Post on 08-Apr-2019
UPAYA PERBAIKAN FUNGSI HIDROLOGIS PADA SUB DAS BATU BESAUNG GUNA MENGANTISIPASI BANJIR DI
KOTA SAMARINDA
Marlon Ivanhoe Aipassa1 dan Sariyanto Karno
2
1Laboratorium Konservasi Tanah dan Air Fahutan Unmul, Samarinda.
2Kementerian PU Balai
Wilayah Sungai Kalimantan III Kaltim, Samarinda
ABSTRACT. Hydrological Functions Improvement on Batu Besaung
Catchment Area to Anticipate Flood in Samarinda City. The aims of the study
were to calculate the design peak flood discharge for 50-years time period to
determine the capacity of the river in order to accommodate the flood discharge and
its development plans and planning for flood prevention efforts of the Batu Besaung
Catchment area as well. Several small-tributaries contribute water flow to the Batu
Besaung river. The distribution network of the rivers and its tributaries show a
pattern of river network with a dendritic pattern and also form of the water catchment
area is somewhat rounded elongated like pear fruit that has the characteristics of the
river water runoff is relatively faster than the upstream toward the downstream.
Results of the study were as follows: the length of the Batu Besaung river was 4.6
km, covers an area of 588 hectares of catchment, hydraulic gradian was 2.826%,
normal hydrolic capacity was 6.99 m3/second and the maximum flood discharge was
275 m3/second (for over 50 years) with a rating curve between water level to the
magnitude of the flood discharge (peak flood) occurred after 3 hours of rain and then
flood discharge becomes normal gradually. Based on the results of this studies, it is
absolutely necessary to do normalization of rivers and prepare a retention ponds, if
the land clearing (for mining, housing, other landuse activities) is intensively
continued on this area. Moreover, it is needed to store for a while the water during
flood while very large in quantity, in order not to inundate local people housing and
estates around the banks of Batu Besaung river and the surrounding community as
well. Location of retention ponds require further planning by considering
topography, availability of land and other factors. Land clearing in Batu Besaung
Catchment area can only be done if the retention pond is properly built with
sufficient capacity.
Kata kunci: kapasitas hidrolika, debit banjir puncak, daerah aliran sungai
Dinamika perubahan penggunaan dan pembukaan lahan di wilayah Kota
Samarinda sangatlah tinggi sejalan dengan meningkatnya perkembangan yang pesat di
segala sektor. Kawasan-kawasan yang berpotensi untuk difungsikan sebagai kawasan
lindung banyak mengalami perubahan di beberapa tempat, baik di daerah perbukitan
maupun di daerah resapan air sebagai penampung air alami. Kegiatan lain yang juga
berpengaruh tehadap fungsi hidrologis adalah pertambangan batubara. Tidak mustahil
bahwa masalah banjir menjadi topik hangat yang sering dibicarakan seiring juga dengan
tingginya curah hujan yang diakibatkan adanya berbagai bentuk perubahan tata guna
lahan yang berimplikasi pada bermunculan beberapa genangan baru dan banjir pada
kawasan perkotaan bahkan jalan raya yang pada akhirnya perlu disiapkan solusi terbaik.
25
26 JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 5 (1), APRIL 2012
Fenomena terjadinya banjir yang merupakan suatu bencana yang sering terjadi
pada beberapa Daerah Aliran Sungai (DAS) di wilayah Kota Samarinda dipengaruhi
oleh adanya kontribusi aliran permukaan (surface run-off) yang relatif besar dan laju
tanah yang tererosi sebagai sumber pendangkalan alur sungai (Aipassa dan
Tandirogang, 2010). Hal ini juga diperburuk oleh pembukaan lahan bervegetasi rapat,
kegiatan pertambangan batu bara yang tidak berwawasan lingkungan, pembukaan lahan
untuk pemukiman dan sebagainya.
Banjir terjadi pada saat turun hujan deras dengan intensitas relatif tinggi bersamaan
dengan terjadinya arus balik (back water) dari pasang surut air laut. Selain itu secara
simultan juga terjadi karena pengaruh kondisi fisiografi atau topografi yang relatif
berbukit-bukit dan adanya perluasan lahan terbuka pada Sub DAS Batu Besaung.
Sementara kapasitas tampung saluran-saluran sungai dan anak sungai serta kawasan-
kawasan tampungan air yang terdapat pada Sub DAS ini sudah tidak mampu lagi
menerima dan menampung limpasan air hujan tersebut.
Program pengendalian banjir Kota Samarinda sejauh ini sedang dilakukan oleh
Pemerintah Kota Samarinda, Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur maupun dari
Pemerintah Pusat. Sasaran yang hendak dicapai dari program tersebut adalah cukup
jelas untuk mengendalian banjir kota Samarinda dengan tujuan untuk mengamankan
hasil-hasil pembangunan dari bahaya banjir.
Kawasan Sub DAS Batu Besaung merupakan kawasan pembangunan, sehingga
dampak aktivitas tersebut tentu perlu diketahui seberapa besar pengaruhnya terhadap
kemungkinan kejadian bencana banjir dan laju erosi tanah, sehingga hal inilah yang
melatarbelakangi peneliti untuk melakukan kajian terhadap kondisi hidrologi pada Sub
DAS Batu Besaung karena merupakan satuan unit bentang lahan (landscape) yang di
dalamnya terdapat suatu ekosistem yang cukup komplek (Aipassa dan Tandirogang,
2010).
Dalam perencanaan pengendalian banjir suatu kota, hal yang perlu mendapat
perhatian secara khusus adalah upaya pengendalian banjir, baik sebagai akibat dari
perubahan tataguna lahan, masalah drainase, pembebasan lahan untuk menanggulangi
banjir, meluasnya wilayah permukiman dikawasan daerah Aliran Sungai (DAS) dan
daerah terbuka hijau serta akibat menurunnya kapasitas pengaliran sungai-sungai yang
berfungsi sebagai saluran, agar terwujud suatu lingkungan yang bebas dari banjir
(Aipassa dan Tandirogang, 2010). Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dirumuskan
permasalahannya sebagai berikut:
1. Berapa debit rancangan puncak banjir untuk kala ulang 2, 5, 25, 50 dan 100 tahun di
Sub DAS Batu Besaung?
2. Bagaimana bentuk rating curve hubungan antara tinggi muka air dengan besarnya
debit yang diakibatkan oleh penambahan debit banjir dari limpasan air hujan?
3. Berapa besar kapasitas sungai dalam rangka menampung debit banjir rencana dan
perkembangannya?
4. Bagaimana penggunaan lahan di kawasan Sub DAS Batu Besaung sebagai upaya
penanggulangan banjir dan mempertahankan daerah resapan air ?
5. Kawasan mana yang berpotensi rawan banjir di daerah Sub DAS Batu Besaung?
Aipassa dan Karno (2012). Upaya Perbaikan Fungsi Hidrologis 27
Tujuan penelitian ini adalah menghitung debit rancangan puncak banjir untuk kala
ulang 2, 5, 25, 50 dan 100 tahun di Sub DAS Batu Besaung; mengetahui bentuk rating
curve hubungan antara tinggi muka air dengan besarnya debit yang diakibatkan oleh
penambahan debit banjir dari limpasan air hujan; mengetahui besar kapasitas sungai
dalam rangka menampung debit banjir rencana dan perkembangannya;
mengidentifikasi sistem penggunaan lahan pada Sub DAS Batu Besaung sebagai upaya
penanggulangan banjir dan mempertahankan daerah resapan air; mengetahui kawasan
mana saja yang berpotensi rawan banjir pada Sub DAS Batu Besaung.
METODE PENELITIAN
Lokasi yang dijadikan tempat penelitian ini adalah Sub DAS Batu Besaung
Kelurahan Sempaja Utara, Kota Samarinda (Gambar 1). Penelitian dilakukan pada
bulan Januari sampai April 2011.
Data hidrologi dalam hal ini berupa data curah hujan, di mana dalam studi ini
dipakai data curah hujan dari stasiun pencatat curah hujan Bandara Temindung
(BMKG). Distribusi hujan harian rata-rata di Stasiun Pencatat Hujan Temindung yang
tercatat mulai tahun 1992 sampai dengan tahun 2011 (20 tahun).
Pendekatan yang digunakan adalah dengan cara analisis data hidrologi sebagai
salah satu metode yang dipakai dalam menganalisis curah hujan rancangan antara lain
Distribusi Gumbel dan Log Person Type III. Dalam perencanaan pengendalian banjir
analisis hidrologi merupakan salah satu tahapan yang mendasari analisis-analisis yang
lain (Hadisusanto, 2010).
Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data primer yaitu data yang
diperoleh dengan pengambilan data secara langsung di lapangan. Data ini berupa foto-
foto dokumentasi lokasi penelitian dan pengukuran dimensi sungai serta saluran
ekisting atau secara langsung di lapangan. Data sekunder yaitu data yang telah ada,
yang diambil dari instansi-instansi terkait.
Teknik pengumpulan data primer terdiri dari: melakukan observasi dan survei
identifikasi penyebab banjir, kondisi daerah genangan dan penyebabnya; melakukan
pengukuran langsung kondisi dimensi Sub DAS Batu Besaung; melakukan survei dan
inventarisasi bagaimana kondisi daerah resapan di daerah Sub DAS Batu Besaung dan
melakukan survei identifikasi kondisi daerah studi/lahan, pemanfaatan dan potensinya
dan sebagainya.
Data sekunder terdiri dari: data curah hujan selama 20 tahun yaitu dari tahun 1992
sampai 2011, dari Stasiun Bandara Temindung ( Badan Meteorologi, Klimatologi dan
Geofisika Kota Samarinda); Peta topografi/rupa bumi dari Badan Koordinasi Survei
dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal) Bogor di Bappeda Kota Samarinda; Rencana
Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) yang berupa peta tata guna lahan Kota Samarinda
dari Bappeda Provinsi Kalimantan Timur; Rencana Umum Tata Ruang Wilayah
(RTRW) yang berupa peta acuan dalam pemanfaatan ruang sehingga perkembangan
sosial ekonomi dapat berjalan secara efisien dan efektif dengan mempertahankan
kualitas lingkungan dari Bappeda Provinsi Kalimantan Timur dan data kependudukan
(monografi) di daerah Sub DAS Batu Besaung (Kelurahan Sempaja Utara) tahun 2011.
28 JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 5 (1), APRIL 2012
Gambar 1. Lokasi Sub DAS Batu Besaung
LEGENDA
:
1
BATAS DAS
KETINGGIAN KONTUR
SUNGAI
ANAK SUNGAI
JALAN KOLEKTOR
JALAN PENGHUBUNG
JALAN SETAPAK
ARAH ALIRAN SUNGAI
GARIS KONTUR
Sub DAS Batu Besaung
Aipassa dan Karno (2012). Upaya Perbaikan Fungsi Hidrologis 29
Data dianalisis dengan cara: mengindentifikasi kondisi biogefisik, meliputi
penutupan lahan atau pola penggunaan lahan, topografi, geologi, jenis tanah dan
hidrologi pola jaringan sungai serta kondisi iklim dari Sub DAS Batu Besaung;
mengkaji konfigurasi lapangan pada Sub DAS Batu Besaung untuk menentukan
kawasan-kawasan yang relatif rendah atau paling rendah, sehingga pada kawasan-
kawasan yang relatif rendah ini dapat digunakan untuk menopang keperluan analisis
kawasan-kawasan yang rawan banjir; memprediksi dan menganalisis parameter-
parameter laju erosi tanah dan untuk menunjukkan nilai degradasi lahan yang dapat
menyebabkan terjadinya banjir pada Sub DAS Batu Besaung, selanjutnya parameter-
parameter debit limpasan air maksimum dan debit banjir rancangan untuk menentukan
nilai degradasi keseimbangan tata air yang dapat menunjukkan tingkat kerawanan
banjir pada Sub DAS Batu Besaung; menghitung tingkat koefisien limpasan
permukaan, debit limpasan air sungai maksimum dan debit banjir rancangan;
menentukan kawasan berpotensi rawan banjir pada Sub DAS Batu Besaung
(Soewarno,1991; Anonim, 1991; Hadisusanto, 2010).
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Batas Sub DAS Batu Besaung
Sub DAS Batu Besaung secara administratif pemerintahan termasuk wilayah
Kelurahan Sempaja Utara, Kecamatan Samarinda Utara dengan batas-batas wilayah
Sub-sub DAS sebagai berikut : sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Kutai
Kartanegara, sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Lempake, sebelah selatan
berbatasan dengan Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kelurahan Air Putih, sebelah
barat berbatasan dengan Kelurahan Sempaja Selatan.
Kondisi Topografi
Secara umum kondisi tofografi Sub Daerah Aliran Sungai Batu Besaung
didominasi oleh daerah perbukitan bergelombang dan dataran. Daerah perbukitan
bergelombang umumnya berupa rangkaian beberapa kelompok perbukitan sedang
hingga tinggi, yang mana posisi masing-masing rangkaian perbukitan tersebut relatif
hampir sejajar dengan arah timur laut–barat daya. Ditinjau dari kenampakan bentang
alamnya, secara umum wilayah Sub Das Batu Besaung merupakan kawasan perbukitan
bergelombang lemah hingga sedang dengan ketinggian 25–100 m dpl.
Kondisi Geologi
Kondisi geologi Sub Daerah Aliran Sungai Batu Besaung terdiri dari singkapan
batuan lapuk muda dan batuan lapuk tua, batuan lapuk muda tersusun oleh litologi batu
pasir dengan perselingan batu lempung, sedangkan batuan lapuk tua berupa tanah
merah yang merupakan hasil pelapukan batuan lapuk muda. Batuan-batuan tersebut
merupakan hasil dari pelapukan batuan Formasi Balikpapan dan Formasi Pulau Balang.
(Anonim, 2009).
30 JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 5 (1), APRIL 2012
Kondisi Hidrologi
Lokasi studi adalah Desa Batu Besaung dan Desa Bayur yang merupakan wilayah
terdekat dari rencana lokasi penambangan batu bara PT Insani Bara Perkasa tepatnya
pada pit blok Bayur dan terletak di Sub DAS Batu Besaung. Sungai Batu Besaung
adalah penyumbang utama aliran dan bermuara di Sungai Karang Mumus. Dalam peta
hidrologi Desa Batu Besaung dan Desa Bayur termasuk dalam Sub DAS Batu Besaung.
Sub DAS Batu Besaung memiliki luas 588 ha (5,88 km2), panjangnya kurang lebih
4,60 km berada di Kelurahan Sempaja Utara Kecamatan Samarinda Utara yang luasnya
4.533 ha (453,3 km2). Beberapa anak sungai berukuran kecil menyumbang air ke dalam
Sungai Batu Besaung.
Bila melihat kondisi dengan jaringan sungai-sungai pada Sub DAS Batu Besaung
dapat diperoleh gambaran pola sebaran jaringan sungai beserta anak-anak sungainya
menunjukkan pola jaringan sungai dengan pola pencabangan pohon (dendritic pattern).
Karakteristik pola ini adalah gerakan limpasan air sungainya relatif cepat dari bagian
hulu menuju ke hilir atau muara sungai. Kondisi hidrologi di wilayah studi ini selain
bercirikan percabangan pohon (dendritic pattern), juga bentuk daerah tangkapan airnya
(DTA) agak bulat memanjang seperti buah pear yang memiliki karakteristik limpasan
air sungai yang relatif cepat.
Kondisi Penutupan Vegetasi
Jenis penutupan vegetasi sebagian besar lahan Sub DAS Batu Besaung ini
sebagian besar adalah hutan.
Penutupan lahan di sekitar Desa Batu Besaung umumnya didominasi oleh hutan
dengan pohon dan semak belukar,
juga terdapat perkebunan dan
persawahan penduduk setempat
yang berukuran sedang. Jenis
penutupan vegetasi sebagian besar
didominasi oleh hutan sekunder,
tanaman perkebunan, ladang dan
kebun buah-buahan milik
masyarakat setempat. Selain juga
dijumpai hamparan semak belukar
dan alang-alang. Kondisi ekisting
Sub DAS Batu Besaung bagian hulu
seperti terlihat pada Gambar 2. Gambar 2. Kondisi Lahan Ekisting Sub DAS Batu Besaung
Bagian Hulu
Kondisi Sosial Budaya Masyarakat
Sub DAS Batu Besaung mencakup hampir satu kecamatan, yaitu Kecamatan
Samarinda Utara. Jumlah penduduk yang mendiami Sub DAS ini berjumlah 12.636
Aipassa dan Karno (2012). Upaya Perbaikan Fungsi Hidrologis 31
jiwa. Dibandingkan dengan luas wilayahnya, kepadatan penduduk di wilayah ini
tergolong sangat padat, karena lebih dari 500 jiwa/km2, bahkan sepuluh kali lipat lebih.
Luas DAS dan Debit Banjir
Berdasarkan hasil perhitungan luas Sub DAS Batu Besaung dengan menggunakan
metode analisis sistem sumbu koordinat X dan Y atau perhitungan statistik diperoleh
hasil perhitungan sebagai berikut:
1. Luas DAS 588 ha atau 5,88 km2.
2. Sungai terpanjang dari bagian hulu sampai bagian hilir adalah 4.600 m atau 4,60 km.
3. Kemiringan dasar sungai (gradian hidrolik) 2,826% dengan waktu inlet 0,142 jam,
waktu konsentrasi (tc) 0,99 jam.
4. Intensitas curah hujan 39,504 mm/jam.
5. Debit buangan air hujan berdasarkan peta pemanfaatan lahan 6,780 m3/detik.
6. Debit air buangan penduduk 10,829 m3/detik.
7. Debit air buangan penduduk untuk kala ulang 50 tahun 7,122 m3/detik dengan
perkiraan jumlah penduduk sekitar 119.653 jiwa.
Bila melihat kondisi dengan jaringan Sub DAS Batu Besaung dapat diperoleh
gambaran pola sebaran jaringan sungai beserta anak-anak sungainya menunjukkan pola
jaringan sungai dengan pola pencabangan pohon (dendritic pattern). Karakteristik pola
ini gerakan limpasan air sungainya relatif cepat dari bagian hulu menuju ke hilir atau
muara sungai dan berdasarkan perhitungan DAS normal hanya dapat menampung 6,559
m3/detik, sedangkan debit air buangan penduduk untuk kala ulang 50 tahun 7,122
m3/detik; dengan perkiraan jumlah penduduk sekitar 119.653 jiwa, maka kondisi Sub
DAS tidak mampu menampung dan pasti akan terjadi limpasan dan banjir. Maka
berkaitan dengan hal tersebut perlu pengkajian potensi alamiah Sub DAS dalam
mereduksi banjir dan juga potensi pengendalian banjir dengan cara struktural dan non
struktural.
Gambar 3. Grafik HSS Nakayasu Periode Kala Ulang 50 Tahun Sub DAS Batu Besaung
32 JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 5 (1), APRIL 2012
Perhitungan debit banjir rancangan pada Sub DAS Batu Besaung dilakukan dengan
menggunakan metode Hidrograf Satuan Sintetik (HSS) Nakayasu seperti pada Gambar
3.
Kondisi pada Sub DAS Batu Besaung ini hampir sama dengan DAS Karang Asam
Besar untuk rancangan debit banjir kala ulang 50 tahun sebesar 250,014 m3/detik (Tabel
1), perlu segera dilakukan upaya normalisasi sungai untuk memperlancar aliran sungai
yang terjadi penyempitan dan pengkajian kondisi topografi pembuang alur sungai baru
(pembuatan kanal) jaringan pengendali banjir yang memotong sungai ke daerah hilir
yang kondisi topografinya rendah untuk memindahkan debit banjir ke sungai-sungai
yang mampu menampung debit banjir atau pembuatan embung dan bendungan dalam
penanganan banjir jangka panjang.
Tabel 1. Hasil Rancangan Debit Banjir Per Kala Ulang Sub DAS Batu Besaung
No Kala ulang
(tahun)
Debit banjir
rancangan (m3/detik)
Debit kondisi sungai normal
(m3/detik)
1 2 108,069 6,999
2 5 193,656 6,999
3 25 234,781 6,999
4 50 250,014 6,999
5 100 265,880 6,999
Kajian Banjir pada Sub DAS Batu Besaung
Kajian banjir dilakukan dengan menggunakan kala ulang 50 tahun, dengan alasan
pengambilan kala ulang 50 tahun adalah sesuai umur rencana bangunan dan mencegah
terjadinya pemborosan dalam mendimensikan perencanaan normalisasi sungai dan
konstruksi lainnya, karena dikhawatirkan normalisasi dan biaya terlalu besar jika
memakai kala ulang lebih dari 50 tahun dan akan terlalu kecil jika menggunakan kala
ulang di bawah 50 tahun.
Kajian banjir dilakukan dengan meninjau kondisi lahan sebelum dibuka dan
sesudah dibuka untuk tambang batu bara, pemukiman, perumahan, industri dan
sebagainya. Hal ini diperlukan untuk melihat seberapa besar dampak peningkatan
volume banjir akibat pembukaan lahan dan untuk keperluan penannggulangan banjir.
Pada lokasi RT 28 Batu Besaung Kelurahan Sempaja Utara Kecamatan Samarinda
Utara, sebelum lahan dibuka, debit puncak kala ulang 50 tahun mencapai 63,75
m3/detik. Jika keseluruhan lahan dibuka maka debit puncak mencapai 94,43 m
3/detik.
Terjadi peningkatan debit banjir sebesar 0,03 m3/detik setiap terjadi pembukaan lahan
seluas 1 ha.
Puncak banjir akan terjadi 3 jam setelah hujan turun. Kapasitas hidrolis sungai
yang hanya sebesar 6,999 m3/detik (Tabel 1) tidak akan mampu mengalirkan
keseluruhan debit banjir. Total volume air yang akan melimpas keluar dari sungai dan
menggenangi daerah sekitar adalah 418.110 m3. Enam jam setelah hujan turun, debit
banjir berada di bawah kapasitas hidrolis sungai sehingga genangan banjir perlahan
mulai masuk ke dalam sungai.
Aipassa dan Karno (2012). Upaya Perbaikan Fungsi Hidrologis 33
Tinjauan banjir dilanjutkan dengan menganalisis kondisi banjir setelah terjadi
pembukaan lahan. Jika seluruh lahan dibuka maka debit puncak menjadi 94,43 m3/detik
dan total volume air yang tidak mampu dialirkan oleh sungai Batu Besaung meningkat
menjadi 1.569.178 m3. Terjadi peningkatan volume genangan banjir sebesar 1.569.178
– 1.160.000 = 409,18 m3.
Hasil Penentuan Kerawanan Banjir Sub DAS Batu Besaung
Kondisi kerawanan banjir di daerah penelitian berdasarkan tujuan penelitian
diklasifikasikan menjadi lima kelas kerawanan banjir, yaitu sangat rawan, rawan, cukup
rawan dan tidak rawan. Kelas rawan merupakan kelas yang terluas, yaitu dengan luas
sebesar 4,10 km2
atau sekitar 69,72% dari luas daerah penelitian secara keseluruhan,
kemudian disusul berturut-turut cukup rawan dengan luas 1,70 km2 atau sekitar 28,92%,
sangat rawan dengan luas 0,08 km2
atau sekitar 1,36%, sedangkan kelas tidak rawan
tidak terdapat di daerah penelitian. Kondisi ekisiting Sub DAS Batu Besaung pada saat
banjir ditampilkan pada Gambar 4 dan rincian kerawanan banjir ditampilkan pada
Tabel 2.
Gambar 4. Kondisi Pemukiman pada Sub DAS Batu
Besaung Saat Banjir
Tabel 2. Tingkat Kerawanan Banjir di
Sub DAS Batu Besaung
No. Tingkat kerawanan
banjir
Luas
(km2) (%)
1 Sangat rawan 0,08 1,36
1 Rawan 4,10 69,72
2 Cukup rawan 1,70 28,92
3 Agak rawan 0,00 0,00
4 Tidak rawan 0,00 0,00
Jumlah 5,88 100,00
Upaya Penanganan
Sebagai upaya untuk menangani masalah air banjir tersebut, maka saran-saran dan
masukan yang dapat diajukan kepada pemerintah serta pemangku kepentingan sebagai
upaya penanganan banjir pada Sub DAS Batu Besaung yang harus segera
ditindaklanjuti agar bencana banjir di daerah tersebut tidak meluas adalah:
1. Segera melakukan upaya pembenahan alur Sub DAS Batu Besaung untuk
memperlancar aliran air di daerah ini. Pembenahan dapat dilakukan dengan
normalisasi alur dan penguatan tebing sungai dengan penurapan (parapet).
Alternatif parapet ini memang cukup mahal namun untuk lokasi yang padat
penduduk dan sempitnya lahan konstruksi seperti pada Sub DAS tersebut akan
lebih efektif.
34 JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 5 (1), APRIL 2012
2. Segera melakukan upaya kajian potensi alamiah DAS dalam mereduksi banjir dan
juga potensi pengendalian banjir dengan cara struktural dan non struktural di Sub
DAS Batu Besaung.
3. Diupayakan peningkatan saluran drainase yaitu menambah kapasitas saluran dan
pembenahan dinding saluran, pemeliharan saluran yang telah dipenuhi sedimen
juga harus dilaksanakan untuk mengembalikan tingkat fungsional saluran drainase.
4. Lokasi rawan terutama di daerah tengah Sub DAS Batu Besaung sangat berperan
dalam mereduksi banjir yang turun ke daerah hilir. Rawa kedua tempat ini cukup
luas, sehingga akan sangat efektif sebagai lokasi retarding basin Sungai Batu
Besaung. Saat ini lokasi ini sebagian telah diperuntukan bagi permukiman
penduduk, sangat disayangkan bila perumahan di sini dalam konstruksinya
dilakukan penimbunan dengan menimbun tanah, karena timbunan tanah ini akan
mengurangi volume dari rawa yang berdampak pada mengecilnya daya reduksi
banjir oleh rawa kawasan ini.
5. Diperlukan penegakan hukum sesuai peraturan tentang sempadan sungai guna
mengelola Sub DAS Batu Besaung yang sudah terlanjur kumuh.
6. Pengelolaan daerah penguasaan sungai harus dilakukan secara sinergi oleh seluruh
instansi terkait dengan melibatkan masyarakat.
7. Sosialisasi peraturan pada masyarakat agar masyarakat paham akan fungsi sungai
termasuk bantarannya.
8. Pemerintah Kota Samarinda dan Instansi Teknis di antaranya Dinas Bina Marga
dan Pengairan Kota Samarinda, Dinas Pengembangan Pemukiman Kota Samarinda,
Badan Lingkungan Hidup, Dinas DKP dan Instansi Teknis lainnya yang sangat
berperan penting dalam hal penanganan banjir di Kota Samarinda hendaknya perlu
melakukan penyuluhan, mengajak peran serta masyarakat untuk tidak membuang
sampah pada saluran dan sungai serta agar tidak menutup saluran-saluran tersier
(yang lebih kecil). Sebaliknya diperlukan kesadaran masyarakat untuk berperan
serta menjaga dan memperbaiki sungai, agar saluran sungai dapat berfungsi dengan
benar.
9. Perlu dilakukan pengawasan dan pembinaan bagi pengembang pemukiman agar
mematuhi tata guna lahan atau rencana tata ruang kota yang telah dibuat oleh
Pemerintah Kota Samarinda, terutama dalam rangka melindungi daerah resapan
tampungan air.
10. Koordinasi antar instansi sangat penting dalam menunjang keberhasilan
penanganan masalah banjir ini. Oleh karena itu semua instansi pemerintah maupun
swasta yang mempunyai andil besar dalam penetapan konsep sistem drainase dan
alirannya sehubungan dengan perencanaan pengembangan kawasan pemukiman
dan perkotaan yang telah didesain sebagaimana dapat dilihat dalam Rencana Detail
Tata Ruang Kota (RDTRK) Samarinda 2011-2020 perlu dilibatkan dalam semua
kegiatan perencanaan alur drainase ini, kalau perlu duduk satu meja untuk merevisi
kembali RTRW dan RDTRK yang dilaksanakan oleh Dinas Bina Marga dan
Pengairan Kota Samarinda.
11. Ketiga aspek dalam Propeda Kota Samarinda yaitu aspek teknik, ekonomi dan
sosial dapat dituangkan dalam suatu tindakan nyata yakni land-banking (bank
tanah) yang diharapkan dapat diwujudkan oleh Pemerintah Daerah dan Urban
Aipassa dan Karno (2012). Upaya Perbaikan Fungsi Hidrologis 35
Renewal (peremajaan pemukiman rumah). Data yang ada dalam land banking dapat
digunakan untuk pelaksanaan land consolidation, sedang Urban Renewal dalam
pelaksanaanya memerlukan land consolidation.
12. Dalam menetapkan kawasan konsolidasi tanah, Walikota Samarinda harus mengacu
kepada Rencana Tata Ruang Kota dan Properda/Repeta yang sudah disahkan oleh
DPRD Kota Samarinda, baik secara langsung maupun melalui land consolidation
harus dapat menjadi dasar dalam pelaksanaan pengendalian dan penanggulangan
banjir secara terpadu dimulai dari perencanaan dari daerah hulu sampai hilir. Di
samping dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan lainnya seperti
permukiman kumuh, sampah, distribusi lahan yang tidak merata, tidak teraturnya
tata ruang dan sebagainya.
13. Membentuk satuan pengamanan dan pengawasan pembangunan untuk
mengamankan, mengawasi dan menerbitkan pembangunan banguan termasuk
pembangunan di kawasan-kawasan khusus seperti pengamanan sempadan sungai
dan alur air lainya (drainase) dan kawasan-kawasan jalur hijau.
14. Dalam mengajukan IMB (Izin Mendirikan Bangunan) pemohon juga sebaiknya
diwajibkan melengkapi gambarnya dengan desain saluran drainase di areal tanah
yang akan dibangun dan orientasi arah buangan ke saluran kota dan dilengkapi juga
dengan rencana pengembangan selanjutnya.
15. Perijinan lainnya yang berhubungan dengan pembukaan lahan, seperti pembukaan
lahan untuk penyiapan areal perumahan dan galian C harus dilengkapi dengan
dokumen lingkungan dan rencana detail existing dan rencana termasuk di dalamnya
rencana sistem drainase baik untuk air hujan maupun sedimentasi yang semuanya
diorientasikan untuk ramah lingkungan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan kajian hidrologi didapat panjang Sub DAS Batu Besaung 4,6 km, luas
588 ha, gradian hidrolik 2,826%, debit Sub DAS normal 6,999 m3/dtk (kapasitas
hidrolis) dan debit banjir maksimum 275 m3/dtk (kala ulang berdasarkan umur rencana
bangunan 50 tahun) dengan rating curve antara tinggi muka air dengan besarnya debit
banjir (puncak banjir) terjadi pada jam ketiga atau terjadi puncak banjir setelah 3 jam
turun hujan kemudian berangsur-angsur normal debit banjirnya.
Kelas kerawanan banjir rawan merupakan kelas yang terluas sebesar 4,106 km2
atau sekitar 69,72% dari luas daerah penelitian secara keseluruhan, kemudian disusul
berturut-turut cukup rawan dengan luas 1,70 km2
(28,92%), sangat rawan 0,08 km2
(1,36%), sedangkan kelas tidak rawan tidak terdapat di daerah penelitian. Kelas sangat
rawan secara keseluruhan, terdapat di tengah wilayah tersebut dan berada di daerah
sekitar kanan-kiri Sub DAS Batu Besaung. Kondisi kerawanan banjir sangat rawan
tersebut memiliki karakteristik satuan lahan berupa relief yang datar, drainase
permukaan dan infiltrasi tanah jelek dan sebagian sedang serta penggunaan lahan
berupa permukiman, sawah dan kebun campuran dengan curah hujan 2.500–3.000
mm/th hingga curah hujan >3.000 mm/th. Lokasi sangat rawan ini sebagian besar di
36 JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 5 (1), APRIL 2012
Kelurahan Sempaja Utara khususnya berada pada ruas jalan Padat Karya, Kawasan RT
28 di sekitar permukiman warga, di kawasan SDN 039 Jl Solong Durian, kawasan
Lokalisasi WTS, Bayur dan Kawasan Betapus.
Berdasarkan hasil kajian tersebut jika pembukaan lahan terus dilakukan, maka
sangat mutlak harus dilakukan normalisasi sungai dan diperlukan kolam retensi guna
menampung sementara volume genangan banjir yang sangat besar agar tidak
menggenangi rumah dan perkebunan penduduk di sekitar bantaran Sub DAS Batu
Besaung serta masyarakat sekitarnya.
Letak kolam retensi memerlukan perencanaan lebih lanjut dengan
mempertimbangkan topografi, ketersediaan lahan dan jenis tanah dasar. Pembukaan
lahan di Sub DAS Batu Besaung hanya bisa dilakukan jika kolam retensi dibangun
dengan kapasitas yang memadai. Sub DAS Batu Besaung adalah bagian dari DAS
Karang Mumus, maka pembukaan lahan di lokasi ini sangatlah berisiko mengingat
Sungai Karang Mumus yang sudah tidak mampu menampung debit banjir kala ulang 1
tahun sekalipun dan sesegera mungkin melakukan rehabilitasi lahan yang terdegradasi
akibat kegiatan pertambangan, baik dengan menggunakan metode vegetatif (penanaman
legum cover crop, fast growing spesies dan long life spesies) maupun mekanis/teknik
sipil (manipulasi bidang kemiringan/terasering, pembangunan saluran air/drainase,
pembangunan drop structure).
Saran
Upaya pengendalian banjir pada studi ini adalah berupa kajian hidologi, merupakan
salah satu acuan untuk menentukan kajian teknis untuk mengetahui kondisi DAS perlu
kajian potensi alamiah DAS dalam mereduksi banjir dan juga potensi pengendalian
banjir dengan cara struktural dan non struktural di Sub DAS Batu Besaung. Masih
banyak alternatif-alternatif lain yang bisa diterapkan seperti pembuatan long storage
atau retarding basin yang dikombinasi dengan rumah pompa pada bagian outletnya.
Bisa juga dengan pembuatan saluran pengendali banjir (flood way), hutan rawa buatan,
pembuatan sumur resapan dan masih banyak alternatif-alternatif lain yang perlu dikaji
sendiri. Sosialisasi peraturan tentang pengelolaan sungai kepada instansi terkait dan
masyarakat agar mendapatkan pemahaman yang sama, menumbuhkan rasa kepedulian
masyarakat untuk ikut berperan dalam pengelolaan sungai, antara lain dengan
membentuk kelompok masyarakat peduli sungai, ketegasan pemerintah dalam
menegakan peraturan perundangan.
Dalam rangka mewujudkan suatu pengendalian banjir secara menyeluruh, perlu
dukungan semua pihak agar perencanaan pengendalian banjir dapat berfungsi secara
efektif dan efisien serta penyediaan anggaran yang memadai untuk pengelolaan sungai.
DAFTAR PUSTAKA
Aipassa, I.M. dan T. Tandirogang. 2010. Kajian Hidrologi dan Hidrolika Sub DAS Batu
Besaung, PT Insani Baraperkasa, Samarinda.
Anonim. 1991. SNI Metode Pengukuran Debit Sungai dan Saluran Terbuka. Departemen
Pekerjaan Umum, Yayasan LPMP, Bandung
Aipassa dan Karno (2012). Upaya Perbaikan Fungsi Hidrologis 37
Anonim. 2009. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Kegiatan Peningkatan Produksi Batu
Bara PT Insani Bara Perkasa, Kutai Kartanegara dan Kota Samarinda, Provinsi Kalimantan
Timur. Hadisusanto, N. 2010. Aplikasi Hidrologi. Jogja Mediautama.
Soewarno.1991. Pengukuran dan Pengolahan Data Aliran Sungai (Hidrometri). Penerbit Nova.
Bandung.