... GAS PENGOTOR HIDROGEN SULFIDA DAN ...2.1 Gas Sweetening Gas alam yang masih mengandung H 2 S, CO...

16
Fikar Cita (12206042) 1 STUDI SENSITIVITAS KONSENTRASI LARUTAN METHYLDIETHANOLAMINE UNTUK PROSES PENGHILANGAN GAS PENGOTOR HIDROGEN SULFIDA DAN PENGOLAHAN LIMBAH SULFUR PADA LAPANGAN GAS X Fikar Cita* Tutuka Ariadji ** Abstract Hydrogen Sulfide (H 2 S) is one of gas impurities that often occurs in natural gas. H 2 S is a corrosive and toxic gas. This gas can poses serious health and operational hazard. One of method that used in removal H 2 S is an amine absorption. The type of amine solution that often used is methyldiethanolamine (MDEA). In MDEA based gas sweetening unit, removal of H 2 S carried out in the amine absorber using counter-current principle. Due to the existing of H 2 S and CO 2 , removal of H 2 S is accompanied by absorption of CO 2 by MDEA. For regeneration, MDEA is heated in amine regenerator where H 2 S and CO 2 are liberated as acid gas. Basically, this study revealed the relationship of changing the concentration of MDEA will change its ability to overcome the variation of H 2 S concentration. The decreasing of MDEA concentration will increase the ability of MDEA to absorp the H 2 S. But, this process will decrease the ability of MDEA to absorp the CO 2 . Then after the regeneration process of MDEA there will be less of dissolved CO 2 in MDEA. The decreases of dissolved CO 2 in MDEA will increase the ability of MDEA to cope with varying concentrations of H 2 S. Hence, maintaining the concentration of MDEA in optimum condition will generate the effective absorption or removal of H 2 S. Off gas from gas sweetening process then processed in sulfur recovery unit so that the off gas is safe for environment. Several method is used in sulfur recovery unit such as LOCAT, SulFerox, Shell-Paques, and Sulfinol. In this study, LOCAT is used as sulfur recovery unit because it has the best efficiency in the process. Keywords: hydrogen sulfide, amine absorption, methyldiethanolamine, sulfur recovery unit Sari Hidrogen sulfida (H 2 S) merupakan salah satu zat pengotor yang sering terdapat di dalam gas. H 2 S bersifat beracun dan korosif yang dapat membahayakan kesehatan dan keselamatan kerja. Salah satu metode yang digunakan untuk mengurangi konsentrasi H 2 S dari gas adalah metode absorpsi amina. Jenis larutan amina yang paling sering digunakan adalah metildietanolamina atau MDEA. Dalam proses gas sweetening yang menggunakan MDEA, pengurangan konsentrasi H 2 S terjadi di dalam amine absorber dengan menggunakan prinsip counter current. Karena dalam sour gas terdapat H 2 S dan CO 2 , pengurangan konsentrasi H 2 S akan diikuti juga dengan penyerapan CO 2 oleh MDEA. Untuk regenerasinya, MDEA akan dipanaskan di amine regenerator dimana H 2 S dan CO 2 akan dilepaskan menjadi gas asam. Pada dasarnya, studi ini mempelajari bagaimana pengaruh perubahan konsentrasi MDEA terhadap kemampuannya untuk menanggulangi konsentrasi H 2 S yang bervariasi. Penurunan konsentrasi MDEA akan meningkatkan penyerapan atau selektivitas MDEA terhadap H 2 S. Dimana proses ini akan mengurangi penyerapan CO 2 yang nantinya akan mempengaruhi kondisi regenerasi dari MDEA. Hasil regenerasi MDEA menunjukkan penurunan konsentasi CO 2 terlarut di dalam MDEA. Penurunan konsentrasi CO 2 terlarut di MDEA akan meningkatkan kemampuan MDEA untuk menanggulangi konsentrasi H 2 S yang bervariasi. Oleh karena itu, mempertahankan konsentrasi MDEA pada konsentrasi yang optimal akan memberikan penyerapan H 2 S yang efektif. Gas keluaran dari proses gas sweetening kemudian diolah kembali dalam sistem pengolahan limbah sulfur. Hal ini dilakukan agar gas keluaran ini aman bagi lingkungan. Beberapa metode sistem pengolahan limbah sulfur antara lain metoda LOCAT, SulFerox, Shell-paques, dan Sulfinol. Dalam studi ini akan digunakan metode LOCAT untuk sistem pengolahan limbah sulfur karena memiliki nilai efisiensi yang paling tinggi. Kata Kunci: hidrogen sulfida, absorpsi amina, metildietanolamina, sistem pengolahan limbah sulfur *) Mahasiswa Program Studi Teknik Perminyakan Institut Teknologi Bandung **)Dosen Pembimbing, Program Studi Teknik Perminyakan Institut Teknologi Bandung

Transcript of ... GAS PENGOTOR HIDROGEN SULFIDA DAN ...2.1 Gas Sweetening Gas alam yang masih mengandung H 2 S, CO...

Page 1: ... GAS PENGOTOR HIDROGEN SULFIDA DAN ...2.1 Gas Sweetening Gas alam yang masih mengandung H 2 S, CO 2, dan senyawa asam lainnya disebut sour gas, sedangkan ... Sehingga, perlu pengolahan

Fikar Cita (12206042) 1

STUDI SENSITIVITAS KONSENTRASI LARUTAN METHYLDIETHANOLAMINE

UNTUK PROSES PENGHILANGAN GAS PENGOTOR HIDROGEN SULFIDA

DAN PENGOLAHAN LIMBAH SULFUR PADA LAPANGAN GAS X

Fikar Cita*

Tutuka Ariadji **

Abstract

Hydrogen Sulfide (H2S) is one of gas impurities that often occurs in natural gas. H2S is a corrosive and toxic

gas. This gas can poses serious health and operational hazard. One of method that used in removal H2S is an

amine absorption. The type of amine solution that often used is methyldiethanolamine (MDEA). In MDEA

based gas sweetening unit, removal of H2S carried out in the amine absorber using counter-current principle.

Due to the existing of H2S and CO2, removal of H2S is accompanied by absorption of CO2 by MDEA. For

regeneration, MDEA is heated in amine regenerator where H2S and CO2 are liberated as acid gas.

Basically, this study revealed the relationship of changing the concentration of MDEA will change its ability to

overcome the variation of H2S concentration. The decreasing of MDEA concentration will increase the ability of

MDEA to absorp the H2S. But, this process will decrease the ability of MDEA to absorp the CO2. Then after the

regeneration process of MDEA there will be less of dissolved CO2 in MDEA. The decreases of dissolved CO2 in

MDEA will increase the ability of MDEA to cope with varying concentrations of H2S. Hence, maintaining the

concentration of MDEA in optimum condition will generate the effective absorption or removal of H2S.

Off gas from gas sweetening process then processed in sulfur recovery unit so that the off gas is safe for

environment. Several method is used in sulfur recovery unit such as LOCAT, SulFerox, Shell-Paques, and

Sulfinol. In this study, LOCAT is used as sulfur recovery unit because it has the best efficiency in the process.

Keywords: hydrogen sulfide, amine absorption, methyldiethanolamine, sulfur recovery unit

Sari

Hidrogen sulfida (H2S) merupakan salah satu zat pengotor yang sering terdapat di dalam gas. H2S bersifat

beracun dan korosif yang dapat membahayakan kesehatan dan keselamatan kerja. Salah satu metode yang

digunakan untuk mengurangi konsentrasi H2S dari gas adalah metode absorpsi amina. Jenis larutan amina yang

paling sering digunakan adalah metildietanolamina atau MDEA. Dalam proses gas sweetening yang

menggunakan MDEA, pengurangan konsentrasi H2S terjadi di dalam amine absorber dengan menggunakan

prinsip counter current. Karena dalam sour gas terdapat H2S dan CO2, pengurangan konsentrasi H2S akan

diikuti juga dengan penyerapan CO2 oleh MDEA. Untuk regenerasinya, MDEA akan dipanaskan di amine

regenerator dimana H2S dan CO2 akan dilepaskan menjadi gas asam.

Pada dasarnya, studi ini mempelajari bagaimana pengaruh perubahan konsentrasi MDEA terhadap

kemampuannya untuk menanggulangi konsentrasi H2S yang bervariasi. Penurunan konsentrasi MDEA akan

meningkatkan penyerapan atau selektivitas MDEA terhadap H2S. Dimana proses ini akan mengurangi

penyerapan CO2 yang nantinya akan mempengaruhi kondisi regenerasi dari MDEA. Hasil regenerasi MDEA

menunjukkan penurunan konsentasi CO2 terlarut di dalam MDEA. Penurunan konsentrasi CO2 terlarut di

MDEA akan meningkatkan kemampuan MDEA untuk menanggulangi konsentrasi H2S yang bervariasi. Oleh

karena itu, mempertahankan konsentrasi MDEA pada konsentrasi yang optimal akan memberikan penyerapan

H2S yang efektif.

Gas keluaran dari proses gas sweetening kemudian diolah kembali dalam sistem pengolahan limbah sulfur. Hal

ini dilakukan agar gas keluaran ini aman bagi lingkungan. Beberapa metode sistem pengolahan limbah sulfur

antara lain metoda LOCAT, SulFerox, Shell-paques, dan Sulfinol. Dalam studi ini akan digunakan metode

LOCAT untuk sistem pengolahan limbah sulfur karena memiliki nilai efisiensi yang paling tinggi.

Kata Kunci: hidrogen sulfida, absorpsi amina, metildietanolamina, sistem pengolahan limbah sulfur

*) Mahasiswa Program Studi Teknik Perminyakan – Institut Teknologi Bandung

**)Dosen Pembimbing, Program Studi Teknik Perminyakan – Institut Teknologi Bandung

Page 2: ... GAS PENGOTOR HIDROGEN SULFIDA DAN ...2.1 Gas Sweetening Gas alam yang masih mengandung H 2 S, CO 2, dan senyawa asam lainnya disebut sour gas, sedangkan ... Sehingga, perlu pengolahan

Fikar Cita (12206042) 2

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gas alam merupakan sumber daya alam yang

terdiri dari senyawa hidrokarbon (CxHy) dan

komponen non-hidrokarbon lainnya seperti N2, O2,

CO2, H2S, COS, RSH, dan lain-lain. Gas alam

merupakan gas nyata sehingga persamaan gas ideal

tidak dapat digunakan untuk perhitungan karena

kondisinya jauh dari keadaan ideal. Untuk itu,

suatu koreksi dilakukan terhadap volume gas pada

keadaan tekanan dan temperatur reservoir dengan

volume gas pada keadaan ideal atau standar yang

dinamakan sebagai faktor deviasi gas atau Z-factor.

Harga Z-factor dipengaruhi oleh tekanan,

temperatur, dan komposisi gas. Gas alam yang

dihasilkan di permukaan dikelompokkan menjadi

dua kategori:

Associated gas, yakni gas yang terproduksi

sebagai produk ikutan dari minyak bumi yang

terproduksi, dan

Non-associated Gas, yakni gas yang

terproduksi bukanlah sebagai produk ikutan

dari minyak bumi yang terproduksi,

melainkan memang sebagai produk utama

dari suatu reservoir

Kelompok yang kedua ini, walaupun di dalam

reservoir terbentuk dalam satu fasa, mungkin di

permukaan berubah menjadi gas dan cairan. Kadar

cairan menjadi patokan kasar pembagian lebih

lanjut dari non – associated gas menjadi gas kering

dan gas basah (kondensat). Gas disebut kering bila

GOR > 100000 scf/stb, sebaliknya apabila GOR

berkisar 70000 – 100000 scf/stb maka disebut

sebagai gas basah. Klasifikasi yang tepat baru

diperoleh dari diagram fasa dari fluida reservoir.

Gambar 1. Contoh Diagram Fasa(1)

1.1.1 Sifat – sifat Gas Ideal

Suatu gas ideal adalah fluida yang :

a. Memiliki volume dari molekul relative dapat

diabaikan dibandingkan dengan volume dari

fluida secara menyeluruh.

b. Tidak memiliki gaya tarik atau gaya tolak antara

sesame molekul atau antara molekul dengan

dinding dari tempat dimana gas itu berada.

c. Semua tubrukan dari molekul bersifat elastik

murni, yang berarti tidak ada kehilangan energy

dalam akibat tubrukan tadi.

Dasar untuk menggambarkan suatu gas ideal

datang dari percobaan – percobaan yang kemudian

dikenal sebagai hukum – hukum gas.(2)

a. Hukum Boyle

Mengatakan bahwa perubahan volume dari

suatu gas ideal berbanding terbalik dengan

tekanan pada temperature konstan.

(1)

b. Hukum Charles

Mengatakan bahwa perubahan volume

sebanding dengan perubahan temperature pada

tekanan yang konstan.

(2)

c. Hukum Avogadro

Mengatakan bahwa pada kondisi tekanan dan

temperature yang sama suatu gas ideal dengan

volume yang sama akan mempunyai jumlah

molekul yang sama.

Dari gabungan ketiga hukum di atas maka didapat

suatu persamaan kesetimbangan,

(3)

1.1.2 Sifat – sifat Gas Nyata

Beberapa asumsi telah digunakan untuk

memformulasikan persamaan kesetimbangan untuk

gas ideal. Namun asumsi tersebut tidak tepat untuk

gas yang berada pada kondisi jauh dari kondisi

ideal atau standar. Untuk menanggulangi hal

tersebut digunakan suatu koreksi yang dinamakan

sebagai faktor deviasi gas (Z). Faktor deviasi gas

didefinisikan sebagai perbandingan antara volume

gas pada keadaan tekanan dan temperature

sebenarnya dibagi dengan volume gas pada

keadaan ideal atau standar.

atau (4)

Persamaan kesetimbangan menjadi

(5)

Dimana untuk gas ideal harga Z = 1.

Harga faktor deviasi gas tergantung dari perubahan

tekanan, temperature atau komposisi gas. Gambar

2. (Z vs P) menunjukkan Z yang umum terhadap

tekanan untuk suatu temperature dan komposisi gas

tertentu.

Page 3: ... GAS PENGOTOR HIDROGEN SULFIDA DAN ...2.1 Gas Sweetening Gas alam yang masih mengandung H 2 S, CO 2, dan senyawa asam lainnya disebut sour gas, sedangkan ... Sehingga, perlu pengolahan

Fikar Cita (12206042) 3

Gambar 2. Z-faktor vs P(3)

1.1.3 Komposisi Gas Alam

Sebelum gas alam diproses, komposisi dari gas

alam terlebih dahulu dianalisis. Hal ini dilakukan

karena data komposisi fluida sangat diperlukan

untuk perancangan Fasilitas Permukaan. Komposisi

dari suatu campuran gas alam diekspresikan

sebagai fraksi mol, fraksi volume atau fraksi berat

dari setiap komponen. Atau dapat juga

diekspresikan sebagai persen mol, persen volume,

dan persen berat.

Fraksi mol, , didefinisikan sebagai :

(6)

sehingga berat molekul total untuk suatu campuran

adalah

(7)

Fraksi volume, , didefinisikan sebagai:

(8)

Fraksi berat, , didefinisikan sebagai:

(9)

1.1.4 Gas Ikutan

Gas alam yang diproduksikan dari suatu reservoir

gas mengandung berbagai macam komponen

hidrokarbon ringan dan hidrokarbon yang lebih

berat, serta komponen non-hidrokarbon, dengan

komponen utama yaitu metana.

Gas alam yang masih mengandung pengotor

(impurities) memerlukan penanganan tertentu

sebelum dijual sehingga memenuhi spesifikasi

yang telah ditetapkan. Spesifikasi gas jual (sales

gas) dapat dinyatakan berdasarkan komposisi, sifat

hidrokarbon, dan nilai kalor dari gas yang

terproduksi. Pemilihan rancangan dan sistem

pengoperasian yang dibutuhkan untuk proses

penghilangan impurities CO2 dan H2S bergantung

pada sifat fluida reservoir.

Komponen gas ikutan atau impurities dari gas alam

seperti karbon dioksida (CO2) dan hidrogen sulfida

(H2S) harus dihilangkan dengan cara menurunkan

konsentrasinya agar dapat diterima oleh pihak

pembeli gas. Spesifikasi produk jual gas yang

berlaku yakni < 4 ppm-mol H2S dan 5%-mol CO2.

Komponen gas ikutan ini dikenal dengan istilah gas

asam atau acid gas. CO2 dapat bereaksi dengan air

membentuk asam karbonat (H2CO3), sedangkan

H2S dapat bereaksi dengan air membentuk asam

sulfat (H2SO4).

Salah satu contoh gas pengotor ialah hydrogen

sulfide atau biasa disebut H2S. Hidrogen sulfida

merupakan jenis gas yang sangat beracun, tidak

terlihat dan dapat menyebabkan ledakan. Formula

kimia dari gas ini adalah H2S. Hidrogen Sulfida

memiliki bau menyerupai telur busuk, dan pada

konsentrasi yang tinggi dapat menyebabkan

kematian yang cepat. Tabel 1. menunjukkan akibat

yang akan ditimbulkan oleh H2S dalam berbagai

konsentrasi.

Tabel 1. Toksisitas Hidrogen Sulfida(4)

PPM 0-2 min 2-15 min 15-30 min

5-100 - - -

100-150 - Batuk , Iritasi pada

mata

Gangguan pada

pernapasan dan

sakit pada mata

150-200 - Kehilangan

kemampuan indra

pembau

Iritasi pada

tenggorokkan dan

mata

250-350 - Iritasi mata,

kehilangan

kemampuan indra

pembau

Iritasi pada mata

350-450 - Kehilangan

kemampuan

membau

Kesulitan bernapas

500-600 Batuk,

Kolaps

Gangguan

pernapasan,

Kolaps

Iritasi serius pada

mata, light shy,

Memungkinkan

terajadinya

kematian

>600 Tidak

sadar

Kematian Kematian

Page 4: ... GAS PENGOTOR HIDROGEN SULFIDA DAN ...2.1 Gas Sweetening Gas alam yang masih mengandung H 2 S, CO 2, dan senyawa asam lainnya disebut sour gas, sedangkan ... Sehingga, perlu pengolahan

Fikar Cita (12206042) 4

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

a. Memahami pengaruh perubahan konsentrasi

larutan amine (MDEA) terhadap konsentrasi

H2S.

b. Mendapatkan konsentrasi larutan MDEA

optimal untuk menanggulangi keberadaan H2S.

c. Merekomendasikan sistem pengolahan limbah

sulfur yang sesuai dengan kondisi lapangan gas

X dan memenuhi aturan yang ada.

d. Memahami pengaruh perubahan konsentrasi

H2S terhadap kemampuan sistem pengolahan

limbah sulfur di lapangan gas X.

II. Teori Dasar

2.1 Gas Sweetening

Gas alam yang masih mengandung H2S, CO2, dan

senyawa asam lainnya disebut sour gas, sedangkan

gas alam yang sudah dihilangkan kandungan

asamnya disebut sweet gas. Proses penghilangan

komponen – komponen asam dari gas alam disebut

proses gas sweetening. Baik H2S maupun CO2

merupakan senyawa yang tidak diinginkan berada

di dalam gas alam. Hal tersebut disebabkan karena

komponen gas asam tersebut bersifat korosif, dapat

menurunkan kandungan panas sehingga

menurunkan harga jual gas dan berdampak buruk

bagi lingkungan. Sehingga, perlu pengolahan gas

lebih lanjut untuk memenuhi spesifikasi produk

jual gas.

Beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam

menentukan proses pengolahan gas adalah sebagai

berikut:

a. Jenis kontaminan gas asam yang terkandung di

dalam aliran gas alam atau sour gas

b. Konsentrasi dari tiap kontaminan dan derajat

penghilangan yang diinginkan

c. Jumlah atau volum gas yang akan diproses,

meliputi temperatur dan tekanan gas

d. Kemungkinan terjadinya recovery sulfur

e. Selektif dalam menyingkirkan satu atau lebih

jenis kontaminan tanpa menghilangkan

komponen yang lain.

f. Keberadaan dan jumlah fraksi berat

hidrokarbon dan aromatik di dalam gas.

Dalam pemilihan proses ini, perlunya penentuan

terhadap laju alir, temperatur, tekanan, konsentrasi

gas asam di sour gas.

2.2 Amine Scrubbing System

Selama kurang lebih 70 tahun, proses alkanolamine

menjadi teknik terbaik dalam menghilangkan H2S

dan CO2 dari gas alam. Teknik ini didasarkan pada

reaksi alkanolamine dan H2S dan/atau CO2 untuk

memberikan suatu garam water-soluble amine acid

gas. Reaksi ini menghasilkan garam amine-sulfide

yang dapat reversible pada temperatur tinggi dan

memperbolehkan amine untuk diregenerasi dan di

daur ulang. Namun demikian, sebagian amine yang

terdegradasi tidak dapat diregenerasi dan harus di-

purging. Hal ini disebabkan amine yang

terdegradasi tersebut telah kehilangan

kemampuannya untuk mengadsorpsi gas asam.

Jenis amine yang tersedia antara lain

monoethanolamine (MEA) dan diglycolamine

(DGA) yang merupakan amina primer,

diethanolamine (DEA) dan diisopropanolamine

(DIPA) yang merupakan amina sekunder,

methyldiethanolamine (MDEA) dan

triethanolamine (TEA) yang merupakan amina

tersier. Akan tetapi, aplikasi Triethanolamine

(TEA) masih jarang digunakan.. Zat pengotor

selain CO2 dan H2S, seperti COS, CS2, merkaptan,

HCN, NH3, dan hidrokarbon berat lainnya akan

secara langsung mempengaruhi pemilihan proses.

COS dan CS2 akan bereaksi tak reversibel dengan

MEA dan akan menyebabkan kehilangan pelarut.

Kehilangan pelarut akan menyebabkan biaya

operasi menjadi semakin besar. Karena MDEA

tidak akan bereaksi dengan COS dan CS2, maka

MDEA merupakan pilihan yang lebih baik jika

menggunakan pelarut alkanoamina. Tabel 2. dan

Tabel 3. menunjukkan beberapa keterangan

tambahan mengenai proses absorpsi dengan proses

alkanolamine.

Tabel 2. Pelarut Teknologi Absorpsi Kimia(5)

Proces Absorpsi Kimia Pelarut

MEA 2,5 n monoethanolamine and

chemical inhibitors

Amine Guard (MEA) 5n monoethanolamine and

chemical inhibitors

Econamine (DGA) 6 n diglycolamine

ADIP (DIPA & MDEA) 2-4n diisopropanolamine 2n

methyldiethanolamine

MDEA 2 n methyldietanolamine

Flexorb/KS-1, KS-2, KS-3 Hindered amine

Tabel 3. Kondisi Proses Teknologi Absorpsi

Kimia(5)

Proces Absorpsi Kimia Kondisi Proses

MEA 40oC, ambient-intermediate

pressures

Amine Guard (MEA) 40oC, ambient intermediate

pressures

Econamine (DGA) 80-120oC 6.3 MPa

ADIP (DIPA & MDEA) 35-40oC, >0.1 MPa

MDEA -

Flexorb/KS-1, KS-2, KS-3 -

Page 5: ... GAS PENGOTOR HIDROGEN SULFIDA DAN ...2.1 Gas Sweetening Gas alam yang masih mengandung H 2 S, CO 2, dan senyawa asam lainnya disebut sour gas, sedangkan ... Sehingga, perlu pengolahan

Fikar Cita (12206042) 5

Tabel 4. Pengembang Teknologi Absorpsi Kimia(5)

Proces Absorpsi Kimia Pengembang

MEA Dow Chemical, USA

Amine Guard (MEA) Union Carbide, USA

Econamine (DGA) SNEA version by Societe

National Elf Aquitane,

France

ADIP (DIPA & MDEA) Shell, Netherland

MDEA Exxon, USA: M.H.I

Flexorb/KS-1, KS-2, KS-3

Tabel 5. Proses Absorpsi Kimiawi(6)

Parameter Proses Amina

Absorban MEA, DEA, DGA, MDEA

Tekanan operasi, psi ~ 1000

Temperatur operasi, oF 100 – 400

Recovery absorban Reboiled stripping

Biaya utilitas Tinggi

Selektivitas H2S/CO2 Selektif untuk beberapa

amine (MDEA)

Kehadiran O2 Degradasi produk

Penghilangan CO2 & CS2 MEA – not removed

DEA – slightly removed

DGA – removed

Kendala operasi Solution degradation

Foaming

Corrosion

Pelarut MDEA sering digunakan untuk

menyingkirkan CO2, H2S, COS, dan RSH dari gas

sintetik, gas alam atau gas lainnya, dengan rasio

CO2 terhadap H2S yang sangat besar. Produk dari

proses ini adalah gas dengan kandungan gas inert

yang sangat kecil (memisahkan H2S sampai kurang

dari 4 ppmv dan konsentrasi CO2 sampai 2%).

Proses ini dapat menghasilkan food-grade CO2

dengan kemurnian CO2 minimal 99.9 %-v dan

maksimal H2S 1 ppm v/v.

Reaksi H2S dengan MDEA melibatkan

perpindahan proton seperti yang terjadi pada amina

lainnya. Reaksi kimia H2S dengan MDEA adalah

sebagai berikut: (7)

H2S + R2NCH3 R2NCH4 + + HS- (1)

Karena MDEA merupakan amina tersier dan tidak

memiliki atom hidrogen, maka reaksi CO2 hanya

dapat terjadi setelah terbentuknya ion bikarbonat.

Reaksi kimia CO2 dengan air adalah sebagai

berikut : (7)

CO2 + H2O HCO3-+ H+ (2)

Reaksi pembentukan bikarbonat berjalan lambat.

Bikarbonat merupakan bagian dari reaksi gas asam

dengan amina untuk menghasilkan reaksi CO2

keseluruhan. (7)

H2O + CO2 + R2NCH3 R2NCH4 + +HCO3

- (3)

Laju absorpsi CO2 oleh MDEA dapat meningkat

secara signifikan dengan menambahkan amina

primer atau sekunder pada konsentrasi yang kecil

sebagai sebuah aktivator. Akselator umum yang

digunakan adalah DEDA (Di-Ethylene-Di-Amine)

atau piperazin, senyawa diamine yang berbentuk

cincin.

Proses sirkulasi yang terjadi pada amine scrubbing

system dapat dijelaskan sebagai berikut:

Sour gas masuk ke dalam absorber column dari

bagian inlet di bagian bawah dan dikontakkan

dengan larutan amine secara counter-current.

Gas alam yang telah dimurnikan (sweet gas)

keluar dari bagian outlet absorber column di

bagian atas.

Larutan amine yang membawa gas asam (rich

amine) keluar dari bagian outlet absorber

column di bagian bawah menuju lean/rich

amine heat exchanger.

Rich amine dipanaskan di dalam heat exchanger

memanfaatkan panas dari lean amine (larutan

amine yang telah diregenerasi dan tidak

mengandung gas asam).

Rich amine kemudian dipanaskan lebih lanjut di

dalam regeneration column dengan

memanfaatkan panas dari steam yang

dibangkitkan di dalam reboiler sehingga

kandungan gas asam (H2S dan CO2) terlepas

dan larutan amine teregenerasi.

Steam dan gas asam yang dipisahkan dari rich

amine dikondensasikan dan didinginkan di

dalam reflux condenser.

Steam yang terkondensasi dipisahkan di dalam

reflux accumulator dan dikembalikan ke dalam

reboiler, sedangkan gas asam dialirkan di-flare

atau di alirkan ke sulfur recovery system.

Lean amine kemudian didinginkan lanjut di

dalam heat exchanger dan dialirkan kembali ke

absorber column dari inlet bagian atas.

2.3 Teknik Membran

Teknologi Membran adalah salah satu teknologi

alternatif untuk memisahkan gas CO2

(karbondioksida) dan H2S (hidrogen sulfida) atau

disebut juga gas yang bersifat asam (acid gas) dari

gas alam agar kualitas gas alam menjadi lebih baik

sesuai dengan tuntutan/kebutuhan konsumen atau

aliran proses berikutnya.

Page 6: ... GAS PENGOTOR HIDROGEN SULFIDA DAN ...2.1 Gas Sweetening Gas alam yang masih mengandung H 2 S, CO 2, dan senyawa asam lainnya disebut sour gas, sedangkan ... Sehingga, perlu pengolahan

Fikar Cita (12206042) 6

Membran merupakan suatu saringan tipis yang

bersifat semi-permeable. Saat ini, membran

komersial yang digunakan untuk menghilangkan

CO2 terbuat dari bahan polimer, di antaranya

cellulose acetate, polyamides, polyimides,

polysulfonates, polycarbonates, dan

polyetherimide. CO2 dan H2S dipisahkan dari gas

alam dengan permeasi selektif melalui suatu

membran fiber lubang. Tenaga pendorongnya

adalah perbedaan tekanan parsial melewati

membran untuk CO2, H2S, CH4, dan komponen gas

lainnya. Komponen yang paling cepat melewati

membran adalah CO2 dan H2S, sedangkan CH4

adalah komponen yang paling lambat. Teknologi

membran berdasarkan polymeric hollow fiber

secara efektif memisahkan CO2 dari fasa gas

hidrokarbon. Kinerja membran sangat tergantung

pada kandungan CO2 di dalam gas umpan,

spesifikasi produk CO2, tekanan operasi, tekanan

permeasi, dan temperatur operasi. Untuk suatu

spesifikasi sales gas, pertambahan kandungan CO2

dalam gas masukan memerlukan penambahan luas

permukaan membran.

Dipilihnya teknologi membran untuk

penyingkiran/pemisahan gas CO2 & H2S dengan

beberapa alasan, antara lain: investasi relatif

rendah, bentuknya kompak dan mudah

dioperasikan, tidak membutuhkan bahan kimia,

biaya operasi/pemeliharaan rendah, fleksibel dan

dapat disesuaikan dengan kebutuhan pemakai.

Peralatan berbasis membran sangat cocok untuk

ditempatkan pada daerah terpencil (remote area)

atau lepas pantai (offshore) dengan fasilitas utilitas

terbatas. Namun, hal ini akan merugi bila tidak

memperhatikan faktor yang harus diantisipasi,

antara lain : Biasanya pada aliran (stream) gas alam

ada liquid (cairan) terikut seperti air, glycol, amina,

pelumas, maka akan menyebabkan membran

membengkak (swelling) merusak keutuhan

membran, juga hydrocarbon berat (> C15) yang

terikut akan melapisi permukaan membran

sehingga mengurangi kecepatan permeasi, di

samping itu material padatan akan menutup daerah

resapan dari membran serta juga senyawa

corrosion inhibitor atau additive yang dipakai

untuk sumur pengeboran.

Di Indonesia, teknologi membran untuk

memisahkan gas CO2 dan H2S dari gas alam masih

belum banyak digunakan.

2.4 Teknik Pengolahan Limbah Sulfur

Off gas dari proses gas sweetening harus diproses

lebih lanjut dalam Sulfur Recovery Unit (SRU)

untuk mengurangi konsentrasi H2S dan kandungan

mercaptan (RSH) yang masih terdapat di dalam off

gas tersebut. H2S dan mercaptan nantinya akan

dijadikan padatan sulfur yang dapat bernilai

ekonomis dan aman bagi lingkungan. Ada banyak

reaksi terjadi dalam SRU, namun secara umum

adalah sebagai berikut:

1. Desulfurisasi H2S :

2. Desulfurisasi Mercaptan (asumsi: metil

mercaptan) :

Berdasarkan PERMENLH No.13 Tahun 2009, ada

dua batas baku emisi untuk limbah sulfur, yaitu

baku emisi pembakaran gas (150 mg/m3) dan emisi

sulfur recovery unit (minimum recovery SRU

95%).

2.4.1 LOCAT

LOCAT digunakan untuk memisahkan H2S dan

memproduksi sulfur dengan kandungan sulfur yang

tinggi dari aerobik maupun anaerobik termasuk gas

wellhead, fuel gas, acid gas, natural gas dan karbon

dioksida, claus tail gas, syntehsis gas dan saluran

udara. Penurunan yang tidak terbatas tergantung

dengan konsentrasi H2S, laju sulfur dan laju gas

dengan kapasitas dari hanya beberapa pound per

hari hingga lebih dari 25 tpd.

Produk akhir dari sistem ini berupa produk sulfur seperti slurry, filter cake atau sulfur cair dengan

kandungan tinggi. Umumnya, cake sulfur dapat

dikumpulkan di lahan yang tidak berbahaya.

2.4.2 SulFerox

SulFerox digunakan untuk memisahan Hidrogen

Sulfida (H2S) dari rentang produksi sulfur 0,1 s.d.

20 tpd. Aplikasi sulferox dapat digunakan pada gas

alam, amine tail gas, enhanced oil recovery CO2

recycle, refinery gas, geothermal, syngas, dan gas

produksi offshore. Produk akhir dari sistem ini

berupa bubuk sulfur.

2.4.3 Shell-Paques

Shell-paques merupakan sistem dengan proses

desulfurisasi biologis dari gas bertekanan tinggi,

synthesis gas dan Claus tail gas. Unit Shell-Paques

dapat dirancang untuk menangani gas yang

mengandung 5 ppmv H2S dimana menghasilkan

recovery sulfur lebih dari 99.99% sulfur dari

sumber gas. Biosulfur yang diproduksikan dapat

digunakan langsung sebagai pupuk karena

mempunyai karakter hidrophilic. Bio-sulfur dapat

dicuci dan dilelehkan untuk memproduksi produk

berupa sulfur cair yang dapat digunakan untuk

kebutuhan industri. Karakter hidrophilic bio-sulfur

akan hilang setelah dilelehkan.

Page 7: ... GAS PENGOTOR HIDROGEN SULFIDA DAN ...2.1 Gas Sweetening Gas alam yang masih mengandung H 2 S, CO 2, dan senyawa asam lainnya disebut sour gas, sedangkan ... Sehingga, perlu pengolahan

Fikar Cita (12206042) 7

2.4.4 Sulfinol

Sulfinol digunakan untuk memisahkan H2S, COS,

RSH dan senyawa sulfur organik yang lain, serta

CO2 dari gas alam, gas sintesis dan refinery gas.

Total senyawa sulfur dapat diproses dan dikurangi

hingga mencapai level ultra-low ppm sehingga

sesuai dengan kebutuhan refinery-fuel dan

spesifikasi produk jual gas.

Aplikasi yang telah dikembangkan mampu secara

selektif memisahkan H2S, COS, RSH dan senyawa

sulfur organik yang lain untuk kebutuhan

spesifikasi produk jual gas, tetapi hanya

penyerapan sebagian untuk senyawa CO2 dengan

kandungan yang tinggi. Rangkaian proses

Sulfinol/Claus/SCOT dapat digunakan secara

ekonomis, dimana sistem Sulfinol yang terintegrasi

dapat menangani pemisahan H2S secara selektif

dan proses SCOT dapat mengolah offgas dari

proses Claus.

Tabel 6. Perbandingan SRU LOCAT dan

SulFerox(8)

Parameter LO-CAT SulFerox

Recovery

sulfur

Dapat

mengrecovery

Sulfur dari H2S

(99.9%) dan

mercaptan

Dapat

mengrecovery

Sulfur dari H2S

(99.5%) dan

mercaptan

(% tidak diketahui) (% tidak diketahui)

Kualitas

sulfur

Sulfur kemurnian

99,9%

Sulfur dengan

Kemurnian 80 s.d.

99,5%

Pertimbangan

feed

Dapat menangani

H2S dari beberapa

ppm s.d. 100 H2S.

Dapat menangani

H2S dari beberapa

ppm s.d. 100 H2S.

Aliran dari

beberapa pound

t/day s/.d lebih dari

25 t/day

Aliran dari 0.1 t/day

s.d. lebih dari 20

t/day

Kondisi

operasi

T ; 40 s.d. 140 oF T : 110 s.d. 140 oF

P: 14,7 s.d.

beberapa ratus psi

P : 14,7 s.d. 514,7

psi

Instalasi 119 unit telah

beroperasi

30 unit telah

beroperasi

Licensor Gas technology

product LLC, a

Merchem Co.

Shell Global

Solutions

International B.V.

Tabel 7. Perbandingan SRU Shell-Paques dan

Proprietary Claus(8)

Parameter Shell-Paques Proprietary Claus

Recovery

sulfur

Dapat merecovery

sulfur dari H2S

(99.9%) dan Tidak

dapat recover

mercaptan

Dapat merecovery

sulfur dari H2S

(99.9%) dan

merkaptan 99,9 %

Kualitas sulfur Lumpur Biosulfur.

sulfur dapat

dimurnikan hingga

99+%

99,8% murni sulfur

Pertimbangan

feed

Dapat menangani

aliran dengan

kandungan H2S

rendah s.d. 20 t/day

Dapat menangani

aliran dengan

kandungan H2S rendah

s.d. 100 t/day

Kondisi

operasi

T : 39 s.d. 50 oF T : 952 s.d.1200 oC

P: mencapai 1102,5

psi

Penurunan tekanan

4,41 s.d. 7,35 psi

Instalasi 1 unit telah di instal

dan 1 unit dalam

proses.(4)

Tidak diketahui

Licensor Shell-Paques ;

Paques B.V. dan

Shell Global

Solutions

International B.V.

Shell Global Solutions

International B.V.,

BVPI (Black and

Veatch Pritchard),

Parsons, Jacobs (Stork

Comprimo), Lurgi,

Davy, TPA, Siirtec

Nigi

III. Metode Penelitian

Untuk menghilangkan kandungan H2S dari gas

alam digunakan proses absorpsi kimia dengan

larutan methyldiethanolamine atau biasa disebut

juga dengan MDEA yang dikombinasikan dengan

teknologi membrane agar dapat mengurangi

konsentrasi H2S hingga 4 ppm. Pada penelitian ini

akan dilihat bagaimana pengaruh perubahan

konsentrasi larutan MDEA terhadap

kemampuannya untuk menanggulangi kandungan

H2S dalam gas alam. Data-data yang digunakan

adalah data dari lapangan gas X.

Langkah pertama yang dilakukan adalah membuat

process flow diagram (PFD) dari software

komersil yang akan digunakan. Dalam hal ini

dibuat PFD untuk proses acid gas removal unit

(AGRU) dan Sulfur Recovery Unit (SRU) .

Langkah selanjutnya adalah memilih model base

case yang akan digunakan. Dalam hal ini model

base case yang digunakan adalah kondisi awal dari

lapangan gas X. Data-data komposisi fluida dan

komponen AGRU yang digunakan merupakan

kondisi dari lapangan gas X.

Langkah selanjutnya adalah melakukan studi

sensitivitas dengan merubah parameter konsentrasi

MDEA dan H2S di inlet absorber sehingga dapat

melihat hubungan dari kedua parameter tersebut.

Dari hubungan kedua parameter tersebut kemudian

dapat dipilih kondisi optimal konsentrasi MDEA

yang dapat digunakan untuk lapangan gas X.

Langkah terakhir yang dilakukan adalah

merekomendasikan jenis SRU yang akan

digunakan. Jenis SRU yang dipilih harus mampu

memenuhi standar sesuai dengan PERMENLH No.

13 Tahun 2009 dalam berbagai konsentrasi H2S.

Setelah pemilihan proses SRU, dilakukan kembali

sensitivitas konsentrasi MDEA dan konsentrasi

Page 8: ... GAS PENGOTOR HIDROGEN SULFIDA DAN ...2.1 Gas Sweetening Gas alam yang masih mengandung H 2 S, CO 2, dan senyawa asam lainnya disebut sour gas, sedangkan ... Sehingga, perlu pengolahan

Fikar Cita (12206042) 8

H2S untuk melihat pengaruhnya terhadap kinerja

proses yang dipilih.

3.1 Simulasi Software

Dalam melakukan penelitian ini, digunakan

software komersil. Data yang dimasukkan ke dalam

software ini adalah data komposisi fluida dari

lapangan gas X. Kemudian dari data komposisi ini

dilakukan simulasi untuk mendapatkan hubungan

antara konsentrasi larutan MDEA dan konsentrasi

H2S.

Selain itu, yang harus diperhatikan juga adalah data

tekanan dan temperatur dari komponen-komponen

penting dari sistem AGRU yang digunakan seperti

amine absorbe, membrane, dan amine regenerator.

3.2 Analisa Sensitivitas

Pada tahap ini, dilakukan berbagai perubahan

konsentrasi pada komposisi sour gas dan larutan

MDEA untuk mendapatkan hubungan antara

konsentrasi MDEA dengan konsentrasi H2S,

konsentrasi MDEA dengan output CO2, dan

konsentrasi H2S dengan CO2 terlarut di dalam

MDEA. Selain itu dilakukan juga sensitivitas

konsentrasi H2S terhadap kemampuan SRU yang

digunakan.

IV. Data dan Hasil Penelitian

4.1 Data Penelitian

Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi

data komposisi fluida dan tekanan serta temperatur

dari komponen-komponen AGRU seperti amine

absorbe, membrane, dan amine regenerator.

Tabel 8. Data Komposisi Fluida.

H2S 13000 ppm

CO2 30 % mol

N2 0.94 % mol

Metana 63.5 % mol

Etana 2 % mol

Propana 0.6 % mol

i-Butana 0.16 % mol

n-Butana 0.18 % mol

i-Pentana 0.08 % mol

n-Pentana 0.07 % mol

n-Hexana 0.1 % mol

C7+ 0.96%

H2O 0

M-Merkaptan 60 ppm

O2 0

S_Rhombic 0

Laju alir fluida = 30 MMSCFD

Tabel 9. Kondisi amine absorber.

T inlet sour gas

120 F

48.7 C

P inlet sour gas 610 psia

T inlet MDEA

127 F

52.7 C

P inlet MDEA 600 psia

T absorber

122 F

50 C

P absorber 600 psia

T out sweet gas

127.3 F

52.9 C

P out sweet gas 598.7 psia

T out rich amine

164 F

73.3 C

P out rich amine 600.7 psia

Tabel 10. Kondisi membrane.

P inlet 589.7 psia

P out sweet gas 579.7 psia

P out acid gas 19.7 psia

Tabel 11. Kondisi amine regenerator.

T inlet

192.2 F

88.9 C

P inlet 29.9 psia

P condenser 29.74 psia

P reboiler 30.46 psia

T out acid gas

122 F

50 C

P out acid gas 29.74 psia

T out lean amine

248.7 F

120.4 C

P out lean amine 30.46 psia

Tabel 12. Kondisi inlet SRU

Temperature 120 F

48.7 C

Pressure 2 psig

Page 9: ... GAS PENGOTOR HIDROGEN SULFIDA DAN ...2.1 Gas Sweetening Gas alam yang masih mengandung H 2 S, CO 2, dan senyawa asam lainnya disebut sour gas, sedangkan ... Sehingga, perlu pengolahan

Fikar Cita (12206042) 9

4.2 Pembuatan Process Flow Diagram (PFD)

Sistem acid gas removal unit (AGRU) yang

digunakan pada lapangan gas ini memiliki 3

komponen penting yaitu amine absorber,

membrane, dan amine regenerator. Proses

pembuatan PFD ini adalah untuk membuat skema

alir dari proses sweetening. Gambar 3 merupakan

PFD dari sistem AGRU yang digunakan sebagai

base case untuk studi ini.

Skema di atas merupakan PFD yang digunakan

untuk simulasi yang akan dilakukan. Sour gas akan

masuk di bagian bawah amine absorber dan

MDEA masuk di bagian atas amine absorber.

MDEA dan sour gas akan dikontakkan secara coun

ter-current. Gas yang telah dimurnikan (sweet gas)

akan keluar dari bagian atas amine absorber

menuju sweet gas cooler dan sweet gas kick off

drum sebelum masuk ke membran untuk dilakukan

penghilangan gas asam yang masih tersisa di dalam

gas. Rich amine keluar dari bagian bawah amine

absorber menuju amine low pressure flash untuk

diturunkan tekanannya kemudian masuk ke dalam

amine regenerator untuk memurnikan kembali

larutan MDEA. Larutan MDEA ini kemudian akan

digunakan kembali untuk melarutkan gas asam di

amine absorber.

4.3 Hasil Penelitian

Berikut ini disajikan hasil studi sensitivitas yang

dilakukan dengan menggunakan software.

Tabel 13. Sensitivitas H2S vs larutan MDEA

Input H2S MDEA

H2S @

MDEA

CO2 @

MDEA

(ppm) (fraksi massa) (fraksi massa) (fraksi massa)

14000 0.4958 0.0004 0.0069

15000 0.4887 0.0004 0.0067

16000 0.4834 0.0004 0.0065

17000 0.4777 0.0004 0.0064

18000 0.4732 0.0004 0.0062

19000 0.4690 0.0004 0.0061

20000 0.4647 0.0004 0.0060

21000 0.4603 0.0004 0.0059

22000 0.4566 0.0004 0.0058

23000 0.4533 0.0004 0.0057

24000 0.4499 0.0004 0.0056

25000 0.4469 0.0004 0.0055

Tabel 14. Sensitivitas H2S vs perbandingan zat

terlarut dalam MDEA

Input H2S MDEA : H2S @

MDEA

MDEA : CO2 @

MDEA (ppm)

14000 1209.4347 71.6220

15000 1214.6668 72.8654

16000 1209.5776 73.8585

17000 1213.6705 74.9068

18000 1208.4832 75.7474

19000 1209.1868 76.5344

20000 1211.1005 77.3492

21000 1213.4006 78.1835

22000 1210.2869 78.9059

23000 1209.3749 79.5485

24000 1209.3741 80.1880

25000 1207.0121 80.7712

Tabel 15. Sensitivitas MDEA vs output CO2

H2S MDEA CO2

(ppm) (fraksi massa) (fraksi mol)

13000 0.4930 0.0340

15000 0.4887 0.0343

17000 0.4777 0.0347

20000 0.4652 0.0353

22000 0.4572 0.0357

25000 0.4471 0.0363

Tabel 16. Mass Flow H2S dan CO2 di SRU

H2S

(ppm)

Mass Flow H2S (kg/h) Mass Flow CO2 (kg/h)

Inlet SRU Outlet SRU Inlet SRU Outlet SRU

13000 654.5584 0.65455842 18156.62 18156.619

15000 761.4708 0.76147084 18152.82 18152.82

17000 863.0376 0.86303758 18135.8 18135.796

20000 1015.503 1.01537447 18114.52 18114.842

22000 1117.046 1.11704587 18100.54 18100.545

25000 1269.674 1.26967403 18083.45 18083.449

Page 10: ... GAS PENGOTOR HIDROGEN SULFIDA DAN ...2.1 Gas Sweetening Gas alam yang masih mengandung H 2 S, CO 2, dan senyawa asam lainnya disebut sour gas, sedangkan ... Sehingga, perlu pengolahan

Fikar Cita (12206042) 10

Tabel 17. Mass Flow RSH dan Total Volume Flow

di SRU

H2S

(ppm)

Mass Flow RSH (kg/h) Volume Flow (m3/h)

Inlet SRU Outlet SRU Inlet SRU Outlet SRU

13000 4.13989 0.004140 11101.9 10646.1423

15000 4.127407 0.004127 11178.8 10648.9355

17000 4.115549 0.004116 11245.06 10644.7996

20000 4.097996 0.004098 11346.54 10640.6957

22000 4.08629 0.004086 11414.06 10637.737

25000 4.06872 0.004069 11517.57 10635.4587

Tabel 18. Produk Sulfur dan Efisiensi SRU

H2S

(ppm)

Sulfur Product (ton/day)

H2S RSH Total Eff

13000 15.69369 0.099258 15.79295 0.999

15000 18.25702 0.098959 18.35598 0.999

17000 20.69219 0.098674 20.79086 0.999

20000 24.34769 0.098254 24.44594 0.999

22000 26.78229 0.097973 26.88026 0.999

25000 30.4417 0.097552 30.53926 0.999

Tabel 19. Kondisi Off Gas dari SRU H2S

(ppm)

Emisi Pembakaran Gas

(mg/m3)

Outlet CO2

@ SRU

13000 61.4832 91.63%

15000 71.5068 91.58%

17000 81.0760 91.53%

20000 95.4237 91.46%

22000 105.0078 91.42%

25000 119.3812 91.35%

V. Pembahasan

5.1 Acid Gas Removal Unit (Gas Sweetening)

Proses gas sweetening yang akan dilakukan di

lapangan ini dipilih berdasarkan komponen gas

alam dan laju alirnya. Berdasarkan data yang ada,

lapangan ini memproduksi gas sebesar 30 MMscfd

dengan kontaminan CO2 30 %, dan H2S sebesar

13000 ppm, maka metode yang direkomendasikan

untuk penanganan zat impurities CO2 dan H2S pada

lapangan ini yaitu kombinasi teknik absorpsi kimia

dengan pelarut alkanolamina MDEA (metil

dietanolamina) dan teknik membran dengan

menggunakan modul Hollow Fiber Cellulose

Acetate. Proses ini dipilih agar sistem mampu

menghilangkan kandungan gas asam (H2S dan

CO2) sampai batas maksimal konsentrasi keduanya

di dalam spesifikasi gas jual, yaitu 4 ppmv untuk

H2S dan 30 % mol untuk CO2.Proses ini dipilih

berdasarkan pada Gambar 4.

Gambar 4. Grafik hubungan konsentrasi CO2, laju

alir gas dan teknik penanganan yang

direkomendasikan(9)

Setelah memilih jenis proses yang akan dilakukan

di lapangan ini, kemudian dilakukan simulasi untuk

mencari hubungan antara konsentrasi MDEA yang

dibutuhkan untuk menangani konsentrasi H2S yang

bervariasi sehingga bisa didapatkan konsentrasi

MDEA yang optimal pada proses gas sweetening di

lapangan ini. Proses ini dilakukan dengan merubah

konsentrasi MDEA untuk tiap konsentrasi H2S

hingga mendapatkan konsentrasi keluaran H2S

yang diinginkan yaitu 4 ppm. Dalam simulasi ini

digunakan software komersil untuk memodelkan

proses yang terjadi.

Pada kondisi awal, dimana kandungan CO2 30%

dan H2S 13000 ppm, konsentrasi MDEA yang

digunakan adalah 0.492 fraksi massa. Kemudian

dilakukan sensitivity dengan merubah input

konsentrasi H2S serta input dari MDEA di inlet

amine absorber. Konsentrasi H2S itu sendiri

berkisar dari 13000 ppm sampai 25000 ppm.

Sedangkan untuk konsentrasi MDEA berkisar

antara 0.41 sampai 0.5 fraksi massa, karena apabila

input berada di luar kisaran tersebut sistem tidak

akan konvergen untuk kondisi lapangan gas X.

Untuk konsentrasi CO2 dan laju alir gas dibuat

konstan sesuai dengan kondisi awalnya dimana gas

mengalir sebesar 30 MMSCFD dan konsentrasi

CO2 30%. Konsentrasi MDEA di inlet absorber

sendiri masih terkandung impurities seperti CO2

dan H2S karena larutan amine yang masuk di inlet

absorber merupakan hasil recycle dari proses

sebelumnya, sehingga konsentrasi CO2 dan H2S di

inlet amine absorber ini pun akan bervariasi

dengan adanya perubahan konsentrasi MDEA

bergantung kepada kemampuan larutan amine

untuk menyerap acid gas dan digunakan kembali.

CO2=30%

Gas Flow Rate=30MMSCFD

Gas Flow

Rate=30MMSCFD

Page 11: ... GAS PENGOTOR HIDROGEN SULFIDA DAN ...2.1 Gas Sweetening Gas alam yang masih mengandung H 2 S, CO 2, dan senyawa asam lainnya disebut sour gas, sedangkan ... Sehingga, perlu pengolahan

Fikar Cita (12206042) 11

Untuk output H2S di amine absorber

diseragamkan turun hingga mencapai 10 ppm

kemudian dialirkan menuju membrane sehingga

konsentrasinya turun hingga 4 ppm sedangkan CO2

< 5% mol, sesuai dengan batasan maximum

kandungan H2S dan CO2 di produk jual gas.

Gambar 5. Grafik hubungan antara H2S vs MDEA

Gambar 5. menunjukkan pengaruh dari perubahan

konsentrasi H2S terhadap konsentrasi MDEA yang

dibutuhkan. Dari grafik tersebut dapat dilihat

bahwa penambahan konsentrasi H2S ternyata

berbanding terbalik dengan kebutuhan MDEA.

Dimana dengan semakin betambahnya konsentrasi

H2S konsentrasi MDEA yang dibutuhkan menjadi

lebih sedikit.

Gambar 6. Grafik hubungan antara H2S vs MDEA

berbanding CO2 terlarut.

Gambar 6. menunjukkan tentang hubungan dari

konsentrasi H2S terhadap perbandingan konsentrasi

MDEA dan CO2 yang terlarut dalam MDEA di

inlet amine absorber. Gambar tersebut

menunjukkan bahwa dengan penambahan

konsentrasi H2S yang diikuti dengan penurunan

konsentrasi MDEA di inlet amine absorber

ternyata membuat perbandingan konsentrasi

MDEA berbanding CO2 terlarut di inlet amine

absorber menjadi meningkat. Ini menunjukkan

bahwa dengan penurunan konsentrasi MDEA akan

mengurangi absorpsi CO2 sehingga konsentrasi

CO2 yang di-recycle menjadi lebih sedikit.

Akibatnya konsentrasi CO2 terlarut di MDEA

menjadi berkurang dengan penurunan konsentrasi

MDEA.

Gambar 7. Grafik hubungan antara MDEA vs CO2

Gambar 7. menunjukkan hubungan dari perubahan

konsentrasi MDEA di inlet absorber terhadap

output CO2 setelah membran. Dari gambar tersebut

dapat dilihat bahwa penurunan konsentrasi MDEA

membuat output CO2 setelah membrane menjadi

lebih besar. Ini diakibatkan dari berkurangnya

konsentrasi MDEA membuat proses penyerapan

MDEA terhadap CO2 menjadi berkurang.

Analisa yang dapat diambil dari ketiga gambar di

atas adalah, penurunan konsentrasi MDEA akan

menyebabkan penurunan kemampuan penyerapan

MDEA terhadad CO2. Hal ini dapat terlihat dari

semakin membesarnya output CO2 akibat

penurunan konsentrasi MDEA. Ini dikarenakan

MDEA lebih utama digunakan untuk penyerapan

CO2 dan menyerap H2S secara selektif. Penurunan

tersebut membuat proses recycle MDEA akan

mengandung lebih sedikit CO2 seiring dengan

kenaikan konsentrasi H2S atau penurunan

konsentrasi MDEA. Hal ini membuat konsentrasi

CO2 terlarut di inlet amine absorber akan menjadi

lebih kecil dan membuat MDEA akan lebih selektif

terhadap penyerapan H2S. Sehingga penurunan

konsentrasi MDEA dapat membuat MDEA lebih

mampu menanggulangi konsentrasi H2S yang lebih

besar, walaupun output dari CO2 akan meningkat.

Akan tetapi output konsentrasi CO2 maupun H2S

tetap berada pada kondisi batas standar produk jual

gas. Selain itu, penambahan konsentrasi MDEA

berlebihan akan membuat kondisi penyerapan

0.44

0.45

0.46

0.47

0.48

0.49

0.5

0 10000 20000 30000

MD

EA (

mas

s fr

acti

on

)

H2S (ppm)

MDEA vs H2S

70

72

74

76

78

80

82

0 10000 20000 30000

MD

EA :

CO

2

H2S (ppm)

H2S – (MDEA : CO2)

3.35E-02

3.40E-02

3.45E-02

3.50E-02

3.55E-02

3.60E-02

3.65E-02

0.44 0.46 0.48 0.5C

O2

(m

ol F

ract

ion

)

MDEA (mass fraction)

MDEA - CO2

Page 12: ... GAS PENGOTOR HIDROGEN SULFIDA DAN ...2.1 Gas Sweetening Gas alam yang masih mengandung H 2 S, CO 2, dan senyawa asam lainnya disebut sour gas, sedangkan ... Sehingga, perlu pengolahan

Fikar Cita (12206042) 12

terhadap H2S menjadi tidak optimal. Penurunan

konsentrasi MDEA ini sendiri harus tetap berada di

antara kisaran kerja optimal MDEA untuk lapangan

gas X, yaitu 0.41 sampai 0.5 fraksi massa.

Oleh karena itu, penggunaan MDEA sebesar 0.447

mass fraction di inlet MDEA merupakan

konsentrasi MDEA yang lebih optimal

dibandingkan dengan penggunaan konsentrasi

MDEA pada kondisi awal sebesar 0.492 mass

fraction. Ini dikarenakan dengan penggunaan

konsentrasi MDEA lebih kecil, sistem dapat

menanggulangi H2S hingga 25000 ppm dan

konsentrasi CO2 30% mol. Kemudian dilakukan

simulasi kembali dengan memasukkan data kondisi

awal lapangan gas X dimana konsentrasi H2S

13000 ppm dan CO2 30% mol dengan

menggunakan konsentrasi MDEA 0.447 mass

fraction. Hasilnya adalah H2S dapat diturunkan

menjadi 3 ppm walaupun konsentrasi CO2

meningkat menjadi 3.58% mol. Sebelumnya

dengan penggunaan MDEA 0.492 mass fraction,

kandungan H2S turun sampai 4 ppm dan CO2 turun

hingga 3.4% mol. Akan tetapi penggunaan MDEA

0.447 mass fraction tetap memberikan output yang

sesuai dengan batas standar produk jual gas.

5.2 Sulfur Recovery Unit

Kapasitas sulfur yang dihasilkan berdasarkan

kondisi base case adalah gas mengandung 13000

ppm H2S, 30%mol CO2, dan RSH 60 ppm.

Berdasarkan studi literatur yang dilakukan,

direkomendasikan metoda LOCAT untuk

digunakan sebagai sistem SRU untuk studi ini.

Alasan-alasan kenapa LOCAT dianggap paling

sesuai untuk sebagai sulfur recovery unit adalah

sebagai berikut :

Efisiensi Kerja LOCAT tergolong tinggi yaitu

mencapai 99.9%. Efisiensi kerja ini melebihi

batas minimal efisiensi kerja SRU yang

diharuskan yaitu 95% (PERMENLH No. 13

tahun 2009).

LOCAT dapat menangani merkaptan.

Kebutuhan zat kimia LOCAT lebih sedikit

dibandingkan SRU yang sejenis dengan

LOCAT yaitu SulFerox.

Unit LOCAT dibandingkan unit SRU seperti

SulFerox dan Shell-Paques paling banyak

digunakan di seluruh dunia. Sebanyak 119 Unit

LOCAT telah digunakan (sumber: Gas

Processing Hand Book, 2004).

Produk sulfur mempunyai kemurnian tinggi

(apabila gas mengandung merkaptan dalam

jumlah yang sangat kecil sekali).

Sulfur Recovery Unit LOCAT memiliki harga

yang lebih murah dibandingkan dengan

SulFerox, Shell-Paques, dan Claus.

Sulfur Recovery Unit tipe LOCAT memiliki 2

komponen utama yaitu Liquid-full Absorber dan

Oxidizer. Fungsi dari absorber ini adalah untuk

menyerap H2S ke dalam larutan alkali sedangkan

fungsi dari oxidizer adalah mengkonversi bentuk

H2S menjadi sulfur padatan melalui penambahan

auxiliary redox reagent. Gambar 8. menunjukkan

PFD dari SRU LOCAT.

Sour gas mengalami kontak dengan larutan catalist

iron chelate di absorber, dimana H2S akan diabsorb

dan dioksidasi menjadi sulfur padatan. Larutan

katalis yang tereduksi dikembalikan ke oksidizer

dimana udara mengoksidasi larutan katalis. Larutan

katalis kemudian dikembalikan ke dalam absorber.

Regenerasi secara kontinyu larutan katalis

membuat biaya operasi kimia menjadi rendah.

Tabel 20. Kondisi Inlet dan Outlet SRU Pada

Kondisi Base Case

Kondisi Operasi Satuan Inlet SRU Outlet SRU

Volume Flow mmscfd 9.43 9.04

Mass Flow kg/h 19550 18887.15

Mass flow H2S kg/h 654.56 0.65

Mass Flow CO2 kg/h 18157 18157

Mass Flow RSH kg/h 4.14 0.19 x10-6

fraksi Volume:

CO2 % 87.87 91.63

H2S ppm 40910.18 42.66

RSH(M-Merkaptan) ppm 183.28 0.19

produk sulfur

Sulfur ton/day 15.7

RSH(M-Merkaptan) ton/day 0.099

Total ton/day 15.8

Effisiensi % 99.99

Pada kondisi base case, LOCAT dapat menangani

hidrogen sulfida (H2S) dan mercaptan kemudian

menghasilkan produk sulfur sebesar 15.8 ton/day.

Efisiensi LOCAT mencapai 99.99% (> 95%) dan

emisi pembakaran gas sebesar 61.5 mg/m3 (< 150

mg/m3). Kedua hal tersebut memenuhi kondisi

standar dari PERMENLH No. 13 Tahun 2009

sehingga dapat digunakan sebagai sistem SRU

untuk lapangan gas X. Efisiensi kerja sistem ini

dilihat dari kemampuan sistem merubah total sulfur

yang masuk ke dalam sistem menjadi total padatan

sulfur. Sedangkan emisi pembakaran gas adalah

konsentrasi maksimal suatu zat diperbolehkan

untuk dibuang atau dibakar agar aman bagi

lingkungan.

Page 13: ... GAS PENGOTOR HIDROGEN SULFIDA DAN ...2.1 Gas Sweetening Gas alam yang masih mengandung H 2 S, CO 2, dan senyawa asam lainnya disebut sour gas, sedangkan ... Sehingga, perlu pengolahan

Fikar Cita (12206042) 13

Tabel 16 dan Tabel 17 menunjukkan kondisi inlet

dan outlet dari SRU dalam berbagai konsentrasi

H2S. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa

semakin tinggi konsentrasi H2S dalam gas akan

meningkatkan mass flow dari H2S menuju SRU dan

menurunkan mass flow dari CO2 dan RSH. Hal itu

sesuai dengan yang terjadi pada proses

sebelumnya, dimana dengan konsentrasi H2S yang

tinggi, penyerapan terhadap CO2 akan berkurang

sehingga kondisi gas yang masuk menuju SRU

akan memiliki konsentrasi H2S yang meningkat

serta konsentrasi CO2 yang menurun seiring dengan

kenaikan konsentrasi H2S dalam gas alam.

Tabel 18 memperlihatkan jumlah produk sulfur

yang dihasilkan oleh SRU serta efisiensi dari SRU

tersebut. Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa

SRU LOCAT dapat menanggulangi jumlah produk

sulfur hingga 30 ton/day (saat konsentrasi H2S di

gas alam 25000 ppm) dengan efisiensi tetap

99.99%. Hal ini sesuai dengan kondisi yang

ditetapkan oleh PERMENLH No. 13 Tahun 2009

bahwa efisiensi minimal SRU adalah 95%.

Tabel 19 menunjukkan tentang kandungan off gas

dari SRU (H2S dan CO2). Dari tabel tersebut dapat

diketahui bahwa SRU LOCAT dapat

menanggulangi konsentrasi H2S di dalam gas alam

hingga 25000 ppm untuk kondisi lapangan gas X

tanpa melebihi batas emisi pembakaran gas untuk

H2S. Pada konsentrasi H2S 25000 ppm, emisi

pembakaran yang dihasilkan oleh SRU adalah

119.38 mg/m3. Hal tersebut masih memenuhi

kondisi yang ditetapkan oleh PERMENLH No. 13

Tahun 2009 dimana batas emisi pembakaran gas

untuk H2S adalah 150 mg/m3.

Setelah proses sensitivitas SRU dengan merubah

konsentrasi H2S dalam gas alam, dapat disimpulkan

bahwa SRU dengan menggunakan LOCAT dapat

menanggulangi pengolahan limbah sulfur di

lapangan gas X dan memenuhi peraturan tentang

limbah sulfur yang ada. Kemudian dilakukan studi

terakhir dengan mensimulasikan kondisi kerja SRU

dengan konsentrasi MDEA yang optimal yaitu

0.447 fraksi massa. Data hasil simulasi ditampilkan

dalam Tabel 21. Dari tabel tersebut dapat dilihat

untuk efisiensi SRU tetap 99.9 % dengan total

jumlah produk sulfur sebesar 15.94 ton/day. Untuk

kondisi off gas dari SRU dapat dilihat konsentrasi

CO2 sebesar 91.56 % dan emisi pembakaran gas

sebesar 62.32 mg/m3. Efisiensi SRU dan emisi

pembakaran gas masih memenuhi standar yang

berlaku sesuai dengan PERMENLH No. 13 Tahun

2009.

Tabel 21. Kondisi Inlet dan Outlet SRU Pada

Kondisi MDEA Optimal

Kondisi Operasi Satuan Inlet SRU Outlet SRU

Volume Flow mmscfd 9.38 8.99

Mass Flow kg/h 19471.86 18807.41

Mass flow H2S kg/h 660.97 0.661

Mass Flow CO2 kg/h 18074.96 18074.96

Mass Flow RSH kg/h 4.14 0.0041

fraksi Volume:

CO2 % 87.75 91.56

H2S ppm 41444 43

RSH(M-Merkaptan) ppm 183.82 0.192

produk sulfur

Sulfur ton/day 15.84

RSH(M-Merkaptan) ton/day 0.099

Total ton/day 15.94

Effisiensi % 99.99

VI. Kesimpulan

a. Hubungan antara konsentrasi MDEA dan

konsentrasi H2S berbanding terbalik, dimana

semakin besar konsentrasi MDEA semakin

kecil konsentrasi H2S yang dapat

ditanggulangi. Hal ini dikarenakan semakin

besar konsentrasi MDEA akan memperbesar

proses desorpsi H2S atau mengurangi

kemampuan MDEA dalam penyerapan H2S.

Akan tetapi, pengurangan konsentrasi MDEA

akan mengurangi kemampuan penyerapan

terhadap CO2. Penurunan konsentrasi MDEA

tetap harus berada dalam kisaran kerja optimal

MDEA untuk lapangan gas X yaitu 0.41

sampai 0.5 fraksi massa.

b. Kondisi optimal konsentrasi MDEA adalah

0.447 fraksi massa. Dimana dengan

konsentrasi sebesar itu dapat menanggulangi

konsentrasi H2S hingga 25000 ppm dan

apabila diaplikasikan ke dalam lapangan ini

akan mengurangi konsentrasi H2S dari 13000

ppm menjadi 3 ppm dengan kombinasi

penyerapan menggunakan larutan MDEA dan

teknologi membran.

c. Untuk sistem pengolahan limbah sulfur

direkomendasikan sistem LOCAT. Sistem

LOCAT memiliki efisiensi yang paling tinggi

dan mampu memenuhi standar peraturan yang

berlaku.

Page 14: ... GAS PENGOTOR HIDROGEN SULFIDA DAN ...2.1 Gas Sweetening Gas alam yang masih mengandung H 2 S, CO 2, dan senyawa asam lainnya disebut sour gas, sedangkan ... Sehingga, perlu pengolahan

Fikar Cita (12206042) 14

d. Semakin besar konsentrasi gas H2S dalam gas

alam maka semakin besar pula konsentrasi

sulfur yang harus ditanggulangi. Sistem

LOCAT dapat menanggulangi konsentrasi H2S

dalam gas alam hingga 25000 ppm (30

ton/day) dengan tetap memenuhi standar

standar peraturan tentang gas buangan yang

berlaku yaitu nilai emisi pembakaran gas <

150 mg/m3 dan efisiensi SRU > 95%.

Daftar Simbol

P : tekanan

V : volume

Z : faktor kompresibilitas gas

n : jumlah mol gas

R : konstanta gas ( )

T : temperatur

: fraksi mol dari komponen i

: jumlah mol dari komponen i

: total mol dari seluruh komponen

campuran

: harga berat molekul total untuk suatu

campuran

: harga berat molekul untuk setiap

komposisi

: fraksi volume

: volume dari komponen i pada kondisi

standar

: volume total dari campuran pada

kondisi standar

: fraksi berat dari komponen i

: berat dari komponen i

: berat total dari campuran

TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan puji syukur kepada ALLAH

Yang Maha Esa, orang tua, Bpk. Rahman Sidik dan

Ibu Harmini Sudjiman, serta keluarga atas doa, dan

dukungan selama ini. Penulis juga mengucapkan

terimakasih kepada Ir. Tutuka Ariadji, M.Sc., Ph.D. selaku pembimbing tugas akhir untuk bimbingan

dan kesediaan waktunya sehingga tugas akhir ini

selesai dengan baik. Penulis mengucapkan

terimakasih kepada Ir. Nenny M.Saptadji, Ph.D,

selaku wali penulis atas bimbingan dan

perhatiannya selama di perkuliahan. Tidak lupa

saya ucapkan terima kasih pada Mbak Sarah

Astelina dan Mas Donal Marta yang telah

membantu dalam proses analisis tugas akhir ini.

Seluruh teman-teman Teknik Perminyakan

angkatan 2006, teman-teman HMTM PATRA ITB,

dan semua orang yang tidak bisa disebutkan satu

persatu, terimakasih atas bantuannya. Semoga

ALLAH SWT membalas kebaikan kalian. Amin.

Daftar Pustaka

1. Sudarwoto, Rinaldi. 2009. Kajian Terpadu

Kinerja Reservoir, Perancangan Fasilitas

Permukaan, dan Keekonomian Lapangan Gas

X yang Memproduksikan Gas Ikutan CO2 dan

H2S. Master. Tesis, Institut Teknologi

Bandung.

2. Abdassah, Doddy.1998. Teknik Gas Bumi.

Bandung : Penerbit ITB.

3. B.I.Lee & M.G.Kesler., 1975. A Generalized

Thermodynamic Correlation based on Three-

Parameter Corresponding States. AIChE

Journal,21(3), pp. 510-527.

4. Scott Simonton,Ph.D., PE, Morgan Spears.

2007. Human Health Effects from Exposure to

Low-Level Concentrations of Hydrogen Sulfide

[online]. Available from :

http://ohsonline.com/articles/2007/10/human-

health-effects-from-exposure-to-lowlevel-

concentrations-of-hydrogen-sulfide.aspx.

[Diakses 2 Oktober 2010).

5. Gupta, M., Coyle, I., Thambimuthu, K., 2003.

CO2 capture technologies and opportunities in

Canada. Canadian CC&S Technology

Roadmap Workshop. Canada.

6. Astarita, Gianni.,David W. Savage, Attilio

Bisio. Gas Treating with Chemical Solvent.

New York: John Wiley & Sons

7. Zare, Aliabad and Mirzaei, S. 2009. Removal

of CO2 and H2S using Aqueous Alkanolamine

Solusions. World Academy of Science

Engineering and Technology.

8. Studi Penanganan Impurities Gas CO2 dan

H2S pada Lapangan Gas X, Pertamina.

9. Baker, W. Richard and Kaaeid Lokhandwala.,

2008. Natural Gas Processing with

Membranes: An Overview. California :

Membran Technology and Research, inc.

10. Kunal, Meht. 2010. Impact of Changing

MDEA Parameters on Absorption of H2S and

CO2 and its Implication. SPE 129101, SPE Oil

and Gas India Conference and Exhibition., 20-

22 Jan. 2010. India : Mumbai.

11. Mansourizadeh, A. 2008. Removal of Acid

Gas Emissions Using Hollow Fiber Gas

Absorption Membrane Contactors. IPTC

12481,International Petroleum Technology. 3-

5 Dec.2008. Malaysia: Kuala Lumpur.

Page 15: ... GAS PENGOTOR HIDROGEN SULFIDA DAN ...2.1 Gas Sweetening Gas alam yang masih mengandung H 2 S, CO 2, dan senyawa asam lainnya disebut sour gas, sedangkan ... Sehingga, perlu pengolahan

Fikar Cita (12206042) 15

12. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup

Nomor 13 Tahun 2009 Tentang Baku Mutu

Emisi SUmber Tidak Bergerak Bagi Usaha

dan/ atau Kegiatan Minyak dan Gas Bumi.

13. Gas Process Handbook. 2004. Hydrocarbon

Processing.

14. Kirk-Othmer.Encyclopedia of chemical

technology.Vol. 23, 4th edition. New York :

John Wiley & Sons, Inc.

Page 16: ... GAS PENGOTOR HIDROGEN SULFIDA DAN ...2.1 Gas Sweetening Gas alam yang masih mengandung H 2 S, CO 2, dan senyawa asam lainnya disebut sour gas, sedangkan ... Sehingga, perlu pengolahan

Fikar Cita (12206042) 16

Lampiran

Gambar 3. Process Flow Diagram Acid Gas Removal Unit

Gambar 8. Process Flow Diagram SRU LOCAT