Post on 02-Dec-2020
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA KNISLEY (MPMK)
KOLABORASI BRAIN GYM TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS
BAGI SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 7 SALATIGA
JURNAL
Disusun Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Matematika
Oleh :
EVARIYANI
( 202013054 )
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2017
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA KNISLEY (MPMK) KOLABORASI
BRAIN GYM TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS
BAGI SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 7 SALATIGA
Evariyani1, Kriswandani
2
Program Studi Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Kristen Satya Wacana Jl. Diponegoro 52-60 Salatiga 50711 1Mahasiswa Pendidikan Matematika FKIP UKSW, email: 202013054@students.uksw.edu
2Dosen Pendidikan Matematika FKIP UKSW, email: kriswandani@staff.uksw.edu
ABSTRAK
Penelitian eksperimen semu ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh Model
Pembelajaran Matematika Knisley (MPMK) berbantuan Brain Gym terhadap kemampuan
komunikasi matematis pada materi bangun ruang sisi datar bagi siswa kelas VIII SMP 7 Salatiga
tahun pelajaran 2016/2017. Populasi dari penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 7
Salatiga yang terdiri dari 8 kelas. Sampel penelitian ini diambil dengan teknik simple random
sampling dan diperoleh sampelnya adalah siswa kelas VIII D (28 siswa) sebagai kelas kontrol
dan VIII F (28 siswa) sebagai kelas eksperimen. Teknik pengumpulan data menggunakan
instrumen tes. Teknik analisis datanya menggunakan uji Mann-Whitney U. Berdasarkan hasil
penelitian diperoleh nilai signifikansinya sebesar 0,031 < 0,05 sehingga dapat disimpulkan
bahwa terdapat pengaruh Model Pembelajaran Matematika Knisley (MPMK) kolaborasi Brain
Gym terhadap kemampuan komunikasi matematis bagi siswa kelas VIII SMP 7 Salatiga.
Kata Kunci: Model Pembelajaran Matematika Knisley, Brain Gym, Kemampuan Komunikasi
Matematis
PENDAHULUAN
Susanto (2013:185) menyatakan bahwa matematika adalah salah satu disiplin ilmu yang
dapat meningkatkan kemampuan berpikir, berargumentasi dan memberikan kontribusi dalam
menyelesaikan masalah sehari-hari serta memberikan dukungan dalam pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Selanjutnya Fitri (2014) menyatakan bahwa matematika merupakan
salah satu mata pelajaran yang memiliki peranan penting dalam kehidupan karena banyak
permasalahan dalam kehidupan sehari-hari yang dapat diselesaikan dengan matematika.
Mengingat pentingnya peranan matematika tersebut, maka pembelajaran matematika perlu
diajarkan mulai dari pendidikan dasar hingga perguruan tinggi
Hamzah (2010) menyatakan bahwa pembelajaran matematika adalah suatu aktivitas mental
untuk memahami arti, hubungan dan simbol kemudian diterapkan pada situasi nyata. Melalui
pembelajaran matematika diharapkan siswa dapat mengkomunikasikan gagasan dengan simbol,
tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keaadaan (Mahmudi, 2009). Hal ini juga
didukung Permendiknas Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi yang menyatakan bahwa
tujuan mata pelajaran matematika tingkat SMP/MTs matematika adalah agar peserta didik
memiliki kemampuan sebagai berikut: 1) memahami konsep matematika, menjelaskan
keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau alogaritma, secara luwes, akurat,
efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah; 2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat,
melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau
menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; 3) memecahkan masalah yang meliputi
kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan
menafsirkan solusi yang diperoleh; 4) mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram
atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah; dan 5) memiliki sikap menghargai
kegunaan matematika dalam kehidupan yaitu memiliki keingintahuan, perhatian, dan minat
dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Berdasarkan tujuan mata pelajaran matematika salah satu kemampuan yang harus diperhatikan
oleh guru dalam pembelajaran matematika adalah kemampuan komunikasi matematis.
Komunikasi matematis secara konseptual yaitu memberitahukan dan menyebarkan berita
matematika, pengetahuan ide matematis, pikiran dan nilai dengan maksud menggugah partisipasi
agar hal-hal yang diberitahukan secara lisan maupun tulisan menjadi milik bersama. Komunikasi
matematis menyebabkan guru dapat lebih memahami kemampuan siswa dalam
menginterpretasikan dan mengekpresikan pemahamannya tentang konsep yang mereka pelajari
bersama (Sardiman dalam Darkasyi, 2014). Kemampuan komunikasi matematis merupakan
suatu hal yang sangat mendorong untuk seorang guru memahami kemampuan siswa dalam
pembelajaran matematika, hal ini didukung oleh National Council of Teachers of Mathematics
(NCTM) yang menyatakan bahwa tanpa komunikasi dalam matematika, guru akan kekurangan
keterangan, data, fakta tentang pemahaman siswa dalam proses dan aplikasi matematika (Van de
Wall, 2008). Pentingnya komunikasi tersebut mencangkup beberapa hal yaitu untuk menyatakan
ide melalui percakapan, tulisan, demonstrasi, dan melukiskan secara visual dalam tipe yang
berbeda, memahami, menginterprestasikan, dan mengevaluasi ide yang disajikan dalam tulisan
atau dalam bentuk visual, mengkonstruksi, memginterpretasi, dan mengaitkan berbagai bentuk
representasi ide dan berhubungannya, membuat pengamatan dan konkekture, merumuskan
pertanyaan, membawa dan mengevaluasi informasi, menghasilkan dan menyatakan argumen
secara persuasive (Greenes dan Schulman dalam Armiati, 2009:3). Kenyataannya, kemampuan
komunikasi matematis pada mata pelajaran matematika diIndonesia masih belum berkembang
secara optimal.
Permasalahan tersebut juga terjadi di SMP Negeri 7 Salatiga. Hasil wawancara dengan
salah satu guru pengampu pelajaran matematika di SMP Negeri 7 Salatiga diketahui bahwa
proses pembelajaran masih terpusat pada guru yang terpaku pada materi dan drill soal yang
membuat siswa cepat kehilangan konsentrasi sehingga cepat lelah berfikir, mengantuk dan pasif.
Pada kelas VIII SMP 7 Salatiga tingkat kemampuan komunikasi matematis siswa belum
berkembang secara optimal dan bervariasi. Sebagian besar siswa masih mengalami kesulitan
dalam menjelaskan ide atau gagasan secara lisan maupun tulisan serta menyatakan suatu situasi,
gambar, diagram atau benda nyata ke dalam bahasa, simbol, ide, atau model matematika. Siswa
yang kurang berinteraksi dan menjalin komunikasi dengan guru maupun siswa lainya dapat
menghambat proses pembelajaran. Hal ini diperkuat dengan data hasil pretest kemampuan
komunikasi matematis pada kategori sedang terdapat 48 siswa dengan persentase 85.71%,
kategori tinggi terdapat 2 siswa persentasenya 3,57% dan pada kategori rendah terdapat 6 siswa
persentasenya 10,71%. Berdasarkan data tersebut menunjukan bahwa mayoritas siswa
mempunyai kemampuan komunikasi matematis pada kategori sedang dikarenakan peran
dominan guru dan informasi hanya berjalan satu arah dari guru ke siswa sehingga kesempatan
siswa untuk mengkomunikasikan gagasannya pun sangat sedikit. Salah satu cara untuk
memperbaiki permasalahan tersebut adalah dengan menggunakan model pembelajaran yang
tepat.
Model pembelajaran yang berpotensi untuk memberikan kesempatan siswa untuk
mengkomunikasi pengetahuan yang dimilikinya adalah Model Pembelajaran Matematika
Knisley. Hal ini sesuai dengan penelitian Yasar Rosidin dalam Erlina (2016) yang menyatakan
peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa pada kelas yang mendapatkan
pembelajaran dengan MPMK lebih baik daripada peningkatan kemampuan komunikasi
matematis matematis siswa pada kelas yang mendapatkan pembelajaran matematika biasa.
Model Pembelajaran Matematika Knisley didasarkan pada program penelitian yang
dikembangkan oleh Jeff Knisney pada tahun 2003 yang berpotensi memenuhi standar. Model
Pembelajaran Matematika Knisley (MPMK) adalah model pembelajaran matematika yang
dikembangkan atas teori gaya belajar Kolb yang ditafsirkan menjadi empat tahapan belajar
matematika. Model MPMK ini bertujuan agar siswa memahami suatu konsep matematika dan
melihat keterkaitan konsep tersebut secara internal dan eksternal (Mulyana, 2009). Tahap-tahap
MPMK adalah 1) konkrit-reflektif yaitu guru menjelaskan konsep yang figurative dalam konteks
yang familiar berdasarkan istilah- istilah yang terkait dengan konsep yang telah diketahui siswa;
2) kongkrit-aktif yaitu guru memberikan tugas dan dorongan agar siswa melakukan eksplorasi,
percobaan, mengukur, atau membandingkan sehingga dapat membedakan konsep baru dengan
konsep yang telah diketahuinya; 3) abstrak-reflektif yaitu siswa membuat atau memilih
pernyataan yang terkait dengan konsep baru, memberi contoh kontra untuk menyangkal
pernyataan yang salah, dan membuktikan pernyataan yang benar bersama-sama dengan guru;
serta 4) abstrak–aktif: Siswa melakukan practice (latihan) menggunakan konsep baru untuk
memecahkan masalah dan mengembangkan strategi. Kelebihan dan kekurangan Model
Pembelajaran Matematika Knisley menurut Dedy (2012) adalah: 1) Memudahkan
mengidentifikasi tingkat pemahaman peserta didik ketika pembelajaran berlangsung; 2) Terjadi
pergantian tingkat keaktifan antara guru dengan peserta didik; 3) Model Pembelajaran
Matematika Knisle memuat aktifitas paradigma pembelajaran; 4) Suasana pembelajaran menjadi
menyenangkan dan tidak tegang. Adapun kelemahannya yaitu 1) kesulitan adaptasi yang akan
dialami siswa pada awal penggunaan model MPMK serta 2) tahapan dalam model ini menuntut
siswa untuk mengembangkan kemampuan berfikirnya, maka siswa akan merasa jenuh dan cepat
lelah berfikir jika tidak diimbangi dengan kegiatan lainnya.
Selain penggunaan model yang tepat, guru juga memiliki kewajiban untuk membantu
siswa dalam mengembangkan kemampuan belajar sehingga siswa dapat belajar dengan
menggunakan seluruh potensi yang dimilikinya. Denison & Denison (2009) mengatakan Brain
Gym adalah serangkaian gerak sederhana untuk meningkatkan kemampuan belajar mereka
dengan menggunakan keseluruhan otak, manfaat Brain Gym guna menstimulasi (dimensi
lateralitas) untuk meringankan (dimensi pemfokusan), untuk merelaksasi (dimensi pemusatan)
murid yang terlibat dalam situasi belajar tertentu, gerakan-gerakannya mencakup gajah (the
elephant), burung hantu (the owl), luncuran gravitasi (gravity glider), dan coretan ganda
(double dooble). Lebih lanjut Gunawan (2006) mengatakan Brain Gym adalah serangkaian
gerakan tubuh yang sederhana digunakan untuk memadukan semua bagian otak untuk
meningkatkan kemampuan belajar, membangun harga diri dan rasa kebersamaan. Brain Gym
digunakan menurut kecepatan gerakan anak itu sendiri, akan tetapi secara efektif membantu anak
kembali pada kondisi mental yang optimal untuk pembelajaran (Gunawan dalam Nurholilah,
2013).
Model Pembelajaran Matematika Knisley yang dikolaborasikan dengan Brain Gym,
merupakan suatu model pembelajaran dengan serangkaian gerak sederhana yang mampu
meningkatkan kemampuan belajar siswa serta dapat menghilangkan rasa jenuh, mengembalikan
konsentrasi sehingga membantu siswa untuk mengembangkan seluruh potensi yang dimilikinya.
Langkah-langkah pembelajaran mengunakan MPMK yang dikolaborasikan dengan Brain Gym
yaitu : 1) Pengenalan kepada siswa mengenai gerakan Brain Gym ; 2) Guru menjelaskan konsep
yang terkait dengan konsep yang telah diketahui siswa; 3) Guru memberikan tugas dan dorongan
agar siswa melakukan eksplorasi, percobaan, mengukur, atau membandingkan sehingga dapat
membedakan konsep baru dengan konsep yang telah diketahuinya; 4) Melakukan gerakan Brain
Gym untuk jeda sejenak sebagai penawar rasa jenuh dan untuk mengembalikan konsentrasi; 5)
Siswa membuat atau memilih pernyataan yang terkaitdengan konsep baru, memberi contoh
kontra untuk menyangkal pernyataan yang salah, dan membuktikan pernyataan yang benar
bersama-sama dengan guru; 6) Siswa melakukan practice (latihan) menggunakan konsep baru
untuk memecahkan masalah dan mengembangkan strategi.
Berdasarkan uraian masalah tersebut maka dapat dilakukan penelitian yang bertujuan
untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh Model Pembelajaran Matematika Knisley
(MPMK) kolaborasi dengan Brain Gym terhadap kemampuan komunikasi matematis bagi siswa
kelas VIII SMP Negeri 7 Salatiga.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini mengunakan eksperimen semu. Menurut Sandjaja (2006: 105), penelitian
eksperimen semu dilakukan untuk menguji hipotesis tentang ada tidaknya pengaruh suatu
tindakan bila dibandingkan dengan tindakan lain dengan pengontrolan variabelnya sesuai dengan
kondisi yang ada (situasional). Kegiatan dalam penelitian ini dengan memberikan perlakuan
serta menguji ada tidaknya pengaruh kepada kelompok eksperimen dengan memberi Model
Pembelajaran Matematika Knisley (MPMK) kolaborasi Brain Gym dan membandingkan dengan
kelompok kontrol menggunakan pembelajaran langsung. Desain penelitian yang digunakan the
randomized pre test-post test control group design yaitu desain penelitian yang memberikan pre
test sebelum perlakuan, serta posttesst sesudahnya pada kelompok kontrol dan eksperimen
(Budiono, 2003).
Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 7 Salatiga dengan
seluruh karakteristiknya. Sampel pada penelitian ini diambil menggunakan teknik simple random
sampling, yaitu pengambilan sampel yang dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata
yang ada dalam populasi. Sampel yang didapatkan sebanyak 2 kelas yaitu kelas VIII D dengan
jumlah 28 siswa sebagai kelas kontrol dan kelas VIII F sebanyak 28 siswa sebagai kelas
eksperimen.
Instrumen dalam penelitian ini adalah instrumen tes yang terdiri dari pretest sebelum
mengikuti pembelajaran pada materi bangun ruang sisi datar dan posttest dengan materi bangun
ruang sisi datar. Instrumen tes disusun untuk mengukur kemampuan komunikasi matematis
siswa kelas eksperimen maupun kelas kontrol. Instrumen yang digunakan berbentuk soal uraian
berjumlah 5. Adapun sistem penskoran tes kemampuan komunikasi matematis yang telah
termodifikasi oleh kurniawan (2016) menggunakan rubrik nilai yang mengacu pada Marryland
Math Communication Rubric, Maine Holistic Rubric, Dan Quasar Communication Mathtematic
Rubric. Rubrik penskoran kemampuan komunikasi matematis dapat dilihat pada Tabel 1. Teknik
analisis data menggunakan uji Man Whitney U.
Tabel 1. Pedoman Penskoran Komunikasi Matematis Mengacu Pada Marryland Math
Communication Rubric, Maine Holistic Rubric, Dan Quasar Communication Mathtematic Rubric
No Indikator Skor Kriteria
1 Menuliskan jawaban
menggunakan bahasa
matematis (label,
simbol, tanda, operasi
dan istilah matematis)
4 Penulisan label, simbol, tanda, operasi dan istilah matematis
secara lengkap, dan benar
3 Penulisan label, simbol, tanda, operasi, dan istilah matematis
dengan lengkap tapi tidak benar
2 Penulisan label, simbol, tanda, operasi, dan istilah matematis
kurang lengkap tapi ada yang benar sebagian
1 Penulisan label, simbol, tanda, operasi, dan istilah matematis
tidak lengkap dan salah
0 Tidak ada jawaban, kosong atau tidak dikerjakan
2 Menuliskan jawaban
matematika dengan
langkah-langkah
(model matematika)
dalam menjawab.
4 Langkah-langkah dalam pengerjaan rinci, runtut,lengkap, tepat
dan benar seperti perintah
3 Langkah-langkah dalam pengerjaan secara rinci, runtut,kurang
lengkap tapi benar
2 Langkah-langkah dalam pengerjaan kurang rinci, tidak runtut,
belum lengkap tapi ada yang benar sesuai perintah.
1 Langkah-langkah ada dan salah
0 Tidak ada jawaban, kosong atau tidak dikerjakan
3 Menyatakan hasil
pehitungan dari
4 Perhitungan dari setiap langkah benar, benar dan hasil benar.
3 Perhitungan dari setiap langkah 75 % benar dan hasil akhir salah
langkah-langkah setiap
jawaban suatu
pernyataan
2 Perhitungan dari setiap langkah 25 % benar dan hasil salah
1 Perhitungan dari setiap langkah salah tapi ada pekerjaan , tidak
kosong
0 Tidak ada jawaban, kosong atau tidak dikerjakan
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Kondisi Awal (sebelum diberikan perlakuan)
Data kemampuan komunikasi matematis awal diperoleh berdasarkan pengkategorian dan Uji
Mann-Whitney pada kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat sebagai berikut:
1. Kategori Kemampuan Komunikasi Matematis pada Kondisi Awal
Kategori kemampuan komunikasi matematis pada kondisi awal dilakukan dengan
pengambilan data melalui skor pretest. Hasil skor pretest dari kelas eksperimen VIII F dan
kelas kontrol VIII D kemudian dikelompokkan menjadi tiga kategori kemampuan komunikasi
matematis yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Adapun diskripsi kategori kemampuan komunikasi
matematis siswa pada kelas eksperimen VIII F dan kelas kontrol VIII D dapat dilihat pada tabel
2 sebagai berikut:
Tabel 2. Kategori Kemampuan Komunikasi Matematis Awal
Interval kategori Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase
40< skor ≤ 60 Tinggi 1 3,57% 1 3,57%
20 < skor ≤ 40 Sedang 22 78,57% 26 92,6%
0 ≤ skor ≤ 20 Rendah 5 17,6% 1 3,57%
Berdasarkan Tabel 2 tampaklah bahwa hasil pretest pada siswa VIII F sebagai kelas
eksperimen memiliki kemampuan komunikasi matematis berkategori tinggi sebanyak 1 siswa
dengan persentase 3,57%, kategori sedang sebanyak 22 siswa persentasenya 78,57% dan
kategori rendah sebanyak 5 siswa dengan persentase 17,86% sedangkan hasil pretest VIII D
sebagai kelas kontrol siswa yang memiliki kemampuan komunikasi berkategori tinggi sebanyak
1 siswa persentasenya 3,57%, kategori sedang sebanyak 26 siswa persentasenya 92,86% dan
kategori rendah sebanyak 1 siswa dengan persentase 3,57%. Berdasarkan data tersebut
menunjukan bahwa mayoritas siswa mempunyai kemampuan komunikasi matematis pada
kategori sedang di kedua kelas tersebut.
2. Uji Mann-Whitney untuk Data Kemampuan Komunikasi Matematis Awal
Pengujian hipotesis berdasarkan data pretest dilakukan dengan menggunakan uji beda
rerata statistik nonparametrik yaitu uji Mann-Whitney. Adapun hasil perhitungan uji Mann-
Whitney pada skor pretest sebagai berikut
Tabel 3. Uji Mann-Whitney pada Kemampuan Komunikasi Matematis Awal
Berdasarkan Tabel 3 didapatkan signifikansi uji Mann-Whitney pada skor pretest kemampuan
komunikasi matematis siswa kelas eksperimen dan kontrol sebesar 0,155>0,05 yang artinya
tidak terdapat perbedaan kemampuan komunikasi antara kedua kelas tersebut atau kedua kelas
tersebut dalam kondisi seimbang sehingga dapat diberikan perlakuan yang berbeda. Kelas
eksperimen diberi perlakuan berupa Model Pembelajaran Matematika Knisley (MPMK)
kolaborasi Brain Gym sedangkan kelas kontrol diberi perlakuan berupa Model Pembelajaran
Konvensional.
B. Kondisi Akhir (setelah diberikan perlakuan)
Data kemampuan komunikasi matematis akhir diperoleh berdasarkan pengkategorian dan Uji
Mann-Whitney pada kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat sebagai berikut:
1. Kategori Kemampuan Komunikasi Matematis pada Kondisi Akhir
Kategori kemampuan komunikasi matematis pada kondisi akhir didasarkan pada skor
posttest. Hasil skor dari kelas eksperimen VIII F dan kelas kontrol VIII D kemudian
dikelompokkan menjadi tiga kategori kemampuan komunikasi matematis yaitu tinggi, sedang,
dan rendah. Adapun diskripsi kategori kemampuan komunikasi matematis siswa pada kelas
eksperimen dan kelas kontrol pada kondis akhir dilihat pada tabel 4 sebagai berikut:
Tabel 4. Kategori Kemampuan Komunikasi Matematis Akhir
Interval kategori Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase
40< skor ≤ 60 Tinggi 25 89,29 % 18 64,29%
20 < skor ≤ 40 Sedang 2 7,14% 10 35,71%
0 ≤ skor ≤ 20 Rendah 1 3,57% 0 0%
KKM Awal
Mann-Whitney U 305.500
Wilcoxon W 711.500
Z -1.424
Asymp. Sig. (2-tailed) .155
Berdasarkan Tabel 4, siswa yang memiliki kemampuan komunikasi matematis berkategori
tinggi sebanyak 25 siswa persentasenya 89,29%, kategori sedang sebanyak 2 siswa
persentasenya 7,14% dan kategori rendah sebanyak 1 siswa dengan persentase 3,57% pada
kelas eksperimen. Sedangkan untuk kelas kontrol, siswa yang memiliki kemampuan
komunikasi berkategori tinggi sebanyak 18 siswa persentasenya 64,29%, kategori sedang
sebanyak 10 siswa dengan persentase 35,71% dan tidak ada siswa yang mempunyai kategori
kemampuan komunikasi matematis yang rendah. Jika dilihat perbandingan kemampuan awal
siswa tampak terdapat peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa setelah diberi
perlakuan baik di kelas eksperimen maupun kelas kontrol. Selain itu, jumlah siswa yang
mempunyai kategori kemampuan komunikasi matematis tinggi di kelas eksperimen lebih
banyak daripada jumlah siswa yang mempunyai kategori kemampuan komunikasi matematis
tinggi di kelas kontrol. Hal serupa juga terjadi di kategori sedang. Akan tetapi, masih
ditemukan 1 siswa di kelas eksperimen yang mempunyai kategori kemampuan komunikasi
matematis rendah sedangkan di kelas kontrol tidak ditemukan siswa yang mempunyai kategori
rendah.
2. Uji Mann-Whitney untuk Data Kemampuan Komunikasi Matematis Akhir
Adapun hasil perhitungan uji Mann-Whitney pada skor posttest sebagai berikut
Tabel 5. Perhitungan Uji Mann-Whitney U pada Postest
Nilai Gabungan
KKM
Mann-Whitney U 260.500
Wilcoxon W 666.500
Z -2.160
Asymp. Sig. (2-tailed) .031
Berdasarkan Tabel 5 diperoleh signifikansi uji Mann-Whitney U pada skor posttest kemampuan
komunikasi matematis 0,031<0,05 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nilai rerata antara
kemampuan komunikasi matematis kelas eksperimen dan kelas kontrol. Hal ini menunjukkan
bahwa penerapan Model Pembelajaran Matematika Knisley (MPMK) kolaborasi Brain Gym
berpengaruh terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa kelas VIII SMP Negeri 7
Salatiga.
KESIMPULAN
Berdasarkan Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa nilai signifikansi dengan
menggunakan uji Mann-Whitney diperoleh 0,031<0,05 yang berarti terdapat pengaruh Model
pembelajaran Matematika Knisley (MPMK) terhadap kemampuan komunikasi matematis bagi
siswa kelas VIII SMP Negeri 7 Salatiga tahun pelajaran 2016/2017. Berdasarkan hasil
pengkategorian skor posttest diperoleh bahwa siswa yang memiliki kemampuan komunikasi
matematis berkategori tinggi pada kelas eksperimen sebanyak 25 siswa (89,29%), kategori
sedang sebanyak 2 siswa (7,14%) dan kategori rendah sebanyak 1 siswa (3,57%).
DAFTAR PUSTAKA
Armiati. 2009. Komunikasi Matematis dan Pembelajaran Berbasis Masalah. Bandung:
Semnas Matematika UNPAR Dijurnalkan Vol. 1 No. 1 (2012) : Jurnal Pendidikan
Matematika, Part 2 : Hal. 77-82
Budiono.2003 .Metodologi Penelitian Pendidikan (Edisi Pertama Cetakan Pertama). Surakarta:
Universitas Sebelas Maret
Darkasyi, dkk. 2014. Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis dan Motivasi Siswa
denganPembelajaranPendekatan Quantum Learning padaSiswa SMP Negeri 5
Lhokseumawe.JurnalDidaktikMatematikaISSN : 2355-4185. Vol 1-2. Banda Aceh:
Program Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Syah Kuala.
Dedy, Endang. 2012. Pengembangan Ajar Kalkulus.jurnal Vol.7 n0 1
Dennison, Paul, E dan Dennison Gail, E. 2009. Brain Gym Senam Otak. Jakarta: PT. Gramedia
Depdiknas. 2006. Standar Isi Mata Pelajaran Matematika SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA
(Permendiknas Nomor 23 tahun 2006). Jakarta: Depdiknas
Erlina. 2016. Implementasi Model Pembelajaran Matematika Knisley (Mpmk) Dalam Upaya
Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Dan Respon Siswa Dalam
Pembelajaran. Jurnal ISSN: 2502-6526
Fitri, Rahma. 2014. Penerapan Strategi The Firing Line Pada Pembelajaran Matematika Siswa
Kelas Xi Ips Sma Negeri 1 Batipuh. Vol. 3 No. 1 (2014) Jurnal Pendidikan Matematika: Part 2
Hal 18-22
Gunawan, Adi W. (2006). Genius Learning Strategy. PT. Gramedia. Jakarta
Hamzah, Uno. 2010. Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif
dan Efektif. Jakarta: Bumi Aksara
Kurniawan Agus. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray Terhadap
Hasil Belajar Matematika Ditinjau Dari Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Kelas Viii
Smp Negeri 1 Ambarawa Semester 2 Tahun Pelajaran 2015/2016 (Skripsi) : Universitas
Kristen Satya Wacana
Knisley, J. (2003). A Four-Stage Model of Mathematical Learning. Dalam Mathematics
Educator [Online], Vol 12 (1) 10 halaman. Tersedia: http//Wilson
Coe.uga.edu/DEPT/TME/Issues/ v12n1/ 3knisley. HTML
Mahmudi.Ali.2009. Komunikasi dalam Pembelajaran Matematika. Makalah Termuat pada
Jurnal MIPMIPA UNHALU/ Vol.8 No.1
Mulyana, E. 2009. Pengaruh Model Pembelajaran Matematika Knisley Terhadap Peningkatakan
Pemahaman dan Disposisi Matematika Siswa sekolah Menengah Atas Program Ilmu
pengetahuan Alam. Disertasi Doktor pada FPMIPA UPI.
Nurholilah, Siti. 2013. Pengaruh Penerapan Senam Otak (Brain Gym) Terhadap Peningkatan
Kemampuan Mengambar Anak Usia Taman Kanak- Kanak. Universitas pendidikan
Indonesia. Respository.upi.edu
Sandjaja.2006 .Panduan Penelitian.Hal 105-106.Jakarta : Prestasi Pustaka Karya
Susanto, Ahmad. 2013. Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar. Jakarta: PT
Kharisma Putra Utama.
Van De Walle.2008. Matematika Sekolah Dasar dan Menengah. Jakarta: Erlangga.