Post on 14-Aug-2019
PEMAHAMAN PENGAJAR MAJLIS TA’LIM DESA SETIA
ASIH KABUPATEN BEKASI TERHADAP AYAT
TENTANG GHÎBAH DALAM AL-QUR’AN
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjan Agama Islam (S.Ag)
Oleh
Ibnu Kholdun
NIM: 1113034000069
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439 H/2018
i
ABSTRAK
IBNU KHOLDUN
PEMAHAMAN PENGAJAR MAJLIS TA’LIM DESA SETIA ASIH
KABUPATEN BEKASI TERHADAP AYAT TENTANG GHÎBAH DALAM
AL-QUR’AN.
Lisan merupakan salah satu anggota tubuh yang mempunyai beberapa
fungsi, diantaranya adalah untuk berbicara. Dalam kehidupan sehari-hari, kita
tidak pernah luput dari peran lisan karena lisan adalah sarana untuk
berkomunikasi dengan yang lainnya. Lisan ibarat dua mata pedang yang pada sisi
lain bisa membawa fatal dan membawa madharat.
Membuat lingkungan mereka menjadi rusak secara moral, saling
membenci satu-sama lainnya dan menyebabkan orang lain benci terhadapnya itu
disebabkan karena perkataan mereka yang tidak dijaga dari lisannya dengan suka
menggunjing. Dalam Surat al-Hujurât Ayat 12 Allah Swt., menyerupakan
perbuatan menggunjing dengan memakan daging bangkai saudaranya sendiri
bertujuan agar para hambanya menjauhi perilaku tersebut. Ghîbah terjadi karena
beberapa faktor salah-satunya yaitu mempunyai rasa benci, syirik dengan yang
orang lain miliki, lingkungan.
Ghîbah banyak sekali terjadi di lingkungan masyarakat bahkan sekarang,
ghîbah sudah menjadi salah satu bisnis di media sosil mulai dari televisi, radio,
koran, majalah dan lain-lain. Seperti ghîbah adalah hal yang biasa-biasa saja. Oleh
sebab itu seorang pengajar Majlis Ta’lim khususnya pengajar Majlis Ta’lim Desa
Setia Asih, dan juga wilayah tersebut yang sangat berdekatan dengan Ibu Kota
Negara yang memiliki pola pikir seperti masyarakat kota bagaimana memahami
perkara fenomena tersebut. Penelitian ditunjukan terhadap Pengajar Majlis Ta’lim
yang merupakan seorang ahli dalam bidang agama dalam kehidupan masyarakat
sekitar.
Penelitian yang diajukan oleh peneliti adalah bentuk penelitian kualitatif
dengan tehnik wawancara dan pemilihan sample menggunakan tehnik random
sampling. Dari penelitian ini penulis mendapatkan bahwa Pengajar Majlis Ta’lim
mayoritas dapat menyebutkan dengan baik tentang ayat ghîbah yaitu Surat al-
Hujurât Ayat 12. Kemudian ghîbah sebagai perangai yang buruk yang merupakan
perbuatan yang dzalim yang akan membuat madharat bagi diri sendiri dan orang
lain. Karena dengan perbuatan tersebut akan ada orang yang dirugikan secara
moral bahkan agamanya. Dampak bagi lingkungan sosial juga sangat buruk yang
berupa kebencian dari masyarakat sekitar dan bagi dirinya secara otomatis
mempunyai akhlak madzmummah. Oleh Allah juga akan mendapatkan sebuah
siksaan yang diumpamakan seperti pada perjalanan Isra’ Mi’Raj Rasullah Saw.
ii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Swt., atas
segala rahmat dan karunia yang diberikan-Nya. Serta ketulusan, keikhlasan dan
motivasi dari berbagai pihak sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan
skripsi dengan judul “Pemahaman Pengajar Majlis Ta’lim Desa Setia Asih
Terhadap Ayat Tentang Ghîbah dalam al-Qur’an.”
Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada baginda besar Nabi
Muhammad Saw, keluarga, Sahabat, dan umatnya hingga akhir zaman. Penulis
menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini tidak akan selesai tanpa ada
bantuan, bimbingan, arahan dan dukungan serta motivasi dari berbagai pihak.
Untuk itu penulis mengucapkan sangat banyak trimakasih kepada orang tua, yakni
Syukron al-Katsir dan Komariah, atas restu dan cintanya serta doa yang selalu
diberikan tanpa henti kepada penulis.
Begitu juga saya ucapkan trimakasih banyak dan penghargaan setinggi-
tingginya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A., selaku rektor Universitas Islam
Negri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Prof. Dr. Masri Mansoer, M.A., selaku Dekan Fakultas
Ushuluddin Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta,
Beserta wakil Dekan.
3. Ibu Dr. Lilik Ummi Kaltsum M.A., selaku Ketua Program Studi Ilmu
al-Qur’an Fakultas Ushuluddin dan juga kepada Ibu Dra. Banun
iii
Binaningrum M.Pd., selaku sekretaris Program Ilmu al-Qur’an dan
Tafsir Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak Moh. Anwar Syarifuddin, M.A., selaku dosen pembimbing
skripsi yang telah berkenan memberikan waktu, tenaga, pemikiran, dan
arahan serta motivasi dan solusi untuk penulis dalam penyusunan
skripsi ini. Semoga semua kebaikan bapak dibalas oleh Allah Swt.
5. Bapak Prof. Dr. Hamdani Anwar M.A., selaku dosen pembimbing
penasehat akademik penulis dan sekaligus dosen penguji skripsi I.
Kemudian juga bapak Muslih M.A selaku dosen penguji II.
6. Seluruh Dosen dan civitas akademik Fakultas Ushuluddin, trimakasih
atas ilmu dan bimbingannya. Seluruh staf akademik Jurusan, Kasubag,
Perpustakaan Fakultas Ushuluddin dan Perpustakaan Utama,
trimakasih atas bantuannya dalam upaya membantu memperlancar
penyelesaiain skripsi ini.
7. Ibu Siti Komariah S.IP, selaku Kepala Desa Setia Asih dan bapak
Zaenal Abidin S.pdi, selaku Sekretaris Desa Setia Asih yang
memberikan bantuannya kepada penulis. Dan juga para setaf, pegawai-
pegawai Desa Setia Asih.
8. Seluruh keluarga besar tercintaku, kakak-kakakku, sepupu-sepupu,
saudara-saudaraku, dan semua para tetangga, yang telah memberikan
bantuan motivasi, baik moril maupul materil.
9. Teman-teman seperjuangan Tafsir Hadis angkatan 2013, yang selalu
memberikan nasihat kepada penulis.
iv
10. Teman-teman seperjuangan Organisasi Pramuka Uin Jakarta, yang
memberikan motivasi, waktu dan lain-lainnya.
11. Dan para sahabat-sahabati yang selalu membantu dalam mengingatkan
untuk segera menyelesaikan skripsi dan mendoakan juga.
Jakarta, 13 Maret 2017.
Penulis
Ibnu Kholdun
v
PEDOMAN TRANSLITRASI
Translitrasi dipakai dalam penyusunan skripsi ini berpedoman pada
Romanisasi Standar Bahasa Arab (Romanization of Arabic) yang pertama kali
diterbitkan tahun 1991 dari American Library Asosiation (ALA) dan Library
Congress (LC).
A. Aksara
Arab Indonesia Keterangan
tidak dilambangkan ا
B be ب
T te ت
Ts te dan es ث
J je ج
ẖ h dengan garis bawah ح
Kh ka dan ha خ
D de د
Dz de dan zet ذ
R er ر
Z zet ز
S es س
Sy es dan ye ش
ṣ es dengan titik bawah ص
ḏ d dengan garis bawah ض
ṯ te dengan garis bawah ط
ẕ zet dengan garis bawah ظ
kom terbalik di atas hadap kanan ‘ ع
Gh ge dan ha غ
F ef ف
Q ki ق
K ke ك
L el ل
M em م
N en ن
W we و
H ha ه
epostrof ´ ء
Y ye ي
B. Vokal Tunggal
TANDA VOKAL ARAB TANDA VOKAL LATIN KETERANGAN
a fatẖah
i kasrah
u ḏammah
vi
C. Vokal Panjang
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
â a dengan topi atas آ
î i dengan topi atas اي
û u dengan topi atas او
D. Singkatan
Swt : Subḥᾱnahu wa-ta’ala
Saw : Ṣalla Allᾱh ‘alayhi wa-sallam
ra : Raḍiya Allᾱh ‘anhu
M : Masehi
H : Hijriyah
QS : al-Qur’an: Surat
HR : Hadis Riwayat
h. : Halaman
vii
DAFTAR ISI
ABTRAK ............................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii
PEDOMAN TRANSLITERASI ........................................................................ v
DAFTAR ISI ...................................................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................ 1
B. Indentifikasi Masalah ................................................................................ 6
C. Batasan Masalah ........................................................................................ 7
D. Rumusan Masalah ..................................................................................... 7
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................................. 8
F. Kajian Pustaka ........................................................................................... 8
G. Metode Penelitian .................................................................................... 11
H. Sistematika Penelitian ............................................................................. 13
BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG GHÎBAH
A. Pengertian Ghîbah ............................................................................. 15
B. Lingkup Perbuatan Ghîbah ............................................................... 18
C. Faktor-faktor Terjadinya Ghîbah ...................................................... 21
D. Dampak Yang Ditimbulkan Oleh Perbuatan Ghîbah........................ 23
E. Ayat al-Qur’an Tentang Ghîbah dan Tafsirnya ................................ 28
viii
BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
A. Profil Desa Setia Asih ............................................................................. 33
a. Sejarah Singkat Desa Setia Asih ...................................................... 33
b. Letak Geografis Desa Setia Asih ...................................................... 35
B. Tingkat Kesejahteraan dan Sumber Ekonomi Penduduk Desa ............... 38
C. Bidang Pendidikan .................................................................................. 44
D. Bidang Keagamaan ................................................................................. 49
BAB IV ANALISIS PEMAHAMAN PENGAJAR MAJ’LIS TA’LIM DESA
SETIA ASIH KABUPATEN BEKASI TERHADAP AYAT GHÎBAH.
A. Analisis Data ........................................................................................... 52
PENUTUP
A. Kesimpulan.............................................................................................. 84
B. Saran ........................................................................................................ 85
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur’an diturunkan Allah Swt kepada Nabi Saw bertujuan agar dapat
dijadikan oleh hamba-hambanya sebagai bentuk pengabdian (ibadah), dengan cara
membaca dan menelaahnya, walau hanya mengulang lafadz-lafadz-Nya tanpa
paham makna dan artinya, tetapi akan dihargai oleh Allah Swt berfirman yang
artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah, dan
mendirikan salat, dan menafkahkan sebagian rizki yang kami anugrahkan kepada
mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan
perniagaan yang tidak akan merugi”
Selain itu juga al-Qur’an sebagai kitab petunjuk untuk kebahagiaan para
hambanya di dunia dan akhirat, tidak heran jika didalam Ayat-ayat-Nya terdapat
berbagai petunjuk yang tersirat dan tersurat tentang ilmu pengetahuan, guna
mendukung fungsinya sebagai kitab petunjuk.1
Didalam Ayat al-Qur’an juga mengatakan bahwa Manusia diciptakan oleh
Allah Swt dalam bentuk yang sebaik-baiknya, sebagaimana yang terkandung
Surat at-Tîn [95] ayat 4:
Artinya: “Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam bentuk sebaik-
baiknya. (QS. At-Tîn: 4)”
1M. Quraish Shihab, Mukjijat Al-Qur’an: Ditinjau Dari Aspek Kebahasaan Isyarat Ilmiah
Dan Pemberitaan Gaib (Bandung: PT Mizan Pustaka, 2013), h 170
2
Tidak hanya itu saja manusia juga dianugrahkan oleh Allah Swt dengan
anggota tubuh yang beragam bentuk dan fungsinya. Didalam al-Qur’an
disebutkan dalam Surat al-Balȃd [90] ayat 8-9.
Atinya: “Bukankah kami memberikan kepadanya dua buah mata, lidah, dan dua
buah bibir.(QS. Al-Balȃd: 8-9)”
Semua organ tubuh sangat diperlukan manusia, seperti lidah yang
berfungsi untuk menjelaskan sesutau secara verbal. Lidah merupakan nikmat
Allah Swt agar dapat menjelaskan apa yang dikandung oleh benak dan hatinya,2
ketika hatinya selamat dari sikap-sikap yang kotor maka perbuatan tersebut
mencerminkan prilaku yang Islami dan jauh dari maksiat kepada Allah Swt.3
Sebuah perkataan seseorang sangat berperan dalam kehidupannya sehingga
mencerminkan ketaqwaan seseorang kepada Allah Swt. Seperti dalam Surat al-
aẖzȃb [33] ayat 70.
artinya: ”Wahai orang-orang yang beriman bertaqwalah kamu kepada Allah dan
ucapkanlah perkataan yang benar. (QS. Al-Aẖzȃb: 70)”
Ayat ini menunjukan bahwa ada hubungan antara ketaqwaan seseorang
dengan perkataan yang dikeluarkannya, yaitu bagaimana ia menggunakan dan
mengelola lidahnya dengan baik yang dapat mencerminkan ketaqwaannya karena
sepatah kata yang terucap dapat menjadi penyebab si pengucapnya mendapat
celaka ataupun selamat, baik ketika di dunia maupun di akhirat kelak.
2Alpiyanto, Rahasia Mudah Mendidik Dengan Hati (Jakrta; PT Tujuh Samudra Alfah,
2013), h. 10 3M. Quraish Shihab, Tafsîr al-Misbâẖ: Pesan, Kesandaran Keserasian al-Qur’an
(JAKARTA: Lentera Hati, 2002), vol 7, h.319
3
Lisan merupakan salah satu faktor keselamatan bagi kehidupan seseorang,
sebagaimana dijelaskan dalam hadis shahih sunan at-Tirmîdzî:
حدثنا صلح بن عبد هللا حدثنا ابن املربك وحدثنا سويد اخربان ابن املبارك عن حيي بن ايوب
عن القاسم عن ايب امامة عن عقبة بن عامر قال: قلت عن عبيد هللا بن زحر عن على بن يزيد
: اي رسول هللا ما النخاة؟ قال :امسك عليك لسانك وليسعك بينك وبك على خطبتك
Artinya: “Salih bin Abdillah menceritakan kepada kami, Ibnu al-Mubarrak
menceritakan kepada kami, Suwaid menceritakan kepada kami, dari Yahya
bin Ayyub, dari Ubaidillah bin Zahr, dari Ali bin Yazid, dari Qosim, dari
Abi umamah, dari Uqbah bin Amir, ia berkata, “Aku berkata, “Wahai
Rasulullah apa faktor-faktor keselamatan itu?” Beliau menjawab, “jagalah
lisanmu dari bahaya yang menimpa dirimu, jadikanlah dirimu lapang buat
dirimu, dan menangislah atas kesalahanmu.”4
Seseorang yang menjaga lisannya agar tidak mengatakan yang menyakiti
orang lain adalah merupakan bagian dari perbuatan memuliakan orang lain dan
juga bagian dari ibadah serta menjaga hak dasar manusia. Karena lisan selalu
menjadi faktor utama yang dapat menyebabkan pihak lain terdzalimi dan tersakiti,
juga dapat menjadi perhiasan dan mutiara yang berharga. Apabila seseorang
mampu menjaganya dengan baik dan memakainya tidak semaunya akan dapat
meningkatkan harkat dan martabatnya.5 Untuk itu lisan harus dijaga agar terhindar
dari bahaya lisan, yaitu dengan cara menjaga kata-kata yang kita ucapkan jangan
sampai membicarakan orang lain, salah satu diantaranya menceritakan
kekurangan orang lain di belakangnya (ghîbah).6
4Muhammad Nashiruddin al-Albani, Saẖih Sunan at-Tirmîdzi, Ter Fachrurazi, (Jakarta:
Pustaka Azam, 2006), h. 874 5NurulMubin, Misteri Lidah Manusia Kehidupan Beragama Islam (Jogjakrta: Jogjakarta
Stabil, 2012), h.65 6M. Yatimin Abdullah, Study Akhlak Dalam Perspektif al-Qur’an (Jakarta: Amzah, 2007),
h. 71
4
Ghîbah adalah perbuatan yang sangat diharamkan Allah Swt kecuali jika
ada kemaslahatan yang pasti untuk sebuah kemaslahatan yang sangat dibutuhkan,
misalnya untuk untuk kepentingan al-Jarẖ wa at-Ta’dîl7 maka hal ini
diperbolehkan sesuai kesepakatan para ulama hadis walaupun ada beberapa
kelompok yang tidak menyutujuinya.
Menggunjing merupakan perbuatan yang disamakan memakan daging
bangkai saudaranya. Orang yang digunjing pasti tidak akan berkata apa-apa
karena kejelekan dia telah terbuka. Oleh karena itu orang yang digunjing itu
laksana mayat yang tidak mampu berbuat apa-apa. Ia disakiti, dijelek-jelekan
disingkap segala rahasianya, dicaci maki dan dikuliti, tetapi karena tidak berada
ditempat itu, ia pasti tidak akan bisa membela dirinya dan juga tidak bisa
menjelaskan tentang alasan perbuatannya. Allah Swt menyerupakan orang yang
bergunjing sebagaimana orang yang memakan daging jenazah, tujuannya adalah
supaya manusia berhati-hati terhadap lidahnya dan mencegah dari perbuatan
ghîbah.
Bahaya ghîbah dapat dilihat dari dua sisi yaitu, sebagai penyakit sosial dan
sebagai perbuatan dosa, Rasulallah Saw mengisyaratkan siksaan bagi orang yang
suka ghîbah di akhirat kelak yaitu bagi siapa saja yang suka memakan daging
saudaranya sewaktu di dunia, maka di hari kiamat bakal dihadapkan daging
saudaranya (dalam keadaan mayat), maka dikatakan kepadanya, “makanlah
bangkai ini sebagaimana kamu memakannya sewaktu hidup.” Lalu para
7Al-Jarẖ wa at-Ta’dîl ialah salah satu kajian di dalam ilmu hadis. al-Jarh wa at-Ta’dil
merupakan semacam seleksi terhadap para perawi hadis yang jujur atau tidak, lalu keshahihan
hadis yang diriwayatkan dinilai setelah ada kejelasan jujur tidaknya si perawi tersebut.
5
penggunjing itu memakan daging tersebut sampai wajah mereka berkerut dan
menjerit.8
Biasanya ghîbah terjadi saat seseorang mempunyai rasa benci terhadap
orang lain sehingga untuk melampiaskan kebenciannya itu melakukan ghîbah
terhadap orang yang dibencinya untuk melegakan dadanya. Seseorang yang
menggunjing tidak bisa dikatakan sebagai manusia yang bisa mengendalikan
amarahnya.9
Kecemburuanpun akan dapat menjadi alasan ghîbah. Misalnya, ada
seseorang yang mendapat pujian karena pertemuan sebab ia disukai oleh banyak
orang dan si pecemburu bisa jadi mendengar hal ini. Maka si pecemburu
menghasut rekan-rekan yang lain dengan menjelek-jelekan orang tersebut
sehingga nama baik yang bersangkutan tercemar.10
Perilaku ghîbah banyak terjadi dikalangan masyarakat. Bahkan
diinfotaiment-infotaiment, berita-berita ditelevisi juga terjadi ghîbah dan juga bisa
dikatakan itu adalah perkara bisnis di dunia maya.
Ghîbah merupakan perbuatan yang sangat sangat dilarang oleh Allah Swt,
penjelasan tentang pelarangan ghîbah tersebut terdapat didalam al-Qur’an di
dalam surat al-Hujurât [49] ayat 12, Allah Swt berfirman:
8Uwes al-Qorni, 60 Bahaya Lisan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004), cet. Ke-3, h.
27-28 9Shakil Ahmad Khan & Wasil Ahmad, Ghîbah: Sumber Segala Keburukan (Jakrta: PT
MIZAN, 2004) h. 15 10
Shakil Ahmad Khan & Wasil Ahmad, Ghîbah: Sumber Segala Keburukan, h. 19
6
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah banyak dari prasangka,
sesungguhnya sebagian dari prasangka itu dosa dan janganlah kamu
mencari-cari kesalahan orang lain, dan jangalah sebagian kamu
menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang diantara kamu
memakan daging saudaranya yang sudah mati. Maka tentulah kamu
merasa jijik kepadanya. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya
Allah maha menerima taubat lagi maha penyayang.“(Q.S. al-Hujurȃt: 12)
Didalam al-Qur’an, Allah Swt melarang melakukan ghîbah yang
diumpamakan seperti memakan daging saudaranya yang sudah mati.11
Karna
ghîbah merupakan perusak bagian dari masyarakat satu demi satu sehingga
dampak positif yang diharapkan dari wujudnya masyarakat jadi berantakan dan
gagal. Yang diharapkan dari wujudnya masyarakat adalah hubungan harmonis
antar anggota-anggotanya, dimana setiap orang atau setiap individu ingin bergaul
dengan penuh rasa nyaman dan damai.12
Dimasyarakat ghîbah biasa terjadi ketika terjadinya perkumpulan, baik itu
dari laki-laki maupun perempuan, begitu juga di Desa Setia Asih. Dan juga
penulis bertempat tinggal di lokasi tersebut sehingga penulis ingin mengetahui
wawasan yang lebih jauh dari para Pengajar Majlis Ta’limnya tentang fenomena
penyakit masyarakat yang sulit untuk dihindarkan. Dengan ini penulis mengambil
11
Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Tafsîr ath-Thabârî, Ter Ahsan Askan
(Jakarta, PUSTAKA AZZAM, 2009) cet 1, vol 23, h. 764 12
M. Quraish Shihab, Tafsîr al-Misbâẖ: Pesan:...cet V, vol 12, h. 612
7
judul skripsi dengan nama judul: “Pemahaman Pengajar Majlis Ta’lim Desa
Setia Asih Kabupaten Bekasi Terhadap Ayat Al-Qur’an Tentang Ghîbah”
B. Identifikasi Masalah
Dalam latar belakang yang dipaparkan sebelumnya, dapat diambil dan
ditarik beberapa permasalahan dari implementasi masalah masyarakat yang suka
berkumpul kemudian cerita-cerita tentang aib orang lain (ghîbah).
1. Desa Setia Asih mempunyai 98 Majlis Ta’lim. Jumlah ini bisa
dikatakan sangat banyak diwilayah berdekatan dengan Ibu Kota
Negara yang masyarakatnya mayoritas mempunyai pola pikir
individualis. Sebagai pengajar agama dimasyakat bagaimana pengajar
Agama memahami fenomena masyarakat yang sering terjadi (ghîbah).
Padahal dalam surat al-Hujurât tentang ghîbah sudah jelas.
2. Banyak ditemukannya ghîbah ketika berkumpul tetapi dianggap
bukanlah ghîbah, banyak juga yang mengatakan jika menceritakan
sesuai kebenaran bukanlah ghîbah baik itu perkara buruk atau baik.
Mereka juga tidak bisa membedakan ghîbah dan al- Ifk (desas-desus)
serta hampir mirip dengan ghîbah lainnya.
C. Batasan Masalah
Penelitian ini membatasi tentang tingkat pemahaman terhadap Ayat tentang
ghîbah pada Pengajar Majlis Ta’lim Desa Setia Asih, yang meliputi pengetahuan
terhadap Ayat tentang ghîbah terdiri dari Ayat al-Qur’an yang berkaitan dengan
8
ghîbah, pengetahuan tentang ghîbah, Lingkup atau Cakupan Perbuatan ghîbah,
dan hadis yang berhubungan dengan ghîbah.
D. Rumusan Masalah
Dari pemaparan latar belakang tersebut dapat dipahami bahwa pemahaman
Ayat-ayat al-Qur’an Oleh masyarakat Muslim khususnya terhadap Ayat tentang
ghîbah harus dikaji karena tidak menutup kemungkinan kerusakan akan terjadi
terhadap sesama Muslim akibat perilaku ghîbah. Oleh karena itu penulis dapat
merumuskan permasalahan yang dibahas:
Bagaimana Pemahaman Pengajar Majlis Ta’lim Desa Setia Asih Terhadap
Ayat al-Qur’an Tentang Ghîbah?
E. Manfaat Penelitian Dan Tujuan
A. Manfaat Penelitian
1. Secara Teoritis
Memberikan masukan dan pengetahuan tambahan terhadap masyarakat
akan bahayanya menggunjing terhadap sesama makhluk sosial.
2. Secara Praktis
Dari hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan dasar atau acuan pada
penelitian-penelitian selanjutnya yang sejenis dan dapat dikaji secara
mendalam pada waktu dan lokasi tertentu, serta menjadi pengetahuan
tambahan bagi penelitian-penelitan selanjutnya.
B. Tujuan Penelitian
9
Tujuan yang mendasari penulis mengangkat masalah dan judul
yang diatas sebagai karya tulis ilmiah adalah:
Ingin mencari sebuah pengetauan baru dari para Pengajar Majlis
Ta’lim Desa Setia Asih tentang pemahaman mereka terhadap Ayat al-
Qur’an yang membahas tentang fenomena penyakit masyarakat yang
sering terjadi (ghîbah).
F. Kajian Pustaka
1. Skripsi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dengan judul “Ghibah Dalam
Perspektif Hadis.” Ditulis oleh Keni Roheni Tahun 2005 Jurusan Tafsir
Hadis. Skripsi ini merupakan kajian tematik (Maudhu’i), dalam skripsi ini
penulis menganalisis tentang hadis-hadis ghîbah yang kemudian
diklasifikan sesuai dengan bobot perkataan yang dilontarkan seseorang
dalam pandangan Hadis.
2. Skripsi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dengan judul “Infotaiment dan
Ghîbah (Studi Atas Sanad dan Matan Hadis Larangan Ghîbah ).” Ditulis
oleh Suryadinata Tahun 2009 Jurusan Tafsir Hadis. Skripsi ini
menggunakan pendekatan kepustakaan. Skripsi ini membahas tentang
persoalan hadis-hadis ghîbah kemudian dihubungkan dengan infotaiment
keadaan sekarang.
3. Skripsi karya Marwiyah dengan judul “Pengaruh Ghîbah (Menggunjing)
Terhadap Kehidupan Sosial (Kajian Tafsir Surat al-Hujurât Ayat 12).
Hanya saja, kajian tersebut adalah kajian Ayat al-Qur’an tentang ghîbah
(Tematik).
10
4. Skripsi di UIN Sunan Gunung Djati Bandung, dengan judul “Bahaya
Lisan Menurut Hadis (Studi Ghîbah dan Namimah).” Ditulis oleh Ajat
2007 Jurusan Tafsir Hadits. Skripsi ini juga membahas tentang ghîbah
sangat jelas dalam al-Qur’an tetapi skripsi ini menggunakan pendekatan
tematik atau pustaka bukan menggunakan pendekatan lapangan.
5. Skripsi di Uin Syarif Hidayatullah Jakata, dengan judul “Bahaya Lisan
dan Pencegahnya dalam al-Qur’an (sebuah kajian tematik).” Ditulis oleh
Dikalustian Rizki Putra, Tahun 2011 Jurusan Tafsir Hadis. Skripsi ini
membahas tentang lisan dan solusi untuk mencegahnya dengan
menggunakan kajian tematik.
6. Skripsi Jurusan PAI IAIN SALATIGA, yang ditulis Jumico Randi Wirana,
NIM: 11111005, Tahun 2015 yang berjudul “Nilai Pendidikan Akhlak
dalam al-Qur’an (Kajian Surat al-Hujurât ayat 11,12,13).” Dalam skripsi
ini menggunakan kajian tematik yaitu sebuah kajian mengumpulkan Ayat-
ayat al-Qur’an tentang akhlak kemudian dianalisis menggunakan analisis
kepustakaan.
7. Skripsi IAIN SALATIGA SEMARANG Jurusan Pendidikan Agama Islam
yang ditulis oleh Siti Khoerunnisa, NIM :111-12-028, Tahun 2016 dengan
Judul “Nilai-nilai Pendidikan Akhlak Dalam Perspektif Pendidikan Islam”
(Kajian Tafsir Surat Al-Hujurât Ayat 11-13), dalam skripsi ini membahas
tentang akhlak menurut Ayat al-Qur’an dan salah satunya pada Surat al-
Hujurât Ayat 12.
8. Buku yang ditulis oleh Hushain bin Audah Al-Awaisah, Penerbit An-
Naiyah, Tahun 2004 dengan judul “Ghîbah Yang Diperbolehkan Dalam
11
Islam”. buku ini menjelaskan tentang bagaimana perbuatan-perbuatan
ghîbah yang diperbolehkan dengan dalil-dalil hadis atau pendapat ulama
yang menjadi penguatnya.
9. Jurnal ilmiah yang ditulis oleh Dr. Muh. Rusli, M.Fil.I dengan judul
“Bahaya Ghîbah Dalam Konteks Hidup Bermasyarakat”. Di tulis Tahun
2010. Jurnal ini membahas perbuatan ghîbah haruslah dihidarkan oleh
masyarakat karena dampak yang akan ditimbulkan oleh perbuatan tersebut
sangat buruk bagi kehidupan sosial.
10. Jurnal ilmiah yang dirulis oleh Munawwir dengn judul “Ghîbah” pada
Tahun 2009. Jurnal ini membahas tentang motivasi yang mendorong
seseorang melakukan perbuatan ghîbah pada kehidupan sosial dan cara
untuk menghindarkan perbuatan tersebut.
11. Jurnal penelitian badan litbang dan diklat kemenag Ri dengan judul
“Respon Masyarakat Terhadap Tayangan Infotainment di Televisi Kota
Tangerang Provnini banten”. Di tulis oleh Muchtar bulan Desember 2011.
Jurnal tersebut berisi tentang bagaimana respon masyarakat tentang gosip-
gosip yang ada diinfotainment.
Perbedaan dengan penelitian ini adalah penelitian ini akan mengkaji
bagaimana pemahaman Pengajar Majlis Ta’lim terhadap Ayat tentang ghîbah
yang merupakan hal yang terbiasa dilakukan oleh masyarakat tanpa melihat
dampak dari ghîbah dalam kehidupan dunia dan akhiratnya.
G. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
12
Jenis penelitian ini adalah penelitian Kualitatif yaitu suatu metode yang
digunakan untuk menemukan pengetahuan terhadap subyek penelitian pada suatu
saat tertentu atau mencakup penelaahan dan pengungkapan berdasarkan persepsi
untuk memperoleh pemahaman fenomena sosial dan kemanusiaan. Adapun
sebenernya yaitu dari kitab-kitab mufassir yang ada hubungannya dengan yang
akan dibahas oleh penulis.
2. Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini penulis menggunakan tehnik random sampling.
Random sampling adalah suatu tehnik pemilihan responden secara acak, cara ini
digunakan dalam penelitian yang cenderung bersifat deskriptif atau umum. untuk
merealisasikan tehnik tersebut maka penulis menggunakan metode pengumpulan
data sebagai brikut:
a. Wawancara
Wawancara adalah perkacapan dua orang atau lebih dan
berlangsung antara narasumber (responden) dan pewawancara.13
Tehnik
ini akan memperoleh informasi secara langsung dari pihak yang akan
diwawancarai (responden). Datanya berupa pertanyaan atau pernyataan
yang diajukan untuk memperoleh informasi. 14
Wawancara yang akan ditunjukan dalam penelitian ini hanya
berjumlah 10 orang saja dari jumlah 98 Majlis Ta’lim15
yang ada dilokasi
penelitian dengan kriteria seorang Pengajar Majlis Ta’lim yang ada di
Desa Setia Asih dengan jumlah pertanyaan 7 pertanyaan.
b. Observasi
13
Riduwan, Belajar Mudah Penelitian (Bandung : Alfabeta, 2013), h. 71 14
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif (Bandung: Alfabeta, 2009), h. 101 15
Ekspose Atau Dokumen Desa Setia Asih Tahun 2017, h. 7
13
Artinya adalah suatu tehnik pengumpulan terhadap obyek. Sutrisno
Hadi (1986) mengemukakan bahwa, observasi merupakan sesuatu yang
komplek, sesutau peroses yang tersusun dari beberapa proses yang
tersusun dari beberapa proses biologis dan psikologis. 16
Metode ini penulis pergunakan untuk melihat beberapa bentuk
kegiatan-kegiatan kegamaan masyarakat Desa Setia Asih dan mengikuti
beberapa dari kegiatan tersebut.
3. Lokasi dan WaktuPenelitian
Dalam penelitian ini penulis mengambil lokasi penelitian di Desa Setia
asih Kecamatan Tarumajaya Kabupaten Bekasi, dengan Subyek yang diteliti
Pengajar Majlis Ta’lim baik perempuan maupun laki-laki dengan jumlah 10 orang
dari 98 Majlis Ta’lim yang ada di lokasi tersebut.17
Sedangkan waktu yang
ditempuh untuk meneliti pada tanggal 17 - 4 januari 2018.
4. Tehnik Penulisan
Adapun tehnik penulisan yang digunakan oleh penulis dalam melakukan
penelitian ini yaitu mengacu pada “Pedoman Penulisan Skripsi” yang diterbitkan
oleh Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2013.
H. Sistematika Pembahasan
Skripsi ini terdiri dari lima bab dan masing-masing bab terdiri dari sub-sub
bab, adapun sistematika bab-bab tersebut adalah:
BAB I Pendahuluan yaitu mengenai Latar Belakang Masalah, Identifikasi
Masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian,
16
Sugiyono, Metode Penelitian Kuntitatif dan Kualitatif (Bandung: ALVABETA, 2004) h.
145 17
Ekspose Atau Dokumen Desa Setia Asih Tahun 2017, h. 7
14
Tinjauan Pustaka, Kerangka Pemikiran, Metode Penelitian yang terdiri dari: Jenis
Penelitian, Metode Pengumpulan Data yang terdiri dari: Wawancara, Observasi.
Kemudian Waktu dan Lokasi Penelitian, Tehnik Penulisan Dan Sistematika
Penulisan.
BAB II kajian teori tentang ghîbah, yang membahas sekilas tentang
Pengertian Ghîbah, Lingkup Perbuatan Ghîbah, Faktor-faktor Terjadinya Ghîbah,
Dampak yang Ditimbulkan Oleh Perbuatan Ghîbah, Ayat al-Qur’an Tentang
Ghîbah dan Tafsirannya.
BAB III Deskripsi Lokasi Desa Setia Asih, yang terdiri dari: Profil Desa
Setia Asih, Tingkat Kesejahteraan, dan Sumber Ekonomi Penduduk Desa, Bidang
Keagamaan, Bidang Pendidikan.
BAB IV Analisis Pemahaman Pengajar Majlis Ta’lim Desa Setia Asih
Terhadap Ayat al-Qur’an Tentang Ghîbah, Mengenai Analisis Data yang terdiri
dari: Pengetahuan Terhadap Ayat al-Qur’an Tentang Ghîbah, Pemahaman
Tentang Definisi Ghîbah, Pemahaman Tentang Lingkup Atau Cakupan Perbuatan
Ghîbah, Pemahaman Tentang Contoh Perbuatan Ghîbah, Pemahaman Tentang
Balasan Bagi Pelaku Ghîbah, Pemahaman Tentang Dampak Dari Perbuatan
Ghîbah Bagi Diri Sendiri dan Sosial, Pengetahuan Tentang Hadis Larangan
Melakukan Perbuatan Ghîbah.
BAB V Penutup yang berisi tentang Kesimpulan dan Saran-saran.
15
BAB II
KAJIAN TEORITIS TENTANG GHÎBAH
Ghîbah dalam banyak hal merupakan akhlak tercela yang tidak patut kita
sebagai Muslim menjadikan budaya dilingkungan masyarakat ataupun keluarga.
Pembicaraan tentang ghîbah tentunya akan mengiring pada pembicaraan tentang
maksiat-maksiat lain yang terkait dengan ghîbah. Para ulama‟ sering
membandingkan ghîbah dengan maksiat-maksiat lain. Diantaranya seperti
mengadu domba, mencela dan mengejek orang lain. Ini semua telah tersinggung
dalam Firman Allah Surat al-Hujurât Ayat 12.
Oleh karna itu menjaga lisan dari ucapan-ucapan yang tidak penting
adalah perkara yang dianjurkan oleh Allah dan Rusal-Nya kecuali sesuatu yang
menguntungkan dan tidak merugikan, dan melakukan hal-hal yang baik menjadi
sebab senantiasa menjadi pelindung bagi dirinya dari perkara-perkara yang
menimbulkan madharat yaitu salah satu diantaranya adalah ghîbah.1
A. Pengertian Ghîbah
Menurut bahasa ghîbah berasal dari bahasa arab ,ة, غيةيغيغاب yang
artinya ghaib, tiada hadir.2 Kata الغيبة akar kata غ ,ي ,ب yang dalam Kitab
Maqâyis al-Lughah yang diartikan sebagai “sesuatu yang tertutup dari
pandangan”.3 Asal kata ini memberi pemahaman adanya unsur “ketidak hadiran
1Mustafa Sa‟id dan Dkk, Nuzhatul al-Muttaqîn (Syaraẖ Riyâdhush Ṣhaliẖîn) (Madinah al-
Munawaroh: Muasasah ar-Risalah, 1991), v 1, c 2, h. 554 2Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, h. 304
3Abu al-Husain Ahmad bin Faris bin Zakaria al-Qazwini, Mu‟jam Maqâyis al-Lughah
(Bairut Lebanon: Dar al-Fikr, 2008), Vol 4, h. 304
16
seseorang obyek pembicaraan”. Kata ghîbah dalam bahasa Indonesia
mengandung arti umpatan yang diartikan sebagai kata memburuk-burukan orang
lain.4
Adapun secara istilah ghîbah yaitu menceritakan seseorang yang tidak
berada di tempat dengan sesuatu yang tidak disukainya baik itu berupa
menyebutkan aib badannya, akhlaknya, keturunannya, agamanya, dan urusan
duniawinya.5
Menurut pendapat Imam an-Nawawi r.a dalam Kitab Syaraẖ Ṣhaẖih
Muslim bahwa ghîbah adalah menceritakan tentang seseorang saat ia tidak ada
dalam obyek pembicaraan. Dan hal yang dibicarakan merupakan perkara yang
dibencinya6
Dalam buku jerat-jerat lisan yang ditulis oleh Hasan Saudi dan Ahmad
Hasan Irabi ia mengutip pendapat Ibnu at-Tin r.a berkata: ghîbah adalah
menceritakan keadaan seseorang mengenai sesuatu yang dibencinya, dan
diceritakannya tanpa sepengetahuannya.7
Menurut Imam Khoemaini dalam bukunya yang berjudul 40 Hadis Telaah
Atas Hadis-hadis Mistis dan Akhlak ia mengutip pendapat Syaikh Zainudi „Ali,
yang dikenal sebagai al-Syâhid al-Tsani dalam Kitab Kâsyf al-Rîbah „an Ahkâm
al-Ghîbah. Ghîbah adalah Menyebut-nyebut keburukan seseorang yang tidak
4W.J.S. Poerwadaminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2003),
h. 1336 5Hasan Saudi & Ahmad Hasan Irabi, Jerat-jerat Lisan (Solo: Pustaka Arafah, 2004), h.
14 6Imam an-Nawaawi, Syaraẖ Ṣhaẖih Muslim, Ter Fathoni Muhammad dan Fatuhal
Arifin (Jakarta: Darus Sunnah Press, 2014), vol 11, h. 585. 7Sa‟id Hilmi Tazkiyatul Fikri, Bencana Lisan, (Jakarta: Penerbit Islam Tadabur, 2002),
h. 10
17
disukainya pada saat dia tidak hadir, keburukan yang pada umumnya merupakan
suatu aib bagi yang bersangkutan.8
Pengertian ghîbah tidak hanya sebatas membicarakan kejelekan,
kesalahan, atau aib orang lain tetapi membicarakan tentang kebaikannyapun
termasuk perkara ghîbah, apabila yang dibicarakan kebaikannya itu tidak
menyukainya maka hal itu termasuk ghîbah. Dalam hadis Nabi Saw bersabda:
ابيو عن ايب ىريراة رضي وقتيبة وبن حجر قالوا حدثنا امياعيل عن العالء عنحدثنا حيي بن ايوب
قال ذكرك اخاك هللا عنو ان رسول هللا ملسو هيلع هللا ىلص قال : اتدرون ماالغيبة ؟ قالو : هللا ورسولو اعلم قال :
و مبايكره قيل افرايت ان كان ىف اخي مااقول انكان فيو ماتقول فقد اغتبتو وان مل يكن فيو فقد هبت
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Yahya ibn Ayub dan Qutaibah dan Ibn
Hujair berkata telah menceritakan kepada kami Isma‟il dari A‟la dari
bapaknya dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulallah Saw., telah bersabda:
“Tahukah kalian apakah ghîbah itu?” para shahabat menjawab Allah dan
Rasul-Nya yang lebih tahu! ”Lalu beliau melanjutkan:“ yaitu kamu
menceritakan saudaramu tentang hal yang tidak disukainya.” Sesorang
bertanya: “Bagaimana pendapat tuan jika memang itu benar ada pada diri
saudaramu, maka kamu telah melakukan ghîbah terhadapnya. Dan apabila
yang kamu ceritakan itu tidak ada pada diri saudaramu, berarti kamu
mengada-ngada tentangnya”.9
Dapat disimpulkan dari beberapa keterangan diatas bahwasanya ghîbah
adalah menyatakan tentang sesuatu yang terdapat pada diri seseorang muslim
disaat ia tidak berada di tempat, dan apa yang dibicarakan memang ada pada
orang tersebut, dinyatakan maupun yang dibicarakan itu perkara yang baik atau
buruk dalam bentuk yang ia benci terhadap dengan perkara yang dibicarakan.
8Imam Khomeini, 40 Hadis Telaah atas Hadis-hadis Mistis dan Akhlak (Jakarta: PT
Mizan Pustaka, 2009), cet 2, h. 361 9Keni Roheni, Ghîbah dalam Perspektif Hadis (Perpustakaan Utama UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2005), h. 14
18
Apabila jika yang disebutkan tidak ada pada dirinya, berarti telah menfitnahnya.
Tetapi jika ada orang yang menyukai perkara yang dibicarakan (kejelekannya)
maka hal itu bukanlah ghîbah Seperti contoh “Tolong dong teman-teman jelek-
jelekan aku dihadapan mereka semua ketika aku berada dihadapan mereka
ataupun tidak ”.
B. Lingkup Perbuatan Ghîbah
Ghîbah diharamkan oleh Allah Swt karena didalamnya terkandungan
unsur kedzaliman yang tidak ada manfaatnya, hanya dengan tujuan menghina atau
memuaskan hawa nafsunya saja sehingga orang yang dighîbahi merasa sangat
dirugikan. Sifat seorang Muslim adalah mereka yang berpaling dari segala sesuatu
yang tidak berguna bagi mereka baik dari perkataan atau perbuatan dan membela
kehormatan saudara seimannya yaitu dengan mencegah orang yang mendzalimi
orang-orang muslim.
عن ايب الدردء هنع هللا يضر عن النيب ملسو هيلع هللا ىلص قال: من رد عن عرض أخيو, رد هللا عن وجهو النار يوم القيامة.
Artinya: dari Abu Darda‟ dari Nabi Swa bersabda: “Barangsiapa yang membela
kehormatan saudara (Muslm atau Mukmin), maka Allah swt
Menghindarkan diri orang orang itu dari api neraka pada Hari Kiamat.”
(HR. At-Tirmdzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadis hasan).
Adapun ghîbah yang diperbolehkan karena adanya tujuan yang dibenarkan
oleh pandangan syari‟at, yang tidak mungkin tujuan tadi tercapai kecuali dengan
cara ghîbah, hal ini ada enam sebab:
Pertama: Dalam mengadukan penganiayaan (kedzaliman), maka
dibolehkan atas dirinya yang dianiaya untuk mengajukan pengaduan atas aniaya
19
tersebut (sultan), hakim atau siapa saja dari golongan orang yang mempunyai
jabatan atau kekuasaan untuk menolong orang yang dianiaya itu dari orang yang
menganiayanya seperti contoh “Si Fulan telah menganiaya aku dengan cara begini
dan begitu”.
Kedua: Dalam meminta pertolongan untuk menghilangkan suatu
kemunkaran dan mengembalikan seseorang yang melakukan kemaksiatan ke jalan
yang benar. Orang itu boleh mengucapkan kepada orang yang ia harapkan
menggunakan kekuasaannya untuk menghilangkan kemunkaran seperti contoh “Si
Fulan telah mengajarkan ini itu, maka cegahlah ia dari perbuatan itu”.
Ketiga: Dalam meminta fatwa. Orang yang hendak meminta fatwa boleh
mengatakan kepada orang yang dapat memberi fatwa seperti contoh “Aku telah
dianiaya oleh oleh si Fulan dengan perbuatan begini dan begitu, apakah ia berhak
berbuat demikian kepadaku? Dan bagaimana untuk menyelamatkan diri dari
penganiayaan? bagaimana untuk memperoleh hakku dan bagaimana menolak
kedzalimannya?. Ghîbah semacam ini boleh sekedar kebutuhan.
Keempat: Dalam hal memperingatkan kaum Muslimin dari suatu
kejelekan serta menasehati mereka. Hal ini dapat diambil dari beberapa sisi
diantaranya aib dan kekurangan dari para perawi hadis yang memang buruk. Hal
ini boleh dilakukan dengan berdasarkan ijma‟nya seluruh kaum Muslimin, bahkan
wajib karena adanya kepentingan.
Kelima: Orang yang sengaja melakukan kefasikan atau kedzaliman secara
terang-terangan seperti meminum khamar, orang yang hobi menggunjing, atau
menarik pajak liar, merampas secara paksa, mengurusi perkara-perkara bathil.
20
Maka boleh apa yang dilakukannya secara terang-terangan tetapi haram
menyebutkan aib yang lain kecuali ada sebab yang lainnya seperti yang telah
disebutkan.
Keenam: Ta‟arif (mengenalkan nama atau julukan), jika ada orang yang
terkenal dengan julukan seperti: Si Rabun, Si Pincang, Si Tuli, Si Buta, Si Juling
dan lainnya. Maka boleh menyebutkan hal-hal tadi. Akan tetapi haram hukumnya
menyebutkan hal-hal tadi dengan niat menghina atau melecehkan pada orang
tersebut.10
Ketujuh: Adanya suatu keluhan atau ketidak puasan terhadap pemimpin
atau hakim seperti contoh seorang presiden yang memimpin negara dengan tidak
bijaksana, adanya unsur diskriminasi, dan hal-hal lainnya. Maka dalam hal ini
diperbolehkan dalam Islam sesuai dengan dalil dalam hadis Abu Hurairah ra, ia
berkata, “Wahai Rasulullah! Aku punya tetangga yang menggangguku.
“Rasulallah Berkata, “Pergi dan tarulah barang-barang milikmu dijalan.”
Kemudian orang itu pergi dan menaruh barang-barang miliknya dijalanan. Orang-
orang berkumpul dan bertanya, “ada apa dengamu?” Ia berkata, “Aku punya
tetangga yang menggangguku, aku menceritakannya kepada Nabi Saw dan beliau
menyuruhku untuk pergi dan menaruh barang-barang milikku dijalanan.” Mereka
mulai berkata, “Ya Allah kutuklah dia! Ya Allah hinakanlah dia!” (Tetangga itu)
mendengar tentang ini, maka ia datang kembali kerumahmu, demi Allah, aku
tidak akan mengganggumu lagi.”
10
Syaikh Muhammad bin Shalih al-„Utsaimin, Syarah Ringkas Riyadus Shalihin (Jakarta:
Pustaka As-Sunnah Pres, 2014), vol 2, h. 661
21
Dan dalil lainnya yang diriwayatkan dari Aisyah ra, dimana ia berkata:
Hindun, istri dari Abu Sofyan, mengatakan kepada Rasulallah Saw, “Abu Sofyan
adalah orang yang kikir dan tidak memberi cukup nafkah untuk diriku dan
anakku.” Rasulallah Saw berkata: “Ambillah secukupnya untuk dirimu dan
anakmu, dan juga tidak lebih.11
C. Faktor-faktor Terjadinya Ghîbah
Perkataan yang keluar dari lisan sebaiknya kita berhati-hati agar terhindar
dari kemadharatan, kecuali perkataan yang didalamnya tampak nyata adanya
maslahat. Apabila sama nilai antara berbicara dan tidak berbicara dari sisi
maslahat, maka sunnahnya adalah menahan lisan (diam), sebab kadang-kadang
perkataan yang mubah dapat menyeret kepada sesuatu yang haram hal ini banyak
dalam adat keseharian, sedangkan keselamatan itu tidak dapat ternilai harganya.12
Ghibah adalah perkataan yang akan membawa kerusakan bahkan perilaku ghîbah
itu sendiri diharamkan oleh Allah Saw. Adapun faktor-faktor terjadinya ghîbah
adalah:
1. Kosongnya Waktu.
Seseorang yang tidak melakukan perkerjaan, kebiasaannya ada tiga hal:
yaitu tidur, melamun dan mengobrol. Dan waktu mengobrol yang banyak bersama
teman dan ditambah teman yang tidak mempunyai wawasan, pastinya mengobrol
mengarah kepada kejelekan orang lain (menggunjing). Waktunya tidak akan
11
Husein al-„Awayisyah dan dkk, Gosip Fitnah dan Taubat an-Nasuha (Jakarta: Cendikia
Sentra Muslim, 2002), h. 59 12
Mustafa Sa‟id dan Dkk, Nuzhatul al-Muttaqîn (Syaraẖ Riyâdhush Ṣhaliẖîn) (Madinah
al-Munawaroh: Muasasah ar-Risalah, 1991), v 1, c 2, h. 552
22
digunakan untuk beribadah ataupun berpikir, karna waktunya hanya dihabiskan
untuk melakukan perbuatan dosa. Hari demi hari tidak akan berubah bahkan akan
semakin lebih parah. Kebiasaan ini banyaknya dilakukan oleh ibu-ibu rumah
tangga.13
2. Melampiaskan Emosi
Hal ini terjadi apabila ada seseorang yang menyebabkan orang marah
kepada orang lain. Bila emosinya sudah ditumpahkan, ia merasa puas dengan
menyebutkan kejelekan-kejelekan orang itu. Dengan tanpa disadari, lisannya
dengan mudah mengeluarkan ucapan gunjingan, jika ia tida memiliki filter agama
yang mencegahnya dari gunjingan.
Bisa jadi orang tidak melampiaskan kemarahannya, sehingga kemarahannya
itu tertahan didalam batin. Kemudian kemarahan itu berubah menjadi kedengkian
yang kuat dalam hati dan akan menjadi potensi untuk senantiasa menyebutkan
kejelekan-kejelekan. Dengan demikian, maka kedengkian dan kemarahan
termasuk pembangkit yang besar untuk menggunjing.14
3. Kedengkian
Kedengkian terkadang hadir dalam diri seseorang ketika ia merasa orang
lain mendapat pujian atau penghargaan dari sekitarnya. Apabila manusia
mempunyai sifat dengki (pendengki) ia akan berusaha menghilangkan atau
melenyapkan apa yang dimiliki orang yang ia tidak sukai karena kehormatannya
tadi. Banyak cara yang akan dilakukan oleh orang yang memilik sifat dengki
untuk menjatuhkan lawannya, bahkan ia bisa memburuk-burukan orang tersebut
13
Thobib al-Asyhar, SUFI FUNGKY Menjadi Remaja yang Gaul dan Shalih (Jakarta:
Anggota IKAPI) Cet, 3 , h.47 14
Imam Ghazali, Bahaya Lisan, Ter Fuad Kauma (Jakarta Qishi Pres, 2005 ), h. 133
23
hingga memfitnahnya. Supaya orang-orang tidak menyukainya, memujinya, dan
memuliakannya lagi. Dengan kata lain hanya ia saja yang ingin dipuji,
dimuliakan, disukai orang-orang.15
4. Untuk menaikan martabatnya
Dalam beberapa kesempatan, ada seseorang yang ingin menaikan
martabatnya sekaligus membandingkan harga diri orang lain. Dalam kasus ini
yaitu seseorang memuji-muji diri sendiri dan menghina orang lain. Seharusnya
kita merenung barangkali orang itu lebih baik dari kita menurut pandangan Allah
Swt. Kadang kita hanya menilai sebagai manusia biasa, tetapi dia mungkin yang
paling mulia dipandangan Allah Swt sebab orang yang paling mulia adalah orang
yang paling bertaqwa dihadapan Allah Swt.16
D. Dampak Yang Ditimbulkan Oleh Perbuatan Ghîbah
Manusia adalah makhluk sosial, ketika melakukan interaksi terhadap orang
lain terkadang disadari atau tidak disadari pada saat ia berkumpul sering terjadi
yang ia ucapkan adalah sebuah penyakit lisan, yang dapat dikategorikan sebuah
ghîbah.17
Kata-kata yang diungkapkan dari lisan bagaimanapun itu sungguh sangat
mudahnya. Akan tetapi bagaimana dan apa dampak yang diucapkan dari lisan, hal
itu biasa sering tidak terpikirkan oleh manusia. Satu kata yang sudah terucap
tubuh seseorang sama sekali tidak membuatnya terluka, namun siapa sangka
15
Syaikh hasan al-„Aways Syah, Ghibah dan Pengaruhnya Dalam Kehidupan (Jakarta:
Pustaka at-Tauhid, 2003), cet, 1, h. 70-72 16
Shakil Ahmad Khan & Wasil Ahmad, Ghibah: Sumber Segala Keburukan, h .15 17
Maulan Muhammad Yusuf, Muntakhab Ahadits, Dalil-dalil Enam Sifat Utama,
(Yogyakarta: Ash-Shaff, 2007), h. 672.
24
hatinyalah yang malah justru sangat terluka. Atau sebaliknya, sepatah kata ucapan
yang keluar dari lisan membuat si penyebab mendapatkan celaka ataupun selamat,
baik itu di dunia maupun di akhirat. Dalam Kitab Ḫadis Arbâ‟în an-Nawâwiyah
dituliskan bahwa ucapan terbagi tiga bagian: Kebaikan yaitu tuntunan, keburukan
yaitu yang diharamkan, dan laghun yaitu ucapan yang tidak berisikan kebaikan
ataupun keburukan.18
Rasulallah Saw bersabda: “yang disebut muslim adalah bila saudara muslim
lain merasa aman dari gangguan lisan dan tangannya, dan disebut muhazir
adalah bila ia meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah Swt.” ( H.R.
Bukhori)19
Ghîbah yang ditulis oleh Thabatthabai‟ didalam Tafsir al-Misbah
menurutnya ialah bahwa ghîbah merupakan sesuatu yang merusakan masyarakat
satu demi satu sehingga dampak positif yang diinginkan oleh wujudnya satu
masyarakat menjadi gagal dan berantakan. Masyarakat mengaharapkan hubungan
yang harmonis antar anggota-anggotanya, yang mana dari setiap anggota ataupun
seseorang dapat bergaul dengan penuh rasa aman dan damai. Masing-masing
mengenal anggota masyarakat lainnya sebagai seorang manusia yang disenangi,
tidak dibenci atau dihindari. Adapun jika ada masyarakat yang dikenal dengan
sifatnya yang mengundang kebencian atau memperkenalkan aibnya, akan terputus
dengannya suatu hubungan sebesar kebencian dan aibnya itu. Sehingga gunjingan
yang ia sebarkan bagaikan rayap yang menggrogoti anggota tubuh seseorang yang
ia gunjing, sedikit demi sedikit hingga sampai ajal menjemputnya. Manusia
membentuk masyarakat bertujuan agar masing-masing tumbuh hidup didalamnya
18
Syiekh an-Nawawi, Hadis Arba‟în Nawâwiah (Jakarta: Darul Haq, 20013), h. 123 19
Wahid Abdus Sallam Bali, 40 Dosa Lisan Perusak Iman (Solo: al-Qowam, 2005), h. 65
25
dengan satu identitas yang baik sehingga dalam interaksi sesamanya menarik dan
memberi manfaat. Menggunjingnya mengantar yang bersangkutan kehilangan
identitas itu bahkan merusak identitasnya serta menjadikan salah seorang dari
anggota masyarakat tidak dapat berfungsi sebagaimana yang sangat diharapkan.
Dan apabila pergunjingan meluas, pada akhirnya beralih kebaikan menjadi
keburukan dan sirna ketenangan, keamanan, kedamaian bahkan obat pada
akhirnya bisa menjadi penyakit.20
Ghîbah merupakan perilaku yang tercela yang hanya akan membawa
kerugian terhadap perilakunya maupun orang lain. Jika memang telah menyadari
kerugian-kerugian yang diproleh dengan berbuat ghîbah. Dan dampak negatif
yang ditimbulkan dari perbuatan ghîbah adalah:
1. Timbulnya Permusuhan Antar Masyarakat.
Jika seseorang yang dighibahi mengetahui dirinya menjadi obyek ghîbah, ia
tidak akan merasa senang dengan orang yang telah menggunjingnya. Dengan
adanya rasa ketidak senangan tersebut akan menimbulkan permusuhan yang dapat
memutuskan tali silaturahmi antar keduanya.21
Biasa saat bertemu satu
samalainnya dengan bersapa atau bertegur, dengan terjadinya permusuhan
tersebut ketika bertemu merasa benci dengannya.
Manusia dalam kehidupan sehari-harinya, khususnya dalam pergaulan
sesamannya, dihadapkan pada sebuah karakter manusia yang berbeda-beda satu
sama lainnya.22
Tidak sedikit dari karakter yang berada dalam lingkungan kita,
20
M. Quraish Shibah, Tasir al-Misbah Pesan...Vol 12, h.612-613 21
Rofa‟ah, Akhlak Keagamaan Kelas (Yogyakarta: Deepubhliser ,2013), h. 207 22
M. Quraish Shihab, Menabur Pesan Ilahi: Al- Qur‟an dan Dinamika Kehidupan
Masyarakat (Jakarta: Lentera Hati, 2006), h. 348
26
sama sekali tidak sesuai yang kita inginkan. Maupun itu dari tingkah laku atau
perkataan seseorang yang dapat menimbulkan pemikiran yang berbeda dalam hati
kita, yang akan menimbulkan prasangkan dari prasangka dan bisa menjadi ghîbah.
Setelah ghîbah akan menjadi permusuhan antar keduanya
2. Memecah Ukhwah Islamiah (rusaknya kasih sayang)23
.
Dalam bermasyarakat diperlukan akhlakul karimah yang merupakan prilaku
manusia yang mulia, sesuai fitrah seperti yang dicontohkan Nabi Muhammad Saw
yang berpedoman pada kitab suci al-Qur‟an yang diturunkan melalui Wahyu
Allah Swt.24
yang menjadi landasan dan sumber ajaran Islam secara keseluruhan
sebagai pola hidup dan menetapkan mana yang baik dan mana yang buruk.
Ghîbah akan menimbulkan perpecahan dimasyarakat yang akan merusak
Ukhwah Islamiah. Dalam al-Qur‟an dijelaskan agar persatuan dan Ukhwah
Islamiah dijaga dengan baik. Allah berfirman Qs. Al-Imrȃn [3] ayat 103.
Artinya:“Dan berpeganglah kamu semuanya pada tali (Agama) Allah, dan
janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika
kamu dahulu (masa jahiliah) bermusuhan, lalu Allah mempersatukan
hatimu, sehingga dengan karunia-Nya kamu menjadi bersaudara,
sedangkan (ketika itu) kamu berada ditepi jurang neraka, lalu Allah
23
Abdullah bin Jaarullah, Awas Bahaya Lidah (Jakarta: Gema Insani, 1993, h.23 24
Maulana muhammad Yusuf, Muntakhab Ahadits, Dalil-Dalil Enam Sifat Utaman
(Yogyakarta: Ash Shaff, 2007), h. 672
27
menyelamatkan kamu dari sana. Demikianlah Allah menerangkan Ayat-
ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk. (Q.S. al-Imrȃn: 103)”25
3. Terdzalimi.
orang yang dighîbah jika mengetahui akan merasa terdzalimi, ia akan
merasakan sakit tetapi bukan tubuhnya yang merasa sakit melainkan hatinya dan
perasaannya. Dan yang membuatnya sakit dikarenakan ucapan tentang dirinya
yang tidak disukainya, yang diucapkannya ketika ia tidak berasa ditempat
tersebut. Agar tidak menjadi seorang yang mendzalimi orang lain, sudah
seharusnya menjaga ucapan yang akan dikeluarkan, jangan sampai terjebak dalam
perbuatan ghîbah. Adapun hak orang yang terdzalimi adalah mendapatkan
pengganti kezdaliman yang diterimanya. Jika tidak di dunia pasti akan
mendapatkan penggati di akhirat.26
Kesempurnaan iman seseorang, diantaranya memiliki rasa kasih sayang
terhadap makhluk Allah Swt dengan mengucapkan kalimat yang baik, diam dari
keburukan, melakukan hal yang bermanfaat atau meninggalkan sesuatu yang
membahayakan.27
Ghîbah merupakan suatu perbuatan yang tidak bermanfaat dan
menyakiti orang lain bahkan merusak kehormatan orang lain
Seseorang yang berbuat ghîbah (menggunjing) akan dibukakan aibnya
oleh Allah Swt sebagaimana dalam hadis Nabi Saw:
25
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, Qs. Al-Imran ayat 103 (Jakarta:
CV Darus Sunnah , 2002) 26
Wahid Abdu Salam Bali, 40 Dosa Lisan Perusak Iman (Solo: al-Qowun, 2005), h. 64 27
Mustafa Sa‟id dan Dkk, Nuzhatul al-Muttaqîn (Syaraẖ Riyâdhush Ṣhaliẖîn), v 1, c 2, h.
554
28
حدثنا عثمان بن ايب شيبة حدثنا األسواد بن عامر حدثنا ابو بكر بن عياش عن األعمش عن
هللا ملسو هيلع هللا ىلص اي معشر من امن بلسانو سعيد بن عبد هللا بن جريج عن ايب برزة األسلمي قال قال رسول
ومل يدخل األميان قلبو التغتابوا املسلمني وال تتعوا عورا هتم فانو من اتبع عوراهتم يتبع هللا عورتو ومن
(و يف بيتو. )رواه آبو داود وآمحديتبع هللا عوراتو يفضح
Artinya: “Menceritakan kepada kami Utsman ibn Abi Syaibah, menceritakan
kepada kami al-Aswad ibn „Amir, menceritakan kepada kami Abu bakar
ibn Iyasy, dari al-A‟masy, dari Said bin Abdillah bin Juraij, dari Abi
Barzakh al-Aslami Berkata bahwa Rasulallah Saw., bersabda: “Wahai
golongan yang menjaga lidahnya dan iman belum masuk kedalam hatinya”
janganlah kalian mengghîbah (menggujing) orang-orang Islam dan
mencari aib dan kesalahannya karena barang siapa mencari kesalahan
mereka, Allah akan mencari kesalahannya pula dan barang siapa yang
dicari-cari kesalahannya oleh Allah, maka Allah akan membuka Aibnya
dirumahnya.”28
E. Ayat al-Qur’an Tentang Ghîbah dan Tafsirannya
Baik Ayat al-Qur‟an ataupun Hadis Nabi Saw sangat melarang perilaku
ghîbah karna perilaku tersebut akan membawa kemadharatan bagi yang dighîbah
ataupun yang mengghîbah bahkan beberapa ulama sepakat bahwa ghîbah adalah
perkara yang diharamkan. Adapun Ayat al-Qur‟an yang menyatakan tentang
ghîbah Surat al-Hujurȃt ayat 12. Dan urainnya sebagai berikut:
28
Al-Iman al-Hafidz Abi Daud Sulaiman bin As‟as Sajsatani, Sunan Abî Daud (Bairut:
Dar al-Fikr,1974), vol 5, h. 270
29
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah banyak dari prasangka,
sesungguhnya sebagian dari prasangka itu dosa dan janganlah kamu
mencari-cari kesalahan orang lain, dan jangalah sebagian kamu
menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang diantara kamu
memakan daging saudaranya yang sudah mati. Maka tentulah kamu merasa
jijik kepadanya. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah maha
menerima taubat lagi maha penyayang.” ( Q.S. al-Hujurȃt:12 )”29
Maksudnya ialah, hai orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-
Nya, janganlah kamu mendekati banyak sangka terhadap orang-orang yang
membenarkan Allah dan Rasul-Nya, karena apabila kamu menyangka mereka
dengan Sangkaan yang buruk, sesungguhnya orang yang menyangka kamu itu
ialah orang yang tidak benar.
Allah Ta‟ala berfirman, اجتنبوا كثيرا من الظن “Jauhilah kebanyakan Purba-
sangka (kecurigaan).“ dan Dia tidak berfirman, اجتنبوا الظن كله ”Jauhilah Purba-
sangka (kecurigaan keseluruhan.” Karna kadang-kadang orang yang beriman
kepada Allah dan Rasul-Nya dibenarkan menyangka orang beriman lainnya
dengan sangkaan yang baik.30
29
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, Qs. Al-Hujurat ayat 12, h.518 30
Abu Ja‟far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Tafsîr ath-Thabâri (Libanon: Bairut,
1984), Vol 14, h. 221
30
Hamba-hamba Allah yang Mukmin telah Allah larang dari banyak
prasangka, yaitu menuduh, berkhianat kepada keluarga, kerabat, dan orang lain
yang tidak pada tempatnya; karena sebagian dari itu menjadi murni dosa, sehingga
waspadalah darinya sebagai kehati-hatian untukmu. Malik meriwayatkan dari Abu
Hurairah, ia berkata, Rasulallah Saw, bersabda, “Jauhilah oleh kalian banyak
berprasangka, karena banyak berprasangka adalah perkataan yang paling dusta.
Dan janganlah kalian memata-matai (urusan orang lain), janganlah bertajasus
(berusaha memproleh informasi), janganlah saling bersaing, jangalah saling
hasad, janganlah saling membenci, dan janganlah saling bermusuhan. Dan
jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara.” Diriwayatkan Oleh al-
Bukhori, Muslim, dan Abu Daud.31
Dalam Kitab Tafsir al-Qûrtubhi, Ayat ini diturunkan tentang dua orang
sahabat Nabi Saw yang menggunjing temannya. Perisitiwa itu bermula saat Nabi
Saw melakukan perjalanan yang dimana beliau selalu menggabungkan seorang
lelaki miskin dengan dua orang lelaki kaya, dimana ia bertugas untuk melayani
mereka.
Dalam kasus ini, serupa dengan Sahabat Nabi Saw yaitu Salman kepada dua
orang laki-laki kaya. Suatu ketika, salman lebih dulu pulang kerumah, kemudian
karena mengantuk maka ia tertidur tanpa mempersiapkan sesuatu untuk mereka.
Kemudian mereka pulang dan tidak menemukan makanan atau lauk. Dan mereka
berkata, ”Pergilah, mintalah makanan dan lauk kepada Nabi Saw untuk kami.”
Salman kemudian pergi (ke tempat Nabi). Nabi berkata kepadanya, “Pergilah
31
Syiekh Ahmad Syakir, Mukhtashar Tafsîr Ibnu Katsir, Ter Agus Ma‟mun, Suharhan
dan Suratman (Jakarta: Darus Sunnah Pres, 2012 ),vol 6, Cet 1,h.83
31
engkau kepada Usamah bin Zaid, katakanlah padanya, jika dia mempunyai rasa
sisa makanan, maka hendaklah dia memberikannya padamu.”
Saat itu Usamah adalah bendahara Rasulallah Saw. Salman kemudian pergi
menemui Usamah. Usamah Berkata, “Aku tidak mempunyai apapun.” Akhirnya,
Salman kembali kepada kedua orang itu dan memberitahukan hal tersebut.
Mereka berkata, “Sesungguhnya Usamah itu mempunyai sesuatu, tapi dia itu
kikir.” Selanjutnya, mereka mengutus Salman ke tempat sekelompok Sahabat,
namun Salman tidak menenemukan apapun ditempat mereka. Mereka berkata,
“Seandainya kita mengutus Salman ke sumur Samilah, niscaya airnya akan
memanas.”
Setelah itu, karena mereka tidak mempecayai bahwa Usamah tidak
mempunyai apa-apa, mereka memata-matai Usamah apakah ia mempunyai
sesuatu (ataukah tidak). Mereka kemudian terlihat oleh Nabi Saw., “Beliau
bersabda, “Mengapa aku melihat daging segar dimulut kalian berdua.” Mereka
berkata, “Wahai Nabi Allah, Demi Allah, hari ini kami tidak makan daging atau
yang lainnya. „Beliau bersabda, “Tapi, kalian sudah memakan daging Salman dan
Usamah. “Setelah itu Turunlah Surat al-Hujurât Ayat 12.”32
Kata (اجتنبوا) diambil dari sebuah kata (جنة) yang artinya samping.
Mengesampingkan sesuatu berarti menjauhkan diri jangkauan tangan. Dari sini,
dapat dipahami kata tersebut mempunyai arti jauhi. Adapun penambahan Huruf
pada kata tersebut berfungsi sebagai penekatan pada kata ijtânibu yang )ت)
32
Syaikh Imam Al-Qurthubi, Tafsîr al-Qurthubî (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), vol 8, c
1, h.331
32
artinya bersungguh-sungguhlah. Yaitu sebuah usaha untuk bersungguh-sungguh
menjauhi berprasangka buruk.
Kata ( artinya bukanlah kebanyakan, sebagaiman yang dipahami atau (كثيرا
diterjemahkan oleh penerjemah. Tiga dari sepuluh adalah banyak, dan enam dari
sepuluh adalah kebanyakan. Apabila demikian, banyak dari berprasangka adalah
dosa dan banyak pula bukan dosa. Adapun dikategorikan bukan dosa adalah yang
indikatornya sudah jelas, sedang yang dosa adalah dugaan yang tidak memiliki
indikator yang cukup dan yang mengantar seseorang melangkah menuju yang
diharamkan, baik dalam bentuk perbuatan maupun perkataan. Juga yang bukan
dosa dari sebuah dugaan adalah princian hukum-hukum keagamaan. Dengan kata
lain kebanyakan dari hukum-hukum tersebut berdasarkan kepada argumentasi
yang interpretasinya bersifat Zhânniy/dugaan, dan sudah pasti apabila
intrepretasinya bersifat Zhânniy maka hasilnyapun dugaan.33
Penjelasan diatas bisa kita simpulkan bahwa tidak hanya orang beriman saja
tetapi seluruh umat manusia tidak diperbolehkan untuk mencari/menceritakan
kesalahan orang lain dan juga tidak boleh menduga-duga walau dalam hati.
Mempunyai prasangka yang buruk tidak boleh dilakukan tanpa didasari dengan
alasan yang jelas karena perkara tersebut akan menimbulkan ghîbah
(menggunjing), bahkan fitnah. Ghîbah adalah perbuatan yang sangat keji, yang
diidentikan sebagai memakan daging saudaranya sendiri, bahkan daging yang
sudah menjadi bangkai. Memikirkan saja sekalipun, tak ada orang yang mau
dengan hal-hal menjijikan, seperti memakan daging saudaranya sendiri dan
33
M. Quraish Shihab, Tafsîr al-Misbâẖ Pesan... Vol 12, h. 610
33
daging itu bangkai pula, jijik yang lebih menjijikan. Dengan cara yang sama kita
diminta untuk tidak melukai perasaan orang lain yang hadir bersama kita, apalagi
untuk mengatakan sesutu dibelakangnya, benar atau tidaknya. Tidak hanya disitu
saja ghîbah juga dikategorikan sebagai dosa yang lebih berat dari pada zina
seperti keterangan hadis Nabi Saw.
عن دمحم بن احلسن ىف اجملالس واالخبار ابسناده عن اىب ذر عن النيب صلى هللا عليو والو يف وصية لو
ومل ذاك ايرسول هللا؟ قال: ألن الرجل قال: اي ااب ذر اايك والغيبة فان الغيبة اشد من الزان, قلت:
التغفر حىت يغفرىا صاحبهايزين فيتوب اىل هللا فيتوب هللا عليو هللا والغيبة
Artinya: Diriwayatkan dalam buku al-Majâlis wa al-Akhbâr dengan isnad-nya
dari Muhammad ibn al-Hasan dari Abus Dzarr dari Nabi Saw yang ketika
menasihatinya berkata, “Wahai Abu Dzarr, waspadalah dari perbuatan
ghîbah sebab ghîbah lebih berar dari pada zina.” Abu Dzarr berkata,
“Mengapa demikian, Ya Rasulallah?” Rasul menjawab, “Itu karena Apabila
seseorang melakukan zina dan lalu bertobat karena Allah Swt, maka Allah
akan menerima tobanya. Namun, ghîbah tidak hanya diampuni kecuali
setelah dimaafkan oleh korbannya.”
33
BAB III
DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Lokasi penelitian adalah tempat dimana penelitian akan dilakukan.
Penetapan lokasi merupakan bagian yang sangat penting dalam kegiatan
penelitian. Karena dengan ditetapkannya lokasi penelitian berarti obyek dan
tujuan sudah ditetapkan oleh penulis.1 Lokasi Penelitian biasanya dideskripsikan
dalam penelitian lapangan sebelum memasuki tahap lanjut, oleh karena itu, untuk
keperluan ini sehingga diharuskan adanya keterangan mengenai keadaan atau
kondisi, atau sifat dari populasi yang akan dikaji.2 Dengan dasar alasan penelitian
dilakukan ditempat tersebut karna letak geografis lokasi penelitian berdekatan
dengan Ibu Kota Negara yang pastinya pola pikir masyarakatnya berbeda dengan
masyarakat yang berada di pedesaan.
A. Profil Desa Setia Asih
a. Sejarah Singkat Desa Setia Asih.
Desa Setia Asih merupakan salah satu desa di Kecamtan Taruma Jaya.
Desa Setia Asih terbentuk dari hasil pemekaran dari Desa Pahlawan Setia
Kecamatan Taruma Jaya Kabupaten Bekasi Utara yang pada waktu itu desa
tersebut sangat luas wilayahnya sehingga Masyarakat Desa Pahlawan Setia
meminta kepada pemerintah Desa Pahlawan Setia untuk membuat sebuah desa
baru.3 Pada tahun 1975 Desa Pahlawan Setia masuk dalam wilayah Kecamatan
1Moh. Nazir, Metodologi Penelitian (Bogor: Ghalia Indonesia, 2013), h. 57
2Hj. Sedarmayanti dan Syarifuddin Hidayat, Metodologi Penelitian (Bandung: CV
Mandar Maju, 2002) h. 121
34
Babelan Kabupaten Bekasi Utara. Tetapi pada tahun 1976 Desa Pahlawan Setia
mengalami perpindahan yang tadinya termasuk Kecamatan Babelan menjadi
Kecamatan Taruma Jaya Kabupaten Bekasi Utara. Pada tahun 1976, atas dasar
permintaan rakyat, Desa Pahlawan Setia melakukan pemekaran yaitu membentuk
sebuah desa yang bernama Desa Setia Asih.
Sejak terbentuknya Desa Setia Asih telah dipimpin 7 kepala desa, yaitu:
1. Tahun 1976-1978 dipimpin oleh Bpk. Muhidin
Adapun pendidikannya adalah SD Kp Wates Bekasi dan SMP Kp
Babelan Bekasi.
2. Tahun 1978-1981 dipimpin oleh Bpk. Sujana.
Adapun pendidikannya adalah SD Purwakarta dan SMP Purwakarta.
3. Tahun 1981-1985 dipimpin oleh Bpk. Jamaludin
Adapun pendidikannya adalah SD Ciketing Bekasi dan SMP Bekasi.
4. Tahun 1985-1993 dipimpin oleh Bpk. H. Syamsuri Hadi.
Adapun pendidikannya adalah SD Tanah Tinggi Bekasi, MTS Pondok
Pesantren al-Mas’uriyah Sukabumi, MA Pondok Pesantren al-Mas’uriyah
Sukabumi, Perguruan Tinggi STAI Al-Fallah Jurusan Hukum Ekonomi
Mu’amalah.
5. Tahun 1993-2001 dipimpin oleh Bpk. Abu Ibrahim. Adapun
pendidikannya adalah SD Kp Pisang Batu Bekasi dan PGA Bekasi.
6. Tahun 2001-2007 dipimpin oleh Bpk. H Syamsuri Hadi.
Adapun pendidikannya adalah SD Tanah Tinggi Bekasi, MTS Pondok
Pesantren al-Mas’uriyah Sukabumi, MA Pondok Pesantren al-Mas’uriyah
35
Sukabumi, Perguruan Tinggi STAI Al-Falah Jurusan Hukum Ekonomi
Mu’amalah.
7. Tahun 2007- sampai sekarang dipimpin oleh Ibu H. Qomariah.
Adapun pendidikannya adalah SD Kampung Penggarutan, MTS
Kampung Penggarutan, SMK Al-Akhyar Jaktim, UNISMA Bekasi Jurusan
Ilmu Politik.
Dari keterangan latar belakang pendidikan yang dicantumkan di atas
dapat dipahami bahwa para pemimpin Masyarakat Desa Setia Asih mengalami
kemajuan dalam bidang pendidikan, maka dari itu secara otomatis bila para
pemimpin mempunyai bidang pendidikan yang tinggi maka masyarakat yang akan
dipimpinnya dibimbing dengan baik.
b. Letak Geografis Desa Setia Asih
Dari segi geografis Desa Setia Asih mempunyai letak ketinggian di 15-2
Mdpl. Mempunyai luas wilayah cukup besar yaitu : 692.905 Hektar. Dengan luas
area persawahan sekitar 276 hektar dan sisanya merupakan tanah daratan,
perumahan penduduk dan jalan.
Jarak dengan ibu kota kecamatan :7 km.
Jarak dengan ibu kota kabupaten :42 km.
Jarak dengan ibu kota provinsi :182 km.
Jarak dengan ibu kota Negara :38 km.
Adapun dengan batas-batas brikut:
Sebelah utara : Desa Setia Mulya dan Pahlawan Setia.
36
Sebelah timur : Desa Pahlawan Setia dan Babelan Kota.
Sebelah Selatan : Kelurahan Kali Abang Tengah.
Sebelah Barat : Desa Pusaka Rakyat.4
Dari keterangan di atas dapat diketahui bahawa Masyarakat Desa Setia
Asih berlokasi berdekatan dengan ibu kota negara hanya berjarak 38 Km, oleh
karena itu tentunya Mayarakat Desa Setia Asih mempunyai perubahan sosial
dengan cepat. Perubahan ini terjadi karena adanya perubahan kondisi geografi,
kebudayaan material, komposisi penduduk, ideologi, maupun adanya difusi atau
penemuan baru dalam masyarakat.5
Menurut Bagja Waluya dalam bukunya Sosiologi ia mengutip Emile
Durkheim mengatakan bahwa perubahan sosial terjadi sebagai hasil dari faktor-
faktor eksologis dan demografis, yang mengubah kehidupan masyarakat dari
kondisi tradisional yang diikat solidaritas mekanistik ke dalam kondisi masyarakat
modern yang diikat oleh solidaritas organik.6
Menurut Iwan Nugroho dan Rokhmin Dahuri dalam buku Pembangunan
Wilayah ia mengutip pendapat William F. Ogburn mengatakan bahwa perubahan
sosial adalah perubahan yang mencangkup unsur-unsur kebudayaan baik material
4Ekspose atau Dokumen Desa Setia Asih Tahun 2017, h. 4
5Gumilar R dan Dkk, Sosiologi Perkotaan (Jakarta: Universitas Terbuka, 2004), h.419
6Bagja Waluya, Sosiologi: Fenomena di Masyarakat (Jakarta: PT Setia Purna Inves, 2006
), h. 2
37
maupun immaterial yang menekankan adanya pengaruh besar dari unsur-unsur
kebudayaan material terhadap unsur-unsur immaterial.7
Perubahan sosial pada masyarakat muncul adanya kebutuhan setiap
individu sebagai anggota masyarakat dengan menanggapi lingkungannya. Hal itu
mengakibatkan terjadinya adanya interaksi sosial antar individu baik itu antar
warga setempat atau masyarakat lain yang mempengaruhi, hal itu juga sama
terjadi pada masyarakat yang tinggal berdekatan dengan Ibu Kota, biasanya
masyarakatnya cenderung mempunyai pola pikir masyarakat kota.8 Adapun
beberapa bentuk perubahan sosial masyarakat yang tinggal berdekatan dengan ibu
kota antara lain:
Pola pikir masyarakat yang dulunya irasional menjadi rasional (ilmiah),
dulu seringkali masyarakat menyangkutpautkan suatu kejadian dengan
hal-hal yang bersifat misitis, tetapi perkembangan pola pikir
menyimpulkan suatu kejadian merupakan proses sebab akibat, dan hal ini
dapat dibuktikan dengan sesuatu yang ada pada realitas.
Perekonimian masyarakat semakin maju, karena biasanya pembagian kerja
diantara warga-warga masyarakat yang tinggal sebelah ibu kota lebih tegas
dan mempunyai batas-batas yang nyata. Dan kemungkinan untuk
mendapatkan perkerjaan juga lebih banyak diperoleh dari pada di desa.
Sehingga minimnya tingkat pengangguran ditempat tersebut.
7Iwan Nugroho dan Rokhmin Dahuri, Pembangunan Wilayah: Perspektif Ekonomi Sosial
dan lingkungan (Jakarta: LP3ES, 2004), h. 56 8Bagja Waluya, Sosiologi: Fenomena di Masyarakat, h. 3
38
Budaya keagamaan berkurang dibandingkan dengan di Desa yang
jaraknya jauh dari Ibu Kota.
Tingkat pendidikan lebih merata, fasilitas pendidikan masyarakat di
pinggir ibu kota tentu sangat memadai karena pusat perhatian pemerintah
terhadap pendidikan untuk masyarakatnya sangat dipioritaskan.9
Jadi bisa disimpulkan bahwa Masyarakat Desa Setia Asih yang
merupakan masyakat yang berlokasi di Ibu Kota adalah masyarakat yang
mempunyai pola pikir yang rasional, perekonomian masyarakat yang maju,
budaya keagamaannya berkurang, dan tingkat pendidikan masyarakat yang tinggi.
B. Tingkat Kesejahtraan dan Sumber Ekonomi Penduduk Desa
Kesejahtraan sosial memiliki arti yang sangat luas pada keadaan yang baik
yaitu kebahagiaan dan kemakmuran, banyak yang menyamakannya dengan
kegiatan amal atau di Amerika Serikat, kesejahtraan sosial diartikan sebagai
bantuan publik yang dilakukan pemerintah bagi keluarga miskin dan anak-anak
mereka.10
Sedangkan menurut Midgley menjelaskan bahwa kesejahteraan sosial
adalah suatu keadaan sejahtera secara sosial tersusun dari tiga unsur sebagai
berikut: Pertama, setinggi apa masalah-masalah sosial dikendalikan. Kedua,
seluas apa kebutuhan-kebutuhan dipenuhi. Dan ketiga, setinggi apa kesempatan-
9Gumilar R, Dkk, Sosiologi Perkotaan. h. 108
10James Midgley, Pembangunan Sosial Perspektif pembangunan dalam Kesejahtraan
Sosia, Ter Dorita Setiawan dan Sirojuddin Abbas (Jakrata: Direktorat Perguruan Tinggi Agama
Islam, 2005), h.19
39
kesempatan untuk maju tersedia. Tiga unsur ini berlaku bagi individu-individu,
keluarga-keluarga, komunitas-komunitas, dan bahkan seluruh masyarakat.11
Kesejahtraan tidak dapat didefinisikan hanya berdasarkan konsep
materialis dan hedonis, tetapi juga memasukkan tujuan-tujuan kemanusiaan dan
kerohanian. Tujuan-tujuan tersebut tidak hanya mencakup masalah kesejahteraan
ekonomi, melainkan juga mencakup permasalahan persaudaraan manusia dan
keadilan sosial ekonomi, kesucian kehidupan, kehormatan individu, kehormatan
harta, serta keharmonisan kehidupan keluarga dan masyarakat.12
Tingkat kesejahteraan masyarakat dapat digambarkan oleh jumlah
pendapatan atau penghasilan dari masyarakat tersebut. Semakin besar tingkat
pendapatan suatu masyarakat berarti tingkat kesejahteraan masyarakat tersebut
juga akan semakin tinggi. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah tingkat
pendapatan suatu masyarakat maka tingkat kesejahteraannya pun akan semakin
rendah. Berlandaskan Kerangka Dinamika Sosial Ekonomi, suatu pemerintahan
harus dapat menjamin kesejahteraan masyarakat dengan menyediakan lingkungan
yang sesuai untuk aktualisasi pembangunan dan keadilan. Hal itu terwujud dalam
pembangunan dan pemerataan distribusi kekayaan yang dilakukan untuk
kepentingan bersama dalam jangka panjang. Sebuah masyarakat bisa saja
mencapai puncak kemakmuran dari segi materi, tetapi kejayaan tersebut tidak
akan mampu bertahan lama apabila lapisan moral individu dan sosial sangat
11
James Midgley, Pembangunan Sosial Perspektif pembangunan dalam Kesejahtraan
Sosia, Ter Dorita Setiawan dan Sirojuddin Abbas, h. 20 12
Anggota Ikapi, Pertumbuhan Penduduk dan Kesejahtraan (Jakarata: Lipi Press, 2011),
h.11
40
lemah, terjadi disintegrasi keluarga, ketegangan sosial dan anomie masyarakat
meningkat, serta pemerintah tidak dapat berperan sesuai dengan porsi dan
sebagaimana mestinya. Salah satu cara yang paling konstruktif dalam
merealisasikan visi kesejahteraan lahir dan bathin bagi masyarakat yang sebagian
masih berada digaris kemiskinan, adalah dengan menggunakan sumber daya
manusia secara efisien dan produktif dengan suatu cara yang membuat setiap
individu mampu mempergunakan kemampuan artistik dan kreatif yang dimiliki
oleh setiap individu tersebut dalam merealisasikan kesejahteraan mereka masing-
masing. Menurut Mirza Gamal, seorang pengkaji Sosial Ekonomi Islami Hal ini
tidak akan dapat dicapai jika tingkat pengangguran dan semi pengangguran yang
tinggi tetap berlangsung. 13
Ada tiga pendekatan untuk mengindentifikasi dalam mengangkat
kesejahtraan sosial sebagai berikut, pertama adalah kegiatan pilantropi sosial
yang bergantung pada donasi-donasi pribadi, relawan, dan organisasi non-profit
untuk memenuhi kebutuhan, mencari solusi terhadap maslah-masalah yang ada,
dan menciptakan kesempatan baru. Kedua adalah perkerjaan sosial, yang
bergantung pada tenaga-tenaga profesional dalam mendukung tujuan-tujuan
kesejahtraan dalam bekerja dengan individu, kelompok ndan komunitas.
Pendekatan trakhir bergantung pada pemerintah melalui layanan-layanan sosial
resmi.14
13
Isbandi Rukminto Adi, Kesejahtraan Sosial, Pembangunan Sosial, dan Kajian
pemabngunan (Jakarta: Raja Grafindo Jakarta, 2013), h. 12 14
James Midgley, Pembangunan Sosial Perspektif pembangunan dalam Kesejahtraan
Sosia, Ter Dorita Setiawan dan Sirojuddin Abbas, h.24
41
Adapun program yang dilakukan oleh pemerintah untuk kesejahtraan
Masyarakat Desa Setia Asih sebagai berikut:
a. Program Kesejahtraan
Dalam data ekspose 2017 Desa Setia Asih mempunyai program
kesejahtraan pemberdayaan keluarga pada tahun 2017 antara lain:
1. Pokja I
Pengajian
Pembinaan Lansia (BKL)
Pembinaan Remaja (BKR)
Gotong Royong
2. Pokja II
Pendidikan dan Keterampilan
UP2K
Koperasi
PAUD
BKB
3. Pokja III
Penghijauan
Pengelolaan Makanan Sehat
Toga
Rumah Sehat
HATINYA PKK
4. Pokja IV
42
Penangulangan Diare
Pengobatan
Posyandu
KIA15
Selain itu, Desa Setia Asih juga mempunyai Warung Bumdes (Badan
Usaha Milik Desa) yaitu suatu tempat sarana perekonomian untuk kebutuhan
Masyarakat Desa Setia Asih. Warung Bumdes ini memiliki berupas makanan
ringan dan sembako. Letak Warung Bumdes ini berada di depan kantor Desa Setia
Asih Kecamatan Taruma Jaya Kabupaten Bekasi Utara. Berdasarkas buku
dukumen Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa Setia Asih, Warung Bumdes
ini sudah aktip sejak bulan Februari Tahun 2017.16
Tujuan warung bumdes ini
untuk meningkatkan kesejahtraan Masyarakat Desa Setia Asih.
b. Sumber Ekonomi Penduduk Desa
Dalam data Ekspose Tahun 2017 Desa Setia Asih sumber ekonomi
berdasarkan tabel brikut:
Tabel 1
Jumlah Jiwa Berdasarkan Jenis Pekerjaan Tahun 2017
No Jiwa Berdasarkan Pekerjaan Banyaknya (Jiwa) Pronsentase
15
Ekspose atau Dokumen Desa Setia Asih Tahun 2017, h. 8 16
LPM atau Dokumen Kantor Desa Setia Asih Tahun 2017.
43
1
2
3
4
5
6
7
8
Petani
Nelayan
Pedagang
Polri/PNS/TNI
Pegawai Swasta
Wiraswasta
Pensiunan
Pekerja Lepas
231
8
908
6.387
2.558
138
1.921
2.486
00,47%
00,05%
06,05%
42,25%
16,86%
00,73%
11,64%
16,76%
Jumlah 14.637 100%
Dari tabel di atas dapat di ketahui bahwa jumlah jiwa berdasarkan jenis
perkerjaan Masyarakat Desa Setia Asih adalah sebagai petani 231 (00,47),
Nelayan 8 (00,05), Pedagang 908 (06,05%). Sedangkan Polri/PNS/TNI 6.387
(42,25%), Pegawai Swasta 2.558 (16,86%), Wiraswasta 138 (00,73%), Pensiunan
1.921 (11,64%), dan Pekerja Lepas 2.486 (16,76%).17
Jika dilihat dari tabel diatas Masyarakat Desa Setia Asih hanya memiliki
tingkat pengangguran yang sedikit. Masyarakat yang miliki tingkat pengangguran
yang sidikit dikategorikan masyarakat yang memiliki ekonomi yang baik.18
Sebab
jika suatu masyarakat memiliki tingkat pengangguran yang tinggi maka
pengaruhnya terhadap tingkat kemakmuran yang dicapai masyarakat masyarakat
berkurang. Semakin turunnya kesejahtraan masyarakat karena adanya
17
Ekspose atau Dokumen Desa Setia Asih Tahun 2017, h. 9 18
Three Kian Wie, Pembangunan Ekonomi dan Pemerataan (Jakarta: LP3ES, 1981),
h.100
44
pengangguran yang tinggi tentunya akan meningkatkan mereka terjebak dalam
kemiskinan karena tidak memiliki penghasilan yang mencukupi kebutuhannya.
Apabila pengangguran di suatu wilayah sangat tinggi tentunya kekacauan sosial
selalu berlaku dan menimbulkan efek yang buruk bagi kesejahtraan masyarakat
dan prospek pembangunan ekonomi yang panjang.19
C. Bidang Pendidikan
Dalam buku ekspose/dokumen desa setia asih tahun 2017 data tingkat
pendidikan penduduk desa berdasarkan tabel berikut:
Tabel 2
Data Sarana Pendidikan Desa Setia Asih Tahun 2017
No Sarana Pendidikan Jumlah Keterangan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
RA
Tk
TKA/TPA
PAUD
SD
SLTP
SLTA
Madarasah Diniah
PKBM
7
14
19
13
7
4
2
4
1
Unit
Unit
Unit
Unit
Unit
Unit
Unit
Unit
Unit
19
Soetomo, Masalah Sosial dan Pembangunan (Jakarta, Dunia Pustaka Jaya,1995), h. 120
45
10 Pondok Pesantren 0 Unit
Jumlah 71 Unit
Dari tabel di atas diketahui bahwa Sarana Pendidikan yang terdaftar untuk
masyarakat Desa Setia Asih sebanyak 71 unit, yaitu RA 7 unit, TK 14, PAUD 13
unit ,dan TKA/TPA 19. Adapun SD sebanyak 7 unit, SLTP 4 unit, SLTA 2 unit,
Madrasah Diniah 4 unit, dan PKBM 1 unit. Sedangkan untuk Pondok Pesantren 0
Unit.20
Tabel 3
Data Penduduk Dan Tingkat Pendidikan Tahun 2016
No Tingkat Pendidikan Banyak (jiwa) Prosentase
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Tidak SD/MI
Masih SD/MI
Tamat SD/MI
Masih SLTP
958
4.224
3.371
2.180
01,08%
13,09%
12,11%
07,59%
Tamat SLTP
Masih SLTA
Tamat SLTA
Masih Perguruan Tinggi
Tamat Perguruan Tinggi
4.206
1.485
10.016
625
2.402
13,35%
05,63%
22,01%
00,84%
07,93%
Jumlah 29.467 100%
20
Ekspose atau Dokumen Desa Setia Asih Tahun 2017, h. 11
46
Adapun untuk tingkat pendidikan Masyarakat Desa Setia Asih pada Tahun
2016 adalah tingkat SMA/SLTA Sederajat yaitu 10.154 (30,02%) , dan yang
masih SMA/SLTA 1.485 (05,63%). Kemudian sarjana sebanyak 2.402 (07,93).
Sedangkan SMP /SLTP 4.206 (13,35%), dan yang masih SMP/SLTA 2.180 (
07,59% ). Adapun tingkat SD/MI 3.371 ( 12,11% ), dan yang masih SD/MI 4,224
(13.09%), dan yang tidak SD/MI 958 (01,08%).21
Tabel 4
Data Penduduk Dan Tingkat Pendidikan Tahun 2017
No Tingkat Pendidikan Banyak (jiwa) Prosentase
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Tidak SD/MI
Masih SD/MI
Tamat SD/MI
Masih SLTP
Tamat SLTP
Masih SLTA
Tamat SLTA
Masih Perguruan Tinggi
Tamat Perguruan Tinggi
1096
4.362
3.509
2.318
4.341
1.623
10.154
763
2.542
03,92%
10, 86%
19,04%
06,28%
12, 27%
03,705%
30.02%
08,86%
06,21%
Jumlah 30.708 100%
Pada tahun 2017 jumlah angka penduduk mengalami kenaikan pesat yaitu
yang terbanyak adalah tingkat SMA/SLTA 10.154 (30,02%), dan masih
21
Ekspose atau Dokumen Desa Setia Asih Tahun 2017.
47
SMA/SLTA 1.623 (03,07%). Kemudian tingkat Sarjana/Akademi 2,542 (06,21%)
dan masih Akademi 763 (08,86%) tingkat SMP 4.341( 13,35%),dan yang masih
SLTP/SMP 2.318 (12,27%)). Adapun tingkat SD/MI (3509), dan yang masih
SD/MI 4.362 (10,86%). Kemudian yang tidak SD/MI 1096 (03,92%).22
Dari tabel di atas dapat dipahami bahwa tingkat pendidikan Masyarakat
Desa Setia merupakan penduduk Desa yang mempunyai tingkat pendidikan yang
tinggi.
Pendidikan terhadap masyarakat merupakan perkara yang sangatlah
penting tidak hanya untuk memahami dan menyadari diri sendiri. Namun
pendidikan juga sangat penting untuk melangkah menuju prospek ke depannya,
seperti misalnya dalam masalah mata pencaharian, terutama dalam pencarian
pekerjaan bagi masyarakat. Pendidikan yang tinggi akan mempengaruhi mata
pencahariannya, semakin tinggi pendidikan maka pekerjaan yang akan diperoleh
akan semakin tinggi pula tingkatannya.23
Jika penduduk disuatu daerah tidak terpenuhi fasilitas pendidikannya maka
akan menyebabkan penurunan tingkat pendidikan wilayah tersebut. Tingkat
pendidikan yang rendah dapat menyebabkan pengangguran sehingga dampak
pada tingkat perekonomian juga memburuk. Tingkat pendidikan yang buruk dapat
menyebabkan anak-anak mengalami depresi. Hal ini memicu terjadinya
pekerjaan-pekerjaan yang tidak layak dilakukan oleh anak-anak di bawah umur.
Bahkan dampak lain dari masalah ini bisa menyebabkan tingkat tindakan kriminal
yang dilakukan anak-anak meningkat. Generasi muda dan anak-anak yang cerdas
22
Ekspose atau Dokumen Desa Setia Asih Tahun 2017, h. 12 23
Stephen K. Sanderson, Sosiologi Makro, Ter Farid Wajidi dan S. Menno (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 1993), h.494
48
adalah kunci kemajuan suatu negara. Jika masa kanak-kanak mereka diisi dengan
hal-hal negatif maka jalan menuju kesuksesan bangsa akan semakin jauh. Jika
mereka diisi dengan hal positif (pendidikan) maka tak menutup kemungkinan
jalan menuju kesuksesan akan semakin dekat. Karena hampir semua aspek
dipengaruhi oleh pendidikan. 24
Berikut ini adalah sebagian aspek yang dipengaruhi pendidikan:
Pertama, pendidikan mempengaruhi dunia kerja sehingga manusia dituntut
untuk memiliki keterampilan dimasing-masing bidang yang diminati. Umumnya,
hampir seluruh perusahaan melakukan wawancara sebelum menerima seorang
karyawan. Didalam proses wawancara inilah hampir semua ada pertanyaan yang
berhubungan dengan latar belakang pendidikan.
Kedua, pendidikan sangatlah penting dalam hal komukasi agar mudah
untuk beradaptasi dan berinteraksi dengan orang lain. Sebagai seorang manusia
yang baik sangatlah penting untuk memiliki kemampuan komunikasi yang baik
dengan manusia yang lainnya. Pada umumnya, seorang manusia sudah diajarkan
oleh orangtua untuk mengenal pendidikan apalagi untuk berbicara kepada
manusia lain agak tidak menyinggungnya. Maka dari itu, seorang manusia yang
pendidikan sudah mengetahui bagaimana cara untuk berinterakasi yang baik
dengan orang lain.
Ketiga, pendidikan membantu kita untuk menghasilkan uang. Yang
dimaksud dengan menghasilkan uang adalah manusia yang mempunyai
pendidikan sangat berguna bagi orang lain karena adanya keterampilan. Seseorang
24
Nurani Soyomukti, Pengantar Sosiologi: Dasar Analisis, Teori, Pendekatan Menuju
Analisis Sosial, Perubahan Sosial, dan Kejian-kajian Strategis (Jogjakarta: Arruz Media, 2010), h.
461
49
yang meimiliki pendidikan tidak harus berkerja keras dengan menggunakan otot
tetapi menggunakan otak, sangatlah berbeda dengan seseorang yang tidak
berpendidikan, mereka berkerja keras dengan menggunakan otot.25
Jadi kesimpulannya adalah sebagai masyarakat yang berpendidikan tinggi
tentunya Masyarakat Desa Setia Asih memiliki keterampilan berbeda dengan
masyarakat yang tingkat pendidikan rendah.
D. Bidang Keagamaan
Dalam buku ekspose/dokumen desa setia asih tahun 2017 data sarana
Ibadah masyarakat sebagai berikut:
Tabel 5
Jumlah Sarana Ibadah Desa Setia Asih 2017
No Sarana Ibadah Jumlah Keterangan
1
2
3
4
5
6
Masjid
Mushalla
Majlis Ta’lim
Gereja
Wihara
Pura
11
21
98
0
0
0
Unit
Unit
Unit
Unit
Unit
Unit
Jumlah 130 Unit
25
Setyabudi, Peran pendidikan Dalam Kehidupan Masyarakat (Jakarta; Rineka Cipta,
2013), h. 20
50
Dari keterangan tabel di atas Sarana Ibadah untuk Masyarakat Desa Setia
yaitu Masjid 11 unit, Mushalla 21 unit, Majlis Ta’lim 98 unit Gereja 0, Wihara 0
Unit, Pura 0 unit.26
Tabel 6
Jumlah Jiwa Berdasarkan Agama yang Dianut Tahun 2017
No Kategori Banyak (jiwa) Prosentase
1
2
3
4
5
6
Islam
Katolik
Protestan
Budha
Hindu
Kongucu
32.121
203
1.767
116
0
0
94,04%
00,63%
05,00%
00,40%
00,00%
00,00%
Jumlah 34.207 100%
Tabel di atas menayakan jumlah penganut agama terbesar pada masyarakat
adalah Agama Islam 32.121 (94,04%), dan Katolik 203 (00,63%), Protestan
(05,00%), Budha 116 (00,40%). Adapun Hindu 0 (00,00%), dan Kongucu 0
(00,00%).27
Sebagai masyarakat yang berdekatan dengan Ibu Kota Negara Masyarakat
Desa Setia Asih meliki kebudayaan atau tradisi keagamaan yang mulai berkurang
walaupun banyak banyak bangunan-banugan tempat Ibadah tetapi tidak menjamin
26
Ekspose atau Dokumen Desa Setia Asih Tahun 2017, h. 16 27
Ekspose atau Dokumen Desa Setia Asih Tahun 2017, h. 16
51
kental dengan budaya keagamaan hal ini disebabkan dengan banyak perpindahan
penduduk dari Ibu Kota Negara atau desa-desa yang memiliki berbagai macam
budaya keagamaan. Khusunya masyarakat kota mempunyai gaya hidup
masyarakat yang cenderung bersifat individualis.28
Dalam kehidupan masyarakat
kota lebih berorientasi terhadap hal-hal yang bersifat materil dan rasional
sehingga hubungan menjadi impersonal dan sekunder bukan lagi relation
oriented, seperti yang terdapat dalam komunitas pedesaan yang mengandalkan
hubungan-hubungan yang emosional dan primer, dimana orang saling mengenal
secara pribadi dan dalam hampir semua aspek kehidupan. Dampak ini
menyebabkan berkurangnya nilai-nilai kebudayaan keagamaan dan gotong royong
dalam masyarakat, dengan kehidupannya masing-masing masyarakat mempunyai
jalannya sendiri untuk tetap hidup di daerahnya.29
Tetapi, dibalik yang
dikemukakan di atas terdapat pandangan yang melihat bahwa wilayah yang
berdekatan dengan Ibu Kota Negara mempunyai peranan yang sangat penting bagi
masyarakat untuk meningkatkan kemakmuran dalam hal ekonomi bagi
masyarakat pedesaan.30
28
Herlianto, Urbanisasi, Pembangunan, dan Kerusuhan Kota (Bandung: Alumni, 1997),
h. 18 29
S. Menno dan Mustamin Alwi, Antropologi Perkotaan (Jakarta: Raja Grafindo, 1994),
h. 44 30
S. Menno dan Mustamin Alwi, Antropologi Perkotaan, h. 45
52
BAB IV
PEMAHAMAN PENGAJAR MAJLIS TA’LIM DESA SETIA ASIH
TERHADAP AYAT AL’QUR’AN TENTANG GHÎBAH
A. Analisis Data.
Al-Qur‟an dan Hadis yang diturunkan Allah Swt untuk mengatur
kehidupan manusia ditujukan untuk menyelamatkan manusia baik di dunia
maupun akhirat kelak. Untuk itu, aturan yang tertuang didalam al-Qur‟an dan
hadis perlu diterapkan agar manusia dapat mengatur hidupnya. Dengan kata lain,
manusia yang beriman harus menjadikan al-Qur‟an dan hadis sekehendaknya
sendiri maka perlu ada dua peraturan tersebut untuk menjadikan sebagai pedoman
hidup agar selamat di dunia dan akhirat.1
Bab ini membahas pemahaman Pengajar Majlis Ta‟lim Desa Setia Asih
terhadap Ayat al-Qur‟an tentang ghîbah. Ada beberapa hal yang akan dijelaskan
didalamnya, yaitu tentang pemahaman mereka seputar dalil al-Qur‟an terkait
larangan melaukan perbuatan ghîbah, pengertian ghîbah, lingkup dan cakupan
perbuatan ghîbah, kemampuan memberi contoh perbuatan yang termasuk ghîbah,
pemahaman mereka tentang pengaruh ghîbah bagi pembentukan akhlak dan
hubungan social, pemahaman mereka tentang balasan/siksa bagi pelaku ghîbah,
serta kemampuan mereka dalam memahami larangan ghîbah dalam al-Qur‟an
dan mengaitkannya dengan hadits-hadit Nabi SAW.
1Nurdin Itr‟, Ulumul al-Hadis, (Bandung: PT Rosda Karya, 2012) h. 7
53
a. Pengetahuan Responden Terhadap Ayat al-Qur’an yang Melarang
Perbuatan Ghibah.
Dalam sub bab ini penulis mengajukan sebuah pertanyaan kepada
responden dengan bentuk pertanyaan pengetahuan responden tentang ayat-ayat
yang menyinggung perbuatan ghîbah dalam al-Qur‟an. Sejauh pengamatan
penulis, Ayat yang menjelaskan larangan ghîbah di dalam al-Qur‟an, yaitu Surat
al-Hujurȃt Ayat 12. Ayat tersebut dapat dituliskan di bawah ini:
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah banyak dari prasangka,
sesungguhnya sebagian dari prasangka itu dosa dan janganlah kamu
mencari-cari kesalahan orang lain, dan jangalah sebagian kamu
menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang diantara kamu
memakan daging saudaranya yang sudah mati. Maka tentulah kamu
merasa jijik kepadanya. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya
Allah maha menerima taubat lagi maha penyayang.“(Q.S. al-Hujurȃt: 12).
Pertanyaan yang diajukan terhadap responden dalam wawancara
penelitian yang penulis lakukan adalah dengan menanyakan apakah mereka
mengetahui dan mampu menyebutkan Ayat al-Qur‟an yang terkait dengan
perbuatan ghîbah? Dari 10 responden yang penulis wawancarai, semua responden
dengan spontan mampu menyebut QS Surat al-Hujurȃt Ayat 12 sebagai dalil
terkait larangan berghîbah jawaban-jawaban responden terkait pengetahuan
tentang Ayat ghîbah dapat dirincikan dalam sebuah tabel berikut ini:
54
b. Pemahaman Responden Tentang Definisi Ghibah
Dalam poin ini digambarkan bagaimana pemahaman responden terhadap
definisi atau makna dasar ghîbah melalui pertanyaan yang diajukan kepada
mereka,“Menurut pemahaman anda, apa yang dimaksud dengan ghîbah ?”
Sebagian besar responden memahami makna ghîbah dari akar kata bahasa
Arab gh-y-b yang mengandung arti tidak hadir atau ghaib. Menurut pemahaman
RH kata ghîbah berasal dari bahasa arab ,غيثةغيةيغاب ,, yang artinya omongan
tanpa kehadiran orang ketiga (yang diperbincangkan), tidak hadir, atau ghaib.
Jadi, menurutnya ghîbah adalah membicarakan keburukan seseorang sedangkan
orang yang dibicarakan tersebut tidak hadir dihadapannya. Itulah yang disebut
sebagai ghîbah, menurutnya. Jika pembicaraan itu [berisi seputar faktayang] benar
[terjadinya], maka hal itu disebut ghîbah tetapi jika pembicaraan tersebut tentang
sesuatu yang salah [atau mengada-ada], maka hal tersebut dikategorikan sebagai
No. Nama Responden Menyebut QS
al-Hujurȃt: 12
Secara
Lengkap
1. RH Ya Ya
2. AL Ya Tidak
3. RA Ya Ya
4. MF Ya Ya
5 AB Ya Ya
6 NK Ya Ya
7 SF Ya Ya
8 AR Ya Ya
9 DS Ya Ya
10 WR Ya Ya
55
buhtan.3 Meski tentang fakta yang sebenarnya terjadi, menurutnya dalam agama
pembicaraan tentang hal yang buruk terbagi menjadi menjadi dua [kategori],yaitu
ghîbah dan buhtan.4
Adapun menurut pemahaman AL ghîbah ditekankan sebagai suatu
perbuatan dalam bentuk menceritakan aib orang lain, sementara orang yang
diceritakannya tadi tidak menyukai orang lain mengetahui mengenai aib buruk
yang menimpanya tersebut. Ia memberi contoh seperti misalnya seseorang
menceritakan kepada orang lain bahwa si A adalah seorang yang sangat kikir dan
kenyataannya memang dia adalah seorang yang orang sangat kikir dan juga orang
tersebut tidak menyukai jika dirinya diceritakan bahwa dia adalah orang yang
sangat kikir maka hal tersebut adalah ghîbah .5
Sementara itu, menurut pemahaman AB, ghîbah dipahami bukan saja
tentang kelakuan menceritakan kejelekan orang lain, tetapi juga menekankan
bahwa orang yang diceritakan tersebut tidak berada dalam forum atau didekatnya,
ditambahkan lagi bahwa hal buruk yang diceritakan memang ada pada diri
seseorang itu kemudian perkara yang diceritakan merupakan aib yang tidak
disukai atau ia benci apabila diketahui oleh orang lain. Dalam hal ini, ia juga
menegaskan bahwajika perkara yang diceritakan itu tidak didasarkan pada fakta
yang ada, maka hal tersebut dikategorikan bukan sebagai ghîbah, tetapi fitnah.6
Pemahaman yang mirip juga dilontarkan oleh RA juga terkait masalah ini.
Ia mengatakan bahwa ghîbah berasal dari lafadz غاب artinya ghaib. Jadi
3Buhtan adalah membicarakan kekurangan/keburukan orang lain yang tidak benar atau
mengada-ngada tetapi bukan kategori fitnah. Karna fitnah adalah suatu perbuatan menceritakan
keburukan orang lain dengan mengada-ngada dan disengaja dengan bertujuan untuk
menghancurkan kehidupan seseorang. 4Wawancara Pribadi dengan Rakib Hajibi, (26 Tahun) pada 17 Desember 2017.
5Wawancara Pribadi dengan Abdul Latif, (40 Tahun) pada 17 Desember 2017.
6Wawancara pribadi dengan Ahmad Budi, (50 Tahun) pada 18 Desember 2017.
56
perbuatan ghîbah adalah perbuatan menceritakan kejelekan orang lain tanpa
kehadiran orang yang bersangkutan dan juga orang yang dibicarakan tidak
menyukai apa yang dibicarakan tetapi perkara buruk tersebut memang benar ada
pada dirinya, bukan mengada-ngada maka itulah disebut ghîbah. Namun, RA
tidak terlalu merinci apa batasan kategori-kategori lain di luar ghîbah ini. Ia hanya
menyebut ghîbah sebagai tahapan prilaku seseorang yang akan mengantarkan
orang untuk melakukan perbuatan namimah dan fitnah.7
Pemahaman MF juga terkait tentang definisi ghîbah ia mengatakan bahwa
ghîbah berasal dari kata 8 , غيةيغوبغاب, yang artinya ghaib, dan merupakan
suatu akhlak yang madzmummah yang sangat dilarang oleh Allah Swt karena
ghîbah merupakan perbuatan menceritakan kejelekan orang lain tanpa kehadiran
orang yang dibicarakan, dan keburukan yang dibicarakan merupakan suatu
keburukan yang ia tidak sukai jika diketahui oleh orang lain. Dan menurutnya
juga jika perkara tersebut diceritakan benar maka hal tersebut dikaterigan ghîbah,
jika perkara tersebut tidak benar maka menjadi buhtan, bahkan fitnah.9
Pemahaman NK juga tentang definisi ghîbah adalah bahwa ghîbah
merupakan suatu perbuatan yang sangat buruk yang dimana dalam perbuatan
tersebut adanya unsur menceritakan keburukan orang lain dengan ketidakhadiran
orang yang dibicarakan, dan kejelekan tersebut merupakan hal ia tidak sukai jika
orang lain mengatahuinya. Jika yang dikatakannya itu sesuai fakta sebenarnya,
7Wawancara Pribadi dengan Rahmatullah, (59 Tahun) pada 19 Desember 2017.
8Mungkin responden salah dalam pengucapan lafadz dan lafadz yang sebenrnya yaitu غاب تغية, ,
.yang artinya ghoib (tidak hadir)غية9Wawancara Pribadi dengan Muhammad Fahmi, (28 Tahun) pada 19 Desember 2017.
57
maka hal tersebut dikategorikan ghîbah tetapi jika hal tersebut merupakan hal
yang tidak benar [dan mengada-ada], maka itu adalah fitnah.10
Adapun pemahaman SF mengenai tentang definisi ghîbah adalah ia
mengatakan bahwa ghibah yaitu menceritakan orang lain dibelakangnya, bukan
didepannya, baik itu menceritakan perkataan yang baik maupun perkataan yang
tidak baik, dengan pengecualian bahwa orang yang diceritakan tersebut memang
tidak menyukainya. Jika hal yang diceritakannya merupakan perkara yang benar
ada padanya, maka itu adalah ghîbah dan jika sebaliknya yaitu perkataannya tidak
didasarkan pada fakta yang benar maka itu merupakan fitnah, bukan ghîbah.11
Kemudian pemahaman AR mengenai difinisi ghîbah ini tidak jauh
berbeda dengan pendapat MF. Menurutnya ghîbah berasal dari kata , غوبي, غاب
غية12
yang artinya tiada hadir atau ghaib. Jadi ghîbah adalah ketidakhadirannya
seseorang yang diceritakan dalam situasi tesebut. Perkara yang diceritakan
merupakan aib yang tidak disukai obyek pembicara jika aib itu diketahui oleh
orang lain, baik itu dari Agama, kehidupannya, duninya, dirinya, hartanya,
anaknya istrinya, pakainnya dan yang lainnya. Jika itu benar maka namanya
ghîbah jika itu salah maka buhtan bahkan menjadi fitnah.13
Adapun pemahaman DS mengenai definisi ghîbah adalah berasal dari kata
14غية, تغوب, غاب yang artinya ghaib atau tiada hadir. Jadi ghîbah suatu
perbuatan yang sangat tercela karena didalamnya adanya unsur mendzalimi orang
10
Wawancara Pribadi dengan Neneng Khoirunnisa, (28 Tahun) Pada 22 Desember 2017. 11
Wawancara Pribadi dengan Siti Safuroh, (42 Tahun) Pada 23 Desember 2017. 12
Mungkin responden ( AR ) juga salah dalam pengucapan lafadz dan lafadz yang
sebenrnya yaitu .yang artinya ghoib (tidak hadir) غية, غيةي ,غاب 13
Wawancara Pribadi dengan Abdul Rahman, (52 Tahun) Pada 25 Desember 2017. 14
Responden ( DS ) juga juga salah dalam pengucapan lafadz dan lafadz yang sebenrnya
yaitu , غية غيةي ,غاب yang artinya ghoib (tidak hadir).
58
lain dengan mengatakan aibnya kepada orang lain dibelakangnya dan aib tersebut
tidak disukainya jika diketahui oleh orang lain. Jika itu benar maka ghîbah dan
jika itu salah maka disebut berburuk sangka bisa jadi buhtan, fitnah bahkan
namimah15
karna ghîbah bisa mengantarkan ke perbuatan tersebut.16
WR menerangkan tentang definisi ghîbah sebagai sesuatu yang terkait
dengan kata غاب artinya ghaib, atau tidak adanya orang ketiga.17
Hal yang
menjadi landasan utama WR dalam ghîbah dinyatakan sebagai sebuah
kedzaliman. Jadi, menurutnya ghîbah itu bisa dikatakan suatu perbuatan yang
buruk yang dimana perbuatan tersebut adanya unsur “mendzalimi” orang lain
dengan menceritakan kejelekan atau aib yang tidak disukai oleh orang yang di
ghîbah tersebut jika orang lain mengetahuinya tentang aib atau kejelekan itu. Jika
hal itu benar berarti itu ghîbah dan jika salah bisa jadi buhtan, fitnah, bahkan
namimah.18
Di sini, sebenarnya belum begitu jelas apa saja unsur kezaliman yang
melekat di dalam kata ghîbah ini, aspek yang tidak dibicarakan para responden
lain dalam mendefinisikan ghîbah. Begitupun ia tidak merinci kaitan ghîbah
secara jelas dengan tindakan lain seperti buhtan, fitnah dan namimah. Namun,
agaknya unsur kedzaliman yang dikaitkan dengan ghîbah ini hanyalah sekedar
bahwa perbuatan buruk menceritakan aib orang lain di luar kehadiran orang yang
15
Namimah adalah suatu prilaku mengadu domba atau menyebar finah antara seorang
dengan orang lain dengan tujuan agar saling bermusuhan/tidak suka. 16
Wawancara Pribadi dengan Darussalam, (52 Tahun) Pada 29 Desember 2017. 17
Saya kira ungkapan ini juga salah kaprah, karena orang ketiga selalu menjadi obyek
pembicaraan sementara ia memang tidak hadir di tempat itu. Ungkapan “Tidak ada orang ketiga”
menjadi ambigu di sini, tetapi saya bisa mengerti bahwa maksudnya adalah “tanpa kehadiran
orang yang dibicarakan itu”. Mungkin itu ungkapan yang paling tepat. 18
Wawancara Pribabadi dengan Wifa Khairani Ramadhan, (27 Tahun) Pada 4 Januari 2018.
59
diceritakan tersebut tentunya, menurut hemat penulis, merupakan tindakan yang
merugikan diri orang yang diceritakan. Agaknya ini yang dimaksud dzalim itu.
c. Pemahaman tentang Lingkup/Cakupan Perbuatan Ghîbah
Dalam poin ini membahas tentang pemahaman responden terntang
pengklasifikasikan suatu perbuatan dan pertanyaan yang diajukan adalah apa saja
kategori dari perbutan ghîbah menurut anda?
Menurut pemahaman RH ada hal pembicaraan yang dibolehkan dan ada
juga pembicaraan yang tidak dibolehkan bahkan diharamkan. Membicarakan
seseorang dalam bentuk kebaikan dengan tujuan untuk memotivasi seseorang
untuk mengikuti langkah seseorang yang dibicarakan merupakan perkara yang
dibolehkan, karena itu adalah tahaddus binni’mah19
, beda lagi dengan
membicarakan seseorang namun akhir-akhirnya dia menjelekan dan bahkan dia
mengagungkan dirinya sendiri saja, dan dengan membandingkan dirinya dengan
orang lain. Karna dalam agama sedikit apapun takabur itu tidak diperbolehkan
bahkan Rasulullah menegaskan
اليدخل اجلنة من كان يف قلبو مثقال ذرة من كب
artinya: “seseorang tidak akan masuk surga apabila didalam dirinya terdapat
rasa sombong.”
Di sini, ia menggarisbawahi bahwa membicarakan kejelekan orang lain itu
tidak boleh dilakukan, kecuali membicarakan dengan tujuan untuk
mengintrospeksi diri sendiri, seperti misalnya membicarakan fakta bahwa orang-
19
Tahaddus Binni’mah merupakan istilah sudah lazim untuk menggambarkan kebahagiaan
seseorang atas kenikmatan yang diraihnya. Atas anugrah itu ia perlu menceritakan atau menyebut-
nyebut dan memberitahukannya kepada orang lain sebagai implementasi rasa syukur yang
mendalam.
60
orang yahudi adalah orang-orang pengecut karena orang-orang yahudi tidak
berani membicarakan kejelekan orang lain didepannya, dan bahkan Nabi
Musapun pernah dijelek-jelekan oleh orang-orang yahudi tersebut.20
Berbeda dengan RH, pemahaman yang diberikan oleh AL ditegaskan
bahwa menurutnya ghîbah merupakan perbuatan yang buruk, sehingga otomatis
tidak ada perbuatan ghîbah yang dikateorikan baik, ataupun boleh, karena
bagaimanapun ghîbah adalah perbuatan yang tercela yaitu perbuatan yang
menceritakan aib orang lain. Kecuali seseorang mencirtakan orang lain yang
diceritakannya tersebut menyukainya. Oleh karena dia menyukai perkara tersebut,
maka itu bukanlah termasuk ghîbah.21
Sejalan dengan AL, menurut pemahaman AB juga ghîbah adalah
perbuatan yang tercela, sehingga tidak ada kategori perbuatan ghîbah yang
diperbolehkan, kecuali memceritakan perbuatan tersebut dengan tujuan yang baik
agar orang lain tidak mendapat musibah, atau kerugian seperti misalnya
menceritakan si A adalah suka mencuri, sehingga sesorang diharuskan untuk
berhati-hati, jika dia didapati bermain kerumahnya. Dan menurutnya, Rasulullah
Saw menganjurkan agar kita saling membantu dari terjadinya sebuah
kemadharatan, sehingga madharat tersebut tidak kembali terjadi terhadap diri
kita.22
Sementara itu, ada pula responden yang menjelaskan lingkup perbuatan
ghîbah dalam kaitan dengan perbuatan buruk lainnya. Menurut pemahaman yang
diungkapkan oleh RA dinyatakan bahwa ghîbah merupakan suatu perbuatan yang
berada satu tingkat di bawah namimah, sehingga menurutnya perbuatan tersebut
20
Wawancara Pribadi dengan Rakib Hajibi, (26 Tahun) pada 17 Desember 2017. 21
Wawancara Pribadi dengan Abdul Latif, (40 Tahun) pada 17 Desember 2017. 22
Wawancara pribadi dengan Ahmad Budi, (50 Tahun) pada 18 Desember 2017.
61
merupakan perbuatan yang sangat tercela tidak ada perbuatan ghîbah yang
diperbolehkan oleh Agama karna dalam Ayat al-Qur‟an sudah jelas ول يغتة
yang artinya “janganlah kamu menggunjing satu samalainnya تعضكم تعضا
sehingga tidak ada permusuhan diantara kamu.”23
Di antara para responden ada yang memberikan pemahaman yang lebih
yang lebih komprehensif dengan memberikan rujukan bagi pendapat dan
pemahaman yang diutarakannya, seperti MF. Ia mengatakan bahwa ia mengutip
pendapat Ibnu Ḥajar al-Ḥaitami, bahwa perilaku ghîbah dikategorikan ke dalam
tiga macam hukum, yaitu haram, wajib, dan mubah. Haram melakukan ghîbah
apabila seseorang yang jika menceritakan keburukan orang lain akan Nampak
unsur kedzaliman dalam pembicaraan tersebut. Hukumnya bisa wajib jika
melakukan perbuatan ghîbah bertujuan ingin menyelematkan orang lain dari
kerugian baik moral, agama, harta dan yang lainnya, misalnya tentang
kemungkinan adanya unsur penipuan, seperti diungkapkan dalam hadis Nabi Saw
berkata: “Tolong menolonglah dalam hal kebaikan”. Sedangkan ghîbah dianggap
sebagai mubah apabila seseorang ingin membela dirinya dari gunjingan atau
fitnah orang lain, misalkan jika seseorang telah digunjingkan orang, kemudian
orang tersebut menceritakan hal itu kepada orang lain agar tidak mempercayai
berita tersebut begitu saja tentang semua yang diomongkan orang lain
terhadapnya bahwa ia seorang zhalim, pembohong, atau pendusta. Menurutnya,
persoalan ini juga ditegaskan dalam kitab karya Imam Nawawi yang berjudul
Riyaḍus Ṣāliḥīn.24
23
Wawancara Pribadi dengan Rahmatullah, (59 Tahun) pada 19 Desember 2017. 24
Wawancara Pribadi dengan Muhammad Fahmi, (28 Tahun) pada 19 Desember 2017.
62
Berbeda dengan MF, NK pemahaman yang diberikan oleh responden lain
seperti NK lebih generative. Ia mengatakan bahwa perbuatan ghîbah adalah
perbuatan yang sangat dilarang oleh Agama, bahkan Ayat al-Qur‟an juga sangat
jelas menyatakan bahwa perbuatan ghîbah adalah perbuatan yang dilarang, oleh
karena itu perbuatan ghîbah tidak ada yang dikategorikan boleh ataupun halal.
Berarti semua perbuatan ghîbah adalah haram dalam agama.25
Selain sebagai hal buruk yang dilarang, seorang responden yang bernama
SF menambahkan bahwa ghîbah merupakan perbuatan yang buruk yang dapat
merugikan orang lain, sehingga Allah mengumpamakannya dengan memakan
bangkai saudaranya sendiri yang mati bukan yang masih hidup karena bangkai
yang sudah mati pasti tidak diketahui jika diceritakan keburukannya, berbeda
dengan yang masih hidup jika diceritakan pasti mengetahui. Dan menurutnya
hukum dari perbuatan ghîbah adalah haram. Namun begitu, ghîbah masih
diperbolehkan apabila jika ada seseorang yang memfitnah, sehingga orang yang
difitnah tersebut boleh menceritakan bahwa pihak yang melontarkan fitnah
adalah orang yang durhaka, dan ia telah menyebar fitnah terhadapnya. Dalam
menjelaskan pandangannya, ia mengutip dalil al-Qur‟an dijelaskan pada Surah an-
Nissa Ayat 148 yaitu :
Artinya: Allah tidak menyukai perkataan buruk yang diucapkan secara terus
terang dari siapa pun juga, artinya Dia pastilah akan memberinya
hukuman (kecuali dari orang yang dianiaya) sehingga apabila dia
mengucapkannya secara terus terang misalnya tentang keaniayaan yang
dideritanya sehingga ia mendoakan si pelakunya, maka tidaklah dia akan
menerima hukuman dari Allah. (Dan Allah Maha Mendengar) apa-apa
25
Wawancara Pribadi dengan Neneng Khoirunnisa, (28 Tahun) Pada 22 Desember 2017.
63
yang diucapkan (lagi Maha Mengetahui) apa-apa yang diperbuat. (Q.S
an-Nissa:148).26
Pemahaman para responden bahwa ghîbah dapat diklasifikasikan ke dalam
beberapa macam hukum juga ditegaskan oleh AR. Sama halnya sama halnya
dengan pemahaman MF, AR mengatakan bahwa seperti dijelaskan dalam kitab al-
Adzkâr karangan Imam an-Nawawi, ia mengatakan ghîbah terbagi menjadi tiga
kategori hukum yaitu haram, wajib, mubah. Ghîbah haram jika dalam
perbuatannya tersebut adanya unsur kedzaliman terhadap orang lain.
Dikategotikan wajib apabila melakukan perbuatan tersebut adanya unsur
menolong orang lain terhadap kerugian atau penipuan. Dan boleh jika didalamnya
terdapat adanya unsur berupa pembelaan terhadap dirinya yang dizhalimi oleh
orang lain atau meminta hujjah dalam masalah agama seperti menceritakan
kecacatan perawi hadis.27
Pemahaman AR diamini oleh DS, yang dalam menjelaskan hukum ghîbah
menjelaskan kategori ghîbah menurut kitab al-Adzkār karangan Imam an-
Nawawi. Ia menyebut bahwa ghîbah sebenarnya diharamkan oleh agama bagi
umat muslim, tetapi bisa dibolehkan jika didalamnya terdapat unsur membela
orang diri dari fitnah yang sudah dibuat oleh orang lain terhadap kita bahkan
ghîbah ini dapat dikategorikan wajib apabila adanya unsur menyelamatkan orang
lain dari musibah atau kerugian yang dihadapinya. Menurutnya,membantu
seseorang yang akan mendapat kerugian jika melakukannya adalah wajib
hukumnya walaupun perbuatan tersebut dilarang oleh Agama.28
26
Wawancara Pribadi dengan Siti Safuroh, (42 Tahun) Pada 23 Desember 2017. 27
Wawancara Pribadi dengan Abdul Rahman, (52 Tahun) Pada 25 Desember 2017. 28
Wawancara Pribadi dengan Darussalam, (52 Tahun) Pada 29 Desember 2017.
64
Ghîbah sebagai perangai yang buruk memang diamini oleh semua
responden, namun sebuah pendapat yang unik dituturkan pula oleh WR, ketika ia
mengatakan bahwa sebenernya ghîbah seluruhnya merupakan perbuatan yang
sangat tercela dan sangat buruk, bahkan ia menambahkan ada sebuah hadis yang
menjelaskan ghîbah adalah perbuatan yang dosanya lebih berat dari pada zina29
.
Namun di sini, WR tidak menyebut bunyi hadis itu. Jadi semua perbuatan ghîbah
adalah haram tetapi jika dalam hal menyelelamatkan orang lain dari kerugian atau
musibah yang sangat berbahaya, sehingga hal ini diperbolehkan karena adanya
unsur menyelematkan orang lain sehingga penting untuk memberitahukannya.
Dan hadis Nabi saw juga memerintahkan untuk membantu sesama makhluk. 30
Dari semua pemahaman responden yang telah tertuturkan ghîbah
merupakan perbuatan yang buruk akan tetapi perbuatan ghîbah tersebut tidak
selamanya menjadi buruk dengan alasan beberapa faktor, pertama: faktor ghîbah
menjadi mubah karena didalamnya adanya unsur membela diri kita dari finah atau
kedzaliman-kedzaliman orang lain, kedua: faktor ghîbah menjadi wajib jika
didalamnya adanya unsur menyelamatkan orang lain dari kemadharatan yang akan
sangat merugikan dirinya, ketiga: faktor ghîbah menjadi haram karena
didalamnya adanya unsur mendzalimi/merugikan orang lain tanpa adanya alasan
29Menurut keterangannya juga hadis tersebut memang kategori lemah bukan shahih. Dan
responden juga tidak dapat menyebutkannya. Berdasarkan keterangan yang didapat penulis bunyi
hadisnya adalah:
بة أشد من الز بة ، فإن الغي كم والغي ي رسول الل ، كيف الغي بة أشد من الزن : ن " . قيل قال رسول الل صلى الل عليو وسلم : " إيبة ال ي غفر لو حت ي غفر لو صاحبو الرجل ي زن ف ي توب ، ف ي توب " : ؟ قال عليو ، وإن صاحب الغي . " الل
Artinya: Rasululloh Saw bersabda: “Takutlah kamu semua terhadap ghîbah karena
sesungguhnya ghîbah itu lebih berat dosanya daripada berzina "Rasulullah ditanya :
"bagaimana bisa ghîbah lebih berat dosanya daripada zina?" Beliau menjawab:
"sesungguhnya seorang laki-laki kadang-kadang berzina kemudian bertaubat maka Allah
menerima taubatnya, sedangkan orang yang menggunjing tidak diampuni dosanya sampai
orang yang digunjing mau mengampuninya”. 30
Wawancara Pribabadi dengan Wifa Khairani Ramadhan, (27 Tahun) Pada 4 Januari 2018.
Menurut keterangan responden, bahwa ia lupa bunyi teks hadis tersebut sehingga penulis tidak
dapat mencantumkan hadis tersebut.
65
yang kuat untuk dilakukan. Ketiga faktor ini menurut beberapa respoden
dijelaskan dalam kitab al-Adzkâr.
d. Pemahaman Responden Tentang Larangan Berbuat Ghibah
Sub-bab ini membahas tentang bagaimana pemahaman responden dalam
mendeskripsikan dan merinci penjelasan tentang larangan terhadap perbuatan
ghîbah. Ada beragam pendapat dan pemikiran tentang hal ini yang menandai
keragaman pemahaman diantara para responden. Berikut adalah rincian
pemahaman mereka.
Menurut pemahaman RH, larangan berbuat ghîbah terjadi ketika
seseorang membicarakan kejelekan orang lain dan orang yang dibicarakan
tersebut tidak menyukainya, ditambah lagi orang yang dibicarakan tersebut tidak
berada dalam forum pembicaraan tersebut. Dalam kasus itu ghîbah menurutnya
tidak diperbolehkan, baik itu membicarakan aib keluarga, saudara, orang tua,
tetangga, ataupun sesama umat muslim. Alasannya adalah karena menurutnya,
jika seseorang diperintahkan untuk memakan daging bangkai saudaranya sendiri,
maka pasti dia tidak akan mau untuk memakannya. Jangankan bangkai saudara
kita sendiri, yang mungkin orangnya masih hidup juga, menurutnya kita tidak
akan mau memakan daging saudara kita, apalagi untuk memakan bangkainya.
Masih menurutnya, Rasulallah Saw hanya membolehkan memakai bangkai dua
jenis binatang bangkai belalang dan bangkai ikan, di samping dua macam darah
yang dibolehkan untuk dimakan, yaitu hati dan jantung. Masih menurut
penjelasannya Rasulullahpun ketika berada di suatu Majelis dan diketahui ada
orang yang beraib, maka Rasululullah menggunakan bahasa yang halus dan
66
menggunakan perkataan yang bersifat umum dengan tujuan untuk tidak menunjuk
ke salah seorang yang ada, seperti dicontohkan dengan perkataan ya qoum, bukan
ya fulan.31
Sementara itu, menurut pemahaman AL juga terkait masalah larangan
ghîbah, ia mengatakan bahwa perilaku ini akan menimbulkan permusuhan antara
orang yang berghîbah dengan orang yang di ghîbah, karena orang yang di ghîbah
tentu akan merasa tidak suka jika „aibnya dibicarakan oleh orang lain, apalagi
kemudian secara umum di ketahui orang-orang. Di sini, menurut AL orang yang
di ghîbah pastinya akan memunculkan perasaan benci terhadap orang yang
mengghibahinya. Wal hasil, ghîbah menurutnya tidak mampu memunculkan
adanya keserasian antara sesama makhluk sosial.32
Penjelasan tentang larangan berghîbah cukup jelas terbaca dari
pemahaman AB. Menurutnya ghîbah merupakan perbuatan yang sangat dilarang
oleh Agama Islam. karena perbuatan tersebut adalah perbuatan yang sangat
tercela. Ia memberikan contoh, ada seorang perempuan yang digunjingkan tentang
pertengkaran atau perceraiannya kepada orang lain, padahal perempuan tersebut
sejatinya tidak menginginkan jika masalah pribadinya itu diketahui oleh orang
lain. Masih menurutnya juga, contoh-contoh perbuatan ghîbah sudah dilakukan
dalam banyak acara infotainment di televisi.33
Larangan melakukan perbuatan ghîbah lantaran dianggap perbuatan buruk
juga diungkapkan lewat pemahaman RA. Ia memberi contoh bahwa ghîbah itu
perbuatan yang buruk, seperti seseorang menceritkan kejelekan orang lain tentang
ihwal pribadinya, misalnyaia menceritakan bahwa orang tersebut tukang judi,
31
Wawancara Pribadi dengan Rakib Hajibi, (26 Tahun) pada 17 Desember 2017. 32
Wawancara Pribadi dengan Abdul Latif, (40 Tahun) pada 17 Desember 2017. 33
Wawancara pribadi dengan Ahmad Budi, (50 Tahun) pada 18 Desember 2017.
67
tetapi dia tidak suka jika perbuatannya itu diketahui orang lain, hal tersebut
adalah perbuatan ghîbah. Ia menyebutkan pula bahwa ada banyak contoh-contoh
perbuatan ghîbah yang bisa kita lihat di televisi., Disitu ada banyak gosip-gosip
yang dikategorikan sebagai ghîbah.34
Apa yang diceritakan oleh MF cukup menarik mengenai penjelasan atas
larangan ghîbah. Menurutnya, perbuatan ghîbah dilarang karena didalamnya ada
unsur-unsur mendzalimi/merugikan orang lain, baik itu keluarga, tetangga,
saudara-saudara, apalagi orang tua. Menceritakan perbuatan buruk mereka tanpa
adanya alasan yang jelas, seperti misalnya menceritakan tentang pertengkaran
keluarga kepada orang lain, begitu juga acara-acara infotaiment yang
menbicarakan beragam kasus perceraian, kasus-kasus perselingkuhan, dan lain-
lain merupakan ghîbah. Hanya saja, menurut MF, akan berbeda halnya jika kita
menceritakan orang-orang Yahudi. Hal tersebut menurutnya dibolehkan karena
ayat-ayat al-Qur‟an35
juga mengatakan bahwa mereka adalah orang-orang yang
dzalim dan pengecut. Pandangan MF senada dengan pemahaman WR36
dan AR.37
WR juga berpendapat bahwa ghibah dilarang karena didalamnya adanya unsur
kedzaliman, seperti contohnya ketika menceritakan tentang kekikiran tetangga.
Hal yang diceritakan kepada orang lain tersebut sangat tidak disukai oleh tetangga
jika orang lain mengetahui kekikirannya tersebut, sehingga tetangga itu merasa
terdzalimi oleh perbuatan yang dilakukan atas dasar ghîbah tersebut. Jika memang
34
Wawancara Pribadi dengan Rahmatullah, (59 Tahun) pada 19 Desember 2017. 35
Berdasarkan keterangan dari responden ( MF ) ayat-ayat al-Qur‟an-Nya adalah al-Maidah
ayat 42 dan an-Nissa ayat 160. 36
Wawancara Pribabadi dengan Wifa Khairani Ramadhan, (27 Tahun) Pada 4 Januari 2018. 37
Wawancara Pribadi dengan Abdul Rahman, (52 Tahun) Pada 25 Desember 2017.
68
hal itu benar bahwa tetangga kita sangat kikir, maka disebut ghîbah, tetapi jika
tidak demikian halnya, maka hal tersebut dikategorikan sebagai buhtan.38
Sementara menurut AR mengatakan bahwa ghîbah dilarang karena
didalamnya ada unsur mendzalimi orang lain, seperti misalnya ketika seseorang
menceritakan dibelakangnya bahwa seseorang bertubuh pendek dan orang yang
diceritakan memanglah pendek, kemudian dia sangat marah ketika mendengar
ada orang yang menceritakan bahwa dia pendek. Hal tersebut merupakan
perbuatan sangat dibencinya, maka itu adalah ghîbah. Menurutnya, ada sangat
banyak contoh-contoh ghîbah di sekitar lingkungan kita, bila kita sering melihat
pada tayangan televisi dan postingan media sosial.39
Contoh perbuatan ghîbah yang banyak terjadi di dalam tayangan-tayangan
di televisi atau media sosial juga dinyatakan dalam pemahaman NK. Menurutnya,
dewasa ini banyak program-program televisi yang menceritakan tentang aib
rumah tangga orang lain, kasus-kasus perceraian dan banyak hal dan keburukan
lainnya yang dapat dikategorikan ghîbah. Misalnya ada berita tentang berita
kematian seseorang yang tak wajar, kemudian banyak yang membicarakan hal itu
karena pada waktu hidupnya dia kikir dan hal tersebut memanglah benar, maka
perbuatan seperti itulah yang merupakan perkara ghîbah.40
Dalam pemahamannya, SF juga menyebut perbuatan ghîbah sudah sangat
banyak terjadi pada kalangan masyarakat, baik itu merupakan pada unsur sirik
(dengki), kikir, atau sombong dan lain sebagainya. Misalnya menceritakan
kekikiran orang lain tanpa sepengetahuan orang yang bersangkutan, dan juga
menceritakan seseorang yang menyumbangkan dana yang besar sementara orang
38
Wawancara Pribadi dengan Muhammad Fahmi, (28 Tahun) pada 19 Desember 2017 39
Wawancara Pribadi dengan Abdul Rahman, (52 Tahun) Pada 25 Desember 2017. 40
Wawancara Pribadi dengan Neneng Khoirunnisa, (28 Tahun) Pada 22 Desember 2017.
69
yang bersangkutan tidak ingin diketahui apa yang telah dia lakukan itu, sehingga
bisa saja membuatnya marah, maka hal itu juga termasuk ghîbah.41
Senada dengan pemahaman responden lain, DS juga berpendapat bahwa
dalam melakukan perbuatan ghîbah pastinya sangat dilarang oleh Allah SWT,
bahkan Allah SWT menyerupakan perbuatan ghîbah seperti memakan daging
saudaranya sendiri. Menurutnya, salah satu contoh perbuatan ini adalah ketika
seorang menceritakan kekikiran orang lain kepada teman-temannya tanpa
sepengetahuan orang yang bersangkutan. Menurutnya, jika hal itu benar adanya
pada diri dia maka hal tersebut dikategorikan ghîbah, namun jika itu merupakan
hal yang salah, maka bisa dikatakan buhtan,atau bahkan fitnah.44
Dapat disimpukan dari pemahaman-pemahaman responden ghîbah sebagai
perbuatan yang sangat tercela contoh ghîbah sudah banyak terjadi dikalangan
masyarakat. Seperti menceritakan tentang aib rumah tangga orang lain, sifat kikir,
dan bentuk tubuh. Dapat disaksikan perbuatan ghîbah ini secara nyata dan terang-
terang yaitu di media sosial, televisi dan berita-berita bahkan ghîbah sendiri
dijadikan sebagai perangkai untuk mensuseskan bisnisnya tanpa menyadari
adanya pihak yang tidak menyukai atau dirugikan akibat informasi-informasi
yang disebarkan tersebut.
e. Pemahaman Responden Balasan Bagi Pelaku Ghibah
Dalam sub-bab ini masalah yang akan dibahas adalah bagaimana
pemahaman responden tentang balasan bagi seseorang yang melakukan ghîbah.
Secara umum responden menyatakan bahwa pelaku ghîbah akan mendapatkan
41
Wawancara Pribadi dengan Siti Safuroh, (42 Tahun) Pada 23 Desember 2017. 44
Wawancara Pribadi dengan Darussalam, (52 Tahun) Pada 29 Desember 2017.
70
siksa di akhirat. Ada banyak pandangan tentang bentuk-bentuk siksa apa saja
yang akan mereka dapatkan di akhirat nanti. Berikut adalah uraian yang diberikan
oleh para responden ketika ditanya apa saja hukuman yang akan diterima oleh
seseorang yang melakukan perbuatan ghîbah?
Menurut RH balasan bagi pelaku ghîbah adalah akan mendapatkan siksaan
di neraka, karena menurutnya perbuatan tersebut merupakan perbuatan yang
madzmumah, yaitu perbuatan tercela, dan ghibah dilarang oleh Allah Swt. Ia
menyebut sebuah hadits seraya mengatakan bahwa Rasulullah bersabda:
.من ست ر مسلما ست ره للا
“Barangsiapa menutupi aib seorang muslim, maka Allah akan menutupi aibnya.”
.”Berdasarkan pada hadits tersebut, RH memahami orang yang menutupi
aib saudaranya, maka Allah akan menutupi aibnya diakhirat nanti. Masih
menurutnya juga, Rasulullahpun pernah berpesan yang artinya adalah “Wahai
kaumku jika kalian melihat ada orang berzina, lalu kamu sendirian, maka lebih
baiknya kamu diam dari pada kamu umbar.” Dengan demikian, itu berarti bahwa
ditakutkan seseorang akan mendapatkan keburukan karena kesaksiannya kurang,
sementara saksi perbuatan zina haruslah 2 orang laki-laki.47
47
Pribadi dengan Rakib Hajibi, (26 Tahun) pada 17 Desember 2017. Kalimat ini adalah
kalimat penjelasan yang penulis dengar dari narasmber RH, meski penulis ragu bahwa dua saksi
untuk zina adalah seperti disyaratkan dalam ketentuan syara‟ yaitu empat orang saksi dari laki-laki
sesuai dengan keterangan ayat al-Qur‟an :
Artinya: Dan (terhadap) para wanita yang mengerjakan perbuatan keji, hendaklah ada empat
orang saksi diantara kamu (yang menyaksikannya). Kemudian apabila mereka telah
memberi persaksian, maka kurunglah mereka (wanita-wanita itu) dalam rumah sampai
mereka menemui ajalnya, atau sampai Allah memberi jalan lain kepadanya. (Q.S an-Nisâ
[4]:15)
71
Sementara itu menurut pemahaman AL, seseorang yang melakukan
perbuatan ghîbah akan mendapatkan balasan berupa akan dipotong lidahnya di
akhirat nanti, itu adalah bentuk balasan untuk seseorang yang suka melakukan
perbuatan ghîbah. Karena dia suka mendzalimi orang lain yang tidak bersalah
terhadapnya. Allah Swt, akan menyiksanya sesuai dengan perbuatannya.48
Adapun menurut pemahaman AB bagi seseorang yang suka melakukan
perbuatan ghibah dia akan mendapatkan balasan dan juga dia akan mendapatkan
siksaan yang pedih seperti dikisahkan dalam perjalanan Isra‟ Nabi Muhammad
Saw. Ketika itu Rasullah tiba-tiba dia melihat kaum yang kukunya panjang,
kemudian orang itu mencakar wajah dan dadanya. Nabi bertanya kepada Jibril,
dan Jibril menjawab bawa itu adalah orang-orang yang waktu di dunianya suka
melakukan perbuatan ghîbah.49
Beberapa pemahaman responden nampak senada dengan apa yang
dikatakan oleh AB terkait hukuman bagi pelaku ghîbah juga dijelaskan oleh RA,
bahwa balasan bagi seseorang yang melakukan perbuatan ghîbah akan
mendapatkan siksaan yang sangat pedih. Menurutnya, hal itu dapat dilihat pada
perjalanan Isra‟ Mi‟rajnya Nabi Muhammad Saw ketika dalam perjalan bersama
Jibril beliau melihat suatu kaum yang kukunya panjang-panjang kemudian
mecakari seluruh wajahnya dan dadanya. Kemudian Nabi bertanya kepada Jibril
siapakah kaum tersebut dan Jibril menjawab bahwa mereka adalah orang-orang
yang sewaktu hidup di dunia suka menggunjing.50
Pendapat yang obyektif dilontarkan oleh MF. Ia berpendapat bahwa
balasan orang yang suka melakukan ghîbah dalam al-Qur‟an disamakan dengan
48
Wawancara Pribadi dengan Abdul Latif, (40 Tahun) pada 17 Desember 2017. 49
Wawancara pribadi dengan Ahmad Budi, (50 Tahun) pada 18 Desember 2017. 50
Wawancara Pribadi dengan Rahmatullah, (59 Tahun) pada 19 Desember 2017.
72
memakan daging bangkai saudaranya sendiri. Ini bertujuan agar umat Muslim
tidak melakukan perbuatan tercela tersebut, karena saat dalam perjalanan Isra‟
Mi‟raj Nabi Muhammad Saw menceritakan bahwa pada dalam perjalanan
bersama Jibril beliau melihat kaum yang kukunya panjang kemudian dia
mencakar-cakar seluruh wajahnya dan dadanya. Nabi Bertanya kepada Jibril
siapakah kaum tersebut? Kemudian Jibril menjawab bahwa kaum tersebut adalah
seseorang yang di dunianya suka melakukan perbuatan ghîbah.51
Masih dengan penjelasan yang senada, pemahaman NK terkait masalah ini
juga disebutkan bagi orang yang suka melakukan perbuatan ghîbah maka orang
tersebut akan mendapatkan balasan diakhirat dengan siksaan yang sangat pedih.
Seperti salah satunya yaitu yang digambarkan pada perjalan Isra‟ Mi‟raj Nabi
Muhammad Saw. Dalam perjalannya Nabi melihat kaum yang kukunya panjang
dan mencakar-cakar seluruh wajahnya dan dadanya. Itulah salah-satu balasan bagi
perbuatan ghîbah.52
Tanpa merinci balasan buruk apa yang akan diterima pelaku ghîbah, SF
menuturkan bahwa ghîbah adalah perbuatan yang haram dan seseuatu yang
diharamkan oleh Agama akan mendapatkan siksaan yang pedih di akhirat nanti.
Sesuai janji Allah Swt. Semua perbuatan baik itu perbuatan yang baik atau buruk
akan mendapatkan balasannya di akhirat nanti.53
Pemahaman AR mengenai balasan bagi pelaku ghîbah juga masih senada
dengan AB. Ia mengatakan bahwa balasan yang akan didapatnya nanti seperti
yang dikisahkan pada malam Isra‟ Mi‟rajnya Nabi Muhammad Saw yang pada
waktu diperjalanan menuju langit beliau melihat kaum yang kukunya panjang dan
51
Wawancara Pribadi dengan Muhammad Fahmi, (28 Tahun) pada 19 Desember 2017. 52
Wawancara Pribadi dengan Neneng Khoirunnisa, (28 Tahun) Pada 22 Desember 2017. 53
Wawancara Pribadi dengan Siti Safuroh, (42 Tahun) Pada 23 Desember 2017.
73
mencakar-cakar seluruh wajahnya dan dadanya kemudian Nabi bertanya kepada
Malaikat Jibril siapakah mereka dan dijawab oleh Jibril dia adalah manusia yang
pada masa hidupnya suka menggunjing.54
Pemahaman yang meski senada dengan AB, namun lebih
representatifditunjukkan oleh DS yang merujuk kitab Dardir. Mnurutnya, kitab
tersebut menceritakan perjalanan Isra Mi‟raj Rasulullah saw bersama Malaikat
Jibril dan pada waktu diperjalanan beliau melihat suatu kaum yang kukunya
panjang dan mencakar-cakar wajahnya serta dadanya kemudian Nabi Saw.,
bertanya kepada Jibril dan Jibril Menjawab bahwa mereka adalah kaum yang
waktu hidupnya suka menggunjing saudaranya. Kemudian bagi dirinya perbuatan
tersebut akan membuatnya mejadikannya seorang yang mempunyai akhlak
madzmummah sebuah akhlak yang tercela.55
Terakhir, WR juga berpendapat mengenai hal ini sudah disebutkan dalam
perjalanan Nabi Muhammad pada malam Isra Mi‟raj. Waktu dalam perjalan nabi
Muhammad Saw melihat ada suatu kaum yang kukunya sangat panjang kemudian
mencakar-cakar wajahnya dan dadanya. Lalu Nabi Muhammad Saw bertanya
kepada Malaikat Jibril siapakah kaum tersebut? Kemudian Malaikat Jibril
menjawab bahwa kaum itu adalah orang-orang yang pada waktu hidupnya suka
menggunjingkan orang lain.56
Semua perbuatan tentu akan mendapat balasan atau ganjaran oleh Allah
Swt, baik itu perbuatan yang terpuji ataupun perbuatan yang buruk, tergantung
perbuatan yang dilakukannya. Ghîbah sebagai perbuatan yang buruk dan tercela
54
Wawancara Pribadi dengan Abdul Rahman, (52 Tahun) Pada 25 Desember 2017. 55
Wawancara Pribadi dengan Darussalam, (52 Tahun) Pada 29 Desember 2017. 56
Wawancara Pribabadi dengan Wifa Khairani Ramadhan, (27 Tahun) Pada 4 Januari
2018.
74
akan mendapatkan sebuah balasan yang sangat buruk. Menurut semua responden
perbuatan ghîbah akan mendapatkan balasan minimalnya akan disiksa diakhirat
nanti dan lebih komprehenship lagi adalah berupa yang sudah dikisahkan oleh
perjalanan Isra‟ Mi‟rajnya Nabi Muhammad Saw yaitu seseorang yang melakukan
ghîbah akan mempunyai kuku yang panjang kemudian mencakar-cakar wajahnya
dan dadanya. Keterangan ini tidak hanya menurut pembicaraan belaka tetapi
menurut responden keterangan ini dari sebuah kitab yang membahas secara
lengkap tentang perjalan Isra‟ Mi‟raj Nabi Muhammad Saw yaitu kitab Dardir.
f. Pemahaman Responden Dampak Perbuatan Ghîbah Bagi Diri Sendiri
dan Sosial
Poin ini menggali pemahaman responden terkait dampak yang akan
ditimbulkan dari perbuatan ghîbah dan pertanyaan yang diajukan adalah apakah
anda melihat kaitan atau hubungan antara kebiasaan melakukan ghîbah dengan
pembentukan akhlak pribadi dalam membentuk kualitas diri dan hubungan sosial
dengan sesama manusia?
Pemahaman RH ini tidak disebutkan tentang dampak terhadap pribadinya,
ia hanya menyebutkan dampak atau pengaruh terhadap sosialnya saja. Menurut
RH terkait tentang ini ia berpendapat apabila seseorang melakukan perbuatan
ghîbah pertama dia diagungkan oleh orang lain karena orang beranggapan dia
adalah seorang yang vokal tetapi keadaannya akan terbalik, tidak seperti demikian
justru dia akan dijauhi oleh masyarakat sekitar. Karena siapapun yang dekat
dengannya baik itu saudaranya sendiri, sahabatnya, tetangganya, keluarganya
bahkan orangtuanyapun dia akan jelek-jelekan sehingga orang terdekatnya
75
merasakan ketidaknyamanan dalam bergaul bersamanya. Menurutnya juga tanda-
tanda seseorang yang suka berghîbah adalah ketika sedang berbicara dia langsung
membicarakan kejelekan orang lain tanpa sebab yang pasti.57
Adapun menurut pemahaman AL, pengaruh negatif seseorang melakukan
perbuatan ghîbah pasti akan terjadi ketidakharmonisan antara makhluk sosial
karena akibat perbuatan tersebut dapat menimbulkan perasaan dendam bagi orang
yang di ghîbah terhadap diir orang yang menghibahinya.Sehingga orang yang
dighibahi selalu merasa tidak suka dengan pribadi orang yang mengghibahinya.
Dan juga menurutnya, akibat dari perbuatan ghîbah akan menjadikan seseorang
berpribadi akhlak madzmummah.58
Bahkan menurutnya orang yang berghîbah
akan menjadi sampah masyarakat karena dengan banyaknya dia berghîbah secara
otomatis dia akan dibenci oleh orang-orang yang tinggal di lingkungan
sekitarnya.59
Pemahaman yang senada dengan AL juga dilontarkan oleh AB,
mengatakan bahwa perbuatan ghîbah akan menjadikan seseorang berkepribadian
dengan akhlakmadzmummah, yaitu akhlak yang tercela. Islam mengajarkan
manusia untuk hidup sebagai makhluk sosial, yang harus rukun dengan sesama.
Jika seseorang melakukan perbuaan ghîbah, maka secara otomatis kerukunan
yang diidamkan tersebut akan hilang dan masyarakat sekitarnya bisa sajaakan
membenci pengghîbah tersebut karena dengan seringnya dia melakukan perbuatan
ghîbah. Masyarakat tentu tidak akan merasakan kenyamanan bergaul dengan
57
Wawancara Pribadi dengan Rakib Hajibi, (26 Tahun) pada 17 Desember 2017. 58
Akhlak Madzmumah adalah perangkai atau tingkah laku tercemin pada diri manusia
yang cenderung melekat dalam bentuk yang tidak menyenangkan orang lain. 59
Wawancara Pribadi dengan Abdul Latif, (40 Tahun) pada 17 Desember 2017.
76
pengghîbah, karena mereka akan merasa takut diri merek dibicarakan
kejelekannya dibelakangnya.60
Masih dalam pemahaman yang senada dengan AL, tetapi sedikit lebih
rinci, RA berbendapat bahwa seseorang yang melakukan perbuatan ghîbah akan
menjadikan orang tersebut mempunyai akhlak madzmummah yaitu akhlak yang
tercela, yang sangat dilarang oleh Agama Allah Swt. Dan perbuatan ghîbah juga
dikategorikan perbuatan pengecut seperti orang-orang Bani Israil sebagai contoh
yang beraninya hanya dari belakang saja, tidak berani didepan langsung.
Kemudian juga masyarakat sekitarnya akan membencinya karena orang-orang
yang berada didekatnya tidak menyukainya disebabkan perbuatannya yaitu ketika
bergaul dengan orang yang suka ghîbah pasti akan dibicarakan keburukannya juga
dibelakangnya. Tidak hanya itu saja, menurut RAdampak perbuatan ghîbah juga
akan menimbulkan perbuatan namimah.61
Pemahaman MF juga tidak jauh berbeda dengan AL ia berpendapat bahwa
dampak yang akan ditimbulkan oleh perbuatan tersebut adalah bagi pribadinya dia
mempunyai akhlak madzmummah yaitu akhlak yang tercela. Orang-orang yang
berada disekitarnya akan tidak menyukainya, bahkan cenderung membencinya.
Kemudian juga pengaruh negatif bagi kehidupan sosial yang ditimbulkan
perbuatan ghibah adalah tidak ada kerukunan dalam kehidupan bersosial. Jika dua
orang saling bertemu, maka keduanya pasti akan saling diam tidak ada sapaan
antara satu dengan yang lainnya, bahkan mereka akan saling membicarakan
60
Wawancara pribadi dengan Ahmad Budi, (50 Tahun) pada 18 Desember 2017. 61
Wawancara Pribadi dengan Rahmatullah, (59 Tahun) pada 19 Desember 2017.
77
keburukan orang lain dibelakangnya, disebabkanoleh tumbuhnya rasa benci di
antara mereka.62
Meski demikian tidak luput juga NK juga berbendapat apabila seseorang
suka melakukan perbuatan ghîbah maka sudah pasti orang tersebut akan
mendapatkan kebencian dari lingkungan sekitarnya, karena orang-orang yang
didekatnya merasa tidak senang dengan prilaku tersebut dan menyebabkan rasa
kekhawatiran ketika berada dekatnya akan dibicarakan kejelakannya juga.
Sehingga jika bertemu tidak ada keharmonisan dalam hubungan sosial dan ia juga
mempunya akhlak yang madzmummah atau akhlak tercela yang sangat dilarang
oleh Agama.63
Pemahaman SF juga terkait poin ini, ia mengatakan bahwa jika seorang
melakukan perbuatan ghîbah otomatis dia kan mendapatkan kebencian dari
lingkungan sekitarnya sehingga tidak ada keharmonisan dalam kehidupan
bersosial dan seorang tersebut akan mempunyai akhlak yang buruk yaitu suatu
akhlak yang madzmummah yaitu suatu akhlak yang tidak disukai oleh orang-
orang.64
Pemahaman AR juga tidak jauh berbeda dengan yang lainnya tentang
pengaruh yang akan ditimbulkan oleh pembuatan ghibah pemahamannya sama
halnya dengan SF ia mengatakan bahwa yang akan didapatkan oleh pelaku ghibah
berupa kebencian dari masyarakat yang di sekitarnya, karena orang-orang yang
bergaul dengannya merasa di dzalimi sehingga munculnya rasa benci bahkan
dengan rasa benci itu bisa mengakibatkan fitnah sesamanya. Dan pengaruh bagi
62
Wawancara Pribadi dengan Muhammad Fahmi, (28 Tahun) pada 19 Desember 2017. 63
Wawancara Pribadi dengan Neneng Khoirunnisa, (28 Tahun) Pada 22 Desember 2017. 64
Wawancara Pribadi dengan Siti Safuroh, (42 Tahun) Pada 23 Desember 2017.
78
pribadinya, ghîbah merupakan perbuatan yang tercela sehingga secara otomatis
dia mempunyai akhlak madzmummah.65
Adapun menurut pemahaman DS tentang keterkaitan perbuatan ghîbah
dengan kehidupan sosialnya adalah secara tidak langsung dia meyakini seluruh
masyarakat disekitarnya pasti membencinya dan menjauhinya bahkan dia
dianggap sebagai penyakit masyarakat akibat perbuatannya yang selalu menebar
sebuah kedzaliman sehingga akibat perbuatannya tersebut dia merasa diasingkan
dari kehidupan sosialnya. Adapun bagi pribadinya dia sudah termasuk berpribadi
akhlak yang madzmummah yaitu sebuah akhlak yang tercela.66
Terakhir, WR juga berpendapat bahwa jika seseorang melakukan
perbuatan ghîbah akan mendapatkan kebencian dan dijauhi oleh lingkungan
sekitarnya bahkan masyarakat sekitarnya akan mengasingkan orang-orang yang
suka berbuat ghîbah karena seorang yang didekatnya tidak merasa nyaman ketika
bergaul bersamanya, ditakutkan akan menjelek-jelekannya. Kemudian perbuatan
ghîbah akan membentuk dirinya mempunyi akhlak yang tercela atau akhlak
madzmummah.67
Dari pemaparan pemahaman para responden sudah jelas bahwa ghîbah
akan menjadikan seseorang mempunyai akhlak madzmummah atau akhlak tercela.
Dan juga penggibah membentuk dirinya sebagai sampah masyarakat. Orang-
orang disekitarnya tentu akan membenci pengghîbah sehingga hubungan sosial
baik itu sesama tentangga, saudara, dan keluarga tidak akan rukun, dan saling
membenci sesamanya. Tidak menutup kemungkan antara keduanya juga akan
65
Wawancara Pribadi dengan Abdul Rahman, (52 Tahun) Pada 25 Desember 2017. 66
Wawancara Pribadi dengan Darussalam, (52 Tahun) Pada 29 Desember 2017. 67
Wawancara Pribabadi dengan Wifa Khairani Ramadhan, (27 Tahun) Pada 4 Januari
2018.
79
terusmem bicarakan kejelekan satu samalain. Jadi, pengghîbah jelas akan
membuat kerusakan bagi dirinya ataupun orang lain.
g. Pengetahuan Reponden Tentang Hadis Larangan Berghîbah
Sub-bab ini akan membahas pemahaman responden terkait hadis-hadis
yang melarang melakukan perbuatan ghîbah dan pertanyaan yang diajukan adalah
Apakah anda mengetahui hadis yang terkait larangan berghîbah?
Menurut RH hadis yang terkait larangan berghîbah adalah:
.من ست ر مسلما ست ره للا
“Barangsiapa menutupi aib seorang muslim, maka Allah akan menutupi aibnya.”
Menurutnya juga ayat ini dengan hadis berkaitan satu sama lainya, dari
makna keduanya adalah bahwa kita bersosialisasi terhadap masyarakat haruslah
baik dan jangan sampai menjelek-jelekan satu samalain, seseorang harus menjaga
diri dan juga menjaga saudaranya al-Muslim lirattu muslim69
artinya “muslim dan
sesama muslim adalah cermin”. Jika saudara muslim kita jelek maka jelek pula
diri kita apalagi sampai menjelek-jelekannya didepan orang lain.70
Beberapa responden seperti AL,71
AB,72
, NK73
,dan AR74
melontarkan
hadits yang samaterkait larangan berghîbah. Hadisnya berbunyi sebagai berikut:
69
Agaknya responden salah menyebut redaksi adagium di atas, seharusnya al-Muslimu
Mir’atul Muslimi. 70
Wawancara Pribadi dengan Rakib Hajibi, (26 Tahun) pada 17 Desember 2017. 71
Wawancara Pribadi dengan Abdul Latif, (40 Tahun) pada 17 Desember 2017. 72
Wawancara pribadi dengan Ahmad Budi, (50 Tahun) pada 18 Desember 2017. 73
Wawancara Pribadi dengan Neneng Khoirunnisa, (28 Tahun) Pada 22 Desember 2017. 74
Wawancara Pribadi dengan Abdul Rahman, (52 Tahun) Pada 25 Desember 2017.
80
قال ذكرك اخاك ان رسول للا ملسو هيلع هللا ىلص قال : اتدرون ماالغيبة ؟ قالو : للا ورسولو اعلم قال :
مبايكره قيل افرايت ان كان ىف اخي مااقول انكان فيو ماتقول فقد اغتبتو وان مل يكن فيو
وفقد هبت
Artinya: Rasulallah Saw telah bersabda: “Tahukah kalian apakah ghîbah itu?” para
shahabat menjawab Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu! ”Lalu beliau
melanjutkan: “yaitu kamu menceritakan saudaramu tentang hal yang tidak
disukainya”. Sesorang bertanya: “Bagamana pendapat tuan jika memang
itu benar ada pada diri saudaramu, maka kamu telah melakukan ghîbah
terhadapnya. Dan apabila yang kamu ceritakan itu tidak ada pada diri
saudaramu, berarti kamu mengada-ngada tentangnya”.
Pemahaman yang sama dengan beberapa responden di atas juga
dilontarkan oleh MF. Namun, selain menyebutkan hadis di atas MF sedikit
merinci penjelasannya dengan menyebutkan hadis yang lain. Menurutnya, al-
Qur‟an melarang Umat Islam untuk melakukan perbuatan ghîbah dan hadis di atas
menjelaskan apa arti ghîbah itu. Jadi, menurutnya hadis di atas dengan Ayat al-
Qur‟an sangat berhubungan. Ia menjelaskan alasan lain mengapa al-Qur‟an
melarang perbuatan ghîbah, menurutnya karena hadis Nabi juga menjelaskan:
ب لن فسوعن النب صلى للا عليو و سلم قال: ب ل خيو ماي ال ي ؤ من أحدكم حت ي
Artinya: Nabi Saw bersabda, “ Tidaklah termasuk beriman seseorang di antara
kamu sehingga mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya
sendiri.”77
Adapun pendapat RA berbeda dengan pendapat sebelumnya, menurutnya
hadis yang terkait tentang ghîbah adalah lantaran Rasulullah menyebut sesama
muslim bersaudara, yaitu:
والخيذلو وال يسلمو لمو ظ قال رسول للا صلى للا عليو وسلم: المسلم أخو المسلم ال ي
77
Wawancara Pribadi dengan Muhammad Fahmi, (28 Tahun) pada 17 Desember 2017.
81
Artinya:"Rasulullah SAW bersabda: Seorang muslim itu adalah saudara muslim
yang lain. Oleh sebab itu, jangan menzdalimi dan meremehkannya dan
jangan pula menykitinya." (HR. Ahmad, Bukhori dan Muslim).
Jadi seorang Muslim adalah saudara dan jangan saling menyakiti satu
sama lainnya apalagi mengghîbahinya karna itu merupakan perbuatan yang sangat
tidak dianjurkan. Dalam Surat al-Hujurât melarang kita melakukan perbuatan
ghîbah karna hadis-hadis tentang persaudaraan ini. Makanya antara Ayat al-
Qur‟an dan hadis ini sangat berhubungan.78
Adapun menurut pendapat SF mengenai hadis yang terkait larangan
ghîbah, menurutnya hadis yang terkait dengan ghîbah adalah:
يف شهركم ىذا، يف ب لدكم ن الل حرم عليكم دماءكم وأموالكم وأعراضكم كحرمة ي ومكم ىذا ، فإ
ىذ
Artinya: sesungguhnya Allah telah mengharamkan atas sesama kalian darah
kalian (untuk ditumpakan) dan harta kalian (untuk dirampais) dan
kehormatan (untuk dirusak). Sebagaimana haramnya hari ini, haramnya
bulan ini dan haramnya negeri ini” (HR. Bukhari).
Menurutnya juga hadis ini mengaharamkan kita melakukan seuatu
kedzaliman terhadap sesesama umat Muslim karena semua umat Muslim adalah
saudara satu-sama lainnya sehingga tidak boleh adanya percekcokan antara
keduanya.81
Pendapat yang masih umum dapat kita lihat dari pendapat DR, menurutnya
salah satu hadis kategori ghibah yaitu:
78
Wawancara Pribadi dengan Rahmatullah, (59 Tahun) pada 19 Desember 2017. 81
Wawancara Pribadi dengan Siti Safuroh , (42 Tahun) Pada 23 Desember 2017.
82
بة ، فإن كم والغي عليو وسلم : " إي بة أشد من الزن " . قيل : ي : قال رسول الل صلى الل الغي علي بة أشد من الزن ؟ قال : " الرجل ي زن ف ي توب ، ف ي توب الل و ، وإن رسول الل ، كيف الغي
بة ال ي غفر لو حت ي غفر لو صاحبو " .صاحب الغي رواه الطبان يف الوسط وفيو عباد بن كثري الثقفي وىو مرتوك
Artinya: Rasulullah Saw bersabda: “Takutlah kamu semua terhadap ghîbah
karena sesungguhnya ghîbah itu lebih berat dosanya dari pada berzina
"Rasulullah ditanya: "bagaimana bisa ghîbah lebih berat dosanya daripada
zina? "Beliau menjawab:" sesungguhnya seorang laki-laki kadang-kadang
berzina kemudian bertaubat maka Allah Set menerima taubatnya, sedangkan
orang yang menggunjing tidak diampuni dosanya sampai orang yang
digunjing mau mengampuninya.”83
Pendapat WR juga tidak berbeda dari pendapat AL, ia mengatakan hadis
yang melarang melakukan perbutan ghîbah adalah:
عليو وسلم : " بة أشد من الزن " . قيل قال رسول الل صلى الل بة ، فإن الغي كم والغي ي رسول : إي
بة أشد من الزن ؟ قال الرجل ي زن ف ي توب ، ف ي توب الل عليو ، وإن صاحب ": الل ، كيف الغي
بة ال ي غفر . " لو حت ي غفر لو صاحبو الغي
Artinya: Rasulullah saw bersabda: “Takutlah kamu semua terhadap ghîbah
karena sesungguhnya ghîbah itu lebih berat dosanya daripada berzina
"Rosululloh ditanya: "bagaimana bisa ghîbah lebih berat dosanya daripada
zina?"Beliau menjawab: "sesungguhnya seorang laki-laki kadang-kadang
berzina kemudian bertaubat maka Allah Swt menerima taubatnya,
sedangkan orang yang menggunjing tidak diampuni dosanya sampai orang
yang digunjing mau mengampuninya”84
Sudah terlihat dari pendapat-pendapat responden yang mengaitkan antara
Ayat al-Qur‟an tentang ghîbah dengan penjelasan berbagai hadis yang juga
melarang seseorang melakukan perbuatan ghîbah. Dari jawaban di atas nampak
83
Wawancara Pribadi dengan Darussalam, (52 Tahun) Pada 29 Desember 2017. 84
Wawancara Pribabadi dengan Wifa Khairani Ramadhan, (27 Tahun) Pada 4 Januari
2018.
83
bahwa responden lebih banyak memakai hadis tentang definisi ghîbah. Hanya
beberapa yang berbeda yaitu dengan memakai hadis persaudaraan, peringatan atau
perintah. Dalam hal ini hanya ada satu pemikiran yang lebih mendekati yaitu
pendapat DS yang mengaitkan hadis tentang ghîbah dengan hadis menjelaskan
dosa yang lebih berat dari zina.
84
BAB V
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian ini bahwasanya penulis menyimpulkan ghîbah dalam
banyak hal merupakan perbuatan yang sangat buruk dan keji. Dan agama
Islampun melarang keras untuk melakukan perbuatan ghîbah karena dampak yang
ditimbulkan oleh perbuatan tersebut bukan hanya pada diri sendiri tetapi juga
merugikan orang lain.
Berdasarkan temuan data pada Surat al-Hujurât [49]: 12 yang penulis
ujikan kepada reponden, mayoritas responden mengetahui Surat al-Hujurât [49]:
12 dan dapat menyebutkannya dengan baik, yang mengartikan berarti Ayat al-
Qur’an tersebut sudah tidak asing lagi bagi mereka.
Sejalan dengan responden mengetahui dan membaca dengan baik beserta
artinya berarti responden sudah memahami bahwa ghîbah adalah perbuatan yang
buruk dan bahkan sangat buruk. Dan ghîbah sebagai perbuatan yang
diumpamakan seperti memakan daging bangkai saudaranya sendiri.
Mengenai pandangan responden tetang perbuatan ghîbah adalah perbuatan
menceritakan seseorang di belakangnya baik itu perbuatan buruk ataupun
perbuatan baik, yang jelas perkara tersebut tidak disukai oleh obyek yang
dibicarakan jika orang lain mengetahuinya.
Pemahaman tentang responden lingkup ghîbah adalah mayoritas
mengatakan bahwa ghîbah terbagi 3 macam yaitu: haram, boleh, bahkan wajib.
Keterangan ini mereka sebutkan dalam kitab al-Adzkar karangan Imam an-
85
Nawawi. Salah satu contoh wajib ketika ada saudara kita hendak tertipu oleh
seseorang dalam usaha bisnis bahkan sampai merugikan sekali maka wajib bagi
kita memberitahu kepada saudara kita untuk membatalkan rencananya karena
orang yang diajak bisnis olehnya adalah orang dzalim, pembohong. Karena jika
kita tidak memberitahu terlebih dahulu maka dampak yang akan didapatkan
olehnya kemadharatan yang sangat merugikan dirinya sehingga bagi kita berdosa
jika kita mengetahui dan hanya berdiam saja. Kemudian responden juga
memahami bahwa jika seseorang melakukan perbuatan ghîbah sudah pasti akan
mendapatkan suatu balasan dari Allah Swt berupa siksaan yang pedih yang sudah
digambarkan pada malam Isra Mi’rajnya Nabi Muhammad Saw yaitu ia akan
mempunyai kuku yang panjang dan mencakar-cakar wajahnya dan dadanya.
B. Saran
1. Perlunya kepada tokoh agama yakni kyai, ustad, ustadzah hendaklah
menekankan pengajiannya yang berada di Majlis Ta’lim, Masjid, dan
Pondok Pesantren tentang prilaku ghîbah. Agak masyarakat sadar akan
hal buruknya perbuatan ghîbah.
2. Bagi para pembaca, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh
dari kesempurnaan, maka dari itu saran dan kritik yang membangun
sangat penulis nantikan demi perbaikan dilain waktu agar penelitian ini
bisa menjadi lebih bermanfaat.
86
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, M. Yatimin, Study Akhlak Dalam Perspektif al-Qur’an, Jakarta:
Amzah, 2007
Adi, Isbandi Rukminto, Kesejahtraan Sosial, Pembangunan Sosial, dan Kajian
pemabngunan. Jakarta: Raja Grafindo Jakarta, 2013
Agama RI, Departemen. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Qs. Al-Imran ayat 103.
Jakarta: CV Darus Sunnah , 2002
Ahmad Syakir, Syiekh. Mukhtashar Tafsîr Ibnu Katsir, Ter Agus Ma’mun,
Suharhan dan Suratman,Vol 6. Jakarta: Darus Sunnah Pres, 2012
al-Qazwini, Abu al-Husain Ahmad bin Faris bin Zakaria. Mu’jam Maqâyis al-
Lughah. Vol 4 Bairut Lebanon: Dar al-Fikr, 2008
Alpiyanto. Rahasia Mudah Mendidik Dengan Hati. Jakrta: PT Tujuh Samudra
Alfah, 2013
al-Asyhar, Thobib. SUFI FUNGKY Menjadi Remaja yang Gaul dan Shalih.
Jakarta: Anggota IKAPI
Arikunto, Suharsini. Prosedur Penelitian. Jakarta, Reneka Cipta Jakarta, 1997
Bali, Wahid Abdul Salam. 40 Dosa Lisan Perusak Iman. Solo: al-Qowun, 2005
Ekspose/Dokumen Desa Setia Asih Tahun 2017.
87
Fikri, Sa’id Hilmi Tazkiyatul. Bencana Lisan. Jakarta: Penerbit Islam Tadabur,
2002
Ghazali, Imam. Bahaya Lisan, Ter Fuad Kauma. Jakarta Qishi Pres, 2005
Hadi, Sutrisno. Statistik II. Yogyakarta, Andi Offist 1987
al-‘Aways Syah, Syaikh Hasan. Ghibah dan Pengaruhnya Dalam Kehidupan.
Jakarta: Pustaka at-Tauhid, 2003
Herlianto. Urbanisasi, Pembangunan, dan Kerusuhan Kota. Bandung: Alumni,
1997
al-‘Awaisyah, Husein dan dkk, Gosip Fitnah dan Taubat an-Nasuha. Jakarta:
Cendikia Sentra Muslim, 2002
Ikapi, Anggota. Pertumbuhan Penduduk dan Kesejahtraan. Jakarata: Lipi Press,
2011
Itr’, Nurdin. Ulumul al-Hadis. Bandung: PT RosdaKarya, 2012
Jaarullah, Abdullah. Awas Bahaya Lidah Jakarta: Gema Insani, 1993
Khan, Shakil Ahmad & Ahmad, Wasil. Ghibah: Sumber Segala Keburukan.
Jakrta: PT MIZAN, 2004
Khomeini, Imam. 40 Hadis Telaah atas Hadis-hadis Mistis dan Akhlak, Jakrta:
PT Mizan Pustaka, 2009
LPM/Dokumen Kantor Desa Setia Asih Tahun 2017.
88
Midgley, James. Pembangunan Sosial Perspektif pembangunan dalam
Kesejahtraan Sosia, Ter Dorita Setiawan dan Sirojuddin Abbas. Jakrata:
Direktorat Perguruan Tinggi Agama Islam, 2005
Menno, S. dan Alwi, Mustamin. Antropologi Perkotaan. Jakarta: Raja Grafindo,
1994
Mubin, Nurul. Misteri Lidah Manusia Kehidupan Beragama Islam. Jogjakrta:
Jogjakarta Stabil, 2012
Ath-Thabari, Abu Ja’far Muhammad bin Jarir. Tafsîr ath-Thabâri. Vol 14.
Libanon: Bairut, 1984
al-Albani, Muhammad Nasiruddin. Saẖih Sunan at-Tirmîdzi, Ter Fachrurazi. Vol
17. Jakarta:PustakaAzam, 2006
an-Nawawi, Imam, Syaraẖ Ṣhaẖih Muslim Ter Fathoni Muhammad dan Fatuhal
Arifin, vol 11. Jakarta: Darus Sunnah Press, 2014
an-Nawawi, Syiekh. Hadis Arba’în Nawâwiah. Jakarta: Darul Haq, 20013
Nazir, Moh. Metodologi Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia, 2013
Nugroho, Iwan dan Dahuri, Rokhmin, Pembangunan Wilayah: Perspektif
Ekonomi Sosial dan lingkungan. Jakarta: LP3ES, 2004
Poerwadaminta, W.J.S. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka,
2003
al-Qorni, Uwes. 60 Bahaya Lisan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004
89
Al-Qurthubi, Imam. Tafsîr al-Qurthubî, Vol 8. Jakarta: Pustaka Azzam, 2008
R, Gumilar dan Dkk, Sosiologi Perkotaan. Jakarta: Universitas Terbuka, 2004
Riduwan, Belajar Mudah Penelitian. Bandung : Alfabeta, 2013
Roheni, Keni. Ghibah dalam Perspektif Hadis (Perpustakaan Utama UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2005
Rofa’ah. Akhlak Keagamaan Kelas. Yogyakarta: Deepubhliser ,2013
Sa’id, Mustafa dan Dkk, Nuzhatul al-Muttaqîn. Syaraẖ Riyâdhush Ṣhaliẖîn. V 1,
C 2, Madinah al-Munawaroh: Muasasah ar-Risalah, 1991
Saudi, Hasan & Irabi, Hasan. Ahmad, Jerat-jerat Lisan. Solo: Pustaka Arafah,
2004
Sedarmayanti & Hidayat, Syarifudin. Metodologi Penelitian. Bandung: Cv
Mandar Maju, 2011
Setyabudi. Peran Pendidikan Dalam Kehidupan Masyarakat. Jakarta: Rineka
Cipta, 2013
Shihab, M. Quraish. Mukjijat Al-Qur’an: Ditinjau Dari Aspek Kebahsaan Isyarat
Ilmiah Dan Pemberitaan Gaib. Bandung: PT Mizan Pustaka, 2013
, M. Quraish. Tafsîr al-Misbâẖ: Pesan, Kesandan Keserasian al-Qur’an.
JAKARTA: Lentera Hati, 2002
, M. Quraish, Menabur Pesan Ilahi: Al- Qur’an dan Dinamika Kehidupan
Masyarakat. Jakarta: Lentera Hati, 2006
90
Soyomukti, Nurani Pengantar Sosiologi: Dasar Analisis, Teori, Pendekatan
Menuju Analisis Sosial, Perubahan Sosial, dan Kejian-kajian Strategis.
Jogjakarta: Arruz Media, 2010
Soetomo, Masalah Sosial dan Pembangunan. Jakarta, Dunia Pustaka Jaya,1995
Stephen K. Sanderson, Sosiologi Makro, Ter Farid Wajidi dan S. Menno. Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 1993
Sugiyono, Metode Penelitian Kuntitatif dan Kualitatif. Bandung: ALVABETA,
2004
Al-Sajsatani, Al-Iman al-Hafidz Abi Daud Sulaiman bin al-As’as. Sunan Abî
Daud, Vol 5. Bairut: Dar al-Fikr,1974
Waluya, Bagja Sosiologi: Fenomena di Masyarakat. Jakarta: PT Setia Purna
Inves, 2006
Wawancara Pribadi dengan Rakib Hajibi, (26 Tahun) pada 17 Desember 2017.
Wawancara Pribadi dengan Abdul Latif, (40 Tahun) pada 17 Desember 2017.
Wawancara pribadi dengan Ahmad Budi, (50 Tahun) pada 18 Desember 2017.
Wawancara Pribadi dengan Rahmatullah, (59 Tahun) pada 19 Desember 2017.
Wawancara Pribadi dengan Muhammad Fahmi, (28 Tahun) pada 19 Desember
2017.
Wawancara Pribadi dengan Neneng Khoirunnisa, (28 Tahun) Pada 22 Desember
91
Wawancara Pribadi dengan Siti Safuroh, (42 Tahun) Pada 23 Desember 2017.1
Wawancara Pribadi dengan Abdul Rahman, (52 Tahun) Pada 25 Desember 2017.
Wawancara Pribadi dengan Darussalam, (52 Tahun) Pada 29 Desember 2017.
Wawancara Pribabadi dengan Wifa Khairani Ramadhan, (27 Tahun) Pada 4
Januari 2018.
Wie, Three Kian. Pembangunan Ekonomi dan Pemerataan. Jakarta: LP3ES, 1981
Yusuf, Maulana muhammad Muntakhab Ahadits, Dalil-Dalil Enam Sifat Utaman.
Yogyakarta: Ash Shaff, 2007
LAMPIRAN
1. Data diri responden.
2. Lembar Wawancara
3. Surat perijinan penelitian
DATA DIRI
Nama : Rakib Hajibi Lc ( RH )
Jenis Kelamin : Laki-laik/Perempuan
Usia : 26
Pekerjaan : Mengajar
Alamat : Kp. Bogor, Desa Setia Asih
Pendidikan :
Formal : a. SD/MI b. SMP/MTS c. SMA/MA/SMK d. Sarjana e. Magister f. Doktor.
Non Formal : Sebutkan jenjang waktu pendidikannya..: Pondok Pesantren Dar al-
‘Ulum selama 4 Tahun
Mengajar di MT : Masjid Jami’ al-Hudayah
Selama : 2 Tahun
Materi yang diajarkan : al-Qur’an, Fiqih, ‘Ubudiyah, Tahfidz.
Pernah membaca kitab tafsir : Tafsir Ibn Katsir, Tafsir al-Qurtubi dan lain-lainnya.
DATA DIRI
Nama : Abdul Latif ( AL )
Jenis Kelamin : Laki-laik/Perempuan
Usia : 45 Tahun
Pekerjaan : Mengajar
Alamat : Kp. Tanah Tinggi, Desa Setia Asih.
Pendidikan :
Formal : a. SD/MI b. SMP/MTS c. SMA/MA/SMK d. Sarjana e. Magister f. Doktor.
Non Formal : Sebutkan jenjang waktu pendidikannya : Pesantren at-Taqwa Pusat
Selama 6 Tahun.
Mengajar di MT : Masjid Jami Nurul Huda
Selama : 20 Tahun
Materi yang diajarkan : ‘Ubudiyah, dan Hadis.
Pernah membaca kitab tafsir : Tafsir Jalalain.
DATA DIRI
Nama : A. Budi ( AB)
Jenis Kelamin : Laki-laik/Perempuan
Usia : 50 Tahun
Pekerjaan : Mengajar
Alamat : Villa Mutiara Gading.
Pendidikan :
Formal : a. SD/MI b. SMP/MTS c. SMA/MA/SMK d. Sarjana e. Magister f. Doktor.
Non Formal : Sebutkan jenjang waktu pendidikannya : Pesantren As-salam selama 6
Tahun.
Mengajar di MT : al-Muhajirin
Selama : 10 Tahun
Materi yang diajarkan : Fiqih, al-Qur’an.
Pernah membaca kitab tafsir : Tafsir Jalalain.
DATA DIRI
Nama : Rahmatullah (RA)
Jenis Kelamin : Laki-laik/Perempuan
Usia : 59
Pekerjaan : Mengajar
Alamat : Kp. Penggarutan. Desa Setia Asih
Pendidikan :
Formal : a. SD/MI b. SMP/MTS c. SMA/MA/SMK d. Sarjana e. Magister f. Doktor.
Non Formal : Sebutkan jenjang waktu pendidikannya : Salapiah selama 8 Tahun.
Mengajar di MT : Darussa’adah
Selama : 35 Tahun
Materi yang diajarkan : Fiqih, Tafisr Munir, Tafsir Jalalain.
Pernah membaca kitab tafsir : Tafisr Munir, Tafsir Jalalain.
DATA DIRI
Nama : M. Fahmi (MF)
Jenis Kelamin : Laki-laik/Perempuan
Usia : 28 Tahun
Pekerjaan : Mengajar
Alamat : Perumahan Wahana Harapan blok B no 23
Pendidikan :
Formal : a. SD/MI b. SMP/MTS c. SMA/MA/SMK d. Sarjana e. Magister f. Doktor.
Non Formal : Sebutkan jenjang waktu pendidikannya : Pesantren al-Mubarokah
Pandeglang Banten
Mengajar di MT : Masjid Jami’ Babussalam.
Selama : 5 Tahun
Materi yang diajarkan : ‘Ubudiyah, al-Qur’an.
Pernah membaca kitab tafsir : Tafsir Jalalain.
DATA DIRI
Nama : Neneng Khaoirun Nissa (NK)
Jenis Kelamin : Laki-laik/Perempuan
Usia : 28 Tahun
Pekerjaan : Guru/mengajar
Alamat : Kp. Bogor. Desa Setia Asih
Pendidikan :
Formal : a. SD/MI b. SMP/MTS c. SMA/MA/SMK d. Sarjana e. Magister f. Doktor.
Non Formal : Sebutkan jenjang waktu pendidikannya : At-Taqwa Pusat Selama 3
Tahun.
Mengajar di MT : al-Hudayah
Selama : 5 tahun
Materi yang diajarkan (Bulughul Maram/Hadis
Pernah membaca kitab tafsir : Tafsir Jalalain.
DATA DIRI
Nama : Siti Safuroh (SF)
Jenis Kelamin : Laki-laik/Perempuan
Usia : 42 Tahun
Pekerjaan : Mengajar
Alamat : Kp. Penggarutan
Pendidikan :
Formal : a. SD/MI b. SMP/MTS c. SMA/MA/SMK d. Sarjana e. Magister f. Doktor.
Non Formal : Sebutkan jenjang waktu pendidikannya : al-Taqwa Pusat Selama 3
Tahun
Mengajar di MT : I’anatul Muta’alimah
Selama : 20 Tahun
Materi yang diajarkan : Fiqih, Akidah, Tauhid.
Pernah membaca kitab tafsir : Tafsir Ibn Katsir.
DATA DIRI
Nama : Abdurrahman M.Pd
Jenis Kelamin : Laki-laik/Perempuan
Usia : 52
Pekerjaan : Mengajar
Alamat : Villa Mutiara Gading.
Pendidikan :
Formal : a. SD/MI b. SMP/MTS c. SMA/MA/SMK d. Sarjana e. Magister f. Doktor.
Non Formal : Sebutkan jenjang waktu pendidikannya : Pesantren Darussalam selama
7 tahun
Mengajar di MT: al-Muttaqiin
Selama : 10 Tahun
Materi yang diajarkan : Tafsir, Fiqih, Akhlak, Tauhid, Sejarah dan lain-lainnya.
Pernah membaca kitab tafsir : Tafsir Munir, Tafsir Jalalain, Tafsir Ibn Abbas.
DATA DIRI
Nama : Darussalam (DS)
Jenis Kelamin : Laki-laik/Perempuan
Usia : 52 Tahun
Pekerjaan : Mengajar
Alamat : Perumahan Wahana Harapan
Pendidikan :
Formal : a. SD/MI b. SMP/MTS c. SMA/MA/SMK d. Sarjana e. Magister f. Doktor.
Non Formal : Sebutkan jenjang waktu pendidikannya : Pondok Pesantren al-
Mas’uriyah Sukabumi
Mengajar di MT : Masjid Jami’ Babussalam
Selama : 8 Tahun
Materi yang diajarkan : Fiqih, Akhlak, ‘Ubudiah.
Pernah membaca kitab tafsir : Tafsir Munir, Tafsir Jalalain, Tafsir Sayyid Qutub.
DATA DIRI
Nama : Wifa Khairani Ramadhan
Jenis Kelamin : Laki-laik/Perempuan
Usia : 26 Tahun.
Pekerjaan : Mengajar
Alamat : Kp. Tanah Tinggi, Ds Setia Asih
Pendidikan :
Formal : a. SD/MI b. SMP/MTS c. SMA/MA/SMK d. Sarjana e. Magister f. Doktor.
Non Formal : Sebutkan jenjang waktu pendidikannya : Pesantren al-Muhtar Bekasi
Ummul Quro 3 Tahun
Mengajar di MT : Mesjid Jami Nurul Huda.
Selama : 4 Tahun
Materi yang diajarkan : Fiqih, Ubudiyah, al-Qur’an.
Pernah membaca kitab tafsir : Tafsir jalalain, Tafsir Ibnu Katsir.
Pedoman Wawancara
1. Apakah anda mengetahui Ayat al-Qur’an tentang ghibah dalam al-
Qur’an, jika mengetahui tolong bisa sebutkan Ayat-Nya?
2. Menurut pemahaman anda, apakah yang dimaksud dengan ghibah?
3. Apa saja perbuatan yang termasuk kategori ghibah menurut anda?
4. Ada larangan berghibah, anda bisa jelaskan maksudnya?
5. Apa hukuman yang akan diterima pelaku ghibah di akhirat?
6. Apakah anda melihat kaitan atau hubungan antara kebiasaan berghibah
dengan pembentukan akhlak pribadi dalam membentuk kualitas diri dan
hubungan sosial dengan sesama manusia?
7. Apakah anda mengetahui hadis yang terkait larangan berghibah?