Post on 06-Feb-2018
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
KAJIAN PENGGUNAAN ALAT BUKTI PETUNJUK OLEH
PENUNTUT UMUM DALAM PROSES PEMBUKTIAN YANG
DIGUNAKAN HAKIM SEBAGAI DASAR PERTIMBANGAN
MENJATUHKAN PUTUSAN TINDAK PIDANA
PERSETUBUHAN TERHADAP ANAK
DI BAWAH UMUR
(STUDI KASUS DALAM PUTUSAN NO.10/Pid.B/2011/PN.Bi)
Penulisan Hukum
( Skripsi )
Disusun dan Diajukan Untuk
Melengkapi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Sarjana S1
dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta
Oleh
HENDY SETYA NUGRAHA
E1107161
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PERNYATAAN
Nama : HENDY SETYA NUGRAHA
NIM : E1107161
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul:
KAJIAN PENGGUNAAN ALAT BUKTI PETUNJUK OLEH PENUNTUT
UMUM DALAM PROSES PEMBUKTIAN YANG DIGUNAKAN HAKIM
SEBAGAI DASAR PERTIMBANGAN MENJATUHKAN PUTUSAN
TINDAK PIDANA PERSETUBUHAN TERHADAP ANAK DI BAWAH
UMUR (STUDI KASUS DALAM PUTUSAN NO.10/Pid.B/2011/PN.Bi)
adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan
hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.
Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia
menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan
gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.
Surakarta, 12 Desember 2011
Yang membuat pernyataan
HENDY SETYA NUGRAHA
NIM. E1107161
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
ABSTRAK
Hendy Setya Nugraha. E1107161. 2011. KAJIAN PENGGUNAAN ALAT BUKTI PETUNJUK OLEH PENUNTUT UMUM DALAM PROSES PEMBUKTIAN YANG DIGUNAKAN HAKIM SEBAGAI DASAR PERTIMBANGAN MENJATUHKAN PUTUSAN TINDAK PIDANA PERSETUBUHAN TERHADAP ANAK DI BAWAH UMUR (STUDI KASUS DALAM PUTUSAN NO.10/Pid.B/2011/PN.Bi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Bagaimana penggunaan alat bukti petunjuk oleh penuntut umum dalam proses pembuktian yang digunakan hakim sebagai dasar pertimbangan menjatuhkan putusan tindak pidana persetubuhan terhadap anak di bawah umur dalam putusan No.10/Pid.B/2011/PN.Bi dan apa alasan hakim menggunakan alat bukti petunjuk sebagai dasar pertimbangan dalam menjatuhkan putusan tindak pidana persetubuhan terhadap anak di bawah umur dalam putusan No.10/Pid.B/2011/PN.Bi
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang bersifat preskriptif, dengan menggunakan pendekatan kasus dan pendekatan Undang-Undang. Jenis bahan hukum yang digunakan adalah sumber bahan hukum primer berupa Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Putusan Pengadilan Nomor :10/Pid.B/2011/PN.Bi. Sumber bahan hukum sekunder berupa buku-buku, karya ilmiah, makalah, artikel, sumber dari internet yang terkait, dan sumber bahan hukum tersier berupa Kamus Besar Bahasa Indonesia, kamus hukum. Teknis analisis bahan hukum adalah dengan menggunakan analisis deduksi yaitu menarik kesimpulan dari hal yang bersifat umum terhadap permasalahan kongkret yang dihadapi.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dihasilkan simpulan yaitu pertama penggunaan alat bukti petunjuk diperoleh dari keterangan saksi di depan persidangan yang memberi petunjuk terjadinya tindak pidana perkosaan, keterangan surat yaitu visum et repertum yang menyebutkan korban benar-benar telah disetubuhi, dan keterangan terdakwa sebagai pelaku tindak pidana persetubuhan, kedua mengenai alasan hakim menggunakan alat bukti petunjuk sebagai dasar pertimbangan dalam menjatuhkan putusan tindak pidana persetubuhan terhadap anak di bawah umur. Kata Kunci: Alat Bukti Petunjuk, Pembuktian, Tindak Pidana Persetubuhan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
ABSTRACT
Hendy Setya Nugraha. E1107161. 2011. THE STUDY OF HINT EVIDENCE DEVICE USING BY GENERAL PROSECUTOR IN AUTHENTICATION PROCESS USED BY THE JUDGE AS THE BASIS OF JUDGMENT TO PASS THE DECISION OF COPULATION CRIMINAL ACT TOWARD CHILD IN UNDER AGE (CASE STUDY ON THE VERDICT NUMBER 10/Pid.B/2011/PN.Bi) Faculty of Law Sebelas Maret University of Surakarta. The purpose of this study is to know how is the using of hint evidence device using by general prosecutor in authentication process used by the judge as the basis of judgment to pass the decision of copulation criminal act toward child in under age in verdict number 10/Pid.B/2011/PN.Bi and what is the judge motive in passing the decision of copulation criminal act toward child in under age in verdict number 10/Pid.B/2011/PN.Bi. This study is normative law study which has characteristic of perspective, by using case and law approach. The law matter type which used is primer law matter source in the form of Republic of Indonesia constitution 1945, law number 23 in the year of 2002 about child protection, criminal law book (KUHP), the court decision number: 10/Pid.B/2011/PN.Bi. the secondary law matter source in the form of books, scholarly paper, working paper, article, relevance source from internet, and tertiary law matter source in the form of Indonesian Big Dictionary or in Indonesia it is called Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), law dictionary. Technique for analyzing the law matter by using deduction analisis is drawing the conclusion from the general thing toward concrete problems. Based on the result of the research and the discussion, there are two conclusions, they are: the using of hint evidence device is gotten from witness explanation in the front of assembly which give the hint of ravishment criminal act, letter information about visum et repertum which mention the victim has been copulated, and the accused explanation as the copulation criminal act agent, and second is about the judge motive. The judge uses the hint evidence device as the basis of the judgment in passing the decision of copulation criminal act toward the child in under age. Key words: hint evidence device, authentication, copulation criminal act.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
MOTTO
Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, maka apabila kamu telah selesai (dari
suatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, dan hanya kepada
(Q.S Alam Nasyrah: 6-8)
Jika Allah menolong kamu,maka kamu tak ada orang yang dapat mengalahkan,dan jika Allah
membiarkan (tidak memberikan pertolongan),maka siapakah yang dapat menolong kamu
selain Allah ? Karena itu,hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin bertawakal
(QS.Ali Imron : 160)
, kamu tidak pantas
untuk sukses
(Charles Barkley)
bukan dengan memperbaiki apa yang sudah terjadi melainkan menggapai ke arah
apa yang belum terjadi
(Kahlil Gibran)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
PERSEMBAHAN
Skripsi ini Penulis persembahkan sebagai wujud syukur, cinta, dan terima kasih
kepada :
1. Allah SWT Sang Pencipta Alam Semesta atas segala karunia, rahmat, dan nikmat yang
telah diberikan-Nya.
2. Nabi Muhammad S AW Rasulku, sebagai Uswatun Hasanah yang telah memberi suri
teladan bagi umatnya.
3. Ayahanda Nunus Setiyadi, S.H. dan ibunda Ninung Sri Swarni yang telah memberikan
kasih sayang yang tiada duanya kepada penulis.
4. Kakakku Hanif Setya Nugraha dan Adikku Eviana Setyadi
5. Seseorang yang telah setia mendampingiku, terima kasih telah melukiskan pelangi yang
indah di hidupku
6. Sahabat-sahabatku yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini dan juga untuk
kekompakan selama ini
7. Seluruh keluarga besarku atas perhatian dan dukungannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
KATA PENGANTAR
` Segala puji dan syukur hanya milik Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan
berupa ilmu pengetahuan dan ijin-Nya, akhirnya penulis berhasil menyelesaikan
penulisan hukum dengan judul KAJIAN PENGGUNAAN ALAT BUKTI
PETUNJUK OLEH PENUNTUT UMUM DALAM PROSES
PEMBUKTIAN YANG DIGUNAKAN HAKIM SEBAGAI DASAR
PERTIMBANGAN MENJATUHKAN PUTUSAN TINDAK PIDANA
PERSETUBUHAN TERHADAP ANAK DI BAWAH UMUR (STUDI
KASUS DALAM PUTUSAN NO.10/Pid.B/2011/PN.Bi) Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret. ini tepat sesuai waktu yang telah direncanakan.
Penulisan hukum ini disusun untuk memenuhi dan melengkapi syarat-syarat untuk
memperoleh derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas
Sebelas Maret Surakarta.. Tentunya selama penyusunan penulisan hukum ini,
maupun selama penulis menuntut ilmu di Fakultas Hukum Universitas Sebelas
Maret, tidak sedikit bantuan yang penulis terima baik berupa materiil maupun
imateriil dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini ijinkan penulis menghaturkan
terima kasih yang setulus-tulusnya kepada :
1. Prof. Dr. Hartiwiningsih. S.H., M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan ijin dan kesempatan
kepada penulis untuk dapat melaksanakan Penulisan Hukum ini.
2. Bapak Dr. Hari Purwadi, S.H., M.H. selaku Pembantu Dekan I yang telah
membantu dalam pemberian ijin dilakukannya penulisan ini.
3. Ibu T.H. Kusunaryatun, S.H. selaku Pembimbing Akademik Penulis yang
membantu penulis dengan memberikan nasehat-nasehat dan selalu
memberikan arahan dalam kegiatan kuliah.
4. Bapak Edy Herdyanto, S.H., M.H. selaku Ketua Bagian Hukum Acara.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
5. Bapak Bambang Santoso, S.H., M.Hum. selaku Pembimbing I Penulisan
Hukum penulis. Terima kasih atas kesabaran dalam membimbing dan
mengarahkan sehingga penulisan hukum (skripsi) ini dapat terselesaikan
dengan baik dan tepat waktu.
6. Bapak Muhammad Rustamaji, S.H., M.H. selaku Pembimbing II Penulisan
Hukum penulis serta yang telah membantu penulis dalam menyusun judul
penulisan hukum ini. Terima kasih atas kesabaran dalam membimbing dan
mengarahkan sehingga penulisan hukum (skripsi) ini dapat terselesaikan
dengan baik dan tepat waktu.
7. Bapak Harjono Pusponegoro, S.H., M.H. selaku Ketua Program
Nonreguler Fakultas Hukum UNS.
8. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
atas segala dedikasinya yang telah membekali penulis dengan berbagai
ilmu pengetahuan selama masa kuliah terhadap seluruh mahasiswa
termasuk Penulis selama Penulis menempuh studi di Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
9. Seluruh Pimpinan serta staf Administrasi dan seluruh karyawan Fakultas
Hukum Universitas Sebelas Maret yang telah banyak membantu segala
kepentingan Penulis selama Penulis menempuh studi di Fakultas Hukum
UNS Surakarta atas semua kemudahan, fasilitas serta kesempatan-
kesempatan yang telah diberikan.
10. Ayahanda Nunus Setyadi, S.H. dan Ibunda Ninung Sri Swarni yang
menjadi sumber inspirasi, kebanggaan dan pengabdian diri penulis. Terima
i kekuatan dan bekal
dalam menjalankan kehidupan ini, serta segenap pengertian, dukungan dan
kepercayaan yang telah engkau berikan.
11. Kakakku Hanif Setya Nugraha dan adikku Eviana Setyadi yang
memberikan dorongan atau semangat selama penulisan ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
12. Seseorang yang telah setia mendampingiku, terima kasih telah melukiskan
pelangi yang indah di hidupku
13. Om Koco beserta keluarga yang selalu memotivasi dan memberikan
dukungan kepada penulis
14. Keluarga Besar penulis yang telah memberikan perhatian dan dukungan
baik moril maupun materiil kepada penulis.
15. Sahabat-sahabatku (Hengky, Adit, Herlan, Angga, Misbhakul, Dior, Restu,
Sinung, Andika Roma, Hendra, Latif, Andi dll). Terima kasih atas setiap
waktu yang kita habiskan bersama, dan semua pihak yang membantu
dalam penulisan hukum. Terima kasih untuk persahabatan kita selama ini,
terima kasih untuk bantuan, semangat, serta dukungan kalian. Semoga
Persahabatan ini tidak lekang oleh jarak dan waktu.
16. Totok, M.Bud, Gembul, Penyu, Pete,
Dysan, Arez Blandonk, Kodok, Pak Lus, Bang Thuz dll. Terima kasih
telah memberikan tawa dan canda selama penulis berada di rumah sehat.
17. Teman-teman angkatan 2007 Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta yang tidak bisa disebutkan satu per-satu, tanpa kalian kuliahku
selama di Fakultas Hukum UNS tidak akan berwarna.
Penulis sadari bahwa Penulisan Hukum ini sangat jauh dari sempurna.
oleh sebab itu penulis sangat terbuka akan segala sumbang saran serta kritik yang
bersifat membangun dalam Penulisan Hukum ini dan kedepannya sangat
diperlukan dari para pembaca akan penulis terima dengan senang hati. Semoga
penulisan hukum ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua, terutama untuk
penulisan, kalangan akademisi, praktisi serta masyarakat umum.
Surakarta, Desember 2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN ......................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN ......................................................................... iv
ABSTRAK ...................................................................................................... v
ABSTRACT ..................................................................................................... vi
HALAMAN MOTTO ...................................................................................... vii
HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................... viii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... ix
DAFTAR ISI .................................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................... 5
C. Tujuan Penelitian ..................................................................... 5
D. Manfaat Penelitian ................................................................... 6
E. Metode Penelitian..................................................................... 7
F. Sistematika Penulisan Hukum ................................................. 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori......................................................................... 13
1. Tinjauan Tentang Alat Bukti Dan Sistem Pembuktian ...... 13
Hendy Setya Nugraha
E1107161
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
a. ............................................................................... Alat
Bukti ............................................................................. 13
b. Sistem Pembuktian ....................................................... 18
c. Alat Bukti Petunjuk ...................................................... 20
2. Tinjauan Mengenai Tugas Dan Wewenang Penuntut
Umum.................................................................................. 23
a. Pengertian Penuntut Umum ......................................... 23
b. Tugas Dan Wewenang Penuntut Umum ...................... 24
3. Tinjauan Umum Tentang Putusan Hakim .......................... 25
a. Pengertian Hakim ......................................................... 25
b. Pengertian Putusan ....................................................... 26
c. Pertimbangan Hakim Dalam Putusan ............................ 30
4. T
injauan Mengenai Tindak Pidana Persetubuhan Terhadap
Anak Di Bawah Umur........................................ 31
a. Pengertian Tindak Pidana ............................................ 31
b. Pengertian Persetubuhan .............................................. 32
c. Pengertian Anak Di Bawah Umur ............................... 34
B. Kerangka Pemikiran ................................................................. 38
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian ........................................................................ 40
1. Deskripsi Kasus .................................................................. 40
2. Identitas Terdakwa ............................................................. 41
3. Dakwaan Penuntut Umum ................................................. 42
4. Tuntutan Penuntut Umum .................................................. 53
5. Putusan Hakim ................................................................... 54
B. Pembahasan .............................................................................. 55
1. ..................................................................................... A
nalisis Penggunaan Alat Bukti Petunjuk Oleh Penuntut
Umum Dalam Proses Pembuktian Yang Digunakan Hakim
Sebagai Dasar Pertimbangan Menjatuhkan Putusan Tindak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
Pidana Persetubuhan Terhadap Anak Di Bawah Umur
Dalam Putusan No.10/Pid.B/2011/PN.Bi. ........................... 55
2. ..................................................................................... A
nalisis Alasan Hakim Menggunakan Alat Bukti Petunjuk
Sebagai Dasar Pertimbangan Dalam Menjatuhkan Putusan
Tindak Pidana Persetubuhan Terhadap Anak Di Bawah
Umur Dalam Putuan No.10/Pid.B/2011/PN.Bi ................... 63
BAB IV PENUTUP
A. Simpulan ................................................................................... 66
B. Saran-Saran............................................................................... 67
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Skematik Kerangka Pemikiran ....................................................... 38
Gambar 2. Skematik Penggunaan Alat Bukti Petunjuk..................................... 57
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu institusi penegak hukum yang mempunyai kedudukan yang
sentral dan peranan strategis adalah Kejaksaan. Kejaksaan menjadi filter antara
proses penyidikan dan proses pemeriksaan di persidangan. Keberadaan Penuntut
Umum yang mempunyai kewenangan dalam penuntutan dan Jaksa dalam
pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap serta
wewenang lain berdasarkan undang-undang diharapkan mampu menjalankan
tugasnya secara profesional dan berdedikasi menciptakan keadilan dalam
penegakan hukum.
Salah satu kasus tindak pidana yang cukup menarik perhatian penulis
adalah kasus tindak pidana persetubuhan terhadap anak di bawah umur yang
diputus oleh Hakim Pengadilan Negeri Boyolali dalam Putusan Nomor
10/Pid.B/2011/PN.Bi dengan Terdakwa Amir Nur Aprianto Bin Slamet Partoyo,
dalam putusan tersebut terdakwa didakwa dengan dakwaan alternatif yaitu Pasal
81 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
dan Pasal 82 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
dan Pasal 332 ayat (1) ke-1 KUHP tentang Kejahatan di bawah umur. Dan dalam
hal ini Hakim Menyatakan bahwa yang terbukti adalah Pasal 81 ayat (2) Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang menyatakan
bahwa Terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan
tindak pidana membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya dan orang lain
dan diancam dengan pidana penjara selama 4 (empat) tahun.
Mencermati terhadap tindak pidana yang dibahas di atas, tindak pidana
membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya dan orang lain merupakan
bentuk baru dari kejahatan persetubuhan, dengan berlakunya Undang-Undang
Perlindungan Anak yakni seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun
mendapat pengaturan lebih khusus yakni dalam Pasal 81 Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Hal yang maju dari ketentuan Pasal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
81 ayat (1) gaja
melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan
-Undang Nomor 23 Tahun
2002, apabila korban adalah anak di bawah umur maka persetubuhan yang
dilakukan dengan cara tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk
dikonstruksikan sama dengan persetubuhan yang dilakukan dengan memaksa.
Melalui hukum acara pidana ini, maka bagi setiap individu yang
melakukan penyimpangan atau pelanggaran hukum, khususnya hukum pidana,
selanjutnya dapat diproses dalam suatu acara pemeriksaan di pengadilan, karena
menurut hukum acara pidana untuk membuktikan bersalah tidaknya seorang
terdakwa haruslah melalui pemeriksaan di depan sidang pengadilan (Darwan
Prinst,1998: 132). Dan untuk membuktikan benar tidaknya terdakwa melakukan
perbuatan yang didakwakan diperlukan adanya suatu pembuktian
Pembuktian memegang peranan yang sangat penting. Pada hakekatnya
pembuktian dimulai sejak diketahui adanya peristiwa hukum. Namun tidak semua
peristiwa hukum terdapat unsur-unsur pidana. Apabila terdapat unsur tindak
pidana (bukti permulaan telah terjadi tindak pidana) maka barulah proses tersebut
dimulai dengan mengadakan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, persidangan
dan upaya hukum. Hukum acara pidana menganggap bahwa pembuktian
merupakan bagian yang sangat penting untuk menentukan nasib seorang
terdakwa. Bersalah atau tidaknya sebagaimana didakwakan dalam surat dakwaan
ditentukan dalam proses pembuktian.
Pembuktian merupakan hal yang penting dalam proses beracara dalam
persidangan, karena pembuktian memuat ketentuan yang berisi penggarisan dan
pedoman tata cara yang di benarkan undang-undang untuk membuktikan
kesalahan yang di dakwakan kepada terdakwa. Pembuktian juga merupakan
ketentuan yang mengatur tentang dibenarkan undang-undang dan yang boleh
dipergunakan oleh hakim untuk membuktikan kesalahan terdakwa. Sehubungan
dengan hal tersebut, maka para hakim harus selalu berhati-hati, cermat, dan
matang dalam menilai serta mempertimbangkan masalah pembuktian. Hakim
harus menilai sampai dimana batas minimum kekuatan pembuktian dari setiap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
alat bukti yang disebut dalam pasal 184 KUHAP (M. Yahya Harahap, 2008:
273).
Sementara itu, hakim mempunyai kebebasan tersendiri dalam memberikan
hukuman terhadap setiap perbuatan yang dilakukan oleh setiap pelaku tindak
pidana. Meskipun tindak pidananya sama, bukan berarti hukuman yang akan
diterima sama pula. Hal demikian dikarenakan hakim mempunyai keyakinan dan
pendapat yang berbeda-beda. Apabila dalam suatu kasus yang diajukan di
persidangan dan hakim tidak menemukan hukumnya dalam peraturan perundang-
undangan, maka hakim wajib mencari hukumnya sendiri. Hakim tidak boleh
mencari-cari kasus agar diselesaikan dipersidangan karena hakim harus bersikap
pasif dalam hal ini.
Keyakinan hakim dimaksud dapat dicermati pada Pasal 183 KUHAP
berbunyi sebagai berikut;
apabila sekurang-kurangnya ada dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan terdakwalah yang benar-benar
Menurut Oemar Seno Aji, sebagai seorang hakim dalam memberikan
putusan kemungkinan di pengaruhi oleh beberapa hal, seperti pengaruh dari faktor
agama, kebudayaan, pendidikan, nilai, moral, dan sebagainya. Oleh karena itu
dapat dimungkinkan adanya perbedaan putusan atas kasus yang sama. Pada
dasarnya hal tersebut lebih di sebabkan oleh adanya perbedaan cara pandang
sehingga mempengaruhi pertimbangan hakim dalam meberikan putusan (Oemar
Seno Aji, 1984: 12).
Dalam menjatuhkan pidana terhadap suatu tindak pidana yang dilakukan
oleh pelaku tindak pidana, hakim harus berpegang minimal pada dua alat bukti
yang sah, hakim memeroleh keyakinan bahwa perbuatan itu benar-benar terjadi.
Hal tersebut juga di sampaikan oleh Karim Nasution yang mengatakan bahwa jika
hakim atas dasar alat-alat bukti yang sah telah yakin bahwa menurut pengalaman
dan keadaan telah dapat diterima, bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi
dan terdakwa dalam hal tersebut bersalah, maka terdapatlah bukti yang sempurna,
yaitu bukti yang sah dan meyakinkan (Nasution Karim, 1975: 71).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
Oleh sebab itu dapat dipahami betapa pentingnya alat bukti dalam
persidangan untuk menentukan apakah seseorang itu dapat di jatuhi hukuman atau
bebas dari apa yang di tuduhkan kepadanya. Dalam setiap perkara atau tindak
pidana yang di ajukan ke pengadilan harus di sertai alat bukti yang sah. Alat bukti
adalah segala sesuatu yang ada hubungannya dengan perbuatan, yang
mengkondisikan dengan alat-alat bukti tersebut dapat dipergunakan sebagai bahan
pembuktian guna menimbulkan keyakinan hakim atas kebenaran suatu tindak
pidana yang ada hubungannya dengan suatu tindak pidana yang dilakukan oleh
terdakwa (Hari Sasongko & Lili Rosita, 2003: 11).
Alat-alat yang dapat di jadikan bukti dalam suatu perkara atau tindak
pidana yang di ajukan di persidangan telah di atur dalam Pasal 184 KUHAP, yaitu
: 1) Keterangan saksi 2) Keterangan ahli 3) Surat 4) Petunjuk 5) Keterangan
terdakwa 1) KUHAP memberi
yang kerena persesuaiannya baik antara yang satu dengan yang lain maupun
dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak
pidana dan
Alat bukti petunjuk baru benar-benar digunakan penuntut umum sebagai
dasar pembuatan tuntutan apabila batas minimum pembuktian belum tercapai.
Apabila dalam beberapa alat bukti yang di hadirkan dalam persidangan kurang
memenuhi persyaratan untuk membuktikan kesalahan terdakwa maka untuk
memperkuatnya digunakan alat bukti petunjuk. Biasanya pembuktian dalam
perkara persetubuhan adalah salah satu dari beberapa perkara yang menggunakan
alat bukti petunjuk dalam pembuktiannya. Di dalam pembuktian kasus-kasus
persetubuhan, penuntut umum sering mengalami kesulitan karena tidak ada saksi
selain pelaku dan korban persetubuhan itu sendiri, meskipun demikian upaya
pembuktian oleh penuntut umum berkaitan dengan korban persetubuhan harus
tetap diikuti dengan bukti-bukti terdapatnya tanda-tanda kekerasan, seperti luka
pada bagian tubuh tertentu dari korban atau justru dari pelaku.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
Berdasarkan pada latar belakang permasalahan di atas, maka Penulis
tertarik untuk menyusun penulisan hukum dengan judul KAJIAN
PENGGUNAAN ALAT BUKTI PETUNJUK OLEH PENUNTUT UMUM
DALAM PROSES PEMBUKTIAN YANG DIGUNAKAN HAKIM
SEBAGAI DASAR PERTIMBANGAN MENJATUHKAN PUTUSAN
TINDAK PIDANA PERSETUBUHAN TERHADAP ANAK DI BAWAH
UMUR (STUDI KASUS DALAM PUTUSAN NOMOR 10/Pid.B/2011/PN.Bi)
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dibuat dengan tujuan untuk memecahkan masalah pokok
yang timbul secara jelas dan sistematis. Perumusan masalah dimaksudkan untuk
lebih menegaskan masalah yang akan diteliti, sehingga dapat ditentukan suatu
pemecahan masalah yang tepat dan mencapai tujuan atau sasaran yang
dikehendaki.
Rumusan masalah juga dibuat untuk mempermudah langkah masalah
penulis dalam menyusun bahan hukum. Adapun rumusan masalah dalam
penelitian hukum ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah penggunaan alat bukti petunjuk oleh penuntut umum dalam proses
pembuktian yang digunakan hakim sebagai dasar pertimbangan menjatuhkan
putusan tindak pidana persetubuhan terhadap anak di bawah umur dalam putusan
No.10/Pid.B/2011/PN.Bi?
2. Apa yang menjadi alasan Hakim menggunakan alat bukti petunjuk sebagai
dasar pertimbangan dalam menjatuhkan putusan tindak pidana persetubuhan
terhadap anak di bawah umur dalam putusan No.10/Pid.B/2011/PN.Bi?
C. Tujuan Penelitian
Dalam suatu kegiatan penelitian pasti terdapat suatu tujuan yang jelas yang
hendak dicapai. Tujuan penelitian ini adalah untuk memberi arah dalam melangkah sesuai
dengan maksud penelitian. Adapun tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dalam
penelitian ini adalah:
1. Tujuan Obyektif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
a. Untuk mengetahui penggunaan alat bukti petunjuk oleh penuntut
umum dalam proses pembuktian yang digunakan hakim sebagai dasar
pertimbangan menjatuhkan putusan tindak pidana persetubuhan
terhadap anak di bawah umur (studi kasus dalam putusan
No.10/Pid.B/2011/PN.Bi)
b. Untuk mengetahui alasan Hakim menggunakan alat bukti petunjuk
sebagai dasar pertimbangan dalam menjatuhkan putusan tindak pidana
persetubuhan terhadap anak di bawah umur (studi kasus dalam putusan
No.10/Pid.B/2011/PN.Bi)?
2. Tujuan Subyektif
a. Untuk memperoleh bahan hukum dan informasi sebagai bahan utama
dalam menyusun karya ilmiah untuk memenuhi persyaratan yang
diwajibkan dalam meraih gelar kesarjanaan di bidang Ilmu Hukum
pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
b. Untuk menambah, memperluas, mengembangkan pengetahuan dan
pengalaman penulis serta pemahaman aspek hukum di dalam teori dan
praktek lapangan hukum yang sangat berarti bagi penulis.
D. Manfaat Peneliぼan
Dalam penelitian tentunya sangat diharapkan adanya manfaat dan
kegunaan yang dapat diambil dalam penelitian tersebut. Adapun manfaat yang
didapat dari penelitian ini adalah :
1. Manfaat Teoritis
a. Untuk memberi sumbangan pikiran dalam mengembangkan ilmu
pengetahuan pada umumnya dan ilmu hukum pada khususnya.
b. Untuk mendalami teori-teori yang telah penulis peroleh selama
menjalani kuliah strata satu di Fakultas Hukum Universitas Sebelas
Maret Surakarta serta memberikan landasan untuk penelitian lebih
lanjut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
2. Manfaat Praktis
a. Dengan penulisan skripsi ini diharapkan dapat meningkatkan dan
mengembangkan kemampuan penulis dalam bidang hukum sebagai
bekal untuk terjun ke dalam masyarakat nantinya.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu pihak-pihak yang
terkait dengan masalah yang diteliti.
c. Memberikan sebuah jawaban atas suatu permasalahan yang telah
diteliti.
E. Metode Penelitian
Metodelogis berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu, sistematis
berarti berdasarkan sistem, dan konsisten berarti tidak ada hal-hal yang
bertentangan dengan kerangka tertentu.
Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum,
prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum, guna menjawab isu yang
di hadapi (Peter Mahmud Marzuki, 2006:35). Penelitian dapat dipercaya
kebenarannya apabila disusun dengan menggunakan suatu metode yang tepat
untuk memahami objek yang menjadi sasaran dari ilmu pengetahuan yang
bersangkutan.
Oleh karena itu, dalam suatu penelitian diperlukan suatu metode tertentu.
Adapun metode penelitian yang digunakan penulis adalah sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian
Penelitian hukum secara umum dapat dikategorikan menjadi penelitian
doktrinal dan penelitian non doktrinal. Dalam penelitian ini, penulis
menggunakan jenis penelitian doktrinal atau disebut juga penelitian hukum
normatif. Penelitian doktrinal adalah suatu penelitian hukum yang bersifat
preskriptif bukan deskriptif sebagaimana ilmu sosial dan ilmu alam (Peter
Mahmud Marzuki, 2006 : 33)
2. Sifat Penelitian
Ilmu hukum mempunyai karakteristik sebagai ilmu yang bersifat
preskriptif dan terapan. Sebagai ilmu yang bersifat preskriptif, ilmu hukum
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai, keadilan, validitas aturan hukum,
konsep-konsep hukum, dan norma-norma hukum. Sebagai ilmu terapan
ilmu hukum menetapkan standar prosedur, ketentuan-ketentuan, rambu-
rambu dalam melaksanakan aturan hukum (Peter Mahmud Marzuki
2006:22).
Penelitian ini bersifat preskriptif, yaitu dimaksudkan untuk
memberikan argumentasi atas hasil penelitian yang telah dilakukan.
Argumentasi disini dilakukan untuk memberikan perspektif atau penelitian
mengenai benar atau salah menurut hukum terhadap fakta atau peristiwa
hukum dari hasil penelitian.
3. Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan. Dengan
pendekatan tersebut, penulis akan mendapatkan informasi dari berbagai
aspek mengenai isu yang sedang dicoba untuk dicari jawabnya.
Pendekatan-pendekatan yang digunakan di dalam penelitian hukum adalah
pendekatan undang-undang (statute approach), pendekatan historis
(historical approach), pendekatan komparatif (comparative approach),
pendekatan kasus (case approach) dan pendekatan konseptual (conseptual
approach) (Peter Mahmud Marzuki, 2006 : 93).
Dari beberapa pendekatan tersebut, penelitian ini menggunakan
pendekatan kasus (case approach) yakni Kasus Persetubuhan terhadap
Anak di Bawah Umur dalam Putusan Pengadilan Negeri Boyolali No.
10/Pid.B/2011/PN.Bi. Peneliti memilih pendekatan kasus, karena menurut
penulis yang perlu dipahami dalam dalam menggunakan pendekatan kasus
ini adalah Ratio decidendi yaitu alasan-alasan hukum yang digunakan oleh
hakim untuk sampai kepada putusannya.
4. Jenis Bahan Hukum Penelitian
Bahan hukum adalah suatu keterangan atau fakta dari obyek yang
diteliti. Berkaitan dengan jenis penelitian yang dilakukan oleh penulis
yang merupakan penelitian normatif, maka jenis bahan hukum yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
digunakan dalam penelitian ini adalah jenis bahan hukum sekunder. Bahan
hukum sekunder didapat dari sejumlah keterangan atau fakta-fakta yang
diperoleh secara tidak langsung, yaitu melalui bahan hukum yang
diperoleh dengan cara penelitian kepustakaan yang terdiri dari dokumen-
dokumen, buku-buku literatur, himpunan peraturan perundang-undangan
yang saat ini berlaku, hasil penelitian yang berwujud laporan, bahan-bahan
dari internet maupun bentuk-bentuk lain yang berkaitan dengan masalah
penelitian.
5. Sumber Bahan Hukum Penelitian
Sumber bahan hukum adalah tempat dimana penelitian ini
diperoleh. Sumber bahan dalam penelitian ini adalah sumber bahan
sekunder, yaitu tempat dimana diperoleh bahan sekunder yang digunakan
dalam penelitian ini, meliputi.
a. Bahan hukum primer
Bahan hukum primer merupakan bahan yang bersifat autoritatif artinya
mempunyai otoritas (Peter Mahmud Marzuki, 2010: 141). Bahan-bahan
hukum primer terdiri dari perundang-undangan dan putusan-putusan
hakim. Yang menjadi bahan hukum primer dalam penelitian hukum ini
adalah:
1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP);
3) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP);
4) Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindugan Anak
5) Putusan Pengadilan Boyolali dalam Putusan Kasus
No.10/Pid.B/2011/PN.Bi)
b. Bahan hukum sekunder
Bahan hukum sekunder berupa publikasi tentang hukum yang
bukan merupakan merupakan dokumen-dokumen resmi (Peter Mahmud
Marzuki, 2005: 141). Bahan hukum sekunder sebagai pendukung dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
data yang akan digunakan di dalam penelitian ini yaitu buku-buku teks
yang ditulis para ahli hukum, jurnal hukum, artikel, internet, dan
sumber lainnya yang memiliki korelasi untuk mendukung penelitian ini.
5. Teknik Pengumpulan Bahan hukum
Berdasarkan jenis penelitian yang merupakan penelitian normatif
maka untuk memeperoleh bahan hukum yang mendukung, kegiatan
pengumpulan bahan hukum dalam penelitian ini adalah dengan studi
kepustakaan (library research), yang mana studi pustaka ini dilaksanakan
dengan membaca dan mempelajari buku-buku literatur, surat kabar,
majalah, internet, peraturan perundang-undangan dan dokumen resmi yang
terkait dengan permasalahan yang sesuai dengan dasar penyusunan
penulisan hukum ini.
6. Teknik Analisa Bahan hukum
Bahan-bahan hukum yang telah terkumpul selanjutnya dianalisis dengan
metode deduksi. Dalam hal ini metode deduksi berpangkal dari pengajuan
premis mayor kemudian diajukan premis minor, dari kedua premis ini
kemudian ditarik suatu kesimpulan atau conclusion (Peter Mahmud
Marzuki, 2005:47). Sehingga dalam hal ini yang merupakan premis mayor
adalah aturan hukum ( Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana)
sedangkan premis minornya adalah fakta hukum (Putusan Pengadilan No.
10/Pid.B/2011/PN.Bi) dari kedua hal tersebut kemudian dapat ditarik suatu
konklusi guna mendapatkan jawaban atas rumusan masalah bagaimana
Penggunaan Alat Bukti Petunjuk oleh Penuntut Umum dalam Proses
Pembuktian yang digunakan Hakim sebagai Dasar Pertimbangan
menjatuhkan Putusan Tindak Pidana Persetubuhan terhadap Anak di
Bawah Umur.
F. Sistematika Penulisan Hukum
Untuk lebih mempermudah dalam melakukan pembahasan,
penganalisaan, serta penjabaran isi dari penelitian ini, maka penulis
menyusun sistematika penulisan hukum ini sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah,
perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
metode penelitian, dan sistematika penulisan hukum.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab yang kedua ini memuat dua sub bab, yaitu kerangka
teori dan kerangka pemikiran. Dalam kerangka teori penulis
uraikan tinjauan tentang pembuktian yang terdiri dari pengertian
dan tujuan pembuktian, sistem pembuktian, alat bukti dan
kekuatan pembuktian, tinjauan tentang pengertian penuntut
umum, tugas dan wewenang penuntut umum, tinjauan umum
tentang putusan hakim
serta tinjauan tentang tentang tindak pidana persetubuhan yang
terdiri dari pengertian tindak pidana, pengertian persetubuhan
dan mengenai anak di bawah umur.
BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini penulis membahas dan menjawab permasalahan
yang telah ditentukan sebelumnya yaitu bagaimanakah
penggunaan alat bukti petunjuk oleh penuntut umum dalam
proses pembuktian yang digunakan hakim sebagai dasar
pertimbangan menjatuhkan putusan tindak pidana persetubuhan
terhadap anak di bawah umur (studi kasus dalam putusan
No.10/Pid.B/2011/PN.Bi) dan apa yang menjadi alasan hakim
dalam menggunakan alat bukti petunjuk sebagai dasar
pertimbangan dalam menjatuhkan putusan tindak pidana
persetubuhan terhadap anak di bawah umur (studi kasus dalam
putusan No.10/Pid.B/2011/PN.Bi)?
BAB IV : PENUTUP
Merupakan penutup yang menguraikan secara singkat tentang
kesimpulan akhir dari pembahasan dan jawaban atas rumusan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
permasalahan, dan diakhiri dengan saran-saran yang
didasarkan atas hasil keseluruhan penelitian
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
a. Tinjauan Umum tentang Alat Bukti dan Sistem Pembuktian
1) Alat Bukti
Adapun alat bukti yang sah menurut undang-undang sesuai apa
yang disebut dalam Pasal 184 ayat (1), adalah :
a) Keterangan saksi
Pengertian keterangan saksi terdapat pada Pasal 1 angka 27
KUHAP disebutkan bahwa keterangan saksi adalah salah satu alat
bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi
mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat
sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari
pengetahuanya itu. Sedangkan pengertian dari saksi seperti yang
telah disebutkan dalam Pasal 1 angk
yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan,
penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia
Pada umumnya alat bukti keterangan saksi merupakan alat
bukti yang paling utama dalam perkara pidana. Hampir semua
pembuktian perkara pidana selalu bersandar kepada pemeriksaan
keterangan saksi. Sekurang-kurangnya disamping pembuktian
dengan alat bukti yang lain, masih selalu diperlukan pembuktian
dengan alat bukti keterangan saksi (M. Yahya Harahap, 2008: 286).
Dalam Pasal 185 ayat (5) KUHAP dinyatakan bahwa baik
pendapat maupun rekaan yang diperoleh dari hasil pemikiran saja,
bukan merupakan keterangan saksi (Andi Hamzah, 2008: 260). Nilai
kekuatan pembuktian keterangan saksi tidak hanya dilihat dari unsur
pengucapan sumpah atau janji saja. Ada syarat yang harus melekat
pada keterangan itu supaya dapat mempunyai nilai sebagai alat bukti
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
yang sah, mengenai sampai sejauh mana kekuatan pembuktian alat
pembuktian keterangan saksi sebagai alat bukti yang sah, maupun
nilai kekuatan pembuktian keterangaan saksi dapat diikuti penjelasan
sebagai berikut:
(1) Mempunyai kekuatan pembuktian bebas;
(2) Nilai kekuatan pembuktianya tergantung pada penilaian hakim
(M. Yahya Harahap, 2008: 294-295).
Alat bukti keterangan saksi sebagai alat bukti yang bebas yang
tidak mempunyai nilai kekuatan pembuktian yang sempurna dan
tidak menentukan sama sekali, tidak mengikat hakim. hakim bebas
menilai kekuatan atau kebenaran yang melekat pada keterangan itu,
dan dapat menerima atau menyingkirkannya.
Pada umumnya semua orang dapat menjadi saksi. Kekecualian
menjadi saksi tercantum dalam Pasal 186 KUHAP berikut (Andi
Hamzah, 2008: 260-261).
(1) Keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus ke atas atau ke
bawah tersebut sampai derajat ketiga dari terdakwa atau yang
bersama-sama jadi terdakwa,
(2) Saudara dari terdakwa atau yang bersama-sama saudara ibu atau
saudara bapak juga mereka mempunyai hubungan karena
perkawinan dan anak-anak terdakwa sampai derajat ketiga;
(3) Suami atau istri terdakwa meskipun sudah bercerai atau yang
bersama-sama sebagai terdakwa.
b) Keterangan Ahli
Dalam Pasal 1 angka 28 KUHAP telah disebutkan bahwa
keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang
memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk
membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan
pemeriksaan. Keterangan ahli berbeda dengan keterangan saksi,
tetapi sulit pula dibedakan dengan tegas. Di dalam peranannya
seorang ahli merangkap pula sebagai saksi. Isi keterangan seorang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
saksi dan ahli berbeda, keterangan seorang saksi mengenai apa yang
dialami saksi itu sendiri sedangkan keterangan seorang ahli ialah
mengenai suatu penilaian mengenai hal-hal yang sudah nyata ada
dan pengambilan kesimpulan mengenai hal-hal itu (Andi Hamzah,
2008: 274).
KUHAP membedakan keterangan seorang ahli dipersidangan
Mengenai kekuatan pembuktian yang melekat pada keterangan ahli
pada prinsipnya yaitu tidak mempunyai nilai kekuatan pembuktian
yang mengikat dan menentukan. Dengan demikian nilai kekuatan
pembuktian keterangan ahli sama halnya dengan nilai kekuatan
pembuktian yang melekat pada alat bukti keterangan saksi.
c) Surat
Alat bukti surat diatur dalam Pasal 187 KUHAP. Menurut
ketentuan itu, surat yang dapat dinilai sebagai alat bukti yang sah
menurut undang-undang ialah (M. Yahya Harahap, 2008: 306),
yaitu:
(1) Surat yang dibuat atas sumpah jabatan;
(2) Atau surat yang dikaitkan dengan sumpah.
Kemudian dalam Pasal tersebut juga merinci mengenai bentuk-
bentuk alat bukti surat yang terdiri atas 4 (empat) ayat (Andi
Hamzah, 2008: 275), yaitu:
(1) Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh
pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat dihadapannya,
yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang
didengar, dilihat, atau yang dialaminya sendiri, disertai dengan
alasan yang jelas dan tegas tentang keterangan itu;
(2) Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-
undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang
termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau
sesuatu keadaan;
(3) Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat
berdasarkan keahlianya mengenai sesuatu hal atau keadaan yang
diminta secara resmi;
(4) Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya
dengan isi dari alat pembuktian yang lain.
Dalam hukum acara pidana sama sekali tidak mengatur
ketentuan yang khusus tentang nilai kekuatan pembuktian surat.
d) Petunjuk
Alat bukti petunjuk diatur dalam Pasal 188 ayat (1) KUHAP
yang memberikan definisi petunjuk adalah sebagai berikut:
adaan, yang karena
persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun
dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi
ayat (2) KUHAP menjelaskan bahwa petunjuk hanya dapat diperoleh
dari keterangan saksi, surat, dan keterangan terdakwa.
Dalam Pasal 188 ayat (3) KUHAP mengatakan bahwa
penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk dalam setiap
keadaan tertentu dilakukan oleh hakim dengan arif lagi bijaksana,
setelah ia mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan
keseksamaan berdasarkan hati nuraninya (Andi Hamzah, 2008: 277).
Adapun mengenai kekuatan pembuktian alat bukti petunjuk serupa
sifat dan kekuatannya dengan alat bukti lain, yaitu hanya mempunyai
317)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
e) Keterangan terdakwa
Pengertian keterangan terdakwa tercantum dalam Pasal 189
yang terdakwa nyatakan di persidangan tentang perbuatan yang ia
Penempatan alat bukti terdakwa pada urutan terakhir dalam
Pasal 184 ayat (1) KUHAP, merupakan salah satu alasan yang
dipergunakan untuk menempatkan proses pemeriksaan keterangan
terdakwa dilakukan belakangan sesudah pemeriksaan keterangan
saksi. Berdasarkan pada ketentuan pada Pasal 189 ayat (4) KUHAP
untuk membuktikan bahwa ia bersalah melakukan perbuatan yang
didakwakan kepadanya, melainkan harus disertai dengan alat bukti
Keterangan terdakwa hanya dapat digunakan terhadap dirinya
sendiri. Keterangan terdakwa saja seperti yang disebut diatas, tidak
cukup untuk membuktikan bahwa ia bersalah melakukan perbuatan
yang didakwakan kepadanya, melainkan harus disertai dengan alat
bukti yang lain (C.S.T. Kansil, 1993: 237).
Jadi, menurut ketentuan pada Pasal 189 ayat (4) KUHAP
tersebut, bahwa keterangan seluruhnya dari terdakwa di muka hakim
untuk menjadi bukti yang sempurna harus disertai dengan
keterangan yang jelas tentang keadaan-keadaan, dimana peristiwa
pidana diperbuat, keterangan mana semua atau sebagian harus cocok
dengan keterangan si korban atau dengan bukti-bukti yang lain.
Meskipun tidak disebutkan dalam undang-undang, bahwa suatu
keterangan terdakwa hanya berharga apabila pengakuan itu
mengenai hal-hal yang terdakwa alami sendiri, seperti halnya dengan
kesaksiannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
2) Sistem Pembuktian
Beberapa teori sistem pembuktian pidana antara lain :
a) Conviction in time
Dalam teori sistem pembuktian conviction-intime menentukan
salah tidaknya seorang terdakwa, semata-mata ditentukan oleh
penilaian keyakinan hakim. Keyakinan hakimlah yang menentukan
keterbuktian kesalahan terdakwa. Dari mana hakim menarik dan
menyimpulkan keyakinanya, tidak menjadi masalah dalam sistem
ini. Keyakinan boleh disimpulkan dan diambil hakim dari alat-alat
bukti yang diperiksanya dalam sidang pengadilan. Bisa juga melalui
hasil pemeriksaan alat-alat bukti itu diabaikan hakim dan langsung
menarik keyakinan dari keterangan atau pengakuan terdakwa.
Hakim di dalam menjatuhkan putusan tidak terikat dengan alat
bukti yang ada. dari mana hakim menyimpulkan putusannya tidak
menjadi masalah. Ia hanya boleh menyimpulkan dari alat bukti yang
ada di dalam persidangan atau mengabaikan alat bukti yang ada di
persidangan (Hari Sasangka & Lili Rosita, 2003: 14).
Sistem ini diakui memang mengandung banyak kelemahan.
Hakim dapat saja menjatuhkan hukuman pada seorang terdakwa
semata-mata atas dasar keyakinan belaka tanpa di dukung alat bukti
yang cukup. Di dalam putusan hakim terkandung didalamnya suatu
kepercayaan yang terlalu besar kepada ketetapan kesan-kesan
perseorangan belaka dari seorang hakim. Sehingga pengawasan
terhadap putusan-putusan hakim seperti ini adalah sukar untuk
dilakukan oleh karena Badan Pengawas tidak mengetahui
pertimbangan-pertimbangan hakim yang melahirkan pendapat hakim
kearah putusan.
b) Conviction-raisonnee
Dalam teori conviction-raisonnee ini, keyakinan hakim tetap
memegang peranan penting dalam menentukan salah tidaknya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
seorang terdakwa. Akan tetapi dalam sistem pembuktian ini, faktor
keyakinan hakim dibatasi. Dalam teori ini keyakinan hakim harus
didukung alasan-alasan dan suatu kesimpulan yang logis, yang tidak
didasarkan kepada undang-undang akan tetapi ketentuan-ketentuan
menurut ilmu pengetahuan hakim sendiri, menurut pilihannya sendiri
tentang pelaksanaan pembuktian yang dipergunakan hakim.
c) Pembuktian menurut undang-undang secara positif (Positief
wettelijk Stelsel)
Pembuktian menurut undang-undang secara positif adalah
merupakan pembuktian yang bertolak belakang dengan sistem
pembuktian menurut keyakinan atau conviction intime. Dalam sistem
pembuktian ini keyakinan hakim tidak berperan menentukan salah
tidaknya terdakwa. Sistem ini berpedoman pada prinsip pembuktian
dengan alat-alat bukti yang ditentukan oleh undang-undang.
Sistem pembuktian ini benar-benar menuntut hakim suatu
kewajiban mencari dan menemukan kebenaran salah tidaknya
terdakwa sesuai dengan tatacara pembuktian dengan alat-alat bukti
yang ditentukan undang-undang. Dari semula pemeriksaan perkara,
hakim harus mengesampingkan faktor-faktor keyakinanya. Hakim
semata-mata berdiri tegak pada nilai pembuktian objektif tanpa
mencampuradukkan hasil pembuktian yang diperoleh dipersidangan
dengan unsur subyektif keyakinanya.
d) Pembuktian undang-undang secara Negatif (Negatief Wettelijk
Stelsel)
Sistem pembuktian menurut undang-undang secara negatif
merupakan teori antar sistem pembuktian menurut undang-undang
secara positif dengan sistem pembuktian menurut keyakinan atau
conviction in time. Sistem pembuktian menurut undang-undang
secara negatif merupakan suatu sistem keseimbangan antara kedua
sistem yang saling bertolak belakang secara ekstrim. Dari
keseimbangan tersebut, sistem pembuktian menurut undang-undang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
secara negatif menggabungkan ke dalam dirinya secara terpadu
sistem pembuktian menurut undang-undang secara positif.
Di dalam sistem pembuktian ini untuk menentukan seseorang
terdakwa dinyatakan bersalah, apabila kesalahan yang didakwakan
kepadanya dapat dibuktikan dengan alat-alat bukti yang sah menurut
Undang-Undang sekaligus keterbuktian kesalahan tadi dibarengi
pula dengan keyakinan hakim. Dalam menentukan salah atau
tidaknya seorang terdakwa menurut sistem pembuktian Undang-
Undang secara negatif, terdapat dua komponen antara lain:
(1) Pembuktian harus dilakukan menurut ketentuan cara dan dengan
alat-alat bukti yang sah menurut Undang-Undang.
(2) Keyakinan hakim yang juga harus didasarkan atas ketentuan
cara dan dengan alat-alat bukti yang sah menurut Undang-
Undang.
Sistem Pembuktian menurut undang-undang secara negatif,
merupakan sistem pembuktian yang dianut oleh KUHAP (Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana), ketentuan itu diperjelas
dalam Pasal 183 KUHAP yang didalamnya mengandung maksud,
yaitu:
(1) Putusan pidana oleh hakim harus berdasarkan sekurang-
kurangnya dua alat bukti yang sah.
(2) Harus ada keyakinan hakim telah terjadinya tindak pidana,
bahwa terdakwa yang bersalah.
3) Alat Bukti Petunjuk
Alat Bukti petunjuk merupakan salah satu dari kelima alat bukti
yang sah, sebagaimana diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP,
sedangkan untuk pengaturan lebih lanjut diatur dalam Pasal 188
KUHAP, yang berbunyi sebagai berikut:
a) Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keaadan, yang karena
persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi
suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.
b) Petunjuk sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat
diperoleh dari: (1) Keterangan saksi; (2) Surat; (3) Keterangan
terdakwa.
c) Penilaian atas kekuatan pembuktian dari surat petunjuk dalam setiap
keadan tertentu dilakukan oleh hakim dengan arif lagi bijaksana,
setelah ia mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan
keseksamaan berdasarkan hati nuraninya.
Apabila diperhatikan bahwa Pasal 188 ayat (1) KUHAP tersebut
mengandung maksud bahwa tidak ada kepastian yang mutlak bagi
terdakwa yang benar-benar telah bersalah melakukan perbuatan
sebagaimana yang didakwakan. Oleh karena itu perbuatan, kejadian atau
keadaan baru dianggap sebagai petunjuk apabila ada persesuaaian baik
antara satu dengan yang lain, maupun tindak pidana itu sendiri, yang
menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelaku
tindak pidana tersebut. Dengan alat bukti petunjuk dapat dinilai
mempunyai kekuatan sebagai alat bukti yang sah, selain itu alat bukti
petunjuk baru mempunyai kekuatan sebagai alat bukti yang sah apabila
ada persesuaian yang diperoleh dari keterangan saksi, surat dan
keterangan terdakwa sebagaimana pada Pasal 188 ayat (2) KUHAP.
Dalam menilai kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk, seorang
penuntut umum harus bersikap hati-hati dan teliti serta melakukan secara
cermat. Begitu pula dengan hakim, seorang hakim harus bersikap arif dan
bijaksana dalam menilai pembuktian, agar tidak terjadi anggapan bahwa
petunjuk itu merupakan pendapat pribadi maupun sangkaan atau rekaan
belaka.
Peranan alat bukti petunjuk sebagai pemegang kunci dapat tidaknya
terdakwa dijatuhi hukuman tidak dapat diabaikan dari alat-alat bukti lain,
misalnya alat bukti keterangan ahli, alat bukti surat maupun dengan alat
bukti keterangan terdakwa. Oleh karena itu harus diperhatikan pula
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
aturan-aturan atau dasar hukum dari keterangan saksi seperti yang
tercantum dalam Pasal 185 KUHAP, yang berbunyi sebagai berikut:
a) Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di
sidang pengadilan.
b) Keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan
bahwa terdakwa bersalah terhadap ketentuan yang didakwakan
kepadanya.
c) Ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (2) tidak berlaku
apabila disertai dengan suatu alat bukti yang sah lainnya.
d) Keterangan beberapa saksi yang berdiri sendiri-sendiri tentang suatu
kejadian atau keaadaan dapat digunakan sebagai suatu alat bukti
yang sah apabila keterangan saksi itu ada hubungannya satu dengan
lainya sedemikian rupa, sehingga dapat membenarkan adanya suatu
kejadian atau keadaan tertentu.
e) Baik pendapat maupun rekaan, yang diperoleh dari hasil pemikiran
saja, bukan merupakan keterangan saksi.
f) Dalam menilai kebenaran keterangan seorang saksi, hakim harus
dengan sungguh-sungguh memperhatikan:
(1) Persesuaian antara keterangan saksi satu dengan yang lainnya;
(2) Persesuaian antara keterangan saksi dengan alat bukti lain;
(3) Alasan yang mungkin dipergunakan oleh saksi untuk memberi
keterangan yang tertentu;
(4) Cara hidup dan kesusilaan saksi serta segala sesuatu yang pada
umumnya dapat mempengaruhi dapat tidaknya keterangan itu
dipercaya.
g) Keterangan dari saksi yang tidak disumpah meskipun sesuai satu
dengan yang lainya tidak merupakan alat bukti, namun apabila
keterangan itu sesuai dengan keterangan dari saksi yang disumpah
dapat dipergunakan sebagai tambahan alat bukti yang sah yang lain.
Di dalam Pasal 187 KUHAP, juga diatur mengenai alat bukti surat
sebagai pendukung alat bukti petunjuk yang sudah ada, antara lain:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
a) Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat boleh
pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat dihadapannya, yang
memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar,
dilihat atau yang dialaminya sendiri, disertai dengan alasan yang
jelas dan tegas tentang keterangan itu;
b) Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan
atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk
dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang
diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu keadaan;
c) Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasar
keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu hal atau sesuatu
keadaan yang diminta secara resmi daripadanya;
d) Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi
dari alat pembuktian yang lain.
Sedangkan mengenai keterangan terdakwa sebagai pendamping alat
bukti petunjuk diatur dalam Pasal 189 KUHAP, yang berbunyi antara
lain:
a) Keterangan terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan dalam
sidang tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui
sendiri atau ia alami sendiri.
b) Keterangan terdakwa yang diberikan di luar sidang dapat digunakan
untuk membantu menemukan bukti disidang, asalkan keterangan itu
didukung oleh suatu alat bukti yang sah sepanjang mengenai hak
yang didakwakan kepadanya.
c) Keterangan terdakwa hanya dapat digunakan terhadap dirinya
sendiri.
d) Keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa ia
bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya,
melainkan harus disertai sebagai alat bukti yang lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
b. Tinjauan Mengenai Tugas dan Wewenang Penuntut Umum
1) Pengertian Penuntut umum
Jaksa adalah pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh
Undang-Undang untuk bertindak sebagai Penuntut Umum dan pelaksana
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap serta
wewenang lain berdasarkan undang-undang.
Hal itu sesuai dengan ketentuan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia. Adapun
berdasarkan ketentuan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Nomor 16
Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, penuntutan adalah
tindakan Penuntut Umum untuk melimpahkan perkara ke Pengadilan
Negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang yang diatur
dalam Hukum Acara Pidana dengan permintaan supaya diperiksa dan
diputus oleh Hakim di sidang pengadilan. Jaksa juga merupakan pejabat
fungsional yang mempunyai sifat keahlian secara teknis di dalam
organisasi Kejaksaan yang karena fungsinya tersebut memungkinkan
kelancaran pelaksanaan tugasnya.
Sedangkan penuntut umum sendiri menurut Pasal 13 KUHAP
adalah Jaksa yang diberi wewenang oleh Undang-Undang ini (KUHAP)
untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim.
2) Tugas dan Wewenang Penuntut Umum
Dalam Pasal 14 KUHAP diatur mengenai tugas dan wewenang
penuntut umum, antara lain:
a) Menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari penyidik
atau penyidik pembantu;
b) Mengadakan prapenuntutan apabila ada kekurangan pada penyidikan
dengan memperhatikan ketentuan Pasal 110 ayat (3) dan ayat (4),
dengan memberi petunjuk dalam rangka penyempurnaan penyidikan
dari penyidik;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
c) Memberikan perpanjangan penahanan, melakukan penahanan
lanjutan dan atau mengubah status tahanan setelah perkaranya
dilimpahkan oleh penyidik;
d) Membuat surat dakwaan;
e) Melimpahkan perkara ke pengadilan;
f) Menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa tentang ketentuan
hari dan waktu perkara disidangkan yang disertai surat panggilan,
baik kepada terdakwa maupun kepada saksi, untuk datang pada
sidang yang telah ditentukan;
g) Melakukan penuntutan;
h) Menutup perkara demi kepentingan hukum;
i) Mengadakan tindakan lain dalam lingkup tugas dan tanggung jawab
sebagai penuntut umum menurut ketentuan Undang-Undang ini;
j) Melaksanakan penetapan hakim.
c. Tinjauan Umum Tentang Putusan Hakim
1) Pengertian Hakim
Hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh
undang-undang untuk mengadili (Pasal 1 butir 8 KUHAP). Adapun
tugas- tugas hakim diantaranya adalah :
a) Menerima, memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan setiap
perkara yang diajukan kepadanya.
b) Memberikan keterangan pertimbangan dan nasehat-nasehat tentang
soal-soal hukum kepada lembaga negara apabila diminta.
c) Sebagai penegak hukum dan keadilan wajib menggali, mengikuti
dan memahami nilai-nilai hukum dalam masyarakat.
Syarat-syarat yang harus dimiliki oleh seorang hakim adalah :
a) Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b) Jujur;
c) Merdeka;
d) Berani mengambil keputusan; dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
e) Bebas dari pengaruh baik dari luar ataupun dari dalam.
Dalam menjalankan tugasnya, hakim memiliki kemerdekaan yang
dijamin dalam Udang-Undang. Pasal 1 Undang-Undang Nomor 14
Tahun 1970 me
kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna
menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, demi
2) Pengertian Putusan
Definisi putusan seperti yang disebutkan dalam KUHAP adalah
yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas daripada segala
tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-
undang
Indonesia dalam bukunya yang berjudul Peristilahan Hukum dalam
kesimpulan dari suatu yang telah dipertimbangkan dan dinilai dengan
semasak-m
Definisi lain dari putusan menurut kamus hukum adalah hasil suatu
pemeriksaan dari suatu perkara. Untuk dapat dilaksanakannya suatu
putusan, maka putusan terebut harus sah memenuhi unsur atau syarat
yang ditentukan.
3) Jenis putusan
Putusan hakim dibagi menjadi tiga macam, yakni:
a) Putusan bebas (Vryspraak)
Di dalam suatu persidangan pengadilan, seorang terdakwa
dibebaskan apabila ternyata perbuatannya yang tersebut dalam surat
dakwaan seluruhnya atau sebagian tidak terbukti, secara sah dan
meyakinkan ketiadaan terbukti ini ada dua macam:
(1) Ketiadaan alat bukti yang oleh undang-undang ditetapkan
sebagai minimum, yaitu adanya hanya pengakuan terdakwa
saja, tanpa dikuatkan oleh alat-alat bukti yang lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
(2) Minimum yang ditetapkan oleh undang-undang telah terpenuhi
yaitu adanya dua orang saksi atau lebih, akan tetapi hakim
tidak yakin akan kesalahan terdakwa ( M. Prodjomidjojo, 1982
: 130).
b) Putusan lepas (Van rechtvervolging)
Apabila suatu perbuatan yang dalam surat dakwaan itu
terbukti, tetapi tidak merupakan suatu kejahatan atau pelanggaran
maka terdakwa harus dilepas dari segala tuntutan hukum. Hal ini
akan terjadi jika :
(1) Adanya kekeliruan dalam surat dakwaan, yakni apa yang
didakwakan tidak cocok dengan salah satu penyebutannya oleh
hukum pidana dari perbuatan yang diancam dengan hukuman
pidana
(2) Adanya hal-hal yang khusus, yang mengakibatkan terdakwa
tidak dijatuhi hukuman pidana menurut Pasal dalam KUHP,
yakni sakit karena jiwa (Pasal 44 KUHP), atau karena
menjalankan perintah jabatan (Pasal 51 KUHP).
(M.Prodjohamidjojo, 1982: 31)
c) Putusan pemidanaan (Veroldeling)
Seorang hakim akan menjatuhkan putusan-putusannya
apabila perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa dianggap
terbukti dan merupakan kejahatan tindak pidana (Pasal 193 ayat (1)
KUHAP). Akan tetapi jika putusan ini dikenakan pada anak berumur
16 tahun atau belum kawin, hakim masih punya leluasa untuk
memilih hukumnya. Menurut Pasal 45 KUHP, hakim leluasa untuk
memilih antara tiga macam tindakan terdakwa, yaitu :
(1) Menyerahkan terdakwa kembali
kepada orang tua atau wali.
(2) Memerintahkan terdakwa diserahkan
kepada pemerintah agar dipelihara, dalam tempat pendidikan
sampai berumur 18 tahun.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
(3) Menjatuhkan suatu hukuman pidana
kepada terdakwa.
Putusan hakim dapat dieksekusi bila putusan tersebut telah
mempunyai kekuatan hukum tetap, yang telah diterima oleh para
pihak yang bersangkutan. Putusan yang berupa penghukuman
terdakwa dapat berupa pidana seperti yang diatur dalam Pasal 10
KUHP, yaitu :
(1) Pidana Pokok, terdiri atas, a) Pidana
mati b) Pidana penjara c) Kurungan d) Denda
(2) Pidana Tambahan, terdiri atas, a)
Pencabutan hak-hak tertentu b) Perampasan barang-barang
tertentu c) Pengumuman putusan hakim.
Suatu putusan diberikan untuk memberikan pidana terhadap
seorang pelaku tindak pidana. Tujuan dari pidana dari waktu ke
waktu mengalami perkembangan. Dimulai dari yang paling tua
tujuan pidana adalah pembalasan (revenge). Pidana dijatuhkan atau
diberikan untuk tujuan memuaskan pihak yang dendam baik
masyarakat sendiri maupun pihak yang dirugikan atau yang menjadi
korban kejahatan.
Tujuan berikutnya adalah untuk penghapusan dosa
(evpiation) atau retribusi (retribution) yaitu melepaskan pelanggar
hukum dari perbuatan jahat atau menciptakan balans antara yang hak
dan batil. Tujuan yang dipandang sebagai tujuan yang berlaku
sekarang ialah variasi dari bentuk : penjeraan (deterrent), baik
ditujukan kepada pelanggar hukum sendiri maupun kepada mereka
yang mempunyai potensi menjadi jahat ; perlindungan kepada
masyarakat dari perbuatan jahat ; perbaikan atau reformasi kepada
penjahat.
Tujuan terakhir inilah yang menjadi tujuan paling populer
karena bukan saja bertujuan memperbaiki kondisi pemenjeraan tetapi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
juga mencari alternatif lain yang bukan bersifat pidana dalam
membina pelanggar hukum.
Tentang maksud penjatuhan pidana terdapat beberapa teori
yang mengemukakan mengapa suatu kejahatan dikenakan suatu
pidana antara lain :
(1) Teori Absolut atau Teori Pembalasan
Menurut teori ini pidana dijatuhkan karena seseorang
telah melakukan suatu tindak pidana. Pidana harus ada sebagai
suatu pembalasan kepada orang yang telah melakukan tindak
(Muladi, Barda
Nawawi A, 1998 :10-11).
(2) Teori Relatif
Menurut teori ini pidana dijatuhkan bukan semata-mata
untuk memberikan tuntutan absolut dari keadilan. Menurut
hanya sebagai sarana untuk melindungi kepentingan
1998 :16). Dasar
pembenar adanya pidana menurut teori ini terletak pada
tujuannya. Pidana dijatuhkan bukan karena orang melakukan
kejahatan seperti dalam teori absolut tetapi supaya orang
jangan melakukan kejahatan.
Harus ada tujuan yang lebih jauh daripada hanya
menjatuhkan pidana saja. Dengan demikian, teori ini juga
disebut dengan teori tujuan (doel-theorien). Tujuan ini harus
diarahkan untuk mencegah agar kejahatan yang dilakukan
tidak terulang lagi (prevensi).
Prevensi ada dua macam, yaitu prevensi khusus dan
prevensi umum. Dalam prevensi umum pidana dijatuhkan agar
orang tidak melakukan kejahatan yang sama. Dalam prevensi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
khusus, pidana dijatuhkan agar pelaku dari kejahatan tersebut
tidak mengulangi lagi perbuatannya.
(3) Teori Gabungan
Teori ini merupakan gabungan dari kedua teori yaitu
teori absolut dan teori relatif. Teori ini mendasarkan pidana
sebagai pembalasan dan mempertahankan tata tertib dalam
masyarakat yang diterapkan dengan cara pembinaan dengan
menitik beratkan pada salah satu unsur, tanpa menghilangkan
unsur lain maupun menitikberatkan pada semua unsur yang
ada.
terdapat perselisihan paham, tetapi mengenai faedah atau
Chazawi, 2002 :158). Teori ini tidak hanya sebagai
pembalasan atau prevensi, tetapi juga memperbaiki pelaku
kejahatan.
4) Pertimbangan Hakim dalam Putusan
Pertimbangan hakim dalam suatu putusan yang mengandung
penghukuman terdakwa, harus ditujukan kepada hal terbuktinya suatu
peristiwa pidana yang didakwakan kepada terdakwa. Oleh sebab itu,
suatu tindak pidana selalu terdiri dari beberapa bagian yang merupakan
syarat perbuatan tersebut dapat dipidana, sehingga tiap-tiap bagian
tersebut harus ditinjau apakah perbuatan tersebut dapat dianggap nyata
telah terjadi. Hakim juga mempunyai pertimbangan-pertimbangan untuk
meringankan maupun memberatkan terdakwa.
Hakim mempunyai pertimbangan-pertimbangan untuk meringankan
maupun memberatkan terdakwa. Fakta-fakta yang meringankan
merupakan refleksi sifat yang baik dari terdakwa dan fakta-fakta yang
memberatkan dinilai sebagai sifat yang jahat dari terdakwa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
d. Tinjauan Mengenai Tindak Pidana Persetubuhan Terhadap Anak Di
Bawah Umur
1) Pengertian Mengenai Tindak Pidana
Menurut Wirjono Prodjodikoro pengertian tindak pidana adalah
-norma dalam 3 (tiga) bidang hukum lain, yaitu
hukum Perbahan Hukum, Hukum Ketata-negaraan dan Hukum Tata-
Usaha-Pemerintahan, yang oleh pembentuk undang-undang ditanggapi
rjono Prodjodikoro, 2002: 1).
Menurut P.A.F. Lamintang (1997: 185), tindak pidana itu sebagai
suatu tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja
ataupun tidak dengan sengaja oleh seseorang yang dapat
dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan yang oleh undang-undang
telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum.
Moeljatno menggunakan istilah perbuatan pidana, yang
larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu,
Tindak pidana adalah perbuatan yang oleh undang-undang
dinyatakan dilarang yang disertai ancaman pidana pada barang siapa
yang melanggar larangan tersebut. Wadah tindak pidana ialah undang-
undang, baik berbentuk kodifikasi yakni KUHP dan di luar kodifikasi,
tersebar luas dalam berbagai peraturan perundang-undangan (Adami
Chazawi, 2002: 67).
Dalam kamus hukum tindak pidana merupakan setiap perbuatan
yang diancam hukuman sebagai kejahatan atau pelanggaran baik yang
disebut dalam KUHP maupun peraturan perundang-undangan lainnya.
Suatu perbuatan agar dapat disebut sebagai tindak pidana harus
memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
a) Perbuatan yang dilarang;
b) Akibat dari perbuatan itu menjadi dasar alasan mengapa perbuatan
tersebut dilarang (dalam rumusan undang-undang);
c) Bersifat melanggar Hukum.
Pada pemutusan pemidanaanya kejahatan dipidana lebih berat
dibandingkan dengan pelanggaran. Prinsipnya suatu tindak pidana
terdapat sifat yang sama yakni wederrechtelijkheid (sifat melanggar
hukum), sehingga dapat dikatakan suatu tindak pidana tidak akan ada
tanpa adanya sifat yang melanggar hukum.
Kriteria untuk membedakan suatu golongan tindak pidana dengan
golongan tindak pidana lain terdapat pada kriterianya untuk membedakan
hal tersebut. KUHP membagi tindak pidana ke dalam 2 (dua) golongan
yaitu pelanggaran dan kejahatan. Hal ini disebabkan keduanya bersifat
kuantitatif yaitu kejahatan pada umumnya diancam dengan pidana lebih
berat dibandingkan dengan pelanggaran (Wirjono Prodjodikoro, 2002: 8).
2) Pengertian Persetubuhan
Yang disebut persetubuhan (coitus) adalah perpaduan antara 2
kelamin yang berlawanan jenisnya untuk memenuhi kebutuhan biologik,
yaitu kebutuhan seksual. Persetubuhan yang lengkap terdiri atas penetrasi
penis kedalam vagina, gesekan-gesekan penis terhadap vagina dan
ejakulasi. Menurut kalangan ahli hukum suatu persetubuhan tidak harus
diahkiri dengan ejakulasi. Bahkan penetrasi yang ringan, yaitu masuknya
kepala zakar diantara kedua bibir luar, sudah dapat dianggap sebagai
tindakan persetubuhan.
Persetubuhan sendiri dibedakan menjadi dua macam, yaitu
persetubuhan yang dilakukan secara legal dan persetubuhan yang
dilakukan secara tak legal. Persetubuhan terhadap wanita dianggap legal
jika wanita itu sudah cukup umur, tidak dalam ikatan perkawinan dengan
laki-laki lain dan dilakukan dengan izinnya atau persetujuannya.
Berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia, seorang wanita dianggap
cukup umur dalam soal persetubuhan jika ia sudah genap berumur 15
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
tahun. Pada umur tersebut ia sudah dianggap mampu memahami resiko-
resikonya dan oleh karenanya ia dapat menentukan sendiri apakah ia
akan menyetujui suatu persetubuhan atau tidak. Namun persetubuhan
persetubuhan dari seorang wanita yang tidak sehat akalnya tidak
dianggap syah, meskipun wanita itu sudah berumur 15 tahun. Ikatan
perkawinan dapat dianggap sebagai persetujuan atau izin bagi suami
untuk melakukan persetubuhan dengan istrinya. Jika persetubuhan
dilakukan dengan tidak mengindahkan prinsip-prinsip di atas maka
persetubuhan tersebut dianggap tak legal dan dapat dipidana.
Berdasarkan KUHP, persetubuhan tak legal terdiri atas
persetubuhan tak legal yang dilakukan didalam perkawinan dan
persetubuhan yang dilakukan diluar perkawinan. Yang dimaksud
persetubuhan tak legal yang dilakukan didalam perkawinan disini adalah
persetubuhan yang dilakukan terhadap istrinya sendiri yang belum cukup
umur dan persetubuhan tersebut telah menimbulkan luka-luka. Acaman
hukumannya berdasarkan pasal 288 KUHP ialah penjara selamalamanya
4 tahun, jika mengakibatkan luka berat maka anacaman hukumannya 8
tahun dan jika mengakibatkan mati ancaman hukumannya 12 tahun.
Sedangkan persetubuhan tak legal yang dilakukan diluar
perkawinan adalah persetubuhan yang dilakukan oleh seorang laki-laki
dengan wanita yang bukan istrinya. Dengan kata lain antara laki-laki dan
wanita yang melakukan persetubuhan itu tidak berada dalam ikatan
perkawinan. Perbuatan ini dapat dibagi menjadi 2, yaitu :
a) Persetubuhan yang dilakukan atas persetujuan atau izin dari wanita
yang disetubuhi, misalnya persetubuhan dengan wanita yang belum
cukup umur dan perzinahan.
b) Persetubuhan yang dilakukan tanpa persetujuan atau izin dari wanita
yang disetubuhi, misalnya perkosaan dan persetubuhan dengan
wanita yang tidak berdaya.
Yang dimaksud dengan persetubuhan dengan wanita yang belum
cukup umur ialah persetubuhan dengan wanita bukan istrinya yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
umurnya belum genap 15 tahun. Berdasarkan pasal 287 KUHP, jika
umur wanita itu belum genap 12 tahun termasuk delik biasa dan jika
umurnya sudah genap 12 tahun tetapi belum genap 15 tahun termasuk
delik aduan. Sedangkan yang dimaksud persetubuhan dengan wanita
tidak berdaya sebagaimana diuraikan dalam pasal 286 KUHP ialah
persetubuhan dengan wanita bukan istrinya yang keadaan kesehatan
jiwanya tidak memungkinkan wanita itu dapat diminta persetujuannya
ataupun izinnya. Wanita tak sadar, gila, atau idiot tidak mungkin dapat
diminta persetujuan ataupun izinnya untuk disetubuhi, kalaupun ia
memberikan persetujuan ataupun izinnya maka persetujuan tersebut
harus dianggap tidak syah, begitu juga wanita yang pingsan, dengan
catatan pingsannya itu bukan karena perbuatan laki-laki yang
menyetubuhinya, namun jika pingsannya itu akibat perbuatan laki-laki itu
maka tindak pidana tersebut termasuk pemerkosaan, bukan persetubuhan
dengan wanita yang tidak berdaya.
Sedangkan jika secara substansial ditinjau dari sudut pandang usia
korban persetubuhan itu sendiri dapat mengerucut dengan adanya Pasal
81 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak yang perumusanya antara lain:
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat,
serangkaian kebohongan, atau membujuk anak melakukan persetubuhan
denganya atau dengan orang lain, dipidana 15 tahun dan paling singkat 3
(tiga tahun).
3) Pengertian Mengenai Anak Di Bawah Umur
Berbicara mengenai anak adalah sangat penting karena adalah
potensi dan yang menentukan masa depan suatu bangsa karena maju
mundurnya sebuah bangsa tergantung oleh moralitas anak yang kelak
nantinya akan berperan menentukan sejarah bangsa di masa yang akan
datang. Sebelum membahas lebih jauh mengenai anak, penulis akan
menyajikan pengertian anak itu sendiri. Di dalam hukum positif kita
terdapat keanekaragaman batasan usia anak, sebagai akibat tiap-tiap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
peraturan perundang-undangan memiliki kriteria mengenai apa yang
dimaksud dengan anak dibawah umur antara lain:
a) Anak menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak dan Peradilan Anak
Pengertian anak menurut Undang-Undang No. 23 Tahun
2002 tentang Perlindungan Anak dan Peradilan Anak diatur dalam
Pasal 1 ayat (1) adalah orang yang belum mencapai 18 tahun dan
belum pernah kawin. Ketentuan tersebut membatasi diri khususnya
dalam perkara anak nakal saja, tanpa membedakan jenis kelamin
antara laki-laki dan perempuan dengan umur dibatasi secara minimal
dan maksimal dengan perkecualian anak belum pernah kawin.
Sedangkan dalam Pasal 4 ayat (1) menyebutkan bahwa anak nakal
yang dapat diajukan ke sidang anak adalah sekurang-kurangnya 8
(delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 tahun dan belum
pernah kawin.
Batasan umur dalam kedua ketentuan diatas, menunjukkan
bahwa yang disebut anak yang dapat diperkarakan secara pidana
dibatasi ketika berumur antara 8 (delapan) tahun sampai 18 tahun.
Apabila di bawah umur 18 tahun tetapi sudah kawin maka harus
dianggap sudah dewasa bukan di kategorikan sebagai anak lagi.
Dengan demikian tidak diproses berdasarkan Undang-Undang
Perlindungan anak dan Peradilan Anak, akan tetapi berdasarkan
KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) dan KUHAP (Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana).
b) Anak menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Pengertian anak menurut Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP) terdapat dalam Pasal 45 KUHP yang memberi
definisi anak adalah anak yang belum mencapai usia 16 tahun
melakukan tindak pidana maka hakim dapat memerintahkan supaya
anak tersebut dikembalikan kepada orang tuanya, walinya atau
pemeliharanya tanpa dikenai sanksi pidana apapun.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
Sedangkan seseorang yang telah berusia 18 tahun dan telah
melakukan tindak pidana dapat dikenai pemidanaan sesuai dengan
Pasal 47 KUHP yaitu hakim dapat menjatuhkan pidana maksimal
dikurangi sepertiga tahun, apabila perbuatan tersebut merupakan
kejahatan yang diancam dengan hukuman mati atau seumur hidup
maka dijatuhi hukuman penjara paling lama 15 tahun.
c) Anak menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Pengertian anak menurut Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata diatur dalam Pasal 330 ayat (1) yang menyebutkan bahwa
anak di bawah umur adalah anak yang belum mencapai umur 21
(dua puluh satu) tahun. Kecuali dalam rentang 21 (dua puluh satu)
tahun telah melakukan pernikahan dan melakukan pendewasaan
(Pasal 419 KUHPerdata) yang menyatakan dengan pendewasaan
dengan diberikan hak tertentu. Apabila seseorang yang belum
mencapai 21 (dua puluh satu) tahun melakukan perceraian sampai
batas usia tersebut tidak mempengaruhi terhadap perubahan status
kedewasaannya (Pasal 330 ayat (20) KUHPerdata) dalam hal sebagai
saksi dimuka pengadilan dimana dalam Pasal 1912 merumuskan
bahwa: orang yang belum genap mencapai usia 15 tahun, begitu pula
orang-orang yang belum dewasa atau orang yang berada di bawah
pengampuan, dungu, sakit ingatan atau mata gelap, ataupun selama
masa bergantung, atas perintah hakim telah dimasukkan dalam
tahanan tidak dapat diterima sebagai saksi
Meskipun demikian dalam hal-hal tertentu hakim dapat
dengan leluasa untuk mendengarkan orang-orang yang belum
dewasa atau orang yang dibawah pengampuan yang kadang-kadang
dapat berpikir sehat, tanpa suatu penyumpahan dapat dijadikan
pertimbangan oleh hakim dalam memutus perkara.
d) Anak menurut Undang Undang Perkawinan
Pengertian Anak menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
hanya di ijinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan
belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 19 (sembilan
mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun harus mendapat ijin dari
e) Anak menurut Hukum Adat
Pengertian anak menurut hukum adat seseorang anak adalah
orang yang masih dalam tanggungan orang tua, sedangkan seseorang
dapat dikatakan dewasa apabila o
yang berarti orang tersebut sudah mampu bekerja untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya, misalnya sudah dapat bekerja untuk memenuhi
kebutuhannya sendiri.
f) Anak menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997, Tentang
Kesejahteraan Anak
Pengertian anak menurut Undang-Undang No.4 Tahun 1997
diatur dalam Pasal 1 butir 2 yang menjelaskan bahwa anak adalah
seseorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan
sebelumnya belum pernah kawin. Mengapa usia 21 (dua puluh satu)
tahun dijadikan bahan pertimbangan, hal tersebut mencakup 3 (tiga)
hal, yaitu:
(1) Kepentingan usaha sosial;
(2) Tahap kematangan sosial;
(3) Kematangan Pribadi dan mental seorang anak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
B. Kerangka Pemikiran
Tindak Pidana Persetubuhan
NO.10/PID.B/2011/PN.Bi
Korban Anak
Di Bawah Umur
Pembuktian
Petunjuk
Alasan Hakim dalam
penggunaan Alat Bukti
Petunjuk
Dakwaan
Alat Bukti Yang Sah
Pengunaan Alat Bukti
Petunjuk Dalam Pembuktian
PUTUSAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
Gambar. 1 . Skematik Kerangka Pemikiran
Penjelasan:
Dalam melakukan suatu tindak pidana persetubuhan terhadap korbannya
adalah anak di bawah umur dapat dijerat dengan Pasal 81 ayat (2) Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang mana dalam
pasal tersebut dapat dijelaskan bahwa membujuk anak melakukan
persetubuhan dengannya dan orang lain adalah bagian inti (unsur esensial)
dari delik percobaan yang dilakukan oleh anak di sinilah peran dari Penuntut
Umum dituntut untuk dapat membuat dakwaan dan dapat membuktikan
dakwaannya tersebut di persidangan. Penuntut Umum harus berusaha
membuktikan tindak pidana yang dilakukan terdakwa di muka sidang
pengadilan dengan alat bukti yang telah disiapkan secara lengkap di dalam
berita acara yang telah dilimpahkan. Dalam usaha penuntut umum
meyakinkan hakim atas terbuktinya surat dakwaan perlu juga memperhatikan
di dalam sidang harus teliti dan cermat dalam usaha menemukan bukti
perbuatan atau akibat dari perbuatan terdakwa, data dan fakta dari hasil sidang
yang menentukan adanya tindak pidana harus dicatat, harus dapat menilai alat
bukti yang memenuhi syarat yang sah dan alat bukti yang tidak dapat
digunakan karena tidak memenuhi syarat sebagai alat bukti.
Sehingga dengan demikian penulis akan mengkaji mengenai bagaimana
penggunaan alat bukti petunjuk oleh penuntut umum dalam proses pembuktian
yang digunakan hakim sebagai dasar pertimbangan menjatuhkan putusan
tindak pidana persetubuhan terhadap anak di bawah umur dalam putusan
No.10/Pid.B/2011/PN.Bi dan Alasan hakim menggunakan alat bukti
petunjuk sebagai dasar pertimbangan dalam menjatuhkan putusan tindak
pidana persetubuhan terhadap anak di bawah umur dalam putusan
No.10/Pid.B/2011/PN.Bi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Deskripsi Kasus
Pada hari Rabu tanggal 15 Desember 2010 sekira pukul 14.15 WIB
bertempat di rumah saksi Heri Susanto Bin Parmin (dalam berkas tersendiri)
di Dukuh Ketaon Rt.06/Rw 01, Desa Ketaon, Kecamatan Banyudono,
Kabupaten Boyolali telah terjadi tindak pidana yaitu dengan sengaja
melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak
bernama Meika Dwi Anjaswari untuk melakukan persetubuhan dengannya
atau orang lain, mereka yang melakukan, menyuruh melakukan, dan turut
serta melakukan perbuatan, yakni dilakukan perbuatan atau cara-cara antara
lain sebagai berikut:
Pada hari Rabu tanggal 15 Desember 2010 sekira pukul 14.00
terdakwa Amir bersama teman-temanya merencanakan untuk mencari
perempuan dan telah sepakat kalau nanti dapat akan dibawa ke rumah saksi
Heri Susanto, sebelum berangkat menjemput perempuan tersebut mereka
pesta miras terlebih dahulu di lapangan Desa Ketaon Kecamatan Banyudono
Boyolali, dan ternyata perempuan yang dijemput tersebut mantan pacar
terdakwa sendiri. Kemudian terdakwa Amir sms ke saksi korban Meika untuk
ketemuan, namun oleh saksi korban awalnya tidak mau karena terdakwa
sudah menunggu di sebelah timur rumah saksi korban maka saksi korban
menemui terdakwa dan kemudian dibujuk oleh terdakwa.
Setelah berada di rumah saksi Heri Susanto yaitu di dalam kamar,
saksi korban Meika minta dipulangkan namun tiba-tiba terdakwa langsung
mendorong saksi korban ke atas kasur selanjutnya tangan kanan terdakwa
memegangi kedua tangan saksi korban sedangkan tangan kiri terdakwa
melucuti pakaian saksi korban hingga bugil lalu terdakwa menindih badan
saksi korban sambil menciumi bibir dan payudara serta meremas-remas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
payudara saksi korban, sambil memasukkan jari telunjuk ke dalam kemaluan
korban sambil terus menciumi saksi korban, setelah kemaluan terdakwa
tegang kemudian langsung dimasukkan ke dalam kemaluan saksi korban,
kemudian menggerakkan badannya maju-mundur hingga klimaks/sampai
puncak kenikmatan, terdakwa mengeluarkan spermanya keluar kelamin saksi
korban yaitu dimuntahkan ke perut saksi korban.
Setelah itu saksi korban mau keluar kamar dengan maksud mencari
terdakwa untuk mengantarkan pulang namun tiba-tiba Joko yang berbadan
besar (DPO) masuk ke dalam kamar yang di tempati saksi korban dengan
menawarkan minuman yang di taruh di botol aqua dan saksi korban mengira
bahwa minuman tersebut air biasa kemudian saksi korban meminum satu
gelas dan sewaktu saksi korban minum tersebut tangan sdr. Joko mendorong
gelas yang dipegang saksi korban hingga cepat habis terminum, dan ini
diulang sampai lima gelas kemudian saksi korban merasa pusing kemudian
saksi korban panggil-panggil Amir (terdakwa) untuk di antar pulang,
kemudian terdakwa terdakwa menghampiri saksi korban sambil merangkul
dan memapah saksi korban untuk ke kamar sebelah, setelah masuk ke kamar
tersebut terdakwa mengulangi perbuatannya lagi seperti tersebut di atas,
namun sperma yang dikeluarkan yang kali kedua oleh terdakwa di masukkan
ke dalam vagina saksi korban dan setelah terdakwa selesai menyetubuhi saksi
korban, tiba-tiba ayah dari saksi Heri (yang empunya rumah) dating marah-
marah hingga semuanya keluar melalui pintu belakang dan saksi korban
langsung diantar pulang oleh saksi Joko tidak sampai di rumah hanya sampai
di kali ginung Desa Trayu dan saksi korban kemudian pulang sendirian jalan
kaki hinga sampai rumahnya.
2. Identitas Terdakwa
Nama lengkap : Amin Nur Apriyanto Bin Slamet Partoyo
Tempat lahir : Boyolali
Umur/Tgl lahir : 17 Tahun/28 April 1993
Jenis kelamin : Laki-laki
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
Kebangsaan : Indonesia
Tempat tinggal : Dukuh Ketaon, Rt.12/Rw.II, Desa Ketaon,
Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali
Agama : Islam
Pekerjaan : Pelajar ( kelas II)
3. Dakwakan Penuntut Umum
Dakwaan Pertama:
Bahwa ia Terdakwa AMIN NUR APRIYANTO Bin SELAMET
PARTOYO bersama-sama dengan saksi HERI SUSANTO (dalam berkas
tersendiri) pada hari Rabu tanggal 15 Desember 2010 sekitar pukul 14.15
Wib atau setidak-tidaknya pada suatu wktu pada tahun 2010, bertempat di
rumah saksi Heri Susanto Bin Parmin (dalam berkas tersendiri) di Dukuh
Ketaon Rt. 06/Rw.01, Desa Ketaon, Kecamatan Bayudono, Kabupaten
Boyolali atau setidak-tidaknya di satu tempat dalam daerah hokum
Pengadilan Negeri Boyolali, dengan sengaja melakukan tipu muslihat,
serangkaian kebohongan, atau membujuk anak bernama Meika Dwi
Anjaswari untuk melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain,
merka yang melakukan, menyuruh melakukan,dan turut serta melakukan
perbuatan, yakni dilakukan perbuatan atau cara-cara antara lain sebagai
berikut :
Pada hari Rabu tanggal 15 Desember 2010 sekitar pukul 14.00 Wib,
saat berkumpul di lapangan Desa Ketaon, Kecamatan Banyudono, Kabupaten
Boyolali, terdakwa Amin bersama teman-temanya bernama Heri Susanto Bin
Parmin (dalam berkas tersendiri), merencanakan untuk mencari perempuan
dan telah sepakat kalau nanti dapat maka akan dibawa ke rumah saksi Heri
Susanto (dalam berkas tersendiri) sedangkan yang mempunyai ide adalah
terdakwa dan yang mencari perempuan tersebuat juga terdakwa sendiri, dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
sebelum berangkat menjemput perempuan tersebut pesta miras dulu di
Lapangan Desa Ketaon Kecamatan Banyudono Boyolali dan ternyata
perempuan yang dijemput tersebut manta pacar terdakwa sendiri bernama
Meika Dwi Anjaswari
Pada hari Rabu tanggal 15 Desember 2010 sekitar pukul 14.15 Wib,
terdakwa Amin Nur Apriyanto Bin Selamet Partoyo sms ke saksi korban
Meika Dwi Anjaswari yang berumr 14 tahun ang lahir pada 12 Mei 1996,
yang inti sms tersebut mengajak saksi korban Meika untuk ketemuan, namun
oleh saksi korban awalnya tidak mau karena terdakwa sudah menunggu di
sebelah timur rumah saksi korban Meika maka saksi korban menemui
terdakwa dan kemudian dibujuk oleh terdakwa untuk diajak jalan-jalan dan
saksi korban mau kemudian tanpa ijin orang tua saksi korban Meika, saksi
korban Meika diboncengkan oleh terdakwa dengan menggunakan sepeda
motor, awalnya diajak jalan-jalan dulu sambil pegang-pegang kaki saksi
korban Meika dan beb rapa saat kemudian terdakwa langsung menuju ke
Desa Ketaon yaitu ke rumah saksi Heri Susanto (dalam berkas tersendiri)
Sesampai di sebelah barat makam Desa Ketaon terdakwa berhenti,
kemudian terdakwa sms Heri bahwa sudah menunggu di makam belakang
rumah Heri Susanto lalu tidak lama terdakwa dijemput oleh saksi Heri
Susanto dan Hafid lalu oleh saksi Heri Susanto saksi korban Meika diajak ke
rumah saksi Heri Susanto melalui pintu belakang dan langsung diajak ke
dalam kamar sedangkan terdakwa dan saksi Hafid ke rumah saksi Heri
Susanto melalui pintu depan karena takut diketahui orang
Setelah berada di rumah saksi Heri Susanto yaitu di dalam sebuah
kamar, saksi korban Meika ketakutan dan bilang kepada terdakwa untuk
diantar pulang, namun oleh terdakwa tidak mau malah bilang ke saksi korban
-teman saya (terdakwa) itu baik-
kemudian saksi Heri Santoso keluar, kemudian saksi korban Meika
memberontak lagi minta untuk di puangkan namun tiba-tiba terdakwa
langsung mendorong saksi korban Meika ke atas kasur selanjutnya tangan
kanan terdakwa memgangi kedua tangan saksi korban Meika sedangkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
tangan kiri terdakwa melucuti pakaian saksi korban Meika hingga bugil lalu
terdakwa menindih badan saksi korban sambil menciumi bibir dan payudara
serta meremas-remas payudara saksi korban Meika, sambil memasukkan jari
telunjuk ke kemaluan korban Meika sambil terus menciumi saksi korban,
setelah kemaluan terdakwa tegang kemudian langsung memasukkan ke dalam
kemalan saksi korban Meika setelah masuk lalu terdakwa menggerakkan
badanya maju-mundur hingga klimaks dalam waktu kurang lebih 5 menit,
setelah klimaks/sampai puncak kenikmatan terdakwa mengeluarkan
sepermanya keluar kelamin saksi korban yaitu dimuntahkan ke perut saksi
korban, setelah selesai terdakwa memakai bajunya dan sewaktu saksi korban
Meika akan memakai bajunya terdakwa tidak membolehkan, kata terdakwa
suruh tunggu dulu kemudian terdakwa keluar.
Selagi terdakwa keluar saksi korban langsung memakai celana dan
belum sempat memakai bajunya namun tiba-tiba saksi Hesi Susanto (dalam
berkas tersendiri) masuk kamar yang di tempati saksi korban, kemudian saksi
Heri langsung menutup pintu kamar dan langsung melepas ikat pinggangnya
hingga terjatuh ke atas kasur dan langsung menindih saksi korban sambil
membuka baju dan celananya sendiri dan kemudian saksi Heri melepas
celana dalam dan celana luar saksi korban dan kemudian saksi Heri langsung
menciumi bibir dan payudara serta meremas-remas payudara saksi korban
Meika, setelah kemaluan terdakwa tegang kemudian langsung dimasukan
kedalam kemaluan saksi korban Meika setelah masuk lalu saksi Heri Santoso
mengerakkan badanya maju-mundur hingga klimaks dalam waktu kurang
lebih 10 menit, setelah kelimaks/sampai puncak kenikmatan , Heri Santoso
mengeluarkan sepermanya kedalam kemaluan Meika dan kemudian saksi
korban Meika disuruh membersihkan alat kelamin saksi Heri Santoso dengan
menggunakan kain, kemudian setelah selesai saksi Heri Santoso memakai
baju dan celananya lalu keluar dan saksi korban langsung memakai bajunya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
Kemudian saksi korban Meika mau keluar kamar dengan maksud
mencari terdakwa untuk mengantarkan pulang, namun tiba-tiba Joko yang
berbadan besar (DPO) masuk kamar Meika dengan menawarkan minuman
yang ditaruh diotol aqua dan saksi korban mengira bahwa minuman tersebut
air biasa kemudian saksi korban minum satu gelas dan sewaktu saksi korban
minum tersebut tangan sdr. Joko mendorong gelas yang dipegang saksi
korban hingga cepat habis terminum, dan itu di ulang sampai lima gelas
kemudian saksi korban merasa pusing kemudian saksi korban pangil-pangil
Amin (terdakwa) untuk antar pulang, kemudian terdakwa menghampri saksi
saksi Heri Santoso mengulangi perbuatanya lagi seperti tersebut diatas,
namun seperma yang dikeluarkan yang kali kedua oleh terdakwa dimasukan
kedalam vagina saksi korban dan setelah terdakwa dan saksi Heri selesai
menyetubuhi saksi korban, tiba-tiba ayah dari saksi Heri (yang empunya
rumah tersebut) datang marah-marah hingga semuanya keluar melalui pintu
belakang dan saksi korban langsung di antar pulang oleh saksi Joko tidak
sampai rumah hingga sampai di kali gunung Desa Trayu dan saksi korban
kemudian pulang sendirian jalan kaki hingga sampai rumahnya. Sebeum
kejadian tersebut di atas terdakwa dengan saksi Meika sewaktu berpacaran
telah melakukan hubungan intim berkali-kali.
Akibat perbuatan terdakwa dan saksi Heri Susanto (dalam berkas
tersendiri) saksi korban Meika Dwi Anjaswari yang masih berumur 14 tahun
tersebut tidak terdapat kelainan pada alat kelamin luar. Pada selaput darah
terdapat luka robekan lama yang tepinya tidak berdarah, rata sampai kedasar,
lokasi di jam 05.00, 0700 dan 11.00, sebagaimana Visum et Repertum No.
445/036/34/2010 tanggal 17 Desember yang ditandatangani oleh Dr. Sri
Suyanto, Sp. OG Dr. Rumah Sakit Umum daerah Banyudono. Yang
memeriksa dengan kesimpulan : pada wanita umur 14 tahun didapatkan luka
robekanlama pada selaput dara pada arah jam 05.00 , 07.00 dan 11.00, yang
disebabkan bersentuhan dengan benda tumpul
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
Perbuatan terdakwa merupakan tindakan pidana sebagaimana diatur
dan diancam pidana dalam pasal 81 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo pasal 55 ayat (1) KUHP
DAN
Dakwaan Kedua:
Bahwa ia Terdakwa AMIN NUR APRIYANTO Bin SELAMET
PARTOYO bersama-sama dengan saksi HERI SUSANTO (dalam berkas
tersendiri) pada waktu dan tempat seperti tersebut dalam dakwaan pertama,
dengan sengaja melakukan kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat,
serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau
membiarkan dilakukan perbuatan cabul, mereka yang melakukan, menyuruh
melakukan,dan turut serta melakukan perbuatan, yakni dilakukan perbuatan
atau cara-cara antara lain sebagai berikut :
Pada hari Rabu tanggal 15 Desember 2010 sekitar pukul 14.00 Wib,
saat berkumpul di lapangan Desa Ketaon, Kecamatan Banyudono, Kabupaten
Boyolali, terdakwa Amin bersama teman-temanya bernama Heri Susanto Bin
Parmin (dalam berkas tersendiri), merencanakan untuk mencari perempuan
dan telah sepakat kalu nanti dapat maka akan dibawa ke rumah saksi Heri
Susanto (dalam berkas tersendiri) sedangkan yang mempunyai ide adalah
terdakwa dan yang mencari perempuan tersebuat juga terdakwa sendiri, dan
sebelum berangkat menjemput perempuan tersebut pesta miras dulu di
Lapangan Desa Ketaon Kecamatan Banyudono Boyolali dan ternyata
perempuan yang dijemput tersebut manta pacar terdakwa sendiri bernama
Meika Dwi Anjaswari
Pada hari Rabu tanggal 15 Desember 2010 sekitar pukul 14.15 Wib,
terdakwa Amin Nur Apriyanto Bin Selamet Partoyo sms ke saksi korban
Meika Dwi Anjaswari yang berumr 14 tahun ang lahir pada 12 Mei 1996,
yang inti sms tersebut mengajak saksi korban Meika untuk ketemuan, namun
oleh saksi korban awalnya tidak mau karena terdakwa sudah menunggu di
sebelah timur rumah saksi korban Meika maka saksi korban menemui
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
terdakwa dan kemudian dibujuk oleh terdakwa untuk diajak jalan-jalan dan
saksi korban mau kemudian tanpa ijin orang tua saksi korban Meika, saksi
korban Meika diboncengkan oleh terdakwa dengan menggunakan sepeda
motor, awalnya diajak jalan-jalan dulu sambil pegang-pegang kaki saksi
korban Meika dan bebrapa saat kemudian terdakwa langsung menuju ke Desa
Ketaon yaitu ke rumah saksi Heri Susanto (dalam berkas tersendiri)
Sesampai di sebelah barat makam Desa Ketaon terdakwa berhenti,
kemudian terdakwa sms Heri bahwa sudah menunggu di makam belakang
rumah Heri Susanto lalu tidak lama terdakwa dijemput oleh saksi Heri
Susanto dan Hafid lalu oleh saksi Heri Susanto saksi korban Meika diajak ke
rumah saksi Heri Susanto melalui pintu belakang dan langsung diajak ke
dalam kamar sedangkan terdakwa dan saksi Hafid ke rumah saksi Heri
Susanto melalui pintu depan karena takut diketahui orang
Setelah berada di rumah saksi Heri Susanto yaitu di dalam sebuah
kamar, saksi korban Meika ketakutan dan bilang kepada terdakwa untuk
diantar pulang, namun oleh terdakwa tidak mau malah bilang ke saksi korban
-teman saya (terdakwa) itu baik-baik
saksi Heri Santoso keluar, kemudian saksi korban Meika memberontak lagi
minta untuk di puangkan namun tiba-tiba terdakwa langsung mendorong
saksi korban Meika ke atas kasur selanjutnya tangan kanan terdakwa
memgangi kedua tangan saksi korban Meika sedangkan tangan kiri terdakwa
melucuti pakaian saksi korban Meika hingga bugil lalu terdakwa menindih
badan saksi korban sambil menciumi bibir dan payudara serta meremas-remas
payudara saksi korban Meika, sambil memasukkan jari telunjuk ke kemaluan
korban Meika sambil terus menciumi saksi korban, setelah kemaluan
terdakwa tegang kemudian langsung memasukkan ke dalam kemalan saksi
korban Meika setelah masuk lalu terdakwa menggerakkan badanya maju-
mundur hingga klimaks dalam waktu kurang lebih 5 menit, setelah
klimaks/sampai puncak kenikmatan terdakwa mengeluarkan sepermanya
keluar kelamin saksi korban yaitu dimuntahkan ke perut saksi korban, setelah
selesai terdakwa memakai bajunya dan sewaktu saksi korban Meika akan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
memakai bajunya terdakwa tidak membolehkan, kata terdakwa suruh tunggu
dulu kemudian terdakwa keluar.
Selagi terdakwa keluar saksi korban langsung memakai celana dan
belum sempat memakai bajunya namun tiba-tiba saksi Hesi Susanto (dalam
berkas tersendiri) masuk kamar yang di tempati saksi korban, kemudian saksi
Heri langsung menutup pintu kamar dan langsung melepas ikat pinggangnya
hingga terjatuh ke atas kasur dan langsung menindih saksi korban sambil
membuka baju dan celananya sendiri dan kemudian saksi Heri melepas
celana dalam dan celana luar saksi korban dan kemudian saksi Heri langsung
menciumi bibir dan payudara serta meremas-remas payudara saksi korban
Meika, setelah kemaluan terdakwa tegang kemudian langsung dimasukan
kedalam kemaluan saksi korban Meika setelah masuk lalusaksi Heri Santoso
mengerakkan badanya maju-mundur hingga klimaks dalam waktu kurang
lebih 10 menit, setelah kelimaks/sampai puncak kenikmatan, Heri Santoso
mengeluarkan sepermanya kedalam kemaluan Meika dan kemudian saksi
korban Meika disuruh membersihkan alat kelamin saksi Heri Santoso dengan
menggunakan kain, kemudian setelah selesai saksi Heri Santoso memakai
baju dan celananya lalu keluar dan saksi korban langsung memakai bajunya
Kemudian saksi korban Meika mau keluar kamar dengan maksud
mencari terdakwa untuk mengantarkan pulang, namun tiba-tiba Joko yang
berbadan besar (DPO) masuk kamar Meika dengan menawarkan minuman
yang ditaruh diotol aqua dan saksi korban mengira bahwa minuman tersebut
air biasa kemudian saksi korban minum satu gelas dan sewaktu saksi korban
minum tersebut tangan sdr. Joko mendorong gelas yang dipegang saksi
korban hingga cepat habis terminum, dan itu di ulang sampai lima gelas
kemudian saksi korban merasa pusing kemudian saksi korban pangil-pangil
Amin (terdakwa) untuk antar pulang, kemudian terdakwa menghampri saksi
Ayo Me
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
saksi Heri Santoso mengulangi perbuatanya lagi seperti tersebut diatas,
namun seperma yang dikeluarkan yang kali kedua oleh terdakwa dimasukan
kedalam vagina saksi korban dan setelah terdakwa dan saksi Heri selesai
menyetubuhi saksi korban, tiba-tiba ayah dari saksi Heri (yang empunya
rumah tersebut) datang marah-marah hingga semuanya keluar melalui pintu
belakang dan saksi korban langsung di antar pulang oleh saksi Joko tidak
sampai rumah hingga sampai di kali gunung Desa Trayu dan saksi korban
kemudian pulang sendirian jalan kaki hingga sampai rumahnya. Sebelum
kejadian tersebut di atas terdakwa dengan saksi Meika sewaktu berpacaran
telah melakukan hubungan intim berkali-kali.
Akibat perbuatan terdakwa dan saksi Heri Susanto (dalam berkas
tersendiri) saksi korban Meika Dwi Anjaswari yang masih berumur 14 tahun
tersebut tidak terdapat kelainan pada alat kelamin luar. Pada selaput darah
terdapat luka robekan lama yang tepinya tidak berdarah, rata sampai kedasar,
lokasi di jam 05.00, 0700 dan 11.00, sebagaimana Visum et Repertum No.
445/036/34/2010 tanggal 17 Desember yang ditandatangani oleh Dr. Sri
Suyanto, Sp. OG Dr. Rumah Sakit Umum daerah Banyudono. Yang
memeriksa dengan kesimpulan : pada wanita umur 14 tahun didapatkan luka
robekanlama pada selaput dara pada arah jam 05.00 , 07.00 dan 11.00, yang
disebabkan bersentuhan dengan benda tumpul
Perbuatan terdakwa merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dan
diancam pidana dalam Pasal 82 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak jo Pasal 55 Ayat (1) KUHP
ATAU
Dakwaan Ketiga :
Bahwa ia Terdakwa AMIN NUR APRIYANTO Bin SELAMET
PARTOYO bersama-sama dengan saksi HERI SUSANTO (dalam berkas
tersendiri) pada wakyu dan tempat seperti tersebut dalam dakwaan pertama
dan kedua, dengan sengaja membawa pergi seorang wanita yang belum cukup
umur tanpa dikehendaki orang tua atau walinya tetapi dengan persetujuannya,
dengan maksud untuk memastikan penguasaannya terhadap wanita itu, baik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
di dalam maupun di luar pernikahan, mereka yang melakukan, menyuruh
melakukan, dan turut serta melakukan perbuatan, yakni dilakukan perbuatan
atau cara-cara antara lain sebagai berikut :
Pada hari Rabu tanggal 15 Desember 2010 sekitar pukul 14.00 Wib,
saat berkumpul di lapangan Desa Ketaon, Kecamatan Banyudono, Kabupaten
Boyolali, terdakwa Amin bersama teman-temanya bernama Heri Susanto Bin
Parmin (dalam berkas tersendiri), merencanakan untuk mencari perempuan
dan telah sepakat kalu nanti dapat maka akan dibawa ke rumah saksi Heri
Susanto (dalam berkas tersendiri) sedangkan yang mempunyai ide adalah
terdakwa dan yang mencari perempuan tersebuat juga terdakwa sendiri, dan
sebelum berangkat menjemput perempuan tersebut pesta miras dulu di
Lapangan Desa Ketaon Kecamatan Banyudono Boyolali dan ternyata
perempuan yang dijemput tersebut manta pacar terdakwa sendiri bernama
Meika Dwi Anjaswari
Pada hari Rabu tanggal 15 Desember 2010 sekitar pukul 14.15 Wib,
terdakwa Amin Nur Apriyanto Bin Selamet Partoyo sms ke saksi korban
Meika Dwi Anjaswari yang berumr 14 tahun ang lahir pada 12 Mei 1996,
yang inti sms tersebut mengajak saksi korban Meika untuk ketemuan, namun
oleh saksi korban awalnya tidak mau karena terdakwa sudah menunggu di
sebelah timur rumah saksi korban Meika maka saksi korban menemui
terdakwa dan kemudian dibujuk oleh terdakwa untuk diajak jalan-jalan dan
saksi korban mau kemudian tanpa ijin orang tua saksi korban Meika, saksi
korban Meika diboncengkan oleh terdakwa dengan menggunakan sepeda
motor, awalnya diajak jalan-jalan dulu sambil pegang-pegang kaki saksi
korban Meika dan bebrapa saat kemudian terdakwa langsung menuju ke Desa
Ketaon yaitu ke rumah saksi Heri Susanto (dalam berkas tersendiri)
Sesampai di sebelah barat makam Desa Ketaon terdakwa berhenti,
kemudian terdakwa sms Heri bahwa sudah menunggu di makam belakang
rumah Heri Susanto lalu tidak lama terdakwa dijemput oleh saksi Heri
Susanto dan Hafid lalu oleh saksi Heri Susanto saksi korban Meika diajak ke
rumah saksi Heri Susanto melalui pintu belakang dan langsung diajak ke
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
dalam kamar sedangkan terdakwa dan saksi Hafid ke rumah saksi Heri
Susanto melalui pintu depan karena takut diketahui orang
Setelah berada di rumah saksi Heri Susanto yaitu di dalam sebuah
kamar, saksi korban Meika ketakutan dan bilang kepada terdakwa untuk
diantar pulang, namun oleh terdakwa tidak mau malah bilang ke saksi korban
-teman saya (terdakwa) itu baik-
kemudian saksi Heri Santoso keluar, kemudian saksi korban Meika
memberontak lagi minta untuk di puangkan namun tiba-tiba terdakwa
langsung mendorong saksi korban Meika ke atas kasur selanjutnya tangan
kanan terdakwa memgangi kedua tangan saksi korban Meika sedangkan
tangan kiri terdakwa melucuti pakaian saksi korban Meika hingga bugil lalu
terdakwa menindih badan saksi korban sambil menciumi bibir dan payudara
serta meremas-remas payudara saksi korban Meika, sambil memasukkan jari
telunjuk ke kemaluan korban Meika sambil terus menciumi saksi korban,
setelah kemaluan terdakwa tegang kemudian langsung memasukkan ke dalam
kemalan saksi korban Meika setelah masuk lalu terdakwa menggerakkan
badanya maju-mundur hingga klimaks dalam waktu kurang lebih 5 menit,
setelah klimaks/sampai puncak kenikmatan terdakwa mengeluarkan
sepermanya keluar kelamin saksi korban yaitu dimuntahkan ke perut saksi
korban, setelah selesai terdakwa memakai bajunya dan sewaktu saksi korban
Meika akan memakai bajunya terdakwa tidak membolehkan, kata terdakwa
suruh tunggu dulu kemudian terdakwa keluar.
Selagi terdakwa keluar saksi korban langsung memakai celana dan
belum sempat memakai bajunya namun tiba-tiba saksi Hesi Susanto (dalam
berkas tersendiri) masuk kamar yang di tempati saksi korban, kemudian saksi
Heri langsung menutup pintu kamar dan langsung melepas ikat pinggangnya
hingga terjatuh ke atas kasur dan langsung menindih saksi korban sambil
membuka baju dan celananya sendiri dan kemudian saksi Heri melepas
celana dalam dancelana luar saksi korban dan kemudian saksi Heri langsung
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
menciumi bibir dan payudara serta meremas-remas payudara saksi korban
Meika, setelah kemaluan terdakwa tegang kemudian langsung dimasukan
kedalam kemaluan saksi korban Meika setelah masuk lalusaksi Heri Santoso
mengerakkan badanya maju-mundur hingga klimaks dalam waktu kurang
lebih 10 menit, setelah kelimaks/sampai puncak kenikmatan , Heri Santoso
mengeluarkan sepermanya kedalam kemaluan Meika dan kemudian saksi
korban Meika disuruh membersihkan alat kelamin saksi Heri Santoso dengan
menggunakan kain, kemudian setelah selesai saksi Heri Santoso memakai
baju dan celananya lalu keluar dan saksi korban langsung memakai bajunya
Kemudian saksi korban Meika mau keluar kamar dengan maksud
mencari terdakwa untuk mengantarkan pulang, namun tiba-tiba Joko yang
berbadan besar (DPO) masuk kamar Meika dengan menawarkan minuman
yang ditaruh diotol aqua dan saksi korban mengira bahwa minuman tersebut
air biasa kemudian saksi korban minum satu gelas dan sewaktu saksi korban
minum tersebut tangan sdr. Joko mendorong gelas yang dipegang saksi
korban hingga cepat habis terminum, dan itu di ulang sampai lima gelas
kemudian saksi korban merasa pusing kemudian saksi korban pangil-pangil
Amin (terdakwa) untuk antar pulang, kemudian terdakwa menghampri saksi
saksi Heri Santoso mengulangi perbuatanya lagi seperti tersebut diatas,
namun seperma yang dikeluarkan yang kali kedua oleh terdakwa dimasukan
kedalam vagina saksi korban dan setelah terdakwa dan saksi Heri selesai
menyetubuhi saksi korban, tiba-tiba ayah dari saksi Heri (yang empunya
rumah tersebut) datang marah-marah hingga semuanya keluar melalui pintu
belakang dan saksi korban langsung di antar pulang oleh saksi Joko tidak
sampai rumah hingga sampai di kali gunung Desa Trayu dan saksi korban
kemudian pulang sendirian jalan kaki hingga sampai rumahnya. Sebeum
kejadian tersebut di atas terdakwa dengan saksi Meika sewaktu berpacaran
telah melakukan hubungan intim berkali-kali.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
Akibat perbuatan terdakwa dan saksi Heri Susanto (dalam berkas
tersendiri) saksi korban Meika Dwi Anjaswari yang masih berumur 14 tahun
tersebut tidak terdapat kelainan pada alat kelamin luar. Pada selaput darah
terdapat luka robekan lama yang tepinya tidak berdarah, rata sampai kedasar,
lokasi di jam 05.00, 0700 dan 11.00, sebagaimana Visum et Repertum No.
445/036/34/2010 tanggal 17 Desember yang ditandatangani oleh Dr. Sri
Suyanto, Sp. OG Dr. Rumah Sakit Umum daerah Banyudono. Yang
memeriksa dengan kesimpulan : pada wanita umur 14 tahun didapatkan luka
robekanlama pada selaput dara pada arah jam 05.00 , 07.00 dan 11.00, yang
disebabkan bersentuhan dengan benda tumpul.
Perbuatan terdakwa merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dan
diancam pidana dalam Pasal 332 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 55 ayat (1)
KUHP.
4. Tuntutan Penuntut Umum
Supaya Majelis Hakim Pengadilan Negeri Boyolali yang memeriksa
dan mengadili perkara ini, memutuskan:
a. Menyatakan terdakwa Amin Nur Apriyanto bin Slamet Partoyo terbukti
bersama-sama melakukan persetubuhan dengan anak yang belum
(2) UU Nomor: 23 tahun 2002 Jo Pasal 55 Ayat (1) KUHP sesuai dalam
dakwaan Pertama Penuntut Umum
b. Menjatuhkan Pidana terhadap terdakwa Amin Nur Apriyanto bin
Slamet Partoyo dengan pidana penjara selama 5 (lima) tahun dikurangi
selama terdakwa berada dalam tahanan dan terdakwa tetap ditahan dan
denda sebesar Rp 60.000.000,- (enam puluh juta rupiah) Subsidair 3
(tiga) bulan penjara
c. Menetapkan barang bukti berupa sebuah kaos oblong lengan pendek
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
bergambar hati serta sebuah celana dalam warna hitam dikembalikan
kepada saksi korban Meika Dwi Anjaswari
d. Menetapkan supaya terdakwa dibebani untuk membayar biaya perkara
sebesar Rp 2500,- (dua ribu lima ratus rupiah).
5. Putusan
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Boyolali yang memeriksa dan
mengadili perkara ini, memutuskan:
a. Menyatakan terdakwa Amin Nur Apriyanto bin Slamet Partoyo telah
terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana
membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya dan orang lain
b. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa oleh karena itu dengan pidana
penjara selama 4 (empat) tahun dan pidana denda sebesar Rp
60.000.000,- (enam puluh juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda
tersebut tidak dibayar di ganti dengan pidana kurungan selama 1 (satu)
bulan
c. Menetapakan masa penahanan yang telah dijalani terdakwa
dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan
d. Memerintahkan terdakwa tetap berada dalam tahanan
e. Menetapkan barang bukti berupa :
- 1 (satu) buah kaos oblong lengan pendek berwarna pink bertuliskan
- 1 (satu) buah celana olah raga pendek warna hijau bertuliskan
- 1 (satu) buah miniset berwarna pink hati
- 1 (satu) buah celana dalam warna hitam
Dikembalikan kepada saksi korban Meika Dwi Anjaswari
f. Membebankan kepada terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar
Rp 2500,- (dua ribu lima ratus rupiah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
B. Pembahasan
1. Analisis Penggunaan Alat Bukti Petunjuk oleh Penuntut Umum dalam
Proses Pembuktian yang digunakan Hakim Sebagai Dasar
Pertimbangan Menjatuhkan Putusan Tindak Pidana Persetubuhan
terhadap Anak di Bawah Umur dalam Putusan No.10/Pid.B/2011/PN.Bi
Sebelum membahas penggunaan alat bukti petunjuk oleh Penuntut
Umum dalam proses pembuktian yang digunakan Hakim sebagai dasar
Pertimbangan menjatuhkan Putusan, terlebih dahulu Penulis akan
menguraikan mengenai tujuan pembentukan Undang-Undang tentang
Perlindungan Anak terkait dengan tujuan pelaku persetubuhan anak dan
Modusnya.
Dari segi tujuan dari perlindungan anak dapat ditemukan dalam
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Pasal 3
-hak anak
agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal
sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan
dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang
Dari segi Unsur-unsur Pasal 81 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yaitu :
a. Setiap orang yang dengan sengaja
b. Melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak
c. Membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang
lain.
Dalam kasus ini Terdakwa membujuk korban untuk melayani nafsu
bejatnya, sehingga perbuatan terdakwa memenuhi salah satu unsur dari pasal
tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
Bersifat melawan hukum (wederechtelijk) berarti bertentangan dengan
hukum, tidak sesuai dengan hukum, dimana yang dimaksud hukum adalah
hukum positif. Menurut KUHP, melawan hukum dikenal dengan istilah
secara tanpa hak, secara bertentangan dengan kewajibannya, serta
bertentangan dengan kewajiban orang lain menurut undang-undang, secara
bertentangan dengan kewajiban umum. Jika suatu perbuatan sudah memenuhi
unsur-unsur dalam KUHP, perbuatan tersebut pasti melawan hukum
Aliran melawan hukum adalah :
a. Aliran Formil
Melawan hukum itu sebagai konstitutif elemen tiap peristiwa
pidana. Sehingga apabila suatu kelakuan memenuhi unsur dalam
ketentuan pidana yang bersangkutan (secara formil), baik kata melawan
hukum ditulis (harus dibuktikan) maupun tidak tertulis (tidak perlu
dibuktikan) dalam undang-undang, maka kelakuan tersebut sah dikatakan
sebagai tindak pidana. Disebut melawan hukum positif tertulis.
Berdasarkan kasus, yang dipergunakan adalah Pasal 81 ayat (2)
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak :
engan sengaja melakukan tipu muslihat,
serangkaian kebohongan, atau membujuk anak melakukan persetubuhan
dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara
.
Dalam kasus ini ,persetubuhan ternyata memenuhi semua unsur
yang terdapat dalam pasal maka dinyatakan sah sebagai tindak pidana.
Dalam pasal tidak terdapat unsur melawan hukum sehingga tidak perlu
dibuktikan secara terperinci, namun dengan terpenuhinya semua unsur
.
b. Aliran Materil
Melawan hukum sebagai suatu anisir yang tidak hanya melawan
hukum tertulis, tetapi juga sebagai suatu anisir yang melawan hukum
yang tidak tertulis, yaitu yang melawan asas-asas hukum umum.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
Dalam kasus persetubuhan di bawah umur yang dilakukan oleh
pelaku hak terdakwa, terpidana, penuntut umum menempuh upaya
hukum: Pengantar praktis pemahaman tentang upaya hukum juga tidak
dapat diterima oleh umum (hukum tidak tertulis), sehingga terpenuhilah
unsur melawan hukum.
Terkait dengan unsur-unsur seperti yang telah diuraikan di atas,
terdapat suatu korelasi dengan pembahasan penggunaan alat bukti petunjuk
oleh penuntut umum dan alasan pertimbangan hakim dalam penjatuhan
putusan dalam hal konstruksi dakwaan penuntut umum yang disusun secara
alternatif. Guna mempermudah pembacaan terhadap alur peneliti,berikut
merupakan skematik penggunaan alat bukti petunjuk
Gambar 2. Skematik Penggunaan Alat Bukti Petunjuk
Mencermati Skema diatas, Dalam perkara persetubuhan terhadap anak
di bawah umur penggunaan alat bukti merupakan harga mati yang tidak dapat
ditawar lagi oleh penuntut umum dalam mengupayakan pembuktian perkara
di persidangan. Pada umumnya kelemahan pembuktian yang selalu dihadapi
di sidang pengadilan, disebabkan aparat penyidik kurang sempurna
mengumpulkan pembuktian pada satu segi dan kurang pengertian penerapan
hukum pada segi lain. Sebagai pembuka tabir delik, setidak-tidaknya dalam
Surat
Keterangan Saksi
Keterangan Terdakwa
Kasus Bukti Petunjuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
proses pemeriksaan penyidikan dan pembuatan berita acara oleh penyidik
harus mengarah pada pemeriksaan yang membuktikan kesalahan terdakwa.
Terutama mengenai kehadiran alat bukti sebagai kunci yang selanjutnya
menjadi acuan penuntut umum dalam proses penuntutan. Penggunaan alat
bukti telah diatur dalam Pasal 184 KUHAP, yang antara lain berupa
keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa.
Sudah menjadi barang tentu sebagai alat bukti yang sah selamanya diperlukan
dalam upaya pembuktian suatu proses pemeriksaan perkara pidana.
Pada prinsipnya penuntut umum memulai pembuktian perkara di
pengadilan selalu berpedoman pada penggunaan alat bukti kesaksian.
Seandainya alat bukti keterangan saksi belum mencukupi, baru meningkat
kepada pemeriksaan alat bukti lain. Demikian juga halnya dengan
penggunaan alat bukti petunjuk yang tertuang dalam Pasal 188 KUHAP
antara lain keterangan saksi, surat dan keterangan terdakwa. Penggunaan
petunjuk tidak secara mutlak digunakan penuntut umum dalam pembuktian
perkara, karena penggunaan alat bukti petunjuk baru benar-benar efektif
apabila penuntut umum kekurangan alat bukti dalam upaya membuktikan
kesalahan terdakwa atau dengan kata lain alat bukti yang dihadirkan belum
mencukupi batas minimum pembuktian seperti yang digariskan Pasal 183
KUHAP. Karena petunjuk sebagai alat bukti, baru mungkin dicari dan
ditemukan jika telah ada alat bukti lain, karena bagaimanapun juga
persidangan pengadilan tidak mungkin terus melompat mencari dan
memeriksa alat bukti petunjuk sebelum sidang pengadilan memeriksa alat
bukti lain.
Secara substansial penggunaan petunjuk memang selalu mengarah
pada tiga jenis alat bukti yang telah ada yaitu keterangan saksi, surat dan
keterangan terdakwa. Karena kedudukan alat bukti petunjuk sangat
tergantung pada ketiga alat bukti di atas maka jika alat bukti yang menjadi
sumbernya tidak diperiksa dalam persidangan, dengan sendirinya tidak akan
pernah ada alat petunjuk. Sebaliknya alat bukti lain bisa saja ada tanpa
kehadiran alat bukti petunjuk, karena telah tercapai nilai pembuktianya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
Dalam pembuktian perkara persetubuhan terhadap anak di bawah
umur yang dilakukan terdakwa Amin Nur Apriyanto Bin Slamet Partoyo ini,
Penuntut Umum menggunakan 3 (tiga) alat bukti antara lain:
a. Keterangan saksi
Alat bukti keterangan saksi merupakan alat bukti yang paling
utama dalam perkara pidana. Hampir semua pembuktian perkara pidana,
selalu bersandar kepada pemeriksaan keteranagan saksi. Bahkan boleh
dikatakan tidak ada perkara pidana yang dalam pembuktiannya tanpa
menggunakan alat bukti keterangan saksi. Atau dengan kata lain
disamping pembuktian dengan alat bukti yang lain, masih selalu
diperlukan dalam kekuatan pembuktian.
Dalam perkara ini saksi-saksi yang dihadirkan oleh jaksa
penuntut umum adalah Saksi I (korban) Meika Dwi Anjaswari, saksi II
Hafid Akbar Sutondang, saksi III Andi Prasetyanto bin Suwardi, saksi IV
Heri Susanto bin Parmin. Dimana ketiga saksi di atas telah memenuhi
aturan ketentuan syarat sahnya keterangan saksi yang memiliki nilai
pembuktian, yaitu:
1) Ketiga saksi, sebelum mengutarakan keterangannya telah
mengucapkan sumpah dan janji di depan persidangan menurut
agama masing-masing. Karena ketiga saksi beragama islam maka
disumpah menurut Agama Islam. Maka unsur saksi harus
mengucapkan sumpah sudah terpenuhi;
2) Keterangan saksi yang bernilai sebagai bukti setidak-tidaknya telah
dipenuhi, karena keenam saksi telah memenuhi unsur yang telah
dijelaskan dalam Pasal 1 angka 27 KUHAP, bahwa seorang saksi
memiliki nilai pembuktian apabila keterangannya sesuai dengan:
a) Yang saksi lihat sendiri;
b) Saksi dengar sendiri;
c) Saksi alami sendiri;
d) Saksi ketahui sendiri
e) Serta menyebut alasannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
3) Agar keterangan saksi dapat dinilai sebagai alat bukti, maka
keterangan tersebut harus dinyatakan dalam persidangan. Mengenai
keterangan dari ketiga saksi di atas, seluruhnya saksi memberi
keterangan di dalam persidangan. Dengan demikian unsur sesuai
pasal 185 ayat (1) KUHP telah terpenuhi;
4) Saksi yang dihadirkan oleh penuntut umum telah sesuai dengan
persyaratan dalam Pasal 185 ayat (2) yaitu mengenai untuk
membuktikan kesalahan terdakwa paling sedikit harus didukung oleh
i yang dihadirkan
adalah 3 (tiga) orang.
Untuk menilai kebenaran dari keterangan beberapa saksi sebagai
alat bukti yang sah, harus terdapat saling berhubungan antara keterangan
yang diutarakan oleh saksi. Dengan begitu dapat membentuk keterangan
yang membenarkan adanya suatu kejadian atau keadaan tertentu. Seperti
persesuaian antara keterangan ketiga saksi.
b. Surat
Dalam ketentuan Pasal 187 KUHAP, penggunaan alat bukti surat
sebagai alat bukti yang memiliki kekuatan pembuktian harus mempunyai
kriteria, antara lain surat tersebut harus dibuat atas sumpah jabatan, atau
dengan kata lain surat tersebut dikuatkan dengan sumpah. Pada perkara
perkosaan ini bukti surat yang dihadirkan oleh Penuntut Umum adalah
Visum Et Repertum.
Bukti pemeriksaan Visum sendiri yang telah dihadirkan dalam
persidangan dituangkan dalam Visum Et Repertum Nomor:
445/1036/34/2010, tertanggal 17 Desember 2010 atas nama Meika Dwi
Anjaswari, yang ditanda tangani dr. Sri Suyanto, Sp. OGI, dengan
kesimpulan pada wanita umur 14 tahun didapatkan luka robekan lama
pada selaput dara pada arah jam 05.00, 07.00 dan 11.00
Apa yang telah tertuang dalam Visum et Repertum di atas tampak
menguatkan terjadinya persetubuhan terhadap Meika Dwi Anjaswari.
Sehingga penggunaan alat bukti surat dengan Visum et Repertum telah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
sesuai dan dapat menjadi acuan penuntut umum dalam menyusun
tuntutan.
c. Keterangan Terdakwa
Dalam pemeriksaan persidangan keterangan terdakwa merupakan
urutan terakhir sesudah pemeriksaan terhadap saksi-saksi. Hal tersebut
dimungkinkan sinkronisasi antara keterangan terdakwa, keterangan saksi,
dan alat bukti lain yang menguatkan dalam pembuktian terhadap perkara
tersebut.
Berdasarkan hasil pemeriksaan dalam persidangan, keterangan
saksi korban, dan saksi-saksi lain yang kuat serta adanya alat bukti lain
yaitu Visum et Repertum terhadap beberapa barang bukti, maka terdakwa
Amin Nur Apriyanto bin Slamet Partoyo telah terbukti secara sah dan
meyakinkan menurut hukum melakukan tindak pidana kesusilaan
sebagaimana diatur dalam dakwaan kesatu Pasal 81 ayat (2) Undang-
Undang No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan anak Jo Pasal 55 ayat
(1) ke-1 KUHP, yang unsur-unsurnya antara lain:
1) Setiap orang
Bahwa terdakwa Amin Nur Apriyanto telah melakukan persetubuhan
terhadap anak yaitu Meika Dwi Anjaswari, dan terdakwa telah
mempertanggung jawabkan perbuatanya;
2) Dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan,
atau membujuk anak
Bahwa unsur di atas merupakan alternatif, apabila salah satu dari
rumusan unsur tersebut telah terbukti, maka dianggap keseluruhan
unsur telah terbukti. Disini terdakwa Amin berdasarkan fakta-fakta
persidangan yaitu keterangan saksi korban dan beberapa barang
bukti sudah jelas terdakwa telah dengan sengaja membujuk anak
yaitu Meika Dwi Anjaswari
3) Melakukan persutubuhan dengannya atau dengan orang lain.
Berdasarkan keterangan saksi korban dan telah dibenarkan terdakwa
Amin Nur Apriyanto, bahwa korban Meika Dwi Anjaswari dibujuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
atau diajak ke rumah teman terdakwa, karena sebelumnya korban
adalah pacar terdakwa sehingga mau diajak oleh terdakwa dan
disetubuhi. Akhirnya terdakwa melakukan persetubuhan sebanyak 2
(dua) kali dengan tersangka;
Selain itu terdakwa juga membiarkan teman-teman terdakwa juga
ikut menyetubuhi korban. Karena tindakan terdakwa ini serta adanya
bukti Visum et Repetum yang menerangkan selaput dara korban
robek maka dalam unsur ini terdakwa telah memenuhinya.
4) Dilakukan secara bersama-sama
Dalam Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP yang dimaksud dilakukan
bersama-sama adalah mereka yang melakukan, menyuruh lakukan
dan yang turut serta melakukan perbuatan. Dan pelaku setidaknya
berjumlah 2 (dua) orang atau lebih. Bahwa berdasarkan fakta-fakta
persidangan yang dikuatkan dengan keterangan saksi korban dan
saksi-saksi lain yang dihadirkan dalam persidangan.
Persetubuhan yang menimpa korban Meika Dwi Anjaswari ini
melibatkan terdakwa, Heri Susanto, sdr. Joko. Ketiga orang ini telah
melakukan persetubuhan dengan terdakwa secara bergiliran. Bahwa
dalam fakta persidangan terdakwa bersama ketiga temannya
melakukannya secara bergantian, dengan adanya fakta-fakta tersebut
unsur ini telah dipenuhi terdakwa.
Fakta-fakta yang diperoleh dari persidangan yaitu keterangan
saksi di depan persidangan yang memberi petunjuk terjadinya tindak
pidana persetubuhan, keterangan surat yaitu visum et repertum yang
menyebutkan korban benar-benar disetubuhi dan keterangan terdakwa
sebagai pelaku tindak pidana, dari ketiganya terdapat sinkronisasi dan
diperoleh alat bukti petunjuk karena adanya persesuaian berupa
rangkaian kejadian atau suatu keadaan yang menunjukkan adanya
perbuatan terdakwa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
2. Analisis Alasan Hakim Menggunakan Alat Bukti Petunjuk Sebagai
Dasar Pertimbangan Dalam Menjatuhkan Putusan Tindak Pidana
Persetubuhan Terhadap Anak Di Bawah Umur Dalam Putuan
No.10/Pid.B/2011/PN.Bi
Seorang Hakim memiliki kebebasan dalam menjatuhkan putusan
terhadap setiap perkara yang diperiksa dan diadilinya. Seorang pelaku tindak
pidana, dia dikatakan melakukan suatu tindak pidana jika semua unsur-unsur
yang didakwakan kepadanya terbukti melalui fakta-fakta dalam persidangan
dan hakim telah memiliki keyakinan bahwa terdakwa benar-benar telah
melakukan tindak pidana tersebut. Jika unsur-unsur yang didakwakan
tersebut tidak terpenuhi, maka terdakwa akan mendapatkan putusan bebas.
Seorang terdakwa yang telah dinyatakan bersalah oleh hakim karena
telah terbukti bersalah dan telah terpenuhinya unsur-unsur yang didakwakan
kepadanya, maka hakim juga memiliki kebebasan untuk menetapkan jenis
pidana, cara pelaksanaan pidana dan tinggi rendahnya pidana. Meski
demikian, hakim dalam menjalankan kebebasannya tersebut tetap harus
bersikap obyektif agar pemidanaan yang dilakukan dapat memberikan
keadilan bagi semua pihak dan dapat memperbaiki keadaan agar tindak
pidana tersebut tidak terulang dikemudian hari.
Hal yang menjadi pertimbangan hakim dalam mengadili tindak pidana
persetubuhan anak di bawah umur karena adanya pembuktian yang
merupakan unsur vital yang dijadikan bahan pertimbangan hakim dalam
menentukan berat ringannya pemidanaan. Pembuktian tersebut akan
menguatkan keyakinan hakim dalam menjatuhkan putusan dan adanya faktor
yang ada dalam dirinya dan sekitarnya karena faktor pengaruh agama,
kebudayaan, pendidikan, nilai, norma, dan sebagainya.
Dalam persidangan perkara dengan terdakwa Amin Nur Apriyanto
Bin Slamet Partoyo, keterangan saksi, surat,dan keterangan terdakwa,
masing-masing akan bernilai sebagai alat bukti, berdasarkan dari situlah
hakim dapat menarik alat bukti petunjuk. Pada akhir persidangan, keterangan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
saksi, surat, keterangan terdakwa dan petunjuk itulah yang dapat menjadi
landasan bagi hakim dalam menjatuhkan putusan. Maka dapat dikatakan
bahwa petunjuk dari berbagai macam alat bukti tidak mungkin dapat
diperoleh hakim tanpa menggunakan suatu pemikiran tentang adanya
persesuaian antara kenyataan yang satu dengan yang lain, atau antara satu
kenyataan dengan tindak pidana itu sendiri. Penekanan alat bukti petunjuk
tersebut merupakan persesuaian antara kejadian, keadaan, perbuatan, maupun
dengan tindak pidana persetubuhan itu sendiri.
Alat bukti yang utama dalam perkara pidana persetubuhan ini adalah
keterangan saksi Meika Dwi Anjaswari, Hafid Akbar Sutondang, Andi
Prasetyanto bin Suwardi, Heri Susanto bin Parmin, tapi ini bukanlah
merupakan alat bukti yang mutlak untuk menjatuhkan terdakwa bersalah atau
tidak, setidaknya untuk memutuskan seorang terdakwa bersalah atau tidak,
putusan hakim haruslah didasarkan pada 2 (dua) syarat yaitu: a. Minimal 2
(dua) alat bukti b. Dari alat bukti tersebut hakim memperoleh keyakinan
bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana.
Selain keterangan saksi Meika Dwi Anjaswari yang menjadi korban
persetubuhan, yang dapat menyatakan bahwa dirinya telah disetubuhi, hakim
tidak dapat langsung memutuskan bahwa perbuatan tersebut telah terjadi
yaitu dengan meminta Visum et Repertum No 445/036/34/2010 yang
ditandatangani oleh dr. Sri Suyanto, Sp. OG. Dr Rumah Sakit Umum daerah
Banyudono. Dari hasil visum ternyata terbukti di dapatkan luka robekan lama
pada selaput dara pada arah jam 05.00, 07.00 dan 11.00, yang disebabkan
karena bersentuhan dengan benda tumpul.
Barang bukti yang terdapat dalam kasus persetubuhan ini adalah
seperti celana dalam, baju milik korban dan terdakwa, serta bisa juga benda
lain yang digunakan untuk melakukan tindak pidana tersebut. Karena telah
diakuinya keadaan barang-barang bukti tersebut maka barang bukti tersebut
akan mempunyai nilai sebagai keterangan saksi, keterangan terdakwa serta
bisa juga menjadi alat bukti petunjuk yang dipakai oleh hakim, sehingga alat-
alat bukti yang ada akan timbul keyakinan hakim. Dengan begitu syarat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
pembuktian seperti yang diharuskan di dalam KUHAP telah terpenuhi yaitu
adanya minimal 2 (dua) alat bukti yang sah dan ada keyakinan hakim untuk
memutus perkara tersebut.
Dalam kasus persetubuhan tersebut yang mengimplementasikan pada
Pasal 183 KUHAP, berdasakan keterangan saksi Meika Dwi Anjaswari,
Hafid Akbar Sutondang, Andi Prasetyanto bin Suwardi, Heri Susanto bin
Parmin, Visum Et Repertum Nomor: 445/1036/34/2010, dan keterangan
terdakwa Amin Nur Apriyanto, timbul sebuah sinkronisasi atau persesuaian
bahwa terdakwa Amir Nur Apriyanto telah melakukan tindak pidana
persetubuhan terhadap Meika Dwi Anjaswari. Kekuatan pembuktian sebuah
petunjuk dapat dilakukan oleh hakim secara arif dan bijaksana, setelah
melalui pemeriksaan yang cermat daan seksama berdasarkan hati nurani
hakim. Maka dari fakta persidangan tersebut diperoleh suatu keyakinan
hakim yang menyatakan bahwa terdakwa Amin Nur Apriyanto telah terbukti
secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana membujuk
anak melakukan persetubuhan dengannya dan orang lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan bahan hukum yang diperoleh dari hasil penelitian dan
pembahasan yang telah dilakukan, selanjutnya Penulis mengambil kesimpulan
sebagai berikut:
1. Penggunaan alat bukti petunjuk diperoleh dari keterangan saksi,
keterangan surat, keterangan terdakwa. Keterangan saksi diperoleh dari
saksi-saksi antara lain Hafid Akbar Sutondang, Andi Prasetyanto bin
Suwardi, Heri Susanto bin Parmin, sedangkan dari keterangan surat
diperoleh berupa Visum et Repertum, untuk keterangan terdakwa
didapatkan dari keterangan terdakwa Amin Nur Apriyanto. Dari ketiga alat
bukti tersebut dapat diperoleh petunjuk telah terjadi tindak pidana
persetubuhan terhadap Meika Dwi Anjaswari.
2. Alasan hakim menggunakan alat bukti petunjuk sebagai dasar
pertimbangan dalam menjatuhkan putusan terletak pada keyakinan hakim.
Penilaian terhadap kekuatan pembuktian sebuah petunjuk, dapat dilakukan
oleh hakim secara arif dan bijaksana, setelah melalui pemeriksaan yang
cermat dan seksama berdasarkan hati nuraninya. Menurut keyakinan
hakim setelah melalui proses persidangan, terdakwa Amin Nur Apriyanto
terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana
persetubuhan terhadap Meika Dwi Anjaswari.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
B. Saran
Dari hasil penelitian dan pembahasan tersebut, Penulis ingin memberikan
saran sebagai berikut:
1. Dalam penanganan perkara persetubuhan Penuntut Umum dituntut untuk
lebih cermat terutama dalam hal penggunaan alat bukti petunjuk, karena
selain menyangkut substansi hukum, dalam hal ini mengenai menjadikan
alat bukti memiliki kekuatan pembuktian yang cukup memadai untuk
menjerat terdakwa tindak pidana perkosaan. Untuk itulah sebelum
menentukan unsur-unsur dalam fakta persidangan, seorang penuntut umum
juga harus melihat aspek-aspek lain seperti aspek sosiologis dan
psikologis.
2. Seorang hakim dalam memutus suatu perkara harus mempertimbangkan
kebenaran yuridis (hukum) dengan kebenaran filosofis (keadilan). Seorang
Hakim harus membuat keputusan-keputusan yang adil dan bijaksana
dengan mempeertimbangkan implikasi hukum dan dampaknya yang
terjadi dalam masyarakat. Kebebasan hakim terutama di Indonesia hanya
dalam batas persidangan dalam memutus perkara namun yang penting rasa
keadilan dan hati nurani yang adil yang perlu ditanamkan pada setiap insan
hakim. Oleh karena itu agar penegak hukum khususnya hakim perlu
senantiasa meningkatkan kualitas analisis dan mengembangkan
kemampuannya di bidang hukum agar dapat memberikan putusan yang
tepat sehingga dapat menciptakan keadilan bagi korban dan terdakwa yang
akhirnya dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap penegak
hukum khususnya hakim dan institusinya yaitu pengadilan.