Post on 02-Jan-2020
RISALAH RAPAT
PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG
TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG
KETENTUAN-KETENTUAN POKOK PERTAHANAN KEAMANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
DAN
RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENT ANG
PRAJURIT ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA
Tahun Sidang Masa Persidangan ~pat ke Jenis Rapat pengan
isifat Rapat IHari, Tanggal [Pukul !Tempat 1Ketua Rapat ISekretaris Rapat Ac a r a
Had i r
1987-1988 III 24 Rapat Panitia Kerja Panitia Khusus ke-12 Pemerintah/Sekretaris Tenderal Departemen Pertahanan Keamanan dan Staf Tertutup Kamis, 11 Pebruari 1988 09 .00 - 12 .20 WIB. Ruang Rapat Wacanasabha II Gedung DPR RI. DR. A. Baramuli, S.H. Drs. Noer Fata Pembahasan Daftar Inventarisasi Masalah Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Undang-undang Nomor 20 Tahun 1982 dan Rancangan UndangUndang tentang Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.
24 dari 26 Anggota Panitia Kerja DPR RI. Pemerintah/Sekretaris Jenderal Departemen Pertahanan Keamanan dan Staf.
1533
ANGGOTA PANITIA KERJA PANITIA KHUSUS DPR RI:
I. Dr. A. Baramuli, S.H. 2. Drs. Sabar Koembino 3. Joni Herlaut Sumardjono 4. H. Imron Rosyadi, S.H. 5. H. Ipik Asmasoebrata 6. R. Soetjipto, S.H. 7. Ors. H. Iman Soedarwo P.S. 8. Soesanto Bangoennagoro, S.H. 9. A.A. Oka Mahendra, S.H.
I 0. Prof. H.Z. Anshori Ahmad, S.H. 11. M. Hatta Musthafa, S.H. 12. H.A. Poerwosasmito 13. Drs. Gatot Soewagio 14. Drs. H.M.L. Patrewijaya 15. Drs. Soewardi Poespojo 16. Soegiyono 1 7. A. Hartono 18. So ear di 19. Ors. Soetaryo 20. H. Ismail Hassan Metareum, S.H. 21. H. Ali Tamin, S.H. 22. Sukardi Effendi, S.H.
23. Budi Hardjono, S.H. 24. Djupri, S.H.
PEMERINTAH :
l. Letjen TNI I. B. Sudjana 2. Letjen TNI Soegiarto 3. Letjen TNI Harsudijono Hartas 4. Brigjen TNI Muhartono 5. Brigjen TNI Amir Singgih 6. Brigjen TNI Kandar 7. Brigjen Ir. Ibrahim Marzuki
8. Laksma TNI Dalem Udayana, S.H. 9. Kol. Laut (KH) R. Soesanto, S.H.
10. Kol. CHK A. Sihombing 11. Kol. INF Hadi Sutrisno 12. Moelyono, A.B. 13. M. Zulkarnaen, S.H.
14. Suardi Saibi, S.H.
1534
Sekjen Dephankam Kassospol ABRI
Kapus Diklat Dephankam
Pati Mabes AD Karo Organisasi Setjen Dephan-
1
kam Karo Huk~m Setjen Dephankamj Kabag Undang-undang Rokum Setjen Dephankam
I
Kasubag Rancang Rokum Setjen Hankam
15. Ors. Sudjadi 16. R.B. lskandar K. 1 7. Imam Soepardi
KETUA RAPAT (DR. A. BARAMULI, S.H.):
Saudara Wakil Pemerintah dan Saudara Anggota Panitia Kerja yang kami hormati.
Perkenankanlah saya mengucapkan:
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Dan perkenankanlah saya membuka Rapat Panitia Kerja pagi ini dan saya nyatakan dibuka kembali.
Merdeka!
Saudara-saudara sekalian. Kemarin kita sud ah sepakat tanggal 10 Pebruari 1988 untuk mempelajari
bahan-bahan ini, lalu kita bicarakan soal dua hal. Pertama mengenai apa masih Permusyawaratan dalam Panitia Kerja, yang mana hasil-hasil ini telah Saudarasaudara terima dan telah Saudara-saudara periksa dengan seksama selama sehari, sesuai dengan usul Saudara-saudara, sehingga sekarang tibalah saatnya untuk kita menanyakan kepada Saudara-saudara. Apakah bahan-bahan yang telah diberikan ini tidak ada lagi perubahan-perubahan yang perlu. Kalau tidak ada lagi perubahan-perubahan yang perlu, maka kita bisa tutup bahan-bahan ini, lalu kita bicarakan soal dua hal. Pertama mengenai apa ma!iih perlu di dalam konsiderans menimbang adanya Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 yaitu di rumus nanti oleh Tim Kecil. Kalau tidak perlu ya tidak ada.
I Kedua apa masih perlu mengadakan sistematika lain, selain daripada yang telah kita susun di dalam Rancangan Undang-Undang, itu tinggal dua imasalah yang menurut pendapat/pendengaran saya tidak ada masalah lagi.
I Jadi kita mulai dengan hal yang pertama, yang penting adalah apakah imasih ada masalah yang terdapat di dalam bundel atau rumusan Rancangan !Undang-Undang yang sudah kita hasilkan oleh Panitia Kerja yang di rumus :oleh Pemerintah dan sudah Saudara-saudara terima.
Itu masalahnya, kalau begitu saya tanyakan dulu dengan FPP.
FPP silakan.
FPP (H. ISMAIL HASAN METAREUM, S.H.): Mohon ketegasan yang mau ditanyakan yang mana Pak?
KETUA RAPAT:
Yang Saudara-saudara terima dari Pemerintah yang kemarin minta untuk dirundingkan, tidak ada lagi bundel lain cuma ini.
FPP (H. ISMAIL HASAN METAREUM, S.H.):
Saudara Pim pinan.
1535
Kami sudah mempelajari keseluruh daripada isi yang disampaikan ol~ Pemerintah. Dari pihak kami pada prinsipnya merasa bahwa semua persoah yang prinsip yang sudah dimasukkan dalam Rancangan Undang-Undar sudah kita bahas yaitu sudah tercakup dalam rumusan ini.
Kalau kami bisa mengulang kemarin, malah kita sudah menginjak kepad mengerjakan pekerjaan Tim Perumus. Oleh karena itu kami anggap tida ada pennasalahan yang perlu kami di sini, kecuali kalau dari Fraksi-frak lain nanti, akan ada yang menyampaikan hal-hal yang dirasakan peril
Kemudian di samping itu, memang kalau kita melihat keseluruhan da isi pasal-pasal, ada memang hal-hal yang memang sudah jelas, tapi dijelaska lagi, tapi ada juga memang yang kita pas sudah mengerjakannya. Namu kalau sampai kepada nanti kepada susunan sistematika, kami belur mengetahui apakah ada rencana perubahan dari sistematika daripada in tapi kami menganggap bahwa dari segi sistematikapun tidak ada pennasalal an yang prinsipiil yang hams kita bahas lagi.
Ini pandangan kami sesudah kami melihat keseluruhan isi daripad rencana yang akan kita jadikan Rancangan Undang-Undang dengan tarnbah an nanti penjelasan.
Saya kira demikian, artinya Rancangan Undang-Undang yang akan di putuskan kemudian dirumuskan. Pendeknya dari pihak kami tidak ada ke beratan prinsipiil terhadap isi keseluruhan daripada rencana ini.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Terima kasih kepada FPP. i
Bahkan FPP telah menambah satu lagi yaitu mengenai sistematika.1
Jadi mengenai bahan yang sudah ada, bahan yang sudah ada itu ada dua.': I
Pertama mengenai Rancangan tentang Perubahan atas Undang-undang1
Nomor 20 Tahun 1982. :
Silakan dari FPP.
I FPP (H. ISMAIL HASAN METAREUM, S.H.): I Kalau Saudara Pimpinan "mau memasukkan di da!am meng~nai pe_r]
ubahan undang-undang, mungkin di Penjelasan ada nantl untuk Tun Kecil, mungkin ada saran-saran kecil. Kalau itu mau dimasukkan ke dalamnya.
1
Saya kira tadiny~ ~ru:1g. dimasukkan maksudnya adalah Rancangan Undang-1 Undang yang praJunt m1.
Baile, terima kasih.
1536
KETUA RAPAT:
Boleh, prajurit dulu, nanti setelah itu kita ambil perubahan ini. Boleh ya? Mestinya perubahan dulu, tetapi baiklah prajurit dulu.
Sekarang prajurit tidak ada masalah, dari pihak FPP, dari pihak FPDI silakan, dari Undang-undang tentang Prajurit dulu.
FPDI (BUDI HARDJONO, S.H.):
Saudara Ketua, dari Pemerintah dan Saudara-saudara sekalian yang kami hormati.
Harl ini FPDI muncul secara tunggal, karena yang lain ada kesibukan di Komisi-komisi, sehingga pagi hari ini saya barn bisa hadir.
Menanggapi pertanyaan Saudara Pimpinan, dari FPDI setelah mempelajari sejak kemarin kita terima pada dasamya dan pada prinsipnya sudah tidak ada masalah mengenai materi isi dan sebagainya tidak ada masalah. Hanya barangkali nanti masih diizinkan untuk memperbaiki masalah-masalah teknis redaksional. Jadi mengenai materi, isi persoalan-persoalan pokok tidak ada masalah, bisa menerima hanya barangkali nanti ada usul-usul tambahan perbaikan redaksional dan teknis.
Juga mengenai yang kedua perubahan Pasal 20, Pasal 21 Undang-undang Nomor 20 Tahun 1982 juga tidak ada masalah.
Demikian Saudara Pimpinan.
Terima kasih.
KETUA RAPAT.
Dari FPDI lebih tunggal lagi, tidak ada masalah.
Sekarang dari FABRI, silakan.
F ABRI (A. HARTONO).
Terima kasih.
Bapak Ketua, Bapak Sekretaris Jenderal dan Sidang yang saya hormati.
Dari FABRI setelah juga mencoba mempelajari secara mendalam dan konsultasi dengan Pimpinan Fraksi mendalami pula hasil-hasil ini dapat kami laporkan bahwa secara umum F ABRI menganggap sudah tidak ada masalah, baik dari hasil Rancangan Undang-Undang perubahan beserta penjelasan yang secara lobby telah kita berikan bahan-bahan kepada Tim Kecil dari F ABRI untuk penyempurnaan-penyempumaan dari penjelasan, dikaitkan dengan penjelasan yang ada di Rancangan Undang-Undang tentang Prajurit, terutama Penjelasan Umum.
Narnun demikian, bilamana diizinkan masih ada satu yang kecil sekali mungkin, namun hal ini khususnya yang berkaitan dengan masalah pengerti-
1537
an hukum yang kami berpendapat Bapak Ketua sendiri sudah sangat memahami masalah ini. Namun izinkan kami terutama yang menyangkut Pasal 34.
Kami mulai dari penjelasan Pasal 34 Ayat ( 1 ). Setelah kami konsultasikan, memang butir-butir ini usulan dari F ABRI waktu itu dan F ABRI pun telah menerima yang semula disarankan untuk diktum, namun kita sepakat mufakat untuk diberikan pad a penjelasan dari Ayat ( 1 ).
Namun nampaknya dari segi hukum masih ada sedikit, mungkin yang perlu kita klasifikasikan yaitu istilah "termasuk tabiat yang nyata-nyata dapat menunjukkan disiplin "antara lain ada 3 butir ini. Padahal setelah kita pelajari secara mendalam, mungkin 3 butir ini tidak 100% tepat kalau kita katakan termasuk tabiat. Sebagai jalan ke luar FABRI menyarankan mungkin 3 butir butir a, butir b, butir c, ini dapat dikatakan kalau istilah hukum tindakan lain atau perbuatan lain di luar tabiat. Bilamana hal ini dapat dipahami oleh Fraksi-fraksi tentu saja berakibat kepada kemungkinan penambahan satu kata pada Batang Tubuh Ayat (1 ). Sehingga mungkin secara konkretnya akan sebagai berikut:
''Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia diberhentikan tidak dengan hormat, karena mempunyai tabiat dan tindakan lain yang nyatanyata dapat merugikan prajurit".
Sehingga yang dimaksud dengan tindakan lain itu ini, karena kalau 3 butir ini masuk tabiat nampaknya tidak pas betul. Ini secara hukum, namun demikian kami percaya Bapak Ketua jauh lebih memahami permasalahan ini. lni relatif tidak merubah atau berubah dari materi semula hanya lebih memberikan kejelasan makna dan arti dari tabiat, maupun hal-hal lain penyebab dari dapat diberhentikannya seorang prajurit ABRI dengan tidak hormat.
Demikian Bapak Ketua dan Sidang yang saya honnati, secara kesimpulan secara -urn um F ABRI menerima dan memahami hasil ini sudah dapat dikatakan baik sekali dan tentu saja nanti dalam Tim Perumus, meskipun dalam waktu singkat kalau toh ada hal-hal yang kita temukan demi untuk mantik atau lurusnya redaksional tanpa merubah sama sekali arti, kami kira hal ini akan dapat kita sempumakan bersama, demi penyempurnaan hasil dari lembaga Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia yang terhormat ini.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Kalau sempurnanya mesti kalau di Ayat (1) tabiat ada tindakan lain, 1
rnaka dalam penjelasan Ayat (I) mestinya mulai dengan tabiat. Tabiat dan tindakan lain yang nyata-nyata ditambah. Lalu adalah antara lain hal-hal itu mesti lengkap jadi Ayat (1) mulai dari tabiat dan tindakan-tindakan lain sama dengan yang di atas, lalu terus yang nyata-nyata dapat. Jadi dj sini ada pengertiannya, ada pengertian tabiat tersendiri. Ada pengertian tindakan-
1_538
tindakan lain seperti ini. Jadi begitu lengkapnya, jadi kalau mau diperbaiki, tabiat dan tindakan lain. Lalu Ayat (1) dimulai jangan termasuk, hilang termasuknya penjelasan lalu mulai tabiat dan tindakan lain. Nah terus kalimatnya tidak berubah, berarti ada dua pengertian maksudnya F ABRI. Tabiat satu pengertian, tindakan lain, ini yang tiga, begitu.
Baiklah saya persilakan FKP.
FKP (A.A. OKA MAHENDRA, S.H.):
Saudara Pimpinan, Wakil Pemerintah dan rekan-rekan Anggota Panitia Kerja yang kami hormati.
Pertama-tama FKP mengucapkan terima kasih atas kesempatan ini. Kemudian perkenankan kami menyampaikan beberapa pandangan setelah FKP mempelajari secara sungguh-sungguh keseluruhan naskah hasil kerja Panitia Kerja ini.
Ada beberapa masalah yang ingin kami kemukakan dalam kesempatan ini untuk kita pertimbangkan bersama, dan mungkin juga apa yang kami kemukakan ini akan berguna bagi Tim Kecil atau Tim Perumus, sebagai bekal Tim Perumus nanti dalam merumuskan secara baik apa yang kita bicarakan di dalam Panitia Kerja ini.
Yang pertama, kami ingin kemukakan ada beberapa hal yang di dalam naskah ini masih dirumuskan secara altematif, ini kiranya perlu kita putuskan bersama. Alternatif mana yang akan kita pakai. Sebagai contoh di sini misalnya di dalam menimbang sub a. di situ masih digunakan altematif sistem tentara rakyat yang teratur atau bentuk ketentaraan yang khas lndo-
1 nesia. Ini mana yang digunakan, saya kira hal ini perlu kita putuskan bersama. Ini di dalam konsiderans menimbang sub a. Mungkin barangkali di tempattempat lain ada yang masih dirumuskan secara altematif, tentunya ini hams kita putus sekarang.
Kemudian masalah yang kedua yang ingin kami kemukakan adalah menyangkut hal-hal yang bersifat teknis redaksional. Sebagai contoh misalnya; Menimbang sub b, apabila ini dimaksudkan untuk menyatakan bahwa
1 Anggota ABRI Sukarela, Wajib Cadangan Tentara Nasional Indonesia sebagaimana disebut Undang-undang Nomor 20 Tahun 1982 ingin kita nyatakan pada hakekatnya adalah Prajurit ABRI tentunya kata "yang sebelum kata pada" seyogyanya dihapuskan.
Kemudian yang berikutnya adalah menyangkut masalah teknis redaksional ini di dalam beberapa pasal kita menggunakan kata-kata "terdiri dari" sedangkan di pasal lain menggunakan kata-kata "terdiri atas". Menurut ingatan FKP, kita telah mengambil salah satu altematif, apakah kita gunakan terdiri dari atau kita gunakan terdiri atas. Sebagai contoh di dalam Pasal 2 Ayat (2) kita gunakan di sana prajurit ABRI terdiri dari, sedangkan di pasal lainnya kita menggunakan kata-kata terdiri atas. Misalnya di dalam Pasal 5
1539
kita menggunakan kata terdiri atas, di pasal lainnya kita menggunakan terdiri dari. Ini mohon kita pilih salah satu, apakah terdiri atas, atau terdiri dari.
Masih menyangkut mengenai masalah penulisan, kalau kita menggunakan di dalam pasal kita menggunakan huruf, sebagai contoh misalnya; Pasal 27 di sana kita gunakan huruf a. b, c dan d. Kata-kata di belakang huruf itu selalu dimulai dengan huruf kecil, sedangkan di dalam Pasal 35 kita tidak konsisten dengan itu. Mestinya di dalam Pasal 35 kita juga menggunakan huruf kecil, huruf kecil setelah di belakang huruf itu, karena hal ini hams dibaca bersambung dengan kalimat di atasnya. Sebagai contoh kami kemukakan di sini, "dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 2 tahun 2 bulan barang siapa tidak mcmenuhi" mestinya begitu kita membacanya ini dan seterusnya.
Oleh karena itu sangat cocok kalau ini ditulis dengan huruf kecil seperti pasal-pasal lainnya.
Kemudian ada juga beberapa kata yang masih kita gunakan seperti misalnya kata "individual, individu, sedangkan di beberapa tempat kita menggunakan orang perorangan atau perorangan. Kami ingatkan kembali, apakah kita akan pilih orang perorangan ini atau individu.
Ini kiranya bisa menjadi catatan dari Tim Kecil atau Tim Perumus kita.
Mengenai hal-hal yang berlebihan, seperti dikemukakan oleh FPP saya kira memang seyogyanya kalau ada hal-hal yang kita lihat agak berlebihan, apakah itu di dalam penjelasan atau di dalam pasal kiranya ini bisa kita hilangkan saja demi kesempurnaan dari Rancangan Undang-Undang ini yang nantinya akan menjadi undang-undang. Sebagai contoh misalnya di sini ada beberapa hal yang kami lihat yaitu di dalam penjelasafl di sana diberikan misal, , contoh apakah perlu ada misal, seperti halnya tersebut di dalam penjelasan Pasal 5 Ayat (1) sub c. Di sini disebutkan "misalnya seorang Perwira Penerbang Buru Sergap ... dan seterusnya. Hanya satu-satunya yang memberikan contoh seperti ini. Apakah hal ini tidak dipandang berlebihan? Contoh seperti , ini tentunya baik kalau kita catat saja di dalam risalah, sedangkan yang jadi penjelasan di dalam Rancangan Undang-Undang ini saya kira agak berlebihan kalau dicantumkan misal. Karena masih banyak contoh-contoh yang dapat dikemukakan. Nanti menimbulkan pertanyaan kenapa yang itu dimasukkan yang lain tidak.
Kemudian masih ada lagi satu hal yang kami anggap agak berlebihan yaitu penjelasan Pasal 33. Khususnya yang secara matematis menyebutkan usia, yaitu yang berbunyi sebagai berikut: "Meskipun demikian tidak tertutup kemungkinan seorang prajurit paripurna yang mengakhiri dinas keprajuritan pada usia 60 tahun diaktifkan kembali antara usia 60-62 tahun, sehingga yang bersangkutan masih berada dalam dinas keprajuritan antara
62 sampai 64 tahun". Ini di samping hal ini ya dapat dikatakan hampir mencakup seluruh prajurit padahal pengertiannya tidak begitu, nah ini bisa
1540
menimbulkan penafsiran yang bennacam-macam, oleh karena itu seyogyanya hal-hal yang matematik seperti ini saya kira tidak perlu kita cantumkan, karena sebenamya pasal yang bersangkutan atau penjelasan yang ada sebelumnya sudah cukup jelas.
Yang terakhir adalah yang menyangkut masalah pengertian ahli waris, di sini di dalam beberapa pasal kita menyebutkan kepada ahli warisnya diberikan pensiun. Ini pasalnya, sebagai contoh Pasal 31. Kepada ahli warisnya diberikan pensiun sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini mungkin bisa menimbulkan pertanyaan. Ahli waris mana yang dimaksudkan. Karena ahli waris itu ya menurut hukum apakah ini hukum adat misalnya, ahli waris itu misalnya orang tuanya, bisa istrinya, bisa anaknya. Apakah ketentuan seperti Pasal 31 ini sudah cukup memberikan jawaban atas pengertian ahJi waris ini. Bahwa yang dimaksud ahli waris itu terbatas pada is~ri dan anak-anaknya. Dan anak-anaknya pun pada tingkat usia
' tertentu sudah tidak mendapat pensiun lagi. Mungkin hal ini akan terjawab di dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Namun hal ini saya kira kita perlu sepakat di sini, bahwa ahli waris di sini adalah terbatas, kalau ke atas dia tidak bisa, orang tuanya, kalau misalnya tidak ada istrinya, tidak ada anak kalau menurut hukum adat itu orang tuanya bisa menggantikan kedudukan waris, apakah orang tuanya bisa mendapatkan pensiun, nah ini tentunya perlu mendapat penjelasan dari kita.
Terakhir sekali adalah mengenai masalah Pasal I yaitu pengertianpengertian, antara lain di sini kita cantumkan pengertian prajurit adalah Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia. Sebagian besar di dalam Rancangan Undang-Undang ini baik di dalam Diktum maupun penjelasan selalu ditulis lengkap Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia. Tetapi memang di dalam beberapa penjelasan disebutkan adanya prajurit
, saja, tetapi tidak semua, hanya beberapa pasal saja menyebutkan kata pra-' I jurit, tidak lengkap Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.
Nah sekarang kita tinggal memilih apakah kita cantumkan di dalam pengertian itu prajurit adalah Prajurit ABRI, kemudian di dalam pasal-pasal dan penjelasan selanjutnya b_isa kita gunakan kata prajurit saja. Karena hal
. itu sudah dijelaskan di dalam Pasal 1. Jadi tinggal memilih saja mana yang ' akan kita pergunakan.
Demikian beberapa hal yang dapat kami kemukakan pada kesempatan ini dan barangkali ada rekan-rekan kami ingin menambahkan mohon diperkenankan oleh Saudara Ketua.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Kalau ada dari FKP ingin mengemukakan silakan.
1541
FKP (DRS. SABAR KOEMBINO):
Hanya penambahan saja mengenai masalah yang terakhir itu, itu kita juga mengingat kepada Undang-undang Nomor 20 Tahun 1982 bahwa perumusan di sana itu dicantumkan Pasal l Angkatan Bersenjata adalah Angkatan Bersenjata Republik Indonesia. Jadi kalau nanti ada konsisten dengan ini saya rasa perlu mendapat perhatian di dalam rangka penulisan mengenai masalah prajurit tadi.
Sekian.
KETUA RAPAT:
Itu di dalam undang-undang perubahan ?
FKP (DRS. SABAR KOEMBINO):
Di dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 1982 Pasal l mengenai pengertian-pengertian huruf 15 "Angkatan Bersenjata adalah Angkatan Bersenja ta Repu blik Indonesia". Maka dengan demikian penulisan-penulisan keseluruhan yang ada di dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 1982 tidak ditulis secara Iengkap. Hanya mencantumkan Angkatan Bersenjata saja. Sekarang di dalam Undang-undang Prajurit ini ada pengertian Prajurit adalah Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia. Di dalam penulisan selanjutnya ditulis selalu secara lengkap. Ini pilihan-pilihan nanti di dalam rangka perumusan bahan bagi Panitia Perumus untuk memperhatikan masalah ini.
Sekian Pak.
KETUA RAPAT:
Baik, ini suatu bahan untuk mengenai soal Prajurit ini, rumusan di Pasal 1 . Masih ada dari FKP.
Kalau tidak ada saya bantu Pemerintah dulu. Jadi mengenai usul dari , FKP misalnya orang per orang atau individu supaya Panitia Perumus me- • rurnusnya orang per orang. itu yang kita sudah setuju. Jadi individu jangan ' ada. Kalau ada kata sifat ya diusahakan supaya orang perorangan. Misalnya ' kalau ada kata sifat dan sebagainya.
La!u kalau misaL misal yang ada di dalam Pasal 5 ini, kalau hanya satu · itu tidak apa-apa, di dalarn sistim perundang-undangan kita juga banyak kali ada misal, yang lain tidak diberikan misal karena justru misal Pasal 5 ini jadi . masalah. Oleh karena cadangan aktif itu tadi.
Silakan.
FABRI QONI HERLAUT SUMARDJONO):
Kebetulan yang dimisalkan itu saya sedikit banyak tahu persis dan itu program insidentil Ikatan Dinas Pendek Penerbang Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara. Jadi saya condong kalau tidak hanya satu-satunya itu atau
1542
bahkan sama sekali tidak usah dimasukkan. Jadi itu bukan program kontinyu.
Terima kasih Pak.
KETUA RAPAT:
Jadi hanya eksidentil. Lalu eksidentil tidak tertentu hilangkan saja, itu saya kira tidak apa-apa. Tapi kalau dia permanent memang tidak apa-apa dimisalkan. Jadi boleh saja ini tergantung dari kita. Kemudian kalau ahli waris di Pasal 31 itu kalau ditambahkan ahli waris yang berhak sesuai peraturan perundangan yang berlaku, banyak ahli waris tapi tidak berhak. Tambahkan saja ahli waris tapi tidak berhak. Tambahkan saja ahli waris yang berhak, itu barangkali.
PPP : Sebentar Silakan.
FPP (H. ISMAIL HASAN METAREUM, S.H.):
Tambahan yang berhak itu tidak menambah arti barangkali. Karena yang dimaksud barangkali oleh FKP adalah ahli waris ini jelas siapa orangnya. Kalau menurut hukum adat Bali barangkali dengan sistem mayorat hanya seorang _yang jadi ahli waris, yang lain tidak meskipun anak laki-laki.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Memang begitu, tapi ahli waris menurut hukum itu banyak tapi yang berhak hanya satu atau dua atau tiga.
FPP (H. ISMAIL HASAN METAREUM, S.H.):
Kalau sudah disebut ahli waris itu sudah pasti yang berhak, kalau menu, rut hukum. Kalau tidak, bukan ahli waris dia.
KETUA RAPAT :
Saya kira tidak begitu. Maksudnya dalarn pasal ini ahli waris penerirna i pensiun itu biasanya pasti. lni Pasal 31 dus ahli waris yang rnenerirna pensiun.
Karena banyak yang rnungkin bisa terirna ta pi yang berhak itu hanya satu atau dua. Kalau ahli waris dalarn hukum waris, misalnya hukurn Islam : sekian % untuk anak laki-laki, sekian % untuk anak perernpuan, sekian % untuk Ibu. Itu rnereka sudah berhak semuanya. Tapi kalau janda dalarn pensiun itu hanya satu yang berhak, misalnya Ibunya dan anak-anaknya dapat tunjangan. Sistern kita begitu, tapi yang berhak hanya isterinya. Ini misal, tentu Saudara-saudaralah yang rnernutuskan, saya curna mencoba.
Kalau mengenai pengertian prajurit rnenang saya lihat di sini (batang tubuh) ada "Prajurit ABRI" tapi kalau di penjelasan hanya menyebut "pra-
1543
jurit" (penjelasan pasal). Di Pasal 1 ada Prajurit adalah Prajurit ABRI, ini terserah kalau mau dicabut semuanya pakai Prajurit ABRI di dalamnya,' jangan lagi ada Pasal l. Tapi kalau Pasal 1 masih ada pengertian Prajurit, di dalamnya jangan pakai ABRI. Mana yang mau dipakai? Silakan.
FPP (H. ISMAIL HASAN METAREUM, S.H.):
Lebih baik kita lihat kasus perkasus. Ada kalimat yang kalau kita ulang malah janggal dan ada kalimat yang memang harus kita ulang, inilah yang perlu kita perhatikan jangan disamaratakan. Mungkin kalau di penjelasan itu diulang menjadi janggal, ya tidak usah. Pengertiannya bagi kita kan sudah jelas.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Bisa juga tetap di Ayat (1) dan tetap di dalam penjelasan batang tubuh, itu yang dimaksudkan FPP. ltu juga bisa seperti sekarang ini, asal ini diterima oleh FKP bahwa tidak usah dihapus karena tadi di-strees oleh Saudara Sabar sebagai juru bicara adalah pengertian di Undang-undang Nomor 20 Tahun 1982, ABRI itu Angkatan Bersenjata. Tidak pernah disebut di belakangnya, hanya kalimat itu. Jadi itu sistem dari Undang-undang Nomor 20, kita sistemnya disebut di penjelasan Pasal 1 disebut juga di batang tubuh di dalamnya. Ini ditambah oleh FPP asal dimengerti kenapa disebut di batang tubuh? Karena kalau diulangi atau tidak menjadi janggal. Kalau ini dimengerti boleh saja.
Bagaimana? Ini dulu prajurit yangjadi masalah dari dulu.
Silakan dari FKP.
FKP (AA. OKA MAHENDRA, S.H.) :
Kalau FKP seperti F ABRI. Kita menginginkan supaya rumusan ini mantik, luwes, dan benar. Kalau ini memang altematif terakhir yang dikemukakan ' oleh Ketua cukup menjamin bahwa rumusan-rumusan kita itu mantik, luwes, dan benar, FKP tidak ada masalah. Kita menginginkan supaya produk kita ini yang terbaiklah seperti yang selalu dikemukakan Pemerintah bahwa dalam seleksi itu mesti yang terbaik yang kita gunakan. Tetapi dalam menyusun sistem tentunya kita tidak ingin menyulitkan diri kita sendiri.
Ini tambahan Saudara Ketua, terima kasih.
KETUA RAPAT:
Jadi FKP masih ingin itu. Salah satu, kalau disebut di depan ya jangan lagi disebut di dalam batang tubuh. Jadi kalau di batang tubuh apabila tidak disebut di depan (hilangkan saja di depan) disebut saja semua di belakang. Tapi tentunya hams konsekuens itu.
1544
Silakan F ABRI
F ABRI (A. HARTONO) ;
F ABRI berpendapat yang relatif sama dengan FKP. Mungkin ada pendekatan dan saya kira Bapak Ketua lebih mengerti, Pak Ismail mengerti ada masalah katakan teknis hukum. Kami melihat masalah teknis hukum (maaf tanpa merefer Undang-undang Nomor 20 Tahun 1982) kemarin kita bahas, nampaknya sepakat ada beberapa kalimat dalam batang tubuh kalau tanpa ABRI ada kejanggalan. Misalnya, prajurit terdiri dari atau prajurit mendapatkan pangkat dan sebagainya ini ada beberapa, tidak semua. Oleh karena itu waktu itu kita Panitia Khusus berpendapat tetap menggunakan Prajurit ABRI.
Agar kelihatan semua memang konsisten dan mantik, F ABRI cenderung bilamana ada yang kurang lengkap di dalam batang tubuh baik dalam pasal maupun penjelasan, kami cenderung untuk disempumakan dan pengertian ini ditiadakan. Sehingga secara teknis hukum kita lebih mantik.
Demikian, terima kasih.
KETUA RAPAT:
Jadi sama, kalau yang Pasal 1 itu dihapus dan serahkan kepada Tim Perumus untuk menyesuaikan semua pengertian di mana prajurit disambung ABRI, begitu.
saja.
Bagaimana FPP boleh?
FPP: Boleh
Boleh, setuju tidak ada masalah. Tinggal satu masalah dari FKP. Diketok
FKP: Tidak.
KETUA RAPAT:
Oh, tidak ada diketok saja.
(RAPAT SETUJU)
Jadi tinggal satu masalahnya dari FKP itu penjelasan prajurit Pasal 33, apakah ada masalah dari Pemerintah. Kalau menurut pendapat saya apa yang
1
dikemukakan FKP ini sebenamya usulnya sendiri. Jadi kalau dihilangkan tapi pengertiannya ada di atas, di dalam Ayat (1) Pasal 33 itu kita harus baca "maka setiap prajurit" (tiap prajurit). Pengertian itu harus betul-betul dimengerti, berlaku dari bawah sampai atas. lni tidak apa-apa hilang, lalu halaman 2 tetap saja jangan dihilangkan. Yang hilang itu alinea I baris enam ke bawah, dus mulai dari "meskipun" sampai "antara 62-64 tahun" titik, itu hilang.
1545
lni hilang tidak apa-apa sebab di atas itu pengertiannya "maka seti~p" jadi berlaku untuk semua prajurit. FKP setelah memikirkan memang janggal.
Bagaimana kalau kita setuju saja Saudara-saudara ? RAPA T: (Nan ti dulu ).
KETUA RAPAT:
Nanti <lulu. Jadi begini usu! dari FKP Pasal 33 ini dalam penjelasan (baris 6) mulai dengan "meskipun demikian ... dan seterusnya" sampai "antara 62-64 tahun". FKP tadi menyadari ini berkelebihan karena dalam Ayat (1) Pasal 33 sudah disebut "maka setiap prajurit". Kalau disebut ini kan sebagian saja, maksudnya begitu.
RAPAT: Sudah mantik
KETUA RAPAT:
Ya. setuju dengan mantik. Saya pikir sudah mantik.
FKP (AA. OKA MAHENDRA, S.H.):
Saya kira begini, meskipun tempo hari FKP yang mengajukan pertanyaan dan ternyata ditampung di sini tapi FKP mencari yang paling baik. Meskipun dulunya asal usulnya dari pertanyaan FKP kemudian ditampung, tapi demi kebaikan supaya Rancangan Undang-undang ini paling baik karena ini bukan rancangan FKP saja, ta pi juga FPP, FPDI, F ABRI dan juga Pemerintah.
Terima kasih kalau dari FPDI tadi setuju.
Sekian, terima kasih.
KETUA RAPAT,
Terima kasih kalau begitu. FPP tadi ditanya sudah setuju, apa masih ada?
FPP (H. ISMAIL HASAN METAREUM, S.H.):
Kalau disumh komentar begini, kami setuju yang baik-baik.
KETUA RAPAT.
Soalnya ini usu! FPP tidak usah ditambah-tambah.
Baiklah kalau begitu. Tidak ada masalah lagi Saudara-saudara? Dari Pe- ' merintah setuju?
Pemerintah : Setuju
(RAPAT SETUJU)
Sekarang saya kira tidak ada masalah lain : RAPAT: Yang konsiderans bagaimana
1546
KETUA RAPAT:
Ya, mengenai konsiderans kita pakai saja kalau boleh saya beri statement "suatu sistem tentara rakyat yang teratur". Karena kalau pakai ben tuk "ketentaraan yang khas Indonesia" itu kurang jalan.
KETUA TIM KECIL (DRS. SABAR KOEMBINO):
Tapi begini.
KETUA RAPAT:
Silakan, ini saya cuma kasih statement.
Kalau "sistem tentara rakyat yang teratur" itu memang rancangan Pemerintah. Tapi kalau mengertikan bentuk "ketentaraan yang khas Indonesia", ya silakan saja rasa-rasakan itu bagaimana?
Silakan Saudara Ketua Tim Kecil ini yang punya urusan, silakan.
KETUA TIM KECIL (DRS. SABAR KOEMBINO):
Karena di atas itu sudah dicantumkan bahwa "usaha pembelaan Negara diselenggarakan dengan sistem pertahanan keamanan rakyat semesta yang merupakan suatu usaha total (ini nanti diganti yang menyeluruh atau segenap) seluruh rakyat Indonesia yang mencakup baik perlawanan tidak bersenjata maupun perlawanan bersenjata. Berlawanan bersenjata oleh rakyat Indonesia selanjutnya melahirkan sesuatu sistem", jadi ada 2 sistem ini. Padahal sistem kerakyatan ini sudah masuk di dalam sistem pertahanan kearnanan rakyat se-
: mesta. Dus, kemestaan dari rakyat di sini sebetulnya sudah tercanturn sebagai I tentara rakyat. Maka dengan demikian kami akan lebih condong mempergu
nakan bentuk tentara yang khas Indonesia. Jangan sarnpai ada 2 sistem yang · tercantum di dalamnya.
Demikian, terima kasih.
KETUA RAPAT:
Bagaimana kalau begini : "selanjutnya melahirkan tentara rakyat yang : teratur" suatu sistem itu hilang. Ini lebih lancar dan cuma pikiran daripada i bentuk yang khas Indonesia. Memang benar jalan pikirannya, tapi kalau ini
"selanjutnya melahirkan tentara rakyat yang teratur" titik, jalan kalimatnya. Kata Pak Ipik makanan bisa khas Indonesia, tapi kalau ABRI tidak bisa khas Indonesia.
Jadi dihilangkan saja menjadi "melahirkan tentara rakyat yang teratur'', bagaimana kalau begitu Saudara-saudara? daripada disebut bentuk ketentaraan yang khas Indonesia.
FKP sebagai pengusul ?
FKP (A.A. OKA MAHENDRA, S.H.):
Ya. 1547
KETUA RAPAT:
Baik kalau begitu, dari Saudara-saudara tidak ada masalah?
RAPA T : Tidak
KE TUA RAP AT :
Pemerintah ?
PEMERINT AH : Cocok
KETUA RAPAT:
Cocok. Baik kalau begitu setuju.
(RAPAT SETUJU)
Lain-lain tidak ada lagi dan yang ini tadi "yang" dihilangkan saja. Di menimbang b ada disebut setelah "Nomor 20 Tahun 1982 yang pada hakekatnya ", jadi langsung saja "pada hakekatnya adalah". Di menimbang b ini menurut FKP "yang" nya berkelebihan, langsung saja "pada hakekatnya", yang hilang.
Ya, silakan dari F ABRI.
FABRI (A. HARTONO):
Maaf tadi kami terlupa, masalah kecil mungkin perlu Tim Perumus memberikan tambahan kejelasan saja. Pasal 8 Ayat (I) huruf g, tidak ada masalah. Hanya bunyinya kami khawatir nanti dalam penjelasan tidak kita berikan se- ' dikit, ada kesan kalau nan ti ditafsirkan bahwa setiap cal on prajurit ABRI diharuskan membawa persyaratan ini. Dus, mungkin kita tidak akan meminta persyarat'an ini, kami khawatir di belakang hari itu ditafsirkan bahwa setiap pendaftaran itu diwajibkan membawa surat keterangan yang tidak sedang. ' Padahal bukan begitu maksudnya. Mungkin dalam penjelasan saja nanti dirumuskan oleh Tim Perumus.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Saya kira ini memang masalah. Yang hams dibawa kalau dia melamar itu bagaimana dibuktikan kalau: a. bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa? Kalau warganegara, ada surat penduduk KTP nya. Kalau b itu di depan Tim itu.
FABRI (A. HARTONO):
Beragama.
1548
KETUA RAPAT:
Ya. beragama. Lalu c. setia dan taat kepada Pancasila. tentu Tinmya yang menen tukan ini.
Ayat (2) Persyaratan-persyaratan lain disesuaikan dengan kebutuhan dan diatur oleh Menteri,
bagaimana kalau kita bilang diatur oleh Menteri? Misalnya disebut mana yang boleh ada. mana yang tidak daripada syarat-syarat di atas atau lain-lain. Kekhawatirannya sudah ditampung di Ayat (2) itu, kalau begitu pengertiannya.
lni semua manggut-manggut, berarti setuju begitu dari F ABRI?
(RAPAT SETUJU)
FABRI (A. HARTONO):
Tidak ada masalah.
KETUA RAPAT:
Tadi "yang" itu bagaimana? Dari FPP tadi masih mau pikir-pikir.
FPP (H. ISMAIL HASAN METAREUM, S.H.):
Sudah setuju.
KETUA RAPAT:
Oh, sudah setuju. Kalau begitu saya ketok.
(RAPAT SETUJU)
Sekarang dari Pimpinan, jangan Saudara pikir Pimpinan hanya ketokketok saja. Rancangan Penjelasan atas Undang-undang Republik Indonesia
1 (halaman 5), itu ada di bawah (halaman 2 baris paling bawah) atau tertulis : "maka Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia adalah juga Guga dihilangkan) Panglima Tentara Nasional Indonesia .... dan seterusnya". Apa perlu juga?
RAPAT: Perlu.
KETUA RAPAT :
Perlu yah. Sebab dia merangkap dua jabatan, begitu ? Oh. ya jadi tidak ada masalah. Sudah jelas ya?
Sekarang masalah "pimpinan tunggal". Bagaimana tunggal nya? Apakah tetap?
FPP (H. ISMAIL HASAN METAREUM, S.H.): INTERUPSI
Siapa yang akan menjawab saya tidak tahu. Apakah dengan menyebut Panglima saja tidak berarti tunggal? Karena pengertian kami hanya dise but Panglima saja itu sudah tunggal, jadi tidak dise but di sini pun tidak apa-apa.
1549
Cuma kalau disebut di sini tidak serasi dengan kalimat di bawah, ini yang kami khawatirkan.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Yang tidak serasi yang mana Saudara Ismail?
FPP (H. ISMAIL HASAN METAREUM, S.H.):
'di bawah kekuasaan tertinggi" i tu ma sih ada.
KETUA RAPAT:
Yang dibawahnya.
FPP (H. ISMAIL HASAN METAREUM, S.H.):
Ya. Jadi kalau kita bilang "tunggal" di atas kemudian bawah "di bawah kekuasaan tertinggi" ini barangkali tidak serasi. Padahal pengertian "Panglima" saja sudah tunggal.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Panglima ini tidak punya wakil yah, dulu punya. Dalam sejarah ada. Jadi arti tunggal di sini tidak berarti tidak boleh ada wakil, mu sti begitu mengartikannya. Kalau mengartikan tunggal orangnya dan pimpinannya juga tunggal, yang dimaksud di sini cuma pimpinannya, bukan orangnya, bukan jabatannya, begitu ya di dalam notulen. Tunggal ini hanya pimpinannya terhadap ABRI. ,
I
Tapi orangnya dan jabatannya itu bisa ada wakil, begitu pengertiannya. lni cuma statement, saya tidak berhak menunjuk wakil, cuma mengatakan bisa , ada wakit.
Dari F ABRI silakan.
F ABRI (A. HARTONO) :
Kalau kita urut seperti dari Pak Ismail tadi, "pelatih, pelopor dan bagi j
perjuangan bersenjata rakyat Indonesia dalam wadah tunggal Tentara Nasional I Indonesia", di bawah pimpinan Panglima itu sudah cukup karena Tentara i Nasional Indonesia nya tokh wadah tunggal. Jadi kalau beliau Panglima otomatis, dan tidak memberikan arti dan konotasi yang berbeda-beda.
KETUA RAPAT:
Tadi yang saya katakan, itu bisa. Tidak perlu lagi tunggal nya. Pak Domo dulu Wakil Panglima, Pak Sumitro Wakil Panglima (Panglimanya Pak M. Panggabean), begitu.
1550
Jadi hilang tunggalnya Saudara-saudara? Setuju? Hilang ya tunggalnya?
(RAPAT SETUJU)
Tidak ragu-ragu, ini cuma soal ABRI. Tidak ada lagi masalah Saudarasaudara? Beres? Boleh diketok diterima seluruhnya, lalu nah ini streamlining (bukan merubah hanya memperhalus) oleh Tfrn Perumus, tidak lagi merubah atau menghilangkan sesuatu tapi intinya tetap. Bagaimana kalau begitu Saudara-saudara? Ini ada Ketua Tim Perumus di sini.
KETUA TIM PERUMUS :
Ya.
KETUA RAPAT:
Ya. Begitu katanya.
ANGGOTA RAPAT:
Kalau begitu jangan diketok dulu Pak barangkali ada ketinggalan.
KETUARAPAT:
Jangan dulu diketok. Kan sudah semalam dikasih waktu, bagaimana min ta Y2 jam kita skors? Su pay a lebih santai. Sekarang pukul 10.05, 10.30 kita buka, begitu mau santai?
Kita tunda sampai pukul 10 .3 5.
(Rapat diskors pukul 10.05 dan dibuka kembali pukul 10.35)
KETUARAPAT:
Saudara Sekretaris Jenderal sebagai Wakil Pemerintah yang saya hormati, Saudara-saudara sekalian, perkenankan saya membuka kembali rapat Panitia Kerja ini.
Acara kita tinggal satu, yaitu mengenai Undang-undang Nomor 8 tahun 1974, apakah masih perlu atau tidak perlu untuk dicantumkan di dalam diktum Mengingat.
Kedua, dalam rangka ini, sistematik daripada Rancangan Undang-Undang Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia apakah kita tetap memegang sistematika yang sudah ada, yaitu 7 Bab dan sekarang kita sudah jadikan 45 pasal ataukah ada pikiran yang lain.
Sekarang yang pertama saya persilakan dari FKP, sekaligus mengenai dua hal tadi.
FKP (DRS. SABAR KOEMBINO) :
Saudara Pimpinan dan rekan-rekan dari Panitia Kerja yang saya hormati.
1551
Dari FKP dalam ha! ini semula mengajukan supaya Undang-undang Nomor 8 tahun 1974 itu dapat dicantumkan sebagai konsiderans Mengingat. karena kita mempunyai sesuatu catatan, bahwa ada hal-hal yang perlu diingat dalam rangka kita membuat Rancangan Undang-undang tentang Prajurit ini. Jadi yang pertama tercantum di dalam Pasal 2 mengenai ketentuan umum, bahwa yang dimaksud dengan pegawai negeri itu adalah pegawai sipil dan Angkatan Bersenja ta.
Yang kedua, adalah Pasal 37. Pasal 37 itu memang memberikan sesuatu pandangan supaya pembinaan terhadap Angkatan Bersenjata itu diatur dengan undang-undang tersendiri. Dan masih ada beberapa ha! mengenai soal jabatan di dalam pegawai sipil di mana anggota-anggota ABRI juga menjabat sebagai pejaba t-pejaba t negara.
Jadi masalah yang prinsipiil itu adalah Pasal 2 dan 37 ini, kiranya dari kami untuk dapat dicantumkan sebagai suatu bagian tertentu. Dari pihak kami juga tidak akan memasalahkan secara lengkap andaikan dicantumkan pasalpasalnya, itu saja saya kira sudah cukup, mungkin ada pendapat-pendapat lain untuk dapat menampung daripada pemikiran kita ini.
Jadi ini usulan daripada FKP. Sekian, Saudara Ketua.
KETUA RAPAT:
Kalau sistematika bagaimana pendapatnya?
FKP (A.A. OKA MAHENDRA, SH.) :
Saudara Ketua, Anggota Panitia Kerja yang terhormat, dan Wakil dari 1
Pemerintah, FKP memang mengusulkan penyempurnaan sistematika Rancangan Undang-Undang, yaitu dengan menambahkan dua bab yaitu Bab tentang_ Hakikat, kemudian bab berikutnya adalah tentang Kedudukan dan Fungsi. Materinya sebenarnya sudah ada diatur di dalam Rancangan UndangUndang ini setelah kita bersama membahas masalah tersebut secara luas dan mendalam. Oleh karena materi masing-masing bab itu sudah ada, saya kira alangkah baiknya kalau ditegaskan dimasukkan dalam suatu kelompok tersendiri menjadi bab tersendiri. Apakah dia akan ditambahkan dua bab atau
1
satu bab tentunya mari kita pertimbangkan bersama-sama. Materi yang akan ' dikelompokkan dalam bab-bab tersebut memang sud.ah tertuang di dalam pasal-pasal Rancangan Undang-Undang mi. Kalau misalnya disetujui menambah dua bab tentunya akan menjadi 9 bab; 9 ini juga bagus, karena tim yang membahas Rancangan Garis-garis Besar Haluan Negara yang diajukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat ini dibahas oleh Tim 9, 9 ini angka yang penting. Andaikata misalnya diterima satu bab saja akan menjadi 8 bab, apalagi kalau dikaitkan dengan 45 pasal, "Agustus 1945". Kalau dilihat dari , kamus "Purwo Sasmito", ini bukan "Purwodarminto", Astabrata, 8 Azas Kepemimpinan yang juga kita kenal.
1552
Nal1, sekarang kami serahkan kepada Panitia Kerja, apakah mau yan'.S 9 8, tetapi pasalnya tetap 45, supaya jangan ada tambahan lagi, karena saya dengar dari FPDI ingin mengusulkan pasalnya 4 7.
Terima kasih, Saudara Ketua.
KETUA RAPAT:
Dari FKP ada usul supaya mengenai Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 masih tetap dimasukkan sebagai Mengingat. Alasannya karena ada Pasal 2 dari undang-undang itu dan Pasal 37 maupun Pasal 11 yang menyangkut masalah ABRI. Kalau mengenai sistimatika usulnya supaya 9 bab walaupun semua yang diusulkan oleh FKP sudah masuk menjadi pasal. Jadi sebenamya kalau sudah masuk menjadi pasal menurut FKP tidak mengelompokkan saja. Saya juga punya rumusan. Jadi masalahnya FKP min ta dikelompokkan jadi 9, jadi saya tidak kasih komentar kalau begitu.
Say a silakan dari F ABRI.
FABRI (A. HARTONO):
Bapak Ketua, Bapak Sekretaris Jenderal (Wakil Pemerintah) dan sidang yang saya hormati, saya terkejut tadi, saya kira sudah lupa masalah ini dan dianggap setuju, jadi saya terpaksa membuka map lagi.
Perkenankan dari F ABRI mengajukan pendapat tentang kedua masalah tersebut, yaitu perlu tidaknya Undang-undang Nomor 8 tahun 1974 kita masukkan dalam butir Mengingat serta bagaimana tentang sistematika terutama yang berkaitan dengan masalah penambahan bab.
Kami ingin menyampaikan beberapa pemikiran, sumbangan pikiran sebagai urun rembug terhadap perlu tidaknya Undang-undang Nomor 8 ini
i dimasukkan ke dalam butir Mengingat.
, Dalam hal ini, Bapak Ketua dan sidang yang saya hormati, F ABRI ber-1 pendapat bahwa Rancangan Undang-undang tentang Prajurit ABRI ini jelas-1 jelas telah kita sepakati merupakan jabaran lanjut dari Undang-undang Nomor . 20 Tahun 1982. Oleh karenanya F ABRI memandang perlu, bahwa sudah i cukup apabila di dalam Mengingat ini menggunakan dasar hukum Undang. undang Nomor 20 Tahun 1982 sebagai induk dan produk undang-undang
I yang terakhir khususnya yang mengatur tentang penyelenggaraan Pertahanan Keamanan Negara itu. Sehingga sebenarnya kalau kita sejajarkan atau selaraskan secara bertingkat masalah undang-undang, Undang-undang Pokok Per
l tahanan Keamanan Negara yaitu Undang-undang Nomor 20 Tahun 1982 ini I
sebenamya dapat dikatakan relatif atau kalau dapat dikatakan tinggi rendah kami menilai sedikit lebih tinggi kedudukannya daripada Undang-undang Nomor 4 meskipun lahirnya belakangan. Mengapa? Bahwa Undang-undang
Nomor 20 Tahun 1982 ini mengatur penyelenggaraan Pertahanan Keamanan
1553
Negara itu, dus Undang-undang tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengaturan tentang Penyelenggaraan Pertahanan Keamanan Negara. Sedang kalau kita lihat Undang-undang Prajurit dan Undang-undang Nomor 20 Tahun 1982 ini sebenarnya hampir sejajar, mengatur masalah Pegawai Negeri Sipil, Pegawai Negeri dan Prajurit ABRI.
Jadi kalau kita melihat hirarki masalah ini kami tidak mengatakan bahwa ada kelompok undang-undang pokok, tetapi hirarki di dalam materinya bukan tahun kelahiran dari undang-undang, kami lihat bahwa Ketentuanketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara mcrupakan sumber atau induk dan sebagai dasar hukum dari Rancangan Undang-undang Prajurit F ABRI bukan tidak mengerti, tetapi menyadari bahwa Pasal 2 Ayat (I) b dan kita bahas bersama, dan itulah sebenarnya jawaban yang jelas dan konkrit terhadap masalah ini.
Dengan demikian F ABRI memandang kurang perlu memasukkan Undang-undang Nomor 8 tahun 1974 sebagai konsiderans. Namun demikian F ABRI bukan tidak mengerti, tetapi menyadari bahwa Pasal 2 Ayat (1) b dan Pasal 37 menyebutkan rumusan yang berkenaan dengan Anggota ABRI. Dan kalau tadi ditambahkan oleh Bapak Hatta Pasal 11, kami kira tidak hanya Pasal II, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10 dan Pasal 11 karena di sana disebut pegawai negeri sesuai konsekuensi dari Pasal 2 termasuk namun juga kalau kita lihat seluruh pengaturan-pengaturan hal-hal yang tersebut dalam Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10 dari Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 ini sebenamya telah diatur tersendiri khusus untuk ABRI. Jadi sebenamya benang merahnya dapat dikatakan terpisah. Jadi kalau kami lihat memang ada benang merah, yaitu Pasal 2 Ayat ( 1) dan Pasal 37. Namun kami kira kita juga paham, bahwa benang merah ini temyata tidak mengikat, benangnya terlalu tipis, kalau selendang merah memang mengikat, artinya bahwa tidak ada ketentuan-ketentu- , an yang mengikat merupakan penjabaran dari Pasal 2 Ayat (1) b maupun Pasal I 37. Dus mungkin waktu itu situasi pada waktu pembuatan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974, karena belum adanya atau sedang dalam prosesnya penyiapan Undang-undang Pertahanan Keamanan Negara mungkin katakanlah kalau Bapak Ketua sering katakan suatu statement, satu hal untuk mengingat- 1
kan masalah-masalah terse but. Sehingga sekali lagi kaini dari F ABRI meman- i dang meskipun ada benang merah namun dengan uraian dan pembahasan yang ; tadi kami kemukakan kami menganggap bahwa amanat .terse but nampaknya tidak terlalu mengingat. Dan ini sudah kita buktikan di dalam membahas 45 pasal baik ba~ang tubuh maupun seluruh penjelasannya. Ini masalah pertama.
Kesimpulan, bahwa F ABRI memandang Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 meskipun ada benang merahnya tipis namun dapat dikatakan tidak atau kurang bermanfaat, kurang mengikat untuk harus kita cantumkan di dalam konsiderans mengingat. I
Nomor 20 Tahun 1982 ini mengatur penyelenggaraan Pertahanan Keamanan
1554
Masalah kedua, masalah sistematika. Saya sangat sependapat dengan Bapak Oka, bahwa angka 9 baik, angka 8 baik, angka 45 baik, tetapi saya kira angka 7 juga bagus. Saya kira tidak hanya angka 7, angka 33-pun bagus. Sebab kalau tidak bagus tidak kita pakai, jadi saya kira ini masalahnya. Jadi kami kira F ABRI tidak memasalahkan berapa jumlah bab, namun saya kira kita sepakat bahwa yang lebih utama dari bab ini sistematikanya adalah mengalirnya permasalahan.
Menurut pendapat F ABRI sampai detik ini . baru ada 2 undang-undang dan satu Rancangan Undang-Undang yang sedang kita bahas ini di seluruh Indonesia ini yang mengatur tentang individu, yaitu:
1. Undang-undang Nomor 19 tahun 1958 yang mengatur tentang Militer Sukarela yang kita hapus dengan Undang-undang Prajurit ini.
2. Undang-undang Nomor 8 yang menga tur ten tang pegawai negeri.
Kami mencoba mengetahui seluruh undang-undang yang ada, sepengetahuan kami, hanya tiga itu dan tiga itu kami perbandingkan. Dus ini kami perbandingkan bagaimana sistematika ketiga undang-undang ini yang nyata-nyata mengatir individu kita ini, pegawai negeri, sipil, ABRI dan Prajurit ABRI.
Sebagai refreshing akan saya bacakan sedikit untuk sidang ini mungkin sebagai gambaran. Untuk Undang-undang Nomor 19 Tahun 1958 sistematika terdapat 9 bab: Bab I Umum, isinya hanya pengertian. Bab II, penerimaan menjadi Militer Sukarela, isinya hanya 4 pasal. Bab Ill, ketentuan-ketentuan tentang kedudukan. Namun kalau kita lihat
kedudukan ini sisinya soal kenaikan pangkat, soal jabatan, soal non-aktif, soal jenis pangkat, dan sebagainya. Kalau kita lihat bahwa ini ada di dalam Pasal 7 atau ketentuan umum Rancangan
Bab IV, Bab V, Bab VI, Bab VII, Bab VIII,
Undang-Undang kita. kewajiban dan hak militer sukarela. memperpanjang ikatan dinas. pemberhentian dari dinas ketentaraan. ketentuan-ketentuan untuk bekas militer sukarela. dan Bab IX ini rutin hal khusus dan ketentuan penutup.
Jadi jelas di sini bahwa sebenarnya hampir setiap judul ini dibahas.
Mari kita lihat Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 ternyata menggunakan angka baik juga. Kalau yang tadi "9" baik, ini baik hanya 6 bab. Bab I Pengertian Bab II, Ketentuan Umum yang mempergunakan sistematika di dalam
bab itu ada bagian; dibagi dalam bagian. Bagian pertama, kedudukan
1555
Bagian kedua, kewajiban Bagian ketiga, hak Bagian keempat, pejabat negara.
Kemudian Bab III, pembinaan PNS (Pegawai Negeri Sipil). Di dalam isi pembinaan ini ada formasi dan ada pengadaan atau pengangkatan. Dus pengangkatan di sini masuk pembinaan. Ada kenaikan pangkat, jabatan, pindah sampai berhenti, sumpah, kode etik, Diklat (Pendidikan dan Latihan) sampai tingkat kesejahteraan.
Bab IV, yang tadi sudah saya laporkan juga, pembinaan anggota ABRI satu pasal dan karena nampaknya ini mungkin Panitia Khusus hari terakhir.
Bab V, keterangan peralihan. Bab VI, keterangan penutup.
Nah, mari sekarang kita lihat Rancangan Undang-Undang kita yang sedang kita bahas. Bab I, ketentuan umum Bab II, masalah pengangkatan Bab Ill, pembinaan Bab IV, yang say a kira pernah kita bah as pengakhiran dinas keprajuritan
atau pengakhiran dinas prajurit atau pengakhiran dari dinas keprajuritan. Saya kira ini juga nanti perlu -- kata Pak Ismail Hasan tadi -- kita membiasakan diri melihat sejarahnya, jadi sejarahnya Undang-undang Nomor 19.
Bab V, ketentuan pidana. Bab VI, ketentuan peralihan, dan Bab VIl,ketentuan penutup.
Bapak-bapak sekalian.
Kami memahami sepenuhnya bahwa Pasal 4, 5, 6 itu memang merupakan gambaran hakikat prajurit, kami kira ini sudah kita pahami. Bahwa rekan FKP akan memasukkan menjadi Bab hakikat prajurit sebenarnya benar, namun marl kita uji. Seandainya Bab IV, V, VI ini kita masukkan sebagai bab tersendiri menjadi Bab Hakikat Prajurit marilah kita masukkan diantara 7 pasal lama. Di dalam ketentuan umum pada Bab I terdiri dari pengertian, kemudian difinisi prajurit ABRI, ketiga Sumpah Prajurit, keempat Sapta Marga, Kelima Pasal 5 lama adalah 5 suku prajurit, Pasal 6 lama adalah prajurit di bentuk atau terdiri dari, kemudian 7 adalah pemberian pangkat.
Nah, kalau di bawah, bab hakikat prajurit ikut babnya siapa. Kalau diikutkan ke dalam bab ketentuan umum, menurut aliran pikir F ABRI hakikat prajurit harusnya lahir duluan daripada 5 suku prajurit atau pemberian pangkat. Sehingga kami memahami sepenuhnya, bahwa dikelompokkan dalam sa tu bab juga saran dari F ABRI dulu bahwa nampak konkritnya hakikat
1
1556
prajurit ABRI yang ingin kita luhurkan. Namun kalau kita alirkan dalam pasalpasal yang sudah ada ini, kami menemui hal yang agak janggal, yaitu harusnya lahir duluan akan kita taruh di belakang. Harusnya yang lahir belakangan kita taruh di depan. Ini menurut aliran pikir dari F ABRI.
Jadi masalahnya bukan setuju tidak setuju, namun marilah kita carikan agar urut pikir maupun sistematika ini menjadi enak dengan tanpa kita terikat kepada jumlah bab. Bera pa pun bab F ABRI dapat menerima selama urut-urut pikir ini justru memberikan kemantikan yang enak, karena ini juga merupakan tanggung jawab kita bersama agar setiap pembaca nanti tidak dicanggungkan lagi dari pengalaman-pengalaman undang-undang yang lalu.
Demikian, Bapak Ketua dan Sidang yang saya hormati, mudah-mudahan dapat memberikan kejelasan, pendekatan dan urun rembug dari F ABRI tentang kedua masalah tersebut.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Jni dari F ABRI juga jelas sekali. Jadi masalahnya bab ketentuan umum, kem udian ada hakikat prajurit yang isinya tidak sesuai, misalnya isinya itu tadi disebut Pasal 5 lama Pasal 7 lama memang janggal. Saya kira memang itu statement saya memang janggal, tidak terlalu cocok kalau masuk di dalam ketentuan umum, itu masalahnya sedangkan mereka ini lahir kemudian daripada hakikat. Ini memang satu hal yang prinsipiil dalam menyusun suatu sistematika. Ini saja yang bisa saya sampaikan.
Silakan dari FPDI.
FPDI (BUDI HARDJONO, S.H.):
r Saudara Pimpinan, Saudara-saudara Anggota Panitia Kerja, Pemerintah 1Yang kami hormati.
1
1
Mengenai dua masalah yang harus kita bicarakan pada kesempatan ini, yaitu pertama-tama mengenai Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 diperlu. kan menjadi cantolan hukum di dalam Undang-undang Prajurit ABRI ini ada It· I 1ga.
Kemudian yang kedua mengenai sistimatika daripada Undang-undang Prajurit ABRI yang akan kita selesaikan ini. Sebenarnya FPDI sejak awal sudah memberikan suatu pendiriannya, satu sikapnya.
Masalah pertama, yaitu mengenai Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 mengenai Ketentuan-ketentuan Pokok Kepegawaian dan setelah kemudian diadakan lobby kecil yang juga tidak berhasil, FPDI tetap berpendapat bahwa Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 itu tidak perlu dimasukkan di dalam konsiderans Undang-undang Prajurit ABRI.
1557
Alasannya banyak yang bisa kita kemukakan, bahwa secara dasar melihat sifat, hakikat daripada subyek yang kita persoalkan, nanti subyek yang akan kita kembangkan di dalam Rancangan Undang-Undang Prajurit ABRI itu FPDI melihat ada perbedaan dengan subyek yang dikembangkan di dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974. Memang ada salah satu ketentuan --saya tidak ingat persis pasalnya-- yang menyebutkan bahwa pegawai negeri adalah Pegawai Negeri Sipil dan ABRI, hanya di situ yang bisa secara eksplisit kita ikuti secara jelas. Tetapi FPDI tidak ingin melihat masalah hanya secara yuridis eksplisit saja, tetapi FPDI lebih melihat dari satu konteks proses historis dan kepentingan daripada kedua subyek undang-undang itu sendiri. Karena dari pihak Pemerintah khususnya ABRI juga menegaskan adanya Undang-undang Nomor 20 Tahun 1982 yang juga sedikit banyak di samping mengatur Pertahanan Keamanan Negara juga sudah mulai mengatur berbagai masalah mengenai prajurit dan ABRI.
Kemudian undang-undang ini akan dijabarkan lebih diperluas lagi ditampung di dalam Rancangan Undang-Undang Prajurit ini, sehingga dengan demikian sekali lagi subyeknya, masalah pokoknya, hakikatnya yang akan dia tur itu antara prajurit ABRI dengan pegawai negeri itu secara material sebenamya ada suatu perbedaan yang jelas. Bagi kami sendiri, bahwa sebenarnya Undang-undang Ketentuan-ketentuan Pokok Kepegawaian itu barangkali juga sudah perlu dipikirkan untuk justru disempurnakan, sehingga dengan demikian nanti ada ketegasan secara diskripsi antara ABRI dan pegawai negeri di dalam tugas masing-masing.
Sa tu ilustrasi kecil misalnya sekarang ada orang-orang a tau yang menjadi pegawai negeri yang usianya sudah lebih dari 55 tahun yang mestinya menurut ketentuan perundang-undangan harus pensiun juga bisa diper . panjang sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ada tetapi belum sepenuhnya diatur di dalam suatu Undang-undang Ketentuan-ketentuan Pokok Kepegawai-, an. Itu juga satu hal yang barangkali cukup menarik untuk juga kita pikirkan.
Kemudian juga masalah lain, yaitu bahwa pegawai negeri itu cukup · l uas dan tern ya ta pegawai negeri dalam arti luas sipil di luar ABRI itu juga I belum sepenuhnya diatur di dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 19741 misalnya pegawai-pegawai Pemerintah Daerah yang jµmlahnya sangat banyak termasuk guru-guru Sekolah Dasar yang sekarang menjadi persoalan.
1
Kemudian juga pegawai-pegawai di dalam pengertian pegawai negeri dalam arti luas yang menjadi karyawan-karyawan Badan Usaha Milik Negara. Merekapun juga diatur dengan ketentuan tersendiri, mungkin Peraturan Menteri dan sebagainya. Juga dengan demikian pegawai negeri dalam arti: Iuas di dunia perbankan mereka pun juga diatur tidak sepenuhnya berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 197 4. Demikian pula sekarang ini mengenai prajurit ABRI. Jadi berdasarkan hal-hal tersebut FPDI tidak menginginkan itu harus dimasukkan sebagai cantolan daripada Undang-undang Prajurit ABRI terse but.
1558
lni sebagai tambahan penjelasan katakanlah yang menyangkut sifat hakikat daripada subyek yang akan diatur di sini. Kemudian juga bahwa Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 itu memang sengaja tidak dipakai sebagai landasan hukum Rancangan Undang-undang Prajurit, sebab apabila kita membaca keseluruhan Rancangan Undang-undang Prajurit ABRI itu mengatur keanggotaan Prajurit ABRI yang menyangkut hak dan kewajiban Warga Negara Indonesia untuk ikut serta terutama dalam pembelaan negara. Sebagaimana telah kita ketahui bersama, Undang-undang Prajurit ABRI ini sebagai penjabaran Pasal 21 dan Pasal 22 Undang-undang Nomor 20 Tahun 1982 yang telah dirubah menjadi kesepakatan Pansus pada akhir-akhir ini.
Selanjutnya juga Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 itu mempunyai kedudukan yang sama dengan Undang-undang Prajurit ABRI, ini dari nevelering yuridis, jadi sebenamya kedudukannya sama antara Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 dengan Undang-undang Prajurit ABRI.
Kemudian menanggapi masalah yang kedua yaitu mengenai masalah sistematik. Sistematik daripada Rancangan Undang-Undang ada 7 Bab, kemudian FPDI tidak mengusulkan sistematik baru dan menanggapi usul FKP yang 9 Bab (Nawa artinya sembilan) bab lalu dari Pemerintah 7 Sapta, Sapta Bab. Ya angka itu sebenamya bisa kita otak-atik mana yang baik sesuai dengan kepentingan kita dan selera kita. 45 memang cukup simbolis dan baik untuk Indonesia karena kita merdeka 17 Agustus 1945 dan sebagainya baik. Tapi sebenamya yang lebih penting sebenamya bukan itu, tapi fungsi dan efektifitas daripada hukum dan undang-undang itu sendiri di dalam dunia perundang-undangan. Tetapi karena kita itu memang orang yang suka menganut simbul-simbul yang kita anggap baik ya tidak apa-apa.
I Barangkali dari Pemerintah ini mengkaitkan 7 Bab ini cukup baik dengan · simbul, tuntunan etik dan tuntunan dasar dari Prajurit ABRI yang Sapta 'rMarga barangkali itu saya tidak tahu persis, barangkali ini hanya pikiran saya. !Jadi kalau 7 dikaitkan dengan I (satu) kaidah-kaidah dasar ABRI yang Sapta I Marga 7 marga itu ya barangkali sudah cocok, sebab ini akan banyak me'lmakai yang paling tepat ibaratnya kita membuat baju bahannya kita sepakati kita jahit bersama, masyarakat akan merasakan akan mengikuti, tapi yang paling pas memakai itu sebenarnya itu ABRI. Jadi kalau bikin safari barang-
1 1kali kantongnya 7 itu lebih, tepat daripada kantongnya 9 barangkali, ini tinggal selera yang memakai kami lihat demikian.
Lalu di dalam bab-bab ini sebenarnya sudah adanya dua perbedaan dua bab saja, yaitu dari rekan FKP mengusulkan Bab II itu hakekat prajurit, Bab I sama. Kemudian Bab III dari rekan FKP mengusulkan kedudukan dan fungsi prajurit, dari Pemerintah mengusulkan Bab II Pengangkatan, Bab III Pembinaan, Bab IV sudah mulai sama Bab V, Bab VI, Bab VII baik dari FKP maupun dari Pemerintah itu sebenarnya sudah sama kalau saya tidak salah.
1559
Jadi kita tinggal membicarakan yang tidak sama ini untuk menjadi sama. Melihat dari pengaturan atau penempatan dari subyek-subyek di dalam sistematik ini sebenarnya karena undang-undang ini sudah kita bicarakan sekian dan material terurai sebenamya sudah hampir selesai. Mengenai persoalan sistematik ini "Hakekat prajurit, kedudukan dan fungsi prajurit" yang diusulkan oleh rckan FKP Bab II dan Bab Ill sebenarnya kalau tidak salah sudah ditampung secara terurai dalam beberapa pasal-pasal di dalam Rancangan Undang-Undang yang hampir kita sepakati. Sehingga menurut pendapat kami formulasi terurai mengenai sifat, hakekat prajurit dan kedudukan itu sudah kita sepakati bersama, hanya memang pengaturannya dalam sistematik yang sekarang menjadi satu bahan diskusi.
Dan kalau kita kembali kepada pembicaraan kita di dalam beberapa waktu yang lalu, yaitu bahwa yang menyangkut sifat, hakekat prajurit, kedudukan dan fungsi prajurit itu dahulu dibicarakan bersama terkait dengan Pasal 4 Rancangan Undang-Undang termasuk masalah Sapta Marga yang mencakup sifat, hakekat itu tadi dengan pasal-pasal selanjutnya dikaitkan pula dengan Pasal 8, Pasal 11, Pasal 12 daripada rekan FKP dan juga Pasal 16 dari rekan F ABRI. Keseluruhan ma teri yang terse bar yang ditinjau dari berbagai sisi masing-masing tersebut menurut hemat FPDI telah tertampung sehingga akhimya menurut pendapat FPDI tidak perlu diadakan perubahan sistematik ya karena sekali lagi menurut rekan F ABRI dan juga mungkin Pemerintah angka 7 lebih srek daripada angka 9, kira-kira begitu dan karena nanti yang akan banyak menggumuli penggunaannya sehari-hari untuk Prajurit ABRI itu Pemerintah kita dan ABRI kita ya FPDI bisa mengikuti jalan pikiran yang telah dirancangkan oleh Pemerintah.
Demikianlah pendapat dari FPDI kami tidak ingin memperpanjang waktu dan saya yakin nanti rekan-rekan FKP juga akan setuju bertemu dengan kita mudah-mudahan begitu.
Terima kasih.
KETUA RAPAT.
Terima kasih.
Sudah panjang lebar bisik-bisik saya di sini.
Saya silakan FPP.
ini saya tidak kasih komentar karena Pak Ipik,
I !
I
FPP (H. ISMAIL HASAN METAREUM, S.H.): I
Waktu skorsing tadi Ketua Tim Kecil menemui kami di sini meminta supaya mengusulkan pada Penjelasan Umum sesudah Undang-Undang Dasar 1945 dimasukkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 1982 untuk ada relevansi-1 nya, jangan langsung dari Undang-Undang Dasar 1945 kepada penjabaran undang-undang ini. Dengan demikian kami menganggap bahwa semua kita
i
1560
sudah memikirkan bersama permasalahan undang-undang yang kita susun sekarang ini dihubungkan dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 1982.
Ini kami kemukakan, ini alam pikiran yang biasa. Kami tadinya di dalam Daftar Inventarisasi Masalah kami merupakan pengusul untuk dimasukkannya Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 itu di dalam konsiderans, karena kami berpandangan bahwa di sana di Pasal 2 nya disebutkan dua macam terhadap prajurit/pegawai negeri. Sehingga kami pernah dalam rapat kerja menggambarkan adanya Pegawai Negeri Sipil kemudian adalah disebabkan karena adanya pegawai negeri dibagi dua itu yaitu Pegawai Negeri Sipil dan ABRI, kalau tidak maka pada waktu-waktu yang lalu disebut pegawai negeri tidak disebut Pegawai Negeri Sipil. Oleh karena itulah maka kami menganggap bahwa persoalan yang kita bicarakan ini ada hubungannya dengan masalah Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 itu.
Setelah kita membahas semua persoalan di dalam undang-undang ini maka kita sepatutnya meneliti adakah yang menyangkut Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 itu. Dalam penjabaran kita ternyata jauh atau sedikit sekali memasukkan hal yang ada yang disebutkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 antara Iain termasuk Aparatur Negara yang di sana ada dan di sini juga ada.
Kemudian kalau saya hubungkan dengan Ketua Tim Kecil tadi maka yang dilihat langsung hubungannya adalah Undang-undang Nomor 20 Tahun 1982, kalau tadinya juga kita memasukkan jabatan di luar ABRI ke dalam ini memang ada undang-undang lain yang tersangkut antara lain Undangundang Nomor 8 Tahun 1974, Undang-undang Nomor 5 dan sebagainya, akan tetapi inipun tidak jadi kita masukkan. Oleh karena itu memang sebagai
'pengusul kami mau ver ingin mengemukakan yang sebenarnya kami merasa sekarang ini tidak ada yang langsung dihubungkan dengan Undang-undang
I Nomor 8 Tahun 1974 karena itu masalah Undang-undang Nomor 8 Tahun 1
1974 sekarang ini hukumnya menjadi jais, dimasukkan ya silakan tidak di-1 masukkan juga kami tidak keberatan, ini pandangan kami terhadap Undang-1 undang Nomor 8 Tahun 1974.
, Kemudian mengenai sistematika kami tadi waktu bicara soal lain sudah menyinggung setelah memperhatikan ke selumh pasal-pasal yang ada yang dibikin oleh kelompok kerja kalau saya tidak ini telah disampaikan kepada kita. Kami melihat bahwa urutannya sudah tidak ada permasalahan, karena itu langsung saja pada waktu Saudara Pimpinan bicarakan soal lain tadi nyeletuk atau nyambung mengenai masalah ini kami tidak keberatan terhadap pasal-pasal yang sud ah ada ini dilihat dari segi sistematika.
Kemudian mengenai tambahan bab, kebetulan sekali kami ini tidak ahli dengan angka, ngilmu kami sangat kurang, entah salah atau salah saya tidak mengerti itu karena saya kurang. Jadi kalau hendak menambah bab marilah kita melihat pada isinya, kalau isinya relevan dengan bab yang akan
1561
kita kemukakan barangkali tidak ada permasalahan. Tapi kalau karena masalah angka yang dibicarakan kami agak sulit untuk memberi pendapat karena memang saya katakan terus terang betul-betul itu ngilmu saya sangat kurang. ·
Jadi kami akan menanggapi nanti apabila dibicarakan secara khusus pasal mana yang masuk Bab I, pasal mana masuk Bab II dan sebagainya, ini kami akan menunggu teman-teman akan mengemukakan secara konkret yang relevan dengan persoalan yang kita bicarakan itu artinya dengan bab yang akan diusulkan.
Terima kasih.
KETUA RAPAT.
Kaiau begitu satu-satu ya, jadi ini Undang-undang Nomor 8 Tahun 197 4 dulu bagaimana? Sebenarnya banyak bahan sudah kita peroleh tapi kalau kita berpikir memang secara yuridis sistema tis, waktu dibua t undang-undang ini tentang Undang-undang tentang Pokok-pokok Kepegawaian, ini di dalam konsiderans mengingat dia tidak mengambil mengenai Pasal 30 Pertahanan Negara, ini satu kekurangan daripada Undang-undang tentang Pokok-pokok Kepegawaian dia langsung saja menyebut pasal-pasal lain, malahan Pasal 27 dan Pasal 28 sebagai Bab Warga Negara saja yang dimasukkan. Sedangkan Bab Pertahanan Negara itu tidak ada, ini satu statement saja. lsinya diatur mengenai ABRI. Di dalam pertimbangannya tidak ada itu, dia tidak sebut mengenai Pertahanan Negara tidak ada tapi isinya kok tiba-tiba dia sebut "Pegawai Negeri terdiri dari", lalu di Pasal 37 itu Pembinaan, Pasal 37 itu menunjuk Pembinaan saja.
Jadi masalahnya prinsipiil sebenarnya Undang-undang Nomor 8 Tahun 1
197 4 ini tidak sempurna, jadi Saudara-saudara ta di melihat kiri kanan tapi cuma melihat yuridis sistematis saja, isinya mengurus pertahanan tapi dari : mana dasamya tidak dia sebut, jadi mungkin tergesa-gesa juga waktu . mengurus ini.
Jadi apa yang diuraikan F ABRI itu memang benar, yang kedua begini Undang-undang tentang Pokok-pokok Kepegawaian ini mengatur pokok- : pokok kepegawaian kalau dibanding dengan Undan~undang Nomor 20 Tahun 1
1982 katakanlah tahun 1974-1982 sebenarnya 8 tahun saja bedanya. Oulu waktu dibicarakan Undang-undang Nomor 20 Tahun 1982 memang tingkatannya itu seperti kita bilang ada Undang-undang' tentang Pokok-pokok, ada Undang-undang tentang .Ketentuan-ketentuan Pokok tadi tidak ada dalam Undang-Undang Dasar 1945 perbedaan itu tapi pengertian ilmiah saja kan. Waktu itu ada yang mengatur pokok ada yang organik saja. Jadi waktu menyusun Undang-undang Nomor 20 Tahun 1982 tingkatannya I
sama dengan Undang-undang tentang Pokok-pokok Kepegawaian, dia punya judul juga tentang Pokok-pokok Kepegawaian. Kalau Undang-undang Nomor. 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok, apa berbeda atau I
1562
tidak ya Saudara boleh pikir sendiri tapi sebenarnya intinya mengatur pokokpokok, ada istilahnya Ketentuan Pokok dan ada yang bilang Ketentuan tentang Pokok-pokok tetapi dtia-duanya mengatur Pokok-pokok tentang Pegawai Negeri, Pokok-pokok tentang Pertahanan. Jadi tidak perlu di Undangundang Nomor 20 Tahun 1982 dicantumkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974, begitu dia punya sejarah itu, selain dia memang Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tidak sebut mengenai Bab Pertahanan Keamanan Pasal 30, selain ini toh setingkat.
Sekarang di tingkat organik, ini kan undang-ui:dang yang mengat~r "Orang/Prajurit" apakah ini masih perlu dicantumkan itu masalahnya, m~s1~ perlu atau tidak dicantumkan. Dalam prakte~nya. banyak kete~t~a~B~~ Pegawai Negeri berlaku juga untuk ABRI dan itu d1perguna~a~ o e ' misalnya waktu cuti tidak ada pengaturan~ya, .waktu c~h itu ada pada Pegawi Negeri, hal-hal lain di Pegawai Nege~ m1salnya p1dana (pe~bua:. pidana) itu, kalau ABRI melakukan pidana d1.an~p sama de~;~n di ej:1a: Negeri itu yang sepertiga tambahannya, Hakim bia~~ya begi ositif Hakim tentara biasanya dia menimbang hal-hal demik1an, ada ~ang P .. ada yang tidak terlalu positif itu dipakai dari Ketentuan Pegawa1 Negen 1tu.
Sekarang kalau tidak dicantumkan apakah yang berlaku untuk Pegawai Negeri juga berlaku juga untuk Prajurit ABRI. Ya kalau menurut saya jika tidak dicantumkan juga berlaku, nah sekarang dasar yuridisnya di mana? Dasar yuridisnya berlaku mana? Ya Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 itu bukan Undang-undang Nomor 20 Tahun 1982 jadi tetap berlaku diatur oleh Undang-undang tentang Pokok-pokok Kepegawaian karena ABRI masih tetap Pegawai Negeri. Kan tidak ada di dalam Undang-undang Prajurit mengatakan ABRI bukan Pegawai Negeri. Tidak ada kecuali kalau kita menetapkan bukan Pegawai Negeri, jadi tetap berlaku. Disebut apa tidak disebut ini yuridisnya ini, dus interpretasi hanya kita pakai mempergunakan pendekatan interpretasi saja. Ini kira-kira statement saja.
Silakan sekarang kembali Iagi ke FKP.
FKP (A.A. OKA MAHENDRA, S.H. ):
Dari FKP telah mendengarkan pengarahan atau statement dari Ketua tadi, FKP masih ingin menyampaikan pendapat mengenai masalah Undangundang Nomor 8 Tahun 1974 ini, tadi mernang ada yang rnenyebutkan ada benang rnerahnya ta pi ti pis, ada yang tidak rnenginginkan (FPDI ), ada yang jais hukurnnya dan bahkan Saudara Ketua rnengatakan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tidak sernpurna. Saya kira sernpurna tidak sernpurna perlu disempurnakan, saya kira nanti saja kita bicarakan, FPDI juga rnengusulkan supaya Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 disempurnakan nanti sajalah.
Sekarang ini kita ditugasi untuk membicarakan Undang-undang tentang Keprajuritan. Jadi tidak usahlah rnenyinggung-nyinggung Undang-undang
1563
Nomor 8 Tahun 1974 karena bagaimana pun juga kita ini ikut dalam proses penyusunan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 itu, sekarang masalahnya masuk apa tidak di dalam Undang-undang tentang Prajurit ABRI.
Hal-hal inilah yang ingin kami jelaskan untuk itu perkenankan rekan kami Hatta Mustafa dan Soesanto Bangoennagoro untuk memberikan tambahan penjelasan mengapa FKP ingin mencantumkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 ini. Dan mengenai sistematika ini memang mustinya kita coba masukan coba rumuskan dahulu karena tujuannya memberikan bab-bab tersendiri dalam satu kelompok permasalahan ini adalah untuk membuat terang pengelompokannya di samping itu dengan tersusunnya bab secara sistematik ini akan memudahkan orang melihat ruang lingkup permasalahan yang diatur di dalam Rancangan Undang-Undang ini.
Kalau tadi FPP mengatakan ngilmunya kurang saya kurang, saya kira ini memang bukan soal ngilmu di sini, kalau toh ngilmu orang Jawa bilang itu: "Ngilmu iku kelakoni nganti laku", nah kalau kita mau ngilmu mari kita buat sekarang ini coba kita masukkan ke dalam kelompok-kelompok masingmasing pasal ini kita kelompokkan dalam bab-bab, nah itu kita "laku" artinya kita melakukan perbuatan mengelompokkan dalam bab-bab. Mungkinkah ini masih mantik, logis, sistematik itu yang perlu kita lakukan sekarang ini.
Bab I, misalnya saja itu kalau kita ingin cantumkan mengenai pengertian ya kita ambil mengenai pengertian.
Bab II, bisa kita rumus mengenai Hakekat, Kedudukan dan Fungsi mungkin sekaligus bisa di situ yang terdiri dari misalnya Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5 dan Pasal 6, kemudian mengenai persyaratan pengangkatan yang harus dipenuhi seseorang untuk dapat diangkat menjadi prajurit misalnya , bisa dimasukkan ke dalam Bab tentang Pengangkatan. Kalau kita sudah .adakan satu "laku" untuk mengelompokkan barangkali di situ akan lebih terang. ·
Inilah tambahan sedikit penjelasan dari saya perkenankan rekan-rekan kami untuk menambahkan.
Terima kasih.
KETUA RAPAT.
Silakan jadi soal Undang-undang Norn or 8 Tahun 1974 dulu.
Silakan.
FKP (M. HATTA MUSTAFA, S.H.):
Memang FKP menganggap perlu untuk ya mungkin perlu tidak harus, tapi memang dari pertama kita menganggap ini perlu untuk dicantumkan justru untuk menutupi apa yang tadi Saudara Ketua nyatakan. Jangan kita dalam membentuk undang-undang itu ada yang ketinggalan, nah dari
1564
titik tolak itu pikiran FKP bahwa yang diatur di sini adalah prajurit, orangorang yang sebetulnya kami sepakat Saudara Budi bahwa subyek daripada Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Undang-undang tentang ABRI kalau dipilah-pilah berbeda tapi ada kesamaan yang sama/umum mereka itu adalah Abdi Negara yang dibayar oleh Negara itu sama, di situ secara umum sama.
Nah, seandainya tadi pernyataan Saudara Ketua terakhir sudah membantu kita sebenarnya bahwa banyak hal yang tidak diatur di dalam Undangundang tentang Keprajuritan ini tapi yang berlaku tentunya adalah undangundang kita lihat di situ peraturan-peraturan perundangan yang berlaku, termasuk sebenamya Undang-undang mengenai Pokok-pokok Kepegawaian ini. Jadi Saudara Ketua kami melihat misalnya di mana, di dalam Undangundang tentang Keprajuritan ABRI diatur soal, dia kalau melaksanakan Dwi Fungsinya, dia duduk di jabatan-jabatan negara itu tidak diatur oleh Undang-undang tentang Keprajuritan atau Undang-undang tentang Pokokpokok Pertahanan Keamanan. Mungkin peraturan-peraturan yang berlaku, peraturan yang berlaku yang pokok adalah peraturan ini dalam Pasal 11 misalnya. Di sana disebutkan seorang Pegawai Negeri yang diangkat menjadi pejabat negara dibebaskan untuk sementara waktu dari jabatan organik selama menjabat pejabat negara tanpa kehilangan statusnya sebagai Pegawai Negeri kalau ABRI tentunya sebagai Pegawai ABRI atau sebagai Anggota ABRI, ini berlaku otomatis sudah. Tapi dalam undang-undang lainnya tidak ada yang kita tentukan ini juga tidak, padahal kita sudah mengatur membakukan di Pasal 6 baru. Peranan ABRI adalah sebagai kekuatan pertahanan keamanan dan kekuatan sosiaI politik sudah kita bakukan. Konsekuensi logis daripada ini jabatan-jabatan di luar jajaran ABRI berlaku undang-undang
i atau peraturan-peraturan yang mengatur keseluruhan kehidupan aparatur negara kita. Ini memang seperti di tres oleh Saudara Ketua tadi, namun
i d.emikian kalau misalnya sudah memang kita tidak menghendaki kami : tidak keberatan apa-apa Saudara Ketua? Tapi jangan disalahkan nanti ada I
I kesan bahwa wah ABRI itu mau enaknya saja, kalau yang menguntungkan i berlaku kalau tidak enggak begitu. lni supaya kita melihat secara konsis I ada kaitanlah bahwa memang ABRI itu adalah Abdi Negara yang memang : alat negara yang artinya sebagian dari aparatur kita, sebagian darif pada aparatur negara memang luas aparatur negara itu.
: Namun demikian dia adalah bagian dari negara kita, itu sebabnya kalau tadi dikemukakan panjang lebar oleh Saudara Ketua merupakan statement itu sudah membantu secara yuridis, memang secara yuridis ini jangan kita ketinggalan nanti banyak hal yang menunjuk peraturan perundangan yang berlaku dan sebagian terbesar peraturan-peraturan yang berlaku ini banyak sekali kalau kita sebutkan satu persatu banyak Saudara Ketua?
Mengenai peraturan-peraturan baik Peraturan Pemerintah ataupun Peraturan Perundang-undangan yang sudah merupakan jabaran daripada
I undang-undang ini yang berlaku baik untuk ABRI secara perorangan atau-
1565
pun sampai Panglima ABRI pun di sini masih diatur, di Panglima ABRI misalnya diatur oleh peraturan-peraturan perundangan pelaksanaan Undangundang tentang Pokok-pokok Kepegawaian ini. Apakah ini mengenai gajinya, apakah iti.1 mengenai gaji Gubernur mantan ABRI dan sebagainya.
Jadi kami menganggap memang bahwa hal inilah untuk sempurnanya peraturan perundangan yang kita bikin toh maksud pembuat undang-undang mengatur kalau mungkin sesempurna mungkin jangan sampai seperti Ketua tadi bilang ada yang ketinggalan. Kalau kita sudah menyadari ada yang ketinggalan kita tinggalkan ya tentunya kita juga tidak keberatan tapi kita ingin dicatat bahwa memang kita menginginkan ini masuk untuk sempurnanya Undang-undang mengenai Keprajuritan ini.
Terima kasih.
KETUA RAPAT.
Jadi tadi saya katakan begini di dalam mengingat konsiderans daripada Undang-undang tentang Pokok-pokok Kepegawaian ini tidak disebut mengenai Pasal 30 itu, itu masalahnya. Sedangkan di dalam Batang Tubuhnya ada dua pasal yang menyebut Angkatan Bersenjata itu yaitu Pasal 2 dan Pasal 37 itu masalahnya dus Pasal 2 disebut klasifikasi Pegawai Negeri apa? Dan kedua Pasal 37 menyebut Pembinaaan.
Kalau pembinaan itu bisa perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan itu kita punya pengertian, di situ disebut hanya pembinaan. Jadi masalahnya itu menurut FKP harus disebut sebagai konsiderans mengingat di dalam Undang-undang tentang Prajurit ini. Lalu pertanyaannya apakah dari Undangundang tentang Pokok-pokok Kepegawaian itu ada yang diatur di Rancangan Undang-Undang tentang Prajurit ini, nah itu jawabnya ada pembinaan diatur, itu musti kita lihat. Kalau ada yang diatur ya ada benarnya Saudara punya argumentasi, kalau tidak ada yang diatur ya tidak benar argumentasinya 1
begitu.
lni secara sistematis saja yuridis sistematis.
FKP (SOESANTO BANGOENNAGORO, S.H.):
Dengan penuh perhatian memang pagi ini saya ambil spesialisasi untuk I mendapat tugas ikut ngomong dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974, , terutama memang banyak hal-hal baru yang perlu meftdapat justifikasi kita semua terutama tentang statement dari Saudara Ketua tadi.
Te.rutama tentang kelemahan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 ini, kena apa tidak menyebut soal-soal pertahanan keamanan seperti Undang-undang Nomor 20 Tahun 1982. Memang pada saat itu kita bertanya jauh sebe- j
lum itu kita menelusuri kepada orang-orang yang ikut membuat Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 di antaranya waktu itu Pak Manihuruk masih aktif sebagai tentara memberikan keterangan bahwa itu tidak hanya kebetulan me-
1566
mang bahwa anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia itu dirumuskan sebagai pegawai negeri di Pasal 2 Ayat (l) Undang-undang Kepegawaian ini, tetapi sudah dengan persetujuan wakil-wakil dari Angkatan Bersenjata sendiri yang pada saat itu dipimpin oleh Pak Panggabean. Dan yang menjadi Ketua Panitia Khususnya waktu itu adalah juga tokoh berasal dari Angkatan Bersenjata yaitu Pak Prapto Prayitno, waktu itu Departemen Dalam Negeri. Memang Departemen Dalam Negeri yang bertanggungjawab kepada soal aparatur negara ini pada saat itu.
Yang terpenting pembicaraan waktu itu, Ian~ung saja disebut pegawai negeri itu yang dirumuskan. Tetapi dibalik itu ada perumusan yang lebih jauh dalam negara ini tentu ada aparatur negara. Aparatur negara itu siapa? lalah pegawai negeri dan Angkatan Bersenjata. Dan kemudian dipikir cari nama aparatur negara itu apa yang paling tepat, pada saat itu diketemukan "pegawai negeri". Jadi pegawai negeri itu terdiri dari pegawai negeri sipil dan anggota Angkatan Bersenjata, itu Pasal 2 Ayat (l ), itu keterangannya.
l.alu sekarang, tepat sekali memang kalau dalam Pasal 5 Undang-undang Keprajuritan itu kita sudah merumuskan, "prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia sebagai bhayangkari negara dan ban~a Indonesia adalah aparatur negara yang taat dan setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 serta bersumpah prajurit dan bersapta marga".
Di sini ketemu aparatur negara. Kalau di sini tanpa ada penjelasan apaapa, itu akan Iepas kaitannya dalam aparatur negara keseluruhan dalam kehidupan negara ini, seolah-olah berdiri sendiri di dalam aparatur negara. Pada hal sebe1umnya sudah diikat aparatur negara ini ialah pegawai negeri yang di Pasal 2 Ayat (l) itu.
Apa sebabnya waktu mernbuat undang-undang ini Undang-undang Kepegawaian tidak disebut tentang pertahanan keamanan ? Karena titik beratnya pada saat itu terhadap pembinaan daripada aparatur negara itu. Sudah barang tentu di mana letaknya pembinaan? Kalau pegawai negeri sipilnya, pembinaan
1 itu di Pasal 13-nya : Kebijaksanaan pembinaan pegawai negeri sipil secara menyeluruh berada di tangan Presiden.
Kemudian pembinaan kepada aparatur Angkatan Bersenjata di mana ? Di Pasal 37 daripada undang-undang ini, yang akan diatur dengan undang-undang
: tersendiri terhadap pembinaannya, jelas. Kemudian belum sernpat diatur, ne' gara sudah rnelihatnya rnendesaknya diatur tentang Undang-undang Pertahan
an dan Keamanan Negara, keluarlah Undang-undang Nomor 20 Tahun 1982. Ini mengatur ten tang pertahanan keamanan negara. Kalau toh ada bagian yang rnembicarakan tentang pembinaan, itu sama kemungkinannya yang diatur di dalam Pasal 37 yang sudah lebih dulu ada.
Ini saya hubungkan dengan statement Pak Ketua tadi, kelihatannya memang tidak apa-apa secara yuridis. Karena Undang-undang Keprajuritan sekarang tidak mencabut undang-undang ini, jadi eksistensinya ada. Kelihatannya
1567
memang demikian. Karena apa? Kalau toh mencabut ini mencari penyakit namanya, kita membuat medan baru dalam perdebatan. Tetapi kalau tidak ditegaskan, dicabut tidak, tetapi kalau tidak ditegaskan ada kaitannya, ada adadium yang jadi perdebatan, undang-undang yang keluarnya terbaru itu secara diam-diam mematika.n yang lama atau mengganti yang lama. Atau yang terbaru itu dianggap penafsiran yang paling tepat. Jadi bisa saja orang kalau melihat Pasal 5 nanti rakyat bilang, "oh kalau begitu bukan pegawai negeri lagi anggota Angkatan Bersenjata" ini. Makanya persoalannya kemudian bisa bergeser sedikit.
Kalau toh tidak di dalam konsiderans, tetapi penjelasan bahwa terkait di Pasal 2 Ayat (l) itu tetap hid up dan diakui oleh Angkatan Bersenjata dan pembentuk undang-undang kita sama Pemerintah sekarang, ini tentu ada justifikasinya. Di mana? Itu yang ditawarkan oleh rekan kita pembicara pertama Pak Koembino tadi. Itu bahayanya kalau tidak dicantumkan. Memang kalau gampangnya, kalau pakai rumusan Pak Metareum tadi, hukum jaiz itu tadi dikatakan dimasukkan baik, memang senang yang baik-baik dan tidak dimasukkan tidak apa-apa. Tetapi karena senang yang baik-baik, dimasukkan.
FKP adalah berjiwa besar, untuk ini tidak memaksanakan, pokoknya ada kejelasan. Itu yang ditawarkan tadi, diatumya itu di mana oleh rekan kita Pak Koembino tadi.
Tetapi memang, bahaya kalau tidak dijelaskan, rakyat bisa kaget di mana. Apalagi kita ini tergolong negara berkembang, padahal kita tahu semua kalau ABRI kita di sini baik-baik, khas Indonesia dan dalam ikatan Pancasila. Tetapi rakyat yang tidak mengerti akan menafsirkan memakai adadium tadi, ada pergeseran yang berubah itu. Maka inilah pentingnya.
Dan ini kepada Pak Budi Hardjono, bukan saya ngroyok bapak ya, tadi Pak Ketua bilang, ini saya ada bisik-bisik dari Pak Ketuanya di sini, saya itu jadi tanya, apa kuatir saya, apakah Pak Budi Hardjono itu bicara atas nama i
Fraksi a tau atas nama Pak Budi karena ada Pak Ketua di sini.
Tetapi saya percaya Bapak bicara atas nama Fraksi, tetapi ini hanya gu- : yon saja ya Pak. j
Tetapi saya untuk kelengkapannya saja, bapak mensinyalir kalau Un- : dang-undang Pokok Kepegawaian ini kepengin dirubah karena tidak lengkap, 1,
sebetulnya yang bapak utarakan tadi sudah lengkap, lengkap selengkap-leng- : kapnya. Kohotasinya bahwa kena apa Angkatan Bersenjata dan pegawai ne- ] geri sipil diberi nama "pegawai negeri" dalam kerangka aparatur negara ? · Kalau pegawai negeri sipil itu terdiri dari pegawai negeri pusat dan pegawai : negeri daerah, itu di Ayat (2)nya, itu terrnasuk daerah otonom, itu klop. Ma- ] sih dikunci lagi, wong namanya pokok-pokok, garis besamya saja, di ayat cnya, "pegawai negeri sipil lain yang akan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah'', dari Badan Usaha Milik Negara dan sebagainya itu tidak perlu ditata : dengan undang-undang karena menurut kuasa c ini setiap saat Pemerintah bisa
1568
memberikan peraturan Pemerintah. Termasuk kena apa ceritanya perusahaan negara jadi Perseroan Terbatas dan sebagainya itu, Perseroan Terbatas kan kelihatannya swasta tetapi kok jadi pegawai negeri. Ya ini tadi karena diberikan kuasa undang-undang di bawah Badan Usaha Milik Negara.
Jadi saya harap, karena nanti kalau keinginan bapak itu secepatnya tercapai, kita semua yang cancut tali wondo, jadi biarlah kita semua yang bekerja, biarlah sementara ini Undang-undang Pokok Kepegawaian tidak dirubahrubah dulu sampai Undang-undang Keprajuritan ini jadi klop.
Tentang pentingnya sudah saya gambarkan dan satu lagi yang perlu kita ingat, karena dwi fungsi dari ABRI itu Pasal 52 Kitab Undang-undang Hukum Pidana yaitu memberikan pemberatan kepada pegawai negeri yang melakukan tindakan-tindakan ditambah 1 /3 nya.
Karena undang-undang yang dulu belum ada justifikasi siapa pegawai negeri itu, maka ada kegunaannya setelah di Pasal 2 Ayat (1) ini. Tetapi yang paling pokok adalah dalam kehidupan aparatur negara.
Inilah kalau saya boleh saya tutup dengan pakai istilah ngelmunya dari Pak Metareum tadi untuk tidak pada sistematika pada sistem ini, maka klop karena ngelmunya di dalam jajaran tradisional kami artinya "angel yen durung ketemu" (sukar kalau belum ketemu). Tetapi kita mencoba untuk mencarikan jalan-jalan supaya kita ketemu pendapat tadi.
Kami sekali lagi sudah menegaskan dari rekan kita yang pertama tadi bahwa FKP tidak ngotot untuk quet ce quet di konsiderans, tetapi jangan hilangkan kaitan berhubung dengan adadium yang berlaku dalam masyarakat,
kalau tidak diterangkan dengan jelas apakah pada batang tubuh, konsiderans atau mana pun, itu bergeser artinya.
Dan lagi satu, Pak Menteri Pertahanan Keamanan pada rapat yang Ialu yang saya ingat baik-baik bahwa beliau tetap mengakui Pasal 2 Ayat (l) ini. Itulah perlu dikaitkan di sini di mana letak tetap pengakuannya itu. Walaupun seandainya tidak di konsiderans. Memang kalau paling gampang di konsiderans, kita tidak repot-repot, apakah bedanya tebal atau benangnya halus itu ada memang.
Saya cukupkan sekian, karena ini dalam musyawarah mufakat dan pengeluaran yang mungkin agak rawan, jadi bolehlah saya pakai pendekatan budaya kami, kurang lebihnya kalau ada ucapan saya yang terlanjur kepada semua pihak, saya mohon maaf sebesar-besamya.
Sekian, Wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
KETUA RAPAT:
Jadi adadium tadi ini hanya tambahan. Undang-undang yang termuda berlaku sepanjang menguntungkan yang diatur. Mesti ada yang menguntungkan, kalau tidak menguntungkan tidak berlaku dia, itu tambahnya.
1569
Kedua, itu Pasal 2 tidak ada penjelasan di dalam Undang-undang Pokok itu. Begitu juga Pasal 37 tidak ada penjelasan sama sekali. Ini yang menyulitkan ini. Prayitno. jadi duta besar. Setelah dari sini Direktur Jenderal, lalu jadi Duta Besar. Waktu itu dia Brigadir Jenderal di Komisi II.
Silakan dari FABRI.
FABRI (A. HARTONO):
Terima kasih Pak Ketua.
Saya kira saya sudah dapat ngelmu dari Pak Bangoennagoro dan Pak Mustafa. Namun yang menjadi pertanyaan say a justru menarik ini, apakah kalau ada satu kata atau ketentuan-ketentuan ini yang berkaitan dengan prajurit ini apakah seluruhnya kita cantumkan dalam konsiderans. Tapi disebutkan hukum, apakah Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana juga kita masukkan, pada hal berkaitan. Apakah masalah-masalah lain, pada hal kita sepakat bahwa dalam konsiderans ini adalah dasar hukum yang memang terjabarkan secara merata, jelas di seluruh pasal-pasal. Tadi kami memang mengakui F ABRI sadar sesadar-sadarnya bahwa benang merah tipis itu ada dua. Namun setelah kami cari benang merah tipis tadi tidak ada apa-apanya artinya tidak mengikat. Inilah masalahnya. Tapi Pak Bangoen juga mengatakan Pasal 2 Ayat (1) b dikaitkan dengan Pasal 5, kami kira ada kata-kata yang say a sangat tertarik. titik beratnya. Justru titik berat kita itu Rancangan Undang-undang Prajurit demikian.
Mengenai masalah cuti, kami buka ini Pak, namanya cuti ABRI, itu adalah Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1966. Kami sadar Pak, dalam kita membuat Peraturan Pemerintah atau peraturan perundang-undangan nantinya. pasti hams kita cantumkan undang-undang itu. Di sini Peraturan Peme- ' rintah Nomor 17 Tahun 1966 tentang Cuti Anggota ABRI konsideransnya ada dua Pak, .Undang-undang 1958 tentang Milsuk dan Undang-undang Nomor 18 Tahun 1961 tentang Pokok-pokok Pegawai Negeri. Namun itu nanti di per aturan pelaksanaan. Karena itulah yang nanti secara operasional akan berkaitan. Sedang di Undang-undang Rancangan Undang-undang tentang Prajurit ir,i sama sekali tidak ada yang mengkait. Kita ambil misalnya tadi Pak Bangoen membaca Pasal 5 barn, kita aparatur negara, saya kira tanpa penjelasan tidak ada peraturan negara yang swasta Pak.
Artinya bahwa ketentuan di dalam Pasal 3 Undang-undang Nomor 8 tetap berlaku. Namun kita masalahnya mencantumkan konsiderans, ini benarbenar yang kita pergunakan sebagai landasan hukum karena apa? Kita akan menguraikan ketentuan-ketentuan di dalam perundang-undangan yang kita cantumkan dalam dasar hukum. dalam konsiderans menyebar di seluruh pasal. Sedang apa yang kita sebar di seluruh pasal, ini sebenarnya kalau dicari satu per satu tadi Pak Hatta Mustafa, memang akan berkaitan tidak hanya di Undang-undang Nomor 8 tetapi saya kira ada puluhan undang-undang Pak yang akan berkait, Iha apakah kita cantumkan dalam konsiderans.
1570
Saya tidak mengerti Pak. Bapak mungkin sudah bagaimana menyusun undang-undang, namun menurut pendapat kami, kita harus mencari efisiensi dan efektifitas dan yang secara langsung akan dapat berpengaruh terhadap masalah tersebut.
Justru saya sekarang akan menanyakan apakah kalau hanya dengan dua benang tipis yang ternyata tidak berkait ini pencantuman ini malahan tidak akan menumbuhkan penafsiran yang mungkin berbeda. Sedang kalau tidak dicantumkan, toh ketentuan-ketentuan ini saya kira seluruhnya paling tidak dimengerti permasalahannya.
Jadi ini sebagai tambahan penjelasan dari F ABRI. Kami hanya ingin menginformasikan di sini ada Peraturan Pemerintah Nomor 52 tentang Kedudukan Hukum Milsuk, Peraturan Pemerintah Nomor 17 tentang Cuti, Peraturan Pemerintah Nomor 36 tentang Pensiun, Peraturan Pemerintah Nomor 44 tentang Asuransi, Peraturan Pemerintah Nomor 77 tentang Peraturan Gaji. Semua di dalam Peraturan Pemerintah ini memang mencantumkan Undangundang tentang Kepegawaian karena dalam Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, mungkin saja ketentuan itu dapat dipergunakan untuk prajurit ABRI. Dan Rancangan Undang-undang kita mengamanatkan agar masalah-masalah tersebut diatur di dalam ketentuan perundang-undangan. Sehingga dengan demikian menurut kami sebetulnya klop, kalau tadi saya katakan hierarki dari perundang-undangan ini adalah sama mengatur soal individu, hanya kebetulan ini lahirnya prematur, artinya lahimya itu jauh lebih dulu, sedangkan Rancangan Undang-undang tentang Prajurit sama. Namun dalam peraturan pelaksanaan operasional, kami sangat sependapat Pak, memang hams mencantumkan Undang-undang Nomor 8 dan seluruh contoh Peraturan Pemerintah yang kami pelajari memang mencantumkan Undang-undang Nomor 18 Tahun 1961 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian sebelum disempurnakan ya-
. itu dirubah dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974.
Demikian, mudah-mudahan dapat sebagai bahan pertimbangan kita semua, dus ini lepas bukan setuju-tidak setuju, seberapa jauh secara yuridis formal pengaturan-pengaturan ini langsung berkait dan sebagai payung atau menjiwai seluruh tatanan di dalam batang tubuh.
Demikian Bapak Ketua, terima kasih.
KETUA RAPAT:
Memang sulit, tidak bisa keluar ini. Ini Pasal 40 di dalam Rancangan Undang-undang kita kan ada menyebut yang belum diatur tidak dicabut dan sebagainya, tetap berlaku. ltu juga satu hal yang bisa menjadi pegangan, ini cuma tambahan.
Sekarang silakan dari FPDI.
1571
FPDI (BUDI HARDJONO, S.H.) :
Saudara Pimpinan dan anggota Panitia Kerja yang kami hormati dan juga dari pihak Pemerintah.
Tadi dikemukakan FKP bicara 3 orang, FPDI l orang, ya karena bicaranya l, FKP sekaligus 3, saya mau bicara 3 kali, tetapi yang jelas sudah minum air 3 gelas.
Pertanyaan yang sangat simpatik dari Pak Susanto Bangoennagoro itu, Saudara Budi itu ngomon sendiri atau FPDI itu, ah ..... FPDI dong di sini. Bagaimana, ini notenya Pak lpik ini menguatkan yang saya omongkan, jadi nggak perlu diragukan. Dan semua permasalahan yang akan kami bicarakan di sini itu dari FPDI, karena FPDI itu kecil, jadi nggak terlalu sulit untuk berunding dan memutuskan itu nggak usah sulit-sulit. Kalau perlu saya putuskan di sini, setuju, karena orangnya kecil dan saiyeg saeka praya, itu ngelmu.
Jadi tidak perlu diragukan, Pak lpik setuju, tadi sudah memberikan petunjuk-petunjuk saya. Nggak ada masalah. Dan kalau salah sedikit orang muda nggak apa-apa itu, demi kebaikan demokrasi nggak apa-apa.
Kemudian kalau diperoleh dengan berbagai macam argumentasi, saya sering joke, yuris itu satu orang pikirannya terhadap satu mata itu bisa tiga kali. Senin mengenai undang-undang ini tafsimnya begini, Kamis begitu, satu orang itu. Nanti Sabtu begitu. Jadi memang nggak ada habis-habisnya. Masing-masing memang dilatih untuk berdebat, untuk berargumentasi. Kita kuliah 5-7 tahun untuk argumentasi. Pak Susanto juga begitu, Pak Hatta Mustafa teman kuliah juga begitu, yang lain-lain juga begitu. Jadi memang begitulah. Jadi dari berbagai aspek bisa kita perdebatkan, kita sating memberikan argumentasi, tetapi sudah barang tentu ya semuanya itu dengan iktikad baik dan masing-masing ada kebenarannya, dan masing-masing ada ketidaksempurnaannya.
Lalu persoalan pokok itu, saya tidak akan pidato lagi, karena sudah cukup banyak dan cukup jelas dan tidak akan selesai lagi kalau kita diskusikan lagi.
Hanya saya ingin mengakhiri dengan ngelmu lagi, "aja pada rumangsa bisa, ning bisaa pada rumangsa". ltu nasehat daripada ngelmu tetua kita yang , selalu dikemukakan oleh Pak Harto, apakah sebagai Presiden, apakah sebagai pribadi selalu begitu. Aja pada rumangsa bisa, ning bisaa pada rumangsa, ngelmu itu dalam. lha say a tidak akan kuliah masalah ini, jadi memang kita boleh merasa bisa, merasa mampu boleh. Tetapi yang lebih penting dari merasa bisa, merasa mampu itu lebih penting daripada itu adalah sama-sama memadukan satu keinginan bersama.
1572
Itu saja selingan saya untuk Pak Susanto dan ternan-ternan.
Terima kasih Saudara Ketua.
KETUA RAPAT:
Kalau menurut Tata Tertib, saya bisa berhentikan kalau bicara di luar dia punya acara, tetapi sudah saya biarkan saja. Sebab mulai dari Fraksi Kary a sudah lain.
Sekarang saya persilakan FPP.
FPP (H. ISMAIL HASAN METAREUM, S.H.):
Terima kasih Saudara Pimpinan.
Sebenarnya kami tidak ingin menambah penjelasan, karena memang sudah cukup jelas pada kita semua. Akan tetapi karena dikenmkakan dalam forum ada soal yang kami perlu klasifikasi artinya pengertian yang pokok pada kita.
Pak Hasan Mustafa dari FKP tadi mengemukakan bahwa hukum mengenai pegawai negeri sipil yakni harus di non aktifkan apabila menjadi pejabat negara, juga harus berlaku kepada ABRI, apakah ini benar? lni yang kami tidak mengerti, karena itu kami mempersoalkan karena dikemukakan dalam forum ini. Ini saja yang jadi soal.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Selanjutnya saya persilakan kepada Pemerintah.
PEMERINTAH (SEKRETARIS JENDERAL DEP ARTEMEN PERTAHANAN KEAMANAN/LETJEN TNI l.B. SUDJANA):
Bapak Pimpinan dan peserta rapat sekalian, dengan sangat menghargai · pendapat-pendapat yang telah dikemukakan oleh Fraksi-fraksi, tentu saja r kami sadari bahwa apa yang dikemukakan oleh masing-masing Fraksi ini · bertujuan untuk menyempurnakan sampai sesempurna-sempumanya dari
Rancangan Undang-Undang yang kita bahas bersama ini. Dan kita sadari juga bahwa ini adalah titik-titik terakhir yang akan membulatkan semua rancangan ini. Dalam hubungan ini ada satu hal yang mendasar yang ingin kami sampaikan dan mohon ini benar-benar dicamkan.
Bahwa di dalam undang-undang yang kita bahas sekian lama ini perlu kita sadari sebenamya yang ingin kita buat ini apa? Nah ini yang sangat mendasar sekali kami mohonkan untuk bisa disadari. Yang sebenarnya ingin kita buat di dalam Rancangan Undang-undang ini yang di dalam pelaksanaannya tentunya nanti adalah the fighthing man of the nation. Ini mo hon pengertian, bukan hal-hal administrasi. Apalagi yang masalah-masalah lain yang nanti akhirnya malah mengurangi makna dan hakiki di dalam Rancangan Undangundang ini.
1573
Kami sadar memang semoga ingin kalau bisa ditambahkan ini, ini tambah ini, supaya semuanya sempuma. Nah, bukan menambah-nambahkan ini akhirnya nambah sempuma, malahan mungkin akan menggugurkan lagi atau mengurangi makna secara keseluruhan daripada apa yang kita ingin buat.
Ini yang pertama yang ingin kami mohon untuk disadari benar.
Lalu yang kedua, ini barangkali sebagai pegangan saja bahwa suasana Tahun 1974 karena tadi Pak Bangoennagoro sudah menyampaikan telah menghubungi pejabat-pejabat pada saat itu yang ikut serta menangani Undangundang Nomor 8 Tahun 1974. Kami mohon juga diingat bahwa pada Tahun 1974 ini organisasi ABRI itu berada di bawah Departemen Pertahanan Keamanan ABRI, jadi Menteri Pertahanan Keamanan/Pangab, kan begitu.
Dan pada saat itu pula memang berlaku Undang-undang Nomor 29 Tahun 1954. Sedangkan sekarang organisasi ABRI memang secara langsung dipegang oleh Kepala Negara. Sedangkan Departemen Pertahanan Keamanan memang Presiden tetapi sebagai Kepala Pemerintahan Departemen Pertahanan Keamanannya. Lalu berlakulah Undang-undang Nomor 20 Tahun 1982 di mana Departemen Pertahanan Keamanan organisasinya memang terpisah dengan organisasi ABRI, di mana ABRI ini adalah dipegang oleh Panglima Tertinggi, tetapi Panglima Tinggi tidak disebutkan di sini, Presiden sebagai Kepala Negara.
Dengan dua pegangan ini, lalu ditambah lagi dengan apa yang sudah diuraikan oleh Fraksi-fraksi, dapat kami simpulkan bahwa pencantuman Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 ini tidak perlu di dalam Rancangan Undang-undang ini. Jadi dengan cukup apa yang ada di dalam Rancangan Undang-undang ini akan bentuk dan materi yang terdapat di dalam Rancangan Undang-undang ini sudah cukup sempuma, jadi tidak perlu ditambah-tambah
1
lagi.
Jadi ini kesimpulan dari Pemerintah tentang masalah pencantuman Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 ini di dalam "Mengingat" ini.
Kemudian yang kedua, Bapak Ketua dan hadirin sekalian yaitu tentang sistematika.
Di dalam sistimatika ini kita memang menytJSun sedemikian rupa sehingga alur pikir a tau pola pikir kita membaca mulai dari permulaan sampai I terakhir itu terlihat jelas (tidak terpotong-potong) sec~ra materiil. Kemudian yang paling penting di sini adalah isi dari masing-masing bah. Jadi kalau bab itu isinya hanya pengertian saja, barangkali kurang tepat undang-undang yang kita susun sekian lama susunannya kok hanya seperti itu saja. Oleh karena itulah ada beberapa pasal yang barangkali tadi oleh FKP dikatakan perlu dimasukkan di dalam satu bab kita kumpulkan, dan memang wajar kalau ini merupakan satu bab. Sehingga akhirnya di dalam pembagian bab-bab keseluruhan kita dapati sesuai dengan apa yang dicantumkan di dalam naskah ini, yaitu: 7 Bab - 45 Pasal. Ini secara materiil.
1574
Jadi kalau secara ngelmunya tadi, angka-angka itu yah bisa saja kalau dicari-cari. Sebab apa? Saptamarga itu adalah memang pegangan prajurit, ini mungkin untuk memudahkan. Bahkan bukan mungkin, kebetulan dari kami yang kebetulan mendalami masalah ini dan hidup di bidang ini, dengan Saptamarga itu setiap prajurit akan tahu. Tapi kalau nawa (sembilan) atau enam kok rasa-rasanya masih belum klop. Oleh karenanya kami mohon (kalau ini permohonan) ya dengan 7 Bab - 45 Pasal ini adalah yang paling tepat untuk hidup prajurit ini.
Jadi dengan Saptamarga sebagai landasan yang kuat pada diri pribadi prajurit, dia akan mempertahankan nilai-nilai yang 45 ini dalam setiap tingkah lakunya dan dalam setiap kehidupannya.
lni Bapak Ketua dan Hadirin sekalian, mudah-mudahan dengan demikian kita bisa memutuskan apa yang kita putuskan hari ini sehingga tidak berlanjut lagi.
Terima kasih.
KETUARAPAT:
For a fighting nation, there is no journey's end. Bagaimana Saudarasaudara? Sudah boleh diketok ini?
FKP (M. HATTA MUSTAFA, S.H.):
Bel um.
KETUARAPAT:
Oh belum, silakan.
FKP (M. HATTA MUSTAFA, S.H.):
Setelah mendengarkan penjelasan Pemerintah kami beranggapan dan memang peraturan-peraturan perundangan itu masih banyak yang berlaku untuk ABRI, baik untuk anggotanya maupun ABRI secara keseluruhan. Karena itu barangkali kalau memang peraturan-peraturan itu masih tetap berlaku dan dapat diberlakukan kepada ABRI dan prajurit ABRI, maka di dalam Pasal 40 itu mungkin masih bisa kita sempumakan.
Di mana di Pasal 40 disebutkan dalam Rancangan Undang-Undang: "segala peraturan pelaksanaan", kami mengusulkan "segala ketentuan Undang-undang dan peraturan pelaksanaan undang-undang mengenai ... dan seterusnya" sama. Jadi di situ maksudnya masih bisa menampung bahwa banyak peraturan-peraturan per Undang-undangan yang berlaku untuk ABRI, yaitu masih dapat berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam undang-undang ini.
1575
Jadi kalau tidak kami khawatir nanti maksud pembentuk undang-unda!lg (termasuk kita) bertanggung jawab kalau ada di belakang hari "pembentuk undang-undang kok tidak memikirkan dan macam-macam". Kami mengusulkan bahwa apakah nanti di dalam penjelasannya mau dituangkan penjelasan dari Pasal 40 ini menyebut perauturan-peraturan atau tidak, itu barangkali soal kedua. Tapi dengan menyempurnakan Ayat (1) Pasal 40 itu sudah tercakup peraturan atau undang-undang menurut pengertian kami termasuk Undang-undang Nomor 8 tahun 1974 ini dan pera turan pelaksanaannya.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Itu yang tadi statement saya Pasal 40. Jadi kalau mau dilengkapi dari Pemerintah begini: Semua Uangan segala) ketentuan peraturan perundangundangan dan peraturan pelaksanaan mengenai atau berhubungan" dan seterusnya.
Jadi segala dihilangkan lalu ditambah peraturan perundang-undangan dan peraturan pelaksanaan, kemudian undang-undang nya hilang. Jadi bacanya:
"Semua ketentuan peraturan perundangan-undangan dan peraturan pelaksanaan (terus) mengenai ... ", undang-undang nya hilang.
Itu sama dengan Saudara Hatta punya usu!. Artinya semua itu ya tidak usah dijelaskan lagi, sudah jelas masuk Undang-undang Nomor 20 tahun 1982, masuk Undang-undang Nomor 8 tahun 1974 dan lain-lain.
Bagaimana kalau begitu?
FPP (H. ISMAIL HASAN MET AREUM, S.H.):
Masih.
KETUA RAPAT:
Oh. Masih ada, silakan.
FPP (H. ISMAIL HASAN METAREUM, SH.):
Terus terang Pak Ketua, kalau penafsirannya termasuk undang-undang kami tidak setuju. Kalau di sini disebutkan semua un.dang-undang berlaku, repot dong. Masa undang-undang menyebutkan semua undang-undang berlaku? Kalau pengertiannya begitu. Tapi kalau peraturan perundang-undangan tidak dimaksudkan dengan undang-undang, kami tidak keberatan.
KETUARAPAT:
Betul.
1576
FPP (H. ISMAIL HASAN METAREUM, S.H.):
Betul? Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Jadi di sini undang-undangnya dicoret di belakang.
FPP (ff. ISMAIL HASAN MET AREUM, S.H.):
Pengertiannya.
KETUARAPAT:
Oh, pengertiannya.
FPP (H. ISMAIL HASAN METAREUM, S.H.):
Kalau seperti diusulkan tadi, undang-undangnya termasuk di dalamnya. Kalau undang-undang disahkan oleh undang-undang itu bagaimana? Ini ilmu pengetahuan Pak Ketua.
Terima kasih.
KETUA RAPAT :
Jadi maksud Pasal 40 begini, ini kan peralihan, Jadi semua yang masih ada itu tetap berlaku. Dan yang ada itu apa? Peraturan perundang-undangan. Peraturan perundang-undangan itu terdiri daripada apa? Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Keputusan-keputusan dan sebagainya.
Lalu pelaksanaannya. Pelaksanaannya yang mana? Yang tadi itu me' ngenai cuti, dan macam-macam atau pelaksanaan mengenai a tau berhubungan ' (ini luas) dengan keanggotaan ABRI yang sudah ada pada saat mulai berlaku
nya undang-undang ini (I Maret), tetap berlaku. Begitu maksudnya, sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam undang-undang ini dan selama peraturan pelaksanaan undang-undang tersebut belum diganti dengan peraturan lain menurut undang-undang ini. Ini buat say a jelas.
Jadi yang exsist, itu yang dinyatakan. Dan ini usul dari FKP. Saya cuma menco!Ja meluruskan.
Bagaimana FPP masih ada usu! lain?
FPP (H. ISMAIL HASAN METAREUM, S.H.):
Kami tidak mengusulkan kalau Saudara Pimpinan mengusulkan perubahan kalimat ini, itu lain persoalan. Itu berarti perubahan redaksi terhadap Pasal 40, ini lain masalah. Tapi kalau ingin essensinya memasukkan Undangundang itu yang kami keberatan.
1577
Di dalam pengertian peraturan perundang-undangan artinya dimasukkan juga undang-undang di dalamnya, ini kami keberatan.
Terima kasih.
KETUA RAPAT :
Alasannya bagaimana? Dus, ini kan hanya menyatakan kalau peralihan.
FPP (H. ISMAIL HASAN METAREUM, SH.) : INTERUPSI
Barangkali kalimatnya tidak ada masalah kalau kita mau robah Pasal 40 101 kalimatnya. Tapi pengertiannya sama menurut pandangan kami, tidak ditambah pengertian termasuk pula undang-undang dalam kalimat itu.
Itu yang kami rnaksudkan, terirna kasih.
KETUARAPAT:
Jadi bagaimana rumusannya yang baik?
FPP (H. ISMAIL HASAN METAREUM, S.H.):
Dirubah ataupun tidak sarna. Sebagai yang Saudara usulkan itu betul, peraturan perundang-undangan dan peraturan pelaksanaan itu tidak ada masalah buat kami. Tapi jangan diartikan bahwa itu terrnasuk Undang-undang.
ltu yang dirnaksudkan di sii, terima kasih.
KETUA RAPAT:
Oh, begitu.
FKP (M. HATTA MUSTAFA, S.H.):
Saudara I~etua, karni rnohon dijelaskan dulu peraturan perundang- · undangan ini jadi terrninologi baru, ini. Kalau rnisalnya dalarn perundangundangan itu penafsirannya tidak termasuk undang-undang. Jadi apa istilah barunya? Kalau memang peraturan perundang-undangan yang berlaku itu tidak termasuk undang-undang ini perlu di-clear-kan <lulu.
Terirna kasih.
KETUA RAPAT:
Pemerintah dengan Pasal 40 ini maksudnya ialah yang berlaku sekarang ini. kalau belum dirubah tetap berlaku. Jadi terdiri dari bermacam-macam itu tadi. Begitu maksudnya Pemerintah?
Jadi penjelasannya, jelas. Begitu, kalau ada sengketa nanti ya peradilan yang memutuskan, Hakim yang memutuskan. Jadi saya kira sudah betul, dari FPP pun sudah manggut-manggut. Saya mengerti apa yang dimaksud.
1578
I
Kita ini tingkatnya mengatur Undang-undang tidak bisa menyertakan Undangundang lain berlaku atau tidak berlaku begitu maksudnya.
FPOI (BUOi HAROJONO, S.H.): INTERUPSI
KETUARAPAT:
Pak Budi mau bicara, silakan.
FPOI (BUOi HAROJONO, S.H.):
Materinya sebenarnya essensinya tidak ada masalah. Hanya barangkali redaksinya ini perlu dikonkritkan. Di sini dirumuskan: "sejak segala ketentuan peraturan pelaksanaan Undang-undang dan sebagainya". Kalau begitu berarti undang-undang yang lain tidak berlaku. Jadi barangkali lebih tepat "segala ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan sebagainya". Sehingga tidak terlalu eksplisit menunjuk kepada peraturan pelaksanaan. Sebab ada undang-undang yang bukan peraturan pelaksanaan, tapi kalau disebut "peraturan perundang-undangan yang berlaku" termasuk ketentuan pelaksanaan, ini interpretasi saya.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Itu nanti jadi ilmu betul. Jadi peraturan perundang-undangan pelaksanaannya kan macam-macam tidak Peraturan Pemerintah saja, bisa Keputusan Menteri, bisa surat. Saya kira sudah cukup kalau dengan "semua ketentuan pera turan perundang-undangan dan pera turan pelaksanaan". Ka ta pak Budi pelaksanaan nya yang tidak perlu, begitu Pak Budi? Sudah dianggap termasuk?
FPOI (BUDI HARDJONO, S.H.):
Kalau biasanya disebut "segala peraturan perundang-undangan yang berlaku" itu sudah termasuk ketentuan pelaksanaan. Apakah itu surat Menteri
1 a tau segala macam, itulah.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Itu juga bisa. Jadi itu istilah semua atau segala di depan kalau ada berarti segala bentuk pelaksanaan (hilang pelaksanaan nya), begitu Pak Budi?
FPDI (BUDI HARDJONO, S.H.):
Ya
1579
KETUA RAPAT:
Kalau dimulai dari "ketentuan peraturan" itu ada pelaksanaannya. Tapi kalau dimulai dari "semua atau segala ketentuan peraturan", maka pelaksanaannya tidak usah ada. Itu memang betul, jadi kalau dibaca:
"Semua ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai atau berhubungan dan seterusnya."
Tidak ada masalah. Tidak apa-apa itu, baik saya kira. Bagaimana Saudarasaudara? Masih ada FKP?
Silakan.
FKP (M. HATTA MUSTAFA, S.H.) 1
Di dalam Pasal 39 kita juga menyebut : "dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang selama ini berlaku". Jadi kalau tadi disebutkan "semua peraturan perundang-undangan mengenai atau berlrnbungan dan seterusnya". itu sudah relevan. Itu tidak aneh. Memang tidak ada maksud kita yang jelek pun tidak ada di sini, kita hanya ingin supaya ini sempurnalah.
Hanya tadi, maaf kepada Saudara Metareum kami kalau menafsirkan perundang-undangan tentunya termasuk apakah undang-undang pokok atau pelaksanaan dan sebagainya yang masih tetap berlaku. Kalau memang ada penafsiran maksudnya di dalam pengertian perundang-undangan itu tidak termasuk undang-undang, tentunya perundang-undangan sudah tidak relevan untuk istilah itu. Mungkin ada ketentuan lain. Tapi kalau begitu kita akan merombak berbagai pasal di mana disebutkan bahwa "berbagai peraturan perundangundangan" yang selama ini berlaku dan sesuai dengan peraturan perundangundangan dan sebagainya, di berbagai pasal yang sudah kita sepakati bersama.
Jadi itu, mohon saja diartikan pengertian peraturan perundang-undangan itu, pengertian yuridisnya masih included/termasuk undang-undang apapun selama itu tidak bertentangan dengan apa yang diatur ini.
Terima kasih.
KETUA RAPAT.
Ini Ketetapan MPRS Nomor XX/MP RS/ 1966. Jadi peraturan perundangundangan yang dimaksud di dalam Ketetapan MPRS Nomor XX/MPRSi I 966. begitu?
Ya, sudah kalau sudah sama-sama manggut. lni yang satu sudah boleh?
Oh, FPP silakan.
FPP (H. ISMAIL HASAN METAREUM, S.H.):
Perlu penjelasan sedikit. Yang kami maksudkan tadi kalau ada undangundang yang hendak diperlukan oleh undang-undang. Itu yang jangan ditegas-
1580
kan begitu. Kalimat yang waktu kita bicarakan. Saya sudah katakan tadi kalau redaksi kami tidak keberatan.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Nah, jadi sudah sama.
Sudah betul? Boleh diketok ini? "sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dalam undang-undang ini (Ialu) dan selama ketentuan peraturan pelaksanaan undang-undang tersebut belum diganti dengan peraturan lain menurut undang-undang ini." Ya overbodig memang. Itu bisa juga tidak perlu. Jadi kalau dari atas "semua ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai atau berhubungan dengan keanggotaan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia yang sudah ada saat mulai berlakunya undang-undang ini tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dalam undang-undang ini."
Ya. betul itu "dan belum diganti dengan peraturan lain menurut undang-undang ini", yaitu yang baku. Kan sudah betul? Kalau sudah betul ya sudah.
Jadi kalau dibaca kembali :
"Semua ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai atau berhubungan dengan keanggotaan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia yang sudah ada (ini element pertama) pada saat mulai berlakunya undang-undang ini tetap berlaku (element kedua) sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dalam undang-undang ini (element ketiga) dan belum diganti (dan selama belum diganti) dengan peraturan lain menurut undang-undang ini (element keempat sebelum diganti)".
Sudah lengkap ini "dan selama belum diganti dengan peraturan lain (ini ka! limat di sini) menurut undang-undang ini."
"Selama ketentuan tersebut belum diganti ... ", belum diganti ini juga bisa undang-undang kan? Jadi ini "dengan peraturan lain" ini tidak usah disebut lagi, "selama tersebut belum diganti" titik. Itu lebih baik, karena bisa undang-undang, bisa yang lebih bawah kan? Kalau disambung ini kalimat, ini cuma peraturan ini.
Jadi kalau kalimat penuhnya :
"Semua ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai atau berhubungan dengan keanggotaaan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia yang sudah ada pada saat mulai berlakunya undang-undang ini tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dalam undang-undang ini dan selama ketentuan tersebut belum diganti" titik.
Ketentuan peraturan perundang-undangan, jangan diulangi lagi. "selama ketentuan tersebut" berarti sudah disebut di depan yah, belum diganti titik saja. Sebab bisa terjadi dari undang-undang. lni kalimatnya di bawah "dengan
1581
peraturan lain" itu tidak jalan.
Bagaimana kalau begitu? Diketok saja ini?
(RAPAT SETUJU)
Terima kasih.
Sekarang tinggal "sistematika".
Sistematika ini tadi Pemerintah memohon malah pengertian Bahasa Jawanya trenyuh apa ?
RAPAT : Mengetuk hati
KETUA RAPAT:
Mengetuk hati. Jadi saya sudah ingin mengetok setuju saja. Saya malah yang tergoyah itu, tapi saya punya wewenang hanya merumuskan dan menyimpulkan bukan memutuskan. Saudara-saudara yang memutuskan, saya menyimpulkan.
Silakan sekali lagilah, FKP barangkali mau menyambut? Malahan Saudara Sekretaris Jenderal menyampaikan itu memohon, karena ini untuk ABRI saya tidak sanggup lagi memimpin kalau terus begini.
Saya silakan FKP.
FKP (A.A. OKA MAHENDRA, S.H.) :
Saya ini jadi betul-betul susah, di samping dari Pemerintah memohon, Ketua Panitia Khusus kita membimbing untuk menyetujui kira-kira satu ru- . musan tertentu yang sudah ada di kantongnya Ketua ini. Cuma saya tinggal · mengungkapkan saja. Sebenamya kita sejak tadi sudah digiring ke situ.
Karena FKP ini Fraksi yang menjunjung tinggi musyawarah mufakat, menghargai pandangan-pandangan darimana pun datangnya demi kepentingan kita bersama supaya musyawarah kita ini bisa mencapai mufakat bulat. Oleh karena itu dengan memahami berbagai argumentasi yang dikemukakan yang pada prinsipnya saya kira semua menghendaki ~upaya rumusan-rumusan yang tertuang di dalam Rancangan Undang-undang ini betul-betul mengalir jalannya.
Apakah diberikan bab atau tidak. Apakah 8 atau 7, ini saya kira masalahmasalah yang bersifat sekunder. Yang penting adalah cakupan materinya, essensinya sudah mencakup atau belum harapan-harapan dan keinginankeinginan yang tumbuh dan berkembang di dalam Rapat Panitia Kerja selama beberapa waktu ini.
Sesungguhnya semua usul, saran, pandangan-pandangan yang diajukan FKP secara essensial sudah tertuang di dalam pasal-pasal cuma tidak diberikan bab, oleh karena itu dengan segala ketulusan hati kami menerima imbauan
1582
dari Pemerintah dan pengarahan dari Ketua saya hargai sarna sekali. Saya patut hargai ini bukan karena Ketua dari FKP, tapi betul-betul berfungsi sebagai Ketua yang sedikit rnembirn bing FKP supaya cepat-cepat palu bisa
1 diketokkan.
Saya kira sudah jelas permasalahannya, mudah-mudahan apa yang kami sampaikan ini bisa mengantarkan kita untuk melaporkan permasalahan ini nantinya kepada Panitia Khusus dengan suara bulat.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Dengan memanjatkan. Hanya ditutup mengenai itu sistimatika.
Dengan memanjatkan puji syukur ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, kita sekalian telah menerima secara bulat seluruh isi daripada Rancangan Undang-undang ini seperti yang telah kita bicarakan bersama, dengan demikian saya nyatakan diterima.
(RAPAT SETUJU)
Sekarang saya persilakan FKP untuk masalah lain-lain.
FKP (DRS. SABAR KOEMBINO) :
Ini ada kaitannya dengan kedudukan saya sebagai Ketua Tim Kecil. Kami percaya bahwa ini telah diberikan satu mandat untuk menyusun sepenuhnya. Namun ada 2 masalah yang penting sehubungan dengan ICeputusan Panitia Kerja maupun Panitia Khusus yang agak mengikat. Maka pada
I kesempatan ini kami sampaikan:
Pertama : Di dalam penjelasan untuk Undang-undang Prajurit, Bab Umum yang pertama, Umum Nomor l, butir l di situ ada kesan bahwa Undang-undang Prajurit ini bersumber langsung kepada UUD 1945 Pasal 30. Dengan demikian dari Panitia Kecil nantinya akan menyisipkan Undang-undang Nomor 20 di antara alinea 1-2 dengan Masalah-masalah yang menyangkut ada Undangundang Nomor IO sebagai sesuatu kaitan yang menjabarkan yang dijabarkan di dalam Undang-undang Prajurit sekarang ini. Ini menurut pendapat saya masalah yang sangat prinsipiil sekali, karena ini adalah keputusan daripada Panitia Kerja maupun Panitia Khusus. Tentang perumusannya Tim Kecil melaksanakan tugas itu sepenuhnya.
Kedua Di dalam penjelasan untuk Undang-undang Perubahan karena pada saat itu di Panitia Khusus membicarakan lebih dahulu · tentang Undang-undang Perubahan, maka ditetapkan bahwa
1583
periodisasi mengenai sejarah itu demikian lengkapnya tercantum dalam Rancangan Undang-undang Perubahan itu. Menurut pendapat dari kami Tim Kecil sebaiknya bahwa hal-hal yang detail ini akan kami cantumkan di dalam penjelasan umum Rancangan Undang-undang Prajurit ABRI. Sedangkan pada Rancangan Undang-Undang Perubahah akan dirumuskan masalah-masalah yang essensiil mengenai Tentara Nasional Indonesia sebagai wadah tunggal daripada prajurit rakyat. Maka penjelasan umum untuk Rancangan Undang-Undang Perubahan itu tidak seluas seperti apa yang tercantum di dalam naskah ini, hanya dicantumkan mengenai masalah essensi mengenai adanya Tentara Nasional Indonesia. Karena ini dulu merupakan keputusan Panitia Khusus, maka dalam hal ini kami mohon persetujuannya kami akan menyusun sepenuhnya sesuai dengan keputusan tersebut.
Sekian Saudara Ketua.
KETUA RAPAT:
Kalau Panitia Khusus saya tidak tanya kepada Saudara-saudara lagi, saya yang berwenang menyampaikan setuju bahwa memang Undang-undang Prajurit itu mesti ada Undang-undang Nomor 20 seperti yang diusulkan itu setuju.
Nah sekarang mengenai perubahan yang menjelaskan sejarah daripada perjuangan ini lebih baik diangkat di dalam Undang-undang Prajurit, begitu? Itu wewenang dari Ketua Panitia Khusus itu. Itu keputusan Panitia Khusus ' setuju.
(RAPAT SETUJU)
Tim Kecil menjelaskan.
Sekarang mengenai soal lain Saudara-saudara, sebelum kita menyelesaikan segalanya ini mestinya ada Ketua Tim' Perumus Saudara Imron Rosyadi Kyai Haji kita itu saya ingin mempersilakan mungkin ada hal-hal yang masih perlu sekarang ini kita serahkan kepada beliau d,engan Timnya supaya menyelesaikan dengan baik.
Saya silakan Pak Imron.
FPP (ff. IMRON ROSY ADI, S.H.): Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Sebetulnya tidak banyak yang ingin saya kemukakan, pertama Tim Perumus mengucapkan banyak-banyak terima kasih kepada Tim Panitia Kerja
1584
yang sudah menggarap keseluruhannya perumusan-perumusan itu. Sehingga kami Tim Perumus hanya akan bekerja soal finishingnya saja. Essensinya akan tetap kami pelihara. Hal ini bisa terlaksana karena pengalaman daripada Ketua Panitia Khusus plus Panitia Kerja yang sudah beberapa kali menjadi Ketua Panitia Khusus dan Panitia Kerja. Atas dasar pengalaman itu, maka pekerjaan daripada Tim Perumus yang akan datang itu lnsya' Allah menjadi ringan sekali. Bagaimanapun juga kami ingin sebelumnya membicarakan mengenai prosedur daripada pekerjaan Tim Perumus. Di dalam hal ini apakah kita kemukakan di sini a tau masing-masing dari Fraksi satu orang untuk mengadakan lobbying bagaimana prosedur yang akan kita tempuh besok, sehingga waktunya bisa dipersingkat kalau sudah prosedurnya disepakati oleh kita bersama.
Sekian.
KETUA RAPAT:
Jadi saya usul untuk Ketua Tim Perumus, setelah kita tutup secara resmi Rapat Kerja Panitia ini diteruskan sebentar rapatnya, lalu kemudian merumuskan apa yang ingin diselesaikan untuk besok.
Dengan demikian tentu perlu ahli bahasa, ahli bahasa diperlukan nanti dibicarakan dengan pihak Pemerintah. Bagaimana baiknya.
Lalu kemudian mengenai acara kita Saudara-saudara, karena ini hari terakhir buat kita sekalian, untuk di Panitia Kerja ini, kita sekarang berada pada tanggal II Pebruari 1988. Jadi acara selanjutnya tanggal 12, 13, 15 itu rapat Tim Perumus dan Tim Kecil. Jadi Jum'at, Sabtu dan Senin, jadi tiga hari itu cukup sekali untuk Tim Perumus dan Tim Kecil, untuk mencek sampai ke komanya dan sebagainya, sehingga betul-betul tersusun dengan rapi.
Lalu tanggal 16 dan 1 7 diserahkan kepada Fraksi-fraksi, kalau memang nanti hari Senin sudah selesai dari rapat Tim Perumus dan Tim Kecil, sebaiknya diserahkan kepada Fraksi-fraksi supaya bisa dipakai untuk tanggal 16 dan 1 7 itu Rapat Fraksi. Tanggal 18 itu hari Kamis, Rapat Panitia Kerja terakhir. ltu nanti dari Ketua Tim Perumus melaporkan hasil kerjanya dan dari Ketua Tim Kecil melaporkan hasil kerjanya. Ini juga tidak lama dua jam sudah selesai. Tidak usah dibaca seluruhnya. Itu biasanya begitu, kita hanya bertanya Pemerintah sudah memeriksa, Tim Perumus sudah memeriksa, para Anggota sudah memeriksa, karena sudah terima pada tanggal 15 nan ti. Tanggal I 5 itu diharapkan Saudara-saudara sudah menerima ini semua yang dirumus lengkap sudah berupa Rancangan Undang-Undang. Sistimatiknya lengkap di depan sudah lengkap, penjelasannya lengkap. Terima tanggal 15. Tanggal 15 sore a tau pagi a tau malam terserah. Kita tanggal 16 masingmasing Fraksi 16 dan 1 7 memeriksa sekali lagi, apa betul tidak ada ketinggalan. Lalu pada tanggal 18 itu rapat Panitia Kerja terakhir. Ini formalitas,
1585
karena Saudara sudah periksa. Jadi di situ tidak usah dibaca lagi oleh Ketua Tim Perumus, atau Ketua Tim Kecil, hanya diberikan laporan bagaimana jalannya Tim Perumus itu dan bagaimana jalannya Tim Kecil itu. Tinggal menghasilkan hasil karya ini. Pendek saja, terlampir Rancangan UndangUndang. Kita tutup rapatnya hari Kamis.
Lalu hari Jum 'at tanggal 19 ini betul-betul Fraksi sudah memberikan pendapat akhir yang mini tidak ada lagi lain, sama ini, tanggal 19 itu rapat Rapat Kerja Panitia Khusus terakhir dengan Menteri Pertahanan Keamanan. Di situ sebenarnya sudah lengkap semuanya, semua Fraksi sudah setuju, tidak ada lagi masalah, sudah rampung sama sekali, sekarang ini yang disebut mini, a taukah pemandangan pengantar saudara.
Ini kira-kira tanggal 19, nah selesailah Saudara-5audara. l.alu tanggal 22 itu Paripurna, untuk para Wakil Ketua saya harap kita bersama-sama melapor tanggal 20 itu ke Pimpinan DPR, bahwa ini sudah selesai, sesuai dengan rencana. Tanggal 19 hari Jum'at itu ada pemyataan Pers untuk Pemerintah dengan kita bersama-sama nanti dibacakan di sini, mana-mana yang kita sampaikan ke Pers. Saudara-saudara setuju semua, ya artinya yang singkat disampaikan kepada Pers, Pemerintah setuju, itu yang kita kasih ke Pers tertulis pada hari Jum 'at setelah selesai rapat. Diharap barangkali ada Tim yang perlu menyusunnya, ya saya kira dari Pemerintah dengan Saudara Wakil Ketua, Pak lpik yang ditugaskan, yang baca di depan Pers Pak lpik nanti, kita mendampingi dan Pemerintah bersama-sama. Dijelaskan bahwa ini adalah hasil berdasarkan Pasal 5 dan Pasal 20 Undang-undang Dasar. Hasil Kerja Pemerintah dan DPR, Nanti disangka Masyarakat kita tukang stempel saja. Jadi Pak lpik mesti menjelaskan, bahwa ini betul-betul atas usul-usul semua Fraksi dan betul-betul masuk dan Pemerintah menerimanya, dan secara Demokratis, nasionalistis, Patriotik, kekaryaan masuk semua itu Pak Ipik, pendek padat. Dan Televisi adalah bagian dari DPR tanggal 19 supaya disiapkan. Kalau tidak beritahu Pemerintah. Jadi tanggal 19 supaya betulbetul rapi, min ta supaya Pemerintah menceknya, supaya dengan baik.
Ini cuma pemberitahuan, kalau tanggal 22 itu untuk Paripurna ya biasanya semua juru bicara itu pakai Kopiah, karena menghormati secara nasional, sayapun selalu. Lalu dulu FPP dulu pakai jas dan dasi. Begitu hormat kepada Pemerintah, terserah Pemerintah bagaimana, di situ nanti pada tanggal 22, kalau tanggal 19 seperti biasa saja.
Baik Saudara-saudara, kalau tidak ada masalah, kalau ada saya silakan masing-masing dari FPP, FPDI, silakan Pak Budi.
FPDI (BUDI HARDJONO, S.H.) :
Terima kasih Saudara Ketua, masalah pokok tidak ada, hanya barangkali supaya saya bersanding dengan Pak Santoso Rangoennagoro, itu Pemerintah mengatur ada bergambar bersama daripada Anggota Panitia Kerja ini.
Terima kasih.
1586
KETUA RAPAT:
Jadi minta perhatian pada tanggal 19 sebelum pers kita bergambar bersama begitu? Tolong disiapkan tukang fotonya jangan-jangan tukang fotonya tidak diberitahu, tolong dari Sekretaria t untuk memberi tahu ya! Dan dari Pihak Pemerintah juga disiapkan, ini juga disetujui oleh Saudara Menteri Pertahanan Keamanan waktu itu, diusulkan oleh FPDI.
Terima kasih, dari F ABRI, dari FKP silakan.
FKP (A.A. OKA MAHENDRA, S.H.) :
Dari FKP, karena FKP ini iso rumongso, tentunya sudah tidak ada lagi hal-hal yang ingin kami sampaikan, kecuali mengucapkan terima kasih kepada semua Fraksi, kepada Pemerintah dan terutama kepada Pimpinan yang telah bijaksana memimpin kita selama ini. Mudah-mudahan hasil karya kita ini bermanfaat bagi Prajurit-prajurit ABRI, Nusa dan Bangsa kita semuanya,
Terima kasih.
KETUARAPAT:
Dengan ucapan yang sama dan pikiran yang sama perkenankanlah saya menyampaikan Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Tetap Merdeka ! !
Kita tunda Rapat Panitia Kerja kita hari ini sampai tanggal 18 Pebruari 1988 yang akan datang.
Saudara-saudara dengan demikian perkenankan saya menunda dan penutupnya sekaligus.
Jakarta, 11 Pebruari 1988
a.n. KETUA RAPAT SEKRETARIS PANITIA KHUSUS
ttd.
(DRS. NOER FATA) NIP. 210000598
1587