Post on 02-Oct-2021
SEISMIK MULTIKOMPONEN DAN ANALISA AVO UNTUK
KARAKTERISASI FISIK PERMUKAAN BAWAH BUMI
OLEH
Ni Komang Tri Suandayani, SSi. MSi
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
TAHUN 2016
Lembar Pengesahan
Seismik Mukltikomponen Dan Analisa AVO Untuk
Karakterisasi Fisik Permukaan Bawah Bumi
Mengetahui Penulis
Dekan Fakultas MIPA UNUD
Drs Ida Bagus Made Suaskara, MSi Ni Komang Tri Suandayani, SSi.MSi
NIP 196606111997021001 NIP 197017121996032001
SEISMIK MULTIKOMPONEN DAN ANALISA AVO UNTUK
KARAKTERISASI FISIK PERMUKAAN BAWAH BUMI
ABSTRAK
Eksplorasi seismologi berkaitan erat dengan penggunaan gelombang elastis batuan untuk
pendeteksian deposit mineral ( hidrokarbon, air, reservoir gas, dll). Metode seismik refleksi
adalah metode yang paling sering digunakan.
Metode seismik refleksi dalam aplikasinya memanfaatkan dua macam gelombang, yaitu
gelombang P dan gelombang S (Vertikal dan Horisontal). Kedua tipe gelombang ini memiliki
kecepatan rambat yang berbeda dalam suatu medium yang sama. Informasi mengenai cepat
rambat tiap jenis gelombang ini dapat dimanfaatkan untuk menetralkan lapisan-lapisan bawah
permukaan.
Dalam pengembangannya, seismic refleksi membutuhkan metode-metode lain untuk
memperoleh analisa yang lebih akurat untuk pencitraan permukaan bawah bumi. Salah satu
metode yang telah dikembangkan adalah metode AVO ( Amplitude Variation with Offset ).
Metode AVO adalah metode yang digunakan untuk mempelajari karkteristik permukaan bawah
bumi dengan menganalisa perubahan nilai-nilai amplitude terhadap perubahan sudut datang dan
jarak offset dari suatu citra seismic. Pada makalah ini dilakukan pengolahan data seismic untuk
tiga jenis gelombang ( P, SH, dan SV ) hingga mencapai tahap migrasi dan analisa AVO dengan
interval sudut tertentu untuk tiap-tiap jenis gelombang tersebut.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Eksplorasi seismologi berkaitan erat dengan penggunaan gelombang elastis buatan untuk
pendeteksian deposit mineral( hidrokarbon, air, reservoir gas, dll). Eksplorasi seismologi
menyediakan data yang ketika digunakan bersama dengan metode geofisika lainnya,data lubang
bor dan data geologi akan memberikan informasi mengenai struktur dan distribusi tipe-tipe
batuan.
Metode seismic terbagi menjadi beberapa cara, tetapi pada umumnya hanya metode
seismik refraksi dan seismic refleksi (pantul) yang digunakan . Seismik refraksi seringkali
digunakan untuk eksplorasi permukaan bawah bumi yang dangkal, misalnya dalam pencarian
deposit material pertambangan (batu bara, emas, dll ).
Metode seismic pantul pada masa kini umumnya digunakan dalam eksplorasi
pendeteksian cadangan minyak bumi dan gas alam. Hal tersebut dikarenakan kemampuan
metode ini untuk mencitrakan permukaan bawah bumi hingga kedalaman beberapa kilometer.
Metode seismic pantul dalam aplikasinya memanfaatkan dua macam gelombang yaitu
gelombang P dan gelombang S. Gelombang P adalah gelombang yang merambat secara
longitudinal sedangkan gelombang S adalah gelombang yang merambat secara transversal.
Gelombang S berdasarkan arah perambatanmnya dapat dibedakan menjadi gelombang S
Vertikal(SV) dan gelombang S Horisontal (SH). Ketiga tipe gelombang ini memiliki kecepatan
rambat yang berbeda dalam suatu medium yang sama. Informasi mengenai cepat rambat tiap
jenis gelombang ini dapat dimanfaatkan untuk mencitrakan lapisan-lapisan bawah permukaan.
Pada metode seismic multikomponen ketiga jenis gelombang tersebut diatas yang dihasilkan dari
suatu sumber energy yang sama direkam secara serentak.
Dalam pengembangannya, seismic pantul membutuhkan metode-metode lain untuk
memperoleh analisa yang lebih akuirat dari pencitraan permukaan bawah bumi. Salah satu
metode yang telah dikembangkan adalah metode AVO (Amplitude Variation with Offset ).
Metode AVO selanjutmya digunakan untuk menganalisa anomaly seismic berkaitan dengan
model batupasir-gas, Kebutuhan akan metode ini disebabkan terutama karena ambiguitas
anomaly amplitude untuk membedakan antara anomaly akibat hidrokarbon dan anomaly akibat
efek litologi lainnya.
Metode AVO adalah salah satu metode yang digunakan untuk mempelajari karakteistik
permukaan bawah bumi dengan menganalisa perubahan nilai-nilai amplitude terhadap perubahan
sudut dating dan jarak offset dari suatu citra seismiK
1.1.1. Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis membatasi masalah sebagai penelitian sifat dan
karakterisasi fisik permukaan bawah bumi dengan menganalisa nilai kecepatan, amplitude
dan variasinya terhadap sudut dari datang gelombang P dan gelombang S.
1.2.Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah :
1. Melakukan perekaman data seismic
2. Melakukan pengolahan data seismic refleksi dan data AVO serta mencitrakan hasilnya
dalam bentuk penampang seismic.
3. Menginterpretasikan hasil pengolahan data seismic serta menganalisa sifat dan
karakteristik permukaan bawah bumi daerah pengukuran.
1.3.Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan sebagai berikut :
1. Pendahuluan, pada bab ini dibahas latar belakang dan perumusan masalah yang
memberikan gambaran umum mengenai seismic refleksi dan analisa AVO.
2. Teori Dasar, bab ini dibagi menjadi dua bagian yaitu, teori dasar seismic refleksi yang
berisikan definisi, penurunan persamaan dan konsep gelombang P dan S, yang kedua
adalah teori dasar analisa AVO yang berisikan definisi, penurunan pers maan dan
konsep analisa AVO.
3. Metode Akuisisi data, pada bab ini metode pengukuran yang digunakan serta kondisi
topologi daerah pengukuran menjadi pembahasan utama.
4. Pengolahan data, pada bab ini dibahas tahap-tahap pengolahan data seismic besera
asumsi-asumsi yang digunakan serta hasil pencitraan data seismic tersebut.
5. Kesimpulan , pada bab ini akan dibahas kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini
BAB II
TEORI DASAR
II.I. Metode Seismik Refleksi
Teknik dasar seismic refleksi terdiri atas pembangkitan gelombang seismic dan
pemanfaatan waktu yang dibutuhkan oleh gelombang untuk merambat dari sumber energy
gelombang menuju sederetan penerima ( geofon) yang diatur sedemikian rupa sepanjang suatu
garis lurus mengarah kepada sumber energy. Dari informasi waktu tempuh gelombang mencapai
geofon dan kecepatan gelombang seismic. Informasi-informasi mengenai struktur diperoleh dari
analisa amplitude gelombang baik dari segi nilai maupun kontinyuitas amplitude antar tras.
II.I.I. Teori Perambatan Gelombang
Gelombang badan ( body wave ) adalah gelombang sinyal yang diprioritaskan dalam
eksplorasi seismic. Gelombang badan merambat dalam batuan bawah permukaan bumi sebagai
hasil dari sumber energy ( pukulan, vibroseis, ledakan, dan lain-lain ) yang terpantulkan saat
gelombang menyentuh lapisan dengan kontras impedansi yang berbeda.
Gelombang badan terdiri atas dua tipe gelombang. Tipe pertama dikenal sebagai
gelombang dilatasi, longituldinal, kompresional atau gelombang P, indeks diberikan berdasarkan
fakta bahwa gelombang ini biasanya tiba paling awal ( primary) pada perekaman seismic. Tipe
kedua dikenal sebagai gelombang geser ( shear), transversal, rotasional atau gelombang S, indeks
diberikan berdasarkan fakta bahwa gelombang S tiba belakangan dalam perekaman seismic (
secondary ).
Gelombang P menggerakkan partikel tanah searah dengan arah perambatan gelombang.
Gelombang S menggerakkan partikel tanah tegak lurus arah perambatan gelombang. Jika
gelombang P merambat tanpa membangkitkan gelobang S, maka gelombang tersebut disebut
sebagai gelombang akustik. Jika gelombang P merambat dan membangkitkan gelombang S,
maka gelombang ini disebut sebagai gelombang elastis.
II.1.2. Persamaan Rambat Gelomiibang
Gelombang yang berada dalam keadaan tidak teredam dapat dinyatakan dengan
persamaan sebagai berikut :
2 =
(2.1)
Dengan
= i
+ j
+ k
(2.2)
Persamaan rambat gelombang P dan S dapat diturunkan dari Hukum Hooke yang
menyatakan hubungan antara stress (gaya persatuan luas) dan strain (perubahan dimensi)
sebagai:
ii = ᵡ + 2 (2.3)
= ( )
Dalam persamaan di atas I,j = x, y, z sedangkan ᵡ dan dikenal sebagai konstanta Lame.
Konstanta didefinisikan sebagai kemampuan menahan strain geser, sehingga seringkali
disebut sebagai modulus geser. Adalah perubahan volume sebagai akibat dari tekanan :
+
+
Persamaan (2.3) menyatakan hubungan antara stress ( ) dan strain ( ) pada
keadaan satu arah sedangkan persamaan (2.4) menyatakan hubungan stress dan strain yang
saling tegak lurus. Dalam gambar 2.1 diperlihatkan hubungan antara stress dan strain.
Gambar 2.1 Penggambaran Stress dan strain yang ditimbulkan oleh tekanan
Dalam hokum Newton, gaya (F) pada suatu benda setara dengan massa bendehubungan a
(M) dikalikan percepatannya (a). F = M. a. Sehubungan dengan pergeseran (u) sebagai akibat
dari tekanan sepanjang sumbu-x, hokum Newton tersebut diungkapkan sebagai berikut :
= ( ᵡ + )
+ (2.5)
Dimana P adalah massa jenis bahan. Sehubunmgan dengan tekanan dalam arah sumbu y dengan
pergeseran v :
= (ᵡ + )
+ (2.6)
Dan dalam arah sumbu-z dengan pergeseran w :
= (ᵡ + )
+ (2.7)
Jika persamaan (2.5) didiferensialkan terhadap s, persamaan (2.6) didiferensikan
terhadan persamaan (2.7) terhadap z lalu dijumlahkan akan didapat
= (ᵡ + 2 ) (2.8)
Persamaan (2.8) adalah persamaan untuk gelombang P karena beroperasi pada arah
sejajar (searah) dengan komponen gaya. Jika persamaan (2.8) dibandingkan dengan persamaan
gelombang umum (2.1), maka akan diperoleh perumusan kecepatan rambat gelombang P, yaitu :
V =
(2.9)
Dimana ᵡ adalah konstanta Lame dan adalah massa jenis.
Selanjutnya, sehubungan dengan gerak puntir diperoleh persamaan :
= (2.10)
Dimana , yang menyatakan vector sudut puntir. Persamaan (2.10) ini disebut juga
sebagai persamaan gelombang S karena gelombang merambat dengan gerakan memutar (curl).
Makna fisis gerakan curl dari persamaan (2.10) diilustrasikan oleh gambar 2.2
Gambar 2.2 Arah gerak rambat gelombang S dan pola gerakan partikel sesuai dengan
persamaan gelombang S
Dengan membandingkan persamaan (2.10) dan persamaan gelombang umum (2.1)
maka diperoleh kecepatan gelombang S, yaitu :
Ѵs =
(2.11)
Dimana adalah modulus geser dan adalah massa jenis . Berdasarkan persamaan ini,
gelombang S tidak dapat merambat pada medium cair maupun udara karena cairan dan udara
mempunyai modulus geser bernilai nol.
II.1.3. Konsep Gelombang S
Gelombang S memiliki peran penting dalam karakterisasi reservoir karena beberapa
sifatnya yang khas. Gelombang S disebut juga sebagai gelombang dipol ( dipole wave ),
sedangkan gelombang P sering disebut sebagai gelombang monopol. Karena karakter pergerakan
memuntir dari partikelnya yang tegak lurus terhadap arah rambatnya, gelombang S dapat
digunakan untuk mengkarakterisasi adanya rekahan (fracrure), dan kandungan fluida dalam
sebuah reservoir. Gelombang S juga dimanfaatkan dalam teknologi well logging dengan
gelombang sonic yang lebih dikenal sebagai DSI ( Dipole Sonic Imaging ).
Gelombang S terbagi dalam dua jenis berdasarkan arah pergerakan partikelnya, yaitu
gelombang SV (vertical) dan SH (horizontal). Gelombang S vertical didefinisikan sebagai
gelombang S dengan pergerakan partikel yang vertical terhadap pemantul, sedangkan gelombang
S horizontal didefinisikan sebagai gelombang S yang pergerakan partikelnya horizontal terhadap
pemantul.
Gambar 2.3 mengilustrasikan pola rambat gelombang SH dan SV. Gelombang SH sejajar
terhadap pemantul, sedangkan gelombang SV tegak lurus terhadap pemantul. Garis
silang menandakan gerakan menjauhi pengamat dan titik hitam menandakan
gerakan menghampiri pengamat.
II.2. AMPLITUDE VARIATION WITH OFFSET ( AVO )
Ketika suatu gelombang seismic kompresi P melewati suatu batas lapisan
bawah permukaan yang memiliki kontras impedansi, maka sebagian energy akan dipantulkan,
sebagian akan diteruskan ( dibiaskan ) dan sebagian lagi akan terkonversi menjadi gelombang
geser S yang diteruskan dan dipantulkan.
Variasi amplitude trhadap offset dari gelombang P yang dipantulkan
tergantung pada hubungan antara koefisien refleksi gelombang P dan S yang dipantulkan. Jika
koefisien refleksi untuk gelombang P dan S sebanding, maka amplitude akan menurun terhadap
offset, namun jika koefisien refleksi untuk gelombang P jauh lebih besar dari koefisien refleksi
untuk gelombang S, maka amplitude akan naik terhadap meningkatnya offset. Fenomena ini
kemudian dijadikan suatu teknik untuk mempelajari karakteristik reservoir. Teknik ini disebut
sebagai Amplitude Versus Angle of incidence (AVA) atau yang lebih dikenal sebagai Amplitude
Versus Offset ( AVO ).
Fenomena ini dapat digunakan untuk mendeteksi adanya kandungan
hidrokarbon pada lingkungan pengendapan tertentu. Dasar yang digunakan dalam AVO anomaly
untuk melihat zona hidrokarbon adalah adanya perubahan sifat rigiditas yang kecil, sementara
modulus Bulk mengalami penurunan secara drastic.
II.2.1. Hubungan Poisson’s Ratio dengan Batas Perlapisan
Terdapat tiga parameter elastis pada dua medium yang berbatasan, yaitu :
1 Kontras kecepatan gelombang P
2. Kontras densitas
3. Kontras Poisson’s Ratio
Persamaan Poisson’s Ratio dituliskan sebagai beriklut:
ɚ=
(
)
(
)
(2.12)
Hal ini dapat dijelaskan dengan mengetahui bahwa kecepatan gelombang P akan menurun
drastic dengan adanya kehadiran hidrokarbon, sedangkan kecepatan gelombang S relative
tidak terpengaruh dengan kehadiran hidrokarbon, sehingga untuk lapisan yang mengandung
hidrokarbon , nilai Poisson’s rationya akan mengecil.
II.2.2. Reflektivitas Sebagai Fungsi Sudut Datang
Koefisien refleksi didefinisikan bernilai negative bila gelombang masuk dari
medium yang lebih padat ke medium yang kurang padat. Dengan menggunakan rumus
pendekatan dari Hilterman-Shuey (19850, dapat dihitung koefisien refleksi sebagai sudut
datang. Persamaan Hilterman-Shuey adalah sebagai berikut : (Castagna, 1993)
R( ) = Ro + ( AoRo +
( )) sin
2 (2.13)
Karena untuk sudut datang lebih kecil dari 300
harga tan = sin , :maka persamaan diatas
dapat dituliskan menjadi :
R( ) = Ro + ( AoRo +
( ) ) sin
2 (2.14)
Dimana Ro = koefisien refleksi pada pantulan tegak lurus
= selisih Poisson’s ratio antara medium 1 dengan medium 2
= sudut datang
II.2.3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Amplitudo
Secara skematis beberapa faktor yang dapat mempengaruhi amplitudo dapat dilihat
pada gambar berikut:
Gambar 2.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi amplitudo gelombang seismik (O’Doherty
dan Anstey, 1971).
Secara umum, faktor-faktor yang mempengaruhi amplitudo gelombang seismik
terbagi atas dua bagian , yaitu faktor alam dan faktor teknis.
1. Faktor alam : merupakan sifat-sifat gelombang seismic sebagai fenomena alam. Karena
amplitudo gelombang seismik sangat berkaitan erat dengan energinya, maka harga
amplitudonya juga akan dipengaruhi oleh adanya faktor pelemahan energi seismik,
seperti faktor spherical, faktor spreading, efek penyerapan dan hamburan dan
pemantulan dan pembiasan pada bidang batas. Selain itu terdapat juga faktor yang k
amplitudo sinyal seismik dapat menjadi lebih besar atau lebih kecil. Interferensi tidak
hanya disebabkan oleh multiple dan difraksi. Lapisan tipis juga dapat menghasilkan
interferensi gelombang yang dipantulkan oleh batas lapisan atas dan batas dasar lapisan
tipis tersebut. Interferensi akibat adanya lapisan tipis ini disebut sebagai efek tuning
(tuning effect).
2. Faktor teknis : mempengaruhi amplitudo gelombang seismik pada saat perekaman dan
dan pengolahan data. Susunan geophone, kedalaman titik tembak amplifier dan kopling
antara geophone dan tanah berpengaruh terhadap nilai amplitudo gelombang seismik
yang direkam. Pada saat pengolahan , banyak sub proses yang menyebabkan amplitudo
sinyal seismik berubah.
II.2.4. AVO Attribute
AVO Attribute Stack digunakan untuk menganalisa perubahan amplitudo dengan offset
atau sudut datang gelombang seismik. Sebelum analisa AVO Attribute Stack dilakukan, data
masukan harus berbentuk angle gather agar memenuhi persamaan Shuey. Karena itu data CDP
gather terlebih dahulu diproi suatu bidang batas antara dua medium elastik dapatses dengan
menggunakan analisa AVO gather melalui metode pelacakan sinar (ray tracing ) sehingga
diperoleh data angle gather.
Karakteristik attribute stack merupakan pencocokan linier dari amplitudo versus sudut
datang dengan menggunakan persamaan Zoeppritz yang telah disederhanakan oleh Shuey
(1985). Shuey menunjukkan bahwa untuk sudut datang yang lebih kecil dari sudut kritis, maka
amplitudo pantulan gelombang P dari suatu bidang batas antara dua medium elastik dapat
diperkirakan sebagai berikut :
Gambar 2.5. Percocokan linier untuk data AVO
Sehingga persamaan (2.24) dapat dituliskan sebagai berikut :
R( )
Dengan I = Intercept
G = Gradien
BAB III
METODE AKUSISI DATA
III.1. Akusisi Data
Akusisi data pada eksplorasi seismik merupakan tahapan terpenting diantara tahapan-
tahapan lainnya (prosesing dan interpretasi ), meskipun tiap-tiap tahap haruslah saling
mendukung. Tanpa akuisisi data yang baik tidak akan diperoleh gambaran bawah permukaa
Untuk dapat mengakuisisi data dengan benar perlu dilakukan desain arah penembakan,
presentasi fold maksimum dan fold minimum, desain array, desain lintasan dan kedalaman titik
bor untuk penembakan ( bila sumber energi yang digunakan adalah bahan eksplosif).
III.1.1. Metode Perekaman Data Seismik
Perekaman data seismik dilakukan dengan teknik end of line (off end) untuk keseluruhan
jenis geophone (P dan S). Pada teknnik off end, 24 geophone diletakkan sepanjang lintasan
pengukuran di permukaan tanah dan dihubungkan dengan kabel seismik pada suatu alat perekam
(seismogram). Seismogram ini kemudian dihubungkan dengan sebuah computer jinjing ( laptop).
Komputer dan piranti lunak didalamnya akan merubah bentuk rekaman seismik analog dari
seismograf menjadi bentuk digital yang dapat ditampilkan pada layar computer.
Tiga buah geofon terdiri atas satu buah geofon gelombang P dan dua buah geofon
gelombang S diletakkan dalam satu stasioun untuk menerima energi yang dikirim sumber secara
bersamaan, baik dari sumber gelombang P, sumber gelombang SV maupun sumber gelombang
SH. Konfigurasi peletakan geofon P dan S dibedakan dengan geofon P menghadap vertikal
permukaan bumi, sedangkan geofon S diletakkan menghadap sejajar lintasan pengukuran ( untuk
menerima gelombang SV ), dan tegak lurus lintasan pengukuran ( untuk gelombang SH ).
Gambar 3.1 Konfigurasi peletakan geofon dalam satu stasiun
Cara melakukan pukulan untuk perekaman tiap-tiap jenis gelombang disesuaikan
dengan konfigurasi peletakan geofone-geofon tersebut. Untuk memberi energy gelombang P,
palu dipukulkan vertical kea rah permukaan tanah ( gambar 3.2). Energi dari pukulan akan
ditangkap oleh keseluruhan jenis geofon.
Gambar 3.2 Konfigurasi pemukulan yang menghasilkan energi gelombang P.
Untuk memberi energi yang sesuai arah perambatan gelombang SV, pemukulan
dilakukan di ujung lintasan pengukuran dengan memukulkan palu kepada plat besi yang telah
ditanam kedalam tanah tegak lurus terhadap line. Pemukulan dilakukan dengan arah sejajar
lintasan pengukuran. Pemukulan dengan cara ini diharapkan dapat menghasilkan gelombang
yang merambat secara transversal dengani pemukulan yang arah pergerakan partikelnya vertical
terhadap bidang gelombang. Konfigurasi pemukulan yang menghasilkan energi gelombang SV
ini digambarkan oleh gambar (3.3)
Gambar 3.3 Konfigurasi pemukulan yang menghasilkan energi gelombang SV
Untuk memberi energy yang sesuai dengan arah perambatan gelombang SH,
palu dipukulkan kepada plat besi yang ditanamkan dalam tanah sejajar dengan lintasan
pengukuran. Pukulan dilakukan dengan arah tegak lurus lintasan pengukuran.
Gambar 3.4 Konfigurasi pemukulan yang menghasilkan energi gelombang SH
Pada penggunaan teknik off end, setiap penembakan diikuti dengan pergeseran titik
tembak beserta geofon dengan jarak yang tetap. Tujuan metode ini adalah untuk memperoleh
refleksi pada titik yang sama( common point) dan meningkatkan rasio sinyal terhadap noise.
Metode perekaman yang digunakan diilustrasikan pada gambar 3.5.
Gambar 3.5 Sketsa perekaman dengan teknik off end
Refleksi-refleksi pada titik kedalaman yang sama (common depth point) digunakan
untuk mencitrakan titik-titik pada suatu reflector beberapa kali. Informasi yang diperoleh ini
selajutnya digabungkan dalam tahapan prosesing. Teknik ini diharapkan dapat memperkuat
sinyal yang datang dari reflector-reflektor utama dan mengurangi atau menghilangkan sinyal-
sinyal yang tidak diinginkan, sehingga diperoleh rekaman yang baik. Perekaman common depth
point (CDP) dan pencerminannya di permukaan atau common mid point (CMP) diilustrasikan
pada gambar 3.6
Gambar 3.6 Perekama CDP / CMP
III.1.2.1. Lokasi dan Deskripsi Pengambilan Data
Pengambilan data dilakukan di daerah Lebak Siliwangi Daerah pengukuran
memiliki topologi permukaan yang rata terbentuk dari bahan tanah liat berpasir.
Perekaman data seismic dilakukan dengan menggunakan 24 geofon P dan geofon
S tipe 30 Hz (gambar 3.4) sebagai penerima dan dirkam oleh divais Seistronix 24 chanel (gambar
3.5). Lama perekaman sepanjang 500 ms dengan sampling rate 0.200 ms dan gain alat 24 dB.
Sumber gelombang yang digunakan adalah palu (5kg) dan plat besi sebagai landasan pukulan.
Prosedur penembakan dilakukan dengan metode end of line / off end dengan jarak antar geofon
2,5 m serta near offset sejauh 10 m.
BAB IV
PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA SEISMIK
Tujuan dari pengolahan data seismic adalah menghasilkan penampang seismic
dengan perbandingan sinyal terhadap bising ( noise) yang tinggi tanpa mengubah bentuk
kenampakan refleksi, sehingga dapat diinterpretasikan bentuk keadaan bawah bumi seperti apa
adanya.
Pengolahan data seismic pantul multikomponen ini dilakukan dengan menggunakan
perangkat lunak (software) Visual Sunt versi 5.4 produk dari perusahaan W-Geosoft Geophysical
Software untuk pengolahan data mentah dan software Hampson-Russel produksi Hampson-
Russel Software Service Ltd. Untuk pengolahan dan analisa AVO. Pengolahan data dilakukan di
ruang Prosesing Laboratorium Fisika Bumi, Institut Teknologi Bandung.
IV.1. Pengolahan Data Seismik
Data rekaman seismic yang diolah merupakan data digital yang direkam pada
pita magnetic, dalam format SEG-2. Polaritas yang digunakan adalah polaritas normal SEG.
Sebelum dilakukan analisa AVO, data harus diproses terlebih dahulu menjadi
data CDP/CMP gather sebagai pra kondisi analisa Amplitude Variation with Offset.
Secara umum , alur pengolahan data yang dilakukan dapat dilihat pada bagan
dibawah ini:
Gambar 4.1 Alur pengolahan data sistemik
IV.1.1. Konversi Format Data
Seismograf (dalam pengambilan data digunakan Seistronix) merekan data dalam
format SEG-2 atau SEG-Y ataupun format-format data lainnya. Software membaca format file
yang berbeda dengan yang digunakan oleh seismograf, oleh karena itu dilakukan pengubahan
dari format alat (SEG-2) kedalam bentuk SU (Seismik Unix).
Unix selain memberikan gambaran trace (tras) seismic, juga menuliskan ‘kandungan’ file
seismic tersebut yang berupa :
1 Header file
2 Header Trace
3 Nilai sampling
Header berisikan nilai-nilai yang dimiliki tiap tras yaitu parameter perekaman, geometri,
topografi, tras yang mati, dll.
IV.1.2. Input Geometri
Tahap ini digunakan untuk memberikan informasi geometri pengamnbilan
rekaman seismic di lapangan. Parameter-parameter yang dijadikan sebagai input adalah jarak
antar gefon, jarak antar penembakan, jarak near offset dan topografi lapangan. Rekaman yang
semula hanya berisikan nomor ID perekaman (FLDR) setelah melalui proses ini akan
menghasilkan rekaman dengan data penembakan, CDP dan jarak offset.
IV. 1.3.Pree-Processing
Preprocessing merupakan tahap untuk menyiapkan data lapangan untuk pengolahan
selanjutnya. Tahap ini berisikan pengolahan data shot gather yang akan diubah menjadi data
CDP/CMP gather.
Pada saat akuisisi data di lapangan seringkali terjadi hal-hal yang tidak diinginkan,
seperti pemasangan geofon yang terbalik, geofon yang tidak berfungsi, bising yang terlalu besar
dan pengaruh spread kabel. Kondisi lapangan juga mempengaruhi kualitas rekaman seismic,
seperti perbedaan titik ketinggian dan ketebalan lapisan lapuk. Untuk mengurangi pengaruh
rekaman yang buruk dilakukan proses- proses sebagai berikut :
. Pengeditan Tras : proses ini terdiri atas mute,kill dan reverse
Mute digunakan untuk menhilangkan gelombang linear (bising gelombang udara, gelombang
permukaan, gelombang refraksi) pada rekaman agar diperoleh refleKtor yang hiperbolik. Nilai-
nilai amplitude pada bagian tras. Yang dipotong ini akan bernilai nol. Untuk rekaman gelombang
P, mute dilakukan pada rentang waktu 0-22 ms untuk trace pertama dan 0-45 ms untuk trace ke
24.
Kill digunakan untuk mematikan tras yang penuh dengan bising berfrekuensi tinggi.
Reverse digunakan untuk membalikan polari tras.
. Koreksi Statik : proses ini dilakukan untuk menghilangkan pengaruh topografi,
ketebalan ;lapisan lapuk dan variasi kecepatan pada lapisan lapuk. Koreksi ini akan
menyebabkan seluruh titik tembak dan geofon berada pada posisi kedalaman (datum) yang sama,
biasanya digunakan ketinggian dpl (diatas permukaan laut).
. Filtering : proses ini berguna dalam memisahkan sebagian besar bising dari rekaman
seismic dan meningkatkan nilai rasio sinyal terhadap bising (S/N). Dengan melihat frekuensi dari
rekaman melalui analisa spectrum (gambar 4.2), dapat diperkirakan frekuensi bising dan
frekuensi sinyal.
Gambar 4.2 Analisa spectrum frekuensi
Proses filtering dapat dilakukan beberapa kali dan dapat dilakukan baik sebelum maupun setelah
stack.Pada pengolahan data seismic ini digunakan filter band pass. Ilustrasi pemfilteran band
pass dapat dilihat p ada gambar 4.3 dibawah ini
Gambar 4.3 Filter band pass
Untuk rekaman gelombang P, filter band pass dilakukan dengan batas frekuensi 20,40,70 dan 90
Hz ( gambar 4.4)
Untuk rekaman gelombang SH , filter band pass dilakukan dengan batas frekuensi 30,50,70,dan
100 Hz ( gambar 4.5)
Untuk rekaman gelombang SV, filter band pass dilakukan dengan batas frekuensi 30,50,70 dan
100 Hz ( gambar 4.6)
Gambar 4.4 Rekaman geloimbang P terfilter band pass
Gambar .4,5 Rekaman geloimbang SH terfilter band pass
rGambar .4.6 Rekaman geloimbang SV terfilter band pass
IV.1.4. Koreksi Normal Move Out
Koreksi Normal Move Out digunakan untuk menghilangkan efek jarak antara sumber
dengan penerima. Bila pengaruh offset ini dihilangkan, gelombang pantul terlihat seolah-olah
datang dalam arah vertical (arah normal), sehingga pada tampilan reflector akan tampak datar:
Koreksi ini diterapkan berdasarkan formulasi berikut :
t2(x) = t
2(0) +
(4.1)
atau
t(x) = √ ( )
Dengan mengurangi fungsi t(x) dari data lapangan dengan fungsint(0) akan diperoleh fungsi
koreksi waktu dimana :
t(x)NMO = t(x) – t(0) = t(0) (
( ) -1 )
Dengan t(x) = waktu tempuh sebenarnya
t(0) = waktu tempuh pada zero offset
x = jarak offset
Nilai waktu tempuh dari perhitungan diatas digunakan sebagai nilai input pada tahap
koreksi NMO. Proses koreksi NMO ini bias .dilakukan pada saat analisa kecepatan CVS maupun
setelah sorting/ CDP gather
Pada pengolahan data seismic wiilayah ini diambil waktu NMO pada 27 ms,
42ms,123ms, dan 160 ms dengan kecepatan NMO berturut-turut sebesar 1200m/s, 1400m/s,
2000m/s, dan 2200 m/s.
IV. 1.5. Analisa Kecepatan
Analisa kecepatan dilakukan untuk memperoleh nilai fungsi kecepatan yang tepat
agar sinyal-sinyal refleksi dari tras-tras seismic dalam satu titik pantul yang sama (CDP)
menjadi datar. Tahap pengolahan ini dilakukan berulang-ulang untuk menghasilkan fungsi
kecepatan yang tepat sehingga diperoleh gambaran bawah permukaan yang mendekati keadaan
sebenarnya.
Metode yang digunakan untuk analisa kecepatan untuk data daerah ini adal;ah
metode Constant Velocity Scan (CVS). Pada metode ini sejumlah tras dengan kecepatan yang
konstan akan ditambahkan pada data asli. Garis-garis reflector akan muncul pada beberapa
kecepatan tertentu beserta waktu keberadaan refreflectorrsebut. Data kecepatan dn waktu inilah
yang akan digunakan untuk proses penambahan tras (stack).
Gambar 4.7 Garis-garis reflector yang muncul dalam proses CVS
IV. 1.5. AVO Angle Gather
Untuk melakukan analisa AVO, diperlukan adanya batasan sudut pada CDP
gather. Proses AVO angle gather memberikan batasan sudut yang diinginkan untuk analisa AVO
selanjutnya. Data seismic yang digunakan dalam proses ini adalah data CDP gather yang telah
terkoreksi NMO. Pada kasus ini pembagian interval sudut pada tahap ini adalah 00- 10
0 , 10
0-20
0.
Batasan sudut diberikan hingga 200 dengan anggapan nilai sudut datang dibawah sudut kritis.
Tampilan angle gather gelombang P untuk interval sudut datang yang berbeda
dapat dilihat pada gambar 4.26 dan 4.27. Pada gambar menandakan munculnya fenomena AVO
pada tahap angle gather.
Gambar 4.8 Tampilan angle gather gelombang P dengan interval sudut datang 0o – 10
o
Gambar 4.9 Tampilan angle gather gelombang P dengan interval sudut datang 10o – 20
o
IV.1.6. AVO Attribute Volum
Proses ini digunakan untuk menganalisa perubahan amplitude dengan offset
atau sudut datang. Data yang digunakan untuk proses ini adalah data seismic angle gather.
Keluaran dari proses ini adalah atribut-atribut AVO yang digunakan dalam tahap interpretasi.
Atribut-atribut AVO yang dimaksud adalah :
1. Intercept (A) atau Normal Incidence
Atribut ini merupakan fungsi Impedansi Akustik dan dihasilkan dari ekstrapolasi trend
Gradient AVO data pre stack pada zero offset.
Intercept merupakan suku pertama dari persamaan Shuey (2.24)
R( ) R0 + ( A0R0 +
( ) ) sin
2
Intercept
2. Gradient (B)
Atribut ini dihasilkan dengan menggunakan persamaan inversi AVO. Gradien
menjelaskan perubahan amplitude terhadap offset atau sudut datang dari CDP gather.
Gradient merupakan suku kedua dari persamaan Shuey (2.24)
R( ) = R0 + ( A0R0 +
( ) ) sin2
Gradient
3. Product Gradient (A * B)
Product Gradient dihasilkan dari perkalian antara Normal Incidence dengan
Gradient. Pada penampang atribut ini, penambahan nilai amplitude terhadap sudut
datang akan diplot sebagai puncak (peak), sebaliknya pengurangan nilai amplitude
terhadap sudut datang akan diplot sebagai lembah (through).
Tampilan penampang seismik gelombang P yang telah melalui proses atribut
Volume untuk interval sudut datang yang berbeda dapat dilihat pada gambar 4.10
dan 4.11
Gambar 4.10 Penampang atribut volum Intercept (A) dari data angle gather
gelombang P dengan sudut interval 0o – 10o
Gambar 4.11 Penampang atribut volum Gradient (B) dari data angle gather
gelombang P dengan sudut interval 0o – 10o
Gambar 4.12 Penampang atribut volum Product (A*B) dari data angle gather
gelombang P dengan sudut interval 0o – 10o
IV. 2. Analisa Data Seismik
IV.2.1. Analisa Penampang Seismik CDP Stack
Dari hasil pengolahan data seismic diatas dapat dilakukan analisa sebagai
berikut.
. Rekaman Gelombang P
Dengan melihat penampang gelombang P, dapat terlihat bahwa terdapat
perbandingan sinyal dan bising (noise) yang rendah. Bising ini kemungkinan besar
merupakan pengaruh dari terekamnya gelombang permukaan ( ground roll) dan
air wave yang muncul dari lingkungan sekitar. Bising ini mempengaruhi kualitas
data yang diolah. Penggunaan filter F-K untuk data gelombang P ini dapat
mengurangi kehadiran bising tersebut, tetapi di lain pihak juga menimbulkan
multiple.
Dengan melihat data yang telah melalui proses stack dan migrasi dapat
terlihat keberadaan beberapa batas perlapisan. Dari data yang telah termigrasi
terlihat dua lapisan dengan batas-batas perlapisan pada posisi 64,3 ms, 143 ms, dan
231 ms. Batas-batas perlapisan ini ditandakan oleh kontinyuitas amplitude yang
tinggi. Kecepatan interval hasil analisa kecepatan pada posisi waktu di atasa
berturut-turut adalah 920 m/s, 1040 m/s, dan 1600m/s. Selang waktu antar
reflector pertama dan kedua sekitar 80 ms dan antara reflector kedua dan ketiga
sekitar 90 ms. Reflektor pertama diperkirakan merupakan batas atas dari water
table di daerah pengukuran. Komposisi diatas lapisan pertama diperkirakan terdiri
atas tanah yang tercampur air, sedangkan lapisan dibawahnya kemungkinan besar
merupakan reservoir air.
. Rekaman Gelombang SH
Dengan melihat rekama gelombang dapat terlihat lebih banyak garis-garis
reflektor dibandingkan pada rekaman gelombang P. Batas-batas perlapisan yang
diasumsikan dari penampang seismik gelombang P tidak terletak pada posisi waktu
yang sama pada penampang gelombang S. Hal ini disebabkan kecepatan gelombang
S yang lebih rendah dari gelombang P. Penampang yang dihasilkan tampak lebih
jelas mencitrakan permukaan bawah bumi daerah pengukuran, hal ini disebabkan
energi gelombang SH yang tidak terkonversi di bidang batas perlapisan.
Dengn memperhatikan penampang seismik gelombang SH, terlihat bahwa
batas-batas perlapisan yang terletak pada posisi waktu 97 ms dan 268 ms
merupakan reflektor yang sama dengan reflektor yang hadir pada posisi waktu 64,3
ms dan 231 ms. Tetapi pada penampang gelombang SH terlihat beberapa reflektor
lainnya, seperti pada posisi waktu 145,1 ms.
Dari penampang gelombang SH dapat terlihat kehadiran multiple-multipel
pad posisi waktu 181,9 ms, 192,6 ms, dan 281,7 ms. Multipel ini merupakan
pengulangan dari reflektor-reflektor dii atasnya. Multipel ini dapat menyebabkan
terjadinya kesalahan interpretasi.
Ketebalan lapisan pertama dari penampang gelombang SH ini adalah sekitar
55 ms dan ketebalan lapisan kedua adalah sekitar 70 ms. Posisi batas atas water
table pada penampang ini diperkirakan merupakan lapisan batuan lapuk.
. Rekaman Gelombang SV
dapat dihilangkan pada proses filter band pass . Bising ini menyebabkan
menurunnya kontinyuitas amplitude pada beberapa reflektor. Meskipun begitu,
dapat terlihat keberadaan reflektor sebagai penanda batas perlapisan pada posisi
waktu 132 ms dan 270 ms yang merupakan refleksi dari batas perlapisan yang
sama dengan yang tampak pada penampang gelombang P dan SH.
Kecepatan gelombang SV pada posisi 132 ms adalah 1020m/s dan pada
posisi 270 ms sebesar 1420m/s. Sama seperti pada penampang gelombang SH,
reflector terbawah pada penampang gelombang P tidak terlihat dikarenakan waktu
perekaman yang tidak cukup panjang untuk meliputi reflektor tersebut.
Dari penampang gelombang SV terlihat kemunculan multiple pada posisi
waktu 184 ms yang merupakan pengulangan dari reflector pada 132 ms.
Ketebalan lapisan pertama dari penampang seismik ini diperkirakan
sekitar 50 ms dan ketebalan lapisan kedua sekitar 68 ms. Reflektor pada posisi 100
ms diperkirakan merupakan batas atas water table daerah pengukuran.
IV. 22. Analisa AVO
Dengan memberikan batasan sudut datang tertentu pada data CDP gather
dan merubahnya menjadi angle gather maka dapat dilihat respon amplitude
terhadap peningkatan sudut datang.
Dengan membandingkan penampang angle gather untuk tiap-tiap jenis
gelombang , terlihat bahwa respon amplitude meningkat terhadap peningkatan
sudut datang. Kontinyuitas amplitude sebagai penanda kehadiran reflector turut
meningkatnya nilai amplitude. Perubahan amplitude ini juga menandakan
terjadinya perubahan Koefisien Refleksi (KR) gelombang sebagai fungsi dari sudut.
Dalam beberapa kondisi terlihat perubahan amplitude terhadap
perubahan sudut yang kecil menyebabkan sulit terdeteksinya reflector karena
adanya pengaruh ketebalan tunning , atenuasi dan penurunan rasio sinyal-bising
terhadap offset .
Dengan membandingkan penampang-penampang seismic yang telah
diberi attribute AVO antara dua interval sudut datang yang berbeda untuk ketiga
jenis gelombang, dapat terlihat terjadinya peningkatan amplitude bernilai positif
dan kontinyuitasnya terhadap peningkatan sudut datang gelombang. Pemberian
atribut Intercept (A) sebagai fungsi dari Impedansi Akustik (IA) pada penampang
seismic gelombang P menunjukkan perubahan nilai IA pada posisi waktu sekitar
180 ms yang digunakan untuk memprediksi batas atas water table daerah
pengukuran. Pada penampang gelombang SH, fenomena ini terlihat pada posisi
waktu sekitar 200 ms, sedangkan pada penampang gelombang SV, fenomena ini
tampak pada posisi waktu 140 ms – 180 ms.
Dengan melihat penampang seismic yang telah diberi atribut Gradient
(B) yang menjelaskan karakteristik amplitude versus offset dari data pre stack,
terlihat peningkatan amplitude pada posisi waktu 140 ms hingga 200 ms yang dapat
digunakan untuk memprediksi kehadiran air. Pada penampang gelombang SH
fenomena ini terlihat mulai pada posisi waktu 180 ms. Pada penampang gelombang
SV fenomena yang berbeda terjadi dimana pada penampang atribut Gradient untuk
data angle gather 00 – 100 terlihat peningkatan amplitude pada posisi waktu 100 ms
dan terus berulang hingga 400 ms. Kemungkinan keadaan ini disebabkan adanya
bising yang tidak terfikter.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1. Kesimpulan
Setelah melakukan pengolahan dan analisa data seismic dan AVO, maka dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Proses pengambilan data dengan jarak offset yang terlalu pendek akan
menyebabkan munculnya bising pada data rekaman seismik. Bising ini akan
menyebabkan terjadinya kesalahan interpretasi.
2. Penampang seismik gelombang SH dapat mencitrakan permukaan bawah baik
lebih baik dari jenis gelombang lainnya disebabkan sifatnya yang tidak
terkonversi di bidang batas perlapisan.
3. Melalui pengubahan data CDP gather menjadi angle gather dapat terlihat
fenomena peningkatan amplitudo terhadap meningkatnya sudut datang
gelombang.
4. Peningkatan amplitude sebagai dampak bertambahnya sudut datang gelombang
pada proses AVO dapat digunakan dalam menentukan reflektor sebagai penanda
batas perlapisan.
5. Melalui pengamatan penampang seismik yang telah diberi atribut AVO,
perubahan koefisien refleksi dan pengamatan nilai amplitude dapat ditentukan
klasifikasi litologi suatu lapisan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Burger , H.R. 1992. Exploration Geophysic of the Shallow Subsurface. New Jersey
: Prentice Hall Inc
2. Sheriff, R.E. dan Geldart, L.P. 1982. Exploration Seismology : volume 1 : History,
theory and data acquisition. Cambridge : Cambridge University Press
3. Sheriff, R.E. dan Geldart, L.P.1983. Exploration Seismology : volume 2 : Data
Processing and interpretation. Cambridge : Cambridge University Press
4. Sukmono, S. dan Abdullah, A. 2002. AVO dan Multikomponen untuk karakterisasi
Reservoar.
5. Telford, W.M. Geldart, L,P. dan Sheriff R.E. 1990, Apllied Geophysic , 2nd ed.
Cambridge : Cambridge University Press.