem perpajakan, sebagai tindak lanjut, dikeluarkan Undangundang No. 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan dua peraturan pelaksanaannya, yaitu PP No. 6 Tahun 1985 tentang penetapan besarnya persentase nilai jual kena pajak pada PBB serta PP No. 47 Tahun 1985 ten-tang pembagian hasil penerimaan PBB antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, selanjutnya telah dilakukan pemantapan pelaksanaannya. Penerbitan dan pelaksanaan PBB ditujukan untuk menunjang pemerataan dan untuk meningkatkan pembangunan semua daerah, karena dari hasil PBB tersebut 80% disalurkan untuk berbagai kepentingan Pemerintah Daerah Tingkat I (16,2%) dan Tingkat II (64,8%), sedangkan sisanya 10% untuk penerimaan Negara dan biaya pemungutan di Daerah (9%).

b. Instruksi Presiden No. 5 Tahun 1984 yang merupakan penyederhanaan dan pengendalian perizinan di bidang usaha, dengan mengurangi jumlah dan prosedur perizinan yang diperlukan pengusaha. Izin usaha diberikan dengan mempertimbangkan tujuan bagi pengembangan yang sehat bagi kegiatan di masing-masing bidang usaha, perlindungan bagi konsumen dengan jaminan mutu hasil produksi yang memadai dan pencegahan gangguan pencemaran dan atau perusakan lingkungan.

c. Instruksi Presiden No. 4 Tahun 1985 merupakan langkah debirokratisasi yang menyangkut perdagangan, khususnya bar

1145

talian dengan arus barang berisikan penyederhanaan prosedur perizinan dan larangan dikenakannya pungutan yang tidak perlu. Sebagai kelanjutan dari Inpres No. 4 Tahun 1985 Pemerintah secara serentak mengeluarkan 29 Keputusan, 3 di antaranya merupakan Peraturan Pemerintah, 3 Keputusan Presiden, 1 Instruksi Presiden dan selebihnya merupakan keputusan-keputusan para Menteri, yaitu Menterimenteri Perhubungan, Keuangan, Perdagangan serta Gubernur Bank Indonesia. Demikian pula melalui Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 48 Tahun 1984 telah ditetapkan penghentian pelaksanaan pungutan atas 11 jenis komoditi, di sam-ping penghentian pelaksanaan pungutan-pungutan yang tidak diatur dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah serta penghentian pungutan-pungutan retribusi daerah yang tidak terdapat jasa dari Pemerintah Daerah. Sementara itu ditetapkan pula bahwa Menteri Koordinator Bidang EKUIN dan WASBANG diserahi tugas untuk pengendalian pelaksanaan ketentuan-ketentuan dalam Inpres tersebut. Setelah berjalan lebih kurang satu tahun sejak diberlakukannya Instruksi Presiden No. 4.Tahun 1985, tampak bahwa kegiatan perekonomian dan perdagangan, khususnya di bidang ekspor-impor mulai menunjukkan hasil-hasil yang menggembirakan.

d. Untuk memperbaiki keadaan perekonomian nasional secara lebih mantap diperlukan kebijaksanaan dan langkah-langkah lebih lanjut secara lebih menyeluruh dan terpadu. Langkah kebijaksanaan "deregulasi" dan "debirokratisasi" yang telah dilakukan dalam tahun 1986/87 dan 1987/88 meliputi : Paket Kebijaksanaan 6 Mei 1986, Paket Kebijaksanaan 25 Oktober 1986, Paket Kebijaksanaan 15 Januari 1987, Paket Kebijaksanaan 10 Juni 1987 dan Paket Kebijaksanaan 24 Desember 1987. Semua ini ditempuh dalam rangka upaya peningkatan ekspor komoditi nonmigas, mendorong penanaman modal, proses industrialisasi dan meningkatkan arus pariwisata. Paket Kebijaksanaan 6 Mei 1986 (Pakem) dimaksudkan untuk mendorong dunia usaha dalam upaya meningkatkan ekspor nonmigas dan penanaman modal di Indonesia.

Paket ini berisikan antara lain : 1) aturan tata niaga impor bahan baku/penolong untuk produksi barang ekspor berisikan berbagai rangsangan dan kemudahan bagi dunia usaha antara lain dengan membebaskan tata niaga impor, memberikan fasilitas pengembalian bea masuk ("drawback") dan fasilitas pembebasan bea masuk ("duty exeption"), 2) pembentukan kawasan berikat ("bonded zone"), dan 3) berbagai kemudahan dan ke-

longgaran dalam pengembangan usaha baik bagi PMA/PMDN maupun non-PMA/PMDN serta Baling hubungan keduanya.

Dalam rangka peningkatan daya acing komoditi ekspor nonmigas diberlakukan ketentuan sebagai berikut : 1) diperbolehkan mengimpor barang, bahan baku/penolong tanpa dikenakan pengaturan tata niaga, 2) terhadap barang dan bahan hasil impor yang telah dibayar bea masuk dan bea masuk tambahannya, apabila hasil produksinya diekspor dapat diberikan pengembalian bea masuk dan bea masuk tambahan. Mengenai fasilitas pengembalian bea masuk tersebut diatur dalam SKB Menteri Keuangan, Menteri Perdagangan dan Gubernur Bank Indonesia, Nomor 314/KMK.01/1986; Nomor 133/Kpb/V/1986; Nomor 19/3/KEP/GBI tentang Persyaratan Pengambilan Bea Masuk Atas Barang dan Barang Impor yang dipergunakan dalam pembuatan komoditi ekspor, 3) kepada eksportir produsen yang memproduksi barang ekspor dengan menggunakan barang dan bahan asal impor dapat diberikan fasilitas pembebasan bea masuk dan bea masuk tambahan, 4) khusus untuk kawasan berikat (bonded zone) diberlakukan ketentuan-ketentuan khusus di bidang pabean, seperti pembebasan bea masuk dan pungutan lainnya bagi barang luar negeri yang masuk kedalam kawasan bonded serta tidak adanya pembatasan DSP terhadap kegiatan usaha dalam kawasan bonded, dan 5) di bidang investasi diberikan berbagai kemudahan dan kelonggaran antara lain melalui perubahan Daftar Skala Prioritas (DSP) yang semula tertutup untuk PMA, beberapa bidang usaha diantaranya kini bisa dimasuki oleh PMA dan diberikan kelonggaran untuk memperluas investasinya di bidang ekspor. Fasilitas Pakem ini telah dapat menggantikan sertifikat ekspor (SE) yang berlaku sebelumnya. Fasilitas ini merupakan insentif yang secara langsung berpengaruh terhadap kegiatan ekspor nonmigas karena para produsen eksportir dapat melakukan kegiatan produksi dan kegiatan usaha lainnya secara lebih murah, mudah dan efisien. Paket Kebijaksanaan 25 Oktober 1986 merupakan tindak lanjut dari kebijaksanaan 2 Oktober 1986 mengenai revaluasi kekayaan, bidang perpajakan, kelangsungan proyek-proyek pembangunan dan pembatasan penggunaan devisa, serta Paket Kebijaksanaan 6 Mei 1986. Paket Kebijaksanaan 25 Oktober dimaksudkan untuk : 1) menurunkan biaya produksi, 2) melindungi produksi dalam negeri secara lebih efisien, 3) memperluas fasilitas swap, dan 4) menambah fasilitas bagi modal asing seperti ditetapkan dalam SK Ketua BKPM Nomor 17/SK/1986.

Upaya menurunkan biaya produksi dalam negeri telah ditempuh dengan cara menurunkan tarif bea masuk untuk bahan-bahan yang dianggap perlu dan belum diproduksi di dalam negeri

1147

dan biaya yang harus ditanggung oleh industri dalam negeri berkurang dengan turunnya bea masuk tersebut. Peningkatan efisiensi perlindungan produksi dalam negeri dilakukan melalui penghapusan sebagian kebijaksanaan non tarif dengan kebijaksanaan tarif yang mudah dilaksanakan dan lebih efisien.

Peningkatan fasilitas swap adalah fasilitas yang memungkinkan perusahaan di dalam negeri (PMA/PMDN atau Non PMA/ PMDN) mengamankan diri dari fluktuasi nilai tukar jika mendapat pinjaman dari luar negeri, dengan cara menghilangkan batas pagu kredit yang selama ini dipakai dan menyerahkan besarnya premi kepada lembaga-lembaga penyalur swap serta penyediaan fasilitas swap ulang oleh BI bagi lembaga-lembaga keuangan. Sedangkan fasilitas modal asing diberikan dengan cara memperkenankan modal asing untuk memperbesar saham dalam perusahaan sendiri, memasukkan saham dalam perusahaan lain, bahkan menjual produksi perusahaan lain untuk keperluan ekspor serta penurunan kredit ekspor yang semula 30% menjadi 15% dari kebutuhan modal kerja.

Paket 15 Januari 1987 merupakan kelanjutan dari paket kebijaksanaan 25 Oktober 1986 mencakup bidang produksi dan perdagangan, terutama industri tekstil, besi, baja, mesin dan mesin listrik serta kendaraan bermotor. Tujuannya adalah mendorong peningkatan produktivitas dan ekspor nonmigas dengan jalan menurunkan biaya produksi melalui perlindungan produksi dalam negeri yang lebih efektif. Dalam hubungan ini sebagian kebijaksanaan non tarif menjadi kebijaksanaan tarif yang meliputi 92 komoditi pos CCCN cabang industri tekstil termasuk kapas dan 11 komoditi pos CCCN industri baja.

Deregulasi di bidang industri mesin, industri mesin listrik dan industri kendaraan bermotor dimaksudkan untuk mendorong kreativitas para pengusaha yang bergerak di bidang tersebut dengan memberikan kesempatan yang leas bagi pemanfaatan kemampuan, fasilitas produksi dan pelayanan yang dimiliki, termasuk kemampuan rancang bangun dan perekayasaan untuk membuat mesin atau komponen di dalam negeri, yang sekaligus diarahkan untuk pasaran ekspor serta mendorong pembuatan jenis kendaraan niaga di dalam negeri dan kemungkinan ekspor.

Paket Kebijaksanaan 10 Juni 1987 merupakan langkah deregulasi di bidang industri yang mencakup industri pertambangan, minyak dan gas bumi, industri pengolahan hasil-hasil pertanian, perikanan dan peternakan serta industri dalam kelompok pengawasan obat dan makanan. Kebijaksanaan tersebut

dituangkan kedalam Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 1987, Keputusan Presiden No. 16 Tahun 1987 dan beberapa keputusan menteri seperti Menteri Pertambangan dan Energi, Menteri Pertanian, Menteri Kesehatan dan Menteri Perindustrian.

Paket Kebijaksanaan 24 Desember 1987 merupakan langkah deregulasi dan debirokratisasi yang meliputi kegiatan ekonomi di bidang-bidang produksi, ekspor-impor, pariwisata dan pasar modal. Langkah kebijaksanaan tersebut dituangkan kedalam 1 Peraturan Pemerintah, 4 Keputusan Presiden, 1 Instruksi Presiden, 2 Keputusan Bersama Menteri-menteri, 38 Keputusan Menteri (terdiri dari 18 Keputusan Menteri Keuangan, 1 Keputusan Menteri Perindustrian, 2 Keputusan Menteri Perhubungan, 5 Keputusan Menteri Parpostel, 2 Keputusan Menteri Dalam Negeri, 1 Keputusan Menteri Kesehatan, 1 Keputusan Menteri Penerangan, 3 Keputusan Menteri Tenaga Kerja, 1 Keputusan Menteri Kehakiman, dan 4 Keputusan Menteri Perdagangan), 2 Keputusan Ketua BKPM, 4 Keputusan dan 1 Surat Edaran Ketua BAPEPAM, 4 Keputusan (Dirjen Daglu, Bea Cukai dan Imigrasi) dan 1 Keputusan Pengurus Perserikatan Perdagangan Uang dan Efek-efek.

Berbagai keputusan tersebut mengandung 3 pokok sasaran kebijaksanaan, yaitu (1) keputusan untuk memperlancar perizinan di bidang usaha produksi dan jasa-jasa serta investasi pada umumnya, (2) keputusan untuk memperlancar arus ekspor dan impor, dan (3) keputusan untuk meningkatkan mobilisasi dana melalui pasar modal.

Kebijaksanaan deregulasi dalam menunjang ekspor-impor, produksi dan jasa pariwisata meliputi antara lain : (1) Penyederhanaan izin ekspor dengan menghapus APE-APES-APE terbatas, sehingga izin usaha sudah cukup merupakan pengakuan sebagai eksportir, kecuali beberapa jenis barang yang masih terkena kuota internasional, seperti kopi, tekstil dan sebagainya; (2) Impor sejumlah barang yang termasuk dalam 111 tarif pos (CCCN) dibebaskan dari tata niaga sehingga dapat diimpor oleh importir umum. Di dalam jumlah tersebut terdapat 56 tarif pos hasil produksi industri besi baja; (3) Jumlah agen tunggal diperkecil dari 278 agen tunggal menjadi 70 agen tunggal; (4) Sejumlah barang yang termasuk dalam 65 tarif pos (CCCN) diturunkan bea-masuknya untuk memberikan kemudahan bagi pembangunan industri, sedang 91 komoditi industri dinaikkan bea-masuknya dalam rangka perlindungan industri dalam negeri; (5) Bagi perusahaan Non-PMA/PMDN yang mengekspor ha-ail produksinya diberikan fasilitas pembebasan bea-masuk dan PEN bagi impor mesin dan mesin peralatan pabrik serta prose

1149

dur pembebasannya sangat dipersingkat; (6) Bagi bahan dan barang yang dibeli dalam negeri untuk pembuatan barang yang diekspor yang dewasa ini diberi pembebasan PPN sesudah barang diekspor dengan cara restitusi. Kebijaksanaan baru pembebasan PPN tersebut diberikan atas dasar Surat sanggup bayar (promissory notes); (7) Dengan meluasnya kegiatan produksi di daerah-daerah, dirasakan perlunya pendirian terminal peti kemas di pedalaman yang dapat memperlancar arus barang dari pusat-pusat produksi di pedalaman ke pelabuhan atau sebaliknya dan penyelesaian dokumen ekspor-impor dapat diselesaikan di terminal tersebut dan tidak perlu dilakukan ulang di pelabuhan. Untuk pertama kali terminal peti kemas ini akan dibangun di Gedebage, Jawa Barat. Terhadap peti kemas tersebut diberikan pembebasan bea masuk dan PPN dan dapat bebas diantar pulaukan guna menampung kebutuhan peti kemas di daerah-daerah; (8) Terhadap barang contoh untuk produksi yang akan diekspor Ataupun untuk pemasaran dalam negeri diberikan pembebasan bea-masuk dan PPN dan prosedur pemasukannya sangat dipermudah; (9) Perusahaan PMA dapat mendirikan perusahaan patungan yang khusus melakukan perdagangan ekspor hasil produksi industri pengolahan dalam rangka UU-PMA; (10) Untuk menunjang hasil industri barang perhiasan yang dewasa ini mulai meningkat, pemasukan mesin-mesin yang menghasilkan perhiasan diberikan keringanan bea-masuk dari 15% menjadi 5%. Pemasukan bahan baku emas juga dibebaskan dari tata niaga; (11) Perusahaan yang "seluruh" hasil produksinya di ekspor, dengan pengertian 85% dari hasil produksinya diekspor, mendapatkan berbagai macam kemudahan. Guna membantu perusahaan-perusahaan yang baru mulai mengekspor pemberian fasilitas dan kemudahan tersebut sekarang diberikan pada perusahaan yang sekurang-kurangnya 65% dari hasil produksinya diekspor, sementara untuk ekspor pakaian jadi tetap diberlakukan ketentuan lama; (12) Perizinan di bidang pariwisata diberikan untuk membangun : hotel, restoran, wisata bahari/tirta, biro perjalanan dan obyek wisata yang prosedur perizinannya disederhanakan; (13) Pemilikan saham nasional dalam perusahaan PMA : (a) Perusahaan PMA harus berbentuk patungan dengan modal nasional sekurang-kurangnya 20% dan meningkat menjadi sekurang-kurangnya 51% dalam waktu 15 tahun, (b) Perusahaan PMA yang nilai investasi sekurang-kurangnya US $ 10,0 juta atau berlokasi di daerah terpencil atau sebagian hasil produksinya (65%) diekspor dapat didirikan dengan saham nasional sekurang-kurangnya 5% dan ditingkatkan menjadi sekurang-kurangnya 20% dalam jangka waktu 10 tahun, serta harus meningkatkannya menjadi 51% dalam waktu 15 tahun dengan kemungkinan perpanjangan 5 tahun, (c) Perusahaan PMA yang berlokasi dikawasan berikat

dan mengekspor 100% hasil produksinya dapat didirikan dengan penyertaan modal nasional 5% atau lebih tanpa keharusan peningkatan saham nasional; (14) Bagi PMA yang diperlakukan sama dengan PMDN dipersyaratkan minimal 51% sahamnya dimiliki nasional atau minimal 45$ dimiliki nasional dan 20$ dari se-luruh saham dijual melalui pasar modal; (15) Pemberian izin pendirian kantor perwakilan wilayah perusahaan asing (Regional Office) untuk mengurus kepentingan perusahaannya disuatu wilayah yang mencakup beberapa negara lain di samping Indonesia; (16) Bagi perusahaan yang mengekspor sebagian besar hasil produksinya diberikan kebebasan untuk menggunakan tenaga kerja ahli acing dan diberikan kemudahan untuk mendatangkan usahawan asing guna memberikan konsultasi, bimbingan, penyuluhan dan latihan dalam penerapan inovasi teknologi industri.

Di bidang pasar modal ditentukan hal-hal sebagai berikut : (1) Persyaratan den proses emisi di bursa dipermudah, (2) Pe-modal asing dapat membeli saham di bursa, dan (3) Diperkenalkannya saham atas unjuk (Aan Toonder). Demikian pula dibuka bursa paralel yang dapat menampung kebutuhan dana bagi perusahaan baru dan perusahaan sedang/menengah.

Selain saham atas unjuk yang dapat diperdagangkan dalam bursa ini, juga persyaratan proses emisi lebih sederhana dan diperingan.

Di samping langkah-langkah deregulasi dan debirokratisasi di atas, untuk mendorong minat para calon investor menanamkan modalnya di Indonesia, BKPM telah melakukan penyederhanaan prosedur perizinan penanaman modal. Persyaratan prosedur perizinan aplikasi yang harus dipenuhi para calon investor sebelumnya berjumlah sekitar 36 buah, kemudian pada bulan Oktober 1984 disederhanakan menjadi 15, dan pada bulan April 1985 disederhanakan lagi menjadi 14 persyaratan. Dengan berbagai langkah deregulasi dan debirokratisasi yang dilakukan tersebut, pengurusan dan persetujuan perizinan penanaman modal dapat dipermudah dan dipersingkat waktunya dan diharapkan dapat lebih menggairahkan pelaksanaan kegiatan penanaman modal. Tindakan tersebut akan mengurangi frekuensi hubungan pengusaha dengan BKPM dalam mengurus izin. Bersamaan dengan penyederhanaan izin tersebut BKPM membantu pengusaha memperoleh tanah dari Pemerintah Daerah melalui BKPM Daerah, di samping juga mengadakan kerjasama dengan Departemen Luar Negeri untuk meningkatkan promosi penanaman modal asing di Indonesia. .

Dalam rangka lebih memantapkan iklim yang dapat mendorong kreativitas dan produktivitas nasional serta kerjasama internasional diberbagai bidang, baik ilmu pengetahuan, teknologi, kebudayaan, ekonomi, industri dan penanaman modal serta iklim usaha pada umumnya, telah diterbitkan pula Undang-undang No. 7 Tahun 1987 tentang Hak Cipta sebagai perubahan atas Undangundang No. 6 Tahun 1982.

Berbagai langkah deregulasi dan debirokratisasi yang telah dilakukan dalam beberapa tahun terakhir telah menunjukkan hasil dan dampak positif, antara lain dibuktikan dengan meningkatnya jumlah penerimaan negara dari pajak demikian pula deposito, ekspor nonmigas dan arus penanaman modal. Hal ini menunjukkan tepatnya langkah-langkah yang diambil dan perlu dilanjutkan serta lebih dimantapkan pada tahun-tahun mendatang.

2) Aparatur Badan-badan Usaha Milik Negara

Badan-badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan perbankan Pemerintah bertugas memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional, dapat menjadi pendorong kegiatan-kegiatan usaha yang belum atau tidak ditangani oleh kegiatan swasta, mengadakan pemupukan keuntungan dan peningkatan penerimaan negara, menyelenggarakan kemanfaatan umum dan turut aktif dalam melaksanakan serta menunjang pelaksanaan kebijaksanaan dan program Pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan, termasuk memberikan pelayanan kepada usaha swasta, khususnya usaha golongan ekonomi lemah dan koperasi.

Mengingat pentingnya BUMN, secara terus menerus telah dilakukan berbagai usaha guna meningkatkan efisiensi dan efektivitasnya, antara lain dengan mengadakan reorganisasi dalam bentuk pengalihan bentuk hukum, penggabungan, penyempurnaan manajemen, penggantian pimpinan, peningkatan pengendalian dan menata kembali pola pembinaan dan pengawasan. Dalam rangka pembinaan dan pengawasan terhadap BUMN tersebut, dengan Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 1983 telah ditegaskan fungsifungsi BUMN sebagai aparatur perekonomian negara. Terhadap ketentuan dalam peraturan pendirian Perjan, Perum dan Anggaran Dasar Persero yang bertentangan dengan ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah No. 3 tersebut, diadakan perubahan dan penyesuaian. Demikian pula dengan Surat Keputusan Menteri Keuangan No. S-1159 dan S-1227/MK.011/1984 BUMN diwajibkan untuk menyampaikan rencana kerja serta anggaran perusahaan secara berkala kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BEPEKA), se

hingga BEPEKA secara teratur dapat melakukan evaluasi dalam perbandingannya dengan laporan pemeriksaan yang dilakukan BPKP.

Usaha-usaha pembinaan dan pengembangan badan-badan usaha milik negara yang telah dilakukan selama lima tahun terakhir antara lain adalah sebagai berikut:

a. Penyertaan modal Negara RI untuk pendirian perusahaan Persero baru.

b. Penambahan penyertaan modal Negara RI kedalam modal saham Persero dan Perum yang telah ada.

c. Penarikan kembali sebagian kekayaan Negara yang tertanam dalam modal berbagai Perum serta pemisahan dan pengalihan kekayaan Negara pada berbagai lembaga dan menjadi penyer taan modal Negara pada berbagai Perum.

d. Pendirian atau pembentukan Perum baru.

e. Perubahan, pembubaran, penyempurnaan, pengaturan kembali organisasi serta penetapan dan penggunaan laba perusahaan Persero/Perum.

f. Usaha pembinaan dan pengembangan lainnya, seperti penjualan saham milik negara dan lain-lainnya.

Mengenai perkembangan keadaan Badan-badan Usaha Milik Negara dapat dikemukakan bahwa hingga tahun 1987/1988 (sampai Desember 1987) jumlah badan usaha mink negara yang berkedudukan Persero, baik tunggal maupun patungan ada 155 buah, yang berstatus Perum 33 buah dan yang berstatus Perjan tetap 2 buah, yaitu Perjan Pegadaian di bawah pembinaan Direktorat Jenderal Moneter Dalam Negeri Departemen Keuangan dan Perjan Kereta Api di bawah pembinaan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Departemen Perhubungan, sedang yang mempunyai status khusus karena pembentukannya didasarkan pada Undang-undang tersendiri berjumlah 9 buah, yaitu 8 Bank Pemerintah dan Pertamina. Yang belum dikonversikan ke dalam bentuk yang ditetapkan dengan Undang-undang No. 9 Tahun 1969 ada 8 buah PN dan 9 buah PT lama.

Peranan BUNN dapat dilihat dari besarnya penerimaan negara dalam bentuk pajak perseroan BUMN yang dalam lima tahun terakhir besarnya mencapai antara 34% sampai 49% dari seluruh

1153

pajak perseroan yang diterima oleh negara. Selanjutnya, perkembangan aktiva, penjualan dan laba dapat dilihat pada Tabel XXII-1, serta sumbangannya kepada penerimaan negara dapat dilihat pada Tabel XXII-2. Sedangkan penyertaan modal Pemerintah (PMP) disalurkan dan diarahkan kepada usaha-usaha produktif yang penting sesuai keadaan keuangan negara. Perkembangan dalam lima tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel XXII-3.

6. Penyempurnaan Di Bidang Kepegawaian

Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya dalam periode 1983/84-1987/88, kegiatan-kegiatan pendayagunaan telah dilakukan dan ditingkatkan pelaksanaannya meliputi : (a) penyempurnaan peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian; (b) penyempurnaan dasar-dasar penyusunan formasi; (c) pengadaan dan pengangkatan serta penyelesaian kepangkatan; (d) perbaikan penghasilan; (e) peningkatan disiplin; (f) komputerisasi dan penyempurnaan tata usaha kepegawaian; (g) peningkatan kemampuan manajemen serta keterampilan dan produktivitas kerja; (h) penyelenggaraan penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila; (i) penetapan beberapa jabatan fungsional dan angka kredit yang diperlukan; (j) penyusunan jenjang pangkat pimpinan pada proyek Pemerintah dan Badan Usaha Milik Negara; (k) pemeliharaan, kesehatan Pegawai Negeri Sipil dan Penerima Pensiun serta anggota keluarganya.

a.Penyempurnaan Peraturan Perundang-undangan Di Bidang Kepegawaian

Dalam rangka pendayagunaan pegawai negeri sipil telah di- terbitkan UU No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian. Sebagai pelaksanaannya, dalam lima tahun terakhir telah dikeluarkan 21 buah Peraturan Pemerintah dan 25 buah Keputusan Presiden, sebagian dari padanya dapat dilihat pada Tabel XXII-4.

b. Penyempurnaan Dasar-dasar Penyusunan Formasi

Sebagai kelanjutan dari kegiatan yang dilakukan pada tahun-tahun sebelumnya dalam 5 tahun terakhir telah dilakukan penyempurnaan dan penyusunan formasi pegawai negeri sipil berdasarkan PP No. 5 Tahun 1976. Hal ini dimaksudkan agar setiap satuan organisasi Pemerintah mempunyai jumlah dan mutu pegawai yang seimbang dengan jenis dan besarnya beban tugas yang menjadi tanggungjawabnya.

TABEL XXII - 1

PERKEMBANGAN KEGIATAN BADAN USAHA MILIK NEGARA,1982 - 1987(dalam milyar rupiah)

Kegiatan

1982

1983

1984

1985

1986

1987*)

Total Aktiva

53.062

72.882

89.443

105.034

125.172

141.032

Penjualan

14.756

21.780

27.147

31.617

30.353

34.370

Laba

1.201

1.850

2.299

3.132

3.810

3.982

*) Angka sementara

TABEL XXII - 2

HASIL PAJAK DARI BADAN USAHA MILIK NEGARA,1982/83 - 1987/88(dalam milyar rupiah)

U r a i a n

1982/83

1983/84

1984/85

1985/86

1986/87

1987/88*)

1. Pajak Perseroan

(Total)

674,5

757.4

1.211,0

1.668,0

2.767,0

2.375,5

2. Pajak Perseroan/

Penghamilan BUMN

343,8

357,0

593.0

784,0

927,0

956,6

3. Penerimaan Non Pajak

435,6

519.0

470,0

732,0

1.147,0

1.160,2

4. Deviden/DPS/BLP

153,4

171.2

266,0

625,0

583,7

530,0

*) Angka sementara (sampai dengan Desember 1987)

TABEL XXII - 3

PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH PADA BADAN USAHA MILIK NEGARA,1982/83 - 1986/87(dalam milyar rupiah)

S e k t o r

1982/83

1983/84

1984/85

1985/86

1986/87

1987/882)

1. Pertanian dam Kehutanan

-

10,0

12,6

-

1,1

-

2. Industri

255,8

253,7

130,0

362,2

12,9

6,2

3. Jasa Umum

-

59,0

67,0

9,9

9,0

12,4

4. Jasa Keuangan Non Bank

-

52,5

77,0

14,4

8,5

0,4

5. Pertambangan

75,2

151,1

19,1

3,6

6,8

-

6. Perbankan

-

65,2

30,3

22,2

52,3

11,2

Jumlah :

336,61)

591,5

336,0

412,3

90,6

30,2

1) Termasuk lain-lain sebesar Rp. 5,6 milyar

2) Angka sementara (sampai dengan Desember 1987)

TABEL XXII 4

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG TELAH DITETAPKAN

SEBAGAI PERATURAN PELAKSANAAN DARI PADA

UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1974

1982/83 1987/88

1157

1158

1159

1160

1161

1162

c.Pengadaan, Pengangkatan, dan Penyelesaian Kepangkatan Pegawai Negeri

Pengadaan pegawai negeri diperlukan untuk mengisi formasi yang lowong pada suatu instansi Pemerintah, baik di Pusat maupun di Daerah. Dalam lima tahun terakhir, penambahan formasi pegawai dilakukan secara selektif dan diprioritaskan pada pemenuhan tenaga-tenaga profesional seperti guru, tenaga medis/paramedis dan penyuluh pertanian, dengan tidak mengesampingkan tenaga untuk sektor-sektor lainnya. Hal itu didasarkan pada kebijaksanaan untuk pemantapan pelayanan dan pemerataan pembangunan, dalam hal ini pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan serta penyuluhan pertanian dan sektor-sektor strategis lainnya.

Jumlah tambahan formasi dalam kurun waktu 1983/1984 hingga Desember 1987 berjumlah 712.370 yang terdiri dari 414.350 tenaga pendidik, 46.703 tenaga kesehatan, 20.799 tenaga penyuluh pertanian, 13.533 tenaga penyuluh Keluarga Berencana, 65.000 tenaga otonomi daerah, 3.603 tenaga polisi kehutanan dan 148.382 untuk Departemen/Lembaga yang memerlukan tambahan pegawai.

Jumlah pegawai negeri, yang bekerja pada Departemen/Lembaga yang mengalami kenaikan pangkat biasa maupun kenaikan pangkat otomatis (KPO) adalah sebesar 2.222.214 orang dengan perincian menurut golongan sebagaimana dapat dilihat pada Tabel XXII-5.

Kenaikan pangkat adalah penghargaan yang diberikan atas pengabdian dan dimaksudkan sebagai pendorong untuk lebih meningkatkan pengabdian selanjutnya. Seperti diketahui pangkat adalah kedudukan yang menunjukkan tingkat seorang pegawai negeri dalam rangka susunan kepegawaian dan digunakan sebagai dasar penggajian. Untuk menjamin obyektivitas dalam pemberian kenaikan pangkat, telah ditetapkan Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 1980 tentang Pengangkatan Dalam Pangkat Pegawai Negeri Sipil. Kenaikan pangkat biasa (KPB) sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 1980 dalam lima tahun terakhir berjumlah 1.072.648 orang.

Untuk memperlancar proses kenaikan pangkat, mulai 1 April 1984 kepada Kepala BAKN telah diberikan wewenang untuk menyelesaikan kenaikan pangkat otomatis bagi guru SMTP dan SMTA serta pegawai negeri sipil dalam lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang diperbantukan pada Daerah Otonom

TABEL XXII 5

JUMLAH PEGAWAI NEGERI SIPIL YANG MENGALAMI KENAIKAN PANGKAT

1982/83 1987/88

(orang)

1) Golongan ruang I/a adalah golongan pangkat permulaan

2) Angka sementara (sampai dengan Desember 1987)

1164

sebagai Guru Sekolah Dasar dan penjaga Sekolah Dasar, pegawai negeri sipil dalam lingkungan Departemen Agama yang menjabat sebagai guru agama Madrasah Ibtidaiyah/guru agama Sekolah Dasar dan penjaga Madrasah Ibtidaiyah, serta pegawai negeri sipil dalam lingkungan Departemen Kesehatan yang diperbantukan/dipekerjakan pada Daerah Otonom atau instansi lain tertentu dengan kualifikasi pendidikan medis dan paramedis yang bekerja pada unit-unit pelayanan kesehatan. Bagi pegawai negeri sipil yang dimaksud telah diselesaikan kenaikan pangkat otomatis sebanyak 1.149.566 orang.

d. Perbaikan Penghasilan

Sesuai dengan kemampuan keuangan negara, perbaikan penghasilan yang telah dirintis sejak tahun 1960-an terus diusahakan dengan sungguh-sungguh dan terus menerus. Hal ini dilakukan antara lain dengan PP No. 9 Tahun 1979, PP No. 37 Tahun 1979, PP No. 14 Tahun 1980, PP No. 45 Tahun 1980 dan PP No. 8 Tahun 1984.

Kemudian, dengan dikeluarkannya PP No. 15 Tahun 1985 yang merubah gaji pokok sebagaimana ditetapkan dalam PP No. 7 Tahun 1977 tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil telah diusahakan lagi perbaikan penghasilan pegawai negeri. Dengan adanya perubahan gaji pokok pegawai negeri tersebut yang berlaku sejak 1 April 1985, kenaikan penghasilan rata-rata adalah 20% dari penghasilan lama. Dengan membandingkan gaji pokok terendah menurut PP No. 7 Tahun 1977 sebesar Rp. 12.000,- maka gaji terendah berdasarkan PP No. 15 Tahun 1985 adalah sebesar Rp. 33.200,- yang berarti peningkatan sebesar 176%. Sementara itu gaji pokok tertinggi meningkat dari Rp. 120.000,-menurut PP No. 7 Tahun 1977 menjadi Rp. 365.000,- berdasarkan PP No. 15 Tahun 1985 yang berarti adanya kenaikan sebesar 121%. Meningkatnya gaji pokok mengakibatkan naiknya penghasilan pensiunan antara 27% sampai dengan 59%.

Di samping peningkatan gaji pokok, sejak 1 April 1985 tunjangan pegawai negeri juga ditingkatkan, yaitu tunjangantunjangan jabatan pada Mahkamah Agung, Pengadilan Tinggi, Pengadilan Negeri, Peradilan Agama, Mahkamah Pelayaran, Kejaksaan Agung, Badan Pemeriksa Keuangan, Perguruan Tinggi, lembaga penelitian, lembaga persandian dan BP-7. Kecuali itu juga disediakan tunjangan-tunjangan bahaya nuklir, pengamatan gunung api, pengamanan dan penyelamatan pelayaran, tunjangan guru dari Taman Kanak-kanak sampai SMTA, tunjangan tenaga kesehatan, tunjangan-tunjangan khusus Irian Jaya dan Timor Timur serta tunjangan struktural.

1165

Selain daripada itu sejak 1 April 1984 telah dikeluarkan Keppres No. 22 Tahun 1984 yang menetapkan bahwa gaji pegawai daerah dan pegawai pusat yang diperbantukan pada Daerah Otonom serta pensiunan pegawai daerah yang semula dibayar melalui Kas Daerah dialihkan pembayarannya melalui Kantor Perbendaharaan Negara/Kantor Kas Negara.

Demikian pula perbaikan penghasilan penerima pensiun dilakukan secara bertahap sesuai dengan kemampuan keuangan negara. Sementara itu telah mulai dirintis pembiayaan pensiun dengan menggunakan sistem dana yang dihimpun dari pegawai negeri sendiri di samping modal awal dari Pemerintah yang penyalurannya dilaksanakan melalui PT TASPEN.

e. Peningkatan Disiplin

Dalam rangka peningkatan disiplin, telah dikeluarkan PP No. 30 Tahun 1980 yang mengatur kewajiban, larangan serta sanksi apabila kewajiban tidak ditaati atau larangan dilanggar oleh pegawai negeri. Dalam PP tersebut dirumuskan 26 kewajiban dan 18 larangan, sedangkan tingkat dan jenis hukuman kepada yang melakukan pelanggaran disiplin ialah hukuman ringan, hukuman sedang dan hukuman berat. PP No. 30 Tahun 1980 inilah yang digunakan sebagai dasar penindakan terhadap pegawai negeri yang tidak taat kepada peraturan disiplin tersebut.

Untuk menyelesaikan keberatan pegawai negeri yang dijatuhi hukuman disiplin, dengan Keppres No. 67 Tahun 1980 telah dibentuk Badan Pertimbangan Kepegawaian yang diketuai oleh Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, Kepala BAKN sebagai sekretaris dan anggota-anggotanya terdiri dari Menteri Muda/Sekretaris Kabinet, Dirjen Hukum dan Perundangundangan Departemen Kehakiman, Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan Kejaksaan Agung, Dirjen PUOD Departemen Dalam Negeri dan Ketua Pengurus KORPRI Pusat. Sejak tahun 1983/84 sampai dengan 1987/88 Badan Pertimbangan Kepegawaian telah memberikan dan mengambil keputusan terhadap 396 keberatan yang diajukan oleh pegawai negeri sipil golongan ruang IV/a kebawah dan telah mempertimbangkan 13 usul pemberhentian sebagai pegawai negeri sipil golongan ruang IV/b keatas kepada Presiden.

Dalam pada itu mengingat bahwa pegawai negeri harus men- jadi teladan yang baik bagi masyarakat dalam tingkah laku dan tindakan serta mengingat pula bahwa kehidupan pegawai negeri perlu ditunjang oleh kehidupan berkeluarga yang serasi se

hingga setiap pegawai negeri dalam melaksanakan tugasnya tidak akan banyak terganggu oleh masalah-masalah dalam keluarganya, telah ditetapkan PP No. 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil. Pokokpokok yang diatur dalam PP tersebut adalah pemberitahuan perkawinan pertama, permintaan izin untuk beristeri lebih dari seorang, permintaan izin untuk melakukan perceraian, kewajiban menyerahkan sebagian gaji untuk penghidupan bekas isteri dan anak-anaknya apabila perceraian terjadi atas kehendak pegawai negeri pria, larangan pegawai negeri wanita untuk menjadi isteri kedua/ketiga/keempat dari pegawai negeri serta larangan hidup bersama sebagai suami isteri di luar ikatan perkawinan yang sah.

f. Komputerisasi dan Penyempurnaan Tata Usaha Kepegawaian

Sejak Pendaftaran Ulang Pegawai Negeri Sipil tahun 1974 setiap mutasi kepegawaian yang mengakibatkan perubahan data dicatat dan diteliti. Dengan adanya dan terpeliharanya data dan tata usaha yang tertib dan teratur maka data kepegawaian yang diperlukan dapat ditemukan dalam waktu yang singkat. Hal ini sangat memudahkan pelayanan dan pembinaan yang diperlukan dalam bidang kepegawaian.

Selanjutnya dalam rangka pendayagunaan tata usaha kepegawaian tersebut telah dilaksanakan kegiatan-kegiatan penetapan Nomor Induk Pegawai (NIP), pemberian Kartu Pegawai Negeri Sipil (KARPEG), perekaman data pegawai negeri berikut perkembangannya ke dalam pita magnetik, penyusunan berkas pegawai negeri dalam almari yang khusus dipergunakan untuk itu, penyusunan nama-nama pegawai negeri menurut abjad serta pemberian Kartu Isteri/Kartu Suami Pegawai Negeri Sipil (KAKIS/ KARSU). Dewasa ini dapat disusun komposisi PNS sebagai bahan yang dapat dipergunakan untuk perencanaan kebijaksanaan di bidang kepegawaian secara lebih baik (Tabel XXII-6).

Untuk dapat meningkatkan pelayanan administrasi berhubung dengan beban tugas BAKN yang harus diselesaikan secara cepat dan tepat, perangkat komputer berupa terminal yang dipasang pada tahun 1983, pada akhir tahun 1985/86 telah ditingkatkan menjadi komputer secara lengkap dengan Central Processing Unit (CPU). Sejalan dengan program komputerisasi tersebut BAKN telah mengadakan seleksi secara bertahap untuk memperoleh pegawai terdidik, beberapa diantaranya telah dimanfaatkan baik sebagai tenaga operator, programer maupun tenaga analis.

TABEL XXII 6

KEADAAN KOMPOSISI PEGAWAI NEGERI PUSAT DAN DAERAH

MARET 1983 DESEMBER 1987 *)

(orang)

*) Pencatatan dilakukan pada Maret 1983 dan Desember 1987

1168

g. Peningkatan Kemampuan Manajemen dan Keterampilan serta Produktivitas Kerja Pegawai Negeri

Dalam rangka peningkatan kesetiaan, ketaatan, dan kemampuan pegawai negeri sipil dalam menyelenggarakan tugas pemerintahan umum dan pembangunan, secara berdayaguna, berhasilguna, bersih, dan sadar akan tanggungjawabnya sebagai unsur Aparatur Negara, Abdi Negara dan Abdi Masyarakat, telah dilaksanakan program pendidikan dan latihan, baik yang bersifat pra-jabatan ataupun dalam jabatan kepegawaian.

Latihan pra-jabatan yang diselenggarakan berdasarkan Keppres No. 30 Tahun 1981 dalam 5 tahun terakhir sudah mencapai 351.389 orang, masing-masing tahun 1983/84 sebanyak 62.356 orang, tahun 1984/85 sebanyak 45.116 orang, tahun 1985/86 sebanyak 49.653 orang, tahun 1986/87 sebanyak 84.334 orang dan terakhir sampai dengan Desember 1987 sebanyak 99.930 orang. Latihan pra-jabatan dimaksudkan untuk memberikan orientasi kepada calon pegawai negeri berkenaan dengan kedudukannya sebagai pegawai negeri agar mengerti dan menghayati kewajiban dan hak-haknya.

Pendidikan dan latihan pegawai negeri sesudah memegang jabatan (dalam jabatan/in-service) mencakup antara lain pendidikan dan latihan penjenjangan yang dimaksudkan untuk mempersiapkan pegawai untuk mampu memangku jabatan struktural yang lebih tinggi. Program pendidikan dan latihan penjenjangan yang terutama ialah Sekolah Staf dan Pimpinan Administrasi (SESPA) sebagai program pendidikan dan latihan administrasi tingkat atas yang bersifat regular bagi pegawai negeri yang memegang jabatan penting dalam aparatur Pemerintah, guna memperluas cakrawala pandangan, kesatuan sikap dan kesatuan pola berpikir di kalangan pejabat pimpinan sehingga terwujud kelancaran jalannya pemerintahan dan pembangunan.

Penyelenggaraan SESPA pada dasarnya dipusatkan di bawah koordinasi LAN. Dengan telah selesainya pembangunan Gedung Pusat Pendidikan Pegawai Negeri di Jakarta sebagai Kampus SESPA mulai tahun 1983/1984 telah dimulai SESPA Nasional, walaupun untuk sementara waktu SESPA di Departemen/Lembaga masih dapat diselenggarakan. Perkembangan penyelenggaraan SESPA sejak tahun 1983/84 hingga Desember 1987 dapat dilihat pada Tabel XXII-7.

Pendidikan dan latihan penjenjangan lainnya ialah Sekolah-sekolah Pimpinan Administrasi Tingkat Dasar (SEPADA),

1169

TABEL XXII 7

JUMLAH LULUSAN SESPA 1)

1982/83 1987/88

Catatan :

1) Tanda menunjukkan bahwa pada tahun yang bersangkutan,

Tidak diselenggarakan SESPA oleh Departemen/Lembaga bersangkutan

2) Repelita III mencakup Ditjen Periwisata dan Detjen Postel (Repelita IV:

Departemen Parpostel)

3) Repelita III mencakup Ditjen Kehutanan (Repelita IV: Depatemen Kehutanan)

4) Repelita III mencakup Ditjen Transmigrasi (Repelita IV : Departemen Transmigrasi)

5) Repelita III mencakup Ditjen Koperasi (Repelita IV : Departemen Koperasi)

6) Mulai Repelita IV SESPANAS

1170

Tingkat Lanjutan (SEPALA) serta Tingkat Madya (SEPADYA) yang penyelenggaraannya didesentralisasikan di Departemen/Lembaga masing-masing berdasarkan pedoman dan koordinasi dari LAN. Jumlah lulusan dalam 5 tahun terakhir, masing-masing adalah: SEPADA 6.363 orang, SEPALA 8.293 orang dan SEPADYA 3.589 orang.

Program pendidikan dan latihan pegawai lainnya adalah Program Perencanaan Nasional (PPN) yang dimaksudkan untuk memberikan pengetahuan dasar dan berbagai teknik serta peralatan analisa yang diperlukan dalam perencanaan maupun pelaksanaan proyek-proyek pembangunan. Jumlah peserta kursus PPN sejak tahun 1982 sampai dengan Desember 1987 dapat dilihat pada Tabel XXII-8.

Di samping program-program pendidikan dan latihan jangka pendek, tersedia pula kesempatan bagi pegawai negeri untuk mengikuti program pendidikan kesarjanaan yang diselenggarakan oleh instansi di luar Departemen Pendidikan dan Kebudayaan seperti Institut Ilmu Pemerintahan (Departemen Dalam Negeri), Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Negara (LAN) dan Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (Departemen Keuangan).

Sebagai pelengkap pendidikan dan latihan pegawai, sehubungan dengan semakin banyaknya tenaga ahli yang diperlukan, telah dikeluarkan berbagai pedoman guna mengikuti program-program pasca sarjana S-2 dan S-3 pada perguruan-perguruan tinggi di dalam negeri maupun di luar negeri bagi pegawai negeri yang potensial. Pelaksanaan pendidikan PNS di luar negeri untuk program pasca sarjana tersebut, baik S-2 (= MA) maupun S-3 (= PhD) dari tahun 1984 hingga tahun 1987, mencapai jumlah 554 orang, diantaranya telah kembali sebanyak 346 orang dan yang masih dalam tugas belajar sebanyak 208 orang.

h. Penyelenggaraan penataran Pedoman, Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P-4)

Dalam rangka pemantapan Pancasila sebagai pedoman perilaku baik pemikiran maupun sikap mental, khususnya dalam rangka penyelenggaraan tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan, dalam lima tahun terakhir, penyelenggaraan penataran P-4 dilanjutkan dan lebih dimantapkan. Di samping itu diusahakan pula pelaksanaannya untuk berbagai kelompok dalam masyarakat, seperti pemuda, pelajar, pemuka agama, dan lain-lain.

TABEL XXII - 8

JUMLAH PESERTA KURSUS-KURSUSPROGRAM PERENCANAAN NASIONAL,1982 - 1987

No.

JenisKursus

1982

1983

1984

1985

1986

1987

1.

Perencanaan Jangka Panjang

36

37

37

38

38

40

2.

Perencanaan Proyek-proyek

Pembangunan

29

29

32

29

29

32

3.

Perencanaan Proyek-proyek

Pertanian & Agro Industri

30

29

29

32

32

31

4.

Perencanaan Proyek-proyek

Transportasi

30

32

29

34

29

30

Jumlah :

125

127

127

133

128

133

Dengan dibentuknya Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (BP-7) dengan Keppres No. 10 Tahun 1979, penyelenggaraan penataran P-4 selanjutnya menjadi tugas dan tanggungjawab BP-7. Penataran yang telah diselenggarakan meliputi Tingkat Nasional, Tingkat Instansi Pusat dan Tingkat Instansi Daerah terdiri dari Tipe A untuk pegawai negeri golongan III dan IV, Tipe B untuk golongan II dan Tipe C untuk golongan I. Sedangkan jumlah pegawai negeri sipil yang telah mengikuti penataran P-4 sampai dengan akhir Desember 1987 berjumlah 3.389.744 orang dengan perincian sebagai berikut : Tipe A 394.265 orang, Tipe B 1.584.119 orang dan Tipe C 1.411.360 orang

Dengan mulai dilaksanakannya latihan pra-jabatan sebagai pelaksanaan Keppres No. 30 Tahun 1981, pegawai negeri yang telah mengikuti latihan pra-jabatan tidak perlu lagi mengikuti penataran P-4 mengingat dalam kurikulum latihan prajabatan tersebut sudah tercakup materi penataran P-4.

Sementara itu pelaksanaan penataran untuk kelompok kelompok dalam masyarakat, seperti berbagai organisasi kemasyarakatan, pemuda tingkat nasional, juru penerang agama, Calon penatar P-4 dan HIP (Hubungan Industrial Pancasila), serta para anggota sivitas akademika juga terus dilanjutkan.

i. Jabatan Fungsional Pegawai Negeri.

Dalam Pasal 12 PP No. 3 Tahun 1980 ditentukan bahwa Pegawai Negeri Sipil yang memangku jabatan fungsional, kenaikan pangkatnya di samping harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan diharuskan pula memenuhi angka kredit. Menteri yang bertanggungjawab di bidang pendayagunaan Aparatur Negara menetapkan angka kredit bagi jabatan fungsional dengan memperhatikan usul pimpinan instansi yang bersangkutan setelah mendengar pertimbangan Kepala BAKN.

Sesuai dengan ketentuan tersebut di atas, sejak tahun 1982/83 sampai dengan Desember 1987, telah ditetapkan angka kredit bagi jabatan fungsional, antara lain untuk jabatan-jabatan fungsional : (a) Peneliti (Kep-MENPAN No. 01 Tahun 1983), (b) Widyaiswara (Kep-MENPAN No. 68 Tahun 1985), (c) Penyuluh Pertanian Lapangan/PPL (Kep-MENPAN No. 73 Tahun 1985), (d) Tenaga Dokter (Kep-MENPAN No. 93 Tahun 1986), (e) Tenaga Perawat (Kep-MENPAN No. 94 Tahun 1986), (f) Pengawas Ketenagakerjaan (Kep-MENPAN No. 107/MENPAN/1987) dan (g) Tenaga Pengajar Perguruan Tinggi (Kep-MENPAN No. 59/MENPAN/

1987). Khusus bagi tenaga fungsional Penyuluh Pertanian dan Widyaiswara, telah pula dikeluarkan Keputusan Presiden No. 63 Tahun 1986 tentang Batas Usia Pensiun PNS Yang Menjabat Jabatan Fungsional Widyaiswara dan Penyuluh Pertanian.

j.Penyusunan Jenjang Pangkat Jabatan Pimpinan Pada Proyek Pemerintah dan Badan Usaha Milik Negara

Berdasarkan pasal 30 PP No. Tahun 1980 ditentukan bahwa Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara menetapkan jenjang pangkat Jabatan pimpinan pada proyek Pemerintah, Perusahaan milik negara, Organisasi professi dan Badan Swasta setelah mendengar pertimbangan Kepala BAKN. Sebagai pelaksanaan ketentuan tersebut telah diterbitkan Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara masing-masing dengan Keputusan MENPAN No. 53 Tahun 1982, No. 66 Tahun 1984 dan No. 100 Tahun 1986.

k.Pemeliharaan Kesehatan Pegawai Negeri Sipil dan Penerima Pensiun Beserta Anggota Keluarganya.

Penyelenggaraan jaminan pemeliharaan kesehatan bagi Pegawai Negeri Sipil beserta anggota keluarganya yang berasaskan gotong-royong baik pada masa bakti maupun pada masa purnakarya telah diatur kembali dengan Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 1984. Berdasarkan PP tersebut Badan Penyelenggara Dana Pemeliharaan Kesehatan (BPDPK) telah dirubah statusnya men-jadi BUMN dengan bentuk hukum Perusahaan Umum Husada Bhakti. Perubahan ini dimaksudkan untuk memperlancar pelayanan dalam pemberian pengobatan, melakukan pemupukan dana dan menunjang kebijaksanaan Pemerintah di bidang kesehatan, khususnya bagi para pegawai negeri, pensiunan dan anggota keluarganya.

7. Penyempurnaan Administrasi Dalam Bidang-bidang lain

Untuk mendukung sistem informasi di tiap lembaga pemerintahan, baik di tingkat Pusat maupun Daerah sehingga dapat berfungsi sebagai pusat informasi yang diandalkan, dalam lima tahun terakhir kegiatan usaha pembinaan dan pengembangan kearsipan, baik statis maupun dinamis, terus ditingkatkan. Sejak tahun 1983/1984 kegiatan pembinaan kearsipan dinamis mulai ditujukan tidak Baja di lingkungan Departemen dan Daerah tetapi Juga kepada lingkungan bank-bank Pemerintah serta BUMN. Pada akhir tahun 1987 telah tercatat 13 BUMN dan 5 Perbankan yang telah menerapkan sistem kearsipan sebagai mana dipolakan oleh Arsip Nasional. Dewasa ini berbagai ke

giatan kearsipan telah mencakup 27 Propinsi.

Dalam lima tahun terakhir, Arsip Nasional antara lain telah menerima arsip statis dari Induk Administrasi Angkatan Darat, Bappenas, Departemen Kehakiman, Direktorat Pembinaan dan Administrasi Veteran, serta Departemen Pertahanan dan Ke-amanan yang secara keseluruhan membutuhkan tempat simpan sepanjang 1.680 meter. Selain itu dalam waktu yang relatif singkat koleksi arsip film telah berkembang karena adanya penyerahan arsip film dari berbagai instansi Pemerintah sehingga pada akhir tahun 1987 telah mencapai 36.819 kaleng film. Sementara itu arsip foto berjumlah 1.575.070 eksemplar yang terdiri dari 1.120.549 eksemplar foto negatif dan 454.521 eksemplar foto positif.

Kecuali itu Arsip Nasional juga telah menerima penyerahan arsip film sebanyak 10.541 kaleng dan titipan penyimpanan arsip komputer dari PN Pertamina yang memerlukan tempat simpan sepanjang 1.350 meter. Hal-hal tersebut dapat dilakukan karena telah diselesaikannya pembangunan depot arsip yang dimaksudkan untuk menyimpan arsip-arsip pindahan dari depot jalan Gajah Nada Jakarta. Pembangunan kantor dan depot arsip Perwakilan Arsip Nasional di Sulawesi Selatan (Ujung Pandang) telah dapat diselesaikan, sehingga sejak tahun 1986/87 kantor tersebut sudah mulai dapat dimanfaatkan.

Kemudian untuk mendukung kegiatan dan meningkatkan dayaguna dan hasilguna Arsip Nasional telah dilakukan peningkatan kerjasama internasional dan regional, termasuk pertukaran arsip dalam bentuk mikrofilm dan pendidikan serta latihan tenaga kearsipan.

D. ADMINISTRASI PERENCANAAN, PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN, DAN PENGENDALIAN PELAKSANAAN

1. Penyusunan Rencana dan Anggaran Tahunan

Sebagaimana dilakukan pada kurun wak