Praktek Kerja Wellsite Geologist

download Praktek Kerja Wellsite Geologist

of 27

Transcript of Praktek Kerja Wellsite Geologist

  • 8/3/2019 Praktek Kerja Wellsite Geologist

    1/27

    BAB I

    PENDAHULUAN

    I.1. Latar Belakang

    Batubara adalah batuan sedimen organik yang dapat terbakar, berasal dari

    akumulasi pengendapan bahan tumbuhan dalam kondisi tertutup dari udara (bebas

    oksigen) dan terkena pengaruh panas serta tekanan yang berlangsung lama sekali,

    berwarna coklat sampai hitam, yang sejak pengendapannya terkena proses fisika dan

    kimia, yang mana mengakibatkan pengkayaan kandungan karbonnya. Secara garis

    besar batubara terdiri dari zat organik, air dan bahan mineral. Batubara dapat

    diklasifikasikan menurut tingkatan yaitu lignit, sub bituminous, bituminous dan

    antrasit.

    Pembentukan endapan batubara yang terdapat di Indonesia umumnya terjadi

    dalam zaman Tersier dan diantaranya dapat dibedakan dua kelompok yang menonjol,

    yaitu batubara yang berasal dari zaman Eosen ( 50 juta tahun) umumnya bermutu

    lebih tinggi dan tergolong sub-bituminous serta bituminous dan yang bersal dari

    zaman Miosen ( 40 juta tahun) yang umumnya terdiri dari lignit atau sub-

    bituminous dengan nilai kalori lebih rendah dan kadar air cenderung tinggi.

    Penyebaran endapan batubara di Indonesia cukup meluas baik di Indonesia

    bagian barat maupun Indonesia bagian timur. Kebanyakan terdapat di cekungan-

    cekungan batubara pada beberapa tempat di Pulau Sumatera dan Pulau Kalimantan,

    seperti Cekungan Sumatera Selatan, Cekungan Kutai, Cekungan Barito dan

    sebagainya.

    Maka guna mengetahui bagaimana aktivitas sesungguhnya pemboran

    dilakukan, perlu diadakan pengamatan secara langsung di lapangan, terutama

    hubungannya dengan halhal yang terkait, seperti peranan seorang wellsite geologist

    baik dalam eksplorasi maupun eksploitasi hidrokarbon. Dalam kaitannya denganusaha untuk terus menjalin hubungan link and match anatara dunia kerja (industri)

    dan dunia pendidikan dalam menyiapkan tenaga kerja yang berkualitas, maka sesuai

    dengan kurikulum yang ada di Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknologi Mineral

    UPN Veteran Yogyakarta Tahun Ajaran 2009/2010, setiap mahasiswa dalam

    mencapai gelar kesarjanaan program pendidikan Strata 1 (S1) sebelum melakukan

    Tugas Akhir (TA) harus melaksanakan Kerja Praktek (KP) yang topiknya sesuai

    dengan teori yang didapat dalam bangku kuliah serta aplikasinya di lapangan kerja.

  • 8/3/2019 Praktek Kerja Wellsite Geologist

    2/27

    I.2. Maksud dan Tujuan

    Maksud dari kerja praktek ini adalah untuk memenuhi persyaratan kurikulum

    untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Jurusan Teknik Geologi, Fakultas

    Teknologi Mineral, Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta.

    Tujuan yang ingin dicapai dari kerja praktek ini adalah

    1. Memperkenalkan kepada mahasiswa tentang lingkup kerja sesungguhnyasesuai dengan disiplin ilmunya.

    2. Memperkenalkan tentang alat-alat yang digunakan dalam pengambilan datadan analisa geologi yang digunakan di perusahaan serta mengetahui dan

    memahami proses pengambilan data, perekaman data, pengolahan data

    hingga tampilan akhir data.

    3. Mengetahui bagaimana proses pemboran di lapangan beserta alat alat yangdigunakan.

    4. Mengetahui bagaimana peranan seorang wellsite geologistdi lapangan.

    I.3. Hasil Yang Diharapkan

    Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan kemampuan serta

    pemahaman tentang bagaimana aktivitas eksplorasi batubara di lapangan serta

    mengetahui secara langsung peranan seorang wellsite geologist dalam melakukaneksplorasi maupun eksploitasi batubara.

  • 8/3/2019 Praktek Kerja Wellsite Geologist

    3/27

    BAB II

    GEOLOGI REGIONAL

    II.1. Fisiografi

    Van Bemmelen (1949), mengelompokkan fisiografi Pulau Kalimantan

    menjadi 5 zona, yang meliputi : Zona Cekungan Kutai, Zona Tinggian Kuching,

    Zona Blok Schwaner, Zona Cekungan Pasir Selatan dan Zona Blok Paternosfer.

    Dari barat ke timur Cekungan Kutai secara fisiografis dibagi menjadi 3 zona

    geomorfologi yang memanjang dari utara ke selatan (Nuay, 1985 diambil dari Rose

    dan Hartono, 1978) (lihat Gambar 3.1). Zonazona tersebut meliputi :

    a. Tinggian Danau Kutai (Sinklinorium Danau Kutai), merupakan komplekssinklinorium dengan lipatan yang cukup kuat dengan perbukitan yang

    terbentuk karena adanya gaya gravitasi (Kutai Gravity High). Zona ini

    berada di sebelah barat dari daerah Danau Kutai yang berada pada hulu

    Sungai Mahakam.

    b. Antiklinorium Samarinda, merupakan zona yang terdiri dari perbukitanbergelombang sedangkuat dan memanjang dengan arah relatif timurlaut

    baratdaya. Puncak puncak bukit dan gunung di zona ini memiliki

    ketinggian antara 300400 meter yang tersusun seluruhnya oleh batuan

    sedimen yang membentuk morfologi lembah dan perbukitan

    bergelombang sedang hingga kuat. Zona ini berada pada bagian tengah

    dan menempati sebagian besar Cekungan Kutai.

    c. Pada bagian timur adalah kompleks Sinklinorium Delta Mahakam yangmembentuk perbukitan lemah sampai dataran delta yang memiliki potensi

    minyak bumi yang besar dan berkembang terus ke arah timur (BEICIP,

    1977).

  • 8/3/2019 Praktek Kerja Wellsite Geologist

    4/27

    Gambar 2.1. Kerangka tektonik Pulau Kalimantan (modifikasi dari Nuay, 1985)

    II.2. Stratigrafi

    Sedimen - sedimen Tersier yang diendapkan di Cekungan Kutai bagian timur

    adalah tebal sekali dengan fasies pengendapan yang berbeda-beda sehingga didalam

    pustaka -pustaka ditemukan nama-nama formasi endapan yang berbeda satu sama

    lainnya (lihat Gambar 2.3). Namun demikian, keseluruhan lapisan sedimen

    memperlihatkan siklus genanglaut susutlaut seperti halnya cekungan cekungan

    lainnya di Indonesia bagian barat (Schlumberger, 1986).

    Sedimen Cekungan Kutai telah diendapkan sejak awal Tersier dan mengisi

    cekungan terus menerus dari barat ke arah timur. Ketebalan sedimen paling

    maksimum (pusat pengendapan) mengalami perpindahan ke arah timur secara

    menerus menurut waktu dan ketebalan maksimum dari sedimen. Pada akhir Miosen

    hingga Resen terletak pada bagian lepas pantai dari cekungan (Billman dan

    Kartaadiputra, 1974 dalam Allen, 1998). Paket sedimen terbentuk pada sebuah seri

  • 8/3/2019 Praktek Kerja Wellsite Geologist

    5/27

  • 8/3/2019 Praktek Kerja Wellsite Geologist

    6/27

    Dari litologi penyusun Formasi Pamaluan terlihat bahwa bagian bawah

    formasi ini diendapkan dalam lingkungan paparan delta (delta plain) dengan

    terdapatnya batubara. Kemudian terjadi transgresi, lingkungan berubah menjadi

    pantai dengan diendapkannya batugamping Formasi Bebulu yang memiliki

    hubungan menjemari pada bagian atas Formasi Pamaluan (Supriatna dkk, 1995).

    Gambar 2.2. Peta perkembangan paleosedimentasi dan lingkungan pengendapan

    Cekungan Kutai pada Miosen Tengah (Samuel dan Muchsin, 1975).

    Formasi Bebulu (Tmb)

    Formasi Bebulu diambil dari nama Sungai Bebulu, yaitu sebuah sungai kecil

    yang berada 45 km arah tenggara dari Balikpapan (Umbgrove, 1927), dengan litologi

    penyusunnya terdiri dari batugamping terumbu dengan sisipan batugamping pasiran

    dan serpih warna kelabu, padat, mengandung foraminifera besar, berbutir sedang.

  • 8/3/2019 Praktek Kerja Wellsite Geologist

    7/27

    Setempat batugamping menghablur, terkekar tak beraturan. Serpih, kelabu

    kecoklatan berselingan dengan batupasir halus kelabu tua kehitaman.

    Foraminifera besar yang dijumpai antara lain : Lepidocyclina sumatraensis

    BRADY,Miogypsina sp., Operculinasp., menunjukkan umur Miosen AwalMiosen

    Tengah. Lingkungan pengendapan laut dangkal dengan ketebalan sekitar 300 m.

    Formasi Bebulu tertindih selaras oleh Formasi PulauBalang (Supriatna dkk, 1995).

    Formasi Pulau Balang (Tmpb)

    Nama Formasi ini diambil dari nama Pulau Balang, yaitu suatu pulau yang

    berada 8 km ke arah timurlaut dari Teluk Balikpapan (Rutten, 1914). Formasi ini

    dapat dibedakan dari formasi lainnya karena perlapisannya sangat bagus dan relatif

    resisten terhadap pelapukan dibandingkan formasi formasi lain, sehingga formasi

    ini mudah dikenali dari citra satelit.

    Menurut Ismoyowati, 1982, Formasi Pulau Balang terdiri dari perselingan

    antara batupasir dan batulanau dengan sisipan batugamping dan batulempung.

    Batugamping mengandung foraminifera, fragmen fragmen bivalve dan alga pada

    sebuah mikritik matriks. Batupasir terdapat pada lapisan yang tipis tebal dengan

    struktur cross bedding dan burrow. Batupasir didominasi oleh mineral kuarsa,

    berwarna abu-abu terang hingga putih, ada yang rapuh dan keras, setempat

    karbonatan dengan ukuran butir halus kasar. Pada bagian bawah dari lapisan initerdapat sedikit lapisan tipis batupasir dan batubara.

    Sedangkan Supriatna dkk, 1995 menyatakan bahwa formasi ini terdiri dari

    litologi berupa perselingan antara graywacke dengan batupasir kuarsa dengan sisipan

    batugamping, batulempung, batubara dan tuff dasit. Batupasir graywacke, kelabu

    kehijauan, padat, tebal lapisan antara 50 100 cm. Batupasir kuarsa, kelabu

    kemerahan, setempat tufan dan gampingan, tebal lapisan antara 15 60 cm.

    Batugamping, coklat muda kekuningan, batugamping ini terdapat sebagai sisipan dan

    lensa dalam batupasir kuarsa, tebal lapisan 10 40 cm. Batulempung, kelabu

    kehitaman, tebal lapisan 1 2 cm. Setempat berselingan dengan batubara, tebal ada

    yang mencapai 4 m. Tufa dasit, putih merupakan sisipan dalam batupasir kuarsa.

    Kandungan foraminifera besar yang dijumpai antara lain : Globigerinoides

    altiaperturus, Globigerinoides diminutus, Lepidocyclina (N) sumatraensis,

    Lepidocyclina (N) angulosa, Flosculinella bontangensis, Flosculinella globusa,

    Robulus inornatus, Bulimina sp., Trochammina sp., Nonion sp., Eponides ropandus,

  • 8/3/2019 Praktek Kerja Wellsite Geologist

    8/27

    Amphistegina papillosa, Brizalina limbata. Pada bagian bawah formasi ini

    diendapkan pada lingkungan inner neritic dengan pengaruh deltaik paralik dan

    pada bagian atas formasi diendapkan dengan lingkungan laut terbuka (middle neritic)

    dengan kisaran umur N5 N7 (Miosen Awal) dan kemungkinan dapat lebih muda.

    (Ismoyowati, 1982).

    Di Sungai Loa Haur mengandung foraminifera besar antara lainAustrotrilina

    howchini,Borelis sp.,Lepidocyclina sp.,Miogypsina sp., menunjukkan umur Miosen

    Tengah dengan lingkungan pengendapan laut dangkal. (Supriatna dkk, 1995).

    Ditemukannya fragmen batubara pada batuan yang ada pada formasi ini

    menunjukkan bahwa adanya pengangkatan di daerah barat dimana endapan batubara

    berumur tua tererosi yang kemudian diendapkan kembali pada Formasi Pulau

    Balang. Pengangkatan ini menyebabkan terjadinya prograding delta ke timur pada

    Miosen Tengah.

    Formasi Balikpapan (Tmbp)

    Formasi Balikpapan terdiri dari beberapa siklus endapan delta yang disusun

    oleh litologi yang terdiri dari perselingan batupasir dan lempung dengan sisipan

    lanau, serpih, batugamping dan batubara. Batupasir kuarsa, putih kekuningan, tebal

    lapisan 1 3 m, disisipi lapisan batubara tebal 5 10 cm. Batupasir gampingan,

    coklat, berstruktur sedimen lapisan bersusun dan silangsiur, tebal lapisan 2040 cm,mengandung foraminifera kecil, disisipi lapisan tipis karbon. Lempung, kelabu

    kehitaman, setempat mengandung sisa tumbuhan, oksida besi yang mengisi rekahan-

    rekahan setempat mengandung lensa-lensa batupasir gampingan. Lanau gampingan,

    berlapis tipis; serpih kecoklatan, berlapis tipis. Batugamping pasiran mengandung

    foraminifera besar, moluska, menunjukkan umur Miosen Akhir bagian bawah

    Miosen Tengah bagian atas. Lingkungan pengendapan Perengan paras delta

    dataran delta, tebal 1000 1500 m. Formasi ini memiliki hubungan bersilang jari

    dengan Formasi Pulaubalang (Supriatna dkk, 1995).

    Formasi Kampung Baru (Tpkb)

    Terdiri dari batupasir kuarsa dengan sisipan lempung, serpih; lanau dan lignit

    ; pada umumnya lunak, mudah hancur. Batupasir kuarsa, putih, setempat kemerahan

    atau kekuningan, tidak berlapis, mudah hancur, setempat mengandung lapisan tipis

    oksida besi atau konkresi, tufan atau lanauan dan sisipan batupasir konglomeratan

  • 8/3/2019 Praktek Kerja Wellsite Geologist

    9/27

    atau konglomerat dengan komponen kuarsa, kalsedon, serpih merah dan lempung,

    diameter 0,5 1 cm, mudah lepas. Lempung, kelabu kehitaman mengandung sisa

    tumbuhan, kepingan batubara, koral. Lanau, kelabu tua, menyerpih, laminasi. Lignit,

    tebal 1 2 m. Diduga berumur Miosen Akhir PlioPleistosen, lingkungan

    pengendapan delta laut dangkal, tebal lebih dari 500 m. Formasi ini menindih

    selaras dan setempat tidak selaras terhadap Formasi Balikpapan. (Supriatna dkk,

    1995).

    Menurut Allen, 1984, bagian bawah Formasi Kampung Baru terdapat

    batugamping yang juga merupakan siklus pengendapan delta, dengan dimulainya

    suatu transgresi setelah pengendapan Formasi Balikpapan. Kemudian disusul

    endapan dataran delta yang terdiri atas batupasir kasar hasil endapan channel dengan

    batulempung dan batubara.

    Aluvium (Qa)

    Terdiri dari kerikil, pasir dan lumpur terendapkan secara tidak selaras di atas

    Formasi Kampung Baru pada lingkungan sungai, rawa, delta dan pantai.

    Pengendapannya masih terus berlangsung hingga sekarang (Supriatna dkk, 1995).

  • 8/3/2019 Praktek Kerja Wellsite Geologist

    10/27

    Gambar 2.2. Stratigrafi Regional Daerah Kalimantan (Vail et al, 1977)

    II .3 Tatanan Tektonik dan Struktur Geologi

    Struktur geologi Cekungan Kutai yang berkembang adalah perlipatan yang

    relatif sejajar dengan garis pantai timur daerah Kalimantan Timur. Pada bagian utara

    Cekungan Kutai, pola umum perlipatan mempunyai arah utara selatan sedangkan

    Cekungan Kutai bagian selatan berarah baratdayatimurlaut.

    Guntoro (1998), menyatakan bahwa tatanan tektonik yang ada pada

    Cekungan Kutai dapat dilihat sebagai hasil dari interaksi antara lempeng Pasifik,

    Australia, dan Eurasia, yang ditunjukan pada (Gambar 3.5)

    Berdasaran kondisi sejarah cekungan kutai di bagi beberapa fase :

    a.

    Kapur AkhirPaleosen AkhirCekungan Kutai merupakan cekungan samudra (terbentuk selama Jura Atas

    Kapur Bawah karena pemisahan Asia dan Australia) membentuk endapan

    turbidit (melampar diatas batuan ofiolit tua).

    b. Eosen Tengah - Oligosen AwalFase tarikan (pemekaran) dengan arah selatan barat, yang membentuk selat

    Makasar (memisahkan Kalimantan dengan Sulawesi), dan seri half graben.

    Endapan berasal dari sedimen klastik darat dan laut. Penurunan regional

  • 8/3/2019 Praktek Kerja Wellsite Geologist

    11/27

    terdapat di Kalimantan Timur dan karbonat terus berkembang pada cekungan

    Proto-Kutai.

    c. Oligosen AkhirMerupakan periode endapan laut dibagian timur dan periode endapan

    vulkano-klastik di bagian barat yang berhubungan dengan pengangkatan

    didaerah Kalimantan Tengah. Pada saat tersebut merupakan awal

    pembentukan Cekungan Kutai.

    d. Miosen AwalTerjadi interaksi konvergen atau tumbukan dari blok mikro kontinen

    mengakibatkan subduksi (Palawan Trough), lalu terjadi pengangkatan yang

    kuat di Pegunungan Kalimantan Tengah menyebabkan awal progradasi delta

    kearah timur. Pada saat itu merupakan periode regresi yang menyeluruh dan

    pengisian cekungan, menunjukkan progradasi sungai Proto-Mahakam.

    Pengendapan Cekungan Kutai didominasi oleh endapan prodelta dan serpih

    yang terdapat di slope.

    e Miosen TengahMiosen Akhir

    Tumbukan Banggai-Sula yang menyebabkan terjadinya perkembangan

    struktur. Sistem delta bergerak ke arah timur dari Samarinda bagian selatan

    ke Nilam-Handil meridian. Pada waktu tersebut, tiga sistem delta utama

    berada di Cekungan Kutai dari selatan ke utara : Sepinggan, Proto-Mahakam,dan Sangatta. Gerakan tektonik lainnya (10,5 juta tahun lalu) menyebabkan

    progradasi sistem delta ke arah timur menuju Tunu bagian selatan dan

    selanjutnya menuju ke ujung paparan yang ada sekarang.

    f. Pliosen atas hingga sekarang

    Adanya pengangkatan Pegunungan Meratus, pembentukan Antiklinorium

    Samarinda, dan sesar intensif pada bagian utara dan selatan dari shelfDelta

    Mahakam, sebagai hasil dari tumbukan antara lempeng Indo-Australia dan

    Banda Arc.

  • 8/3/2019 Praktek Kerja Wellsite Geologist

    12/27

    Ott (1987), Mengemukakan bahwa pengangkatan Tinggian Kuching

    berhubungan langsung dengan gaya kompresi baratlaut tenggara, hasil dari

    subduksi di Laut Cina Selatan. Akibat dari pengangkatan ini menyebabkan terjadinya

    lipatan kompresi berumur Miosen pada bagian barat Cekungan Kutai. Pengangkatan

    di Tinggian Kuching yang terus berlangsung menyebabkan berkurangnya stabilitas

    gaya berat yang miring ke timur di cekungan bagian tengah, sedang pada sisi bagian

    barat cekungan tetap stabil. Akibat dari ketidakstabilan dan adanya fluida lempung

    pada batuan dasar cekungan menyebabkan terjadinya gejala peluncuran gaya berat

    yang merupakan faktor penting dalam pembentukan Antiklinorium Samarinda

    (Gambar 2.6). Saat terjadi pelengseran kearah timur, maka tampak intensitas dan

    kompleksitas perkembangan struktur secara umum semakin berkurang.

    Gambar 2.6 Pola struktur geologi Cekungan Kutai bagian timur

    (Siemers, 1993)

    Moss dan Chambers, (1999) Mengemukakan bahwasanya Cekungan Kutai

    dapat dibagi dalam dua bagian atau sub Cekungan yaitu : Cekungan Kutai bagian

    atas dan Cekungan Kutai bagian bawah. Pada saat ini Sub Cekungan Kutai bagian

    atas merupakan daerah yang didominasi oleh gejala penggangkatan tektonik,

    sebagian akibat dari pembalikan endapan Miosen bagian bawah pada saat Paleogen

    deposenter

    McClay, (2000), mengusulkan model pembalikan tektonik sebagai penyebab

    terbentuknya sabuk lipatan Mahakam berdasarkan risetnya mengenai evolusi

  • 8/3/2019 Praktek Kerja Wellsite Geologist

    13/27

    tektonik pada blok Sanga Sanga. diketahui bahwa setiap pembalikan tektonik

    menyebabkan Delta Mahakam berprogradasi lebih jauh. (Gambar 2.7)

    gambar 2.7 Skema dan model pembalikan tektonik yang menyebabkan Delta

    Mahakam semakin berprogradasi (McClay, 2000).

  • 8/3/2019 Praktek Kerja Wellsite Geologist

    14/27

    BAB III

    DASAR TEORI

    III.1. Faktor Pembentuk Batubara

    Batubara adalah bahan tumbuhtumbuhan yang terubah oleh proses

    pembatubaraan (coalification). Banyak sekali faktor yang berpengaruh sehingga

    kumpulan bekas tumbuhan tersebut menjadi batubara. Pembentuk tersebut dapat

    terjadi pada lingkungan baikparalic (air payau dekat laut) atau limnic (air tawar).

    Faktor yang berpengaruh atas terjadinya batubara, antara lain :

    Posisi Geotektonik Paleotopografi Posisi Geografi Iklim Flora Dekomposisi Penurunan Dasar Cekungan Umur Geologi Sejarah Setelah Pengendapan Metamorfosa Organik

    III.2. Proses Pembentukan Gambut Dan Batubara

    III.2.1 Genesa Batubara

    Batubara berasal dari tumbuhan yang karena proses geologi maka

    terbentuk endapan batubara. Produk yang terbentuk dari hasil dekomposisi

    bahan-bahan tumbuhan disebut gambut (peat). Pembentukan tanaman menjadi

    gambut dan batubara melalui dua tahap, yaitu tahap diagenesa gambut

    (peatification) dan tahap pembatubaraan (coalification). Tahap diagenesa

    gambut disebut juga dengan tahap biokimia dengan melibatkan perubahan kimia

    dan mikroba. Sedang tahap pembatubaraan disebut juga tahap geokimia atau

    tahap fisika-kimia yang melibatkan perubahan kimia dan fisika serta

    menghasilkan batubara dari lignit sampai antrasit (Cook, 1982 dalam Kuncoro,

    2000).

    III.2.2 Jenis Batubara (Coal Type)

  • 8/3/2019 Praktek Kerja Wellsite Geologist

    15/27

    Jenis batubara berhubungan dengan jenis tanaman pembentuk batubara

    dan perkembangan dipengaruhi oleh diagenesa tingkat awal (Cook, 1982) dalam

    Kuncoro, 2000. Studi jenis batubara dapat secara mikroskopis dan makroskopis

    yang didasarkan pada konsep maceral, microlithotype.

    III.2.3 Derajat Batubara (Coal Rank)

    Derajat batubara merupakan akibat dari kenaikan temperatur yang

    berlangsung pada waktu dan tekanan tertentu, sehingga menghasilkan seri

    gambut-antrasit.

    III.2.4 Geologi Batubara

    Pemahaman yang penuh akan kecenderungan kualitas batubara dan

    ketebalan lapisan serta penyebaran lapisan batubara hanya dapat diperoleh jika

    hubungan dengan lapisan yang berasosiasi diperhitungkan bersamaan dengan

    proses tektonik yang mempengaruhi daerah tersebut.

    III.2.4.1 Lapisan Batubara

    Dalam suatu urutan lapisan pembawa batubara, lapisan batubara

    dapat dijumpai lebih dari satu lapisan (seam). Hal ini tergantung pada siklus

    sedimentasi dalam cekungan batubara tersebut. Ditinjau dari cara

    terbentuknya, batubara dapat dibedakan menjadi batubara di tempat (insitu,autochthonous) dan batubara yang bersifat apungan (drift, allochthonous).

    Batubara insitu terbentuk ditempat tumbuh tanaman pembentuk,

    mengalami proses dekomposisi dan tertimbun dalam waktu cepat dengan

    kondisi iklim yang sesuai. Batubara driftterbentuk oleh timbunan material

    sisa tanaman yang telah mengalami perpindahan (transportasi) cukup jauh

    oleh media air atau angin dan selanjutnya mengalami proses dekomposisi

    dan penimbunan.

    Demikian juga dengan ketidakmenerusan lapisan batubara, antara

    lain dapat di akibatkan oleh proses yang tetjadi saat pengendapan gambut

    atau pembentukan batubara dan akibat lain seperti erosi, sesar serta intrusi

    batuan beku.

    III.2.4.2 Lapisan Pembawa Batubara

  • 8/3/2019 Praktek Kerja Wellsite Geologist

    16/27

    Batubara terbentuk bersama-sama dengan bahan anorganik yang

    kebanyakan berupa klastik halus seperti serpih, batulempung, dan batulanau.

    Pada kondisi tertentu batubara dapat juga terbentuk berasosiasi dengan

    batupasir halus sampai kasar dan konglomerat bahkan batugamping.

    Asosiasi batuan seperti di atas disebut lapisan pembawa batubara (coal

    measures).

    III.2.4.3 Seat Earth dan Underclay

    Batuan alas pada lapisan batubara terbentuk material yang sangat

    bervariasi, termasuk serpih, mudstone, batugamping dan batupasir. Lapisan

    ini biasanya masif dan tidak berlapis dan mungkin terdiri dari bekas akar

    yang tegak terhadap perlapisan atau memperlihatkan pola yang tidak teratur

    dari permukaan yang tergerus. Karena terjadi dibawah lapisan batubara dan

    hadirnya akar tanaman dalam posisi tumbuh (relatif tegak terhadap bidang

    perlapisan), maka dikenal dengan "seat earth" atau "underclay".

    III.2.4.4 Plies, Bands danPartings

    Kehadiran lapisan bukan batubara yang dipakai untuk membagi

    lapisan batubara ke dalam satuan-satuan yang lebih kecil yang disebut

    benches atau plies. Lapisan bukan batubara dikenal dengan istilah bandsataupartings, teIjadi karena suplai akumulasi sedimen klastik telah melebihi

    akumulasi gambut.

    III.2.4.5 Spliting Dalam Lapisan Batubara

    Kemenerusan lateral batubara di lapangan sering terbelah pada jarak

    yang relatif dekat oleh bentuk yang membaji dan sedimen bukan batubara

    yang kemudian membentuk dua lapisan batubara yang terpisah, disebut

    dengan autosedimentational split. Menurut Warbroke, 1981 dalam

    Kuncoro,2000.

    III.2.4.6 Cleat

    Pengkekaran pada batubara, khususnya batubara bituminous,

    umumnya menunjukkan pola cleat. Hal ini ditunjukkan oleh serangkaian

    retakan yang sejajar, umumnya menunjukkan orientasi tegak lurus

  • 8/3/2019 Praktek Kerja Wellsite Geologist

    17/27

    perlapisan.

    Bidang cleats sering diisi oleh unsur mineral atau karbonat, lempung,

    jenis-jenis sulfida atau sulfat dapat secara umum nampak pada permukaan

    batubara yang mengelupas.

    III.2.4.7 Geometri Lapisan Batubara

    Geometri lapisan batubara merupakan aspek dimensi atau ukuran dari

    suatu lapisan batubara yang meliputi parameter ketebalan, kemiringan,

    sebaran, kemenerusan, keteraturan, bentuk lapisan, kondisi roof dan floor,

    cleatdan pelapukan (Kuncoro,2000).

    III.2.4.8 Parameter geometri Lapisan Batubara

    Adapun parameter geometri lapisan batubara harus dikaitkan dengan

    kondisi penambangannya, karena hasil pemetaan mengenal geometri lapisan

    batubara akan menjadi dasar untuk tahap berikutnya, yaitu tahap

    penambangan.

    Pembagian parameter geometri lapisan batubara (Jeremic, 1985

    dalam Kuncoro, 2000) ini didasarkan pada hubungannya dengan

    terdapatnya lapisan batubara ditambang dan kestabilan lapisannya, meliputi:

    Ketebalan lapisan batubara :a) Sangat tipis, apabila tebalnya kurang dari 0,5 meterb) Tipis 0,5 - 1,5 meterc) Sedang 1,5 - 3,5 meterd) Tebal 3,5 - 25 meter, dane) Sangat tebal apabila >25 meter

    Kemiringan lapisan batubaraa) Lapisan horizontalb) Lapisan landai, bila kemiringannya kurang dari 25c) Lapisan miring, kemiringannya berkisar 25 - 45d) Lapisan miring curam, kemiringannya berkisar 45 - 75e) Vertikal

    Pola kedudukan lapisan batubara atau sebarannya :a) Teraturb) Tidak teratur

  • 8/3/2019 Praktek Kerja Wellsite Geologist

    18/27

    Kemenerusan lapisan batubara :a) Ratusan meterb) Ribuan meter 5 - 10 km, dan menerus sampai lebih dari 100 km

    III.2.5 Metode Pemboran

    Pemboran merupakan kegiatan eksplorasi dengan harga tinggi, oleh

    karena itu dalam penentuan program pemboran harus direncanakan dengan

    cermat. Adapun tujuan dilaksanakan pemboran di dalam eksplorasi batubara

    adalah :

    a. Memastikan letak dan kedalaman lapisan batubara yang menjadi sasaran,juga untuk mengetahui ketebalan lapisan penutup.

    b. Membuat penampang berkolom (bor) tiap lubang bor untuk mengetahuisekuen stratigrafi secara lengkap dan kontrol struktur geologi yang ada,

    sehingga membantu di dalam korelasi dan memahami konfigurasi bawah

    permukaan dengan didukung data dari peta geologi dan hasil interpretasi

    geofisika.

    c. Memperoleh contoh lapisan batubara untuk uji laboratoriumd. Untuk melaksanakan logging geofisika, uji geoteknik dan geohidrologi.

    Di dalam penentuan titik bor berdasar pada peta geologi dan penampang

    geologi atau berdasarkan titik-titik bor yang terdahulu. Selain itu juga harnsmempertimbangkan kesampaian lokasi pemboran (mobilisasi alat bor), keadaan

    lokasi sekitar rencana titik bor, meliputi tersedianya kebutuhan air (dekat sungai,

    penggunaan lahan, keadaan topografi).

    Pemboran eksplorasi dapat dilakukan dengan menggunakan bor dalam

    (deep drilling) dan bor dangkal (shallow drilling). Deep drilling merupakan

    tahap eksplorasi semi detail dengan spasi jarak antar bor 400500 m, kedalaman

    bor mencapai 100-200 m menggunakan sistem 2 lubang yaitu pilot hole serta

    actual hole. Shallow drilling merupakan tahap eksplorasi tahap detail dengan

    spasi jarak antar titik bor 75-150 m, kedalaman mencapai 10-50 m

    menggunakan sistem pilot hole dan actual hole. Dimana pilot hole digunakan

    untuk mendapatkan data cutting pemboran yang kemudian dideskripsi oleh well

    site geologist didalam bar. Sedang actual hole yaitu tahap coring batubara di

    lakukan berdekatanpilot hole setelah dilakukan logging dan ditentukan interval

    lapisan yang harns dicoring.

  • 8/3/2019 Praktek Kerja Wellsite Geologist

    19/27

    Dari hasil pemboran akan didapatkan informasi kedalaman dan

    teballapisan batubara serta lapisan interburden-nya, dari hasil coring akan

    dihasilkan contoh lapisan batubara, dari contoh tersebut dapat diketahui ciri-ciri

    fisik batubara. Berdasarkan data-data tersebut dapat dilakukan korelasi,

    penyebaran kualitas dan perhitungan sumberdaya batubara.

    III.2.5 Metode Log Geofisika (Geophysycal Well Logging)

    Metode penelitian ini digunakan untuk menvalidasi data hasil pemboran,

    terutama pada pemboran sistem touch coring, digunakan untuk penentuan

    kedalaman dan ketebalan lapisan batubara dan batuan pengapitnya.

    Pada batubara dikenal adanya "Coal Lithology Log'yaitu penggabungan

    penampilan dari hasil log gamma dan log density, termasuk didalamnya caliper

    log untuk mendeteksi kondisi lubang bor apabila ada kerusakan misal akibat

    runtuhan. Log tersebut sebagai dasar analisis batuan serpih, batupasir

    (sandstone), batulempung (mudstone), marine bands dan batubara

    Kegunaan logging dalam eksplorasi batubara adalah untuk :

    1. Mernpercepat hasil bawah permukaan dan mernperkecil biaya pemboran.2. Mernbantu menentukan litologi bawah permukaan dan kedalaman serta

    ketebalan lapisan batubara

    3.

    Mernbantu menentukan kualitas batubara4. Mernberikan informasi kandungan air bawah tanah dan struktur geologi di

    bawah permukaan.

    5. Untuk korelasi lapisan batubara

  • 8/3/2019 Praktek Kerja Wellsite Geologist

    20/27

    BAB IV

    PERANAN WELLSlTE GEOLOGIST

    Wellsite Geologist

    Wellsite geologist adalah seorang ahli geologi yeng bertugas di lokasi

    pemboran dalam suatu kegiatan eksplorasi pemboran guna sebagai pengawas yang

    bertanggung jawab dalam kelancaran pemboran tersebut, sebagaimana yang telah

    diketahui bersama bahwa peranan seorang Wellsite geologist dalam kelancaran

    pemboran sangat dibutuhkan. Wellsite geologist haruslah seorang geologist yang

    berpengalaman. Dia memutuskan kapan special test diadakan dan kapan saatnya

    menghentikan pemboran. Dia mengirimkan laporan periodik dan log yang lengkap

    kepada operator geologist dan memberi saran geologi ke perusahaan batubara.

    Mereka juga berdiskusi dengan engineer, teknisi pertambangan dan logger selama

    proyek berlangsung.

    Dalam melaksanakan tugas yang diemban, seorang Wellsite geologist hams

    mempunyai kompetensi yang dianggap dapat menjarnin kevalidasian data yang

    diperoleh di lapangan, antara lain:

    1. Memiliki pengetahuan tentang geologi dasar.2. Memahami teori-teori tentang batubara.3. Mengenali kondisi daerah yang akan di eksplorasi.4. Memaharni tahapan-tahapan eksplorasi yang dilakukan5. Memaharni metoda pengambilan data pemboran sesuai dengan SOP

    (Standard Operational Procedure).

    6. Memaharni metoda pengambilan dan perlakuan terhadap sampel batubara.

    Tugas Wellsite geologist

    1. Mengawasi Jalannya PemboranKeputusan seorang wellsite geologistyang harus di jalankan oleh

    operator pemboran diantaranya, yaitu :

    a. Penentuan lokasi borb. Pergeseran lokasi titik yang akan di bor.c. Penetapan estimasi kedalaman pemboran.d. Penentuan target seam batubara yang akan dicapai.e.

    Penentuan interval kedalaman dalam pengambilan inti batuan (core).

  • 8/3/2019 Praktek Kerja Wellsite Geologist

    21/27

    f. Penentuan kedalaman akhir

    2.

    Pengambilan Data Cutting Pada Open Hole DrillingTugas seorang Wellsite geologistpada kegiatan open hole drilling, yaitu :

    a. Mendeskripsi cutting serpihan-serpihan batuan yang terangkat oleh airkepermukaan yang kemudian dicatat dalam bor. Di bawah ini adalah

    parameter dalam mendeskripsi data cutting batuan pada open hole

    drilling.

    b. Mencatat informasi kedalaman yang diberikan operator bor mengenaiperubahan kecepatan penetrasi pemboran.

    3. Menentukan Interval Kedalaman Coring Batubara Berdasarkan DataElectric Logging

    4. Memerikan Inti Batuan (Core)5. Pengambilan Sampel Batubara

    Hasil dari penangkapan inti batubara yang telah di deskripsi maka seorang

    Wellsite geologistditugaskan untuk mengambil contoh inti batubara tersebut

    untuk dianalisis di laboratorium dengan tujuan untuk mengetahui : kadar air,

    nilai kalori, kadar sulfur, gas volatil yang terdapat dalam batubara

    Dikarenakan keempat faktor tersebut merupakan penentu dalam nilai kualitas

    dari batubara yang pada akhirnya akan berpengaruh pada nilai striping rasio

    yang diperbolehkan pada suatu areal tambang tersebut maka sistem

    pengambilan inti batubara untuk setiap seam dan daerah tambang berbeda.

    Sistem pengambilan contoh inti batuannya di bedakan berdasarkan :

    a. Seam batubara yang tidak mempunyai parting.b. Seam batubara yang mempunyai satu parting.c. Seam batubara yang mempunyai lebih dari dua parting.

    6. Bertindak dengan efektif dan mewakili team geologi pada perusahaanbatubara.

    7. Berkomunikasi dengan karyawan unit operasi.8. Membawahi satu atau lebih sumur di dalam satu area.

    sistem pengambilan contoh inti batuannya di bedakan berdasarkan :

  • 8/3/2019 Praktek Kerja Wellsite Geologist

    22/27

    Serbuk Bor (Cutting)

    Serbuk bor ialah pecahan-pecahan batuan dari formasi yang ditembus pada saat

    pemboran berlangsung. Analisa cutting diperlukan untuk menentukan jenis litologi

    serta pada kedalaman berapa top formasi dijumpai. Analisa cutting juga sangat

    penting karena dapat digunakan untuk mengetahui tanda-tanda adanya batubara dan

    mengetahui kualitas batubara setelah dilakukan analisa.

    Inti Batuan (Core)

    Pengertian core adalah sampel atau contoh batuan yang diambil dari bawah

    permukaan dengan suatu metode pemboran. Hasil akhir pemboran dinyatakan

    sebagai penampang berkolom dan penampang bagian bagian yang dianggap perlu.

    Core umumnya diambil pada kedalaman tertentu yang prospektif oleh perusahaan

    tambang untuk keperluan analisa laboratorium yang berguna dalam penentuan

    kualitas suatu batuan. Data core merupakan data yang paling baik untuk mengetahui

    kondisi bawah permukaan , tapi karena panjangnya yang terbatas maka dituntut

    untuk mengambil datadata yang maksimal.

    Data yang diambil meliputi jenis batuan,tekstur,struktur,dan sifat fisik batuan

    itu sendiri.Selain itu kita dapat mengetahui kandungan mineral logam dalam batuan

    tersebut.Tujuan pengambilan data core dalam tambang adalah untuk Mendapatkan data

    deskripsi dari batuan tersebut yaitu berupa deskripsi batubara tersebut.

    Recovery Core Sampel = Paniang Core Sampel Yang Didapat X lOO %

    Tebal Batubara

  • 8/3/2019 Praktek Kerja Wellsite Geologist

    23/27

    BAB V

    PERMASALAHAN & RENCANA KERJA

    V.1. JUDUL MASALAH

    Judul masalah yang diambil mengenai Praktek Kerja Peranan Wellsite

    Geologist dalam Pekerjaan Eksplorasi Batubara pada sumur R Lapangan

    RR Cekungan Tarakan Kalimantan Timuratau dapat mengajukan alternatif

    judul lain :

    Analisa kualitas batubara berdasarkan data log serta data core.

    Evaluasi penyebaran batubara

    Drilling Proccesses

    Atau topik lain yang dapat menyesuaikan sesuai dengan pertimbangan

    yang efektifitas dan efisiensi dari perusahaan.

    V.2. WAKTU PENELITIAN

    Setelah disesuaikan dengan jadwal akademik, pelaksanaan kerja praktek

    ini direncanakan selama satu bulan pada awal bulan Oktober s/d awal

    November 2009 atau pada waktu lain yang telah ditentukan.

    Kegiatan MingguKe-1

    MingguKe-2

    MingguKe-3

    MIngguKe-4

    Studi Literatur

    Praktek Lapangan dan Pengumpulan Data

    Analisa Data

    Interpretasi Data dan Diskusi

    Presentasi dan Evaluasi

    Tabel 1. Usulan rencana kerja

    V.3. ALAT DAN FASILITAS

    Untuk mendukung kegiatan penelitian maka dibutuhkan beberapa alat

    pendukung yang diantaranya:

    1. Data Wireline log2. Data Seismik3. Data core dan cutting

  • 8/3/2019 Praktek Kerja Wellsite Geologist

    24/27

    4. Seperangkat komputer5. Literatur yang terkait6. Transportasi dan akomodasi.7. Peralatan yang menunjang penelitian, dalam hal ini adalah peralatan

    yang digunakan oleh seorang wellsite geologist dan logging.

    Fasilitas:

    1. Akses ke perpustakaan2. Akses ke internet3. Akomodasi, Transportasi dan Konsumsi, serta tempat tinggal selama

    melakukan kerja praktek

    4. Akses untuk penggandaan data

    V.4. PEMBIMBING

    Untuk pembimbing di lapangan diharapkan dapat disediakan oleh

    perusahaan sedangkan untuk pembimbing di kampus dari salah satu staff

    pengajar pada Jurusan Teknik Geologi Universitas Pembangunan Nasional

    Veteran Yogyakarta.

  • 8/3/2019 Praktek Kerja Wellsite Geologist

    25/27

    BAB VI

    PENUTUP

    Kesempatan yang diberikan pada mahasiswa dalam melakukan kerja praktek

    akan dapat membuka wawasan mahasiswa pada bidang teknologi geologi yang

    dipakai dalam dunia perusahaan (kerja). Dan dalam kesempatan ini mahasiswa akan

    memanfaatkannya seoptimal mungkin dan hasil dari kerja praktek ini dibuat dalam

    bentuk laporan dan akan dipresentasikan di Jurusan Teknik Geologi UPN Veteran

    Yogyakarta.

  • 8/3/2019 Praktek Kerja Wellsite Geologist

    26/27

    DAFTAR PUSTAKA

    Kuncoro Prasongko, B., 1996, "Model Pengendapan Batubara Untuk Menunjang

    Eksplorasi dan Perencanaan Penambangan", Program Studi Rekayasa

    Pertambangan Bidang Khusus Eksplorasi Sumberdaya Bumi Program

    Pascasarjana ITB, 1996.

    Teknologi Pertambangan di Indonesia, Pusat Penelitian dan Pengembangan

    Teknologi Mineral Direktorat Jenderal Pertambangan Umum Departemen

    Pertambangan dan Energi, 1995.

    Kuncoro Prasongko, B., 2000, Geometri Lapisan Batubara, Prosiding Seminar

    dan Musyawarah Nasional I Ikatan Alumni Tambang, Jurusan Teknik

    Pertambangan UPNVY, Yogyakarta

  • 8/3/2019 Praktek Kerja Wellsite Geologist

    27/27