Post on 19-Mar-2022
xvii
LAMPIRAN A: BUKTI BIMBINGAN
xviii
xix
LAMPIRAN B: TRANSKRIP WAWANCARA
Wawancara dengan FIC Ketofastosis Indonesia (KFI)
1. Kalau boleh tau apa jabatan dan peran pak Budi di KFI?
2. Bagaimana upaya KFI dalam memperkenalkan program Ketofastosis kepada
masyarakat dari awal sampai sekarang?
3. Apakah menurut Bapak, media yang digunakan untuk menyampaikan
informasi Ketofastosis sudah cukup efektif? Apa alasannya?
4. Menurut pandangan Bapak, kesulitan apa yang sering dialami oleh masyarakat
saat menjalani ketofastosis?
5. Apakah ada perbedaan jadwal fasting bagi setiap individu, terutama bagi
penderita diabetes?
6. Apa saran dan arahan dari Bapak untuk penderita diabetes yang ingin
menjalani ketofastosis?
7. Apakah KFI menyediakan layanan konseling/mentoring secara one on one
kepada individu yang membutuhkan pemantauan khusus saat menjalankan
ketofastosis?
8. Kalau boleh tau, apa alasan KFI tidak memiliki aplikasi?
T: Kalau boleh tau apa jabatan dan peran pak Budi di KFI?
J: Kalau secara struktural, itu tidak ada organisasi. Jadi ini murni komunitas. Jadi
kalaupun ada pengelola, terkesan ada pengurus, itu murni volunteer, sifatnya
xx
sukarela, tidak ada yang dibayar. Jadi benar-benar murni komunitas, tidak ada
pengurus resmi, ketua siapa tidak ada.
T: Dalam komunitas KFI ini ada tim yang melayani orang-orang yang ingin
konseling secara personal?
J: Iya betul, istilah awamnya mungkin senior, tapi senior ini ada istilahnya
Fastosis in Charge (FIC). Fatosis sendiri dari kata Fasting on Ketosis. Jadi
maksudnya orang yang sudah menjalankan gaya hidup ini setelah sekian lamanya.
Boleh dibilang komunitas ini dimulai sejak 2016 awal, yang masih bertahan,
orang-orang yang masih menerapkan gaya hidup ini sejak lama sejak tahun 2016
itu lah yang akahirnya menjadi FIC saat ini. Saya juga termasuk FIC, saya sudah
menjalani Ketofastosis ini sejak Januari 2016 dan sampai sekarang masih
berlanjut.
T: Boleh diceritakan secara singkat awal mula terbentuknya komunitas ini?
J: Jadi kalau berbicara komunitas ini sejak 2016, dimulai dari grup WA yang
isinya 30-40 orang, itu pun kenapa latar belakangnya dibentuk grup WA itu
adalah dari perjalanan foundernya sendiri, yaitu mas Tyo. Jadi mas Tyo
menemukan, bukan diet, tapi ilmu dibalik gaya hidup yang dijalankan ini, semua
bermula dari kisah anaknya sendiri. Ngga tau mba Tirza sudah sempat dapet cerita
itu atau belum, tapi kalau belum aku rewind sedikit. Jadi pada saat anaknya mas
Tyo itu yang bernama Alif itu belum lahir, dia sudah mendapat indikasi bahwa dia
mengidap Cerebral Palsy. Jadi perkembangan otaknya tidak bagus. Pada saat
xxi
lahir seperti dugaan betul, intinya dokter sebenarnya sudah hampir angkat tangan,
jadi pilihannya kalau ngga operasi tapi juga dengan peluang tidak besar atau
yasudah tinggal tunggu waktu. Mas Tyo kebetulan latar belakangnya sebagai Ahli
Teknik, dia terpicu untuk beljar secara otodidak. Jadi apa yang menjadi kendala
dokter saat itu dia pelajari, Celebral Palsy itu apa, kenapa, problemnya ada
dimana. Dia kejar terus sampai dia ketemu satu kata kunci kalau anaknya itu
kekurangan Mielin. Mielin itu selubung sel-sel syaraf yang ada di otak. Nah
berawal dari situ lah mas Tyo secara otodidak belajar untuk mengetahui
bagaimana mielin ini bisa terbentuk, bagaimana caranya, otomatis juga belajar
biomolukuler, belajar metabolism, dan segala macem. Dan itu semua otodidak. Itu
kurang lebih dia belajar itu 3 tahun. Nah kebetulan beliau juga diijinkan dalam
kondisi finansial yang cukup, kemudian emang fokus ke anak, suami istri, mas
Tyo dan istrinya sepakat untuk fokus ke alif anaknya. Jadi dia memastikan apa
yang dia pelajari itu benar-benar safe untuk anaknya sendiri. Jadi sebenarnya
ceritanya seperti. Nah pada saat sudah diterapkan ada beberapa perbaikan,
mungkin mbak tirza bisa liat beberapa videonya si Alif sekarang, yang akhir-akhir
ini juga banyak beredar di Facebook. Gakeliatan kalau dia dulu Celebral Palsy-
nya gimana sampai dokter juga nyerah. Nah tidak usah tunggu sekarang, dari
sejak diterapkan itu kurang lebih (sebelum komunitas itu didirikan dari grup wa
itu tadi) sudah berjalan 6-7 tahun. Jadi timeline-nya kebayang ya, jadi mas Tyo
dan Alif itu sudah menjalaninya kurang lebih 6-7 tahun. Nah dari perjalanan 6-7
tahun banyak orang melihat, terutama tetangga, kemudian orang-orang deket. Nah
makanya karena makin banyak, biasa kan MLM, dari mulut ke mulut, lihat
xxii
sendiri, akhirnya dibentuklah grup wa itu yang merupakan cikal bakal komunitas
ketofastosis yang pertama kali secara virtual, dunia maya. Jadi dulu kumpulan 30-
40 orang itu orang-orang sakit berat semua, stroke, diabetes, macem-macem,
serem-serem pokoknya, gagal ginjal, jantung, leukimia. Jadi pada awal-awal itu
emang jauh dari kata diet, benar-benar jauh. Nah kenapa sekarang ini kok
terkesannya seperti diet, satu sisi kita dan ketogenik itu hampir mirip, karena
kalau dilihat dari diet keto-nya. Tapi dapat dipahami dan dimaklumi kenapa bisa
mirip, karena secara fisiologi bicara ilmu faal tubuh, ya cara untuk bisa sehat kan
sebenarnya simple, defisit kalori. Cuma ada yang caranya dengan hitung-hitungan
makanan, nah itu ketogenik kalau hitung-hitungan makanan, atau diet yang
lainnya. Nah kalau di ketofastosis defisit kalorinya simple, dengan cara terapin
puasa, sudah selesai. Jadi that’s it simple aja, kita terrapin jendela puasa dan kita
terrapin jendela makan. Jadi makanya mba Tirza mungkin sering denger istilah
16:8, 18:6, 20:4. 16:8 itu berarti artinya 16 jam puasa, 8 jam makan, dan
seterusnya. Nah terus yang dimakan apa? Nah karena sudah mencapai defisit
kalori lewat puasa, otomatis yang dimakan ngga perlu ditimbang-timbang lagi.
Asal tidak membatalkan kondisi metabolisme yang sudah tercipta dari puasanya,
yaitu kondisi ketosis. Jadi sbenarnya caranya berbeda nih, antara ketogenik di
defisit makanan, tujuannya sama nih mau mencapai ketosis. Kalau di ketofastosis,
defisit kalorinya lewat puasa, tapi tujuan akhirnya sama, menuju ketosis. Apapun
itu diet, atau pola hidup sehat kalau bisa kan polanya sustainable. Kita dah jauh
dari soal nurunin berat badan ya, karena kalau nurunin berat badan itu kan target,
kalau Sudha tercapai yasudah. Tapi kalau kita ngomong pola hidup sehat,
xxiii
misalnya mbak tirza nih dengan pola hidup yang sekarang merasa sehat, dan
terkonfirmasi dengan hasil lab yang konstan, stabil, selalu bagus, tidak ada dalam
kurun waktu belasan tahun tidak ada perubahan, selalu oke, maka itu kan pola
hidup sehat yang tentu mbak tirza ingin terrapin seumur hidup. Apalagi kalau
sehatnya itu tidak tergantung obat, supplement, dan superfood. Kan prinsip sehat
begitu, kalau sehatnya masih tergantung sama obat dan suplemen artinya itu
belum sehat Namanya, karena ditopang.
Balik lagi ke pertanyaan mbak Tirza tadi bagaimana caranya, ya memang kalau
melihat kronologinya seperti ini tidak bakal kepikiran, mas Tyo dan teman-teman
FIC ini 5 tahun lagi itu target sampe 300ribu member di grup facebook, ya
mengalir aja bahkan dengan dinamika orang yang sekarang yang kadang
menerapkan KF hanya untuk menurunkan berat badan, kita gabisa larang. Kita
tetap fokusnya di edukasi, nah edukasinya seperti apa. Bukan edukasi caranya biar
turun berat badan dan segala macam, kita benar-benar edukasi di sisi
sesungguhnya metabolisme kita itu bisa kita pelajari sebenarnya. Jadi pertanyaan
besarnya orang di zaman modern ini kan semua mau hidup sehat, tapi hidup sehat
ini kan yang mau seperti apa. Karena sekarang ini banyak teorinya, banyak teori
yang kalau kita ngga punya dasar yang kuat, kita akan bingung sendiri. Contoh
paling sederhana, dokter spesialis A ngomong ini, dokter spesialis B ngomong ini,
belum yang C sampe Z kita bingung sendiri ini yang benar yang mana. Nah disitu,
yang kita edukasi di sisi itu.
xxiv
T: Jadi KF ini dibangun untuk orang2 yang memang tertarik mempelajari
ketofastosis ini ya?
J: Betul, makanya kadang kalau kita disangka sama seperti ketoganik, kita ngga
bisa ngelak. Tapi kita harus bisa menunjukkan perbedaanya dimana. Kemudian
kita harus bisa memfilter motivasinya apa dulu nih. Kalau hanya untuk berat
badan, kadang-kadang saya kasih tau ngga usah keto, cukup makan sayur buah aja
sudah turun kok berat badan. Nah disitu, edukasinya disitu
T: Kalau di ketofastosis tidak ada ketentuan pembatasan jumlah makanan, berarti
sewaktu di jendela makan kita bisa makan sampa kenyang aja ya?
J: Betul, karena sebenarnya menyederhanakan pola pikir yang selama ini sudah
terbentuk, orang berpikir selama ini kalori itu dari makanan. Pertanyaannya kalau
kalori itu dari makanan, pada saat kita sedang tidak makan, kira-kira tubuh ambil
energi darimana? Nah ternyata memang terbukti pada tubuh kita pun juga ada
kalori juga, makanya kita tidak lagi terikat dengan harus nimbang makanan, harus
ngukur kalori. Sifat makanan pada jendela makan atau refill itu benar-benar hanya
untuk refill. Hanya untuk mengisi ulang apa yang sebelumnya di puasa tadi sudah
dipakai. Bayangin kaya baterai lah, baterainya sudah dipakai, lalu dicas lagi
ibaratnya. Nah patokannya supaya tau penuh gimana? Ya simple, ngga usah
hitung kalori lagi, sinyal kenyangnya muncul ngga?
T: Kalau dari pengalaman saya, sewaktu menjalankan ketofastosis, saya
mengalami gejala transisi berupa tubuh menjadi lemas, itu karena apa ya pak?
xxv
J: Karena itu tadi, yang aku sempat bilang. Karena kita edukasinya lebih dalam,
bukan soal makananan tapi berbicara tentang tubuh kita yang punya dua macam
metabolisme, jadi bahan bakar sel-sel tubuh kita ada dua macam. Satu
metabolisme dari gula darah, atau glukosa, yang satu lagi lemak, atau yang lebih
dikenalnya asam lemak bebas. Asam lemak bebeas ini kalau dipecah lagi lebih
sederhananya disebut dengan istilah keton, jadi keton itu mengacu ke kondisi
yang dihasilkan dari ketosis. Nah jadi kan ada dua macam metabolisme, apa yang
terjadi pada mbak tirza itu kenapa bisa lemas dan seala macam, karena sel itu
kalau masih bagus, harusnya dia mudah berpindahnya. Ibarat kalau mesin,
misalnya genset mau switch dari PLN ke gensetnya sendiri itu harusnya gampang.
Tapi seperti yang kita tau, mungkin riwayat orang berbeda-beda, kalau ada
kesulitan pergantian artinya ada penurunan efisiensi di sel itu, di fleksibitlitasnya.
Nah makanya memang sering di zaman modern ini fleksibilitas selnya ini sudah
jauh menurun. Itulah makanya kalau di komunitas ini dikatakan “butuh amunisi.”
Amunisi ini lah sebenarnya yang membantu untuk transisi dari metabolisme yang
glukosa tadi jadi menggunakan lemak. Kaya dikenalin. Ya mungkin selama ini
mbak tirza lebih paham, aku juga punya riwayat dari sejak kecil sampai sebelum
lima tahun dari hari ini, ya kita kan makan karbonya luar biasa. Kita tergantung
sama “asupan makanan”. Kalau nggak makan kita mudah sensi, mudah muncul
gejala, hal-hal itu yang menunjukkan bahwa sel-sel kita fleksibilitasnya menurun.
Nah begitu udah dikenalkan, anehnya jadi ngga muncul gejala lagi. Makanya
mbak tirza waktu yang sebulan itu terasa lebih enteng, bisa puasa sampai jam 12,
sesuatu yang mungkin sebelumnya, lepas sarapan pagi aja susah. Kayanya ngga
xxvi
mungkin dan bisa maag. Tapi begitu sudah dikenalkan, “lho kok bisa ya dan
maagnya ngga muncul?”. Nah pada saat ini tercapai, pada saat sel-sel tubuh itu
bisa berpindah metabolismenya menggunakan lemak, nah disitulah tidak muncul
lagi gejala. Walaupun angka gula darah puasanya mengkhawatirkan bagi yang
melihat, seperti ada yang pernah di bawah 80 ada yang pernah sampai 60, 40 juga
ada. Sampai orang yang ngeliat jadi takut sendiri, “ini ngga papa nih? Ga lemes?
Ga kliyengan?”
T: Amunisi yang dimaksud itu VCO Oil dan Immunator Honey?
J: Kalau Immunator Honey itu bukan, itu lebih ke terapi pelangkap atau
pendamping jadi tuh lebih ke sisi membantu efisiensi sistem imun kita. Kalau
yang VCO betul itu memang fungsinya sebagai amunisi untuk membantu
metabolisme tadi.
T: Selain VCO ada lagi amunisi yang diperlukan?
J: Itu aja sih sebetulnya, dan itu udah wajib. Logikanya begini, kalau orang yang
mau jalanin ini stock body fatnya udah banyak, yang sudah obes banget, kan
logikanya berarti sumber lemaknya udah banyak dong, tinggal diakses aja. Nah
jadi biasanya kalau dia sudah terapin puasa pendek dan menunya udah benar-
benar tidak ada karbo, biasanya dia akan gampang banget ketosisnya, tanpa perlu
dibantu VCO. Kecuali mungkin dia ada faktor homorbit seperti ada hipertensi,
sudah divonis diabet, misalnya begitu. Atau mungkin sudah ada resiko
cadiovaskuler. Nah itu perlu dibantu, karena fleksibilitasnya sudah jauh lebih
xxvii
rendah lagi. Jadi amunisi itu membantu untuk ketosis, tergantung fleksibilitasnya.
Ada yang obesitas tanpa pakai VCO bisa ketosis. Tapi ada yang perlu VCO sekian
lama baru bisa lepas VCO-nya. VCO hanya membantu untuk transisi, jadi
sifatnya tidak wajib, menyesuaikan dengan keadaan masing-masing individu.
T: Bagaimana upaya KFI dalam memperkenalkan program Ketofastosis kepada
masyarakat dari awal sampai sekarang?
J: Saat ini banyakan di media sosial, jadi awalnya kan di whatsapp, terus dari
whatsapp berkembang, karena dia terbatas 257 member, kita sampai bikin 3 grup
waktu itu. Dari grup satu beranak ke grup 2, terus beranak lagi ke grup 3. Lama-
lama pusing, karena apa yang dibagikan di grup 1 harus diupdate ke grup 2 dan
seterusnya. Nah waktu itu ada telegram dengan super groupnya, nah kita pindah
kesitu. Tapi whatsapp tetap dipelihara. Namun karena 3 grup itu ngga bisa
menampung juga, akhirnya mulailah ada grup wa di daerah/kota-kota Indonesia.
Nah itu dinamikanya, lalu teman-teman FIC yang sudah ngikutin dari 2016,
mereka bersedia juga secara sukarela menjadi FIC juga di grup-grup lokal
tersebut, yang kebetulan mereka berdekatan dengan lokasi geografisnya. Jadi kita
tersebar tuh, grup wa dari Sabang sampai Merauke, boleh dibilang whatsapp ada
telegram juga ada, selain grup pusatnya di telegram. Sp far sekrang ada 4000
member, di luar yang grup-grup khusus penyakit. Jadi di telegram itu kita bagi
lagi menjadi grup-grup khusus penyakit seperti diabetes, terus grup displidemia,
grup untuk cancer. Nah FIC yang ada disini disesuaikan dengan testimoni dari
mereka yang sudah survive melewati penyakit-penyakit tersebut. Jadi misalnya
xxviii
penyintas diabetes, kumpul di grup khusus diabetes, terus mereka yang cancer ada
kumpul di grupnya sendiri juga. Nah sebelum telegram, ada Facebook juga, tapi
Facebook ini lebih awal sebelum WA, tapi dulu dinamikanya Facebook benar-
benar murni technical banget, jadi dulu member grup KF di Facebook awalnya
banyak orang bule, orang luar. Bahasanya pakai Bahasa Inggris karena mas Tyo
lagi banyak sharing dan mengasah kemampuan otodidaknya, hasil otodidaknya
dia. Jadi dia banyak lewat Facebook waktu itu, aku ngga tau persis karena waktu
itu aku belum masuk ke grup Facebooknya. Aku baru gabung ke grup
Facebooknya di 2016 akhir, dan itu sudah banyak orang Indonesia. Jadi berganti
dinamikanya, dari yang awal membahas jurnal dan technical, lama-lama banyak
sharing cara jalanin, lebih ke practical, tips, dan testimoni gimana cara jalanin
ketofastosisnya. Kadang juga ada yang sharing resep rendah karbo disitu. Nah
selain facebook, di tahun 2019 waktu itu kita khususkan lagi grup FB, WA dan
Telegram saat itu secara bersamaan khusus untuk NAKES atau Tenaga
Kesehatan. Nah Jadi banyak para dokter, tenaga kesehatan, spesialis, perawat,
bidan, apoteker, yang banyak sudah menerapkan dan perlu dibekali di sisi
biomolekuler, dari sisi fisiologisnya. Karena kan dokter memang rata-rata
meresepkan obat, karena mereka belajar dari gejalanya. Jadi misalnya kalau
gejalanya ini, didukung dengan hasil labnya seperti ini maka tegaklah diagnosa itu
dengan pengobatannya mesti seperti ini. Nah kadang-kadang, karena hasil lab itu
tidak komprehensif menafsirkannya, jadi kadang treatmentnya bisa salah. Satu
contoh, orang cancer diagnosa awalnya maag lambung, kadang itu yang bikin jadi
miss, bukannya nyalahin tapi dokter juga ngga salah karena mereka kan
xxix
melihatnya dari gejala. Ada misalnya cuma lambung, terus langsung disuruh cek
CA Marker. Stress orangnya, “aku kok cuma lambung tapi dugaannya kearah
cancer?” Bisa bikin stress orangnya. Nah maka dari itu pembekalan seperti ini
perlu, apalagi kalau mereka menerapkan ketofastosis dan mengalami gejala-gejala
proses perbaikannya. Contoh saat jalani ketofastosis gula darah segini ngga papa
kah? Nah itu perlu dibekali dari fisiologisnya, dasarnya kalau ngga kenapa-kenapa
itu apa. Nah itu dari 2019 mulai dibentuk sampai sekarang, apalagi dengan
keadaan pandemi ini semakin banyak juga. Sama satu lagi lewat zoom, itu
gantinya seminar. Kalau dulu kita adain seminar ke kota-kota, silahturami dengan
warrior yang ada di kota tertentu, sebenarnya yang undang mereka. Jadi kita
terbuka kalau ada yang mau undang atau disamperin untuk dikasih tau lebih
detail, mereka boleh adain nanti kita datang. Nah disitu ngga ada biaya sama
sekali, mereka hanya perlu charge untuk tempat, tapi kita juga ngga harus
misalnya “kamu mesti sewa hotel, kapasitas sekian dsb” kita ngga gitu. Sesuaikan
aja, kalau Cuma ada 200 orang atau Cuma ada 75 ngga papa. Intinya jangan
sampai terbebani, karena mas tyo dan teman-teman FIC sebisa mungkin ngga mau
membebani. Bahkan mas tyo itu sudah strict saya tidak mau dibayar. Karena mas
tyo merasa sudah diberikan anugrah luar biasa dari Tuhan, anaknya sendiri
sekarang sudah 12 tahun jalan 13 tahun, sudah lepas obat biarpun masih terapi
fisik. Tapi inilah cara mas Tyo membalas kebaikan Tuhan dengan
membagikannya secara gratis. Even itu biaya transport, akomodasi, dan segala
macam, mas Tyo beli sendiri.
xxx
T: Menurut bapak, media yang digunakan sudah cukup efektif?
J: Kalau sebatas menyampaikan sudah cukup efektif apalagi di masa pandemi ini,
tapi kalau dibilang itu permanen atau tidak, kembali ke masing-masing orang.
Ada yang haus, mau belajar, ada yang cuma mau tau intinya aja, atau ikut-ikutan,
yah itu dinamika. Tapi yang kita ngga boleh surut adalah semangat kita untuk
mengedukasi, karena repetisi itu penting. Selain kita mengedukasi yang baru mau
belajar, kita juga mengupgrade diri kita sendiri, yang sudah senior, sudah sekian
tahun jalanin. Repetisi itu penting untuk mereka yang menjalani dari sejak lama,
untuk mulai multiplikasi. Ngga ada patokan harus seperti apa, masing-masing
akan unik caranya mengedukasi. Misalnya orang yang pernah fight diabetes
dengan yang cancer pasti cara berceritanya akan beda. Semangat berceritanya
akan berbeda, berbeda juga dnegan yang cuma mau dietnya doang. Jadi kita ngga
patokin mentornya harus baku dan segala macem, kita ngga ada disitu. Kita lebih
ke sisi komunitas harus bisa menemukan masing-masing mentor mana yang cocok
dan pola apa yang cocok. Jadi protokol itu, seperti yang mbak tirza tau kan ada
16:8, 8:16 dan segala macam. Nah kalau ada yang cocoknya 16:8 ya ngga
masalah. Ada yang cocoknya sehari cuma makan sekali. Ya silahkan, ngga papa.
Ada yang dikombinasikan dnegan puasa Daud, ya ngga papa. Kita mendampingi
dari sisi konsekuensi penerapannya itu, misalnya kalau puasanya terlalu panjang
terus lupa tanpa sadar ngga memasukkan makanan, karena mengabaikan sinyal
rasa lapar misalnya, “lho aku kok biasa puasa sampai jam 4 sore tahan, kok ini
jam 12 udah krucuk-krucuk ya” nah yang suka mengabaikan sinyal ini, kita kasih
cautions untuk berhati-hati. Jadi ini benar-benar lifestyle bukan harus sesuai
xxxi
istilahnya protokol. Karena kadang tuh ada mindset seperti “aku sudah ikutin
protokol, selalu puasa panjang, olahraga intensitas tinggi, tapi kok badan makin
ngga enak, makin susah tidur.” Nah pasti ada yang salah disitu, makanya mindset
seperti ini yang kita perlu edukasi.
T: Apa saja cautions-nya pak?
J: Secara fisiologi bisa dijelaskan, tapi ibaratnya seperti ini aku kasih gambaran
simple misalnya denyut jantung ya, nah denyut jantung itu ada kontraksi dan
dilatasi. Kontraksi itu artinya menegang, dilitasi itu kendor. Jadi ini kombinasi
dari plus dan minus, stress dan rileks, selalu kombinasi yang balance. Kebayang
ngga kalau misalnya kontraksinya lebih, kira-kira efek yang muncul ke
permukaan sepeti apa? Ya denyutnya lebih kencang, dada berdebar, jadi kemana-
mana. Nah sama, ketika kita mengabaikan sinyal (lapar) yang tubuh sudah
berikan, itu artinya kita secara sengaja lebih menambah ke stress-nya. Nah
efeknya, porsi makan jadi lebih sedikit, semakin susah makan. Kalau tubuh udah
kasih sinyal lapar dan diabaikan, disitulah yang perlu digali, kenapa takut ngga
mau makan? Misalnya, kenapa mengejar kok harus jam 4 sore baru makan. Nah
disinilah yang kita gali, mau kejar sesuatu kah, atau apa.
Jadi memahami fisiologi, akan membuat kita memahami dan menyadari mindset-
mindset yang selama ini tuh kurang tepat, disitulah kita beri edukasinya.
Kalau dulu aku jalanin ketofastosis, jujur aja sebagai kelinci percobaan untuk
almarhum ayahku. Jadi dulu ayahku itu penderita diabet 20 tahun. Nah menjelang
xxxii
akhir hidupnya, terimalah protokol ini dari mas Tyo, dulu pdfnya belum sebagus
ini masih acak adut. Aku baca sekilas, kok bagus juga, maksudnya masuk akal,
make sense secara logikanya. Waktu itu kondisiku juga udah overweight, aku
sudah di kisaran 98kg, gula darah puasa sudah 147 belum divonis diabet sih, tapi
sudah kearah sana. Belum divonis juga hipertensi, tapi sudah kearah sana,
diastolik atau tensi bawahku udah 100. Jadi aku overweight, tinggiku cuma 172
tapi beratku 98. Jadi kupikir yasudah aku jalanin, satu sisi aku juga butuh dan aku
ingin tahu kalau ini make sense hasilnya seperti apa, dan yaudah buat bukti ke
ayah, almarhum papa. Almarhum papa juga ngga mau ke dokter, dia lebih suka
alternatif dan kebetulan penggiat MLM. MLM kesehatan, seperti Kompak,
Amway, pokoknya produk-produk kesehatan. Dia itu paham. Waktu itu dia udah
sempat konsumsi, tapi itu cuma membantu sementara, karena akarnya tidak
bereskan. Kenapa aku bisa bilang begiru, karena aku sudah tau fisiolginya.
Karbohidrat masih makan, orang diabet kan menunya masih ada karbohidrat,
kalau ngga nasi ya kentang, ubi, yang kaya gitu dimakan. Padahal kan itu jadi
glukosa juga. Nah jadi aku jalanin itu, kalau dibilang aku cocok kemana (grup wa
keto), ya sebenarnya aku tidak mengajukan diri. Ya mau dimasukin kemana pun
kalau aku paham fisiologinya aku bisa bantu. Karena ya jujur, nama penyakit itu
sudah tidak terlalu relevan menurut aku. Segala jenis penyakit itu adalah bentuk
manifestasi dari peradangan. Peradangan di tingkat sel yang sudah terakumulasi
sehingga sudah satu organ yang kena. Kalau organ jantung, kalau peradangan di
jantung artinya penyakit jantung. Kalau peradangan di ginjal berarti itu artinya
sakit ginjal. Tinggal bagian ginjal yang mana nih. Nah nama penyakit itu kan
xxxiii
dinamai berdasarkan lokasi sel yang meradang tadi dimana. Nah kata kunci yang
sudah aku dapat adalah peradangan atau inflamasi, inflamasi ini bisa dua macam.
Si pemicu-nya dari luar, atau dari dalam sendiri, dari selnya sendiri. Kalau dari
dalam sel, apakah dari pola hidup yang “salah” atau memang factor genetik/usia.
T: Apa saran dan arahan dari Bapak untuk penderita diabetes yang ingin
menjalani ketofastosis?
J: Diabetes itu kan kondisi secara hasil lab, GDP sering tinggi, HB A 1C juga
melonjak, kemudian kadang-kadang disertai juga dengan tricuspid mulai naik,
kolesterol juga mulai tinggi. Kuncinya di diabetes itu secara fisiologi adalah
insulin, jadi kenapa gula darah dan HBA1C naik terus, berarti ada sesuatu di
mekanisme insulinnya. Entah itu insulin yang kurang diproduksi, atau di sel-nya
yang ngga mau ngerespon terhadap insulinnya. Jadi kalau sudah tau akarnya
disini, yang bisa kita lakukan untuk membalikkan kondisi ini adalah, jangan buat
insulinnya terlalu tinggi. Nah kalau ketemu kata kuncinya jangan buat insulinnya
terlalu tinggi, berarti kan kita harus belajar apa yang memicu insulin. Apa dari
makanan kita yang memicu insulin, yang paling memicu insulin apa? Karbohidrat.
Jadi DM tipe 1 dan tipe 2 sangat bisa menjalankan ketofastosis ini, bedanya kalau
dia ternyata problemnya dari pankreasnya yang tidak bisa mengahsilkan insulin,
berarti dia tetap tergantung sama suntikan insulin. Ini kasus khusus ya, karena
insulin itu penting. Cuma bedanya, antara tidak menerapkan dan menerapkan
berbeda di dosis insulinnya nanti. Kalau tidak menerapkan ketofastosis kan
artinya masih ada karbohidrat yang dominan masuk, berarti harus main insulinnya
xxxiv
lebih sering. Satu untuk merespon karbohidrat yang masuk supaya seimbang,
antara insulin dan karbohidrat yang masuk. Belum lagi untuk sinyal-sinyal yang
lain, nah ini berbicara fisiologi, fungsi indulin sebenarnya apa. Nah kalau dia KF
atau keto, berarti kan karbohidratnya sudah ngga perlu lagi direspon dong, karena
dia minim karbo. Berarti insulin yang perlu disuntikkan tidak perlu sebanyak
sebelumnya. Nah kalau DM tipe 2 yang pankreasnya masih bagus, atau sedikit
lelah sehingga produksi insulinnya ngga bisa banyak, diterapkan pola KF seperti
ini yah tambah seneng artinya dia tidak perlu kerja berat-berat kan. Jadi tinggal
perlu menjalaninya dengan enjoy sembari menunggu proses perbaikannya. Karena
prosesnya tidak bisa semalam, atau dalam hitungan minggu, ngga bisa hitungan
bulan. Tapi progressnya terlihat, GDP-nya semakin lama semakin turun, tidak
gampang lemes, HBA1Cnya juga semakin lama semakin turun. Jadi bisa
dibuktikan secara hasil lab perbaikan-perbaikannya, sampai satu titik bisa lepas
obat.
Khusus untuk DM tipe 1, edukasinya jangan dikasih pengharapan untuk bisa lepas
insulin. Tetep harus suntik, karena fisiologinya kita sudah paham kalau ini
pankreasnya sudah tidak bisa produksi. Kecuali ada keajaiban Tuhan pankreasnya
bisa produksi insulin kmebali kita juga tidak bisa jamin kan. Tetapi kalau
diagnosanya memang sudah tegak, final, kalau ini tipe 1. Yasudah insulinnya
tetap harus suntik, cuma y aitu tadi, dosisnya jauh lebih rendah. Jadi bukan berarti
insulin itu tidak penting, sangat penting, kalau tidak ada malah bahaya. Tap ikan
kadang ornag mikirnya kalau sudah suntik insulin itu kaya obat, jadi kalau
xxxv
sembuh jangan sampai suntik insulin lagi. Ya kalau tipe 1D ya tidak bisa. Harus
tergantung sama insulin dari luar.
Jadi untuk penderita diabetes yang ingin menjalankan ketofastosis ini, harus
menyerahkan hasil lab terlebih dahulu. Karena kita juga berangkatnya dari hasil
lab yang sama juga, supaya yang kita sarankan bisa sesuai dengan fisiologisnya.
Bukan berarti kita ngomong, “anda diabet ya? Udah lepas aja insulinnya.” Kita
selalu nanya ini tipe 1 atau tipe 2 nih, kadang-kadang dalam prosesnya ada yang,
“mas kok aku udah lepas insulin tapi gula darahnya naik lagi ya?” Nah berarti ini
perlu suntik insulin dulu, dibantu dulu sama insulin, itu kan berarti ada sesuatu.
Jadi kita dalam memberi tahapan untuk lepas itu bukan langsung tiba-tiba suruh
lepas obatnya. Ngga boleh, kita bertahap dulu. Karena ibaratnya obat itu kan
penopang, penopang fleksibilitas tubuhnya si A ini tadi. Diam au diterapkan ke
ketosis tapi ketosisnya ini belum optimal, terus belum optimal menopang tau-tau
pilar obatnya langsung dilepas, ya ambruk. Padahal kita tahu dia inginnya
langsung lepas, kita ajari ayo kenali respon tubuhmu. Pada saat ingin dilepas
sebagian atau dikurangin, efeknya bagaimana, gula darahnya lompat lagi ngga.
Jadi perlu bertahap.
Kadang-kadang orang yang diajari pengennya langsung lepas, tapi kita yang
ngerem-ngerem jangan. Kecuali kalau kita yakin ini hanya tipe 2, jauh lebih cepet
recoverynya. Asalkan dia ngga ada cheating masukin karbo lagi karena kepengen.
Susah kalau begitu, perlu kembali lagi ke mindset motivasi awalnya apa.
Untuk mennetukan jadwal puasa dan makanan yang dimakan, paling gampang
melihat kepada masing-masing individu, jadi jangan sampai cara puasa orang lain,
xxxvi
cara makan orang lain itu diterapkan ke kita. Ya boleh aja sih, tapi kalau ngga
cocok jangan fokus kesitu terus. Contohnya ada orang yang bisa langsung puasa
sampai jam 12, ada yang ngga sanggup, cuma bisa puasa sampai jam 10. Apakah
dengan kondisi seperti itu dia jadi tidak bisa keto? Bisa kok, cuma tubuhnya
belum mampu puasa sampai jam 12. Tapi apakah ketosis? Ya ketosis, kalau ngga
percaya coba cek keton darahnya. Jadi sekali lagi protokol itu ngga harus saklek,
contohnya ketosis harus di bawah 80, ngga juga lho. KF harus sampai jam 12,
kalau snaggup ya ngga papa, kalau ngga sanggup harus bertahap. Ada yang aku
mentor itu, bilang “mas aku ngga yakin bisa puasa sampai jam 12.” Yasudah
sanggupnya jam berapa, kalau biasa jam 8 makan, yasudah jam 8 makan. Tapi
jangan ada karbohidrat. Rata-rata yang aku temui, besoknya lebih tahan dan sudah
mulai bisa jam 9, lalu lanjut jam 10. Kadang-kadang mereka juga bilang, “iya lho,
biasanya aku pagi kalau ngga makan maag aku muncul, ini kok sampai jam 11
ngga maag ya.” Jadi tanpa sadar ada perubahan.
Jadi memang sangat penting untuk konsultasi sebelum memulai KF, tapi kita tidak
bisa paksain harus punya mentornya. Kadang ada yang main langsung
dicemplungin ke grup tertentu, jadi lempar batu sembunyi tangan. Jadi yang
dicemplungin juga bingung, ini sama siapa (mentornya). Banyak yang kaya
begitu, tapi sebenarnya tidak bisa paksa. Kalau ada yang minta bantu, kita akan
bantu. Contoh aku sendiri juga bantu kalau ada yang minta diarahin, ya aku kasih
tau arahannya begini-begini gitu.
xxxvii
T: Apakah KFI menyediakan layanan konseling/mentoring secara one on one
kepada individu yang membutuhkan pemantauan khusus saat menjalankan
ketofastosis?
J: Selama ini mentoringnya melalui WA, telegram, atau zoom. Awalnya mungkin
pusing karena banyaknya chat yang masuk, tapi lama-lama juga terbiasa. Karena
teman-teman yang lain yang sudah setahun lebih akhirnya juga bisa mementor
juga. Kita punya satu grup tersendiri juga yang senior-senior, supaya mereka juga
punya komunitas, bisa sharing “aku punya mentee begini bagaimana?” Jadi
akhirnya mereka pun juga belajar mengenali lintas area penyakit, gejala, misalnya
yang biasa nanganin gejala DM, mereka juga belajar nanganin gejalan GERD,
Cancer, jadi edukasi juga dan hidup.
Bahkan aku juga bikin satu channel di youtube selain untuk TFH, juga untuk
jelasin fisiologi dengan bahasa awam, tentang kolesterol, tentang ginjal,
hipertensi, cancer, dalam bahasa yang mudah dipahami.
T: Apakah dulu KFI memiliki aplikasi ketofastosis?
J: Dulu sempat ada aplikasi dan launch, tapi belum sampai ke titik temu. Karena
kalau berbicara aplikasi pasti ada sifat komersial ya. Jujur mas Tyo, selaku
founder kita ngga mau ada terkesan jadi komersial. Jadi prinsip utama mas Tyo
kalau bisa gratis, gratis deh. Cuma aku juga pelan-pelan kasih tau, kalau segala
sesuatu pasti ada limitnya. Maksudnya begini ngga mungkin semua digratisin,
karena semua yang gratis itu orang tidak akan terlalu appreciate. Appreciate
dalam arti, “udahlah kalau pas gue mau pasti kan itu ada disana, gratis kok
xxxviii
gampang.” Kita memberikan knowledge secara gratis, tapi aku yakin teman-teman
tidak akan keberatan untuk membayar sejumlah nilai yang sekiranya juga tidak
memberatkan tapi at least bisa membuat aplikasinya sustain dengan sendirinya.
Nah ini yang kemarin belum ketemu.
Memang aplikasi ini cukup penting untuk kebutuhan teman-teman komunitas
juga. Kalau boleh dijabarkan kebutuhannya nomor satu, kalau mereka menjalani
KF mereka perlu tau ilmu, kedua mereka juga perlu tau siapa yang di sekitarnya
(komunitas yang ada di sekitarnya) baik itu komunitas teman yang menjalani dan
juga yang jual beli, kemudian mereka perlu tau juga progress mereka ber KF
seperti apa. Bisa dibikin kaya semacam game, tidurnya sudah bagus belum, puasa
sudah berapa jam, olahraga sudah dilakuin belum. Biarpun kita ngga bisa mantau,
tapi minimal ada checklist yang bisa dibuat. Kemudian mereka bisa membuat
biografi progress mereka KF secara hasil Lab (GDP, HBA1C, Tensi, Trigliserida,
fungsi ginjal, laju endap darah, dsb) mau update sebulan sekali, 3 bulan sekali
terserah mereka, tapi mereka perlu tau ini. Kalau hasilnya bagus, mereka juga bisa
share sehingga menginspirasi yang lain. Kemudian, mereka butuh tau kalau ke
suatu tempat atau toko untuk beli sesuatu ini boleh atau engga. Mereka perlu
dibantu ada tools seperti itu. Tapi intinya user tuh gamau ribet, jadi kalau
misalkan mau dibuat scan barcode untuk makanan yang boleh dan tidak boleh,
mereka cukup tau aja boleh dan tidaknya, ngga perlu sampai ada penjelasan detail.
Karena dulu kaya gitu, pas jam makan, mereka foto makanannya terus kirim ke
seniornya, “ini aku boleh makan ngga?” sering seperti itu. Cuma aku ngga tau
gimana, apa barcode cukup oke, karena kadang ada yang nanya “kacang mede
xxxix
boleh ngga?” Karena mereka lihat ada yang jual kacang di pinggir jalan. Jadi
pertanyaan simplenya kan seperti, kalau tidak ada barcode bagaimana.
Dulu sempat ada fitur-fitur ini di dalam aplikasinya. Karena waktu itu aku dan tim
yang bantu merancang, aku yang bertugas untuk melihat dinamika di dalam
komunitas dan kebutuhan mereka apa lalu kita diskusikan bersama. Kalau ini mau
dilanjutkan kembali ya ngga masalah, aku tinggal melanjutkan.
T: Menurut pandangan Bapak, kesulitan apa yang sering dialami oleh masyarakat
saat menjalani ketofastosis?
J: Kendalanya kalau aku jujur, banyakan di mindset, pola pikir yang mulai cuma
mau turun berat badan. Bisa puasa ngga, bisa lepas nasi ngga, harus makan lemak
padahal engga juga. Juga masalah menu makan apa yang perlu dimakan. Karena
terbiasa dnegan menu makanan yang lebih variatif, dan yan sudah jalan di tengah
juga ada yang bertanya, “sanggup ngga ya, ada yang jalan begini, bisa ngga ya,
nanti muncul gejala ini, ada yang makan kacang sedikit sudah alarm.” Ya itu
kendala-kendala pada masa adaptasi. Selain itu mindset psikologis, nanti kalau
ngga didukung pasangan, ngga didukung keluarga, dibully saudara bagaimana.
Ada kesulitan juga bagi yang tidak suka membaca saat memahami protokolnya,
tapi aku sendiri waktu baca awal logikanya udah dapet. Cuma ngga semua orang
kaya aku, jadi ya itulah kenapa di awal-awal perlu edukasi. Dulu waktu mas Tyo
waktu grup wa-nya masih satu, 30-40 orang. Beliau yang ngga bosen-bosennya
edukasi terus. Repetisi terus. Jadi beliau wkatu ajarin ngga langsung disuruh baca
protokol, atau makan ini-ini, tapi beliau juga ngajarinnya fisiologi bener. Jadi
xl
prinsip beliau dia tidak mengajarkan apa yang kamu makan, tapi beliau sendiri
memberi pancing untuk kita sendiri yang menentukan apa yang mau dimakan.
Misalnya kaya gini, kalau harus makan ikan tuna atau salmon, ornag yang tinggal
di Gunung Kidul harus makan apa? Nah jadi apapun itu selama tidak
membatalkan ketosis atau hewani, ya makan sudah.
T: Apa saja Lima Pilar Ketofatosis?
J: Kalau lima pilar ini bukan sekedar checklist, tapi kalau mas Tyo bilang
istilahnya harmonisasi lima pilar. Jadi yang pertama itu pikiran, kedua tidur, ini
berdasarkan presentase yang paling besar kontribusi ke kesehatan. Ketiga
aktivitas, keempat puasa, baru kelima itu menu atau makanan. Jadi urutan
harmonisasi seperti ini, pada saat kita memulai hari, itu pasti kita fasting dulu dan
moving (aktivitas). Jadi ini sudah membebani sistem, kemudian harus mulai
masuk ke rileks-nya, yaitu di pikiran. Karena tadi sudah dibebani, perlu relaxing
dulu. Kalau sudah sore, jangan lagi mikirin kerjaan kalau bisa, mulai menurunkan
tempo aktivitas, mulai mengisi pikiran dnegan hal-hal yang lebih ringan sifatnya,
itu rileks. Kalau sudah rileks, mau feeding (makan) itu gampang. Jadi jangan
dibalik, feeding dulu baru rileks, perlu rileks dulu baru feeding. Kalau ini sudah,
tinggal sleeping. Sleeping ini sebagai resetnya, dua yang di awal tadi (fasting dan
moving) sebagai bebannya, rileks dan feeding sebagai relaxnya. Kalau dua antara
stress dan rileks ini seimban, akan di reset sempurna pada saat sleeping. Kalau
tidak seimbang, lebih banyak stressnya, sleeping ini akan membantu mengkoreksi.
Tapi kalau tidak cukup di keesokan harinya akan menyisakan stress yang belum
xli
tereset. Misalnya lebih gampang craving, badannya masih ngga enak, pegel-pegel.
Jadi itulah penting harmonisasi.
Pertanyaan Wawancara Dokter Spesialis
1. Apakah anda pernah mendengar tentang ketofastosis? Bagaimana
pandangan anda mengenai gaya hidup ketofastosis?
2. Apakah anda pernah menjalani ketofastosis? (Jika pernah, bagaimana
pengalaman anda saat menjalani ketofastosis?)
3. Secara medis, apakah penerapan ketofastosis aman dilakukan untuk
mencegah dan mengatasi diabetes?
4. Apakah penerapan gaya hidup ketofastosis dapat menimbulkan risiko
hipoglikemia atau ketoasidosis bagi penderita diabetes?
5. Apakah ada perbedaan yang perlu diperhatikan dalam penerapan
ketofastosis di antara penderita DM tipe 1 dengan DM tipe 2?
6. Apa saran dan arahan anda bagi penderita diabetes yang ingin menjalani
ketofastosis?
T: Apakah anda pernah mendengar tentang ketofastosis? Bagaimana pandangan
anda mengenai gaya hidup ketofastosis?
J: Saya sudah lama tau tentang ketofastosis, sudah pernah dengar dari teman
tentang ketofastosis. Awalnya saya berpikir bahwa ketofastosis adalah pola diet
yang ya macam-macam, seperti food combining, pokoknya program penurunan
berat badan. Sampai satu ketika saya terdiaknosa CLE atau autoimun lupus pada
xlii
tahun 2017, kebetulan ada teman yang waktu itu sama-sama masih zaman resident
ya, sama-sama masih sekolah Pendidikan spesialis penyakit dalam. Beliau
memberitahukan “kenapa tidak mencoba ketofastosis?” Awalnya saya tanggapi
biasa, karena saya pikir, poladiet seperti umumnya, tidak ada sesuatu yang
berbeda atau wah dengan lifestyle itu. Tetapi kemudian dia juga cukup
bersemangat untuk menyemangati saya, karena terus terang biarpun saya dokter
ya, tapi saya bukan orang yang suka mengonsumsi obat. Berpikir bahwa obat itu
betul-betul harus (diperhatikan), ibaratnya kalau orang awam bilang obat itu
racun, jadi harus betul-betul (diperhatikan). Saya akhirnya mengajukan beberapa
pertanyaan tentang ketofastosis itu, dan ternyata kemudian kok masuk akal.
Sampai suatu ketika saya merasa klik dengan ketofastosis itu ketika dibilang
bahwa tubuh kita itu kan sebenarnya tidak membutuhkan gula dari luar. “lho gula
itu kan penting?” tapi ternyata tubuh kita bisa membuat gula sendiri melalui
proses yang namanya gluconeogenesis. Karena sangat penting sampai liver kita
itu ada untuk memastikan bahwa gula kita tuh tidak pernah nol. Kemudian saya
juga berpikir yang ada kan asam amino essential dan asam lemak essential. Tidak
ada yang namanya glukosa essential. Disitu saya akhirnya saya tertarik dan mulai
belajar, tidak berapa lama sih saya mencoba menerapkan hal itu sampai sekrang
pun saya merasa sangat nyaman dengan ketofastosis. Merasa lebih sehat, lebih
kalem, istilahnya metabolisme jauh lebih nyaman, jadi lebih bisa mengontrol
emosi. Setelah saya jalani ketofastosis, awalnya kan HB-nya rendah ya, masuk ke
anemia ringan tapi hanya 10 koma gitu. Kemudian vitamin D-nya juga rendah,
terus ada problem di ginjal dan beberapa parameter lainnya terutama dari profil
xliii
ANA IF untuk menegakkan autoimun itu. Yasudah setelah jalanin 3 bulan, saya
evaluasi lagi udah ada perubahan, setelah 6 bulan kemudian juga jauh menjadi
lebih baik. Saya juga pernah menulis di FB tentang kondisi saya saat menjalani
ketofastosis. Ternyata saya juga diberi amanah lagi untuk bisa hamil waktu itu,
karena sebenarnya kalau CLE itu tidak boleh ya, apalagi dalam masa-masa terapi,
sebenarnya tidak boleh hamil karena akan memicu resiko flek atau kekambuhan.
Namun setelah 6 bulan, situasinya itu tadi, saya merasa membaik dan kemudian
saya bisa hamil dan sampai sekarang juga masih berlanjut dan bayi saya juga tetap
lowcarbs begitu.
Saya melihat hasil dari ketofastosis sangat positif, dan menjadi semangat untuk
membagikan ke orang lain. Karena kan ini sesuatu yang berbeda ya, untuk bisa
melepas nasi atau karbohidrat yang lain kan luar biasa. Menjadi tantangan. Ketika
saya merasakan ada suatu manfaat dan efek perbaikannya, saya juga ada
keinginan untuk orang-orang lain juga bisa merasakan.
T: Secara medis, apakah penerapan ketofastosis aman dilakukan untuk mencegah
dan mengatasi diabetes?
J: Sangat aman, karena permasalahannya ada di persepsi ya. Kalau memelajari
mengenai ketofastosis sendiri, dia sangat fisiologis, dimana kalau zaman dulu
yang namanya makanan tidak seperti saat ini, melimpah dan mudah didaptkan,
harga murah, dst. Kalau pada zaman dulu sangat sulit, dan kalau ada harus
diperjuangkan dahulu sebelumnya. Mengenai aman atau tidaknya, ya aman, yang
menjadi masalah adalah ketika orang-orang baru mulai, dengan masalah yang
xliv
sebelumnya karbohidrat terlalu dominan di tubuh. Sehingga memunculkan ada
problem yang dirasakan sebagai efek samping, padahal sebenarnya itu adalah
masa-masa transisi untuk adaptasi dengan kondisi ketofastosis itu. Jadi siapapun
bisa melakukan ketofastosis ini.
T: Apakah penerapan gaya hidup ketofastosis dapat menimbulkan risiko
hipoglikemia atau ketoasidosis bagi penderita diabetes?
J: Sebenarnya gini sih, kalau pada pasien diabetes kan mereka mendapat obat,
pada kondisi ketofastosis itu memang akhirnya obat itu efeknya menjadi lebih
meningkat. Sehingga kemudian ada resiko hipoglikemia. Tapi bukan karena pola
ketofastosisnya, itu merupakan efek dari obat yang diminum. Mungkin dua kali
atau beberapa kali lipat menjadi lebih kuat efeknya terhadap penurunan gula
darah. Karena kan dalam ketofastosis asupan karbohidrat yang memicu glukosa
sudah diminimalkan, sedangkan obat untuk menurunkan gula darah itu sendiri
sudah dimasukkan dari luar. Sementara kalau obat dari luar kita tidak bisa
mengukur kadarnya harusnya sekian untuk tubuh, kalau ketofastosis sifatnya lebih
alami. Jadi dia berisiko hipoglikemia kalau ada penggunaan obat yang bersamaan,
penggunaan obat insulin atau obat anti hiperglikemia yang lain. Nah terkait
ketoasidosis, itu suatu kondisi yang gulanya tinggi dan ketonnya juga tinggi, jadi
dalam waktu yang bersamaan lemak dan gula tinggi. Kalau di ketofastosis,
kondisinya lebih ke ketosis secara nutrisi. Hingga akhirnya lemak dalam tubuh
kemudian lebih banyak digunakan sebagai energi disbanding glukosanya. Jadi
insulinnya rendah, gulanya juga rendah jadi tidak akan memicu ketoasidosis.
xlv
Kecuali kalau misalnya orang tersebut tidak bisa memproduksi insulin sama sekali
atau ada kerusakan pankreas, atau ada infeksi. Tapi kalau ketofastosisnya sendiri
tidak akan memicu ketoasidosis ya, karena kondisi ketosis yang terjadi di tubuh
yang menjalankan ketofastosis, gulanya tidak tinggi. Nah kondisi gula yang tinggi
itu pemicunya, satu, asupan karbohidrat yang lebih tinggi daripada yang
ditentukan oleh protokol atau dtambah ada pemicu infeksi atau inflamasi. Jadi
selama penerapan sesuai dengan protokol tidak akan mengalami ketoasidosis.
Justru dengan ketofastosis akan membantu menurunkan kadar inflamasi di dalam
darah, sehingga sifatnya ketofastosis gaya hidup anti inflamasi. Untuk pencegahan
hipoglikemia pada doabetesi adalah mereka perlu memahami betul apa yang
mereka jalankan, artinya protokol ketofastosis perlu dipahami dengan baik.
Karena kalau tidak akan menjadi konsekuensi, karena ini adalah gaya hidup yang
aman. Tapi kalau ada salah persepsi atau salah mencerna dari isi protokol tersebut,
bisa jadi yang terjadi adalah hipoglikemia di dalam darah. Akhirnya target dari
ketosis sendiri tidak akan tercapai. Jadi pertama perlu pahami dan diskusikan hal-
hal yang kurang dipahami. Yang kedua akan lebih bagus kalau punya pendamping
untuk memulai. Apalagi untuk orang-orang Indonesia yang notabene lebih suka
bertanya dan mendapat jawaban. Kurang ingin untuk membaca dan belajar,
inginnya bertanya dan menadapat jawaban. Padahal semua itu sudah ada di dalam
protokol. Namun saya kira jauh lebih baik kalau ada pendamping. Karena dalam
proses adaptasi dengan problem medis sebelumnya, akan muncul gejala pada
proses adaptasi yang disebut sebagai healing crisis. Jadi karena proses adaptasi
atau masa transisi dari penggunaan metabolisme gula ke lemak ini, atau pun juga
xlvi
healing crisis, proses detox dari tubuhnya sendiri. Kemudian untuk penderita
diabetes tipe 1 atau 2 saran saya punya alat gula sendiri di rumah supaya bisa
mengecek GDP lebih sering. Mungkin untuk awal-awal kebutuhannya satu
sampai dua hari sekali, kalau sudah adaptasi, tidak terlalu masalah. Bisa satu-dua
minggu sekali, tapi kalau masih awal kemudian mungkin beberapa ada yang
masih dengan obat, jangan sampai gulanya terlalu rendah. Jadi kita bisa
menyesuaikan dengan dosis obat selanjutnya. Biasanya pasien dengan problem
medis tidak disarankan untuk puasa sunah dulu (bagi yang muslim), karena proses
adaptasi itu sendiri. Saat prosesnya sudah menambah stress untuk tubuh, apalagi
jika dry fasting yang tidak memasukkan cairan sementara pada masa awal pada
masa adaptasi tersebut tubuh sudah stress, kalau tidak memasukkan cairan maka
resiko dehidrasinya lebih tinggi. Jadi memang untuk awal-awal tidak disarankan
untuk puasa sunah bagi mereka yang muslim. Kemudian ya perlu terus
memelajari, karena ketika menjalani gaya hidup ketofastosis, kita diajar untuk
lebih sensitif terhadap kebutuhan tubuh. Contoh sederhananya, perut kita sudah
kenyang, tapi karena kita ingin dan dihadapan kita begitu menggoda, akhirnya
kita ingin terus memasukkan. Nah di ketofastosis itu kita diajarkan untuk sensitif
dengan kebutuhan tubuh kita, makan saat lapar dan secukupnya. Juga dengan
aktivitas yang lain ya, kalau dirasakan badannya kurang tidur malamnya, ya
jangan beraktivitas lebih banyak di siang harinya. Atau pun kemudian dibayar
hutang tidurnya jika memang malam-malam sebelumnya dirasa kurang tidur. Jadi
belajar membaca sinyal-sinyal yang diberikan oleh tubuh. Kalau zaman dulu
nenek moyang kita kan panduannya sinar matahari. Kalau waktunya gelap ya
xlvii
mereka akan berisitirahat. Sedangkan kalau kita banyak target, banyak sumber
stress, banyak yang harus dikejar, sehingga sepanjang waktu listrik bisa menyala
24 jam. Sehingga irama tubuhnya tidak selaras dengan alam. Untuk ketofastosis
sendiri saya melihat sangat fisiologis ya, artinya bagaimana tubuh kita itu didesain
oleh penciptanya, bagaimana manusia dapat menyesuaikan diri dengan kondisi
alamnya.
T: Apa ada perbedaan penerapan antara DM 1 dan 2?
J: Perbedaan khususnya (penerapan ketofastosis) tidak ada yang terlalu berbeda
ya. Tapi yang tipe 1 penggunaan insulinya harus terus masuk sementara kalau tipe
2 lebih ke problem metabolisme. Tetapi pada akhirnya akan kembali ke
bagaimana monitoring terhadap glukosanya (GDP) supaya bisa menyesuaikan
dengan obat yang diberikan.
KFLS kan tidak hanya sekedar merubah pola makan tapi juga bagaimana
mengubah atau menangangi stress, pikiran, karena hanya kita saja yang bisa
mengubah hal itu. Jadi ada sisi dimana KF tidak bisa kita intervensi sama sekali.
Jadi ngga 100% hanya mengubah pola makan, dengan ada aktivitas seperti
olahraga, dan pola makan juga yang diubah. Sebenarnya itu bisa menjadi
modalitas untuk seseorang menajemen stressnya dnegan lebih baik.
T: Kenapa masih ada paradigma konsumsi karbo?
J: Karena memang pola yang dibentuk dari federasi internasional masih
mengandalkan karbohidrat. Juga masih mengandalkan glukosa sebagai bahan
xlviii
bakar utama untuk otak. Nah sementara sifat glukosa itu sangat mudah berubah.
Kalau kita mengandalkan glukosa, artinya hanya bisa mengandalkan asupan
eksogenus. Artinya kita harus makan terus untuk menjaga glukosa bisa sampai ke
otak dan menjaga kadar gula dalam darah tetap stabil hingga akhirnya tidak
menyebabkan hipoglikemia yang bergejala. Pandangan seperti “harus makan 5
kali hingga bahkan 6 kali sehari, 3 kali makan besar dan 3 kali makan kecil”
adalah untuk menjaga energi untuk otak, yaitu glukosa, untuk tetap mencukupi.
Sedangkan pada low carbs, dia switch ya. Jadi penggunaan bahan bakar untuk
metabolismenya terutama di otak diubah dari gula menjadi lemak atau keton.
Sementara kalau keton itu bisa diambil dari lemak tubuh dan dapat diakses kapan
saja dan jumlahnya melimpah. Perbedaan ini, yang menyebabkan beberapa
spesialis masih bertahan dengan pola yang lama (makan 6 kali sehari, bahkan
sebelum tidur harus mengasup cemilan) karena takut hipo di malam hari, menurut
saya bisa ibaratkan seperti menyetir yang metabolisme gula itu menyetir sebelah
kanan, kalau yang metabolisme lemak menyetir sebelah kiri. Artinya ada
perbedaan fisiologi yang mungkin mereka belum pahami. Sedangkan kalau di
ketofastosis sendiri kita melihat ada perbedaan fisiologi lain yang belum
diungkap, hanya dengan mengubah lifestyle dapat memberikan efek luar biasa.
Dan sebenarnya dalam protokol diabetes baik secara nasional maupun
internasional, sebenarnya nomor satu adalah lifestyle modification. Semuanya
sama, baik diabetes atau gangguan kadiovaskular, semuanya sama, lifestyle
modification. Cuma entah kenapa para klinis dna masyarakat Indonesia lebih
mengandalkan obat. Jadi ada beberapa kepentingan yang saling terlibat, salah
xlix
satunya banyak industri, mohon maaf, yang mungkin akan protes apabila KF ini
lebih diterima banyak orang. Karena hanya dengan modal puasa, banyak sekali
masalah yang dapat diselesaikan. Memang di dunia barat, Dr. Eric Westman,
pernah menulis kalau gaya hidup lowcarb ini tidak begitu disukai terutama oleh
pihak farmakologi. Di Indonesia sendiri mungkin sudah banyak pihak yang
melirik ketofastosis ini dan menjadi ancaman untuk mereka. Tapi semakin kesini,
terutama pada kondisi pandemic ini semakin banyak orang yang menerapkan pola
hidup ketofastosis ini. Biarpun belum dominan, tapi sudah mulai berkembang.
l
LAMPIRAN B: HASIL KUESIONER KETOGENIK
li
LAMPIRAN B: HASIL KUESIONER ALPHA TEST
lii
LAMPIRAN B: HASIL KUESIONER BETA TEST