Post on 03-Jul-2015
MAKALAH
“Pemahaman Hukum Islam”
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Studi Hukum Islam
Penyusun :
Amalia Saraswati Ilmi (B76213056)
Faizal Abdi (B96213099)
Nur Alfiyatur Rochmah (B06213037)
Kelas :
Ilmu Komunikasi 2-F4
Dosen Pengampu :
Drs. Syahroni Ahmad Jaswadi, M. Ag
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan karunia
Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah untuk bahan mata kuliah Studi Hukum Islam ini.
Dalam makalah ini kami sebagai penulis sekaligus penyusun menyajikan persoalan mengenai
“Pemahaman Hukum Islam”.
Walaupun sudah berusaha semaksimal mungkin, namun kami menyadari bahwa makalah ini
masih banyak terdapat kekurangan. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang sifat nya
membangun demi kesempurnaan penulisan untuk masa yang akan datang.
Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami penulis maupun
para pembaca serta dapat menambah wawasan tentang Pemahaman Hukum Islam
Surabaya, 16 Maret 2014
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di dalam kepustakaan hukum Islam berbahasa inggris, Syari’at Islam diterjemahkan
dengan Islamic Law, sedang Fikih Islam diterjemahkan dengan Islamic Jurispudence. Di dalam
bahasa Indonesia, untuk syari’at Islam, sering, dipergunakan istilah hukum syari’at atau hukum
syara’ untuk fikih Islam dipergunakan istilsh hukum fikih atau kadang-kadang Hukum Islam.1
Ungkapan bahwa hukum Islam adalah hukum suci, hukum Tuhan, syariah Allah, dan
semacamnya, sering dijumpai. Juga demikian yang beranggapan bahwa hukum Islam itu pasti
benar dan diatas segala-galanya, juga tidak jarang kita dengar. Disini tampak tdak adana kejelasan
possi dan wilayah antara istilah hukum Islam dan syariah Allah dalam arti konkritnya adalah
wahyu yang murni yang posisinya diluar jangkaan manusia.
Pengkaburan istilah antara hukum islam, hukum syar’i / syari’ah, atau bahkan syari’ah
Islam, pada hakikatnya tidak ada masalah. Namun pengkaburan esensi dan posisi antara hukum
Islam yang identik dengan fiqh, karena merupakan hasil ijtihad tadi, dengan syari’ah yang identik
dengan wahyu, yang berarti diluar jangkauan manusia, adalah masalah besar yang harus
diluruskan dan diletakkan pada posisi yang seharusnya.
Sumber utama hukum islam adalah al-qur’an, maka hukum islam berfungsi sebagai pemberi
petunjuk, pemberi pedoman dan batasan terhadap manusia. Jika sesuatu itu haram, maka hukum
islam berfungsi sebagai pemberi petunjuk bahwa hal tersebut tidak boleh dikerjakan, sebaliknya
jika sesuatu itu wajib maka haruslah dikerjakan.. dengan istilah lain ketentuan hukum islam itu
berarti hasil ijtihad fuqaha dalam menjabarkan petunjuk dari wahyu itu. Namun yang terjadi
selama ini seolah-olah hukum islam itu merupakan seperangkat aturan dan batasan yang sudah
mati, sehingga selalu terkesan pasif. Akhirnya hukum islam menimbulkan kesan menakutkan bagi
masyarakat sekitarnya, padahal hukum islam itu harus bersifat aktif sesuai dengan pendapat Abu
Hanifah adanya istilah ma’rifat (mengetahui) dimana kalimah tersebut memberi inspirasi untuk
aktif tidak terlambat memberi ketentuan hukum islam, jika muncul kasus baru. Batasan-batasan
tersebut dalam ilmu hukum disebut sebagai fungsi sosial control.
Berangkat dari masalah tersebut penuls akan mengkaji dan membahas Hukum Islam , Syariat
dan Fiqh karakter dan tantangannya.
1 Maksun Faiz, Konstitusionaisasi Hukum Islam Dalam Sistem Hukum Nasional, membedah Peradilan Agama, PPHIM
Jawa Tengah, Semarang, 2001, hlm. 171
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Syari’ah Islam ?
2. Apa yang dimaksud dengan Fikih Islam ?
3. Apa yang dimaksud dengan Hukum Islam ?
4. Apa hubungan antara ketiganya ?
C. Tujuan
1. Mengetahui maksud dari Syari’ah Islam
2. Mengetahui maksud dari Fikih Islam
3. Mengetahui apa yang dinaksud dengan Hukum Islam
4. Mengetahui dan memahami keterkaitan dari ketiga hukum tersebut
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Syari’ah Islam
Secara bahasa syariah mempunya arti tempat keluarnya air minum. Menurut M. Ali At
Tahanuwi syariah merupakan hukum Allah SWT yang ditetapkan untuk hamba-Nya yang
disampaikan kepada para Nabi atau Rasul-Nya, baik yang berhubungan dengan amaliyah, hukum
ini dimasukkan ke dalam ilmu fiqih, maupun hukum yang berhubungan dengan akidah dan
dimasukkan ke dalam ilmu kalam atau tauhid.2
Beberapa ayat al-Quran seperti as-Syura’ : 13 menyebutkan lafal syariah yang bermakna
ad-din (agama) dalam makna totalitasnya yang mnunjukkan pengertian bahwa syariah Islam
adalah jalan yang lurus, yang akan mengantarkan manusia pada keselamatan dan kesuksesannya
di dunia dan di akhirat.
Makna pertama adalah agama, yaitu apa-apa yang Allah tetapkan untuk hamba-hamba-
Nya dan mengutus utusan dengan kitab-kitab untuk menyampaikannya dan untuk menunjukkan
manusia kepada kebaikan akhlak, muamalah dan dalam hubungan dengan Sang Pencipta. dengan
makna ini, syariah bermakna agama secara keseluruhan yang mencakup dasar dan bagian-
bagiannya. sebagaimana firman Allah (QS.As-Syura 13): ينا به إبراهيم وموسى ين ما وصى به نوحا والذي أوحينا إليك وما وص عيى و شرع لكم من الد
قوا فيه كبر عل ين ول تتفر أن أقيموا الد يجتبي إل يه من يشا ى المشركين ما تدعوهم إليه الل
ويهدي إليه من ينيب
"Dia telah mensyari'atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada
Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada
Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah
tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya.
Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada
(agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya)."
Semula, syariah diartikan dengan agama, yang pada akhirnya ditujukan khusus untuk
praktek agama. Penunnjukkan ini dimaksudkan untuk membedakan antara agama dan syari’ah.
Menurut Thabari, pemakaian kata syari’ah dikhususkan untuk hal-hal yang menyangkut
kewajiban, sanksi hukum, perintah dan larangan. Ia tidak memasukkan akidah serta hikmah dan
kesan keagamaan ke dalam syari’ah. Dalam perkembangan selanjutnya, kata syari’ah digunakan
untuk menunjukkan hukum-hukum islam, baik yang ditetapkan langsung oleh Al-Qur’an dan
sunnah, maupun yang telah dicampuri oleh pemikiran manusia.3
Sumber-Sumber Syariah
2 Tim MKD UIN Sunan Ampel Surabaya, Studi Hukum Islam, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2013), hal 36-37.
3 Ibid, hal 37
Al-Qur’an, kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, dan merupakan
Undang-Undang yang sebagian besar berisi hukum-hukum pokok.
Al-Hadist (As-Sunnah), sumber hukum kedua yang memberikan penjelasan dan rincian
terhadap hukum-hukum Al-Qur’an yang bersifat umum.
Ra’yu (Ijtihad), upaya para ahli mengkaji Al-Qur’an dan As-Sunnah untuk menetapkan
hukum yang belum ditetapkan secara pasti dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Klasifikasi Syariah
Syariah dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Wajib (Ijab), yaitu suatu ketentuan yang menurut pelaksanaannya, apabila dikerjakan
mendapat pahala, dan apabila ditinggalkan mendapat dosa.
Haram, yaitu suatu ketentuan apabila ditinggalkan mendapat pahala dan apabila dikerjakan
mendapat dosa. Contohnya : zinah, mencuri, membunuh, minum-minuman keras, durhaka
pada orang tua, dan lain-lain.
Sunnah (Mustahab), yaitu suatu ketentuan apabila dikerjakan mendapat pahala dan apabila
ditinggalkan tidak berdosa.
Makruh (Karahah), yaitu suatu ketentuan yang menganjurkan untuk ditinggalkannya suatu
perbuatan; apabila ditinggalkan mendapat pahala dan apabila dikerjakan tidak berdosa.
Contohnya : merokok, makan bau-bauan, dan lain-lain.4
Prinsip Syariah
Dilandasi iman ikhlas
Membentuk kesejahteraan manusia
Ketentuan pelaksanaannya diserahkan kepada manusia.
Karakteristik Syariah
Bersifat rabbaniyah dan diniyyah
Mencerminkan kesucian syariah, dan rasa cinta dan penghargaan terhadapnya.
Menghormati dan mentaati hukum ijtihad dan peraturan negara.
Membentuk akhlak dan moral
Syariah memelihara hubungan masyarakat, menjaga nilai-nilai luhur masyarakat, dan
manjujung tinggi nilai-nilai akhlak.
Bersifat realistis
Syariah diturunkan Allah sesuai kejadian yang dialami manusia, menetapkan qishas bagi
pembunuh secara sengaja, dan prinsip keadilan lainnya. Penerapan hukum secara bertahap
dan berproses Misalnya mengenai haramnya hamr.
Ruang Lingkup
4 H. A. Qodri A.Azizy, Transformasi Fiqh dalam Hukum Nasional, membedah Peradilan Agama, PPHIM Jawa Tengah,
Semarang, 2001, hlm.99.
Syariah terdiri atas ibadah mahdhoh dan ibadah ghairu mahdhah. Ibadah mahdhah terdiri
atas: Syahadat, shalat, zakat, puasa, dan haji. Ibadah ghairu mahdhah terdiri atas hubungan
manusia dengan manusia lain, dengan dirinya sendiri dan dengan alam sekitar. Ibadah ghairu
mahdhah seperti: perkawinan, perwalian, warisan, wasiat, hibah, tijarah, perburuhan, koperasi,
sewa menyewa, pinjam meminjam, pemerintahan, hubungan antar bangsa, dan hubungan antar
golongan.
Dalam menjalankan syariah Islam, beberapa yang perlu menjadi pegangan :
Berpegang teguh kepada Al-Quran dan Sunah menjauhi bid'ah (perkara yang diada-adakan)
Syariah Islam telah memberi aturan yangjelas apa yang halal dan haram, maka Tinggalkan
yang subhat (meragukan),ikuti yang wajib, jauhi yang harap, terhadap yang didiamkan jangan
bertele-tele.
Syariah Islam diberikan sesuai dengan kemampuan manusia, dan menghendaki kemudahan.
Sehingga terhadap kekeliruan yang tidak disengaja & kelupaan diampuni Allah, amal
dilakukan sesuai kemampuan
Hendaklah mementingkan persatuan dan menjauhi perpecahan dalam syariah. Syariah harus
ditegakkan dengan upaya sungguh-sungguh (jihad) dan amar ma'ruf nahi munkar
Perkara yang dihadapi umat Islam dalam menjalani hidup beribadahnya kepada Allah itu
dapat disederhanakan dalam dua kategori, yaitu apa yang disebut sebagai perkara yang termasuk
dalam kategori Asas Syara’ dan perkara yang masuk dalam kategori Furu’ Syara’.
Asas Syara’
Yaitu perkara yang sudah ada dan jelas ketentuannya dalam Al Quran atau Al Hadits.
Kedudukannya sebagai Pokok Syari’at Islam dimana Al Quran itu Asas Pertama Syara’ dan Al
Hadits itu Asas Kedua Syara’. Sifatnya, pada dasarnya mengikat umat Islam seluruh dunia
dimanapun berada, sejak kerasulan Nabi Muhammad saw hingga akhir zaman, kecuali dalam
keadaandarurat.
Keadaan darurat dalam istilah agama Islam diartikan sebagai suatu keadaan yang
memungkinkan umat Islam tidak mentaati syari’at Islam, ialah keadaan yang terpaksa atau dalam
keadaan yang membahayakan diri secara lahir dan batin, dan keadaan tersebut tidak diduga
sebelumnya atau tidak diinginkan sebelumnya, demikian pula dalam memanfaatkan keadaan
tersebut tidak berlebihan. Jika keadaan darurat itu berakhir maka segera kembali kepada
ketentuan syari’at yang berlaku
Furu’ Syara’
Yaitu perkara yang tidak ada atau tidak jelas ketentuannya dalam Al Quran dan Al Hadist.
Kedudukannya sebaga Cabang Syari’at Islam. Sifatnya pada dasarnya tidak mengikat seluruh
umat Islam di dunia kecuali diterima Ulil Amri setempat menerima sebagai peraturan atau
perundangan yang berlaku dalam wilayah kekuasaanya.
Perkara atau masalah yang masuk dalam furu’ syara’ ini juga disebut sebagai perkara
ijtihadiyah.
Dasar-Dasar Penetapan Syari’ah Islam
Terdapat empat hal yang menjadi dasar penetapan hukum syariah, yaitu :
Tidak Memberatkan dan Tidak Banyaknya Beban.
Berangsur-angsur dalam Penentuan Hukum.
Sejalan dengan Kebaikan Orang Banyak.
Dasar Persamaan dan Keadilan.
B. Pengertian Hukum Islam
Menurut bahasa “hukm” berarti halangan, keputusan, dan pemisahan. Menurut istilah
hukum didefinisikan secara berbeda oleh para ulama Sunni dan Mu’tazilah. Bagi ulama Sunni
hukum ialah “titah Allah yang berkaitan dengan orang yang berakal dan dewasa melalui tuntutan
(al-iqtidla’), pilihan (al-takhyir), dan penentuan sebab, syarat dan penghalang hukum (al-wadl’).
Sedangkan menurut ulama Mu’tazilah “ sesuatu yang ditetapkan oleh Allah dalam bentuk
perbuatan yang sesuai dengan apa yang ada dalam sifat akal, karena teks Al-Quran dan Al-
Sunnah berfungsi sebagai pembuka rahasia hukum dan akal bebas untuk mendapatkannya. Oleh
karena itu hukum islam adalah hukum perundang-undangan Islam.5
Hukum islam adalah Kumpulan daya upaya para ahli hukum untuk menetapkan syari’at
atas kebutuhan masyarakat. Istilah hukum islam walaupun berasal dari bahasa Arab yaitu
terjemahan dari Fiqih Islam atau syari’at Islam yang bersumber kepada al-Qur’an As-Sunnah dan
Ijmak para sahabat dan tabi’in. Hukum islam dihasilkan untuk mewujudkan kemaslahatan dan
kemajuan umat.6
Tujuan hukum islam adalah untuk memberikan kemaslahatan bagi manusia dan
mencegah kemadharatan, mengarahkan kepada kebenaran, unutk menuju kebahagiaan dunia dan
akhirat.
Fungsi dan Tujuan
Menegakkan kemaslahatan dan menolak kemafsadatan.
Menyeimbangkan kepentingan individu dengan kepentingan masyarakat.
Menegakkan nilai-nilai kemasyarakatan
Klasifikasi Hukum Islam
1. Bidang Ibadah (Ritual)
Kata ‘ibadah (عبادة) berasal dari tiga huruf asal, yaitu: ‘ain, ba’ dan dal. Dari ketiga
huruf ini, lahir beberapa makna, antara lain: pengabdian, penyembahan, ketaatan, merendahkan
5 Hasby ash Shiddieqy, 1974, Falsafah Hukum Islam, Bulan Bintang, Jakrta, hlm. 44
6 Ibid., hlm. 44
diri dan doa. Makna-makna ini menunjukkan sikap dan perbuatan dari pihak paling rendah
kepada pihak paling tinggi. Pihak paling rendah ini berada daalam kuasa pihak paling tinggi.
Inilah gambaran dari kdudukan manusia dan makhluk lainnya yang berada dalam kuasa Allah
Tuhan yang Maha kuasa karenanya, sangat tidak wajar bila manusia tidak tunduk dan ,عزوجل
patuh kepada perintah Allah SWT. Sesungguhnya Allah tidak membutuhkan kepatuhan dan
pengabdian tersebut.
Menurut hukum islam, Ibadah dibagi dalam dua bentuk. Bentuk pertama adalah ibadah
dalam pengertian yang luas. Dalam hal ini, sikap dang tindakan manusia ditunjukkan untuk
tunduk kepada Allah SWT. Boleh jadi, mannusia berhubungan dengan sesama manusia, namun
hubungan ini dimaksudkan sebagai ibadah kepada Allah SWT.
Bidang Mu’amalah (Sosial) Ada lima level kategori hukum islam dalam penerapannya.
Pertama, hukum privat seperti hukum nikah, cerai, wakaf, dan sodaqoh. Kedua, aturan masalah
ekonomi, seperti perbankan dan bisnis lainnya. Ketiga, praktik keagamaan dalam arena public
seperti keharusan perempuan memakai jilbab, larangan minum alcohol, judi dan praktik
kehidupan lain yang tidak sesuai dengan standar moral islam. Keempat, kriminal islam, seperti
hudud. Kelima, menggunakan islam sebagai dasar Negara.7
2. Bidang Mu’amalah (Sosial)
Ada lima level kategori hukum Islam dalam penerapannya :
a. Hukum Privat seperti hukum nikah, cerai, wakaf dan sodaqah.
b. Aturan masalah ekonomi seperti perbankan, dan bisnis lainnya.
c. Praktik keagamaan dalam arena publik seperti keharusan perempuan memakai jilbab,
larangan minum alkohol, judi dan praktik kehidupan lain yang tidak sesuai dengan standar
moral Islam.
d. Kriminal Islam seperti hudud.
e. Menggunakan Islam sebagai dasar negara.
Selain hubungan manusia dengan Allah , manusia juga memiliki hubungan dengan makhluk
Allah, hubungan ini disebut mu’amalah. Seperti hubungan antar manusia, hubungan manusia
dengan hewan, hubungan manusia dengan tumbuh-tumbuhan serta alam semesta. Semua
terfokus kepada manusia maka hukum Islam bersifat Antroposentris8.
Dibidang sosial hukum Islam juga memberikan petunjuk prinsip maupun teknis. Petunjuk
prinsip bersifat universal , seperti keadilan, musyawarah, persamaan derajat dan sebagainya.
Petunjuk teknis hanya dikemukakan untuk beberapa kasus seperti, pembagian harta pusaka,
beberapa ketentuan dalam pernikahan, dan beberapa sanksi kasus pidana.
7 Arseka Salim dan Azyumardi Azra (ed.), Shari’a and politics in Modern Indonesia (Singapore: ISEAS, 2003), hal 11.
8 Tim MKD UIN Sunan Ampel Surabaya, Studi Hukum Islam, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2013), 56
C. Pengertian Fikih Islam
Menurut bahasa kata Fiqh berarti “mengetahui sesuatu dan memahaminya dengan baik”.
Menurut para ulama seperti al-Jurjani “hukum-hukum syariat yang menyangkut praktek
keagamaan (amaliyah) dengan dalil-dalilnya yang terperinci (tafshili). :
Fikih tetap bukan hukum syariat. Fikih adalah hasil ijtihad yang dicapai oleh seseorang
pakar dalam usahanya menemukan hukum Tuhan. Fikih merupakan intepretasi terhadap hukum
syariat.Sifat intepretasi ini merupakan dugaan/hipotesis sehingga fikih bisa terikat dengan situasi
dan kondisi serta senantiasa berubah seiring dengan perubahan waktu dan tempat.
Semua hukum yang terdapat dalam fiqih Islam kembali kepada empat sumber:
1. Al-Qur’an : kalamullah yang diturunkan kepada Nabi kita Muhammad untuk menyelamatkan
manusia dari kegelapan menuju cahaya yang terang benderang. Ia adalah sumber pertama bagi
hukum-hukum fiqih Islam. Jika kita menjumpai suatu permasalahan, maka pertamakali kita
harus kembali kepada Kitab Allah guna mencari hukumnya
2. As-Sunnah : semua yang bersumber dari Nabi berupa perkataan, perbuatan atau persetujuan.
3. Ijma’ : Kesepakatan seluruh ulama mujtahid dari umat Muhammad SAW dari suatu generasi
atas suatu hukum syar’i, dan jika sudah bersepakat ulama-ulama tersebut baik pada generasi
sahabat atau sesudahnya akan suatu hukum syari’at maka kesepakatan mereka adalah ijma’,
dan beramal dengan apa yang telah menjadi suatu ijma’ hukumnya wajib. Dan dalil akan hal
tersebut sebagaimana yang dikabarkan Nabi shollallahu’alaihiwasallam, bahwa tidaklah umat
ini akan berkumpul (bersepakat) dalam kesesatan, dan apa yang telah menjadi kesepakatan
adalah hak (benar).
4. Qiyas : Mencocokan perkara yang tidak didapatkan di dalamnya hukum syar’i dengan perkara
lain yang memiliki nash yang sehukum dengannya, dikarenakan persamaan sebab/alasan
antara keduanya. Pada qiyas inilah kita meruju’ apabila kita tidak mendapatkan nash dalam
suatu hukum dari suatu permasalahan, baik di dalam Al Qur’an, sunnah maupun ijma’
.
D. Hubungan antara Syari’ah, Fikih dan Hukum Islam
Keterkaitan dari ketiganya adalah sama-sama memiliki hukum yang telah ditetapkan oleh
Allah SWT pada bidang masing-masingnya. Tujuan dan pelaksanaannya adalah untuk bertauhid
kepada Allah.
Hal ini membuktikan Islam bukan saja mengatur aspek spiritual yaitu hubungan vertical
manusia dengan tuhan saja yaitu beribadah. Akan tetapi, mencakup politik dan aspek duniawi.
Aspek duniawi, tak bias di abaikan karena dari sanalah ahlaq itu timbul dan dapat dilihat. Ketika
saudagar berniaga sesuai hukum muamalat. maka dari cara dia berdagang akan kelihatan ahlak
muamalatnya. Artinya dia membawa Allah ditempat dia berniaga.
Menempatkan syariat dalam fiqh dan bermua’amalat pun sangat penting. Karena, syariat
adala sesuatu yang memang diperintahkan allah. Sedangkan dalam fiqh hanya memperjelas suatu
pikiran dan mazhab tertentu.9
E. Peranan Akal dan Wahyu dalam Hukum Islam
1. Wahyu Diatas Akal
Perbandingan wahyu dan akal berarti perbandingan Allah dan manusia, tentu saja
perbandingan yang tidak seimbang atau tidak bisa dibandingan sama sekali. Wahyu pasti benar
(kebenaran mutlak), dan akal belum tentu benar (kebenaran relatif/nisbi).
Wahyu itu tunggal sedangkan akal beragam, akal manusia berbeda antara satu dengan
yang lain. Namun manusia selalu mencari kebenaran atas pemikirannya, semakin banyak
dukungan dari akal yang lain maka posisi pemikiran tersebut semakin kuat, karena melibatkan
manusia yang lain maka kebenaran ini disebut kebenaran sosiologis.
Imam Syafi’i menyatakan bahwa Kebenaran itu tunggal (al-haqq wahid).
2. Akal di Atas Wahyu
Asumsi dasar peranan akal adalah kesejerahan manusia, peranan penting dalam perubahan
sosial adalah akal manusia. Akal memiliki hukum logika dalam menemukan kebenaran hukum.
Setidaknya ada empat teori kebenaran akal :
a. Teori Korespondensi
Sesuatu itu dianggap benar apabila sesuai dengan fakta atau realitas.
b. Teori Koherensi
Melihat kebenaran dari konsistensi suatu pernyataan dengan kebenaran sebelumnya.
c. Teori Pragmatisme
Memandang kemanfaatan sebagai ukuran kebenaran.
d. Teori Performatif
Suatu pernyataan dianggap benar kalau pernyataan itu menciptakan realitas.
Kaum rasionalis menggunakan metode rasional untuk menjawab kasus hukum yang tidak
ditemukan jawabannya dalam Al-Quran. Dengan begitu kaum rasionalis meyakini kebaikan dan
keutamaan akal. Pemikiran kaum diatas ridak lepas dari kelemahan yaitu relativitas kebenaran
hukum. Semua orang berhak dianggap benar (kullu mujtahid mushib).
9 http://wigunaharis.wordpress.com/2011/02/01/hukum-islam-syari%E2%80%99at-dan-fiq ih/ diakses 15 maret 2014,
pukul 18.35 wib
3. Keseimbangan Akal dan Wahyu
Dilihat dari sumbernya, akal dan wahyu sama-sama berasal dari Allah untuk menjadi
pedoman hidup umat. Begitu pula, pemikiran akal juga merupakan ilham yang diberikan Allah
kepada setiap manusia. Meski wahyu berada diatas akal, namun wahyu tidak menjelaskan semua
kehidupan secara terperinci. Penjelasan terperinci ini merupakan wilayah akal. Wahyu tidak bisa
dipahami tanpa peranan akal, tidak ada wahyu yang menyulitkan akal untuk memahaminya. Jika
ada pernyataan wahyu yang dianggap tidak masuk akal, maka hal yang benar adalah akal belum
mampu menjelaskannya.
Kebenaran akal juga sulit dipercaya tanpa ada wahyu, tujuan dari kebenaran adalah
kepercayaan. Asumsi diatas menunjukkan bahwa kedudukan wahyu dan akal adalah setara,
saling membutuhkan satu sama lain dan keduanya berasal dari satu sumber yaitu Allah swt. Jadi
keunggulan wahyu tergantung pada kejelasan maksud pernyataan wahyu. Semakin jelas suatu
pernyataan, wahyu semakin unggul atas akal. Semakin samar suatu pernyataan akal dapat lebih
dominan dibanding wahyu.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Syariah Islam إسالمية شريعة (Syariah Islamiyyah) adalah hukum atau peraturan Islam yang
mengatur seluruh sendi kehidupan umat Muslim. Selain berisi hukum dan aturan, syariat Islam
juga berisi penyelesaian masalah seluruh kehidupan ini. Maka oleh sebagian penganut Islam,
syariat Islam merupakan panduan menyeluruh dan sempurna seluruh permasalahan hidup
manusia dan kehidupan dunia ini.
Fikih adalah hasil ijtihad yang dicapai oleh seseorang pakar dalam usahanya menemukan
hukum Tuhan. Fikih merupakan intepretasi terhadap hukum syariat.Sifat intepretasi ini
merupakan dugaan/hipotesis sehingga fikih bisa terikat dengan situasi dan kondisi serta senantiasa
berubah seiring dengan perubahan waktu dan tempat
Hukum Islam adalah sesuatu yang ditetapkan oleh Allah dalam bentuk perbuatan yang
sesuai dengan apa yang ada dalam sifat akal, karena teks Al-Quran dan Al-Sunnah berfungsi
sebagai pembuka rahasia hukum dan akal bebas untuk mendapatkannya. Oleh karena itu hukum
islam adalah hukum perundang-undangan Islam.
Syariah merupakan syariat yang berasal dari Allah, kemudian para ulama berijtihad
sehingga muncullah Ilmu Fikih yang juga berpedoman pada Syariah, karena sifat Fikih berubah-
ubah (dinamis) mengikuti perkembangan jaman , waktu dan kondisi kemudian muncul Hukum
Islam yang lebih statis dan mengikat sehingga bisa dijalankan seluruh kalangan. Ketiganya saling
berkaitan karena ketiganya memilki fungsi yang saling berpengaruh satu sama lain.
DAFTAR PUSTAKA
Faiz, Maksun. Konstitusionaisasi Hukum Islam Dalam Sistem Hukum Nasional, membedah Peradilan Agama.
Semarang : PPHIM. 2001.
Tim MKD UIN Sunan Ampel Surabaya. Studi Hukum Islam. Surabaya: UIN Sunan Ampel Press . 2013.
Azizy, Qodry. Transformasi Fiqh dalam Hukum Nasional, membedah Peradilan Agama. Semarang : PPHIM
2001.
Ash Shiddieqy, Hasby. Falsafah Hukum Islam. Jakrta : Bulan Bintang. 1974.
http://wigunaharis.wordpress.com/2011/02/01/hukum-islam-syari%E2%80%99at-dan-fiqih/ diakses
15 maret 2014, pukul 18.35 wib.
Azra, Azyumardi dkk. Shari’a and politics in Modern Indonesia.Singapore: ISEAS. 2003.