Post on 21-Nov-2020
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI BAKTERI PENGHASIL ENZIM L-ASPARAGINASE DARI ENDOFIT MANGROVE Rhizophora mucronata ASAL PANTAI JENU
KABUPATEN TUBAN JAWA TIMUR
SKRIPSI
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI INDUSTRI HASIL PERIKANAN
JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERIKANAN
Oleh:
INGASUNTI MAKATWURIH WIBISONO
NIM. 135080300111045
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
i
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI BAKTERI PENGHASIL ENZIM L-ASPARAGINASE DARI ENDOFIT MANGROVE Rhizophora mucronata ASAL PANTAI JENU
KABUPATEN TUBAN JAWA TIMUR
SKRIPSI
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERIKANAN
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Meraih Gelar Sarjana Perikanan
di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Brawijaya Malang
Oleh :
INGASUNTI MAKATWURIH WIBISONO
NIM. 135080300111045
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
3
Judul : ISOLASI DAN IDENTIFIKASI BAKTERI PENGHASIL ENZIM L-
ASPARAGINASE DARI ENDOFIT MANGROVE Rhizophora mucronata ASAL PANTAI JENU KABUPATEN TUBAN JAWA TIMUR
Nama Mahasiswa : Ingasunti Makatwurih WIbisono
NIM : 135080300111045
Program Studi : Teknologi Hasil Perikanan
PENGUJI PEMBIMBING:
Pembimbing 1 : Dr. Sc. ASEP AWALUDIN PRIHANTO, S.Pi, MP
Pembimbing 2 : Dr. Ir. HARTATI KARTIKANINGSIH, MS
PENGUJI BUKAN PEMBIMBING:
Dosen Penguji 1 : Dr. Ir. ANIES CHAMIDAH, MS.
Dosen Penguji 2 : RAHMI NURDIANI, S.PI, M.App. Sc., PhD.
Tanggal Ujian : 13 SEPTEMBER 2017
IDENTITAS TIM
PENGUJI
4
PERNYATAAN ORISINALITAS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi yang saya tulis ini benar- benar
merupakan hasil karya saya sendiri dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat
karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali yang
tertulis dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil penjiplakan
(plagiasi), maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut sesuai hukum
yang berlaku di Indonesia.
Malang, Juli 2017
Mahasiswa
Ingasunti Makatwurih W. NIM. 135080300111045
5
UCAPAN TERIMA KASIH
Syukur Alhamdulillah saya ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat serta Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan
penulisan laporan skripsi yang berjudul “Isolasi dan Identifikasi Bakteri Pengasil Enzim L-
Asparaginase dari Endofit Mangrove Rhizopora mucronata Asal Pantai Jenu Kabupaten
Tuban Jawa Timur”. Dalam penyusunan laporan skripsi ini, penulis tidak terlepas dari
bantuan, semangat, dukungan, serta kritik dan saran dari berbagai pihak baik sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Penulis menyampaikan rasa syukur
dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Allah SWT yang senantiasa melimpahkan segala Rahmat dan Hidayah-Nya kepada
penulis.
2. Bapak, Ibu, Tika, Bama, Enna yang selalu memberikan doa, motivasi, dan dukungan
dari berbagai aspek kepada penulis.
3. Bapak Dr. Sc. Asep Awaludin Prihanto, S.Pi, MP dan Dr. Ir. Hartati Kartikaningsih, MS
selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam
penyelesaian laporan skripsi ini.
4. Tim Kerajaan Bakteri satu bimbingan atas kebersamaan, kerja sama dan semangat
kalian demi terselesainya laporan skripsi ini.
5. Teman-teman Kos Para Wanita Julid (Mbak Kun, Na, Nda, Muthia, Wikun) yang telah
mendukung dan memberikan motivasi baik secara langsung maupun tidak langsung.
6. Teman-teman sesama Pejuang SKRIPSI angkatan 2013 atas doa dan dukungan dari
kalian, serta semua pihak yang telah mendukung dan tidak dapat disebutkan satu per
satu.
Penulis menyadari laporan skripsi ini jauh dari kesempurnaan sehingga kritik dan
saran sangat penulis harapkan. Penulis berharap laporan skripsi ini dapat bermanfaat dan
dapat memberikan informasi bagi pihak yang membutuhkan.
Malang, Juli 2017
Penulis
6
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI BAKTERI PENGHASIL ENZIM L-ASPARAGINASE
DARI ENDOFIT MANGROVE Rhizophora mucronata ASAL PANTAI JENU
KABUPATEN TUBAN JAWA TIMUR
Ingasunti Makatwurih Wibisono1), Asep Awaludin Prihanto2),
Hartati Kartikaningsih3)
ABSTRAK
Enzim L-Asparaginase merupakan enzim yang mengkatalisis dan hidrolisis dari L-Asparagine menjadi l-aspartat dan ammonia. L-Asparaginase banyak ditemukan di tumbuhan, bakteri, dan fungi. Salah satu jenis tumbuhan yang memiliki potensi untuk menghasilkan enzim l- asparaginase adalah endofit mangrove Rhizophora mucronata. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan bakteri penghasil enzim L-Asparaginase dari endofit mangrove Rhizophora mucronata asal Pantai Jenu, Tuban, Jawa Timur. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif eksploratif. Pada penelitian ini menggunakan sampel akar, batang, dan daun dari mangrove Rhizophora mucronata, yang diambil dari Pantai Jenu Tuban. Sampel yang telah diambil dalam bentuk segar kemudian ditumbuk dan diambil 1 gram untuk diencerkan dengan pengnceran
dari 10-1 sampai 10-5 . Setelah didapatkan isolat bakteri maka akan dilakukan skrining dengan menggunakan media selektif L-asparaginase dan didapatkan hasil bakteri penghasil L- asparaginase. Bakteri yang memiliki aktifitas enzim paling besar akan dilakukan identif ikasi bakteri dengan uji pewarnaan gram dan uji microbact system. Dari hasil isolasi bakteri endofit didapatkan 4 isolat bakteri yang dimana hanya 3 isolat yang positif menghasilkan enzim L-asparaginase yaitu dari F-RM1-4, F-RM3-5, dan F-RM1-5. Dari ketiga isolat yang memiliki aktivitas enzim penghasil terbaik adalah isolat F-RM1-4. F-RM1-4 adalah bakteri gram positif yang memiliki bentuk sel basil dengan motilitas non motil, berdiameter koloni 3,11 mm, dan menurut uji microbact system yang dilakukan bakteri tersebut adalah Bacillus subtilis.
Kata Kunci : endofit, L-asparaginase, Microbact system, Bacillus subtilis
ISOLATION AND IDENTIFICATION OF L-ASPARAGINASE-ENDOPHYTIC-PRODUCING
FROM MANGROVES Rhizophora mucronata ISOLATED FROM JENU BEACH TUBAN
DISTRICT EAST JAVA
ABSTRACT
L-Asparaginase enzyme is an enzyme that catalyzes L-asparagine to l-aspartate and ammonia. L-Asparaginase
is found in plants, bacteria, and fungi. One type of plant that has the potential to produce the enzyme l-
asparaginase is the mangrove endophyty Rhizophora mucronata. The purpose of this study was to obtain L-
Asparaginase enzyme-producing bacteria from endophytic mangrove Rhizophora mucronata from Jenu Beach,
Tuban, East Java. The research used descriptive explorative mehtods. The fresh samples from roots, stems, and
leaves of Rhizophora mucronata which taken from Jenu Beach Tuban was used as samples. After isolation of
bacteria, the isolates was screened using selective media for L-asparaginase (M-9 modification agar). The bacteria
that had the greatest enzyme activity will be identified with gram staining test and microbact system test. From
the result of endophytes bacteria isolation, there were 4 isolates of three bacteria produced L-Asparaginase. 3
positive isolates produced L-asparaginase enzyme were F-RM1-4, F-RM3-5, and F-RM1-5. From the three
isolates, the best enzyme activity was F-RM1-4 isolates. F-RM1-4 was a gram-positive bacteria, basil, non
motile, 3.11 mm colony diameter. Hence, F-RM1-4 deduced as Bacillus subtilis.
Keywords : Endophytes, L-asparaginase, Microbact system, Bacillus subtilis
1) Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya, Malang
2) dan 3) Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya, Malang
vii
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah saya ucapkan kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat serta HidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian tugas akhir dan penulisan laporan skripsi yang berjudul “Isolasi dan
Identifikasi Bakteri Penghasil Enzim L-Asparaginase dari Endofit Mangrove
Rhizopora mucronata Asal Pantai Jenu Kabupaten Tuban Jawa Timur”.
Penulis menyadari laporan skripsi ini jauh dari kesempurnaan sehingga
kritik dan saran sangat penulis harapkan. Penulis berharap laporan skripsi ini
dapat bermanfaat dan dapat memberikan informasi bagi pihak yang
membutuhkan.
Malang, Agustus 2017
Penulis
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL ................................................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... ii
LEMBAR TIM PENGUJI ..................................................................................... iii
PERNYATAAN ORISINALITAS ......................................................................... iv
UCAPAN TERIMAKASIH .................................................................................... v
RINGKASAN ...................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ......................................................................................... vii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ................................................................................................. x
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xi
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xii
1. PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah .................................................................................. 3 1.3 Tujuan Penelitian...................................................................................... 3 1.4 Kegunaan Penelitian ................................................................................. 3 1.5 Tempat dan Waktu Pelaksanaan .............................................................. 4
2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................... 5 2.1 Mangrove Rhizophora mucronata ............................................................ 5 2.2 Enzim L-Asparaginase ............................................................................ 6 2.2.1 Bakteri Endofit Penghasil L-Asparaginase .................................... 10 2.2.2 Aplikasi Enzim L-Asparaginase ..................................................... 12 2.3 Isolasi Mikroorganisme ........................................................................... 13 2.4 Identifikasi Mikroorganisme .................................................................... 15
3. METODOLOGI ............................................................................................. 19 3.1 Alat dan Bahan ........................................................................................ 19 3.1.1 Alat ................................................................................................ 19
3.1.2 Bahan ............................................................................................ 19 3.3 Metodologi Penelitian ............................................................................. 19 3.4 Prosedur Penelitian ................................................................................ 20
3.4.1 Sampling dan Tempat Lokasi ....................................................... 20 3.4.2 Penelitian Tahap 1 ....................................................................... 22 3.4.3 Penelitian Tahap 2 ....................................................................... 25
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................... 28 4.1 Perlakuan Sampel (Uji Kadar Air) ........................................................... 28 4.2 Isolasi Bakteri .......................................................................................... 29 4.3 Skrining Bakteri Penghasil L-Asparaginase ............................................. 32 4.4 Identifikasi Mikroorganisme ...................................................................... 34 4.4.1 Bacillus subtilis .............................................................................. 38
ix
5. PENUTUP .................................................................................................... 41 5.1 Kesimpulan ............................................................................................. 41 5.2 Saran ...................................................................................................... 41 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 42 LAMPIRAN ........................................................................................................ 47
x
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman 1. Hasil Kadar Air ............................................................................................... 28
2. Morfologi Koloni Hasil Penanaman Sampel .................................................. 30
3. Pertumbuhan Bakteri Penghasil L-Asparaginase ........................................... 33
4. Hasil Morfologi dan Karakteristik Bakteri Isolat .............................................. 35
5. Hasil Identifikasi Bacillus subtilis .................................................................... 36
6. Karakteristik bakteri Bacillus subtilis .............................................................. 37
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Rhizopora mucronata ....................................................................................... 5
2. Hidrolisis L-Asparaginase ............................................................................... 7
3. Struktur Kimia Asparagin ................................................................................ 9
4. Goresan Sinambung ...................................................................................... 14
5. Goresan T ..................................................................................................... 15
6. Goresan Kuadran .......................................................................................... 15
7. Peta Lokasi Pantai Jenu ................................................................................ 21
8. Koloni Bakteri Tumbuh Pada Media ............................................................... 29
9. Streak Plate Kuadran ..................................................................................... 30
10. Isolat Bakteri Pada Agar Miring .................................................................... 31
11. Skrining Bakteri Penghasil L-Asparaginase ................................................. 32
12. Hasil Uji Pewarnaan Gram Positif (+) ........................................................... 34
13. Morfologi Koloni .......................................................................................... 35
14.Bacillus subtilis ............................................................................................. 38
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Prosedur Penelitian ....................................................................................... 46
2. Diagram Alir Penelitian Tahap 1 .................................................................... 47
3. Pengenceran Sampel ................................................................................... 48
4. Pembuatan media LBA .................................................................................. 49
5. Isolasi Bakteri ................................................................................................ 50
6. Streak Plate ................................................................................................... 51
7. Pemindahan Isolat ke Agar Miring ................................................................. 52
8. Skrining Bakteri Penghasil Enzim L-Asparaginase ......................................... 53
9. Diagram Alir Penelitian Tahap 2 .................................................................... 54
10. Pewarnaan Gram ......................................................................................... 55
11. Uji Microbact System ................................................................................... 56
12. Dokumentasi Penanaman Sampel .............................................................. 57
13. Dokumentasi Hasil Streak Bakteri ............................................................... 59
14. Dokumentasi Hasil Skrining Percobaan 1 ................................................... 60
15. Dokumentasi Hasil Skrining Percobaan 2 .................................................... 61
1
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
L–Asparaginase adalah merupakan enzim hidrolitik yang biasa dikenal
dengan kemampuanya sebagai chemotherapeutic agent, yang sering
digunakan terhadap penyembuhan leukimia akut pada anak kecil (Wriston dan
Yellin, 1973). L-Asparaginase yang biasa didapat dari hasil metabolisme
mikroorganisme berkerja secara irreversible dalam mengkatalisis L-Asparagin
menjadi L – Aspartat dan amoniak sehingga L-Aspartat yang dihasilkan tidak
dapat dikembalikan kembali menjadi L-Asparagin (Lubkowski et al., 1996).
Salah satu pengaplikasian dari L-Asparaginase adalah sebagai penghambat
pembentukan akrilamida pada proses pemanasan produk yang mengandung
zat tepung. Akrilamida yang berasal dari makanan yang digoreng atau
dipanggang, terutama keripik kentang ternyata bersifat neurotoxic dan bersifat
karsinogenik (Rosen dan Hellenas, 2002).
Enzim L-Asparginase biasanya dapat dihasilkan dari bakteri dan hanya
ditemukan pada Escherichia coli dan Erwinia carotovora. Namun pada
beberapa penelitian belakangan ini telah ditemukan sumber enzim L-
Asparaginase berasal dari beberapa spesies diantaranya berasal dari jamur
atau fungi, bakteri, dan tumbuhan (Kumar, 2012). Bakteri dapat menghasilkan
enzim L-Asparaginase, namun mereka membutuhkan substrat yaitu asparagin
sebagai sumber bahan utama untuk dipecah menjadi L-Aspartat dan amonia.
Asparagin yang merupakan sumber bahan dasar penghasil enzim L-
Asparaginase banyak terdapat pada tumbuhan yaitu sekitar 60-80 % pada
bagian akar, daun, dan buah. Sedangkan pada saluran xilem terdapat sekitar
40-45 % dan 20-30 % pada floem (Pate et al., 1981). Tanaman mangrove
2
mengandung asparagin yang dapat dijadikan substrat untuk enzim tersebut dan
salah satunya adalah tanaman mangrove Rhizopora apiculata (Nur et al., 2013)
dan asparagin juga terdapat pada tanaman mangrove Avicennia marina
(Mandrofa et al., 2015).
Mikroba endofit dapat berupa bakteri atau jamur, tetapi pada saat ini yang
lebih banyak dieksplorasi yaitu jamur-jamur endofit. Terdapat fakta menarik
tentang mikroba endofit yaitu kemampuannya untuk memproduksi senyawa-
senyawa bioaktif, senyawa bioaktif yang diproduksi terkadang sama dengan
inangnya ataupun berbeda dengan inangnya bahkan juga ada yang
menyatakan bahwa senyawa yang telah dihasilkan oleh mikroba endofit yaitu
memiliki aktivitas yang lebih besar dibandingkan aktivitas senyawa tumbuhan
inangnya (Sinaga et al., 2009).
Banyaknya aktivitas bakteri dipengaruhi oleh berbagai faktor fisik dan
kimia pada endofit mangrove. Tanaman mangrove Rhizophora mucronata
banyak mengandung bakteri endofit antara lain, bakteri fiksasi nitrogen, bakteri
pelarut fosfat, bakteri pereduksi sulfat, bakteri anoksigenik fotosintetik dan
bakteri metagogenik. Pengambilan bakteri endofit Rhizophora mucronata
diharapkan akan menghasilkan bakteri yang tahan terhadap kadar garam yang
tinggi karena lingkungan mangrove yang ekstrim. Selain itu, itu juga terdapat
bakteri endofit yang dapat digunakan sebagai anti kanker yaitu bakteri
penghasil enzim L-asparaginase yang berguna untuk terapi leukmia
lymphoblastic pada anak-anak (Sahoo et al., 2008).
Pantai Jenu kabupaten Tuban merupakan merupakan suatu ekosistem
yang khas dan menyimpan banyak potensi, seperti sumber daya alam hayati
dan sumber daya alam non hayati. Sumberdaya alam hayati wilayah pesisir
Tuban memiliki keanekaragaman yang cukup tinggi, seperti hutan mangrove,
hutan cemara laut, aneka burung, serta rumput laut, yang biasa dimanfaatkan
3
sebagai pariwisata, industri, pelabuhan, perikanan, permukiman, dan
sebagainya (Musrifah et al., 2016). Oleh karena itu, pengambilan sampel
dilakukan pada Pantai Jenu Kabupaten Tuban Jawa Timur. Banyaknya
mangrove yang belum dimafaatkan secara optimal dan pemilihan sampel pada
kawasan Pantai pada penelitian ini diharapkan akan didapatkan bakteri yang
resistan terhadap kadar garam yang tinggi. Pemanfaatan mangrove secara
optimal juga dapat meningkatkan taraf hidup warga di pesisir pantai dan
menumbuhkan upaya untuk pelestarian Pantai Jenu Kabupaten Tuban Jawa
Timur (Damaianto, 2014).
Pada latar belakang diatas maka dilakukan penelitian dengan judul “Isolasi
dan Identifikasi Bakteri Penghasil Enzim L-Asparaginase dari Endofit Mangrove
Rhizopora mucronata Asal Pantai Jenu Kabupaten Tuban Jawa Timur” agar
dapat diketahui apakah terdapat bakteri penghasil enzim L-Asparaginase pada
jenis tanaman mangrove yang berbeda yaitu spesies Rhizopora mucronata.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari penelitian ini adalah apakah dapat ditemukan
bakteri penghasil enzim L-Asparaginase pada tanaman mangrove Rhizopora
mucronata yang berasal dari Pantai Jenu, Kabupaten Tuban, Jawa Timur dan
isolat manakah yang menghasilkan aktivitas enzim L-Asparaginase terbaik.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan spesies bakteri
penghasil enzim L-Asparaginase pada mangrove Rhizopora mucronata yang
berasal dari Pantai Jenu Kabupaten Tuban Jawa Timur berdasarkan uji
pewarnaan gram, uji morfologi bakteri dan uji microbact system.
4
1.4 Kegunaan Penelitian
Mendapatkan informasi tentang ada atau tidaknya bakteri penghasil enzim
L-Asparaginase pada endofit tanaman mangrove yang berasal dari Pantai Jenu
Tuban.
1.5 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Keamanan Hasil Perikanan,
Laboratorium Parasit dan Penyakit Ikan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Laboratorium Mikrobiologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Brawijaya Malang
pada bulan Oktober 2016 – Mei 2017. Pengambilan sampel dilakukan pada
bulan Oktober 2016 di Pantai Jenu Kabupaten Tuban Jawa Timur.
5
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Mangrove Rizhophora mucronata
Mangrove merupakan tanaman pepohonan atau komunitas tanaman
yang hidup di antara laut dan daratan yang kemudian pula dipengaruhi oleh
adanya pasang dan surut air laut. Habitat mangrove juga seringkali ditemukan
pada pertemuan antara muara sungai dan air laut yang kemudian menjadi
pelindung bagi daratan dari besarnya gelombang laut. Pada saat pasang,
biasanya air sungai mengalir ke muara laut sehingga pohon mangrove
dikelilingi oleh air payau atau air garam (Irwanto, 2006). Salah satu spesies dari
tanaman mangrove itu sendiri adalah tanaman mangrove Rhizophora
mucronata.
Klasifikasi tumbuhan bakau (Rhizophora mucronata) menurut Duke
(2006) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae Kelas : Magnoliopsida Ordo : Mytales Famili : Rhizophoraceae Genus : Rizhophora Spesies : Rizhophora mucronata
Keterangan= A: Daun; B: Batang; C: Akar
Gambar 1. Rhizopora mucronata
A B
C
6
Nama daerah lingkungan Rhizophora mucronata adalah bakau, bakau
gundul, bakau, genjah dan bangko. Tanaman ini termasuk ke dalam Famili
Rhizophoraceae dan banyak ditemukan pada daerah berpasir serta daerah
pasang surut air laut. Tanaman bakau dapat tumbuh hingga ketinggian 35-40
m. Tanaman bakau memiliki batang silindris, kulit luar berwarna cokelat keabu-
abuan sampai hitam, pada bagian luar kulit terlihat retak-retak. Bentuk akar
tanaman ini menyerupai akar tunjang (akar tongkat). Akar tunjang digunakan
sebagai alat pernapasan karena memiliki lentisel pada permukaannya. Akar
tanaman tersebut tumbuh menggantung dari batang atau cabang yang rendah
dan dilapisi semacam sel lilin yang dapat dilewati oksigen tetapi tidak tembus
air (Murdiyanto, 2003).
Tanaman bakau memiliki daun melonjong, berwarna hijau dan mengkilap
dengan panjang tangkai 17-35 mm. Tanaman ini umumnya memiliki bunga
berwarna kuning yang dikelilingi kelopak berwarna kuning-kecoklatan sampai
kemerahan. Proses penyerbukan dibantu oleh serangga dan terjadi pada April
sampai dengan Oktober. Penyerbukan menghasilkan buah berwarna hijau
yang umumnya memiliki panjang 36-70 cm dan diameter 2 cm (Kusmana et al.,
2003).
2.2 Enzim L-Asparaginase
Enzim L-Asparaginase (L-Asparagin amidohidrolase, E.C.3.5.1.1)
merupakan enzim yang mampu mengkatalisis reaksi hidrolisis L-Asparagin
menjadi asam L-Aspartat dan amonia (Lincoln, 2014). Enzim L-Asparaginase
juga terbukti dapat menurunkan kadar akrilamida di dalam makanan. Enzim L-
Asparaginase dapat mencegah pembentukan akrilamida dengan
mengkonversi asam amino L-Asparagin sebagai prekusornya menjadi bentuk
asam amino lain yaitu asam L-Aspartat yang umum terdapat dalam makanan
7
(Anese et al., 2011). L-Asparaginase memanfaatkan nitrogen dan L-Asparagin
dalam penyimpanan pada tanaman. L-Asparaginase juga dapat dapat
meningkatkan jumlah asam amino dan mempertahankan osmolaritas dalam
sel (Cho et al., 2007).
L-Asparaginase termasuk enzim yang penting dalam dunia pengobatan
yang mampu menghidrolisis L-Asparagin (asam amino essensial) menjadi
asam aspartat dan amonia. Sehingga L-Asparaginase dimasukan dalam
golongan enzim hidrolase karena kemampuanya menghidrolisis L-Asparagin
menjadi asam aspartat dan amonia (Jain et al., 2012). Enzim hidrolisis atau
hidrolase berfungsi sebagai pemecah atau pengurai molekul besar menjadi
lebih kecil (Pasaribu et al., 1998). Enzim adalah katalis biologis, yang dapat
mempercepat terjadinya suatu reaksi kimia. Enzim-enzim mengkatalisis reaksi
kimia yang spesifik untuk substrat tertentu. Pada reaksi hidrolisis enzimatik,
enzim memecah makromolekul menjadi fragmen-fragmen yang lebih kecil
(Murano, 2005). Gambar proses hidrolisis enzim L-asparagimase dapat dilihat
pada Gambar 2.
Gambar 2. Reaksi Hidrolisis L-Asparaginase (El-Bessoumy, 2004).
L-Asparaginase merupakan protein dengan molekul biopolimer yang
berukuran besar. L-Asparaginase berperan sebagai katalisator pada reaksi
biokimia yang dapat menyembuhkan di dalam sel yang hidup. Enzim pada
8
jenis ini disebut biokatalisator, enzim ini membantu proses katalisis sehingga
proses katalisis terjadi lebih cepat dan tidak mengeluarkan banyak energi.
Secara alamiah, enzim telah digunakan diluar tubuh pada skala industri karena
tidak memiliki efek samping. L-Asparaginase sering digunakan sebagai
pengkatalis asparagin, hal ini dilakukan karena asparagin merupakan sumber
makanan bagi sel kanker. Maka, enzim L-Asparaginase mengkatalis asparagin
menjadi asam aspartat dan amonia (Hill et al., 1967). L-Asparagin merupakan
merupakan nutrient bagi sel kanker (Devlin, 1993). L-Asparaginase dapat
menghambat pertumbuhan sel kanker karena sel kaker tidak mendapat nutrisi
dari L-Asparagin (Koneera, 2004). Pada penderita kanker, administrasi enzim
L-Asparaginase terhenti karena L-Asparagin yang dipecah telah digunakan
sebagai nutrisi sel kanker. Maka dari itu, penambahan enzim L-Asparaginase
pada tubuh penderita kanker sangat disarankan agar pertumbuhan sel kanker
terhambat dan penderita pun diharapkan dapat sembuh (E-Moharram et al.,
2010).
L-Asparaginase memecah asparagin menjadi L-Aspartat dan amonia.
Asparagin sendiri merupakan salah satu asam amino amida yang memiliki berat
molekuler sebesar 132.12 dan mempunyai titik isoelektrik sebesar 5.41.
Asparagin merupakan asam amino yang larut dalam larutan asam maupun
basa, namun asparagin tidak mudah larut pada air sehingga perlu dilarutkan
dengan alat pembantu karena jika tidak segera dilarutkan asparagin tersebut
yang bereaksi dengan air akan segera berubah bentuk menjadi kristal putih
monohidrat. Asparagin itu sendiri mengandung perbandingan nitrogen (N) dan
karbon (C) sebesar 2:4 sehingga hal ini memudahkan asparagin untuk
membantu transfer nitrogen pada tubuh mahluk hidup (Lea et al., 2006).
Gambar struktur kimia dari asparagin sendiri dapat dilihat pada Gambar 3.
9
Gambar 3. Struktur Kimia Asparagin (Lea et al., 2006).
Pada dasarnya, enzim L-Asparaginase telah ditemukan hanya pada dua
bakteri yaitu Escherichia coli dan Erwinia carotovora. Namun, pada beberapa
waktu dekat ini sumber dari enzim L-Asparaginase banyak ditemukan berasal
dari beberapa spesies untuk diisolasi untuk enzim ini. Diantaranya berasal dari
jamur atau fungi, bakteri, dan tumbuhan (Kumar et al., 2012).
Produksi dari L-Asparaginase dari jenis fungi yang berbeda telah
dilakukan menggunakan media – media yang berbeda untuk tiap jenisnya.
Produksi L-Asparaginase dengan menggunakan fungi yang berserabut yaitu
Aspergillus tamarii dan Aspergillus terreus menunjukan memiliki hasil tertinggi
pada produksi enzim L-Asparaginase pada media 2 % prolin dari A. terreus
(Sarquis et al., 2004). Produksi dari enzim L-Asparaginase dari fungi memiliki
beberapa metode yang berbeda dan telah dirancang untuk pembentukan L-
Asparaginase dari fungi. Aspergillus terreus diisolasi dan berbagai parameter
dilakukan untuk menemukan substrat iptimun pada pembuatan enzim L-
Asparaginase (Siddalingeshwara dan Lingappa, 2010). L-Proline adalah
sumber nitrogen terbaik untuk produksi enzim L-Asparaginase dari A. terreus
(MTCC 1782) untuk mendapatkan hasil maksimal untuk aktivita enzim L-
Asparaginase menggunakan Latin Square Design (Baskar dan Renganathan,
2009).
Seperti dari sumber mikroba, tanaman atau tumbuhan jjuga memproduksi
enzim L-Asparaginase. Aktivitas enzim L-Asparaginase terdapat atau berasal
10
dari tanah dari akar Pinus pinaster dan Pinus ridiate (Bell dan Adams, 2004).
Sedangkan, pada tanaman Withania somnifera adalah sumber yang sangat
berpotensi tinggi dalam produksi enzim L-Asparaginase. L-Asparaginase dari
Withania somnifera telah dikloning dan diekspresikan dengan E.coli sebagai
anti-kanker (Oza et al., 2011).
Sejak tahun 1970 beberapa jenis mikroba telah dibuktikan sebagai bakteri
yang berpotensi sebagai isolat penghasil enzim l- Asparaginase. Beberapa
contoh bakterinya adalah Aspergillus tamari, Aspergillus terreus (Sarquis et al.,
2004), Escherichia coli (Swain et al., 1993), Erwinia aroideae (Liu and Zajic,
1973), Pseudomonas stutzeri (Manna et al., 1995), Pseudomonas aeruginosa
(Abdel-Fattah dan Olama, 2002), Serraatia marcesscens (Sukumaran et al.,
1979), dan Staphylococcus sp. (Prakasham et al., 2007) memiliki potensi yang
sangat besar dan telah dilakukan isolasi lebih lanjut pada penelitian
sebelumnya. Sedangkan dikalangan actinomycetes biasa didapat pada spesies
Streptomyces seperti S. karnatakensis, S. venezuelae, dan S. longsporuflavus.
Jenis – jenis diatas telah dibuktikan pada penelitian produksi enzim L-
Asparaginase (Narayana et al., 2007).
L-Asparaginase diproduksi bakeri yang diisolasi dari beberapa sampel
yang kemudian ditemukan titik optimum dari setiap sampel untuk produksi
enzim L-Aparaginase. Kemampuan setiap sampel berbeda-beda baik dari sisi
pH, temperatur atau suhu inkubasi, jumlah sumber karbon, dan jumlah sumber
nitrogen hal ini tergantung pada kemampuan tiap sampel bertahan pada kondisi
yang paling cocok untuk mereka bertahan hidup (Wakil dan Adelegan, 2015).
2.2.1 Bakteri Endofit Penghasil Enzim L-Asparaginase
Bakteri endofit didefinisikan sebagai bakteri yang terdapat di permukaan
dan di dalam jaringan tumbuhan, yang bersifat tidak berbahaya bagi tumbuhan
11
(Mano dan Morisaki, 2008). Bakteri endofit diduga berasal dari lingkungan luar
tumbuhan dan kemudian masuk ke dalam jaringan tumbuhan melalui stomata,
lentisel, luka, daerah pemunculan tunas akar lateral dan tunas perkecambahan
(Huang, 1986). Di dalam jaringan tumbuhan biasanya bakteri endofit akan
berkoloni pada daerah ruang interseluler dan sistem vaskular (Hallman et al,
1997).
Beberapa bakteri endofit telah diketahui bermanfaat bagi tumbuhan yang
ditumpanginya melalui sebuah interaksi berupa hubungan saling
ketergantungan yang bersifat mutualisme. Beberapa bakteri endofit telah
diketahui bermanfaat dalam menunjang pertumbuhan tumbuhan misalnya
sebagai biofertiliser dengan cara bersimbiosa dengan tanaman padi dalam
penambatan nitrogen, produsen senyawa antibiotik dan antifungi (Strobel dan
Daisy, 2003), dan produsen regulator pemacu tumbuh seperti etilen, auksin,
dan sitokinin (Hoflich et al., 1994). Bakteri endofit pada tanaman padi memiliki
gen fungsional yang diduga terkait dengan penyebarannya di dalam jaringan
tanama (Mano dan Morisaki, 2008).
Eksplorasi terhadap bakteri endofit yang bermanfaat dapat dilakukan
pada tumbuhan yang memiliki keunikan dalam beberapa hal seperti
kemampuan tumbuh pada suatu kondisi lingkungan tertentu, strategi
pertahanan terhadap hama/penyakit, sejarah etnobotani dan pemanfaatannya
oleh masyarakat, dan keberadaannya sebagai tumbuhan endemik ataupun
tumbuhan yang berasal dari daerah dengan keragaman biodiversitas yang
tinggi (Strobel dan Daisy, 2003).
Bakteri yang biasa terdapat pada endofit mangrove Rhizopora mucronata
antara lain adalah Pseudomonasfulva, Serratia marcescens, Staphylococcus
sp., Bacillus cereus, Microbacterium sp., Bacillus subtilis, Pseudomonas
syringae, Klebsiella sp., Acidovorax sp., Enterobacter sp., dan Pseudomonas
12
sp. (Hidayatun et al., 2011). Bakteri endofit pada mangrove Rhizopora
mucronata pada pantai Jenu Tuban diharapkan memiliki daya tahan garam
yang tinggi, dan kuat terhadap cemaran-cemaran bahan kimia sehingga dapat
menghasilkan enzim yang kuat pada kadar garam yang tinggi dan suhu tinggi
pada proses pemasakan. Pengaplikasian enzim L-Asparaginase selain sebagai
obat anti tumor juga dilakukan pada makanan agar makanan tidak
memproduksi akrilamida terlalu banyak supaya makanan tidak bersifat
karsinogenik. Pada saat pengaplikasian pada produk makanan enzim
diharapkan kuat terhadap garam karena garam merupakan salah satu
penambah rasa pada makanan sebelum makanan diolah.
2.2.2 Aplikasi Enzim L-Asparaginase
L-Asparaginase adalah enzim yang diketahui secara mendunia dengan
kemampuannya sebagai agen kemoterapi, terutama sebagai perawatan
kepada penyakit leukimia akut yang biasa dikenal sebgai Acute Lymphoblastic
Leukaemia (ALL) pada anak kecil (Wriston dan Yellin, 1973). Sebagai anti
leukimia, L-Asparaginase bekerja dengan cara ikut masuk dalam sirkulasi darah
dan masuk kedalam sel lymphoblastic (Ohnuma et al., 1970). Pada dunia
farmasi L-Asparaginase terbukti efektif sebagai zat anti tumor dan telah teruji
secara klinis dapat diterima sebagai anti tumor terutama untuk menekan
pertumbuhan Acute Lymphoblastic Leukaemia (ALL) dan lymphosarcoma. L-
Asparaginase menghambat sintesis protein dari sel tumor dengan cara
mengkatalisis reaksi secara irreversible (Mashburn et al., 1964). Beberapa
produk yang telah diakui sebagai enzim L-Asparaginase yang digunakan
sebagai anti tumor di dunia farmasi adalah ELSPAR, ONCASPAR, ERWINASE,
dan KIDROLASE. FDA telah mengakui dan menyetujui L-Asparaginase efektif
melawan leukima dan lymph sarcoma (Neelam dan Kuldeep, 2007).
13
Selain dalam farmasi, L-Asparaginase juga memiliki fungsi di industri
pangan. Asparaginase dapat digunakan sebagai bahan tambahan untuk
pangan sebelum makanan diolah atau diproses untuk mengurangi formasi dari
akrilamida yang beresiko karsinogenik yang berada didalam kandungan pada
produk zat tepung. Akrilamida adalah zat kimia yang terbentuk ketika makanan
yang mengandung zat tepung dipanggang atau digoreng. Selama proses
pemanasan asam amino dari asparaginase yang secara alami ada di dalam
makanan yang mengandung zat tepung diubah menjadi akrilamida pada proses
yang disebut reaksi Maillard. Reaksi ini memberikan adonan zat tepung
tersebut menjadi berwarna coklat, renyah dan memiliki aroma atau rasa
terpanggang. Dengan menambahkan asparaginase sebelum memasak seperti
memanggang atau menggoreng zat tepung, asparagin akan dirubah menjadi
beberapa asam amino, asam aspartat dan amonium. Dan akan dipastikan,
asparagine tidak akan ikut terurai dalam reaksi Maillard dan akrilamida akan
dengan mudah dikurangi secara signifikan (Jayam dan Kannan, 2014).
2.3 Isolasi Mikroorganisme
Prinsip pada metode isolasi pada agar cawan bertujuan untuk
mengencerkan mikroorganisme sehingga diperoleh individu spesies yang
murni dan telah terpisah dari koloni yang lain dari mikroorganisme lainya. Setiap
koloni yang terpisah yang tampak pada cawan tersebut yang tlah diinkubasi
berasal dari satu sel tunggal. Terdapat beberapa cara dalam metode isolasi
pada agar. Beberapa cara untuk mengisolasi mikroorganisme diantaranya
dalah metode gores kuadran dan metode agar cawan tuang. Pada metode
gores kuadran, bila dilakukan dengan baik dan teliti akan menghasilkan isolat
bakteri murni yang baik, dimana setiap koloni berisikan satu sel saja (Sofa,
2008).
14
Menurut Benson (2001), metode cawan gores mempunyai dua
keuntungan yaitu, menghemat bahan dan waktu. Teknik menggores yang baik
pada suatu area tertentu pada permukaan medium yang digores, sel-sel bakteri
akan terpisahkan satu dari yang lainya. Sel-sel tunggal yang terpisahkan
tersebut biasa disebut sel induk. Pada waktu inkubasi setiap sek induk berbagi
diri dengan pembelahan biner dalam waktu 20-30 menit menjadi 2 sel anak dan
begitu seterusnya. Beberapa metode cawan gores adalah goresan sinambung,
goresan T, dan goresan kuadran.
Goresan sinambung pada umumnya digunakan bukan untuk
mendapatkan koloni tunggal, melainkan untuk peremajaan ke cawan atau
medium yang baru. Sentuh inokulum loop pada koloni dan gores secara
kontinyu pada cawan yang tekah diberisi agar sampai setengah permukaan
agar. Jangan pijarkan loop, putar cawan 180 o lanjutkan goresan sampai habis.
Contoh goresan sinambung dapat dilihat pada Gambar 4.
Sumber : Benson, 2001
Gambar 4. Goresan Sinambung
Pada goresan T cawan dibagi mejadi 3 bagian menggunakan spidol
marker. Inokulasi daerah 1 dengan streak zig-zag. Panaskan loop pada bunsen
dan tunggu hingga dingin. Kemudian lajutkan streak zig-zag pada daerah ke
dua. Kemudian cawan diputar untuk memperoleh goresan yang sempurna. Dan
lakukan hal yang sama pada daerah 3. Contoh goresan T dapat dilihat pada
Gambar 5.
15
Sumber : Benson, 2001 Gambar 5. Goresan T
Goresan kuadran hampir sama dengan goresan T, namun berpola goresan
yang berbeda yaitu dibagi menjadi 4 bagian. Daerah 1 merupakan goresan awal
sehingga masih mengandung banyak sel mikroorganisme. Goresan selanjutnya
dipotongkan atau disilangkan dari goresan-goresan yang terpisah-pisah menjadi
koloni tunggal. Contoh goresan kuadran dapat dilihat pada Gambar 6.
Sumber : Benson, 2001
Gambar 6. Goresan Kuadran
2.4 Identifikasi Mikroorganime
Identifikasi mikroorganisme yang dilakukan kepada mikroorganisme
dilakukan dengan tujuan untuk dapat mengetahui jenis atau bahkan spesies
bakteri yang kita ujikan. uji identifikasi secara fisika ini juga dibagi menjadi
beberapa jenis uji yaitu uji pewarnaan gram, uji bentuk mikroorganisme, dan uji
microbact system.
Pada uji pewarnaan gram hal pertama yang harus dilakukan adalah
membersihkan kaca objek dengan alkohol dan dilewatkan beberapa kali pada
nyala api bunsen, kemudian diambil isolat bakteri dengan jarum ose secara
16
aseptik dan dioleskan pada kaca objek. Isolat bakteri kemudian ditetesi ungu
violet dan dibiarkan selama 1 menit, selanjutnya dicuci dengan air mengalir dan
dianginkan hingga kering. Isolat bakteri kemudian ditetesi lagi dengan larutan
iodine dan dibiarkan selama 1 menit, kemudian dicuci dengan air mengalir dan
dianginkan hingga kering. Selanjutnya isolat bakteri ditetesi alkohol 95%
selama 30 detik, kemudian dialiri air dan dianginkan hingga kering. Isolat bakteri
kemudian ditetesi safranin selama 30 detik dan dicuci dengan air mengalir,
dikeringkan dengan kertas penghisap dan dikering anginkan, kemudian
dilakukan pengamatan dengan menggunakan mikroskop (Yulvizar, 2013).
Bakteri gram positif ditandai dengan warna ungu yang menunjukkan bahwa
bakteri tersebut mampu mengikat warna kristal violet, sedangkan bakteri gram
negatif ditandai dengan warna merah muda yang menunjukkan bahwa bakteri
tersebut tidak mampu mengikat warna kristal violet dan hanya terwarnai oleh
safranin (pewarna tandingan) (Hadioetomo, 1993).
Sedangkan karakterisasi morfologi bakteri dapat berupa pengamatan
makroskopik dan pengamatan mikroskopik. Pengamatan makroskopik bakteri
dapat dilakukan pada medium NA miring dan medium NA dalam cawan petri.
Penamoakan makroskopik bakteri pada medium NA miring meliputi bentuk dan
pigmentasi (Cappuccino dan Sherman, 2002). Pigmentasi dapat dilihat pada
bakteri dan medium. Bakteri yang tidak memiliki chromogene memperlihatkan
perbedaan warna. Beberapa bakteri menghasilkan pigmen yang dapat larut dan
berdifusi ke medium sehingga medium berubah warna (Benson, 2001).
Penampakan makroskopik pada medium NA dalam cawan petri meliputi
pigmentasi, bentuk, tepian koloni, dan elevasi. Pigmentasi merupakan warna
koloni. Bentuk koloni didibagi menjadi circular (sekeliling tepi koloni rata),
irregular (sekeliling tepian koloni berlekuk), dan rizhoid (pertumbuhan
17
menyebar seperti akar). Tepian luar koloni meliputi entire (rata), lobate
(berlekuk), undulate (bergelombang), serrate (bergerigi), dan filamentous (tepi
melebar seperti benang). Elevasi merupakan derajat kenaikan pertumbuhan
koloni di atas permukaan agar yang dikelompokan menjadi flat, raised, convex,
dan umbonate (Cappuccino dan Sherman, 2002).
Microbact identification kit menurut Oxoid (2004), adalah sistem
identifikasi secara komersial yang digunakan untuk mengidentifikasi bakteri
aerob dan bakteri fakultatif anaerob (Enterobacteriaceae dan bermacam-
macam bakteri gram negatif). Prinsip utama dari microbact sendiri adalah set
untuk uji biokimia yang terdiri dari 12 (12A, 12B, dan 12E) atau 24 (24E).
Identifikasi mikroorganisme didasarkan pada perubahan pH dan pemanfaatan
substrat. Untuk penggunaanya Kit Microbact 12A digunakan untuk gram
negatif, sedangkan 12E untuk hasil oksidase negatif, nitrat posiif fermentor
glukosa dan berguna untuk screening Enterobacteriaceae pathogen dari
entieric dan urin spesimen. Microbact 12B adalah untuk gram negatif dan dapat
dilakukan secara bersamaan dengan 12A untuk oksidase yang positif, nitrat
negatif, non fermentor glukosa (aneka bakteri gram negatif) dan
enterobacteriacaea. Microbact 24E adalah kombinasi dari 12A, 12B, 12E.
Uji microbact system ini terdiri dari beberapa uji yang terdiri dari 12
substrat yang berbeda 27 tes ditempatkan di sumur microbact. Penggunaan
microbact sebagai alat uji dapat mempermudah pengidentifikasian suatu
mikroorganisme. Karena microbact sendiri memiliki sistem yang dirancang
untuk mengidentifikiasi bakteri dengan komposisi substrat dan pereaksi yang
telah distandardisasi. Terdapat beberapa ketentuan yang harus dipenuhi untuk
mencapai hasil uji yang lebih optimal, yaitu sampel isolat yang digunakan harus
berupa isolat yang telah dimurnikan dan dilarutkan dalam garam fisiologis.
18
Cara kerja dari microbact itu sendiri adalah dengan meletakan bakteri
murni pada sumur – sumur pada microbact yang terdiri dari 12 sumur berisi
sumber karbon dan senyawa-senyawa biokimia lain yang berjumlah 12 jenis.
Bakteri kemudian ditambahkan pada sumur uji biokimia yang tersedia. Setelah
itu dilakukan inkubasi selama 12-48 jam. Kemudian melakukan tes oksidase
untuk menentukan kit yang digunakan. Tambahkan 4 tetes suspensi bakteri
untuk setiap sumur, tambahkan 4 tetes mineral oil (MB1093A) kesumur hitam,
lalu inkubasi pada suhu 35 0C ± 2 0C selama 12-24 jam, setelah itu ditambahkan
reagen jenis uji biokimianya.
Evaluasi hasil dapat dilihat melalui sumur-sumur microbact apakah positif
atau negatif dengan cara membandingkan dengan tabel warna dan hasilnya
ditulis pada formulir Patient record. Angka-angka oktal didapat dari
penjumlahan reaksi positif saja dari tiap-tiap kelompok (3 sumur didapatkan 1
angka oktal). Nama bakteri dapat dilihat pada komputer berdasarkan angka
oktal yan didapat. Sebelum ditentukan menggunakan 12A/12E atau 24E, koloni
bakteri diuji oksidase terlebih dahulu, apabila oksidasenya negatif
menggunakan microbact system 12A/12E dan apabila hasil postif
menggunakan 24E.
19
3. METODE PENELITIAN
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah beaker glass, magnetic
stirrer, hot plate, spatula, jarum ose, cawan petri, triangle, gelas ukur,
erlenmayer, pipet volume, pipet tetes, pipet serologis, mikropipet, bunsen,
korek, autoklaf, washing bottle, klip, serbet, kompor, panci, inkubator, rak
tabung reaksi, timbangan analitik, timbangan digital, pH meter, korek api,
mortal, alu, sprayer, bola hisap, freezer, lemari pendingin, LAF (Laminer Air
Flow).
3.1.2 Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sampel magrove
Rhizopora mucronata, akuades, agar bakteriologi, yeast extract, pepton,
spirtus, L-Asparagin, BTB, FeCl3, alkohol, NaFis 0,9 %, HCl, NaOH, Na2HPO4,
KH2PO4, NaCl, MgSO4, CaCl2, KHPO4, MgSO4.7H2O, MnSO4.7H2O,
(NH4)2SO4, FeSO4.7H2O, Bromothymol Blue (BTB), spirtus, tissue, kapas,
plastik wrap, alumunium foil, alkohol 96 %, sarung tangan, masker, kertas.
3.2 Metode Penelitian
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode deskriptif
eskploratif. Metode deskriptif adalah suatu metode yang digunakan untuk
menggambarkan atau menganalisis suatu hasil penelitian tetapi tidak
digunakan untuk membuat kesimpulan yang lebih luas (Sugiyono, 2015).
Metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat
(Whitney, 1960). Sedangkan metode eskploratif bertujuan untuk memperoleh
pengetahuan tentang suatu gejala, sehingga diharapkan setelah melakukan
20
observasi, masalah dapat dirumuskan. Pada penelitian dengan metode
eksploratif, masalah hendak diteliti ini masih sangat terbatas dan merupakan
langkah pertama bagi penelitian yang lebih mendalam (Singarimbun dan
Effendi, 1989).
Pada metode deskriptif eksploratif ini sendiri digunakan untuk
mendapatkan data dan mengolah hasil yang didapatkan. Metode eksploratif
yang digunakan bertujuan untuk mengeksplor atau mendapatkan bakteri
penghasil enzim L-Asparagine terbaik pada tanaman endofit mangrove
Rhizophora mucronata dan jenis spesies bakteri apa yang terbaik dalam
menghasilkan enzim L-Asparaginase. Sedangkan metode deskriptif itu sendiri
digunakan untuk mendeskripsikan hasil yang didapat secara deskriptif dan
sejelas-jelasnya. Hasil yang didapat digambarkan dengan kata-kata secara
deskriptif sehingga pembaca hasil penelitian ini dapat dengan mudah
memahami hasil dari penelitian ini.
3.3 Prosedur Penelitian
Pada penelitian ini terdapat beberapa tahapan prosedur penelitian yaitu
diantaranya adalah sampling dan tempat lokasi, penelitian tahap 1, dan yang
terakhir adalah penelitian tahap 2. Skema kerja prosedur penelitian dapat dilihat
pada Lampiran 1.
3.3.1 Sampling dan Tempat Lokasi
Sampling tanaman mangrove Rhizophora mucronata dilakukan di Pantai
Jenu di Kecamatan Jenu, Kabupaten Tuban, Jawa Timur. Tujuan dari
pengambilan sampel pada lokasi tersebut adalah untuk mendapatkan tanaman
mangrove Rhizophora mucronata yang masih segar. Sampel yang sudah
dipotong kemudian dimasukkan kedalam plastik kedap udara agar tidak
21
terkontaminasi kotoran dari luar. Kemudian, sampel dalam plastik tersebut
diletakkan didalam coolbox yang kemudian diisi dengan es batu yang telah
dihaluskan dan ditutup rapat. Tujuan penambahan es batu yang sudah
dihaluskan tersebut adalah agar kondisi bagian – bagian tanaman mangrove
tetap segar dan tidak rusak karena es batunya telah berupa serpihan-serpihan
es batu selama perjalanan dari Tuban menuju Malang. Sampel dibawa menuju
Malang menggunakan transportasi darat.
Pengambilan sample dilakukan di Mangrove Center yang terletak pada
Kabupaten Tuban yang terletak pada koordinat 111 derajat 30' - 112 derajat 35
BT dan 6 derajat 40' - 7 derajat 18' LS. Sedangkan luas wilayah Kabupaten
Tuban 183.994.562 Ha, dan wilayah laut seluas 22.068 km2. Panjang wilayah
pantai 65 km (Damaianto, 2014). Sedangkan Mangrove Center berada pada
bagian utara Kabupaten Tuban. Peta keberadaan Mangrove Center dapat
dilihat pada Gambar 7.
Sumber : Google image, 2017
Gambar 7. Peta Lokasi Pantai Jenu
22
3.3.2 Penelitian Tahan 1
a. Preparasi Sampel
Pertama yang dilakukan pada penelitian tahap satu ini adalah preparasi
sampel. Sampel yang digunakan dari tanaman magrove Rhizophora mucronata
adalah bagian dari akar, batang, dan daun. Semua sampel yang berbeda tersebut
ditumbuk dan dihaluskan menggunakan mortal dan alu. Setelah halus, ditimbang
menggunakan timbangan digital sebanyak 1 gram (Sholihat, 2005).
b. Uji Kadar Air
Kadar air ditentukan dengan menggunakan metode Sudarmadji
(1989). Sampel halus 2 g dimasukkan ke dalam oven pada suhu 105 oC selama
3 jam, kemudian dikeluarkan dari oven dan didinginkan dalam desikator selama
30 menit, setelah itu berat sampel ditimbang. Perlakuan ini dilakukan beberapa
kali hingga berat sampel konstan. Kadar air dihitung berdasarkan rumus:
c. Pengenceran
Kemudian dilakukan pengenceran dari 10-1 sampai 10-6. Pengenceran
yang dilakukan adalah dengan menggunakan perbandingan 1:9. Sampel
sebanyak 1 gram tersebut kemudian dilarutkan pada 9 ml NaFis dan didapatkan
pengenceran tingkat 10-1. Setelah ketiga sampel yang berbeda telah dilarutkan
pada 9 ml NaFis kemudian masing – masing sampel yang telah diencerkan
diambil 1 ml dan dilarutkan pada NaFis 9 ml yang kemudian dijadikan sebagai
pengenceran 10-2. Selanjutnya dilakukan pengenceran dengan cara yang sama
sampai pengenceran ke 10-6 (Romadhon et al., 2012). Skema kerja pengeceran
dapat dilihat pada Lampiran 3.
23
d. Pembuatan Media LBA (Luria Bertani Agar)
Menurut Sholihat (2005), pertama hal yang harus dilakukan dalam
pembuatan media LB adalah menyiapkan semua bahan yang diperlukan yaitu
yeast extract 0,5 %, NaCl 1 %, pepton 1 %, dan agar bakteriologi 2 %.
Kemudian, yang dilakukan adalah persiapan bahan yang akan digunakan.
Cawan yang digunakan sebanyak 18 cawan yang tiap cawannya diasumsikan
berisi 20 ml media. Sehingga dibutuhkan 18 cawan x 20 ml = 360 ml media LB.
Maka pembuatan agar dibuat sebanyak 400 ml. Disiapkan akuades sebanyak
400 ml, 2 gram yeast extract, 4 gram NaCl, 4 gram pepton, dan 8 gram agar
bakteriologi. Kemudian masukkan bahan kering ke dalam erlenmayer 500 ml
setengah dari berat setiap bahan kering. Lalu, masukkan akuades sebanyak
400 ml dan homogenkan selanjutnya ditambahkan sisa bahan kering yang
belum dimasukkan. Hal ini bertujuan agar media yang dibuat lebih homogen
dan tidak menggumpal pada dasar erlenmayer. Kemudian media yang sudah
di homogenkan ditutup kapas dan dilapisi lagi dengan alufo dan direbus agar
untuk menghomogenkan media. Setelah itu, media yang telah direbus selama
15 menit disterilisasi dengan menggunakan autoklaf pada suhu 121 0C selama
15 menit dengan tekanan 1 atm. Skema kerja pembuatan media LBA dapat
dilihat pada Lampiran 4.
e. Penanaman Sampel pada Media LBA
Setelah media di sterilisasi, media diletakan ke dalam LAF (Laminar Air
Flow) yanng sudah disinari UV selama kurang lebih 30 menit agar kondisi LAF
lebih aseptis. Media dibiarkan hingga menjadi hangat kuku sehingga tidak
terlalu panas. Media yang sudah hangat kuku kemudian dituang pada cawan
petri dan diasumsikan setiap cawan di berikan 20 ml media. Kemudian tunggu
media hingga mengeras. Setelah dingin dan media telah mengeras, sampel
24
pengenceran ditanam pada media LB dari pengenceran 10-2 sampai 10-3 secara
duplo sebanyak 200 µl pada tiap cawanya. Lalu, media yang telah ditanam
diinkubasi selama 3-4 hari pada suhu 37 0C dan diamati setiap 24 jam sekali
(Todorov dan Dicks, 2004).
f. Isolasi Bakteri
Setelah diinkubasi koloni bakteri individu yang baik diisolasi kembali pada
media yang baru dengan menggunakan metode gores kuadran dan diinkubasi
dengan suhu 37 0C selama 2 hari. Tujuan dari meode ini adalah untuk
mendapatkan koloni yang benar-benar terpisah dari koloni yang lain sehingga
proses identifikasi nanti akan jauh lebih mudah dilakukan. Pada tahap ini
dilakukan dengan cara membagi media cawan menjadi 4 bagian (Yulvizar,
2013). Skema kerja isolasi bakteri dapat dilihat pada Lampiran 5.
Goresan pada media dilakukan 4 kali dengan membentuk pola zig-zag.
Jarum ose ditempelkan pada sumber isolat dan kemudian digoreskan secara
zig-zag pada media baru dibagian cawan pertama. Lalu, jarum ose dipanaskan
kembali pada bunsen dan digunakan untuk menggores goresan sebelumnya
pada sisi cawan kedua namun tidak serapat goresan pertama dan begitu
seterusnya hingga bagian keempat cawan. Pada metode ini, goresan sisi
pertama diharapkan koloni tumbuh padat, sedangkan pada goresan sisi kedua
koloni mulai tampak jarang dan begitu pula selanjutnya. Sehingga akan
didapatkan koloni yang tumbuh secara terpisah dengan koloni lain atau disebut
dengan isolat koloni. Selanjutnya isolat koloni diambil dan digoreskan pada agar
miring dan diinkubasi semala 1-2 hari pada suhu 37 0C (Yulvizar, 2013). Skema
kerja streak plate dapat dilihat pada Lampiran 6 dan untuk pemindahat isolat ke
agar miring dapat dilihat pada skema Lampiran 7.
25
g. Skrining Bakteri Penghasil Enzim L-Asparaginase
Mahajan et al., (2013), menyatakan bahwa skrining atau seleksi bakteri
penghasil enzim L-Asparaginase dilakukan dengan cara menanam isolat
bakteri yang telah didapat pada media selektif. Media selektif yang digunakan
adalah media Czapek Dox yang telah dimodifikasi. Bahan-bahan yang
digunakan dalam pembuatan media ini adalah 6 gram/liter Na2HPO4, 2
gram/liter KH2PO4, 0.5 gram/liter NaCl, 20 gram/liter L-Asparagine, 2 gram/liter
glucose, 0,2 gram/liter MgSO4, 0,005 gram/liter CaCl2, agar 2 % dan BTB
sebanyak 0,007 %. Selanjutnya, pH diatur menjadi 5,5 menggunakan pH meter
dengan ditambahkan HCl sehingga media bersifat asam dan BTB berubah
warnah menjadi kuning. Penambahan BTB bertujuan sebagai indikator warna.
Kemudian media yang telah dihomogenkan disterilisasi menggunakan
autoklaf dengan suhu 121 0C selama 15 menit dengan tekanan 1 atm. Lalu,
setelah media disterilisasi dan sudah tidak panas, media dituang kedalam
cawan pada LAF yang sudah diberi sinar UV dan ditunggu media hingga
mengeras dan dingin. Setelah media dapat ditanam, cawan dibagi menjadi 4
bagian. Isolat bakteri yang didapat sebelumnya pada agar miring ditanam
dengan menggunakan jarum ose pada media selektif, dengan cara digoreskan
secara vertikal pada masing-masing bagian cawan dan diinkubasi selama 2-3
hari pada suhu 37 0C dan diamati setiap 24 jam sekali dan dicatat
perkembanganya. Tahapan skrining ini dilakukan sebanyak dua kali sebagai
ulangan. Lalu, setelah didapatkan bakteri yang menghasilkan enzim L-
Asparaginase terbaik dan siap diidentifikasi. Skema kerja skrining bakteri
penghasil enzim L-Asparaginase dapat dilihat pada Lampiran 8.
26
3.3.3 Penelitian Tahap 2
Penelitian pada tahap dua ini adalah proses identifikasi bakteri.
Identifikasi bakteri terdapat beberapa tahap dan beberapa jenis uji. Beberapa
pengujian identifikasi bakteri antara lain adalah uji pewarnaan gram, dan uji
microbact system. Skema kerja penelitian tahap dua dapat dilihat pada
Lampiran 9.
a. Pewarnaan Gram
Tahap awal adalah pengambilan koloni murni dengan menggunakan
jarum ose yang sebelumnya dipanaskan terlebih dahulu pada bunsen.
Selanjutnya satu ose bakteri diletakkan pada preparat dan dibuat semiran.
Langkah ini dilakukan sebanyak 3 kali sehingga pada setiap preparat terdapat
3 semiran yang diberi kode yang berbeda. Sebelum diberikan semiran, preparat
diberi akuades terlebih dahulu agar mempermudah pemberian semiran pada
preparat. Hasil semiran yang didapat di blower sampai kering sehingga dapat
mempermudah proses pewarnaan gram. Preparat yang telah kering difiksasi
agar bakteri pada preparat mati tetapi tidak merusak struktur selnya. Kemudian
ditetesi kristal ungu dan ditunggu satu menit. Pemberian kristal ungu adalah
sebagai pewarna primer. Setelah ditunggu 1 menit preparat dibilas untung
mencuci sisa kristal ungu yang ada. Lalu diberi iodium untuk memperkuat warna
dan didiamkan kembali satu menit dan dibilas. Kemudian diberi alkohol 70 %
untuk melarutkan lemak dan dibilas denga air untuk menghilangkan sisa alkohol
yang tidak terpakai. Tahap berikutnya adalah pemberian safranin sebagai
pewarna sekunder dan dibiarkan selam 30 menit dan dibilas dengan air dan
ditetesi minyak imersi untuk memperjelas indeks bias, preparat yang telah
diwarnai kemudian diamati degan mikroskop (Dewi, 2013). Skema kerja
pewarnaan gram dapat dilihat pada Lampiran 10.
27
b. Uji Microbact System
Uji microbact system adalah uji yang digunakan untuk mengidentifikasi
mikroorganisme. Pengujian ini sangatlah bergantung pada hasil uji oksidase
yang dilakukan sebelumnya. Apabila hasil oksidasenya positif maka pengujian
dilakukan dengan menggunakan microbact 24E, dan jika hasil yang didapat
negatif maka akan menggunakan microbact 12E. Sistem ini adalah sistem
mikro-substrat standar yang dirancang untuk mensimulasikan substrat biokimia
konvensional yang digunakan untuk mengidentifikasi basil gram negaatif
(Murtiningsih, 1997). Tahapan pada uji ini pertama isolat murni di sentrifuge
dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit. Dari hasil sentrifuge didapatkan
supernatan dan pelet namun yang digunakan hanya bagian yang pelet saja.
Kemudian pelet yang dihasilkan diberi NaFis sebanyak 5 ml kemudian
dimasukkan pada Microbact 24E atau 12E tergantung kepada hasil
oksidasenya sebanyak 0,1 ml dan diinkubasi selama 18-24 jam pada suhu 37
0C. Evaluasi hasilnya dapat dilihat pada sumur microbact, apakah hasilnya
positif atau negatif dengan cara membandingkan tabel warna dan hasilnya akan
ditulis pada formulir Patient Record. Angka-angka oktal didapat dari
penjumlahan reaksi positif saja, dari tiap-tiap kelompok. Dari total ini selanjutnya
dapat diketahui spesies bakteri yang dimaksud dengan memasukkan data
kedalam software komputer (Ballows et al., 1991). Skema kerja uji microbact
system dapat dilihat pada Lampiran 11.
28
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Perlakuan Sampel (Uji Kadar Air)
Pada sampel Rhizophora mucronata dilakukan uji kadar air untuk
mengetahui kandungan air didalam sampel yang telah dibagi menjadi tiga bagian
yaitu akar, batang, daun sehingga diketahui kadar air pada masing masing
bagian. Kandungan air yang terdapat dalam tanaman mangrove Rhizophora
mucronata seperti yang terdapat pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Kadar Air Sampel
Sesuai dengan hasil Tabel 1 dapat diketahui bahwa daun mengandung
kadar air sebesar 71,23 % , dan merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan
kadar air kulit batang dan akar dimana kadar air dari batang sebesar 48,12 %
dan kadar air akar sebesar 31, 96 %. Perbedaan ini diduga terkait fungsi daun
dalam fotosintesis yang menghasilkan air (Jacoeb et al., 2011).
Hasil tersebut memperlihatkan bahwa sampel penelitian yang digunakan
masih sangat segar. Kadar air kulit batang hasil penelitian lebih kecil jika
dibandingkan dengan kadar air dari kulit batang mangrove dari jenis lainnya.
Kadar air batang hasil penelitian yang rendah mungkin disebabkan oleh habitat
mangrove yang bersalinitas tinggi dan suhu habitat yang tinggi. Selain itu, kadar
air akar hasil uji lebih rendah dibandingkan dengan kadar air akar N. fruiticans
yang memiliki kadar air sebesar 65,14 % (Osabor et al., 2008).
Bakteri yang biasa terdapat pada endofit mangrove Rhizopora mucronata
yang memiliki kadar air 31,96 % - 74,72 % antara lain adalah Pseudomonasfulva,
Bagian Sampel Kadar Air (%)
Akar 61,96 Batang 48,12 Daun 71,23
29
Serratia marcescens, Staphylococcus sp., Bacillus cereus, Microbacterium sp.,
Bacillus subtilis, Pseudomonas syringae, Klebsiella sp., Acidovorax sp.,
Enterobacter sp., dan Pseudomonas sp. (Hidayatun et al., 2011).
4.2 Isolasi Bakteri
Bakteri penghasil enzim L-Asparaginase yang diambil dari tanaman
mangrove Rhizophora mucronata di daerah Kabupaten Tuban diisolasi dengan
cara dilakukanya pengenceran bertingkat dari 10-0 sampai 10-5 dan kemudian
pengenceran 10-3 sampai 10-5 ditanam pada media LB. Setelah diinkubasi
selama 24 jam, koloni yang tumbuh kemudian diambil yang terbaik dan yang
paling terpisah dari koloni lainya dan tidak terjadi spreader. Koloni bakteri
kemudian dimurnikan dengan cara menggunakan metode streak kuadran dan
diinkubasi selama kurang lebih 24 jam pada suhu 37 0C. Streak plate dilakukan
untuk mendapatkan bakteri yang lebih murni yang terpisah dari koloninya. Bakteri
yang dihasilkan dari endofit mangrove yang telah diencerkan dan ditanam
didapat hanya 3 koloni bakteri yang dapat diisolasi. Koloni – koloni tersebut
berasal dari akar Rhizopora mucronata yang telah diencerkan pada pengenceran
10-3 , kemudian koloni selanjutnya berasal dari batang Rhizopora mucronata
setelah diencerkan pada pengenceran 10-3 dan yang terakhir berasal dari daun
mangrove pada pengenceran 10-3. Koloni bakteri yang telah dihasilkan dari
penanaman bakteri dapat dilihat pada Gambar 8. Berdasarkan dari penanaman
sampel yang telah diencerkan didapatkan beberapa koloni yang dapat dilihat
morfologinya pada Tabel 2. Dari hasil inkubasi diperoleh koloni yang dapat
dijadikan isolat hanya terdapat 6 koloni saja, dua koloni memiliki morfologi yang
sama dengan koloni yang lainya sehingga hanya didapatkan 4 koloni.
Sedangkan, pada pengenceran 10-4 dan 10-5 bakteri yang ditanam mengalami
spreader, hal ini disebabkan oleh pengaruh adanya human error dan adanya
30
kontaminasi pada saat penanaman (Kismiati et al., 2009). Untuk hasil
penanaman sampel dari pengenceran 10-3 sampai dengan 10-5 dapat dilihat pada
Lampiran 12. Sedangkan hasil streak plate dapat dilihat pada Gambar 9.
Perlakuan streak bakteri dilakukan untuk mendapatkan isolat bakteri yang murni
yang tidak terkontaminasi dengan individu lainya (Sofa, 2008).
Tabel 2. Morfologi Koloni Hasil Penanaman Sampel Sampel Jumlah Koloni yang
Didapat Morfologi Koloni
Akar 1 1. Koloni yang didapat berwarna krem, bentuknya bulat, tepi koloni tidak rata, elevasi koloni datar, konsistensi kolni basah.
Daun 2 1. Koloni yang didapat sejenis yaitu koloni yang didapat berwarna krem, bentuknya bulat, tepi koloni tidak rata, elevasi koloni datar, konsisten koloni basah.
2. Koloni berwarna krem, bentuknya bulat, tepi koloni tidak rata, elevasi koloni datar, konsistensi koloni basah.
Batang 3 1. Koloni berwarna krem, bentuknya bulat, tepi koloni tidak rata, elevasi koloni datar, konsistensi koloni basah.
2. Koloni berwarna krem, bentuknya bulat, tepi koloni tidak rata, elevasi koloni datar, konsistensi koloni basah.
3. Koloni berwarna kuning, tepi koloni tidak rata, elevasi koloni datar, konsistensi koloni agak kering.
Setelah dilakukan streak plate kuadran, kemudian didapatkan isolat bakteri
murni sebanyak 3 isolat yang kemudian diberi kode F-RM1-4, F-RM3-4, F-RM5-
4 dengan pengertian kode sebagai berikut: F-RM1-4 adalah akar Rhizopora
mucronata pengenceran 10-4, kemudian F-RM3-4 adalah daun Rhizopora
mucronata pengenceran 10-4, dan F-RM5-4 adalah batang Rhizopora mucronata
pengenceran 10-4
31
(a)F-RM1-4 (b) F-RM3-4 (c) F-RM5-4
Keterangan: (a) F-RM1-4: Akar 10-4
(b) F-RM3-4: Daun 10-4
(c) F-RM5-4: Batang 10-4
: Koloni yang menghasilkan enzim L-Asparaginase Gambar 8. Koloni yang tumbuh pada media
F-RM1-4 F-RM3-4 F-RM5-4
F-RM1-4: Akar 10-4, F-RM3-4: Daun 10-4, F-RM5-4: Batang 10-4
Gambar 9. Streak plate kuadran
Isolat bakteri murni yang didapat kemudian dipindah kedalam media agar
miring agar daya simpan dari isolat tersebut lebih tahan lama. Pemindahan
bakteri dari media agar miring tersebut ke media agar miring yang baru harus
dilakukan secara berkala hal ini disebut peremajaan bakteri hal ini dilakukan
karena bakteri yang akan digunakan atau diuji dapat memiliki umur simpan yang
terbatas. Isolat bakteri pada agar miring dapat dilihat pada Gambar 10. Menurut
Machmud (2001), peremajaan dengan cara memindahkan atau memperbarui
biakan mikroba dari biakan lama ke medium tumbuh yang baru secara berkala,
misalnya sebulan atau dua bulan sekali dilakukan untuk menjaga kualitas bakteri
tersebut agar dapat disimpan pada waktu yang lebih lama dari seharusnya. Hasil
streak plate secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 13.
32
Gambar 10. Isolat Bakteri Pada Agar Miring
4.3 Skrining Bakteri Penghasil L-Asparaginase
Isolat yang menghasilkan enzim L-Asparaginase akan membentuk zona
berwarna biru setelah diinkubasi selama 2-3 hari. Tumbuhnya mikroba penghasil
L-Asparaginase menyebabkan terhidrolisisnya L-Asparagin sehingga
menghasilkan L-Aspartat dan amonia. Isolat tersebut ditanam pada media yang
ditambahkan BTB (Bromothymol Blue). Amonia tersebut yang kemudian akan
membuat media yang awalnya kuning dan bersifat asam berubah menjadi basa
dan berwarna biru (Mahajan et al., 2012). Hasil skrining bakteri pengasil L-
Asparaginase dapat dilihat pada Gambarr 11.
Isolat bakteri yang telah didapat kemudian diseleksi (Screening) dengan
menggunakan media selektif dan dilihat isolat mana yang dapat menghasilkan
enzim L-Asparaginase. Tiga isolat bakteri murni yang diperoleh akan diseleksi
secara kualitatif sehingga didapatkan satu isolat terbaik yang mempunyai
kemampuan menghasilkan enzim L-Asparaginase paling baik untuk
diidentifikasi spesies bakterinya baik melalui cara identifikasi fisika maupun
indentifikasi kimia. Pengamatan hasil pertumbuhan bakteri penghasil enzim L-
Asparaginase dapat dilihat pada Tabel 3.
33
Hari Ke-1 Hari Ke-2 Hari Ke-3
(A: F-RM1-4, B: F-RM3-4, C: F-RM5-4) Gambar 11. Skrining bakteri penghasil L-Asparaginase
Seleksi secara kualitatif dilakukan berdasarkan pada perubahan warna
pada media dan pH di sekitar koloni pada media selektif untuk enzim L-
Asparaginase yang diamati setiap 24 jam sekali selama 3 hari berturut-turut.
Berdasarkan pengujian tersebut didapatkan hasil yang terlihat pada Tabel 2.
Tabel 3. Aktivitas Enzim Bakteri Penghasil L-Asparaginase No. Kode Ulangan 1 Ulangan 2 1. F-RM1-4 +++ ++ 2. F-RM3-4 ++ + 3. F-RM5-4 + +
Keterangan: +++ = Aktivitas enzim banyak sekali F-RM1-4 = Akar ++ = Aktivitas enzim sedang F-RM3-4 = daun + = Aktivitas enzim sedikit F-RM5-4 = batang
Berdasarkan Tabel 2, kode isolat F-RM1-4 merupakan hasil isolat dari
pengenceran akar, kode isolat F-RM3-4 merupakan isolat yang berasal dari
pengenceran daun dan isolat F-RM5-4 berasal dari pengenceran batang. Pada
ulangan pertama dan kedua didapatkan isolat yang menghasilkan aktivitas enzim
paling tinggi merupakan isolat F-RM1-4 dan kemudian yang menghasilkan
aktivitas enzim sedang isolat F-RM3-4 dan yang menghasilkan aktivitas enzim
rendah merupakan isolat F-RM5-4.
Semakin besar zona berwarna biru disekitar isolat menunjukan semakin
besarnya aktivitas bakteri dalam menghasilkan enzim L-Asparaginase dan
A A A
B B B C C C
34
begitupun sebaliknya. Apabila didapatkan sedikit zona biru yang terbentuk maka,
aktivitas penghasil enzim tersebut semakin rendah. Setelah didapatkan data diatas
dapat disimpulkan bahwa isolat yang menghasilkan paling baik adalah isolat
dengan kode sampel F-RM1 dengan pengenceran 10-4 sehingga penulisan kode
isolat menjadi F-RM1-4. Isolat tersebut selanjutkan akan diidentifikasi lebih lanjut.
Menurut Mahajan (2012), L-Asparaginase memecah L-Asparagine menjadi L-
Aspartat dan amonia sehingga media selektiif asparaginase yang ditambahkan
BTB (Bromothymol Blue) yang awalnya bersifat asam dan berwarna kuning
berubah menjadi berwarna biru dan bersifat asam. Hasil skrining bakteri penghasil
enzim L-Asparaginase ulangan pertama dan kedua dapat dilihat pada Lampiran
14 dan Lampiran 15.
4.4 Identifikasi Mikroorganisme
Identifikasi merupakan tahapan terakhir dari penelitian ini. Identifikasi
dilakukan dengan melakukan uji pewarnaan gram dan uji biokimia yang bertujuan
untuk mengerahui sifat gram dan sifat biokimia dari bakteri penghasil enzim L-
Asparaginase yang terbaik sehingga dapat ditentukan jenis dan spesiesnya. Pada
identifikasi bakteri ini terdapat beberapa tahap yaitu uji pewarnaan gram, uji
morfologi bakteri, dan uji microbact system.
Uji pewarnaan gram merupakan salah satu jenis identifikasi
mikroorganisme yang biasa dilakukan. Uji pewarnaan gram terhadap isloat murni
dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Kedokteran Universitas Brawijaya. Uji
pewarnaan gram dilakukan untuk mengetahui sel bakteri dari bentuk koloni dan
pewarnaannya termasuk dalam gram positif atau negatif. Apabila sel berwarna
ungu maka sel tersebut termasuk dalam sel gram positif karena bakteri tersebut
mengikat secara kompleks zat warna kristal ungu-iodium. Sedangkan apabila sel
bakteri berwarna merah berarti termasuk dalam gram negatif karena bakteri
35
tersebut mengikat zat warna sekunder yang berwarna merah. Perbedaan warna
yang terjadi diakibatkan oleh perbedaan bentuk dinding sel bakteri dan perbedaan
kandungan asam ribonukleat antara bakteri gram positif dan negatif. Hasil uji yang
didapatkan pada uji pewarnnaan gram ini didapatkan bahwa bakteri F-RM1-4
termasuk pada bakteri gram positif. Gambar hasil uji pewarnaan gram dapat dilihat
pada Gambar 12.
Sumber : Dokumen Pribadi Gambar 12. Hasil pewarnaan gram positif (+)
Uji pengamatan morfologi bakteri dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, dan didapatkan sehingga hasil
karakteristik bakteri tersebut dengan ciri – ciri sebagai berikut, warna koloni
berwarna krem, koloni bakteri tersebut memiliki diameter sebesar 3,11 µm dan
memiliki bentuk koloni bakteri yang bulat, tepi koloni dari bakteri ini juga tidak rata,
bakteri tersebut memiliki elevasi koloni yang datar dan konsistensi yang basah.
Hasil uji morfologi bakteri ini dapat dilihat pada Tabel 4 dan gambar morfologi
koloni dapat dilihat pada Gambar 13.
Tabel 4. Hasil Morfologi dan Karakterisasi Bakteri Isolat F-RM1-4
Parameter Hasil
Warna Koloni Krem Diameter Koloni 3, 11 µm Bentuk Koloni Bulat
Tepi Koloni Tidak Rata Elevasi Koloni Datar
Konsistensi Basah
36
Sumber : Dokumen Pribadi
Gambar 13. Morfologi Koloni
Tabel 5. Hasil Identifikasi Bacillus subtilis
Uji Biokimia Hasil Bergey’s 1984 Keterangan
Spora + ≤1 µm Cocok Oksidase + Tidak diuji Motilitas - Tidak diuji Nitrat + + Cocok Lysin - Tidak diuji Ornithin - Tidak diuji H2S - Tidak diuji Glukosa + + Cocok Manitol + + Cocok Xylosa + + Cocok ONPG + Tidak diuji Indole - - Cocok Urease - Tidak diuji V-P + + Cocok Sitrat - + Tidak cocok TDA - + Tidak cocok Gelatin - + Tidak cocok Malonat - - Cocok Inositol - - Cocok Rhamnosa - - Cocok Sukrosa - Tidak diuji Lactosa - Tidak diuji Arabinosa + + Cocok Adonitol - Tidak diuji Raffinosa - Tidak diuji Salicin - Tidak diuji Arginin - - Cocok Katalase + + Cocok Koagulase - Tidak diuji Hemolisa Beta Beta Cocok Uji Sensitive Novobiosin
TDK TDK Cocok
Starch hydrolysis + + Cocok Casein hydrolysis + + Cocok
37
Uji Microbact System dilakukan setelah melakukan uji pewarnaan gram
dan didapatkan gram positif, maka tahapan selanjutnya adalah tahap identifikasi
bakteri. Identifikasi bakteri isolat F-RM1-4 menggunakan metode Microbact
System GNB 12A/B/E, 24E. Pengujian Microbact Sytem ini dilakukan di
Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. Hasil
identifikasi yang didapatkan dari uji Microbact System menyatakan bahwa bakteri
yang diuji merupakan spesies Bacillus subtilis. Hasil identifikasi Bacillus subtilis
dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 6. Karakteristik Bacillus subtilis
Uji Bergey’s (1984) Lebar batang 0.7-0.8 Panjang Batang 2-3 Bentung Potongan E
Bentuk Posisi E Pertumbuhan anaerob - Sporangium swollen - Hidrolisis dari Gelatin + Penggunaan dari Propionate - Degradasi dari Tyrosine - Dianimation of phenylalanine - Egg-yolk or urate required - Formasi dari Diydroxyacetone ND NaCl dan KCL yang dibutuhkan - Allantoin or urate required - Pertumbuhan di pH 6.8 + 5.7 + Pertumbuhan di NaCl 2 % + 5 % + 10 % ND Pertumbuhan di 5 0C - 10 0C 30 0C + 50 0C D 55 0C - 65 0C - Pertumbuhan dengan lysozyme D Autotropic dengan H2+CO2 -
38
Dilihat dari perbandingan hasil identifikasi bakteri Bacillus subtilis pada
penelitian dengan buku panduan Bergey’s (1984) terdapat beberapa perbedaan
hasil uji. Sehingga didapatkan kecocokan antara bakteri yang diuji dengan bakteri
Bacillus subtilis adalah sebesar 85 %. Pada penelitian Ito et al., (1996) mengenai
produksi asam glutamat dinyatakan bahwa bakteri Bacillus subtilis yang diuji
dengan menggunakan Microbact System memiliki kecocokan sebesar 66,67 %
apabila dibandingkan dengan Bergey’s (1984). Karakteristik lainya dari Bacillus
subtilis dapat dilihat pada Tabel 6.
Perbedaan hasil ini dapat terjadi karena bakteri dapat berubah-ubah
berdasarkan faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi sehingga perbadaan
hasil dapat terjadi. Selain faktor lingkungan hal ini juga dipengaruhi oleh cara kerja
atau proses isolasi dan identifikasi bakteri tersebut sehingga hasil yang didapatkan
tidak selalu sama persis.
4.4.1 Bacillus subtilis
Bakteri ini merupakan bakteri yang umum ditemukan di tanah, air, udara,
dan materi tumbuh yang terdekomposisikan. Bakteri ini termasuk dalam golongan
bakteri gram positif, aerobic, dan mampu membentuk endospora. B. subtilis
memiliki kemampuan memproduksi antibiotik dalam bentuk lipopeptida. Iturin
membantu B. subtilis berkompetisi dengan mikroorganisme lainya dengan cara
membunuh mikroorganisme lainya atau dengan cara menurunkan tingkat
pertumbuhanya. Iturin juga memiliki aktifitas fungisida terhadap pathogen
(Prescott, 2002).
Pada beberapa penelitian ditemukan bahwa penambahan B. subtilis
pada perairan, mampu meningkatkan kualitas perairan dngan mengurangi CO2
pada perairan tersebut. Penggunaan B. subtilis pada tambak udang juga
menunjukkan bahwa B. subtilis mampu meningkatkan kesintasan larva udang
39
windu dan mencegah dari penyakit vibriosis akibat Vibrio harveyi. Selain itu, B.
subtilis secara alami bersimbiosis dengan saluran pencernaan udang windu.
Menurut Breed (1948), klasifikasi B. subtilis dibagi menjadi antara lain:
Kingdom : Bacteria Phylum : Firmicutes Class : Bacilli Order : Bacilliales Family : Bacillaceae Genus : Bacillus Species : Bacillus subtilis
B. subtilis memerlukan kondisi optimum untuk tumbuh. Berikut adalah
kondisi optimum dari bakteri B. subtilis antara lain: bakteri ini merupakan jenis
bakteri aerob obligat, sehingga semakin tinggi DO maka semakin tinggi pula
pertumbuhanya. Kadar DO minimal untuk bakteri B. subtilis adalah antara lain 2
mg/L. Sedangkan untuk suhu optimum bagi B. subtilis adalah kisaran antara suhu
25 – 35 0C. Kadar pH optimum bagi bakteri B. subtilis adalah dalam kisaran 7 – 8.
Amonium memiliki pengaruh pada bakteri B. subtilis yaitu amonium dapat
meminimalisi kanibalisme antar bakteri B. subtilis. Hasil pengamatan bakteri
Bacillus subtilis dapat diamati pada Gambar 14.
Sumber : Dokumen Pribadi
Gambar 14. Bacillus subtilis (Perbesaran 1000 x)
Pada penelitian Akhidiya (2003), dari pengamatan reaksi gram,
morfologi sel dan pengujian katalase isolat yang didapatkan menyatakan
bakteri ini merupakan golongan Bacillus. Hal ini disebabkan oleh sel vegetatif
40
yang didapatkan berbentuk batang, membentuk endosporadan bersifat
katalase positif. Isolat ini juga mempunyai kemampuan menghidrolisis pati dan
gelatin. Koloni kedua isolat ini melekat erat pada medium, berbentuk bulat,
berwarna putih, cembung, tampak seperti kerak putih, dan kasar apabila
sudah tua.
41
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah didapatkan
bakteri penghasil enzim L-Asparaginase dari endofit mangrove Rhizopora
mucronata yang berasal dari Pantai Jenu Kabupaten Tuban Jawa Timur dan
didapatkan 3 isolat bakteri yang menghasilkan enzim L-Asparaginase. Dari tiga
isolat tersebut didapatkan isolat yang paling baik menghasilkan enzim L-
Asparaginase yaitu isolat F-RM1-4 dan yang baik menghasilkan enzim adalah
isolat F-RM3-4 dan yang paling rendah adalah isolat dengan kode F-RM5-4.
Isolat yang menghasilkan enzim L-Asparaginase paling baik adalah isolat F-
RM1-4 dan hasil identifikasi bakteri penghasil enzim L-Asparaginase terbaik dari
Rhizopora mucronata adalah Bacillus subtilis.
5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan untuk penelitian selanjutnya adalah dengan
penambahan uji yang dapat dilakukan seperti uji aktivitas enzim L-Asparaginase
dengan faktor-faktor seperti permainan suhu, pH, sumber karbon dan lain
sebagainya. Selain itu, untuk uji spesies bakteri dapat dilakukan dengan
menggunakan metode lain seperti 16S rRNA sehingga bakteri yang digunakan
telah diketahui jenis spesies yang lebih spesifik lagi.
42
DAFTAR PUSTAKA
Abdel-Fattah YR, Olama ZA. 2002. L-asparaginase production by Pseudomonas aeruginosa in solid-state culture: evaluation and optimization of culture conditions using factorial designs.J. Process Biochem. 38: 115-122.
Anese, M., Quarta,B., dan Frias, J.M. 2011. ModellingEffect of Asparginase in ReducingAcrylamide Formation in Biscuits. J. FoodChemistry. 126(2): 435-440.
Ballows, A. Butnick, S. and Loyd, J. R. 1991. Manual of Clinical Micorbiology. Washington DC. Press.
Benson, 2001. Microbiological Applications, Laboratory Manual in General Microbiology. Published by The McGraw-Hill Companies.
Cho, C. W., H.J. Lee, E.S. Chung, K.M Kim J.E. Heo, J.I. Chung , Y. Ma, K. Fukui, D.W. Lee, D.H. Kim, Y.S. Chung, dan J.H. Lee. 2007. Molecular Characcterization of The Soybean L-Asparaginase Gene Induced by Low Temperature Stress.Mol. Cell. 23(3) : 280-286.
Damaianto, D., Ali Masduqi. 2014.Indeks Pencemaran Air Laut Pantai Utara Kabupaten Tuban dengan Parameter Logam. J. Tek. Pomits. 3(1): 11-14.
Devlin, Thomas M. 1993.Textbook of Biochemistry with Clinical Correlations. Edisi ke-3, 358, A John Wiley and Sons Inc. New York.
Dewi, A.K. 2013. Isolasi, Identifikasi dan Uji Sensitivitas Staphpylococcus aureus
Terhadap Amixicillin dari Sampel Susu Kambing Peranakan Ettawa (PE) Penderitaan Mastitis di Wilayah Girimulyo,Kulonprogo, Yogyakarta. J.Sain Veter. 31(2): ISSN: 0126-0421.
Didje, N. Dan Sartini. 2006. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Laboratorium Biologi Farmasi. Universitas Hassanudin. Makasar.
Duke, N.C. 2006. Rhizophora apiculata, R. mucronata, R. stylosa, R. × annamalai, R. × lamarckii (Indo–West Pacific stilt mangrove). J. Perm. Agri. Res. 2(1): 72-78.
El-Bessoumy, A.A., Sarhan, M., dan Mansour, J. 2004. Pruduction, Isolaton, and Purification of L-Asparaginase from Pseudomonas Aeruginosa 50071 Using Solid-state Fermentation. J. Biochem. Mol. Bio. 4(37): 387-393.
E-Moharram, M., Gamal-Eldeen, A.M., dan El-Sayed, S.T. 2010.Production,
Immobilization and Anti Tumor Activity of L – Asparaginase of Bacillus sp R36. J. Americ. Sci. 6(3): 22-27.
Hadioetomo, R.S. 1993. Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.
43
Hill, J., Roberts, J., Loeb, E., Kahn, A. And Hill, R.1967.L-Asparaginase therapy for leukemia and other malignant neoplasm. JICA. p. 202-882.
Ito, T., Tanaka, T., Ohmachi, T., Asada, Y. 1996. Glutamic acid independent
production of poly-(γ-glutamic acid) by B. TAM-4. J. Biosci. Biotech. Biochem. 60(8): 1239-1242.
Jacoeb AM, Purwaningsih S, Rinto. 2011. Anatomy, bioactive compounds and
antioxidant activity of mangrove apiapi (Avicennia marina) leaf. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia 16(2):143-152.
Jayam, D. Dan Kannan S. 2014. The Various Sources Of L-Asparaginase. Int. J.
Rec. Sci. Res. 5(2): 342-346.
Kismiyati., Subekti, S., Yusuf, R.W.N., dan Kusdarwati, R. 2009. Isolasi dan Identifikasi Bakteri Gram Negatif pada Luka Ikan Mas Koki (Carassius auratus) Akibat Interfasi Ekoparasit Argulus sp. J. Ilm Per dan Kel. 1(2): 129-134.
Konèenä,P., Klejdus, B., Hrstkovil, H. 2004. Monitoring The Asparaginase Activity and Asparagine Levels in Children with Acute Lymphoblastic Leukaemia Treated with Different Asparaginase Preparations. J. Script. Medic. 77 (2): 55-58.
Kumar J. S., Divya Pasrija., Rati Kumari Sinha., Hare Ram Singh., Vinod Kumar
Nigam and Ambrish Sharan Vidyarthi., 2012. Microbial L-Asparaginase: A Review on Current Scenario And Future Prospects. Int. J. Pharm. Sci. Res. 3(9): 3076-3090.
Kusuma, A.S. 2003. Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh Rootone –F dan NAA terhadap Keberhasilan Tumbuh Stek Manglid (Magnolia blumei Prantl). Skripsi. IPB. Bogor.
Kusumaningtyas, E. 2016. Peran Peptida Susu Sebagai Antimikroba Untuk Meningkatkan Kesehatan. J. Pen. Pert. Tanam Pangan 23: 2-4.
Lay, B. 1994. Analisa Mikroba di Laboratorium. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Lehninger, A. L. 1982. Dasar-Dasar Biokimia Jilid 1. Erlangga, Jakarta.
____________. 1995. Dasar-Dasar Biokimia. Alih Bahasa: Maggy Thewijaya. Penerbit Erlangga. Jakarta.
____________.1998. Biochemistry. Academic Press. New York.
Lincoln, L., dan More, S.S. 2014. Isolation and Production of Clinical and Food Grade LAsparaginase Enzyme from Fungi. New Delhi.
Lubkowski J., Palm GJ, Gilliland GL, Derst C, Rohm KH dan Wlodawer A. 1996.Refined crystal structure of Acinetobacter glutaminasificans glutaminase-asparaginase. Int. J. Biochem. 241: 201–207.
Mahajan, RV., Saran S, Kameswaran K, Kumar V and Saxena RK. 2012. Efficient production of L-asparaginase from Bacillus licheniformis with low
44
glutaminase activity: optimization, scale up and acrylamide degradation studies. J. Bioresour Technol. 125: 11–16.
Manna ,S., Sinha A, Sadhukan R, Chakrabarty SL. 1995. Purification,
characterization and antitumor activity of L-asparaginase isolated from Pseudomonas stutzeri MB 405. J.Curr Microbiol. 30: 291-298.
Mashburn, L.T and Wriston, J.C.1964. Tumor inhibitory effect of L-asparaginase from Escherichia coli. J. Arch. Biochem. Biophys. 105:451-452.
Mendrofa, A.N, Isidora K.S, Dian M. 2015. Ekstrakdaunmangrove (A.marina)mempercepatkesembuhanulkus traumatikus. J. Dentofasial. 14(1):11-14.
Murdiyanto, B. 2003. Mengenal, Memelihara, dan Melestarikan Ekosisitem Bakau. Direktotat Jenderal Perikanan Tangkap Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta.
Murtiningsih. 1997. Evaluation Of The SerobactTM And MicrobactTM System For The Detection And Identification Of Listeria Spp.Department of Food Science and Technology, The university of New South Wales, Sydney, NWS. Sydney.
Narayana, KJP., Kumar KG, Vijayalakshmi M . 2007. L-asparaginase production by Streptomyces albidoflavus. Ind. J. Microbiol. 48: 331- 336.
Neelam, V., Mandeep Kataria., Kuldeep Kumar., and Jyoti Saini. 2012. Comparative study of Lasparaginase from different cytotypes of Withania somnifera (L.) Dunal and its purification. J. Nat. Prod. Plant Resour. 2(4):475-481.
Norman, P. 2008. Asam Indol Asetat yang Dihasilkan Azosprillium sp. J. Agro Biogen. 3(2): 66-72.
Nur M., Nasruddin, Jafron W, Sumariyah. 2013. Penerapan Teknologi Plasma Untuk Mempercepat Persemaian Mangrove Sebagai Upaya Rehabilitasi Green Belt Untuk Mengatasi Abrasi. J. Riptek 7(1): 15-26.
Ohnuma, T., Holland JF, Freeman A dan Sinks LF. 1970. Biochemical and pharmacological studies with asparaginase in man. Cancer. Res. Amsterdam.
Osabor VN, Egbung GE , Okafor PC. 2008. chemical profile of Nypa fruiticans from cross river estuary, South Eastern Nigeria. Pakistan Journal of Nutrition 7(1):146-150.
Palmer, T. 1981. Understanding Enzymes. Elli Horwood. Chichester.
Pate, J.S. 1980. Transport and partioning of nitrogenous solutes. Annual review of plant phsyology. 31: 313-340.
Peodjiadi, A dan Supriyanti, T. 2006. Dasar-Dasar Biokimia. UI Press. Jakarta.
45
Prakasham RS, Hymavathi M, Subba Rao Ch, Arepalli SK, Venkateswara Rao J, Kavin Kennady P, Nasaruddin K, Vijayakumar JB, Sarma PN. 2010. Evaluation of antineoplastic activity of extracellular asparaginase produced by isolated Bacillus circulans. J. Appl. Biochem. Biotechnol. 3(160): 72-80.
Presscott. 2002. Laboratory Excercise In Microbiology. The Mac-Graw Hill Companies. New York.
Ramdany. 2008. Identifikasi Bakteri Vibrio parahaemolitycus Dengan Metode Biologi Secara PCR. J. Sain Tek. Farm. 13(1): 56-61.
Romadhon, Subagiyo, Sebastian Margino. 2012. Isolasi Dan Karakterisasi Bakteri Asam Laktat Dari Usus Udang Penghasil Bakteriosin Sebagai Agen Antibakteria Pada Produk-Produk Hasil Perikanan. J. Saintek Per. 8(1): 115-121.
Rosen, J., Hellenas KE. 2002. Analysis of acrylamide in cooked foods by liquid chromatography tandem mass spectrometry. J. Analyst 127: 880–882.
Sardiani, N. Magdalena L., Risco G. B., Dody P.,Syahribulan, Zaraswati D. 2015. Potensi Tunikata Rhopalaea Sp Sebagai Sumber Inokulum Bakteri Endosimbion Penghasil Antibakteri; 1. Karakterisasi Isolat. J. Alam. Ling. 6(11): 38-45.
Sarquis, MIDM., Oliveira EMM., Santos AS., da Costa GL. 2004. Production of L
asparaginase by filamentous fungi. Int. J. Oswaldo Cruz, Rio de Janeiro. 99(12): 489-492.
Singarimbun, M. Dan Effendi, S. 1989. Metode Penelitian Survai. Edisi Revisi. LP3ES. Jakarta.
Sofa. 2008. Sejarah Mikrobiologi dan Perkembangannya. AgroMedia Pustaka. Jakarta.
Solihat, L. 2005. Isolasi Bacillus Thurigiensis Dari Tanah Kandang Ternak Untuk
Pembuatan Bioinsektisida. Prosiding Temu Teknis Nasional Tenaga FungsionalTernak: Bogor.
Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan RdanD). Penerbit CV. Alfabeta: Bandung.
Sukmana, M.E.S dan Roosdiana, A. 2014. Pengaruh Suhu Dan Lama Penyimpanan Terhadap Kestabilan Enzim Xilanase Dari Thrichoderma viride. J. Chem. Student. 2(2): 470-476.
Sukumaran CP, Singh DV, Mahadevan PR. 1979. Synthesis of Lasparaginase by Serratia marcescens (Nima). J. Biosci. 3(1): 263-269.
Sumardjo, D. 2009. Pengantar Kimia. Cetakan I. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Swain, AL., Jaskolski M, Housset D, Mohana Rao JK, Wlodawer A. 1993. Crystal structure of Escherichia coli L-asparaginase, an enzyme used in cancer therapy. Proc. Natl. Acad. Sci. USA. 90: 1474-1478.
46
Tittsler, M. 1996. Introduction to Soil Microbiology. 2 ed. Willey Eastern Limited, New Delhi.
Todorov, SD, Dicks LMT. 2004. Comparison of two methods for purification of plantaricin ST31, a bacteriocin produced by Lactobacillus plantarum ST31 Enz. J. Microbiol. Tech. 36: 318-326.
Wahyunio. 2011. Dasar-Dasar Biokimia. Universitas Indonesia. Jakarta.
Wakil, S.M dan Adesewa A. A. 2015. Screening, Production and Optimization of L-Asparaginase From Soil Bacteria Isolated in Ibadan, South-western Nigeria.J. Basic Appl. Sci. 2(11): 39-51.
Wayan D.N., Qomariah R.S. 2007. Isolasi dan Identifikasi E.coli. J. Microbiol. 3(12): 52-55.
Wedhastri, S. 2002.Isolasi dan Seleksi Azotobacterspp. Pengahsil Faktor Tumbuh dan Penghambat Nitrogen dari Tanah Masam. J. Ilmu Tanah. Ling. 3(1): 45-51.
Whitaker, J.,R., 1994, Principle of Enzymology for The Food Science, Second Edition. Marcel Decker. New York.
Whitney. F.L. 1960. The Elements of Resert.Asian Eds. Overseas Book Co. Osaka.
Winarno. 2012. Kebijakan Publik, Teori, Proses, dan Studi Kasus edisi dan Revisi Terbaru. CAPS: Yogyakarta.
Wriston, JC, Yellin TO. 1973. L-asparaginase: A review. Adv. Enz. 39: 185-248.
Wuryanti, 2004, Isolasi dan Penentuan Aktivasi Spesifik Enzim Bromelin dari Buah Nanas (Ananas comosus L.). J. Kes. Sain Farm. 7(3): 83-87.
Yulvizar, Cut. 2013. Isolasi dan Identifikasi Bakteri Probiotik pada Rastrelliger sp. Isolation and Identification of Probiotic Bacteria in Rastrelliger sp. J. Biospecies. 6(2): 1-7.
Yunita, R. 2009. Pemanfaatan Variasi Somaklonal dan Seleksi In Vitro Dalam Perakitan Tanaman Toleran Cekaman Abiotik. J. Lit. Pert. 28(4): 142-148.