Post on 07-Aug-2015
LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS FARMASI
PERCOBAAN III
PENENTUAN KADAR GOLONGAN SULFONAMIDA BERDASARKAN
REAKSI DIAZOTASI DAN KOPLING SECARA
KOLORIMETRI/SPEKTROFOTOMETER VISIBEL
OLEH
NAMA : SUTRITOR
NIM : F1F1 10 017
KELOMPOK : IV (EMPAT)
KELAS : A
ASISTEN : MUH. EDIHAR
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2012
PENENTUAN KADAR GOLONGAN SULFONAMIDA BERDASARKAN
REAKSI DIAZOTASI DAN KOPLING SECARA
KOLORIMETRI/SPEKTROFOTOMETRI VISIBEL
A. Tujuan
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk menentukan kadar golongan
sulfonamida berdasarkan reaksi diazotasi dan kopling secara
kolorimetri/spektrofotometri visible.
B. Landasan Teori
Salah satu contoh instrumentasi analisis yang lebih kompleks adalah
spektrofotometer UV-Vis. Alat ini banyak bermanfaat untuk penentuan
konsentrasi senyawa-senyawa yang dapat menyerap radiasi pada daerah
ultraviolet (200 – 400 nm) atau daerah sinar tampak (400 –800 nm)
(Sastrohamidjojo, 1991).
Spektrofotometri UV-Visibel merupakan metode spektrofotometri
yang didasarkan pada adanya serapan sinar pada daerah ultra violet (UV) dan
sinar tampak (Visibel) dari suatu senyawa. Senyawa dapat dianalisis dengan
metode ini jika memiliki kemampuan menyerap pada daerah UV atau daerah
tampak. Senyawa yang dapat menyerap intensitas pada daerah UV disebut
dengan kromofor, sedangkan untuk melakukan analisis senyawa dalam
daerah sinar tampak, senyawa harus memiliki warna (Fatimah, 2003).
Metode titrasi diazotasi disebut juga dengan nitrimetri yakni
metode penetapan kadar secara kuantitatif dengan menggunakan larutan baku
natrium nitrit. Metode ini didasarkan pada reaksi diazotasi yakni reaksi antara
amina aromatik primer dengan asam nitrit dalam suasana asam membentuk
garam diazonium (Gandjar,2007). Diazotasi ini telah digunakan secara umum
untuk penetapan senyawa-senyawa dalam industri zat warna, senyawa
farmasi dan dapat dipakai untuk penetapan semua senyawa-senyawa yang
mengandung gugus amina aromatis primer (Wiadnya, 2012).
Dalam bidang farmasi, pemeriksaan mutu obat mutlak diperlukan agar
obat dapat sampai pada titik tangkapnya dengan kadar yang tepat, sehingga
dapat memberikan efek terapi yang dikehendaki. Makna tersebut akan
bertambah penting apabila obat yang digunakan dalam terapi termasuk
golongan sulfonamida (Susidarti,2008).
Sulfonamida adalah kemoterapeutik yang pertama digunakan secara
sistemik untuk pengobatan dan pencegahan penyakit infeksi pada manusia.
Penggunaan sulfonamida kemudian terdesak oleh antibiotik. Pertengahan
tahun 1970 penemuan kegunaan sediaan kombinasi trimetropin dan
sulfametoksazol meningkatkan kembali penggunaan sulfonamida untuk
pengobatan penyakit infeksi tertentu. Sulfonamida berbentuk kristal putih
yang umumnya sukar larut dalam air, tetapi garam natriumnya mudah larut.
Berbagai radiasi radikal R pada gugus amida (-SO2NHR) dan subtitusi gugus
amino (NH2) menyebabkan perubahan sifat fisik, kimia dan daya antibakteri
sulfonamida (Gunawan, 2007).
Secara universal golongan sulfonamida seperti sulfadiazine dikenal
sebagai antibiotik. Mekanisme kerja umum dari sulfadiazine sebagai
antibakteri adalah protozoa dengan menbentuk kompleks Zn (II) - sulfadiazin
dimana sulfadiazin terkoordinasi secara bidentat terhadap atom pusat Zn2+
melalui atom NH sekunder dan N tersier (Tjay dan Kirana, 2002).
Pada perawatan luka bakar, salah satu standar perawatan yang
digunakan adalah dengan pemakaian silver sulfadiazine (SSD). SSD dipakai
atau dioleskan di kulit untuk mencegah dan membunuh bakteri atau infeksi
jamur di kulit atau area yang terkena luka bakar. Obat ini biasanya digunakan
dalam perawatan luka bakar derajat dua dan derajat tiga (Handian, 2006).
Struktur sulfadiazine seperti berikut :
(Schoondenmark et al., 1994).
C. Alat dan Bahan
1. Alat
Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah:
Spektrofotometer UV-Vis
Pipet volume 5 ml, 10 ml
Timbangan analitik
Labu takar 100 ml
Batang pengaduk
Lumpang dan alu
Botol semprot
Gelas ukur
Gelas kimia
Pipet tetes
Filler
2. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah:
Bahan obat murni (Sulfadiazine)
Bahan obat sampel (Trisulfa)
NaOH 0,5 N
Pereaksi kopling dietilamin
HCl 0,02 N dan 0,5 N
NaNO2 0,1%
NH4Cl (Amonium Klorida) 0,5%
Akuades
Sulfadiazin
Larutan induk sulfadiazin
Larutan Standar Sulfadiazin
D. Prosedur Kerja
1. Pembuaan larutan stok/standar
- Ditimbang sebanyak 500 mg- Dimasukkan dalam gelas kimia- Dilarutkan dengan 12,5 ml HCl 0,02 N- Dimasukkan dalam labu ukur 50 ml - Diencerkan dengan aquades hingga tanda tera- Dipipet sebanyak 5 ml - Dimasukkan dalam labu ukur 50 ml - Ditetesi 1 mL sedikit demi sedikit larutan NaOH
0,5N hingga larutan menjadi netral- Ditambahkan 5 ml HCl 0,5 N - Ditambahkan 5 mL larutan NaNO2 0,1%- Dikocok- Diamkan 3 menit - Ditambahkan 5 ml Amonium sulfamat 0,5%- Ditambahkan 0,25 ml larutan N-(1-Naftil)
etilendiamin - Dikocok- Diencerkan dengan aquades sampai tanda tera
Larutan Standar Sulfadiazin
2. Pengukuran Spektrum Absorpsi
-
- Dimasukkan ke dalam kuvet- Diukur absorbansinya pada rentang panjang
gelombang 450-500 nm dengan interval 10 nm- Ditentukan panjang gelombang maksimumnya
λ sulfadiazin = 510,2 nm
Obat yang mengandungSulfadiazin (Trisulfa)
3. Pembuatan Kurva Kalibrasi
- Ditentukan absorbansinya pada pada panjang gelombang 500 nm
- Dibuat plot dengan absorbansi sebagai ordinat dan konsentrasi sebagai absis
- Dihitung absortivitas jenis dari sulfamerazin dan sulfadiazin
absorbansi 5 mg/ml = 0,522absorbansi 10 mg/ml = 0,534absorbansi 15 mg/ml = 0,514absorbansi 20 mg/ml = 0,382absorbansi 25 mg/ml = 0,532
4. Penentuan Kadar Sampel
- Dipreparasi- Dimasukkan dalam kuvet- Diukur absorbansinya
Absorbansi = 0,540
Larutan Sulfadiazin 5, 10, 15, 20, 25 mg/ml
E. Hasil Pengamatan1. Tabel Hasil Pengamatan
a. Penentuan panjang Gelombang Maksimum Sulfadiazin
No Panjang Gelombang (nm) Absorbansi
1. 450 0,422
2. 460 0,454
3. 470 0,492
4. 480 0,514
5. 490 0,528
6. 500 0,536
b. Hasil pengukuran absorbansi pada λ 500 nm
Nama bahan Konsentrasi (mg/mL) Absorbansi
Sulfadiazin
5 0,522
10 0,534
15 0,514
20 0,382
25 0,532
Sampel = Tablet Trisulfa 0,540
2. Kurva hubungan absobansi vs konsentrasi sulfadiazin
0 5 10 15 20 25 300
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
f(x) = 0.00263999999999998 x + 0.457200000000001R² = 0.104130808950086
3. Perhitungan
Nilai konsentrasi sulfadiazin pada λ = 500 nm :
Konsentrasi Standar = Konsentrasi Stok
x5 ml
= 500 mg50 ml
x = 50 mg
Kadar Sampel (Sulfadiazin) = Absorbansi sampel x Konsentrasi Standar
Absorbansi Standar
= 0,540 Ǻ x 50 mg
0,536 Ǻ
= 50,373 mg
Dik : Persamaan garis : y = 0,002x + 0,457
y = 0,540 Ǻ
Penyelesaian:
0,540 = 0,002x + 0,457
x = 0,540−0,457
0,002
x = 41,5 mg
F. Pembahasan
Suatu senyawa hanya dapat dianalisis menggunakan spektrofotometer
apabila senyawa tersebut memiliki kromofor dan auksokrom. Gugus kromofor
merupakan gugus yang menghasilkan warna atau gugus yang mengabsorpsi
energi dari perpindahan elektron. Gugus auksokrom yaitu gugus fungsi yang
tidak mengabsorpsi gelombang ultraviolet sebagaimana gugus kromofor,
namun adanya ikatan gugus auksokrom pada gugus kromofor pada suatu
senyawa dapat meningkatkan intensitas senyawa tersebut.
Salah satu contoh alat instrumental yang lebih kompleks adalah
spektrofotometer Uv-Vis. Alat ini banyak bermanfaat untuk penentuan
konsentrasi senyawa-senyawa yang dapat menyerap radiasi ultraviolet ( 200-
400 nm ) atau daerah sinar tampak ( 400-800 nm ). Analisa ini dapat
digunakan yakni dengan penentuan absorbansi dari larutan sampel yang
diukur.
Dalam percobaan ini, sampel yang digunakan adalah sulfadiazine.
Sulfadiazine merupakan salah satu contoh senyawa yang tidak berwarna
namun memiliki kromofor. Sebagaimana kita ketahui, senyawa ini tidak dapat
menyerap cahaya pada daerah UV. Sehingga sulfadiazine harus diubah
menjadi senyawa berwarna. Berubahnya warna tersebut dikarenakan adanya
reaksi diazotasi. Reaksi diazotasi sendiri merupakan reaksi antara amina
aromatik primer dengan asam nitrit yang kemudian membentuk garam yang
disebut garam diazonium.
Namun sifat asam nitrit yang tidak stabil, sehingga menyebabkan asam
nitrit digantikan dengan natrium nitrit yang merupakan garam dari asam nitrit.
Asam klorida dipergunakan untuk membuat suasana asam sehingga reaksi
dapat berlangsung. Dalam percobaan ini, digunakan asam klorida, tujuan
digunakan asam klorida adalah untuk menghilangkan kelebihan asam nitrit.
Hal ini sangat penting, karena mengingat asam nitrit dapat mengoksidasi
larutan sampel sehingga larutan yang berwarna kembali lagi menjadi tidak
berwarna. Reaksi kemudian dikopling dengan penambahan 1-naftil etilen
diamin 0,1%.
Dalam percobaan ini, didapatkan panjang gelombang maksimum dari
sulfadiazin adalah 510,2nm,dimana pada panjang gelombang ini sulfadiazin
memiliki serapan yang maksimum. Larutan sampel memiliki absorbansi
sebesar 0,237. Dari hasil pengamatan ini juga kita akan membuat kurva
standar yang diperoleh dari larutan berwarna dengan berbagai konsentrasi.
Dan hasil yang diperoleh kurva y = 0,095x + 3,726. Dan dari persamaan ini
diperoleh nilai x sebesar 36,73 mg/ml.
Dari percobaan ini diperoleh bahwa hubungan konsentrasi dengan
absorbansi yaitu semakin banyak molekulnya maka semakin banyak gugus
kromofornya yang bisa menyerap cahaya.
G. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa kadar
senyawa sulfadiazin yang diperoleh dengan metode spektrofotometri visibel
yang berdasarkan reaksi diazotasi dan pengkoplingan (metode Bratton-
Marshall) adalah sebesar 36,73 mg.
DAFTAR PUSTAKA
Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia, Edisi III. Depkes RI. Jakarta.
Fatimah, is. 2003. Analisis Fenol Dalam Sampel Air Menggunakan Spektrofotometri Derivatif. Logika. Vol.9 No.10.
Fatimah, is. 2009. Pengaruh Uranium Terhadap Analisis Thorium Menggunakan Spektrofotometer UV-Vis. Seminar Nasional V SDM Teknologi Nuklir. Yogyakarta.
Gandjar, G,I. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar. Yogyakarta
Gunawan, S.G. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
Handian, I.F., Efektivitas Perawatan Menggunakan Madu Nektar Flora dibandingkan dengan Silver Sulfadiazine Terhadap Penyembuhan Luka Bakar Derajat II Terinfeksi pada Marmut, Tugas Akhir, Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang.
Susidarti, R.A, Andrih, R, dan Sudibyo, M. 2008. “Penetapan Kadar Sefadroxil Secara Spektrofotometri Visibel Menggunakan Pereaksi Etil Asetoasetat dan Formaldehid”. Majalah Farmasi Indonesia. 19(1), 41-47.
Sastrohamidjojo, H, 1991, Spektroskopi, Liberty, Yogyakarta.
Tjay, T.H., dan Rahardja, K. 2002. Obat-Obat Penting, Edisi ke-5 Ceyakan kedua. PT. Gramedia Elex Komputindo. Jakarta.
Wiadnya IBR, Ganden Supriyanto dan Handoko D. 2012. Pengembangan Metode Analisis Melamin Dalam Produk Susu Berbasis Reaksi Diazotasi dengan Senyawa Pengkoupling β-Naftol. Jurnal Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Vol. 15 No. 1.