Post on 15-Jan-2016
description
ABSTRAK
Karya ilmiah ini melihat bagaimana peran perempuan selama ini dalam hal ketahanan pangan nasional dan sejauh mana pemerintah memberikan pelayanan public khususnya bagi perempuan yang notabene memiliki peranan penting dalam menjaga ketahanan pangan. Peran perempuan terletak pada hampir semua tahapan produksi pangan, termasuk pengolahan dan persiapan pangan Namun, dalam hal keterlibatan perempuan dalam kehidupan pangan nasional, perempuan masih belum menemukan reformasi. Padahal untuk mencapai ketahanan pangan dalam rumah tangga, perempuan mengalokasikan waktu yang dimilikinya dengan melakukan berbagai aktivitas untuk memperoleh penghasilan, baik berupa produk (natura) yang dapat dijadikan bahan pangan keluarga, atau dijual, maupun penghasilan berupa uang tunai yang dapat digunakan untuk membeli berbagai kebutuhan terutama bahan makanan yang diperlukan seluruh anggota keluarga. Untuk itu perlu adanya suatu inovasi kebijakan agar kehidupan perempuan dalam mempertahankan ketahanan pangan keluarga menjadi lebih meningkat. Inovasi kebijakan tersebut yaitu menghidupkan kembali penyuluh pertanian untuk memberikan penyuluhan tentang cara meningkatkan kehidupan petani melalui perempuan tani, misalnya dengan memberikan cara atau solusi untuk mengolah tanaman yang dihasilkan dari petani menjadi sebuh produk yang bernilai tinggi. Membuat “Program Sarjana Kembali ke Desa”, yang terutama diperuntukkan bagi Sarjana Pertanian Program ini perlu dibuat karena saat ini sarjana cenderung memilih untuk bekerja di kota dengan alasan untuk meningkatkan kesejahteraan keluarganya didesa, bukan unruk menyesejahterakan deany. Dan mereformulasi Undang-Undang Ketahanan Pangan yang menyangkut hak dan kewajiban perempuanKarya tulis ini menggunakan metode penelitian kualitatif yag mengacu pada dokumen, jurnal serta artikel yang terkait dengan ketahanan pangan.
Kata kunci: peran perempuan, ketahanan pangan, inovasi kebijakan
RUDAL KETAN (PEREMPUAN DALAM KETAHANAN PANGAN)
Diajukan Untuk Mengikuti Kompertisi PKMAI 2015
Oleh:
Aisyah Mayliawati D0112003
Endraswari Eskamurti D0112029
Intan Sani Putri D0112043
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis sampaikan ke hadirat Tuhan YME, karena berkat
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyusun laporan hasil penelitian ini
sesuai yang diharapkan. Dalam laporan hasil penelitian ini penulis membahas
“Peran Perempuan dalam Ketahanan Pangan” , untuk mengetahui bagaimana
peran perempuan dalam menjaga ketahanan pangan nasional dan inovasi
kebijakan apa yangseharusnya diberikan pemerintah dalam rangka meningkatkan
dan mengapresiasi peran perempuan dalam ketahanan pangan nasional.
Laporan hasil penelitian ini dibuat dalam rangka memenuhi lomba karya
tulis mahasiswa. Sekaligus untuk memperdalam pengetahuan terkait kebijakan
pemerintah dalam rangka menigkatkan peran perempuan dalam ketahanan
pangan ansional. Sebab ketahanan pangan dan perempuan merupakan dua aspek
yang tidak bisa dipisahkan dan ketahanan pangan merupakan salah satu hal
penting yang saat ini menjadi perhatian pemerintah.
Dalam proses penulisan karya ilmiah ini tentunya penulis mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu terima kasih penulis sampaikan kepada
Dr. Rina herlina Haryanti, M.Si. selaku dosen pembimbing, ibu ismi selaku
Pembantu Dekan 1 FISIP UNS, dan semua pihak yang telah membantu dan tidak
bisa penulis sebutkan satu persatu
Penulis menyadari, dalam pembuatan laporan penelitian ini masih masih
banyak kekurangan baik dari materi maupun teknik penyajiannya. Oleh karena
itu, penulis mengharap adanya kritik dan saran guna memperbaiki dalam
menyusun laporan hasil penelitian kedepannya. Dan semoga laporan hasil
penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Terima kasih
DAFTAR ISILEMBAR PENGESAHAN....................................................................................ii
LEMBAR ORISINALITAS KARYA TULIS MAHASISWA PKMAI 2015........iii
ABSTRAK.............................................................................................................iv
KATA PENGANTAR..............................................................................................v
BAB I......................................................................................................................2
PENDAHULUAN..................................................................................................2
1.1 Latar Belakang Masalah................................................................................2
1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................6
1.3 Tujuan Penulisan...........................................................................................6
1.4 Manfaat Penulisan.........................................................................................6
BAB II.....................................................................................................................7
TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................................7
2. 1 Pelayanan Publik..........................................................................................7
2.2 Reformasi Pelayanan Publik.........................................................................2
2.3 Inovasi Pelayanan Publik..............................................................................3
2.4 Ketahanan Pangan.........................................................................................3
2.5 Peran perempuan dalam ketahanan pangan..................................................4
BAB III...................................................................................................................6
METODE PENELITIAN........................................................................................6
3.1 Jenis Penelitian..............................................................................................6
3.2 Sumber Data..................................................................................................6
3.3 Sasaran Penulisan..........................................................................................7
3.4 Tahapan Penulisan.........................................................................................7
BAB IV...................................................................................................................8
PEMBAHASAN.....................................................................................................8
4. 1 Peran Perempuan dalam Ketahanan Pangan................................................8
4.2 Urgensi Peran Perempuan dalam Ketahanan Pangan...................................9
4.3 Tindakan Pemerintah dalam Mewujudkan Ketahanan Pangan...................10
4.4 Program Ketahanan Pangan Pemerintah Bisakah Dianggap Gagal?..........13
4.5 Inovasi.........................................................................................................15
BAB V...................................................................................................................16
PENUTUP.............................................................................................................16
5.1 Simpulan.....................................................................................................16
5.2 Saran............................................................................................................17
Daftar Pustaka.......................................................................................................18
Lampiran – lampiran.............................................................................................19
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Indonesia adalah salah satu negara penghasil beras, walaupun beberapa tahun
belakangan, negara ini memilih untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional
melalui jalur impor. Menurut UU No 18 Tahun 2012 tentang Pangan, yang
dimaksud ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara
sampai dengan perseorangan yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup,
baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau
serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat untuk
dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan. Pendefinisian
ketahanan pangan (food security) berubah dalam tiap konteks, waktu, dan tempat.
Ketahanan pangan merupakan sebuah konsep kebijakan baru yang muncul pada
tahun 1974 saat konferensi pangan dunia (Prabowo, 2010). Ketahanan pangan
dapat terwujud apabila dua aspek dapat terpenuhi dengan baik. Aspek pertama
adalah tersedianya pangan yang cukup dan merata untuk seluruh penduduk.
Aspek kedua, yaitu setiap penduduk mempunyai akses fisik dan ekonomi
terhadap pangan untuk memenuhi kecukupan gizi guna menjalani kehidupan
yang sehat dan produktif dari hari ke hari.
Berdasarkan data yang ada, ketersediaan pangan nasional untuk konsumsi
yang diukur dalam satuan energy dan protein, sebagaimana laporan BPS
menunjukkan pada tahun 2008 sebanyak 3.786,49 Kkal/kapita/hari dan naik
sebesar 0,072% dari tahun sebelumnya, sementara tahun 2009 mengalami
penurunan sebesar 5,54% dan meningkat lagi sebesar 0,02% pada tahun 2010.
Untuk konsumsi protein pada tahun 2008 sebanyak 106,62 g protein/kapita/hari
dan turun dari total konsumsi protein tahun sebelumnya sebesar 1,27% dan terus
turun sebesar 5,65% pada tahun 2009, tetapi mengalami peningkatan sebesar
1,39% tahun 2010. Meskipun tampak bahwa konsumsi kalori maupun protein
cenderung fluktuatif, tetapi berdasarkan standar kecukupan energi dan protein
yang direkomendasikan dalam Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VII tahun
2000 yang masing-masing sebanyak 2.500 Kkal/kapita/hari dan 55 g
protein/kapita/hari masih melebihi standar tersebut. Tampaknya ketersediaan
pangan saat ini telah melebihi standar kecukupan energi dan protein nasional,
1
tetapi angka kecukupan tersebut belum seideal pemenuhan kecukupan konsumsi
di tingkat rumah tangga atau individu. Hal ini terlihat pada tingkat konsumsi per
kapita per hari rata-rata penduduk Indonesia pada tahun 2010 yang hanya
sebanyak 1.839,69 Kkal atau hanya 72.00% dari standar kecukupan nasional.
Landasan ketahanan pangan masyarakat dan yang menjadi pilar bagi
ketahanan pangan nasional adalah ketahanan pangan rumah tangga. Ketahanan
pangan rumah tangga merupakan pintu awal untuk membentuk dan membangun
ketahanan pangan nasional. Bangsa Indonesia memiliki masyarakat yang terus
bertumbuh, maka pertumbuhan pangan juga harus selalu selaras dengan
bertumbuhnya masyarakat. Kebutuhan pangan senantiasa meningkat seiring
dengan peningkatan jumlah penduduk. Namun, tidak semua kebutuhan pangan
dapat terpenuhi secara maksimal, karena kapasitas produksi dan distribusi pangan
yang terbatas, akibat perubahan iklim dan cuaca ekstrim. Hal tersebut membuat
ketahanan pangan nasional menjadi tidak stabil. Untuk itulah pemerintah harus
melaksanakan kebijakan pangan yaitu meliputi pasokan, diversifikasi, keamanan,
kelembagaan, dan organisasi pangan. Dengan demikian pemenuhan kebutuhan
pangan ini menjadi sangat penting dan strategis dalam rangka mempertahankan
kedaulatan negara, melalui tidak tergantung pada impor pangan dari negara maju.
Ketergantungan suatu negara akan impor pangan (apalagi dari negara maju), akan
mengakibatkan pengambilan keputusan atas segala aspek kehidupan menjadi
tidak bebas atau tidak merdeka dan karenanya negara menjadi tidak berdaulat
secara penuh (Arifin dalam Purwaningsih, 2008). Masalah yang muncul terkait
ketahanan pangan, bila dilihat dari tataran rumah tangga, yaitu masih besarnya
proporsi kelompok masyarakat yang mempunyai daya beli rendah, ataupun tidak
mempunyai akses atas pangan (Dewan Ketahanan Pangan, 2006).
Menilik dari konsep ketahanan pangan menurut UU No 18 Tahun 2012
tentang pangan yang telah kami sampaikan dalam paragraf sebelumnya, terdapat
beberapa prinsip yang terkait, baik langsung maupun tidak langsung terhadap
ketahanan pangan (food security), yang harus diperhatikan (Sumardjo, 2006) :
2
Rumah tangga sebagai unit perhatian terpenting pemenuhan kebutuhan
pangan nasional maupun komunitas dan individu
Kewajiban negara untuk menjamin hak atas pangan setiap warganya yang
terhimpun dalam satuan masyarakat terkecil untuk mendapatkan pangan bagi
keberlangsungan hidup
Ketersediaan pangan mencakup aspek ketercukupan jumlah pangan (food
sufficiency) dan terjamin mutunya (food quality)
Produksi pangan yang sangat menentukan jumlah pangan sebagai kegiatan
atau proses menghasilkan, menyiapkan, mengolah, membuat, mengawetkan,
mengemas, mengemas kembali dan atau mengubah bentuk pangan
Mutu pangan yang nilainya ditentukan atas dasar kriteria keamanan pangan,
kaandungan gizi dan standar perdagangan terhadap bahan makanan dan
minuman
Keamanan pangan (food safety) adalah kondisi dan upaya yang diperlukan
untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan
benda lain yang dapat menganggu, merugikan dan membahayakan keadaan
manusia
Kemerataan pangan merupakan dmensi penting keadilan pangan bagi
masyarkat yang ukurannya sangat ditentukan oleh derajat kemampuan negara
dalam menjamin hak pangan warga negara melalui sistem distribusi produksi
pangan yang dikembangkannya. Prinsip kemerataan pangan mengamanatkan
sistem pangan nasional harus mampu menjamin hak pangan bagi setiap
rumah tangga tanpa terkecuali
Keterjangkauan pangan mempresentasikan kesamaan derajat keleluasaan
akses dan kontrol yang dimiliki oleh setiap rumah tangga dalam memenuhi
hak pangan mereka. Prinsip ini merupakan salah satu dimensi keadilan
pangan yang penting untuk diperhatikan.
Kebijakan-kebijakan yang telah dikeluarkan pemerintah untuk memperkuat
ketahanan pangan nasional yaitu melalui intensifikasi, ekstensifikasi, dan
diversifikasi. Pemerintah juga telah membangun sarana irigasi, jalan dan industri
3
pendukung (semen, pupuk, dan lain-lain). Selain itu pemerintah melakukan
pembenahan institusi ekonomi seperti konsolidasi kelompok tani. Pembangunan
ketahanan pangan yang dilakukan oleh pemerintah, diarahkan guna mewujudkan
kemandirian pangan, untuk menjamin ketersediaan pangan di tingkat nasional,
daerah hingga rumah tangga, serta menjamin konsumsi pangan yang cukup,
aman, bermutu, dan bergizi seimbang di tingkat rumah tangga sepanjang waktu;
melalui pemanfaatan sumberdaya dan budaya lokal, teknologi inovatif dan
peluang pasar, peningkatan ekonomi kerakyatan dan pengentasan kemiskinan.
Suatu kebijakan tentu akan berhasil jika semua pihak berkolaborasi dan
saling bekerjasama dalam pelaksanaanya. Maka perlu adanya peran dari semua
pihak, termasuk perempuan. Dalam peningkatan ketahanan pangan, perempuan
memiliki peran yang strategis dalam keberhasilan pencapaian tujuan
kesejahteraan. Data dari Badan PBB, FAO (2009) menyebutkan bahwa wanita
memproduksi 60% – 80% pangan di sebagian besar negara-negara berkembang
dan bertanggungjawab pada sebagian produksi pangan dunia. Dari populasi
sebesar itu, ternyata angka penduduk perempuan mendominasi (sebanyak 51%).
Hal ini memberikan pemahaman bahwa perempuan memiliki peran dalam
berbagai bidang dalam hal ketahanan pangan. Dalam hal ini, perempuan dapat
dikatakan sebagai kunci pelestarian keragaman sumber pangan yang memiliki
ikatan yang kuat dengan keanekaragaman hayati.
Maka dari itu perlu adanya inovasi kebijakan dan pelayanan publik dalam hal
ketahanan pangan di Indonesia. Khususnya mengenai kebijakan yang
berhubungan dengan peran wanita dalam menjaga ketahanan pangan termasuk
pada tahapan pengolahan dan persiapan pangan.
1.2 Rumusan Masalah
Inovasi kebijakan apa yang seharusnya diberikan untuk meningkatkan peran
perempuan dalam ketahanan pangan?
4
1.3 Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui peran perempuan dalam ketahanan pangan di Indonesia dan
inovasi kebijakan seperti apa yang seharusnya diberikan oleh pemerintah dalam
rangka meningkatkan peran perempuan dalam ketahanan pangan.
1.4 Manfaat Penulisan
Menambah pengetahuan bagi penulis dan pembaca mengenai peran perempuan
dalam ketahanan pangan di Indonesia dan inovasi kebijakan seperti apa yang
seharusnya diberikan oleh pemerintah dalam rangka meningkatkan peran
perempuan dalam ketahanan pangan.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 Pelayanan Publik
Sinambela (2006: 5) pelayanan adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan
yang terjadi dalam interaksi langsung antar seseorang dengan orang lain atau
mesin secara fisik, dan menyediakan kepuasaan pelanggan.
Moenir (1995: 27) pelayanan adalah serangkain kegiatan, karena itu
merupakan proses. Sebagai proses, pelayanan berlangasung secara rutin dan
berkesinambungan, meliputi seluruh organisasi.
Menurut KEMENPAN Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman
Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik, definisi pelayanan publik adalah
segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggaraan pelayanan
publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerimaan pelayanan maupun
pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Menurut Pasal 1 UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
mendefinisikan pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam
rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan atau
pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.
Puspitasari (dalam Jati, 2011: 70) Pelayanan Publik diartikan upaya negara
untuk memenuhi hak-hak dasar masyarakat dalam kapasitasnya sebagai warga
negara.
Pelayanan publik memiliki asas pelayanan publik menurut pasal 4 UU No.
25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, yaitu
a. Kepentingan umum
b. Kepastian hukum
6
c. Kesamaan hak
d. Keseimbangan hak dan kewajiban
e. Keprofesionalan
f. Partisipatif
g. Persamaan perlakuan atau tidak diskriminatif
h. Keterbukaan
i. Akuntabilitas
j. Fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan
k. Ketepatan waktu
l. Kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan
2.2 Reformasi Pelayanan Publik
Sinambela et. al (2008: 13) pelayanan publik telah mengalami perubahan, sebab pemerintah
selaku pelaku utama mengalami pendifinisian ulang sesuai dengan konteksnya. Untuk
ringkasnya, dikemukakan tiga paradigma sesuai dengan besar kecilnya peranan pemerintah
dalam menyusun dan melaksanakan kebijakan publik.
Pertama, paradigma negara kuat atau negara otonom dimana kekuatan sosial politik termasuk
kekuatan pasar, kecil pengaruhnya dalam kebijakan publik, bahkan pelaksanaannya.
Kedua, paradigma deregulasi setengah hati, dimana pemerintah memilih sektor tertentu untuk
dideregulasi yang pertimbangan utamanya bukan pencapaian efesiensi pelayanan publik, tetapi
keamanan bisnis antara pejabat negara dan pengusaha besar
Ketiga, paradigma reformasi pelayanan publik. Paradigma ini mengkaji ulang peran pemerintah
dan mendefinisikan kembali sesuai dengan konteksnya, yaitu perubahan ekonomi dan politik
global, penguatan civil society, good governance, peranan pasar dan masyarakat yang semakin
besar dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan publik.
2.3 Inovasi Pelayanan Publik
Dalam rangka percepatan peningkatan kualitas pelayanan publik, maka perlu dilakukan
pembangunan dan pengembangan inovasi pelayanan publik. Berdasarkan Peraturan Menteri
7
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 31 Tahun
2014 menyebutkan bahwa inovasi pelayanan publik dilakukan secara kompetitif, adaptif,
pertukaran pengalaman, dan berkelanjutan.
2.4 Ketahanan Pangan
Menurut Undang – Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan
Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya Pangan bagi negara sampai dengan
perseorangan, yang tercermin dari tersedianya Pangan yang cukup, baik jumlah maupun
mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan
agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara
berkelanjutan.
Ketahanan pangan merupakan suatu kondisi ketersediaan pangan yang cukup bagi setiap
orang pada setiap saat dan setiap individu yang mempunyai akses untuk memperolehnya baik
secara fisik maupun ekonomi (Soetrisno, 1998).
Ketahanan pangan para ahli sepakat bahwa ketahanan pangan minimal mengandung dua unsur
pokok yaitu ‘ ketersediaan pangan’ dan ‘ aksesibilitas masyarakat’ terhadap bahan pangan
tersebut. Salah satu dari unsur diatas tidak terpenuhi, maka suatu negara belum dapat dikatakan
mempunyai ketahanan pangan yang baik. Walaupun pangan tersedia cukup ditingkat nasional
dan regional tetapi jika akses individu untuk memenuhi kebutuhan pangannya tidak merata,
maka ketahanan pangan masih dikatakan rapuh (Arifin,2004:31).
Ada tiga pilar yang mendukung bangunan ketahanan pangan. Pertama, ialah ketersediaan
pangan sebanyak yang diperlukan oleh masyarakat yang mencakup kestabilan dan
kesinambungan penyediaan pangan baik yang berasal dari produksi, cadangan maupun impor
dan ekspor. Kedua, ialah distribusi yang mencakup aksesabilitas pangan antar wilayah dan antar
waktu serta stabilitas harga pangan strategis. Ketiga, ialah konsumsi yang mencakup jumlah
mutu gizi/nutrisi,keamanan dan keanekaragaman konsumsi pangan (Suparmo dan
Usman,2004:3-4).
8
2.5 Peran perempuan dalam ketahanan pangan
Disebutkan dalam Jurnal Agro Ekonomi, Volume 26 No 2, Oktober 2008:191-207 yang
berjudul Women Status Dan Fisheries And Paddy Farmers’ Household Food Security In Muko-
Muko District Bengkulu Province bahwa peranan anggota rumah tangga, termasuk perempuan
dalam mempertahankan agan bagii rumah tangga tidak dapat terlepas dari attribute yang melekat
pada anggota rumah tangga seperti faktor umur, pendidikan, penglaman,perilaku dan faktor –
faktor ini juga akan terkait dengan jumlah tanggungan rumah tangga, luas lahan garapan, serta
orientasi produksi. Status perempuan baik dalam masyarakat maupun rumah tangga sangatlah
penting. Faktor – faktor ini secara teoritik akan menentukan ketahanan pangan bagi rumah
tangga
Wanita memiliki peran penting pada semua tahapan produksi pangan, termasuk pengolahan
dan persiapa pangan. Di banyak negara – negara miskin, dimana ekonominya bergantung pada
pertanian,kurang lebih 60 persen dari total orang miskin adalah wanita, dimana mereka
tergantung pada pertanian untuk hidup (Danida 2008)
Penelitian FAO dan Horenstein (1989) memberikan gambaran mengenai perubahan dan
peranan mutakhir perempuan dalam ketahanan pangan pada wilayah yang berbeda di dunia.
Dalam hal tidak terpenuhinya hak atas pangan yang layak, perempuan dan anak perempuan
adalah kelompok yang paling menderita. Data FAO menunjukkan bahwa di banyak negara, anak
perempuan yang meninggal jumlahnya dua kali lebih banyak jika dibandingkan dengan anak
laki-laki. Penyebab utamanya adalah kurang gizi dan penyakit-penyakit yang sebenarnya dapat
dicegah. Begitu juga pada perempuan dewasa, jumlah yang menderita malnutrisi dua kali lebih
banyak jika dibandingkan dengan laki-laki (Esterlianawati, 2008). Pencapaian ketahanan pangan
menjadi semakin penting karena pangan bukan hanya merupakan basic need, tetapi juga
merupakan basic right bagi setiap umat manusia yang wajib dipenuhi (Hariyadi, 2009),
International Labor Organization (1999) seperti dikutip oleh Adioetomo et al. (2000)
menyebutkan bahwa perempuan dan laki-laki adalah bagian dari perekonomian, merupakan
konsumen sekaligus pekerja, sebagai anggota rumah tangga dan anggota masyarakat. Nilai-nilai
tradisional Indonesia menempatkan laki-laki sebagai pekerja dan perempuan di rumah hingga
beberapa waktu terakhir, bahkan di perdesaan nilai-nilai ini masih dipegang. Kondisi ini juga
direfleksikan di dalam pasar tenaga kerja, yang masih menganggap perempuan Indonesia sebagai
pekerja kelas dua. Diskriminasi yang terjadi antara perempuan dan laki-laki menunjukkan
9
adanya ketidakadilan dalam masyarakat, dan pembangunan tanpa keadilan gender berakibat pada
hasil yang dicapai sampai kapan pun tidak akan pernah maksimal (Venny, 2004).
10
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitan ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif, yang digunakan untuk memperoleh
gambaran yang tepat dan utuh tentang suatu gejala. Penelitian ini ditembuh dengan cara
memusatkan diri pada pemecahan masalah yang ada, dengan dukungan data-data, kata-kata dan
gambar. Sutopo (2002: 35) penelitian deskriptif kualitatif yaitu data yang dikumpulkan terutama
berupa kata-kata, kalimat atau gambar memiliki arti lebih dari sekedar angka-angka atau
frekuensi.
Pengertian dari metode deskriptif sendiri, menurut Nazir (2005: 54), yaitu suatu metode dalam
meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran,
ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Sedang menurut Narbuko (2002: 44)
penelitian deskriptif yaitu penelitian yang berusaha menuturkan pemecahan masalah yang ada
sekarang berdasarkan data-data, jadi penelitian deskriptif ini juga menyajikan data, menganalisa
data dan menginterprestasikan data.
Berdasarkan pengertian-pengertian diatas, peneliti menggunakan penelitian deskriptif dengan
alasan,
1. Penempatan diri pada pemecahan masalah sekarang dan bersifat aktual
2. Penelitian ini menggunakan tahapan yang sistematis dengan cara mengumpulkan data,
mengklarifikasikan dan menganalisis, dan menginterpretasikan
3. Menjelaskan prosedur setiap langkah penyelidikan dengan teliti dan terperinci.
3.2 Sumber Data
Menurut Sutopo (2002: 49) sumber data merupakan bagian yang sangat penting bagi peneliti
karena ketepatan dan kekeyaan data atau kedalaman yang diperoleh. Sumber data yang kami
gunakan yaitu dokumen, yang terdiri dari dokumen terkait kebijakan tentang ketahanan pangan,
dan jurnal-jurnal serta penelitian terdahulu tentang ketahanan pangan dan peran gender didalam
ketahanan pangan nasional tersebut.
11
3.3 Sasaran Penulisan
Sasaran penulisan atau hal apa yang hendak kami tulis adalah perempuan, khususnya melihat
peran perempuan dalam ketahanan pangan dan inovasi kebijakan apa yang bisa diambil.
3.4 Tahapan Penulisan.
Kebijakan ketahanan pangan peran perempuan dalam ketahanan pangan perempuan
terabaikan dan kurang mendapat perhatian inovasi kebijakan pelayanan publik, kaitannya
dengan peran per\empuan dalam ketahanan pangan
12
BAB IV
PEMBAHASAN
4. 1 Peran Perempuan dalam Ketahanan Pangan
Gender dan ketahanan pangan saling berhubungan. Penelitian FAO dan Horenstein (1989)
memberikan gambaran mengenai perubahan dan peranan mutakhir perempuan dalam ketahanan
pangan pada wilayah yang berbeda di dunia. Dalam hal tidak terpenuhinya hak atas pangan yang
layak, perempuan dan anak perempuan adalah kelompok yang paling menderita. Akan tetapi
peran perempuan dalam implementasi kebijakan ternyata masih dipandang sebelah mata dan
belum diberikan apresiasi.
International Labor Organization (1999) seperti dikutip oleh Adioetomo et al. (2000)
menyebutkan bahwa perempuan dan laki-laki adalah bagian dari perekonomian, merupakan
konsumen sekaligus pekerja, sebagai anggota rumah tangga dan anggota masyarakat. Nilai-nilai
tradisional Indonesia menempatkan laki-laki sebagai pekerja dan perempuan di rumah hingga
beberapa waktu terakhir, bahkan di perdesaan nilai-nilai ini masih dipegang. Kondisi ini juga
direfleksikan di dalam pasar tenaga kerja, yang masih menganggap perempuan Indonesia sebagai
pekerja kelas dua. Diskriminasi yang terjadi antara perempuan dan laki-laki menunjukkan
adanya ketidakadilan dalam masyarakat, dan pembangunan tanpa keadilan gender berakibat pada
hasil yang dicapai sampai kapan pun tidak akan pernah maksimal (Venny, 2004).
Untuk mencapai ketahanan pangan dalam rumah tangganya, perempuan mengalokasikan
waktu yang dimilikinya dengan melakukan berbagai aktivitas untuk memperoleh penghasilan,
baik berupa produk (natura) yang dapat dijadikan bahan pangan keluarga, atau dijual, maupun
penghasilan berupa uang tunai yang dapat digunakan untuk membeli berbagai kebutuhan
terutama bahan makanan yang diperlukan seluruh anggota keluarga. Upaya-upaya memperoleh
penghasilan tersebut dapat dilakukan dengan bekerja di dalam usaha taninya, bekerja di luar
usaha taninya, atau di luar sektor pertanian. Maka dari itu adanya kebijakan yang melindngi
peran perempuan dalam hal ketahanan pangan harusnya lebih diperhatikan lagi, mengingat
betapa tingginya peran mereka tapi banyak ketidakadilan yang justru mereka teriama.
13
4.2 Urgensi Peran Perempuan dalam Ketahanan Pangan
Pangan saat ini tidak hanya menjadi kebutuhan dasar, melainkan sudah menjadi hak dasar
sehingga keberadaannya mutlak diperlukan. Dalam upaya memenuhi kebutuhan pangan di
Indonesia, maka dibutuhkan kesetaraan gender bagi kaum laki-laki dan perempuan dalam
pencapaiannya. Namun kenyataan yang terjadi menunjukkan bahwa kaum perempuan cenderung
masih mengalami diskriminasi, padahal ia memiliki peran yang penting dalam upaya pencapaian
ketahanan pangan.
Ketahanan pangan nasional dapat dicapai dari satuan sosial yang paling kecil, yaitu
keluarga. Sebagai satuan sosial yang paling kecil, keluarga memiliki andil dalam upaya
pencapaian ketahanan pangan nasional. Perempuan memiliki peran yang sangat penting,
terutama dalam pencapaian ketahanan pangan keluarga. Pentingnya peran perempuan tersebut
disebabkan karena perempuan sebagai subjek dalam rumah tangga yang memegang pilar-pilar
ketahanan pangan dalam keluarga, diantaranya 1) Kemampuan untuk mengatur ekonomi
keluarga sehingga mampu untuk mencukupi kebutuhan pangan. 2) Kreativitas kaum perempuan
dalam melakukan diversifikasi pangan. 3) Kreativitas untuk memanfaatkan lahan kosong sebagai
tempat menanam tanaman pangan. Peran-peran nyata perempuan dalam ketahanan pangan
keluarga merupakan kontribusi nyata dalam pencapaian ketahanan pangan nasional.
Secara umum, dapat dikatakan bahwa perempuan memiliki peran yang penting dalam
ketahanan pangan karena perempuan sebagai subjek yang mampu melaksanakan peran dalam hal
memproduksi, mengolah, dan mendistribusikan hasil pangan untuk meningkatkan ketahanan
pangan. Perempuan memiliki peran penting dalam menyediakan pangan bagi 237 juta jiwa
penduduk di Indonesia. Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) 2006, jumlah petani
perempuan mencapai 55,2% sedangkan petani pria hanya 46%. Oleh karena itu ia berpendapat
peran petani perempuan sangat besar dalam menyukseskan ketahanan pangan salah satunya
dalam pengelolaan lumbung pangan. Tanpa adanya peran dari kaum perempuan secara
maksimal, maka pencapaian ketahanan pangan di Indonesia tidak akan mampu berjalan secara
maksimal.
Perempuan memiliki peran yang penting dalam mencapai pilar-pilar kedaulatan pangan,
yang terdiri dari 1) Produsen dan wirausaha pertanian, 2) Penjaga kedaulatan pangan yang
mencurahkan waktunya untuk mengelola pendapatan dan konsumsi rumah tangga, 3) Pengelola
penyediaan pangan saat kondisi ekonomi sulit. Pilar-pilar kedaulatan pangan tersebut saling
14
berhubungan satu dengan yang lain dan membutuhkan peran perempuan melalui pemberdayaan
dalam upaya mencapai peningkatan kedaulatan pangan, khususnya di Indonesia sebagai negara
yang memiliki sumber daya alam yang berpotensi besar dalam hal pangan.
4.3 Tindakan Pemerintah dalam Mewujudkan Ketahanan Pangan
Yunastiti Purwaningsih dalam “Ketahanan Pangan: Situasi, Permasalahan, Kebijakan, dan
Pemberdayaan Masyarakat”, Jurnal Ekonomi Pembangunan, Volume 9, Nomor 1, 2008, halaman
1-27, menyatakan bahwa dalam pengambilang keputusan atau langkah untuk mewujudkan
ketahanan pangan, terlebih dahulu pemerintah membagi ketahanan pangan kedalam beberapa
keadaan atau situasi pangan, baru kemudian menetapkan langkah yang tepat untuk mengatasi
permasalahan disetiap situasi pangan.
Dalam Dokumen Kebijakan Umum Ketahanan Pangan 2006-2009, yang dikeluarkan Dewan
Ketahanan Pangan (2006: 59-71), menyebutkan terdapat 14 elemen penting dalam kebijakan
umum ketahanan pangan,
1. Menjamin Ketersediaan Pangan
a. Pengembangan Lahan Abadi 15 juta Ha Beriirigasi dan 15 juta Ha Lahan Kering
b. Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi Lahan
c. Pelestarian Sumber daya Air dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
d. Peningkatan Efesiensi Penanganan Pasca Panen dan Pengolahan
2. Menata Pertanahan dan Tata Ruang atau Wilayah
a. Pengembangan Reforma Agraria
b. Penyusunan Tata Ruang Daerah dan Wilayah
c. Perbaikan Administrasi Pertanahan dan Sertifikasi Lahan
d. Penerapan Sistem Perpajakan Progresif bagi Pelaku Konversi Lahan Pertanian Subur dan
Pembiaran Lahan Pertanian Terlantar
3. Pengembangan Cadangan Pangan
a. Pengembangan Cadangan Pangan Pemerintah
b. Pengembangan Lumbung Pangan Masyarakat
4. Mengembangkan Sistem Distribusi Pangan yang Efesien
a. Pembangunan dan Rehabilitasi Sarana dan Prasarana Distribusi
b. Penghapusan Retribusi Produk Pertanian dan Perikanan
15
c. Pemberian Subsidi Transportasi bagi Daerah Sangat Rawan dan Daerah Terpencil
d. Pengawasan Sistem Persaingan Perdagangan yang Tidak Sehat
5. Menjaga Stabilitas Harga Pangan
a. Pemantauan Harga Pangan Pokok Secara Berkala
b. Pengelolaan Pasokan Pangan dan Cadangan Penyangga untuk Stabilitas Harga
6. Meningkatkan Aksesibilitas Rumah Tangga Terhadap Pangan
a. Pemberdayaan Masyarakat Miskin dan Rawan Pangan
b. Peningkatan Efektivitas Program Raskin
c. Penguatan Lembaga Pengelolaan Pangan di Pedesaan
7. Melaksanakan Diversifikasi Pangan
a. Peningkatan Diversifikasi Konsumsi Pangan dan Gizi Seimbang
b. Pengembangan Teknologi Pangan
c. Diversifikasi Usaha Tani dan Pengembangan Pangan Lokal
8. Meningkatkan Mutu dan Keamanan Pangan
a. Pengembangan dan Penerapan Sistem Mutu pada Proses Produksi, Olahan dan
Perdagangan Pangan
b. Peningkatan Kesadaran Mutu dan Keamanan Pangan pada Konsumen
c. Pencegahan Dini dan Penegakan Hukum terhadap Pelanggaran Aturan Mutu dan
Keamanan Pangan
9. Mencegah dan Menangani Keadaan Rawan Pangan dan Gizi
a. Pengembangan isyarat dini dan penanggulangan keadaan rawan pangan dan gizi
b. Peningkatan Keluarga Sadar Gizi
c. Pemanfaatan Lahan Pekarangan untuk Peningkatan Gizi Keluarga
d. Pemanfaatan Cadangan Pangan Pemerintah untuk Penanggulangan Keadaan Rawan
Pangan dan Gizi
10. Memfasilitasi Penelitian dan Pengembangan
a. Alokasi Anggaran yang Memadai untuk Penelitian dan Pengembangan
b. Peningkatan Kerjasama Kemitraan Antar Lembaga Penelitiam
11. Meningkatkan Peran serta Masyarakat
a. Menerapkan sistem penghargaan tingkat nasional kepada mereka yang memberikan
kontribusi yang signifikan terhadap pembangunan dibidang pangan dan gizi
16
12. Melaksanakan Kerjasama Internasional
a. Penggalangan Kerjasama Internasional dalam Melawan Kelaparan dan Kemiskinan
b. Perbaikan Kinerja Diplomasi Ekonomi, Politik, Sosial, dan Budaya untuk Meningkatkan
Ketahanan Pangan
13. Mengembangkan Sumberdaya Manusia
a. Perbaikan program pendidikan, pelatihan dan penyuluhan di bidang pengan
b. Pemberian muatan pangan dan gizi pada pendidikan formal
c. Pemberian Jaminan Pendidikan Dasar dan Menengah Khususnya bagi Perempuan dan
Anak-anak di Pedesaan
14. Kebijakan Makro dan Perdagangan Kondusif
a. Kebijakan fiskal yang memberikan insentif bagi usaha pertanian
b. Alokasi APBN dan APBD yang mamadai untuk pengembangan sektor pertanian dan
pangan
c. Kebijakan perdagangan yang memberikan proteksi dan promosi bagi produk pertanian
strategis
Menurut Suryana dalam Jurnal Dialog Kebijakan Publik : “Ketahanan Pangan dalam
Perubahan Iklim Global” edisi 4, November 2011, yang diterbitkan oleh Kementerian
Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi
Publik, strategi pembangunan ketahanan pangan nasional yang dikenal dengan “triple track
strategy” yaitu
1. Pro-growth, mendorong akselerasi pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan investasi dan
ekspor
2. Pro-job, penciptaan lapangan kerja
3. Pro-poor, untuk menurunkan kemiskinan dan kesenjangan melalui revitalisasi sektor
pertanian dan pedesaan serta pembangunan usaha kecil menengah
Selain itu, Suryana mengungkapkan bahwa pemerintah mempunyai pendekatan “Pangan
beragam bergizi seimbang”. Pemerintah melakukan kampanye bahan pangan lokal, sehingga
masyarakat lebih banyak mengkonsumsikan karbohidrat dari pangan lokal seperti singkong,
jagung, ubi jalar, sukun, dan lain-lain.
Kebijakan yang sudah sering muncul terkait upaya menstabilkan ketersediaan pangan demi
menjaga ketahanan pangan nasionall (Suryana, 2005: 261) adalah
17
1. Kebijakan dan strategi diversifikasi pangan di Indonesia serta program aksi diversifikasi
pangan
2. Di bidang perberasan, terdapat kebijakan harga dasar pembelian pemerintah (HDPP) dan
tarif impor
3. Kemandirian pangan
4. Kebijakan (pangan) transgenik
4.4 Program Ketahanan Pangan Pemerintah Bisakah Dianggap Gagal?
Program-program yang telah dilaksanakan selama ini, memang masih belum maksimal
dalam hal pelaksanaannya. Kenyataannya dilapangan selama ini, dapat dilhat bahwa pemerintah
belum mampu mewujudkan ketahanan pangan, mengingat pemerintah masih menempatkan
pilihan untuk mengimpor beras menjadi jalan terbaik. Meski data yang disajikan sebelumnya
terjadi peningkatan produksi beras setiap tahunnya, namun selisih antara produksi beras dengan
konsumsi beras tidak terlalu besar, hanya sekitar 2.166.817 ton saja, itu untuk tahun 2010.
Negara tidak mempunyai cukup cadangan beras minumum yang ditetapkan sebelumnya yaitu
sebesar 3,3 juta ton per tahunnya.
Kita sadar bahwa padi, petani, dan pemerintah memiliki hubungan yang kompleks.
Kebijakan maupun program yang akan dan telah dilaksanakan oleh pemerintah, pasti mengalami
kendala, dan berujung pada penambahan kuantitas impor beras, dan hal tersebut kembali
membuat kehidupan petani menjadi sulit. Dengan menjalankan impor, berarti harga beras dipasar
akan mengalami penurunan, belum lagi masalah hama yang membuat gagal panen. Selain itu
petani juga dihadapkan pada kenyataan, bahwa tanah-tanah subur mereka hilang dan digantikan
dengan real estate untuk kebutuhan pemenuhan investasi. Seperti yang telah dipaparkan oleh
Lembaga Ketahanan Nasional (2013: 15) secara singkat, terkait masalah dan peran pemerintah,
1. Permasalahan dari segi aspek paradigma mencakup: sistem agribisnis harus digeser menjadi
berbasis kepada petani dan pengusaha, sedangkan peran pemerintah hanya sebagai
fasilitator, pendekatan masih bersifat sektoral, dan peran pemerintah daerah masih kurang
2. Permasalahan dari aspek produksi mencakup: skala usaha petani masih kecil, alih fungsi
lahan pertanian ke non-pertanian masih tinggi, rusaknya infrastruktur pertanian di berbagai
daerah, melemahnya sistem penyuluhan pertanian, suplai air semakin berkurang, laju
pertumbuhan penduduk relatif tinggi, ketergantungan masyarakat terhadap beras masih
18
tinggi, produksi beras cenderung berfluktuasi, adopsi inovasi teknologi relatif rendah,
pemilikan lahan sangat kecil (rata-rata 0,25 ha per petani), kelembagaan petani masih lemah,
pascapanen tergantung alam, keadaan cuaca dan keadaan geografi setempat.
3. Permasalahan dari aspek distribusi mencakup: fluktuasi harga atau inflasi relatif tinggi,
pengelolaan distribusi yang belum merata di seluruh wilayah, permintaan dari luar daerah
sangat tinggi, cadangan pangan beras belum terdata dengan baik dan biaya koleksi dan
distribusi yang relatif tinggi.
4. Permasalahan dari aspek konsumsi mencakup: keamanan pangan, kerawanan pangan dan
gizi, diversifikasi pangan serta daya beli masyrakat yang belum memadai.
5. Permasalahan dari aspek koordinasi mencakup: masing-masing instansi hanya fokus pada
tugas pokok fungsinya masing-masing, lemahnya koordinasi antar instansi, dan lemahnya
leadership yang dapat mengkoordinasi berbagai instansi.
6. Permasalahan dari aspek keuangan yaitu terbatasnya akses petani terhadap sumber
permodalan serta belum adanya perlindungan keuangan terhadap petani.
4.5 Inovasi
1. Kembali menghidupkan penyuluh pertanian untuk memberikan penyuluhan tentang cara
meningkatkan kehidupan petani melalui perempuan tani, misalnya dengan memberikan cara
atau solusi untuk mengolah tanaman yang dihasilkan dari petani menjadi sebuh produk yang
bernilai tinggi
2. Membuat “Program Sarjana Kembali ke Desa”, yang terutama diperuntukkan bagi Sarjana
Pertanian Program ini perlu dibuat karena saat ini sarjana cenderung memilih untuk bekerja
di kota dengan alasan untuk meningkatkan kesejahteraan keluarganya didesa, bukan unruk
menyesejahterakan deanya.
3. Reformulasi Undang-Undang Ketahanan Pangan yang menyangkut hak dan kewajiban
perempuan
19
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah kami kemukakan diatas, kebijakan ketahanan pangan
yang selama ini telah dikeluakan oleh pemrintah, memang telah ada beberapa yang menyentuh
kedalam permasalahan terkait ketahanan pangan nasional. Namun, dalam hal keterlibatan
perempuan dalam kehidupan pangan nasional, perempuan masih belum menemukan reformasi.
Padahal untuk mencapai ketahanan pangan dalam rumah tangga, perempuan mengalokasikan
waktu yang dimilikinya dengan melakukan berbagai aktivitas untuk memperoleh penghasilan,
baik berupa produk (natura) yang dapat dijadikan bahan pangan keluarga, atau dijual, maupun
penghasilan berupa uang tunai yang dapat digunakan untuk membeli berbagai kebutuhan
terutama bahan makanan yang diperlukan seluruh anggota keluarga. Upaya-upaya memperoleh
penghasilan tersebut dapat dilakukan dengan bekerja di dalam usaha taninya, bekerja di luar
usaha taninya, atau di luar sektor pertanian. Maka dari itu adanya kebijakan yang melindungi
peran perempuan dalam hal ketahanan pangan harusnya lebih diperhatikan lagi, mengingat
betapa tingginya peran mereka tapi banyak ketidakadilan yang justru mereka teriama.
Dari hal tersebut, kami mencoba untuk membuat inovasi agar kehidupan perempuan dalam
mempertahankan ketahanan pangan keluarga menjadi lebih meningkat
4. Kembali menghidupkan penyuluh pertanian untuk memberikan penyuluhan tentang cara
meningkatkan kehidupan petani melalui perempuan tani, misalnya dengan memberikan cara
atau solusi untuk mengolah tanaman yang dihasilkan dari petani menjadi sebuh produk yang
bernilai tinggi
5. Membuat “Program Sarjana Kembali ke Desa”, yang terutama diperuntukkan bagi Sarjana
Pertanian Program ini perlu dibuat karena saat ini sarjana cenderung memilih untuk bekerja
di kota dengan alasan untuk meningkatkan kesejahteraan keluarganya didesa, bukan unruk
menyesejahterakan deanya.
6. Reformulasi Undang-Undang Ketahanan Pangan yang menyangkut hak dan kewajiban
perempuan
20
5.2 Saran
Untuk pemerintah:
Pemerintah seharusnya mereformulasi kebijakan yang menyangkut ketahananan pangan,
agar perempuan bisa lebih dihargai dan mendapat apresiasi
Membuat kebijakan yang berkelanjutan terkait dengan peran perempuan dalam ketahanan
pangan
Untuk mahasiswa:
Meningkatkan kesadaran untuk turit serta mensukseskan program pemerintah khususnya dalam
meningkatkan peran perempuan dalam ketahanan pangan nasional
Untuk perguruan tinggi:
Melaksanakan tridarma perguruan tinggi dengan sungguh- sungguh khususnya di sini dalam
mengabdikan diri untuk masyarakat, dan memaksimalkan fungsi nya dalam membantu program
pemeerintah meningkatkan peran perempuan dalam ketahanan pangan.
21
Daftar Pustaka
JURNAL
Jati, Wasisto Raharjo. 2011. “Inovasi Pelayanan Publik Setengah Hati: Studi Pelayanan Publik
SAMSAT Kota Yogyakarta”. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Volume 15, Nomor 1, Halaman
70
Purwaningsih, Yunastiti. 2008. “Ketahanan Pangan: Situasi, Permasalahan, Kebijakan, dan
Pemberdayaan Masyarakat”. Jurnal Ekonomi Pembangunan, Volume 9, Nomor 1, Juni 2008,
Halaman 1-27
Dewan Ketahanan Pangan. 2006. “Kebijakan Umum Ketahanan Pangan 2006-209. Jurnal Gizi
dan Pangan, Volume 1, Nomor 1, Juli 2006, Halaman 57-63
Prihatin, S. Djuni, Sunarru Samsi Hariadi & Mudiyono. 2012. “Ancaman Ketahanan Pangan
Rumah Tangga Petani”. Jurnal Ilmiah CIVIS, Volume II, Nomor 2, Juli 2012.
FAO. Undated. Gender Food Security. Women in Development Service, Roma: FAO
Venny A. 2004. Mempersoalkan Kemiskinan. Dalam www.freelist.org.
BUKU
Sinambela, Lijan Poltak. 2006. Reformasi Pelayanan Publik (Teori, Kebijakan, dan
Implementasi). Jakarta: Bumi Aksara
Moenir, H.A.S. 1995. Manajemen Pelayanan Publik. Jakarta: Raja Grafindo
Soetrisno. 1998. Karakteristik Iklim di Indonesia. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta
KEBIJAKAN
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
KEMENPAN Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan
Pelayanan Publik
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia
Nomor 31 Tahun 2014
22