Post on 18-Jul-2019
HUBUNGAN STATUS DEPRESI DENGAN PERILAKU MEROKOK PADA
REMAJA DI SMK NEGERI 2
SAMARINDA
Siti Aisyah1), Andi Parellangi2), Tini 2)
1) Mahasiswa Prodi Sarjana Terapan Keperawatan, Poltekkes Kaltim 2) Dosen Jurusan Keperawatan, Poltekkes Kaltim
Abstrak
Pendahuluan : Remaja adalah masa krisis bagi perkembangan seseorang karena dihadapkan
dengan berbagai tugas yang merupakan transisi dalam menuju kedewasaan. Kegagalan remaja
dalam mencapai tugas perkembangan membuat remaja rentan mengalami gangguan pisikologis
seperti depresi. Sebagian remaja beranggapan bahwa dengan merokok dapat menghilangkan
stress ataupun depresi pada dirinya. Perilaku merokok pada remaja dapat dipengaruhi oleh
berbagai macam faktor diantaranya lingkungan, keluarga, masyarakat, pertemanan dan
keinginan peribadi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan status depresi dengan
perilaku merokok pada remaja di SMK Negeri 2 Samarinda.
Metode : Jenis Penelitian ini adalah studi analitik korelasi dengan menggunakan desain
penelitian cross sectional. Besar sampel 93 orang dengan teknik probaility sampling dengan
metode simple random sampling di SMK Negeri 2 Samarinda.
Hasil : Didapatkan nilai bahwa sebagian besar remaja depresi sebanyak (64,5%), dan sebagian
besar remaja berperilaku merokok sebanyak (52,7%). Hasil uji hipotesis dengan chi-square
nilai p value = 0,026 dengan nilai OR=3,008. Hal ini dapat disimpulkan bahwa ada hubungan
antara status depresi dengan perilaku merokok pada remaja.
Kesimpulan : Ada hubungan antara status depresi dengan perilaku merokok pada remaja di
SMK Negeri 2 Samarinda.
Saran: Bagi penelitian selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian dengan
menyertakan variabel lain yang belum diteliti yang berhubungan dengan perilaku merokok
seperti faktor diri dan lingkungan pada remaja.
Kata kunci : Depresi, Perilaku merokok, Remaja
THE RELTIONSHIP BETWEEN DEPRESSION STATUS AND SMOKING IN
ADOLESCENTS IN STATE SENIOR HING SCHOOL 2
SAMARINDA
Siti Aisyah1), Andi Parellangi 2), Tini 2)
1Applied Nursing Student, Health Polytechnics East Borneo 2Nursing Studies, Health Polytechnics East Borneo
Abstract
Preface: : Teenage is a period of crisis for one's development because it is faced with various
tasks which are a transition to maturity. Adolescent failure in achieving developmental tasks
makes adolescents vulnerable to physical difficulties such as depression. Some teens think that
smoking can relieve stress without depression in themselves. Habitual factors in adolescents
can be questioned by various factors related to the environment, family, community, friendship
and personal desires. This study aims to determine the relationship between depression status
and smoking behavior in adolescents at SMK Negeri 2 Samarinda.
Method: This type of research is a correlation analytic study using a cross sectional research
design. The sample size is 93 people with probability sampling technique with simple random
sampling method at SMK Negeri 2 Samarinda.
Results: It was found that the majority of adolescents were depressed as much (64.5%), and
the majority of adolescents behaved smoking as much (52.7%). The results of hypothesis testing
with chi-square value p value = 0.026 with OR = 3.008. It can be concluded that there is a
relationship between depression status and smoking behavior in adolescents.
Conclusion: There is a relationship between depression status and smoking behavior in
adolescents at SMK Negeri 2 Samarinda.
Suggestion: For further research, it is expected to conduct research by including other variables
that have not been studied related to smoking behavior such as self and environmental factors
in adolescents.
Keywords: Depression, Smoking Behavior, Youth
PENDAHULUAN
Remaja adalah masa krisis bagi
perkembangan seseorang karena
dihadapkan dengan berbagai tugas
perkembangan yang merupakan transisi
dalam mencapai tugas untuk menuju
kedewasaan. kegagalan remaja dalam
mencapai tugas perkembangan membuat
remaja rentan mengalami gangguan
pisikologis seperti depresi. Perilaku remaja
pada dasarnya banyak faktor yang
mempengaruhi diantaranya krisis identitas
pada diri remaja, teman dalam pergaulan,
media massa atau elektronik, orang tua
yang kurang peduli dengan aktifitas remaja,
tidak adanya wadah atau organisasi bagi
remaja untuk menyalurkan bakat remaja
(Chaplin, 2006)
Prevalensi remaja yang mengalami
depresi mulai meningkat, Mojabai.et al.
(2016) pada 172,495 remaja usia antara 18-
25 tahun di Amerika Serikat, menunjukkan
terjadinya peningkatan dari 8,7% ditahun
2005 menjadi 11,3% di tahun 2014 pada
usia remaja, dan dari 8,8% menjadi 9,6%
pada dewasa awal. Selanjutnya penelitian
Vardanyan.(2013) pada 713 siswa di
Amerika menunjukkan bahwa rata-rata
prevalensi kemungkinan terjadinnya
depresi adalah 16,7%, 6,2% adalah laki-laki
dan 21,6% adalah perempuan.
Ketidakmampuan remaja dalam
mengendalikan emosi mereka yang akan
menjadi lebih labil dapat mengarahkan pada
terjadinya gangguan mood seperti depresi.
Prevalensi depresi pada remaja perempuan
meningkat hingga 50% lebih besar
dibandingkan remaja laki-laki (Davis,
2005). Menurut Cynthia & Zulikaida.
(2009) menjelaskan bahwa perempuan
memiliki keinginan dua kali lebih banyak
dibandingkan laki-laki, serta kebanyakan
masalahnya berhubungan dengan masalah
psikologis dan sosial.
Remaja dengan rentan usia 15-17
tahun pada umumnya sedang menempuh
pendidikan di sekolah menengah, Santrock
(2002) mengemukakan bahwa tahun
pertama pada remaja dapat menyulitkan
bagi banyak siswa karena mengalami
perubahan suasana dari lingkungan sekolah.
Menurut Data Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas, 2018) menunjukkan pervalensi
gangguan mental emosional yang
menunjukkan gejala depresi dan kecemasan
untuk usia 15 tahun ke atas mencapai
sekitar 9,8% dari jumlah penduduk
Indonesia.
Selama ini depresi pada remaja SMK
kurang mendapat perhatian dari peneliti jika
dibandingkan dengan Seklah Menegah Atas
(SMA), padahal bisa jadi terdapat kondisi
tertentu yang hanya terjadi atau dimiliki
oleh SMK sehingga dapat mempengaruhi
depresi yang dialami siswa SMK (Reyza &
Hamida,2012).
Fenomena yang terjadi di masyarakat
tentang remaja khususnya siswa di
lingkungan sekolah begitu
memprihatinkan. Banyaknya remaja yang
terjerumus pada perilaku-perilaku yang
menyimpang dari norma kehidupan sebagai
contoh perilaku sexs bebas, kecenderungan
narkoba, miras, tawuran dan merokok.
Remaja cenderung mempunyai perilaku
merokok disebabkan oleh pergaulan remaja
yang lebih luas dan sering menghabiskan
waktu bersama teman-teman. Berbagai
fakta menggungkapkan bahwa bila semakin
banyak remaja yang merokok, maka
semakin besar kemungkinan teman-teman
adalah perokok demikian sebaliknya
(Aryani, 2010).
Menurut penelitan Ervina (2013)
kecenderungan perilaku merokok pada
remaja tergolong sedang, besar sumbang
efektif 12,2%, yang berarti masih terdapat
87,8% faktor-faktor lain yang dapat
mempengaruhi kecenderungan perilaku
merokok.
Kemenkes (2016) menyebutkan
pemerintah berharap dapat mencapai target
indikator rencana pembangunan jangka
menegah nasional terkait prevensi perokok
anak usia 18 tahun, yaitu turun dari 7,8 %
pada 2009 menjadi 5,4 % pada 2013.
Namun, kenyataannya justru angka ini
meningkat menjadi 8,8 % pada 2016.
Berdasarkan studi pendahuluan yang
dilakukan pada tanggal 08 maret 2019
menurut Kepala Tata Usaha SMK Negeri 2
Samarinda siswa ditemukan merokok saat
dilingkungan sekolah seperti merokok
dalam kamar mandi, merokok dilingkungan
belakang sekolah maupun ditemukan
membawa rokok kesekolah dan tidak dapat
menutupi kemungkinan juga banyak siswa
yang merokok diluar lingkungan sekolah,
dari 10 siswa yang ditanya 7 diantaranya
mengaku merokok dan alasan mereka
merokok ialah diajak teman, ingin
mencoba-coba, karena enak, merasa rileks,
ingin terlihat keren dan dapat
menghilangkan masalah.
Perilaku merokok pada remaja
dipengaruhi oleh berbagi macam faktor-
faktor yang terdapat dalam lingkungan,
keluarga, masyarakat, pertemanan dan
keinginan pribadi. Oleh sebab itu identitas
sosial yang terbentuk pun berbeda-beda.
Beberapa identitas sosial yang terbentuk
yaitu remaja yang merokok karena
pengaruh teman memiliki identitas bahwa
merokok sebagai salah satu tolak ukur suatu
kedewasaan seseorang dan juga dapat
meningkatkan kepercayaan diri. Remaja
yang merokok dipengaruhi oleh faktor
pertemanan cenderung dianggap terbuka
dan easy going oleh teman-teman satu
lingkungannya (Rizky Septi, 2017).
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di SMK Negeri
2 Samarinda. Waktu penelitian
dilaksanakan pada bulan April 2019.
Rancangan Penelitian
Jenis penelitian kuantitatif dengan
studi analitik dan desain cross sectional.
Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh siswa SMK N 2 Samarinda
berjumlah 1,332 orang dengan sampel
sebanyak 93 orang menggunakan teknik
simple random sampling.
Metode Pengambilan Data
Metode pengumpulan data dilakukan
dengan menyebarkan kuesioner BDI II dan
kuesioner perilaku merokok milik peneliti
sebelumnya.
Analisis Data
Data yang telah dikumpulkan
dianalisis secara univariat, dan bivariat
menggunakan uji chi square untuk
mengetahui adanya hubungan status depresi
dengan perilaku merokok pada remaja.
HASIL PENELITIAN
Analisa Univariat
Karakteristik Responden
a. Jenis Kelamin, Umur, dan Pendidikan
Tabel 1.
Karakteristik Responden berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia di SMK Negeri 2
Samarinda tahun 2019
Klasifikasi
Karakteristik
Responden
Frekuensi
(n)
Persentase
(%)
Jenis Kelamin
Laki – Laki
Perempuan
Total
90
3
93
77
2
100
Usia
15 tahun
16 tahun
17 tahun
18 tahun
19 tahun
20 tahun
24
39
15
11
3
1
20
33
12
9
2
9
Berdasarkan tabel 1 di atas,
menunjukkan bahwa karakteristik
responden sebagian besar berjenis kelamin
laki-laki berjumlah 90 orang (77%), berusia
16 th berjumlah 39 orang (33%), dan
sebagian kecil berusia 20 th 1 orang (9 %).
Distribusi Variabel
a. Distribusi Responden Berdasarkan
Status Depresi pada Remaja.
Tabel 2
Distribusi Responden berdasarkan Status Depresi pada Remaja SMK N 2 Samarinda
Tahun 2019
Distribusi Status
Depresi pada
Remaja
Frekuensi
(n)
Persentase
(%)
Depresi 60 64,5 Tidak Depresi 33 35,5
Total 93 100
Berdasarkan tabel 2 di atas,
menunjukkan distribusi responden
berdasarkan status depresi pada remaja
adalah sebagian besar depresi sebanyak 60
orang (64,5%) dan sebagian kecil tidak
depresi sebanyak 33 orang (33,5%).
b. Distribusi Responden Berdasarkan
Perilaku Merokok pada Remaja
Tabel 3
Distribusi Responden berdasarkan Perilaku Merokok pada Remaja di Samarinda Tahun
2019
Berdasarkan tabel 3 di atas,
menunjukkan distribusi responden
berdasarkan perilaku merokok pada remaja
sebanyak 49 orang (52,7%) dan sebagian
kecil perilaku tidak merokok pada remaja
sebanyak 44 orang (47,3).
Analisa Bivariat
a. Hubungan status depresi dengan perilaku merokok pada remaja
Berdasarkan hasil analisis bivariat
pada tabel 4.4 didapatkan, responden yang
depresi dengan perilaku merokok sebanyak
34 orang (36,6%), sedangkan reponden
yang depresi dengan perilaku tidak
merokok sebanyak 26 orang (28,0%).
Perilaku Merokok
Frekuensi
(n)
Persentase
(%)
Merokok
Tidak Merokok
Total
49
44
93
52,7 %
47,3 %
100 %
Status
Depresi
Perilaku Merokok Total P
Value OR
Ya Tidak (95% CI)
n % n % n %
Depresi 34 36,6 26 28,0 60 100,0 0,026
3,008
Tidak Depresi 10 10,8 23 24,7 33 100,0 (1,222-7,406)
Sementara itu responden yang tidak depresi
dengan perilaku merokok sebanyak 10
orang (10,8%), sedangkan responden yang
tidak depresi dengan perilaku tidak
merokok sebanyak 23 orang (24,7%)
dengan total jumlah responden sebanyak 93
orang.
Hasil analisis menggunakan uji chi
square diperoleh nilai p value = 0,026 ≤
nilai α = 0,05 yang artinya Ho ditolak dan
Ha diterima atau secara statistik ada
hubungan antara variabel tingkat depresi
dengan perilaku merokok pada remaja di
SMK Negeri 2 Samarinda. Dari hasil
analisis didapatkan juga nilai OR sebesar
3,008 yang artinya menunjukan bahwa
remaja mengalami depresi beresiko 3 kali
lebih besar untuk merokok.
PEMBAHASAN
a. Status depresi pada remaja
Berdasarkan hasil penelitian pada 93
remaja yang berada di SMK Negeri 2
Samarinda, menunjukan bahwa sebagian
besar remaja (64,5%) mengalami depresi
dan sebagian kecil (35,5%) tidak
mengalami depresi.
Berdasarkan perhitungan jumlah skor
untuk setiap aspek dari kuesioner (BDI) di
ketahui bahwa urutan teratas atau aspek
depresi paling banyak dikeluhkan oleh
siswi laki-laki adalah kegagalan masa lalu,
rasa bersalah, kelelahan, kekritisan diri, dan
tidak berharga.
Sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Byeon (2015) bahwa ada
hubungan yang signifikan antara
kecemasan dan depresi pada remaja.
Bahkan setelah pembaur disesuaikan,
perokok 1,3 kali lebih mungkin untuk
mengalami depresi dan 1,5 kali lebih
mungkin untuk memliki kecemasan dari
non perokok.
Remaja yang sudah dalam kategori
depresi menunjukan adanya perasaan sedih,
ingin menangis, khawatir tentang sesuatu
yang buruk, menjadi terganggu dan kecewa
terhadap kejadian tertentu, dan menjadi
tidak mampu untuk mengubah
pemikirannya (negative mood). Ditemukan
juga adanya beberapa permasalahan yang
dialami yaitu sebagaian besar dari remaja
yang mengalami depresi maupun yang
masih berpotensi mengalami depresi,
memiliki ketidakpuasaan terhadap
penampilan, masalah prestasi belajar,
mendapatkan perlakuan yang kurang
menyenangkan dari orang lain, dalam hal
ini teman dan orang tua.
Pada remaja yang tidak merokok
tetapi depresi, hal ini selaras dengan
pendapat yang diungkapkan oleh Ball, dkk
(2002, dalam van Berkel, 2009) bahwa
individu yang lebih pesimis atau penakut
lebih cenderung mengalami depresi, dan
menyebabkan individu berfikir bahwa
situasi ini sebagai hal negative dan
menyepelekan kemampuan mereka dalam
menghadapi stressor. Hal ini menyebabkan
mereka memilih tipe koping yang lebih
pasif.
Tipe koping seperti ini yang membuat
para pesimis cenderung lebih gampang
menyerah dan makin cenderung mengarah
pada perilaku maladaptive Carver dkk,
(2010). Tipe koping yang berfokus pada
emosi dan pikiran negative seperti diatas
semakin meningkatkan tekanan psikologi
sehingga memungkinkan terjadinya depresi
pada remaja yang tidak merokok.
Menurut asumsi peneliti secara
umum, baik remaja yang mengalami
depresi maupun yang masih berpotesnsi
mengalami depresi sama-sama merasakan
bahwa diri mereka buruk, tidak dapat
berkonsentrasi sebaik biasanya, adanya
perasaan tidak tertarik untuk yang cukup
drastis. Remaja tersebut merasa kesulitan
untuk merasakan kegembiraan dalam
hidupnya.
b. Perilaku merokok pada remaja
Hasil penelitian pada 93 remaja yang
berada di SMK Negeri 2 Samarinda,
peneliti menemukan bahwa hampir
sebagian perilaku remaja yang merokok
sebanyak 49 responden (52,7%).
Sedangkan sebagian besar perilaku remaja
yang tidak merokok sebanyak 44 responden
(47,3%).
Penelitian ini sejalan dengan
penelitian (Yulianto, 2015) banyak factor
yang menyebabkan siswa berperilaku
merokok. Factor teman dan latar belakang
keluarga ikut andili memberikan kontribusi
pada perilaku tersebut.
Remaja cenderung memiliki rasa
ingin tahu yang besar. Karena masa remaja
adalah masa dimana seseorang masih
mencari jati dirinya dan labil terutama
terhadap pengaruh lingkungan. Remaja
merupakan masa dimana individu
mengalami perubahan baik emosi, tubuh,
minat, pola perilaku dan juga penuh dengan
masalah-masalah. (Nurmiyanto &
Rahmani, 2013)
Gejala merokok dikalangan remaja
disebabkan oleh rasa ingin tahu dan
mencoba pengalaman baru, mencoba
menghilangkan kejenuhan ingin dianggap
lebih jantan, ingin diterima di kelompoknya
atau pengaruh panutannya, misal orang tua
atau kakaknya yang merokok, dimana hal
tersut ditunjang oleh mudahnya rokok
didapakan baik penjualan maupun
hargannya. (Cahyo, 2012).
Hasil penelitian (Rudi, 2017)
mengatakan bahwa terpengaruh orang tua
yang merokok lebih banyak dibandingkan
dangan orang tua yang tidak merokok. Hal
ini didasari karena melihat orang tua
merokok maka ingin mencoba untuk
merokok dengan alasan ingin tahu atau
hanyya ingin mencoba-coba merokok.
Namun, rasa ingin tahu atau mencoba-coba
justu mengarahkan kebiasaan ingin terus
menerus untuk merokok.
Hasil pengamatan yang dilakukan
peneliti di SMK Negeri 2 Samarinda telah
menerapkan aturan tentang larangan untuk
tidak merokok di lingkungan sekolah, akan
tetapi kurangnya penerapan atau pemasang
poster tentang larangan merokok belum ada
di lingkungan sekolah. Segala upaya baik
pendekatan secara penyuluhan atau sanksi-
sanksi melalui tata tertib sekolah belum
sepenuhnya dilakukan oleh pihak sekolah
untuk menekan bentuk-bentuk perilaku
merokok di kalangan siswa.
Menurut asumsi peneliti remaja pada
umumnya memiliki rasa ingin tahu yang
tinggi, karena didorong oleh rasa ingin tahu
yang tinggi remaja cenderung ingin
berpetualang atau ingin mencoba segala
sesuatu yang belum pernah dialaminya dan
juga didorong oleh keinginan seperti orang
dewasa menyebabkan remaja ingin
mencoba melakukan apa yang dilakukan
oleh orang dewasa.
c. Hubungan status depresi dengan
perilaku merokok pada remaja
Berdasarkan hasil penelitian,
menunjukkan adanya hubungan status
depresi dengan perilaku merokok pada
remaja di SMK Negeri 2 Samarinda dengan
nilai signifikan sebesar 0,026 (p<0,05).
Hal ini di dukung oleh penelitian yang
dilakukan oleh (Asmika, dkk, 2008) dengan
menggunakan 3 sekolah menengah atas
yang berbeda, menunjukan hasil terdapat
hubungan yang bermakna antara tingkat
depresi dan tingkat stressor psikososial
(x=22,633;p<0,001). Selain itu juga
ditemukan OR= 5,87 yang berarti
responden dengan tingkat tinggi memiliki
resiko menderita depresi berat 5,87 kali
dibandingkan dengan tingkat stressor
rendah. Namun demikian, pengaruh
lingkungan sekolah dan lingkungan rumah
yang baik juga dapat mendukung proses
adaptasi bagi siswa untuk mengatasi
depresinya.
Buku psikiologis perkembangan anak
dan remaja Syamsu juga mengungkapkan
bahwa untuk mencapai kematangan
emosional, remaja dipengaruhi oleh kondisi
sosio-emosional lingkungannya, terutama
lingkungan keluarga dan teman sebaya.
Bila lingkungan tempat ia tinggal adalah
lingkungan yang kondusif, maka anak
cenderung dapat mencapai kematangan
emosionalnya dan bila lingkungan tersebut
tidak kondusif maka akan terjadi
kecemasan, perasaan tertekan atau ketidak
nyamanan emosional. (Syamsu, 2001).
Penelitian ini sejalan dengan
penelitian (Ervina, 2013) perhitungan
teknik analisis product moment pearson
diperoleh nilai koefisien korelasi sebesar
0,356, signifikansi p = 0,031 (p,0,05). Hasil
ini menunjukan ada korelasi positif yang
signifikan antara depresi dengan
kecenderungan perilaku merokok remaja,
dengan demikian dapat di interpretasi
bahwa variable depresi dengan aspek-aspek
di dalamnya dapat dijadikan sebagai
predictor (varibel bebes) untuk
memprediksikan atau mengukur perilaku
merokok. Semakin tinggi perilaku merokok
pada subjek penelitian. Sebaliknya semakin
rendah depresi maka semakin rendah
perilaku merokok pada subjek penelitian.
Pada penelitian yang berbeda juga
ditemukan bahwa pencapaian akademis
dapat memprediksi adanya episode depresi
saat dewasa (Koster et al., 2006). Pada
penelitian yang dilakukan di Jamaika
dengan menggunakan 3 sekolah yang
berbeda, menunjukan hasil bahwa adanya
hubungan antara prestasi akademis dan
gejala depresi. (Lipps et al., 2010).
Menurut asumsi peneliti, remaja yang
sudah masuk ke dalam kategori depresi
menunjukkan adanya perasaan sedih, ingin
menangis, khawatir tentang sesuatu yang
buruk hingga menjadi tidak mampu untuk
mengubah pemikirannya (negative mood).
Usia remaja juga pada umumnya memiliki
rasa ingin tahu yang tinggi dan cenderung
ingin berpetualang mencoba segala sesuatu
yang belum pernah dialami sehingga remaja
yang mengalami depresi berpotensi lebih
besar untuk berperilaku merokok karena
dengan merokok remaja memperoleh efek
fisiologis yang menyenangkan juga dapat
menghindari kecemasan sebagai upaya
untuk relaksasi menghilangkan kelelahan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Hasil penelitian menunjukan ada hubungan
yang signifikan antara status depresi dengan
perilaku merokok pada remaja di SMK
Negeri 2 Samarinda dengan nilai signifikan
sebesar p value 0,026 (p<0,05). Hasil OR=
3,008 hal ini menunjukan bahwa remaja
yang mengalamai depresi beresiko 3 kali
lebih besar untuk merokok
DAFTAR PUSTAKA
Abil Rudi, L. M. H. N. K. (2017).
EFEKTIVITAS PERINGATAN
KESEHATAN BERGAMBAR
BUNGKUS ROKOK PADA
PELAJAR. Volume 4,.
Ardy Widya Pangestu, K. C. A. K. (2017).
FAKTOR-FAKTOR YANG
BERHUBUNGAN DENGAN
PERILAKU MEROKOK SHISHA
PADA SISWA SMA X DI KOTA
SEMARANG. JURNAL
KESEHATAN MASYARAKAT (e-
Journal), Volume 5,. Retrieved from
http://ejournal-
s1.undip.ac.id/index.php/jkm
Armine Vardanyan, MPharm, M. C.
(2013). Risk factors and prevalence of
adolescent depression in Yerevan,
Armenia (A Cross-Sectional Study).
School of Public Health American
University of Armenia Yerevan,
Armenia 2013.
Asmika, Harijanto, nina handayani.
(2008). pervalensi depresi dan
gambaran stressor psikososial pada
remaja sekolah menegah umum di
wilayah kota madya malang. Jurnal
Kedokteran Brawijaya, XXIV No. 1.
Ati Siti Rochayati, & Hidayat, E. (2015).
FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI PERILAKU
MEROKOK REMAJA DI
SEKOLAH MENENGAH
KEJURUAN KABUPATEN
KUNINGAN. Jurnal Keperawatan
Soedirman (The Soedirman Journal of
Nursing, Volume 10,.
Byeon, H. (2015). Association among
smoking, depression, and anxiety:
findings from a representative sample
of Korean adolescents Haewon Byeon
Department of Speech Language
Pathology & Audiology, Nambu
University, Gwangju, Republic of
Korea. Department OfSpeech
Language Pathology & Audiology,
Nambu University, Gwangju,
Republic OfKorea.
https://doi.org/10.7717/peerj.1288
Carver C.S. dan Smith, J. C. (2010). .
(2010). Personality and coping:
annual review psychology.
Chaplin, J. P. (2006). Kamus lengkap
psikologi / J.P. Chaplin; penerjemah
Kartini Kartono. Retrieved from
http://library.um.ac.id/free-
contents/download/pub/download-
print5.php/31745.pdf
Dan Bilsker PhD, Merv Gilbert PhD,
David Worling PhD, E. Jane Garland
MD, F. (2016). MELAWAN DEPRESI
Ketrampilan anti-depresi untuk
remaja (D. Oleh, P. . Irwan
Supriyanto, MD, F. K. Departemen
Ilmu Kedokteran Jiwa, & U. G. Mada,
eds.). Diterjemahkan oleh Irwan
Supriyanto, MD, Ph.D Departemen
Ilmu Kedokteran Jiwa, Fakultas
Kedokteran Universitas Gadjah Mada.
Departemen Kesehatan RI. (2005). Profi
Kementrian Kesehatan RI. Retrieved
from http://www.depkes.go.id
Erviana Dwi Rahayu. (2013). Hubungan
Antara Depresi Dengan
Kecenderungan Perilaku Merokok
Pada Remaja. Solo.
Fajar Juliansyah. (2010). Perilaku
Merokok Pada Remaja. Retrieved
from
https://fajarjuliansyah.wordpress.com/
2010/02/07/perilaku-merokok-pada-
remaja/
IDAI-Soetjiningsih. (2010). Buku Ajar
Tumbuh Kembang Remaja dan
Permasalahannya. Retrieved from
http://kin.perpusnas.go.id/DisplayDat
a.aspx?pId=476&pRegionCode=JIPK
MAL&pClientId=111
Indri Kemala Nasution. (2007).
PERILAKU MEROKOK PADA
REMAJA.
Iyus Yosep, S.Kp., M. S. (2007).
Keperawatan Jiwa. PT Refika
Aditama.
Janet Audrain-McGovern Daniel
Rodriguez Daniel Rodriguez Daniel
Rodriguez Daniel Rodriguez Daniel
Rodriguez Daniel Rodriguez 1 & Jon
D. Kassel. (2009). Adolescent
Smoking and Depression : Evidence
for Slef-Medication and Peer Smoking
Mediation. Departemen Psikologi.
University in Chicago.
https://doi.org/doi: 10,1111 / j.1360-
0443.2009.02617.x
Komalasari, D dan Helmi, A. . (2000).
Faktor-faktor penyebab perilaku
merokok pada remaja. Yogyakarta.
Jurnal Psikologi, No. 1, 37-47.
Ktut Dianovinina. (2018). Depresi pada
Remaja: Gejala dan Permasalahannya.
Jurnal Psikologi.
Kusyogo Cahyo, Putri Asmita Wigati, Z.
S. (2012). Rokok, pola pemasaran dan
perilaku merokok siswa
SMA/Sederajat di Kota Semarang,
Jurna, Vol 11 No. 1. Media Kesehatan
Masyarakat. Media Kesehatan
Masyarakat Indonesia, Vol. 11 / No.
1, April 2012.
Muhammad Khotibuddin. (2017).
Hubungan depresi dan perilaku
makan terhadap berat badan lebih
mahasiswa kedokteran. Mutiara
Medika, 17 No. 1.
Murti, R. D., & Hamidah. (2012).
Pengaruh Expressive Writing
terhadap Penurunan Depresi pada
Remaja SMK di Surabaya. Fakultas
Psikologi Universitas Airlangga
Surabaya, Pengaruh E.
National Institute of Mental Health
(NIMH). (2016). No Title. What Is
Depression. Retrieved from website:
www.nimh.nih.gov
Noel M. Davis, RN, B. (2015). No Title.
Depression in Children and
Adolescents. Retrieved from
https://doi.org/10.1177/10598405050
210060201
Nurmiyanto1, A., & Destya Rahmani2.
(2013). SOSIALISASI BAHAYA
ROKOK GUNA MENINGKATKAN
KESADARAN MASYRARAKAT
AKAN BESARNYA DAMPAK
BURUK ROKOK BAGI
KESEHATAN. Seri Pengabdian
Masyarakat 2013 Jurnal, Volume 2 N,
Halaman 224-232.
prof. Dr.. Zulfan Saam, M.S. & Sri
Wahyuni, M. K. J. S. K. (2012).
PISIKOLOGI KEPERAWATAN. In
PSIKOLOGI KEPERAWATAN.
Profil Sekolah SMK Negeri 2 Samarinda.
(2015). profil SMK Negeri 2
Samarinda. Profil SMK Negeri 2
Samarinda.
Riskesdas. (2018). Riset Kesehatan Dasar.
Kementrian Kesehatan RI.
Rizky Septi Nugroho. (2017). PERILAKU
MEROKOK REMAJA (Perilaku
Merokok Sebagai Identitas Sosial
Remaja Dalam Pergaulan Di
Surabaya).
Santrock, J. W. (2002). Life - Span
development : perkembangan masa
hidup jilid 1 / John W. Santrock; alih
bahasa Achmad Chusairi, Juda
Damanik.
Sue Armstrong. (2007). Pengaruh Rokok
Terhadap Kesehatan.
Trida Cynthia&Zulkaida, A. (2009).
kecenderungan depresi pada
proceeding PESAT (pisikologi,
ekonomi, sastra, arsitektur dan sipil).
Wismanto, Y. B., & Budi Sarwo, Y.
(2007). Strategi Penghentian Perilaku
Merokok / Y. Bagus Wismanto , Y.
Budi Sarwo. Semarang : Universitas
Katolik Soegijapranata ; 2007.
World Health Organization (WHO).
(2010). Depression, a hidden burden.
WHO.
World Health Organization (WHO),
(2012). (2012). No Title. Depression,
a Hidden Burden. Retrieved from
www.who.int/mental_health
Yuan-Pang WangI and Clarice Gorenstein.
(2013). Assessment of depression in
medical patients: A systematic review
of the utility of the Beck Depression
Inventory-II.
https://doi.org/10.6061/clinics/2013(0
9)15epidemiology/scabies/en.