Post on 28-Aug-2018
UPAYA PENGHULU DALAM MENGURANGI PERCERAIAN
(Studi Kasus di KUA Kecamatan Parungpanjang Kabupaten Bogor)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi
Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh:
SUKRON NA’IM
1110044200026
KONSENTRASI ADMINISTRASI KEPERDATAAN ISLAM
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1435 H/2014 M
i
UPAYA PENGHULU DALAM MENGURANGI PERCERAIAN (Studi Kasus di KUA Kecamatan Parungpanjang Bogor)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi
Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh
SUKRON NA’IM
1110044200026
Pembimbing
Drs.H.A.Basiq Djalil, S.H., M.A.
195003061976031001
KONSENTRASI ADMINISTRASI KEPERDATAAN ISLAM
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1435 H/2014 M
ii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
Skripsi Yang berjudul UPAYA PENGHULU DALAM MENGURANGI
PERCERAIAN (STUDI KASUS DI KUA KECAMATAN PARUNGPANJANG
KABUPATEN BOGOR) telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas
Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
pada tanggal 12 Mei 2014. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat
memperoleh gelar Sarjana Syariah (S.Sy.) pada Program Studi Hukum Keluarga
(SAS).
Jakarta, 12 Mei 2014
Mengesahkan,
Dekan Fakultas Syariah Dan Hukum
Dr. Phil. JM. Muslimin, MA.
NIP. 195505051982031012
PANITIA UJIAN
1. Ketua : Drs. H. A. Basiq Djalil, S.H., M.A. (…………….)
NIP. 195003061976031001
2. Sekretaris : Hj. Rosdiana, M.A. (…………….)
NIP. 196906102003122001
3. Pembimbing : Drs. H. A. Basiq Djalil, S.H., M.A. (…………….)
NIP. 195003061976031001
4. Penguji I : Dr. Djawahir Hejazziey, S.H, M.A, M.H. (…………….)
NIP. 195510151979031002
5. Penguji II : Dr. K. H. A. Juaini Syukri, Lc., M.Ag. (…………….)
NIP. 195507061992031001
iii
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 25 Februari 2014
SUKRON NA’IM
iv
ABSTRAK
SUKRON NA’IM. NIM : 1110044200026 “UPAYA PENGHULU
DALAM MENGURANGI PERCERAIAN (Studi Kasus di KUA Kecamatan
Parungpanjang Bogor)”. Konsentrasi Administrasi Keperdataan Islam, Program
Studi Hukum Keluarga, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah,
Jakarta, 1435 H/2014 M, viii + 62 halaman.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui upaya penghulu dalam
mengurangi perceraian yang dilakukan sebagian masyarakat kecamatan
parungpanjang kabupaten bogor dan untuk mengetahui faktor-faktor yang
menyebabkan terjadinya perceraian yang dilakukan sebagian masyarakat
kecamatan parungpanjang kabupaten bogor.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pengumpulan
data melalui riset pustaka dan riset lapangan, metode interview, metode observasi
dan metode penulisan yang disusun secara sistematis, dikaji, kemudian ditarik
sebuah kesimpulan dalam hubungannya dengan masalah yang diteliti.
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Upaya yang akan dilakukan
oleh Penghulu adalah memberikan penyuluhan, meningkatkan kualitas P3N,
mengadakan pembinaan keluarga sakinah, dan membuat program berbentuk
soaialisasi. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi Perceraian ialah faktor
pendidikan, ekonomi, lingkungan, dan usia/umur.
Kata Kunci : Upaya Pengulu, Faktor-faktor Perceraian.
Pembimbing : Drs. H. A. Basiq Djalil, SH., MA.
Daftar Pustaka : Tahun 1985 s.d. Tahun 2012.
v
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap, kata Hamdallah karena tidak ada kata yang patut
penulis ucapkan atas rasa syukur yang mendalam kehadirat Allah SWT yang
maha pengasih lagi maha penyayang sehingga dengan perkenan-Nya jualah
diberikan kemampuan dalam menyelesaikan skripsi ini. Shalawat beriring salam
semoga senantiasa tercurah kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW yang
telah menjadi pemimpin dan penyampai hidayah umat manusia dimuka bumi.
Penulis menyadari bahwa mungkin skripsi ini tidak dapat terwujud
sebagaimana yang diharapakan, tanpa bantuan dan bimbingan semua pihak. Oleh
karena itu penulis ingin menggunakan kesempatan ini untuk menyampaikan rasa
terima kasih dan rasa hormat penulis kepada Bapak :
1. Dr. Phil. JM. Muslimin, MA. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Drs. H. A. Basiq Djalil, S.H dan Ibu Hj. Rosdiana Nasrun M.A. Ketua dan
Sekretaris Prodi Hukum Keluarga.
3. Drs. H. A. Basiq Djalil, S.H Pembimbing yang telah banyak membantu
memberikan bimbingan, petunjuk, masukan serta kemudahan kepada
penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
4. Dr. K. H. A. Juaini Syukri, Lc, M.Ag. Dan Dr. Djawahir Hajazziey, S.H,
M.A, M.H. Selaku Dosen Penguji Skripsi.
vi
5. Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
telah membekali saya dengan ilmu pengetahuan dan pengalaman yang
berguna.
6. Drs. Ahmad Baedowi, M.M. Penghulu KUA Kecamatan Parungpanjang
yang telah meluangkan waktunya untuk diwawancarai.
7. Kedua orang tua tercinta Ayahanda Khaerudin, S.HI dan Ibunda Enok
Sumiyati serta kakak tercinta Haeriyah, S.Sy dan adik tercinta Aan
Nurhasan yang telah banyak memberikan bimbingan dan dorongan serta
do’a restu untuk keberhasilan selama kuliah.
8. Sahabat-sahabat Anita Zhuriyah Agustin, Mirza Vahlepi Putra, Rian
Wahyu Utomo, Adi Guna Sakti, Ahmad Buhori Muslim, Azhar Nasution,
Sopriyanto, Raja Usman Hasibuan dan Natasha Nicola Anjani Dekok
yang selalu ada disaat suka dan duka penulis.
9. Teman-teman KKN dan Administrasi Keperdataan Islam angkatan 2010.
Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi siapa saja
yang membacanya, dan penulis juga mengharapakan kritik dan saran yang
membangun dari siapapun yang membaca skripsi ini demi sebuah
tambahan keilmuan dan wawasan, sehingga dikemudian hari penulis dapat
mengevaluasi diri.
Jakarta, 25 Februari 2014
Penulis
Sukron Na’im
vii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ……………………. i
LEMBAR PENGESAHAN ………………………………………... ii
LEMBAR PERNYATAAN ………………………………………... iii
ABSTRAK ………………………………………………………….. iv
KATA PENGANTAR ……………………………………………… v
DAFTAR ISI ………………………………………………………... vi
BAB I PENDAHULUAN ………………………………….. 1
A. Latar Belakang Masalah ………………………… 1
B. Pembatasan & Perumusan Masalah ……………... 8
C. Tujuan & Manfaat Penelitian ……………………. 9
D. Metode Penelitian ……………………………….. 10
E. Kerangka Teori ………………………………….. 12
F. Riview Studi Terdahulu …………………………. 13
G. Sistematika Penulisan …………………………… 15
BAB II PERKAWINAN, PENGHULU DAN PERCERAIAN
……………………………………………………… 17
A. Pengertian Perkawinan dan Penghulu …………… 17
B. Syarat dan Dasar Hukum Perkawinan …………... 20
C. Hikmah dan Tujuan Perkawinan ………………… 24
viii
D. Tugas dan Fungsi Penghulu ……………………... 28
E. Pengertian dan Sebab Perceraian ……………….. 29
BAB III PROFIL KUA PARUNGPANJANG ……………... 36
A. Gambaran Umum KUA …………………………. 36
B. Letak Geografis dan Demografi KUA …………... 39
C. Kondisi Perekonomian dan Pendidikan Masyarakat
……………………………………………………. 40
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS ……….... 43
A. Perceraian di KUA Parungpanjang …………….. 43
B. Keterlibatan Penghulu dalam Perceraian ………. 45
C. Kifrah Penghulu dalam Masyarakat ……………. 48
BAB V PENUTUP ………………………………………….. 51
A. Kesimpulan ……………………………………… 51
B. Saran-saran ………………………………………. 54
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………. 56
LAMPIRAN -LAMPIRAN………………………………………… 58
1. Lampiran Surat Permohonan Pembimbing ………………….. 58
2. Lampiran Surat Izin Penelitian ……………………………… 59
3. Lampiran Surat Keterangan Penelitian ……………………… 60
4. Lampiran Hasil Wawancara …………………………………. 61
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia merupakan makhluk hidup yang tidak bisa berdiri sendiri karena
manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan bantuan orang lain untuk
saling berinteraksi. Oleh karena itu manusia membutuhkan teman untuk saling
berbagi mengasihi dan menyayangi, salah satu bentuk kebesaran Allah SWT bagi
manusia ciptaannya adalah diciptakannya manusia yang terdiri dari laki-laki dan
perempuan dengan saling berpasang-pasangan. Manusia diberikan sebuah wadah
untuk membentuk keturunan sekaligus beribadah kepada Allah dengan cara
melakukan perkawinan sesuai dengan ajaran agama. Wadah yang dimaksud disini
adalah sebuah lembaga yaitu perkawinan.
Lembaga perkawinan merupakan suatu lembaga yang mempunyai kedudukan
terhormat dalam hukum islam dan hukum nasional Indonesia. Hal ini dibuktikan
dengan adanya peraturan-peraturan khusus yang berkaitan dengan perkawinan yaitu
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
Perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang
wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang
2
bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Pasal 1 UU No. 1 Tahun
1974).1
Disamping definisi yang diberikan oleh Undang-Undang No. 1 Tahun 1974
yang telah dipaparkan diatas, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia memberikan
definisi lain yang tidak mengurangi arti-arti definisi undang-undang tersebut, namun
memberi penjelasan dengan rumusan sebagai berikut:
Perkawinan menurut Kompilasi Hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad
yang sangat kuat atau mittsaaqon gholiidhan untuk menaati perintah Allah dan
melaksanakannya merupakan ibadah.2
Didalam ayat Al-Qur’an menerangkan bahwa manusia itu diciptakan berasal
dari satu jenis, satu jiwa dan dari dirinya itu lahir pula seorang pasangannya dari jenis
wanita untuk teman hidupnya untuk melahirkan keturunannya yang akan berkembang
biak kelak.3
Dalam kehidupan dunia fana ini, semua makhluk hidup baik manusia,
binatang maupun tumbuh-tumbuhan tidak bisa lepas dari pernikahan atau
perkawinan. Ini merupakan sunnatullah (hukum alam) untuk kelangsungan hidup
1R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta: Pradnya
Paramita, 2009), h. 537. 2Budi Durachman, Kompilasi Hukum Islam, (Bandung: Fokus Media, 2007), hal. 7.
3 Amir Taat Nasution, Rahasia Perkawinan Dalam Islam, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1994),
hal. 2.
3
umat manusia, berkembangbiaknya binatang-binatang dan untuk melestarikan
lingkungan alam semesta. Hukum alam semacam ini dijelaskan dalam firman Allah
SWT:4
Pada dasarnya semua orang yang telah terikat dalam perkawinan
menginginkan bahtera rumah tangganya berjalan dengan sempurna hingga maut
yang memisahkan. Perkawinan merupakan sebuah perikatan antara suami isteri yang
didalamnya dimungkinkan terdapat adanya perjanjian diluar substansi utama
perkawinan. Perjanjian ini adalah muncul dari kehendak para pihak yang terikat
dalam perkawinan sebagai sebuah ikatan persyaratan tambahan untuk kepentingan
suami atau isteri.5
Kemudian dari perkawinan muncul pula hubungan orang tua dengan anak-
anaknya. Serta timbul hubungan kekeluargaan sedarah dan semenda. Oleh karena itu,
perkawinan mempunyai pengaruh yang sangat besar, baik dalam hubungan
kekeluargaan pada khususnya, maupun dalam kehidupan bermasyarakat serta
bernegara pada umumnya. Karena bila dilihat dari segi sosial suatu perkawinan,
dalam masyarakat setiap bangsa ditemui suatu penilaian yang umum, bahwa orang
yang berkeluarga atau pernah berkeluarga mempunyai kedudukan yang lebih dihargai
4 Mohammad Asmawi, Nikah, (Yogyakarta: Darussalam, 2004), hal. 18.
5 Mohammad Asmawi, Nikah, (Yogyakarta: Darussalam, 2004), hal. 21.
4
dari mereka yang tidak kawin.6 Maka hendaklah segenap bangsa Indonesia
mengetahui seluk-beluk berbagai peraturan hukum perkawinan, agar mereka dapat
memahami dan melangsungkan perkawinan sesuai dengan peraturan yang berlaku.7
Maksud Perkawinan ialah abadi, bukan buat sementara waktu, kemudian
diputuskan. Karena dengan demikianlah dapat mendirikan rumah tangga yang damai
dan teratur, serta memperoleh turunan yang sah dalam masyarakat. Dengan
perkawinan yang sah, anak-anak akan mengenal ibu, bapak, dan nenek moyangnya,
mereka merasa tenang dan damai dalam masyarakat, sebab keturunan mereka jelas,
dan masyarakatpun menemukan kedamaian, karena tidak ada dari anggota mereka
mencurigakan nasabnya.8
Tetapi kadang-kadang kedua suami istri gagal dalam usahanya mendirikan
rumah tangga yang damai dan teratur, lantaran keduanya berlainan tabi’at dan
kemauan, berlain tujuan hidup dan cita-cita, sehingga hampir selalu terjadi
pertengkaran dan perselisihan antara keduanya. Meskipun keduanya telah berusaha
dengan segala daya-upaya, supaya keduanya dapat hidup dengan damai dan tenteram,
tetapi tidak berhasil juga. Sebab itu tidak ada obat yang terakhir selain daripada
6 Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia , (Jakarta: Universitas Indonesia Press,
1986), hal. 48. 7 Djoko Prakoso dan I Ketut Murtika, Azaz-Azaz Hukum Perkawinan di Indonesia, hal. 6.
8 Muhammad Fu’ad Syakir, Perkawinan Terlarang, (Jakarta: CV. Cendekia Sentra Muslim,
2002), hal, 11.
5
perceraian, supaya keduanya jangan hidup dalam satu rumah yang penuh api
pertengkaran, permusuhan dan penderitaaan.9
Keutuhan dan kelanggengan kehidupan perkawinan merupakan suatu tujuan
yang digariskan Islam. Akad nikah merupakan suatu perjanjian untuk selamanya dan
langgeng hingga meninggal dunia, agar suami isteri bisa hidup bersama-sama dalam
mewujudkan rumah tangga sebagai tempat berlindung, tempat bersemai kasih sayang,
dan untuk memelihara dan mendidik anak yang saleh.10
Dalam kehidupan rumah tangga, meskipun pada mulanya dua suami-isteri
penuh kasih sayang seolah-olah tidak akan menjadi pudar, namun pada kenyataannya
rasa kasih sayang itu bila tidak dirawat bisa menjadi pudar, bahkan bisa hilang
berganti dengan kebencian.
Kalau kebencian sudah datang, dan suami-isteri tidak dengan sungguh hati
mencari jalan keluar dan memulihkan kembali kasih sayangnya, akan berakibat
negatif bagi anak keturunannya. Oleh karena itu, upaya memulihkan kembali kasih
sayang merupakan suatu hal yang perlu dilakukan. Memang benar kasih sayang itu
bisa beralih menjadi kebencian. Akan tetapi perlu pula diingat bahwa kebencian itu
kemudian bisa pula kembali menjadi kasih sayang.
9 Mahmud Yunus, Hukum Perkawinan Dalam Islam, (Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1996),
hal, 110. 10
Abdul Qodir Djaelani, Keluarga Sakinah, (Surabaya: PT. Bina Ilmu. 1995), hal, 316.
6
Suami-isteri dalam ajaran islam tidak boleh terlalu cepat mengambil
keputusan bercerai, karena benang kusut itu sangat mungkin disusun kembali.
Walaupun dalam ajaran islam ada jalan penyelesaian terakhir yaitu perceraian, namun
perceraian adalah suatu hal yangh meskipun boleh dilakukan tetapi dibenci oleh Nabi.
Setiap ada sahabat datang kepadanya yang ingin bercerai dengan isterinya, Rasulullah
selalu menunjukan rasa tidak senangnya seraya berkata: Abgadul halali’indallahi at-
talaq (hal yang halal tapi dibenci oleh Allah adalah perceraian).11
Perceraian juga diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan dalam pasal 39 disebutkan:
1. Perceraian hanya dapat dilakukan didepan sidang Pengadilan setelah
Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan
kedua belah pihak.
2. Untuk melakukan Perceraian harus ada cukup alasan bahwa antara suami istri
itu tidak akan dapat rukun sebagai suami istri.
3. Tata cara Perceraian di depan sidang Pengadilan di atur dalam peraturan
Perundangan tersebut.12
Dengan demikian,berbeda halnya dengan sebagian masyarakat Kecamatan
Parungpanjang, Kabupaten Bogor, masyarakatnya masih banyak yang melakukan
11
Satria Effendi M. Zein, Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer, (Jakarta: Prenada Media, 2004), hal. 96-97.
12
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, , (Bandung: Citra Umbara, 2007).
7
perceraian tanpa melihat dampak yang akan terjadi serta akan ditimbulkan oleh
sebuah perceraian tersebut. Hal ini merupakan masalah dalam masyarakat yang perlu
dipecahkan.
Untuk mengurangi lebih banyak lagi terjadinya perceraian, maka dalam hal ini
penghulu atau pejabat KUA yang mempunyai fungsi sebagai orang yang ditunjuk
oleh Negara untuk melangsungkan perkawinan, harus cermat dan tanggap serta teliti
terlebih dahulu terhadap mereka yang akan melangsungkan perkawinan, terutama
sekali dengan tujuan-tujuan mereka menikah, dengan demikian besar harapan
kemungkinan terjadinya perceraian dapat dihindari. Upaya yang dilakukan oleh
penghulu haruslah benar-benar memberikan dampak positif dan dapat memberikan
kesadaran pada masyarakat bahwa perceraian membawa resiko yang sangat besar.
Di lihat dari latar belakang yang ada, penulis akan mencoba mengungkap
masalah tersebut dan mudah-mudahan dapat mengatasi permasalahan perceraian.
Dengan terjadinya perceraian tersebut dapat menimbulkan banyak dampak terhadap
lingkungan yang ada di sekitar. Sehingga penulis merasa tertarik untuk meneliti lebih
lanjut dan mencoba membandingkannya dalam karya ilmiah yang berbentuk skripsi
dengan judul:
“UPAYA PENGHULU DALAM MENGURANGI PERCERAIAN”
(Studi Kasus di KUA Kecamatan Parungpanjang, Kabupaten Bogor).
8
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Setelah mengungkapkan latar belakang masalah sebagaimana yang telah
dijelaskan di atas, bahwasanya tugas dan fungsi Penghulu tidak hanya
mencatatkan pernikahan, tetapi dalam pasal 24 Peraturan Menteri Nomor
PER/62/M.PAN/6/2005 tentang jabatan fungsional penghulu adalah
sebagai Pembina keluarga sakinah, maka penulis membatasi permasalahan
pembahasan pada penelitian skripsi ini dengan upaya penghulu dalam
mengurangi perceraian, khususnya pada masyarakat Parungpanjang.
2. Perumusan Masalah
Dalam peraturan Menteri Nomor PER/62/M.PAN/6/2005 pasal 24
disebutkan bahwa jabatan fungsional penghulu adalah sebagai Pembina
keluarga sakinah, tetapi pada kenyataannya tugas itu tidak dilaksanakan
sehingga berpengaruh pada perceraian, khusunya pada masyarakat
Parungpanjang. maka penulis merumuskan dalam bentuk pertanyaan-
pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimana Upaya Penghulu dalam Meminimalisir Perceraian?
2. Apa yang menjadi Faktor terjadinya Penghulu tidak melaksanakan
tugasnya sebagai Pembina keluarga sakinah?
3. Bagaimana pelaksanaan pembinaan keluarga sakinah yang dilakukan
oleh penghulu dalam mengurangi perceraian?
9
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Dalam penyusunan skripsi ini penulis mempunyai tujuan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui upaya penghulu dan pelaksanaan pembinaan
keluarga sakinah dalam mengurangi perceraian yang dilakukan
sebagian masyarakat Parungpanjang.
2. Untuk mengetahui faktor terjadinya Penghulu tidak melaksanakan
tugasnya sebagai Pembina keluarga sakinah?
3. Untuk mengetahui Upaya Penghulu dalam meminimalisir Perceraian?
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini yaitu:
1. Untuk meminimalisir Perceraian di Kecamatan Parungpanjang,
Kabupaten Bogor.
2. Untuk membuat sebuah karya ilmiah dalam bentuk skripsi, yang
merupakan salah satu persyaratan mendapat gelar Sarjana Syariah
(S.Sy) yang telah ditentukan oleh Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta, bagi mahasiswa dan mahasiswi yang akan
menyelesaikan studinya di Fakultas Syariah dan Hukum khususnya
Konsentrasi Administrasi Keperdataan Islam.
3. Untuk menambah ilmu pengetahuan di bidang ilmu agama terutama
yang berkaitan dengan masalah yang sedang di bahas ini, karena
dengan membahas masalah ini, penulis berusaha semaksimal mungkin
10
untuk membaca dan memahami buku-buku yang terkait dengan
masalah perkawinan dan Perceraian.
4. Untuk memberikan sumbangsinya terhadap Kecamatan Parungpanjang
dalam upaya meminimalisir angka perceraian dengan cara
mensosialisasikan ke masyarakat tersebut dalam bentuk seminar-
seminar tentang pengaruh Perceraian.
D. Metode Penelitian
Untuk memudahkan dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini penulis
menggunakan berbagai metode diantaranya sebagai berikut:
1. Metode Pengumpulan Data
a. Riset perpustakaan , yaitu penelitian yang dilakukan dengan bantuan
bermacam-macam materi yang terdapat diruang perpustakaan.
b. Riset Lapangan, yaitu penelitian yang dilakukan sesuai dengan
kehidupan sebenarnya, dengan menentukan obyek penelitian yaitu
Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Parungpanjang, Kabupaten
Bogor.
Untuk mendapatkan data serta informasi di lapangan penulis
mempergunakan metode-metode pengumpulan data sebagai berikut:
2. Metode Interview
Interview adalah Cara pengumpulan data yang dilakukan dengan
bertanya dan mendengarkan jawaban langsung dari sumber utama
11
data. Dalam interview ini penulis menggunakan interview terstruktur
maksudnya adalah penulis membawakan kerangka-kerangka
pertanyaan untuk disajikan kepada Penghulu,dan Anggota Masyarakat
yang melakukan perceraian.
3. Metode Observasi
Observasi adalah Pengamatan-pengamatan dan pencatatan-pencatatan
dengan sistematika fenomena-fenomena yang diselidiki. Di sini
penulis hanya melakukan pengamatan terhadap obyek yaitu Penghulu,
Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama dan Anggota Masyarakat yang
melakukan Perceraian.
4. Metode Penulisan
Dari data-data yang di peroleh di atas, kemudian disusun secara teratur
dan sistematis lalu dianalisis secara kualitatif, dengan demikian jenis
penelitian dalam karya ilmiah ini adalah penelitian. Adapun teknik
penulisan, penulisan menggunakan buku “Pedoman Penulisan Skripsi
Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2012”.
12
E. Kerangka Teori
Akad nikah adalah masalah penting dalam kehidupan masyarakat dan penting
sekali artinya dalam menentukan kebahagiaan rumah tangga. Keadaan menuntut
adanya persiapan mental yang matang dalam membina rumah tangga.
Suami-isteri dalam ajaran islam tidak boleh terlalu cepat mengambil
keputusan bercerai, karena benang kusut itu sangat mungkin disusun kembali.
Walaupun dalam ajaran islam ada jalan penyelesaian terakhir yaitu perceraian, namun
perceraian adalah suatu hal yangh meskipun boleh dilakukan tetapi dibenci oleh
Nabi.13
Menurut PMA No. 30 Tahun 2005, Penghulu adalah pegawai negeri sipil
sebagai pencatat nikah yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara
penuh oleh Menteri Agama atau pejabat yang ditunjuk sesuai peraturan perundang-
undangan yang berlaku untuk melakukan pengawasan nikah/rujuk menurut Agama
Islam dan kegiatan kepenghuluan.
Tugas Pokok Penghulu berdasarkan pasal 24 Peraturan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/62/M.PAN/6/2005 Tentang jabatan
Fungsional Penghulu dan angka kreditnya Bab II Passal 4, Tugas Pokok penghulu
adalah melakukan perencanaan kegiatan Kepenghuluan.
13
Satria Effendi M. Zein, Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer, (Jakarta: Prenada Media, 2004), hal. 97.
13
Yaitu pengawasan pencatatan nikah/rujuk, pelaksanaan pelayanan
nikah/rujuk, penasihatan dan konsultasi nikah/rujuk, pemantauan pelanggaran
ketentuan nikah/rujuk, pelayanan fatwa hukum munakahat, dan bimbingan
muamalah, pembinaan keluarga sakinah, serta pemantauan dan evaluasi kegiatan
kepenghuluan dan pengembangan kepenghuluan.14
F. Review Studi Terdahulu
Untuk memudahkan dan meyakinkan pembaca bahwa penulis tidak
malakukan plagiasi atau duplikasi maka penulis menjabarkan review studi terdahulu
dalam bentuk table berikut ini:
No Identitas Substansi Pembeda
1. Ilyas Karta Wijaya,
106044101405, 2011,
Implikasi Perceraian di Luar
Pengadilan terhadap Hak
Asuh Anak.
Dalam skripsinya
ditulis bahwa
akibat yang terjadi
setelah adanya
perceraian di luar
pengadilan
terhadap hak asuh
anak yang terjadi
Dalam skripsi
yang saya buat
tidak membahas
tentang Implikasi
Perceraian di Luar
Pengadilan
terhadap Hak
Asuh Anak,
14
Iskandar Bunyamin, Panduan Praktis Penghulu, (Banten: Kementerian Agama, 2012), hal.
1.
14
di masyarakat
Babakan.
malainkan lebih
kepada upaya
penghulu dalam
mengurangi
Perceraian di
Kecamatan
Parungpanjang.
2. Hilmah Ismail, 2007,
Perkawinan Usia Muda dan
Pengaruhnya Terhadap
Tingkat Perceraian Studi
Kasus pada Masyarakat Desa
Jatisari Kecamatan Cileungsi
Kabupaten Bogor.
Dalam skripsinya
di tuilis bahwa
Perkawinan Usia
Muda itu pula
yang ternyata
menimbulkan
dampak dan
akibat tertentu
yang dihadapi
oleh pasangan
usia muda pada
masyarakat Desa
Jatisari
Kecamatan
Dalam skripsi
yang saya buat
tidak membahas
Perkawinan Usia
Muda dan
Pengaruhnya
terhadap Tingkat
Perceraian,
malainkan lebih
kepada upaya
penghulu dalam
mengurangi
Perceraian di
Kecamatan
15
Cileungsi Bogor. Parungpanjang.
G. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini penulis akan memberikan gambaran mengenai hal
apa saja yang akan dilakukan maka secara garis besar gambaran tersebut dapat dilihat
melalui sistematika skripsi berikut ini:
BAB KESATU berisi, Pendahuluan yang akan memberikan gambaran umum
dan menyeluruh tentang skripsi ini dengan menguraikan tentang Latar Belakang
Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian,
Metode Penelitian, Kerangka Teori, Riview Studi Terdahulu dan Sistematika
Penulisan.
BAB KEDUA berisi, Pengertian Perkawinan dan Penghulu, Syarat dan Dasar
Hukum Perkawinan, Hikmah dan Tujuan Perkawinan, Tugas dan Fungsi Penghulu,
Pengertian dan Sebab Perceraian.
BAB KETIGA berisi, Gambaran Umum KUA Parungpanjang, Letak
Geografis dan Demografi KUA Parungpanjang, Kondisi Perekonomian dan
Pendidikan Masyarakat Parungpanjang.
BAB KEEMPAT berisi, Perceraian di KUA Parungpanjang, Keterlibatan
Penghulu dalam Perceraian, Kifrah Penghulu dalam Masyarakat.
16
BAB KELIMA berisi, Penutup, Kesimpulan, Saran-saran.
17
BAB II
PERKAWINAN, PENGHULU, PERCERAIAN
A. Pengertian Perkawinan dan Penghulu
1. Pengertian Perkawinan
Kata „Nikah‟ atau „zawaj‟ yang berasal dari bahasa Arab di lihat secara makna
etimologi (bahasa) berarti “berkumpul dan menindih”, atau dengan ungkapan lain
bermakna “aqad dan setubuh” yang secara syara‟ berarti aqad pernikahan. Secara
terminology (istilah) „nikah‟ atau „zawaj‟ adalah:
1. Aqad yang mengandung kebolehan memperoleh kenikmatan biologis dari
seorang wanita dengan jalan ciuman, pelukan dan bersetubuh.
2. Aqad yang ditetapkan Allah bagi seorang lelaki atas diri seorang
perempuan atau sebaliknya untuk dapat menikmati secara biologis antara
keduanya.
Aqad nikah yang telah dilakukan akan memberikan status kepemilikan bagi
kedua belah pihak (suami-istri), di mana status kepemilikan akibat aqad tersebut bagi
si lelaki (suami) berhak memperoleh kenikmatan biologis dan segala yang terkait
dengan itu secara sendirian tanpa dicampuri atau diikuti oleh lainnya yang dalam
term fiqih disebut “Milku al-intifa”, yaitu hak memiliki penggunaan atau pemakaian
terhadap suatu benda (istri), yang digunakan untuk dirinya sendiri.
18
Bagi perempuan (isteri) sebagaimana si suami ia pun berhak memperoleh
kenikmatan biologis yang sama, akan tetapi tidak bersifat khusus untuk dirinya
sendiri, dalam hal ini si isteri boleh menikmati secara biologis atas diri sang suami
bersama perempuan lainnya (istri suami yang lain). Sehingga kepemilikan di sini
merupakan hak berserikat antara para istri.Jelasnya, poliandri haram hukumnya dan
sebaliknya poligami dibolehkan secara syara.
Pernikahan yang dilakukan manusia merupakan naluri Ilahiyah untuk
berkembang biak dan melakukan regenerasi yang akan mewarisi tugas mulia dalam
rangka mengemban amanat Allah sebagai „Khalifah‟ di muka bumi. Pemeliharaan
alam beserta isinya diserahkan kepada manusia dan sebaliknya kerusakan serta
kehancurannya juga oleh ulah manusia.1
Banyak sarjana Islam telah mencoba memberikan rumusan tentang arti
perkawinan, diantaranya adalah:
1. Menurut Prof. Dr. H. Mahmud Yunus:
“Perkawinan ialah aqad antara calon laki-isteri untuk memenuhi hajat
jenisnya menurut yang diatur oleh syari‟at”
2. Menurut Sayuti Thalib, SH:
“Pengertian perkawinan itu ialah perjanjian suci membentuk keluarga
antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan”
1 Ahmad Sudirman Abbas, Pengantar Pernikahan, (Jakarta: PT.Prima Heza Lestari, 2006),
hal. 1-2.
19
3. Menurut M. Idris Ramulyo, SH:
“Perkawinan menurut islam ialah suatu perjanjian suci yang kuat dan
kokoh untuk hidup bersama secara sah antara seorang laki-laki dengan
seorang perempuan membentuk keluarga yang kekal, santun menyantuni,
kasih mengasihi, aman tenteram bahagia dan kekal.
Bermacam-macam pendapat yang dikemukakan orang mengenai pengertian
perkawinan itu tidaklah memperlihatkan adanya pertentangan yang sungguh-sungguh
antara satu pendapat dengan yang lain tetapi lebih memperlihatkan keinginan pihak
perumus dalam memasukkan unsur-unsur perkawinan itu ke dalam rumusannya
Hukum melakukan perkawinan menurut pendapat sebagian sarjana Hukum
Islam adalah ibahah atau kebolehan atau halal. Tetapi berdasarkan kepada perobahan
illahnya, hukum melakukan perkawinan itu dapat beralih menjadi sunnah, wajib,
makruh dan haram. Sedangkan sebagian Sarjana Islam lainnya ada yang
menyebutkan sunnah dan bahkan ada yang mengatakan wajib hukumnya.2.
2. Penghulu
Menurut PMA No. 30 Tahun 2005, Penghulu adalah pegawai negeri sipil
sebagai pencatat nikah yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara
penuh oleh Menteri Agama atau pejabat yang ditunjuk sesuai peraturan perundang-
2 Asmin, Status Perkawinan Antar Agama, (Jakarta: PT. Dian Rakyat, 1986), hal. 27-28.
20
undangan yang berlaku untuk melakukan pengawasan nikah/rujuk menurut Agama
Islam dan kegiatan kepenghuluan.
B. Syarat dan Dasar Hukum Perkawinan
1. Syarat Perkawinan
Sahnya suatu perbuatan hukum menurut hukum agama Islam harus memenuhi
dua unsur, yaitu rukun dan syarat. Rukun ialah unsur pokok (tiang) sedangkan syarat
merupakan unsur pelengkap dalam setiap perbuatan hukum.
Perkawinan sebagai perbuatan hukum tentunya juga harus memenuhi rukun dan
syarat-syarat tertentu.
Agama Islam menentukan sahnya aqad nikah kepada tiga macam syarat, yaitu:
1. Dipenuhinya semua rukun nikah
2. Dipenuhinya syarat-syarat nikah
3. Tidak melanggar larangan perkawinan sebagai yang ditentukan oleh
syari‟at.3
a. Rukun nikah
Rukun nikah merupakan hal-hal yang harus dipenuhi pada waktu
melangsungkan perkawinan. Jadi dapat digolongkan kedalam syarat formil, dan
terdiri atas:
3 Asmin, Status Perkawinan Antar Agama, (Jakarta: PT. Dian Rakyat, 1986), hal. 29.
21
1. Adanya calon mempelai laki-laki dan wanita
2. Harus ada wali bagi calon mempelai perempuan
3. Harus disaksikan oleh dua orang saksi
4. Akad nikah yaitu ijab dari wali mempelai perempuan atau wakilnya dan
Kabul dari mempelai laki-laki atau wakilnya.
Rukun nikah merupakan bagian daripada hakekat perkawinan, artinya bila
salah satu dari rukun nikah tidak dipenuhi, maka tidak akan terjadi suatu
perkawinan.4
b. Syarat-syarat nikah
Syarat-syarat nikah menurut agama Islam diperinci ke dalam syarat-syarat
untuk mempelai wanita dan syarat-syarat untuk mempelai laki-laki.Syarat-syarat
nikah ini dapat digolongkan ke dalam syarat materiil dan harus dipenuhi agar dapat
melangsungkan pernikahan.
Syarat bagi calon mempelai laki-laki:
1. Beragama Islam
2. Terang laki-lakinya (bukan banci)
3. Tidak dipaksa (dengan kemauan sendiri)
4. Tidak beristri lebih dari empat orang
4 Asmin, Status Perkawinan Antar Agama, (Jakarta: PT. Dian Rakyat, 1986), hal. 30.
22
5. Bukan mahramnya bakal istri
6. Tidak mempunyai istri yang haram dimadu dengan bakal istrinya
7. Mengetahui bakal istrinya tidak haram dinikahinya
8. Tidak sedang dalam ihram haji atau umrah.
Syarat bagi calon mempelai wanita:
1. Beragama Islam
2. Terang perempuannya (bukan banci)
3. Telah memberi izin kepada wali untuk menikahkannya
4. Tidak bersuami, dan tidak dalam masa iddah
5. Bukan mahram bakal suami
6. Belum pernah dili‟an (sumpah li‟an) oleh bakal suaminya
7. Terang orangnya
8. Tidak sedang dalam ihram haji atau umrah.5
Tidak dipenuhinya syarat-syarat nikah tersebut di atas berakibat batal atau
tidak sah (fasid) nikahnya. Selain syarat-syarat tersebut masih ada satu syarat lagi
yang harus diperhatikan oleh umat Islam dalam hal akan melangsungkan pernikahan,
yaitu syarta tidak melanggar larangan pernikahan.6
5 Asmin, Status Perkawinan Antar Agama, (Jakarta: PT. Dian Rakyat, 1986), hal. 31.
6 Asmin, Status Perkawinan Antar Agama, (Jakarta: PT. Dian Rakyat, 1986), hal. 32.
23
2. Dasar Hukum Perkawinan
Hukum nikah (Perkawinan), yaitu hukum yang mengatur hubungan antara
manusia dengan sesamanya yang menyangkut penyaluran kebutuhan biologis antar
jenis, dan hak serta kewajiban yang berhubungan dengan akibat perkawinan
tersebut.Perkawinan adalah sunatullah, hukum alam di dunia.Perkawinan dilakukan
oleh manusia, hewan, bahkan oleh tumbuh-tumbuhan, karenanya menurut para
Sarjana Ilmu Alam mengatakan bahwa segala sesuatu kebanyakan terdiri dari dua
pasangan.Misalnya, air yang kita minum (terdiri dari oksigen dan Hidrogen), listrik,
ada positif dan negativenya dan sebagainya.Apa yang telah dinyatakan oleh Sarjana
Ilmu Alam tersebut.7
Dan sesuai dengan pernyataan Allah dalam Al-Qur‟an.8
Firman Allah:
.. /(١٢: ٣)الروم
7 H. M. A Tihami, Fiqih Munakahat, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2009), hal. 8.
8 Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqh Munakahat,
(Jakarta: Amzah, 2009), hal. 37.
24
C. Hikmah dan Tujuan Perkawinan
Allah mensyari‟atkan pernikahan dan dijadikan dasar yang kuat bagi
kehidupan manusia karena adanya beberapa nilai yang tinggi dan beberapa tujuan
utama yang baik bagi manusia, makhluk yang dimuliakan Allah.Untuk mencapai
kehidupan yang bahagia dan menjauhi dari ketimpangan dan penyimpangan, Allah
telah membekali syariat dan hukum-hukum Islam agar dilaksanakan manusia dengan
baik.9
Kita harus tahu bahwa dalam suatu rumah tangga, manusia memiliki dua sisi
yang sama-sama tercela.Di antara mereka ada yang tidak mengenal rasa kasih dan
sayang di dalam hatinya.Dan di antara mereka ada orang yang suka meremehkan dan
terlalu tenggang rasa.Sehingga semua urusan lepas dari tangan dan dia tidak kuasa
untuk mengaturnya.Yang benar adalah pertengahan diantara keduanya.10
Hikmah pernikahan adalah sebuah kebijaksanaan Allah yang maha tinggi.Dia
memerintahkan hambanya hanya untuk melakukan perbuatan yang sesuai dengan
logika dan akal pikiran manusia selaras tentang itu.“ dibalik larangan Allah untuk
tidak melakukan suatu perbuatan bagi hambanya selalu saja ada hikmahnya yang
luhur dan mulia, juga selalu ada bukti nyata sebagai pencegahan”. Allah SWT telah
menetapkan pernikahan dan menjadikannya sebagai suatu keharusan karena ada
9 Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqh Munakahat,
(Jakarta: Amzah, 2009), hal. 39.
10
Nashir Bin Sulaiman Al-„Umr, Sendi-sendi Kebahagiaan Suami Isteri,(Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar, 1993), hal. 37.
25
banyak manfaat yang tidak bisa dihitung serta derajatnya yang mulia. Diantara
hikmah menikah adalah:11
1. Pernikahan adalah ajaran yang sesuai, selaras, dan sejalan dengan fitrah
manusia.
2. Melahirkan anak.
3. Memenuhi keinginan hati.
4. Memantapkan jiwa dengan ajakan kasih sayang dan pelaksanaan hak serta
kewajiban terhadap keluarga.12
Rumah tangga adalah suatu kumpulan dari masyarakat terkecil, yang terdiri
dari pasangan suami isteri, anak-anak, mertua dan sebagainya.Terwujudnya suatu
rumah tangga yang sah setelah didahului oleh Aqad Nikah atau Perkawinan sesuai
dengan ajaran Agama dan Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan.
Perkawinan harus diawali dengan niat yang ikhlas karena Perkawinan itu
adalah suruhan Allah dan Rasullnya terhadap Hambanya yang mampu.Sebelumnya
pihak-pihak yang bersangkutran (calon suami isteri) hendaklah berusaha mempelajari
dasar-dasar dan tujuan berumah tangga serta seluk beluknya yang bersangkutan
dengan itu.
11
Abdul Hamid Kisyik, Bimbingan Islam untuk mencapai Keluarga Sakinah, (Bandung: Al-
Bayan, 1995), hal. 17.
12
Abdul Hamid Kisyik, Bimbingan Islam untuk mencapai Keluarga Sakinah, (Bandung: Al-
Bayan, 1995), hal. 18.
26
Hal itu dimaksudkan supaya landasan atau pondamen rumah tangga yang
akan didirikan itu lebih baik dan lebih kuat, tidak mudah mengalami kegoncangan
dan krisis dalam melayarkan bahtera rumah tangga berikutnya. Selanjutnya
perhatikanlah uraian-uraian ringkas tentang tujuan dan hakekat Perkawinan, baik
menurut ajaran Agama maupun menurut Undang-undang No. 1 tahun 1974, serta
pengaruhnya lingkungan dan masyarakat, bangsa dan Agama.13
Manfaat Perkawinan itu telah dirasakan oleh setiap orang yang berumah
tangga antara lain, terdapatnya kepuasan dan ketenangan jiwa (hati), rasa kasih
sayang terhadap isteri dan anak-anak yang dilandasi dengan rasa tanggungjawab, baik
di bidang kesejahteraan lahiriah dan batiniyahnya seperti, membentuk keperibadian
anak atau keluarga dengan ajaran Agama dan ilmu pengetahuan lainnya, dengan
tujuan agar terwujud rumah tangga yang sejahtera, bahagia lahir dan batin,
memperoleh keturunan yang sah, suci dimasa yang akan datang.14
Tujuan pernikahan dalam islam tidak hanya sekadar pada batas pemenuhan
nafsu biologis atau pelampiasan nafsu seksual, tetapi memiliki tujuan-tujuan penting
yang berkaitan dengan sosial, psikologi, dan agama. Di antaranya yang terpenting
adalah sebagai berikut:
13
Sidi Nazar Bakri, Kunci Keutuhan Rumah Tangga, (Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya,
1993), hal. 26. 14
Sidi Nazar Bakri, Kunci Keutuhan Rumah Tangga, (Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya,
1993), hal. 27.
27
1. Memelihara gen manusia. Pernikahan sebagai sarana untuk memelihara
keberlangsungan gen manusia, alat reproduksi, dan regenerasi dari masa
ke masa. Dengan pernikahan inilah manusia akan dapat memakmurkan
hidup dan melaksanakan tugas sebagai khalifah dari Allah.
Mungkin dapat dikatakan bahwa untuk mencapai hal tersebut dapat
melalui nafsu seksual yang tidak harus melalui syariat, namun cara
tersebut dibenci agama. Demikian itu akan menyebabkan terjadinya
penganiayaan, saling menumpahkan darah, dan menyia-nyiakan keturunan
sebagaimana yang terjadi pada binatang.
2. Pernikahan adalah tiang keluarga yang teguh dan kokoh. Di dalamnya
terdapat hak-hak dan kewajiban yang sacral dan religius. Seseorang akan
merasa adanya tali ikatan suci yang membuat tinggi sifat kemanusiaannya,
yaitu ikatan ruhani dan jiwa yang membuat ketinggian derajat manusia
dan menjadi mulia daripada tingkat kebinatangan yang hanya menjalin
cinta syahwat antara jantan dan betina. Bahkan hubungan pasangan suami
istri sesungguhnya adalah ketenangan jiwa, kasih sayang, dan
memandang.
3. Nikah sebagai perisai diri manusia. Nikah dapat menjaga diri kemanusiaan
dan menjauhkan dari pelanggaran-pelanggaran yang diharamkan dalam
agama. Karena nikah memperbolehkan masing-masing pasangan
melakukan hajat biologisnya secara halal dan mubah.
28
Pernikahan tidak membahayakan bagi umat, tidak menimbulkan
kerusakan, tidak berpengaruh dalam membentuk sebab-sebab
kebinatangan, tidak menyebabkan tersebarnya kefasikan, dan tidak
menjerumuskan para pemuda dalam kebebasan.
4. Melawan hawa nafsu. Nikah menyalurkan nafsu manusia menjadi
terpelihara, melakukan maslahat orang lain dan melaksanakan hak-hak
istri dan anak-anak dan mendidik mereka.
Nikah juga melatih kesabaran terhadap akhlak istri dengan usaha yang
optimal memperbaiki dan memberikan petunjuk jalan agama.Semua
manfaat pernikahan diatas tergolong perbuatan yang memiliki keutamaan
yang agung.
Tanggung jawab laki-laki terhadap rumah tangganya adalah tanggung
jawab kepemimpinan dan kekuasaan.Istri dan anak-anak adalah keluarga
yang dipimpin.Keutamaan memimpin sangatlah agung. Tidak rasional jika
disamakan seseorang yang sibuk mengurus diri sendiri dengan orang yang
sibuk mengurus dirinya dan diri orang lain.15
D. Tugas dan Fungsi Penghulu
Tugas Pokok Penghulu berdasarkan pasal 24 Peraturan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/62/M.PAN/6/2005 Tentang jabatan
15
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqh Munakahat,
(Jakarta: Amzah, 2009), hal. 40-41.
29
Fungsional Penghulu dan angka kreditnya Bab II Passal 4, Tugas Pokok penghulu
adalah melakukan perencanaan kegiatan Kepenghuluan, pengawasan pencatatan
nikah/rujuk, pelaksanaan pelayanan nikah/rujuk, penasihatan dan konsultasi
nikah/rujuk, pemantauan pelanggaran ketentuan nikah/rujuk, pelayanan fatwa hukum
munakahat, dan bimbingan muamalah, pembinaan keluarga sakinah, serta
pemantauan dan evaluasi kegiatan kepenghuluan dan pengembangan kepenghuluan.16
Propesi penghulu yang ternyata turut memberikan andil dalam pembangunan
keluarga sejahtera.Bahkan, dalam struktur terbarunya, penghulu juga ditekankan
untuk menjalin hubungan lintas sektoral dengan aparat dan masyarakat dalam bidang-
bidang yang menjadi tugas pokok dan fungsi kepenghuluan.17
E. Pengertian dan Sebab Perceraian
1. Pengertian Perceraian
Perceraian itu bahasa Arabnya thalaq, yang mengandung arti melepas atau
membuka simpul.Menurut istilah fiqh, thalaq disebut pula hkulu‟, makna aslinya
menanggalkan atau membuka sesuatu jika yang minta cerai itu pihak istri.Walaupun
perceraian itu diperbolehkan, tetapi menurut Qur‟an suci dan Hadits terang sekali
bahwa hak itu baru boleh dilakukan dalam keadaaan luar biasa.
16
Iskandar Bunyamin, Panduan Praktis Penghulu, (Banten: Kementerian Agama, 2012), hal.
1.
17
Nurul Huda Haem, Awas Illegal Wedding dari penghulu liar hingga perselingkuhan,
(Jakarta: Pt Mizan Publika, 2007), hal. 128.
30
Al-Qur‟an memberi bermacam-macam usaha guna menghindari
perceraian.Atas dasar ajaran Qur‟an semacam itulah Muhammad SAW menyebut
perceraian sebagai barang halal yang paling tidak disukai oleh Allah.Itulah sebabnya,
bahwa walaupun orang diberi fasilitas perceraian, fasilitas itu jarang sekali digunakan
oleh kaum Muslimin jika dibandingkan dengan perceraian yang dilakukan dinegara-
negara Kristen.
Cara berfikir orang Islam ialah ia harus berani menghadapi kesulitan rumah
tangga di samping enaknya, dan sedapat mungkin harus menghindari segala macam
gangguan yang dapat memecahkan hubungan keluarga, dan jika itu gagal, maka
sebagia tindakan terakhir, barulah ditempuh perceraian.
Atas dasar uraian di atas, terang sekali bahwa bukan saja harus ada alasan
yang kuat dalam soal perceraian, melainkan sebelum itu terjadi, harus ditempuh
segala macam usaha untuk mempertahankan kerukunan.
Kesan umum seakan-akan orang Islam boleh menceraikan istrinya dengan
sewenang-wenang, ini hanyalah memutar balikkan undang-undang Islam yang
terang-benderang tentang perceraian.
Walaupun Qur‟an menunjuk bermacam-macam sebab, mengapa perceraian itu
perlu dilakukan, namun Qur‟an tak memberi perincian tentang itu, dan tidak pula
dengan keras membatasi itu sampai garis yang sekecil-kecilnya.
31
Jika Negara-negara seperti eropa dan amerika yang sama agamanya dan sama
pula tingkat peradaban serta kemajuannya, dan memiliki persesuaian pendapat
mengenai masalah sosial dan tatasusila, namun mereka tak sama pendapatnya
menegenai sebab-sebab perceraian.
Apalagi agama Islam sebagai agama universal yang diperuntukan bagi
sekalian bangsa di dunia dan di segala zaman, diperuntukan bagi sekalian manusia,
baik yang masih rendah peradabannya maupun yang sudah tinggi, tak mugkin dapat
membatasi sebab-sebab perceraian, yang pasti mengalami banyak perubahan sesuai
dengan perubahan umat dan masyarakat itu sendiri.
Asas perceraian yang diuraikan di dalam Al-Qur‟an, yang besar kecilnya
mencakup segala macam sebab, adalah keputusan suami-isteri untuk memutus ikatan
perkawinan karena mereka tidak sanggup lagi hidup bersama sebagai suami-isteri.
Sebenarnya, perkawinan itu tiada lain hanyalah suatu perjanjian untuk hidup
bersama sebagai suami-isteri, dan apabila masing-masing pihak tidak setuju dan tidak
cocok lagi untuk hidup bersama, maka perceraian tidak dapat ditunda lagi.
32
Ini bukanlah berarti setiap percekcokkan diantara mereka akan
mengakibatkan perceraian, hanya tidak adanya kesanggupan untuk hidup bersama
sebagai suami-isteri sajalah yang menyebabkan ditempuhnya perceraian.18
Dalam surat Al-Baqarah Ayat 231 menyatakan:19
(١٣ ٢ :بقرةلا)
Artinya: “Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu habis iddahnya, maka
janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin lagi dengan bakal suaminya
apabila telah terdapat kerelaan diantara mereka dengan cara ma’ruf. Itulah yang
dinasehatkan kepada orang-orang yang beriman di antara kamu kepada Allah dan
hari kemudian.Itu lebih baik bagimu dan lebih suci.Allah mengetahui, sedang kamu
tidak mengetahui.”(Q.S.Al-Baqarah : 231).
18
Kama Rusdiana dan Jaenal Aripin, Perbandingan Hukum Perdata, (Jakarta: UIN Jakarta
Press, 2007), hal. 25-27.
19
Abdul Wahab Abd Muhaimin, Ayat-ayat Perkawinan Dan Perceraian Dalam Kajian Ibnu
Katsir, (Jakarta: Gaung Persada, 2010), hal. 27.
33
Jika sebuah rumah tangga yang didalamnya terjadi percekcokan yang
berkepanjangan, maka dalam diri suami/isteri terdapat dua hal yang
bertentangan.Pertama, bahaya cekcok yang berkepanjangan dalam rumah tangga, ini
jelas bertentangan dengan tujuan perkawinan yaitu dalam rangka mencapai sakinah
(ketentraman), dan kedua, bahaya percerain yang juga bertentangan dengan tujuan
perkawinan.Dalam kondisi yang demikian, jika bahaya percaraian lebih ringan di
bandingkan dengan cekcok yang berkepanjangan, maka seseorang dibolehkan
bercerai demi menghindar dari bahaya yang lebih besar.Sebaliknya, jika menurut
pertimbangan bahwa bahaya perceraian lebih besar daripada cekcok rumah tangga
karena masih dapat didamaikan, maka perceraian tidak boleh dilakukan.
Dengan demikian syariat sebenernya bertujuan untuk memperkecil jumlah
perceraian jika hal ini dihubungkan dengan pelaksanaan perceraian yang terjadi di
Indonesia khususnya bagi umat Islam perceraian hanya dapat dilakukan di depan
Sidang Pengadilan Agama, setelah Pengadilan Agama tersebut berusaha dan tidak
berhasil mendamaikan kedua belah pihak. Maka hal itu tidak bertentangan dengan
syariat islam, karena jika dilihat dari esensi aturan ini, bertujuan untuk memperkecil
jumlah perceraian, serta mencegah kesewenang-wenangan kaum laki-laki dalam hal
Perceraian.20
20
Sri Mulyati, Relasi Suami Iteri dalam Islam, (Jakarta: Pusat Studi Wanita, 2004), hal. 15-
16.
34
2. Sebab Perceraian
Suami isteri perlu saling membantu dan melengkapi agar masing-masing
dapat mengembangkan kepribadiannya membantu dan mencapai kesejahteraan
spiritual dan material.
Karena itu, undang-undang ini juga menganut asas atau prinsip mempersukar
terjadinya perceraian. Untuk memungkinkan perceraian harus ada alasan-alasan
tertentu serta dilakukan di depan sidang pengadilan.21
Dalam pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 19975 menyatakan
Perceraian dapat terjadi karena alasan-alasan sebagai berikut:
1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat,
penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan.
2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun
berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau
karena hal lain diluar kemampuannya.
3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 tahun atau
hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.
4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat
yang membahayakan pihak yang lain.
21
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), hal.
268.
35
5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan
akibat tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai suami-istri.
6. Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan
persengketaan dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam
rumah tangga.
Dari alasan-alasan yang ditentukan pasal 19 ini dapat dipahami bahwa ikatan
nikah yang idealnya kekal abadi diberi peluang terputusnya dengan perceraian.Salah
satu bentuk perceraian adalah dengan talaq dari suami.22
22
Achmad Kuzari, Nikah Sebagai Perikatan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995), hal.
120.
36
BAB III
PROFIL KUA KECAMATAN PARUNGPANJANG KABUPATEN BOGOR
A. Gambaran Umum KUA Kecamatan Parungpanjang
Kantor Urusan Agama Kecamatan Parungpanjang Kabupaten Bogor dalam
melaksanakan tugas pokoknya mengacu kepada tugas pokok Kementerian Agama RI,
yaitu menyelenggarakan sebagian tugas umum Pemerintah dan Pembangunan
dibidang Agama (Keppres No. 435 tahun 1974 yang disempurnakan dengan Keppres
No. 30 tahun 1978 Bab I pasal 2).1
Kantor Urusan Agama Kecamatan Parungpanjang Kabupaten Bogor yang
beralamat di Jalan H. Muhammad No. 3 Parungpanjang dengan jumlah Pegawai
sebanyak 6 orang yang terdiri dari 1 orang Kepala KUA, 1 orang Penghulu, 3 orang
Administrasi, dan 1 orang Tenaga Honorer dan 60 orang P3N yang tersebar di 11
Desa dalam wilayah Kecamatan Parungpanjang.2
Dalam rangka melaksanakan Tugas Pokok dan Misinya, Kantor Urusan
Agama Kecamatan Parungpanjang Kabupaten Bogor mempunyai daerah / wilayah
yang sangat potensial di samping daerah agraris juga termasuk daerah minus yang
1 Profil KUA Kecamatan Parungpanjang, hal. 1.
2 Profil KUA Kecamatan Parungpanjang, hal. 1.
37
mayoritas penduduknya beragama Islam yang taat, walaupun banyak pengaruh yang
datang dari luar wilayah Parungpanjang.3
Tugas Pokok KUA
Melaksanakan sebagian tugas kantor kementerian agama kabupaten di bidang urusan
agama islam dalam wilayah kecamatan.
Fungsi KUA
1. Statistik dan dokumentasi
2. Penyusunan surat, kearsifan, dan rumah tangga kantor
3. Melaksanakan pencatatan nikah dan rujuk mengurus dan membina masjid,
zakat, wakaf dan ibadah sosial, serta pembangunan keluarga sakinah.
4. Pembinaan pangan halal
5. Pembinaan kemitraan umat
6. Penyelenggaraan bimbingan menasik haji
Visi
Profesional Dalam Pelayanan Menuju Terwujudnya Kehidupan Masyarakat Yang
Islami.
Misi
3 Profil KUA Kecamatan Parungpanjang, hal. 1.
38
A. Meningkatkan kualitas pelayanan administrasi dan manajemen
B. Meningkatkan kualitas pelayanan dan bimbingan di bidang pernikahan dan
rujuk
C. Meningkatkan kualitas pelayanan , bimbingan dan pengembangan dibidang
keluarga sakinah
D. Meningkatkan kualitas pelayanan dan bimbingan di bidang kemasjidan
E. Meningkatkan kualitas pelayanan, bimbingan dan pemberdayaan zakat,
pengembangan wakaf dan ibadah sosial
F. Memberikan pelayanan dan bimbingan tentang produk halal
G. Memberikan informasi tentang pelayanan haji
H. Meningkatkan bimbingan dan pengembangan kemitraan umat
I. Meningkatkan kualitas dalam mengkoordinasikan kegiatan kegiatan dan
pelaksanaan kegiatan sektoral maupun lintas sektoral di wilayah kecamatan
parungpanjuang.4
Wilayah Kecamatan Parungpanjang Kabupaten Bogor terdiri dari 11 Desa yang
meliputi:
1. Desa Parungpanjang
2. Desa Cikuda
3. Desa Dago
4. Desa Lumpang
4 Profil KUA Kecamatan Parungpanjang, hal. 4.
39
5. Desa Gorowong
6. Desa Pingku
7. Desa Gintung Cilejet
8. Desa Cibunar
9. Desa Jagabita
10. Desa Jagabaya
11. Desa Kabasiran.5
B. Letak Geografis dan Demografi KUA Parungpanjang
a. Keadaan Daerah
Keadaan daerah/wilayah KUA Kecamatan Parungpanjang Kabupaten Bogor
terdiri dari tanah perbukitan yang gundul dan datar serta berudara panas dan
kurang air yang tentunya pertanian tersebut hanya mengandalkan musim
hujan.
Disamping itu pula wilayahnya dikelilingi oleh hutan lindung sehingga
kurang produktif dan masih kosong untuk wilayah penduduk.
b. Batas Wilayah
Wilayah KUA Kecamatan Parungpanjang Kabupaten Bogor adalah
merupakan salah satu Kecamatan paling Barat didaerah Kabupaten Bogor.
Kecamatan Parungpanjang Kabupaten Bogor sebagaimana telah disebutkan
5 Profil KUA Kecamatan Parungpanjang, hal. 2.
40
diatas yang terdiri dari 11 Desa, dibatasi dengan batas-batas wilayah sebagai
berikut:
- Sebelah Barat : Kecamatan Tenjo Kabupaten Bogor
- Sebelah Timur : Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor
- Sebelah Utara : Kecamatan Legok Kabupaten Tangerang
- Sebelah Selatan : Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor.6
C. Kondisi Perekonomian dan Pendidikan Masyarakat Parungpanjang
Berdasarkan data kependudukan yang ada pada Kantor Urusan Agama
Kecamatan Parungpanjang Kabupaten Bogor dan hasil sensus Penduduk Tahun 2009
adalah sebagai berikut:
- Laki-laki : 687214 Jiwa
- Perempuan : 581242 Jiwa
- Jumlah : 105972 Jiwa7
Keadaan Penduduk berdasarkan Pemeluk Agama adalah sebagai berikut:
- Pemeluk Agama Islam : 99787 Jiwa
- Pemeluk Agama Kristen Katholik : 1738 Jiwa
- Pemeluk Agama Kristen Protestan : 2679 Jiwa
- Pemeluk Agama Hindu : 1426 Jiwa
6 Profil KUA Kecamatan Parungpanjang, hal. 2.
7 Profil KUA Kecamatan Parungpanjang, hal. 2.
41
- Pemeluk Agama Budha : 342 Jiwa
a. Kondisi Perekonomian
Masyarakat Kecamatan Parungpanjang Kabupaten Bogor mayoritas adalah
Petani yang masih Tradisional dan selebihnya adalah Pedagang, Pegawai
Negeri, Pekerja di Sektor informal (buruh), ternak ayam, konfeksi dan lain-
lain.
b. Kondisi Pendidikan
Penduduk Kecamatan Parungpanjang Kabupaten Bogor masih banyak
diantara penduduknya yang berpendididkan belum optimal terutama
masyarakat yang bertempat tinggal di pedalaman yang tidak terjangkau atau
jauh dari sarana pendidikan formal seperti SD, MI, SLTP/MTs, SMU,MAN
dan lain-lain.
Untuk lebih jelasnya keberadaan sarana pendidikan yang berada di wilayah
Kecamatan Parungpanjang Kabupaten Bogor adalah sebagai berikut:
a. Sarana Pendidikan Islam Formal dan Non Formal
- Raudlatul Atfal (RA) : 16 Buah
- Madrasah Ibtidaiyah (MI) : 47 Buah
- Madrasah Diniyah (MD) : 4 Buah
- Madrasah Tsanawiyah (MTs) : 8 Buah
- Madrasah Aliyah (MA) : 4 Buah
- Pondok Pesantren : 64 Buah
- Majlis Ta’lim : 91 Buah
42
- TPA : 21 Buah8
b. Sarana Pendidikan Umum
- Taman Kanak-kanak : 20 Buah
- Sekolah Dasar Negri (SDN) : 45 Buah
- Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama : 7 Buah
- Sekolah Menengah Umum Negri : 1 Buah
- Sekolah Menengah Kejuruan : 3 Buah
- Surau : 18 Buah.9
Demikianlah sekelumit keadaan Penduduk Kecamatan Parungpanjang Kabupaten
Bogor ditinjau dari segi formal dan non formal berikut sarana dan prasarana yang ada
diwilayah Kecamatan Parungpanjang Kabupaten Bogor.
8 Profil KUA Kecamatan Parungpanjang, hal. 3.
9 Profil KUA Kecamatan Parungpanjang, hal. 3.
43
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS
A. Perceraian di KUA Parungpanjang
Sebagian masyarakat Kecamatan Parungpanjang, masyarakatnya
masih banyak yang melakukan perceraian tanpa melihat dampak yang akan terjadi
serta akan ditimbulkan oleh sebuah perceraian tersebut. Hal ini merupakan masalah
dalam masyarakat yang perlu dipecahkan. Sebenarnya Perceraian tidak dilakukan di
KUA, tetapi sebagian masyarakat Parungpanjang ketika ingin bercerai datang terlebih
dahulu ke KUA untuk meminta petunjuk kepada Penghulu sehingga bisa memberikan
jalan keluar.1
Karena Penghulu juga merupakan orang yang ditunjuk oleh Negara dan
mempunyai fungsi untuk melangsuungkan Perkawinan, harus cermat dan tanggap
serta teliti terlebih dahulu terhadap mereka yang akan melangsungkan perkawinan,
terutama sekali dengan tujuan-tujuan mereka menikah, sehingga setelah menikah
tidak akan terjadinya Perceraian.2
Dalam hal ini untuk mempermudah dan menegetahui hasil Penelitian yang
saya lakukan di KUA Parungpanjang tentang Upaya Penghulu dalam mengurangi
Perceraian dan Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya Perceraian yang
1 Wawancara Pribadi dengan Ahmad Baedowi. Bogor, 11 Maret 2014.
2 Wawancara Pribadi dengan Ahmad Baedowi. Bogor, 11 Maret 2014.
44
dilakukan sebagian masyarakat Parungpanjang, maka saya melakukan sebuah
penelitian dengan cara wawancara kepada pihak yang bersangkutan yaitu Penghulu
KUA Parungpanjang.3
Dari hasil wawancara tersebut, maka dapat diketahui upaya apa saja yang
akan dilakukan oleh Penghulu dalam mengurangi Perceraian dan Faktor-faktor yang
mempengaruhi terjadinya Perceraian yang dilakukan sebagian masyarakat
Parungpanjang.
Beberapa upaya yang akan dilakukan Penghulu dalam mengurangi Perceraian:
1. Memberikan Penyuluhan.
2. Meningkatkan Kualitas P3N.
3. Mengadakan Pembinaan Keluarga Sakinah.
4. dan Membuat Program yang berbentuk Sosialisasi.
Beberapa Faktor yang mempengaruhi terjadinya Perceraian:
1. Faktor Pendidikan.
2. Faktor Ekonomi.
3. Faktor Lingkungan.
4. Faktor Usia/Umur.4
3 Wawancara Pribadi dengan Ahmad Baedowi. Bogor, 11 Maret 2014.
4 Wawancara Pribadi dengan Ahmad Baedowi. Bogor, 21 Februari 2014.
45
Dengan adanya empat Upaya tersebut yang akan dilakukan oleh Penghulu,
masyarakat Parungpanjang merupakan sasaran yang tepat terhadap apa yang
dilakukan Penghulu itu.
Penghulu juga mengharapakan kerjasama kepada masyarakat untuk ikut serta
melakukan upaya-upaya yang sudah dibuat agar berjalan dengan baik dan lancar.
Sehingga Perceraian yang ada di Parungpanjang bisa sedikit dan berkurang.
Upaya ini sangat berkaitan dengan faktor-faktor yang ada dan sangat baik
sekali apabila upaya dan program yang di buat itu berhasil dilakukan. Berawal dari
faktor-faktor yang muncul disebagian masyarakat Parungpanjang, maka Penghulu
ingin sekali merubah pola hidup masyarakat Parungpanjang menjadi lebih bain dan
modern. Yang bisa berfikir kedepan yang tidak mengutamakan Perceraian apabila ada
permasalahan yang timbul dari hubungan keluarga.5
B. Keterlibatan Penghulu dalam Percerain
Keterlibatan penghulu dalam Perceraian sudah jelas terjadi, karena seseorang
yang ingin melakukan perceraian terlebih dahulu datang ke Kantor KUA dan
menghadap Penghulu. Tetapi tugas Penghulu disini bukanlah untuk menceraikan
pihak-pihak yang akan bercerai, melainkan berusaha dan memberi solusi agar tidak
terjadi Perceraian.
5 Wawancara Pribadi dengan Ahmad Baedowi. Bogor, 21 Februari 2014.
46
Para pihak yang ingin bercerai selalu datang ke Penghulu untuk meminta
petunjuk atau jalan keluar terhadap permasalahan yang sedang di alami oleh kedua
belah pihak. Mereka meyakini bahwa Penghulu bisa memberikan solusi kepada
mereka. Disinilah adanya keterlibatan Penghulu dalam Perceaian.6
Setiap masyarakat pasti mempunyai suatu permasalahan baik yang
berhubungan dengan keluarga maupun dengan orang lain. Sebuah keluarga
merupakan suatu pembelajaran yang sangat penting dalam kaitannya dengan suami
isteri, hal ini bisa kita lihat dari contoh masyarakat Parungpanjang yang sebagian
masyarakatnya melakukan perceraian karena dalam hubungan suami isterinya tidak
bisa di pertahankan kembali sehingga berujung pada sebuah Perceraian.
Semakin banyak upaya yang dilakukan oleh Penghulu semakin sedikit
Perceraian itu terjadi. Walaupun upaya itu tidak banyak, yang penting adalah
terlaksananya upaya itu. Percerain bisa berkurang apabila faktor-faktor yang ada bisa
dihilangkan juga, dengan kata lain Penghulu berhasil melakukan upaya itu.7
Dari beberapa Upaya yang akan dilakukan oleh Penghulu sebagai Berikut:
1. Memberikan Penyuluhan.
Dengan memberikan penyuluhan keagamaan terhadap Bapak-bapak, Ibu-ibu,
Pemuda/I dalam suatu pengajian baik tingkat RT maupun Desa yang akan
6 Wawancara Pribadi dengan Ahmad Baedowi. Bogor, 11 Maret 2014.
7 Wawancara Pribadi dengan Ahmad Baedowi. Bogor, 11 Maret 2014.
47
terciptanya komunikasi yang harmonis dan baik terhadap masyarakat
Parungpanjang sehingga dapat menciptakan wawasan berumah tangga yang
lebih inspiratif. Penyuluhan ini juga bisa dilakukan terhadap anak-anak
sekolah yang sudah dewasa dan yang sudah berfikir untuk melakukan
pernikahan. Penyuluhan ini sangat penting untuk tidak terjadinya perceraian
dan meminimalisir perceraian yang sudah ada. Penghulu akan terjun langsung
untuk melakukan upaya ini agar benar-benar berjalan dan bisa membuahkan
hasil yang baik, terutama pada masyarakat Parungpanjang.8
2. Meningkatkan Kualitas P3N.
P3N (Amil) selaku pembantu dari pihak KUA supaya bisa memberikan ilmu-
ilmu tentang berumah tangga yang baik dan rukun. Maka dari itu Perceraian
yang dilakukan sebagian masyarakat Parungpanjang bisa menjadi lebih sedikit
dari sebelumnya. Di Parungpanjang sendiri, P3N atau yang disebut amil itu
benar-benar orang mengerti terhadap hukum agama terutama dalam bidang
perkawinan.9
3. Mengadakan Pembinaan Keluarga Sakinah.
Dengan adanya Pembinaan Keluarga Sakinah yang dilakukan Penghulu akan
membuat masyarakat mengerti arti pentingnya membangun sebuah keluarga
yang baik dan rukun. Sehingga tidak akan terjadinya Perceraian. Pembinaan
8 Wawancara Pribadi dengan Ahmad Baedowi. Bogor, 21 Februari 2014.
9 Wawancara Pribadi dengan Ahmad Baedowi. Bogor, 21 Februari 2014.
48
Keluarga Sakinah juga merupakan upaya yang sangat baik dalam mengurangi
Perceraian yang dilakukan sebagian masyarakat Parungpanjang. Dan
pembinaan ini haruslah dilakukan oleh orang-orang yang memang benar-
benar mengerti tentang menjalin keluarga yang baik itu seperti apa. Hal ini
hanya bisa dilakukan oleh Penghulu sebagai orang yang dianggap faham
terhadap permasalahan seperti ini.10
4. Membuat Program berbentuk Sosialisasi.
Dengan adanya kerjasama yang baik dari pihak KUA dengan BKKBN,
Puskesmas, Tokoh Masyarakat dan Pejabat setempat. Maka Sosialisasi ini
akan membawa nilai-nilai positif terhadap masyarakat Parungpanjang baik
yang sudah bercerai maupun yang masih berkeluarga. Dan memberikan
dampak yang baik bagi semua komponen masyarakat, sehingga adanya
keharmonisan dalam suatu keluarga.
Program ini juga sangat penting untuk meminimalisir Perceraian yang
dilakukan sebagian masyarakat Parungpanjang.11
C. Kifrah Penghulu dalam Masyarakat
Oleh karena itu Penghulu mempunyai peran yang sangat penting terhadap
permasalahan yang ada di masyarakat Parungpanjang. Sehingga pada akhirnya
10
Wawancara Pribadi dengan Ahmad Baedowi. Bogor, 21 Februari 2014.
11
Wawancara Pribadi dengan Ahmad Baedowi. Bogor, 21 Februari 2014.
49
Penghulu mencoba melakukan upaya-upaya dan membuat suatu Program yang
kemungkinan bisa menjadikan Perceraian itu tidak terjadi.
Dengan adanya beberapa Upaya dan Program yang akan dilakukan oleh
Penghulu guna dalam mengurangi Perceraian yang dilakukan sebagian masyarakat
Parungpanjang, maka oleh karena itu masyarakat sangat mendukung atas tindakan
yang akan dilakukan oleh Penghulu yang akan berdampak positif dan baik bagi
semua masyarakat Parungpanjang.
Dengan demikian langkah-langkah tersebut akan menguntungkan bagi
masyarakat Parungpanjang terutama bagi pelaku Perceraian sehingga bisa
mengetahui dampak buruknya apabila terjadinya Perceraian antara suami isteri.12
Dan menguntungkan juga bagi suami isteri yang sedang berumah tangga
sehingga rumah tangga mereka menjadi lebih romantis dan rukun.
Dan dengan diadakannya Penyuluhan dan Bimbingan terhadap calon
pengantin maupun yang sudah berumah tangga, masyarakatpun sadar arti penting
sebuah keluarga dan Perceraian itu bukan jalan yang terbaik apabila dalam rumah
tangga terdapat suatu perselisihan.
Selama ini masyarakat tidak menggunakan akal sehatnya dalam
menyelesaikan suatu perselisihan dalam suatu keluarga. Oleh karena itu, Upaya yang
12
Wawancara Pribadi dengan Ahmad Baedowi. Bogor, 21 Februari 2014.
50
dilakukan oleh Penghulu dalam mengurangi Perceraian sangatlah bagus dan baik
untuk kemaslahatan masyarakat Parungpanjang.
Banyak nilai-nilai positif yang diberikan oleh Penghulu kepada masyarakat
Parungpanjang dengan melalui Upaya-upaya dan Program yang akan dilakukan dan
dilaksanakan secepatnya, karena masyarakat Parungpanjang masih terlalu jauh
pengetahuannya dalam hal Perkawinan dan Perceraian.13
Hal ini sangat berimplikasi baik terhadap Penghulu kepada masyarakat
Parungpanjang atas langkah-langkah yang akan dilakukan nanti dan secepatnya
dilaksanakan baik secara formal maupun non formal.
13
Wawancara Pribadi dengan Ahmad Baedowi. Bogor, 21 Februari 2014.
51
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian yang telah penulis kemukakan yang bersumber pada teori
maupun yang bersumber dari data-data yang penulis kumpulkan, maka penulis
mengambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Upaya Penghulu.
Dari permasalahan yang ada mengenai Upaya apa saja yang akan dilakukan
oleh Penghulu dalam mengurangi Perceraian, sekarang sudah terjawab dengan
dilakukannya penelitian di KUA Parungpanjang yang ditanggapi oleh
Penghulu itu sendiri dan akhirnya Permasalahan tersebut bisa dipecahkan.
Dan adanya jalan keluar yang sangat mudah dan berdampak baik bagi
masyarakat Parungpanjang, yaitu dengan cara Memberikan Penyuluhan,
Meningkatkan kualitas P3N (Amil), Mengadakan Pembinaan Keluarga
Sakinah dan Membuat Program yang berbentuk Sosialisasi.
Dengan adanya Upaya dan Program seperti itu, maka masyarakat
Parungpanjang lebih mengetahui dampak buruknya tentang Perceraian.
Sehingga tidak lagi melakukan Perceraian dengan cara yang tidak baik.
52
Dan dalam Upaya ini, akan bisa meminimalisir pelaku Perceraian yang
dilakukan sebagian masyarakat Parungpanjang. Penghulu juga mendapat nilai
positif dari apa yang telah dilakukan terhadap masyarakat.
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis bahwa dapat disimpulkan
ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya Perceraian yang dilakukan
sebagian masyarakat Parungpanjang yaitu:
a. Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu hal yang penting bagi kehidupan
masyarakat, terutama dimasyarakat Parungpanjang yang masih tidak
terlalu tinggi pendidikannya. Karena pendidikan itu sangat
mempengaruhi kualitas rumah tangga seseorang terutama dalam hal
komunikasi baik antara hubungan suami isteri dan hubungan diantara
kedua keluarga.
Lain halnya terhadap sebagian masyarakat Parungpanjang yang
menganggap tidak terlalu pentingnya bagi kehidupan yang akan
datang. Padahal ketika sesorang menikah dan tidak mempunyai
Pendidikan yang tinggi maka tidak menutup kemungkinan Perceraian
itu bisa terjadi kapan saja. Ketika hal itu sudah terjadi barulah
masyarakat menyadari betapa pentingnya Pendidikan itu.
53
b. Ekonomi
Ekonomi merupakan salah satu kepentingan dan kebutuhan dalam
rumah tangga. Apabila kebutuhan itu tidak bisa dipenuhi baik oleh
suami maupun oleh isteri akan berdampak buruk dalam kehidupan
berkeluarga. Sehingga bisa menjadi suatu permasalahan dalam
keluarga yang akan mengakibatkan terjadinya Perceraian antara suami
isteri apabila tidak terpenuhinya kebutuhan itu.
Maka oleh karena itu Ekonomi menjadi salah satu faktor-faktor yang
mempengaruhi akan terjadinya Perceraian. Ketika Ekonomi sudah
dijadikan faktor utama terhadap Perceraian, masyarakat seharusnya
sadar akan hal itu sehingga bisa mengakibatkan mereka bercerai.
c. Lingkungan
Lingkungan merupakan suatu tempat tinggal yang sangat berpengaruh
terhadap kehidupan dalam keluarga. Apabila lingkungan itu tidak baik
dan tidak nyaman untuk saling berinteraksi, maka yang akan terjadi
salah faham antara beberapa masyarakat dan keluarga.
Semakin baik lingkungan yang kita tinggali, semakin baik pula rumah
tangga yang kita jalani.
3. Pelaksanaan Pembinaan Keluarga Sakinah
Pada awalnya Pembinaan Keluarga Sakinah ini tidak dilakukan oleh Penghulu
yang berada di Wilayah KUA Kecamatan Parungpanjang Kabupaten Bogor Karena
54
kurangnya sarana dan prasarana yang ada di KUA Kecamtan Parungpanjang. Tetapi
dengan banyaknya Perceraian yang ada di Kecamatan Parungpanjang, Penghulu
berusaha melakukan dan mencari cara supaya permasalahan mengenai perceraian bisa
diatasi. Oleh karena itu akhirnya Penghulu melakukan dan membuat Program
Pembinaan Keluarga Sakinah sebagai salah satu usaha untuk meminimalisir
Perceraian yang ada di Kecamatan Parungpanjang.
Pembinaan Keluarga Sakinah barulah bisa berjalan apabila Penghulu itu sendiri
yang malakukan langsung tanpa ada pihak darimanapun. Karena Penghulu adalah
orang yang ditugaskan untuk melakukan Pembinaan Keluarga Sakinah supaya
masyarakat lebih mengetahui dampak negatif dari perceraian tersebut.
B. Saran-saran
Adapun saran yang dapat penulis berikan setelah melakukan penelitian dalam
Skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Disarankan kepada Penghulu agar terus berupaya dan berusaha meminimalisir
pelaku Perceraian yang terjadi di sebagian masyarakat Parungpanjang.dan
terus melakukan langkah-langkah yang baik agar masyarakat Parungpanjang
lebih mengetahui dampak negatif akibat Perceraian.
2. Penghulu harus lebih bertanggung jawab terhadap tugas dan fungsi Penghulu.
3. Upaya yang dilakukan Penghulu jangan sampai tidak terlaksana dan tidak
berjalan dengan baik sehingga masih banyak orang yang bercerai.
55
4. Dengan adanya upaya-upaya itu, masyarakat lebih mempertahankan lagi
kerukunan dalam berumah tangga.
5. Disarankan juga kepada masyarakat agar lebih memperhatikan dampak
Perceraian yang akan ditimbulkan.
6. Masyarakat harus lebih memikirkan masa depan keluarga yang sudah
dibentuk supaya tidak terjadinya Perceraian.
56
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an dan Terjemahnya, Depag RI.
Subekti, R dan Tjitrosudibio, R. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Jakarta:
Pradnya Paramita, 2009.
Durachman, Budi. Kompilasi Hukum Islam. Bandung: Fokus Media, 2007.
Thalib, Sayuti. Hukum Kekeluargaan Indonesia. Jakarta: Universitas Indonesia
Press, 1986.
Prakoso, Djoko dan Murtika, I Ketut. Azaz-azaz Hukum Perkawinan.
Sunggono, Bambang, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Raja Grafindo, 2003.
Waluyo, Bambang, Penelitian Hukum dalam Praktek, Jakarta: Sinar Grafika, 2008.
Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta, Pedoman Penulisan Skripsi, Jakarta: Pusat Peningkatang dan Jaminan
Mutu (PPJM) Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
2012.
Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana, 2008.
Yunus, Mahmud. Hukum Perkawinan Dalam Islam, Jakarta: PT. Hidakarya Agung,
1996.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Bandung: Citra Umbara, 2007.
Alhamdani, H. S. A. Risalah Nikah. Jakarta: Pustaka Amani, 1985.
Asmawi, Mohammad. Nikah. Yogyakarta: Darussalam, 2004.
Taat Nasution, Amir. Rahasia Perkawinan dalam Islam. Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya,
1994.
Zein, Satria Effendi M. Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer, Jakarta:
Prenada Media, 2004.
57
Bunyamin, Iskandar. Panduan Praktis Penghulu, Banten: Kementerian Agama, 2012.
Abbas, Ahmad Sudirman. Pengantar Pernikahan, Jakarta: PT.Prima Heza Lestari,
2006.
Asmin. Status Perkawinan Antar Agama, Jakarta: PT. Dian Rakyat, 1986.
Azzam, Abdul Aziz Muhammad dan Hawwas, Abdul Wahhab Sayyed. Fiqh
Munakahat, Jakarta: Amzah, 2009.
Kuzari, Achmad. Nikah Sebagai Perikatan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995.
Rusdiana, kama dan Aripin Jaenal. Perbandingan Hukum Perdata, Jakarta: UIN
Jakarta Press, 2007.
Nurudin, Amir dan Tarigan, Akmal Azhari. Hukum Perdata Islam di Indonesia,
Jakarta: Prenada Media, 2004.
Haem, Nurul Huda. Awas Illegal Wedding dari Penghulu Liar Hingga
Perselingkuhan, Jakarta: PT Mizan Publika, 2007.
Zain, Muhammad dan Alshodiq, Mukhtar. Membangun Keluarga Humanis, Jakarta:
Grahacipta, 2005.
Muhaimin, Abdul Wahab Abd. Ayat-ayat Perkawinan dan Perceraian Dalam Kajian
Ibnu Katsir, Jakarta: Gaung Persada, 2010.
Bakri, Sidi Nazar. Kunci Keutuhan Rumah Tangga, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya,
1993.
Mulyati, Sri. Relasi Suami Isteri dalam Islam, Jakarta: Pusat Studi Wanita, 2004.
Kisyik, Abdul Hamid. Bimbingan Islam untuk Mencapai Keluarga Sakinah,
Bandung: Al-Bayan, 1995.
Tihami, H.M.A. Fiqih Munakahat, Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2009.
Syakir, Muhammad Fu’ad. Perkawinan Terlarang, Jakarta: CV. Cendekia Sentra
Muslim, 2002.
Djaelani, Abdul Qodir. Keluarga Sakinah, Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1995.