Post on 04-Nov-2015
MANIFESTASI KLINIK DAN FAKTOR RESIKO STROK ISKEMIK
1. PENDAHULUAN
Iskemia otak biasanya diklasifikasikan atas global dan fokal, dan gejala defisit neurologik
fokal sering menunjukkan lokasi infark. Suplai darah pada area otak tertentu oleh arteri spesifik
selalu berdasarkan teritorinya sehingga ahli saraf kadang dapat memprediksi secara tepat cabang
arteri mana yang terlibat berdasarkan gejala klinik. Namun, lesi serebrovaskular tidak selalu
menunjukkan kumpulan gejala yang jelas. Sindrom strok iskemik bergantung tidak hanya dari
arteri yang terlibat, tetapi juga beberapa faktor tambahan termasuk kolateral, apakah oklusi
terletak di proksimal atau distal dari sirkulus Willisi, variasi dari sirkulis Wilisi dan variasi dari
lokasi yang disuplai oleh arteri tertentu. Jadi, sindrom yang sama dapat terjadi pada lesi di lokasi
berbeda sedang lesi pada area yang sama terkadang dapat menimbulkan sindrom yang berbeda
pada 2 individu.
Perkembangan teknik neuroimejing modern beberapa dekade terakhir, khususnya MRI,
telah memungkinkan konfirmasi antara manifestasi klinik dengan lesi di otak pada banyak
pasien, dan bahkan deskripsi gambaran kllinis pada lokasi pembuluh darah yang tidak diketahui
sebelumnya. Hasil dari perkembangan ini adalah munculnya bukti hubungan antara lokasi
anatomi dengan fungsinya dan dengan membaiknya tehnik neuroimaging, fungsi fisiologis dan
psikolgis lebih tinggi, seperti perhatian, memori dan pikiran, menjadi lebih jelas secara anatomik.
Berlawanan dengan lesi iskemik, strok hemoragik dapat melibatkan area yang lebih luas dari
area yang diperdarahi satu arteri dan sering berhubungan dengan efek massa, menyebabkan
disfungsi struktur yang berdekatan dan membuat hubungan klinis sulit.
Kami membagi sindrom strok iskemik berdasarkan penyebab oklusi arteri karotis interna
dan percabangannya (sirkulasi anterior), dan yang disebabkan oklusi pada arteri vertebra dan
basiler atau cabang-cabangnya (sirkulasi posterior). Sedang infark Watershed dapat melibatkan
kedua sirkulasi.
2. SIRKULASI ANTERIOR
2.1 Arteri Serebri Anterior
2.1.1 Anatomi dan teritori vaskular
Arteri serebri anterior (ACA) berasal dari bagian clinoid anterior arteri karotis interna
(ICA) dan berjalan sepanjang permukaan superior kiasma optikum (70%) atau saraf (30%) dan
berjalan ke rostral mencapai fisura interhemisfer, dimana ia berhubungan dengan ACA
kontralateral melalui arteri komunikans anterior (ACoA.). ACA dibagi atas beberapa segmen
yaitu segmen A1 atau segmen proksimal, antara ICA dengan ACoA, dan segmen distal A2 atau
segmen post-komunikans. Kompleks ACA-ACoA normal didefenisikan sebagai satu kesatuan
dimana sebuah arteri komunikans menghubungkan segmen A1 dengan ukuran yang sama, dan
kedua segmen A1 dan ACoA mempunyai ukuran yang cukup untuk sirkulasi diantara kedua
arteri karotis. Sebuah ACoA terdapat pada 60%, dua ACoA pada 30% dan tiga ACoA pada 10%
kasus. Cabang rekuren dari ACA, pertama kali dijelaskan oleh Heubner, biasanya merupakan
cabang terbesar dari A1 atau segmen A2 proksimal. Arteri Heubner berbalik arah kembali ke
cabang utama dan mengadakan penetrasi ke substansi perforata anterior sebagai cabang tunggal
atau cabang multipel, memperdarahi bagian anterior nukleus kaudatus, sepertiga anterior
putamen, ujung dari segmen luar globus pallidus, anterior limb kapsula interna, bervariasi pada
fasiculus uncinatus dan regio olfaktori. Segmen A1 dan A2 dan ACoA, memberikan cabang-
cabang arteri kecil menuju substansi perforata anterior, area subfrontal, permukaan dorsal kiasma
optikum, area suprakiasma dan hipotalamus (Perlmutter dan Rhoton, 1976; Gomes et. al., 1984).
Trunkus utama ACA, arteri perikalosal atau ACA distal, dimulai dalam ACoA dan berjalan
dorsal di sekitar genu korpus kalosum dan berlanjut di sulkus antara korpus kalosum dan girus
singularis menuju fisura parieto-oksipital. Arteri callosomarginal merupakan cabang utama arteri
perikalosal. Dia berjalan di atas girus singularis dan berjalan ke dalam sulkus singularis dan
absen pada 18% otak. Cabang dalam dari ACA berasal dari bagian proksimal, dekat dengan
sirkulus Willisi, sedangkan cabang kortikal, biasanya berjumlah 11, berasal dari ACA distal
(Marino, 1976; Perlmutter dan Rhoton, 1978).
Cabang kortikal ACA memperdarahi ke 3/4 anterior permukaan medial hemisfer,
termasuk permukaan orbital-medial lobus frontalis, kutub lobus frontal, sedikit permukaan
lateral dari hemisfer sepanjang tepi superior, dan 4/5 anterior korpus kallosum. Anatomi sirkulus
Willisi anterior sangat beragam sehingga beberapa variasi ACA dapat ditemukan. Anomali ACA
distal termasuk triplikasi segmen post-komunikans, kegagalan berpasangan dari ACA distal,
cabang yang menyeberang dari satu hemisfer ke hemisfer lain, dan cabang bihemisfer.
Khususnya yang sering terjadi adalah hipoplastik segmen A1, dengan kedua ACA distal diisi
oleh segmen A1 yang lebih besar. Pada ACA yang tidak berpasangan, selain ACA kanan dan
kiri, hanya satu arteri yang ada, memperdarahi permukaan mesial kedua hemisfer. Ketika sebuah
arteri yang tidak berpasangan atau sebuah arteri yang memperdarahi kedua hemisfer oklusi,
sindrom khas yang muncul akibat penyumbatan kedua ACA dapat terjadi (Baptista, 1963).
2.1.2 Etiologi dan Frekuensi
Infark ACA jarang terjadi, sekitar 0.6% sampai 3% dari strok iskemik akut (Gacs et al.,
1983; Kazui et al. 1993) (tabel 22.1). Dari 1940 pasien dengan serangan strok pertama kali
(iskemik atau hemoragik) yang masuk ke rumah sakit kami dan dimasukan kedalam daftar
registrasi Strok Lausanne selama 7 tahun pertama, hanya 27 orang yang mengalami infark pada
teritori ACA, seperti yang terlihat pada CT (Bogousslavsky dan Regli, 1990a). Karena ACA di
satu sisi dapat memperdarahi ACA kontralateral melalui ACoA, penyumbatan sebuah cabang
ACA dapat asimtomatik dan hal ini dapat menjelaskan sedikitnya frekuensi infark daerah ACA.
Emboli dari salah satu arteri karotis atau jantung merupakan penyebab utama infark ACA pada
ras kaukasia (Gacs et.al., 1983; Bogoisslavsky dan Regli, 1990a), sedangkan pada ras oriental,
penyebab utama adalah arterosklerosis intrakranial (Kazui et al., 1993). Infark dapat sekunder
oleh karena ruptur atau operasi dari aneurisma sakular dari ACoA dan paling sering sekunder
karena vasospasme setelah ruptur aneurisma sakular dari ACoA atau ACA. Kompresi arteri
kallosomarginal terhadap falx saat herniasi transfalsial merupakan salah satu penyebab infark
teritori ACA (Rothfus et al., 1987). Diseksi ACA dapat terjadi secara spontan atau karena trauma
dan menyebabkan infark atau pendarahan subaraknoid (Amagasa et a., 1988; Ishiashi et al.,
1985). Diseksi spontan ACA sangat jarang, dan sering terjadi pada pasien usia pertengahan. Pada
pasien dengan lesi iskemik, lesi tersebut paling sering terjadi pada bagian kedua ACA dan pada
kelompok pendarahan, penemuan karakteristik dapat ditemukan pada setiap lokasi dari ACA
(Ohkuma et al. 2003).
2.1.3 Gambaran klinis
Kelemahan, merupakan gangguan neurologi yang paling sering terjadi, ditemukan pada
hampir seluruh pasien. Secara klasik, paresis melibatkan terutama atau hanya pada ekstremitas
bawah, meskipun paresis fasiobrakial terkadang dapat terlihat (Bogousslavsky dan Regli, 1990a).
Kelemahan fasial terisolasi disebabkan karena infark dalam (kaudatus) (Caplan et al., 1990).
Hemiparesis komplit dapat terjadi karena perluasan lesi ke struktur yang lebih dalam.
Keterlibatan arteri Heubner dan daerah yang disuplainya yaitu bagian anterior limb dan genu
kapsula interna mungkin berperan menyebabkan kelemahan berat pada lengan dan wajah pada
oklusi ACA (Critchley, 1930). Variasi yang besar pada area kortikal distribusi ACA telah
dibuktikan dan pada individu tersebut, infark dapat melibatkan daerah representasi lengan dan
tangan di korteks motorik primer (Van der Zwan et a;., 1992). Infark kedua ACA menyebabkan
paraparesis, dan biasanya terjadi setelah vasospasme ACA bilateral setelah ruptur aneurisma
ACoA (Greene et al., 1995). Pada infark trombosis, paraparesis khususnya dapat terjadi karena
kasus anomali pada bagian anterior sirkulus Wililisi, seperti hipoplastik A1 atau ACA yang tidak
berpasangan (Borggreve et al., 1994).
Gangguan sensorik terjadi pada setengah dari pasien, selalu dengan hemiparesis, dan
menunjukkan distribusi yang hampir sama (Bogousslavsky dan Regli, 1990a). Tergantung pada
luasnya ACA dan kolateral dari arteri serebri posterior (PCA), hilangnya rangsang sensorik
biasanya ringan atau tidak ada. Refleks menggenggam kontralateral dapat terjadi pada lesi yang
melibatkan korteks orbitofrontal atau substansia alba di bawahnya, yang merupakan teritori dari
arteri orbitofrontal dan frontopolar (Kumral et al., 2002).
Inkontinensia fekal dan urin dapat terjadi pada pasien dengan infark unilateral atau
bilateral, terjadi pada pasien dengan lesi yang luas melibatkan bagian superior dan medial lobus
frontal. Inkontinesia fekal lebih sedikit terjadi, kemungkinan karena perbedaan dasar anatomis
fisiologis dari sistem sfingter urin (Andrew dan Nathan, 1964; Kumral et al., 2002).
Untuk berbahasa, kelainan mutisme awal dan afasia motorik transkortikal (seperti
penurunan berbicara spontan, repetisi baik dan pemahaman masih baik) terkadang dapat terjadi.
Area motorik tambahan merupakan lokasi yang penting timbulnya kelainan berbahasa (Kumral
et al., 2022). Mutism dapat dilihat setelah lesi di sebelah kanan maupun kiri. Afasia motorik
transkortikal dapat terjadi pada lesi di sebelah kiri dan prognosisnya biasanya baik, meskipun
pada beberapa pasien dapat terjadi kesulitan memulai dan mempertahankan kemampuan
berbicara yang menetap (Alexander dan Schmitt, 1980).
Gangguan neurofisiologik umum terjadi dan termasuk neglect spatial atau motorik,
callosal disconnection syndrome, dan gangguan mood. Callosal disconnection syndrome,
pertama kali ditemukan pada oklusi pasca operasi ACA kiri (Geschwind dan Kaplan, 1962),
dengan karakteristik apraksia ideomotor kiri ( ketidakmampuan melakukan gerakan terampil
dengan tangan kiri) dan agrafia pada tangan kiri dan atau anomia taktil (ketidakmampuan
menamakan objek yang diletakan pada tangan kiri) dan realtif jarang terjadi. Hal ini
diperkirakan, akibat lesi kalosal, input dari hemisfer kanan tidak dapat mencapai ke area yang
bertanggung jawab untuk praxis ideomotor dan bahasa di hemisfer kiri, dan hemisfer kanan tidak
dapat berfungsi secara penuh (Geschwind dan Kaplan, 1962). Variasi gangguan mood dapat
terjadi seperti acute confusion, sindrom disinhibisi dengan euforia dan tertawa yang tidak wajar
(Witzelsucht), dan abulia (kurang spontanitas aksi dan bicara) dengan lesi unilateral, dan
menjadi mutism akinetik pada lesi bilateral. Mutism akinetik adalah tidak dapat berbicara, gerak
volunter, ekspresi emosional dan respon yang terbatas terhadap rangsangan, dengan integritas
fungsi sensorik dan motorik primer, tetapi dengan kewaspadaan superfisial, dan mungkin
disebabkan oleh infark teritori arteri serebri anterior bilateral (Freemon, 1971). Hal yang sama
dapat ditemukan pada infark yang dalam pada teritori ACA yang melibatkan nukleus kaudatus
dan struktur disekitarnya dan menginterupsi sirkuit kortikal-subkortikal (Caplan et al., 1990).
Tidak semua pasien dengan penyumbatan ACA dan apraksia sisi kiri dapat melakukan
tugas bimanual dan kadang-kadang tangan tersebut terlihat saling melawan alien hand
syndrome (AHS). Gejala bervariasi dan ekstremitas pasien dapat mengalami gerak involunter
dan sering berlawanan dengan apa yang diinginkan oleh pasien. Menurut beberapa ahli, AHS
merupakan dua sindrom yang terpisah. AHS frontal terjadi pada tangan dominan, berhubungan
dengan refleks mengenggam, meraba dan manipulasi kompulsif terhadap alat, dan diakibatkan
kerusakan pada area motorik tambahan, girus singularis anterior, dan korteks prefrontal medial
dari hemisfer dominan dan korpus kalosum anterior. AHS kalosal mempunyai gejala utama
berupa intermanual conflict dan hanya disebabkan lesi kalosal anterior (McNabb et al., 1988;
Feinberg et al., 1992; Chan dan Ross, 1997). Fenomena AHS mungkin berhubungan dengan
gejala aneh lainnya yang berkaitan dengan kerusakan kalosal, termasuk dispraksia diagnostik,
tingkah laku disosiatif aneh pada salah satu tangan pasien, biasanya tangan kiri pada pasien
dominan tangan kanan dan berlawanan terhadap tangan lainnya (Tanaka et al. 1990).
Pergerakan involunter seperti hemiparkinsonism dan asterixis, ditemukan pada infark
teritori ACA. Asterixis terjadi pada fase akut pasien dengan kelemahan lengan minimal,
sedangkan parkinsonism biasanya ditemukan pada disfungsi motorik dan membaik pada pasien
yang pada awalnya mengalami kelemahan tungkai berat. Asterixis berhubungan dengan lesi
kecil yang melibatkan area prefrontal dan parkinsonism, diakibatkan oleh lesi relatif besar yang
melibatkan area motorik tambahan atau girus singularis (Kim, 2001).
2.2 Arteri Koroidal Anterior
2.2.1 Anatomi dan Teritori Vaskular
Arteri koroidal anterior (AChA) merupakan arteri yang kecil panjang, diameter sekitar 1
mm, dan biasanya berjalan naik dari pangkal ICA tepat diatas tempat asal PCoA, tetapi
terkadang dari bifurkasio ICA, dari MCA atau dari PCoA (Herman et al., 1966; Rhoton et al.,
1979). Pada kasus jarang, AChA tidak ada, dan duplikasi AChA pernah ditemukan (Carpenter et
al., 1954); Hussein et al., 1988). AChA berjalan posterior dan terbagi atas cabang superfisial dan
perforans. Cabang perforans mensuplai 2/3 posterior dari tungkai posterior kapsula interna,
segmen internal globus pallidus dan sebagian thalamus ventrolateral. Cabang superfisial
mensuplai traktus optikus dan radiasio, sebagian dari korpus genikulatum lateral dan sebagian
lobus temporal, dan berpenetarasi mensuplai pleksus koroideus dan beranastomosis dengan
PChA. korona radiata paraventrikuler posterior disuplai oleh cabang perforans masih
diperdebatkan (Mohr et al., 1991; Hupperts et al., 1994; Hamoir et al., 2004). Cabang AChA
beranastomosis dengan cabang komunikans posterior, cerebri posterior, karotis interna, serebri
media, dan arteri koroidal posterior lateral. Sehingga daerah yang disuplai oleh AChA tergantung
pada jumlah anastomosis (Carpenter et al., 1954; Helgason, 1988).
2.2.2 Etiologi dan frekuensi
Selama beberapa tahun, infark AChA jarang terjadi. Tetapi, pada satu penelitian dengan
100 pasien dengan infark pada teritori arteri perforans dalam dari sistem karotis, 23 %
mengalami infark pada teritori AChA (Ghika et al., 1989). Apakah infark AChA disebabkan oleh
penyakit pembuluh darah arteri kecil atau emboli masih diperdebatkan. Kebanyakan infark kecil
AChA mungkin sekunder disebabkan dari penyakit arteri kecil (Hupperts et al. 1994), dengan
hipertensi sebagai faktor resiko terpenting (Bruno et al., 1989) dimana penyakit arteri besar dan
emboli jantung berperan dalam infark yang besar (Levy et al., 1995). Operasi ligasi AChA
pernah dilakukan untuk menghilangkan tremor pada penyakit Parkinson (Cooper, 1954). Pasien
yang mengalami kliping aneurisma AChA mempunyai resiko yang tinggi untuk terjadinya
iskemia post operasi
2.2.3. Gejala Klinik
Pertama kali dijelaskan oleh Foix et al., pada tahun 1952, trias : hemiplegia,
hemianestesia dan hemianopia dipikirkan sebagai trias klasik infark AChA untuk beberapa
waktu. Tetapi, penelitian dengan CT telah memperluas spektrum klinik dari infark ini
(Bogousslavsky et al. 1986; Decroix et al., 1986; Helgason et al., 1986; Ghika et al., 1989; Levy
et al., 1995). Kelemahan hampir selalu muncul dan biasanya melibatkan wajah, lengan dan
tungkai. Derajat keparahan dari kelemahan sangat mengesankan (Decroix et al., 1986), terutama
pada infark luas. Kebalikannya, hemiparesis berat jarang dilaporkan setelah operasi ligasi AChA
(Helgason et al. 1986c). Kelainan sensorik biasanya inkomplit dan transient (Helgason et al.,
1986).
Sindrom lakunar, seperti sinrom motorik murni, sindrom sensorimotor dan hemiparesis
ataksik sering terjadi pada pasien dengan infark AChA yang kecil, dan terjadi pada 67 pasien
dari 77 pasien pada satu penelitian (Hupperts et al., 1994). Sindrom lakunar lainnya, hemiparesis
ataksik hipestesi, ditemukan pada infark AChA (Bogousslavsky et al., 1986). Pada umumnya,
frekuensi dari hemiparesis ataksis tidak banyak pada pasien dengan infark kecil dalam (Hupperts
et al., 1994). Defek lapang penglihatan mungkin gambaran yang paling tidak konsisten pada trias
klinik dan apabila ada, sering sementara. Defisit lapang penglihatan jarang terjadi pada infark
kecil namun sering terjadi pada infark besar. Hal ini mungkin disebabkan oleh iskemia pada 3
bagian yang berbeda dari jalur penglihatan, traktus optikus, korpus genikulatum lateral dan
radiasio optika (traktus genikulokalkarina). Radiasio optika adalah bagian yang paling sering
terkena dan menyebabkan hemianopia homonim kongruen tanpa melibatkan makula (Decroix et
al. 1986). Keterlibatan korpus genikulatum leteral menyebabkan hemianopia tanpa melibatkan
sektor horisontal atau kuadranopia superior tanpa melibatkan makula. Infark pada traktus optikus
seharusnya menyebabkan hemianopia inkongruen tanpa adanya refleks papil terhadap stimulus
cahaya, tetapi pada penjelasan infark AChA (Helgason et al., 1986), hal ini tidak ditemukan.
Jarang terjadinya hemianopia pada infark AChA mungkin disebabkan oleh karena kecilnya
ukuran sebagian besar infark yang terjadi.
Tanda kortikal tidak jarang dan sering ditemukan pada infark yang besar. Termasuk
visual neglect, anosognosia (tidak mengakui dirinya sakit), apraksia, impersistensi motorik, dan
deviasi mata dan kepala (Decroix et al., 1986; Helgason et al., 1986; Levy et al., 1995). Pada
penelitian neuropsikologi dengan 4 pasien, kelainan kognitif ditemukan pada keempatnya. 3
pasien dengan lesi sebelah kanan mengalami visual neglect berat, dan impersisten motorik.
Pasien dengan lesi sebelah kiri mengalami afasia ringan dengan bicara tidak lancar, paraphasia
semantik, preservasi dan penurunan kemampuan psiko-linguistik, tetapi tidak ada neglect
(Cambier et al. 1983). Penemuan ini dijelaskan oleh karena lesi pada tungkai posterior dari
kapsula interna meneginterupsi koneksi antara thalamus dan korteks (Decroix et al., 1986).
Mutism pseudobulbar jarang terjadi dan melibatkan tungkai posterior kapsula interna bilateral
dan medial globus pallidus. Mutism pseudobulbar akut ditemukan pada 9 pasien dengan infark
AChA bilateral (Helgason et al., 1988).
2.2.4 Prognosis
Sedikit penelitian yang melaporkan prognosis infark AChA. Pada satu penelitian, infark
AChA mempunyai angka fatalitas yang rendah pada 30 hari pertama dan mortalitas satu tahun
dalam dan tingkat kematian per 1 tahun lebih rendah dari pada infark dalam yang kecil lainnya
tetapi karena sedikitnya jumlah pasien, analisis multivariat tidak dapat dilakukan (Hupperts et
al., 1994).
2.3 Arteri Serebri Media
2.3.1 Anatomi dan teritori vaskular
Arteri serebri media (MCA) berasal dari bifurkasio ICA pada bagian akhir medial dari
fissura Sylvian, sebelah lateral kiasma optikum. Segmen horizontal (M1) biasanya terdiri dari 5-
17 arteri kecil (cabang lentikulostriata dari Duret, cabang dalam). Klasifikasi dibagi menjadi
cabang medial dan lateral dan penetrasi ke bagian posterior dan lateral dari subtansi perforata
anterior. Pangkal MCA sering dibagi atas 2 cabang (anterior atau superior, dan posterior atau
inferior) atau lebih jarang lagi, terbagi atas 3 cabang atau cabang-cabang yang lebih kecil tanpa
cabang utama (Gibo et al., 1981). M1 berputar 900 dan berjalan sepanjang insula, membentuk
segmen M2 (atau insular), dan berakhir pada sulkus sirkular dari insula. Segmen M3 (opercular)
berjalan sepanjang permukaan opercula dan mencapai bagian superfisial fisura Sylvian, dan
berputar 1800. Cabang yang membentuk segment M4 (kortikal) dimulai dari permukaan fisura
Sylvian dan meluas sepanjang permukaan kortikal. Cabang meduler berasal dari cabang
superfisial, menembus substansia dari hemisfer, dan berjalan ke depan menuju bagian atas
ventrikel lateral.
Teritori arteri serebri media meliputi sebagian besar permukaan lateral hemisfer, semua
permukaan insular dan opercular, bagian lateral permukaan orbital lobus frontal, lobus temporal,
dan bagian lateral permukaan inferior lobus temporal. Cabang lenticulostriata MCA menyuplai
bagian kepala dan tubuh dari nukleus kaudatus, bagian atas dari anterior limb, genu dan bagian
anterior posterior limb kapsula interna, putamen, dan, pallidum lateralis. Cabang-cabang meduler
dari sistem MCA superfisial memasok centrum semiovale, yang terdiri dari substansia alba
sentralis hemisfer serebri, bagian superfisial korona radiata, dan cabang asosiasi panjang. Kami
akan mendeskripsikan secara terpisah penyebab dan temuan klinis oklusi pangkal MCA (MCA
komplit), cabang superficial, cabang yang menembus ke dalam, dan cabang medulla
2.3.2. Infark MCA Permukaan (Pial) dan Komplit (Dalam dan Permukaan)
2.3.2.1 Etiologi dan Frekuensi
Infark komplit pada tertitori MCA dan infark cabang superficial pada teritori MCA sering
disebabkan oleh emboli jantung atau penyakit pada arteri besar (Blackwood et al., 1969;
Lhermitte et al., 1970; Caplan et al., 1955). Walaupun aterosklerosis in situ MCA jarang, namun
lebih sering dijumpai pada pasien kulit hitam dan oriental. (Caplan et al, 1985). Pada LSR
(Lausanne Stroke Registry) , sumber emboli jantung lebih sering pada pasien dengan infark di
teritori divisi posterior MCA daripada infark di teritori divisi anterior. Infark ini merupakan
sepertiga (34,5%) dari semua infark iskemik di LSR : 14,4% di teritori divisi anterior MCA,
9,9% di divisi posterior, dan 10,2% di teritori superficial dan dalam (infark MCA komplit).
2.3.2.2 Gejala Klinik
2.3.2.2.1 Infark Arteri Serebri Media Komplit
Infark ini sangat berat dan ditandai dengan hemiplegia masif kontralateral yang
melibatkan wajah, lengan dan tungkai, hemianastesia, hemianopia homonim, deviasi conjugae
mata dan kepala ke arah infark. Afasia global terjadi pada lesi sebelah kiri, sedangkan
hemineglect dan gangguan visospasial terjadi pada sisi sebelah kanan. Perubahan vegetatif
perifer sering muncul pada infark serebral luas tipe ini, namun sering terabaikan. Pasien awalnya
mungkin sadar tetapi, dari hari pertama sampai hari keempat setelah stroke, penurunan kesadaran
timbul karena edema serebral. Gangguan kesadaran dapat muncul dari awal dan dalam
pengalaman penulis (Bogousslavsky), adalah prediktor terbaik kematian (Heinsius et al., 1998).
Prognosis sangat buruk, dengan hanya I0% pasien independen pada 1 tahun (Bamford dkk.,
1991). Kematian juga tinggi, tetapi angka kematian bervariasi dari 22% sampai 78%, mungkin
karena kriteria seleksi yang berbeda (Hacke dkk, 1996;.. Heinsius et al, 1998).
2.3.2.2.2 Infark Arteri Serebri Media Superfisial (Pial)
Keterlibatan semua cabang superfisial anterior dan posterior, tanpa melibatkan cabang
dalam, jarang terjadi. Temuan klinis yang mirip dengan infark MCA komplit, hemianopia
homonim kontralateral dan deviasi conjugae mata dan kepala ke sisi lesi sering ditemukan,
namun gangguan motorik dan gangguan sensorik biasanya tidak melibatkan kaki. Prognosis
tidak seburuk infark MCA komplit, dan tingkat kesadaran yang lebih baik memungkinkan
pengamatan berbagai macam temuan neuropsikologis. Lesi kiri ditandai dengan afasia global
atau afasia Broca (berkurangnya pengucapan kata, agrammatisme, dan defisit komprehensif
sedang), dan apraksia ideomotor. Beberapa abnormalitas perilaku, dapat dilihat pada infark sisi
kanan, di antaranya anosognosia, left spatial neglect, impersistensi motorik, apraksia
konstruksional, hilangnya rangsangan ganda simultan, kebingungan akut, dan prosopoagnosia
(ketidakmampuan untuk mengenali wajah yang familiar) (Hier et al., 1983). Impersistensi
motorik ini berkorelasi dengan anosognosia dan hemipiegia lebih parah, dan sering terlihat
setelah lesi besar. Aprosodia, yang mengacu pada pengucapan monoton tanpa perubahan nada
dan emosi, jarang terjadi.
2.3.2.2.3 Infark Arteri Serebri Media Daerah Pial Anterior
Gambaran neurologis termasuk paresis faciobrachial dan kehilangan sensorik dan deviasi
konjugat mata ke arah lesi (Foix and Levy,1927; Derouesne1973). Hemianopia sangat jarang.
Pada infark sisi kiri, aphasia Broca dapat diamati dari awal atau beberapa hari setelah mutisme
awal (aphemia). Depresi sering dilaporkan pada infark frontal kiri. Aprosodia dan anosognosia
dapat dilihat pada infark sisi kanan.
2.3.2.2.4 Infark di Daerah Cabang Pial Anterior Arteri Serebri Media
Daerah yang disuplai oleh setiap arteri dan gambaran klinis diamati setelah lesi terisolasi.
2.3.2.2.5 Infark di Daerah Cabang Pial Posterior Arteri Serebri Media
Ketika infark di daerah ini menyebabkan kelemahan, manifestasinya ringan dan terutama
timbul di wajah dan lengan. Sama halnya dengan gangguan sensorik, jika ada biasanya ringan
dan sering disertai oleh hilangnya rangsangan simultan ganda kontralateral. Hemianopia
homonim kontralateral atau kuadranaopia atas ditemukan di hampir semua pasien. Afasia
Wernicke biasanya terlihat pada infark sisi kiri dan diidentifikasi dengan bicara lancar,
pengulangan dan pemahaman terganggu dan parafasia verbal dan fonem, kadang dengan dengan
parafasia jargon dan agitasi akut. Afasia konduksi dapat diamati pada tahap awal atau, lebih
sering, sebagai evolusi aphasia Wernicke. Afasia konduksi ditandai dengan bicara lancar dengan
penggunaan kata dan pemahaman yang baik, namun dengan repetisi yang jelek. Infark sisi kanan
menyebabkan serangkaian gangguan neuropsikologi, yang paling umum adalah left spatial
neglect, apraksia konstruksional, hilangnya rangsangan ganda simultan, dan agitasi delirium
yang berat (Caplan et al., 1986).
2.3.2.2.6 Infark di daerah Cabang Posterior Superfisial Arteri Serebri Media
2.3.3 Infark Arteri Serebri Media Dalam
Infark ini karena keterlibatan arteri lenticulostriata dari MCA. Infark ini dapat dibagi
menjadi dua kelompok, infark yang besar dan dalam, dan infark yang kecil dan dalam, dengan
penyebab prevalensi, temuan klinis, dan prognosis yang berbeda.
2.3.3.1 Infark kecil dalam atau infark lacunar
Infark ini terjadi oleh karena keterlibatkan hanya satu teritori arteri lenticulostriata MCA,
dan disebabkan oleh lipohyalinosis, suatu proses terkait dengan hipertensi. Atheromatosis dan
oklusi emboli pembuluh darah kecil juga mungkin berperan (Fisher, 1982). Penyakit arteri besar
dan emboli jantung merupakan penyebab potensial lain dari infark ini. Pada CT atau MRI, infark
muncul sebagai lesi dengan ukuran lebih kecil dari 1,5 cm, yang (bersama dengan infark kecil
dalam pada teritori arteri lain) disebut lacunes. Secara keseluruhan, infark dalam di teritori
MCA, ACA dan AchoA berjumlah sebanyak seperempat dari semua strok iskemik.
Temuan klinis khas, karena itu disebut "sindrom lacunar. Meskipun lebih dari 70
sindrom yang berhubungan dengan infark lacunar telah dilaporkan, kebanyakan merupakan
varian minor satu sama lain (Fisher, 1991). Sindrom lacunar klasik meliputi hemiplegi motorik
murni (melibatkan wajah, lengan, dan kaki), stroke sensorik murni, stroke sensorimotor, ataxic
hemiparesis, dan sindrom dysartria clumpsy hand. Sindrom Lacunar yang paling umum ditemui
di teritori MCA adalah hemiplegia motorik murni. Infark pada genu kapsula interna melibatkan
serabut corticopontine dan menghasilkan pola klinis khusus hemiparesis berat pada wajah dan
lidah kontralateral dengan dysarthria (upper capsular genu syndrome) (Bogousslavsky dan
Regli, 1990). Keterlibatan jalur thalamofrontal menjelaskan, gangguan derajat kesadaran dengan
kesadaran yang berfluktuasi juga terlihat pada lesi kecil daerah genu kapsula interna. ("lower
capsular genu syndrome) (Tatemichi dkk, 1992). Gangguan gerakan kadang-kadang dapat
terlihat setelah infark lacunar di wilayah MCA (Fisher, 1982). Pasien dengan infark lacunar
sering memiliki prognosis yang baik. Tingkat fatalitas infark lakunar rendah (sekitar 1% dalam
satu bulan) dan kematian umumnya bukan disebabkan kecacatan neurologis dari infark (Bamford
et al., 1937). Pasien dengan sindrom lakunar klasik, seperti hemiparesis motorik murni dan
sindrom sensorik murni prognosisnya lebih bagus dibandingkan dengan setroke sensori motor
(Bamford et al.,1987).
2.3.3.2 Infark besar dan dalam atau Infark striatocapsular
Infark ini sering disebabkan oleh kardioemboli maupun penyakit arteri besar. Oklusi
trunkus MCA meyebabkan infark di semua wilayah arteri lenticulostriata, sementara suplai aliran
kolateral ke korteks yang mendasari melalui anasatomose transkortikal dan transdural
menjelaskan kortikal yang intak (cortical sparing). Infark ini biasanya muncul pada CT atau
MRI sebagai lesi berbentuk koma yang lebih besar dari 3 cm. Infark ini jarang, sekitar 1-6% dari
semua stroke (Donnan dkk, 1991.; Boiten, dan Lodder, 1992). Gambaran klinis yang paling
umum adalah hemiparesis dan hemisensorik disertai gejala kortikal. Kelemahan terutama
mempengaruhi ekstremitas atas. Gejala kortikal, seperti afasia, apraksia, dan neglect, terdapat
pada lebih dari dua-pertiga pasien (Donnan et all., 1991). Prognosis pasien dengan infark
striatocapsular berada di pertengahan antara prognosis baik infark lacunar dan prognosis buruk
infark cortical/subcortical (Donnan dkk., 1991). Dalam satu seri, dua-pertiga pasien mengalami
setidaknya pemulihan fungsional dan setengahnya mampu kembali bekerja (Donnan et al.,
1991). Prediktor hasil yang baik adalah usia yang lebih muda, tidak adanya tanda-tanda kortikal
pada gejala klinik, dan tidak ada penyakit hemodinamik signifikan pada angiografi serebral.
2.3.3.4 Infark Centrum Ovale
Infark ini melibatkan cabang-cabang meduler. Dalam LSR, infark terbatas di daerah
substansia alba centrum ovale ditemukan pada 1,6% pasien yang dirawat dengan stroke pertama
kalinya (Bogousslavsky dan Regli, 1992). Sama dengan infark subkortikal, infark ini dibagi
menjadi dua kelompok besar dan kecil.
2.3.3.4.1 Infark Centrum Ovale Kecil
Infark ini adalah jenis yang paling umum dari stroke yang terbatas pada centrum ovale
(72%). Bentuknya bulat atau oval dan diameter maksimal kurang dari 1,5 cm. Pada infark kecil,
hipertensi kronis dan diabetes sering didapatkan, tetapi penyakit karotid jarang (Bogoussiavsky
dan Regli, 1992). Temuan ini menyimpulkan bahwa infark centrum ovale kecil berhubungan
dengan penyakit pembuluh darah kecil yang melibatkan cabang medulla, dengan cara yang sama
infark lakunar disebabkan oleh penyakit yang melibatkan deep perforator MCA. Defisit
neurologi terdiri dari fasiobrachiocrural atau hemiparesis parsial, stroke sensorimotor dan
hemiparesis ataxic sesuai dengan sindrom lakunar. Infark kecil di centrum ovale biasanya tidak
terdeteksi secara klinis dan terdeteki secara kebetulan (Leys et al., 1994).
2.3.3.4.2 Infark Centrum Ovale Besar
Infark jenis ini melibatkan lebih dari satu cabang meduler. Diameter maksimal lebih dari
1,5 cm, bentuk irregular dan tepinya mengikuti batas dalam kortex. Mekanisme infark besar ini
tidak jelas. Oklusi karotis ipslateral lebih dari 50% stenosis sering terjadi (80%) yang
menunjukkan kegagalan hemodinamik distal (bogousslavky dan Regli, 1992). Namun emboli
arteri ke arteri atau emboli jantung tidak dapat disingkirkan pada banyak kejadian. Tanda-tanda
neurologis mirip dengan yang ditemukan pada infark permukaan yang luas atau MCA luas.
Defisit ditandai dengan hemiparesis yang melibatkan ekstremitas atas dan wajah lebih berat dari
ektremitas bawah, dengan defisit sensorik yang mengikuti pola yang mirip dengan pola
fasiobrakial. Unsur tambahan lain meliputi afasia ( infark hemisfer dominan) atau gangguan
visuospatial ( hemisfer non-dominan)
3. SIRKULASI POSTERIOR
3.1 Arteri Cerebri Posterior
3.1.1. Anatomi dan Teritori Vaskukar
Arteri serebri posterior (PCA) berasal dari bifurkasi basiler di persimpangan (junction)
pontomesencepalik. Mereka berjalan di sekitar mesensefalon, beranatomosis dengan PCoA, dan
bercabang menjadi cabang-cabang kortikal ketika mencapai permukaan dorsal mesensefalon.
Pada sekitar seperempat pasien, salah satu PCA muncul dari ICA, dikenal dengan PCA tipe fetal.
Penelitian menggunakan angiografi serebral menunjukkan bahwa 11% hemisfer PCA secara
eksklusif di suplai oleh ICA, sedangkan 46% PCA disuplai oleh kedua arteri ICA dan arteri
vertebralis (VA), yang menunjukkan sistem kolateral yang terbuka dari ICA melalui PCoA ke
PCA. Kedua konfigurasi ini membuatnya mungkin bagi emboli dari karotis untuk mencapai PCA
(Jongen et al, 2002). Cara yang berguna untuk menggambarkan segmen PCA adalah membagi
arteri tersebut menjadi segmen precommunal atau segmen P1, yang berjalan dari bifurkasio
sampai tempat keluarnya PCoA, dan segmen postcommunal dari tempat keluarnya PCoA sampai
pembagian menjadi cabang-cabang kortikal. Segmen precommunal memberikan cabang ke arteri
interpedunkular, arteri mesenefalik paramedian (disebut juga arteri thalamoperforta), dan arteri
khoroidal posterior medial, yang mensuplai terutama bagian median mesencefalon dan thalamus.
Arteri thalamopereforata terdiri dari satu atau lebih arteri yang bisanya berasal dari segmen
sentral P1. Arteri ini digambarkan sebagai aplastik unilateral dan bahkan kadang tidak ada.
Ketika arteri tersebut ada, cabang thalamoperforata kontralateral mengadakan suplai bilateral.
Arteri thalamoperforata memasuki substansi perforata posterior dan mensuplai bagian anterior
dan bagian thalamus posterior, limb posterior capsula interna, hipothalamus, subthalamus,
substansi nigra, nukleus ruber, dan mesencephalon bagian rostral dalam (Yasargil, 1984). Dari
segmen postcommunal muncul arteri inferolateral (atau arteri tahalamogenikulata) dan arteri
koroidal posterior lateral, yang mengikuti lekukan pulvinar dan menyuplai hanya bagian
permukaan pulvinar, corpus genikulatum lateral, dan sebagian kecil lobus temporal medial dan
kemudian masuk ke fisura khoroidal menyuplai pleksus koroideus ventrikel lateral, sedangkan
cabang terminal beranastomose dengan AChA. Regio polar thalamus disuplai oleh arteri
tuberothalamik (polar), yang biasanya berasal dari sirkulasi anterior dan muncul dari PCoA.
Cabang kortikal termasuk arteri temporal posterior, arteri parieto-oksipital, dan arteri calcarina,
yang memperdarahi bagian inferomedial lobus temporal dan medial lobus oksipital, termasuk
cuneus, precuneus dan area visual 17, 18, dan 19.
Untuk praktisnya, kami akan membahas secara terpisah penemuan klinis ini karena oklusi
distal yang melibatkan teritori hemisfer PCA dan oleh karena oiklusi proksimal yang
menyebabkan infark thalamus dan midbrain. Infark melibatkan kedua teritori proksimal dan
distal juga ada, namun jarang. Infark midbrain karena oklusi proksimal dibahas di bagian lain.
3.1.2. Infrak PCA Kortikal
3.1.2.1 Etiologi dan Frekuensi
Frekuensi semua infark PCA kira-kira 10%, dan umumnya melibatkan teritori PCA
kortikal (Brandt et al,2000). Kebanyakan infark kortikal PCA ( berkisar 70%) disebabkan oleh
mekanisme emboli, terutama emboli jantung dan emboli intraarterial (Caplan,1996). Seperti
infark MCA, stenosis PCA tidak umum, berkisar 10% (Castaigne et al 1973; Pessin et al 1987).
Walaupun Fisher (1986) menyatakan PCA sebagai the artery of migrain par excellent, hubungan
migren dengan infark PCA kontroversial ( Brandt etal, 2000; Steinke et al, 1997). Penelitian
dengan angiografi serebral menunjukkan bahwa pada 11% hemisfer, terdapat arteri PCA yang
secara khusus disuplai oleh ICA (tipe fetal) ( Jongen et al, 2002). Bagaimanapun, pada infark
PCA, oklusi ICA jarang (1-3%) sebagai penyebab infark PCA (Steinke et al, 1997; Cals et al,
2002). Pada kebanyakan infark PCA kortikal, ada keterlibatan teritori cabang calcarina (86%),
namun beberapa pasien mungkin menunjukkan keterlibatan secara bersama teritori cabang
temporal dan parietooksipital (13%) atau hanya teritori cabang parietooksipital (14%) ( Kumral
et al. 2004)
3.1.2.2. Gambaran klinis
Hampir semua pasien (90-97%) mengalami gangguan penglihatan pada awalnya dan
biasanya mengetahui adanya kehilangan penlihatan, mengeluh kehilangan lapangan pandang
pada satu sisi. Halusinasi kehilangan lapangan pandang dapat muncul dan mungkin sering
ditemukan bila secara rutin diperiksa (Milandre et al, 1994). Sebagai tambahan, tanda-tanda
visual ditemukan pada lebih dari 80% pasien dan setengahnya, gangguan lapangan pandang
mungkin hanya satu-satunya tanda neurologis yang ada (Cals et al, 2002). Pada 117 pasien,
hemianopia homonym merupakan gangguan visual yang paling sering (67%), (macular sparing
terjadi pada 11%, diikuti kuadranopia (22%, bagian atas 17% dan bawah 5%) dan deficit
bilateral (4%) (Cals et al ,2002). Buta kortikal terjadi pada 4% pasien. Scotoma homonym juga
dijumpai. Kadang-kadang, hemikromatopsia, yang merupakan ketidakmampuan mengenal warna
dalam lapang pandang, merupakan satu-satunya deficit visual. Buta warna total (akromatopsia)
jarang terjadi (Heywood et al, 1987). Kadang-kadang, pasien dapat mengetahui adanya gerakan
dan kehadiran objek tapi tidak dapat mengetahui asal objek tersebut. Visual preserveration
(palinopsia) jarang, tapi spesifik pada infark kortikal. Sindrom ini biasanya terjadi pada pasien
yang mengalami gangguan lapang pandang tapi tidak buta total. Halusinasi dan ilusi gangguan
penglihatan sering terjadi pada palinopsia. Tidak diketahui apakah palinopsia merepresentasikan
suatu bentuk kejang (Meadows and Munro, 19977; Michel and Troost, 1980).
Sakit kepala, terjadi pada sebagian pasien, menunjukkan infark PCA. Sekitar 40% pasien
mengalami gangguan sensorik, paling sering di wajah dan tangan, dan hal ini terjadi karena
keteribatan thalamus atau jalur substansia alba yang berdekatan (Georgiadis et al, 1999).
Hemiparesis, sering ringan dan sementara, terjadi pada seperempat pasien.
Beberapa kelainan neuropsikologis dapat dijumpai, paling sering adalah gangguan
memori, gangguan bahasa (terutama afasia sensorik transkortikal afasia amnestik), dan neglect
visual. Afasia transkortikal motorik merupakan kelainan yang jarang terjadi meliputi pengucapan
yang baik, dengan parapfasia. Pemahaman oral dan tulisan terganggu, namun pengulangan tidak
terganggu dan cenderung ekolalia, sedangkan denomination hampir selalu terganggu. Penelitian
retrospektif pada 76 pasien dengan infark teritori PCA kortikal, tiga pasien memenuhi kriteria
afasia sensorik transkortikal dengan infark hanya di teritori PCA. Semua menunjukkan
keterlibatan lobus temporal ventromedial, korteks kalkarina dan thalamus pada hemisfer
dominan. Lima pasien lain dengan anomia namun dengan pengucapan dan pemahaman yang
baik (afasia amnestik) mempunyai lesi yang mirip namun tanpa keterlibatan thalamus (Servan et
al, 1995).
Setelah infark sisi kiri, ketidakmampuan membaca, namun tanpa kelainan dasar
berbahasa (dinamakan aleksia tanpa agrafia atau aleksia murni), dapat diamati dan khusus
merupakan infark PCA. Hal ini merupakan sindrom disconnection, dengan keterlibatan corpus
calosum karena ia menghalangi stimulus dari lobus oksipital kanan mencapai girus angularis kiri
(Geschwind, 1965). Aleksia dengan agrafia juga terjadi setelah infark PCA kiri, namun dapat
juga terlihat pada lesi MCA posterior. Disleksia verbal merupakan kelainan yang tidak berat
dimana pengenalan huruf individual masih baik. Pasien tidak dapat membaca seluruh kata, tetapi
mengadopsi cara mengenali kata dengan menamai huruf satu persatu. Afasi konduksi dan
anomia warna sering terjadi. Agnosia visual (tidak mampu menamai objek yang diperlihatkan)
mungkin terlihat setelah infark luas sisi kiri. Beberapa pasien mungkin mengalami agnosia
terbatas pada warna. Gangguan memori verbal dan belajar sering terjadi setelah keterlibatan
temporomesial (Von Cramon et al, 1988). Status konfusional dapat terjadi setelah lesi sisi kiri
(Devinski et al, 1998). Sedikit kelainan terjadi setelah lesi sisi kanan, namun neglect visual,
amnesia visual, apraksia konstruksional dan disorientasi tempat dapat ditemukan.
Pasien dengan lesi bilateral dapat mengalami buta kortikal dengan anosognosia (Sindrom
Anton). Delirium agitasi dan amnsesia berat dapat muncul pada sindrom tersebut. Sindrom
Balint, terdiri dari simultagnosia (ketidakmampuan melihat keseluruhan peristiwa dalam satu
waktu), ataksia optik (gangguan koordinasi tangan mata ), dan apraksia ocular (tidak mampu
melihat focus pada satu objek) , akibat infark oksipital bilateral dengan lesi di atas fisura
kalkarina. Akromatopsia serebral, atau kehilangan persepsi warna akibat lesi otak bilateral,
jarang terjadi. Infark PCA dapat menyerupai infark MCA pada seperlima kasus. Sindrom klinis
seperti hemiparesis akut, hemisensoris, hemianopia, neglect visuospasial, dan afasia biasanya
oleh karena infark MCA, gambaran klinis yang sama juga dapat terjadi pada strok PCA. Teritori
PCA paling sering melibatkan teritori PCA superfisial, diikuti teritori PCA proksimal.
(Chambers et al. 1991; Mulaz et al, 2005)
3.1.2.3. Prognosis
Pasien dengan infark teritori PCA superfisial secara umum mempunyai luaran yang baik,
namun risiko kematian meninggi pada lesi di otak tengah. Pasien tersebut mempunyai luaran
fungsional yang buruk, seperti defisit motorik yang berat dan menetap (Brandt et al., 2000). Pada
suatu penelitian, 7% pasien meninggal pada fase strok akut, semua pasien tersebut mempunyai
infark di teritori PCA dalam (Milandre et al., 1994). Gangguan visual dan neuropsikologi
merupakan disabilitas tersering dan menetap dalam jangka waktu yang lama.
3.1.3. Infark Thalamus
3.1.3.1. Etiologi dan frekuensi
Infark terbatas pada thalamus terjadi sebanyak 11% dari infark sistem vertebrobasilar
(Bogousslavsky et al., 1988c). Pada kasus di center kami, penyebab utama dari infark thalamus
terjadi pada penyakit arteri kecil (14/40), diikuti dengan atheroma arteri besar (7/40), emboli
jantung (5/40) dan strok migren (4/40) (Bogousslavsky et al., 1988b). Kecuali pada kasus infark
paramedian bilateral, dimana dicurigai disebabkan emboli jantung, keterlibatan salah satu dari
teritori arteri utama talamus tidak berhubungan dengan penyebab strok tertentu. Penelitian
antomi-radiologi klinis membagi infark talamus menjadi 4 grup berdasarkan 4 teritori arteri
utama. Infark inferolateral paling sering terjadi (45%), diikuti infark paramedian (35%), infark
polar (12,5%) dan infark koroidal posterior (7,5%) (Bogousslavsku et al., 1988b). Hanya satu
dari 40 pasien infark talamus pada satu penelitian mengalami kematian pada fase akut, dan
angka kematian per tahun atau riiko strok adalah 7,4% (Bogousslavsky et al., 1988b). Disabilitas
lanjut pada pasien yang bertahan mengalami sekuele neuropsikologik dan lebih jarang, nyeri
yang menetap.
3.1.3.2. Gejala klinik
3.1.3.2.1. Infark inferolateral
Teritori inferolateral atau thalamogenikulata diperdarahi oleh arteri thalamogenikulata,
yang berasal dari bagian kedua PCA. Daerah yang diperdarahinya meliputi nukleus ventrolateral,
nuclei ventroposterior (nuklei ventroposterolateral, ventroposteroinferior dan ventropostero-
median) dan nuklei ventromedian. Nucleus ventrolateral berhubungan dengan serebellum dan
korteks motorik dan prefrontal. Nukleus ventropsoterolateral menerima input dari jaras
lemniskus medial dan spinotalamikus, sedangkan nukleus ventroposteromedial menerima input
dari jaras trigeminotalamikus (Schmahmann,2003; Carrera and Bogousslavsky,2006).
Stroke sensorik murni merupakan manifestasi klinik tersering. Defisit hemisensorik dapat
melibatkan separuh tubuh, tetapi dapat juga sebagian, dengan pola cheiro-oral, cheiro-podo-oral
atau pseudoradikuler. Pada laporan awalnya, Dejerine dan Roussy (Dejerine dan Roussy,1906)
menemukan bahwa nyeri dapat muncul terlambat (minggu sampai bulan) (anesthesie
douloureuse).
Pada beberapa contoh, infark dapat melibatkan daerah yang berdekatan dengan kapsula
interna yang mengakibatkan hemiparesis dengan gangguan sensorik. Hemiataxia tidak umum
terjadi pada infark inferolateral. Meskipun terdapat gangguan rasa posisi, ataxia menjadi
petunjuk yang mengarah pada disfungsi tipe serebellar. Distonia yang terjadi belakangan (dalam
minggu) dan kedutan dapat timbul pada tangan kontralateral dari lesi, biasanya terjadi pada
pasien dengan kelainan sensorik dan ataxia (tangan talamik dan tangan ataksik tidak stabil).
Perubahan tingkah laku, seperti disfungsi eksekutif dan tanda kognitif seperti afasia
sering tidak terdiagnosa. Fungsi eksekutif berhubungan dengan perencanaan, inisiasi dan regulasi
tingkah laku bertujuan, dan difungsi ini dapat menjadi disabilitas jangka panjang. Bertolak
belakang dengan amnesia, hal ini tidak terbatas pada untuk struktur thalamus tertentu (Carrera
dan Bogousslavsky, 2006). Disfungsi eksekutif dan perubahan afektif muncul pada 6 dari 9
pasien dengan lesi inferolateral (Annoni et al., 2003). Afasia jarang dilaporkan (Karussis et al.,
2000) tetapi pada satu penelitan (Carrera et al., 2004), Afasia motorik transkortikal dengan
penurunan kefasihan bicara ditemukan pada hampir 1/3 pasien.
3.1.3.2.2. Infark paramedian
Teritori paramedian disuplai oleh arteri thalamoperforata yang bersal dari bagian pertama
PCA dan terutama melibatkan nuklei dorsomedian dan intralaminar thalamus (Carrera dan
Bogousslavsky, 2006). Ketika arteri tuberotalamik tidak ada, arteri thalamoperforata yang
mengambil alih perdarahan pada daerah tersebut dan infark ini mungkin dapat merusak
(Schmahmann, 2003) (Gambar 22.14). Sindrom klasik dari infark unilateral berhubungan dengan
hilangnya kesadaran akut atau penurunan kesadaran (biasanya sementara), sering diikuti dengan
gangguan neuropsikologik, dengan hambatan melihat keatas, tetapi dengan sedikit gangguan
motorik atau sensorik (deFreitas dan Bogousslavsky, 2002); Bogousslavsky et al., 1986a).
Infark paramedian bilateral jarang terjadi, sekitar 1/3 dari infark paramedian talamus
(Bogousslavsky et al., 1986). Penjelasan hal ini adalah seringnya ditemukan pedikulus
paramedian unilateral mensuplai regio paramedia pada dua sisi. Gangguan neurologik dan
neuropsikologi biasanya lebih berat dan bertahan lama pada kasus keterlibatan unilateral.
Tingkah laku aneh meliputi mustisme akinetik, demensia talamik, dan kehilangan aktivitas
fisik atau sindrom robot (deFrietas dan Bogousslavsky, 2002).
Perubahan tingkah laku terlihat nyata ketika penurunan kesadaran membaik. Perubahan
tingkah laku terutama perubahan personalitas dengan tingkah laku disinhibisi berhubungan
dengan apatis, kehilangan aktivas diri dan amnesia. Beberapa perubahan kepribadian yang jelas
dengan sindrom disinhibisi pernah dilaporkan. Pola ini mungkin sulit dibedakan dari kelainan
psikiatri (Carrera dan Bogousslavsky, 2006). Psikosis siklik dan delirium manik pernah
dilaporkan pada pasien strok paramedian; pasien memperlihatkan episode delirium, bercanda,
komentar tidak pantas dan konfabulasi berlebihan (Bogousslavsky et al., 1988a). setelah infark
unilateral, tetapi khususnya setelah infark bilateral, pasien menjadi apatis dan aspontan, seakan-
akan kehilangan dorongan motorik dan afektif. Pada pasien dengan keterlibatan yang luas dari
nuklei centromedian dan parafascicular yang tampak sadar, gagal untuk merespon dan menjadi
aktif setelah diberikan stimulus yang relevan, mustisme akinetik harus dicurigai dan dapat
menunjukkan bentuk kehilangan aktivasi diri yang berat. Demensia karena lesi tunggal jarang
namun dapat terjadi pada lesi talamus, terutama pada kasus lesi paramedian atau lesi anterior
bilateral. Diagnosis dibuat bila ada gangguan konsentrasi, apatis dan motivasi rendah membaik
(Carrera dan Bogousslavsky, 2006). Strok talamik paramedian diketahui mempunyai hubungan
dengan waktu tidur yang banyak (hipersomnia). Hipersomnia signifikan biasanya menunjukkan
lesi talamus bilateral atau lesi talamus unilateral yang meluas ke subthalamus (Lovblad et al.,
1997).
3.1.3.2.3. Infark Polar
Teritori anterior, tuberotalamik dan polar disuplai oleh arteri tuberotalamik atau arteri
polar, yang berasal dari arteri PCoA atau pada 1/3 pasien, pada arteri paramedian atau
talamoperforata dan melibatkan nuklei anterior (Carrera dan Bogousslavsky, 2006). Disfungsi
klinik terutama neuropsikologik. Infark sisi kiri berhubungan dengan gangguan afasik seperti
terlihat pada afasia subkortikal secara umum, tetapi infark sisi kanan berhubungan dengan
hemineglect dan gangguan proses visuospasial (Bogousslavsky et al., 1986b; Bogousslavsky et
al., 1988b). Pada beberapa kejadian, infark unilateral kiri atau lebih sering infark bilateral dapat
mengakibatkan amnesia akut sebagai disfungsi utama. Gangguan sensorimotor, kalau ada ringan
dan sementara.
Amnesia anterogard, dengan pengenalan yang lebih baik, merupakan penemuan ynag
konstan dan menetap setelah beberapa tahun strok. Pada beberapa kasus, gangguan visuospasial
lebih menonjol pada lesi kanan dan gangguan verbal pada lesi kiri (Clarke et al., 1994); Carrera
dan Bogousslavsky, 2006). Pada stadium awal infark, pasien mengalami fluktuasi kesadaran dan
dapat kembali terjadi. Perubahan kepribadian menetap meliputi disorientasi waktu dan tempat,
euforia, penurunan wawasan, apatis, dan penurunan spontanitas. Gangguan bahasa muncul pada
lesi hemisfer kiri, ditandai dengan anomia dan penurunan kemampuan berbahasa dan gangguan
kelancaran berbahasa, gangguan pemahaman dan bicara parafasik yang lancar berupa hipofonik
dan miskin arti (Scmahmann, 2003).
3.1.3.2.4. Infark koroidal posterior
Daerah posterior di suplai oleh cabang medial dan lateral dari arteri koroidal posterior.
Pulvinar merupakan komponen utama dari nukleus posterior (Carrera dan Bogousslavsky, 2006).
Tiga gambaran neurologik berikut merupakan gejala terpenting dari infark: (1) disfungsi visual,
meliputi kuadrantanopia atas dan bawah atau lebih tipikal, sectoranopia horizontal; (2)
hemisindrom sensorimotor; dan (3) gangguan neuropsikologik. Gerakan involunter seperti
koreoatetosis onset akut dapat terjadi. Tampaknya, tidak ada sindrom tingkah laku spesifik pada
lesi posterior.
3.2 . Arteri Basilaris dan Vertebralis
3.2.1. Infark Batang Otak
3.2.1.1 . Suplai Darah dan Daerah Vaskularisasi
Trunkus arteri utama mensuplai batang otak termasuk VA, arteri spinalis anterior, arteri
cerebellar posterior inferior (PICA), arteri basilaris (BA), arteri cerebellar inferior anterior
(AICA), arteri cerebri posterior (SCA), PCA, PCoA, dan AChA . Kolateral arteri ini dibagi
menjadi empat kelompok arteri (anteriomedial, anterolateral, lateral, dan posterior), yang
mensuplai batang otak ( Tatu et al, 1996). Asal pasokan arteri bervariasi pada tiap tingkat batang
otak :
a . Medulla :
1) kelompok anteromedial dan anterolateral berasal dari VA dan arteri spinalis anterior ;
2) kelompok lateral berasal dari PICA, VA, BA, dan AICA ;
3) kelompok posterior berasal dari PICA untuk bagian atas medula dan dari arteri spinalis
posterior untuk bagian bawah .
b . Pons :
1) kelompok anteromedial dan anterolateral berasal dari BA ;
2) kelompok lateral berasal dari AICA dan BA ( arteri pontine lateral) ;
3) kelompok posterior berasal dari SCA .
c . Otak tengah : BA mensuplai wilayah paramedian , terutama bagian ventral, SCA mensuplai
daerah lateral dorsal dua pertiga caudal melalui cabang-cabang sirkumferensial, dan kontribusi
PCA meningkat secara kaudo-rostral, sehingga setengah bagian atas otak tengah disuplai
melalui cabang langsung dari BA distal dan proksimal PCA . PCA mensuplai kelompok
anteriomedial (ramus media dari fossa interpeduncular ). Arteri choroidal posteromedial dan
collicular adalah sumber utama kelompok anterolateral dan lateral; kelompok posterior disuplai
oleh SCA, arteri choroidal collicular dan posteromedial. Arteri khoroidalis anterior dan PCA
juga dapat mensuplai kelompok anterolateral.
3.2.1.2. Infark Medular
Infark Ini dapat dibagi menjadi sindrom meduler medial dan lateral dan kombinasi
keduanya (hemimedular infark).
3.2.1.2.1. Infark Medular Lateral
3.2.1.2.1.1. Etiologi danFrekuensi
Infark lateral meduler yang disebut sindrom Wallenberg, merupakan salah satu infark
otak yang paling sering dan berjumlah sekitar 2% dari yang masuk RS untuk stroke akut
(Norrving dan Cronqvist). Terutama disebabkan oleh sumbatan pada VA dan atau PICA.
Seringkali, oklusi adalah akibat dari aterosklerosis, tetapi diseksi VA mungkin merupakan
penyebab penting pada pasien muda (Vuilleumier et al.,1995)
3.2.1.2. 1.2. Gambaran Klinis
Sindrom Horner ipsilateral (ptosis, miosis, enophthalmia, dan hilangnya keringat di
wajah) akibat keterlibatan saraf simpatis dapat dilihat pada hingga 95% pasien, terutama dalam
bentuk inkomplit (Norrving dan Cronqvist, 1991). Ataxia tungkai ipsilateral juga sering, dan
disebabkan oleh lesi traktus spinocerebellar atau badan restiform atau yang diserti oleh infark
cerebellum. Hilangnya sensoris ipsilateral di wajah selalu melibatkan rasa sakit dan sensasi suhu,
dan sentuhan ringan juga sering terkena (Currier et al., 1961), mungkin karena keterlibatan inti
dari traktus descending saraf V. Reflex kornea sering tidak ada. Nyeri wajah, biasanya
digambarkan sebagai terbakar, sering dan biasanya terlokalisir sekitar mata atau di seluruh
wajah. Kelemahan wajah ipsilateral ringan dapat dilihat pada beberapa pasien, tetapi alasannya
tidak jelas. Disarthria, disfagia, dan disfonia dapat dilihat sebagai akibat dari kelemahan palatal
dan pita suara ipsilateral karena keterlibatan nucleus ambiguus .Kehilangan sensori kontralateral
pada badan dan ekstremitas adalah akibat sekunder keterlibatan traktus spinotalamikus yang
berseberangan. Vertigo sering muncul dan disebabkan oleh lesi di inti vestibular atau
hubungannya. Banyak kelainan okular, seperti nystagmus, skew deviation dengan diplopia dan
hipotropia ipsilateral, dan lateropulsi okular ke sisi infark dapat diamati. Cegukan kadang-
kadang timbul dan berhubungan pada keterlibatan pusat pernapasan. Tidak mungkin
memperkirakan apakah ada infark cerebellar yang terkait pada pemeriksaan klinis dasar saja.
Dalam satu penelitian, 11% pasien meninggal selama fase akut akibat komplikasi pernapasan
dan kardiovaskular (Norr Ving dan Cronqvi st, 1991)
3.2.1.2.2. Infark Medular Medial
3.2.1.2.2. Frekuensi dan Etiologi
Sindrom Deje'rine relatif jarang, muncul pada salah satu dari 28 infark medula dalam satu
penelitian (Vuilleumier et al., 1995). Penyebab infark sering atherothrombosis VA atau arteri
spinalis anterior (Kim et al., 1995a).
3.2. 1.2. 2.2. Gambaran Klinis
Hemiparesis kontralateral (jarang ipsilateral) dan tanpa defisit hemisensori di bagian wajah
adalah gejala yang paling sering (Kim et al., 1995a). Paresis lidah ipsilateral atau gerakan lidah
yang kaku mungkin sering diamati.
3.2, 1.2.3. Infark Hemimedular
Juga disebut sindrom Reinhold, ini jarang terjadi (Vuilleumier et al., 1995; De Freitas et
al.,2001). Meski telah dengan salah diasumsikan bahwa sindrom Babinski-Nageotte
berhubungan dengan lesi yang melibatkan hemimedulla, pada kenyataannya mencakup semua
gejala sindrom Wallenberg dan ditambah dengan hemiparesis kontralateral ( Krasnianski et al.,
2003, 2006). Gambaran klinis kalsik sindrom hemimedular adalah gabungan dari gejala infark
medular medial dan lateral. Ketika defisit motorik ipsilateral terhadap infark, maka mungkin
diseksi VA merupakan mekanisme strok (Porto et al). ketika beban atherosclerosis biasanya
mendominasi segmen distal VA (Casaigne et al 1973), diseksi lebih sering melibatkan bagian
kedua dan ketiga pembuluh darah (Arnold et al 2006). Sehingga mempengaruhi cabang bawah
arteri dan menyebabkan hemiparesis ipsilateral
3.2.1.3. Infark Pons
3.2.1.3.1. Etiologi dan Frekuensi
Pada penelitian yang dilakukan oleh peneliti (Bogousslavsky), infark pons berjumlah
15% infark di sirkulasi posterior (Bassetti et al 1996). Penyakit cabang BA merupakan penyebab
strok yang paling sering (44%) dan berhubungan dengan infark ventral luas dengan gejala klinis
yang berat. Penyakit arteri kecil (25%) biasanya berhubungan dengan infark kecil di ventral atau
tegmental dan secara cepat menjadi syndrome lacunar (Bassetti et al 1996).
3.2.1.3.2 Gejala Klinis
Infark pons dapat dibagi menjadi empat bagian utama:
1. infark pontine ventromedial, berhubungan dengan hemiparesis sedang sampai berat, baik
sendiri (hemiparesis motor murni) atau bersamaan dengan ataksia homolateral
(hemiparesis ataksik). Beberapa pasien mungkin menunjukkan ataksia kruris
kontralatearal.
2. Infark ventrolateral, sering muncul sebagai hemiparesis ringan, kadang berhubungn
dengan ataksia homolateral (hemiparesis ataksik atau hemiparesis motor murni). Sebuah
varian hemiparesis ataksik, dinamakan syndrome disartria clumsy-hand, kadang-kdang
muncul (Kim et al, 195b). beberapa pasien mungkin menunjukkn tanda-tanda keterlibatan
tegmentum ringan, sepeti kelainan ocular, vertigo dan kehilangan sensorik (strok
sensorimotor)
3. Infark pons tegmental, mungkin timbul sebagai vertigo, diplopia, gngguan gerakan mata,
paresis nervus kranial, kehilangan sensorik badan dan ekstremitas, dan deficit motroik
ringan.
4. Infark ventrotegmental bilateral, berhubungan dengan parese pseudoulbar akut dan
disfungsi sensorimotor uni dan bilateral. Infark ventral luas bilateral dapat menyebabkan
sindrom locked-in, dengan karakteristik tetralegi, diplegia wajah, parese pharyngeal,
parese pandangan mata horizontal dengan kesadaran normal, pasien hanya mampu
berkomunikasi melalui kode berupa kedipan mata dan gerakan mata ke atas dan bawah.
Prognosis jangka pendek baik pada duapertiga pasien pada sebuah penelitian, termasuk
pasien dengan infark pons terisolasi (Bassetti et al 1996). Bagaimanapun, subkelompok
pasien dengan infark ventral luas mempunyai luaran yang kurang baik, dengan hanya
sepertiga kasus yang membaik.
3.2.1.4. Infark Otak Tengah
3.2.1.4.1 Etiologi dan Frekuensi
Infark otak tengah berjumlah 8% dari semua infark sirkulasi posterior (Bogousslavsky et
al 1994). Penyakit BA (27%), emboli jantung (23%), penyakit arteri kecil (23%), merupakan
penyebab yang sama seringnya pada sebuah penelitian yang dilakukan di LSR
(Bogousslavsky et al 1994)
3.2.1.4.2. Gambaran Klinis
Kebanyakan infark terlokalisir di bagian tengah otak tengah, dan ditandai dengan
keterlibatan inti N III (ptosis bilateral, paresis otot rektus superior bilateral, atau midriasis
bilateral) atau NIII perifer (parese adduksi/atas/bawah dengan ptosis dan midriasis), dengan
atau tanpa hemiparesis. Infark pada bagian atas dan bawah otak tengah biasanya tidak
mempunyai tanda lokalisasi, dan sering termasuk kombinasi ataksia dan hemiparesis,
hemiparesis atau hemiparesis motor murni
3.3 Infark Serebelar
3.3.1. Suplai Darah dan Teritori Vaskular
Arteri PICA berasal dari bagian akhir VA dan memberikan dua cabang medial dan
lateral. Ia memperdarahi vermis inferior dan permukaan inferior dan posterior hemisfer
serebelum. Cabang medial juga memperdarahi daerah dorsolateral medulla oblongata. AICA
berasal dari sepertiga kaudal BA dan mensuplai permukaan anterior lobules semilunaris
superior dan inferior, flokulus, dan pedunkulus serebri medial. Ia juga mensuplai bagian
lateral pons. SCA berasal dari bagian rostral BA dan terbagi menjadi cabang medial dan
lateral. Ia memvaskularisasi sebagian permukaan superior hemisfer dan vermis, termasuk
nucleus dentate. Medial SCA juga menyuplai sebagian kecil batang otak, yaitu daerah
laterotegmental rostral pons dan otak tengah bagian bawah (Amarenco 1991; Barth et al
1993; Tatu et al 1996)
3.3.2. Etiologi dan Frekuensi
Infark serebelar berjumlah kira-kira 2% dari semua infark. Infark teritori PICA dan SCA
frekuensinya sama, masing-masing berjumlah 47% dan 38% infark serebelar (Barth et al
1993). Infrak teritori AICA lebih jarang. Beberapa pasien mengalami infark serebelar
melibatkan lebih dari satu teritori, sedangkan yang lain mengalami infark di area perbatasan.
Etiologi bervariasi tergantung dari teritori yang terlibat. Kebanyakan infark AICA
disebabkan oleh atherosclerosis BA (Amarenco dan Haw, 1990a), sedangkan infark SCA
sering disebabkan emboli jantung. Infark PICA disebabkan oleh emboli jantung dan
atherosclerosis VA, tergantung dari cabang mana yang terlibat (Barth et al, 1993)
3.3.3. Gejala Klinik
3.3.3.1. Infark Daerah PICA
Saat medula terlibat, sindrom Wallenberg khas dapat timbul. Infark pada seluruh daerah
PICA dan daerah medial PICA bermanifestasi sebagai vertigo rotatoar, mual, dan muntah. Pasien
memperlihatkan tanda dari disfungsi serebelar, dengan ataksia trunkus dan dismetri anggota
gerak ipsilateral. Pasien dengan sebuah infark yang terisolasi di daerah lateral PICA datang
dengan ataksia serebelar melibatkan terutama anggota gerak tubuh, tanpa ataksia batang tubuh
(Barth et al,1993). Infark serebelar yang mirip dengan neuritis vestibular, memperlihatkan
vertigo yang terisolasi, lebih sering dari biasanya. Daerah yang lebih sering terlibat adalah
cabang medial dari daerah PICA (Lee et al,2006).
3.3.3.2. Infark Daerah AICA
Banyak pasien dengan keterlibatan saraf kranial (V,VII atau VIII), sindrom Horner, atau
kehilangan sensori nyeri dan suhu kontralateral, mengindikasikan lesi pontin lateral yang
bersamaan (Amarenco and Haw, 1990a). Vertigo dan disartria mungkin timbul pada infark
AICA, tanpa melibatkan pons.
3.3.3.3. Infark Daerah SCA
Banyak pasien mempunyai gangguan yang bersamaan di daerah lain dan mungkin hadir
dengan top of the basilar syndrome, dengan sindrom talamik, perubahan prilaku, gangguan
lapang pandang, kelainan pergerakan bola mata, dan hemi- atau teraparesis. Pada infark
serebelar terisolasi yang jarang, gejala yang timbul meliputi disartria serebelar, keadaan tidak
tenang atau vertigo, nistagmus, dan ataksia badan atau anggota gerak. Ketika daerah
mesensefalon bagian dorsal dari SCA terlibat, gambaran klasik dari ataksia badan, sindrom
horner, paresa nervus IV, dan kelemahan sensori kontralateral akan timbul. Infark daerah PICA
dan SCA seluruhnya dan multipel infark mungkin mengalami evolusi yang berat, meliputi
kompresi batang otak, dimana kondisi pasien mungkin akan memburuk ke keadaan koma dalam.
4. Daerah Perbatasan (infark watershed atau borderzone)
4.1 Etiologi dan Frekuensi
Infark dapat timbul di zona perbatasan kolateral antara dua wilayah arteri pial utama.
Pada infark ekstrateritorial, biasa disebut infark watershed menyumbang sekitar 3% dari infark
di LSR. Kebanyakan Infark watersheed berada di sirkulasi anterior, walaupun dapat juga terjadi
pada serebelum, batang otak, dan thalamus. Daerah yang paling sering terlibat adalah zona
perbatasan antara arteri serebral media dan anterior (infark watershed anterior) dan antara arteri
serebral media dan posterior (infark watershed posterior). Infark antara daerah superfisial dan
dalam dari MCA kadang disebut infark watersheed subkortikal tetapi, menurut beberap penulis,
istilah subcortical junctional infarct yang lebih tepat, karena mereka terjadi diantara perforator
dalam yang tidak memiliki kolateral, dan istilah watershed menyiratkan daerah perbatasan
antara dua wilayah pial, pada tingkat jaringan kolateral mereka. Bukti klinis menunjukkan proses
hemodinamik, karena kejadian umumya dipicu oleh penurunan tekanan darah iatrogenik ataupun
saat berdiri. Kesadaran menurun diamati pada onset stroke, dengan setengah dari pasien
mengalami peningkatan hematokrit, sementara penyakit jantung dikaitkan dengan hipotensi
adalah umum (terutama bradiaritmia) dan kebanyakan pasien mengalami oklusi atau obstruksi
yang hebat pada ipsilateral dan kontralateral ICA. Namun emboli dapat berperan pada beberapa
kasus, dan pada banyak kejadian, emboli dan hipoperfusi mungkin berperan (Caplan dan
heinnerici,1998).
5. Faktor Resiko
Banyak faktor dapat meningkatkan risiko stroke. Sejumlah faktor tersebut dapat
meningkatkan kemungkinan terkena serangan jantung. Faktor-faktor risiko stroke meliputi:
5.1. faktor risiko yang dapat diobati
Tekanan darah tinggi risiko stroke mulai meningkat pada pembacaan tekanan darah
lebih tinggi dari 120/80 mm Hg
Perokok sigaret atau perokok pasif
Kolesterol tinggi level total kolesterol diatas 200 mg/dl atau 5.2 mmol/L
Diabetes
Kelebihan berat badan atau obesitas
Tidak beraktivitas fisik
Obstructive sleep apnea ( gangguan tidur dimana kadar oksigen menurun intermiten pada
malam hari)
Penyakit kardiovaskuler, termasuk gagal jantung, kelainan jantung, infeksi jantung, atau
irama jantung yang abnormal
Penggunaan pil KB tau terapi hormon termasuk estrogen.
Minuman keras
Penggunaan obat terlarang seperti kokain dan metamphetamin
5.1 Faktor risiko lain
Riwayat stroke baik pada pasien ataupun keluarga, serangan jantung atau TIA
Umur 55 tahun atau lebih
Ras - Afrika-Amerika memiliki risiko tinggi daripada ras lain
Jenis kelamin pria memiliki risiko lebih tinggi dari wanita. Wanita biasanya berusia tua
saat terserang stroke, dan mereka lebih mudah meninggal pada stroke dibanding laki-laki.
6. Kesimpulan
Pengetahuan tentang sindrom klinis yang dihasilkan dari keterlibatan arteri adalah perlu
untuk seluruh neurologis, tetapi khusus bagi neurologi emergensi, penyakit serebrovaskular, atau
prilaku yang abnormal. Identifikasi awal pada keterlibatan arteri yang terlibat dan mekanisme
masing-masing iskemia, mungkin memiliki implikasi untuk manajemen terapi dan untuk
menentukan investigasi yang akan dilakukan. Hubungan klinikoradiologikal menggunakan
teknik baru, seperti difusi dan MRI perfusi, mungkin akan membantu untuk memberikan
gambaran anatomi yang lebih baik dari fungsi otak.