³ N 8 N º Õ ã k º ã N 8 È @ Ý 7D43E;E

90

Transcript of ³ N 8 N º Õ ã k º ã N 8 È @ Ý 7D43E;E

Page 1: ³ N 8 N º Õ ã k º ã N 8 È @ Ý 7D43E;E

disusun oleh :Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Digital,

Ketenagakerjaan, dan UMKM

Strategi Kemitraan Usaha Pengembangan Kawasan Industri Halal

Untuk Mendukung Pemberdayaan Usaha Masyarakatyang Berdaya Saing

Berbasis

2020

Page 2: ³ N 8 N º Õ ã k º ã N 8 È @ Ý 7D43E;E

Tim Penyusun

i

Dr. Ir Rudy Salahuddin, MEM

Chairul Saleh, S.H, L.L.M

RiduwanEdi Sugito

Pringgadi Kridiarto SwastomoArief FirmansyahSSwesti HandayaniFirman TurohmiPetra Kelly Putri H

Risnandha Diksi Alfaris Andri FathurahmanBisma Arya SAlifan Darul Ilma

Dini OktDini Oktaviani HapsariNur Asri KomariyahYulia Pratiwi

Penanggung Jawab

Ketua Tim

Anggota

STRATEGI KEMITRAAN USAHA BERBASIS PENGEMBANGAN KAWASAN INDUSTRI HALAL UNTUK MENDUKUNG PEMBERDAYAAN USAHA MASYARAKAT YANG BERDAYA SAING

Dipublikasikan oleh :Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Digital Ketenagakerjaan dan UMKM

KEMENTERIAN KOORDINATOR BIBIDANG PEREKONOMIAN

DESEMBER 2020

Page 3: ³ N 8 N º Õ ã k º ã N 8 È @ Ý 7D43E;E
Page 4: ³ N 8 N º Õ ã k º ã N 8 È @ Ý 7D43E;E
Page 5: ³ N 8 N º Õ ã k º ã N 8 È @ Ý 7D43E;E
Page 6: ³ N 8 N º Õ ã k º ã N 8 È @ Ý 7D43E;E
Page 7: ³ N 8 N º Õ ã k º ã N 8 È @ Ý 7D43E;E

Salah satu agenda kebijakan dalam RPJMN 2020-2024 adalah Kemitraan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dengan Usaha Besar, yang pengembangannya diarahkan sesuai potensi daerah sea salah satunya untuk mendukung pengembangan Kawasan Industri (KI). Dalam konteks pengembangan ekonomi syariah, RPJMN dan Masterplan Ekonomi Syariah 2020-2024 telah menetapkan program pengembangan Kawasan Industri Halal (KIH). KKajian ini disusun sebagai referensi dalam merumuskan strategi kemitraan usaha berbasis pengembangan KIH melalui sinergi dan kolaborasi lintas stakeholder. Rekomendasi kebijakan yang diusulkan antara lain sebagai berikut: perlu merumuskan suatu program kemitraan usaha dengan skala nasional yang berbasis pengembangan Kawasan Industri Halal (KIH); pentingnya sinergi pentahelix (akademisi, badan usaha, komunitas, pemerintah, dan media) dalam membangun ekosistem industri halal; perlu harmonisasi program strategis yang termuat dalam Masterplan Ekonomi Syariah Indonesia 2019-2024 dengan implementasi prprogram kerja dari Kementerian/Lembaga yang secara spesik berkontribusi terhadap pengembangan industri halal; perlu koordinasi dan sinkronisasi program dengan Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah terkait untuk memetakan karakteristik pelaku UMK sehingga pelaksanaan program dapat efektif dan esien; mendorong lebih banyak program kemitraan dengan pelaku usaha besar melalui pendekatan public private people panership dan inklusi bisnis untuk penguatan UMKM; mengoptimalkan peran Pemerintah Daerah, BUMN/D, BUMDesa, dan Sektor Swasta dalam memberikan dukungan pprogram dalam implementasi kemitraan usaha; pelaku UMK dalam kemitraan usaha tidak hanya organisasi masyarakat umum, UMK, dan kelompok usaha masyarakat perlu diperluas pada pesantren/koperasi pesantren; perlu pendekatan tematik pengembangan program kemitraan usaha dikaitkan dengan pengembangan infrastruktur KIH yang ada dengan fokus pada penguatan rantai nilai industri halal dari hulu sampai hilir yang disesuaikan dengan keunggulan komparatif daerah tersebut; memperkuat infrastruktur untuk meningkatkan efektivitas dan standarisasi proses seikasi halal di Indonesia; perlu program insentif untuk pepelaku usaha lokal dan global untuk berinvestasi dalam mendukung perkembangan halal value chain secara komprehensif; sea perlu peningkatan sosialisasi/edukasi publik terkait keberadaan KIH kepada Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota, pelaku usaha besar dan menengah, pelaku usaha mikro dan kecil, dan perguruan tinggi.

Ringkasan Eksekutif

Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Digital, Ketenagakerjaan, dan UMKM

vi

Page 8: ³ N 8 N º Õ ã k º ã N 8 È @ Ý 7D43E;E
Page 9: ³ N 8 N º Õ ã k º ã N 8 È @ Ý 7D43E;E

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Salah satu agenda kebijakan dan program prioritas dalam RPJMN 2020-2024 adalah

Penguatan Kewirausahaan, UMKM, dan Koperasi, untuk mendukung upaya peningkatan

nilai tambah, lapangan kerja, investasi, ekspor dan daya saing perekonomian. Diantara

agenda kebijakan tersebut yang didorong adalah Kemitraan Usaha Mikro Kecil dan

Menengah (UMKM) dengan Usaha Besar, yang pengembangannya diarahkan sesuai

potensi daerah serta salah satunya untuk mendukung pengembangan Kawasan Industri

(KI).

Penguatan kewirausahaan, UMKM, dan koperasi juga diamanatkan dalam Masterplan

Ekonomi Keuangan Syariah Indonesia (MEKSI) 2019-2024. Untuk mewujudkan Indonesia

sebagai pusat ekonomi syariah terkemuka dunia, dilaksanakan melalui beberapa strategi

diantaranya melalui penguatan halal value chain (terdiri atas industri makanan dan

minuman, pariwisata, fesyen muslim, media, rekreasi, industri farmasi dan kosmetika, dan

industri energi terbarukan) dan penguatan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).

Penguatan halal value chain berkaitan erat dengan upaya pengembangan ekosistem

industri, termasuk kemitraan antara UMKM dengan industri/usaha skala besar.

Salah satu peran yang diamanatkan kepada Kementerian Koordinator Bidang

Perekonomian dalam Rencana Implementasi Pengembangan Ekonomi Syariah 2020-2024

adalah sebagai Initiative leader untuk Inisiatif Strategis (IS) Pengembangan Kawasan

Industri Halal (KIH). Pengembangan KIH bertujuan untuk menarik minat para investor,

mempercepat pertumbuhan industri halal nasional, memberikan kemudahan bagi pelaku

industri dalam melakukan proses produksi secara terintegrasi dalam satu kawasan yang

memenuhi persyaratan industri halal, serta menjadi showcase bagi produk halal di kawasan

industri potensial.

Upaya pemberdayaan dan kemitraan usaha masyarakat khususnya UMKM, yang berada di

sekitar KIH atau yang menjadi pendukung/pemasok bagi operasionalisasi industri berskala

besar di dalam KIH, merupakan isu kebijakan yang penting untuk dikaji agar pengembangan

Page 10: ³ N 8 N º Õ ã k º ã N 8 È @ Ý 7D43E;E

2

UMKM dengan pola kemitraan di dalam KIH mampu mengoptimalkan potensi daerah dan

meningkatkan daya saing usaha melalui pelibatan UMKM dalam rantai nilai industri.

Upaya pemberdayaan dan kemitraan UMKM perlu dilaksanakan secara sinergis lintas sektor

serta didukung oleh peran Pemerintah Daerah. Untuk itu perlu dirumuskan strategi

kolaborasi dan sinergi lintas stakeholders untuk mengembangkan kemitraan dan

pemberdayaan ekonomi masyarakat khususnya UMKM berbasis pengembangan KIH serta

bagaimana peran koordinasi kebijakan yang dapat dilaksanakan oleh Kementerian

Koordinator Bidang Perekonomian.

1.2. Maksud dan Tujuan

Berdasarkan perumusan masalah, kajian ini memiliki tujuan sebagai berikut :

1. Memberikan gambaran dan formulasi strategi kemitraan usaha berbasis

pengembangan kawasan industri halal untuk mendukung pemberdayaan usaha

masyarakat yang berdaya saing.

2. Menganalisis potensi industri halal di Indonesia.

3. Pengembangan KIH serta rencana kemitraan usaha untuk pemberdayaan UMKM yang

berdaya saing.

4. Identifikasi pola kemitraan usaha yang sesuai agar dapat mendukung penguatan

UMKM sektor industri halal dalam Kawasan Industri Halal.

5. Mengembangkan Program kemitraan antara UMKM dengan industri besar dalam

rangka mendukung pengembangan KIH.

6. Pemetaan stakeholders dalam upaya pemberdayaan dan kemitraan UMKM dengan

industri skala besar di dalam KIH.

7. Perumusan strategi kolaborasi dan sinergi lintas stakeholders untuk mengembangkan

kemitraan usaha berbasis pengembangan kawasan industri halal untuk mendukung

pemberdayaan usaha masyarakat yang berdaya saing.

8. Program koordinasi untuk lima tahun ke depan.

1.3. Ruang Lingkup

Kajian ini hanya dibatasi pada strategi pengembangan atau penguatan UMKM sektor

industri halal berbasis Kawasan Industri Halal mendukung pemberdayaan usaha

masyarakat yang berdaya saing.

Page 11: ³ N 8 N º Õ ã k º ã N 8 È @ Ý 7D43E;E

3

1.4. Metodologi

Jenis data yang digunakan dalam kajian ini meliputi data primer dan sekunder. Data primer

diperoleh melalui wawancara dan focus group discussion dengan pemangku kepentingan

dan pelaku usaha terkait serta kunjungan ke Kawasan Industri Halal Cikande, Serang,

Banten.

Sedangkan data sekunder bersumber dari data-data yang diperoleh dari Badan Pusat

Statistik, Bank Indonesia, Kementerian Koperasi dan UKM serta data-data lain yang relevan

dengan penyusunan kajian ini.

1.5. Sistematika Penulisan

Adapun laporan kajian ini terbagi menjadi beberapa pokok bahasan menghasilkan hal-hal

sebagai berikut:

1. Potensi industri halal baik secara nasional maupun global.

2. Penguatan UMK sektor industri halal.

3. Strategi halal value chain (hvc).

4. Pola-pola kemitraan usaha.

5. Inisiatif strategis pengembangan/penguatan UMKM sektor industri halal dalam KIH.

Page 12: ³ N 8 N º Õ ã k º ã N 8 È @ Ý 7D43E;E
Page 13: ³ N 8 N º Õ ã k º ã N 8 È @ Ý 7D43E;E

5

BAB II

POTENSI PASAR INDUSTRI HALAL

2.1. Gambaran Kondisi Perekonomian

1. Kondisi Makroekonomi Global

Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi global berada dalam

kisaran 2–3 % (yoy) berdasarkan data International Monetary Fund (IMF) dan World

Bank. Proyeksi yang sama pada tahun 2019 dan 2020 juga akan tetap konstan di angka

sekitar 3%.

Rata-rata pertumbuhan ekonomi tertinggi berada di wilayah Asia Selatan dan Asia

Pasifik (6–7%). Sementara rata-rata pertumbuhan ekonomi terendah terjadi di Amerika

Latin dan Karibia (0–1%), bahkan sempat tercatat negatif. Sedangkan pertumbuhan

ekonomi negara-negara maju (advanced economies) dan Eropa tetap stabil di angka 1–

2%.

Pertumbuhan ekonomi global yang relatif stabil ini terjadi di tengah berbagai isu

perdagangan global yang suram, seperti Brexit, serta perang dagang antara Amerika

Serikat dan China yang berimbas terhadap perdagangan global. Selain itu anjloknya

harga minyak dunia pada tahun 2015, krisis ekonomi negara-negara Eropa Mediterania

dan Amerika Latin, kenaikan suku bunga The Fed, serta depresiasi berbagai mata uang

terhadap US Dolar, juga mempengaruhi pertumbuhan ekonomi beberapa tahun

terakhir.

Namun, secara umum, ekonomi global sedang mengalami cyclical recovery dilihat dari

kondisi keuangan global, kebijakan moneter yang akomodatif, consumer confidence

index yang meningkat, serta penguatan harga berbagai komoditas. Meskipun demikian,

proyeksi pertumbuhan ekonomi cenderung menurun lebih jauh. Hal ini tergambar dari

capital deepening yang lemah, lambatnya pertumbuhan produktivitas di berbagai

negara, serta perubahan demografi yang kurang menguntungkan perekonomian global.

2. Kondisi Makroekonomi Indonesia

Perekonomian Indonesia sampai dengan triwulan 3 tahun 2020 mengalami kontraksi

sebesar -3,49% membaik bila dibandingkan dengan triwulan 2 tahun 2020 yaitu sebesar

Page 14: ³ N 8 N º Õ ã k º ã N 8 È @ Ý 7D43E;E

6

-5,32% dengan konsumsi pemerintah tumbuh sebesar 9,7%. Empat sektor yang

mampu bertahan dan tumbuh signifikan adalah sektor informasi dan komunikasi, jasa

kesehatan dan kegiatan, pertanian serta jasa pendidikan. Sementara sektor-sektor yang

berkontribusi besar terhadap PDB yaitu sektor industri pengolahan, sektor

perdagangan, dan sektor konstruksi baru pulih. Pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat

dilihat pada grafik berikut:

Grafik 2.1

Sumber: Data Badan Pusat Statistik (2020)

Pertumbuhan tertinggi terjadi pada sektor jasa kesehatan dan kegiatan sebesar 15,3%

(yoy), jasa informasi dan komunikasi sebesar 10,6% (yoy), pertanian sebesar 2,4% (yoy)

serta jasa pendidikan sebesar 2,2% (yoy).

3. Pertumbuhan Ekonomi Syariah Indonesia

Ekonomi syariah di Indonesia sedang melewati tahap yang penting di tengah

ketidakpastian ekonomi global dan persaingan ekonomi kawasan yang semakin ketat.

Peran dan kontribusi ekonomi syariah terhadap perekonomian nasional masih belum

signifikan dalam membantu Indonesia menghadapi kondisi ekonomi dunia yang

semakin rentan, tak pasti dan kompleks. Namun, kontribusi yang masih minim ini tidak

menggambarkan kondisi dan potensi ekonomi syariah yang strategis dalam

perekonomian Indonesia pada saat ini dan di masa depan.

Peran ekonomi syariah yang minim disebabkan pengembangan berbagai sektor dalam

ekosistem perekonomian syariah belum optimal. Cakupan dan pengembangan

ekonomi syariah yang masih terfokus kepada sektor keuangan juga merupakan

kendala. Perkembangan keuangan syariah yang lebih pesat dipicu oleh beberapa faktor

di antaranya: kebutuhan yang mendesak di masyarakat akan sistem keuangan yang

bebas dari riba, regulasi yang responsif terkait kebutuhan keuangan syariah, dan model

5.19 5.18 4.97

2.97

-5.32

-3.49

-6.8

-4.8

-2.8

-0.8

1.2

3.2

5.2

2017 2018 2019 Q1 2020 Q2 2020 Q3 2020

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2017-Q3 2020

Page 15: ³ N 8 N º Õ ã k º ã N 8 È @ Ý 7D43E;E

7

pengembangan sistem keuangan syariah yang sudah tersedia secara global untuk

replikasi.

Di tengah pelemahan ekonomi global yang cukup memberikan tekanan pada kinerja

ekspor Indonesia, perekonomian nasional tahun 2019 tetap berdaya tahan dengan

pertumbuhan 4,97%, ditopang oleh permintaan domestik. Sejalan dengan

perkembangan tersebut, ekonomi syariah Indonesia terus meningkat meski dengan

akselerasi yang tertahan. Namun, jika diwakili oleh sektor prioritas dalam halal value

chain (hvc), kinerja ekonomi syariah secara umum lebih tinggi dibandingkan PDB

nasional dengan pertumbuhan mencapai 5,72%. Perkembangan ini menyebabkan

pangsa ekonomi syariah terhadap perekonomian nasional terus meningkat, hal

tersebut terlihat dalam grafik berikut:

Grafik 2.2

Sumber: Laporan Ekonomi dan Keuangan Syariah, Bank Indonesia 2019

Kinerja ini terutama ditopang oleh sektor makanan halal, yang memiliki kontribusi

terbesar pada pertumbuhan total hvc, hal tersebut dapat dilihat pada grafik berikut:

Grafik 2.3

Sumber: Laporan Ekonomi dan Keuangan Syariah, Bank Indonesia 2019

4.65%

5.20%

5.85% 5.79%5.72%

4.90%5.05% 5.10% 5.18%

5.02%

4.0%

4.5%

5.0%

5.5%

6.0%

2015 2016 2017 2018 2019

Pertumbuhan HVC Tehadap PDB

HVC PDB

2.0 1.8 1.9 2.0 1.8

1.8 2.1 2.3 2.1 2.1

1.1 1.2 1.4 1.2 1.1

-0.2

0.10.2 0.5 0.8

-1.00.01.02.03.04.05.06.07.0

2015 2016 2017 2018 2019

Pertumbuhan HVC (dalam %)

Pertanian Makanan Halal PRM Fesyen Muslim

Page 16: ³ N 8 N º Õ ã k º ã N 8 È @ Ý 7D43E;E

8

Komposisi kontribusi pertumbuhan cenderung stabil antar sektornya. Namun demikian,

jika dilihat dari tren pertumbuhannya, sektor fesyen muslim secara konsisten

memberikan kontribusi yang terus meningkat dalam lima tahun terakhir.

Perkembangan ini sejalan dengan posisi industri halal Indonesia di tataran global yang

prospeknya terus meningkat, khususnya untuk fesyen muslim. Berbagai program

pengembangan terus diupayakan oleh melalui sinergi dengan otoritas terkait lainnya,

diharapkan akan terus mendukung kinerja ekonomi syariah Indonesia ke depan.

Dalam kurun lima tahun terakhir (2015-2019), pertumbuhan perusahaan yang memiliki

sertifikat halal semakin meningkat. Tren peningkatan jumlah perusahaan yang sudah

bersertifikat halal tersebut dapat terlihat dalam grafik berikut:

Grafik 2.4

Sumber: Laporan Ekonomi dan Keuangan Syariah, Bank Indonesia 2019

Dilihat dari perbandingan jumlah sertifikat halal dan jumlah perusahaan yang sudah

bersertifikat halal, secara rata-rata satu perusahaan memiliki lebih dari satu sertifikat

halal. Sementara itu jika dilihat dari sisi produk, satu sertifikat halal dapat berlaku untuk

lebih dari satu produk. Hal ini dimungkinkan apabila beberapa produk tersebut pada

dasarnya merupakan varian dari satu jenis produk.

Di sisi lain yang menyebabkan sektor riil tidak berkembang adalah persepsi bahwa

sebagian besar pelaku usaha di Indonesia secara substansi sudah memenuhi syarat

halal. Namun persepsi ini terbukti kurang tepat, karena sertifikasi halal berbagai produk

adalah persyaratan utama dalam pemenuhan permintaan pasar baik domestik maupun

7,940 6,564 7,198 11,249 13,9518,676 7,392 8,157 17,398 15,495

77,256

114,264 127,286

204,222

274,796

0

50,000

100,000

150,000

200,000

250,000

300,000

2015 2016 2017 2018 2019

Sertifikat Halal

Jumlah Perusahaan Jumlah Sertikat Halal Jumlah Produk

Page 17: ³ N 8 N º Õ ã k º ã N 8 È @ Ý 7D43E;E

9

global akan produk halal. Oleh karena itu, konotasi bahwa ekonomi syariah merupakan

hal yang sama dengan keuangan/perbankan syariah harus ditinjau ulang.

2.2. Potensi Pasar Industri Halal

1. Potensi Pasar Industri Global

The State Global Islamic Economics 2019/2020 melaporkan, bahwa jumlah penduduk

muslim dunia pada tahun 2018 adalah sebesar 1,84 milliar jiwa dan jumlah ini akan terus

meningkat dan mencapai 27,5 persen dari total populasi dunia pada tahun 2030.

Peningkatan populasi ini akan meningkatkan permintaan terhadap produk dan jasa

halal secara signifikan.

Tren industri halal saat ini menjadi salah satu topik utama perbincangan di dunia bisnis

internasional. Penjualan dan pembelian produk halal mencapai USD 254 miliar dan

mendorong perekonomian sebesar 1-3% dari Produk Domestik Bruto di negara-negara

anggota OKI.

Pada tahun 2018, estimasi konsumsi umat muslim adalah sekitar USD 2,2 triliun dengan

tingkat pertumbuhan 5,2% (yoy) dan diperkirakan akan mencapai USD 3 triliun pada

tahun 2024. Konsumsi tersebut bersumber dari enam sektor prioritas dan pada tahun

2018 konsumsi umat muslim seluruh dunia adalah sebagai berikut :

a. Sektor makanan dan minuman halal sebesar USD 1,37 triliun dan akan mencapai

USD 1,97 triliun pada tahun 2024 atau rata-rata pertumbuhan pertahun sebesar

6,3%.

Grafik 2.5

Sumber: The State Global Islamic Economics 2019/2020

1.37

1.97

1

1.2

1.4

1.6

1.8

2

2018 2024

Makanan Halal (USD trilliun)

2018 2024

Page 18: ³ N 8 N º Õ ã k º ã N 8 È @ Ý 7D43E;E

10

b. Sektor fesyen muslim sebesar USD 283 miliar dan akan mencapai USD 402 miliar

pada tahun 2024 atau rata-rata pertumbuhan pertahun sebesar 6,0%.

Grafik 2.6

Sumber: The State Global Islamic Economics 2019/2020

c. Sektor media dan hiburan sebesar USD 220 miliar dan akan mencapai USD 309

miliar pada tahun 2024 atau rata-rata pertumbuhan pertahun sebesar 5,8%.

Grafik 2.7

Sumber: The State Global Islamic Economics 2019/2020

d. Sektor pariwisata sebesar USD 189 miliar dan akan mencapai USD 274 miliar pada

tahun 2024 atau rata-rata pertumbuhan pertahun sebesar 6,4%.

220

309

0

100

200

300

400

2018 2024

Media dan Hiburan(USD miliar)

2018 2024

283

402

0

100

200

300

400

2018 2024

Fesyen Muslim(USD miliar)

2018 2024

Page 19: ³ N 8 N º Õ ã k º ã N 8 È @ Ý 7D43E;E

11

Grafik 2.8

Sumber: The State Global Islamic Economics 2019/2020

e. Sektor obat-obatan sebesar USD 92 miliar dan akan mencapai USD 134 miliar pada

tahun 2024 atau rata-rata pertumbuhan pertahun sebesar 6,5%.

Grafik 2.9

Sumber: The State Global Islamic Economics 2019/2020

f. Sektor kosmetik sebesar USD 64 miliar dan akan mencapai USD 95 miliar pada

tahun 2024 atau rata-rata pertumbuhan pertahun sebesar 6,8%.

189

274

0

50

100

150

200

250

300

2018 2024

Pariwisatata Halal(USD miliar)

2018 2024

92

134

0

50

100

150

2018 2024

Obat-Obatan (USD miliar)

2018 2024

Page 20: ³ N 8 N º Õ ã k º ã N 8 È @ Ý 7D43E;E

12

Grafik 2.10

Sumber: The State Global Islamic Economics 2019/2020

Menurut laporan Global Islamic Economics Indicator, negara-negara yang menjadi

pemimpin industri halal ekonomi terbesar dunia antara lain adalah Uni Emirat Arab

(UEA), Bahrain, Malaysia, dan Arab Saudi. Dalam laporan tersebut 15 negara teratas

yang memproduksi produk halal dari beberapa sektor, adalah sebagai berikut:

a. Sektor makanan dan minuman halal, UEA menempati posisi pertama dan

kemudian disusul oleh Malaysia dan Brazil, namun Indonesia tidak masuk dalam 10

besar.

b. Sektor keuangan Islam, Malaysia menduduki peringkat pertama dan disusul oleh

Bahrain dan UEA, Indonesia masuk peringkat ke-10.

c. Sektor pariwisata halal, UEA menduduki posisi teratas dan disusul oleh Malaysia

dan Turki, Indonesia berada pada posisi ke-4.

d. Sektor Fesyen Muslim, UEA menjadi pemegang posisi teratas dan disusul oleh

Indonesia pada peringkat kedua.

e. Sektor media, rekreasi, kosmetik, dan obat UEA memegang posisi teratas dan

Indonesia tidak masuk kedalam 10 besar pemeringaktan tersebut.

Dalam penerapan ekonomi halal, negara yang menjadi pemimpin pasar ekonomi halal

menyatakan bahwa regulasi dan dukungan dalam bentuk program pemerintah

terhadap perkembangan industri halal menjadi hal penting yang sangat memengaruhi

perkembangan industri halal di negara tersebut.

64

95

0

20

40

60

80

100

2018 2024

Komestik(USD miliar)

2018 2024

Page 21: ³ N 8 N º Õ ã k º ã N 8 È @ Ý 7D43E;E

13

2. Potensi Pasar Industri Halal Nasional

Dalam dua dasawarsa terakhir perkembangan ekonomi dan keuangan syariah sangat

pesat, baik secara global maupun nasional. Pengembangan industri halal merupakan

bagian dari upaya pengembangan ekonomi dan keuangan Syariah.

Dalam Indonesia Halal Economy Report, menyebutkan bahwa jumlah penduduk muslim

Indonesia adalah sekitar 76 persen dari total 260 juta jiwa dengan konsumsi sebesar

USD 218,8 miliar dari produk halal dan jasa dengan pertumbuhan sekitar 5,3% pertahun.

Besarnya potensi industri halal Indonesia harus dimaksimalkan untuk menjadikan

Indonesia sebagai negara dengan industri halal terbesar dan mampu mendorong

perekonomian negara. Oleh karena itu, perlu adanya dorongan kuat dari berbagai

stakeholder yang terlibat untuk mendorong industri halal Indonesia semakin

berkembang dan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Peluang besar industri halal sangat terbuka lebar untuk setiap negara-negara yang

menghasilkan produk halal. Potensi halal menjadi salah satu potensi ekonomi strategis

dunia seiring dengan naiknya kebutuhan konsumsi halal dunia. Di samping itu, halal

awareness pada masyarakat dunia semakin meningkat ditandai dengan negara-negara

yang bukan merupakan anggota OKI, seperti Thailand dan Korea Selatan yang

melakukan produksi dan sertifikasi produk halal dalam jumlah besar untuk pasar

domestik maupun internasional.

Secara umum, menurut Masyarakat Ekonomi Syariah Indonesia (MEKSI) terdapat

beberapa tantangan dalam pengembangan ekonomi syariah khususnya industri halal

di Indonesia, yaitu sebagai berikut:

a. Regulasi terkait industri halal yang belum memadai.

b. Literasi dan kesadaran masyarakat akan produk halal yang kurang.

c. Interlinkage industri halal dan keuangan syariah yang masih rendah.

d. Peningkatan konsumsi dan kebutuhan produk halal di dalam negeri juga belum

mampu diimbangi dengan jumlah produksinya.

e. Tata kelola dan manajemen risiko sektor halal masih belum memadai.

f. Pemanfaatan teknologi belum optimal pada industri halal.

g. Standar halal Indonesia belum dapat diterima penuh di tingkat global.

Page 22: ³ N 8 N º Õ ã k º ã N 8 È @ Ý 7D43E;E

14

2.3. Komitmen Pemerintah

Sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia, Indonesia belum dapat

berperan secara optimal dalam memenuhi permintaan ini. Berdasarkan Global Islamic

Economy Index 2019/2020, ekosistem ekonomi syariah di Indonesia tercatat berada di

posisi ke-5 terbesar secara global. Meskipun kinerja ekspor Indonesia pada produk fesyen

muslim, makanan halal, dan pariwisata halal terus meningkat, namun secara agregat,

Indonesia masih memiliki net impor yang besar untuk produk dan jasa halal, sehingga

berpotensi menambah defisit pada transaksi berjalan. Pengembangan ekonomi syariah di

Indonesia diharapkan mampu memaksimalkan kearifan lokal dalam menangkap peluang

global berupa tren gaya hidup halal yang mengedepankan produksi produk halal, baik dalam

bentuk barang maupun jasa. Untuk itu diperlukan dukungan dan komitmen dari pihak-pihak

terkait agar ekonomi syariah Indonesia dapat bersaing di pasar global, bentuk dukungan

pemerintah yang saat ini sudah terlaksana dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Regulasi

a. Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI), telah mengesahkan dan

menerbitkan Undang-Undang No. 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal.

Undang-Undang ini dikeluarkan sebagai bentuk regulasi produk-produk yang

beredar dimasyarakat diharuskan memiliki jaminan halal untuk memenuhi

kebutuhan konsumsi umat Muslim khususnya.

b. Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja telah diatur

beberapa ketentuan terkait dengan industri halal antara lain:

1) Untuk pelaku Usaha Mikro dan Kecil kewajiban bersertifikat halal didasarkan

atas pernyataan Usaha Mikro dan Kecil (self declared).

2) Pernyataan Usaha Mikro dan Kecil tersebut dilakukan berdasarkan standar

halal yang ditetapkan oleh BPJPH.

c. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2020 Tentang Komite

Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS). Dalam Peraturan Presiden

Republik Indonesia ini KNEKS memiliki tugas dan fungsi sebagai berikut:

1) Tugas

Mempercepat, memperluas dan memajukan pengembangan ekonomi dan

keuangan syariah dalam rangka mendukung ketahanan ekonomi nasional.

2) Fungsi

Page 23: ³ N 8 N º Õ ã k º ã N 8 È @ Ý 7D43E;E

15

a) Pemberian rekomendasi arah kebijakan dan program strategis

pembangunan nasional di sektor ekonomi dan keuangan syariah.

b) Pelaksanaan koordinasi, sinkronisasi, dan sinergisitas penyusunan dan

pelaksanaan rencana arah kebijakan dan program strategis pada sektor

ekonomi dan keuangan syariah.

c) Perumusan dan pemberian rekomendasi atas penyelesaian masalah di

sektor ekonomi dan keuangan syariah.

d) Pemantauan dan evaluasi atas pelaksanaan arah kebijakan dan program

strategis di sektor ekonomi dan keuangan syariah.

2. Pemangku Kepentingan Ekonomi Syariah

a. Kementerian Agama sebagai regulator.

b. Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian sebagai koordinator.

c. Bank Indonesia sebagai regulator.

d. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional sebagai koordinator.

e. Otoritas Jasa Keuangan sebagai regulator.

f. Lembaga Penjamian Simpanan sebagai regulator.

g. Kementerian Keuangan sebagai regulator.

h. Kementerian Badan Usaha Milik Negara sebagai regulator.

i. Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah sebagai regulator.

j. Majelis Ulama Indonesia sebagai regulator.

2.4. Tantangan

Dalam pengembangan industri halal di Indonesia terdapat empat tantangan yang harus

dihadapi, yaitu sebagai berikut:

1. Sumber daya manusia karena memberikan persepsi dan pemahaman yang lebih baik

tentang pasar.

2. Infrastruktur dan produksi. Infrastruktur menjadi kendala dalam pengembangan

industri halal, dan hambatan tersebut berkaitan dengan pelaksanaan Jaminan Produk

Halal (JPH), seperti regulasi, sistem, prosedur, dan jumlah lembaga penjaminan halal.

3. Kebijakan dan jangkauan.

4. Perumusan strategi dalam pengembangan industri halal didasarkan pada pemetaan

kendala yang telah dilakukan.

Page 24: ³ N 8 N º Õ ã k º ã N 8 È @ Ý 7D43E;E

16

Minimnya keterlibatan umat Muslim dalam industri tersebut dapat menurunkan citra negara

sebagai negara yang memiliki potensi besar untuk menjadi pemain penting dalam industri

halal, terutama dalam jangka panjang. Pekerja dan produsen Muslim diharapkan memiliki

pemahaman yang lebih dalam tentang praktik halal, serta standar hukum dan etika Islam.

Hal ini diharapkan dapat mendorong semakin banyak produk dan perusahaan yang ingin

mendapatkan sertifikasi halal.

Penguatan UMKM berbasis aktivitas sektor industri halal merupakan wujud optimalisasi

potensi dan kearifan lokal dalam menangkap peluang global berupa tren gaya hidup halal

yang mengedepankan produksi produk halal, baik dalam bentuk barang maupun jasa.

Peluang pasar pengembangan industri halal sangat besar, namun sebagai negara dengan

penduduk Muslim terbesar di dunia, Indonesia belum berperan secara optimal dalam

menangkap peluang ini.

Page 25: ³ N 8 N º Õ ã k º ã N 8 È @ Ý 7D43E;E

17

Area Kerjasama dalam Pengembangan Industri Halal

Kemenkeu

Kemenag

MUI

KNEKS

Kemenko

Perekonomian

Kemenkop

dan UMKM

Area Kerjasama

Pilar 1 Pilar 3

Area Kerjasama

Pilar 1 Pilar 2 Pilar 3

Area Kerjasama

Pilar 1 Pilar 2 Pilar 3

Area Kerjasama

Pilar 1 Pilar 2 Pilar 3

Area Kerjasama

Pilar 1 Pilar 2 Pilar 3

Area Kerjasama

Pilar 1 Pilar 2 Pilar 3

Area Kerjasama

Pilar 1 Pilar 2 Pilar 3

Area Kerjasama

Pilar 1 Pilar 2

Area Kerjasama

Pilar 1 Pilar 2

Area Kerjasama

Pilar 2

Bappenas

Kemenpar Kemendes

BPN

ESDMPertanianKemendikbud

Area Kerjasama

Pilar 1 Pilar 2 Pilar 3

Area Kerjasama

Pilar 1 Pilar 2 Pilar 3

Area Kerjasama

Pilar 1 Pilar 2 Pilar 3

kerjasama dengan Asosiasi

Masyarakat

ICMI

PKES

Termasuk dalam Dewan PengawasKNEKS

Page 26: ³ N 8 N º Õ ã k º ã N 8 È @ Ý 7D43E;E
Page 27: ³ N 8 N º Õ ã k º ã N 8 È @ Ý 7D43E;E

19

BAB III

POTENSI USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH

3.1. Usaha Mikro Kecil Dan Menengah (UMKM)

Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan sektor ekonomi terbesar di

Indonesia dalam kuantitas, meski secara individu skala ekonomi pelaku sangat kecil UMKM.

Selain itu UMKM juga menyerap lebih dari 80% tenaga kerja nasional, sehingga sektor ini

mempunyai daya ungkit yang besar dalam memperkuat rantai nilai halal. UMKM juga

merupakan pelaku usaha terbesar dalam rantai nilai halal, sehingga penguatan sektor

UMKM akan secara langsung memperkuat industri halal dan mendorong pencapaian

indikator atau capaian utama, baik pemerataan, kesejahteraan, dan juga kemandirian

ekonomi bangsa. UMKM memainkan peranan strategis dalam pembangunan ekonomi

bangsa. Selain dalam pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja, usaha semacam

ini juga berperan dalam mendistribusikan hasil-hasil pembangunan.

Strategi utama untuk menguatkan UMKM dilakukan melalui empat program utama:

1. Pembentukan program edukasi untuk usaha mikro.

2. Fasilitas pembiayaan terintegrasi untuk UMKM.

3. Pembangunan database UMKM.

4. Pembentukan program literasi UMKM.

3.2. Penggolongan Usaha Mikro Kecil dan Menengah

Tiga jenis usaha tersebut memiliki kekhasan masing-masing. Setidaknya terdapat dua

ukuran yang menjadi batasan dalam menggolongkan kedua jenis usaha tersebut yaitu:

1. Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan

Menengah di atur sebagai berikut:

a. Usaha mikro memiliki kekayaan bersih maksimal Rp 50 juta. Penjualan tahunannya

maksimal Rp 300 juta.

b. Usaha kecil adalah yang mempunyai kekayaan bersih antara Rp 50 juta – 500 juta.

Penjualannya dalam satu tahun mencapai Rp 300 juta hingga Rp 2,5 miliar.

Page 28: ³ N 8 N º Õ ã k º ã N 8 È @ Ý 7D43E;E

20

c. Usaha menengah mempunyai kekayaan bersih Rp 500 juta - 10 miliar. Penjualan

tahunannya mencapai Rp 50 miliar.

Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tersebut yang menjadi tolok ukur

penggolongannya adalah berdasarkan kekayaan bersih dan total penjualan tahunan

dari usaha produktif milik orang perorangan dan/ atau badan usaha yang bukan

merupakan anak usaha yang lebih besar.

2. Bank Indonesia juga mempunyai pengertian tersendiri mengenai UMKM. Skala usaha

ditentukan oleh plafond kredit atau pembiayaan modal kerja dan investasi yang bisa

diberikan oleh bank.

a. Usaha mikro adalah yang mempunyai plafond maksimal Rp 50 juta.

b. Usaha kecil mempunyai plafond antara Rp 50 juta - 500 juta.

c. Sedangkan usaha menengah adalah yang mempunyai plafond Rp 500 juta - 5

miliar.

Dengan berbagai definisi di atas, ditambah dengan fokus ekonomi syariah, maka

langkah awal adalah menentukan definisi yang tepat dan seragam antar lembaga, agar

program-program yang akan dijalankan tepat sasaran dan dapat memberikan dampak

yang siginifikan terhadap perkembangan ekonomi syariah yang berbasis pada

penguatan sektor UMKM.

3.3. Kontribusi Usaha Mikro Kecil dan Menengah

1. Perkembangan jumlah UMKM dalam jangka waktu lima tahun terkahir

Grafik 3.1

57.1 58.5260.86 62.1 63.350.654

0.681

0.7310.757

0.783

52

54

56

58

60

62

64

66

2014 2015 2016 2017 2018

Perkembangan UMKM 2014-2018(dalam juta unit)

Usaha Mikro Usaha Kecil Usaha Menengah

Page 29: ³ N 8 N º Õ ã k º ã N 8 È @ Ý 7D43E;E

21

Sumber: diolah dari Kementerian Koperasi dan UKM (2020)

UMKM memiliki kontribusi yang sangat besar terhadap perekonomian Indonesia.

Jaringannya tersebar ke berbagai pelosok negeri yang merangkul dan menghidupkan

potensi masyarakat luas. Menurut Kementerian Koperasi dan UKM pada tahun 2018.

Jumlah UMKM di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Sejak 2014

hingga 2018 perkembangan UMKM mencapai 13,98%. Pada tahun 2018, jumlah UMKM

telah mencapai 63.350.617 unit. Jauh lebih besar dibandingkan usaha besar yang hanya

berjumlah 5.460 unit. Jumlah ini didominasi oleh usaha mikro sebanyak 62 juta (98,7%),

dengan usaha kecil dan menengah sebesar 815 ribu unit atau hanya 1,3%.

2. Kontribusi UMKM terhadap PDB

Dalam kontribusinya terhadap PDB atas dasar harga berlaku, UMKM juga terus

mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2018, UMKM menyumbang

sebesar Rp 7.704.635,9 miliar. Total kontribusinya terhadap PDB mencapai 60% dari

total usaha. Hanya saja penyumbang terbesar merupakan usaha mikro dengan 36,82%.

Diikuti usaha menengah 13,57%, dan usaha kecil 9,61%.

Grafik 3.2

Sumber: diolah dari Kementerian Koperasi dan UKM (2020)

3. Penyerapan Tenaga Kerja

UMKM menjadi faktor kunci mengurangi tingkat pengangguran. Sektor ekonomi ini

menyerap tenaga kerja sebesar 116.673.416 jiwa atau 97,02% dari seluruh sektor usaha

3,326 3,841 4,292 4,827 5,303

876 984

1,128 1,234

1,347

1,237 1,401

1,589 1,758

1,923

01,0002,0003,0004,0005,0006,0007,0008,000

2014 2015 2016 2017 2018

Kontribusi UMKM Terhadap PDB 2014-2018(dalam trilliun)

Usaha Mikro Usaha Kecil Usaha Menengah

Page 30: ³ N 8 N º Õ ã k º ã N 8 È @ Ý 7D43E;E

22

di Indonesia. Usaha mikro menyerap 89,17%. Usaha kecil 4,74%. Sedangkan usaha

menengah menyerap 3,11% atau 3,7 juta tenaga kerja.

Grafik 3.3

Sumber: diolah dari Kementerian Koperasi dan UKM (2020)

Saat ini perbedaan kuantitas skala usaha sangat timpang. Usaha besar jumlahnya hanya

ribuan di satu sisi dan UMKM berjumlah sangat besar di sisi lain. Dengan usaha mikro

sebagai penyerap tenaga kerja terbanyak dan penyumbang PDB terbesar, maka

diperlukan inisiatif yang bisa menumbuhkan usaha mikro menjadi kecil. Lalu yang kecil

menjadi menengah. Kemudian menengah menjadi besar. Hal ini akan berdampak pada

pertumbuhan jumlah produksi nasional yang meningkat secara signifikan.

Tabel 3.1 Penyerapan Tenaga Kerja UMKM Berdasarkan Lapangan Usaha

Sumber: BPS, 2018

Kategori Lapangan Usaha Jumlah Usaha

Jumlah Tenaga Keja

Rata-Rata Penyerapan

Tenaga Kerja A. Pertambangan dan penggalian 170.004 376.711 2

B. Industri pengolahan 4.348.459 11.707.339 3

C. Pengadaan listrik gas/uap air

panas dan udara dingin

29.928 53.538 2

D. Pengelolaan air, pengelolaan

air limbah, pengelolaan dan

91.541 182.817 2

104,624 110,807

103,839 105,509 107,376

5,570

7,307

5,402 6,546

5,831 3,944

5,114

3,587 4,374 3,770

90,000

95,000

100,000

105,000

110,000

115,000

120,000

125,000

2014 2015 2016 2017 2018

Penyerapan Tenaga Kerja UMKM (dalam ribu)

Usaha Mikro Usaha Kecil Usaha Menengah

Page 31: ³ N 8 N º Õ ã k º ã N 8 È @ Ý 7D43E;E

23

Kategori Lapangan Usaha Jumlah Usaha

Jumlah Tenaga Keja

Rata-Rata Penyerapan

Tenaga Kerja daur ulang sampah, dan

aktivitas remediasi

E. Kontruksi 225.795 2.161.410 10

F. Perdagangan besar dan

eceran, reparasi dan

perawatan mobil dan sepeda

motor

12.097.326 22.493.987 2

G. Pengangkutan dan

pergudangan

1.281.250 1.684.037 1

H. Penyediaan akomodasi dan

penyediaan makanan

minuman

4.431.154 8.530.342 2

I. Informasi dan komunikasi 625.772 977.381 2

J. Aktivitas keuangan dan

asuransi

86.266 406.598 5

K. Real estate 385.491 507.937 1

L. Jasa perusahaan 352.936 1.055.068 3

M. Pendidikan 590.423 5.873,101 10

N. Aktivitas kesehatan manusia

dan aktivitas sosial

209.048 893.338 4

O. Aktivitas jasa lainnya 1.148.296 2.363.281 2

Total 26.073.689 59.266.885 2

Adapun penyerapan 3 besar tenaga kerja oleh UMKM berdasarkan kategori lapangan

usaha adalah dari perdagangan besar dan eceran, reparasi - perawatan mobil dan

sepeda motor sebesar hampir 46,4%, diikuti penyediaan akomodasi dan makan minum

sebesar 17%, kemudian industri pengolahan 16,7%. Industri halal yang termasuk ke

dalam tiga besar usaha UMKM ini adalah makanan dan minuman halal, pariwisata halal,

halal fesyen, serta farmasi dan kosmetik halal. Juga menyentuh media dan rekreasi

halal.

Page 32: ³ N 8 N º Õ ã k º ã N 8 È @ Ý 7D43E;E

24

3.4. Kondisi Nasional Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

1. Perkembangan Teknologi

Penggunaan teknologi saat ini telah merubah kebiasaan bisnis dan konsumen. Seluruh

realisasi bisnis mengalami penyesuaian ulang. Tidak terkecuali UMKM di Indonesia,

harus turut bersaing. Penggunaan teknologi dalam ekonomi digital diproyeksikan

dapat mendorong pertumbuhan ekonomi tahunan sebesar 2% (Deloitte, 2015).

Perdagangan dalam jaringan merupakan sarana yang sangat potensial untuk

mengembangkan UMKM. Dengan semakin aktif dalam menggunakan teknologi,

pendapatan pelaku UMKM mengalami peningkatan sebesar 80% dan pendapatan

UMKM daring 6% lebih tinggi bila dibandingkan dengan UMKM yang belum

memanfaatkan teknologi (Deloitte, 2015).

2. Regulasi Pemerintah

Melihat peran penting UMKM di Indonesia, khususnya untuk pengembangan industri

halal, pemerintah baik pusat maupun daerah telah mengeluarkan beberapa strategi

pengembangan dan peraturan-peraturan yang menargetkan perkembangan UMKM.

Berikut adalah garis besar peraturan-peraturan yang dikeluarkan pemerintah terkait

UMKM dan industri halal:

a. Pemerintah Pusat

1) Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, dan

Menengah

Kebijakan ini mengatur pemberdayaan UMKM. Prinsip pemberdayaan UMKM

dengan penumbuhan kemandirian dan kewirausahaan, perwujudan kebijakan

publik yang transparan, pengembangan UMKM berbasis potensi daerah, dan

berorientasi pasar. Pemerintah pusat dan daerah bersama-sama

menumbuhkan iklim usaha dengan menetapkan kebijakan yang meliputi

aspek pendanaan, sarana dan prasarana, informasi usaha, kemitraan,

perizinan usaha, kesempatan berusaha, promosi dagang, dan dukungan

kelembagaan.

2) Undang-Undang No. 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan Mikro

Peraturan ini mengatur tentang pendirian Lembaga Keuangan Mikro (LKM) di

Indonesia. LKM di Indonesia harus berupa berbadan hukum koperasi atau

Page 33: ³ N 8 N º Õ ã k º ã N 8 È @ Ý 7D43E;E

25

Perseroan Terbatas. Kegiatan LKM berupa usaha simpan pinjam, yaitu

mencakup pemberdayaan masyarakat melalui pinjaman dalam skala mikro

kepada masyarakat mengelola simpanan dalam prinsip syariah atau

konvensional.

3) Undang-Undang No. 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal

Untuk memberikan kenyamanan, keamanan, keselamatan, dan kepastian

ketersediaan produk halal bagi masyarakat, pemerintah mengeluarkan

peraturan tentang Jaminan Produk Halal. Peraturan ini mengatur bahwa per

tahun 2019, seluruh produk yang dijual di Indonesia sudah tersertifikasi halal

oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH).

4) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja

Dalam undang-undang ini telah mengatur beberapa ketentuan terkait dengan

jaminan produk halal khususnya yang terkait dengan sertifikasi halal untuk

sektor usaha mikro dan kecil.

5) Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2018 Tentang Pelayanan Perizinan

Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik

OSS (Online System Submission) adalah sistem pendaftaran perizinan usaha

yang dilakukan dalam bentuk dokumen elektronik sesuai dengan peraturan

perundang-undangan. Lembaga OSS menerbitkan izin usaha kepada pelaku

usaha yang tidak memerlukan prasarana untuk menjalankan usaha. Lembaga

OSS bertugas memberikan fasilitas perizinan berusaha kepada pelaku UMKM

berupa pelayanan informasi pelayanan usaha, dan bantuan mengakses laman

OSS untuk mendapatkan perizinan.

6) PERMEN K-UKM No. 16/Per/M.KUKM/IX/2015 Tentang Pelaksanaan

Kegiatan Usaha Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah oleh Koperasi

Peraturan ini menjelaskan usaha simpan pinjam dan pembiayaan berprinsip

syariah hanya dapat dilakukan oleh koperasi syariah. Peraturan Menteri ini

mengatur secara detail pengurus, wilayah keanggotaan, permodalan, dan

kegiatan usaha KSSPS dengan akad-akad tertentu. Koperasi syariah juga

dapat berperan sebagai penyalur dana ZISWAF (zakat, infaq, sedekah, wakaf,

dan dana sosial lainnya).

Page 34: ³ N 8 N º Õ ã k º ã N 8 È @ Ý 7D43E;E

26

7) Fatwa DSN-MUI No. 108 Tahun 2016 Tentang Pedoman Penyelenggaraan

Pariwisata Syariah

Dewan Syariah Nasional MUI mengeluarkan fatwa mengenai pariwisata halal

untuk mendukung dan dijadikan rujukan oleh peraturan selanjutnya dalam

wisata halal. Dalam fatwa ini, DSN-MUI menjelaskan akad-akad transaksi yang

terjadi selama penyelenggaraan pariwisata halal. DSN-MUI mewajibkan hotel

syariah untuk menggunakan jasa lembaga keuangan syariah.

b. Pemerintah Daerah

1) Pergub NTB No. 51 Tahun 2015 Tentang Wisata Halal Nusa Tenggara

Barat

Peraturan Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) mengatur kegiatan usaha

wisata halal di NTB. Pergub ini mengatur syarat-syarat destinasi wisata halal,

standar akomodasi wisata halal, persyaratan pramuwisata perjalanan wisata

halal, dan peran masyarakat dalam wisata halal NTB.

2) Peraturan Daerah Nusa Tenggara Barat No. 2 Tahun 2016 Tentang

Pariwisata Halal

Perda ini melengkapi peraturan yang sudah ada tentang industri pariwisata

halal. Perda ini mengatur kebijakan investasi halal dengan pemberian insentif

investasi sesuai peraturan perundang-undangan, memberikan keringanan

pajak dalam penanaman modal asing, dan menyederhanakan peraturan dan

birokrasi untuk perizinan. Perda ini mengatur promosi untuk berinvestasi di

pariwisata halal, mengatur strategi pemasaran dan promosi pariwisata halal

yang berkesinambungan dan berkelanjutan.

3) Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam No. 8 Tahun 2016 Tentang

Sistem Jaminan Produk Halal

Perda NAD mengeluarkan peraturan mengenai aturan sertifikasi produk halal

dengan standar halal NAD. Pemerintah Aceh bertanggung jawab dalam

pengawasan sistem jaminan produk halal di Aceh. Perda ini menjelaskan tugas

dari petugas SJPH.

Peraturan-peraturan di atas disusun untuk membantu pemerintah mencapai

tujuan berupa dukungan terhadap UMKM yang berkontribusi terhadap

Page 35: ³ N 8 N º Õ ã k º ã N 8 È @ Ý 7D43E;E

27

perekonomian nasional serta memaksimalkan peranannya dalam

mengembangkan industri halal.

3.5. Peluang dan Tantangan Pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah

Potensi dan peluang UMK industri halal di Indonesia sangat besar, terutama dilihat dari

jumlah konsumen Muslim potensial. Walaupun demikian, segmen pasar konsumen Muslim

dan konsumen produk halal harus dibedakan karena adanya faktor-faktor yang

mempengaruhi, seperti norma subjektif, sikap, niat membeli produk halal dan tingkat

religiusitas. Pengetahuan mengenai perilaku konsumen Muslim Indonesia harus lebih

didalami agar UMKM industri halal Indonesia dapat berperan maksimal di pasar dalam

negeri dan ekspor di saat yang bersamaan. Potensi konsumen Muslim tidak hanya ada di

Indonesia. Negara – negara Teluk dan Asia Tenggara pun dapat menjadi tujuan ekspor

produk-produk industri halal Indonesia.

Potensi lainnya adalah pengelolaan UMKM industri halal berbasis teknologi. Beberapa pionir

industri halal di Indonesia mengawali usahanya dari ekonomi berbasis digital, industri

perdagangan retail, sampai yang bergerak dalam penyebaran informasi untuk penduduk

pedesaan.

Akan tetapi, lebih dari sepertiga total UMKM di Indonesia masih belum masuk dalam

teknologi digital (Deloitte Access Economics, 2015). Padahal, di tahun 2015 diperkirakan

masuknya UMKM dalam ekonomi digital mendongkrak penjualan sebesar 80% (Deloitte

Access Economics, 2015).

Walaupun sektor UMKM memiliki potensi dan peluang yang besar, akan tetapi terdapat

banyak tantangan dalam mencapai potensi tersebut. Berdasarkan uraian di atas, terdapat

beberapa tantangan yang teridentifikasi, yaitu:

1. Kurangnya pemahaman dan kesadaran tentang pentingnya produk halal, termasuk

sertifikasi halal. Esensi dari industri halal adalah adanya jaminan bahwa produk dan jasa

yang ditawarkan sudah halal dan aman dikonsumsi khususnya untuk konsumen Muslim.

2. Perlunya pendampingan untuk menambah kemampuan manajerial para wirausahawan

untuk dapat melakukan value creation.

3. Kurang tersedianya data yang terpusat dan lengkap mengenai UMKM yang belum

mendapatkan sertifikasi halal sebagai sasaran sosialisasi.

Page 36: ³ N 8 N º Õ ã k º ã N 8 È @ Ý 7D43E;E

28

4. Kurangnya sumber daya manusia (SDM) untuk melakukan pengawasan dan

pengecekan proses halal dari hulu ke hilir. Saat ini misalnya, kurangnya tenaga

pengawas untuk rumah potong hewan dan di pasar-pasar tradisional.

5. Pembiayaan atau penyaluran dana untuk UMKM, baik dari sisi penyalur yang

persyaratannya tidak aplikatif untuk UMKM, maupun dari sisi minimnya pengetahuan

pemohon dana tentang lembaga keuangan syariah.

6. Infrastruktur di sekitar kegiatan usaha yang masih belum berpihak, seperti izin usaha

yang terkesan lambat, tenaga kerja yang minim keahlian, kurangnya insentif

perpajakan, dan kemudahan akses fasilitas untuk melakukan inovasi produk.

7. Belum adanya platform digital terpadu yang mendata UMKM industri halal termasuk

jenis usaha, produk, dan lokasinya, serta yang bisa mempertemukan pelaku usaha yang

membutuhkan dukungan finansial dengan pihak yang mengalami kelebihan dana.

8. Kurangnya akses terhadap hasil penelitian dan pengembangan yang menggunakan

teknologi untuk memaksimalkan produk (output).

9. Kurangnya pendidikan dan kesadaran pelaku UMKM terhadap penggunaan teknologi

dalam berbisnis, dan tersedianya sarana prasarana.

Sementara permasalahan dari sisi bisnis, UMKM kesulitan mencari mentor untuk konsultasi

pengembangan bisnis, agar bisa naik kelas dari usaha mikro menjadi usaha kecil, dari usaha

kecil menjadi usaha menengah, serta dari usaha menengah menjadi usaha besar. Pelaku

bisnis UMKM memerlukan pendampingan untuk mengembangkan bisnis agar lebih bisa

bersaing di ekonomi digital. Dari pernyataan ini, terlihat indikasi kurang familiarnya pelaku

usaha UMKM Indonesia terhadap layanan keuangan digital yang berpotensi menjadi

sumber modal untuk mengembangkan usaha. Peluang dan tantangan pengembangan

UMKM dapat diidentifikasi pada tabel berikut

Tabel 3.2

Peluang dan Tantangan Pengembangan UMKM

Aspek Peluang Tantangan

Demografi Besarnya jumlah Muslim di Indonesia

Muslim di Indonesia kurang

menyadari pentingnya

mengonsumsi produk halal

Page 37: ³ N 8 N º Õ ã k º ã N 8 È @ Ý 7D43E;E

29

Aspek Peluang Tantangan

Pemasaran Jumlah Muslim yang besar merupakan

sasaran pemasaran yang potensial

Negara-negara kawasan Timur Tengah

merupakan sasaran pemasaran yang

potensial

1. Adanya aspek-aspek yang

harus dipenuhi dari konsumen

Muslim, yaitu norma subjektif,

sikap, niat membeli dan

religiusitas

2. Kemampuan ekspor UMKM di

Indonesia masih rendah

Ekonomi

Digital

Beberapa pionir UMKM industri halal

berawal dari ekonomi berbasis digital

1. Sepertiga UMKM di Indonesia

belum berbasis teknologi

digital

2. Kurangnya akses terhadap

hasil penelitian dan

pengembangan yang

menggunakan teknologi untuk

memaksimalkan produk

(output)

Pendanaan Setidaknya 20% kredit perbankan

disalurkan kepada UMKM. Bank-bank

BUMN menyumbang 50% di antaranya

Regulasi yang mengatur pendanaan

untuk UMKM sudah banyak

1. Pada praktiknya, penyaluran

dana kepada UMKM masih

minim

2. Untuk pendanaan, mindset

mayoritas pelaku masih

tertuju pada perbankan

Sertifikasi

Halal

Sudah ada UU no 33 tahun 2014

Tentang Jaminan Produk Halal yang

mengatur mengenai kewajiban memiliki

sertifikat halal, termasuk untuk UMKM

Adanya program subsidi sertifikat halal

dari Kementerian Koperasi dan UKM

dan Pemerintah Daerah Provinsi

tertentu

1. Biaya pengurusan sertifikat

halal masih mahal

2. Program subsidi sertifikat

halal belum tersosialisasikan

dengan baik

3. Data yang dimiliki oleh BPJPH

masih terbatas

Page 38: ³ N 8 N º Õ ã k º ã N 8 È @ Ý 7D43E;E

30

Aspek Peluang Tantangan

4. Kurangnya SDM untuk

pengawasan halal dari hulu ke

hilir

Bisnis Terdapat situs belanja online yang

mampu mempertemukan pengusaha

UMKM dengan pihak yang dapat

memberikan pembiayaan

1. Sulitnya mencari mentor

untuk pendampingan dan

pembiayaan bisnis

2. Minimnya infrastruktur di

sekitar kegiatan usaha

Sumber: Masterplan Ekonomi Syariah Indonesia 2019-2024

Kebutuhan pendampingan usaha sangat diperlukan untuk tiga hal, yaitu

1. Cara menjual produk atau jasa (how to sell).

2. Cara mendapatkan pembiayaan (how to fund).

3. Cara menjalankan usaha (how to operate).

Ketiga hal ini sangat penting dalam mendorong UMKM sebagai peran vital perekonomian

Indonesia untuk mendongkrak PDB.

3.6. Dukungan UMKM Terhadap Klaster Utama Ekonomi Syariah

Dalam Masterplan Ekonomi dan Keuangan Syariah Indonesia telah diidentifikasikan

dukungan UMKM terhadap sektor prioritas ekonomi syariah yaitu sebagai berikut:

Tabel 3.3

Klaster Keterkaitan dengan Klaster UMKM

Makanan

Halal

1. Belum ada peraturan pemerintah atau peraturan menteri yang

menuliskan teknis rinci mengenai auditor halal dalam BPJPH dan siapa

saja yang dapat menjadi mitra BPJPH dalam menangani sertifikasi halal.

2. Pelaku UMKM mengeluhkan mengenai mahalnya harga sertifikasi,

sedikitnya informasi mengenai sertifikasi halal pada pelaku usaha, dan

lamanya proses mendapatkan label.

3. Kurangnya jumlah auditor halal

Page 39: ³ N 8 N º Õ ã k º ã N 8 È @ Ý 7D43E;E

31

Klaster Keterkaitan dengan Klaster UMKM

4. Pelaku-pelaku UMKM tidak merasa sertifikasi halal dapat menambah

profitnya

5. Adanya kesenjangan antara inisiatif Kementerian K-UKM dengan

jumlah UMKM yang terjaring

6. Diusulkan sertifikasi halal untuk komunitas, sehingga penyelia dan

auditor halal tersedia di tingkat komunitas dan dapat menekan biaya

operasional UMKM halal.

7. Selain itu, diperlukan program sosialisasi agar pentingnya label halal

dapat diterima dalam usaha UMKM, perlunya tenaga sertifikasi halal

yang lebih dekat dengan pelaku UMKM, perlunya skema pengurangan

biaya sertifikasi halal, dan penyederhanaan persyaratan sertifikasi halal

Pariwisata

Halal

1. UMKM merupakan pelaku usaha di setiap entry point value chain

pariwisata halal, yaitu destinasi wisata, airlines & airports, hotel,

restoran, kafe, retailer, dan travel & tour.

2. Pertumbuhan UMKM pariwisata halal secara langsung akan

menyumbangkan pertumbuhan industri terkait. Ditambah lagi hampir

semua UMKM yang tergabung di industri pariwisata halal dapat dibiayai

oleh lembaga keuangan syariah sehingga bisa tumbuh lebih cepat.

Fesyen

Muslim

1. 30% UKM di Indonesia dikuasai oleh industri pakaian Muslim

(Kemenperin, 2016)

2. Akan tetapi akses UMKM terhadap bahan baku masih terbatas

3. Perlunya memperkuat kemitraan antara industri tekstil, desainer,

pemegang brand, serta UKM fesyen untuk mempercepat pertumbuhan

fesyen Muslim

Farmasi dan

Kosmetik

Halal

1. Pelaku usaha besar di kosmetik halal berasal dari UMKM yang bermula

dari pesantren

2. Ini merupakan potensi bahwasanya pelaku UMKM bisa menjadi pemain

utama di industri kosmetik dengan menjadi produsen kosmetik halal

dengan harga terjangkau

Page 40: ³ N 8 N º Õ ã k º ã N 8 È @ Ý 7D43E;E

32

Klaster Keterkaitan dengan Klaster UMKM

Media dan

Rekreasi

Halal

1. Aplikasi dan game developer merupakan UMKM

2. Sebesar 15 triliun rupiah (2% dari total PDB Ekraf nasional) PDB

merupakan kontribusi subsektor aplikasi dan game developer pada

tahun 2015.

3. Hanya 0,97% usaha subsektor aplikasi dan game developer

mendapatkan pendanaan yang bersumber dari modal ventura.

4. Skema grup angel investor bisa digunakan sebagai katalis untuk

meningkatkan akses permodalan syariah untuk UMKM media dan

rekreasi halal

Ekonomi

Digital

A. Pemerintah Indonesia memberikan dukungan yang besar untuk

mengembangkan sektor ekonomi digital dalam negeri. Kementerian

Koperasi dan UMKM secara khusus memberikan dukungan untuk

ekonomi digital. Program yang digulirkannya adalah UMKM Go Digital.

B. Layanan P2P lending memberikan kesempatan untuk usaha kecil

(UMKM) yang belum dapat memperoleh pinjaman bank (unbankable)

sehingga mendapatkan modal usaha.

C. Strateginya adalah menciptakan lebih banyak UMKM yang didorong

oleh teknologi

Jaminan

Sosial

BAZNAS dan BWI berkorelasi juga dengan lembaga-lembaga existing yang

berhubungan dengan jaminan sosial seperti Lembaga Pengelola Dana

Pendidikan (LPDP), Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), Lembaga

Pengelola Dana Bergulir (LPDB) dan lembaga lain yang terkait dengan

penyediaan jaminan sosial. Jaminan ini disediakan lembaga-lembaga

tersebut untuk UMKM. Di dalamnya terdapat kesempatan meningkatkan

kemampuan SDM melalui pendidikan, akses kesehatan bersubsidi,

permodalan syariah dengan beban lebih ringan dibanding bank.

Keuangan

Syariah

1. UMKM perlu dibuat akses yang memadai dengan lembaga-lembaga

filantropi baik yang terdapat pada perbankan syariah, misal dengan

mengakses dana qardhul hasan pada bank syariah atau dengan

lembaga-lembaga yang mengelola ZISWAF, terutama dengan

Page 41: ³ N 8 N º Õ ã k º ã N 8 È @ Ý 7D43E;E

33

Klaster Keterkaitan dengan Klaster UMKM

memanfaatkan hasil pengelolaan dana dari lembaga-lembaga wakaf

produktif.

2. Fungsi bank syariah yang saat ini hanya berperan sebagai LKS-PWU

(Lembaga Keuangan Syariah- Pengumpul Wakaf Uang), kedepan harus

didorong perannya menjadi pengelola dana wakaf produktif, atau yang

sering disebut dengan nazir wakaf.

3. Dana haji juga harus dioptimalkan dan ditempatkan di institusi

keuangan syariah dan dialokasikan untuk proyek-proyek UMKM,

fasilitas, dan infrastruktur industri halal.

4. Membangun pusat UMKM di setiap provisi dengan difersivikasi produk.

5. Pemerintah dapat menentukan daerah yang akan dijadikan pusat

UMKM. Selanjutnya lembaga keuangan mikro syariah hingga perbankan

syariah bekerja sama mengembangkannya.

6. Daerah ini juga bisa dijadikan sebagai destinasi pariwisata halal yang

mengusung konsep desa pemberdayaan syariah.

Sumber: Masterplan Ekonomi Syariah Indonesia 2019-2024

Page 42: ³ N 8 N º Õ ã k º ã N 8 È @ Ý 7D43E;E
Page 43: ³ N 8 N º Õ ã k º ã N 8 È @ Ý 7D43E;E

35

BAB IV

KAWASAN INDUSTRI HALAL

Dalam Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 17 Tahun 2020 Tentang Tata Cara Memperoleh

Surat Keterangan Dalam Rangka Pembentukan Kawasan Industri Halal telah diatur hal-hal yang

terkait dengan Kawasan Industri Halal (KIH).

4.1. Definisi

Kawasan Industri Halal (KIH) adalah seluruh atau sebagian kawasan industri yang dirancang

dengan sistem dan fasilitas untuk mengembangkan industri yang menghasilkan produk

halal.

4.2. Konsep Pembentukan KIH

Pembentukan KIH didasarkan atas kebutuhan investasi pasar Timur Tengah, adapun konsep

tersebut adalah sebagai berikut:

1. Penyediaan Infrastruktur Terpadu

Efisiensi dan efektif memberikan kemudahan menjalankan industri halal, mulai dari

bahan baku sampai dengan distribusi. Dengan kawasan yang bersifat klaster (zona)

diharapkan KIH tidak memberikan dampak terhadap lingkungan disamping dapat

memberikan jaminan pengawasan yang memenuhi persyaratan halal (menjadi daya

tarik investasi)

2. Memperoleh Fasilitas

Untuk mendorong ekonomi syariah Indonesia diperlukan adanya dukungan dari

Pemerintah khususnya yang berkaitan dengan fiscal untuk meningkatkan daya saing

produk halal terhadap kebutuhan pasar global yang sangat besar.

3. Pembentukan Rantai Nilai Halal

Pengembangan selanjutnya untuk mendorong kebijakan alternatif Pemerintah terkait

dengan penguatan keuangan syariah pada industri halal yang disertai dengan

penguatan usaha mikro dan kecil yang bekerjasama dengan pelaku usaha halal local

dan global berikut dengan penguatan sumber daya manusia halal Indonesia.

Page 44: ³ N 8 N º Õ ã k º ã N 8 È @ Ý 7D43E;E

36

4.3. Fokus Pengembangan KIH

Pengembangan KIH memiliki tiga fokus utama yaitu:

1. Pengembangan KIH sebagai kontributor utama yang penting bagi pertumbuhan

ekonomi nasional,

2. Pengembangan standar halal yang komprehensif untuk percepatan petumbuhan

industri halal nasional.

3. Peningkatan kontribusi industri halal terhadap neraca perdagangan nasional pada

sektor-sektor halal unggulan

Pengembangan industri halal akan dikembangkan pada empat sektor industri yaitu

makanan dan minuman halal, fesyen muslim, farmasi dan kosmetik.

4.4. Kriteria dan Persyaratan KIH

Suatu kawasan dapat dikategorikan sebagai KIH harus memenuhi kriteria dan persyaratan

sebagai berikut:

1. Kriteria

a. Seluruh area kawasannya dialokasikan untuk perusahaan industri yang

menghasilkan produk halal, atau kawasan industri yang sebagian areanya

merupakan zona khusus berupa hamparan lokasi utuh yang digunakan untuk

menampung perusahaan industri yang menghasilkan produk halal.

b. Kawasan Industri yang didalam areanya menyediakan sarana dan prasarana yang

secara fungsi dan lokasi bersifat terintegrasi dan mendukung kehandalan

perusahaan industri didalamnya untuk menghasilkan produk halal sesuai dengan

ketentuan perundang-undangan di bidang jaminan produksi halal.

2. Sarana dan Prasarana

a. Lembaga Pemeriksa Halal dan Laboratorium Halal.

b. Instalasi Pengolahan air baku halal.

c. Kantor Pengelola.

d. Pembatas.

e. Tim Manajemen Halal.

f. Dokumen Sistem Manajemen Halal.

4.5. Master Plan Pembangunan KIH

Page 45: ³ N 8 N º Õ ã k º ã N 8 È @ Ý 7D43E;E

37

Sampai dengan tahun 2020 terdapat enam kawasan yang mengajukan permohonan untuk

dijadikan sebagai KIH yaitu :

1. Bintan Inti Industrial Estate, Bintan, Kepulauan Riau.

2. Batamindo Industrial Park, Batam, Kepulauan Riau.

3. Kawasan Industrial Surya Borneo, Kotawringin Barat, Kalimantan Tengah.

4. Jakarta Industrial Estate Pulogadung, Jakarta Timut, DKI Jakarta.

5. Modern Cikande Industrial Estate, Serang, Banten.

6. Kawasan Industri Safe N Lock, Sidoarjo, Jawa Timur.

Dari enam kawasan tersebut yang sudah mendapatkan izin sebagai KIH adalah Modern

Cikande Industrial Estate, Serang, Banten seluas 500 ha dan Kawasan Industri Safe N Lock,

Sidoarjo, Jawa Timur seluas 9,9 ha.

Gambar 4.1

Master Plan Rencana Pembangunan KIH

4.6. Pemangku Kepentingan Dalam Pengembangan Kawasan Industri Halal

Dalam pelaksanaan Kawasan Industri Halal (KIH), maka pemangku kepentingan yang

diharapkan peran dan kontribusinya adalah sebagai berikut:

1. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian

Page 46: ³ N 8 N º Õ ã k º ã N 8 È @ Ý 7D43E;E

38

Sesuai dengan Perpres Nomor 37 tahun 2020 Tentang Kementerian Koordinator

Bidang Perekonomian, peran yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan

koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian terhadap program K/L terkait dengan

pengembangan Kawasan Industri Halal (KIH).

2. Kementrian Perindustrian

Kementerian Perindustrian telah mencanangkan untuk membentuk kawasan industri

halal yang ditargetkan selesai sebelum tahun 2020. Namun, Kementerian Perindustrian

saat ini tidak langsung membangun kawasan industri tersebut, melainkan dengan

membentuk suatu zona khusus sebagai pilot project untuk dilanjutkan menjadi KIH.

Sampai dengan bulan November 2020 telah ditetapkan dua KIH yaitu, Modern Valley

Cikande, Serang, Banten dan Safe and Lock, Sidoarjo, Jawa Timur. Program dukungan

pemerintah sebagaimana yang telah disebutkan di atas belum terlalu berpengaruh

signifikan terhadap perkembangan industri halal di Indonesia. Perlu adanya gebrakan

baru dalam bentuk regulasi dan sistem program untuk memacu industri halal

berkembang pesat dan mampu bersaing dengan negara-negara lainnya.

3. Kementrian Agama

Pengembangan KIH perlu didukung oleh sumber daya manusia yang kompeten

sehingga seluruh sarana dan prasarana yang tersedia di KIH dapat berjalan sesuai

dengan yang diharapkan. Kementerian Agama berperan untuk menyediakan atau

mendidik sumber daya manusia yang kompeten dalam mendukung pelaksanaan

pengembangan KIH.

4. Kementerian Koperasi dan UKM

Pencapaian tujuan UMKM sebagaimana disusun oleh Kementerian Koperasi dan Usaha

Kecil Menengah (Kemenkop-UKM, 2015), dilaksanakan melalui upaya berikut ini:

a. Peningkatan kompetensi UMKM dalam kewirausahaan dan inovasi, teknik produksi

dan pengelolaan usaha, serta pemasaran di dalam dan luar negeri.

b. Peningkatan jangkauan, skema dan kualitas layanan sistem pendukung koperasi

dan UMKM terkait diklat, pembiayaan, pendampingan usaha, layanan teknologi

dan informasi, intermediasi pasar, dan kemitraan.

Page 47: ³ N 8 N º Õ ã k º ã N 8 È @ Ý 7D43E;E

39

c. Peningkatan iklim usaha yang kondusif melalui penetapan dan perbaikan

peraturan dan kebijakan, kemudahan perizinan, serta peningkatan kesempatan,

kepastian dan perlindungan usaha.

d. Peningkatan keterpaduan kebijakan lintas instansi dan pusat-daerah yang

didukung peran dan partisipasi pemangku kepentingan lainnya.

5. Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah

Dalam Masterplan Ekonomi Syariah Indonesia (MEKSI), terdapat empat strategi utama

yang menjadi acuan para pemangku kepentingan ekonomi syariah. Strategi tersebut

adalah:

a. Penguatan halal value chain (terdiri atas industri makanan dan minuman,

pariwisata, fesyen Muslim, media, rekreasi, industri farmasi dan kosmetika, dan

industri energi terbarukan).

b. Penguatan keuangan syariah.

c. Penguatan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).

d. Penguatan ekonomi digital (terutama perdagangan elektronik dan teknologi

finansial. Tujuannya adalah untuk mewujudkan Indonesia yang mandiri, makmur

dan madani dengan menjadi pusat ekonomi syariah terkemuka dunia.

Dalam Rencana Implementasi Pengembangan Ekonomi Syariah Indonesia 2020-2024

yang disusun sebagai penjabaran dari MEKSI, terdapat 11 Inisiatif Strategis dalam

Bidang Pengembangan Ekonomi Syariah dan Industri Halal yaitu:

a. Penyusunan Rencana Pengembangan Industri Halal.

b. Pengembangan Kawasan Industri Halal.

c. Pembentukan Close Loop Halal Value Chain System.

d. Integrasi Perizinan Industri Halal.

e. Inkubasi Bisnis Digital Industri Halal.

f. Penguatan Marketplace Halal.

g. Digitalisasi Informasi Industri Halal Indonesia.

h. Konsolidasi dan Sentralisasi Informasi UMKM.

i. Peningkatan Kualitas UMKM sektor Industri Halal.

Page 48: ³ N 8 N º Õ ã k º ã N 8 È @ Ý 7D43E;E

40

j. Pengembangan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (One Stop Service Center).

k. Rancangan Pedoman Umum (Guiding Principles) Industri Halal.

6. Badan Pengelolaan Jaminan Produk Halal

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal,

otoritas sertifikasi halal diserahkan kepada Badan Pengelola Jaminan Produk Halal

(BPJPH) di bawah Kementerian Agama, setelah selama ini otoritas tersebut berada di

Lembaga Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika-Majelis Ulama

Indonesia (LPPOM-MUI).

7. Majelis Ulama Indonesia

Majelis Ulama Indonesia (MUI) akan bekerjasama dengan BPJPH dalam melaksanakan

kewenangannya dalam bentuk: Sertifikasi Auditor Halal, Penetapan kehalalan Produk

dan Akreditasi Lembaga Pemeriksa Halal (LPH). Khusus yang terkait dengan Sertifikasi

Auditor Halal, kerjasama BPJPH dengan MUI mengenai Sertifikasi Auditor Halal

meliputi pendidikan, pelatihan dan uji kompetensi.

8. Lembaga Pemeriksa Halal

4.7. Pembagian Peran Kementerian/Lembaga Dalam Kawasan Industri Halal

Pembagian peran Kementerian/Lembaga terkait:

1. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian: Menyusun regulasi dan insentif bagi

industri yang berada di KIH, melakukan riset dan analisis mengenai potensi pasar di KIH,

Menjadi fasilitator untuk menghubungkan investor baik dalam dan luar negeri dengan

pelaku bisnis pada KIH untuk mendapat pembiayaan.

2. Kementerian Perindustrian: Menyusun peta klaster dan/atau daerah unggulan yang

berpotensi untuk mendorong pertumbuhan industri halal Indonesia, promosi KIH serta

mengkoordinasikan sentra IKM yang berada di sekitar KIH untuk dapat bekerja sama

dengan industri halal di dalam KIH.

3. Kementerian Agama: mengidentifikasi pesantren/koperasi pesantren sasaran yang

mempunyai kapasitas terlibat dalam program ini.

4. Kementerian Koperasi dan UKM: mengembangkan program kemitraan antara pelaku

UKM dan Koperasi yang memiliki kapasitas dengan usaha besar dan menengah.

5. Kementerian Pertanian: mengidentifikasi UMK binaan disektor pertanian yang dapat

membangun kemitraan dengan pelaku industri pertanian yang berada di sekitar KIH.

Page 49: ³ N 8 N º Õ ã k º ã N 8 È @ Ý 7D43E;E

41

6. Kementerian Kelautan dan Perikanan: mengidentifikasi UMK binaan di sektor perikanan

dan kelautan dan membangun kemitraan dengan pelaku industri perikanan yang

berada di sekitar KIH.

7. Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah: merumuskan kebijakan strategis

dalam pengembangan KIH.

4.8. KIH Modern Cikande Industrial Estate

1. Gambaran Singkat

Modern Cikande Industrial Estate merupakan kawasan industri yang terletak di

Cikande, Kabupaten Serang, Provinsi Banten dengan luas total area seluruhnya adalah

3.175 ha. Dari luas total tersebut yang diperuntukan sebagai KIH adalah seluas 500 ha.

Pembangunan KIH tersebut diperkirakan memakan waktu selama lima tahun dan akan

dibangun melalui tiga tahap, yaitu tahap pertama seluas 150 ha, tahap kedua seluas 150

ha dan tahap ketiga seluas 200 ha. Tahap pertama telah dilakukan pembangunan sejak

bulan Oktober 2019. Fasilitas yang tersedia di KIH Modern Cikande Industrial Estate

adalah sebagai berikut:

a. Proses yang terintegrasi dan fasilitas pendukung.

b. Pusat Penelitian dan Pengembangan.

c. Politeknik Teknologi Pangan.

d. Sistem Manajemen Mutu Halal.

e. Lembaga Pembiayaan Syariah.

f. Pelabuhan, Logistik dan Fasilitas Kepabeanan.

Saat ini untuk area industri halal tersebut telah memiliki satu tenan yaitu PT. Charoen

Phoekpand Indonesia sebuah perusahaan perusahaan multinasional berasal dari

Thailand yang memiliki enam belas bidang usaha antara lain dibidang pembibitan ayam

ras, kegiatan rumah potong dan pengepakan daging unggas dan bukan unggas serta

industri pengolahan dan pengawetan produk daging dan daging unggas. PT. Chaoren

Phokpand Indonesia menempati areal seluas 150 ha. Berikutnya akan diikuti oleh tenan

yang lain yaitu PT. Paragon Technology dan Innovation sebuah perusahaan yang

bergerak dibidang kosmetik dengan merek Wardah Cosmetics, Make Over dan Emina

Cosmetics.

Page 50: ³ N 8 N º Õ ã k º ã N 8 È @ Ý 7D43E;E

42

2. Informasi Tenan (Kisah Sukses Halal Value Chain)

PT Charoen Pokphand Indonesia

a. Gambaran umum perusahaan

PT. Charoen Pokphand Indonesia, Tbk. (PT. CPI) didirikan pada tanggal 7 Januari

1972 dihadapan notaris Gede Ngurah Rai, berdasarkan Akta No. 6 di Jakarta dan

bergerak pada bidang produksi dan perdagangan pakan ternak. PT. CPI

merupakan Perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) yang berpusat di Thailand.

Keputusan pendirian perusahaan di Indonesia ini, karena melihat Indonesia

berpotensi bagi industri. PT. CPI juga telah menjadi Perusahaan Terbuka dan telah

terdaftar di Bursa Efek Indonesia dengan kode emiten CPIN.

Pada tahun 1995, PT. CPI memperluas usahanya dengan mendirikan PT. CPI –

Chicken Processing Plant yang merupakan industri rumah potong dan pengolahan

daging ayam di daerah Cikande, Tangerang di atas lahan seluas 2,1 hektar.

b. Produk yang Dihasilkan

Sebagai industri pemotongan dan pengolahan daging ayam, PT. CPI menghasilkan

berbagai macam produk seperti daging ayam olahan, Sosis, Nugget, Crispy Crunch,

Spicy Wing dan lain-lain. PT. CPI – Chicken Processing Plant memproduksi empat

produk utama yaitu Fiesta, Okey, Champ dan Akumo. Masing-masing produk

tersebut telah dilakukan pengontrolan dan pengendalian mutu untuk mencapai

standar mutu yang ditetapkan oleh perusahaan dengan tetap memperhatikan

standar kehalalan.

Tabel 4.2. Jenis Produk Nugget

Merek Produk

Fiesta Chicken Nugget

Stikie

Karage

Crispy Crunch

Spicy Wing

Champ Chicken Nugget

Chicken Stick

Chicken Nugget Coin

Okey Stik Okey

Nugget Okey

Page 51: ³ N 8 N º Õ ã k º ã N 8 È @ Ý 7D43E;E

43

Akumo Nugget Akumo

PT. CPI - Chicken Processing Plant didukung oleh pengalaman teknologi dan

sumber daya manusia yang terbaik, dalam perjalanannya PT. CPI - Chicken

Processing Plant telah membuktikan dirinya sebagai perusahaan pengolahan

daging ayam yang bermutu di Indonesia. Visi PT. CPI - Chicken Processing Plant

adalah menjadi produsen kelas dunia makanan olahan dari daging ayam khususnya

dan bahan lain umumnya dengan Misi adalah membantu meningkatkan kualitas

bangsa Indonesia dan dunia serta memuaskan pelanggan dengan memproduksi

makanan olahan yang bermutu tinggi dan halal dengan menerapkan Good

Manufacturing Practice (GMP), Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP),

Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) dan ISO 9001.

Produk PT. CPI - Chicken Processing Plant merupakan produk dengan kualitas

terbaik, dimulai dengan proses pemilihan bahan baku ayam yang memenuhi

standar ayam yang sehat, bebas dari segala penyakit, proses pemotongan dan

pembersihan ayam yang dilakukan dengan halal dan higienis, juga proses

pengolahanya yang diawasi secara ketat dan sesuai dengan standar makanan

yang bermutu tinggi, sampai pada kemasan dan kualitas kontrol, serta distribusi

yang dilakukan oleh sumber daya manusia yang terbaik, didukung oleh mesin

mesin yang modern dan berteknologi tinggi.

PT. CPI - Chicken Processing Plant, memproduksi dan memasok produk yang

bermutu tinggi untuk keperluan industri makanan di Indonesia. PT. CPI - Chicken

Processing Plant, sangat mengutamakan kebersihan dan kualitas dari produk yang

dihasilkan, untuk itu masalah sanitasi dan higienis serta jaminan halal sangat

diutamakan, untuk menghasilkan produk bermutu tinggi dan memenuhi harapan

serta kebutuhan pelanggan.

PT. CPI - Chicken Processing Plant mengeluarkan kebijakan mutu yang merupakan

kebijakan perusahaan yaitu: senantiasa menghasilkan produk yang bermutu tinggi,

halal dan aman untuk dikonsumsi dalam rangka pencapaian visi & misi perusahaan

sehingga dapat memberikan jaminan kepuasan kepada pelanggan dengan motto

“A Tradition of Quality”.

c. Manajemen Rantai pasok di PT Charoen Pokphand Indonesia

Dalam memproduksi makanan olahan ayam, PT. CPI - Chicken Processing Plant

membutuhkan berbagai macam sarana produksi pangan untuk menghasilkan

Page 52: ³ N 8 N º Õ ã k º ã N 8 È @ Ý 7D43E;E

44

produk yang diinginkan. Sarana produksi pangan yang sangat penting dan

dibutuhkan oleh PT. CPI - Chicken Processing Plant ini adalah Ayam, Bumbu

(Premix), dan berbagai kemasan untuk memproduksi makanan olahan ayam.

PT. CPI - Chicken Processing Plant bekerja sama dengan beberapa pemasok

sarana produksi pangan, dan tidak menggantungkan pada satu perusahaan

sebagai pemasok utama. Dengan memiliki pemasok yang sudah cukup kuat, hal

tersebut akan menjamin kontinuitas dari ketersediaan sarana produksi pangan

yang dibutuhkan oleh perusahaan.

Dalam rantai pasok PT. CPI - Chicken Processing Plant terdapat beberapa pihak

yang terlibat yaitu terdiri dari:

1) Peternak Ayam (UMK).

2) Penghasil Bumbu.

3) Penghasil Plastik.

4) PT. Charoen Pokphand Indonesia Jaya Farm.

5) Pabrik bumbu.

6) PT. Sarana Prima.

7) PT. Charoen Pokphand Indonesia- Chicken Processing Plant.

8) Distributor PT Prima Food International.

9) Departement Store.

10) Mitra.

Secara garis besar rantai pasok PT. CPI, Tbk adalah sebagai berikut

Page 53: ³ N 8 N º Õ ã k º ã N 8 È @ Ý 7D43E;E

45

Gambar 4.2

Bagian upstream (hulu), supply chain meliputi aktivitas dari suatu perusahaan

manufaktur dengan para supplier, yaitu supplier bahan baku dan supplier

kemasan.

1) Aliran Material

PT. CPI memproduksi berbagai macam produk olahan daging ayam. Produk

yang menjadi unggulan perusahaan ini adalah naget ayam. Bahan baku yang

digunakan untuk pembuatan naget ayam adalah ayam broiler, bumbu

(Premix), serta plastik yang aman bagi pangan untuk mengemas produk.

a) Ayam Broiler

Ayam yang digunakan untuk produksi naget dan sosis adalah Ayam

Broiler. Ayam Broiler merupakan jenis ayam yang dalam proses

pengolahannya akan menjadi makanan olahan daging ayam. Superior

dalam tingkat kualitas ayam menunjukkan bahwa ayam tersebut adalah

grade pertama, meskipun standar superior sendiri berbeda untuk

masing-masing peternakan. Ayam broiler yang digunakan oleh PT. CPI

Page 54: ³ N 8 N º Õ ã k º ã N 8 È @ Ý 7D43E;E

46

selain dari grup usaha PT. CPI juga diperoleh dari peternak-peternak lokal

(UMK) yang telah menjadi mitra PT. CPI.

b) Bumbu (Premix)

Bumbu (Premix) berfungsi untuk memberikan rasa pada produk yang

dihasilkan. Bumbu (Premix) yang digunakan sebagai bahan pendukung

pembuatan produk merupakan Bumbu (Premix) terbaik yang didapat

langsung dari supplier terutama dalam hal warna dan rasanya.

c) Bahan Pengemas dan Pemasok Bahan Pengemas

Plastik merupakan bahan pengemas yang langsung kontak dengan

produk. Plastik yang digunakan terbuat dari bahan tahan dingin. Sebelum

plastik digunakan untuk proses produksi, plastik disimpan dalam dry

store.

2) Aliran Produk

Produk-produk makanan olahan ayam yang dihasilkan menggunakan kualitas

terbaik serta melalui penelitian yang cukup lama oleh departemen riset dan

pengembangan perusahaan sehingga produk dari PT. CPI memiliki kualitas

dan keuntungan yang lebih dibandingkan dari pesaing-pesaingannya dan

hingga saat ini PT. CPI selain sebagai market leader juga price leader.

Downstream (arah muara) rantai pasok meliputi semua aktivitas yang

melibatkan pengiriman produk kepada pelanggan akhir. Dalam

pengembangan bisnisnya, PT. CPI telah mendistribusikan produknya ke

seluruh penjuru Nusantara. Di bawah kantor penjualan, selanjutnya jalur

distribusi memiliki tiga tingkat:

a) Agen/Sub-distributor/Wholesaler yang berada di lingkungan PT. CPI

yang disebut dister.

b) Sub-Wholesaler, yang sering juga disebut sub-agen.

c) Retailer (mitra) untuk tingkat Dister dikenal Dister Aktif (DA) dan Dister

Pasif (DP). DA tidak hanya menunggu pembeli datang ke tempatnya, tapi

juga mendistribusikan produk hingga tingkat pengecer. Sedangkan DP

hanya menunggu pembeli datang ke tempatnya.

d) Di Indonesia, jumlah dister terbanyak berada di Jabodetabek. Adapun

untuk level pengecer, PT. CPI telah membuat tiga segmen yaitu:

(1) Departemen Store yang meliputi Hypermart, Superindo, Carrefour,

Giant.

Page 55: ³ N 8 N º Õ ã k º ã N 8 È @ Ý 7D43E;E

47

(2) Mitra yang meliputi: Usaha Kecil Menengah (UKM), Koperasi, Pasar,

Toko Kelontong;

(3) Pemakai akhir.

Melalui jalur-jalur distribusi itulah produk PT. CPI dipasarkan hingga pemakai

akhir.

3. Hasil Kunjungan KIH

Pada tanggal 10 November 2020 telah dilakukan Focus Group Discussion (FGD)

kunjungan ke lokasi KIH Modern CIkande Industrial Estate, Serang, Banten yang dihadiri

oleh:

a. Kementerian Koordinator BIdang Perekonomian.

b. Kementerian Perindustrian.

c. Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Serang.

d. Dinas Pertanian, Kabupaten Serang.

e. Modern Cikande Industrial Estate.

f. PT. Charoen Pokphand, Cikande.

Dari hasil FGD tersebut diperoleh informasi sebagai berikut

a. KIH Modern Cikande Industrial Estate, Serang, Banten dalam pengembangan

industri halal fokus kepada tiga sektor yaitu makananan dan minuman halal,

farmasi dan komestika.

b. Keberadaan KIH belum tersosialisasi secara luas, pihak dinas yang hadir dalam

FGD merasa belum memperoleh informasi bahwa KIH telah terbentuk di wilayah

Kabupaten Serang.

c. Pemerintah Daerah Kabupaten Serang telah memiliki program-program kerja

dengan pola kemitraan khususnya makananan halal untuk komoditas kambing,

ayam dan bebek. Dengan telah adanya program-program kerja ini apabila maka

KIH Modern Cikande Industrial Estate dapat diusulkan menjadi role model

pengembangan KIH dengan strategi kemitraan UMK dengan Usaha Menengah dan

Usaha Besar.

d. Pihak pengelola KIH Modern Cikande Industrial Estate, Serang, Banten

mengharapkan adanya program insentif dari Pemerintah dalam rangka menarik

investasi dari perusahaan baik nasional maupun multinasional sehingga KIH

Page 56: ³ N 8 N º Õ ã k º ã N 8 È @ Ý 7D43E;E

48

Modern CIkande Industrial Estate, Serang, Banten memiliki daya tarik bagi investor

domestik maupun global.

e. Pihak pengelola telah memiliki rencana untuk memberikan area untuk UMK halal

yang dapat dipergunakan sebagai show case produk-produk dari UMK tersebut.

f. Pihak pengelola membuka kemungkinan kerjasasama dengan Pemerintah Daerah

baik Kabupaten Serang maupun Provinsi Banten dalam rangka memberdayakan

UMK halal yang terdapat disekitar KIH Modern Cikande Industrial Estate, Serang,

Banten melalui program kemitraan dengan tenan berbasis industri halal.

Page 57: ³ N 8 N º Õ ã k º ã N 8 È @ Ý 7D43E;E
Page 58: ³ N 8 N º Õ ã k º ã N 8 È @ Ý 7D43E;E

50

BAB V

KONSEP KEMITRAAN USAHA DAN VALUE CHAIN

5.1. Kemitraan Usaha

Pemerintah telah membuat program kerja dengan pola-pola kemitraan yang dibuat demi

UMKM. Hal ini bertujuan untuk mendorong dan menumbuhkan UMKM yang tangguh dan

modern. UMKM sebagai kekuatan ekonomi rakyat dan berakar pada masyarakat dan UMKM

yang mampu memperkokoh struktur perekonomian nasional yang lebih efisien.

Dalam konsep kemitraan semua pihak harus menjadi stakeholders dan berada dalam

derajat subyek-subyek bukan subyek-obyek, sehingga pola yang dijalankan harus dilandasi

dengan prinsip-prinsip partisipatif dan kolaboratif yang melibatkan seluruh stakeholders

dalam kemitraan yang dijalankan. Kemitraan sekarang ini sudah menjadi perhatian semua

pihak, karena kemitraan merupakan salah satu aspek dalam pertumbuhan iklim usaha untuk

pengembangan UMK melalui “permberdayaan” dalam rangka memperoleh peningkatan

pendapatan dan kemampuan usaha serta peningkatan daya saing dari usaha kecil dan

menengah atau usaha besar. Pemberdayaan tersebut disertai perbaikan dan

pengembangan oleh usaha menengah dan usaha besar dengan memperhatikan prinsip

saling membutuhkan, saling memperkuat dan saling menguntungkan.

Kemitraan telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2008 Tentang Usaha Mikro,

Kecil dan Menengah dan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2013. Kemitraan secara

detil adalah sebagai berikut:

1. Definisi

Dalam pasal 1 angka 13 mendefinisikan kemitraan adalah kerjasama dalam keterkaitan

usaha, baik langsung maupun tidak langsung, atas dasar prinsip saling memerlukan,

mempercayai, memperkuat, dan menguntungkan yang melibatkan pelaku Usaha

Mikro, Kecil, dan Menengah dengan Usaha Besar.

2. Tujuan

Pola kemitraan bertujuan untuk menumbuhkan iklim usaha dan diamanatkan oleh

Undang-Undang Nomor 20 tahun 2008 kepada Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Daerah. Adapun aspek kemitraan tersebut ditujukan untuk:

a. Mewujudkan kemitraan antar Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.

b. Mewujudkan kemitraan antara Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Usaha Besar.

Page 59: ³ N 8 N º Õ ã k º ã N 8 È @ Ý 7D43E;E

51

c. Mendorong terjadinya hubungan yang saling menguntungkan dalam pelaksanaan

transaksi usaha antar- Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.

d. Mendorong terjadinya hubungan yang saling menguntungkan dalam pelaksanaan

transaksi usaha antara Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Usaha Besar.

e. Mengembangkan kerjasama untuk meningkatkan posisi tawar Usaha Mikro, Kecil,

dan Menengah.

f. Mendorong terbentuknya struktur pasar yang menjamin tumbuhnya persaingan

usaha yang sehat dan melindungi konsumen.

g. Mencegah terjadinya penguasaan pasar dan pemusatan usaha oleh orang

perorangan atau kelompok tertentu yang merugikan Usaha Mikro, Kecil, dan

Menengah.

3. Ruang Lingkup Kemitraan

Kemitraan antar-Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dan Kemitraan antara Usaha Mikro,

Kecil, dan Menengah dengan Usaha Besar mencakup proses alih keterampilan di

bidang produksi dan pengolahan, pemasaran, permodalan, sumber daya manusia, dan

teknologi.

4. Pilar kemitraan

Pilar kemitraan usaha dilaksanakan melalui pengembangan kerjasama antara pelaku

UMK dengan kelompok usaha besar dengan mengembangkaan kemitraan bisnis yang

berkelanjutan. Pada pilar ini, kelompok usaha besar didorong untuk berperan sebagai

offtaker, penjamin harga, pendamping dan penyedia bantuan teknis produksi bagi

pelaku UMK. Sementara pelaku UMK berperan menyediakan bahan baku, lahan dan

lembaga usaha, SDM tenaga kerja dan produksi.

5. Pola kemitraan

Beberapa pola kemitraan yang banyak dilaksanakan adalah sebagai berikut

a. Kerjasama keterkaitan antar hulu-hilir (Forward Linkage)

Pembangunan industri dasar dengan skala besar yang dilakukan untuk mengolah

langsung sumber daya alam termasuk sumber energi yang terdapat di suatu

daerah, perlu dimanfaatkan untuk mendorong pembangunan cabang-cabang dan

jenis-jenis industri yang saling mempunyai kaitan, yang selanjutnya dapat

dikembangkan menjadi kawasan-kawasan industri. Rangkaian kegiatan

pembangunan industri tersebut pada gilirannya akan memacu kegiatan

Page 60: ³ N 8 N º Õ ã k º ã N 8 È @ Ý 7D43E;E

52

pembangunan sektor-sektor ekonomi lainnya beserta prasarananya antara lain

yang penting adalah terminal-terminal pelayanan jasa, daerah pemukiman baru

dan daerah pertanian baru. Wilayah yang dikembangkan dengan berpangkal tolak

pada pembangunan industri dalam rangkaian yang dipadukan dengan kondisi

daerah dalam rangka mewujudkan kesatuan ekonomi nasional, merupakan

Wilayah Pusat Pertumbuhan Industri.

b. Kerjasama keterkaitan antar hilir-hulu (Backward Linkage)

Pertumbuhan ataupun pemerataan ekonomi dengan penerapan kerjasama

keterkaitan hilir hulu yang tepat guna sejauh mungkin dapat menggunakan bahan-

bahan dalam negeri adalah untuk meningkatkan nilai tambah, memelihara

keseimbangan antara peningkatan produksi dan kesempatan kerja, serta

pemerataan pendapatan, dalam rangka usaha memperbesar nilai tambah

sebanyak-banyaknya, maka pembangunan industri harus dilaksanakan dengan

mengembangkan keterkaitan yang berantai ke segala jurusan secara seluas-

luasnya yang saling menguntungkan kelompok industri hilir, keterkaitan antara

kelompok industri hulu/dasar.

Pemerintah memanfaatkan peranan koperasi, Kamar Dagang dan Industri

Indonesia, serta asosiasi/federasi perusahaan-perusahaan industri sebagai wadah

untuk meningkatkan pengembangan bidang usaha industri.

c. Kerjasama dalam pemilik usaha

Dalam konsep kerjasama usaha melalui kemitraan ini, jalinan kerjasama yang

dilakukan antara usaha besar atau menengah dengan usaha kecil didasarkan pada

kesejajaran kedudukan atau mempunyai derajat yang sama terhadap kedua belah

pihak yang bermitra. Ini berarti bahwa hubungan kerjasama yang dilakukan antara

pengusaha besar atau menengah dengan pengusaha kecil mempunyai kedudukan

yang setara dengan hak dan kewajiban timbal balik sehingga tidak ada pihak yang

dirugikan, tidak ada yang saling mengekspoitasi satu sama lain dan tumbuh

berkembangnya rasa saling percaya di antara para pihak dalam mengembangkan

usahanya.

d. Kerjasama dalam bentuk bapak dan anak angkat

Page 61: ³ N 8 N º Õ ã k º ã N 8 È @ Ý 7D43E;E

53

Pada dasarnya pola bapak angkat adalah refleksi kesediaan pihak yg mampu atau

besar untuk membantu pihak lain yang kurang mampu atau pihak yang memang

memerlukan pembinaan.

Oleh karena itu pada hakikatnya pola pendekatan tersebut adalah cermin atau

wujud rasa kepedulian pihak yang besar terhadap yang kecil. Pola bapak angkat

dalam pola pengembangan UMK umumnya banyak dilakukan BUMN dengan usaha

mikro dan kecil.

e. Kerjasama dalam bentuk bapak angkat sebagai modal ventura

Merupakan bentuk kerjasama dalam bentuk suatu investasi melaui pembiayaan

berupa penyertaan modal ke dalam suatu perusahaan swasta (anak perusahaan)

sebagai pasangan usaha untuk jangka waktu tertentu.

f. Intiplasma

Kemitraan yang dilakukan dengan cara Usaha Besar sebagai inti berperan

menyediakan input, membeli hasil produksi plasma, dan melakukan proses

produksi untuk menghasilkan komoditas tertentu, dan UMK sebagai plasma

memasok/menyediakan/menghasilkan/menjual barang atau jasa yang

dibutuhkan oleh inti.

Dalam pelaksanaan pola intiplasma, usaha besar sebagai inti mempunyai

kewajiban untuk membina dan mengembangkan UMK dalam hal:

1) Penyediaan dan penyiapan lahan.

2) Penyediaan sarana produksi.

3) Pemberian bimbingan teknis produksi dan manajemen usaha.

4) Perolehan, penguasaan, dan peningkatan teknologi yang diperlukan.

5) Pembiayaan.

6) Pemasaran.

7) Penjaminan.

8) Pemberian informasi.

9) Pemberian bantuan lain yang diperlukan bagi peningkatan efisiensi dan

produktivitas dan wawasan usaha.

Page 62: ³ N 8 N º Õ ã k º ã N 8 È @ Ý 7D43E;E

54

g. Subkontrak

Kemitraan yang dilakukan antara pihak penerima subkontrak untuk memproduksi

barang dan/atau jasa yang dibutuhkan Usaha Besar sebagai kontraktor utama

disertai dukungan kelancaran dalam mengerjakan sebagian produksi dan/atau

komponen, kelancaran memperoleh bahan baku, pengetahuan teknis produksi,

teknologi, pembiayaan, dan sistem pembayaran.

Pelaksanaan kemitraan usaha dengan pola subkontrak, Usaha Besar memberikan

dukungan berupa:

1) Kesempatan untuk mengerjakan sebagian produksi dan/atau komponennya;

2) Kesempatan memperoleh bahan baku yang diproduksi secara

berkesinambungan dengan jumlah dan harga yang wajar;

3) Bimbingan dan kemampuan teknis produksi atau manajemen;

4) Perolehan, penguasaan, dan peningkatan teknologi yang diperlukan;

5) Pembiayaan dan pengaturan sistem pembayaran yang tidak merugikan salah

satu pihak; dan

6) Upaya untuk tidak melakukan pemutusan hubungan sepihak.

Model kemitraan ini menyerupai pola kemitraan contract farming tetapi pada pola

ini kelompok tidak melakukan kontrak secara langsung dengan perusahaan

pengolah (processor) tetapi melalui agen atau pedagang.

1) Pembinaan Kelompok Mitra

Kelompok Mitra perlu ditingkatkan kemampuannya dalam hal:

a) Merencanakan Usaha.

b) Melaksanakan dan mentaati perjanjian kemitraan

c) Memupuk modal dan memanfaatkan pendapatan secara rasional.

d) Meningkatkan hubungan melembaga dengan koperasi.

e) Mencari dan mencapai skala usaha ekonomi.

2) Pembinaan Oleh Perusahaan Mitra

a) Meningkatkan pengetahuan dan kewirausahaan kelompok mitra.

b) Membantu mencarikan fasilitas kredit yang layak.

c) Mengadakan penelitian, pengembangan, dan pengaturan teknologi tepat

guna.

Page 63: ³ N 8 N º Õ ã k º ã N 8 È @ Ý 7D43E;E

55

d) Melakukan konsultasi dan temu usaha.

h. Waralaba

Kemitraan yang dilakukan dengan, memberikan hak khusus yang dimiliki oleh

orang perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas

usaha dalam rangka memasarkan barang dan/atau jasa yang telah terbukti

berhasil dan dapat dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan

perjanjian waralaba.

Usaha besar yang memperluas usahanya dengan cara waralaba, memberikan

kesempatan dan mendahulukan usaha mikro, kecil, dan menengah yang memiliki

kemampuan.

Pemberi waralaba dan penerima waralaba mengutamakan penggunaan barang

dan/atau bahan hasil produksi dalam negeri sepanjang memenuhi standar mutu

barang dan jasa yang disediakan dan/atau dijual berdasarkan perjanjian waralaba.

Pemberi waralaba wajib memberikan pembinaan dalam bentuk pelatihan,

bimbingan operasional manajemen, pemasaran, penelitian, dan pengembangan

kepada penerima waralaba secara berkesinambungan.

i. Perdagangan Umum

Kemitraan yang dilakukan dalam bentuk kerjasama pemasaran, penyediaan lokasi

usaha, atau penerimaan pasokan/penyediaan barang atau jasa dari Usaha Mikro,

Usaha Kecil, dan Usaha Menengah oleh Usaha Besar, yang dilakukan secara

terbuka. Pelaksanaan kemitraan dengan pola perdagangan umum, dapat

dilakukan dalam bentuk kerjasama pemasaran, penyediaan lokasi usaha, atau

penerimaan pasokan dari Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah oleh Usaha Besar

yang dilakukan secara terbuka.

Pemenuhan kebutuhan barang dan jasa yang diperlukan oleh Usaha Besar

dilakukan dengan mengutamakan pengadaan hasil produksi Usaha Kecil atau

Usaha Mikro sepanjang memenuhi standar mutu barang dan jasa yang diperlukan.

j. Rantai Pasok

Kemitraan yang meliputi

1) Pengelolaan perpindahan produk yang dilakukan oleh perusahaan dengan

penyedia bahan baku.

Page 64: ³ N 8 N º Õ ã k º ã N 8 È @ Ý 7D43E;E

56

2) Pendistribusian produk dari perusahaan ke konsumen.

3) Pengelolaan ketersediaan bahan baku, pasokan bahan baku serta proses

pabrikasi.

k. Bagi Hasil

Kemitraan yang dilakukan oleh usaha besar atau usaha menengah dengan usaha

mikro dan usaha kecil, yang pembagian hasilnya dihitung dari hasil bersih usaha

dan apabila mengalami kerugian ditanggung bersama berdasarkan perjanjian

tertulis.

l. Kerjasama Operasional

Kemitraan yang dilakukan usaha besar atau usaha menengah dengan cara

bekerjasama dengan usaha kecil dan/atau usaha mikro untuk melakukan suatu

usaha bersama dengan menggunakan aset dan/atau hak usaha yang dimiliki dan

secara bersama menanggung risiko usaha.

m. Usaha Patungan (Joint Venture)

Kemitraan yang dilakukan dengan cara usaha mikro dan usaha kecil milik Indonesia

bekerjasama dengan usaha menengah dan usaha besar milik asing untuk

menjalankan aktifitas ekonomi bersama yang masing-masing pihak memberikan

kontribusi modal saham dengan mendirikan badan hukum perseroan terbatas dan

berbagi secara adil terhadap keuntungan dan/atau risiko perusahaan.

n. Penyumberluaran (Outsourcing)

Kemitraan yang dilaksanakan dalam pengadaan/penyediaan jasa

pekerjaan/bagian pekerjaan tertentu yang bukan merupakan pekerjaan pokok

dan/atau bukan komponen pokok pada suatu bidang usaha dari usaha besar dan

usaha menengah oleh usaha mikro dan usaha kecil.

6. Sustainabilitas sebuah kemitraan hanya akan terjadi apabila sejumlah faktor kunci

diperhatikan secara sungguh-sungguh, yaitu :

a. Kepercayaan dan kesungguhan untuk berhasil yang tinggi di antara mereka yang

bermitra (trust, faith, and passion).

b. Ekseskusi yang konsisten dan berkelanjutan

Page 65: ³ N 8 N º Õ ã k º ã N 8 È @ Ý 7D43E;E

57

c. Secara periodik melakukan proses perencanaan-implementasi-monitoring

terhadap manfaat aliansi ditinjau dari kacamata masing-masing organisasi yang

bermitra secara transparan.

d. Selalu melakukan inovasi yang berkelanjutan karena kebutuhan masyarakat yang

selalu bertambah dari waktu ke waktu.

e. Proses penyelenggaraan kemitraan yang menjunjung nilai-nilai profesional dan

etika yang tinggi.

5.2. Konsep Value Chain

Value chain adalah rantai nilai kegiatan yang menciptakan atau menghasilkan nilai

menciptakan atau menghasilkan nilai mulai dari penerimaan bahan baku dari supplier,

penelitian dan pengembangan proses/produ, penjualan ke konsumen sampai kegiatan

yang diperlukan setelah barang terjual. Customer value menunjukkan karakteristik produk

atau jasa yang dipandang konsumen sebagai sesuatu yang bernilai.

Konsep value chain merupakan konsep yang dikembangkan oleh Porter pada tahun 1985

yang memandang perusahaan sebagai suatu rangkaian atau jaringan aktivitas dasar yang

menambah nilai bagi produk atau jasanya dan menambah margin nilai baik bagi perusahaan

maupun bagi pelanggannya. Value chain menggambarkan aktivitas di dalam dan di sekitar

organisasi dan menghubungkannya pada kekuatan persaingan perusahaan.

Porter berpendapat bahwa suatu perusahaan dapat mencapai keunggulan kompetitifnya

dengan mengembangkan salah satu dari dua strategi umum yaitu

1. Low Cost Strategy

Fokus utama dari low-cost strategy adalah mencapai biaya yang lebih rendah secara

relatifnya dibandingkan dengan kompetitor (cost leadership). Cost leadership dapat

dicapai dengan beberapa pendekatan, antara lain economic of scale in production,

experience curve effects, high cost control, dan cost minimization dalam area research

and development, sales, atau advertising.

2. Differentiation Strategy

Fokus utama differentiation strategy adalah menciptakan suatu produk yang unik bagi

konsumen atau memiliki atribut yang berbeda secara signifikan dengan produk

pesaing dan atribut tersebut penting dan bernilai bagi konsumen. Keunikan produk

dapat dicapai dengan berbagai cara, antara lain brand royalty, superior customer

service, dealer network product design, atau technology.

Page 66: ³ N 8 N º Õ ã k º ã N 8 È @ Ý 7D43E;E

58

Competitive advantage akan dicapai bila perusahaan dapat memberikan customer value

yang lebih tinggi daripada kompetitor untuk biaya yang sama atau customer value sama

untuk biaya yang lebih rendah daripada kompetitor.

Sifat value chain tergantung pada sifat industri dan berbeda-beda untuk perusahaan

manufaktur, perusahaan jasa dan organisasi yang tidak berorientasi pada laba.

5.3. Aktivitas dalam Value Chain

Value chain mengidentifikasi sembilan aktivitas yang dapat menciptakan nilai dan biaya

dalam bidang bisnis tertentu. Kesembilan aktivitas penciptaan nilai tersebut terdiri dari lima

aktivitas primer dan empat aktivitas pendukung. Porter mengelompokkan aktivitas

perusahaan menjadi dua kelompok, yaitu aktivitas utama dan aktivitas pendukung. Aktivitas

utama terdiri dari inbound logistics, operations, outbound logistics, marketing and sales,

and service. Setiap aktivitas ini saling terhubung dengan aktivitas pendukung agar dapat

meningkatkan efektivitas atau efisiensinya. Terdapat empat area utama dalam aktivitas

pendukung, yaitu: procurement, technology development, human resource management,

dan infrastructure.

Aktivitas dalam value chain adalah sebagai berikut:

1. Aktivitas Primer

Merupakan aktivitas yang dilakukan dalam membuat produk secara fisik, menjual dan

menyampaikannya kepada pembeli, serta aktivitas pelayanan purna jual. Aktivitas-

aktivitas primer terdiri atas lima kategori:

a. Inbound Logistics.

Aktivitas yang berhubungan penerimaan, penyimpanan, dan penyebaran masukan

ke produk, seperti: penanganan material, pergudangan, pengendalian persediaan,

penjadwalan kendaraan, dan pengembalian ke pemasok.

b. Operation.

Aktivitas yang berhubungan dengan pengubahan masukan menjadi produk jadi,

seperti: permesinan, pengemasan, pemasangan, perawatan mesin, pengujian,

penyetakan, dan operasi fasilitas.

c. Outbound Logistics.

Aktivitas yang berkaitan dengan pengumpulan, penyimpanan, dan pendistribusian

produk secara fisik kepada pembeli, seperti: penggudangan barang jadi,

penanganan material, operasi kendaraan pengiriman, pemrosesan pesanan, dan

penjadwalan.

d. Marketing and Sales.

Page 67: ³ N 8 N º Õ ã k º ã N 8 È @ Ý 7D43E;E

59

Aktivitas yang berhubungan dengan penyediaan sarana di mana pembeli dapat

membeli produk dan membujuk mereka untuk melakukannya, seperti: periklanan,

promosi, tenaga penjualan, quoting, seleksi channel, channel relation, dan

penetapan harga.

e. Service.

Aktivitas yang berhubungan dengan penyediaan jasa untuk meningkatkan atau

mempertahankan nilai produk, seperti: instalasi, perbaikan, pelatihan, parts supply,

dan penyesuaian produk.

2. Aktivitas Pendukung

Sedangkan aktivitas-aktivitas pendukung terdiri dari:

a. Procurement.

Mengacu pada fungsi dari pembelian masukan yang dipergunakan dalam value

chain perusahaan, bukan pada masukan yang dibeli itu sendiri.

b. Technology Development.

Terdiri dari sejumlah aktivitas yang dapat dikelompokkan secara luas dalam

usahanya memperbaiki produk dan proses.

c. Human Resource Management.

Terdiri dari aktivitas-aktivitas yang meliputi: perekrutan, hiring, pelatihan,

pengembangan, dan kompensasi untuk semua jenis personil.

d. Firm Infrastructure.

Terdiri dari sejumlah aktivitas yang meliputi: manajemen umum, perencanaan,

pendanaan, akuntansi, hukum, government affairs, dan manajemen kualitas.

5.4. Korelasi Kemitraan Usaha dan Value Chain

Dalam sudut pandang stratejik, konsep value chain menekankan dua aspek utama untuk

meningkatkan perusahaan yaitu keterkaitan dengan pemasok dan keterkaitan dengan

pelanggan.

Berdasarkan pandangan dalam konsep value chain tersebut, perusahaan perlu

mengembangakan hubungan kemitraan dalam rangkaian aktivitas dari hulu ke hilir. Makna

yang terkandung dari istilah kemitraan adalah membina hubungan kerja sama untuk

mencapai suatu tujuan, dimana semua pihak yang terlibat akan memperoleh manfaat atau

keuntungan.

1. Kemitraan dengan pemasok

Perlunya menjalin kemitraan dengan pemasok adalah untuk menciptakan dan

memelihara hubungan yang loyal, saling percaya, dan dapat diandalkan sehingga akan

Page 68: ³ N 8 N º Õ ã k º ã N 8 È @ Ý 7D43E;E

60

menguntungkan kedua belah pihak, dan meningkatkan penyempurnaan kualitas,

produktivitas dan daya saing secara berkesinambungan.

Dalam menjalin kemitraan dengan pemasok, ada beberapa syarat yang pelu dipenuhi,

yaitu :

a. Personil pemasok harus berinteraksi dengan orang yang benar-benar

menggunakan produknya sehingga perbaikan yang diperlukan dapat diidentifikasi

dan dilakukan.

b. The-price approach dalam negosiasi antara pembeli dan pemasok harus

dihilangkan. Kualitas, keistimewaan produk, dan penyampaiannya harus juga

menjadi bagian dalam negosiasi.

c. Kualitas produk yang dihasilkan pemasok harus terjamin, demikian pula kualitas

prosesnya.

d. Pemasok harus benar-benar memahami dan dapat mempraktikkan Just-In-Time

(JIT).

e. Kedua belah pihak harus mampu saling bertukar informasi (terutama melalui

peralatan elektronik).

2. Kemitraan dengan pelanggan

Pelanggan disini adalah pemakai akhir suatu produk dan pembeli dari produk yang

dihasilkan pemasok. Adapun perlunya membentuk kemitraan dengan pelanggan

adalah untuk meningkatkan kepuasan pelanggan dan daya saing perusahaan. Cara

terbaik untuk menjamin kepuasan pelanggan adalah melibatkan mereka sebagai mitra

dalam proses pengembangan produk. Hal ini dikarenakan hanya pelanggan sendirilah

yang tahu dengan pasti apa yang mereka inginkan. Dengan melibatkan pelanggan dari

tahap awal siklus pengembangan produk, maka pemanufaktur dapat melakukan

perubahan dengan relatif murah dan mudah.

5.5. Halal Supply Chain Management (Studi Kasus di Malaysia)

Penerapan rantai pasok halal yang dapat dijadikan percontohan adalah pola rantai pasok

halal di Malaysia. Malaysia telah mengembangkan rantai pasok halal yang terintegrasi

dengan kawasan industri. Dalam penerapan rantai pasok halal tersebut Malaysia

mengembangkan dalam bentuk Halal Supply Chain Management (HSCM). HSCM

merupakan Salah satu sistem pengembangan industri halal saat ini yang dinilai efektif dan

effisien. Secara sederhana HSCM didefinisikan sebagai rantai pasok produksi dengan

sertifikasi halal dari bahan baku hingga produk yang siap dikonsumsi. Mengingat

komplesitas rantai pasokan halal dan tidak adanya kecacatan dalam prosesnya. HSCM

Page 69: ³ N 8 N º Õ ã k º ã N 8 È @ Ý 7D43E;E

61

mengatur penyedian bahan baku produksi, proses pengolahan, marketing, promosi, hingga

produk siap konsumsi harus sesuai dengan standar halal. Secara umum ada 4 aktivitas

utama dalam halal supply chain, yaitu:

1. Halal Procurement (Pengadaan)

Pengadaan produk halal adalah proses pengadaan bahan baku halal yang terdiri dari

keterlibatan dalam kegiatan yang berfokus untuk menjaga integritas halal sepanjang

rantai pasokan. Penilaian bahan baku halal tidak hanya dari zat produknya yang halal,

melainkan sumber dan sistem pembayarannya juga halal.

2. Halal Manufacturing (Pengolahan)

Proses pengolahan halal adalah proses transformasi bahan baku menjadi produk

dengan prosedur sesuai dengan standard halal. Proses pengolahan menjadi fase yang

memiliki tingkat risiko penyebab ketidak halalan paling tinggi. Oleh karena itu, perlu

adanya penguatan penerapan sistem syariah pada internal perusahaan pengolahan.

3. Halal Distribution

Distribusi halal terdiri dari pengemasan dan wadah produk halal. Karaktersitik utama

dalam pengemasan produk yang halal adalah bahan pengemasan harus halal dan baik.

Salah satu permasalahan yang diangkat dalam kemasan halal adalah sertifikasi pada

kemasan tersebut

4. Halal Logistic

Logistik mencakup pengorganisasian, perlindungan, dan identifikasi produk dan bahan

sebelum sampai pada konsumen. Status halal tidak hanya mempertimbangkan

produknya saja, proses distribusi dan marketing juga termasuk dalam rantai pasok

produk halal.

Page 70: ³ N 8 N º Õ ã k º ã N 8 È @ Ý 7D43E;E

62

Gambar 5.1

FlowChart Halal Supply Chain

Halal supply chain dinilai sangat tepat dan competable jika diterapkan di Indonesia. Sistem

halal supply chain dapat dipadukan dengan integrated digital system untuk mempermudah

pengimplementasian halal supply chain di Indonesia. Integrated digital system

menggunakan prinsip effesiensi menggunakan penyatuan kawasan berbasis digital

sehingga mampu menekan biaya serta memaksimalkan output dan income perusahaan.

Konsep supply chain yang dipadukan dengan integrated digital system akan menjadi

seperti kawasan industri halal dimana pengadaan bahan, pengolahan produk, distribusi, dan

marketing berada dalam satu kawasan yang distandarisasi kehalalannya. Kawasan dengan

paduan integrated digital system dan HSCM disebut sebagai Integrated Halal Zone (IHZ).

IHZ akan mendorong industri halal cepat berkembang. Selain itu, BPJPH dapat dengan

mudah mengawasi standar kehalalan produk dari hulu hingga hilir. Proses kontroling,

pengawasan, dan evaluasi dapat dilakukan dengan cepat dan tidak memakan biaya yang

besar. Sudah saatnya industri halal Indonesia untuk bangkit dan mampu bersaing dengan

negara-negara industri halal terbaik dunia.

SupplierRawMaterial

Manufacturer WholesalerStorage Retailer Consumer

Inbound Phases ProductionPhases Outbound Phases

Halal Procurement HalalManufacturing HalalDistribution HalalLogistic

PhysicalDistributionManagement

BusinessLogistic

HalalCheckPoint

Supplyofgoods

InformationFlowsHalalCheckPoint

Page 71: ³ N 8 N º Õ ã k º ã N 8 È @ Ý 7D43E;E

63

Gambar 5.2

Halal Supply Chain Management

Page 72: ³ N 8 N º Õ ã k º ã N 8 È @ Ý 7D43E;E
Page 73: ³ N 8 N º Õ ã k º ã N 8 È @ Ý 7D43E;E

65

BAB VI

STRATEGI KEMITRAAN USAHA

Penguatan halal value chain (hvc) merupakan salah satu strategi dalam pengembangan ekonomi

syariah khususnya industri halal. Dalam penguatan hvc ini salah satu unsur yang memegang

peranan penting adalah adanya kemitraan usaha dari sektor hulu sampai dengan hilir.

Kemitraan adalah kerja sama dalam keterkaitan usaha baik langsung maupun tidak langsung

antara Usaha Mikro dan atau Usaha Kecil (UMK) dengan Usaha Menengah dan/atau Usaha Besar

disertai pembinaan dan pengembangan oleh Usaha Menengah dan/atau Usaha Besar dengan

memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling mempercayai, saling memperkuat, dan saling

menguntungkan.

Kemitraan dalam pelaksanaannya perlu melibatkan sektor UMKM, dimana dalam salah satu

strategi pengembangan industri halal adalah melalui penguatan UMK. Dalam penguatan UMK

diperlukan strategi yang efektif dan efisien. Strategi tersebut adalah kemitraan usaha, strategi

ini dipergunakan untuk mempersiapkan pelaku bisnis skala UMK agar dapat bersaing dalam

mengembangkan industri halal. Beberapa strategi unggulan, perubahan perilaku, dan sistem

organisasi sebagai pondasi perkembangan kemitraan secara lebih mendasar. Konsep

operasional dari strategi ini selayaknya dapat dilakukan secara simultan oleh semua pelaku

kemitraan termasuk lembaga pemerintah sebagai instansi pembina. Berkaitan dengan hal

tersebut, terdapat beberapa strategi yang perlu dilaksanakan agar kemitraan dapat diwujudkan.

6.1. Strategi Kemitraan

Strategi Kemitraan yang dapat diterapkan antara lain, adalah:

1. Mengembangkan UMK dan koperasi yang mandiri dan kuat.

Melalui upaya sebagai berikut:

a. Pembinaan secara intensif dibidang manajemen usaha.

b. Penyediaan fasilitas sumber dana murah.

c. Pengembangan fungsi kelompok tani/ternak, kelompok pengrajin, dan kelompok

lainnya menjadi suatu unit usaha yang kooperatif.

d. Memberikan peluang usaha yang seluas-luasnya kepada pengusaha skala UMK.

e. Pembinaan kualitas hasil produksi atau jasa yang dihasilkan oleh UMK dengan

mengikuti standar mutu yang berlaku.

f. Penyediaan informasi teknologi, informasi pasar yang mudah dijangkau.

Page 74: ³ N 8 N º Õ ã k º ã N 8 È @ Ý 7D43E;E

66

2. Memacu penerapan peraturan yang terkait dengan industri halal, UMK dan

kemitraan.

Peraturan tersebut antara lain: Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta

Kerja (UU Cipta Kerja), Undang-Undang terkait dengan Usaha Mikro, Kecil dan

Menengah (UU UMKM), Undang-Undang Jaminan Produk Halal (UU JPH) dan Peraturan

Pemerintah Tentang Kemitraan. Penerapan Undang-undang terkait dengan UMKM dan

Peraturan Pemerintah Tentang Kemitraan ini menjadi sangat penting dalam

mendorong tumbuh dan berkembangnya UMK dan Koperasi.

Melalui upaya sebagai berikut:

a. Sosialisasi UU Cipta Kerja, UU UMKM, UU JPH dan Peraturan Pemerintah Tentang

Kemitraan melalui berbagai kesempatan seperti: seminar, diskusi, media massa

dan lainnya.

b. Menyiapkan perangkat operasional berupa petunjuk teknis pelaksanaan.

c. Menyiapkan sumber daya manusia yang bertugas memberikan informasi dan

penjelasan tentang Peraturan Pemerintah.

d. Memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan kemitraan tersebut serta mengetahui

kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan program kemitraan.

3. Memantapkan kelembagaan kemitraan.

Strategi ini dimaksudkan untuk mewujudkan kelembagaan kemitraan usaha kedua

belah pihak yang harus dibangun dan dipersiapkan melalui proses terencana dan

berkelanjutan.

Melalui upaya sebagai berikut:

a. Pengembangan pola-pola kemitraan yang mudah diimplementasikan.

b. Menyiapkan pedoman pembinaan kemitraan usaha yang dapat dijadikan sebagai

bahan acuan bagi instansi pembina dan pelaku kemitraan.

c. Mengembangkan konsultan pelayanan kemitraan yang dapat menghubungkan

antara UMK dengan usaha menengah atau usaha besar.

d. Pengembangan pola pembinaan kemitraan melalui beberapa tahapan berikut:

1) Melakukan identifikasi potensi masalah dan peluang.

2) Melakukan pendekatan kepada pengusaha.

3) Merumuskan kegiatan pembinaan.

4) Mengadakan temu usaha dan konsultasi yang teratur dan konsisten sehingga

dapat terlaksana kemitraan dengan prinsip bisnis dan sinergi yang saling

menguntungkan.

Page 75: ³ N 8 N º Õ ã k º ã N 8 È @ Ý 7D43E;E

67

4. Meningkatan aspek manajemen

Keberhasilan suatu kemitraan perlu didukung oleh meningkatkan kemampuan UMK

dalam aspek manajemen. Upaya yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:

a. Bantuan yang berkaitan dengan aspek pemasaran.

b. Bantuan penyusunan studi kelayakan.

c. Sistem dan prosedur organisasi dan manajemen.

d. Menyediakan tenaga konsultan dan advisor.

5. Meningkatkan kemampuan sumberdaya manusia.

Keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan kemitraan sangat ditentukan oleh factor

kemampuan sumberdaya manusianya terutama dalam menerapkan strategi bisnis

yang telah ditetapkan. Kemampuan para pelaku bisnis untuk menguasai teknologi,

manajemen, informasi pasar dan lain sebagainya.

Melalui upaya sebagai berikut:

a. Peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan melalui perbaikan, penyesuaian

kurikulum dan silabus, menata kelembagaan, penyediaan sarana-prasarana yang

cukup memadai, dan peningkatan kualitas SDM tenaga pengajar, serta

meningkatkan manajemen pengolahannya.

b. Pengembangan lembaga inkubator dan magang dengan penerapan kurikulum

terpadu yang dapat diterapkan dan berada dalam dunia nyata usaha.

c. Meningkatkan ketrampilan dan kemampuan, tenaga penyuluh, pendamping,

fasilitator melalui pelatihan khusus dan studi banding diberbagai wilayah.

6. Menerapkan teknologi, standarisasi, dan akreditasi.

Pemanfaatan, pengembangan dan penguasaan teknologi, standarisasi, akreditasi

merupakan langkah yang tidak terpisahkan dari upaya untuk mengembangkan

kemitraan. Peran utama dari teknologi semakin nyata terlihat jelas bila dikaitkan dengan

peningkatan produksi dan produktivitas, sedangkan penerapan standarisasi dan

akreditasi akan menjamin peningkatan kualitas, kuantitas dan harga.

a. Bidang Teknologi, upaya yang dilakukan:

1) Mengembangkan lembaga penelitian dan pengembangan, agar senantiasa

menemukan dan menghasilkan teknologi yang dapat diaplikasikan.

2) Pengembangan teknologi pengolahan, penyimpanan, pengemasan dan

distribusi agar tercipta jaringan dari hulu ke hilir yang efisien dan memenuhi

kriteria halal sehingga menghasilkan nilai tambah yang cukup tinggi.

Page 76: ³ N 8 N º Õ ã k º ã N 8 È @ Ý 7D43E;E

68

3) Adanya sosialisasi kepada pelaku bisnis mengenai perkembangan teknologi.

4) Tersedianya sumber daya manusia sebagai penyuluh, mediator dan fasilitator

baik disiapkan oleh pemerintah maupun masyarakat, swasta, dan LSM.

5) Membantu perbaikan sistem produksi dan kontrol kualitas.

6) Membantu pengembangan disain dan rekayasa produk.

7) Membantu meningkatkan efisiensi pengadaan bahan baku.

b. Bidang Standarisasi dan Akreditasi, upaya yang dilakukan:

1) Perumusan standar untuk hasil pertanian, komoditi industri dan perdagangan

dan pedoman pembinaan mutu melalui penyusunan pedoman dan standar

nasional berdasarkan sistem jaminan mutu yang berkembang secara

internasional.

2) Pengembangan dan akreditasi lembaga pengawasan mutu melalui

pengadaan laboratorium penguji dan pengawasan terhadap lembaga-

lembaga sertifikasi (lembaga sertifikasi sistem mutu, produk/jasa, dan

personil).

3) Sosialisasi standarisasi agar masyarakat mengerti akan mutu produk sehingga

terjamin hubungannya dengan kesehatan dan kelestarian lingkungan.

4) Mempermudah birokrasi pengajuan standarisasi dan akreditasi yang diajukan

oleh setiap pelaku bisnis.

7. Membangun akses pasar dan informasi pasar.

Akses pasar dan informasi pasar merupakan dua hal yang penting yang saling berkait

dan mutlak harus dikuasasi oleh pelaku kemitraan. Tanpa akses pasar yang baik

sangatlah mustahil untuk mendapatkan nilai tambah dari produk yang dihasilkan.

Sebaliknya tanpa informasi pasar yang jelas dan akurat mengenai jumlah, kualitas dan

harga dari suatu barang pasti akan menimbulkan distorsi yang mungkin saja dapat

menimbulkan perselisihan bagi pelaku kemitraan.

Melalui upaya sebagai berikut:

a. Pengembangan pasar internasional melalui promosi, penyebaran informasi, temu

usaha di tingkat internasional.

b. Pengembangan pasar domestik.

c. Pengembangan informasi produk.

d. Memberikan bantuan informasi pasar.

e. Membantu melakukan identifikasi pasar dan perilaku konsumen.

f. Membantu peningkatan mutu produk dan nilai tambah kemasan.

Page 77: ³ N 8 N º Õ ã k º ã N 8 È @ Ý 7D43E;E

69

8. Mendorong pengembangan investasi dan permodalan.

Kurangnya investasi dan modal menyebabkan lemahnya posisi tawar khususnya bagi

UMK. Strategi yang dilakukan dalam mendorong pengembangan investasi dan

permodalan yang seyogyanya ditujukan untuk keberpihakan pemerintah kepada UMK.

Dengan keberpihakan ini diharapkan akan meningkatkan posisi tawar dari sebagian

besar UMK.

Melalui upaya sebagai berikut:

a. Menyediakan informasi potensi dan peluang usaha yang diperlukan dalam

pengembangan investasi oleh pelaku kemitraan.

b. Pemanfaatan dan pengembangan secara optimal sumber-sumber permodalan

melalui penyempurnaan peraturan dan kebijakan.

c. Memperluas sumber pendanaan berupa pembiayaan perbankan, Lembaga

Keuangan Nonbank, modal ventura, dana dari penyisihan keuntungan BUMN

dengan bagi hasil terjangkau dan prosedur yang sederhana.

d. Sosialisasi informasi mengenai akses permodalan kepada para pelaku bisnis.

9. Memaksimalkan peran dan keterlibatan pengelola Kawasan Industri Halal (KIH)

Sebagai salah satu pihak yang terlibat dalam pengembangan industri halal di

Indonesia. KIH diharapkan berperan aktif dapat memberikan kontribusi sebagai filter

dalam memberikan persyaratan kepada tenan agar wajib memiliki program kemitraan

dengan UMK yang terdapat disekitar KIH.

6.2. Langkah Penerapan Kemitraan Usaha

Dalam mewujudkan kemitraan usaha, kita perlu memperhatikan dan melakukan hal-hal

sebagai berikut:

1. Pelaksanaan kemitraan berdasarkan pada strategi dasar yaitu hubungan kemitraan

yang memiliki keterkaitan usaha, kemitraan yang tidak memiliki keterkaitan usaha dan

penciptaan pelaku bisnis baru.

2. Implementasi gerakan kemitraan dengan langkah-langkah, sebagai berikut:

a. Penetapan komitmen kemitraan oleh usaha besar/menengah.

b. Identifikasi peluang kemitraan oleh usaha besar/menengah.

c. Sosialisasi program kemitraan usaha.

d. Publikasi program dan hasil-hasil kemitraan.

e. Monitoring pelaksanaan kemitraan

3. Perumusan sasaran gerakan kemitraan.

Page 78: ³ N 8 N º Õ ã k º ã N 8 È @ Ý 7D43E;E

70

Sasaran kemitraan adalah dunia usaha secara keseluruhan. Pola kemitraan yang

dikembangkan dapat berbeda menurut sektornya masing-masing. Beberapa pola yang

selama ini telah dijalankan adalah:

a. Sektor pertanian menggunakan pola inti plasma.

b. Sektor industri manufaktur menggunakan pola sub-kontrak.

c. Sektor perdagangan dan jasa kita menggunakan pola kemitraan waralaba dan

keagenan.

Dan tidak menutup kemungkinan tumbuhnya pola-pola kemitraan di luar pola-pola

yang telah ada

6.3. Pola Kemitraan Usaha

Kemitraan antara UMK dengan usaha menengah dan usaha besar disertai pembinaan dan

pengembangan oleh usaha menengah dan atau usaha besar dengan memperhatikan

prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan. Pola Kemitraan

dalam rangka keterkaitan usaha diselenggarakan melalui pola-pola yang sesuai dengan

sifat dan tujuan usaha yang dimitrakan dengan diberikan peluang kemitraan seluas-luasnya

kepada UMK oleh Pemerintah dan dunia usaha.

1. Pola Inti Plasma

Dalam pola inti plasma, usaha besar dan usaha menengah sebagai inti membina dan

mengembangkan KUMK yang menjadi plasmanya dalam:

a. Penyediaan dan penyiapan lahan.

b. Penyediaan sarana produksi.

c. Pemberian bimbingan teknis manajemen usaha dan produksi.

d. Perolehan, penguasaan dan peningkatan teknologi yang diperlukan.

e. Pembiayaan.

f. Pemberian bantuan lainnya yang diperlukan bagi peningkatan efisiensi dan

produktivitas usaha.

2. Pola Sub Kontrak

Dalam pola sub kontrak, kemitraan antara UMK dengan usaha menengah dan usaha

besar disertai pembinaan dan pengembangan oleh Usaha Menengah dan atau Usaha

Besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan

saling menguntungkan. Pola Kemitraan dalam rangka keterkaitan usaha

diselenggarakan melalui pola-pola yang sesuai dengan sifat dan tujuan usaha yang

dimitrakan dengan diberikan peluang kemitraan seluas-luasnya kepada UMK, oleh

Pemerintah dan dunia usaha. Dalam hal kemitraan usaha besar dan atau usaha

Page 79: ³ N 8 N º Õ ã k º ã N 8 È @ Ý 7D43E;E

71

menengah dengan usaha kecil berlangsung dalam rangka sub kontrak untuk

memproduksi barang dan atau jasa, usaha besar atau usaha menengah memberikan

bantuan berupa:

a. Kesempatan untuk mengerjakan sebagian produksi dan atau komponen.

b. Kesempatan yang seluas-luasnya dalam memperoleh bahan baku yang

diproduksinya secara berkesinambungan dengan jumlah dan harga yang wajar.

c. Bimbingan dan kemampuan teknis produksi atau manajemen.

d. Perolehan, penguasaan dan peningkatan teknologi yang diperlukan

e. Pembiayaan.

3. Pola Keagenan

Dalam kegiatan perdagangan pada umumnya, kemitraan antara usaha besar dan atau

usaha menengah dengan KUMK dapat berlangsung dalam bentuk kerjasama

pemasaran, penyediaan lokasi usaha, atau penerimaan pasokan dari UMK mitra

usahanya untuk memenuhi kebutuhan yang diperlukan oleh usaha besar dan atau

usaha menengah yang bersangkutan. Dengan memperhatikan pemenuhan kebutuhan

barang dan jasa yang diperlukan oleh usaha besar atau usaha menengah dilakukan

dengan mengutamakan pengadaan hasil produksi KUMK dengan cara langsung dan

terbuka. Untuk lebih mendorong terwujudnya kemitraan antara usaha besar dan usaha

menengah dengan UMK, terhadap kemitraan yang berlangsung diberikan perlakuan

tambahan sebagai berikut:

a. Pengutamaan kesempatan dalam pelaksanaan pengadaan barang atau jasa yang

diperlukan Pemerintah

b. Kelonggaran dalam hal-hal tertentu untuk memanfaatkan bidang usaha yang

dialokasikan untuk UMK

c. Pengeluaran dalam rangka pembinaan dan pengembangan kemitraan

diperhitungkan sebagai biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto

dalam rangka penentuan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi usaha besar dan

usaha menengah yang bersangkutan.

4. Hak dan Kewajiban

a. Usaha besar dan usaha menengah yang melaksanakan kemitraan mempunyai hak

untuk mengetahui kinerja kemitraan UMK mitra binaannya. UMK yang bermitra

mempunyai hak untuk memperoleh pembinaan dan pengembangan dari usaha

besar dan usaha menengah mitranya dalam satu aspek atau lebih tentang

pemasaran, sumber daya manusia, permodalan, manajemen dan teknologi.

Page 80: ³ N 8 N º Õ ã k º ã N 8 È @ Ý 7D43E;E

72

b. Usaha besar dan usaha menengah yang melaksanakan kemitraan dengan KUMK

berkewajiban untuk:

1) Memberikan informasi peluang kemitraan.

2) Memberikan informasi kepada Pemerintah mengenai perkembangan

pelaksanaan kemitraan.

3) Menunjuk penanggung jawab kemitraan.

4) Mematuhi dan melaksanakan ketentuan-ketentuan yang telah diatur dalam

perjanjian kemitraan.

5) Melakukan pembinaan kepada mitra binaannya dalam satu atau lebih aspek.

6) Memberikan informasi tentang pelaksanaan kemitraan kepada

Kementerian/Lembaga teknis terkait.

c. UMK yang melaksanakan kemitraan dengan usaha besar dan atau menengah

berkewajiban untuk:

1) Meningkatkan kemampuan manajemen dan kinerja usahanya secara

berkelanjutan, sehingga lebih mampu melaksanakan kemitraan dengan usaha

besar atau usaha menengah.

2) Memanfaatkan dengan sebaik-baiknya berbagai bentuk pembinaan dan

bantuan yang diberikan oleh usaha besar dan atau usaha menengah.

Page 81: ³ N 8 N º Õ ã k º ã N 8 È @ Ý 7D43E;E

73

Model Kemitraan dalam Membangun Keunggulan Kompetitif UMK

Gambar 6.1

Inventarisasi

1. Aspek Distributif2. Aspek Efisiensi3. Aspek Risiko dan

Ketidakpastian

Identifikasi Kriteria

1. Tujuan2. Manfaat3. Kekuatan

4. Kelemahan5. Persepsi

6. Rule7. Core Business8. Hak dan

Kewajiban9. Transparansi

10. Job Description

Aliansi Strategis

UMK

1. Kelembagaan danManajemen

2. Aspek

Bisnis/Usaha

UsahaBesar

1. Kelembagaan danManajemen

2. Aspek

Bisnis/Usaha

1. Manajemen2. Investasi3. Bisnis/Usaha

Page 82: ³ N 8 N º Õ ã k º ã N 8 È @ Ý 7D43E;E
Page 83: ³ N 8 N º Õ ã k º ã N 8 È @ Ý 7D43E;E

75

BAB VII

REKOMENDASI KEBIJAKAN

Pemberdayaan dan kemitraan usaha masyarakat khususnya UMK, yang berada di sekitar

Kawasan Industri Halal (KIH) atau yang menjadi pendukung/pemasok bagi operasionalisasi

industri berskala besar di dalam KIH, merupakan isu kebijakan yang penting untuk dikaji agar

pengembangan UMK dengan pola kemitraan di dalam KIH mampu mengoptimalkan potensi

daerah dan meningkatkan daya saing usaha melalui pelibatan UMKM dalam rantai nilai industri.

Strategi kemitraan usaha diharapkan dapat menjadi pendorong pengembangan industri halal di

KIH sehingga terwujudnya halal value chain yang dapat menjadi komponen penting dalam

mendorong perkembangan ekonomi syariah dan perekonomian nasional, ekosistem yang baik,

integratif dan efisien sangat penting untuk dikembangkan. Ekosistem yang dimaksud adalah

sistem yang menyambungkan rantai nilai halal secara menyeluruh. Ekosistem tersebut juga

harus mampu menghubungkan seluruh komponen inti dan pendukung industri halal dari hulu ke

hilir.

Di samping pelaku inti atau dunia usaha dari berbagai klaster yang sudah dibahas sebelumnya,

bagian yang juga penting dalam ekosistem ekonomi syariah ini adalah sistem pendukung yang

terdiri dari literasi (terkait dengan pengetahuan, kesadaran dan edukasi publik), sumber daya

manusia, riset dan pengembangan, serta fatwa, regulasi dan tata kelola. Seluruh fungsi ini

sangat krusial dalam meningkatkan kapasitas dan skala ekonomi syariah dan industri halal

nasional, sehingga pada akhirnya mampu mewujudkan visi menjadikan Indonesia sebagai pusat

ekonomi syariah dunia.

Berdasarkan hasil kajian, ada beberapa rekomendasi yang perlu dilakukan oleh Pemerintah

antara lain:

1. Perlu merumuskan suatu Program Kemitraan Usaha dengan skala nasional yang berbasis

pengembangan Kawasan Industri Halal (KIH).

Sebagai langkah awal perlu untuk mendorong penguatan landasan kebijakan yang

dikeluarkan oleh Presiden, dalam hal ini produk regulasi yang dapat mengikat komitmen dan

mensinkronisasi program kegiatan kemitraan usaha yang sudah dan tersebar di

Kementerian/Lembaga terkait, untuk dapat menjadi pedoman bersama dalam pelaksanaan

Program Kemitraan Usaha Nasional guna mempercepat perwujudan peningkatan industri

halal.

Page 84: ³ N 8 N º Õ ã k º ã N 8 È @ Ý 7D43E;E

76

2. Perlu merumuskan sinergi pentahelix (akademisi, badan usaha, komunitas, pemerintah, dan

media) dalam membangun ekosistem industri halal.

3. Perlu harmonisasi hal-hal strategis yang termuat dalam Masterplan Ekonomi Syariah

Indonesia 2019-2024 dengan implementasi program kerja dari Kementerian/Lembaga

berdasarkan pemangku kepentingan dalam setiap peran yang secara spesifik berkontribusi

terhadap pengembangan industri halal.

4. Diperlukan koordinasi dan sinkronisasi program dengan Kementerian/Lembaga dan

Pemerintah Daerah terkait untuk memetakan karakteristik pelaku UMK, sehingga

pelaksanaan program dapat efektif dan efisien.

5. Mendorong lebih banyak program kemitraan dengan pelaku usaha besar melalui

pendekatan public private people partnership dan inklusi bisnis, untuk penguatan UMK

sehingga menghasilkan UMKM yang berkompeten dan berdaya saing. Dalam hal ini

dibutuhkan komitmen kuat dari pihak pelaku usaha besar untuk melibatkan pelaku UMK

sebagai mitra usaha yang menopang kebutuhan core business pelaku usaha besar

(pelibatan dalam rantai nilai bisnis).

6. Mengoptimalkan peran Pemerintah Daerah, BUMN/D, BUMDesa, dan Sektor Swasta dalam

memberikan dukungan program dalam implementasi Kemitraan Usaha.

7. Pelaku UMK dalam kemitraan usaha tidak hanya organisasi masyarakat umum, UMK, dan

kelompok usaha masyarakat perlu diperluas pada pesantren/koperasi pesantren.

8. Perlu pendekatan tematik pengembangan program kemitraan usaha dikaitkan dengan

pengembangan infrastruktur kawasan industri halal yang ada dengan fokus pada

penguatan rantai nilai industri halal dari hulu sampai hilir melalui pembangunan KIH dan

Halal Hub yang disesuaikan dengan keunggulan komparatif daerah tersebut. Program ini

bertujuan untuk mendorong pengembangan kawasan industri halal yang berbasis regional

sesuai dengan karateristik dan keunggulan komparatif masing-masing daerah. Artinya

dalam pembangunan/pengembangan kawasan industri halal salah satu pertimbangannya

adalah daerah tersebut telah memiliki halal hub yang memiliki karakteristik dan comparative

advantage masing-masing daerah unggulan. Program kemitraan usaha didesain sesuai

dengan kebutuhan industri maupun pelaku usaha yang ada di KIH dimaksud.

9. Memperkuat infrastruktur untuk meningkatkan efektivitas dan standarisasi proses

sertifikasi halal di Indonesia (Halal Center, Lembaga Penjamin Halal, perwakilan BPJPH,

Sistem Informasi Halal, dll). Sertifikasi halal akan menjadi faktor yang berkontribusi dalam

keputusan pembelian konsumen.

Page 85: ³ N 8 N º Õ ã k º ã N 8 È @ Ý 7D43E;E

77

10. Program insentif untuk pelaku usaha lokal dan global untuk berinvestasi dalam mendukung

perkembangan hvc secara komprehensif (mulai dari bahan baku, produksi, distribusi dan

promosi). Komponen utama dari industri halal adalah bahan baku. Hingga saat ini, bahan

baku yang digunakan dalam proses produksi sebagian besar masih bersumber dari bahan

baku impor. Indonesia dengan sumber daya alam yang melimpah mampu untuk dapat

menghasilkan bahan baku bagi industri halal. Namun demikian, faktor keterbatasan

penggunaan teknologi dan keterbatasan pendaan menjadi penghambat dari sisi pasokan.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, diperlukan kerjasama dengan pemain besar di

level lokal dan global untuk dapat berinvestasi langsung di Indonesia. Dengan adanya proses

produksi oleh pemain besar di dalam negeri diharapkan dapat meningkatkan output

produksi bahan baku dalam jangka pendek dan dapat mempercepat terjadinya transfer

teknologi dalam jangka panjang. Oleh karena itu, program insentif diperlukan untuk dapat

menarik minat pemain besar, baik di level lokal maupun global, agar berinvestasi langsung

di dalam negeri. Program insentif investasi ini mencakup rantai bahan baku, produksi,

distribusi hingga promosi.

11. Meningkatkan jangkauan melalui sosialisasi/edukasi publik terhadap keberadaan Kawasan

Industri Halal kepada Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota, pelaku usaha besar dan

menengah serta tentunya pelaku usaha mikro dan kecil dan perguruan tinggi.

12. Rekomendasi model bisnis makanan halal berbasis pertanian/peternakan

Gambar 7.1

13. Rekomendasi model bisnis Kawasan Industri Halal

Sebagai salah satu model bisnis yang dapat di adopsi oleh suatu Kawasan Industri Halal

adalah sebagaiman yang terdapat dalam gambar dibawah ini

RoleModeluntuk usaha

lain

StakeholderTerkait

Pelaku UsahaUMK

KelompokUsahaUMK

PenyiapanLahan

Perawatan

Pemanenan

Sortir/Pembersihan

Penimbangan

Pencatatan

Penyimpanan

Pengemasan

PerusahaanMitra

Distribusi

PasarHalal

Global

PasarHalal

Domestik

Penanganan diPertanian/Peternakan

Penanganan diPertanian/Peternakan

Bahan Baku Produksi Proses&Distribusi Pemasaran Konsumen

Page 86: ³ N 8 N º Õ ã k º ã N 8 È @ Ý 7D43E;E

78

Gambar 7.2

BahanBaku

Hulu HilirAntara

Pelatihan KonsultasiRiset &

Pengembangan

SertifikasiHalal

Produksi/Pemotongan/Pengolahan Halal

SertifikasiHalal

BahanBaku

Pengemasan,Penyimpanan danDistribusi Halal

Logistik danDistribusiHalal

Page 87: ³ N 8 N º Õ ã k º ã N 8 È @ Ý 7D43E;E
Page 88: ³ N 8 N º Õ ã k º ã N 8 È @ Ý 7D43E;E

80

DAFTAR PUSTAKA

Ambar Teguh Sulistiyani. 2004. Coopetition Vol. IX, Nomor 1, Maret 2018 53- 66, Kemitraan dan

Model-Model Pemberdayaan. Yogyakarta: Gaya Media.

Anang Hidayat. 2018. Aliansi strategis dalam membangun keunggulan kompetitif usaha kecil

menengah di Indonesia, Strategic alliances to develop a competitive advantage on Small

Medium Enterprises (SMES) in Indonesia, Pusat penelitian sumber daya regional LIPI.

Bank Indonesia. 2019. Laporan Ekonomi dan Syariah Indonesia 2019.

Dandan Irawan. 2014. Pengembangan Kemitraan Koperasi, Usaha Mikro Dan Kecil (KUMK)

Dengan Usaha Menengah/Besar Untuk Komoditi Unggulan Lokal, , Institut Manajemen

Koperasi Indonesia.

Dinar Standar. 2020. State of The Global Economiy Report 2019/2010.

Fitra Lestari, Budi Azwar. 2019. Strategi Rantai Pasok Halal di Malaysia (Proses Bisnis di

Malaysia). Kreasi Edukasi, Pekanbaru.

Irwan Ibrahim, Mohamad Dzulhaizat Mohamad Zawahair, Bibi Masliyana Makhbol Shah, Siti

Balqis Roszalli, Sharifah Farah Syed Abdul Rani, Afizan Amer. 2016. Halal Sustainable

Supply Chain Model: A Conceptual Framework, Operation Management Program,

Faculty of Business and Management, UiTM Puncak Alam, Selangor, Malaysia.

Komite Nasional Ekonomi Keuangan Syariah. 2019, Masterplan Ekonomi Syariah Indonesia

2019-2024.

---------------. 2020 Rencana Implementasi Pengembangan Ekonomi Syariah Indonesia 2020-

2024, Buku 2 – Bidang Pengembangan Ekonomi Syariah dan Industri Halal (1/2).

---------------. 2020. Materi arah kebijakan pengembangan industri halal, Ventje Rahardjo,

Ketua KNEKS, 18 Agustus 2020.

https://cp.co.id/en/company profile PT. Charoen Phokpand Indonesia. Diakses pada tanggal 1

November 2020.

Kementerian Perindustrian, 2020. Materi kebijakan kawasan industri dalam ekosistem ekonomi

syariah dan industri halal, Ir. Ignatius Warsito, MBA-Direktur Perwilayahan Industri,

Direktorat Jenderal Ketahanan, Perwilayahan dan Akses Industri Internasional, 18

Agustus 2020.

Page 89: ³ N 8 N º Õ ã k º ã N 8 È @ Ý 7D43E;E

81

---------------. 2020. Materi kebijakan pengembangan kawasan industri halal dan upaya

pemberdayaan IKM, Ir. Ignatius Warsito, MBA-Direktur Perwilayahan Industri, Direktorat

Jenderal Ketahanan, Perwilayahan dan Akses Industri Internasional, 10 November 2020.

Pemerintah Republik Indonesia. 2020. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta

Kerja.

---------------. 2014. Undang-Undang No. 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal.

---------------. 2008. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan

Menengah.

Slamet Purwo Santoso. 2001. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemitraan Usaha Penanaman

Modal Asing (PMA) dengan Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Jakarta.

Talib et al., 2015. Halal Supply Chain Critical Success Factors: A Literature Review. Journal of

Islamic Marketing.

Page 90: ³ N 8 N º Õ ã k º ã N 8 È @ Ý 7D43E;E

Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Digital, Ketenagakerjaan, dan UMKM

KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIANJalan Lapangan Banteng Timur No 2-4

Jakarta Pusat 10710