Optimasi Kandungan Gizi Mocaf Merah (Modificated Cassava ......dihimpun APITINDO (2014) (Asosiasi...

19
Optimasi Kandungan Gizi Mocaf Merah (Modificated Cassava Flour) dengan Angkak (Monascus purpureus) Ditinjau dari Lama Fermentasi Optimation of Red Modificated Cassava Flour’s Nutrient Content with Angkak (Monascus purpureus) Reviewed by Fermentation Time Oleh : Paramitha Dwi Payana Unggu 652011014 TUGAS AKHIR Diajukan kepada Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Matematika guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga 2016

Transcript of Optimasi Kandungan Gizi Mocaf Merah (Modificated Cassava ......dihimpun APITINDO (2014) (Asosiasi...

  • Optimasi Kandungan Gizi Mocaf Merah (Modificated Cassava Flour) dengan Angkak

    (Monascus purpureus) Ditinjau dari Lama Fermentasi

    Optimation of Red Modificated Cassava Flour’s Nutrient Content with Angkak (Monascus

    purpureus) Reviewed by Fermentation Time

    Oleh :

    Paramitha Dwi Payana Unggu

    652011014

    TUGAS AKHIR

    Diajukan kepada Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Matematika

    guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains

    Program Studi Kimia

    Fakultas Sains dan Matematika

    Universitas Kristen Satya Wacana

    Salatiga

    2016

  • 1

    Optimasi Kandungan Gizi Mocaf Merah (Modificated Cassava Flour) dengan

    Angkak (Monascuss purpureus) Ditinjau dari Lama Fermentasi

    Optimation of Red Modificated Cassava Flour’s Nutrient Content with Angkak

    (Monascus purpureus) Reviewed by Fermentation Time

    Paramitha Dwi Payana Unggu*, Sri Hartini **, Margareta Novian Cahyanti**

    *Mahasiswa Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika

    **Dosen Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika

    Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga

    Jln. Diponegoro no 52-60 Salatiga 50711 Jawa Tengah – Indonesia

    [email protected]

    Abstract

    Red modified cassava flour is flour made from cassava which is modified

    fermentation technique using angkak (Monascus purpureus). The purpose of this study

    was to produce a red modified cassava flour’s nutrient content optimum levels reviewed

    of fermentation time. Fermentation was carried out using a 12% inoculum angkak with

    fermentation time 24 hours, 48 hours, 72 hours, 96 hours, 120 hours and 144 hours.

    Test parameters was proximate analysis, antioxidant activity, cyanide acid (HCN)

    analysis. Data were analyzed using Randomized Completely Block Design (RCBD) with

    fermentation time as treatment and time analyses as a group. The result showed that red

    mocaf with fermentation time 96 hours was the optimum result with moisture content

    8%; ash content 1.49%; fat 4.90%; fiber 9.71%; 63.08% carbohydrate; 3.99% protein; has 56,17% of the ability to inhibit free radicals scavenging, as well; and HCN content

    is negative.

    Keywords: Cassava, Fermentation, Proximate, Antioxidants, HCN.

    PENDAHULUAN

    Indonesia merupakan negara pengimpor tepung terigu terbesar di Asia Tenggara.

    Peningkatan kebutuhan pangan berupa mi instan, roti, dan pangan lainnya yang

    berbahan baku tepung terigu, menyebabkan kebutuhan tepung terigu setiap tahunnya

    akan terus meningkat dan pada akhirnya meningkatkan impor tepung terigu. Data yang

    dihimpun APITINDO (2014) (Asosiasi Pengusaha Tepung Terigu Indonesia)

    menunjukkan bahwa kebutuhan tepung terigu tahun 2013 adalah 5,35 juta metric ton,

    sedangkan kapasitas produksi gandum nasional sendiri belum dapat memenuhi

    kebutuhan gandum untuk produksi tepung terigu dalam negeri. Tingginya impor

    gandum tersebut karena nihilnya produksi dalam negeri. Untuk mengatasi

    ketergantungan masyarakat terhadap konsumsi tepung terigu adalah dengan diversikasi

    pangan berbasis sumber daya lokal.

    mailto:[email protected]

  • 2

    Indonesia mempunyai lahan singkong seluas 1,4 juta hektar yang tersebar di

    seluruh wilayah Indonesia. Rata-rata produksi singkong sebesar 16 juta ton per tahun.

    Singkong merupakan hasil pertanian yang mudah rusak atau waktu penyimpanan yang

    relatif singkat karena kadar air singkong segar yang tinggi. Selain itu, singkong

    mengandung HCN yang berpotensi racun. Hal inilah yang menyebabkan harganya

    relatif rendah (Kurniati dkk., 2012). Pengolahan singkong menjadi tepung singkong

    merupakan salah satu cara untuk memperpanjang masa simpannya dan meningkatkan

    harga jualnya.

    Kandungan gizi tepung singkong hampir sama dengan tepung terigu sehingga dapat

    digunakan sebagai pengganti tepung terigu (Salim, 2007), pengolahan singkong

    menjadi tepung menyebabkan kandungan gizi tepung singkong terutama protein

    mengalami penurunan (Marniza dkk., 2011). Salah satu metode modifikasi singkong

    untuk meningkatkan kadar protein serta mengubah sifat fisikokimia yang mudah

    diterapkan dan diaplikasikan ke segala sektor industri kecil maupun besar adalah

    dengan fermentasi. Proses fermentasi yang dilanjutkan dengan proses pengeringan

    dapat membantu dalam penurunan atau penghapusan senyawa-senyawa beracun (Uyoh

    et al., 2009).

    Proses pembuatan modifikasi singkong yang umum dilakukan, diawali dengan

    menjemur singkong yang telah dikupas dan dibersihkan hingga kering. Singkong yang

    telah kering tersebut (gaplek) kemudian difermentasi. Dalam penelitian (Marniza dkk.,

    2011), singkong yang diolah tanpa fermentasi (kontrol) terlihat kasar dibandingkan

    tepung singkong melalui fermentasi yang terlihat halus. Dalam penelitian (Kurniati

    dkk., 2012) pembuatan mocaf dengan proses fermentasi menggunakan Lactobacillus

    plantarum, Saccharomyces cereviseae, dan Rhizopus oryzae dapat meningkatkan kadar

    protein dan kadar lemak pada tepung. Kadar protein dan lemak yang terbaik diperoleh

    pada waktu fermentasi selama 3 hari yaitu untuk Saccharomyces cereviseae dan

    Rhizopus oryzae, sedangkan pada Lactobacillus plantarum kandungan nutrisi mocaf

    terbaik didapat pada fermentasi 5 hari. Kadar HCN terendah diperoleh pada waktu

    fermentasi 3 hari yaitu untuk Saccharomyces cereviseae dan Rhizopus oryzae,

    sedangkan pada Lactobacillus plantarum kadar HCN terendah diperoleh pada

    fermentasi selama 5 hari. Dengan demikian, tepung singkong yang difermentasi

    mempunyai kelebihan dari pada tepung singkong biasa, yaitu kandungan protein yang

  • 3

    tinggi, HCN lebih rendah, aplikasi luas, dan diterapkan ke produk pangan lebih mudah.

    Selain itu menurut (Ayuningtyas dkk., 2016) perlakuan penambahan angkak selama

    proses fermentasi dapat meningkatkan kadar air tepung ferkusi. Meskipun selama

    proses fermentasi kulit singkong terlihat lembek dan berair, namun angkak yang

    ditambahkan tidak merubah tekstur dari produk fermentasi. Hal ini dibuktikan dengan

    adanya kandungan serat kasar tepung ferkusi yang cukup tinggi.

    Keberhasilan suatu fermentasi sangat tergantung pada kondisi optimum yang

    diberikan oleh Monascus sp. Monascus sp. dapat berkembang pada temperatur 15-18 0C

    (minimum) hingga 45 0C (maksimum) pada kondisi pH sekitar 2,5-8,0 dengan pH

    optimum 4,0-7,0 (Yongsmith at al., 1993). Dalam penelitian (Lakahina dkk, 2015) pada

    produksi Mocaf merah dengan penambahan angkak berpengaruh terhadap gizi tepung

    singkong. Penambahan angkak 6%, 8%, 10%, dan 12% pada fermentasi tepung

    singkong menghasilkan nilai gizi terbaik pada konsentrasi 12% dengan protein yang

    meningkat dan kadar HCN negatif. Selain itu Monascus purpureus yang terkandung

    dalam angkak mampu menghasilkan metabolit primer dan metabolit sekunder yang

    berupa pigmen dan senyawa lovastatin (Pattanagul, 2007).

    Berdasarkan uraian diatas maka tujuan dari penelitian ini adalah menghasilkan

    kandungan gizi mocaf merah (Modificated Cassava Flour) yang opnimal dengan nilai

    tambah aktivitas antioksidan dan kandungan HCN ditinjau dari lama fermentasi.

    BAHAN DAN METODE

    Bahan dan piranti

    Sampel yang digunakan adalah singkong segar yang diperoleh dari Pasar Salatiga

    dan untuk fermentasi digunakan angkak (Monascus purpureus). Bahan-bahan kimia

    yang digunakan antara lain aquades; H2SO4; Na2SO4, H3BO3; indikator Metil Biru

    (MB), indikator Metil Merah (MM); 1,1-diphenyl-2-pycrylhydrazil (DPPH); heksan;

    HCl; etanol 96%; K2SO4; NaOH; Na2SO3; Luff Schrool; NH4OH; NaOH; KI 5%,

    AgNO3; asam sitrat dan metanol.

    Piranti yang digunakan adalah mousture analyzer (MB25 Corp., USA), muffle

    furnace, waterbath, oven, desikator, buret, soxhlet, spektrofotometer UV-VIS Shimatzu

    (1240 made in Japan), neraca analitis 4 digit (Ohaus Pioner Balance PA214 Corp.,

    USA), neraca analitis 2 digit (Ohaus TAJ602, Ohaus Corp., USA) dan peralatan gelas.

  • 4

    Metode Penelitian

    Fermentasi Mocaf Merah

    Singkong yang masih segar, dibersihkan dari kulitnya. Singkong yang sudah

    dibersihkan dipotong-potong menjadi beberapa bagian lalu direndam dalam air selama

    5 jam, kemudian dicuci dengan air mengalir. Potongan singkong kemudian dikukus

    sampai matang. Selanjutnya singkong dihaluskan dan ditimbang sebanyak 400 g

    kemudian diinokulasi dengan angkak 12%, kemudian difermentasi pada suhu 31 0C

    dengan variasi waktu fermentasi 24 jam, 48 jam, 72 jam, 96 jam, 120 jam dan 144 jam.

    Penepungan Mocaf Merah(Tandrianto dkk., 2014)

    Hasil fermentasi dikeringkan pada suhu 55 0C sampai kering. Setelah itu hasil

    fermentasi dihaluskan menjadi tepung kemudian diayak dengan ayakan ukuran 61

    mesh.

    Analisa Kadar Air

    Pengukuran kadar air mocaf merah diukur dengan menggunakan moisture

    analizer (MB25 Corp., USA) dengan cara menimbang sebanyak 0,50 g mocaf merah

    dan dimasukkan ke dalam moisture analyzer, selanjutnya ditunggu beberapa saat

    hingga proses penghilangan kandungan air dalam sampel selesai, kemudian dicatat

    hasil pengukuran kadar air (%) yang tertera pada alat.

    Analisa Kadar Abu (AOAC 2003)

    Cawan kosong dan bersih dipanaskan pada suhu 105 0C selama 1 jam dalam oven.

    Kemudian cawan kosong didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Berat cawan

    kosong dicatat sebagai W1. Sebanyak 5 g mocaf merah diletakkan dalam cawan (W2).

    Kemudian cawan tersebut diletakkan dalam muffle furnace pada suhu 590 0C selama 5

    jam. Kemudian cawan didinginkan dalam desikator dan ditimbang (W3). Persen ash

    (abu) dihitung dengan persamaan:

    % Abu = x 100% (1)

    Analisa Kadar Protein ( Sudarmadji dkk., 1984)

    Sebanyak 1,0 g mocaf merah didestruksi dengan cara mocaf merah dimasukkan

    dalam labu Kjeldahl dan ditambah 10 mL H2SO4 pekat dan 5 g Na2SO4 serta batu didih.

    Labu Kjeldahl dipanaskan dengan bunsen api dalam almari asam sampai larutan

  • 5

    menjadi jernih. Sampel yang telah didestruksi ditambah dengan 10 mL aquades lalu

    dimasukkan pada rangkaian alat destilasi dan ditambah 35 mL NaOH-Na2SO3.

    Dilakukan destilasi dengan penampung destilat dalam erlenmeyer 100 mL yang berisi

    larutan jenuh asam borat dan beberapa tetes indikator mix (metil biru : metil biru).

    Distilasi diakhiri bila larutan mencapai warna hijau. Larutan yang diperoleh dititrasi

    dengan HCl 0,1 M sampai terjadi perubahan larutan menjadi ungu. Kadar protein

    dihitung menggunakan persamaan:

    (2)

    (3)

    Keterangan:

    F = Faktor konversi tepung = 6,25

    V1 = Volume titran HCl (mL)

    N1 = Normalitas HCl (mL)

    W = Berat sampel (mg)

    Analisa kadar lemak ( AOAC 2003)

    Sebanyak 5,0 g sampel mocaf merah dibungkus dengan kertas saring, dimasukkan

    ke dalam soxhlet, lalu ditambahkan heksan secukupnya sampai seluruh bagian sampel

    terendam dan dilakukan ekstraksi lemak selama 5-6 jam. Kolf yang berisi lemak hasil

    ekstraksi dan pelarut diuapkan dan dipanaskan pada oven dengan suhu 105 oC setelah

    itu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Kadar lemak dihitung dengan

    menggunakan rumus:

    (4)

    Analisa Kadar Serat (AOAC 2003)

    Sebanyak 3,0 g mocaf merah (W) hasil ekstraksi shoxlet dimasukkan kedalam

    erlenmeyer 250 mL kemudian ditambahkan 100 mL H2SO4 0,255 N dan ditutup

    dengan pendingin balik. Setelah itu disaring dengan kertas saring dan residu yang

    tertinggal dalam erlenmeyer dicuci dengan aquades mendidih. Residu dicuci dalam

    kertas saring sampai cucian tidak bersifat asam lagi (uji dengan kertas lakmus). Residu

    dipindahkan kembali secara kuantitatif dari kertas saring ke dalam erlenmeyer dengan

    spatula dan sisanya dicuci dengan larutan NaOH 0,313 N mendidih sampai semua

  • 6

    residu masuk ke dalam erlenmeyer. Kemudian residu ditutup dengan pendingin balik

    dan didihkan sambil kadang kala digoyang-goyangkan selama 1 jam. Residu disaring

    dengan kertas saring yang telah diketahui beratnya sambil dicuci dengan larutan K2SO4

    10%, aquades mendidih dan kurang lebih 15 mL etanol 96%. Kertas saring dengan

    isinya dikeringkan pada suhu 110 °C (± 3 jam).

    Analisa Kadar Karbohidrat Metode Luff Schrool (Sudarmadji, 1984)

    Sebanyak 1,0 g mocaf merah dimasukkan ke dalam erlenmeyer, kemudian

    ditambahkan 40 mL HCl 3%, dan didihkan dengan pendingin tegak selama 3 jam,

    setelah proses pemanasan selesai sampel didinginkan dan dinetralkan dengan NaOH

    30% tetes demi tetes. Larutan dipindahkan ke dalam labu ukur 100 mL dan digenapkan

    dengan aquades hingga garis tera kemudian disaring. 10 mL titran dipipetkan dalam

    erlenmeyer, kemudian ditambahkan 25 mL larutan Luff Schrool. Campuran dipanaskan

    dan diusahakan larutan dapat mendidih dalam waktu 3 menit, didihkan terus hingga

    tepat 10 menit (dihitung saat mulai mendidih). Setelah proses pemanasan selesai

    dengan cepat didinginkan, larutan yang sudah dingin ditambahkan 15 mL larutan KI

    20% dan 25 mL H2SO4 25% perlahan-lahan. Larutan ditambahkan indikator kanji 0,5

    % kemudian dititrasi dengan larutan Na2S203 0,1 N. Untuk blanko dilakukan hal yang

    sama dengan pengukuran sampel, tetapi larutan sampel diganti dengan aquades. Kadar

    karbohidrat dihitung dengan persamaan:

    (5)

    Kemudian dilihat dalam daftar Luff Schoorl berapa mg gula yang terkandung untuk

    mL thiosulfat yang digunakan.

    (6)

    Perhitungan kadar karbohidrat (b/b) dihitung dengan perkalian antara 0,90 dengan

    kadar glukosa.

    Analisis Aktivitas Antioksidan (Prabowo, 2009)

    Analisa antioksidan dilakukan dengan menggunakan metode Penangkap Radikal

    Bebas DPPH. 1,0 g mocaf merah diekstrak dalam 100 mL metanol. Hasil ekstraksi

    diambil sebanyak 5 mL dan diencerkan menjadi 25 mL. Dari hasil pengenceran diambil

    sebanyak 1 mL kemudian ditambahkan dengan larutan DPPH 0,2 mM sebanyak 2 mL

  • 7

    sehingga volume total menjadi 3 mL. Pembuatan blanko dibuat dengan mengambil 1

    mL metanol kemudian ditambahkan 2 mL DPPH 0,2 mM dan diinkubasi pada suhu

    ruang selama 30 menit selanjutnya serapannya diukur dengan spektrofotometer UV-

    VIS pada panjang gelombang 517 nm. Prosentase hambatan dihitung dengan

    persamaan :

    (7)

    Analisis Kadar HCN

    Sebanyak 1,0 g mocaf merah dimasukan kedalam erlenmeyer dan ditambah 25 mL

    aquades dan 5 mL asam tartat 5% kedalam erlenmeyer. Kertas saring dipotong 1x7 cm

    dan dicelupkan kedalam asam pikrat jenuh, dan dikeringkan. Setelah kering kertas

    saring dibasahi dengan larutan Na2CO3 8% dan dikeringkan. Kemudian kertas saring

    tersebut diletakkan diatas mulut erlenmeyer yang berisi larutan campuran dan

    dipanaskan diatas hot plate pada suhu 800C selama 15 menit. Adanya perubahan warna

    pada kertas saring (orange-merah) berarti sampel positif.

    Analisis Data (Steel & Torie, 1989)

    Dari data fermentasi mocaf merah dianalisis dengan menggunakan rancangan dasar

    RAK (Rancangan Acak Kelompok) dengan 6 perlakuan dan 4 kali ulangan. Sebagai

    perlakuan adalah waktu fermentasi 24 jam, 48 jam, 72 jam, 96 jam, 120 jam dan 144

    jam, sedangkan sebagai kelompok adalah waktu analisis. Pengujian antar rataan

    perlakuan dilakukan dengan menggunakan Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) dengan tingkat

    kebermaknaan 5%.

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Analisa kandungan gizi mocaf merah dari berbagai waktu lama fermentasi dapat

    dilihat pada Tabel 1. Dalam proses pembuatan mocaf merah dilakukan fermentasi

    menggunakan angkak yang merupakan hasil fermentasi dari Monascus sp. Selama

    fermentasi berlangsung terjadi beberapa perubahan fisik yaitu substrat menjadi berair

    dan lembek. Hal ini terjadi karena selama proses fermentasi terjadi pemecahan

    karbohidrat, proses ini menghasilkan glukosa dan air yang akan menyebabkan substrat

    menjadi lembek dan berair (Dwinaningsih, 2010).

  • 8

    Tabel 1. Rata-rata Analisa Kandungan Gizi dan Aktivitas Antioksidan Mocaf Merah

    dengan Berbagai Waktu Fermentasi

    Waktu Fermentasi (jam)

    24

    48 72 96 120 144

    Kadar Air

    (% ±SE)

    W= 1,06

    5,00 ± 2,25

    (a)

    6,25 ± 1,51

    (b)

    6,25 ± 2,39

    (c)

    8,00 ± 2,25

    (c)

    8,25 ± 1,52

    (c)

    9,75 ± 0,80

    (d)

    Serat

    (% ±SE)

    W= 3,11

    3,36± 0,91

    (a)

    5,28± 1,73

    (b)

    7,17 ± 0,72

    (c)

    9,71± 0,45

    (d)

    9,86 ± 0,86

    (d)

    10,43± 0,30

    (d)

    Kadar Abu

    (% ±SE)

    W= 0,35

    1,37 ± 0,26

    (a)

    1,37 ± 0,42

    (a)

    1,38 ± 0,28

    (a)

    1, 49± 0,31

    (a)

    1,50 ± 0,05

    (a)

    1,50 ± 0,03

    (a)

    Lemak

    (% ±SE)

    W= 0,68

    3,72 ± 0,21

    (a)

    3,74 ± 0,48

    (a)

    4,66 ± 0,52

    (b)

    4,90 ± 1,08

    (bc)

    5,36 ± 0,58

    (c)

    4,96 ± 0,89

    (bc)

    Karbohidrat

    (% ±SE)

    W= 4,09

    51,90 ±5,20

    (a)

    57,83 ±3,72

    (b)

    61,23 ±0,32

    (bc)

    63,08 ±2,99

    (c)

    63,81 ±2,64

    (c)

    61,73 ±4,11

    (bc)

    Protein

    (% ±SE)

    W= 0,21

    1,17 ± 0,09

    (a)

    3,21 ± 0,27

    (b)

    3,69 ± 0,19

    (c)

    3,99 ± 0,09

    (d)

    4,20 ± 0,20

    (d)

    3,24 ± 0,14

    (b)

    Antioksidan

    (% ±SE)

    W= 1,90

    51,43±0,76

    (a)

    53,56 ±2,60

    (b)

    55,32 ±0,87

    (cd)

    56,17 ±1,31

    (d)

    55,10 ±1,18

    (bcd)

    53,86 ±0,98

    (bc)

    Keterangan : Angka – angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan antar perlakuan tidak berbeda

    secara bermakna. Angka-angka yang diikuti huruf yang berbeda menunjukkan antar

    perlakuan berbeda secara bermakna W= BNJ 5%

    Air merupakan komponen penting dalam bahan pangan yang dapat mempengaruhi

    kualitas bahan pangan itu sendiri. Peningkatan jumlah air dapat mempengaruhi laju

    kerusakan bahan pangan oleh perubahan mikrobiologis dan kimiawai (Rahman dkk.,

    2011). Berdasarkan hasil analisa pada Tabel 1 menunjukkan waktu fermentasi

    berpengaruh terhadap kadar air mocaf merah, semakin lama waktu fermentasi maka

    kadar air dari mocaf merah semakin meningkat. Hal ini terjadi karena adanya proses

    metabolisme dari kapang Monascus sp. selama proses fermentasi (Dwinaningsih,

    2010). Peningkatan kadar air pada mocaf merah memenuhi standar SNI No. 7622-2011

  • 9

    mocaf yaitu 13%. Selain itu juga peningkatan kadar air pada mocaf merah sesuai dengan

    hasil penelitian yang telah dilakukan Wahjuningsih (2009), yang menyetakan bahwa

    kadar air akan semakin meningkat sebanding dengan lama fermentasi.

    Penentuan serat kasar pada bahan pangan sangat penting dalam penilaian kualitas

    bahan pangan karena angka ini merupakan indeks dan menentukan nilai gizi bahan

    makanan. Serat kasar mengandung senyawa selulosa, hemiselulosa dan lignin yang

    tidak dapat dicerna oleh manusia (Prawitasari dan Estiningdriati, 2012). Serat kasar

    dapat dipakai untuk menentukan kemurnian bahan dan efisiensi proses (Sudarmadji,

    dkk., 1984). Wulandari dkk. (2013) mengatakan jumlah serat kasar akan mempengaruhi

    penyerapan nutrisi, ketika suatu bahan pangan memiliki kandungan serat kasar yang

    tinggi maka serat kasar yang tidak tercerna akan membawa sebagian nutrisi kemudian

    dikeluarkan bersama fases. Perubahan kandungan serat kasar pada mocaf merah

    dipengaruhi oleh intensitas pertumbuhan miselia kapang, karena kemampuan kapang

    tersebut memecah serat kasar untuk memenuhi kebutuhan energi (Ardiansyah, 2014).

    Rata-rata kadar serat mocaf merah yang dihasilkan adalah 3,36% - 10,63%. Hasil

    analisa menunjukkan bahwa waktu fermentasi meningkatkan kadar serat mocaf merah.

    Peningkatan kadar serat kasar pada mocaf merah terjadi karena enzim selulase yang

    dihasilkan oleh kapang Monascus sp. belum mampu menghidrolisis serat yang berupa

    polisakarida (selulosa) menjadi monosakarida (glukosa) (Hikmiyati dan Yanie, 2009).

    Proses penguraian serat kasar pada mocaf merah ketika fermentasi memiliki

    pengaruh terhadap kadar abu. Menurut Wibowo, (2010) kadar serat kasar dan kadar abu

    mempunyai hubungan yang berbanding lurus, tingginya kadar serat kasar akan

    berbanding lurus dengan meningkatnya kadar abu. Kadar abu berhubungan dengan

    mineral suatu bahan (Medikasari dkk., 2009). Abu adalah zat anorganik sisa hasil

    pembakaran suatu bahan organik. Berdasarkan hasil analisa terjadi peningkatan kadar

    serat kasar pada mocaf merah sehingga kadar abu mocaf merah juga meningkat, tetapi

    tidak terjadi peningkatan yang besar pada kadar abu yang dihasilkan. Hal ini disebabkan

    karena kadar abu tidak dipengaruhi oleh waktu fermentasi (Lehninger, 1987). Semakin

    tinggi kadar abu akan berpengaruh terhadap kualitas mocaf merah. Secara keseluruhan

    kadar abu mocaf merah yang diperoleh pada penelitian ini tidak melebihi standar kadar

    abu mocaf yang dipersyaratkan oleh SNI No. 7622-2011 yaitu maksimum 1,5% b/b.

  • 10

    Lemak merupakan salah satu kandungan gizi yang terdapat pada suatu bahan

    pangan. Lemak memiliki sifat yang tidak larut dalam air tetapi larut dalam heksan.

    Lemak tersusun oleh unsur C, H, dan O merupakan trigliserida yang dalam kondisi

    ruang berbentuk padat (Darmasih, 1997). Lemak akan diuraikan menjadi asam lemak

    dan gliserol oleh enzim lipase (Deliani, 2008). Berdasarkan hasil analisa pada Tabel 1

    terjadi peningkatan kadar lemak pada mocaf merah, hal ini menunjukkan bahwa enzim

    lipase belum bekerja secara optimal sehingga lemak belum terurai menjadi asam lemak

    dan gliserol. Selain itu juga selama proses berlangsung lemak tidak dengan mudah

    digunakan oleh mikroba karena lebih cenderung memanfaatkan karbohidrat dan protein

    terlebih dahulu. Hal ini didukung oleh (Deliani, 2008; Dwinaningsih, 2010) selama

    proses fermentasi enzim lipase memulai aktivitasnya di awal fermentasi setelah 12 jam

    pertama, kemudian akan bekerja maksimal pada 36 jam pertama fermentasi

    berlangsung.

    Selain terjadi perubahan fisik selama fermentasi berlangsung, terjadi juga

    perubahan kimia pada mocaf merah yang ditandai dengan adanya karbohidrat dan

    protein yang akan didegradasi oleh kapang Monascus sp. yang memproduksi enzim

    pendegradasi (Kazim dkk., 2006). Fermentasi akan menguraikan pati dan selulosa

    menjadi glukosa oleh enzim amilase dan selulase yang dimiliki oleh Monascus sp.

    Glukosa hasil penguraian akan digunakan oleh Monascus sp. dalam menunjang

    pertumbuhan (Nangin dan Sutrisno, 2015). Berdasarkan hasil analisa, pada waktu

    fermentasi 24 jam dan 48 jam berpengaruh terhadap peningkatan kadar karbohidrat.

    Peningkatan kadar karbohidrat terjadi karena adanya ketidakseimbangan antara sumber

    nutrien dalam substrat dan jumlah mikroba, sehingga aktivitas metabolisme

    mikroorganisme berjalan lambat dan menyebabkan kemampuan mikroorganisme untuk

    memecah karbohidrat (pati) menjadi senyawa yang lebih sederhana menurun

    (Suprihatin, 2010). Akan tetapi pada waktu fermentasi 72 jam, 96 jam, dan 120 jam

    tidak terjadi peningkatan kadar karbohidrat dan pada waktu fermentasi 144 jam terjadi

    penurunan kadar karbohidrat. Hal ini dimungkinkan karena adanya aktivitas

    mikroorganisme yang dapat memecah karbohidrat menjadi glukosa (Greenwalt et al.,

    1998). Peningkatan dan penurunan kadar karrbohidrat mocaf merah dipengaruhi oleh

    kandungan karbohidrat yang dimiliki oleh angkak yang cukup besar. Menurut DFG

  • 11

    Senate Commision on Food Safety (2013) kandungan karbohidrat yang terdapat pada

    angkak yaitu sekitar (25-73)%.

    Protein merupakan hal penting dalam tepung karena kecukupan protein akan

    berpengaruh pada kualitas produk yang dihasilkan dari tepung tersebut. Semakin lama

    waktu fermentasi akan berpengaruh pada kadar protein mocaf merah. Semakin lama

    waktu fermentasi, semakin banyak mikroorganisme yang dapat menguraikan substrat

    dan enzim dihasilkan juga berbanding lurus dengan pertumbuhan kapang. Howard et al

    (2003) menjelaskan bahwa kapang yang mempunyai pertumbuhan dan

    perkembangbiakan yang baik akan dapat merubah lebih banyak komponen penyusun

    media menjadi suatu massa sel, sehingga akan terbentuk protein yang berasal dari tubuh

    kapang itu sendiri dan dapat meningkatkan protein dari bahan. Menurut (Mark et al.,

    1996) meningkatnya kandungan protein selama proses fermentasi karena perubahan

    glukosa akan dirubah menjadi asam piruvat melalui jalur glikolisis. Berdasarkan hasil

    analisa, pada waktu fermentasi 120 jam tidak terjadi peningkatan kadar protein dan

    terjadi penurunan kadar protein pada waktu 144 jam hal ini karena pada waktu

    fermentasi tersebut proses metabolisme Monascus sp. berhenti sehingga tidak

    mengasilkan enzim. Penurunan kadar protein mocaf merah ini berhubungan dengan

    aktivitas antioksidan mocaf merah.

    Pengukuran aktivitas antioksidan pada mocaf merah dapat dilihat pada Tabel 1

    yang menunjukkan terjadinya peningkatan kandungan antioksidan ketika dilakukan

    fermentasi pada sampel dan hasil analisa menunjukkan lama fermentasi berpengaruh

    terhadap kandungan antioksidan dalam mocaf merah. Aktivitas antioksidan dari mocaf

    merah maksimal pada waktu fermentasi 96 jam dan mulai menurun pada waktu 120

    jam. Hal ini berkaitan dengan Monascus sp. yang akan menghasikan produk

    metabolisme yang maksimal pada kondisi fermentasi yang sesuai. Selain itu juga dalam

    proses fermentasi, Monascus sp. tidak hanya menghasilkan senyawa metabolit primer,

    tetapi juga menghasilkan senyawa metabolit sekunder. Senyawa yang dihasilkan dari

    aktifitas metabolit sekunder yaitu senyawa fenolik (demerumic acid). Menurut

    (Chairote et al., 2009) senyawa fenolik (demerumic acid) yang dihasilkan dari aktifitas

    metabolit sekunder terutama Monascus ank dan Monascus pilou yang menunjukkan

    aktivitas antioksidan yang paling kuat dalam menangkal radikal bebas. Penurunan

  • 12

    aktifitas antioksidan yang terjadi pada waktu fermentasi 120 jam dan 144 jam terjadi

    karena pertumbuhan Monascus sp. memiliki beberapa fase, pada fase log Monascus sp.

    memproduksi metabolit primer kemudian ketika masuk fase stasioner metabolit

    sekunder akan mulai dihasilkan, ketika kondisi pertumbuhan Monascussp. tidak sesuai,

    proses untuk mencapai fase stasioner terhambat akibatnya metabolit sekunder yang

    dihasilkan juga tidak akan maksimal.

    Hasil analisa kandungan HCN pada mocaf merah menunjukkan hasil negatif. Hal

    ini dipengaruhi karena pada pembuatan tepung dilakukan pencucian, perendaman,

    pengukusan, dan fermentasi dengan Monascuss sp. HCN mempunyai ikatan yang tidak

    begitu kuat, mudah menguap dan hilang atau berkurang dengan jalan pengolahan.

    Pencucian dan perendaman dengan air dapat menurunkan kandungan HCN, sebab

    HCN mudah larut dalam air dan mempunyai titik didih 29 ºC (Akindahunsi dkk.,

    1999). Selain itu fermentasi singkong dengan angkak dapat inaktivasi enzim linamarase

    sehingga tidak bisa mengkatalisis pembentukan HCN (Adamafio et al., 2010).

    KESIMPULAN DAN SARAN

    Kesimpulan

    Kandungan gizi mocaf merah yang optimal adalah pada waktu fermentasi 96 jam,

    dengan kandungan kadar air 8%; kadar abu 1,41%; lemak 4,90%; serat 9,71%;

    karbohidrat 63,08%; protein 3,99%; aktivitas antioksidan yang mampu menghambat

    radikal bebas sebesar 56,17%; dan kandungan HCN negatif.

    Saran

    Komponen penyusun utama dari protein adalah asam amino yang diikat oleh ikatan

    peptida, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk melakukan identifikasi

    susunan asam amino yang terbentuk ketika proses fermentasi

    DAFATAR PUSTAKA

    Adamafio., Sakyiamah M, and Josephyne T. 2010. Fermentation in cassava (Mani¬hot

    esculenta Crantz) pulp juice improves nutritive value of cassava peel. Academic

    Journals 4(3): 51-56

    Akindahunsi, A. A., Oboh. G, dan Oshodi, A. A. (1999). Effect of fermenting cassava

    with Rhizopus oryzae on the chemical composition of its flour and gari. Riv. Ital.

    Sostanze Grasse, 76, 437–440.

    Ayuningtyas. A., Hartini. S., Cahyanty, M. N. 2016. Optimasi Pembuatan Tepung

    Ferkusi (Fermentasi Kulit Singkong) Ditinjau dari Variasi Penambahan Angkak.

    Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan, 5 (2) 44-50

  • 13

    AOAC, 2003. “Official Methods of Analysis”. 17th ed. (2 revision). AOAC Internationa,

    Gaithersburg, MD, USA.

    APTINDO. 2014. Overview Industry Tepung Terigu Nasional Indonesia. Asosiasi

    Produsen Tepung Terigu Indonesia, Jakarta, Indonesia.

    Ardiansyah. 2014. Perubahan Kandungan Nutrisi Pelepah dan Daun Sawit Melalui

    Fermentasi Dengan Kapang Phanerocaete Chrysosporium. Jurnal Penelitian.

    Universitas Tamansiswa Padang

    Chairote., Em-on, Chairote. G, and Lumyong, S. 2009. Red Yeast Rice Prepared from

    Thai Glutinous Rice and the Antioxidant Activity. Chiang Mai J.Sci., 36(1): 42 -

    49.

    Darmasih. 1997. Penetapan Kadar Lemak Kasar Dalam Makanan Ternak Non

    Rumanansia Dengan Metode Kering. Balai Penelitian Ternak Ciawi: Bogor

    Deliani. 2008. Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap Kadar Protein, Lemak, Komposisi

    Asam Lemak dan Asam Fitat pada Pembuatan Tempe. Tesis. Prog Studi Ilmu

    Kimia, Sekolah Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara, Sumatera Utara.

    DFG Senate Commission on Food Safety (2013). Toxicological evaluation of red mould

    rice,Technische. Universitas Kaiserslautern, Kaiserslautern.

    Dwinaningsih, E.A. 2010. Karakteristik Kimia dan Sensori Tempe dengan Variasi

    Bahan Baku Kedelai/Beras dan Penambahan Angkak Serta Variasi Lama

    Fermentasi. Skripsi, Universitas Sebelas Maret, Surakarta

    Hikmah, N., 2015. Pemanfaatan Ekstrak Kulit Singkong dan Air Cucian Beras pada

    Pertumbuhan Tanaman Sirsak (Annona muricata L.). Naskah Publikasi. Prog Studi

    Pendidikan Biologi. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas

    Muhammadiyah Surakarta: Surakarta.

    Greenwalt, C. J., Ledford, R. A., K. H. Steinkrauss. 1998. Determination and

    Characterization of The Antimicrobial Activity of The Fermented Tea Kombucha.

    Department of Food Science Cornell University, New York.

    http://www.dobradieta.pl/forum/viewtopic.php?p= 246975 [29 Juli 2016]

    Kurniati, L. I., Aida. N, Gunawan. S, dan Widjaja. T. 2012. Pembuatan Mocaf

    (Modified Cassava Flour) dengan Proses Fermentasi Menggunakan Lactobacillus

    plantarum, Saccharomyces cereviseae, dan Rhizopus oryzae. Teknik Pomits, 1,

    pp.1-6.

    Lakahina, O., Liliana, Y., & Hartanto, B.D., 2015. Mocaf Merah - Pangan Kaya

    Antioksidan Berbasis Kearifan Lokal. Laporan Akhir Program Kreativitas

    Mahasiswa. Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga.

    Lehninger, A. L. 1987. Bioenergetics and metabolism, principle of biochemistry (2nd

    Preprint). CBS

    Mark, D. B., D. Mark. A, dan M.smith. C. 1996. Biokimia Kedokteran Dasar. EGC,

    Jakarta.

    Marniza., Medikasari, dan Nurlaili. 2011. Produksi Tepung Ubi Kayu Berprotein:

    Kajian Pemanfaatan Tepung Kacang Bengkuk sebagai Sumber Nitrogen Ragi

    Tempe. Jurnal Teknologi dan Hasil Pertanian 16, pp.73-81.

    Medikasari., Marniza, dan Evi. D. 2009. Produksi Tepung Ubi Kayu Berprotein: Suatu

    Kajian Awal Karakteristik Berdasarkan Lama Fermentasi dan Jumlah Inokulum

    dengan Menggunakan Ragi Tempe. Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian

    Kepada Masyarakat, Universitas Lampung.

    Nangin, D., dan Sutrisno, A. 2015. Enzim Amilase Pemecah Pati Mentah Dari Mikroba.

    Kajian Pustaka. Jurnal Pangan dan Agroindustri, 3, pp. 1032-39

    http://www.dobradieta.pl/forum/viewtopic.php?p

  • 14

    Prabowo, T.T. 2009. Uji Aktivitas Antioksidan Dari Keong Mata Merah (Cerithidea

    Obtusa). Skripsi. Institut Pertanian Bogor: Bogor.

    Prawitasari, I., dan Estiningdriati. 2012. Kecernaan Protein Kasar dan Serat Kasar Serta

    Laju Digesta pada Ayam Arab yang Diberi Ransum dengan Berbagai Level Azolla

    Microphylla. Animal Agriculture Journal, 1: 471-83.

    Rahman, T., Lutfiyanty, H, dan Ekafitri, R. 2011. Optimasi Pembuatan Food Bar

    Berbasis Pangan. Prosiding SNaPP sains, Teknologi, dan Kesehatan. ISSN: 2089-

    3582. Vol 2, No 1.

    Salim, E. 2007. Mengolah Singkong Menjadi Tepung Mocaf (Bisnis Produk Alternatif

    Pengganti Terigu. Lily Publisher. Yogyakarta : 9-42.

    Standar Nasional Indonesia (SNI). 2011. Tepung Mocaf. SNI 7622-2011. Badan

    Standarisasi Nasional, Jakarta

    Steel, R. dan Torie, J. H. 1989. Analisis Data Statistik Deskriptif. Surabaya: Erlangga.

    Sudarmadji, S. 1984. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Edisi

    Ketiga. Yogyakarta: Liberty

    Suprihatin, 2010. Teknologi Fermentasi. UNESA. University Press, Surabaya

    Tandrianto, J., Mintoko, D. K., & Gunawan, S., 2014. Pengaruh Fermentasi pada

    Pembuatan Mocaf (Modified Cassava Flour) dengan Menggunakan Lactobacillus

    plantrum terhadap Kandungan Protein. Teknik Pomits, 3, pp.143-45.

    Uyoh, E. A., Ntui, and Udoma, N. 2009. Effect of local cassava fermentation methods

    on some physiochemical and sensory properties of fufu. Pakistan Journal of

    Nutrition 8(8): 1123-1125

    Wahjuningsih, S B. , MP, Ir. Bambang Kunarto, MP, Ir. Adi Sampurno, Msi. 2009.

    Kajian Mutu Tepung Mocaf (modified cassava flour) yang Dibuat dengan Berbagai

    Metode, Aplikasinya untuk Mie Kering dan Analisis Ekonominya. Laporan Akhir

    Kegiatan Fasilitasi Pelaksanaan Riset Unggulan Daerah Tahun 2009. Lembaga

    Penelitian dan Pengabdian Masyarakat. Universitas Semarang.

    Wulandari, K.Y., Ismadi, V.D.Y.B., dan Tristiarti. 2013. Kecernaan Serat Kasar Dan

    Energi Metabolis Pada Ayam Kedu Umur 24 Minggu Yang Diberi Ransum Dengan

    Berbagai Level Protein Kasar Dan Serat Kasar. Animal Agriculture Journal (2): 9-

    17.

    Wibowo, A. H. 2010. Pendugaan Kandungan Nutrien Dedak Padi Berdasarkan

    Karakteristik Fisik. InTesis. Institut Pertanian Bogor: Bogor

    Yongsmith B., Tabloka W, Yongmanitchai W, Bavavoda R. 1993. Culture condition for

    yellow pigmen formation by Monascuss so. KB 10 grown on cassava medium.

    World J Microbiol Biotechnol., 9:85-90

  • 15