Post on 19-Feb-2021
Optimasi Kandungan Gizi Mocaf Merah (Modificated Cassava Flour) dengan Angkak
(Monascus purpureus) Ditinjau dari Lama Fermentasi
Optimation of Red Modificated Cassava Flour’s Nutrient Content with Angkak (Monascus
purpureus) Reviewed by Fermentation Time
Oleh :
Paramitha Dwi Payana Unggu
652011014
TUGAS AKHIR
Diajukan kepada Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Matematika
guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains
Program Studi Kimia
Fakultas Sains dan Matematika
Universitas Kristen Satya Wacana
Salatiga
2016
1
Optimasi Kandungan Gizi Mocaf Merah (Modificated Cassava Flour) dengan
Angkak (Monascuss purpureus) Ditinjau dari Lama Fermentasi
Optimation of Red Modificated Cassava Flour’s Nutrient Content with Angkak
(Monascus purpureus) Reviewed by Fermentation Time
Paramitha Dwi Payana Unggu*, Sri Hartini **, Margareta Novian Cahyanti**
*Mahasiswa Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika
**Dosen Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika
Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga
Jln. Diponegoro no 52-60 Salatiga 50711 Jawa Tengah – Indonesia
652011014@student.uksw.edu
Abstract
Red modified cassava flour is flour made from cassava which is modified
fermentation technique using angkak (Monascus purpureus). The purpose of this study
was to produce a red modified cassava flour’s nutrient content optimum levels reviewed
of fermentation time. Fermentation was carried out using a 12% inoculum angkak with
fermentation time 24 hours, 48 hours, 72 hours, 96 hours, 120 hours and 144 hours.
Test parameters was proximate analysis, antioxidant activity, cyanide acid (HCN)
analysis. Data were analyzed using Randomized Completely Block Design (RCBD) with
fermentation time as treatment and time analyses as a group. The result showed that red
mocaf with fermentation time 96 hours was the optimum result with moisture content
8%; ash content 1.49%; fat 4.90%; fiber 9.71%; 63.08% carbohydrate; 3.99% protein; has 56,17% of the ability to inhibit free radicals scavenging, as well; and HCN content
is negative.
Keywords: Cassava, Fermentation, Proximate, Antioxidants, HCN.
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara pengimpor tepung terigu terbesar di Asia Tenggara.
Peningkatan kebutuhan pangan berupa mi instan, roti, dan pangan lainnya yang
berbahan baku tepung terigu, menyebabkan kebutuhan tepung terigu setiap tahunnya
akan terus meningkat dan pada akhirnya meningkatkan impor tepung terigu. Data yang
dihimpun APITINDO (2014) (Asosiasi Pengusaha Tepung Terigu Indonesia)
menunjukkan bahwa kebutuhan tepung terigu tahun 2013 adalah 5,35 juta metric ton,
sedangkan kapasitas produksi gandum nasional sendiri belum dapat memenuhi
kebutuhan gandum untuk produksi tepung terigu dalam negeri. Tingginya impor
gandum tersebut karena nihilnya produksi dalam negeri. Untuk mengatasi
ketergantungan masyarakat terhadap konsumsi tepung terigu adalah dengan diversikasi
pangan berbasis sumber daya lokal.
mailto:652011014@student.uksw.edu
2
Indonesia mempunyai lahan singkong seluas 1,4 juta hektar yang tersebar di
seluruh wilayah Indonesia. Rata-rata produksi singkong sebesar 16 juta ton per tahun.
Singkong merupakan hasil pertanian yang mudah rusak atau waktu penyimpanan yang
relatif singkat karena kadar air singkong segar yang tinggi. Selain itu, singkong
mengandung HCN yang berpotensi racun. Hal inilah yang menyebabkan harganya
relatif rendah (Kurniati dkk., 2012). Pengolahan singkong menjadi tepung singkong
merupakan salah satu cara untuk memperpanjang masa simpannya dan meningkatkan
harga jualnya.
Kandungan gizi tepung singkong hampir sama dengan tepung terigu sehingga dapat
digunakan sebagai pengganti tepung terigu (Salim, 2007), pengolahan singkong
menjadi tepung menyebabkan kandungan gizi tepung singkong terutama protein
mengalami penurunan (Marniza dkk., 2011). Salah satu metode modifikasi singkong
untuk meningkatkan kadar protein serta mengubah sifat fisikokimia yang mudah
diterapkan dan diaplikasikan ke segala sektor industri kecil maupun besar adalah
dengan fermentasi. Proses fermentasi yang dilanjutkan dengan proses pengeringan
dapat membantu dalam penurunan atau penghapusan senyawa-senyawa beracun (Uyoh
et al., 2009).
Proses pembuatan modifikasi singkong yang umum dilakukan, diawali dengan
menjemur singkong yang telah dikupas dan dibersihkan hingga kering. Singkong yang
telah kering tersebut (gaplek) kemudian difermentasi. Dalam penelitian (Marniza dkk.,
2011), singkong yang diolah tanpa fermentasi (kontrol) terlihat kasar dibandingkan
tepung singkong melalui fermentasi yang terlihat halus. Dalam penelitian (Kurniati
dkk., 2012) pembuatan mocaf dengan proses fermentasi menggunakan Lactobacillus
plantarum, Saccharomyces cereviseae, dan Rhizopus oryzae dapat meningkatkan kadar
protein dan kadar lemak pada tepung. Kadar protein dan lemak yang terbaik diperoleh
pada waktu fermentasi selama 3 hari yaitu untuk Saccharomyces cereviseae dan
Rhizopus oryzae, sedangkan pada Lactobacillus plantarum kandungan nutrisi mocaf
terbaik didapat pada fermentasi 5 hari. Kadar HCN terendah diperoleh pada waktu
fermentasi 3 hari yaitu untuk Saccharomyces cereviseae dan Rhizopus oryzae,
sedangkan pada Lactobacillus plantarum kadar HCN terendah diperoleh pada
fermentasi selama 5 hari. Dengan demikian, tepung singkong yang difermentasi
mempunyai kelebihan dari pada tepung singkong biasa, yaitu kandungan protein yang
3
tinggi, HCN lebih rendah, aplikasi luas, dan diterapkan ke produk pangan lebih mudah.
Selain itu menurut (Ayuningtyas dkk., 2016) perlakuan penambahan angkak selama
proses fermentasi dapat meningkatkan kadar air tepung ferkusi. Meskipun selama
proses fermentasi kulit singkong terlihat lembek dan berair, namun angkak yang
ditambahkan tidak merubah tekstur dari produk fermentasi. Hal ini dibuktikan dengan
adanya kandungan serat kasar tepung ferkusi yang cukup tinggi.
Keberhasilan suatu fermentasi sangat tergantung pada kondisi optimum yang
diberikan oleh Monascus sp. Monascus sp. dapat berkembang pada temperatur 15-18 0C
(minimum) hingga 45 0C (maksimum) pada kondisi pH sekitar 2,5-8,0 dengan pH
optimum 4,0-7,0 (Yongsmith at al., 1993). Dalam penelitian (Lakahina dkk, 2015) pada
produksi Mocaf merah dengan penambahan angkak berpengaruh terhadap gizi tepung
singkong. Penambahan angkak 6%, 8%, 10%, dan 12% pada fermentasi tepung
singkong menghasilkan nilai gizi terbaik pada konsentrasi 12% dengan protein yang
meningkat dan kadar HCN negatif. Selain itu Monascus purpureus yang terkandung
dalam angkak mampu menghasilkan metabolit primer dan metabolit sekunder yang
berupa pigmen dan senyawa lovastatin (Pattanagul, 2007).
Berdasarkan uraian diatas maka tujuan dari penelitian ini adalah menghasilkan
kandungan gizi mocaf merah (Modificated Cassava Flour) yang opnimal dengan nilai
tambah aktivitas antioksidan dan kandungan HCN ditinjau dari lama fermentasi.
BAHAN DAN METODE
Bahan dan piranti
Sampel yang digunakan adalah singkong segar yang diperoleh dari Pasar Salatiga
dan untuk fermentasi digunakan angkak (Monascus purpureus). Bahan-bahan kimia
yang digunakan antara lain aquades; H2SO4; Na2SO4, H3BO3; indikator Metil Biru
(MB), indikator Metil Merah (MM); 1,1-diphenyl-2-pycrylhydrazil (DPPH); heksan;
HCl; etanol 96%; K2SO4; NaOH; Na2SO3; Luff Schrool; NH4OH; NaOH; KI 5%,
AgNO3; asam sitrat dan metanol.
Piranti yang digunakan adalah mousture analyzer (MB25 Corp., USA), muffle
furnace, waterbath, oven, desikator, buret, soxhlet, spektrofotometer UV-VIS Shimatzu
(1240 made in Japan), neraca analitis 4 digit (Ohaus Pioner Balance PA214 Corp.,
USA), neraca analitis 2 digit (Ohaus TAJ602, Ohaus Corp., USA) dan peralatan gelas.
4
Metode Penelitian
Fermentasi Mocaf Merah
Singkong yang masih segar, dibersihkan dari kulitnya. Singkong yang sudah
dibersihkan dipotong-potong menjadi beberapa bagian lalu direndam dalam air selama
5 jam, kemudian dicuci dengan air mengalir. Potongan singkong kemudian dikukus
sampai matang. Selanjutnya singkong dihaluskan dan ditimbang sebanyak 400 g
kemudian diinokulasi dengan angkak 12%, kemudian difermentasi pada suhu 31 0C
dengan variasi waktu fermentasi 24 jam, 48 jam, 72 jam, 96 jam, 120 jam dan 144 jam.
Penepungan Mocaf Merah(Tandrianto dkk., 2014)
Hasil fermentasi dikeringkan pada suhu 55 0C sampai kering. Setelah itu hasil
fermentasi dihaluskan menjadi tepung kemudian diayak dengan ayakan ukuran 61
mesh.
Analisa Kadar Air
Pengukuran kadar air mocaf merah diukur dengan menggunakan moisture
analizer (MB25 Corp., USA) dengan cara menimbang sebanyak 0,50 g mocaf merah
dan dimasukkan ke dalam moisture analyzer, selanjutnya ditunggu beberapa saat
hingga proses penghilangan kandungan air dalam sampel selesai, kemudian dicatat
hasil pengukuran kadar air (%) yang tertera pada alat.
Analisa Kadar Abu (AOAC 2003)
Cawan kosong dan bersih dipanaskan pada suhu 105 0C selama 1 jam dalam oven.
Kemudian cawan kosong didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Berat cawan
kosong dicatat sebagai W1. Sebanyak 5 g mocaf merah diletakkan dalam cawan (W2).
Kemudian cawan tersebut diletakkan dalam muffle furnace pada suhu 590 0C selama 5
jam. Kemudian cawan didinginkan dalam desikator dan ditimbang (W3). Persen ash
(abu) dihitung dengan persamaan:
% Abu = x 100% (1)
Analisa Kadar Protein ( Sudarmadji dkk., 1984)
Sebanyak 1,0 g mocaf merah didestruksi dengan cara mocaf merah dimasukkan
dalam labu Kjeldahl dan ditambah 10 mL H2SO4 pekat dan 5 g Na2SO4 serta batu didih.
Labu Kjeldahl dipanaskan dengan bunsen api dalam almari asam sampai larutan
5
menjadi jernih. Sampel yang telah didestruksi ditambah dengan 10 mL aquades lalu
dimasukkan pada rangkaian alat destilasi dan ditambah 35 mL NaOH-Na2SO3.
Dilakukan destilasi dengan penampung destilat dalam erlenmeyer 100 mL yang berisi
larutan jenuh asam borat dan beberapa tetes indikator mix (metil biru : metil biru).
Distilasi diakhiri bila larutan mencapai warna hijau. Larutan yang diperoleh dititrasi
dengan HCl 0,1 M sampai terjadi perubahan larutan menjadi ungu. Kadar protein
dihitung menggunakan persamaan:
(2)
(3)
Keterangan:
F = Faktor konversi tepung = 6,25
V1 = Volume titran HCl (mL)
N1 = Normalitas HCl (mL)
W = Berat sampel (mg)
Analisa kadar lemak ( AOAC 2003)
Sebanyak 5,0 g sampel mocaf merah dibungkus dengan kertas saring, dimasukkan
ke dalam soxhlet, lalu ditambahkan heksan secukupnya sampai seluruh bagian sampel
terendam dan dilakukan ekstraksi lemak selama 5-6 jam. Kolf yang berisi lemak hasil
ekstraksi dan pelarut diuapkan dan dipanaskan pada oven dengan suhu 105 oC setelah
itu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Kadar lemak dihitung dengan
menggunakan rumus:
(4)
Analisa Kadar Serat (AOAC 2003)
Sebanyak 3,0 g mocaf merah (W) hasil ekstraksi shoxlet dimasukkan kedalam
erlenmeyer 250 mL kemudian ditambahkan 100 mL H2SO4 0,255 N dan ditutup
dengan pendingin balik. Setelah itu disaring dengan kertas saring dan residu yang
tertinggal dalam erlenmeyer dicuci dengan aquades mendidih. Residu dicuci dalam
kertas saring sampai cucian tidak bersifat asam lagi (uji dengan kertas lakmus). Residu
dipindahkan kembali secara kuantitatif dari kertas saring ke dalam erlenmeyer dengan
spatula dan sisanya dicuci dengan larutan NaOH 0,313 N mendidih sampai semua
6
residu masuk ke dalam erlenmeyer. Kemudian residu ditutup dengan pendingin balik
dan didihkan sambil kadang kala digoyang-goyangkan selama 1 jam. Residu disaring
dengan kertas saring yang telah diketahui beratnya sambil dicuci dengan larutan K2SO4
10%, aquades mendidih dan kurang lebih 15 mL etanol 96%. Kertas saring dengan
isinya dikeringkan pada suhu 110 °C (± 3 jam).
Analisa Kadar Karbohidrat Metode Luff Schrool (Sudarmadji, 1984)
Sebanyak 1,0 g mocaf merah dimasukkan ke dalam erlenmeyer, kemudian
ditambahkan 40 mL HCl 3%, dan didihkan dengan pendingin tegak selama 3 jam,
setelah proses pemanasan selesai sampel didinginkan dan dinetralkan dengan NaOH
30% tetes demi tetes. Larutan dipindahkan ke dalam labu ukur 100 mL dan digenapkan
dengan aquades hingga garis tera kemudian disaring. 10 mL titran dipipetkan dalam
erlenmeyer, kemudian ditambahkan 25 mL larutan Luff Schrool. Campuran dipanaskan
dan diusahakan larutan dapat mendidih dalam waktu 3 menit, didihkan terus hingga
tepat 10 menit (dihitung saat mulai mendidih). Setelah proses pemanasan selesai
dengan cepat didinginkan, larutan yang sudah dingin ditambahkan 15 mL larutan KI
20% dan 25 mL H2SO4 25% perlahan-lahan. Larutan ditambahkan indikator kanji 0,5
% kemudian dititrasi dengan larutan Na2S203 0,1 N. Untuk blanko dilakukan hal yang
sama dengan pengukuran sampel, tetapi larutan sampel diganti dengan aquades. Kadar
karbohidrat dihitung dengan persamaan:
(5)
Kemudian dilihat dalam daftar Luff Schoorl berapa mg gula yang terkandung untuk
mL thiosulfat yang digunakan.
(6)
Perhitungan kadar karbohidrat (b/b) dihitung dengan perkalian antara 0,90 dengan
kadar glukosa.
Analisis Aktivitas Antioksidan (Prabowo, 2009)
Analisa antioksidan dilakukan dengan menggunakan metode Penangkap Radikal
Bebas DPPH. 1,0 g mocaf merah diekstrak dalam 100 mL metanol. Hasil ekstraksi
diambil sebanyak 5 mL dan diencerkan menjadi 25 mL. Dari hasil pengenceran diambil
sebanyak 1 mL kemudian ditambahkan dengan larutan DPPH 0,2 mM sebanyak 2 mL
7
sehingga volume total menjadi 3 mL. Pembuatan blanko dibuat dengan mengambil 1
mL metanol kemudian ditambahkan 2 mL DPPH 0,2 mM dan diinkubasi pada suhu
ruang selama 30 menit selanjutnya serapannya diukur dengan spektrofotometer UV-
VIS pada panjang gelombang 517 nm. Prosentase hambatan dihitung dengan
persamaan :
(7)
Analisis Kadar HCN
Sebanyak 1,0 g mocaf merah dimasukan kedalam erlenmeyer dan ditambah 25 mL
aquades dan 5 mL asam tartat 5% kedalam erlenmeyer. Kertas saring dipotong 1x7 cm
dan dicelupkan kedalam asam pikrat jenuh, dan dikeringkan. Setelah kering kertas
saring dibasahi dengan larutan Na2CO3 8% dan dikeringkan. Kemudian kertas saring
tersebut diletakkan diatas mulut erlenmeyer yang berisi larutan campuran dan
dipanaskan diatas hot plate pada suhu 800C selama 15 menit. Adanya perubahan warna
pada kertas saring (orange-merah) berarti sampel positif.
Analisis Data (Steel & Torie, 1989)
Dari data fermentasi mocaf merah dianalisis dengan menggunakan rancangan dasar
RAK (Rancangan Acak Kelompok) dengan 6 perlakuan dan 4 kali ulangan. Sebagai
perlakuan adalah waktu fermentasi 24 jam, 48 jam, 72 jam, 96 jam, 120 jam dan 144
jam, sedangkan sebagai kelompok adalah waktu analisis. Pengujian antar rataan
perlakuan dilakukan dengan menggunakan Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) dengan tingkat
kebermaknaan 5%.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisa kandungan gizi mocaf merah dari berbagai waktu lama fermentasi dapat
dilihat pada Tabel 1. Dalam proses pembuatan mocaf merah dilakukan fermentasi
menggunakan angkak yang merupakan hasil fermentasi dari Monascus sp. Selama
fermentasi berlangsung terjadi beberapa perubahan fisik yaitu substrat menjadi berair
dan lembek. Hal ini terjadi karena selama proses fermentasi terjadi pemecahan
karbohidrat, proses ini menghasilkan glukosa dan air yang akan menyebabkan substrat
menjadi lembek dan berair (Dwinaningsih, 2010).
8
Tabel 1. Rata-rata Analisa Kandungan Gizi dan Aktivitas Antioksidan Mocaf Merah
dengan Berbagai Waktu Fermentasi
Waktu Fermentasi (jam)
24
48 72 96 120 144
Kadar Air
(% ±SE)
W= 1,06
5,00 ± 2,25
(a)
6,25 ± 1,51
(b)
6,25 ± 2,39
(c)
8,00 ± 2,25
(c)
8,25 ± 1,52
(c)
9,75 ± 0,80
(d)
Serat
(% ±SE)
W= 3,11
3,36± 0,91
(a)
5,28± 1,73
(b)
7,17 ± 0,72
(c)
9,71± 0,45
(d)
9,86 ± 0,86
(d)
10,43± 0,30
(d)
Kadar Abu
(% ±SE)
W= 0,35
1,37 ± 0,26
(a)
1,37 ± 0,42
(a)
1,38 ± 0,28
(a)
1, 49± 0,31
(a)
1,50 ± 0,05
(a)
1,50 ± 0,03
(a)
Lemak
(% ±SE)
W= 0,68
3,72 ± 0,21
(a)
3,74 ± 0,48
(a)
4,66 ± 0,52
(b)
4,90 ± 1,08
(bc)
5,36 ± 0,58
(c)
4,96 ± 0,89
(bc)
Karbohidrat
(% ±SE)
W= 4,09
51,90 ±5,20
(a)
57,83 ±3,72
(b)
61,23 ±0,32
(bc)
63,08 ±2,99
(c)
63,81 ±2,64
(c)
61,73 ±4,11
(bc)
Protein
(% ±SE)
W= 0,21
1,17 ± 0,09
(a)
3,21 ± 0,27
(b)
3,69 ± 0,19
(c)
3,99 ± 0,09
(d)
4,20 ± 0,20
(d)
3,24 ± 0,14
(b)
Antioksidan
(% ±SE)
W= 1,90
51,43±0,76
(a)
53,56 ±2,60
(b)
55,32 ±0,87
(cd)
56,17 ±1,31
(d)
55,10 ±1,18
(bcd)
53,86 ±0,98
(bc)
Keterangan : Angka – angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan antar perlakuan tidak berbeda
secara bermakna. Angka-angka yang diikuti huruf yang berbeda menunjukkan antar
perlakuan berbeda secara bermakna W= BNJ 5%
Air merupakan komponen penting dalam bahan pangan yang dapat mempengaruhi
kualitas bahan pangan itu sendiri. Peningkatan jumlah air dapat mempengaruhi laju
kerusakan bahan pangan oleh perubahan mikrobiologis dan kimiawai (Rahman dkk.,
2011). Berdasarkan hasil analisa pada Tabel 1 menunjukkan waktu fermentasi
berpengaruh terhadap kadar air mocaf merah, semakin lama waktu fermentasi maka
kadar air dari mocaf merah semakin meningkat. Hal ini terjadi karena adanya proses
metabolisme dari kapang Monascus sp. selama proses fermentasi (Dwinaningsih,
2010). Peningkatan kadar air pada mocaf merah memenuhi standar SNI No. 7622-2011
9
mocaf yaitu 13%. Selain itu juga peningkatan kadar air pada mocaf merah sesuai dengan
hasil penelitian yang telah dilakukan Wahjuningsih (2009), yang menyetakan bahwa
kadar air akan semakin meningkat sebanding dengan lama fermentasi.
Penentuan serat kasar pada bahan pangan sangat penting dalam penilaian kualitas
bahan pangan karena angka ini merupakan indeks dan menentukan nilai gizi bahan
makanan. Serat kasar mengandung senyawa selulosa, hemiselulosa dan lignin yang
tidak dapat dicerna oleh manusia (Prawitasari dan Estiningdriati, 2012). Serat kasar
dapat dipakai untuk menentukan kemurnian bahan dan efisiensi proses (Sudarmadji,
dkk., 1984). Wulandari dkk. (2013) mengatakan jumlah serat kasar akan mempengaruhi
penyerapan nutrisi, ketika suatu bahan pangan memiliki kandungan serat kasar yang
tinggi maka serat kasar yang tidak tercerna akan membawa sebagian nutrisi kemudian
dikeluarkan bersama fases. Perubahan kandungan serat kasar pada mocaf merah
dipengaruhi oleh intensitas pertumbuhan miselia kapang, karena kemampuan kapang
tersebut memecah serat kasar untuk memenuhi kebutuhan energi (Ardiansyah, 2014).
Rata-rata kadar serat mocaf merah yang dihasilkan adalah 3,36% - 10,63%. Hasil
analisa menunjukkan bahwa waktu fermentasi meningkatkan kadar serat mocaf merah.
Peningkatan kadar serat kasar pada mocaf merah terjadi karena enzim selulase yang
dihasilkan oleh kapang Monascus sp. belum mampu menghidrolisis serat yang berupa
polisakarida (selulosa) menjadi monosakarida (glukosa) (Hikmiyati dan Yanie, 2009).
Proses penguraian serat kasar pada mocaf merah ketika fermentasi memiliki
pengaruh terhadap kadar abu. Menurut Wibowo, (2010) kadar serat kasar dan kadar abu
mempunyai hubungan yang berbanding lurus, tingginya kadar serat kasar akan
berbanding lurus dengan meningkatnya kadar abu. Kadar abu berhubungan dengan
mineral suatu bahan (Medikasari dkk., 2009). Abu adalah zat anorganik sisa hasil
pembakaran suatu bahan organik. Berdasarkan hasil analisa terjadi peningkatan kadar
serat kasar pada mocaf merah sehingga kadar abu mocaf merah juga meningkat, tetapi
tidak terjadi peningkatan yang besar pada kadar abu yang dihasilkan. Hal ini disebabkan
karena kadar abu tidak dipengaruhi oleh waktu fermentasi (Lehninger, 1987). Semakin
tinggi kadar abu akan berpengaruh terhadap kualitas mocaf merah. Secara keseluruhan
kadar abu mocaf merah yang diperoleh pada penelitian ini tidak melebihi standar kadar
abu mocaf yang dipersyaratkan oleh SNI No. 7622-2011 yaitu maksimum 1,5% b/b.
10
Lemak merupakan salah satu kandungan gizi yang terdapat pada suatu bahan
pangan. Lemak memiliki sifat yang tidak larut dalam air tetapi larut dalam heksan.
Lemak tersusun oleh unsur C, H, dan O merupakan trigliserida yang dalam kondisi
ruang berbentuk padat (Darmasih, 1997). Lemak akan diuraikan menjadi asam lemak
dan gliserol oleh enzim lipase (Deliani, 2008). Berdasarkan hasil analisa pada Tabel 1
terjadi peningkatan kadar lemak pada mocaf merah, hal ini menunjukkan bahwa enzim
lipase belum bekerja secara optimal sehingga lemak belum terurai menjadi asam lemak
dan gliserol. Selain itu juga selama proses berlangsung lemak tidak dengan mudah
digunakan oleh mikroba karena lebih cenderung memanfaatkan karbohidrat dan protein
terlebih dahulu. Hal ini didukung oleh (Deliani, 2008; Dwinaningsih, 2010) selama
proses fermentasi enzim lipase memulai aktivitasnya di awal fermentasi setelah 12 jam
pertama, kemudian akan bekerja maksimal pada 36 jam pertama fermentasi
berlangsung.
Selain terjadi perubahan fisik selama fermentasi berlangsung, terjadi juga
perubahan kimia pada mocaf merah yang ditandai dengan adanya karbohidrat dan
protein yang akan didegradasi oleh kapang Monascus sp. yang memproduksi enzim
pendegradasi (Kazim dkk., 2006). Fermentasi akan menguraikan pati dan selulosa
menjadi glukosa oleh enzim amilase dan selulase yang dimiliki oleh Monascus sp.
Glukosa hasil penguraian akan digunakan oleh Monascus sp. dalam menunjang
pertumbuhan (Nangin dan Sutrisno, 2015). Berdasarkan hasil analisa, pada waktu
fermentasi 24 jam dan 48 jam berpengaruh terhadap peningkatan kadar karbohidrat.
Peningkatan kadar karbohidrat terjadi karena adanya ketidakseimbangan antara sumber
nutrien dalam substrat dan jumlah mikroba, sehingga aktivitas metabolisme
mikroorganisme berjalan lambat dan menyebabkan kemampuan mikroorganisme untuk
memecah karbohidrat (pati) menjadi senyawa yang lebih sederhana menurun
(Suprihatin, 2010). Akan tetapi pada waktu fermentasi 72 jam, 96 jam, dan 120 jam
tidak terjadi peningkatan kadar karbohidrat dan pada waktu fermentasi 144 jam terjadi
penurunan kadar karbohidrat. Hal ini dimungkinkan karena adanya aktivitas
mikroorganisme yang dapat memecah karbohidrat menjadi glukosa (Greenwalt et al.,
1998). Peningkatan dan penurunan kadar karrbohidrat mocaf merah dipengaruhi oleh
kandungan karbohidrat yang dimiliki oleh angkak yang cukup besar. Menurut DFG
11
Senate Commision on Food Safety (2013) kandungan karbohidrat yang terdapat pada
angkak yaitu sekitar (25-73)%.
Protein merupakan hal penting dalam tepung karena kecukupan protein akan
berpengaruh pada kualitas produk yang dihasilkan dari tepung tersebut. Semakin lama
waktu fermentasi akan berpengaruh pada kadar protein mocaf merah. Semakin lama
waktu fermentasi, semakin banyak mikroorganisme yang dapat menguraikan substrat
dan enzim dihasilkan juga berbanding lurus dengan pertumbuhan kapang. Howard et al
(2003) menjelaskan bahwa kapang yang mempunyai pertumbuhan dan
perkembangbiakan yang baik akan dapat merubah lebih banyak komponen penyusun
media menjadi suatu massa sel, sehingga akan terbentuk protein yang berasal dari tubuh
kapang itu sendiri dan dapat meningkatkan protein dari bahan. Menurut (Mark et al.,
1996) meningkatnya kandungan protein selama proses fermentasi karena perubahan
glukosa akan dirubah menjadi asam piruvat melalui jalur glikolisis. Berdasarkan hasil
analisa, pada waktu fermentasi 120 jam tidak terjadi peningkatan kadar protein dan
terjadi penurunan kadar protein pada waktu 144 jam hal ini karena pada waktu
fermentasi tersebut proses metabolisme Monascus sp. berhenti sehingga tidak
mengasilkan enzim. Penurunan kadar protein mocaf merah ini berhubungan dengan
aktivitas antioksidan mocaf merah.
Pengukuran aktivitas antioksidan pada mocaf merah dapat dilihat pada Tabel 1
yang menunjukkan terjadinya peningkatan kandungan antioksidan ketika dilakukan
fermentasi pada sampel dan hasil analisa menunjukkan lama fermentasi berpengaruh
terhadap kandungan antioksidan dalam mocaf merah. Aktivitas antioksidan dari mocaf
merah maksimal pada waktu fermentasi 96 jam dan mulai menurun pada waktu 120
jam. Hal ini berkaitan dengan Monascus sp. yang akan menghasikan produk
metabolisme yang maksimal pada kondisi fermentasi yang sesuai. Selain itu juga dalam
proses fermentasi, Monascus sp. tidak hanya menghasilkan senyawa metabolit primer,
tetapi juga menghasilkan senyawa metabolit sekunder. Senyawa yang dihasilkan dari
aktifitas metabolit sekunder yaitu senyawa fenolik (demerumic acid). Menurut
(Chairote et al., 2009) senyawa fenolik (demerumic acid) yang dihasilkan dari aktifitas
metabolit sekunder terutama Monascus ank dan Monascus pilou yang menunjukkan
aktivitas antioksidan yang paling kuat dalam menangkal radikal bebas. Penurunan
12
aktifitas antioksidan yang terjadi pada waktu fermentasi 120 jam dan 144 jam terjadi
karena pertumbuhan Monascus sp. memiliki beberapa fase, pada fase log Monascus sp.
memproduksi metabolit primer kemudian ketika masuk fase stasioner metabolit
sekunder akan mulai dihasilkan, ketika kondisi pertumbuhan Monascussp. tidak sesuai,
proses untuk mencapai fase stasioner terhambat akibatnya metabolit sekunder yang
dihasilkan juga tidak akan maksimal.
Hasil analisa kandungan HCN pada mocaf merah menunjukkan hasil negatif. Hal
ini dipengaruhi karena pada pembuatan tepung dilakukan pencucian, perendaman,
pengukusan, dan fermentasi dengan Monascuss sp. HCN mempunyai ikatan yang tidak
begitu kuat, mudah menguap dan hilang atau berkurang dengan jalan pengolahan.
Pencucian dan perendaman dengan air dapat menurunkan kandungan HCN, sebab
HCN mudah larut dalam air dan mempunyai titik didih 29 ºC (Akindahunsi dkk.,
1999). Selain itu fermentasi singkong dengan angkak dapat inaktivasi enzim linamarase
sehingga tidak bisa mengkatalisis pembentukan HCN (Adamafio et al., 2010).
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Kandungan gizi mocaf merah yang optimal adalah pada waktu fermentasi 96 jam,
dengan kandungan kadar air 8%; kadar abu 1,41%; lemak 4,90%; serat 9,71%;
karbohidrat 63,08%; protein 3,99%; aktivitas antioksidan yang mampu menghambat
radikal bebas sebesar 56,17%; dan kandungan HCN negatif.
Saran
Komponen penyusun utama dari protein adalah asam amino yang diikat oleh ikatan
peptida, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk melakukan identifikasi
susunan asam amino yang terbentuk ketika proses fermentasi
DAFATAR PUSTAKA
Adamafio., Sakyiamah M, and Josephyne T. 2010. Fermentation in cassava (Mani¬hot
esculenta Crantz) pulp juice improves nutritive value of cassava peel. Academic
Journals 4(3): 51-56
Akindahunsi, A. A., Oboh. G, dan Oshodi, A. A. (1999). Effect of fermenting cassava
with Rhizopus oryzae on the chemical composition of its flour and gari. Riv. Ital.
Sostanze Grasse, 76, 437–440.
Ayuningtyas. A., Hartini. S., Cahyanty, M. N. 2016. Optimasi Pembuatan Tepung
Ferkusi (Fermentasi Kulit Singkong) Ditinjau dari Variasi Penambahan Angkak.
Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan, 5 (2) 44-50
13
AOAC, 2003. “Official Methods of Analysis”. 17th ed. (2 revision). AOAC Internationa,
Gaithersburg, MD, USA.
APTINDO. 2014. Overview Industry Tepung Terigu Nasional Indonesia. Asosiasi
Produsen Tepung Terigu Indonesia, Jakarta, Indonesia.
Ardiansyah. 2014. Perubahan Kandungan Nutrisi Pelepah dan Daun Sawit Melalui
Fermentasi Dengan Kapang Phanerocaete Chrysosporium. Jurnal Penelitian.
Universitas Tamansiswa Padang
Chairote., Em-on, Chairote. G, and Lumyong, S. 2009. Red Yeast Rice Prepared from
Thai Glutinous Rice and the Antioxidant Activity. Chiang Mai J.Sci., 36(1): 42 -
49.
Darmasih. 1997. Penetapan Kadar Lemak Kasar Dalam Makanan Ternak Non
Rumanansia Dengan Metode Kering. Balai Penelitian Ternak Ciawi: Bogor
Deliani. 2008. Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap Kadar Protein, Lemak, Komposisi
Asam Lemak dan Asam Fitat pada Pembuatan Tempe. Tesis. Prog Studi Ilmu
Kimia, Sekolah Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara, Sumatera Utara.
DFG Senate Commission on Food Safety (2013). Toxicological evaluation of red mould
rice,Technische. Universitas Kaiserslautern, Kaiserslautern.
Dwinaningsih, E.A. 2010. Karakteristik Kimia dan Sensori Tempe dengan Variasi
Bahan Baku Kedelai/Beras dan Penambahan Angkak Serta Variasi Lama
Fermentasi. Skripsi, Universitas Sebelas Maret, Surakarta
Hikmah, N., 2015. Pemanfaatan Ekstrak Kulit Singkong dan Air Cucian Beras pada
Pertumbuhan Tanaman Sirsak (Annona muricata L.). Naskah Publikasi. Prog Studi
Pendidikan Biologi. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Muhammadiyah Surakarta: Surakarta.
Greenwalt, C. J., Ledford, R. A., K. H. Steinkrauss. 1998. Determination and
Characterization of The Antimicrobial Activity of The Fermented Tea Kombucha.
Department of Food Science Cornell University, New York.
http://www.dobradieta.pl/forum/viewtopic.php?p= 246975 [29 Juli 2016]
Kurniati, L. I., Aida. N, Gunawan. S, dan Widjaja. T. 2012. Pembuatan Mocaf
(Modified Cassava Flour) dengan Proses Fermentasi Menggunakan Lactobacillus
plantarum, Saccharomyces cereviseae, dan Rhizopus oryzae. Teknik Pomits, 1,
pp.1-6.
Lakahina, O., Liliana, Y., & Hartanto, B.D., 2015. Mocaf Merah - Pangan Kaya
Antioksidan Berbasis Kearifan Lokal. Laporan Akhir Program Kreativitas
Mahasiswa. Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga.
Lehninger, A. L. 1987. Bioenergetics and metabolism, principle of biochemistry (2nd
Preprint). CBS
Mark, D. B., D. Mark. A, dan M.smith. C. 1996. Biokimia Kedokteran Dasar. EGC,
Jakarta.
Marniza., Medikasari, dan Nurlaili. 2011. Produksi Tepung Ubi Kayu Berprotein:
Kajian Pemanfaatan Tepung Kacang Bengkuk sebagai Sumber Nitrogen Ragi
Tempe. Jurnal Teknologi dan Hasil Pertanian 16, pp.73-81.
Medikasari., Marniza, dan Evi. D. 2009. Produksi Tepung Ubi Kayu Berprotein: Suatu
Kajian Awal Karakteristik Berdasarkan Lama Fermentasi dan Jumlah Inokulum
dengan Menggunakan Ragi Tempe. Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian
Kepada Masyarakat, Universitas Lampung.
Nangin, D., dan Sutrisno, A. 2015. Enzim Amilase Pemecah Pati Mentah Dari Mikroba.
Kajian Pustaka. Jurnal Pangan dan Agroindustri, 3, pp. 1032-39
http://www.dobradieta.pl/forum/viewtopic.php?p
14
Prabowo, T.T. 2009. Uji Aktivitas Antioksidan Dari Keong Mata Merah (Cerithidea
Obtusa). Skripsi. Institut Pertanian Bogor: Bogor.
Prawitasari, I., dan Estiningdriati. 2012. Kecernaan Protein Kasar dan Serat Kasar Serta
Laju Digesta pada Ayam Arab yang Diberi Ransum dengan Berbagai Level Azolla
Microphylla. Animal Agriculture Journal, 1: 471-83.
Rahman, T., Lutfiyanty, H, dan Ekafitri, R. 2011. Optimasi Pembuatan Food Bar
Berbasis Pangan. Prosiding SNaPP sains, Teknologi, dan Kesehatan. ISSN: 2089-
3582. Vol 2, No 1.
Salim, E. 2007. Mengolah Singkong Menjadi Tepung Mocaf (Bisnis Produk Alternatif
Pengganti Terigu. Lily Publisher. Yogyakarta : 9-42.
Standar Nasional Indonesia (SNI). 2011. Tepung Mocaf. SNI 7622-2011. Badan
Standarisasi Nasional, Jakarta
Steel, R. dan Torie, J. H. 1989. Analisis Data Statistik Deskriptif. Surabaya: Erlangga.
Sudarmadji, S. 1984. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Edisi
Ketiga. Yogyakarta: Liberty
Suprihatin, 2010. Teknologi Fermentasi. UNESA. University Press, Surabaya
Tandrianto, J., Mintoko, D. K., & Gunawan, S., 2014. Pengaruh Fermentasi pada
Pembuatan Mocaf (Modified Cassava Flour) dengan Menggunakan Lactobacillus
plantrum terhadap Kandungan Protein. Teknik Pomits, 3, pp.143-45.
Uyoh, E. A., Ntui, and Udoma, N. 2009. Effect of local cassava fermentation methods
on some physiochemical and sensory properties of fufu. Pakistan Journal of
Nutrition 8(8): 1123-1125
Wahjuningsih, S B. , MP, Ir. Bambang Kunarto, MP, Ir. Adi Sampurno, Msi. 2009.
Kajian Mutu Tepung Mocaf (modified cassava flour) yang Dibuat dengan Berbagai
Metode, Aplikasinya untuk Mie Kering dan Analisis Ekonominya. Laporan Akhir
Kegiatan Fasilitasi Pelaksanaan Riset Unggulan Daerah Tahun 2009. Lembaga
Penelitian dan Pengabdian Masyarakat. Universitas Semarang.
Wulandari, K.Y., Ismadi, V.D.Y.B., dan Tristiarti. 2013. Kecernaan Serat Kasar Dan
Energi Metabolis Pada Ayam Kedu Umur 24 Minggu Yang Diberi Ransum Dengan
Berbagai Level Protein Kasar Dan Serat Kasar. Animal Agriculture Journal (2): 9-
17.
Wibowo, A. H. 2010. Pendugaan Kandungan Nutrien Dedak Padi Berdasarkan
Karakteristik Fisik. InTesis. Institut Pertanian Bogor: Bogor
Yongsmith B., Tabloka W, Yongmanitchai W, Bavavoda R. 1993. Culture condition for
yellow pigmen formation by Monascuss so. KB 10 grown on cassava medium.
World J Microbiol Biotechnol., 9:85-90
15