Post on 28-Oct-2015
description
PILIHAN ANTIBIOTIK
KESEHATAN GIGI DAN MULUT
Disusun Oleh :
Hindasyah 12100112055
Luthfi M Ramdhani 12100112027
Rieza Nurdinsyah H 12100112008
Irma Amalia 12100112031
Suci Hidha Widiani 12100112049
BAGIAN ILMU KESEHATAN GIGI DAN MULUT
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNISBA
RS AL ISLAM BANDUNG
2013
MIKROORGANISME PENYEBAB INFEKSI GIGI
Organisme %
Aerob
Gram (+) coccus
- Streptococcus spp
- Streptococcu ( grup D ) spp
- Staphylococcus spp
Gram (-) coccus ( Neisseria spp )
Gram (+) batang (Cornybacterium spp)
Gram (-) batang ( Haemophius spp )
25
85
90
2
6
2
3
6
Anaerob
Gram (+) coccus
- Streptococcus spp
- Peptococcus spp
- Peptostreptcoccus spp
Gram (-) coccus ( Veilonella )
Gram (+) batang
- Eubacterium spp
- Lactobacilus spp
- Actinomyces spp
- Clostridia spp
Gram (-) batang
Bacteroides spp.
- Fusobacterium spp
75
30
33
33
33
4
14
50
75
25
TERAPI ANTIBIOTIKA UNTUK INFEKSI GIGI
Sebagian besar infeksi orofasial berasal dari odontogenik, dan bersifat self-
limiting, yang memiliki karakteristik berupa drainase spontan. Bakteri
penyebabnya biasanya adalah saprofit. Di sisi lain, intervensi gigi invasif
meningkatkan bakterimia transien. Jika lesi rongga mulut terkontaminasi oleh
bakteri ekstrinsik, perawatan antibiotik harus diberikan sesegera mungkin. Dalam
kasus pulpitis, perawatan semacam itu tidak diindikasikan jika infeksi hanya
mencapai jaringan pulpa, atau pada jaringan di sekitarnya. Dalam kasus avulsi
gigi, dianjurkan untuk mengaplikasikan antibiotik lokal, serta antibiotik sistemik.
Semua pasien immunocompromised [rentan] membutuhkan profilaksis, serta
individu yang menderita penyakit jantung akibat endokarditis, memakai kateter
atau protesa vaskuler. Penisilin V yang mengandung asam klavulanat dan
diadministrasikan melalui jalur oral dikenal efektif melawan infeksi odontogenik.
Dalam kasus alergi terhadap penisilin, dapat diberikan obat alternatif yaitu
klindamisin. Sebagian besar infeksi akut akan sembuh dalam 2-3 hari.
Prosedur dental yang mengindikasikan antibiotik profilaksis
Penatalaksanaan lesi rongga mulut:
Jika rongga mulut terkontaminasi oleh bakteri ekstrinsik, antibiotik
harus diadministrasikan sesegera mungkin agar diperoleh hasil yang
optimal—dengan mempertimbangkan jalur administrasi yang paling
efektif untuk setiap kasus [intravena, intramuskuler, dan oral]. Jika
perawatan tersebut telah dimulai, khasiatnya harus diawasi, diindikasikan
untuk melakukan uji kerentanan jika pasien tidak memberikan respon
terhadap obat-obatan yang diberikan dalam perawatan pendahuluan.
Penatalaksanaan pulpitis, periodontitis apikal, inflamasi intraoral
terlokalisir:
Bakteri dapat mencapai pulpa melalui lesi karies, jaringan pulpa
yang terbuka akibat trauma, atau mekanisme iatrogenik. Penetrasi dapat
terjadi di sepanjang tubulus dentinalis, retakan dentin, atau restorasi gigi
yang buruk. Biasanya, perawatan antibiotik tidak diindikasikan jika proses
infeksi hanya mencapai pulpa atau jaringan sekitarnya, tanpa tanda-tanda
infeksi sistemik [yaitu, demam, atau pembengkakan wajah].
Penatalaksanaan inflamasi akut yang berasal dari gigi:
Seseorang yang mengalami pembengkakan wajah akibat infeksi
gigi membutuhkan perawatan gigi segera. Tergantung pada tanda-tanda
klinisnya, penatalaksanaannya dapat berupa perawatan atau ekstraksi gigi,
serta terapi antibiotik. Alternatifnya, antibiotik dapat diberikan selama
beberapa hari untuk menghindari penyebaran infeksi, yang dilanjutkan
dengan perawatan gigi kausal. Profesional dental harus mengetahui
keparahan infeksi dan kondisi umum pasien dalam menentukan rujukan ke
rumah sakit untuk administrasi antibiotik melalui jalur intravena.
Penatalaksanaan traumatisme dental:
Aplikasi antibiotik secara lokal pada permukaan akar gigi yang
mengalami avulsi [doksisisklin 1 mg/20 ml] mengurangi kemungkinan
terjadinya reabsorbsi akar dan meningkatkan vaskularisasi pulpa.
Administrasi antibiotik sistemik dapat dilakukan sebagai perawatan
kombinasi [penisilin dan derivatnya dalam dosis tinggi, atau doksisiklin
dosis-normal].
Penatalaksanaan penyakit periodontal pediatrik:
Dalam penyakit periodontal yang berhubungan dengan neutropeni,
Papillon-Lefevre syndrome, dan defisiensi adhesi leukosit, sistem imun
anak tidak dapat mengendalikan pertumbuhan patogen periodontal. Jadi,
dalam kasus semacam itu, dibutuhkan terapi antibiotik. Kultur dan uji
kerentanan dapat dilakukan untuk memilih obat yang paling tepat dalam
kasus semacam ini. Antibioterapi jangka panjang diindikasikan untuk
penatalaksanaan penyakit periodontal kronis.
Penatalaksanaan penyakit viral:
Primary herpetic gingivostomatitis bukanlah subyek terapi
antibiotik kecuali jika terdapat tanda-tanda infeksi bakteri sekunder.
Antibiotika adalah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama
fungi/jamur, yang dapat menghambat atau dapat membasmi mikroba jenis lain.
Banyak antibiotika saat ini dibuat secara semisintetik atau sintetik penuh.
Namun dalam prakteknya antibiotika sintetik tidak diturunkan dari produk
mikroba (misalnya kuinolon).
Antibiotika yang akan digunakan untuk membasmi mikroba, penyebab
infeksi pada manusia, harus mememiliki sifat toksisitas selektif setinggi mungkin.
Artinya, antibiotika tersebut haruslah bersifat sangat toksik untuk mikroba,
tetapi relatif tidak toksik untuk manusia.
Pemilihan antibiotik harus mempertimbangkan dosis dan cara pemberian
obat.
a. Mikroorganisme: paling sensitif terhadap antibiotik mana saja. Hal
ini dapat diketahui dari uji sensitivitas, namun dapat diperkirakan
berdasarkan spektrum antibiotik atau dugaan klinis apabila
sensitivitas atau jenis mikroorganisme belum diketahui.
b. Faktor pasien: umur, ada/tidaknya alergi, fungsi hati, fungsi ginjal,
kondisi imunologis, hamil/tidak, dan faktor genetik.
c. Berat/tidaknya infeksi: mempengaruhi jenis obat yang dipilih dan
cara pemberiannya. Sebagian antibiotik tidak begitu baik
diabsorbsi apabila diberikan peroral, misalnya aminoglikosida.
Pada pasien sakit berat, pemberian antibiotik biasanya dilakukan
secara parenteral.
d. Tempat infeksi: antibiotik seringkali tidak dapat menembus rongga
abses dengan baik, karena itu abses biasanya memerlukan drainase
di samping terapi antibiotik. Antibiotik tertentu (misalnya
aminoglikosida) tidak dapat menembus duramater, sehingga tidak
digunakan untuk meningitis.
e. Adanya benda asing (misalnya katup prostetik, pecahan kaca)
dapat mengurangi respons jaringan terhadap antibiotik.
f. Untuk terapi awal dalam kasus infeksi, antibiotik spektrum luas
lebih baik digunakan lebih dahulu, sampai hasil kultur tersedia.
Apabila antibiotik spektrum sempit yang digunakan dulul maka
basil gram negatif, kokus gram positif, dan fungi yang resisten
mulai mendominasi dan terapi selanjutnya menjadi sulit. Setelah
hasil kultur diperoleh, barulah digunakan antibiotik spektrum
sempit yang spesifik untuk bakteri yang bersangkutan.
g. Ganti antibiotik spektrum luas menjadi antibiotik spektrum sempit
setelah terapi berlangsung 3 hari, untuk mencegah penurunan
imunitas pejamu.
2. Kombinasi antibiotik baru diberikan apabila:
a. Terdapat infeksi infeksi campuran (mixed infection), misalnya
peritonitis.
b. Pada kasus endokarditis karena Enterococcus dan meningitis
karena Cryptococcus.
c. Untuk mencegah resistensi mikroba terhadap monoterapi, misalnya
pada tuberkulosis dan lepra.
d. Apabila sumber infeksi belum diketahui dan terapi antibiotik
spektrum luas perlu segera diberikan karena pasien sakit berat,
misalnya pada sepsis.
e. Apabila dua antibiotik yang dipergunakan dapat memberi efek
sinergisme, misalnya penisilin dan gentamisin untuk terapi
endokarditis infektif.
Pasien yang termasuk dalam indikasi antibiotik profilaksis
Antibiotik profilaksis pada pasien sehat diindikasikan jika direncanakan
untuk melakukan pembedahan di lokasi yang terkontaminasi parah [misalnya,
bedah periodontal]. Auto-transplantasi gigi juga dapat dilakukan bersamaan
dengan terapi antibiotik. Pada pasien immunocompromised, profilaksis semacam
itu harus selalu diberikan. Dalam administrasi suatu antibiotik untuk keperluan
profilaksis, konsentrasi obat dalam plasma harus jauh lebih tinggi dibandingkan
jika antibiotik digunakan untuk tujuan terapeutik. Jadi, dosis profilaktik yang
diberikan sebelum pembedahan haruslah dua kali lipat dibandingkan dosis
terapeutik.
Antibiotik profilaksis diindikasikan untuk situasi berikut ini:
a. Pasien yang mengalami gangguan jantung akibat endokarditis; banyak
pasien yang beresiko menderita endokarditis setelah menjalani perawatan
dental, akibat riwayat gangguan jantung.
The American Academy of Pediatric Dentistry [AAPD] telah
menyetujui pedoman pencegahan bakterial endokarditis yang dibuat oleh
American Heart Association. Pedoman tersebut menegaskan abhwa anak-
anak yang memiliki riwayat administrasi obat-obatan melalui intravena,
dan anak-anak yang menderita sindrom tertentu [seperti, Down syndrome,
atau Marfan syndrome], beresiko mengalami bakterial endokarditis, akibat
anomali jantung.
b. Pasien immunocompromise: pasien semacam ini tidak dapat mentolerir
bakterimia transien setelah perawatan dental invasif. Jadi, pasien yang
sedang menjalani kemoterapi, iradiasi, atau transplantasi sumsum tulang
harus dirawat dengan hati-hati. Kriteria tersebut juga berlaku pada pasien
yang mengalami kondisi berikut ini: infeksi human immunodeficiency
virus [HIV], defisiensi imun, neutropenia, imunosupresi, anemia,
splenectomy, terbiasa mengkonsumsi steroid, lupus eritematosus, diabetes,
dan transplantasi organ.
c. Pasien yang memakai shunt, kateter atau protesa vaskuler: bakterimia
setelah perawatan dental invasif akan meningkatkan kolonisasi pada
kateter atau shunt vaskuler. Pasien yang menjalani dialisis atau
kemoterapi, atau transfusi darah, juga sangat rentan terhadap gangguan ini.
Pemilihan antibiotik
Antibiotik oral yang efektif melawan infeksi odontogenik antara
lain penisilin, klindamisin, eritromisin, cefadroxil, metronidazole, dan
tetrasiklin. Antibiotik-antibiotik tersebut efektif melawan streptococci dan
anaerob rongga mulut. Penisilin V adalah penisilin pilihan untuk kasus
infeksi odontogenik. Yang bersifat bakterisidal, dan meskipun spektrum
aksinya relatif terbatas, agen ini dapat digunakan untuk perawatan indeksi
odontogenik. Untuk profilaksis endokarditis, yang berkaitan dengan
perawatan dental, amoksisilin adalah antibiotik pilihan. Amoksisilin yang
dikombinasikan dengan asam klavulanat [klavulanat] dapat digunakan
dalam kasus-kasus tertentu, karena dapat mempertahankan aktivitas
melawan betalaktamase yang biasa diproduksi oleh mikroorganisme
penyebab infeksi odontogenik.
Klindamisin merupakan salah satu alternatif untuk pasien yang
alergi terhadap penisilin. Obat tersebut bersifat bakteriostatik, meskipun
secara klinis, dapat diperoleh aksi bakterisidal menggunakan dosis yang
umum dianjurkan. Generasi makrolid terakhir, clarithromycin dan
azithromycin juga dapat digunakan jika anak alergi terhadap penisilin.
Sefalosporin cefadroxil merupakan pilihan tambahan jika dibutuhkan aksi
dalam spektrum yang lebih luas. Metronidazole biasanya digunakan untuk
melawan anaerob, dan biasanya diberikan dalam situasi yang dicurigai
hanya terdapat bakteri anaerob. Tetrasiklin sangat jarang digunakan dalam
praktek kedokteran gigi karena obat-obatan ini dapat menyebabkan
perubahan warna gigi, sehingga tidak boleh diberikan pada anak yang
berusia kurang dari 8 tahun, atau wanita hamil dan menyusui.
Durasi terapi antibiotik dalam infeksi odontogenik
Durasi ideal terapi antibiotik adalah siklus tersingkat yang mampu
mencegah relaps klinis dan mikrobiologis. Sebagian besar infeksi akut
akan sembuh dalam waktu 3-7 hari. Jika digunakan antibiotik oral, perlu
dipertimbangkan pemberian dosis yang lebih tinggi agar diperoleh batas
terapeutik dengan cepat.
Golongan antibiotika
Antibiotika dapat digolongkan sebagai berikut :
1. Antibiotika golongan aminoglikosid , bekerja dengan menghambat sintesis
protein dari bakteri.
2. Antibiotika golongan sefalosforin , bekerja dengan menghambat sintesis
peptidoglikan serta mengaktifkan enzim autolisis pada dinding sel bakteri.
3. Antibiotika golongan klorampenikol , bekerja dengan menghambat sintesis
protein dari bakteri.
4. Antibiotika golongan makrolida , bekerja dengan menghambat sintesis
protein dari bakteri.
5. Antibiotika golongan penisilin , bekerja dengan menghambat sintesis
peptidoglikan.
6. Antibiotika golongan beta laktam golongan lain, bekerja dengan
menghambat sintesis peptidoglikan serta mengaktifkan enzim autolisis
pada dinding sel bakteri.
7. Antibiotika golongan kuinolon , bekerja dengan menghambat satu atau
lebih enzim topoisomerase yang bersifat esensial untuk replikasi dan
transkripsi DNA bakteri.
8. Antibiotika golongan tetrasiklin , bekerja dengan menghambat sintesis
protein dari bakteri.
9. Kombinasi antibakteri
10. Antibiotika golongan lain
Antibiotika golongan lain yang ada di Indonesia adalah : Klindamisin,
metronidazol, colistin, tinidazol, fosfomycin, teicoplanin, vancomycin dan
linezolid. Berikut informasi detail dari antibiotika golongan lain :
1. Klindamisin
Klindamisin digunakan untuk infeksi bakteri anaerob. Seperti infeksi pada
saluran nafas, septikemia, dan peritonitis. Untuk pasien yang sensitif
terhadap penisilin Klindamisin juga dapat digunkan untuk infeksi bakteri
aerobik. Klindamisin juga dapat digunakan untuk infeks pada tulang yang
disebabkan staphylococcus aureus. Sediaan topikalnya dalam bentuk
Klindamisin posfat digunkan untuk jerawat yang parah.
Klindamisin efektif untuk infeksi yang disebabkan mikroba sebagai
berikut :
o Bakteri aerobik gram positif seperti golongan Staphylococus dan
Streptococus (pneumococcus)
o Bakteri anaerobik gram negatif termasuk golongan Batericoides
dan Fusobacterium
2. Metronidazol
Metronidazol efektif untuk bakteri anaerob dan protozoa yang sensitif
karena beberapa organisme memiliki kemampuan untuk mengurangi
bentuk aktif metronidazol di dalam selnya. Secara sistemik metronidazol
digunakan untuk infeksi anaerobik, trikomonasis, amubiasis, lambiasis dan
amubiasis hati.
3. Colistin
Colistin digunakan dalam bentuk sulfat atau kompleks sulfomethyl,
colistimetate. Tablet Colistin sulfat digunakan untuk mengobati infeksi
usus atau untuk menekan flora di kolon. Colistin sulfat juga digunakan
dalam bentuk krim kulit, bubuk dan tetes mata. Colistimethat digunakan
untuk sedian parenteral dan dalam bentuk aerosol untuk pengobatan
infeksi paru-paru.
4. Tinidazol
Tinidazol merupakan kelompok antibiotika azol. Mekanisme kerjanya
dengan cara masuk ke dalam sel mikroba dan berikatan dengan
DNA.Dengan cara ini mikroba tidak dapat berkembang biak. Tinidazol
adalah antibiotika khusus yang digunakan untuk menghentikan
penyebaran bakteri anaerob. Bakteri ini biasanya menginfeksi lambung,
tulang, otak dan paru-paru.
5. Teicoplanin
Teicoplanin merupakan kelompok antibiotika dari glikopeptida. Bakteri
memiliki dinding sel luar yang dipertahankan oleh molekul peptidoglikan.
Dinding sel sangat vital untuk mempertahankan pada lingkungan normal
di dalam tubuh di mana bakteri hidup.Teicoplanin bekerja dengan
mengunci formasi dari peptidoglikan. Dengan cara tersebut dinding
bakteri menjadi lemah sehingga bakteri mati. Teicoplanin digunakan untuk
infeksi serius pada hati dan darah. Teicoplanin tidak dapat diserap di
lambung sehingga hanya diberikan dengan cara infus atau injeksi.
6. Vancomycin
Vancomycin bekerja dengan membunuh atau menghentikan
perkembangan bakteri.
Vancomycin digunakan untuk mengobati infeksi pada beberapa bagian
tubuh. Kadangkala digabung dengan antibiotika lain.Vancomycin juga
digunakan untuk penderita dengan gangguan hati (mis demam rematik)
atau prosthetic (artificial) hati yang alergi dengan penisilin.Dengan kondisi
khusus, antibiotika ini juga dapat digunakan untuk mencegah endocarditis
pada pasien yang telah melakukan operasi gigi atau operasi saluran nafas
atas (hidung atau tenggorokan).
Vancomycin diberikan dalam bentuk injeksi untuk infeksi serius kalau
obat lain tidak berguna. Walaupun demikian, obat ini dapat menimbulkan
beberapa efek samping yang serius, termasuk merusak pendengaran dan
ginjal. Efek samping ini akan sering terjadi pada pasien yang berumur
lanjut.
7. Linezolid
Linezolid digunakan untuk mengobati infeksi termasuk pneumonia,infeksi
saluran kemih dan infeksi pada kulit dan darah. Linezolid termasuk
golongan antibiotika oxazolidinon.Cara kerja dengan menghentikan
perkembang biakan bakteri.
Linezolid dapat berupa tablet atau suspensi oral. Biasanya diminum
sesudah atau sebelum makan dua kali sehari (setiap 12 jam) untuk 10
sampai 28 hari. Jangan minum kurang atau lebih dari yang diresepkan
dokter anda.
Sebelum minum suspensi oral, bulak balik botol dengan baik tiga hingga
lima kali. Jangan dikocok.
Lanjutkan minum obat hingga habis walau anda merasa sudah
sembuh.Jangan hentikan minum obat tanpa bicara ke dokter anda.
Pemilihan antibiotik bakterisid dan bakteriostatik
Bakterisid Bakteriostatik
Penicillin Tetracyclin
Cephalosporin Eritromycin
Aminoglikosida Clindamycin
Vancomycin Chloramphenicol
DAFTAR PUSTAKA
1. http://www.tiscali.co.uk/lifestyle/healthfitness/health_advice/netdoctor/
archive/100003919.html
2. http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/druginfo/uspdi/202590.html
3. http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/druginfo/medmaster/a602004.html
4. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Kapita Selekta
Kedokteran Edisi 3 Jilid 1. Jakarta: Media Aesculapius. 2000. Hal 149-58
5. Schneider K. Dental abscess. Emedicine. 2009. Updated 28 Juli 2009.
Tersedia dari: http://emedicine.medscape.com/article/909373-diagnosis
diakses tanggal 13 Oktober 2009 pukul 21.15 wib
6. Department of periodontics Wilford Hall Medical center Lackland AFB,
Texas, United State. Acute periodontal conditions. Tersedia dari :
http://www.airforcemedicine.afms.mil/intradoc-cgi/nph-idc_cgi. diakses
pada tanggal 13 Oktober 2009 pukul 21.35 wib.
7. Dental Journal (Majalah Kedokteran Gigi) UNAIR vol 37 No. 2 April
2004 Judul: “ Immunopathogenesis and treatment of periapical abscess
due to root canal infection”. Tersedia dari: www.journal.unair.ac.id/
detail_jornal.php diakses tanggal 13 Oktober 2009 pukul 21.30 wib
8. Pedersen GW. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut. Edisi Pertama. Jakarta:
EGC 1996. Hal: 175-190.
9. Peterson LJ, Ellis E, Hupp JR, Tucker MR. Contemporary Oral and
Maxillofacial Surgery. 4th ed. St. Louis: Mosby 2003. Hal: 480-481.
10. Tropazian RG, Goldberg MH. Management of Infections of The Oral and
Maxillofacial Regions.1st ed. Philadelphia: Saunders Company 1981.
11. Moore, Keith; Agur, Anne. Anatomi Klinis Dasar.Jakarta. Penerbit
Hipokrates. 2002. Hal 342-8
12. Bailey BJ and Gaskill JR: Laryngoscope 77: 1137-1154, 1967