Post on 10-Mar-2019
KELOMPOK 1 :
AHMAD
AHMAD FUAD HASAN
DEDDY SHOLIHIN
A. Al-Qur’an Sebagai Sumber
Ajaran Islam
Menurut istilah, Al-Qur’an adalah firman Allah
yang berupa mukjizat, diturunkan kepada Nabi
Muhammad Saw, ditulis dalam mushhaf,
dinukilkan secara mutawatir, dan merupakan
ibadah bagi yang membacanya. Perngertian ini
menunjukkan bahwa Al-Qur’an merupakan induk
dari segala sumber hukum, di samping berupa
mukjizat, juga berupa ibadah apabila dibaca.
Dari segi sumbernya, Al-Qur’an dikategorikan sebagaisumber qath’iy al-wurud(qath’iy al-tsubut) yaknikepastian datangnya dari Allah SWT, tanpa keraguansedikitpun. Barangsiapa tidak mengakui (menolak) eksistensi Al-Qur’an sebagai wahyu Allah SWT, diatermasuk kafir.
. Adapun dari segi kandungannya, ayat Al-Qur’an terbagi dua yakni qath’iy al-dilalah dan zhanniy al-dilalah. Yang dimaksud dengan qath’iy al-dilalah(pasti maknanya) adalah ayat-ayat Al-Qur’an yang sudah jelas maknanya (tidak membutuhkanpenafsiran). Sedangkan zhanniy al-dilalah (relatifmaknanya) adalah ayat-ayat Al-Qur’an yang mambutuhkan penafsiran, sehingga memungkinkanpara ulama dan pemikir Islam dari zaman ke zamanberbeda pendapat.
Pada umunya isi kandungan Al-Qur’an bersifat
global dalam mengemukakan satu persoalan.
Itulah sebabnya Al-Qur’an memerlukan
interpretasi sebagai upaya untuk merinci ayat-ayat
yang sifatnya global tersebut. Untuk merinci
kandungan Al-Qur’an diperlukan hadist Nabi saw,
sebab tanpa adanya hadist Nabi saw tersebut,
banyak ayat Al-Qur’an yang sulit dipahai secara
jelas. Karena hadist-hadist yang menafsirkan Al-
Qur’an (hadist tafsir) terbatas jumlahnya, maka
dianjurkan kepada ulama yang mempunyai
kemampuan untuk menafsirkan Al-Qur’an, agar
kandungan Al-Qur’an dapat dipahami secara utuh.
B. Azas-azas Pembinaan Hukum
Dalam Al-Qur’an.
1. Tidak menyempitkan (‘Adam al-Haraj)
Dalam menetapkan huku syariat, Al-Qur’an
senantiasa memperhatikan kemampuan manusia
dalam melaksanakannya, dengan memberikan
kelonggaran kepada manusia untuk menerima
penetapan hukum dengan kesanggupan yang
dimiliki oleh manusia sebagai objek dan subjek
pelaksanaan hukum-hukum itu.
2. Mengurangi Beban (Taqlil al-Taklif).
Azas kedua ini orientasinya untuk menghindarimanusia dari sikap mengurangi atau melebihkankewajiban dalam pelaksanaan agama. Hukum-hukumAl-Qur’an tidak menuntut seorang mukallafmelaksanakan suatu kewajiban agama lebih dari apayang telah ditetapkan, sekalipun wajar menurut adatsuatu masyarakat.
3. Sejalan dengan Kemaslahatan Manusia (al-Maslahatal-Mursalah).
Manusia merupakan objek dan subjek pembinaanhukum-hukum Al-Qur’an. Semua hukum-hukum Al-Qur’an diperuntukkan pada kepentingan danperbaikan kehidupan manusia, baik mengenai jiwa, akal, keturunan, agama maupun dalam pengelolaanharta bendanya. Sehingga dalam hukum-hukum Al-Qur’an selalu konsisten dengan kemaslahatan umatmanusia.
4. Penetapan Hukum Secara Bertahap (Al-Tadrij fi
al-Tasyri’)
Al-Qur’an sangat memperhatikan adat kebiasaan
dan kondisi social masyarakat dalam proses
penetapan hukum-hukumnya. Hal ini dapat dilihat
pada dua segi. Pertama, berkaitan dengan adat
istiadat yang berlaku keabsahannya. Kedua,
berkaitan dengan kondisi perkembangan jiwa
masyarakat tentang apakah masyarakat
bersangkutan sudah mampu menerima suatu
rancangan hukum yang ditetapkan.
5. Persamaan dan keadilan (al-Musawat wa al-
‘Adalah)
Dalam pelaksanaan syari’at Isla selalu
menyamarkan manusia, tidak membedakan
antara satu bangsa dengan bangsa lainnya,
antara individu dengan individu lainnya. Syari’at
Islam menyamaratakan antara sesame umat
Islam dan antara mereka dengan umat lain
berdasarkan azas persamaan dan keadilan yang
ditetapkan dalam nas.
C. Bentuk-bentuk Penjelasan Al-
Qur’an Adapun bentuk-bentuk penjelasan Al-Qur’an agar dapat
dipahami. Dimana Al-Qur’an merupakan segala keseluruhansyari’at dan sendinya yang fundamental. Setiap orang yang inginmencapai hakikat agama dan dasar-dasar syari’at, haruslahmenempatkan Al-Qur’an sebagai pusat/sumbu tempatberputarnya semua dalil yang lain dan Sunnah sebagai pembantudalam memahainya, demikian juga pendapat imam-imam terdahulu dan Salafushalihin yang lalu. Kemu’jizatannya tidakterletak pada dia berbahasa Arab yang bias dicapaipemahamannya, tetapi dari segala segi I’jaznya tidak akanmenghalangi untuk dapat dipahami dan dipikirkan maknanya.
Sebagian besar ayat-ayat hukum turun karena ada sebab yang menghendaki penjelasannya. Oleh karena itu setiap orang yang ingin mengetahui isi Al-Qur’an secara tepat perlu mengetahuisebab-sebab turunnya ayat.
Kebanyakan hukum-hukum yang diberitahukan olehAl-Qur’an bersifat kully (pokok yang berdaya cukupluas) tidak rinci (disebutkan setiap peristiwa, objektif) seperti terungkap dari penelitian. Oleh karena itu, diperlukan penjelasan dari Sunnah Rasul karenamemang kebanyakan sunnah merupakan penjelasanbagi Al-Qur’an dengan bentuknya yang irngkasadalah lengkap mencakup segala sesuatu secaraglobal dan syari’at sudah sempurna dengankesempurnaanya Al-Qur’an diturunkan, seperti yang difirmankan Allah SWT dalam surah Al Maidah ayat 3 :
Artinya : “…Pada hari ini telah Kusempurnakan untukkamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamunikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu
D. Pengertian dan Kedudukan Al-
Hadist
Kata "Hadits" atau al-hadits menurut bahasa
berarti al-jadid (sesuatu yang baru), lawan kata
dari al-qadim (sesuatu yang lama). Kata hadits
juga berarti al-khabar (berita), yaitu sesuatu yang
dipercakapkan dan dipindahkan dari seseorang
kepada orang lain.
Sedangkan ulama Ushul, mendefinisikan hadits
sebagai berikut :"Segala perkataan Nabi SAW.
yang dapat dijadikan dalil untuk penetapan hukum
syara'".
Para ulama Islam berpendapat bahwa hadits
menempati kedudukan pada tingkat kedua
sebagai sumber hukum Islam setelah Al-Qur’an.
a. Hadis sebagai penafsir ayat al-Qur'an
Apabila tidak mendapatkan penafsirannya dalam
al-Qur'an maka tafsirkanlah dengan hadis Nabi
SAW karena sesungguhnya dia memberikan
penjelasan terhadap al-Qur'an. Bahkan Imam
Syafi'i mengatakan bahwa setiap hukum yang
ditetapkan oleh Rosulullah SAW merupakan
pemahaman yang berasal dari al-Qur'an
b. Kontroversi kehujjahan hadis/sunah sebagai
sumber hukum Islam
Dalam penggunaan hadis/sunah sebagai sumber
hukum Islam terdapat kelompok yang menolak
hadis sebagai sumber hukum Islam. Mereka
menyadarkan pemikiran mereka kepada keragu-
raguan (syubhat) yang mereka sangka sebagai
dalil.
E. Fungsi Dan Hubungan Hadits
dengan Al-Qur’an
1. Memberikan perincian (tafshil) terhadap ayat-ayat
yang global (mujmal). Misalnya ayat-ayat yang
menunjukkan perintah shalat, zakat, haji di dalam
al-Qur'an disebutkan secara global. Dan sunnah
menjelaskan secara rinci mulai dari syarat, rukun,
waktu pelaksanaan dan lain-lain yang secara rinci
dan jelas mengenai tatacara pelaksanaan ibadah
shalat, zakat dan haji.
2. Mengkhususkan (takhsis) dari makna umum ('am)
yang disebutkan dalam al-Qur'an. Seperti firman
Allah (QS.an-Nisa' : 11), Ayat tentang waris
tersebut bersifat umum untuk semua bapak dan
anak, tetapi terdapat pengecualian yakni bagi
orang (ahli waris) yang membunuh dan berbeda
agama sesuai dengan hadits Nabi SAW.
"Seorang muslim tidak boleh mewarisi orang kafir
dan orang kafir pun tidak boleh mewarisi harta
orang muslim"
(HR. Jama'ah). Dan hadits “"Pembunuh tidak
mewarisi harta orang yang dibunuh sedikit pun"
(HR. Nasa'i).
3. Membatasi (men-taqyid-kan) makna yang mutlak
dalam ayat-ayat al-Qur'an.
4. Menetapkan dan memperkuat hukum yang telah
ditentukan oleh al-Qur'an.
5. Menetapkan hukum dan aturan yang tidak
didapati dalam al-Qur'an.
F. Syarat Hadits Shaheh
1. Mengenai Sanad
Semua rawi dala sanad haruslah
bersifat adil
Semua rawi dalam sanad haruslah
bersifat dhabit
Sanadnya bersambung.
Tidak rancu (syadz).
Tidak ada cacat.
2. Mengenai Matan
Pengetahuan yang terkandung dalammatan rawi boleh bertentangan denganayat Al-Qur’an atau hadits mutawatirwalaupun keadaan rawi sudah memenuhisyarat.
Pengertian dalam matan tidakbertentangan dengan pendapat yang disepakati (ijma’) ulama.
Tidak ada kejanggalan lainnya, jikadibandingkan dengan matan hadits yang lebih tinggi tingkatan dan kedudukannya.
G. Membedakan Hadits Shaheh
Dengan Hadits Yang Tidak
Shaheh1. Hadist dapat dikatakan shaheh apabila memenuhi
lima syarat (sanadnya bersambung, para
perawinya adil, para perawinya dhabith, tidak ada
‘ilat, dan tidak syadz). Namun, hadits dapat
dikatakan tidak shahih karena tidak terpenuhinya
lima syarat diatas, baik sebagian maupun syarat.
2. Ada yang mengatakan hadits dapat dikatakan shaheh apabila
menggunakan shigat jazm (bentuk kalimat yang berisfat pasti),
seperti pernyataan : amara (telah memerintahkan), dzakara (telah
nyebutkan), maka hukumya shahih berdasarkan penyandaran
(mudlaf ilaihi). Namun, kalau haditsnya tidak menggunakan shigat
jazm, seperti pernyataan :yurwa (diriwayatkan), yudzkar
(disebutkan), yuhka (dikisahkan), atau ruwiya dan dzukira, maka
hukumnya tidak shahih berdasarkan penyandarannya (mudlaf
ilaihi). Karena itu tidak ada hadist lemah yang dimasukkan ke dalam
kitab yang bernama Shahih.
3. Suatu hadits dapat dikatakan shaheh apabila
hadits itu mendapat kesepakatan syaikhan,
atau mendapat kesepakatan shaheh dari para
ulama hadits, jadi bukan kesepakatan umat.
SIMPULAN….
Dapat diketahui bahwa sumber-sumber yang digunakan untuk menentukan hukum fiqh, itu padadasarnya hanya ditetapkan kepada Al-Qur’an danAl-Hadits. Di mana Al-Qur;an merupakanKalamullah yang diturunkan kepada NabiMuhammad saw, dalam berbahsa arab, danriwayatnya mutawatir. Al-Qur’an yang mana isikandungannya bersifat universal dan fleksibeluntuk seluruh umat manusia. Oleh karena itu, Al-Qur’an dijadikan sumber hukum dalam kehidupanumat Islam pada khususnya, dan seluruh umatmanusia pada umunya.
Al-Hadits, yang merupakan semuaperkataan, perbuatan dan pengakuanRasulullah saw yang berposisi sebagaipetunjuk dan tasyri’, selain itu belaiau jugamerupakan kekasih Allah SWT. Al-haditsjuga merupakan penjelasan, untukpenguatan apa yang djelaskan oleh Al-Qur’an tentang hukum-hukum yang berguna bagi umat manusia. Oleh karenaitulah, Al-Hadits juga dijadikan sumberhuku untuk menentukan hukum fiqh, danseluruh hal dalam kehidupan.
PERTANYAAN???