Post on 16-Jan-2016
description
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kolera unggas atau fowl cholera (FC) adalah penyakit bakterial menular pada unggas
yang tersebar luas di dunia dan disebabkan oleh Pasteurella multocida. P. multocida
bukanlah bakteri yang normal ditemukan di peternakan ayam tetapi bakteri ini
merupakan bakteri yang umum ditemukan pada rongga mulut pada berbagai hewan
seperti tikus, mencit, anjing dan kucing. Kucing dan tikus diduga sebagai hewan utama
yang membawa bakteri ini ke peternakan unggas (Rimler Dan Glisson 1997). Bahkan
Curtis et al., (1980) menemukan bahwa sebagian besar tikus di peternakan terinfeksi P.
multocida yang mewabah pada ayam di tempat yang sama. Karena itu adalah sangat
penting untuk menjaga program higienis yang akan mencegah kontak tikus, kucing dan
ayam. Satu program yang sangat penting untuk mengendalikan kolera unggas adalah
melalui pengendalian tikus, tetapi Christensen Dan Bisgaard (2000) menunjukkan bahwa
burung liar juga memainkan peranan yang penting dalam penyebaran bakteri P.
multocida ke peternakan.
Ayam menjadi lebih peka terhadap kolera unggas dengan bertambahnya umur dan
penyakit umumnya terjadi pala ayam yang sedang bertelur. Coates (2003) melaporkan
kejadian pada ayam pembibit jantan umur 33 minggu, Parveen et al., (2003) melaporkan
kejadian pada ayam pembibit pada umur 35 dengan gejala mortalitas yang meningkat,
kebengkakan pial dan kebengkakan kaki. Woo Dan Kim (2006) mengisolasi P. multocida
dari ayam umur 25 minggu di Korea. Di Iran Utara, kolera unggas dilaporkan sudah
endemik pada peternakan ayam pembibit (Kalaydari et al., 2004). Bentuk kronik kolera
unggas dapat terjadi sesudah terjadinya wabah. Akhir – akhir ini, kejadian kolera unggas
pada ayam broiler menjadi lebih umum. Biasanya kasus-kasus ini berkaitan dengan
kondisi farm yang sangat tidak higienis dan terjadinya kontak antara ayam dan hewan
karier.
Di Indonesia P. multocida sudah diisolasi dari ayam petelur maupun ayam
pedaging yang mengalami kematian mendadak (Poernomo Dan Sarosa, 1996).
Identifikasi lebih lanjut dari isolat asal ayam pedaging menunjukkan kapsul tipe A tetapi
tidak dilakukan identifikasi antigen somatik. Pada investigasi ini, isolat dari 2 wabah
kolera unggas pada peternakan pembibitan ayam yang sudah divaksinasi dengan vaksin
kolera unggas akan dikarakterisasi.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana Etiliogi dari penyakit Fowl Cholera?
1.2.2 Bagaimana Epidemiologi Penyakit Fowl Cholera?
1.2.3 Gejala apa saja yang terlihat pada penyakit Fowl Cholera?
1.2.4 Bagaimana Patogenis penyakit Fowl Cholera?
1.2.5 Bagaimana mendiagnosa penyakit Fowl Cholera?
1.2.6 Bagaimana tindakan pencegahan yang dilakukan pada Fowl Cholera?
1.2.7 Bagaimana pengobatan yang dilakukan pada Fowl Cholera?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Untuk mengetahui penyebab dari penyakit Fowl Cholera
1.3.2 Untuk mengetahui epidemiologi dan penyebaran penyakit Fowl Cholera.
1.3.3 Untuk mengetahui gejala-gejala yang terjadi jika unggas terinfeksi Fowl Cholera.
1.3.4 Untuk mengetahui patogenesa penyakit Fowl Cholera
1.3.5 Untuk mengetahui cara mendiagnosa penyakit Fowl Cholera.
1.3.6 Untuk mengetahui tindakan pencegahan yang dilakukan pada penyakit Fowl
cholera.
1.3.7 Untuk mengetahui pengobatan yang dilakukan pada unggas yang terinfeksi Fowl
cholera.
1.4 Manfaat Penulisan
Manfaat yang diharapkan dengan disusunnya paper ini,mahasiswa mendapatkan
wawasan dan ilmu tambahan tentang penyakit Fowl Cholera dan dapat dijadikan
referensi tentang penyakit-penyakit yang menginfeksi unggas.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Etiologi Penyakit Fowl Cholera
Fowl cholera (FC)disebut juga penyakit pasteurellosis burung dan unggas
haemorrhagic septicaemiaadalah penyakit bakterial menular pada ungags yang tersebar luas
di dunia dan disebabkanoleh Pasteurella multocida. Penyakit inimenyerang baik ayam
peliharaan maupununggas liar.Pada ayam penyakit ini dapatdimanifestasikan dalam bentuk
akut dankronis.Bentuk akut penyakit ini ditandaidengan kematian yang tinggi (Adin, 2009).
P. multocida bukanlah bakteri yang normalditemukan di peternakan ayam tetapi
bakteriini merupakan bakteri yang umum ditemukanpada rongga mulut pada berbagai
hewanseperti tikus, mencit, anjing dan kucing.Kucing dan tikus diduga sebagai hewan
utamayang membawa bakteri ini ke peternakanunggas (Rimler dan Glisson, 1997 dalam
Adin, 2009). BahkanCURTIS et al., (1980) dalam Adin (2009) menemukan bahwasebagian
besar tikus di peternakan terinfeksi P.multocida yang mewabah pada ayam di tempatyang
sama.
Ayam menjadi lebih peka terhadap kolera unggas dengan bertambahnya umur dan
penyakit umumnya terjadi pada ayam yang sedang bertelur.Agen penyebab Fowl Cholera
bersifat non-motil, merupakan bakteri Gram negatif berbentuk batang kecil, tidak
membentuk spora, menunjukkan struktur bipolar serta kadang-kadang membentuk kapsul
yang mengelilingi organisme tersebut dan termasuk famili Pasteurellacae. Diketahui bahwa
bakteri ini juga sebagai agen penyebab hemorrhagic septicemia pada sapi dan kerbau dan
atropi rhinitis pada babi ( Davies et al 2003 ). Bakteri P. multocida pada unggas tidak
menunjukkan presipitasi silang (cross reaction precipitation) dengan P. multocida pada sapi
dan babi.Demikian pula dengan reaksi kekebalannya (cros imunity) tidak ada reaksi silang
satu dengan lainnya.Kemampuan P. multocida sangat tergantung pada kapsul yang
megelilingi organisme tersebut. Jika kapsul itu hilang maka kemampuan virulensinya juga
akan menurun. P. multocida bersifat fakultatif anaerob pada suhu 35-37ºC (Pyone et al,
1999).
2.2 Epidemiologi
Distribusi fowl cholera hampir di seluruh belahan dunia.Parveenet al., (2003)
melaporkankejadian pada ayam pembibit pada umur 35 hari dengan gejala mortalitas yang
meningkat,kebengkakan pial dan kebengkakan kaki.Woo dan Kim (2006) mengisolasi
P.multocida dari ayam umur 25 minggu diKorea. Di Iran Utara, kolera unggas
dilaporkansudah endemik pada peternakan ayam pembibit(Kalaydariet al., 2004).
Kejadian kolera unggas di Indonesia lebih bersifat sporadik.Penyakit ini lebih sering
menyerang ayam umur dewasa dibandingkan dengan ayam muda.Di Indonesia P. multocida
sudah diisolasi dari ayam petelur maupun ayam pedaging yang mengalami kematian
mendadak (Poernomodan Sarosa, 1996). Identifikasi lebih lanjut dari isolat asal ayam
pedaging menunjukkan kapsul tipe A tetapi tidak dilakukan identifikasi antigen somatik.
Pada investigasi ini, isolate dari 2 wabah kolera unggas pada peternakan pembibitan ayam
yang sudah divaksinasi dengan vaksin kolera unggas akandikarakterisasi.
2.3 Patogenesis
Manifestasi gejala klinis dan patologik akibatinfeksi P. multocida pada unggas
diantaranya ialah septisemia, koagulasi darah intravaskular, hemoragikpetechiae, multifokal
hepatik, splenik nekrosis danpneumonia fibrinosa.Infeksi yang kronis menunjukkan adanya
lokalisasi fibrinopurulen (nanah) atau nekrosispada daerah kepala atau sinus hidung yang
berupa pembengkakan kepala. Apabila swab sinus hidung atau cairan hidung tersebut
ditumbuhkan secarain vitro pada medium agar ditambah darah domba,kultur murni bakteri P.
multocida akan tumbuh padamedium tersebut setelah inkubasi 37°C selama 24 jam(Suparet
al., 2000 dalam Tati, 2008). Lokasi fibrinopurulen juga dapat ditemukan pada daerah organ
lain seperti kantonghawa, paru-paru, jengger, telapak kaki, tulang dan persendian (Carter dan
De Alwis, 1989 dalam Tati, 2008).
P.Multocida mempunyai pembungkus ekstraselularberupa kapsul yang terdiri dari
tipe A, B, D, E atau F.Keterkaitan yang penting dengan penyakit yangditimbulkan adalah
tipe A berasosiasi dengan fowlcholera.Kapsul merupakan highly hydrated polysaccharides
diluar sel dan melekat pada dinding sel dan didugaberfungsi melindungi sel bakteri terhadap
kekeringan,pengaruh fagositose dan aktivitas reaksi komplemendari serum hospes. Kapsul
tersebut terdiri dari asamhialuronat yang dapat memberikan manifestasipertumbuhan in vitro
berupa sifat koloni yang mukoid.P. multocida berkapsul (wild type) ini dapat tumbuhdengan
baik dalam jaringan otot, sebaliknya apabilakapsul P. multocida dihilangkan dan
ditumbuhkandalam jaringan otot, bakteri tersebut tidak dapattumbuh dengan baik.Oleh
karena itu, kapsul didugamerupakan material pelindung sel bakteri atau factor virulensi
bakteri tersebut (Chunget al., 2001).
2.4 Gejala Klinis
Manifestasi dari gejala klinis bersifat akut, sub akut dan kronis. Setelah terjadi invasi
bibit penyakit ke dalam tubuh, maka ayam akan mengalami bacterimia (bakteri sudah
beredar ke seluruh pembuluh darah) tahap awal. Masainkubasi (waktu mulai masuknya bibit
penyakit hingga menimbulkan gejala klinis) berlangsung selama 4-9 hari dan umumnya
menyerang ayam berumur 3 bulan ke atas.
a) Perakut
Pada bentuk perakut, ayam tiba-tiba mati tanpa ditandai adanya gangguan/gejala
klinik sebelumnya kejadian ini bersifat eksplosif
b) Akut
Gejala akut kerap kali ditemukan pada beberapa jam sebelum terjadi kematian.
Gejala yang tampak adalah penurunan nafsu makan, bulu mengalami kerontokan, diare
yang awalnya encer kekuningan, lama-kelamaan akan berwarna kehijauan disertai mucus
(lendir), peningkatan frekuensi pernapasan, daerah muka, jengger dan pial membesar.
Kematian dapat berkisar antara 0-20%.Selain itu, kejadian penyakit ini dapat
menyebabkan penurunan produksi telur dan penurunan berat badan. Kerugian yang lain
adalah meningkatnya biaya pengobatan.
c) Kronis
Pada bentuk kronis, dimana penyakit berlangsung lama (berminggu-minggu
hingga berbulan-bulan) dengan virulensi bakteri rendah.Gejala yang nampak sehubungan
dengan adanya infeksi lokal pada pial, sendi kaki, sayap dan basal otak.Gejala yang
terlihat biasanya terjadinya pembengkakkan pada pial, infeksi pada kaki (Glisson et al,
2003).
2.5. Diagnosa
Diagnosa dapat dilakuakn berdasarkan hasil pemeriksaan, ayam menunjukkan gejala
klinis, terlihat lemas, lesu, anoreksia, muka, jengger, dan pial bengkak. Menurut Solfaine
(2010) dalam Zinuddin (2014) pada bentuk akut, dapat terlihat dari ayam yang ditemukan
mati, karena periode infeksi akut sangat singkat dengan ciri umum ayam terlihat lesu,
mengantuk dan bulu kusam sebagai respons adanya demam infeksi sistemik, dan feses
terlihat encer dan berwarna putih (diare).
2.5.1 Patologi Anatomi
Berdasarkan pemeriksaan bedah bangkai ditemukan lesi pada berbagai organ
terutama pada organ hati terlihat warna pucat dengan lesi nekrotik dan konsistensi hati
yang lunak.
Menurut Solfaine (2010) pada pembedahan bangkai terlihat masa kental
(viscous inflamed masses) di dalam jengger/pial pada daerah kulit kepala. Perdarahan
pada jantung, paru, selaput ruang perut, dan kantung udara terisi massa inflamasi. Pada
permukaan hati ditemukan lesi nekrosis dengan nodul kekuningan dan inflamasi.
Perubahan patologis pada kasus akut akan terlihat pembengkakan limpa dan hati
dengan pendarahan berbintik pada organ dalam termasuk jantung. Pada kasus subakut
akan terlihat fokal granulomatosa berwarna kelabu pada hati. Selulitis kaseosa pada pial
dan artritis seropurulen akan terlihat pada kasus kronis (Anonimus, 2010 dalam
Zainuddin, 2014).
Penyakit fowl colera yang bersifat akut akan terjadi perdarahan secara sistemik.
Hal ini dikarenakan pecahnya buluh darah kapiler yang disebabkan P. multocida.Pada
saat paru ditekan, keluar masa lengket.Di daerah ovarium, calon telur terjadi
perdarahan dan kerusakan.Gejala klinis tersebut spesifik pada infeksi kolera unggas,
tidak ditemui pada Coriza (Solfaine, 2010 dalam Zainuddin, 2014).Menurut Snipes et
al. (1987) dalam Zainuddin(2014), kolera merupakan panyakit yang menyerang organ
sistem sirkulasi dan organ-organ yang berkaitan dengan sistem tersebut. Bakteri P.
multocida akan memasuki pembuluh darah dan melalui sistem sirkulasi akan menyebar
ke hati, limpa dan ke seluruh tubuh. Perubahan makroskopis pada ayam menunjukkan
patologi anatomi yang cukup hebat karena terjadi perdarahan hampir di seluruh organ
akibat infeksi bakteri P. multocida.Hal ini sesuai dengan pernyataan Rhoades dan
Rimler (1991) dalam Zainuddin(2014) bahwa perdarahan, hiperemi, dan
pembendungan umum yang tejadi pada organ-organ tubuh disebabkan oleh endotoksin
yang dihasilkan bakteri P. multocida.
2.5.2 Histologi Patologi
Pengamatan secara histopatologi yang dilakukan terhadap sampel hati, terdapat
banyak sekali perubahan, terjadi respons dari tubuh (hati) yang menjukan munculnya
sel-sel radang seperti netrofil dan terdapat banyak sekali eritrosit yang mengisi ruang
sinus hati (kongesti hati), vena sentralis terdapat sel radang, haemoragi, serta di
temukan bakteri P. multocida.
Sesuai dengan pernyataan Snipes et al. (1987)dalam Zainuddin (2014) bahwa
gambaran histopatologi hati dan paru-paru ditemukan infiltrasi sel radang terutama
heterofil, makrofag, sel hepatosit nekrose, eksudat fibrin, trombus dalam pembuluh
darah. Kolera merupakan panyakit yang menyerang organ sistem sirkulasi dan organ-
organ yang berkaitan dengan sistem tersebut. Menurut Setyawan (2010)dalam
Zainuddin (2014), jika unggas terserang dengan sangat ganas, maka di bagian hati akan
ditemukan goresan yang berhamburan. Selanjutnya akan membentuk luka kecil
berlubang atau corn meal liver. Vili-vili usus menebal hingga usus mirip handuk dan
tersifat perdarahan secara sistemik di sepanjang usus, secara mikroskopis terdapat
nekrosis sel-sel usus, serta terjadi hemoragi.Dari hasil pemeriksaan bedah bangkai ini
hampir semua organ dari ayam terjadi haemoragi.Hal ini sesuai dengan pernyataan
Setyawan (2010) dalam Zainuddin (2014) bahwa hati mengalami nekrosis multifokal
yang tersebar pada permukaannya.Pada kasus akut, ovarium pada folikel dewasa
membubur atau mengalami perdarahan hemorhagi.Kasus akut lesi yang nampak
biasanya terkait dengan kerusakan pembuluh darah yang menyebabkan
perdarahan.Perubahan yang terlihat berupa perdarahan ptechiae pada berbagai organ
visceral terutama pada jantung, hati, paru-paru, lemak jantung maupun lemak
abdominal.Selain itu, juga sering ditemukan perdarahan berupa ptechiae dan echimosa
pada mukosa usus.Hal ini disebabkan pecahnya pembuluh darah kapiler akibat aktivitas
endotoksin. Hati akan terlihat membesar dan berwarna belang (Setyawan, 2010dalam
Zainuddin, 2014).
Pada paru-paru, di samping terjadi perdarahan juga terjadi peradangan
(pneumonia).Sedangkan pada hati ditemukan bintik-bintik putih, di bawah kulit
dijumpai adanya penimbunan cairan atau yang sering disebut dengan odema (Solfaine,
2010).Fowl cholera bentuk kronis biasanya ditandai dengan adanya infeksi lokal yang
dapat ditemukan pada persendian tarsometatarsus, bursa sternalis, telapak kaki, rongga
peritonium dan oviduk. Selain itu, terkadang juga diikuti oleh infeksi/peradangan di
daerah pernapasan (Anonimus, 2010dalam Zainuddin, 2014).
Bakteri P. multocida akan memasuki pembuluh darah dan melalui sistem
sirkulasi akan menyebar ke hati, limpa, dan ke seluruh tubuh dan dapat menimbulkan
kerusakan pada organ tubuh inang. Bakteri dapat berkembang biak pada organ hati dan
limpa, serta di dalam darah (Pabs-Garmon dan Soltys, 1971; Poernomo dan
Sarosa,1996dalam Zainuddin, 2014).
2.5.3 Tes Serologi
Tes serologis untuk kehadiran antibodi spesifik tidak digunakan untuk diagnosis
kolera unggas. Kemudahan mendapatkan diagnosis definitif oleh isolasi dan identifikasi
organisme penyebab menghalangi kebutuhan untuk serodiagnosis. Tes serologis,
seperti aglutinasi, AGID, dan haemagglutination pasif, telah digunakan eksperimen
untuk menunjukkan antibody terhadap P. multocida dalam serum dari burung
host; tidak ada yang sangat sensitif. Penentuan titer antibodi menggunakan tes enzyme-
linked immunosorbent telah digunakan dengan berbagai tingkat keberhasilan dalam
upaya untuk memantau serokonversi pada unggas yang divaksin, tetapi tidak untuk
diagnosis.
2.6 Pencegahan
Sangat penting untuk menjaga program higienis yang akan mencegah kontak tikus,
kucing dan ayam. Satu program yang sangat penting untuk mengendalikan kolera unggas
adalah melalui pengendalian tikus, tetapi menurut Christensen dan Bisgaard (2000)
menunjukkan bahwa burung liar juga memainkan peranan yang penting dalam penyebaran
bakteri P. multocida ke peternakan.
2.7 Pengobatan
Pengobatan dengan antibiotik atau hemotherapeutics bisa tepat berhasil dalam
menghentikan kematian dan memulihkan produksi telur.Namun burung pembawa kronis
telah ditemukan di kawanan ayam setelah perawatan. Jika unggas klinis kolera dengan
mortalitas muncul kembali dalam kelompok tersebut, seseorang harus memperlakukan
lagi. Kontrol hewan pengerat juga sangat penting untuk mencegah reintroduksi
infeksi.Vaksin, baik bacterins tidak aktif serta vaksin hidup yang tersedia.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Fowl cholera atau kolera unggas adalah penyakit bakterial yang disebabkan oleh
Pasteurella multocida menyerang sistem pernapasan dan sistem pencernaan. Diagnosis
penyakit dapat dilakukan dengan Diagnosa penyakit ini dapat dilakukan dengan melihat
gejala atau tanda klinis. Manifestasi dari gejala klinis fowl cholera bersifat akut, sub akut
dan kronis. Selanjutnya dalam melakukan diagnosa dapat dilakukan dengan pemeriksaan
patologi anatomi yaitu pada organ hati terlihat warna pucat dengan lesi nekrotik dan
konsistensi hati yang lunak. Selain itu juga dapat dilakukan tes serologi dan pengamatan
pada histopatologi organ hati, paru, trakhea, usus, ovarium, proventrikulus pada unggas
Pencegahan yang dapat dilakukan pada unggas agar terhindar dari penyakit fowl
cholera yaitu melakukan pencatatan/recording yang baik, meliputi kasus infeksi kolera
sebelumnya, monitoring hewan-hewan sekitar kandang, seperti burung migran, itik/entok
dan hewan mamalia lain (anjing/babi). Pengobatan yang dapat dilakukan pada unggas
dengan cara enyuntikan antibiotik dan memberikan vaksin sedini mungkin pada unggas dan
memberikan secara teratur.
3.2 Saran
Dalam pemeliharaan unggas hendaknya melakukan tetap menjaga biosecurity yang
baik agar unggas-unggas terhindar dari penyakit-penyakit yang merugikan yang
mempengaruhi kelangsungan hidup unggas. Selain itu peternak memperhatikan segala
aspek yang berpengaruh pada unggas seperti pakan, lingkungan dan kebersihan kandang
(higienis)