Post on 27-Dec-2015
description
i
TESIS
HIPERTENSI, OBESITAS SENTRAL DAN DIABETES
MELLITUS (KOMPONEN SINDROM METABOLIK)
SEBAGAI PREDIKTOR KEJADIAN PENYAKIT
GINJAL KRONIK : STUDI KOHORT
RETROSPEKTIF PADA PENDUDUK
KECAMATAN BLAHBATUH
GIANYAR BALI
LINDA FEBRYANA DWI PANGASTUTY HERNANINGTYAS
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2012
2
TESIS
HIPERTENSI, OBESITAS SENTRAL DAN DIABETES
MELLITUS (KOMPONEN SINDROM METABOLIK)
SEBAGAI PREDIKTOR KEJADIAN PENYAKIT
GINJAL KRONIK : STUDI KOHORT
RETROSPEKTIF PADA PENDUDUK
KECAMATAN BLAHBATUH
GIANYAR BALI
LINDA FEBRYANA DWI PANGASTUTY HERNANINGTYAS
NIM 0914048106
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2012
i
3
HIPERTENSI, OBESITAS SENTRAL DAN DIABETES
MELLITUS (KOMPONEN SINDROM METABOLIK)
SEBAGAI PREDIKTOR KEJADIAN PENYAKIT
GINJAL KRONIK : STUDI KOHORT
RETROSPEKTIF PADA PENDUDUK
KECAMATAN BLAHBATUH
GIANYAR BALI
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister
Pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik
Program Pascasarjana Universitas Udayana
LINDA FEBRYANA DWI PANGASTUTY HERNANINGTYAS
NIM 0914048106
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2012
ii
4
Lembar Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUI
TANGGAL 21 SEPTEMBER 2012
Pembimbing I,
Prof. Dr. dr. I Gde Raka Widiana, SpPD- KGH
NIP.19560707 198211 1 001
Pembimbing II,
Dr.dr. I Wayan Sudhana, SpPD-KGH
NIP.19550509 198311 1 001
Mengetahui
Ketua Program Studi Magister Ilmu Kedokteran
Biomedik Program Pascasarjana
Universitas Udayana
Prof. Dr.dr. Wimpie Pangkahila, Sp.And.FAACS
NIP. 19461213 197107 1 001
Direktur
Program Pascasarjana
Universitas Udayana
Prof. Dr.dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S (K)
NIP.19590215 198510 2 001
iii
5
Tesis Ini Telah Diuji dan Dinilai
Oleh Panitia Penguji pada
Program Pascasarjana Universitas Udayana
Pada Tanggal 21 September 2012
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana
No : 1562/UN14.4/HK/2012
Tanggal 12 September 2012
Ketua ( Pembimbing I) : Prof. Dr.dr I Gede Raka Widiana, SpPD-KGH
Sekretaris (Pembimbing II ) : Dr. dr. I Wayan Sudhana, SpPD-KGH
Anggota :
1. Prof. Dr . dr. N. Adiputra, MOH
2.Prof. dr. N. Tigeh Suryadhi, MPH, Ph.D
3.dr. Wiragotera, SpPD-KEMD
iv
6
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur saya panjatkan kehadapan Allah SWT karena atas berkat,
rahmat dan karunia-Nya karya tulis ini dapat saya selesaikan. Karya tulis akhir ini
merupakan tugas akhir yang dibuat sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
Program Magister pada Program Magister, Program Studi Bio-Medik,
Kekhususan Kedokteran Klinik ( Combined Degree ) Program Pascasarjana
Universitas Udayana Denpasar
Saya menyadari sepenuhnya bahwa penelitian karya akhir ini terlaksana
dengan baik berkat adanya bimbingan, arahan, dorongan semangat, sumbangan
pikiran serta bantuan lainnya yang sangat berharga dari semua pihak. Oleh karena
itu pada kesempatan ini saya menyampaikan rasa hormat dan penghargaan yang
setinggi-tingginya serta terima kasih yang setulus-tulusnya kepada :
1. Prof Dr.dr. Wimpie Pangkahila, SpAnd, FAACS selaku ketua Program
Studi Ilmu Kedokteran Biomedik Universitas Udayana yang telah
memberikan banyak masukan
2. Prof. Dr. dr. I Gde Raka Widiana, SpPD-KGH selaku pembimbing I, yang
telah begitu banyak memberikan bimbingan yang sangat berharga
3. Dr.dr. I Wayan Sudhana, SpPD-KGH selaku pembimbing II, yang dengan
penuh kesabaran , memberikan bimbingan dan dorongan terhadap penulis.
v
7
4. Prof. Dr. dr. I Made Bakta, SpPD-KHOM selaku Rektor Universitas
Udayana yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk
mengikuti pendidikan di Universitas Udayana
5. Prof. Dr.dr. Ketut Suastika, SpPD-KEMD, selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana yang telah memberikan kesempatan
kepada saya untuk mengikuti pendidikan PPDS-I Ilmu Penyakit Dalam di
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
6. Prof. Dr. dr. Tjokorda Raka Putra, SpPD-KR, selaku Kepala Bagian/SMF
Ilmu Penyakit Dalam FK Unud/RSUP Sanglah yang telah memberikan
kesempatan, petunjuk dan bimbingan dan arahan sejak awal pendidikan
7. dr. Wayan Sutarga, MPHM selaku Direktur RSUP Sanglah Denpasar yang
telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk belajar dan bekerja di
RSUP Sanglah Denpasar.
8. Prof. Dr. dr N. Adiputra, MOH, selaku penguji yang telah begitu sabar
memberikan masukan dan saran yang sangat berguna bagi penyusunan
tesis ini
9. Prof. Dr. dr. N. Tigeh Suryadhi, MPH, Ph. D , selaku penguji yang telah
begitu sabar memberikan masukan dan saran yang sangat berguna bagi
penyusunan tesis ini
10. Dr. Wiragotera, SpPD-KEMD, selaku penguji yang telah begitu sabar
memberikan masukan dan saran yang sangat berguna bagi penyusunan
tesis ini
vi
8
11. Prof. Dr.dr . J Alex Pangkahila, M.Sc, SpAnd selaku dosen mata kuliah
metodologi penelitian yang dengan penuh kesabaran telah memberikan
ilmu yang sangat berguna bagi penyusunan tesis ini
12. Prof. Dr.dr. Ketut Suwitra, SpPD-KGH, selaku Ketua Program Pendidikan
Dokter Spesialis I Ilmu Penyakit Dalam FK Unud/RSUP Sanglah dan
Kepala Divisi Ginjal dan Hipertensi Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam
FK Unud/RSUP Sanglah yang telah memberikan kesempatan, petunjuk
dan bimbingan dan arahan sejak awal pendidikan
13. dr. Gede Kambayana, SpPD, kesabaran, dorongan semangat dan kebaikan
yang diberikan kepada penulis.
14. Bapak Camat Kecamatan Blahbatuh Gianyar atas ijin yang telah diberikan
untuk melaksanakan penelitian di wilayahnya, dan koordinasi sampai ke
tingkat desa serta kemudahan yang telah diberikan untuk terlaksananya
penelitian ini
15. Bapak Kepala Desa Blahbatuh, Kepala Desa Buruan, Kepala Desa Saba
dan Kepala Desa Bedulu Kecamatan Blahbatuh Gianyar atas
partisipasinya dan dukungannya untuk membantu memotivasi warga
desanya untuk ikut serta dalam penelitian Blahbatuh
16. Bapak Kepala Dusun se-kecamatan Blahbatuh atas partisipasi dan
dukungannya dalam mengerahkan warga masing masing dusun yang
disertakan dalam penelitian ini
vii
9
17. Masyarakat sekecamatan Blahbatuh Gianyar atas respon positif yang
diberikan dan kesediaannya untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan
penelitian ini
18. Ayah dan ibu tercinta : Drs. H. Achmad Wiherno Susanto dan Hj.
Namiratul Liana Slamet, atas semua hal sangat berharga yang penulis
terima
19. Ananda tersayang : I Gede Ghefiro Nawwaf Pradnya, atas semua
pengorbanan dan pengertian selama penulis menjalani pendidikan
20. dr. I Gede Pradnya Krisnan, yang membuka jalan pada awalnya, dan
mendorong mimpi untuk menjadi kenyataan
21. dr. Sabrina C Smit, dr Sinarty Hartanto, SpPD dan, rekan sejawat sesama
peserta PPDS Ilmu Penyakit Dalam, atas semua bantuan kepada penulis
Kepada teman-teman dan semua pihak yang namanya tidak dapat
disebutkan satu persatu yang telah membantu penyelesaian tesis ini, penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya. Semoga Allah SWT membalas
budi baik serta senantiasa melimpahkan rahmat dan berkat Nya.
Akhir kata, semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi perkembangan
ilmu pengetahuan dan bagi umat manusia secara keseluruhan.
Denpasar, Juli 2012
Penulis,
Linda Febryana Dwi Pangastuty Hernaningtyas
viii
10
ABSTRAK
HIPERTENSI, OBESITAS SENTRAL DAN DIABETES MELLITUS
(KOMPONEN SINDROM METABOLIK) SEBAGAI PREDIKTOR
KEJADIAN PENYAKIT GINJAL KRONIK : STUDI KOHORT
RETROSPEKTIF PADA PENDUDUK KECAMATAN BLAHBATUH
GIANYAR BALI
Penyakit ginjal kronis merupakan faktor resiko utama untuk terjadinya
penyakit ginjal tahap terminal. Di negara-negara berkembang, termasuk
Indonesia, pembiayaan penyakit ginjal terminal masih merupakan masalah besar.
Umumnya penderita PGK datang dalam keadaan stadium tidak dapat pulih
kembali, karena pada stadium awal, sering tanpa gejala. Penapisan terhadap
penderita dengan faktor resiko PGK untuk mencegah penderita masuk dalam
stadium terminal, masih jarang dilakukan terhadap populasi umum.Salah satu
faktor resiko PGK dewasa ini adalah Sindrom Metabolik. Sindrom metabolik (SM
) adalah sindrom klinis yang terdiri dari obesitas sentral, dislipidemia, hipertensi
dan hiperglikemia. SM merupakan independent risk factor terhadap kejadian
PGK, baik komponennya secara tunggal maupun berkelompok. Hal ini sudah
dibuktikan pada beberapa study. Berdasarkan fenomena tersebut, penelitian ini
dilakukan dengan hipotesis Hipertensi dan/atau Obesitas Sentral dan/atau
Diabetes Mellitus merupakan suatu faktor prediktor kejadian Penyakit Ginjal
Kronis pada penduduk Kecamatan Blahbatuh Gianyar Bali
Penelitian kohort retrosptektif yang dilakukan selama 6 tahun ini, menilai
hubungan antara hipertensi, obesitas sentral dan diabetes mellitus dengan kejadian
PGK pada sampel yang pada penelitian 2005 belum menjadi PGK, di Kecamatan
Blahbatuh Gianyar Bali. Analisis data dilakukan dengan uji Fischer. Relative Risk
(RR) dikalkulasi dengan 95% Interval Kepercayaan.
Dari 120 sampel yang diperiksa didapatkan Insiden PGK secara
keseluruhan pertahunnya di Kecamatan Blahbatuh Gianyar sebesar 4,16%.
Insiden PGK pada kelompok dengan komponen sindrom metabolik sebesar
4.89% pertahunnya dan pada kelompok tanpa komponen sindrom metabolik
sebesar 1.66%.
RR untuk masing masing komponen sindroma metabolik secara tunggal
dan berkelompok sebesar , RR DM dengan PGK: 2.074( CI 0.409 – 10.522; p:
0.57).RR HT dengan PGK : 3.733 (CI 0.820 – 16.987; p : 0.08) .RR OS
dengan PGK : 3.733 ( CI 0.820 – 16.987; p : 15) . RR DM + OS dengan PGK :
3.500 ( Cl 95% 0.868-14.110 ; p : 0.10); RR DM + HT dengan PGK : 4.667 ( Cl
95% 0.811-26.866; p : 0,25 ); RR antara HT + OS dengan PGK : 2.240 ( Cl 95%
0.625-8.030; p : 0,27 ).
ix
11
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa hipertensi dan/atau
obesitas sentral dan/atau diabetes mellitus secara statistik tidak bermakna sebagai
prediktor kejadian penyakit ginjal kronis, tetapi karena semua RR > 2 maka
didapatkan kecenderungan yang kuat bahwa komponen sindrom metabolik
(hipertensi dan/atau obesitas sentral dan/atau diabetes mellitus) sebagai faktor
prediktor kejadian penyakit ginjal kronis.
Kata kunci : penyakit ginjal kronik, komponen sindrom metabolik, faktor
prediktor
x
12
ABSTRACT
HYPERTENSION, CENTRAL OBESITY, AND DIABETES MELLITUS
(COMPONENTS OF METABOLIC SYNDROME) AS PREDICTORS FOR
CHRONIC KIDNEY DISEASE: A RETROSPECTIVE COHORT STUDY
IN RESIDENTS OF BLAHBATUH SUB-DISTRICT GIANYAR BALI
Chronic kidney disease (CKD) is a main risk factor for end stage renal
disease (ESRD). Cost for ESRD is still a big problem in developing countries,
including Indonesia. In general, CKD patients come in end stage which therefore
usually irreversible, where as in early stages is usually asymptomatic . Screening
in patients with risk for CKD to prevent them from ESRD is still rare in general
population. One of risk factors for CKD in adults is metabolic syndrome (MS).
MS is clinical syndrome consisting of central obesity, dyslipidemia, hypertension,
and hyperglycemia. MS is an independent risk factor for CKD, whether as single
risk factor or multiple risk factors. This has been proven through several studies.
Based on the phenomenon, this study was held with hypothesis of hypertension
(HT) and/or central obesity (CO) and/or diabetes mellitus (DM) is/are predictor
factor(s) for CKD in residents of Blahbatuh Sub-District Gianyar Bali.
This retrospective cohort study was held during six years to determine
association between HT, CO, and DM with CKD in samples whose in 2005 were
not yet suffered from CKD, in Blahbatuh Sub-District Gianyar Bali. Data analysis
was performed with Fisher’s exact test. Relative Risk was calculated with 95%
Confidence Interval.
Of 120 samples, we found that overall incidence of CKD in Blahbatuh
Sub-District Gianyar Bali was 4.16%. Incidence of CKD in group with MS
component(s) was 4.89% annually and in group with no MS component(s) was
1.66%.
RR for each component of MS as a single risk factor or multiple risk factors
were: RR for DM with CKD was 2.074 (CI 0.409 – 10.522; p = 0.57), RR for HT
with CKD was 2.822 (CI 0.883 – 9.016; p = 0.81). RR for CO with CKD was
3.733 (CI 0.820 – 16.987; p = 0.155), RR for DM and CO with CKD: 3.500
(95%Cl 0.868 – 14.110; p = 0.10), RR for DM and HT with CKD was 4.667
(95%Cl 0.811 – 26.866; p = 0.25), RR for HT and CO with CKD was 2.240
(95%Cl 0.625 – 8.030; p = 0.27).
From the study results, we concluded that HT and/or CO and/or DM is/are
not statistically significant as predictor(s) for CKD, but because all RR >2, we
found strong possibility for component(s) of MS (HT and/or OC and/or DM) as
predictor factors for CKD.
Keywords: chronic kidney disease, component(s) of metabolic syndrome,
predictor factor(s)
xi
13
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM .......................................................................................... i
PRASYARAT GELAR .................................................................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................ iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI ................................................................ iv
UCAPAN TERIMA KASIH ............................................................................ v
ABSTRAK ....................................................................................................... ix
ABSTRACT ..................................................................................................... xi
DAFTAR ISI .................................................................................................... xii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xiv
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xv
DAFTAR ARTI LAMBANG, SINGKATAN, DAN ISTILAH ...................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xvii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 6
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................. 6
1.3.1 Tujuan Umum ...................................................................................... 6
1.3.2 Tujuan Khusus ...................................................................................... 7 1.4 Manfaat Penelitian ......................................................................................... 7
BAB II KAJIAN PUSTAKA .......................................................................... 8
2.1 Penyakit Ginjal Kronis .......................................................................... 8
2.2 Sindrom Metabolik ............................................................................... 16
2.3 Hubungan Sindrom Metabolik dengan Penyakit Ginjal Kronik ........... 22
2.4 Hubungan Komponen Sindrom Metabolik denga PGK........................ 28
2.4.1 Diabetes Mellitus dan Penyakit Ginjal Kronik ..................................... 28
2.4.2 Hipertensi dan Penyakit Ginjal Kronik ................................................. 32
2.4.3 Obesitas Sentral dan Penyakit Ginjal Kronik ....................................... 34
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS
PENELITIAN ................................................................................................. 38
3.1 Kerangka Berpikir ............................................................................... 38
3.2 Kerangka Konsep .................................................................................. 39
3.3 Hipotesis Penelitian ............................................................................... 39
xii
14
BAB IV METODE PENELITIAN ................................................................. 40
4.1 Rancangan Penelitian ........................................................................... 40
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian .............................................................. 40
4.3 Ruang Lingkup Penelitian .................................................................... 40
4.4 Penentuan Sumber Data ....................................................................... 40
4.5 Variabel Penelitian ............................................................................... 42
4.6 Bahan dan Instrumen Penelitian ........................................................... 49
4.7 Prosedur Penelitian ............................................................................... 50
4.8 Analisis Data ........................................................................................ 52
BAB V HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA ............................... 53
5.1 Gambaran Umum .................................................................................. 53
5.2 Analisis Deskriptif ................................................................................ 54
5.3 Uji Normalitas dan Homogenitas Data ................................................. 57
5.4 Analisis Inferensial................................................................................ 57
BAB VI PEMBAHASAN ................................................................................ 60
6.1 Karateristik Subyek dalam Penelitian .................................................. 60
6.2 Hubungan Komponen Sindrom Metabolik dengan PGK...................... 62
6.3 Keterbatasan Penelitian ......................................................................... 68
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 69
7.1 Simpulan ............................................................................................... 69
7.2 Saran ...................................................................................................... 69
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 70
LAMPIRAN ..................................................................................................... 76
xiii
15
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Klasifikasi penyakit ginjal kronik atas dasar derajad penyakit .......... 9
Tabel 2.2 Klasifikasi penyakit ginjal kronis atas dasar diagnosis etiologi ......... 9
Table 2.3 Perencanaan tatalaksana penyakit ginjal sesuai dengan derajadnya .. 13
Tabel 5.1 Karateristik Sampel Penelitian ........................................................... 56
Tabel 5.2 Diabetes Mellitus sebagai prediktor Penyakit Ginjal Kronis ............. 58
Table 5.3 Hipertensi sebagai prediktor Penyakit Ginjal Kronis ......................... 58
Tabel 5.4 Obesitas sentral sebagai prediktor Penyakit Ginjal Kronis ................ 58
Tabel 5.5 DM + OS sebagai prediktor Penyakit Ginjal Kronis .......................... 59
Table 5.6 DM + Hipertensi sebagai prediktor Penyakit Ginjal Kronis .............. 59
Table 5.7 HT + OS sebagai prediktor Penyakit Ginjal Kronis ........................... 67
xiv
16
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Patogenesis dari Hipertensi Nefrosklerosis ................................ 34
Gambar 2.2 Mekanisme dari disfungsi ginjal pada obesitas dan obesitas
inisiasi sindrom metabolik .......................................................... 37
xv
17
DAFTAR ARTI LAMBANG, SINGKATAN , DAN ISTILAH
PGK : Penyakit ginjal kronik
SM : Sindrom Metabolik
C-G : Cockcroft-Gault
MDRD : Modification of Diet in Renal Disease
LFG : Laju Filtrasi Glomerulus
TGF-B : Transforming growth factor beta
LES : Lupus eritematosus sistemik
WHO : World Health Organisation
EGIR : European group for the study of insulin resistance
NCEP : ATP III : National Cholesterol Education Program’s Adult
Treatment Panel III
AACE : American Association of Clinical Endocrinologist
IDF : International Diabetes Federation
BMI : Body mass index
FFA : Free fatty acid
VLDL : Very Low Density Lipoproteins
ESDR : End stage renal disease
RAA : rennin-angiostensin-aldosteron
SSS : System saraf simpatis
IGF-1 : Insulin like growth factor-1
NO : Nitrit oxide
AGEs : Advanced glycation end-product
MAPKS : Mitogen activated protein kinase
ERK : Extracelluler regulated protein kinase
GLUT : Glucose transporter
PKC : Protein Kinase C
IMT : Index Massa Tubuh
DM : Diabetes Mellitus
xvi
18
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Jadwal Kegiatan........................................................................ 76
Lampiran 2 : Rincian Biaya ........................................................................... 77
Lampiran 3 : Informasi Penelitian.................................................................. 78
Lampiran 4 : Informed consent ...................................................................... 80
Lampiran 5 : Formulir pengumpulan data ..................................................... 81
Lampiran 6 : Prosedur Pemeriksaan Kreatinin Serum ................................... 86
Lampiran 7 : Keterangan Kelaikan Etik ........................................................ 87
xvii
1
B A B I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit ginjal kronis (PGK) merupakan masalah kesehatan yang sangat
penting dan luas. Penyakit ginjal kronis juga merupakan faktor resiko terbesar untuk
kejadian gagal ginjal kronis yang merupakan masalah medis, sosial dan ekonomis
yang sangat besar bagi pasien dan keluarganya, khususnya di negara-negara
berkembang yang memiliki sumber daya terbatas untuk membiayai pasien dengan
gagal ginjal terminal.
Indonesia sendiri belum mempunyai sistem register yang lengkap di bidang
penyakit ginjal, namun diperkirakan 100 per sejuta penduduk atau 20.000 kasus baru
dalam setahun. Selain itu mahalnya tindakan hemodialisis masih merupakan masalah
besar dan diluar jangkauan sistem kesehatan. Pada tahun 1996, pemerintah melalui
PT ASKES Indonesia telah membiayai 14 milyar rupiah untuk pasien-pasien dengan
hemodialisis kronik, yang berarti hanya 15% dari seluruh pasien gagal ginjal
terminal . Sebagian besar pasien penyakit ginjal datang mencari pertolongan dalam
keadaan terlambat dan pada stadium tidak dapat pulih. Hal ini disebabkan karena
penyakit ginjal pada stadium awal umumnya tidak bergejala. Perawatan ginjal fase
pre-dialitik jarang dilakukan (Widiana, 2007). Satu penelitian di Surabaya,
menunjukkan bahwa rujukan terlambat kepada ahli ginjal terjadi pada 56% pasien
laki-laki dan 26% pasien perempuan (Santosa, 2001).
Program deteksi dan prevensi penyakit ginjal kronis telah dilakukan di
Indonesia pada tahun 2004 dan melibatkan 9412 subjek, 64,1% di antaranya adalah
wanita, dengan hasil persisten proteinuria ditemukan hampir sebanyak 3%.
2
Hipertensi sistolik dan diastolik sebesar 10%, hipertensi sistolik terisolasi 4,8% dan
hipertensi diastolik terisolasi 4,6%. PGK sebesar 12,5% ( dengan Cockcroft-Gault
formula), atau 8,6% (Modification of Diet in Renal Disease/ MDRD formula) atau
7,5% (dengan Chinese MDRD formula) pada subjek dengan salah satu dari
hipertensi, proteinuria dan/atau diabetes. Proteinuria, tekanan darah sistolik dan
riwayat dari diabetes mellitus merupakan prediktor independent dari penurunan
eGFR. Obesitas dan riwayat merokok ditemukan pada 32,5% dan 19.8% subjek.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa terdapat prevalensi PGK yang tinggi pada
daerah urban dan semi urban (Prodjosudjadi dkk, 2009). Desa Blahbatuh terpilih
untuk mewakili propinsi Bali dan mengambil individu usia antara 18 sampai 70
tahun (stratified random dan cluster). Penelitian ini meliputi 3046 subjek terdiri dari
1427 (47%) laki-laki dan 1611 (53%) perempuan. Hasil awal menunjukkan bahwa
prevalensi dari merokok 671 (20%) termasuk bekas perokok 152 (5%), diabetes
mellitus 88 (3%), hipertensi 344 (11%), obesitas 1478 (49%), obesitas sentral 1478
(30%), persisten proteinuria 119 (4%). Untuk hal tersebut yang dianggap /
dipertimbangkan sebagai resiko tinggi (DM, hipertensi dan proteinuria), 485 subjek
dan di periksa kadar serum kreatininnya untuk memperkirakan GFR dengan
memakai rumus MDRD dan Cockcroft-Gault. Subjek dengan GFR kurang dari 60
ml/menit didefinisikan sebagai PGK. Menggunakan rumus MDRD, prevalensi
PGKnya adalah 7,8%. Untuk menentukan prevalensi PGK pada populasi keseluruhan
dan menyelidiki faktor resiko yang berkaitan, program penapisan komunitas telah
diperkenalkan di antara 301 subjek di desa Ubud Bali dekat desa Blahbatuh,
menggunakan multistage (stratified random and cluster). Subjek dengan usia 18
sampai 70 tahun dan terdaftar sebagai penduduk desa. 301 subjek penapisan terdiri
dari 160 (53,2%) laki-laki dan 141 (46,8%) perempuan dengan mean umur 41 tahun,
3
mean tekanan darah sistolik 117 mmhg dan mean tekanan darah diastolik 76 mmhg,
mean berat badan 58 kg, mean tinggi badan 159 cm, masing-masing mean lingkar
pinggul 90 cm dan lingkar pinggang 79 cm. Prevalensi PGK menggunakan GFR
dengan rumus Cockcroft Gault, kurang dari 60 ml/menit adalah 51 (17%),
proteinuria (2+ atau lebih pada satu kesempatan) 9 (3%), hipertensi yang
didefinisikan sebagai tekanan darah di atas 140/90 mmHg (16,7%), diabetes mellitus
13 (4,3%), tipe android 148 (49,2%). Hubungan antara variable tersebut dengan
PGK menunjukkan bahwa hanya hipertensi OR 2,5 dan proteinuria OR 19,4 yang
berhubungan dengan peningkatan prevalensi dari PGK. Penelitian di Blahbatuh
bertujuan untuk menentukan prevalensi PGK pada kelompok yang spesifik, dengan
hipertensi dan/atau diabetes mellitus dan/atau proteinuria menetap dianggap sebagai
kelompok resiko tinggi. Dalam hal ini, prevalensi PGK hanya bisa diperkirakan dari
kelompok resiko tingga daripada populasi keseluruhan. Dimana , penelitian di Ubud
memperlihatkan bahwa hipertensi dan proteinuria menentukan kejadian PGK.
Penelitian tersebut di desain sebagai penelitian cross-sectional dimana tidak bisa
menentukan hasil akhir dari faktor resiko terhadap keadaan ginjal ginjal. (Widiana,
2009).
Di Bali sendiri telah dilakukan penelitian tentang LFG pada 826 sampel yang
terdiri dari 219 sampel daerah dataran tinggi, 302 sampel daerah urban dan 305
sampel daerah pantai pulau terpencil dan dengan menggunakan rumus C-G
didapatkan hasil prevalensi PGK adalah 56,0% terdiri dari 69,9% daerah dataran
tinggi, 61,9% di daerah urban dan 42,3% di daerah pulau terpencil (Widiana, 2007).
Menurut Studi yang dilakukan NHANES, prevalensi dari albuminuria dan
penurunan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) di Amerika Serikat meningkat dari 1988-
1994, yaitu prevalensi penyakit ginjal kronis stadium 1-4 meningkat dari 10.0% pada
4
1988-1994 menjadi 13,1% pada 1999-2004. Peningkatan ini, sebagian bisa
dijelaskan oleh adanya peningkatan prevalensi dari diabetes dan hipertensi (Coresh
dkk, 2007).
Di wilayah Asia, 26 Studi yang dilakukan di China dengan jumlah subjek
antara 237 sampai 65181 memperoleh rata-rata prevalensi PGK adalah 7,2% pada
subjek dengan usia di atas 30 tahun dan 23,4%-35,8% pada subjek dengan usia lebih
dari 64 tahun ( Zhang dkk, 2007).
PGK merupakan faktor resiko mayor untuk terjadinya End Stage Renal
Disease (ESRD), penyakit kardiovaskular dan kematian dini. Identifikasi dan
penatalaksanaan faktor resiko PGK secara dini, merupakan pendekatan yang terbaik
untuk menunda hasil keluaran yang tidak diinginkan. Faktor resiko PGK sendiri
menurut berbagai penelitian di Asia adalah hipertensi sistolik, peningkatan IMT
(index masa tubuh) hiperurikemia, hiperkholesterolemia merupakan faktor resiko
PGK di Thailand (Domrongkitchiporn dkk, 2005). Usia, hiperlipidemia, jenis
kelamin pria, hipertensi merupakan faktor resiko di Jepang (Takamatsu, 2009 ). Usia
tua, riwayat keluarga, etnis, jenis kelamin, diabetes mellitus, sindrom metabolik,
status hiperfiltrasi (tekanan darah > 125/75 mmHg, obesitas, diet tinggi protein,
anemia), dislipidemia, nefrotoxin, penyakit ginjal primer, kelainan urologis
(obstruksi dan infeksi saluran kencing berulang) dan penyakit kardiovaskular
merupakan faktor prediktor inisiasi PGK (Taal dan Brenner 2006).
Sindrom Metabolik (SM), yang dikarasteristikkan sebagai obesitas
abdominal, hipertriglisemia, rendahnya kadar High Density Lipoprotein (HDL),
tekanan darah yang tinggi dan kadar gula darah puasa yang tinggi, merupakan
kelainan yang umum terjadi di USA dan dengan adanya epidemi obesitas di dunia,
5
sindrom metabolik sekarang sudah merupakan masalah kesehatan yang luas.
Menurut NHANES III, terdapat 47 juta (23,7%) penduduk USA dengan usia di atas
20 tahun yang mempunyai sindrom metabolik. Dari studi didapatkan OR dari PGK
adalah 3,95 untuk peningkatan tekanan darah, 2,45 untuk kadar HDL kolesterol yang
rendah, 2,10 untuk kadar trigleseride yang tinggi dan 1,99 untuk obesitas abdominal.
OR dari PGK yang didefinisikan sebagai peningkatan serum kreatinin yang
dihubungkan dengan sindrom metabolik adalah 2,60. Perbandingan antara subjek
dengan 0-1 komponen sindrom metabolik dan 2,3,4,dan 5 komponen terhadap
kejadian PGK adalah OR 2,21, 3,38, 4,23 dan 5,85. Dari Studi ini didapatkan
hubungan yang sangat kuat, positif dan signifikan antara Sindrom Metabolik (SM)
dan PGK ( Chen dkk, 2004).
Sebuah studi di Iran (Tehran Lipid and Glucose Study) yang melibatkan 4607
subjek usia di atas 18 tahun yang pada awalnya tidak mempunyai diabetes maupun
PGK dan diikuti selama 3 tahun, dan dibandingkan antara individu dengan sindrom
metabolik dan tanpa sindrom metabolik terhadap kejadian PGK. Hasilnya, total 1010
(21.9%) individu dengan baseline sindrom metabolik, selama follow up, 38 (3,4%)
individu dari grup SM menjadi PGK dan 73 individu (2,0%) dari 3590 individu dari
grup non MS menjadi PGK OR = 1,88. Kemudian dilakukan eksklusi individu
dengan baseline hipertensi (n=798) dan didapatkan subjek dengan SM sebanyak 406
(10,7%). Setelah follow up, 62 (1,82%) individu pada grup SM dan 8 (1,98%)
individu pada grup non SM, menjadi PGK. Dari studi tersebut dapat disimpulkan
bahwa SM merupakan faktor resiko yang signifikan dari kejadian PGK. Dan faktor
resiko SM untuk kejadian PGK tetap tinggi walaupun tidak ada komponen Diabetes
dan hipertensi (Rashidi dkk, 2007).
6
Sebuah studi kohort 5 tahun di Hongkong yang meneliti tentang sindrom
metabolik pada individu dengan diabetes tipe 2, untuk memprediksi kejadian PGK
mendapatkan hasil hazzard ratio dari PGK adalah 1,31 untuk subjek dengan SM
dibandingkan dengan non SM. Hubungan subjek dengan tanpa komponen SM
kecuali Diabetes Mellitus, yaitu dengan 2,3,4,5 komponen SM mempunyai hazzard
ratio untuk peningkatan risiko PGK sebesar : 1,15, 1,32 , 1,64 dan 2,34 . Sindrom
metabolik yaitu obesitas, hipertriglisemia, hipertensi,dan peningkatan IMT
merupakan independent prediktor untuk kejadian PGK. Studi tersebut menyimpulkan
bahwa sindrom metabolik merupakan prediktor independen untuk kejadian PGK
pada individu dengan DM tipe 2 (Lux dkk, 2008).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah disebutkan di atas dapat dirumuskan
masalah penelitian sebagai berikut :
- Apakah komponen sindroma metabolik yaitu hipertensi dan/atau obesitas sentral
dan/atau diabetes mellitus merupakan suatu prediktor kejadian penyakit ginjal
kronis pada penduduk kecamatan Blahbatuh Gianyar Bali ?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian latar belakang dan perumusan masalah, maka dapat
disusun tujuan penelitian adalah :
1.3.1 Tujuan umum
Untuk mengetahui prediktor kejadian penyakit ginjal kronis pada penduduk
kecamatan Blahbatuh Gianyar Bali.
7
1.3.2 Tujuan khusus
Untuk membuktikan bahwa komponen sindrom metabolik yaitu hipertensi
dan/atau obesitas sentral dan/atau diabetes mellitus merupakan suatu prediktor
terhadap kejadian penyakit ginjal kronis pada penduduk kecamatan Blahbatuh
Gianyar Bali.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Akademik
Penelitian ini secara akademik bermanfaat untuk menambah pengetahuan
mengenai apakah hipertensi dan/atau obesitas sentral dan/atau diabetes mellitus yang
merupakan suatu prediktor terhadap kejadian penyakit ginjal kronis Di Indonesia
pada umumnya dan pada komunitas lokal Bali pada khususnya.
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan bagi peneliti lain yang ingin
melakukan penelitian lebih lanjut demi perkembangan ilmu pengetahuan.
1.4.2 Manfaat Klinik Praktis
Dengan mengetahui bahwa hipertensi dan/atau obesitas sentral dan/atau
diabetes mellitus merupakan prediktor terhadap kejadian penyakit ginjal kronis maka
diharapkan, setiap individu yang menderita hipertensi, obesitas sentral dan diabetes
mellitus bisa melakukan pencegahan untuk mencegah terjadinya penyakit ginjal
kronis.
8
B A B II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Penyakit Ginjal Kronis
Penyakit ginjal kronis adalah suatu proses patofisiologis dan etiologi yang
beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada
umumnya berakhir dengan gagal ginjal kronik. Selanjutnya gagal ginjal adalah
suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang
irreversible, pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang
tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal. Uremia adalah suatu sindrom klinik
dan laboratoris yang terjadi pada semua organ dan akibat penurunan fungsi ginjal
pada penyakit ginjal kronik
Kriteria Penyakit Ginjal Kronik
1. Kerusakan Ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa
kelainan struktur atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi
glomerulus (LFG) dengan manifestasi :
- Kelainan patologis
- Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah
atau urine, atau kelainan dalam tes pencitraan (imaging test)
2. Laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 60 ml/menit/1.73m2 selama 3
bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjal.
Pada keadaan tidak terdapat kerusakan ginjal lebih dari 3 bulan dan LFG sama
atau lebih dari 60 ml/menit/1.73m2, tidak termasuk kriteria penyakit ginjal kronis.
9
Klasifikasi
Klasifikasi penyakit ginjal kronis didasarkan pada dua hal yaitu atas dasar derajat
(stage) penyakit dan dasar diagnosis etiologi.
Tabel 2.1 Klasifikasi penyakit ginjal kronis atas dasar derajat penyakit
Derajat Penjelasan LFG
1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau
meningkat
≥ 90
2 Kerusakan ginjal dengan LFG menurun ringan 60-89
3 Kerusakan ginjal dengan LFG menurun sedang 30-59
4 Kerusakan ginjal dengan LFG menurun berat 15-29
5 Gagal ginjal < 15 atau dialysis
(Dikutip tanpa modifikasi dari Sudoyo dkk, 2007)
Epidemiologi
Tabel 2.2 Klasifikasi penyakit ginjal kronik atas dasar diagnosis etiologi
Penyakit Tipe mayor (contoh)
Penyakit ginjal Diabetes Diabetes Tipe 1 dan 2
Penyakit Ginjal Non
Diabetes
- Penyakit Glomerular (penyakit otoimun, infeksi
sistemik, obat, neoplasia)
- Penyakit vascular (penyakit pembuluh darah
besar, hiopertensi, mikroangiopati)
- Penyakit tubulointerstitial (pielonefritis kronok,
batu, obstruksi, keracunan obat)
- Penyakit kistik (ginjal polikistik)
Penyakit pada
transplantasi
- Rejeksi kronik
- Keracunan obat ( siklosporin/ takrolimus)
- Penyakit recurrent ( glomerular)
- Transplant glomerulopathy
(Dikutip tanpa modifikasi dari Sudoyo dkk, 2007).
10
Patofisiologi
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada
penyakit yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang
terjadi kurang lebih sama. Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi
struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa (surviving nephrons), sebagai
upaya kompensasi, yang diperantarai, oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan
growth factors. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh
peningkatan, tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini
berlangsung singkat dan akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis
nefron singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron
yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron
yang progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya
peningkatan aktivitas aksis rennin-angiotensin-aldosteron intrarenal, ikut
memberikan konstribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan
progresifitas tersebut. Aktivasi jangka panjang aksis renin-angiotensin-aldosteron
sebagian diperantarai oleh growth faktor seperti transforming growth factor B
(TGF-B). Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap terjadinya
progresivitas. Penyakit ginjal kronis adalah albuminuria, hipertensi,
hiperglikemia, dislipidemia. Terdapat variabilitas interindividual untuk terjadinya
sklerosis dan fibrosis glomerulus maupun tubulointerstitial.
Pada stadium paling dini penyakit ginjal kronik, terjadi kehilangan daya
cadang ginjal (renal reserve), pada keadaan mana basal LFG masih normal atau
malah meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan
fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan
kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien masih belum merasakan
11
keluhan ( asimptomatik), tapi sudah terjadi peningkatan urea dan kreatinin serum.
Sampai pada LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti
nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang, dan penurunan berat badan.
Sampai pada LFG di bawah 30% , pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia
yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme
fosfor dan kalsium, pruitus, mual, muntah dan lain sebagainya. Pasien juga mudah
terkena infeksi, seperti infeksi saluran kemih, saluran napas dan saluran
cerna.Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo atau
hipervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium.
Pada LFG di bawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan
pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement theraphy)
antara lain dialysis atau transplantasi ginjal. Pada stadium ini pasien sudah
dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal.
Pendekatan Diagnostik
Gambaran Klinis
Gambaran klinis pasien penyakit ginjal kronik meliputi 1) sesuai dengan
penyakit yang mendasari seperti diabetes mellitus, infeksi traktus urinarius, batu
traktus urinarius, hipertensi, hiperurukemi, lupus eritematosus sistemik (LES) dan
lain sebagainya. 2) sindrom uremia, yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia,
mual, muntah, nokturia, kelebihan cairan (volume overload), neuropati perifer,
pruitus, uremic frost, perikarditis, kejang-kejang sampai koma 3) Gejala
komplikasinya antara lain, hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah jantung,
asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit (sodium, kalium, khlorida)
12
Gambaran Laboratoris
Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronis meliputi : 1) sesuai dengan
penyakit yang mendasarinya; 2) penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan
kadar ureum dan kreatinin serum, penurunan LFG yang dihitung dengan rumus
Cockcroft-Gault. Kadar kreatinin serum saja tidak bisa dipergunakan untuk
memperkirakan fungsi ginjal; 3) Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan
hemoglobin, peningkatan kadar asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia,
hiper atau hipokloremia, hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidosis metabolik;
4) Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuria, leukosuria, cast,
isosteinuria.
Gambaran Radiologis
Pemeriksaan radiologis penyakit ginjal kronis meliputi : 1) foto polos
abdomen, bisa nampak batu radioopaque; 2) pielografi intravena jarang
dikerjakan, karena kontras sering tidak dapat melintasi filter glomerulus,
disamping kekhawatiran terjadinya pengaruh toksik oleh kontras terhadap ginjal
yang sudah mengalami kerusakan; 3) pielografi antegrad atau retrograde
dilakukan sesuai dengan indikasi; 4) ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan
ginjal yang mengecil, korteks yang menipis, adanya hidronefrosis dan batu ginjal,
kista, massa atau kalsifikasi; 5) pemeriksaan pemindai ginjal atau renografi
dikerjakan bila ada indikasi.
Biopsi dan Pemeriksaan Histopatologi Ginjal
Biopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal dilakukan pada pasien dengan
ukuran ginjal yang masih mendekati normal, dimana diagnosis secara noninvasif
tidak dapat ditegakkan. Pemeriksaan histopatologi ini bertujuan untuk mengetahui
etiologi , menetapkan terapi, prognosis dan mengevaluasi hasil terapi yang telah
13
diberikan. Biopsi ginjal diindikasikontra dilakukan pada keadaan dimana ukuran
ginjal yang sudah mengecil (contracted kidney), ginjal polikistik, hipertensi yang
tak terkendali, infeksi perinefrik, gangguan pembekuan darah, gagal napas, dan
obesitas.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik meliputi :
- Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya
- Pencegahan dan terapi terhadap kondisi premorbid
- Memperlambat perburukan fungsi ginjal
- Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular
- Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi
- Terapi pengganti ginjal berupa dialysis atau tranplantasi ginjal.
Tabel 2.3 Perencanaan tatalaksana (action plan) penyakit ginjal sesuai dengan
derajatnya
Derajat LFG Rencana Tatalaksana
1 ≥90 Terapi penyakit dasar, kondisi premorbid, evaluasi
perburukan fungsi ginjal, memperkecil resiko
kardiovaskular
2 60-89 Menghambat perburukan fungsi ginjal
3 30-59 Evaluasi dan terapi komplikasi
4 15-29 Persiapan untuk terapi pengganti ginjal
5 15 Terapi pengganti ginjal
(Dikutip tanpa modifikasi dari Sudoyo dkk, 2007)
14
Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya
Waktu yang paling tepat untuk terapi penyakit dasarnya adalah sebelum
terjadi penurunan LFG, sehingga perburukan fungsi ginjal tidak terjadi. Pada
ukuran ginjal yang masih normal secara ultrasonografi, biopsy dan pemeriksaan
histopatologi ginjal dapat menentukan indikasi yang tepat terhadap terapi spesifik.
Sebaliknya bila LFG sudah menurun sampai 20-30 % dari normal, terapi terhadap
penyakit dasar sudah tidak banyak bermanfaat.
Pencegahan dan terapi terhadap kondisi premorbid
Penting sekali untuk mengikuti dan mencatat kecepatan penurunan LFG
pada pasien penyakit ginjal kronik. Hal ini untuk mengetahui kondisi premorbid
yang dapat memperburuk keadaan pasien. Faktor-faktor komorbid ini antara lain
gangguan keseimbangan cairan, hipertensi yang tak terkontrol, infeksi traktus
urinarius, obstruksi traktus urinarius, obat-obat nefrotoksik, bahan radiokontras
atau peningkatan aktivitas penyakit dasarnya.
Menghambat perburukan fungsi ginjal
Faktor utama penyebab perburukan fungsi ginjal adalah terjadinya
hiperfiltrasi glomerulus. Dua cara penting untuk mengurangi hiperfiltrasi
glomerulus ini adalah ;
- Pembatasan asupan protein. Pembatasan asupan protein mulai dilakukan pada
LFG ≤ 60 ml/mnt, sedangkan diatas nilai tersebut pembatasan asupan protein
tidak selalu dilakukan.
- Terapi farmakologis : untuk mengurangi hipertensi intraglomerulus. (Suwitra,
2007)
15
Faktor Resiko Penyakit Ginjal Kronis
Untuk wilayah Asia, sebuah studi di Tibet mendapatkan hasil : bahwa
hipertensi, sindrom metabolik, hiperlipidemia dan usia tua merupakan
independent risk faktor untuk kejadian PGK, di populasi dataran tinggi (Chen
dkk, 2010). Sedangkan penelitian di China mendapatkan hasil faktor resiko untuk
PGK adalah (1) usia OR = 1,062, (2) obesitas sentral OR = 1,631, (3) anemia OR
= 2,745, (4) hipertensi OR= 1,463, (5) diabetes OR = 1,970, (6) hiperurisemia
OR=3,084, dan (7) nefrolitiasis OR = 2.922, (Chen dkk, 2009). Penelitian di
Jepang yang meneliti tentang faktor resiko PGK pada komunitas berbasis
populasi, setelah 10 tahun di follow up mendapatkan hasil bahwa faktor resiko
PGK adalah usia, LFG, hematuria, hipertensi, diabetes, serum lipid, obesitas,
status merokok dan konsumsi alkohol (Yamagata dkk,2007).
Usia tua, ras dan etnis, jenis kelamin, berat badan lahir rendah, status
ekonomi yang rendah, merokok, konsumsi alkohol, penyalahgunaan analgetik
merupakan faktor resiko PGK (McClelland dan Flanders, 2003). Usia tua, riwayat
keluarga, etnis, jenis kelamin, diabetes mellitus, sindrom metabolik, status
hiperfiltrasi (tekanan darah > 125/75 mmHg, obesitas, diet tinggi protein, anemia),
dislipidemia, nefrotoxin, penyakit ginjal primer, kelainan urologis ( obstruksi dan
infeksi saluran kencing berulang) dan penyakit kardiovaskular merupakan faktor
prediktor inisiasi PGK (Taal dan Brenner 2006). Sedangkan KDOQI 2000
membagi faktor resiko PGK menjadi susceptible factor atau faktor yang
meningkatkan kecurigaan akan adanya kerusakan ginjal yaitu usia tua dan riwayat
keluarga, initiation factors atau faktor yang secara langsung
memulai/menyebabkan kerusakan ginjal yaitu diabetes, tekanan darah tinggi,
penyakit autoimun, penyakit sistemik, infeksi saluran kencing, batu saluran
kencing, obstruksi saluran kencing bagian bawah, toksisitas obat, progession
16
factors atau penyebab perburukan kerusakan ginjal dan mempercepat penurunan
dari fungsi ginjal setelah dimulainya kerusakan ginjal yaitu level proteinuria yang
tinggi, level tekanan darah yang tinggi, kontrol glukosa darah yang tinggi pada
diabetes, dan merokok.
2.2 Sindrom Metabolik
Sindrom metabolik merupakan gabungan dari abnormalitas yang saling
berhubungan (obesitas, dislipidemia, hiperglikemia dan hipertensi). Kelainan
metabolik ini semakin meningkat prevalensinya, pada populasi yang semakin
obese. Kelainan ini bisa didefinisikan dengan berbagai cara. Diagnosa dari
sindrom metabolik ini telah didefinisikan oleh World Health Organisation
(WHO) pada 1998, oleh European group for the study of insulin resistance (GIR)
1999, oleh National Cholesterol Education Program’s Adult Treatment Panel III
(NCEP:ATP III) pada 2001, oleh American Association of Clinical
Endocrinologist (AACE) 2003 dan yang terbaru oleh International Diabetes
Federation (IDF) 2005
Definisi metabolik sindrom menurut WHO, 1998
a. Diabates atau gangguan gula darah puasa atau gangguan toleransi glukosa atau
insulin resisten ( hiperinsulinemik, euglikemik clamp-glucose uptake in lowest
25%)
b. Ditambah dengan 2 hal dibawah ini :
c. Obesitas : BMI > 30 atau waist-to-hip rasio > 90 (pria) atau > 0.85 (wanita)
d. Dislipidemia : Trigliserida ≥ 1.7 mmol/L atau HDL kolesterol < 0.9 (pria) atau
< 1.0 (wanita) mmol/L
e. Hipertensi : Tekanan darah > 140/90 mmHg
f. Mikroalbuminuria : ekskresi albumin > 20 ug/menit
17
Definisi Sindrom Metabolik menurut EGIR 1999
a. Hiperinsulinemia didefinisikan sebagai nilai 25% tertinggi dari nilai insulin
plasma puasa pada populasi non obesitas, ditambah 2 dari :
b. Lingkar pinggang ≥ 94 cm ( pria) atau 80 cm ( wanita )
c. Trigliserida plasma ≥ 2.0 mmol/L atau kolesterol HDL < 1.0 mmol/L
d. Tekanan Darah ≥ 140/90 mmHg
e. Gula darah ≥ 6.1 mmol/L
Definisi Sindrom Metabolik menurut NCEP:ATP III 2001
a. Terdapat 3 dari hal di abawah ini
b. Obesitas Sentral : lingkar pinggang > 102 (pria) dan > 88 cm (wanita)
c. Hipertrigelisemia : trigliserida ≥ 1.7 mmol/L
d. HDL kolesterol yang rendah : <1.0 mmol/L (pria), < 1.3 mmol/L (wanita)
e. Hipertensi : tekanan darrah ≥ 135/85 mmHg atau dengan pengobatan
antihipertensi
f. Glukosa darah puasa ≥ 6.1 mmol/L
Definisi Sindrom Metabolik menurut AACE 2003
Diagnosis tergantung pada penilaian klinis :
- Gangguan gula darah puasa ( 100-126 mg/dl atau 5.55-7.0 mmol/L) atau gula
darah 2 jam pp ( ≥140 mg/dL atau 7.77 mmol/L)
- Tekanan darah ≥130/85 mmHg
- Indeks massa tubuh ≥25 kg/m2 atau obesitas abdominal : lingkar pinggang >
102 cm (pria) atau 88 cm (wanita)
- Kolesterol HDL , 40 mg/dL atau 1.03 mmol/L ( pria), < 50 mg/dL atau 1.29
mmol/L (wanita)
18
- Faktor resiko lainnya : riwayat keluarga dengan DM tipe 2, hipertensi atau
penyakit kardiovaskular, sindroma ovarium polikistik, usia lanjut, kurang
aktifitas fisik, kerentanan etnis terhadap DM tipe 2 atau penyakit
kardiovaskular.
Definisi Sindrom Metabolik Menurut IDF, 2005
- Obesitas sentral (didefinisikan sebagai lingkar pinggang ≥ 94 cm untuk pria
Europoid dan ≥ 80 untuk wanita Europoid)
- Ditambah dengan 2 hal dibawah ini :
- Peningkatan Trigliserida > 1.7 mmol/L atau pengobatan spesifik untuk
abnormalitas lemak
- Berkurangnya HDL kolesterol : < 1.03 mmol/L pada pria dan 1.29 mmol/L
pada wanita, atau terapi spesifik untuk abnormalitas lemak
- Peningkatan tekanan darah : tekanan darah sistolik ≥ 130 mmHg atau tekanan
darah diastolic ≥ 85 mmHg
- Peningkatan plasma glukosa puasa ≥ 5.6 mmol/L, atau sebelumnya sudah
didiagnosis sebagai diabates mellitus
Patogenesis dari Sindrom Metabolik
Resistensi Insulin
Hipotesis yang paling dapat diterima untuk menggambarkan patofisiologi
dari metabolik sindrom adalah resistensi Insulin. Itulah kenapa metabolik sindrom
juga sering disebut sebagai resistensi insulin. Resistensi insulin didefinisikan
sebagai kurangnya aktivitas insulin yang hasilnya adalah hiperinsulinemia,
penting untuk mempertahankan kondisi euglikemik.
19
Hal terbesar yang berkostribusi untuk terjadinya resistensi insulin adalah
adanya asam lemak disirkulasi yang sangat banyak, hasil dari rilis massa jaringan
lemak.yang luas. FFA mengurangi sensitifitas insulin diotot dengan menghambat
insulin mediated glucose uptake. Peningkatan dari kadar glukosa di sirkulasi
meningkatkan sekresi insulin di pankreas dengan hasil hiperinsulinemia. Di hati
FFA meningkatkan produksi dari glukosa, trigliserida dan sekresi dari Very Low
Density Lipoproteins (VLDL). Sebagai konsekwensi adalah menurunnya
perubahan glukosa ke glikogen dan meningkatnya akumulasi lemak pada
trigliserida (TG). Insulin adalah hormone antilipolitik yang sangat penting. Pada
kasus resistensi Insulin, peningkatan jumlah dari lipolisis dari molekul TG yang
tersimpan pada jaringan lemak akan menghasilkan lebih banyak asam lemak,
dimana lebih lanjut akan menghambat efek antilipolitik dari insulin dan
menghasilkan lipolisis tambahan.
Obesitas dan peningkatan lingkar pinggang
Definisi sindrom metabolik oleh WHO dan ATP III, keduanya
memasukkan obesitas abdominal dalam definisinya, tapi IDF mengharuskan
adanya obesitas abdominal dalam definisinya. Jadi menurut IDF, walaupun
pathogenesis dari sindrom metabolik dan komponen–komponennya sangat rumit,
obesitas sentral merupakan kunci penyebabnya. Walaupun obesitas merupakan
contoh yang sangat penting, tapi kita harus ingat bahwa pasien dengan berat badan
normal juga bisa terjadi resistensi insulin. Hal ini disebut metabolik obese, yaitu
individu dengan berat badan normal, dengan tipikal yang mempunyai peningkatan
jumlah jaringan lemak visceral. Menurut beberapa teori, meningkatnya jaringan
20
lemak visceral, menyebabkan terjadi nya peningkatan kecepatan aliran dari
jaringan lemak yang berasal dari asam lemak bebas ke hati sampai ke sirkulasi
splanik, dimana peningkatan dari lemak abdominal subkutaneus akan
mengeluarkan produk lipolisis ke sirkulasi sistemik.
Dislipidemia
Secara umum, peningkatan aliran dari asam lemak bebas ke hati,
meningkatkan produksi dari VLDL. Pada kondisi yang fisiologis, insulin akan
menghambat sekresi VLDL ke dalam sirkulasi sistemik. Pada keadaan resistensi
insulin, peningkatan aliran asam lemak bebas ke hati akan meningkatkan sintesis
trigleserida hati. Dimana hipertrigliserinemia merupakan cerminan yang sangat
bagus untuk terjadinya kondisi resistensi insulin, dan merupakan salah satu
kriteria dari diagnosis metabolik sindrom.
Salah satu gangguan lipoprotein mayor pada sindrom metabolik adalah
berkurangnya HDL kolesterol. Berkurangnya HDL ini adalah merupakan akibat
dari perubahan pada komposisi dan metabolisme HDL. Pada keadaan
hipertrigliseridemia, penurunan jumlah HDL kolesterol merupakan hasil dari
penurunan dari jumlah cholesteryl ester dari inti lipoprotein dengan perubahan
peningkatan trigliserida. Sebagai tambahan pada HDL, komposisi LDL juga
termodifikasi dengan cara yang sama. Buktinya, dengan puasa serum TG > 2
mmol/L, hampir semua pasien mempunyai predominan dari small dense LDL.
Perubahan komposisi LDL ini dapat dianggap berhubungan dengan deplesi dari
kolesterol teresterasi dan tak teresterasi dan fosfolipid, dengan tanpa perubahan
atau peningkatan pada LDL TG.
21
Intoleransi Glukosa
Cacat pada kerja insulin pada metabolisme glukosa termasuk gagal untuk
menekan glukoneogenesis di hati dan mediasi glukosa uptake pada insulin
sensitive tissue (misalnya otot dan jaringan lemak). Untuk mengkompensasi cacat
pada kerja insulin maka sekresi insulin harus ditingkatkan untuk mempertahankan
kondisi euglikemia. Jika kompensasi ini gagal, maka cacat pada sekresi insulin
lebih berpengaruh dan akan terjadi hiperglikemia.
Walaupun asam lemak bebas dapat menstimulasi sekresi insulin, paparan
terdapat konsentrasi FFA yang lama dan berlebihan akan membuat berkurangnya
sekresi insulin. Mekanisme dari perubahan ini dianggap disebabkan oleh
lipotoksisitas.
Hipertensi
Hubungan antara resistensi insulin dengan hipertensi sudah tidak dapat
dipungkiri lagi. Beberapa mekanisme bisa dipertimbangkan. Pertama, insulin
merupakan venodilator jika diberikan secara intravena pada orang dengan berat
badan normal, dengan efek sekunder pada reabsobsi natrium pada ginjal. Pada
keadaan resistensi insulin, efek vasodilator pada insulin hilang, tapi efek ginjal
untuk reabsobsi natrium tetap ada. Asam lemak sendiri bisa memediasi
vasokonstriksi relatif. Hiperinsulinemia mungkin akan menghasilkan peningkatan
aktifitas system saraf simpatik dan berkonstribusi untuk terjadinya hipertensi.
Manifestasi lainnya
Resistensi insulin ditandai banyak perubahan yang tidak termasuk dalam
kriteria diagnostik sindrom metabolik. Peningkatan pada apo B dan C-III, asam
22
urat, faktor prothrombotik (fibrinogen, plasminogen activator inhibitor 1),
viskositas serum, asimetris dimethylarginin, homosistein, jumlah sel darah putih,
sitokin pro inflamasi, adanya mikroalbuminuria, non-alcoholic fatty liver disease,
sleep apneu obstruktif dan penyakit polikistik ovarium, semua berhubungan
dengan resistensi insulin (Eckel dkk, 2005 ).
2.3 Hubungan Sindrom Metabolik dengan Penyakit Ginjal Kronis
Semua komponen sindrom metabolik secara individual berhubungan
dengan insiden dan progresi dari PGK. Mekanisme dan dampak dari hipertensi
dan diabetes, sebagai dua etiologi mayor dari PGK di seluruh dunia, sudah banyak
dideskripsikan dan diteliti. Obesitas juga berhubungan dengan peningkatan resiko
ESDR pada banyak penelitian epidemiologi (Iseki dkk, 2004). Dislipidemia,
khususnya atherogenik dislipidemia (low HDL kolesterol dan high TG) juga
menunjukkan suatu faktor resiko independen terhadap kejadian dan progresi PGK
pada studi observasional (Muntner dkk, 2000) dan metaanalisis (Fried dkk, 2001).
Hubungan antara sindrom metabolik dengan PGK pada beberapa studi
terbaru adalah : NHANES III study, suatu studi cross-sectional yang meneliti
hubungan SM dengan CKD dan melibatkan 6.217 pasien mendapatkan hasil
adalah OR 2,6. Tanaka dkk, studi cross-sectional yang meneliti hubungan SM
dengan PGK dan melibatkan 6.980 partisipan dengan usia 30-79 tahun,
mendapatkan hasil OR 1,53, pada partisipan dengan usia kurang dari 60 tahun
didapatkan OR 1,68 dan pada usia lebih dari 60 tahun didapatkan hasil OR 1,25.
Chen dkk, studi cross-sectional dengan 15.160 partisipan yang meneliti hubungan
antara SM denganPGK mendapatkan hasil OR 1,64. ARIC Study, suatu studi
23
kohort prospektif 9 tahun follow up dengan 10.096 partisipan yang meneliti
tentang kejadian PGK pada partisipan dengan SM dan tanpa SM mendapatkan
hasil OR 1,43 dan SM secara independent berhubungan dengan peningkatan
insiden dari PGK. Luk dkk, suatu studi follow up 4,6 tahun yang meneliti kejadian
PGK pada partisipan dengan dan tanpa SM dengan melibatkan 5.929 partisipan
dengan diabetes tipe 2 mendapatkan hasil HR 1,31, SM adalah independent
prediktor untuk kejadian PGK pada partisipan dengan DM tipe 2. Hysayama
study, suatu follow up studi 5 tahun yang melibatkan 1.440 partisipan dan meneliti
kejadian PGK pada partisipan dengan dan tanpa SM mendapatkan hasil OR 2,08
setelah penyesuaian, dan SM merupakan faktor resiko yang bermakna untuk
kejadian PGK pada populasi umum. Tozawa dkk, suatu follow up study 5 tahun
dengan 6.371 partisipan dan meneliti kejadian PGK pada partisipan dengan dan
tanpa SM mendapatkan hasil RR 1,86 setelah penyesuaian, dan SM merupakan
faktor resiko yang bermakna untuk kejadian PGK pada populasi Jepang. Rashidi
dkk, suatu follow up study 3 tahun dengan 3.195 dan 2.067, masing-masing dan
meneliti prevalensi dari PGK dan hubungan antara SM dan PGK dan
mendapatkan hasil : dengan definisi NCEP prevalensi 1,6%, insiden untuk PGK
baru 6,3%, OR 2,48 kejadian PGK OR 1,62, SM (definisi IDF )berhubungan
denganPGK. Dan SM tidak berhubungan dengan progresifitas PGK. Ryu dkk,
suatu kohort prospektif studi dengan 10.685 partisipan yang meneliti hubungan
antara SM dan PGK, juga insiden dari kasus kejadian PGK, mendapatkan hasil
SM berhubungan dengan PGK, HR 1,99, SM merupakan prediktor untuk kejadian
PGK HR 1,83, SM merupakan faktor resiko independent untuk kejadian PGK,
24
walaupun dengan perubahan pada status SM. The Strong Heart Study, suatu studi
kohort prospektif dengan 2.380 partisipan dengan rentang usia 45-74 tahun dan
meneliti tentang hubungan antar SM dan PGK, dan insiden kasus kejadian PGK
mendapatkan hasil : prevalensi PGK 7,8% , 189 kasus baru/insiden, 138/10.000
orang pertahun, PGK berhubungan dengan SM ,HR 1,3, SM berhubungan dengan
peningkatan resiko kejadian PGK.
Patofisiologi dan Patologi Penyakit Ginjal pada Sindrom Metabolik
Banyak penelitian mengevaluasi mekanisme faktor yang mana pada
sindrom metabolik yang memediasi patologi dan perubahan patofisiologi pada
ginjal. Mekanisme dasar tidak sepenuhnya di mengerti, tapi termasuk pada
resistensi insulin itu sendiri, inflamasi, disfungsi endotel ginjal, stress oksidatif,
perubahan hemodinamik ginjal, aktivasi dari system renin-angiotensin-aldosteron
(RAA) dan system saraf simpatik (SSS) dan faktor diet.
Inflamasi dan Resistensi Insulin
Pada ginjal, resistensi insulin dan hiperinsulinemia berhubungan dengan
SM terlihat pada adanya inflamasi lokal yang merupakan jalur patofisiologi yang
penting untuk PGK. Insulin mungkin menyebabkan renal fibrosis melalui
stimulasi dari sel mesangial dan sel tubulus proximal untuk memproduksi TGF-b
(Perlstein dkk, 2007). Juga, insulin menstimulasi produksi dari IGF-1 oleh sel otot
polos pembuluh darah dan sel tipe lainnya, dimana hal tersebut berimplikasi pada
terjadinya penyakit Ginjal Diabetik (Khaimisi dkk, 2002). IGF-1 akan
meningkatkan aktivitas connective tissue growth factor, sitokin tersebut
mempunyai pro-fibrogenic action pada sel tubular ginjal dan fibroblast interstitial.
25
Sebagai tambahan, IGF-1 menurunkan aktivitas dari matrix metalloproteinase-2,
suatu enzim yang merespon degenerasi matrik ekstraselular, dengan demikian
akan mempromosikan ekspansi matrik extraselular dan fibrosis ginjal (Lupia dkk,
1999). Insulin resisten juga meningkatkan reabsobsi natrium dan asam urat,
menghasilkan hipertensi dan hiperurisemia. Akhirnya, pada tingkat glomeruler,
resistensi insulin akan mengeluarkan sitokin inflamasi menyebabkan ekspansi
mesangial, penebalan membrane basemen, podositopati dan hilangnya bagan
kesatuan celah pori, selanjutnya disebut “obesity related glomerulopathy” (Sower
, 2007). Kondisi tersebut dikarateristikkan oleh gambaran histopatologi yang
spesifik dari glomerulomegali (100% kasus), sering kali diiringi oleh fokal
segmental glomerulosklerosis (80% kasus) dan telah berulang ulang dijabarkan
pada pasien obese tanpa adanya penyakit glomeruler primer maupun sekunder
(termasuk nefropati diabetik, hipertensi nefrosklerosis dan glomerulosklerosis
fokal segmental sekunder) (Kabham dkk, 2001).
Hemodinamik Ginjal
Gambaran yang sesuai dengan glomerulomegaly meningkatkan hipotesis
bahwa hiperfiltrasi glomerular adalah mekanisme mayor dari pathogenesis dari
glomerulopati terkait obesitas. Hal ini pertama kali dijelaskan oleh percobaan
pada binatang, yaitu tikus Zucker yang obese dimana terjadi hiperphagia karena
defek pada reseptor leptin di otak, hasilnya adalah obesitas dan berhubungan
dengan hiperglikemia, hiperinsulinemia, resistensi insulin, dislipidemia dan
hipertensi, hal ini sangat mirip pada manusia. Contoh ini mempunyai hiperfiltrasi
glomerular dan menjadi albuminuria dimana kemudian berlanjut ke gagal ginjal
dengan karateristik histopatologinya adalah glomerulomegali dan fokal segmental
26
gromerulosklerosis (Kasiske dkk, 1992). Temuan tersebut sudah dikonfirmasi
sama pada manusia oleh Chagnac dkk (Chagnac dkk, 2000, 2003).
Stess Oksidatif
Tingginya glukosa dan asam lemak bebas akan meningkatkan ROS
mitokondria pada endothelial ginjal, dimana berperan pada disfungsi jaringan
dengan cara disregulasi dari redox-sensitive signaling pathways atau oleh
kerusakan oksidatif pada struktur biologi (DNA, protein, lemak dll) (Nishikawa
dan Araki, 2007). Lipid peroksidase, sebagai akibat dari ROS yang berlebihan,
adalah hasil oksidasi LDL tahap pertama, yang mana akan menumpuk pada sel
mesangial ginjal dan bentukan foam cells. Lipid peroksidase juga akan
menyebabkan kerusakan endothelial dan respon inflamasi, kelemahan vasodilatasi
dan aktivitas makrofag. Lipid peroksidase sendiri merupakan radikal bebas dan
ROS dan dengan demikian akan meningkatkan potensi untuk terjadinya jejas pada
ginjal. Sebagai tambahan, hiperfiltrasi glomerular seperti yang telah disebutkan
sebelumnya juga dapat disebabkan oleh ROS mitochondria, melalui aktivasi dari
cyclooxygenase-2 gene transcription diikuti oleh produksi yang berlebihan dari
Prostaglandin E2 dan vasodilatasi pre-glomerular (Nishikawa dan Araki 2007).
Kemudiaan stress oksidatif yang berlebihan akan merangsang pembentukan
Angiotensin II (melalui nuclear factor-kB pathway), dimana kemudian akan
meningkatkan hipertensi glomeruler dan hiperfiltrasi yang disebabkan oleh
vasokonstriksi arteriole efferent. Angiotensin II juga merangsang pembentukan
TGF-b, yang akan menyebabkan fibrosis glomerular (Chalmers dkk, 2006).
27
Disfungsi Endotel
Terdapat bukti bahwa insulin-receptor signaling pathway memediasi
uptake glukosa pada endotel pembuluh darah dan membutuhkan stimulasi dari
nitrit oxide (NO) sintesa dan produksi NO yang berikutnya (Montagnani dkk,
2003), yang merupakan vasodilator dan substansi antithrombotik yang poten.
Pada status resistensi insulin seperti obesitas, sindrom metabolik dan diabetes tipe
2, insulin (dan adiponektin)-induced produksi NO dan endothelium dependent
vasodilatasi terganggu, menampilkan kembali mekanisme yang berhubungan
dengan obesitas abdominal / resistensi insulin dan hipertensi (Steiberg dkk, 1996).
Ditambah, stress oksidasi yang berlebihan kemudian penurunan produksi dan
avaibilitas NO dan dengan demikian berperan dalam disfungsi endotel pada
penderita SM dan DM.
Produk sel endothelial lainnya adalah endotelin-1, yang terlibat pada
penyakit kardiovaskular, hipertensi dan beberapa penyakit ginjal. Insulin
merangsang sekresi dari endothelin-1 dari endotel gromerulus, mesangial dan sel
pembuluh darah halus sampai reseptor insulin. Endotelin-1 berhubungan dengan
vasokonstriksi renal yang berat, penurunan LFG, kontraksi dan proliferasi sel
mesangial dan retensi natrium dan air (Marsen dkk , 1994). Pasien dengan SM
terjadi hiperinsulinemia, sehingga endotelin-1 mungkin terlibat pada terjadinya
nefropati pada pasien ini.
Sistem saraf simpatis dan sistem renin-angiotensin-aldosteron
Angiotensin II mempunyai peran untuk kejadian resistensi insulin dengan
menginduksi stress oksidatif dan juga kejadian dari hipertensi melalui reabsobsi
natrium (Fujita , 2006).
28
2.4 Hubungan komponen sindrom metabolik (diabetes mellitus, hipertensi
dan obesitas sentral) dengan penyakit ginjal kronis
2.4.1 Diabetes mellitus dan penyakit ginjal
Sekitar 40% dari pasien DM terdapat keterlibatan ginjal. Pada pasien DM
berbagai gangguan pada ginjal dapat terjadi, seperti terjadinya batu saluran kemih,
infeksi batu saluran kemih, pielonefritis akut maupun kronik dan juga berbagai
bentuk glomerulonefritis yang selalu disebut sebagai penyakit ginjal non diabetik
pada pasien diabetes. Akan tetapi yang terbanyak dan terkait secara pathogenesis
dengan diabetesnya adalah penyakit ginjal diabetik, yang secara klasik
patologinya diuraikan oleh Kimmelstiehl Wilson pada 1936, berupa
glomerulosklerosis yang noduler dan difus.
Patogenesis
Kelebihan gula darah memasuki sel glomerulus melalui fasilitasi glucose
transporter (GLUT), terutama GLUT1, yang mengakibatkan aktivasi beberapa
mekanisme seperti poloy pathway, hexoamine pathway, Protein Kinase C (PKC)
pathway dan penumpukan zat yang disebut sebagai advanced glycation end-
product (AGEs). Beberapa zat biologis aktif ternyata dapat dijumpai pada
berbagai percobaan, baik in vitro maupun on vivo, yang dapat berperan penting
dalam pertumbuhan sel , diferensiasi sel dan sintesis bahan matriks ekstraseluler .
Di antara zat itu ada mitogen activated protein kinase (MAPKs), PKC-Beta
isoform dan extracellular regulated protein kinase (ERK). Ditemukannya zat yang
mampu menghambat aktivitas zat-zat tersebut telah terbukti mengurangi akibat
yang timbul, seperti mencegah peningkatan derajat albuminuria dan derajat
29
kerusakan struktural berupa penumpukan matriks mesangial . Kemungkinan
perubahan ini diakibatkan penurunan ekspresi transforming growth factor-Beta
( TGF-Beta) dan penurunan extrasellular matrix (ECM). Peran TGF –Beta dalam
perkembangan nefropati diabetik ini telah ditunjukkan oleh beberapa peneliti,
bahwa kadar zat ini meningkat pada ginjal pasien diabetes.
Berbagai proses di atas dipercaya bukan saja berperan dalam terbentuknya
nefropati pada pasien DM, akan tetapi juga dalam progresivitasnya menuju tahap
lanjutan. Penelitian dengan menggunakan mikropunktur menunjukkan bahwa
tekanan intraglomerulus meningkat pada pasien DM, bahkan sebelum tekanan
darah sistemik meningkat. Perubahan hemodinamik ginjal ini diduga terkait
dengan aktivitas berbagai hormon vasoaktif, seperti angiotensin II (AII) dan
endotelin. Genetik adalah faktor penentu lain yang erat kaitannya dengan
terjadinya nefropati diabetik. Hanya sekitar 40% pasien DM tipe 1 maupun DM
tipe 2 yang jatuh ke dalam nefropati diabetik. Lainnya terbebas dari penyulit
diabetes ini.
Diagnosis dan Perjalanan Klinis
Diagnosis PGD dimulai dari dikenalinya albuminuria pada pasien DM
baik tipe 1 maupun tipe 2. Bila jumlah protein/albumin di dalam urine masih
sangat rendah sehingga sulit dideteksi dengan metode pemeriksaan urin yang
biasa , akan tetapi sudah > 30 mg/jam ataupun > 20 ug/menit sudah disebut juga
sebagai mikroalbuminuria. Ini sudah dianggap nefropati insipient. Derajat
albuminuria/proteinuria ini dapat juga ditentukan dengan rationya terhadap
kreatinin dalam urin yang diambil sewaktu, disebut sebagai albumin/kreatinin
ratio (AKR).
30
Secara tradisional penyakit ginjal diabetik selalu dibagi menjadi tahapan
sebagai berikut :
- Tahap I : Pada tahap ini LFG meningkat sampai 40% di atas normal yang
disertai pembesaran ukuran ginjal. Albuminuria belum nyata dan tekanan
darah biasanya normal . Tahap ini masih reversible dan berlangsung 0-5 tahun
sejak awal diagnosis DM tipe I ditegakkan. Dengan pengendalian glukosa
darah yang ketat biasanya kelainan fungsi maupun struktur ginjal akan
kembali normal.
- Tahap II : Terjadi setelah 5-10 tahun diagnosis diabetes ditegakkan, saat
perubahan struktur ginjal berlanjut dan LFG masih tetap meningkat.
Albuminuria hanya akan meningkat setelah latihan jasmani , keadaan stress,
atau kendali metabolik yang memburuk. Keadaan ini bisa berlangsung lama .
hanya sedikit yang akan berlanjut ke tahap berikutnya . Progresivitas biasanya
terkait dengan memburuknya kendali metabolik. Tahap ini disebut sebagai
tahap sepi (silent stage)
- Tahap III : Ini adalah tahap awal nefropati (incipient diabetic nephropathy),
saat mikroalbuminuria telah nyata . Tahap ini biasanya terjadi setelah 10-15
tahun diagnosis diabetes tegak. Secara histopatologis juga telah jelas
penebalan membrane basalis glomerulus. LFG masih tetap tinggi dan tekanan
darah sudah mulai meningkat. Keadaan ini dapat bertahan bertahun-tahun dan
progresifitasnya masih mungkin dicegah dengan kendali glukosa dan tekanan
darah yang ketat
31
- Tahap IV : Ini merupakan tahapan saat nefropati diabetik bermanifestasi
secara klinis dengan proteinuria yang nyata dengan pemeriksaan biasa ,
tekanan darah sering meningkat serta LFG yang sudah mulai menurun di
bawah normal. Ini terjadi 15-20 tahun diabetes tegak. Penyulit diabetes lain
sudah mulai dapat dijumpai seperti retinopati, neuropati, gangguan profil
lemak dan gangguan vaskular umum. Progresivitas kearah gagal ginjal hanya
dapat diperlambat dengan pengendalian glukosa darah, lemak darah dan
tekanan darah.
- Tahap V : Ini adalah tahap gagal ginjal, saat LFG sudah sedemikian rendah
sehingga pasien menunjukkan tanda-tanda sindrom uremik dan memerlukan
tindakan khusus yaitu terapi pengganti, dialysis maupun cangkok.
Pada DM Tipe II, saat diagnose ditegakkan, sudah banyak pasien yang
mengalami mikro dan makro albuminuria, karena sebenarnya DM telah
berlangsung bertahun-tahun sebelumnya. Lagipula keberadaan albuminuria
kurang specifik untuk adanya nefropati diabetik. Tanpa penanganan khusus 20-40
% dari pasien akan melanjut pada nefropati nyata. Setelah terjadi penurunan LFG
maka laju penurunan akan bervariasi secara individual akan tetapi 20 tahun
setelah keadaan ini hanya sekitar 20% dari mereka yang berlanjut menjadi
penyakit ginjal tahap akhir. Pada tahap ini sudah tidak ada perbedaan antara DM
tipe 1 dan 2 (Lubis, 2007).
32
2.4.2 Hipertensi dan Penyakit Ginjal
Penyakit ginjal dapat menyebabkan naik knya tekanan darah dan
sebaliknya hipertensi dalam waktu lama dapat menyebabkan gangguan ginjal.
Secara klinis sukar dibedakan kedua keadaan ini, terutama pada keadaan penyakit
ginjal menahun. Apakah hipertensi yang menyebabkan penyakit ginjal menahun,
atau penyakit ginjal yang menyebabkan naiknya tekanan darah dan untuk
mengetahui keadaan ini diperlukan adanya catatan medis yang teratur dalam
jangka waktu panjang. Beratnya pengaruh hipertensi pada ginjal tergantung pada
tingginya tekanan darah dan lamanya penderita hipertensi. Makin tinggi tekanan
darah dan lamanya penderita hipertensi makin berat komplikasi yang dapat
ditimbulkan. Hubungan antara hipertensi dan Ginjal telah lama diketahui sejak
Richard Bright pada 1836.
Penelitian-penelitian selama ini membuktikan bahwa hipertensi
merupakan faktor perburukan fungsi ginjal. Variabelitas tekanan darah berperan
penting sebagai penyebab kerusakan target organ. Beberapa komponen
variabelitas tekanan darah yang berperan antara lain : perubahan tekanan darah
siang dan malam, perubahan tekanan darah setiap hari, kecepatan perubahan
tekanan darah dan perubahan tekanan darah jangka panjang.
Diagnosis dari nefrosklerosis hipertensi tergantung dari eksklusi dari
penyakit ginjal primer lainnya. Riwayat penyakit terdahulu, riwayat penyakit
keluarga, tanda dari kerusakan target organ, seperti hipertrofi ventrikel kiri,
perubahan retina karena hipertensi, urin mikroskopis, pengukuran protein urine 24
jam dan gambaran ultrasonografi akan menegakkan diagnosis. Seperti pada
33
glomeruloskelosis diabetes, Biopsi ginjal untuk diagnose nefrosklerosis hipertensi
diindikasikan pada praktek klinis jika secara substansial kita ragu dengan hanya
pada bukti klinis. Biopsi hanya perlu dipertimbangkan pada pasien yang tidak
mempunyai hipertensi akselerasi atau riwayat hipertensi yang lama, dimana serum
kreatinin kurang dari 2,5-3 mg/dl dan pada proteinuria lebih dari 1,5 g/24 jam.
Patogenesis
Lesi histologis pada glomerulosklerosis meliputi : hyperplasia myointima
dari pembuluh darah interlobular dan arteriolar afferent, hialin arteriosklerosis dan
yang paling sering global glomerulosklerosis. Perubahan ini merupakan hasil dari
iskemia glomerular karena penyempitan arteriolar afferent. Sebagai respon untuk
meningkatkan aliran arteriolar afferent akan terjadi respon kontraktilitas
miogenik, di tambah dengan umpan balik dari tubuloglamerular dari signal
makula densa. Pada keadaan yang lebih lanjut akan terjadi autoregulasi dari
tekanan dan aliran kapiler glomerulus ( Luke 1999 ).
34
Bagan mekanisme hipertensi nefrosklerosis
Gambar2.1. Patogenesis dari hipertensi nefrosklerosis ( Luke, 1999)
2.4.3 Obesitas Sentral dan Penyakit Ginjal Kronis
Obesitas abdominal atau obesitas sentral adalah komponen kunci dari
sindrom metabolik. Definisi sindrom metabolik menurut IDF, obesitas adalah
syarat mutlak. Seiring dengan terjadinya epidemi obesitas, disini juga terjadi
peningkatan dari penyakit ginjal tahap akhir pada dewasa, dan di populasi di
perkirakan akan terjadi peningkatan kejadian PGK dua kali lipat tiap dekadenya.
Obesitas sudah dikenal baik sebagai faktor resiko untuk hipertensi dan diabetes,
yang merupakan penyebab tersering dari penyakit ginjal tahap akhir. Sangat
penting diketahui, bahwa dari studi observasional jangka panjang bahwa terdapat
hubungan antara indeks massa tubuh (IMT) dengan kejadian baru dari penyakit
Lingkungan ( garam, NSAID,
Hantavirus, Merokok, Status sosial
ekonomi
Glomerulus Iskemia
Global Sklerosis
ESDR
Renal Susceptibility Genes
Hipertensi Nefrosklerosis Hipertensi
Intake tinggi garam
Vasokonstriksi ginjal
Adaptasi pada nefron utuh
yang tertinggal Atrofi Tubular
Fokal Glomerulonefrosis
Atrofi Tubulus
35
ginjal tahap akhir. Selaras dengan hal tersebut, rasio pinggang ke pinggul (waist to
hip ratio) atau lingkar pinggang sudah diterima secara luas sebagai faktor resiko
PGK (Elsayed dkk, 2008).
Obesitas menyebabkan hiperfiltrasi glomerular, proteinuria,
gromerulomegaly, podosit hipertropi, peningkatan matriks dan proliferasi
mesangial lesi dari sklerosis segmental dan hilangnya proses makanan dengan
fibrosis interstitial dan gangguan fungsi ginjal ( Kabham dkk, 2001).
Obesitas, khususnya Obesitas abdominal/sentral juga berhubungan dengan
resistensi dari efek insulin pada glukosa perifer dan penggunaan asam lemak.
Hasil dari hiperinsulinemia dan hiperglikemia adalah keluarnya adiposity sitokin,
yang akan menyebabkan inflamasi pembuluh darah, semua itu bersifat
atherogenik (DeFronzo dan Ferrannini, 1991).
Struktur Ginjal dan Fungsinya pada Obesitas
Beberapa penelitian menemukan hubungan mikroalbuminuria dengan
variable derajat dari proteinuria terhadap obesitas. Secara klinis, pasien mungkin
memberi gambaran sindroma nefrotik, walaupun lebih seringnya mereka tidak
nefrosis. Pada seri kasus 15 pasien dengan obese, Praga dkk melaporkan tidak
adanya gambaran sindroma nefrotik walaupun terjadi proteinuria yang berat. 10
tahun renal survival hanya 51 % pada serial kasus ini. Temuan yang sama
ditemukan pada serial kasus yang lebih besar oleh D’Agati dkk. Histopatologi dari
obese proteinuria terdiri dari glomerulomegali dengan atau tanpa FSGS. Pada
pasien ini cenderung mempunyai lesi podocyte yg sedikit dan progresi yang lebih
36
pelan dibandingkan dengan idiopatik FSGS. Perubahan glomerular disini
dinamakan Obesity-related glomerulopathy. Selanjutnya hal itu berhubungan
dengan perubahan hemodinamik ginjal, yaitu peningkatan aliran darah ginjal,
hiperfiltrasi dan peningkatan fraksi filtrasi, hal inilah yang menerangkan tentang
paragraph diatas. Namun pemeriksaan diatas biasanya bias karena biopsy ginjal
biasanya hanya diperoleh dari pasien proteinuria. Oleh karena itu, “glomerulopaty
terkait obesitas” mungkin bukan hanya gambaran histopatologis dari penyakit
ginjal terkait obesitas, khususnya pada nonproteinuria obese pasien dengan
disfungsi ginjal. Sebagai contoh, mungkin tampak gambaran nefropati
tubulointerstitial dan mungkin mendahului proteinuria pada beberapa pasien
obese, dimana hal tersebut belum diteliti. Dalam rangka usaha untuk menguji
perubahan awal pada histopatologi ginjal yang berhubungan dengan obesitas, Rea
dkk menguji specimen biopsy ginjal pada ginjal donor yang obese tanpa gangguan
fungsi ginjal dan dibandingkan dengan kontrol dari ginjal non obese. Mereka
menemukan peningkatan permukaan area planar glomerular dan lebih banyak
dilatasi tubulus pada pasien obese, tanpa adanya perbedaan yang cukup bermakna.
Kemaknaan dari penemuan ini tidak jelas tapi mungkin berhubungan dengan
ketidakcocokan dari jumlah nefron dengan ukuran tubuh atau hiperfiltrasi pada
individu yang obese (Wahba dan Mak, 2007).
37
Gambar 2.2 Mekanisme dari Disfungsi ginjal pada obesitas dan obesitas-inisiasi
Sindrom Metabolik (Wahba and Mak 2007).
38
BAB III
KERANGKA BERPIKIR KONSEP DAN
HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir
Sindrom metabolik merupakan gabungan beberapa abnormalitas yang
saling berhubungan, yang terdiri dari obesitas sentral, dislipidemia, hipertensi dan
hiperglikemia. Obesitas sentral merupakan kunci terjadinya sindrom metabolik.
Penumpukan lemak visceral mengakibatkan gangguan metabolisme glukosa
sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan energy oleh karena terjadinya
resistensi insulin. Bila kompensasi ini terlampaui akan terjadi kondisi
hiperglikemia. Resistensi insulin juga menyebabkan peningkatan aktivitas sistim
saraf simpatik yang berkonstribusi untuk terjadinya hipertensi.
Semua komponen sindrom metabolik secara individual, maupun bersama
sama berhubungan dengan insiden penyakit ginjal kronis. Mekanisme dasarnya
tidak sepenuhnya dimengerti, tetapi beberapa penelitian menunjukkan adanya
peranan dari resistensi insulin, inflamasi, disfungsi endotel ginjal, stress oksidatif,
perubahan hemodinamik ginjal, aktivitas RAAS, sistim saraf simpatik akan
menyebabkan gannguan pada ginjal.
Pada penelitian ini, komponen sindrom metabolik (hipertensi, obesitas sentral
dan diabetes mellitus) merupakan variabel bebas, sedangkan penyakit ginjal
kronis sebagai variabel tergantung. Subjek dengan penyakit kardiovaskular,
riwayat batu ginjal, riwayat infeksi saluran kemih berulang, merokok, riwayat
keluarga langsung dengan cuci darah atau transplantasi ginjal, hamil, penggunaan
39
NSAID jangka panjang dan cacat dikeluarkan cari penelitian. Variabel lain seperti
ras dan etnik merupakan variable rambang yang tidak dikontrol pada penelitian
ini.
3.2 Kerangka Konsep
Gambar Kerangka Konsep Penelitian
3.3 Hipotesis Penelitian
Komponen sindroma metabolik yaitu hipertensi dan/atau obesitas sentral
dan/atau diabetes mellitus merupakan suatu prediktor kejadian penyakit ginjal
kronis pada penduduk Kecamatan Blahbatuh Gianyar Bali.
Penyakit Ginjal Kronis
Faktor Prediktor :
3 komponen Sindrom
Metabolik yang diteliti :
- Hipertensi
- Obesitas Sentral
- Hiperglikemia
Ras
Etnis
Usia
Jenis Kelamin
Penyakit urologis
Merokok
Penggunaan obat nefrotosik
Proteinuria
Penyakit kardiovaskular
Penyakit Ginjal Familial
40
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan Kohort Retrospektif
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
4.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Kecamatan Blahbatuh Kabupaten Gianyar
Propinsi Bali
4.2.2 Waktu Penelitian
Waktu penelitian : Penelitian dilakukan pada bulan Juni-Agustus 2011
4.3 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini meliputi bidang Ilmu Penyakit Dalam
4.4 Penentuan Sumber Data
4.4.1 Populasi penelitian
4.4.1.1 Populasi target :
Semua subjek dengan yang pada penelitian sebelumnya (tahun 2004)
GFRnya > 60ml/mnt (belum terjadi Penyakit Ginjal Kronis)
4.4.1.2 Populasi Terjangkau :
Semua subjek yang pada penelitian sebelumnya GFRnya ≥ 60ml/mnt
(belum terjadi Penyakit Ginjak Kronis) di Kecamatan Blahbatuh Kabupaten
Gianyar Propinsi Bali.
41
4.4.2 Sampel penelitian
Sampel penelitian adalah semua subjek yang pada penelitian sebelumnya
GFRnya ≥ 60ml/mnt (belum terjadi Penyakit Ginjak Kronis) di Kecamatan
Blahbatuh Kabupaten Gianyar propinsi Bali yang memenuhi kriteria inklusi
4.4.2.1 Kriteria Inklusi :
1. Semua subjek yang pada penelitian sebelumnya belum terjadi Penyakit
Ginjal Kronis dan saat ini berusia 18 – 79 tahun di Kecamatan Blahbatuh
Kabupaten Gianyar Propinsi Bali.
2. Bersedia mengikuti penelitian
4.4.3 Kriteria Eksklusi :
Pada saat penelitian lanjutan ini subjek tidak :
1. Penyakit Kardiovaskular
2. Riwayat Batu Ginjal
3. Riwayat infeksi saluran kemih berulang
4. Merokok
5. Riwayat keluarga langsung dengan cuci darah atau transplantasi ginjal
6. Hamil
7. Pengguna NSAID jangka panjang
8. Cacat
4.4.4 Subjek yang benar-benar diteliti :
Sampel yang mau ikut serta dan mengisi formulir informed consent
42
4.4.5 Perhitungan besar sampel
Semua sampel penelitian pada tahun 2005 dengan LFG > dari 60 ml/menit
(belum terjadi PGK) yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dan bersedia
ikut kembali pada penelitian ini akan diambil kembali sebagai sampel pada tahun
2011
4.4.6 Tehnik pengambilan sampel
Nama warga di 26 dusun, desa Blahbatuh yang menjadi sampel penelitian
tahun 2005 dengan LFG > 60 ml/menit (belum terjadi PGK) sebanyak 301 orang
dibuatkan list perdusun. Data nama warga Blahbatuh tersebut didapatkan dari list
data pasien penelitian Blahbatuh tahun 2005. Kemudian dari list nama subjek
perdusun dilakukan dilakukan penelusuran kembali, apakah masih hidup,
meninggal atau pindah dan dilakukan KIE untuk ikut serta kembali pada
penelitian tahun 2011.
Sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan bersedia ikut kembali pada
panelitian 2011, diikutsertakan dalam penelitian ini. Sampel yang telah
diikutsertakan akan dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik umum dan
pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan kadar serum kreatinin,
Pemeriksaan bahan dilakukan di Balai Penelitian Laboraterium Prodia di
jalan Diponegoro no 46 Denpasar. Laboraterium tersebut telah memenuhi standar
kualifikasi ISO 9002, dengan nomor sertifikat 403247
4.5 Variabel Penelitian
Variabel penelitian merupakan karateristik sampel penelitian yang
diukur baik secara numeric maupun kategorikal (Sastroasmoro, 2002). Variabel
penelitian ini disusun menurut rancangan penelitian kohort retrospektif.
43
Klasifikasi variabel :
4.5.1 Variabel bebas
Variable bebas yang diteliti adalah Hipertensi, Obesitas Sentral, Diabetes
Mellitus
4.5.2 Variabel tergantung
Variabel tergantung : Penyakit Ginjal Kronis
4.5.3 Variabel terkontrol
Variabel terkontrol penelitian ini adalah : usia ,jenis kelamin, penyakit
urologis (batu saluran kencing dan infeksi saluran kemih berulang ,
merokok, penggunaan obat nefrotosik (NSAID), proteinuria, penyakit
kardiovaskular, penyakit ginjal familial
4.5.4 Variabel rambang
Variabel rambang : ras dan etnis
4.5.5 Definisi operasional variable penelitian
4.5.5.1 Penduduk Kecamatan Blahbatuh Gianyar
Penduduk Kecamatan Blahbatuh, Gianyar adalah penduduk yang
bertempat tinggal di Desa Blahbatuh, berdasarkan bukti kartu tanda
penduduk atau surat domisili. Dan berdasarkan data yang tercatat di data
penduduk yang diberikan oleh kepala lingkungan di wilayah Desa
Blahbatuh.
4.5.5.2 Umur :
Umur dinyatakan dalam tahun yang diperoleh dari akte kelahiran atau
kartu tanda penduduk, jika tidak ada umur diperkirakan dengan
menghubungkan kelahiran dengan kejadian yang bersejarah di lingkungan
sekitar. Batasan usia ≥ 18 tahun dan < 80 tahun (NIH/NHLBI, 2004)
44
4.5.5.3 Jenis kelamin
Jenis kelamin : ditentukan berdasarkan jenis kelamin yang tertera pada
KTP
4.5.5.4 Pendidikan
Pendidikan didefinisikan sebagai pendidikan formal yang diikuti oleh
subjek, yaitu taman kanak-kanak, sekolah dasar, sekolah menengah
pertama, sekolah menengah atas dan perguruan tinggi. Sampel yang tidak
sekolah didefinisikan sebagai sampel yang tidak pernah mengikuti
pendidikan formal dan tidak bisa baca dan tulis.
4.5.5.4 Pekerjaan
Pekerjaan didefinisikan sebagai mata pencaharian yang dilakukan secara
rutin setiap harinya. Pekerjaan sampel dikelompokkan menjadi tidak
bekerja, petani dan buruh, wiraswasta, pegawai negeri dan TNI/POLRI
4.5.5.5 Perokok
Perokok adalah mereka yang merokok secara reguler dan sekarang masih
tetap merokok dan dapat dikonfirmasi dengan anamnesis keluarga. Bukan
perokok adalah mereka yang tidak pernah merokok, sedangkan bekas
perokok adalah sampel yang pernah merokok sebelumnya namun sudah
tidak merokok lagi sejak satu tahun (Al Delaemy dkk, 2001).
4.5.5.6 Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus adalah penderita telah terdiagnosis dengan DM atau
penderita dengan gejala klinis khas berupa poliuria, polidipsi, polifagi dan
penurunan berat badan disertai salah satu dari kadar gula darah puasa >
126 mg/dL atau gula darah sewaktu > 200 mg/dL atau gula darah 2 jam
45
postprandial > 200 mg/dl, gula darah 2 jam setelah beban glukosa 75 gram
pada tes toleransi glukosa oral (TTGO) > 200 mg/dl. atau penderita dengan
gejala klinis tidak khas disertai dengan 2 kali hasil pemeriksaan gula darah
seperti tersebut di atas (Konsensus Perkeni, 2006).
Pemeriksaan gula darah dilakukan setelah puasa minimal 8 jam dengan
alat Accutrend
4.5.5.7 Lingkar pinggang
Lingkar pinggang adalah nilai yang didapat dari pengukuran
keliling/lingkar pingggng dengan cara ( Mc Carthy dkk, 2005) :
1. Berdiri tegak dengan kaki sedikit terbuka berjarak 25-30 cm
2. Berat badan ditumpukan merata pada kedua kaki
3. Buat titik tengah garis vertikal antara tulang iga terbawah dengan
Krista iliaka pada sisi kanan dan kiri
4. Buat lingkaran horizontal melalui kedua titik tengah tersebut
5. Pemeriksa mengukur keliling lingkaran tersebut pada posisi mata
sejajar dengan lingkaran tersebut
6. Pengukuran dilakukan tanpa melakukan penekanan pada jaringan
lunak pinggang dan dilakukan pada akhir ekspirasi normal
7. Pengukuran dibuat skala mendekati 0,1 cm dengan menggunakan
meteran khusus.
4.5.5.8 Sindroma metabolik
Sindroma metabolik didefinisikan berdasarkan kriteria dari NCEP-ATP III
2002 yaitu adanya 3 atau lebih faktor resiko :
46
4.5.5.9 Obesitas sentral
Obesitas abdominal dalah obesitas berdasarkan hasil pengukuran lingkar
pinggang untuk orang Asia, dimana didapatkan hasil ≥ 90 cm pada laki
laki dan ≥ 80 pada perempuan (WHO/IASO/OTF, 2000).
4.5.5.10 Hipertensi
Hipertensi adalah penderita dengan tekanan darah sesuai dengan
klasifikasi dari The Sevent of the Joint National Committee (JNC VII)
atau penderita dengan riwayat hipertensi dan sedang minum obat anti
hipertensi (Chobanian dkk, 2003). Pengukuran tekanan darah dilakukan
dengan auskultasi dan orang yang akan diukur sebaiknya duduk tenang
selama 5 menit, dengan kaki menyentuh tanah dan lengan setinggi
jantung. Tidak diperkenankan minum minuman yang mengandung
kafein, olahraga dan merokok selama 30 menit. Pengukuran dilakukan
dengan lebar manset melingkari minimal 80% lingkar lengan atas,
pengukuran sebanyak 2 kali dan dibuat reratanya. Pasien diraba nadi
arteri radialis untuk memperkirakan tekanan darah sistolik, kemudian alat
dipompa sehingga 20-30 mmHg lebih tinggi. Kemudian tekanan manset
diturunkan dengan kecepatan 2 mmHg/dtk. Tekanan darah sistolik adalah
titik suara Korotkoff 1 atau 2 mulai terdengar (onset fase 1), dan mulai
menghilangnya suara Korotkoff (onset fase 5) merupakan tekanan darah
diastolik. Diklasifikasikan sebagai hipertensi bila tekanan darah sistolik ≥
140 mmHg dan tekanan darah diastolic ≥90 mmHg (NIH/NHLBI, 2004).
47
Tabel 4.1. Klasifikasi hipertensi (NIH/NHLBI, 2004) sesuai JNC VII
Klasifikasi Sistolik(mmHg) Diastolik(mmHg)
Normal < 120 dan < 80
Prehipertensi 120-139 atau 80-90
Hipertensi stadium I 140-159 atau 90 -99
Hipertensi stadium II ≥160 atau ≥100
4.5.5.11 Penyakit Ginjal kronik
Penyakit Ginjal Kronik adalah Kerusakan ginjal yang terjadi selama 3
bulan atau lebih, berupa kelainan struktur atau fungsi ginjal, dengan atau
tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) berdasarkan kelainan
patologik atau petanda kerusakan ginjal, termasuk kelainan pada
komposisi darah atau urin atau kelainan pada pemeriksaan pencitraan.
LFG < 60 ml/menit/1,73 m2 yang terjadi selama 3 bulan atau lebih
dengan atau tanpa kerusakan ginjal. Stadium penyakit ginjal kronik
adalah berdasarkan NKF-K/DOQI yang dikategorikan menjadi stadium I-
V yang dibuat atas dasar LFG yang dihitung dengan mempergunakan
rumus Cockcroft Gault sebagai berikut :
)/(72
)()140()/(
dlmgininserumkreat
Kgberatbadanumurmntmltininklirenkrea
(Pada perempuan x 0,85)
48
Tabel 4.2. Stadium Penyakit Ginjal Kronik (NKF K/DOQI, 2002) :
Stadium I : kerusakan ginjal berupa kelainan patologi atau terdapat
tanda kerusakan ginjal termasuk kelainan dalam
komposisi darah atau urin atau tes pencitraan dengan
LFG normal atau > 90 ml/menit/ 1,73m2
Stadium II : LFG = 60-89 ml/menit/1,73 m2
Stadium III: LFG = 30-59 ml/menit/1,73 m2
Stadium IV: LFG = 15-29 ml/menit/1,73 m2
Stadium V : gagal ginjal terminal dengan LFG < 15 ml/menit/1,73 m2
4.5.5.12 Proteinuria
Proteinuria adalah adanya protein serum yang berlebihan dalam urin
4.5.5.13 Penyakit batu ginjal
Penyakit batu ginjal : adanya batu pada saluran kemih yang dibuktikan
dengan adanya riwayat batu sebelumnya, adanya riwayat kolik renal
sebelumnya dan adanya hematuria pada pemeriksaan urinalisis pada studi
sebelumnya
4.5.5.14 Obat nefrotoksik
Obat nefrotoksik : obat-obatan yang dapat merusak fungsi ginjal, seperti
NSAID, antibiotika/antiviral, kontras radiologic ((Taal, 2006).
4.5.5.15 Penyakit ginjal familial
Penyakit ginjal familial : penyakit ginjal pada keluarga yang didapatkan
dari anamnesa adanya riwayat keluarga dengan penyakit ginjal,
hemodialisis atau transplantasi ginjal.
4.5.5.16 Ras
Ras : berhubungan dengan penampilan seseorang seperti warna kulit,
warna mata, warna rambut yang ditentukan oleh faktor biologis dan
berhubungan dengan genetik.
49
4.5.5.17 Etnis
Etnis : berhubungan dengan faktor kultural yaitu kebangsaan, kultur,
bahasa, kepercayaan dan keturunan.
4.5.5.18 Penyakit jantung koroner
Penyakit jantung koroner yang mengalami serangan akut (acute coroner
syndrome) adalah subjek yang pernah didiagnosis menderita penyakit
jantung koroner berdasarkan kriteria American Heart Association (AHA)
2003, yaitu meliputi angina pektoris tidak stabil, NSTEMI dan STEMI.
4.5.5.19 Penyakit stroke
Penyakit stroke adalah suatu keadaan dimana seseorang dengan sangat
mendadak mengalami defisit neurologi seperti hemiplegi dll (tanpa
mengalami suatu trauma kapitis) (Ngoerah , 1992).
4.5.5.20 Hamil
Hamil : adanya janin dalam rahim, yang dibuktikan dari anamnesis
adanya amenorhoe dan tanda tanda kehamilan atau sebelumnya sudah
dinyatakan dalam keadaan hamil.
4.6 Bahan Penelitian
a. Sampel darah diambil sebanyak 5 cc, dan dimasukkan ke dalam tabung
yang sudah mengandung heparin / EDTA (stabil selama 7 hari pada suhu
2-8oC)
b. Bila pemeriksaan ditunda dalam jangka lama sampel bisa disimpan di
freeze
c. Sampel disentrifuge kemudian diambil supernatan
d. Ditambahkan reagen I (larutan sodium hidroksida)
50
e. Kemudian ditambahkan reagen II yang mengandung asam pikrat
f. Kadar kreatinin ditentukan berdasarkan intensitas warna yang terbentuk
dengan teknik fotometri.
4.7 Instrumen penelitian
Instrument yang digunakan dalam penelitian ini berupa kuisioner
mengenai identitas, anamnesis, pemeriksaan fisik, formulir informed consent,
tensimeter merk Riester, multi-sample needle, needle holder, heparinized vacuum
tube dan pemeriksaan Serum Kreatinin kit.
4.8 Prosedur Penelitian
Dalam penelitian ini akan dianalisis tentang tiga komponen Sindrom
Metabolik yaitu Hipertensi, Obesitas Sentral dan Diabetes Mellitus sebagai faktor
prediktor kejadian Penyakit Ginjal Kronis pada populasi di Kecamatan Blahbatuh
Gianyar Bali. Semua subjek penelitian diberikan penjelasan ini secara terperinci
mengenai maksud dan tujuan penelitian serta diminta menandatangani informed
consent. Semua subjek yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dalam
penelitian dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pengambilan sampel darah
untuk pemeriksaan serum kreatinin
Sebelum penelitian ini dilakukan akan terlebih dahulu harus mendapat
persetujuan Komisi Etika Unit Penelitian dan Pengembangan Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana- RSUP Sanglah Denpasar dan mendapatkan surat keterangan
etika.
51
Variabel-variabel yang diukur pada penelitian sebelumnya adalah tekanan
darah baseline, gula darah puasa, lingkar pinggang . Subjek dengan riwayat
keluarga langsung dengan hemodialisis, atau transplantasi ginjal, merokok,
penyakit jantung, hamil, usia lebih dari 80 tahun saat follow up ini, penggunaan
NSAID, riwayat batu ginjal atau infeksi saluran kemih berulang, dan pada
penelitian sebelumnya terdapat proteinuria diesklusi dari penelitian ini. Dari
sampel yang dipilih diperiksa darahnya untuk menentukan kadar serum kreatinin
dan diukur eGFRnya dengan menggunakan rumus Cockcroft-Gault untuk
menentukan apakah subjek sudah menjadi PGK atau belum. Data-data yang
didapat diolah dan dianalisis hubungannya.
Gambar alur penelitian digambarkan pada skema di atas
Total populasi pada penelitian Blahbatuh sebelumnya ( 3038 subjek ) tahun
2005, 549 subjek diperiksa kadar serum kreatinin untuk menentukan eGFR
Subjek yang pada penelitian terdahulu tidak PGK , 301 subjek
( data penelitian tahun 2004 )
Subjek yang bersedia kembali ikut dalam penelitian follow up
ini dihitung GFRnya setelah 6 tahun( tahun 2011)
Analisis Data
Kriteria Inklusi Kriteria Eksklusi
Hasil penelitian
52
4.9 Analisis data
Setelah data dikumpulkan kemudian dilakukan pemeriksaan data. Setelah
data yang terkumpul lengkap maka dilakukan serangkaian tahapan analisis data
sebagai berikut :
1. Data penelitian dilakukan uji normalitas : tes Kolmogorov – Smirnov dengan
nilai kemaknaannnya p > 0,05
2. Analisis Statistik Deskriptif
3. Relative Risk (RR) dikalkulasi dengan 95% Interval Kepercayaan
4. Tabel 2 x2 digunakan untuk menganalisis Relative Risk yang berhubungan
antara Hipertensi dan PGK, Obesitas Sentral dan PGK, Diabetes Mellitus dan
PGK
5. Analisis data dilakukan dengan program perangkat lunak komputer
53
B A B V
HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA
5.1 Gambaran Umum
Blahbatuh adalah salah satu kecamatan dari 7 kecamatan di Kabupaten
Gianyar, Bali. Kecamatan Blahbatuh adalah daerah semiurban, daerah transisi dari
daerah pantai dan daerah non pantai, juga merupakan daerah transisi dari
pedesaan dan perkotaan. Data geografi yang didapatkan dari Kantor Kecamatan
Blahbatuh pada tahun 2010 adalah total luas wilayah 39,70 km2
, yang terdiri dari
9 desa yang diwilayahi oleh 2 puskesmas yaitu Puskesmas Blahbatuh I dan
Puskesmas Blahbatuh II. Kecamatan Blahbatuh terletak pada ketinggian ± 300 m
dari permukaaan laut, berbatasan dengan Desa Pejeng ( Kecamatan Tampak
Siring ) di utara, Desa Lebih di timur, Desa Kemenuh ( kecamatan Sukawati ) di
barat dan Desa Masceti di selatan Puskesmas Blahbatuh I mewilayahi 5 desa
dengan total luas wilayah kerja 20,2 km2
yaitu Desa Medahan ( 4 dusun ), Desa
Belega ( 6 dusun ) dan Desa Bona ( 6 dusun ) sedangkan Puskesmas Blahbatuh II
mewilayahi 4 desa yaitu : Desa Blahbatuh ( 13 dusun ) Desa Saba ( 8 dusun )
Desa Buruan ( 8 dusun ) dan Desa Bedulu ( 12 dusun ) . Total jumlah penduduk
Kecamatan Blahbatuh tahun 2010 adalah 62.796 jiwa., total jumlah kepala
keluarga ( KK ) 12.205 dengan kepadatan penduduk/km2
1.372 jiwa/km2.
Distribusi penduduk berdasarkan, jenis kelamin laki-laki 30.255 jiwa dan
32.541 jiwa perempuan. Blahbatuh sebagai daerah transisi sekaligus merupakan
salah satu daerah pariwisata di Bali, dengan komposisi penduduk sangat heterogen
baik penduduk asli Blahbatuh maupun pendatang dengan mobilitas yang cukup
tinggi karena didukung adanya sarana transportasi yang sangat baik sampai ke
pelosok desa. Perekonomian penduduk didominasi oleh sektor pertanian dan
54
peternakan, tetapi juga perdagangan, perindustrian, pariwisata dan perikanan. Hal
tersebut menjadikan Blahbatuh mengalami perkembangan perekonomian yang
pesat, mendorong terjadinya perubahan pola hidup masyarakat.
5.2 Analisis Deskriptif
Penelitian tahun 2011 di mulai pada awal Juni 2011 dengan melakukan survey
pendahuluan di Kecamatan Blahbatuh untuk mencari nama nama warga yang
belum menderita PGK ( LFG > 60 ml/menit/1,73 m3 ) sebanyak 301 orang, yang
terdapat pada sample frame penelitian tahun 2005 yang tersebar pada 31 dusun
dari 70 dusun yang ada di Kecamatan Blahbatuh. Dua belas orang di antaranya (
3,98 %) pindah domisili, 29 orang ( 9,6% ) meninggal dengan didominasi pada
subjek dengan faktor resiko sebesar 22 orang , dan sisanya 260 ( 86,3%) masih
tercatat sebagai warga Kecamatan Blahbatuh yang tersebar pada 31 dusun.
Data nama warga Kecamatan Blahbatuh yang tersebar di 4 desa dan 31 dusun
dibuatkan list perdusun. Semua sampel yang masih tercatat sebagai warga
Kecamatan Blahbatuh dimasukkan sebagai daftar populasi target. Selanjutnya
dilakukan sosialisai tentang maksud, tujuan dan tata cara pelaksanaan penelitian
dengan mengumpulkan kelian- kelian dusun yang nama-nama penduduknya
masuk ke dalam daftar populasi target yang dilakukan di kantor Kepala Desa
Bedulu, Blahbatuh, Buruan dan Saba . Daftar nama populasi target, dilakukan
pendataan ulang oleh masing masing klian dusun dan diminta kesediaannya
warganya untuk ikut kembali dalam penelitian tahun 2011. Penduduk yang
meninggal, pindah domisili dan menolak ikut serta dalam penelitian dikeluarkan
dari penelitian ini. Distribusi sampel tahun 20011 dapat dilihat pada gambar 5.1
55
Gambar 5.1 Distribusi Sampel Penelitian
Seratus duapuluh orang dari penelitian 6 tahun yang lalu di Kecamatan
Blahbatuh, bersedia ikut kembali dan dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi
diikut sertakan pada penelitian ini. Terhadap sampel yang diikut sertakan dalam
penelitian ini dilakukan anamnesis, pemeriksaan antropometri, pemeriksaan fisik
umum dan pengambilan sampel darah untuk diperiksa kadar serum kreatininnya .
Dari 120 orang sampel didapatkan rata-rata umur 53,7 ± 8,8 tahun , sampel
termuda berusia 29 tahun dan tertua berusia 74 tahun yang terdiri dari 98 sampel
( 81,7%) laki-laki dan 22 sampel (18,3%) perempuan. Pada penelitian ini
didapatkan , jumlah sampel yang menjadi PGK sebesar 30 orang dan yang tidak
menjadi PGK sebesar 90 orang , sehingga didapatkan , insiden PGK dengan
rumus C-G sebesar 25 % selama 6 tahun, dan hasil insiden pertahunnya adalah
4,89 %.
Karateristik sampel pada pada populasi penelitian tahun 2005 dan 2011
dapat dilihat pada tabel 5.1. Median umur, tekanan darah sistolik dan diastolik,
serum kreatinin lebih tinggi pada penelitian tahun 2011, tetapi median untuk
lingkar pinggang dan berat badan menurun pada penelitian tahun 2011.
Sedangkan eGFR didapatkan penurunan pada tahun 2011
32
18
27
13 9
24
15 21
7 1 3
6 2
15
3
13
3 9
6 12
2 6 5
10 3 2
7 2
11 7 7
Distribusi Sampel Non PGK penelitian Blahbatuh 2011
56
Tabel 5.1 Karateristik Sampel Penelitian
Variabel Rerata ± SB
tahun 2005
Rerata ± SB
tahun 2011
Umur ( tahun ) 47,52 ± 8,86 53,70 ± 8.,3
Jenis Kelamin, N (%)
Laki-laki
Perempuan
98 ( 81,7%)
22 ( 18,3%)
Berat Badan ( kg ) 66,04 ± 0,635 62,85 ± 12,36
Lingkar pinggang ( cm ) 86.,45 ± 11,37 84,85 ± 11,59
Tekanan darah sistolik ( mmhg ) 129,92 ± 21,78 134,62 ± 29,64
Tekanan darah diastolik ( mmhg) 83,15 ± 13,09 83,33 ± 14,98
Serum creatinin ( mg/dl ) 1,05 ± 0,18 2,12 ± 11,44
eGFR ( mL/min per 1.73 m2 ) 86,35 ± 13,09 83,77 ± 75,27
Pendidikan , N (%)
Tidak Tamat SD
SD
SMP
SMA
Akademi
Perguruan Tinggi
15 ( 12,5%)
55 ( 45,8%)
16 ( 13,3%)
25 ( 20,8%)
2 ( 1,6%)
7( 5,8%)
Pekerjaan , N (%)
Tidak bekerja
PNS
Swasta
Pensiun
Pedagang
Buruh
Lain-lain
10 ( 8,3%)
6 ( 5%)
12 (10%)
4 ( 3,3%)
23 ( 19,16%)
52 ( 43,3%)
13 ( 10,8%)
Suku , N (%)
Bali
Jawa
116 ( 96,6%)
4 ( 3,33%)
57
5.3 Uji Normalitas dan Homogenitas Data
Pada penelitian ini data berdistribusi tidak normal maka dilakukan analisis
komparatif dengan uji non parametrik yaitu dengan uji Chi Square dan jika tidak
memenuhi syarat menggunakan uji Fisher. Pada penelitian ini semua data
berdistribusi tidak normal sehingga menggunakan uji Fisher.
5.4 Uji Inferensial
Dari uji analisis dengan menggunakan Tabel 2 x2 digunakan untuk
menganalisis Relative Risk yang berhubungan antara Hipertensi dan PGK,
Obesitas Sentral dan PGK, Diabetes Mellitus dan PGK didapatkan RR untuk
masing masing komponen sindrom metabolik dan gabungan antara 2 komponen
sindroma metabolik adalah RR antara DM dengan PGK sebesar 2.074 (Cl 95%
0.409-10.522 ; p : 0.57 ); RR antara HT murni dengan PGK sebesar 2.822 ( Cl
95% 0.883-9.016; p : 0,081 ); RR antara Obesitas Sentral dengan PGK sebesar
3.733( Cl 95% 0.820-16.987; p: 0,155 ); . RR antara DM + OS dengan PGK
sebesar 3.500 ( Cl 95% 0.868-14.110 ; p : 0.109); RR antara DM + HT dengan
PGK sebesar 4.667 ( Cl 95% 0.811-26.866; p : 0,253 ); RR antara HT + OS
dengan PGK sebesar 2.240 ( Cl 95% 0.625-8.030; p : 0,278 )
Hasil uji analisis Tabel 2x2 untuk masing–masing komponen sindrom
metabolik bai secara tunggal maupun berkelompok dapat dilihat pada Tabel 5.2
sampai dengan 5.7
58
Tabel 5.2 Diabetes Mellitus sebagai preditor Penyakit Ginjal Kronis
Penyakit Ginjal Kronis
Total
Ya Tidak
DM 2 7 9
Tanpa faktor resiko 3 25 28
Total 5 32 37
RR antara DM dengan PGK sebesar 2.074 ( Cl 95% 0.409-10.522 ; p : 0.57 )
Tabel 5.3 Hipertensi sebagai prediktor Penyakit Ginjal Kronis
Penyakit Ginjal Kronis
Total
Ya Tidak
Hipertensi 13 30 43
Tanpa faktor resiko 3 25 28
Total 16 55 71
RR antara HT murni dengan PGK sebesar 2.822 ( Cl 95% 0.883-9.016; p : 0,081)
Tabel 5.4 Obesitas sentral sebagai prediktor penyakit ginjal kronik
Penyakit Ginjal Kronis
Total
Ya Tidak
Obesitas Sentral 2 3 5
Tanpa faktor resiko 3 25 28
Total 5 28 33
RR antara Obesitas Sentral murni dengan PGK sebesar 3,733( Cl 95% 0.820-
16.987; p: 0,155 )
59
Tabel 5.5 Diabetes mellitus + obesitas sentral sebagai prediktor penyakit ginjal
kronik
Penyakit Ginjal Kronis
Total
Ya Tidak
DM + OS 3 5 8
Tanpa faktor resiko 3 25 28
Total 6 30 36
RR antara DM + OS dengan PGK sebesar 3.500 ( Cl 95% 0.868-14.110 ; p :
0.109)
Tabel 5.6 Diabetes mellitus + hipertensi sebagai prediktor penyakit ginjal kronik
Penyakit Ginjal Kronis
Total
Ya Tidak
DM + HT 1 1 2
Tanpa faktor resiko 3 25 28
Total 4 26 30
RR antara DM + HT dengan PGK sebesar 4.667 ( Cl 95% 0.811-26.866; p: 0,253)
Tabel 5.7 Hipertensi + obesitas sentral sebagai prediktor penyakit ginjal kronis
Penyakit Ginjal Kronis
Total
Ya Tidak
HT + OS 6 19 25
Tanpa faktor resiko 3 25 28
Total 9 44 53
RR antara HT + OS dengan PGK sebesar 2.240 ( Cl 95% 0.625-8.030; p : 0,278 )
60
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1. Karateristik Subjek dalam Penelitian
Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada tahun 2005 dan tahun 2011,
peneliti menilai fungsi ginjal penduduk kecamatan Blahbatuh Gianyar Bali, dalam
suatu penelitian kohort selama 6 tahun. Penelitian pertama pada tahun 2005
menilai prevalensi PGK, dan mendapatkan hasil 7,8% (MDRD). Penelitian
pertama ini juga mengidentifikasi beberapa faktor resiko PGK yaitu merokok,
diabetes mellitus, hipertensi, obesitas, obesitas sentral dan persisten proteinuria.
Sebagai perbandingan, prevalensi PGK di Indonesia adalah 12,5% ( C-G) dan
8,6% ( MDRD). Variasi mungkin disebabkan oleh karateristik sampel yang
berbeda, terutama usia, faktor resiko yang terkait, metode penelitian untuk
mengestimasi GFR atau definisi dari PGK.
Pada penelitian lanjutan tahun 2011, estimasi GFR menggunakan rumus C-G
dan bukan dengan rumus MDRD karena pemeriksaan albumin dan Blood urea
nitrogen tidak dilakukan pada penelitian tahun 2011, di samping itu terdapat
beberapa keterbatasan pada penggunaan MDRD formula yaitu , MDRD formula
dibuat lebih untuk pasien dengan PGK sedang sampai berat tetapi tidak untuk
community-based sampel yang masih relatif bagus fungsi ginjalnya.
Dari hasil penelitian Tahun 2011 didapatkan Insiden PGK diukur dengan
rumus C-G pada penduduk Desa Blahbatuh Gianyar Bali selama 6 tahun , sebesar
25%, atau pertahunnya sebesar 4,16%, dengan demikian dapat di gambarkan
bahwa pertahunnya didapatkan kasus baru PGK pada masyarakat sebesar 4, 16%.
61
Sepengetahuan peneliti, sampai saat ini belum ada data pembanding Insiden PGK
di Bali maupun di Indonesia.
Di sini juga ditemukan bahwa insiden PGK pada kelompok yang mempunyai
resiko yaitu mempunyai salah satu atau lebih komponen sindrom metabolik
adalah sebesar : 29,34% selama 6 tahun atau sebesar 4,89% pertahun, sedang kan
yang tidak mempunyai faktor resiko insiden PGK sebesar 10% selama 6 tahun,
atau sebesar 1,66% pertahun. Sebagai perbandingan, study NHANES III yang
meneliti tentang hubungan PGK dengan Sindrom metabolik menghasilkan angka
prevalensi untuk PGK sebesar 1,2% pada sampel tanpa SM dan 6,0% pada sampel
dengan SM (Chen dkk, 2004). Suatu penelitian di Korea didapatkan hasil
prevalensi PGK dengan MS sebesar 9,0%, sedangkan prevalensi PGK secara
umum sebesar 6.8% (Jang dkk, 2010).
Dengan menggunakan tabel 2 x 2 untuk menilai relative risk , penelitian ini
meneliti tentang 3 komponen sindrom metabolik yaitu hipertensi, diabetes
mellitus dan obesitas sentral sebagai prediktor kejadian penyakit ginjal kronis di
masyarakat. Dengan menggunakan tabel 2 x 2 untuk menilai relative risk pada
penelitian ini didapatkan hasil relative risk untuk diabetes mellitus murni adalah
sebesar 2,07, hipertensi murni adalah sebesar 2,822, Obesitas sentral murni adalah
sebesar 3,73, Diabetes mellitus + Obesitas sentral sebesar : 3,5, Diabetes mellitus
+ Hipertensi sebesar 4,6 dan Hipertensi + Obesitas Sentral sebesar 2,24.
62
6.2 Hubungan Komponen Sindrom Metabolik dengan Penyakit Ginjal
Kronik
6.2.1 Hubungan hipertensi dengan PGK
Pada penelitian ini didapatkan sampel dengan hipertensi murni 43 orang dan
yang menjadi PGK sebesar 13 orang ( 30,2%) dan tidak menjadi PGK sebesar 30
orang (69,8% ). Analisis statistik fisher menunjukkan tidak ada hubungan
bermakna antara hipertensi murni dengan terjadinya PGK, p : 0,081 (p > 0,05)
.Relative risk didapatkan sebesar 2,822 dengan confidence interval 0,883 – 9,016
yang menunjukkan bahwa orang yang mengalami Hipertensi mempunyai risiko
2,822 kali lebih tinggi untuk kemungkinan terjadinya PGK dibandingkan orang
yang tanpa faktor resiko. Dari hasil tersebut maka interpretasi hasil penelitian ini
dengan batas kemaknaan 5% dan efek size minimal :2 ,adalah p : 0,081 ( p >
0,05) interprestasi secara statistik tidak bermakna, dan RR ( IK 95%) sebesar
2,822 ( > 2 ) maka interprestasi klinisnya adalah mempunyai kecenderungan
sebagai faktor resiko.
Hipertensi sudah diketahui sebagai faktor resiko terhadap perburukan fungsi
ginjal dan terjadinya penyakit ginjal kronis fase terminal. Sebelumnya, tekanan
darah sistolik juga menjadi prediktor yang sangat kuat terhadap Penyakit Ginjal
Tahap Akhir pada penelitian kohort MRFIT, sedangkan tekanan darah diastolik
lebih kurang memegang peranan secara independen. Penelitian terbaru di Amerika
Serikat juga menunjukkan bahwa hipertensi secara independen juga berhubungan
dengan kejadian PGK baru. Pada penelitian ini didapatkan relative risk untuk
Hipertensi murni sebesar 2,822 yang berarti penderita hipertensi mempunyai
resiko terjadi PGK 2,822 lebih besar dari pada tanpa resiko ( Haroun dkk, 2003).
63
6.2.2 Hubungan Obesitas Sentral dengan PGK
Pada penelitian ini didapatkan sampel dengan obesitas sentral murni 5 orang
dan yang menjadi CKD sebesar 2 orang ( 40 %) dan tidak menjadi CKD sebesar 3
orang (60 %). Analisis statistik fisher menunjukkan tidak ada hubungan bermakna
antara obesitas sentral murni dengan terjadinya PGK, p : 0,15 (p > 0,05) .Relative
risk didapatkan sebesar 3,733 dengan confidence interval 0,820 – 16,987 yang
menunjukkan bahwa orang yang mengalami obesitas sentral mempunyai risiko
3,733 kali lebih tinggi untuk kemungkinan terjadinya PGK dibandingkan orang
yang tanpa faktor resiko. Dari hasil tersebut maka interpretasi hasil penelitian ini
dengan batas kemaknaan 5% dan efek size minimal :2 ,adalah p : 0,15 ( p > 0,05)
interprestasi secara statistik tidak bermakna, dan RR ( IK 95%) sebesar 3,733
( > 2 ) maka interprestasi klinisnya , mempunyai kecenderungan sebagai faktor
resiko.
Obesitas merupakan salah satu prediktor dari PGK dan telah diteliti dalam
penelitian Framingham dan didukung oleh penelitian Ishizaka dkk di Jepang dan
penelitian Fok dkk. Lingkar pinggang dan rasio pinggang-pinggul yang
mengidentifikasikan adanya obesitas visceral, merupakan prediktor yang lebih
sensitif dibandingkan IMT. Mekanisme dari fungsi ginjal yang abnormal pada
obesitas adalah : 1. Aktifasi dari system saraf simpatis, 2. Aktifasi dari system
rennin angiotensin (RAS), 3. Adypocyte-derived sitokin, misalnya leptin, 4.
Kompresi secara fisik pada ginjal karena akumulasi dari lemak intrarenal dan
matrix ekstraselular, 5. Perubahan hemodinamik-hiperfiltrasi, karena peningkatan
tekanan intraglomerular. 6. Gangguan dari renal-pressure natriuresis ( tekanan
tinggi diperlukan untuk ekskresi dari sodium ) ( Naumik dan Mysliwiec , 2010 ).
64
6.2.3 Hubungan diabetes mellitus dan PGK
Pada penelitian ini didapatkan sampel dengan diabetes mellitus murni
sebesar 9 orang dan yang menjadi PGK sebesar 2 orang ( 22,2%) dan tidak
menjadi PGK sebesar 7 orang (77,8% ). Analisis statistik fischer menunjukkan
tidak ada hubungan bermakna antara DM murni dengan terjadinya PGK , p : 0,57
(p > 0,05) .Relative risk didapatkan sebesar 2,074 dengan confidence interval
0,409 – 10,522 yang menunjukkan bahwa orang yang mengalami DM mempunyai
risiko 2,074 kali lebih tinggi untuk kemungkinan terjadinya PGK dibandingkan
orang yang tanpa faktor resiko. Dari hasil tersebut makan interpretasi hasil
penelitian ini dengan batas kemaknaan 5% dan efek size minimal :2 ,adalah
p : 0,57 ( p > 0,05) interprestasi secara statistik tidak bermakna, dan RR ( IK 95%)
sebesar 2,074 ( > 2 ) maka mempunyai kecenderungan sebagai faktor resiko yang
penting.
Nefropati diabetik merupakan penyebab tertinggi dari Penyakit Ginjal Tahap
Akhir di beberapa Negara. Diabetes merupakan prediktor independen untuk
kejadian PGK baru pada Framingham kohort dan penelitian kohort di Maryland.
Pada penelitian selanjutnya , yang teridentifikasi hanya pasien dengan PGK yang
berat. Kebalikannya, suatu penelitian crossectional dari Australia menemukan
bahwa diabetes berhubungan dengan proteinuria, teteapi tidak menurunkan GFR.
Diabetes tidak secara independen menyebabkan penurunan GFR secara moderat
pada penelitian kohort lainnya dengan sample kebanyakan laki-laki kulit putih
pada penelitian Physician’s Heath study. Dan tidak berhubungan dengan
penurunan GFR pada penelitian kohort di Jepang. Walaupun Diabetes
65
berhubungan dengan peningkatan kejadian penurunan fungsi ginjal pada
penelitian tersebut, peningkatan resiko secara statistik tidak bermakna. Tingginya
angka kematian pada individu dengan diabetes , yang mungkin juga mempunyai
kerusakan pada ginjal, mungkin merupakan penyebab utama dari underestimasi
tentang peranan diabetes untuk memprediksi penurunan fungsi ginjal (Ramirez
dkk, 2002).
6.2.4 Hubungan antara gabungan komponen sindrom metabolik dengan
PGK
Semua komponen sindrom metabolik, baik secara individual maupun bersama
sama menpunyai hubungan dengan insiden dan terjadinya penyakit ginjal kronis.
Walaupun mekanisme dasarnya masih belum sepenuhnya dapat dimengerti, tetapi
mungkin berkaitan dengan terjadinya resistensi insulin, gangguan metabolisme
lemak ( lipotoksisitas ), peranan sitokin proinflamasi (CRP, IL6, TNF α, Resistin),
disfungsi endotel ginjal , stress oksidatif, perubahan hemodinamik ginjal , aktivasi
dari sistim rennin-angiotensin-aldosteron (RAA), aktivasi sistim saraf simpatik
dan faktor diet dalam menyebabkan perburukan fungsi ginjal.
Sebuah penelitian cross-sectional pada 6217 sampel di Amerika menunjukkan
Odd Ratio untuk sindrom metabolik didapatkan sebesar 2,6 , yang menunjukkan
adanya hubungan yang bermakna antara sindrom metabolik dengan PGK ( Chen
dkk, 2004).
Sebuah penelitian kohort yang dilakukan oleh Hongkong Diabetes Registry
terhadap 5.829 penderita DM tipe 2 terhadap new onset PGK menunjukkan
Hazzard Ratio sebesar 1,31, dan hubungan antara komponen SM dengan DM dan
66
satu , dua , tiga, empat lagi komponen SM terhadap PGK adalah masing-masing
sebesar 1,15, 1,32, 1,64 dan 2,34. Dengan obesitas sentral, hipertrigelisemia,
hipertensi dan index masa tubuh yang rendah sebagai independen prediktor untuk
PGK ( Luk dkk, 2008).
Sedangkan penelitian hubungan antara sindrom metabolik dengan PGK pada
populasi dewasa non diabetik pada 10.096 subjek, dan dilakukan follow up setelah
9 tahun, didapatkan OR sebesar 1,43. Dibandingkan dengan individu tanpa SM,
didapatkan OR terhadap SM sebesar masing-masing satu komponen sebesar 1,13,
dua komponen : 1,53, tiga komponen : 1,75, empat komponen : 1,84 dan lima
komponen : 2,45 ( Kurella dkk, 2005).
Penelitian yang dilakukan oleh KNHANES III di Korea yang melibatkan
5136 partisipan menunjukkan hasil bahwa partisipan dengan MS mempunyai
resiko ,.77 kali lebih tinggi untuk menjadi PGK, dibandingkan dengan partisipan
tanpa MS. ( Jang dkk, 2010). Sebuah study kohort prospektif yang dilakukan di
Cina terhadap 5829 sampel selama 5 tahun yang meneliti hubungan SM sesuai
dengan kriteria NCEP-ATP III dengan PGK didapatkan HR untuk 2 komponen
sindrom metaboli sebesar 1,15 (95% CI 0,83-1,60 ; p : 0,407 ), 3 komponen
sindrom metabolik sebesar 1,32 ( 95% CI 0,94-1,86; p : 0,112 ), 4 komponen
sindrom metabolik sebesar 1,64 ( 95% CI 1,17-2,32 ; p: 0,004 ), 5 komponen
sindrom metabolik sebesar 2,34 ( 95% CI 1,54-3,54 ; p : 0,001). Dan dari
penelitian tersebut disimpulkan bahwa sindrom metabolik merupakan faktor
resiko progresivitas PGK ( Andrea dkk, 2008 ).
67
Pada penelitian ini kami hanya dapat menganalisis hubungan anatara 1 dan 2
komponen gabungan sindroma metabolik, dan tidak didapatkan sampel dengan 3
komponen sindrom metabolik. Hasil analisis untuk satu komponen sindrom
metabolik sudah dibahas sebelumnya, dan hasil dari analisis data terhadap 2
komponen sindrom metabolik adalah sebesar : RR antara DM + OS dengan PGK
sebesar 3,500 ( Cl 95% 0,868-14,110 ; p : 0,1); RR antara DM + HT dengan PGK
sebesar 4,667 ( Cl 95% 0,811-26,866; p : 0,25 ); RR antara HT + OS dengan PGK
sebesar 2,240 ( Cl 95% 0,625-8,030; p : 0,27 ). Dari analisis data tersebut, secara
statistik didapatkan semua p > 0,05 dan interprestasi secara statistik tidak
bermakna, tetapi semua dan RR ( IK 95%) sebesar > 2 maka interprestasi
klinisnya adalah semua mempunyai kecenderungan sebagai faktor prediktor PGK.
Dimana RR yang paling tinggi didapatkan pada sampel dengan kombinasi faktor
resiko Diabetes mellitus + Hipertensi diikuti dengan Diabetes mellitus+Obesitas
sentral dan Hipertensi +Obesitas sentral.
Hal tersebut di atas, kemungkinan disebabkan karena besar sampel yang
berhasil kami dapatkan kembali sangat kecil, waktu sehingga mempengaruhi
kemaknaan statistik, sebagai perbandingan, penelitian-penelitian tentang
hubungan antara sindroma metabolik dengan penyakit ginjal kronis yang
mendapatkan hasil yang bermakna mempunyai jumlah sampel yang sangat besar,
sebagai contoh yaitu Chen dkk, (2004) dengan N : 6217, Kurella dkk, (2005)
N : 10.096, Rashidi dkk, (2007) N :4,607 dan Zhang dkk, (2007) dengan N : 2310.
Disamping itu, rentang waktu follow up yang pendek, sehingga terdapat
kemungkinan belum terjadi PGK pada individu dengan faktor resiko. Beberapa
68
penelitian dengan hasil yang bermakna mempunya rentang follow up yang lebih
lama, sebagai contoh Kurella 2005, follow-up dilakukan selama 9 tahun,
Kitiyakara (2007), follow-up selama 12 tahun.Tingginya angka mortalitas pada
kelompok dengan faktor resiko yang diprediksi mungkin juga mempunyai
kerusakan pada ginjal, mungkin merupakan penyebab dari under estimate tentang
peranan faktor resiko tersebut untuk memprediksi penurunan fungsi ginjal, hal
serupa ditemukan pada penelitian yang dilakukan oleh Ramirez dkk , (2002).
6.3 Keterbatasan Penelitian
Pada penelitian ini didapatkan beberapa keterbatasan yaitu :
1. Pada penelitian ini kami tidak mencari sampel yang sudah pindah domisili;
2. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian kohort retrospektif yang sangat
tergantung pada data sekunder yang ada sebelumnya;
3. Pada penelitian ini kami mencari kembali sampel yang sama seperti yang
diteliti pada tahun 2005, untuk menemukan orang yang sama dan meyakinkan
kembali untuk ikut dalam penelitian ini kembali, bukanlah hal yang mudah;
dan
4. Kami hanya dapat meneliti sebagian dari komponen sindrom metabolik pada
penelitian ini , karena data dari tahun 2005 tidak lengkap semua komponen
yang diperiksa, sehingga tidak memungkinkan untuk diteliti kembali saat ini.
69
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
1. Insiden PGK secara keseluruhan pertahunnya di Kecamatan Blahbatuh
Gianyar sebesar 4,16%.
2. Insiden PGK pada kelompok dengan komponen sindrom metabolik
sebesar 4,89% pertahunnya dan pada kelompok tanpa komponen sindrom
metabolik sebesar 1,66%.
3. Hipertensi dan/atau obesitas sentral dan/atau diabetes mellitus secara
statistik tidak bermakna sebagai prediktor kejadian penyakit ginjal kronis ,
tetapi karena semua RR > 2 maka didapatkan kecenderungan yang kuat
bahwa komponen sindrom metabolik ( hipertensi dan/atau obesitas sentral
dan/atau diabetes mellitus ) sebagai faktor resiko kejadian penyakit ginjal
kronis.
7.2 Saran
1. Penapisan untuk mendeteksi penurunan fungsi ginjal dan intervensi yang
lebih awal untuk memodifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan
faktor resiko kejadian penyakit ginjal kronis harus dipertimbangkan
dilakukan pada individu yang masih belum terjadi PGK
2. Penelitian lanjutan diperlukan untuk menilai apakah implementasi dari
hasil penelitian ini dapat menurunkan insiden PGK di masyarakat.
69
70
DAFTAR PUSTAKA
Al Daleamy WK, Willet DC, Manson JE, Spelzer FE, HU FE. Soking and
mortality among women with type2 diabetes. Diabetes care 2001; 24 (12) :
2043-2048
Andrea OY , Wing Yee So. Smith CA. Flemming Y. Metabolic syndrome predicts
new onset of CKD. Diabetes Care 2008;31: 2357-2361
Chagnac A, Wemstem T, Korzets A, Ramadan E, Hirsch J, Gafter U. Glomerular
hemodynamics in severe obesity. Am J Physiol Renal Physiol 2000; 278:
F817-822
Chagnac A, Weisten T, Herman M, Hirsch J, Gaffer U, Yaacov O. The effect of
weight loss on renal function in patient with severe obesity. J Am soc Nephrol.
2003; 14:1480-6
Chalmers L, Kaskel FJ, Bamgbola O. The role of obesity and its biochnical
correlate in the progression of chronic kidney disease. Adv Chornic Kidney Dis
2006;13: 352-364
Chen J, Mutner P, Hamm L. Jones DW, Batuman V, Fonseca V, Whelton PK, He
J . The Metabolic Syndrome and Chronic Kidney Disease in US Adults. Ann
Intern Med 2004: 140: 167-174
Chen Nan, Wang W , Huang Y, Shen P, Pei D, Yu H, Shi H, Zhang Q, Xu J, Fan
Q. Community-based study on CKD subjects and the associated risk factors.
Nephrol Dial Transplant (2009) 24: 2117-2123
Chen Wei, Lm Q, Wang H, Chen Weiqmg, Johnson RJ, Dong X, Li H, Ba S, Tan
J, Luo N. He H, Yu H. Prevalence and risk faktor of chronic kidney disease : a
population study in the Tibetan population. Nephrol dial transplant, October
12, 2010
Chobanian AV, Bakris GL, Cushman WS, Green LA, Izzo Jr JL , Rocella TJ. The
seventh report of the Joint National Committee on Prevention, Detection,
Evaluation and Treatment of High Blood Pressure: the JNC 7 report, JAMA
2003 May 21, 289(19) 2560-72
71
Coresh J, Selvin E, Stevens LA, Manzi J, Kusek JW, Eggers P, Van Lente F,
Levey AS Prevalence of Chronic Kidney Disease in the United States. JAMA,
Nov 7, 2007 vol 298 no 17
DeFronzo RA, Ferrannini E. Insulin resistance. A Multifaceted syndrome
responsible for NIDDM, obesity, hypertension, dyslipidemia and
atherosclerotic cardiovaskylar disease. Diabetes care 1991;14:173-194
Domrongkitchaiporn S, Sritara P, Kitiyakara C, Stitchantrakul W, Krittaphol V,
Lolekha P, Cheepudomwit S, Yipintsoi T. Risk factor for development of
decreased kidney function in a southeast Asia population : A 12-year cohort
study. J Am Soc Nephrol 16:791-799, 2005
Eckel RH, Grundy SM, Zirhmet PZ. The metabolic syndrome. Lancet 2005; 365:
1415-28
Elsayed K. Obesity and Chronic Kidney Disease. Arch Item Med 2008; 164 : 249-
258
Fried LF, Orchard TJ, Kasiske BL. Effect of lipid reduction on the progession of
renal disease: A meta-analysis. Kidney Int 2001 ; 59: 260-269 Excecutive
Summary of The Third Report of the national Cholesterol Education Program
(NCEP) Expert panel on Detection , Evaluation, and Treatment of High Blood
Cholesterol in Adults ( Adult treatment Panael III), JAMA 2001; 285: 2486-97
Fujita T. Spotlight on rennin. The rennin system, salt-sensitivity and metabolic
syndrome. J Renin Angiotensin Aldosterone Syst 2006;7:181-183
Haroun MK, Jaar BG, Hoffmann SC, Comstock GW, Klag MJ, Coresh J. Risk
Factor for Chronic Kidney Disease : A Prospective Study of 23.534 Men and
Women in Washington County Maryland. J Am Soc Nephrol 14: 2934-2941,
2003
Iseki K. Ikemiya Y, Kinjo K, Inoue T, Iseki C, Takashita S. Body mass index and
the risk of development of end-stage renal disease in a screened cohort. Kidney
Int 2004;65: 1870-1876
Jang SY, Kirn IL, Ju EY, Ahn SJ, Kirn DY, Lee SW. Chronic Kidney Disease and
Metabolic Syndrome in a general Korean populatin : the Third Korea National
72
health and Nutrition Examination Survey (KNHANES III) Study. Journal of
public health januari 8, 2010
Kambham N, Markowitz GS, Valen AM, Lm J, D'Agati VD. Obesity-related
glomerulopathy: an emerging epidemic. Kidney int 2001; 59 : 1498-1509
Kasiske BL, O'Donnell MP, Keane WF. The Zucker rat model of obesity, insulin
resistance, hyperlipidemia and renal injury. Hypertension 1992;19:1110-] 115
Khaimisi M, Flyvbjerg A, Haramati Z . Effect of mild hypoinsulinemia on renal
hypertrophy: Growth hormone/insulin-like growth factor I system in mild
streptozotocin diabetes. Int J Exp Diabates Res 2002; 257-264
Kitiyakara C, Yamwong S, Cheepudomwit S, Domrongkitchaiporn S,
Unkurapinum N, Pakpeankitvatana V, Sritiara P. The metabolic syndrome and
chronic kidney disease in Southeast Asian cohort Metabolic syndrome and
CKD. Kidney Int 2007; 693-700
Kurella M, Lo JC, Chertow GM. Metabolic syndrome and the risk for chronic
kidney disease among nondiabetic adults. J Am Soc Nephrol 16: ???-???, 2005
Lubis HR. Penyakit Ginjal Diabetik. In Sudoyo AW, Setyohadi B, Idrus A
Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: 2007. p.
534-536
Luke RG. Hypertensive nephrosclerosis : pathogenesis and prevalence. Essential
hypertension is an important cause of end-stage renal disease. Nephrol Dial
Transplant (1999) 14 : 2271-2278
Lupia E, Elliot SJ, Lenz O et al. IGF -1 decreases collagen degradation in diabetic
NOD mesangial cells : Omplication for diabetic nepropathy. Diabetes 1999:48
: 1638-1644
Lux OYA, So WY, Ma RCW, Kong APS, Ozaki R, Ng VSW, Yu LWL, Lau
WWY, Yang X, Chow FCC, Chan JCN, Tong PCY. Metabolic syndrome
predict
new onset of chronic kidney disease in 5829 patients with tipe 2 Diabates. A 5-
year prospective analysis of the HongKong Diabates Registry. Diabetes care
31: 2357-2361.2008
73
Marsen TA, Schramek H, Dunn MJ. Renal actions of endothelin : Lingking
cellular signaling pathways ti kidney disease. Kidney Int 1994:45:336-344
Mac Carthy HD, Jarrett KV, Emmet PM, Rogers I. Trends in waist
circumferences in young Brithish children : a comparative study. Int J Obesity
2005, 29:157-162
McClellan William, Flanders WD. Risk Factors of Progressive Chronic Kidney
Disease. J Am Soc Nephrol 14: S65-70. 2003
Montagnam M, Ravichandran LV. Chen H. Esposito DL. Quon MJ Insulin
receptor substrate-1 and phosphomositide-dependent kinase-1 are reguired for
insulin stimulated production of nitric oxide in vascular endothelial cells J Biol
Chem 2003:278: 45021-45026
Muntner P, Coresh J, Smith JC Plasma lipids and risk of developing renal
dysfunction The atherosclerosis risk in communities study Kidney Int 2000:
58.293-301
Naumik Beata, Mysliwiec Michal. Renal Consequences of Obesity Med Schi
Momt, 2010, 16 (8) RA 163-170
NIH/NHLBI ( National Institutes of Health/National Heart Lung and Blood
Institites, 2004 http://www.nhlbi.nih.gov/guidelines/hypertension/jnc7full.pdf
Ngoerah IGN. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Saraf, Airlangga University Press 1992
Nishikawa T, Araki E. Impact of mitochondnal ROS production in the
pathogenesis of diabetes mellitus and its complications Antioxid Redox Signal
2007:9: 343-353
NKF K/DOQI Guideline. K/DOQI clinical practice guidelines for chronic idney
disease : evaluation, classification and stratification. 2002
Perkeni 2006. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2
di Indonesia. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta 2006
Perlstem TS. Gerhard-Herman M. Hollenberg NK Insulin induces renal
vasodilatation. increases plasma rennin activity and sensiti/.es the renal
74
vasculatures to angiotensin receptor blocade in healthy subject J Am Soc
Nephrol 2007:18: 944-951
Prodjosudjadi W. Suhardjono. Suwitra K. Pranawa. Widiana IG. Loekman .IS,
Prasanto H. Wijayanti Y. Dharmeizar. Sja'bam M, Nasution MY, Basuki W.
Aditiawardana, Harris DJ, Pungsley DJ, Working Group of the Indonesian
Society of Nephrology Detection and prevention of chronic kidney disease in
Indonesia : initial community screening. BMC Nephrol. 2009 jul 21:10
Ramirez SA, Herzog CA. Santini LA. Shilipak K. Kidney Disease and
Hiperglicemia. Circulation. 2002: 103: 464-467
Rashidi A, Ghanbanan A. Azizi F : Are Patients Who Have Metabolic Syndrome
without Diabetes at Risk for Developing Chronic Kidney Disease Evidence
based on Data from a Large Cohort Screening Population. Clin J Am Soc
Nephrol 2 : 976-983, 2007
Santoso D, MardianaN. Irwanadi C. Pranawa Yogiantoro M. Soewanto. Referral
Pattern in Chronic Dialysis patient ( abstract). Annual meeting nephrology
2001 Medan November 1-3. 2001
Sastroasmoro, S. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Dalam Ismail S (ed).
Edisi ke 2 Jakarta 2002. Sagung Seto
Sowers JR. Metabolic risk factors and renal disease. Kidney Int 2007; 71: 719-720
Steinberg HO, Chaker H, Learning R . Obesity/insulin resistance is associated
with endothelial dysfunction. Implications for the syndrome of insulin
resistance. J Clm Invest 1996; 97: 2601-2610
Suwitra K. Penyakit Ginjal Kronik. In Sudoyo AW, Setyohadi B, Idrus A
Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: 2007. p.
570-573
Sudoyo AW, Setyohadi B, Idrus A Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta 2007.
Taal MW, Brenner BM : Predicting initiation and progression of chronic kidney
disease : Developing renal risk scores. Kidney Int 2006 Nov;70 (10) : 1694-
705
75
Takamatsu H, Abe H, Tominaga T, Nakahara K, Ito Y, Okumoto Y, Kim J,
Kitazake M, Doi T. Risk factors for chronic kidney disease in Japan : a
community-based study. BMC Nephrol 2009, 10:34
Wahba IM, Mak RH. Obesity and Obesity-Initiated Metabolic Syndrome:
Mechanistic Link to Chronic Kidney Disease. Clin J Am Soc Nephrol 2 : 550-
562,2007
WHO/IASO/OTF. The Asia pasicif perspective: redefining obesity and its
treatment. Health communication. Australia , Merlbourne, 2000
Widiana I Gde Raka. Distribusi geografis penyakit ginjal kronik di bali :
Komparasi formula Cockcroft-Gault dan formula Modification of Diet In renal
Disease. J Penyakit Dalam, vol 8 nomor 3 September 2007
Widiana IGR. Detection and Prevention of Chronic Kidney Disease in Indonesia :
Bali community Screening and Follow up Study. 2009
World Health organization : Burden of disease project. http://wwwf3. who.int/who
sis/menu,cfm?=evidence, burden&language=English
Yamagata K, Ishida K, Sairenchi T , Takashi H, Ohba S, Shiigai T, NaritaM and
Koyama A. Risk factor, for chronic kidney disease in a community-based
population : a 10-years follow-up study. Kidney International 71,159-166 ( 1
January 2007)
Zhang LX, Zuo L, Wang F, Wang M, Wang SY, Liu LS, Wang HY .Metabolic
Syndrome and Chronic Kidney Disease in a Chinese Population Aged 40 years
and Older. Mayo Clin Proc. 2007;82(7): 822-827
76
Lampiran 1
JADWAL KEGIATAN
Rencana penelitian digambarkan pada tabel di bawah ini :
No
Kegiatan
2011 2012
Januari Februari Juni Juli Agustus Sept Jan
1 Pembuatan
Proposal
2 Presentasi
Proposal
3 Pengambilan
Sampel
4 Pengolahan Data
5 Presentasi
Rincian Biaya
No Kegiatan Jumlah
Pembelian kertas dan alat tulis
a. Kertas, fotokopi, dan alat lain
b. Tinta printer
Pembelian bahan dan biaya pemeriksaan penelitian
a. Semprit dan jarum 21 G : 84 X Rp 3.500
b. Serum Kreatinin : 84 x Rp. 34.000
Perijinan
Konsumsi selama penelitian lapangan
Transportasi dan akomodasi
Analisis Data
Percetakan dan Pengadaan Hasil
Rp 1.000.000,-
Rp 750.000,-
Rp. 294.000
Rp. 2.856.000
Rp. 2.000.000
Rp. 2.000.000
Rp. 3.000.000
Rp. 200.000
Rp. 300.000
Total Rp 12.400.000
77
Lampiran 2
RINCIAN BIAYA
No Kegiatan Jumlah
Pembelian kertas dan alat tulis
c. Kertas, fotokopi, dan alat lain
d. Tinta printer
Pembelian bahan dan biaya pemeriksaan penelitian
c. Semprit dan jarum 21 G : 84 X Rp 3.500
d. Serum Kreatinin : 84 x Rp. 34.000
Perijinan
Konsumsi selama penelitian lapangan
Transportasi dan akomodasi
Analisis Data
Percetakan dan Pengadaan Hasil
Rp 1.000.000,-
Rp 750.000,-
Rp. 294.000
Rp. 2.856.000
Rp. 2.000.000
Rp. 2.000.000
Rp. 3.000.000
Rp. 200.000
Rp. 300.000
Total Rp 12.400.000
78
Lampiran 3
INFORMASI PENELITIAN PADA PASIEN
Kami mengharapkan partisipasi anda dalam penelitian ilmiah yang akan
dilakukan oleh dr. Linda FDPH
Secara keseluruhan 200 peserta termasuk anda akan berperan serta. Sebelum
memutuskan untuk ikut serta dalam penelitian ini, anda membaca informasi ini
dan peneliti akan memberikan informasi yang seluas-luasnya bagi anda yang
belum mengerti akan penelitian ini.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor resiko penyakit ginjal kronis
bagi anda yang mengalami beberapa komponen sindrom metabolic yaitu darah
tinggi, obesitas sentral dan kadar gula yang tinggi. Pada penelitian ini akan
dilakukan wawancara, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboraterium. Bila anda
ikut serta dalam penelitian ini maka anda akan diwawancarai dan menjawab
beberapa pertanyaan dan dilakukan pemeriksaan fisik serta pemeriksaan darah.
Pada pemeriksaan laboraterium akan diambil darah anda sebanyak 5 cc untuk
pemeriksaan kadar kreatinin serum. Pada pemeriksaan laboraterium ini anda tidak
akan dipungut biaya dan anda berhak untuk mengetahui hasil pemeriksaan
laboraterium tersebut
Data-data yang terkumpul nantinya akan dianalisis dan disimpan dalam
computer tanpa disertai identitas anda. Hasil dari penelitian ini mungkin nantinya
akan dipublikasikan di majalah kesehatan tanpa disertai identitas anda.
Petugas yang ditunjuk dari lembaga pemerintahan atau karyawan dari
perusahaan tanpa melanggar kerahasiaannya akan menjaga riwayat kesehatan
andan dan melakukan wawancara dan pemeriksaan fisik dan laboraterium secara
79
baik dan benar. Hal ini akan dapat dilakukan atas ijin anda dan anda telah
memahami dan menandatangani informasi penelitian ini. Apabila dengan
partisipasi anda dalam penelitian ini dirasakan terdapat hal-hal yang merugikan
dan terbukti maka peneliti akan mengganti rugi sesuai dengan hokum yang
berlaku.
Bilamana terdapat informasi yang belum jelas dan menimbulkan pertanyaan
bagi anda atau pada kasus yang merugikan anda yang ikut berperan serta maka
anda dapat menghubungi peneliti :Dr. Linda Febryana D.P.H ,Telepon :
0811372964
Peneliti juga menghaturkan terima kasih yang sebesar-besarnya pada anda
yang berperan serta ataupun yang tidak dalam penelitian ini dan permohonan maaf
bila ada yang tidak berkenan bagi anda.
Dr. Linda Febryana DPH
80
Lampiran 4.
Formulir Persetujuan Tertulis
Saya, (nama, huruf cetak)
……………………………………………………………..
telah membaca keterangan terlampir dan telah berdiskusi mengenai penelitian ini
dengan Dr (nama, huruf cetak)
………………………………………………………..
dan mengerti hal-hal yang menyangkut penelitian ini
Subjek Penelitian Saya bersedia ikut serta dalam penelitian
…………………….. …………………….
Tanggal Tanda Tangan
Peneliti Saya telah menjelaskan maksud dan tujuan
penelitian kepada subjek penelitian dengan nama
tersebut di atas
……………………… ………………….
Tanggal Tanda Tangan
81
Lampiran 5
FORMULIR PENGUMPULAN DATA
BEBERAPA KOMPONEN SINDROM METABOLIK ( HIPERTENSI,
OBESITAS SENTRAL DAN DIABETES MELLITUS ) SEBAGAI
PREDIKTOR PENYAKIT GINJAL KRONIK :
SUATU FOLLOW UP STUDI PADA PENDUDUK KECAMATAN
BLAHBATUH GIANYAR BALI
ANAMNESIS
Identitas Responden :
1. Nomor/ Kode penelitian ------------------------
2. Tanggal pengambilan data ----------------------
3. Nama------------------------------------------------
4. Jenis Kelamin--------------------------------------
5. Umur------------------------------------------------
6. Alamat----------------------------------------------
7. Suku bangsa----------------------------------------
8. Nomor telepon-------------------------------------
9. Pendidikan-----------------------------------------
10. Pekerjaan-------------------------------------------
11. Status perkawinan---------------------------------
Kebiasaan responden ( beri tanda rumput dalam kurung untuk jawaban
yang sesuai )
Apakah anda merokok ? ya ( ) tidak ( ) pernah ( )
Bila ya sebutkan, sejak berapa lama ? : perkirakan jumlah bulan……
82
Berapa batang perhari ? perkirakan rerata batang perhari ……
Apakah anda biasa minum minuman beralkohol ( minuman keras seperti
bir, anggur, tuak dll ) ?
Bila ya, sebutkan jenis minumannya, dan berapa botol/cangkir/sloki sehari
Jenis minuman dan jumlahnya
o Bir ( ) : jumlah : kurang dari satu botol/hari ( ); 1-2 botol/hari ( );
lebih dari 3 botol perhari ( )
o Tuak ( ) jumlah : kurang dari 1 botol/hari ( ); 1-2 botol/hari ( );
lebih dari 3 botol perhari ( )
o Minuman keras ( ) jumlah : kurang dari 1 botol/hari ( ); 1-2
botol/hari ( ); lebih dari 3 botol/hari
o Lain-lain, sebutkan : ……….; jumlah : ……
Apakah anda biasa minum obat-obatan atau jamu tradisional ? Ya ( )
Tidak ( )
Bila ya, obat/jamu tradisional apa :
Obat rematik ( )
Obat anti-flu ( )
Obat lain, sebutkan :…………..
Jamu jawa ( )
Jamu cina ( )
Jamu lainnya, sebutkan :……….
Riwayat penyakit responden (beri tanda rumput dalam kurung untuk
jawaban sesuai)
o Apakah anda menderita penyakit tekanan darah tinggi ? Ya ( ) Tidak ( )
Bila ya, apakah anda sedang mendapatkan pengobatan atau sedang minum
obat tekanan darah tinggi ? Ya ( ) Tidak ( )
83
o Apakah anda menderita penyakit kencing manis ? Ya ( ) Tidak ( )
Bila ya, apakah anda sedang mendapatkan pengobatan atau sedang minum
obat kencing manis ? Ya ( ) Tidak ( )
o Apakah anda menderita penyakit kencing batu atau pernah keluar batu dari
saluran kemih ? Ya ( ) Tidak ( )
o Apakah anda menderita kencing warna merah, seperti cucian daging atau
kencing berdarah ? Ya ( ) Tidak ( )
o Apakah anda pernah dikatakan atau sedang menderita penyakit jantung ?
Ya ( ) Tidak ( )
o Apakah anda pernah dikatakan atau sedang menderita penyakit stroke ? Ya
( ) Tidak ( )
o Jika wanita usia subur . Apakah anda sedang dalam keadaan hamil ? Ya
( ) Tidak ( )
Riwayat penyakit keluarga responden
o Apakah keluarga anda ( ayah dan/atau ibu ibu dan atau saudara kandung)
pernah dikatakan atau sedang menderita penyakit ginjal? Ya ( ) Tidak ( );
sedang menjalani atau pernah menjalani cuci darah ? Ya ( ) Tidak ( );
menjalani transplantasi/cangkok ginjal? Ya ( ) Tidak ( )
o Apakah keluarga anda ( ayah dan/atau ibu ibu dan atau saudara kandung)
pernah dikatakan atau sedang menderita penyakit kencing batu atau pernah
keluar batu saluran kemih ? Ya ( ) Tidak ( )
o Apakah keluarga anda ( ayah dan/atau ibu ibu dan atau saudara kandung)
pernah dikatakan atau sedang menderita penyakit stroke ? Ya ( ) Tidak ( )
o Apakah keluarga anda ( ayah dan/atau ibu ibu dan atau saudara kandung)
pernah dikatakan atau sedang menderita penyakit jantung ? Ya ( ) Tidak (
)
o Apakah keluarga anda ( ayah dan/atau ibu ibu dan atau saudara kandung)
pernah dikatakan atau sedang menderita penyakit darah tinggi ? Ya ( )
Tidak ( )
o Apakah keluarga anda ( ayah dan/atau ibu ibu dan atau saudara kandung)
pernah dikatakan atau sedang menderita penyakit kencing manis ? Ya ( )
Tidak ( )
84
o Apakah keluarga anda ( ayah dan/atau ibu ibu dan atau saudara kandung)
pernah dikatakan atau sedang menderita kencing warna merah seperti
cucian daging atau kencing darah ? Ya ( ) Tidak ( )
STATUS FISIK
Tinggi Badan : -------------------------
Berat Badan : --------------------------
Tekanan darah (setelah istirahat 5 menit ) :
Sistolik I ------------mmHg Diastolik I ----------------- mmHg
Sistolik II-------------mmHg Diastolik II-----------------mmHg
Rasio pinggang : pinggul ( ditentukan dengan mengukur lingkaran perut setinggi
umbilicus dan lingkar panggul pada ukuran lingkaran terbesar )
Lingkar pinggul : ---------------- cm
Lingkar perut : --------------------cm
STATUS LAB
Kreatinin serum acak ( darah diambil saat puasa ) : ------------- mg/dl
I .Keterangan Pewawancara :
1. Nama pewawancara/ surveyor :
2. Nama supervisor :
3. Tanggal wawancara :
4. Editor :
85
II. Pengenalan Tempat :
1. Kecamatan : Blahbatuh
2. Desa :
3. Banjar :
4. RT/RW :
5. No telepon lain yang bisa dihubungi :
6. Nomor responden rumah tangga :
86
Lampiran 6.
Prosedur Pemeriksaan Kreatinin Serum
Metode kerja : berdasarkan reaksi Jaffe
Prinsip kerja : sampel ditambahkan larutan alkali (sodium hidroksida) kemudian
ditambahkan asam pikrat sehingga terjadi reaksi berikut :
Creatine + picric acid creatine – picric acid complex
Alkaline solution
Intensitas warna komplek di atas mencerminkan konsentrasi kreatinin yang dapat
ditentukan dengan teknik foto metri
Prosedur kerja :
g. Sampel darah diambil sebanyak 5 cc, dan dimasukkan ke dalam tabung
yang sudah mengandung heparin / EDTA (stabil selama 7 hari pada suhu 2-
8oC)
h. Bila pemeriksaan ditunda dalam jangka lama sampel bisa disimpan di
freeze
i. Sampel disentrifuge kemudian dimabil supernatan
j. Ditambahkan reagen I (larutan sodium hidroksida)
k. Kemudian ditambahkan reagen II yang mengandung asam pikrat
l. Kadar kreatinin ditentukan berdasarkan intensitas warna yang terbentuk
dengan teknik fotometri