Post on 14-Oct-2015
description
Vol. I, No. 1 tahun 2008 Jurnal Madani FKM UMI
13
Jurnal Kesehatan Masyarakat Madani, ISSN.1979-2287,Vol.01 No.01, Tahun 2008
Status Gizi Masyarakat di Kabupaten
Maluku Tenggara dan Maluku Tenggara Barat
Propinsi Maluku
Veni Hadju dan A. Razak Thaha
Pusat Studi Pangan, Gizi dan Kesehatan, Universitas Hasanuddin, Makassar
ARTIKEL ASLI
Status Gizi Propinsi Maluku
Abstrak
Survei status gizi masyarakat telah dilakukan di Kabupaten Maluku Tenggara
(MT) dan Maluku Tenggara Barat (MTB), Propinsi Maluku. Sebanyak 300 keluarga
yang mempunyai Balita (0-59 bln) di masing-masing kabupaten diambil sebagai sampel
(total 600 keluarga). Pengukuran antropometri dan konsumsi Balita serta pola
konsumsi keluarga dilakukan oleh petugas lapangan yang telah dilatih sebelumnya.
Status gizi anak dihitung berdasarkan stndar NCHS-WHO dan ditampilkan
berdasarkan berat badan per umur (BB/U), tinggi badan per umur (TB/U) dan berat
badan per tinggi badan (BB/TB). Data lainnya dikumpulkan melalui kuesioner.
Prevalensi gizi kurang dan gizi buruk diperoleh berturut-turut sebesar 20.0%
dan 7.3% sedangkan stunting dan wasting ditemukan sebesar 30.0% dan 12.0%. Gizi
kurang dan gizi buruk ditemukan tertinggi pada usia 24-35 bln (berturut-turut 33.3%
dan 13.3%), stunting terbesar pada usia 48-59 bln, sedangkan wasting tertinggi pada
usia 12-23 bulan (26%). Hampir semua anak memperoleh ASI namun setelah umur 12
bulan, jumlah ibu yang masih menyusui menurun sampai 66%. Asupan gizi makro
maupun mikro pada Balita jauh lebih rendah dibanding rekomendasi WHO. Proporsi
lemak dan protein pada asupan Balita ini tanpak rendah dibanding rekomendasi WHO.
Ikan merupakan makanan hewani yang paling sering dikonsumsi keluarga (76%)
sedangkan sayuran hijau merupakan jenis sayuran yang tersering dikonsumsi (77%).
Konsumsi keluarga terlihat rata-rata 1585kkal per kapita di mana lebih rendah dari yang
dianjurkan di tingkat nasional.
Disimpulkan bahwa rata-rata konsumsi Balita dan keluarga di wilayah
penelitian ini rendah dan diperlukan intervens gizi khususnya pada keluarga yang
mempunyai anak balita di atas 12 bulan.
Kata kunci: Balita, stunting, wasting, dan gizi buruk.
Vol. I, No. 1 tahun 2008 Jurnal Madani FKM UMI
14
Pendahuluan
Kondisi status gizi masyarakat di
Indonesia telah memperlihatkan perbaikan
dari tahun ke tahun. Berdasarkan hasil peng-
ukuran status gizi anak balita melalui
Susenas (Jahari dkk., 1999) terlihat bahwa
prevalensi gizi kurang menurun dari 37,5%
pada tahun 1989 menjadi 26,4% pada tahun
1999. Namun, kondisi yang terjadi di setiap
propinsi berbeda satu dengan yang lain. Ada
yang terus menurun namun ada juga yang
menetap bahkan memburuk. Dilain pihak,
masalah gizi pada keluarga miskin tetap
sangat tinggi (Hadju dkk., 1999; Marjan dkk.,
1998). Data dasar studi intervensi pada
keluarga miskin yang dilaksanakan
sebelum dimulainya
program Jaring Pengaman Sosial (JPS)
memperlihatkan bahwa 29.2% anak balita
dari keluarga miskin mengalami gizi kurang
dan 13.3% mengalami gizi buruk (Thaha dkk.,
2000).
Upaya untuk menanggulangi masalah
gizi ini telah banyak dilakukan oleh
pemerintah baik pusat maupun daerah
(propinsi). Salah satu program yang
diharapkan dapat memperbaiki gangguan
gizi akut adalah program pemberian
makanan tambahan (PMT) kepada seluruh
anak yang mengalami gizi kurang dan
diutamakan yang berasal dari keluarga
miskin (Gakin). Mereka menerima bantuan
makanan berupa susu, kacang kedelei, telur,
dan beberapa jenis makanan yang kaya
protein yang diperlukan oleh anak-anak.
Puskesmas menerima bahan makanan dari
propinsi dan seterusnya meneruskannya
kepada keluarga yang memerlukan. Kegiatan
lainnya adalah program Revitalisasi
Posyandu. Namun, dalam beberapa
penelitian yang telah dilakukan
memperlihatkan banyak Posyandu
mengalami masalah (Hadju dkk., 2002a).
Dalam meningkatkan efektifitas program
penanggulangan gizi, survey data dasar
pada suatu wilayah perlu dilakukan.
Berdasarkan data yang diperoleh,
perencanaan program akan lebih optimal
dan efektifitas program intervensi dapat
diketahui. Penelitian ini ingin memperoleh
data dasar tentang kondisi status gizi
masyarakat melalui pengukuran status gizi
anak balita dan konsumsi makanan di
tingkat keluarga.
Bahan dan Metode
Lokasi penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di 2
kabupaten, Propinsi Maluku yaitu
Kabupaten Maluku Tenggara (Maltra) dan
Maluku Tenggara Barat (MTB). Kedua
kabupaten ini berdekatan satu sama lainnya
di mana tadinya satu dan kemudian
berpisah. Di setiap kecamatan dipilih 5
kecamatan secara acak. Dari kecamatan
terpilih, dipilih lagi 2 desa di mana satunya
terletak dekat dengan ibu kota kecamatan
dan satunya lagi terletak agak jauh namun
dapat dijangkau oleh petugas lapangan.
Total desa yang diteliti adalah 20 desa.
Sampel dan cara pengambilan sampel
Sample dalam penelitian ini adalah
rumah tangga yang mempunyai balita (0-59
bulan). Jumlah sampel sebesar 30 balita
untuk setiap desa. Pengambilan sampel
dilakukan berdasarkan 6 kategori umur
yaitu 0-5 bulan, 6-11 bulan, 12-23 bulan, 24-
35 bulan, 36-47 bulan dan 48-59 bulan.
Dengan demikian, di setiap desa dipilih 5
Vol. I, No. 1 tahun 2008 Jurnal Madani FKM UMI
15
orang untuk setiap kategori umur tersebut.
Pemilihan sampel dilakukan dengan metode
obat nyamuk dimana titik pertama
ditentukan terlebih dahulu dan selanjutnya
dicari seluruh anak balita yang memenuhi
syarat dari titik tersebut. Apabila sudah
terpenuhi setiap kelompok umur maka
pelaksanaan pengambilan sampel dihentikan.
Seluruh desa dalam penelitian ini dapat
mengumpulkan 30 sampel anak balita.
Metode pengumpulan data
Status gizi: diukur secara
antropometri yaitu melalui pengukuran berat
badan dan tinggi badan. Tiga indikator status
gizi secara antropometri digunakan dalam
menentukan status gizi anak balita dalam
penelitian ini. Ketiga indikator tersebut yaitu
berat badan menurut umur (BB/U), tinggi
badan menurut umur (TB/U), dan berat
badan menurut tinggi badang (BB/TB)
Standar International NCHS-WHO (1983)
digunakan dalam survei ini.
Asupan makanan balita: diperoleh
dengan menanyakan frekuensi makanan
tertentu yang dikonsumsi dalam 1 bulan
terakhir dan juga seluruh makanan yang
telah dikonsumsi selama 24 jam terakhir
(sehari sebelum wawancara). Praktek
pemberian MP-ASI yang dilakukan sejak
pertama kali dianalisis dalam penelitian ini.
Pola konsumsi keluarga. Dalam
penelitian ini juga dilakukan survei konsumsi
gizi di tingkat rumah tangga. Makanan yang
dikonsumsi di tingkat rumah tangga oleh
seluruh anggota keluarga ditanyakan melalui
kuesioner yang tersedia. Di samping itu, jenis
makanan yang sering dikonsumsi di tingkat
rumah tangga terutama yang merupakan
jenis makanan hewani, sayur-sayuran dan
buah-buahan ditanyakan melalui kuesioner
yang tersedia.
Data lainnya: data yang mendukung
dalam penelitian ini meliputi status
imunisasi, morbiditas, serta status sosial
ekonomi keluarga seperti pendidikan dan
pekerjaan orang tua, jumlah anggota
keluarga, dan kondisi sanitasi lingkungan.
Metode Pengambilan data
Pengukuran berat badan dan
panjang/tinggi badan dilakukan sesuai
dengan prosedur yang telah ditetapkan
(Lohman dkk., 1988). Berat badan anak
diukur dengan menggunakan Salter
(timbangan gantung) dengan ukuran terkecil
sebesar 0.1 kg. Pengukuran panjang badan
dilakukan pada anak dibawah 2 tahun
dengan menggunakan length board yang
direkomendasikan oleh WHO (1983) dengan
ukuran terkecil 0.1 cm. Anak di atas 2 tahun
diukur tinggi badannya dengan
menggunakan Microtoice dengan ukuran
terkecil juga sebesar 0.1 cm.
Data lainnya diperoleh melalui
wawancara dengan menggunakan kuesioner
yang telah terstandarisasi. Data yang
diperoleh dengan kuesioner meliputi status
social ekonomi keluarga (jumlah anak,
pendidikan orang tua, dan pekerjaan), status
morbiditas anak dalam 1 bulan terakhir,
asupan makanan yang diperoleh dengan
metode food frekuensi dan recall 24 jam.
Selain itu juga ditanyakan paktek pemberian
ASI, penggunaan makanan lokal, serta pola
konsumsi keluarga.
Vol. I, No. 1 tahun 2008 Jurnal Madani FKM UMI
16
Analisis data
Data antropometri yang diperoleh
dibandingkan dengan standar NCHS-WHO
dengan menggunakan program Epiinfo
(Dean dkk., 1995). Indikator yang digunakan
adalah nilai z-score dari BB/U, TB/U dan
BB/TB seperti yang direkomendasikan oleh
Gorstein dkk. (1994). Ke tiga indikator ini
dapat memberin informasi tentang jumlah
anak yang mempunyai berat badan yang
lebih rendah (gizi kurang) dan sangat rendah
dibanding standar (gizi buruk). Disamping
itu dapat diketahui anak yang mengalami
stunting (pendek) dan wasting (kurus). Nilai
rata-rata z-score dan angka prevalensi
malnutrisi juga dibedakan menurut jenis
kelamin, kelompok umur, dan lokasi
kabupaten.
Data konsumsi makanan (24 jam
recall) dianalisis dengan menggunakan
program WorldFood2 (California University,
Davis). Setiap rata-rata nilai zat gizi yang
dikonsumsi ditampilkan berdasarkan
kelompok umur dan dibandingkan dengan
angka kecukupan gizi (AKG) yang
direkomendasikan oleh WHO (1998).
Hasil Penelitian
Keseluruhan sampel yang dianalisis
dalam penelitian ini sebanyak 600 keluarga
dengan anak balita. Tabel 1 memperlihatkan
tingkat pendidikan dan pekerjaan dari orang
tua sampel. Keluarga sampel yang terlibat
dalam penelitian ini paling banyak dengan
pendidikan ayah dan ibu di atas SMA (40%
dan 36%). Walaupun masih ada juga yang
tidak pernah sekolah tapi sangat sedikit (0.8%
dan 1.7%). Pada umumnya ayah dari balita
yang ikut dalam penelitian ini adalah petani
dan pegawai negeri/swasta (berturut-turut
49% dan 13.7%). Jumlah anak laki-laki
dalam penelitian ini lebih banyak dibanding
anak perempuan (306 vs. 294 anak). Namun
demikian perbedaan masing-masing jenis
kelamin ini pada setiap kategori umur
tampak proporsional (data tidak terlihat).
Prevalensi status gizi anak balita di
daerah penelitian ini dapat dilihat pada
Tabel 2-4. Berdasarkan indikator BB/U,
TB/U dan BB/TB, secara keseluruhan terlihat
prevalensi anak gizi kurang, pendek, dan
kurus (di bawah 2 z-score) berturut-turut
sebesar 27.3%, 25.7%, 12.1%. Tidak terdapat
perbedaan yang nyata dari prevalensi
terhadap jenis kelamin. Berdasarkan
kelompok umur anak dari ketiga indikator
status gizi yang digunakan, terlihat bahwa
untuk indicator TB/U, terlihat peningkatan
prevalensi yang sangat mencolok pada
setiap kategori umur. Di lain pihak, untuk
indikator BB/TB, prevalensi tertinggi terlihat
pada anak yang berumur 1223 bulan dan
untuk indikator BB/U tertinggi pada anak
yang berumur 2435 bulan.
Apabila dibedakan antara gizi kurang
(antara 2 dan 3 z-score BB/U) dan gizi
buruk (di bawah 3 z-score BB/U) maka
angka gizi buruk tampak rendah (7.3%).
Asupan makanan oleh anak balita
memperlihatkan jumlah asupan gizimakro
yang lebih tinggi dari yang dianjurkan
(WHO) utamanya untuk anak di bawah 2
tahun (data tidak terlihat). Namun
demikian, beberapa gizimikro tampak lebih
rendah dari yang dianjurkan (data tidak
terlihat). Tabel 5-6 memperlihatkan
besarnya asupan zat gizi oleh anak balita
umur 6-23 bulan di Kabupaten Maltra dan
MTB. Seperti yang terlihat, asupan gizi
mikro seperti besi dan zink serta vitamin B
Vol. I, No. 1 tahun 2008 Jurnal Madani FKM UMI
17
lebih rendah dibanding yang dianjurkan.
Dilain pihak kontribusi lemak dan protein
terhadap total kalori sangat rendah utamanya
pada anak di bawah 2 tahun (berturut-turut
untuk 6 11 bulan, 12 23 bulan dan 24 59
bulan adalah 13.0%, 15.1% dan 23.6% untuk
lemak, 10.9%, 11.9% dan 12.0% untuk protein
pada kabupaten Malra serta 9.1%, 19.3% dan
23.8% untuk lemak, 10.5%, 12.1% dan 12.2%
untuk protein pada kabupaten MTB).
Tabel 7 memperlihatkan pola
konsumsi keluarga yang ada di daerah
penelitian. Bahan makanan hewani yang
paling banyak dikonsumsi adalah ikan
(38.8%) dengan frekuensi konsumsi 6 7 hari
per minggu. Bahan makanan sayuran yang
paling banyak dikonsumsi adalah sayuran
berwarna hijau (32.5%) dan tomat (8.5%).
Adapun buah yang paling banyak
dikonsumsi adalah pepaya (9.7%).
Tabel 8 memperlihatkan perhitungan
skor pola pangan harapan (PPH) di
Kabupaten Maltra dan MTB. Jumlah total
kalori yang dikonsumsi oleh rata-rata setiap
anggota rumah tangga dalam sehari masih
kurang (1585 Kkal). Sedangkan jumlah skor
PPH pada daerah penelitian tersebut cukup
tinggi yakni 77.8. Tingginya angka ini tampak
dari tingginya nilai yang diperoleh dari
bahan makanan padi-padian (24.5) dan
hewani (18.8).
Pembahasan
Status gizi anak balita yang
ditemukan pada penelitian ini menunjukkan
bahwa anak yang mengalami gizi kurang dan
gizi buruk berturut-turut sebesar 20% dan
7.3%. Ini menunjukkan ada masalah gizi
yang cukup serius di daerah ini. Apabila
dilihat jumlah anak yang mengalami
stunting dan wasting maka akan diperoleh
angka sebesar 25.7% dan 12%. Angka ini
terlihat sangat tinggi terutama untuk
gangguan gizi akut (wasting) karena dapat
menyebabkan tingginya angka kematian
pada anak (WHO, 1986). Angka status gizi
seperti ini sedikit lebih tinggi dibandingkan
dengan angka yang diperoleh dari hasil
survey di Propinsi Maluku Utara (Hadju
dkk., 2002) yaitu sebesar 17.8% dan 3.9%
(berturut-turut untuk gizi kurang dan
buruk) sedangkan untuk stunting dan
wasting masing-masing sebesar 22.7% dan
9.6%.
Masalah stunting dan wasting yang
tinggi menunjukkan bahwa masalah gizi di
kedua kabupaten ini adalah masalah kronik
dan akut. Masalah kronik dapat
berhubungan dengan tingkat kesejahteraan
masyarakat dan juga tingkat kebiasaan
masyarakat dalam hal pemberian makanan
kepada anak. Seperti yang terlihat dalam
penelitian ini, berapa banyak anak yang
tidak diberikan makanan bergizi sejak
mereka berumur 6 bulan. Walaupun
diketahui ikan tersedia dalam jumlah yang
banyak di daerah ini tapi hanya sekitar 25%
anak yang mendapat ikan setiap hari.
Pada penelitian ini juga ditemukan
asupan energi yang rendah khususnya pada
anak yang berada di atas 23 bulan. Namun
demikian, jumlah ini tampak lebih tinggi
dibanding asupan energi yang terlihat pada
penelitian di Maluku Utara (Hadju dkk.,
2002) dan di Kabupaten Barru, Sulawesi
Selatan (Thaha dkk., 2001) yaitu hanya
sebesar 40-50% RDA. Konsumsi protein
yang tinggi di daerah penelitian ini
Vol. I, No. 1 tahun 2008 Jurnal Madani FKM UMI
18
tampaknya memberikan total keseluruhan
asupan energi yang lebih baik.
Hal yang mengherankan adalah
rendahnya konsumsi ikan pada anak di atas 1
tahun dibandingkan dengan hasil yang
diperoleh di Maluku Utara (Hadju dkk., 2002
dan juga di daerah pantai Sulawesi Selatan
(data tidak dipublikasi). Hasil penelitian di
Maluku Utara memperlihatkan konsumsi
ikan sebanyak 56.9% sedangkan di
Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan
memperlihatkan hasil konsumsi sebesar
72.9%. Perlu diteliti lebih jauh mengapa
anak-anak di wilayah penelitian ini tidak
diberikan ikan.
Penelitian ini juga memperlihatkan
asupan kalori rata-rata anggota keluarga
yang lebih rendah (1508 Kkal dan 1661 Kkal,
masing-masing di Malra dan MTB).dari target
nasional (2150kkal). Perlu diteliti lebih lanjut
rendahnya asupan kalori di kedua daerah
penelitian ini. Namun demikian skor PPH
untuk setiap kabupaten yang mendekati
bahkan melebihi angka nasional (84.4 dan
72.9 berturut-turut untuk Malra dan MTB).
Ini dapat terlihat dari variasi konsumsi yang
lebih tinggi pada jenis-jenis sayuran dan
hewani.
Kesimpulan dan Rekomendasi
Penelitian ini memperlihatkan
tingginya anak balita yang mengalami
masalah gizi baik underweight (BB/U),
stunting (TB/U) maupun wasting (BB/TB).
Gangguan gizi yang akut dan juga kronik
diiringi dengan asupan gizi di tingkat
keluarga yang lebih rendah dibanding jumlah
yang dianjurkan secara nasional. Disamping
itu kualitas MP-ASI, khususnya jumlah
asupan gizimikro pada anak balita tampak
rendah. Proporsi lemak dalam makanan
yang relatih rendah sangat terkait dengan
asupan gizi mikro yang rendah.
Disarankan agar upaya peningkatan
pengetahuan dan keterampilan masyarakat
dalam memberikan makanan dan perawatan
(asuhan) sejak ibu hamil dapat dilakukan
dengan mempersiapkan seorang petugas
gizi masyarakat di desa atau wilayah yang
sangat memerlukan. Kualitas MP-ASI yang
terbatas, terutama mereka yang tidak
sanggup untuk menyediakan bubur susu
buatan pabrik kepada bayinya, harus
diiringi oleh keterampilan ibu dalam
menggunakan bahan makanan pokok lokal
seperti ikan dalam setiap pemberian bubur
kepada anaknya. Disamping itu keterlibatan
lintas sektor dalam menanggulangi masalah
gizi dan pangan harus terus dibina. Masalah
gizi tidak bisa hanya diselesaikan oleh orang
kesehatan saja. Pemerintah harus
melakukan koordinasi dengan berbagai
lintas sektor seperti Dinas Pertanian, Dinas
Perikanan, Dinas Sosial, dan Dinas
Pendidikan dalam mendukung usaha
mengatasi masalah ini secara bersama-sama.
Daftar Pustaka
Dean AG, Dean JA, Burton AH, and Dicker RC.
Epi Info, version 6: a word processing, database,
and statistics program for epidemiology on
microcomputers. Stone Mountain, Georgia: USD,
Incorporated, 1995.
Gorstein J, Sullivan K, Yip R, De Onis M,
Trowbridge F, Fajans P, and Clugston G.
Assessment of nutritional status using
anthropometry. Bull WHO 1994;72:273-83.
Vol. I, No. 1 tahun 2008 Jurnal Madani FKM UMI
19
Hadju V, Thaha AR, Dahlan DM, dan Ramli.
Status gizi anak balita pada keluarga miskin di
Propinsi Sulsel. Medika edisi khusus September,
1999:27-32.
Hadju V, Dachlan DM, Taslim NA, dkk. Kinerja
Posyandu dan distribusi Vitadele pada anak balita
di Kabupaten Takalar. Pada: Pangan dan Gizi:
Masalah, Program Intervensi dan teknologi tepat
guna. Tawali dkk., (editor). Makassar: Pusat
Pangan Gizi dan Kesehatan Unhas, 2002a.
Hadju V, Thaha AR, Albar A. Survey status gizi
pada anak balita di daerah pengungsi Maluku
Utara. Makassar: Pusat Studi Pangan, Gizi, dan
Kesehatan, 2002.
Jahari AB, Sandjaja, Sudiman H, Jusat I, Jalal F,
and Minarto. The hidden problem, an analyses on
anthropometric indicators of protein energy
malnutrition based on Susenas data, 1999.
Lohman TG, Roche AF, dan Martorell R, eds.
Anthropometric standardization reference
manual. Champaign, IL: Human Kinetics Press,
1988.
Marjan ZM, Taib MNM, Lin KG, dan Siong TE.
Socio-economic determinants of nutritional status
of children in rural penisular Malaysia. Asia
Pacific Journal of Clinical Nutrition
1998;3(314):307-310.
Thaha AR, Hadju V, dan Dachlan DM. Changes
of nutritional status at first year longitudinal
studies of social safety net in Indonesia. Jurnal
Medika Nusantara 2000;21(1):27-33.
Thaha AR. Breastfeeding and macronutrient
intake of children in Barru Subdistrict, South
Sulawesi. Majalah Kedokteran Indonesia 2001,
51;4:116-121
World Health Organization (WHO). Measuring
change in nutritional status. Geneva: World
Health Organization, 1983.
WHO working group. Use and
interpretation of anthropometric indicators
of nutritional status. Bull WHO 1986;64:929-
41.
World Health Organization (WHO).
Complementary feeding of young children
in developing countries: a review of current
scientific knowledge. Geneva: World Health
Organization, 1998.
Vol. I, No. 1 tahun 2008 Jurnal Madani FKM UMI
20
Lampiran
:
Tabel 1. Karakteristik pendidikan dan pekerjaan orang tua di Maluku Tenggara dan Maluku
Tenggara Barat.
Variabel
Maluku
Tenggara
(n=300)
Maluku
Tenggara Barat
(n=300)
Total
(n=600)
n % n % n %
Pendidikan ayah
Tidak penah sekolah
Tidak tamat SD
Tamat SD
Tamat SMP
Tamat SMA(+)
2
14
57
74
143
0.7
4.7
19.0
24.7
48.4
3
24
73
71
117
1.0
8.0
24.3
23.7
39.0
5
38
130
145
260
0.8
6.3
21.7
24.2
43.3
Pekerjaan ibu
Ibu rumah tangga
Ibu bekerja
154
145
51.3
48.3
101
199
33.7
66.3
255
344
42.5
57.3
Pekerjaan ayah
Petani
Buruh harian
Nelayan
Pegawai negeri/swasta
Tukang
Supir
Lainnya
Tidak bekerja
137
12
25
49
18
16
8
21
45.7
4.0
8.3
16.3
6.0
5.4
2.7
7.0
157
4
38
33
23
7
9
4
52.3
1.3
12.6
11.0
7.7
2.4
3.0
1.3
294
16
63
82
41
23
17
25
49.0
2.7
10.5
13.7
6.8
3.9
2.8
4.2
Tabel 2. Status gizi anak balita berdasarkan berat badan per umur (BB/U) di Kabupaten Maluku
Tenggara dan Maluku Tenggara Barat
n Rata-rata
-3 (-3)-(-2) -2
Total 600 -1.23 7.3 20.0 72.7
Sex
Pria 306 -1.34 7.8 21.9 70.3
Wanita 294 -1.13 6.8 18.0 75.2
Kel. Umur
0 5 bln 98 0.20 1.0 1.0 98.0 6 11 bln 96 -0.90 3.1 10.4 86.5 12 23 bln 109 -1.67 12.8 27.5 59.6
24 35 bln 105 -1.83 13.3 33.3 53.3
36 47 bln 97 -1.58 7.2 21.6 71.1 48 59 bln 95 -1.55 5.3 24.2 70.5
Kabupaten
Maluku Tenggara 300 -1.12 6.0 17.7 76.3
Maluku Teng. Barat 300 -1.35 8.7 22.3 69.0
Vol. I, No. 1 tahun 2008 Jurnal Madani FKM UMI
21
Tabel 3. Status gizi anak balita berdasarkan tinggi badan per umur (TB/U) di Kabupaten Maluku
Tenggara dan Maluku Tenggara Barat.
n Rata-rata
-2 -2
Total 600 -1.11 25.7 74.3
Sex
Pria 306 -1.22 28.4 71.6
Wanita 294 -0.99 22.8 77.2
Kel. Umur
0 5 bln 98 0.69 5.1 94.9
6 11 bln 96 -0.61 13.5 86.5
12 23 bln 109 -1.32 28.4 71.6
24 35 bln 105 -1.45 33.3 66.7
36 47 bln 97 -1.57 34.0 66.0
48 59 bln 95 -1.71 38.9 61.1
Kabupaten
Maluku Tenggara 300 -0.95 21.0 79.0
Maluku Teng. Barat 300 -1.26 30.0 69.7
Tabel 4. Status gizi anak balita berdasarkan berat badan per tinggi badan (BB/TB) di Kabupaten
Maluku Tenggara dan Maluku Tenggara Barat
n Rata-rata
-3 (-3)-(-2) -2
Total 600 -0.71 2.8 9.3 87.8
Sex
Pria 306 -0.77 2.9 9.8 87.3
Wanita 294 -0.65 2.7 8.8 88.4
Kel. Umur
0 5 bln 98 0.81 2.0 4.1 93.9
6 11 bln 96 -0.52 0.0 4.2 95.8
12 23 bln 109 -1.19 6.4 19.3 74.3
24 35 bln 105 -1.08 2.9 9.5 87.6
36 47 bln 97 -0.79 2.1 12.4 85.6
48 59 bln 95 -0.67 3.2 5.3 91.6
Kabupaten
Maluku Tenggara 300 -0.68 3.3 9.0 87.7
Maluku Teng. Barat 300 -0.74 2.3 9.7 88.0
Vol. I, No. 1 tahun 2008 Jurnal Madani FKM UMI
22
Tabel 5. Perbandingan konsumsi MP-ASI anak balita (6-23 bln) dengan yang dianjurkan untuk
Kabupaten Maluku Tenggara
6-11 bln (n=48) 12-23 bln (n=56)
WHO* Konsumsi % WHO* Konsumsi %
Protein 3.1 10.0 323 5 15 300
Vitamin A 42 214 509 126 364 289
Folate 0 27 - 3 36.7 1223
Niasin 4 1.50 27.5 7 2.9 41.4
Asam pantotent 0.6 1.18 197 0.7 1.4 200
Riboflovin 0.2 0.21 100 0.4 0.15 37.5
Thianin 0.2 0.12 60 0.4 0.19 47.5
Vitamin B6 0 0.28 - 0 0.43 -
Vitamin B12 0 0.40 - 0 0.78 -
Vitamin C 0 10.24 - 8 19.8 247
Vitamin D 6.7 1.33 19.9 6.7 4.5 67.2
Kalsium 353 120 34.0 196 71.3 36.4
Fhosfor 314 186 59.2 193 242 125
Magnesium 58 48 82.8 66 69 105
Kalium 377 306 81.2 512 466 91.1
Besi 20.8 1.46 7.02 11.8 1.8 15.3
Zinc 2.3 1.24 53.9 2.4 1.42 59.2
Mangan 12 2.57 21.42 13 1.5 11.5
*Nilai yang dianjurkan WHO bila anak mendapat ASI
Tabel 6. Perbandingan konsumsi MP-ASI anak balita (6-23 bln) dengan yang dianjurkan untuk
Kabupaten Maluku Tenggara Barat
6-11 bln (n=48) 12-23 bln (n=53)
WHO* Konsumsi % WHO* Konsumsi
%
Protein 3.1 7.28 235 5 16.6 332
Vitamin A 42 146 348 126 531 421
Folate 0 28 - 3 48.1 1603
Niasin 4 1.37 34.3 7 3.6 51.4
Asam pantotent 0.6 1.04 173 0.7 1.5 214
Vol. I, No. 1 tahun 2008 Jurnal Madani FKM UMI
23
Riboflovin 0.2 0.20 100 0.4 0.25 62.5
Thiamin 0.2 0.14 70 0.4 0.3 75
Vitamin B6 0 0.26 - 0 0.6 -
Vitamin B12 0 0.20 - 0 0.7 -
Vitamin C 0 7.74 - 8 21.4 268
Vitamin D 6.7 0.23 3.4 6.7 4.13 62
Kalsium 353 73 20.7 196 81.6 41.6
Fhosfor 314 138 44.0 193 259 134
Magnesium 58 54 93.1 66 108 164
Kalium 377 248 65.8 512 625 122
Besi 20.8 0.99 4.76 11.8 2.2 18.6
Zinc 2.3 0.93 40.4 2.4 1.69 704
Mangan 12 0.73 6.08 13 1.61 12.4
*Nilai yang dianjurkan WHO bila anak mendapat ASI
Tabel 7. Frekuensi konsumsi keluarga di Kabupaten Maluku Tenggara dan Maluku Tenggara Barat
(n=600).
Jenis bahan makanan
Frekuensi Konsumsi
6 7 hari / minggu
1 5 hari / minggu
1 3 hari / bulan
Tidak
pernah
Bahan makanan hewani
Telur 4.3 11.5 32.0 52.2
Daging; ayam/kambing/sapi/kerbau 1.5 5.2 24.7 68.7
Ikan 38.8 37.5 17.2 6.5
Udang/cumi/kepiting/kerang 1.2 7.7 20.0 71.2
Hati 0.0 0.0 4.2 95.8
Jeroan 0.2 0.2 0.7 99.0
Bahan makanan sayuran
Daun hijau tua 24.5 52.0 20.2 3.3
Daun hijau muda 8.0 35.5 26.5 30.0
Kacang panjang/kacang-kacangan 2.0 8.5 25.2 64.3
Vol. I, No. 1 tahun 2008 Jurnal Madani FKM UMI
24
Labu-labuan 0.7 3.8 10.5 85.0
Wortel 1.0 3.2 12.7 83.2
Tomat 8.5 19.7 30.3 41.5
Jagung muda 0.2 0.0 4.0 95.8
Buah-buahan
Pepaya 9.7 28.2 38.3 23.8
Nangka 0.7 2.2 10.5 86.7
Mangga 1.5 5.7 9.8 83.0
Nenas 0.3 3.2 6.3 90.2
Pisang 6.0 29.3 39.8 24.8
Sawo 0.3 1.2 3.2 95.3
Tabel 8. Pola pangan harapan (PPH) di Kabupaten Maluku Tenggara dan Maluku Tenggara
Barat (n=600).
No Kelompok
Bahan Makanan Bobot
Konsumsi Energi
Skor
PPH Kkal
%
Terhadap
Total Kkal
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1 Padi-padian 0.5 778 49.09 24.5
2 Umbi-umbian 0.5 214 13.50 6.8
3 Hewani 2.0 149 9.40 18.8
4 Minyak / Lemak 1.0 123 7.76 7.8
5 Kacang-kacangan 2.0 28 1.77 3.5
6 Buah / Biji berminyak 0.5 153 9.65 4.8
7 Gula 0.5 65 4.10 2.1
8 Sayur-sayuran dan buah-
buahan 2.0 75 4.73 9.5
Jumlah 1585 100% 77.8