Post on 07-Apr-2018
8/3/2019 Praktek Kerja Wellsite Geologist
1/27
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Batubara adalah batuan sedimen organik yang dapat terbakar, berasal dari
akumulasi pengendapan bahan tumbuhan dalam kondisi tertutup dari udara (bebas
oksigen) dan terkena pengaruh panas serta tekanan yang berlangsung lama sekali,
berwarna coklat sampai hitam, yang sejak pengendapannya terkena proses fisika dan
kimia, yang mana mengakibatkan pengkayaan kandungan karbonnya. Secara garis
besar batubara terdiri dari zat organik, air dan bahan mineral. Batubara dapat
diklasifikasikan menurut tingkatan yaitu lignit, sub bituminous, bituminous dan
antrasit.
Pembentukan endapan batubara yang terdapat di Indonesia umumnya terjadi
dalam zaman Tersier dan diantaranya dapat dibedakan dua kelompok yang menonjol,
yaitu batubara yang berasal dari zaman Eosen ( 50 juta tahun) umumnya bermutu
lebih tinggi dan tergolong sub-bituminous serta bituminous dan yang bersal dari
zaman Miosen ( 40 juta tahun) yang umumnya terdiri dari lignit atau sub-
bituminous dengan nilai kalori lebih rendah dan kadar air cenderung tinggi.
Penyebaran endapan batubara di Indonesia cukup meluas baik di Indonesia
bagian barat maupun Indonesia bagian timur. Kebanyakan terdapat di cekungan-
cekungan batubara pada beberapa tempat di Pulau Sumatera dan Pulau Kalimantan,
seperti Cekungan Sumatera Selatan, Cekungan Kutai, Cekungan Barito dan
sebagainya.
Maka guna mengetahui bagaimana aktivitas sesungguhnya pemboran
dilakukan, perlu diadakan pengamatan secara langsung di lapangan, terutama
hubungannya dengan halhal yang terkait, seperti peranan seorang wellsite geologist
baik dalam eksplorasi maupun eksploitasi hidrokarbon. Dalam kaitannya denganusaha untuk terus menjalin hubungan link and match anatara dunia kerja (industri)
dan dunia pendidikan dalam menyiapkan tenaga kerja yang berkualitas, maka sesuai
dengan kurikulum yang ada di Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknologi Mineral
UPN Veteran Yogyakarta Tahun Ajaran 2009/2010, setiap mahasiswa dalam
mencapai gelar kesarjanaan program pendidikan Strata 1 (S1) sebelum melakukan
Tugas Akhir (TA) harus melaksanakan Kerja Praktek (KP) yang topiknya sesuai
dengan teori yang didapat dalam bangku kuliah serta aplikasinya di lapangan kerja.
8/3/2019 Praktek Kerja Wellsite Geologist
2/27
I.2. Maksud dan Tujuan
Maksud dari kerja praktek ini adalah untuk memenuhi persyaratan kurikulum
untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Jurusan Teknik Geologi, Fakultas
Teknologi Mineral, Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta.
Tujuan yang ingin dicapai dari kerja praktek ini adalah
1. Memperkenalkan kepada mahasiswa tentang lingkup kerja sesungguhnyasesuai dengan disiplin ilmunya.
2. Memperkenalkan tentang alat-alat yang digunakan dalam pengambilan datadan analisa geologi yang digunakan di perusahaan serta mengetahui dan
memahami proses pengambilan data, perekaman data, pengolahan data
hingga tampilan akhir data.
3. Mengetahui bagaimana proses pemboran di lapangan beserta alat alat yangdigunakan.
4. Mengetahui bagaimana peranan seorang wellsite geologistdi lapangan.
I.3. Hasil Yang Diharapkan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan kemampuan serta
pemahaman tentang bagaimana aktivitas eksplorasi batubara di lapangan serta
mengetahui secara langsung peranan seorang wellsite geologist dalam melakukaneksplorasi maupun eksploitasi batubara.
8/3/2019 Praktek Kerja Wellsite Geologist
3/27
BAB II
GEOLOGI REGIONAL
II.1. Fisiografi
Van Bemmelen (1949), mengelompokkan fisiografi Pulau Kalimantan
menjadi 5 zona, yang meliputi : Zona Cekungan Kutai, Zona Tinggian Kuching,
Zona Blok Schwaner, Zona Cekungan Pasir Selatan dan Zona Blok Paternosfer.
Dari barat ke timur Cekungan Kutai secara fisiografis dibagi menjadi 3 zona
geomorfologi yang memanjang dari utara ke selatan (Nuay, 1985 diambil dari Rose
dan Hartono, 1978) (lihat Gambar 3.1). Zonazona tersebut meliputi :
a. Tinggian Danau Kutai (Sinklinorium Danau Kutai), merupakan komplekssinklinorium dengan lipatan yang cukup kuat dengan perbukitan yang
terbentuk karena adanya gaya gravitasi (Kutai Gravity High). Zona ini
berada di sebelah barat dari daerah Danau Kutai yang berada pada hulu
Sungai Mahakam.
b. Antiklinorium Samarinda, merupakan zona yang terdiri dari perbukitanbergelombang sedangkuat dan memanjang dengan arah relatif timurlaut
baratdaya. Puncak puncak bukit dan gunung di zona ini memiliki
ketinggian antara 300400 meter yang tersusun seluruhnya oleh batuan
sedimen yang membentuk morfologi lembah dan perbukitan
bergelombang sedang hingga kuat. Zona ini berada pada bagian tengah
dan menempati sebagian besar Cekungan Kutai.
c. Pada bagian timur adalah kompleks Sinklinorium Delta Mahakam yangmembentuk perbukitan lemah sampai dataran delta yang memiliki potensi
minyak bumi yang besar dan berkembang terus ke arah timur (BEICIP,
1977).
8/3/2019 Praktek Kerja Wellsite Geologist
4/27
Gambar 2.1. Kerangka tektonik Pulau Kalimantan (modifikasi dari Nuay, 1985)
II.2. Stratigrafi
Sedimen - sedimen Tersier yang diendapkan di Cekungan Kutai bagian timur
adalah tebal sekali dengan fasies pengendapan yang berbeda-beda sehingga didalam
pustaka -pustaka ditemukan nama-nama formasi endapan yang berbeda satu sama
lainnya (lihat Gambar 2.3). Namun demikian, keseluruhan lapisan sedimen
memperlihatkan siklus genanglaut susutlaut seperti halnya cekungan cekungan
lainnya di Indonesia bagian barat (Schlumberger, 1986).
Sedimen Cekungan Kutai telah diendapkan sejak awal Tersier dan mengisi
cekungan terus menerus dari barat ke arah timur. Ketebalan sedimen paling
maksimum (pusat pengendapan) mengalami perpindahan ke arah timur secara
menerus menurut waktu dan ketebalan maksimum dari sedimen. Pada akhir Miosen
hingga Resen terletak pada bagian lepas pantai dari cekungan (Billman dan
Kartaadiputra, 1974 dalam Allen, 1998). Paket sedimen terbentuk pada sebuah seri
8/3/2019 Praktek Kerja Wellsite Geologist
5/27
8/3/2019 Praktek Kerja Wellsite Geologist
6/27
Dari litologi penyusun Formasi Pamaluan terlihat bahwa bagian bawah
formasi ini diendapkan dalam lingkungan paparan delta (delta plain) dengan
terdapatnya batubara. Kemudian terjadi transgresi, lingkungan berubah menjadi
pantai dengan diendapkannya batugamping Formasi Bebulu yang memiliki
hubungan menjemari pada bagian atas Formasi Pamaluan (Supriatna dkk, 1995).
Gambar 2.2. Peta perkembangan paleosedimentasi dan lingkungan pengendapan
Cekungan Kutai pada Miosen Tengah (Samuel dan Muchsin, 1975).
Formasi Bebulu (Tmb)
Formasi Bebulu diambil dari nama Sungai Bebulu, yaitu sebuah sungai kecil
yang berada 45 km arah tenggara dari Balikpapan (Umbgrove, 1927), dengan litologi
penyusunnya terdiri dari batugamping terumbu dengan sisipan batugamping pasiran
dan serpih warna kelabu, padat, mengandung foraminifera besar, berbutir sedang.
8/3/2019 Praktek Kerja Wellsite Geologist
7/27
Setempat batugamping menghablur, terkekar tak beraturan. Serpih, kelabu
kecoklatan berselingan dengan batupasir halus kelabu tua kehitaman.
Foraminifera besar yang dijumpai antara lain : Lepidocyclina sumatraensis
BRADY,Miogypsina sp., Operculinasp., menunjukkan umur Miosen AwalMiosen
Tengah. Lingkungan pengendapan laut dangkal dengan ketebalan sekitar 300 m.
Formasi Bebulu tertindih selaras oleh Formasi PulauBalang (Supriatna dkk, 1995).
Formasi Pulau Balang (Tmpb)
Nama Formasi ini diambil dari nama Pulau Balang, yaitu suatu pulau yang
berada 8 km ke arah timurlaut dari Teluk Balikpapan (Rutten, 1914). Formasi ini
dapat dibedakan dari formasi lainnya karena perlapisannya sangat bagus dan relatif
resisten terhadap pelapukan dibandingkan formasi formasi lain, sehingga formasi
ini mudah dikenali dari citra satelit.
Menurut Ismoyowati, 1982, Formasi Pulau Balang terdiri dari perselingan
antara batupasir dan batulanau dengan sisipan batugamping dan batulempung.
Batugamping mengandung foraminifera, fragmen fragmen bivalve dan alga pada
sebuah mikritik matriks. Batupasir terdapat pada lapisan yang tipis tebal dengan
struktur cross bedding dan burrow. Batupasir didominasi oleh mineral kuarsa,
berwarna abu-abu terang hingga putih, ada yang rapuh dan keras, setempat
karbonatan dengan ukuran butir halus kasar. Pada bagian bawah dari lapisan initerdapat sedikit lapisan tipis batupasir dan batubara.
Sedangkan Supriatna dkk, 1995 menyatakan bahwa formasi ini terdiri dari
litologi berupa perselingan antara graywacke dengan batupasir kuarsa dengan sisipan
batugamping, batulempung, batubara dan tuff dasit. Batupasir graywacke, kelabu
kehijauan, padat, tebal lapisan antara 50 100 cm. Batupasir kuarsa, kelabu
kemerahan, setempat tufan dan gampingan, tebal lapisan antara 15 60 cm.
Batugamping, coklat muda kekuningan, batugamping ini terdapat sebagai sisipan dan
lensa dalam batupasir kuarsa, tebal lapisan 10 40 cm. Batulempung, kelabu
kehitaman, tebal lapisan 1 2 cm. Setempat berselingan dengan batubara, tebal ada
yang mencapai 4 m. Tufa dasit, putih merupakan sisipan dalam batupasir kuarsa.
Kandungan foraminifera besar yang dijumpai antara lain : Globigerinoides
altiaperturus, Globigerinoides diminutus, Lepidocyclina (N) sumatraensis,
Lepidocyclina (N) angulosa, Flosculinella bontangensis, Flosculinella globusa,
Robulus inornatus, Bulimina sp., Trochammina sp., Nonion sp., Eponides ropandus,
8/3/2019 Praktek Kerja Wellsite Geologist
8/27
Amphistegina papillosa, Brizalina limbata. Pada bagian bawah formasi ini
diendapkan pada lingkungan inner neritic dengan pengaruh deltaik paralik dan
pada bagian atas formasi diendapkan dengan lingkungan laut terbuka (middle neritic)
dengan kisaran umur N5 N7 (Miosen Awal) dan kemungkinan dapat lebih muda.
(Ismoyowati, 1982).
Di Sungai Loa Haur mengandung foraminifera besar antara lainAustrotrilina
howchini,Borelis sp.,Lepidocyclina sp.,Miogypsina sp., menunjukkan umur Miosen
Tengah dengan lingkungan pengendapan laut dangkal. (Supriatna dkk, 1995).
Ditemukannya fragmen batubara pada batuan yang ada pada formasi ini
menunjukkan bahwa adanya pengangkatan di daerah barat dimana endapan batubara
berumur tua tererosi yang kemudian diendapkan kembali pada Formasi Pulau
Balang. Pengangkatan ini menyebabkan terjadinya prograding delta ke timur pada
Miosen Tengah.
Formasi Balikpapan (Tmbp)
Formasi Balikpapan terdiri dari beberapa siklus endapan delta yang disusun
oleh litologi yang terdiri dari perselingan batupasir dan lempung dengan sisipan
lanau, serpih, batugamping dan batubara. Batupasir kuarsa, putih kekuningan, tebal
lapisan 1 3 m, disisipi lapisan batubara tebal 5 10 cm. Batupasir gampingan,
coklat, berstruktur sedimen lapisan bersusun dan silangsiur, tebal lapisan 2040 cm,mengandung foraminifera kecil, disisipi lapisan tipis karbon. Lempung, kelabu
kehitaman, setempat mengandung sisa tumbuhan, oksida besi yang mengisi rekahan-
rekahan setempat mengandung lensa-lensa batupasir gampingan. Lanau gampingan,
berlapis tipis; serpih kecoklatan, berlapis tipis. Batugamping pasiran mengandung
foraminifera besar, moluska, menunjukkan umur Miosen Akhir bagian bawah
Miosen Tengah bagian atas. Lingkungan pengendapan Perengan paras delta
dataran delta, tebal 1000 1500 m. Formasi ini memiliki hubungan bersilang jari
dengan Formasi Pulaubalang (Supriatna dkk, 1995).
Formasi Kampung Baru (Tpkb)
Terdiri dari batupasir kuarsa dengan sisipan lempung, serpih; lanau dan lignit
; pada umumnya lunak, mudah hancur. Batupasir kuarsa, putih, setempat kemerahan
atau kekuningan, tidak berlapis, mudah hancur, setempat mengandung lapisan tipis
oksida besi atau konkresi, tufan atau lanauan dan sisipan batupasir konglomeratan
8/3/2019 Praktek Kerja Wellsite Geologist
9/27
atau konglomerat dengan komponen kuarsa, kalsedon, serpih merah dan lempung,
diameter 0,5 1 cm, mudah lepas. Lempung, kelabu kehitaman mengandung sisa
tumbuhan, kepingan batubara, koral. Lanau, kelabu tua, menyerpih, laminasi. Lignit,
tebal 1 2 m. Diduga berumur Miosen Akhir PlioPleistosen, lingkungan
pengendapan delta laut dangkal, tebal lebih dari 500 m. Formasi ini menindih
selaras dan setempat tidak selaras terhadap Formasi Balikpapan. (Supriatna dkk,
1995).
Menurut Allen, 1984, bagian bawah Formasi Kampung Baru terdapat
batugamping yang juga merupakan siklus pengendapan delta, dengan dimulainya
suatu transgresi setelah pengendapan Formasi Balikpapan. Kemudian disusul
endapan dataran delta yang terdiri atas batupasir kasar hasil endapan channel dengan
batulempung dan batubara.
Aluvium (Qa)
Terdiri dari kerikil, pasir dan lumpur terendapkan secara tidak selaras di atas
Formasi Kampung Baru pada lingkungan sungai, rawa, delta dan pantai.
Pengendapannya masih terus berlangsung hingga sekarang (Supriatna dkk, 1995).
8/3/2019 Praktek Kerja Wellsite Geologist
10/27
Gambar 2.2. Stratigrafi Regional Daerah Kalimantan (Vail et al, 1977)
II .3 Tatanan Tektonik dan Struktur Geologi
Struktur geologi Cekungan Kutai yang berkembang adalah perlipatan yang
relatif sejajar dengan garis pantai timur daerah Kalimantan Timur. Pada bagian utara
Cekungan Kutai, pola umum perlipatan mempunyai arah utara selatan sedangkan
Cekungan Kutai bagian selatan berarah baratdayatimurlaut.
Guntoro (1998), menyatakan bahwa tatanan tektonik yang ada pada
Cekungan Kutai dapat dilihat sebagai hasil dari interaksi antara lempeng Pasifik,
Australia, dan Eurasia, yang ditunjukan pada (Gambar 3.5)
Berdasaran kondisi sejarah cekungan kutai di bagi beberapa fase :
a.
Kapur AkhirPaleosen AkhirCekungan Kutai merupakan cekungan samudra (terbentuk selama Jura Atas
Kapur Bawah karena pemisahan Asia dan Australia) membentuk endapan
turbidit (melampar diatas batuan ofiolit tua).
b. Eosen Tengah - Oligosen AwalFase tarikan (pemekaran) dengan arah selatan barat, yang membentuk selat
Makasar (memisahkan Kalimantan dengan Sulawesi), dan seri half graben.
Endapan berasal dari sedimen klastik darat dan laut. Penurunan regional
8/3/2019 Praktek Kerja Wellsite Geologist
11/27
terdapat di Kalimantan Timur dan karbonat terus berkembang pada cekungan
Proto-Kutai.
c. Oligosen AkhirMerupakan periode endapan laut dibagian timur dan periode endapan
vulkano-klastik di bagian barat yang berhubungan dengan pengangkatan
didaerah Kalimantan Tengah. Pada saat tersebut merupakan awal
pembentukan Cekungan Kutai.
d. Miosen AwalTerjadi interaksi konvergen atau tumbukan dari blok mikro kontinen
mengakibatkan subduksi (Palawan Trough), lalu terjadi pengangkatan yang
kuat di Pegunungan Kalimantan Tengah menyebabkan awal progradasi delta
kearah timur. Pada saat itu merupakan periode regresi yang menyeluruh dan
pengisian cekungan, menunjukkan progradasi sungai Proto-Mahakam.
Pengendapan Cekungan Kutai didominasi oleh endapan prodelta dan serpih
yang terdapat di slope.
e Miosen TengahMiosen Akhir
Tumbukan Banggai-Sula yang menyebabkan terjadinya perkembangan
struktur. Sistem delta bergerak ke arah timur dari Samarinda bagian selatan
ke Nilam-Handil meridian. Pada waktu tersebut, tiga sistem delta utama
berada di Cekungan Kutai dari selatan ke utara : Sepinggan, Proto-Mahakam,dan Sangatta. Gerakan tektonik lainnya (10,5 juta tahun lalu) menyebabkan
progradasi sistem delta ke arah timur menuju Tunu bagian selatan dan
selanjutnya menuju ke ujung paparan yang ada sekarang.
f. Pliosen atas hingga sekarang
Adanya pengangkatan Pegunungan Meratus, pembentukan Antiklinorium
Samarinda, dan sesar intensif pada bagian utara dan selatan dari shelfDelta
Mahakam, sebagai hasil dari tumbukan antara lempeng Indo-Australia dan
Banda Arc.
8/3/2019 Praktek Kerja Wellsite Geologist
12/27
Ott (1987), Mengemukakan bahwa pengangkatan Tinggian Kuching
berhubungan langsung dengan gaya kompresi baratlaut tenggara, hasil dari
subduksi di Laut Cina Selatan. Akibat dari pengangkatan ini menyebabkan terjadinya
lipatan kompresi berumur Miosen pada bagian barat Cekungan Kutai. Pengangkatan
di Tinggian Kuching yang terus berlangsung menyebabkan berkurangnya stabilitas
gaya berat yang miring ke timur di cekungan bagian tengah, sedang pada sisi bagian
barat cekungan tetap stabil. Akibat dari ketidakstabilan dan adanya fluida lempung
pada batuan dasar cekungan menyebabkan terjadinya gejala peluncuran gaya berat
yang merupakan faktor penting dalam pembentukan Antiklinorium Samarinda
(Gambar 2.6). Saat terjadi pelengseran kearah timur, maka tampak intensitas dan
kompleksitas perkembangan struktur secara umum semakin berkurang.
Gambar 2.6 Pola struktur geologi Cekungan Kutai bagian timur
(Siemers, 1993)
Moss dan Chambers, (1999) Mengemukakan bahwasanya Cekungan Kutai
dapat dibagi dalam dua bagian atau sub Cekungan yaitu : Cekungan Kutai bagian
atas dan Cekungan Kutai bagian bawah. Pada saat ini Sub Cekungan Kutai bagian
atas merupakan daerah yang didominasi oleh gejala penggangkatan tektonik,
sebagian akibat dari pembalikan endapan Miosen bagian bawah pada saat Paleogen
deposenter
McClay, (2000), mengusulkan model pembalikan tektonik sebagai penyebab
terbentuknya sabuk lipatan Mahakam berdasarkan risetnya mengenai evolusi
8/3/2019 Praktek Kerja Wellsite Geologist
13/27
tektonik pada blok Sanga Sanga. diketahui bahwa setiap pembalikan tektonik
menyebabkan Delta Mahakam berprogradasi lebih jauh. (Gambar 2.7)
gambar 2.7 Skema dan model pembalikan tektonik yang menyebabkan Delta
Mahakam semakin berprogradasi (McClay, 2000).
8/3/2019 Praktek Kerja Wellsite Geologist
14/27
BAB III
DASAR TEORI
III.1. Faktor Pembentuk Batubara
Batubara adalah bahan tumbuhtumbuhan yang terubah oleh proses
pembatubaraan (coalification). Banyak sekali faktor yang berpengaruh sehingga
kumpulan bekas tumbuhan tersebut menjadi batubara. Pembentuk tersebut dapat
terjadi pada lingkungan baikparalic (air payau dekat laut) atau limnic (air tawar).
Faktor yang berpengaruh atas terjadinya batubara, antara lain :
Posisi Geotektonik Paleotopografi Posisi Geografi Iklim Flora Dekomposisi Penurunan Dasar Cekungan Umur Geologi Sejarah Setelah Pengendapan Metamorfosa Organik
III.2. Proses Pembentukan Gambut Dan Batubara
III.2.1 Genesa Batubara
Batubara berasal dari tumbuhan yang karena proses geologi maka
terbentuk endapan batubara. Produk yang terbentuk dari hasil dekomposisi
bahan-bahan tumbuhan disebut gambut (peat). Pembentukan tanaman menjadi
gambut dan batubara melalui dua tahap, yaitu tahap diagenesa gambut
(peatification) dan tahap pembatubaraan (coalification). Tahap diagenesa
gambut disebut juga dengan tahap biokimia dengan melibatkan perubahan kimia
dan mikroba. Sedang tahap pembatubaraan disebut juga tahap geokimia atau
tahap fisika-kimia yang melibatkan perubahan kimia dan fisika serta
menghasilkan batubara dari lignit sampai antrasit (Cook, 1982 dalam Kuncoro,
2000).
III.2.2 Jenis Batubara (Coal Type)
8/3/2019 Praktek Kerja Wellsite Geologist
15/27
Jenis batubara berhubungan dengan jenis tanaman pembentuk batubara
dan perkembangan dipengaruhi oleh diagenesa tingkat awal (Cook, 1982) dalam
Kuncoro, 2000. Studi jenis batubara dapat secara mikroskopis dan makroskopis
yang didasarkan pada konsep maceral, microlithotype.
III.2.3 Derajat Batubara (Coal Rank)
Derajat batubara merupakan akibat dari kenaikan temperatur yang
berlangsung pada waktu dan tekanan tertentu, sehingga menghasilkan seri
gambut-antrasit.
III.2.4 Geologi Batubara
Pemahaman yang penuh akan kecenderungan kualitas batubara dan
ketebalan lapisan serta penyebaran lapisan batubara hanya dapat diperoleh jika
hubungan dengan lapisan yang berasosiasi diperhitungkan bersamaan dengan
proses tektonik yang mempengaruhi daerah tersebut.
III.2.4.1 Lapisan Batubara
Dalam suatu urutan lapisan pembawa batubara, lapisan batubara
dapat dijumpai lebih dari satu lapisan (seam). Hal ini tergantung pada siklus
sedimentasi dalam cekungan batubara tersebut. Ditinjau dari cara
terbentuknya, batubara dapat dibedakan menjadi batubara di tempat (insitu,autochthonous) dan batubara yang bersifat apungan (drift, allochthonous).
Batubara insitu terbentuk ditempat tumbuh tanaman pembentuk,
mengalami proses dekomposisi dan tertimbun dalam waktu cepat dengan
kondisi iklim yang sesuai. Batubara driftterbentuk oleh timbunan material
sisa tanaman yang telah mengalami perpindahan (transportasi) cukup jauh
oleh media air atau angin dan selanjutnya mengalami proses dekomposisi
dan penimbunan.
Demikian juga dengan ketidakmenerusan lapisan batubara, antara
lain dapat di akibatkan oleh proses yang tetjadi saat pengendapan gambut
atau pembentukan batubara dan akibat lain seperti erosi, sesar serta intrusi
batuan beku.
III.2.4.2 Lapisan Pembawa Batubara
8/3/2019 Praktek Kerja Wellsite Geologist
16/27
Batubara terbentuk bersama-sama dengan bahan anorganik yang
kebanyakan berupa klastik halus seperti serpih, batulempung, dan batulanau.
Pada kondisi tertentu batubara dapat juga terbentuk berasosiasi dengan
batupasir halus sampai kasar dan konglomerat bahkan batugamping.
Asosiasi batuan seperti di atas disebut lapisan pembawa batubara (coal
measures).
III.2.4.3 Seat Earth dan Underclay
Batuan alas pada lapisan batubara terbentuk material yang sangat
bervariasi, termasuk serpih, mudstone, batugamping dan batupasir. Lapisan
ini biasanya masif dan tidak berlapis dan mungkin terdiri dari bekas akar
yang tegak terhadap perlapisan atau memperlihatkan pola yang tidak teratur
dari permukaan yang tergerus. Karena terjadi dibawah lapisan batubara dan
hadirnya akar tanaman dalam posisi tumbuh (relatif tegak terhadap bidang
perlapisan), maka dikenal dengan "seat earth" atau "underclay".
III.2.4.4 Plies, Bands danPartings
Kehadiran lapisan bukan batubara yang dipakai untuk membagi
lapisan batubara ke dalam satuan-satuan yang lebih kecil yang disebut
benches atau plies. Lapisan bukan batubara dikenal dengan istilah bandsataupartings, teIjadi karena suplai akumulasi sedimen klastik telah melebihi
akumulasi gambut.
III.2.4.5 Spliting Dalam Lapisan Batubara
Kemenerusan lateral batubara di lapangan sering terbelah pada jarak
yang relatif dekat oleh bentuk yang membaji dan sedimen bukan batubara
yang kemudian membentuk dua lapisan batubara yang terpisah, disebut
dengan autosedimentational split. Menurut Warbroke, 1981 dalam
Kuncoro,2000.
III.2.4.6 Cleat
Pengkekaran pada batubara, khususnya batubara bituminous,
umumnya menunjukkan pola cleat. Hal ini ditunjukkan oleh serangkaian
retakan yang sejajar, umumnya menunjukkan orientasi tegak lurus
8/3/2019 Praktek Kerja Wellsite Geologist
17/27
perlapisan.
Bidang cleats sering diisi oleh unsur mineral atau karbonat, lempung,
jenis-jenis sulfida atau sulfat dapat secara umum nampak pada permukaan
batubara yang mengelupas.
III.2.4.7 Geometri Lapisan Batubara
Geometri lapisan batubara merupakan aspek dimensi atau ukuran dari
suatu lapisan batubara yang meliputi parameter ketebalan, kemiringan,
sebaran, kemenerusan, keteraturan, bentuk lapisan, kondisi roof dan floor,
cleatdan pelapukan (Kuncoro,2000).
III.2.4.8 Parameter geometri Lapisan Batubara
Adapun parameter geometri lapisan batubara harus dikaitkan dengan
kondisi penambangannya, karena hasil pemetaan mengenal geometri lapisan
batubara akan menjadi dasar untuk tahap berikutnya, yaitu tahap
penambangan.
Pembagian parameter geometri lapisan batubara (Jeremic, 1985
dalam Kuncoro, 2000) ini didasarkan pada hubungannya dengan
terdapatnya lapisan batubara ditambang dan kestabilan lapisannya, meliputi:
Ketebalan lapisan batubara :a) Sangat tipis, apabila tebalnya kurang dari 0,5 meterb) Tipis 0,5 - 1,5 meterc) Sedang 1,5 - 3,5 meterd) Tebal 3,5 - 25 meter, dane) Sangat tebal apabila >25 meter
Kemiringan lapisan batubaraa) Lapisan horizontalb) Lapisan landai, bila kemiringannya kurang dari 25c) Lapisan miring, kemiringannya berkisar 25 - 45d) Lapisan miring curam, kemiringannya berkisar 45 - 75e) Vertikal
Pola kedudukan lapisan batubara atau sebarannya :a) Teraturb) Tidak teratur
8/3/2019 Praktek Kerja Wellsite Geologist
18/27
Kemenerusan lapisan batubara :a) Ratusan meterb) Ribuan meter 5 - 10 km, dan menerus sampai lebih dari 100 km
III.2.5 Metode Pemboran
Pemboran merupakan kegiatan eksplorasi dengan harga tinggi, oleh
karena itu dalam penentuan program pemboran harus direncanakan dengan
cermat. Adapun tujuan dilaksanakan pemboran di dalam eksplorasi batubara
adalah :
a. Memastikan letak dan kedalaman lapisan batubara yang menjadi sasaran,juga untuk mengetahui ketebalan lapisan penutup.
b. Membuat penampang berkolom (bor) tiap lubang bor untuk mengetahuisekuen stratigrafi secara lengkap dan kontrol struktur geologi yang ada,
sehingga membantu di dalam korelasi dan memahami konfigurasi bawah
permukaan dengan didukung data dari peta geologi dan hasil interpretasi
geofisika.
c. Memperoleh contoh lapisan batubara untuk uji laboratoriumd. Untuk melaksanakan logging geofisika, uji geoteknik dan geohidrologi.
Di dalam penentuan titik bor berdasar pada peta geologi dan penampang
geologi atau berdasarkan titik-titik bor yang terdahulu. Selain itu juga harnsmempertimbangkan kesampaian lokasi pemboran (mobilisasi alat bor), keadaan
lokasi sekitar rencana titik bor, meliputi tersedianya kebutuhan air (dekat sungai,
penggunaan lahan, keadaan topografi).
Pemboran eksplorasi dapat dilakukan dengan menggunakan bor dalam
(deep drilling) dan bor dangkal (shallow drilling). Deep drilling merupakan
tahap eksplorasi semi detail dengan spasi jarak antar bor 400500 m, kedalaman
bor mencapai 100-200 m menggunakan sistem 2 lubang yaitu pilot hole serta
actual hole. Shallow drilling merupakan tahap eksplorasi tahap detail dengan
spasi jarak antar titik bor 75-150 m, kedalaman mencapai 10-50 m
menggunakan sistem pilot hole dan actual hole. Dimana pilot hole digunakan
untuk mendapatkan data cutting pemboran yang kemudian dideskripsi oleh well
site geologist didalam bar. Sedang actual hole yaitu tahap coring batubara di
lakukan berdekatanpilot hole setelah dilakukan logging dan ditentukan interval
lapisan yang harns dicoring.
8/3/2019 Praktek Kerja Wellsite Geologist
19/27
Dari hasil pemboran akan didapatkan informasi kedalaman dan
teballapisan batubara serta lapisan interburden-nya, dari hasil coring akan
dihasilkan contoh lapisan batubara, dari contoh tersebut dapat diketahui ciri-ciri
fisik batubara. Berdasarkan data-data tersebut dapat dilakukan korelasi,
penyebaran kualitas dan perhitungan sumberdaya batubara.
III.2.5 Metode Log Geofisika (Geophysycal Well Logging)
Metode penelitian ini digunakan untuk menvalidasi data hasil pemboran,
terutama pada pemboran sistem touch coring, digunakan untuk penentuan
kedalaman dan ketebalan lapisan batubara dan batuan pengapitnya.
Pada batubara dikenal adanya "Coal Lithology Log'yaitu penggabungan
penampilan dari hasil log gamma dan log density, termasuk didalamnya caliper
log untuk mendeteksi kondisi lubang bor apabila ada kerusakan misal akibat
runtuhan. Log tersebut sebagai dasar analisis batuan serpih, batupasir
(sandstone), batulempung (mudstone), marine bands dan batubara
Kegunaan logging dalam eksplorasi batubara adalah untuk :
1. Mernpercepat hasil bawah permukaan dan mernperkecil biaya pemboran.2. Mernbantu menentukan litologi bawah permukaan dan kedalaman serta
ketebalan lapisan batubara
3.
Mernbantu menentukan kualitas batubara4. Mernberikan informasi kandungan air bawah tanah dan struktur geologi di
bawah permukaan.
5. Untuk korelasi lapisan batubara
8/3/2019 Praktek Kerja Wellsite Geologist
20/27
BAB IV
PERANAN WELLSlTE GEOLOGIST
Wellsite Geologist
Wellsite geologist adalah seorang ahli geologi yeng bertugas di lokasi
pemboran dalam suatu kegiatan eksplorasi pemboran guna sebagai pengawas yang
bertanggung jawab dalam kelancaran pemboran tersebut, sebagaimana yang telah
diketahui bersama bahwa peranan seorang Wellsite geologist dalam kelancaran
pemboran sangat dibutuhkan. Wellsite geologist haruslah seorang geologist yang
berpengalaman. Dia memutuskan kapan special test diadakan dan kapan saatnya
menghentikan pemboran. Dia mengirimkan laporan periodik dan log yang lengkap
kepada operator geologist dan memberi saran geologi ke perusahaan batubara.
Mereka juga berdiskusi dengan engineer, teknisi pertambangan dan logger selama
proyek berlangsung.
Dalam melaksanakan tugas yang diemban, seorang Wellsite geologist hams
mempunyai kompetensi yang dianggap dapat menjarnin kevalidasian data yang
diperoleh di lapangan, antara lain:
1. Memiliki pengetahuan tentang geologi dasar.2. Memahami teori-teori tentang batubara.3. Mengenali kondisi daerah yang akan di eksplorasi.4. Memaharni tahapan-tahapan eksplorasi yang dilakukan5. Memaharni metoda pengambilan data pemboran sesuai dengan SOP
(Standard Operational Procedure).
6. Memaharni metoda pengambilan dan perlakuan terhadap sampel batubara.
Tugas Wellsite geologist
1. Mengawasi Jalannya PemboranKeputusan seorang wellsite geologistyang harus di jalankan oleh
operator pemboran diantaranya, yaitu :
a. Penentuan lokasi borb. Pergeseran lokasi titik yang akan di bor.c. Penetapan estimasi kedalaman pemboran.d. Penentuan target seam batubara yang akan dicapai.e.
Penentuan interval kedalaman dalam pengambilan inti batuan (core).
8/3/2019 Praktek Kerja Wellsite Geologist
21/27
f. Penentuan kedalaman akhir
2.
Pengambilan Data Cutting Pada Open Hole DrillingTugas seorang Wellsite geologistpada kegiatan open hole drilling, yaitu :
a. Mendeskripsi cutting serpihan-serpihan batuan yang terangkat oleh airkepermukaan yang kemudian dicatat dalam bor. Di bawah ini adalah
parameter dalam mendeskripsi data cutting batuan pada open hole
drilling.
b. Mencatat informasi kedalaman yang diberikan operator bor mengenaiperubahan kecepatan penetrasi pemboran.
3. Menentukan Interval Kedalaman Coring Batubara Berdasarkan DataElectric Logging
4. Memerikan Inti Batuan (Core)5. Pengambilan Sampel Batubara
Hasil dari penangkapan inti batubara yang telah di deskripsi maka seorang
Wellsite geologistditugaskan untuk mengambil contoh inti batubara tersebut
untuk dianalisis di laboratorium dengan tujuan untuk mengetahui : kadar air,
nilai kalori, kadar sulfur, gas volatil yang terdapat dalam batubara
Dikarenakan keempat faktor tersebut merupakan penentu dalam nilai kualitas
dari batubara yang pada akhirnya akan berpengaruh pada nilai striping rasio
yang diperbolehkan pada suatu areal tambang tersebut maka sistem
pengambilan inti batubara untuk setiap seam dan daerah tambang berbeda.
Sistem pengambilan contoh inti batuannya di bedakan berdasarkan :
a. Seam batubara yang tidak mempunyai parting.b. Seam batubara yang mempunyai satu parting.c. Seam batubara yang mempunyai lebih dari dua parting.
6. Bertindak dengan efektif dan mewakili team geologi pada perusahaanbatubara.
7. Berkomunikasi dengan karyawan unit operasi.8. Membawahi satu atau lebih sumur di dalam satu area.
sistem pengambilan contoh inti batuannya di bedakan berdasarkan :
8/3/2019 Praktek Kerja Wellsite Geologist
22/27
Serbuk Bor (Cutting)
Serbuk bor ialah pecahan-pecahan batuan dari formasi yang ditembus pada saat
pemboran berlangsung. Analisa cutting diperlukan untuk menentukan jenis litologi
serta pada kedalaman berapa top formasi dijumpai. Analisa cutting juga sangat
penting karena dapat digunakan untuk mengetahui tanda-tanda adanya batubara dan
mengetahui kualitas batubara setelah dilakukan analisa.
Inti Batuan (Core)
Pengertian core adalah sampel atau contoh batuan yang diambil dari bawah
permukaan dengan suatu metode pemboran. Hasil akhir pemboran dinyatakan
sebagai penampang berkolom dan penampang bagian bagian yang dianggap perlu.
Core umumnya diambil pada kedalaman tertentu yang prospektif oleh perusahaan
tambang untuk keperluan analisa laboratorium yang berguna dalam penentuan
kualitas suatu batuan. Data core merupakan data yang paling baik untuk mengetahui
kondisi bawah permukaan , tapi karena panjangnya yang terbatas maka dituntut
untuk mengambil datadata yang maksimal.
Data yang diambil meliputi jenis batuan,tekstur,struktur,dan sifat fisik batuan
itu sendiri.Selain itu kita dapat mengetahui kandungan mineral logam dalam batuan
tersebut.Tujuan pengambilan data core dalam tambang adalah untuk Mendapatkan data
deskripsi dari batuan tersebut yaitu berupa deskripsi batubara tersebut.
Recovery Core Sampel = Paniang Core Sampel Yang Didapat X lOO %
Tebal Batubara
8/3/2019 Praktek Kerja Wellsite Geologist
23/27
BAB V
PERMASALAHAN & RENCANA KERJA
V.1. JUDUL MASALAH
Judul masalah yang diambil mengenai Praktek Kerja Peranan Wellsite
Geologist dalam Pekerjaan Eksplorasi Batubara pada sumur R Lapangan
RR Cekungan Tarakan Kalimantan Timuratau dapat mengajukan alternatif
judul lain :
Analisa kualitas batubara berdasarkan data log serta data core.
Evaluasi penyebaran batubara
Drilling Proccesses
Atau topik lain yang dapat menyesuaikan sesuai dengan pertimbangan
yang efektifitas dan efisiensi dari perusahaan.
V.2. WAKTU PENELITIAN
Setelah disesuaikan dengan jadwal akademik, pelaksanaan kerja praktek
ini direncanakan selama satu bulan pada awal bulan Oktober s/d awal
November 2009 atau pada waktu lain yang telah ditentukan.
Kegiatan MingguKe-1
MingguKe-2
MingguKe-3
MIngguKe-4
Studi Literatur
Praktek Lapangan dan Pengumpulan Data
Analisa Data
Interpretasi Data dan Diskusi
Presentasi dan Evaluasi
Tabel 1. Usulan rencana kerja
V.3. ALAT DAN FASILITAS
Untuk mendukung kegiatan penelitian maka dibutuhkan beberapa alat
pendukung yang diantaranya:
1. Data Wireline log2. Data Seismik3. Data core dan cutting
8/3/2019 Praktek Kerja Wellsite Geologist
24/27
4. Seperangkat komputer5. Literatur yang terkait6. Transportasi dan akomodasi.7. Peralatan yang menunjang penelitian, dalam hal ini adalah peralatan
yang digunakan oleh seorang wellsite geologist dan logging.
Fasilitas:
1. Akses ke perpustakaan2. Akses ke internet3. Akomodasi, Transportasi dan Konsumsi, serta tempat tinggal selama
melakukan kerja praktek
4. Akses untuk penggandaan data
V.4. PEMBIMBING
Untuk pembimbing di lapangan diharapkan dapat disediakan oleh
perusahaan sedangkan untuk pembimbing di kampus dari salah satu staff
pengajar pada Jurusan Teknik Geologi Universitas Pembangunan Nasional
Veteran Yogyakarta.
8/3/2019 Praktek Kerja Wellsite Geologist
25/27
BAB VI
PENUTUP
Kesempatan yang diberikan pada mahasiswa dalam melakukan kerja praktek
akan dapat membuka wawasan mahasiswa pada bidang teknologi geologi yang
dipakai dalam dunia perusahaan (kerja). Dan dalam kesempatan ini mahasiswa akan
memanfaatkannya seoptimal mungkin dan hasil dari kerja praktek ini dibuat dalam
bentuk laporan dan akan dipresentasikan di Jurusan Teknik Geologi UPN Veteran
Yogyakarta.
8/3/2019 Praktek Kerja Wellsite Geologist
26/27
DAFTAR PUSTAKA
Kuncoro Prasongko, B., 1996, "Model Pengendapan Batubara Untuk Menunjang
Eksplorasi dan Perencanaan Penambangan", Program Studi Rekayasa
Pertambangan Bidang Khusus Eksplorasi Sumberdaya Bumi Program
Pascasarjana ITB, 1996.
Teknologi Pertambangan di Indonesia, Pusat Penelitian dan Pengembangan
Teknologi Mineral Direktorat Jenderal Pertambangan Umum Departemen
Pertambangan dan Energi, 1995.
Kuncoro Prasongko, B., 2000, Geometri Lapisan Batubara, Prosiding Seminar
dan Musyawarah Nasional I Ikatan Alumni Tambang, Jurusan Teknik
Pertambangan UPNVY, Yogyakarta
8/3/2019 Praktek Kerja Wellsite Geologist
27/27