Post on 31-Dec-2015
description
PERDARAHAN SALURAN CERNA ATAS
I. DEFINISI
Perdarahan saluran cerna bagian atas adalah perdarahan pada saluran cerna proksimal dari ligamentum
treitz yang meliputi oesofagus, gaster dan duodenum.
II. PENYAKIT-PENYAKIT SALURAN CERNA ATAS
Penyakit-penyakit saluran cerna atas yang dapat menyebabkan perdarahan saluran cerna atas
dikelompokkan menjadi (1) penyakit ulseratif atau erosif, (2) robekan Mallory-Weiss, (3) lesi vaskular, (4) tumor,
dan (5) sebab-sebab lain perdarahan saluran cerna atas.
PENYAKIT ULSERATIF ATAU EROSIF
Penyakit ulseratif atau erosif saluran cerna atas yang dapat menyebabkan perdarahan saluran cerna atas
akut adalah ulkus peptikum, sindrom Zollinger-Ellison, esofagitis, erosi lambung atau duodenum, ulkus esofagus,
ulkus yang diinduksi stres, ulkus infeksius (herpes simplex virus, cytomegalovirus, atau Helicobacter pylori), dan
ulkus yang diinduksi obat-obatan (aspirin, NSAID).
1. Ulkus Peptikum
Patofisiologi
Erosi atau ulkus mukosa terjadi dari ketidakseimbangan antara faktor agresif dan faktor protektif dari
mukosa. Faktor agresif yang dapat merusak integritas mukosa termasuk asam yang berlebih, pepsin, garam
empedu, iskemia, aspirin, NSAID (mengurangi barier protektif dengan inhibisi prostaglandin mukosa), dan H.
pylori (pada ulkus duodenum dan lambung, walaupun mekanisme belum diketahui sepenuhnya). Mekanisme
protektif esofagus termasuk motilitas esofagus (pembersihan asam yang refluks), sekresi saliva (bikarbonat), dan
spinkter esofagus bawah (mencegah refluks). Pertahanan mukosa lambung termasuk mukus, pembaruan epitel
yang cepat, dan mediator jaringan. Perdarahan saluran cerna atas akut terjadi apabila erosi atau ulkus mengganggu
vena atau arteri yang terdapat di dasar.
HAL-HAL PENTING UNTUK DIAGNOSIS
Sakit perut, mual, muntah, hematemesis atau melena.
Sakit perut membaik dengan makan makanan atau antasid.
Riwayat penggunaan aspirin atau NSAID, ulkus peptikum dan perdarahan saluran cerna atas.
Nyeri tekan epigastrium, succussion splash mengarah pada obstruksi saluran.
Tinjauan Umum
Ulkus peptikum adalah penyebab tersering dari perdarahan saluran cerna atas yang parah, sekitar 30-50%
dari total kasus. Perdarahan ulkus peptikum menyebabkan lebih dari 100.000 orang dirawat di rumah sakit setiap
tahun. Sekitar 20-25% pasien ulkus dengan perdarahan saluran cerna atas mempunyai perdarahan yang parah atau
rekurens. Tingkat mortalitas setinggi 36%, terutama karena perdarahan rekurens atau persisten, komplikasi
pembedahan, atau penyakit lain yang terkait.
1
Temuan Klinik
A. GEJALA DAN TANDA
Gejala perdarahan ulkus tidak spesifik dan dapat tampil tanpa gejala sampai sakit perut atas yang parah.
Klasiknya, nyeri ulkus dideskripsikan sebagai nyeri yang menggerogoti atau kram, terjadi sampai beberapa jam,
dan membaik dengan makanan atau antasid. Gejala dapat berulang episodik selama beberapa minggu diikuti
dengan periode asimptomatis beberapa minggu atau bulan. Gejala lain termasuk cepat kenyang, distensi abdomen,
anoreksia, mual, dan muntah; gejala-gejala ini menunjukkan obstruksi mekanik atau gangguan motilitas
gastroduodenal. Secara umum, hanya 30-40% pasien dengan perdarahan ulkus parah memiliki gejala pendahulu.
B. TEMUAN LABORATORIUM
Abnormalitas biokimia dan hematologi pada penyakit ini tidak spesifik dan dapat terjadi pada setiap
perdarahan akut. Temuan ini termasuk anemia akut (normositik, normokrom), kenaikan blood urea nitrogen
(BUN) dan kreatinin (dehidrasi dan azotemia prerenal), bleeding time memanjang (karena aspirin atau NSAID).
Kadar serum gastrin yang meningkat menunjukkan sindrom Zollinger-Ellison.
C. PENCITRAAN
Endoskopi adalah metode diagnostik pilihan karena sensitivitas dan spesifitas tinggi, juga dapat
digunakan untuk mengambil spesimen biopsi dan untuk menterapi perdarahan saluran cerna atas. Studi sinar X
Barium kurang akurat dan tidak boleh dilakukan pada perdarahan akut atau ketika ada dugaan perforasi.
Angiografi dan pemeriksaan radionuklida jarang diindikasikan, walaupun angiografi dapat digunakan untuk
mengontrol perdarahan akut dengan emboli cincin atau Gelfoam.
Diagnosis Banding
Penyakit ulkus peptikum jinak yang disebabkan kelebihan asam lambung harus dibedakan dari ulkus
yang disebabkan proses keganasan (karsinoma lambung atau esofagus), proses infeksi, medikasi, atau iskemia.
Riwayat klinis dan biopsi endoskopi akan membantu menentukan penyebabnya. Penyebab lain dari
ketidaknyamanan perut termasuk dispepsia non-ulkus, keganasan, kolelitiasis, dan pankreatitis.
Komplikasi
Komplikasi perdarahan ulkus peptikum termasuk nyeri, perforasi, dan obstruksi. Obstruksi jarang terjadi
pada pasien dengan perdarahan ulkus. Komplikasi lain terkait dengan endoskopi atau hemostasis terapetik.
Komplikasi endoskopi termasuk depresi pernapasan dari premedikasi, aspirasi, dan perforasi. Ulkus dapat
membesar atau mendalam, atau perdarahan memburuk selama atau setelah terapi endoskopi karena kerusakan
jaringan oleh sklerosan atau koagulasi termal.
Prognosis
Mayoritas perdarahan saluran cerna atas oleh ulkus peptikum akan berhenti spontan dan kebanyakan
tidak akan berdarah kembali selama dirawat. Tetapi ada kelompok yang berisiko tinggi untuk perdarahan
rekurens, yaitu instabilitas hemodinamik, keperluan untuk transfusi multipel, hematemesis darah segar atau
bekuan, hematochezia, koagulopati, atau onset perdarahan terjadi saat dirawat. Prediktor perdarahan persisten atau
rekurens adalah perdarahan saat endoskopi. Hemostasis endoskopik harus disediakan bagi pasien risiko tinggi.
2
Setelah pasien meninggalkan RS, risiko perdarahan rekurens kira-kira 1% per bulan. Risiko ini menurun drastis
dengan terapi pemeliharaan reseptor H2 antagonis. Eradikasi H. pylori pada pasien H. pylori positif dengan ulkus
duodenal dan perdarahan saluran cerna sebelumnya akan mengurangi risiko ulkus rekurens dan perdarahan ulang
secara signifikan.
2. Ulkus stres
Patofisiologi
Hanya sedikit data mengenai pasien yang dirawat untuk perdarahan non-saluran cerna yang berkembang
menjadi perdarahan saluran cerna atas. Perdarahan saluran cerna atas sekunder dikaitkan dengan kerusakan
mukosa akibat stres atau ulkus stres. Patogenesis ulkus stres belum diketahui secara pasti. Beberapa faktor yang
terlibat dalam patogenesis ulkus stres termasuk hipersekresi asam lambung, iskemia mukosa, dan perubahan
mukus lambung.
HAL-HAL PENTING UNTUK DIAGNOSIS
Hematemesis atau darah via NGT pada pasien ICU
Penyakit penyerta (gagal multi organ, sepsis, hipotensi), trauma, bedah mayor, luka bakar berat, ventilasi
mekanik yang terlalu lama.
Tinjauan Umum
Ulkus stres menunjukkan berbagai stres fisiologis yang dialami pasien menjadi predisposisi untuk
menjadi ulkus. Faktor risiko terjadinya ulkus stres termasuk gagal multi organ, ventilasi mekanik yang terlalu
lama, hipotensi (syok sepsis membawa risiko yang lebih tinggi untuk ulkus stres daripada syok hipovolemik),
trauma berat, bedah mayor, cedera sistem saraf pusat berat, luka bakar berat lebih dari 35% (Curling’s ulcer).
Faktor yang berperan dalam perdarahan saluran cerna atas sekunder termasuk riwayat penggunaan aspirin,
NSAID, atau steroid.
Temuan Klinik
Pasien dengan ulkus stres sering diintubasi dan tidak dapat melaporkan gejala apapun. Tanda perdarahan
saluran cerna atas akut pada pasien ini adalah hematokrit yang jatuh, aspirasi positif nasogastrik materi berwarna
kopi, darah merah segar atau bekuan, dan melena. Prosedur diagnostik pilihan adalah panendoskopi bagian atas.
Komplikasi
Komplikasi primer ulkus stres adalah perdarahan.
Prognosis
Prognosis pasien dengan perdarahan saluran cerna atas yang mulai terjadi atau berulang di RS lebih
buruk daripada yang terjadi sebelum masuk RS. Pasien dengan perdarahan ulkus stres memiliki risiko tinggi untuk
perdarahan rekurens dan komplikasi lain seperti perforasi dan kematian, sehingga perlu dibedah segera.
3. Ulkus terinduksi medikasi
Patofisiologi
Berbagai medikasi berperan penting pada perkembangan ulkus peptikum dan perdarahan saluran cerna
atas akut. Aspirin dan NSAID dapat menyebabkan erosi atau ulkus gastroduodenal, khususnya pada pasien lanjut
3
usia. Proporsi signifikan dari pasien-pasien ini mengalami perdarahan ulkus. Steroid dikaitkan dengan
ulcerogenesis, walaupun hipotesis ini belum dibuktikan luas. Medikasi lain yang dapat mencetuskan ulkus atau
perdarahan peptikum yaitu antibiotik (doksosiklin, tetrasiklin, klindamisin), KCl, quinidin, dan pil zat besi. Terapi
antikoagulasi dengan heparin atau warfarin dapat memperburuk perdarahan saluran cerna atau presipitasi
perdarahan dari lesi non-perdarahan sebelumnya.
Temuan Klinik
Pasien dengan motilitas esofagus yang terganggu (misal, skleroderma atau striktur esofagus) berisiko
tinggi untuk menjadi ulkus terinduksi pil. Riwayat pasien dan sejarah medikasi penting untuk menegakkan
diagnosis. Riwayat disfagia (kesulitan menelan) atau odinofagia (bengkak yang nyeri) setelah memakan pil atau
menunjukkan ulkus terinduksi medikasi.
ROBEKAN MALLORY-WEISS
Patofisiologi
Robekan Mallory-Weiss terjadi di simpangan gastroesofagus, diduga setelah serangan ingin muntah atau
muntah. Perdarahan terjadi saat air mata melibatkan penyakit venous esophageal atau pleksus arteri. Perdarahan
terjadi ketika air mata melibatkan vena esofagus terselubung dan pleksus arteri. Pasien dengan hipertensi portal
berisiko tinggi untuk perdarahan masif dari robekan Mallory-Weiss. Pasien dengan hipertensi portal berisiko
tinggi untuk perdarahan masif dari robekan Mallory-Weiss dibandingkan dengan hipertensi non-portal.
HAL-HAL PENTING UNTUK DIAGNOSIS
Mual, muntah diikuti dengan hematemesis.
Riwayat konsumsi alkohol, kemoterapi, atau obat-obatan.
Tinjauan Umum
Pada 1000 pasien di ICU UCLA dengan perdarahan saluran cerna atas, robekan Mallory-Weiss adalah
diagnosis tersering ke-4, meliputi 5% dari semua kasus. Biasanya robekan sembuh dalam 24-48 jam dan tidak
akan tampak bila endoskopi ditunda.
Temuan Klinik
A. GEJALA DAN TANDA
Umumnya pasien dengan perdarahan saluran cerna atas akut dari robekan Mallory-Weiss adalah oraag
muda atau setengah baya dengan hematemesis setelah episode muntah sehabis minum alkohol. Gejala dan tanda
sistemik lain biasanya tidak ada; bila ada nyeri dada atau perut, demam, atau nafas yang memburu, maka perforasi
esofagus harus diperhatikan.
B. PENCITRAAN
Endoskopi adalah prosedur diagnostik pilihan. Robekan Mallory-Weiss tampak sebagai ulkus elips atau
longitudinal pada gastroesophageal junction, di dalam hernia hiatal, atau pada sisi gaster di bawah
gastroesophageal junction. Sinar x biasanya nondiagnostik.
4
Diagnosis Banding
Robekan Mallory-Weiss harus dibedakan dari penyakit ulseratif lain dari esofagus, seperti esofagitis
refluks ulseratif, esofagitis infeksi, atau ulkus esofagus terinduksi obat-obatan. Robekan Mallory-Weiss berupa
lesi fokal dengan mukosa sekitar yang terlihat normal. Biasanya pada esofagus distal dengan refluks atau
esofagitis infeksi berbentuk difus. Ulkus yang diinduksi obat-obatan diketahui dari anamnesis, biasanya ulkus
terdapat di daerah proksimal esofagus.
Komplikasi
Perdarahan ulang biasa terjadi pada daerah robekan. Perforasi dapat terjadi spontan disertai muntan
berulang (sindrom Boerhaave) atau setelah terapi endoskopi.
Prognosis
Mayoritas robekan Mallory-Weiss sembuh spontan dalam 24-48 jam. Perdarahan biasanya berhenti
spontan dan perdarahan ulang jarang terjadi.
LESI VASKULAR
1. Varises Gastroesofageal
Patofisiologi
Varises esofagus dan lambung adalah vena-vena kolateral yang berkembang sebagai hasil dari hipertensi
portal segmental atau sistemik. Penyebab dari hipertensi portal termasuk trombosis prehepatik (vena portal atau
splenik), penyakit hepar (sirosis), dan penyakit postsinusoidal (schistosomiasis). Penyakit hepar alkoholik dan
hepatitis viral (B dan C) adalah penyebab terumum dari hipertensi portal intrahepatik di Amerika Serikat. Varises
gastrik terisolasi dapat berkembang mengikuti trombosis vena splenik (tumor pankreas atau pankreatitis akut atau
kronis), menyebabkan hipertensi portal segmental. Varises gastrik sekunder dapat berkembang setelah obliterasi
varises esofagus dengan skleroterapi.
HAL-HAL PENTING UNTUK DIAGNOSIS
Perdarahan saluran cerna atas masif (hematemesis, hematochezia, hipotensi, takikardia).
Riwayat penyakit hepar kronis dan sirosis
Riwayat episode perdarahan varises
Jaundice, spider telangiectasias, splenomegali, asites, ensefalopati, asterixis.
Kenaikan enzim hepar, koagulopati, trombositopenia.
Tinjauan Umum
Varises esofagus tanpa perdarahan dapat diterapi profilaksis dengan endoskopi dan ligasi variseal.
Perdarahan variseal aktif dapat dikontrol dengan berbagai endoskopi, radiologi, dan pembedahan. Tetapi, risiko
perdarahan ulang tetap tinggi kecuali semua varises esofagus distal diobliterasi dengan terapi serial endoskopi
atau sampai hipertensi portal alleviated dengan portosystemic shunting atau transplantasi hepar. Angka harapan
hidup tergantung pada keparahan dari penyakit yang mendasari kelainan hepar.
5
Temuan Klinik
A. GEJALA DAN TANDA
Gejala nonspesifik dari perdarahan varises termasuk hematemesis, melena, hematochezia dan pusing.
Gangguan mental sekunder oleh ensefalopati hepatik dapat dilihat pada pasien dengan penyakit hepar parah.
Manifestasi kulit dari sirosis termasuk kuning, spider telangiectasias, caput medusa, eritema palmar, dan
kontraktur Dupuytren. Tanda-tanda hipertensi portal termasuk hemoroid, asites, dan splenomegali. Pasien dengan
ensefalopati akan memiliki gangguan mental dan dapat berkembang menjadi asterixis dan koma hepatikum
B. TEMUAN LABORATORIUM
Kenaikan enzim hepar (ALT, AST, LDH) terlihat pada kerusakan hepatoseluler. Hiperbilirubinemia
dapat dilihat pada fungsi hepar yang menurun. Fungsi sintesis hepar yang buruk akan menyebabkan
hipoalbuminemia, hipokolesterolemia, dan PT yang meningkat. Supresi sumsum tulang oleh alkohol atau
hipersplenism dapat menyebabkan pansitopenia sekunder. Hipoglikemia progresif dan BUN dan kreatinin terdapat
pada gagal hepar dan sindrom hepatorenal.
C. PENCITRAAN
Diagnostik pilihan adalah dengan endoskopi. Endoskopi ultrasound berguna untuk membedakan varises
gaster dari lipatan-lipatan gaster. Sinar x Barium dapat menggambarkan varises esofageal yang besar atau lipatan
gaster besar yang mirip dengan varises gaster, tetapi teknik ini tidak begitu sensitif. Angiografi vena portal atau
CT scan abdomen dapat menggambarkan vena-vena kolateral dan rekanalisasi vena umbilikal.
Diagnosis Banding
Penyebab nonvariseal harus disingkirkan sebelumnya. Penyakit ulkus peptikum, esofagitis, dan ulkus
terinduksi skleroterapi sering menjadi sumber perdarahan saluran cerna atas pada pasien dengan perdarahan
varises sebelumnya.
Komplikasi
Perdarahan varises masif mungkin tidak dapat terkontrol, berujung pada perdarahan dan kematian.
Perdarahan varises dapat mempresipitasi ensefalopati hepatik dan sindrom hepatorenal. Komplikasi lokal terkait
terapi endoskopi adalah ulkus sekunder (ulkus yang diinduksi oleh skleroterapi atau ligasi BAND), nyeri dada,
dismotilitas esofageal, perforasi, perdarahan ulang oleh ulkus sekunder, dan striktur. Komplikasi sistemik dari
skleroterapi termasuk efusi pulmo atau perikardial, sepsis, demam, peritonitis, reaksi alergi pada sklerosan,
mediastinitis, trombosis panel portal.
Prognosis
Perdarahan varises berhentit spontan pada lebih dari 50% pasien. Pada pasien-pasien dengan perdarahan
yang terus menerus, mortalitas mencapai 70-80%. Terapi medikal hanya bersifat sementara dan pasien dalam
risiko tinggi untuk perdarahan ulang apabila terapi ini dihentikan. Setiap episode rekurens dari perdarahan
membawa risiko mortalitas yang signifikan. Risiko perdarahan ulang sangat tinggi (60-70%) hingga varises
gastroesofageal diobliterasi dengan terapi endoskopi subsekuens pada residu varises. Sayangnya, angka harapan
hidup tidak lebih baik setelah obliterasi variseal yang sukses. Terapi propanolol untuk pasien yang menjalani
skleroterapi elektif dapat menurunkan risiko perdarahan ulang dan dapat meningkatkan harapan hidup. Onset
perdarahan saluran cerna atas masif dari varises gastroesofageal biasanya menunjukkan penyakit hepar lanjut
6
(Child class B atau C). Mayoritas pasien meninggal dalam 6-12 bulan karena dekompensasi hepar progresif,
perdarahan ulang, dan komplikasi lain. Transplantasi hepar adalah satu-satunya terapi yang signifikan
memperbaiki prognosis jangka panjang.
2. Angiodisplasia dari saluran cerna atas
Patofisiologi
Kontras dengan angioma kolonik, yang diduga berkembang dari obstruksi vena low-grade kronis
berhubungan dengan penuaan, penyebab angioma saluran cerna atas tidak diketahui.
HAL-HAL PENTING UNTUK DIAGNOSIS
Episode perdarahan rekurens akut atau kronis.
Riwayat perdarahan yang memerlukan banyak transfusi.
Prosedur endoskopi nondiagnostik dilakukan beberapa kali.
Anemia defisiensi besi dan feses dengan darah positif tersembunyi.
Kelainan yang berhubungan—gagal ginjal, penyakit von Willebrand, stenosis aorta, sirosis, penyakit
paru.
Tinjauan Umum
Istilah lain yang digunakan untuk angioma adalah malformasi arteri vena, telangiektasia, ektasia
vaskular, dan angiodisplasia. Angioma saluran cerna atas terdapat pada 1,2-8,0% pasien dengan feses dengan
darah positif tersembunyi dan anemia defisiensi besi. Jarang, pasien dengan angioma saluran cerna atas
menunjukkan perdarahan akut. Angioma usus kecil adalah penyebab tersering perdarahan saluran cerna dari sebab
yang tidak jelas. Angioma saluran cerna atas menunjukkan adanya angioma di tempat lain pada saluran cerna atau
mungkin merupakan bagian dari sindrom Osler-Weber-Rendu atau telangiektasia hemoragik herediter.
Temuan Klinik
Perdarahan dari angioma saluran cerna atas biasanya low-grade dan intermiten, menyebabkan feses
dengan darah positif tersembunyi dan anemia defisiensi besi. Endoskopi dan enteroskopi video adalah prosedur
diagnostik pilihan untuk mengevaluasi angioma saluran cerna atas dan angioma usus kecil. Angiografi klasik dari
angioma intestinal menunjukkan early filling vein, a vascular tuft, dan a lat-draining vein.
Diagnosis Banding
Karena angioma saluran cerna atas jarang menyebabkan perdarahan saluran cerna akut, penting untuk
menyingkirkan penyebab lain perdarahan saluran cerna atas seperti ulkus peptikum, robekan Mallory-Weiss, atau
varises. Angioma insidental jarang berdarah, maka terapi tidak diindikasikan.
Prognosis
Lebih dari setengah pasien berhenti perdarahannya secara spontan tanpa terapi. Untuk pasien dengan
perdarahan rekurens, terapi endoskopi dapat menurunkan jumlah episode perdarahan, juga kebutuhan untuk
transfusi.
7
3. Lesi Dieulafoy
Patofisiologi
Lesi Dieulafoy adalah pembuluh submukosa aberans yang berdilatasi menembus epitel di atasnya dan
tidak dihubungkan dengan ulkus primer. Penyebab lesi Dieulafoy tidak diketahui, tetapi mungkin berhubungan
dengan iskemia disertai penipisan mukosa. Perdarahan arteri masif terjadi apabila arteri submukosa menembus
mukosa gaster.
HAL-HAL PENTING UNTUK DIAGNOSIS
Perdarahan saluran cerna atas masif dengan panendoskopi nondiagnostik multipel.
Endoskopi memunculkan pembuluh yang terlihat (berdarah aktif atau pasif) tanpa ulkus yang
berhubungan.
Temuan Klinik
Perdarahan mungkin sembuh sendiri, walaupun biasanya rekurens dan dapat masif. Diagnosis paling baik
ditetapkan dengan endoskopi ketika perdarahan akut, yang dapat ditemukan pemompaan arteri aktif dari titik yang
tidak berhubungan dengan ulkus atau lesi. Bila perdarahan aktif absen, mungkin akan terlihat seperti pentil atau
pembuluh yang tampak tanpa ulkus yang berhubungan. Pembuluh aberans sering tidak terlihat kecuali terdapat
perdarahan aktif dari tempatnya. Lesi Dieulafoy biasanya terletak di gaster atas mengikuti kurvatura minor
sepanjang 6 cm dari gastroesophageal junction.
4. Watermelon Stomach (Gastric Antral Vascular Ectasia)
Temuan Klinik
Watermelon stomach, atau gastric antral vascular ectasia, memiliki karakteristik endoskopi berupa
baris-baris longitudinal mukosa eritematosa yang berasal dari pilorus menuju antrum. Garis-garis merah
menunjukkan ektatik dan sacculated mucosal vessels mirip dengan garis-garis pada buah semangka. Diagnosis
didasarkan pada gambaran endoskopi klasik, tetapi dapat dikonfirmasi dengan biopsi endoskopi. Perdarahan
seringnya kronis, pada pasien dengan feses dengan darah positif tersembunyi dan anemia defisiensi besi dan
memerlukan transfusi berulang. Kadang-kadang, perdarahan saluran cerna atas akut atau masif dapat terjadi.
5. Gastropati Hipertensi Portal
Temuan Klinik
Gastropati hipertensi portal atau gastropati kongestif memiliki karakteristik endoskopi yang
digambarkan sebagai pola putih bundar halus yang berpisah dari mukosa berwarna merah muda (gambaran kulit
ular). Secara histologis terdapat edema ekstensif dan dilatasi kapiler dan vena di submukosa yang menyebar ke
mukosa. Mukosa friable dan perdarahan terjadi diduga apabila pembuluh ektatik ruptur. Telah dipostulatkan tetapi
belum dibuktikan bahwa skleroterapi meningkatkan pembentukan gastropati hipertensi portal dengan
meningkatkan tekanan balik; tetapi, tidak ada korelasi antara derajat hipertensi portal dengan gastropati hipertensi
portal.
Perdarahan varises gastroesofageal harus disingkirkan sebelum menghubungkan perdarahan saluran
cerna atas akut dengan gastropati hipertensi portal. Gastropati hipertensi portal adalah penyebab yang jarang dari
perdarahan saluran cerna atas yang signifikan pada pasien dengan sirosis.
8
6. Fistula Aortoenterik
Patofisiologi
Fistula aortoenterik terjadi dari komunikasi langsung antara aorta dengan saluran cerna. Sebelum tahun
1960 penyebab tersering dari fistula aortoenterik abdomen adalah aneurisma aorta dan aortitis infeksius sekunder
oleh sifilis atau tuberkulosa. Sekarang prosthetic aortic graft terinfeksi yang menembus intestin adalah penyebab
tersering. Kondisi lain yang menyebabkan fistula aortoenterik termasuk ulkus yang berpenetrasi, invasi tumor,
trauma, terapi radiasi, dan perforasi benda asing. Nekrosis oleh tekanan dan infeksi pada graft dianggap sebagai
faktor yang berperan dalam terjadinya fistula.
HAL-HAL PENTING UNTUK DIAGNOSIS
Perdarahan saluran cerna atas masif dengan riwayat aortic prosthetic graft atau aneurisma aorta
abdomen.
Endoskopi sering nondiagnostik pada absennya perdarahan aktif atau prosthetic graft yang menusuk.
Endoskopi positif mungkin menunjukkan graft, adherent clot, atau massa pulsatif ekstrinsik pada
duodenum distal.
Tinjauan Umum
Fistula aortoenterik adalah penyebab yang jarang dari perdarahan saluran cerna atas akut tetapi
berasosiasi dengan mortalitas yang sangat tinggi bila tidak terdiagnosis atau tidak diterapi. Bagian ketiga atau
keempat dari duodenum adalah tempat tersering terjadinya fistula aortoenterik, diikuti dengan jejunum dan ileum.
Temuan Klinik
A. GEJALA DAN TANDA
Kebanyakan pasien mengalami perdarahan inisial herald yang bermanifestasi hematemesis atau
hematochezia atau keduanya. Hal ini mungkin diikuti oleh perdarahan masif yang dapat menjadi syok hemoragik.
Perdarahan intermiten dapat dilihat bila bekuan darah menyumbat fistula sementara. Sekitar setengah dari pasien-
pasien mengalami nyeri abdomen atau punggung, dan kurang dari 50% mengalami demam atau tanda-tanda
sepsis. Kadang-kadang massa abdomen dapat dipalpasi atau bruit abdomen dapat terdengar.
B. PENCITRAAN
Kecurigaan yang tinggi diperlukan untuk menyingkirkan diagnosis ini. Pada pasien yang stabil tanpa
perdarahan aktif, endoskopi dengan kolonoskopi (misal, enteroskopi) adalah prosedur pilihan untuk
menyingkirkan penyebab lain perdarahan saluran cerna atas akut, seperti ulkus. Kadang-kadang, endoskopi
menunjukkan aortic graft yang menembus lumen usus. CT abdomen dan aortografi dapat berguna dalam
menkonfirmasi diagnosis tetapi tidak dapat diandalkan. Laparatomi eksplorasi diindikasikan untuk pasien dengan
suspek fistula aortoenterik dan perdarahan parah yang sedang berlangsung.
9
TUMOR
Patofisiologi
Perdarahan akut dari tumor saluran cerna atas biasanya menunjukkan stadium lanjut dari penyakit
dimana neoplasma sudah mengembangkan suplai darahnya, menyebabkan ulserasi mukosa. Perdarahan dapat
terjadi dari ulserasi mukosa difus atau erosi ke pembuluh di bawahnya.
HAL-HAL PENTING UNTUK DIAGNOSIS
Anoreksia, penurunan berat badan, cepat kenyang, atau disfagia.
Kaheksia, feses dengan darah positif tersembunyi, anemia defisiensi besi.
Endoskopi atas menunjukkan massa ulseratif dengan stigmata hemoragik yang masih baru (oozing, clot,
or visible vessel).
Tinjauan Umum
Neoplasma saluran cerna atas terdapat pada kurang dari 3% perdarahan saluran cerna atas akut. Tumor-
tumor ini dapat benign atau maligna; lesi maligna dapat merupakan tumor primer atau lesi metastatik. Lesi benign
dari saluran cerna atas termasuk leimomyoma, lipoma, polip, dan sindrom nevus blue rubber bleb. Tumor maligna
primer termasuk adenokarsinoma, leiomyosarkoma, limfoma, sarkoma Kaposi, dan tumor karsinoid; tumor-tumor
metastatik ke saluran cerna atas termasuk melanoma, kanker payudara, karsinoma kolon, dan kanker paru.
Temuan Klinik
A. GEJALA DAN TANDA
Tumor-tumor esofageal dapat menghasilkan obstruksi luminal atau ulserasi yang menyebabkan disfagia
(kesulitan menelan) atau odinofagia (nyeri menelan). Tumor gaster yang besar dapat menyebabkan anoreksia dan
cepat kenyang. Tumor-tumor duodenal dapat menyebabkan obstruksi jalan keluar gaster yang bergejala mual
kronis, muntah dan pembentukan bezoar. Tumor-tumor ulseratif dapat menyebabkan perforasi atau fistula, seperti
fistula esofageal-pulmo, yang tampak sebagai pneumonia aspirasi rekurens. Tanda-tanda nonspesifik dari
keganasan termasuk kaheksia dan penurunan berat badan.
B. TEMUAN LABORATORIUM
Temuan laboratorium nonspesifik termasuk hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia (karena malnutrisi)
dan anemia defisiensi besi (karena perdarahan kronis). Karsinoma kolon metastatik ke saluran cerna atas
dihubungkan dengan kenaikan kadar carcinoembryonic antigen (CEA).
C. TEKNIK DIAGNOSTIK
Modalitas diagnostik pilihan adalah panendoskopi atas. Temuan endoskopi yang menunjukkan
keganasan adalah batas-batas ulkus yang irreguler dan exophytic or fungating ulcerated mass. Biopsi endoskopi,
brushing, atau aspirasi jarum untuk pemeriksaan histologis atau sitologis dilakukan untuk diagnosis definitif.
Endoskopi ultrasound berguna untuk menentukan staging lokal. Sinar x Barium harus dihindari bila perdarahan,
obstruksi, atau fistula dicurigai karena barium akan mengganggu endoskopi dan akan mengakibatkan peritonitis
barium atau aspirasi. CT berguna untuk staging dan evaluasi metastase jauh.
10
Diagnosis Banding
Tumor-tumor saluran cerna atas mukosa dan submukosa harus dibedakan dari massa maligna ektrinsik
yang menembus saluran cerna atas. Karena massa ekstrinsik melibatkan dinding usus secara transmural, terapi
endoskopi harus konservatif mengingat risiko tinggi perforasi.
Komplikasi
Komplikasi tumor saluran cerna atas selain perdarahan adalah kaheksia, obstruksi luminal (tumor-tumor
esofageal atau duodenal), perforasi, dan pembentukan fistula.
Prognosis
Pasien-pasien dengan perdarahan sekunder oleh tumor-tumor saluran cerna atas memiliki prognosis yang
buruk, dengan mayoritas pasien meninggal dalam 1-3 bulan. Pasien-pasien dengan tumor-tumor saluran cerna atas
jinak yang direseksi dengan sukses sembuh.
Sebab-sebab lain dari perdarahan saluran cerna atas akut
1. Hemobilia
Hemobilia, atau perdarahan dari sistem bilier, adalah penyebab yang jarang dari perdarahan saluran
cerna atas akut. Trias klasik hemobilia adalah kolik bilier, obstruksi jaundice, dan perdarahan saluran cerna akut
atau tersembunyi. Beberapa penyebab hemobilia adalah trauma hepar (setelah biopsi hepar), batu empedu, tumor
hepar atau saluran empedu, aneurisma arteri hepar dan abses hepar. Diagnosis sering kurang tepat, tetapi melalui
endoskopi, kondisi dapat diidentifikasi apabila terdapat perdarahan aktif dari ampula. Pandangan samping
duodenoskopi akan membantu melihat ampula atau melakukan endoskopi diagnostik kolangiografi retrograd.
Pemeriksaan sel darah merah dengan technetium atau arteriografi selektif hepar mungkin menunjukkan sumber
hemobilia. Hemobilia dapat berhubungan dengan jaundice obstruktif dan sepsis bilier. Terapi ditujukan pada
sebab primer perdarahan, reseksi bedah atau embolisasi arteri.
2. Hemosukus Pankreatikus
Perdarahan dari duktus pankreatikus juga merupakan penyebab yang jarang dari perdarahan
gastrointetinal atas. Pseudokista pankreas dan tumor pankreas adalah penyebab tersering hemosukus pankreatikus.
Perdarahan terjadi apabila pseudokista atau tumor masuk ke pembuluh darh, membentuk komunikasi langsung
antara duktus pankreatikus dan pemuluh darah. Diagnosis ditetapkan oleh endoskopi dan pankreatikogram
retrograd, angiografi, atau CT abdomen.
Komplikasi terkait pseudokista termasuk infeksi dan perforasi. Reseksi bedah dengan ligasi pembuluh
darah memberikan terapi definitif. Arteriografi mesenterik dengan embolisasi coil biasanya akan mengontrol
perdarahan akut dan akan mencegah keperluan untuk operasi.
11
III. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan perdarahan saluran cerna bagian atas bergantung pada organ yang terkena dan
kecepatan perdarahannya. Pasien mungkin datang dengan hematemesis, melena, hematokezia atau sinkop.
Mayoritas pasien perdarahan saluran cerna membutuhkan penatalaksanaan di rumah sakit.
Pada waktu pasien datang ke rumah sakit langkah diagnosis sederhana atau terapi suportif dapat segera
diberikan.
Figur 1. Algoritma penatalaksanaan perdarahan saluran cerna akut.
- Anamnesis
Gejala-gejala yang muncul, riwayat penyakit terdahulu dan riwayat penggunaan obat-obat tertentu
penting diketahui untuk menentukan penyebab dan beratnya perdarahan. Riwayat sering tenderita dispepsia,
menggunakan aspirin atau NSAID lain mungkin dapat memperkirakan adanya perdarahan karena ulkus. Adanya
penyakit liver konis meningkatkan kemungkinan terjadinya perdarahan varises.
,
12
- Pemeriksaan fisik
Langkah awal pada semua kasus perdarahan saluran pencernaan adalah menentukan beratnya perdarahan
dengan memfokuskan pada status hemodinamik. Pemeriksaannya meliputi :
1. Tekanan darah dan nadi pada posisi berbaring
2. Perubahan ortostatik tekanan darah dan nadi
3. Ada tidaknya vasokonstriksi perifer
4. Kelayakan nafas
5. Tingkat kesadaran
6. Produksi urin
Selain itu cari stigmata yang dapat diperkirakan sebagai penyebab perdarahan seperti stigmata sirosis,
diatesis hemoragik, tanda klinis ulkus peptikum, dan lain-lain.
Pemeriksaan lain yaitu pemeriksaan pada aspirat NGT dan rektum.
Warna aspirat NGT Warna feses Angka kematian (%)
Jernih Coklat atau merah 6
Kehitaman Coklat atau hitam 8,2
Merah 19,1
Darah merah Hitam 12,3
Coklat 19,4
Merah 28,7
Tabel 1. Pemeriksaan aspirat NGT dan rektum
- Pemeriksaan laboratorium
(1) Hb dan Ht,
(2) Golongan darah
(3) Platelet count
(4) Rasio urea : kreatinin
(5) Elektrolit (Na, K, Cl)
(6) Pemeriksaan lain tergantung kasus yang dihadapi misalnya pada penyakit liver harus diperiksa kadar
albumin dan faktor-faktor koagulasi.
- Resusitasi
Berikan infus cairan melalui Vena antecubiti atau femoral dengan menggunakan jarum ukuran 14G atau
16G dan pasang CVP. Resusitasi dapat dimulai dengan cairan fisiologis seperti NaCl fisiologis atau ringer laktat.
a) Perdarahan masif (> 1.000 cc, Hb < 8 gr%), infus kristaloid dipercepat sambil tunggu darah
untuk transfusi
b) Transfusi darah diberikan sampai Hb 70-80 g/L pada pasien sehat dan 90-100 g/L pada pasien
dengan penyakit kardiovaskular.
c) Whole blood lebih ditujukan pada perdarahan aktif masif yang perlu penggantian volume
intravaskuler disertai kebutuhan faktor pembekuan.
d) Pada sirosis hati dapat diberikan PRC dan plasma beku segar.
e) Oksigen mungkin dapat membantu pada pasien usia tua dengan perfusi serebral yang jelek.
13
Sesudah resusitasi berhasil, pasang pipa NGT lalu aspirasi isi lambung dan kuras dengan air es 150 cc
setiap 2, 4 atau 6 jam tergantung perdarahannya. Air kurasan merah tua atau keruh, tanda perdarahan masih terus
terjadi.
Perdarahan minimal tetapi terus menerus pada pasien berusia > 70 tahun dan memiliki kelainan EKG,
lakukan pengurasan lambung dengan air es + Nor-adrenalin (2 amp tiap 150 cc). Perdarahan minimal dan terus
menerus tetapi usia < 70 th, EKG normal berikan infus vasopressin. Pada perdarahan masif dengan pasien usia >
70 th atau EKG abnormal, diduga varises esofagus tamponade dengan SB- tube.
Penilaian hasil terapi berdasarkan perdarahan akut gawat; untuk mempertahankan hemodinamika stabil
dengan Hb > 8 gr% dan Ht > 30%, diperlukan transfusi 3 unit dalam waktu :
8 jam : perdarahan akut gawat tingkat I
24 jam : perdarahan akut gawat tingkat II
48 jam : perdarahan akut gawat tingkat III
- Obat-obatan
Proton pump inhibitor dapat diberikan diberikan baik secara oral maupun parenteral. Pada pasien yang
diduga kuat memiliki ulkus saat dilakukan pemeriksaan endoskopi, Pemberian PPI secara iv misalnya omeprazol
80 mg bolus.
Vasopressin
Vasopressin digunakan untuk menurunkan aliran vena porta melalui vasokonstriksi splanknik.
Pemberian dilakukan dengan mengencerkan sediaan vasopressin 50 unit dalam 100 ml dekstrosa 5%
diberikan 0,5-1 mg/menit iv selama 20-60 menit dan dapat diulang tiap 3-6 jam.
Vasopressin dapat menimbulkan efek samping serius berupa insufisiensi koroner mendadak, oleh karena
itu pemberiannya disarankan bersamaan preparat nitrat misalnya nitrogliserin.
Somatostatin dan somatostatin analog (oktreotid)
Obat-obat ini dapat digunakan untuk menurunkan tekanan portal.
Somatostatin (Stilamin®) : bolus
Dosis : 250 mikrogram intravena dilanjutkan
drip kontinyu 250 mikrogram/ jam selama 12-24 jam
Okreotid (Sandostatin®) : bolus
100 mikrogram intravena dilanjutkan
perinfus 25 mikrogram/ jam selama 8-24 jam.
- Terapi Endoskopi
Terapi endoskopik ditujukan pada perdarahan tukak yang masih aktif atau tukak dengan pembuluh darah
yang tampak. Metode terapinya meliputi :
- Contact thermal (Monopolar atau bipolar elektrokoagulasi, heater probe)
- Noncontact thermal (laser)
- Nonthermal (misalnya suntikan adrenalin, polidokanol, alkohol, cyanocrylate, atau pemakaian klip).
14
Terapi endoskopi yang relaif mudah dan tanpa banyak peralatan ialah penyuntikan submukosa sekitar
titik perdarahan menggunakan adrenalin 1 : 1000 sebanyak 0,5-1 ml tiap kali suntik dengan batas dosis 10 ml atau
alkohol absolut (98%) tidak melebihi 1 ml.
- Terapi radiologi
Pada perdarahan varises dapat dipertimbangkan terapi radiologi berupa :
1. TIPS (Transjugular Intrahepatic Portosystemic Shunt)
2. PTO (Percutaneous Transhepatic Obliteration)
3. Embolisasi
- Pembedahan
Pembedahan dilakukan bila terapi medik, endoskopi dan radiologi dinilai gagal. Pembedahan yang dapat
dilakukan antara lain :
1. Transeksi esofagus dan devaskularisasi
2. Pintasan portosistematik
3. Transplantasi hati
Penting untuk mengkategorikan pasien pada saat masuk RS ke dalam risiko tinggi atau risiko rendah ke-
matian. Rockall et al mendefinisikan faktor-faktor risiko independen yang dapat memprediksi kematian. Hal-hal
ini termasuk :
(i) Usia yang bertambah. Terdapat hubungan dekat antara mortalitas dan usia. Kematian pada pasien berusia
40 tahunan adalah jarang, sementara risiko kematian adalah 30% pada pasien dengan usia lebih dari 90
tahun.
(ii) Komorbiditas. Kematian biasanya terjadi pada pasien dengan penyakit sistemik yang signifikan.
Penyakit-penyakit ini terdekompensasi oleh perdarahan, juga komplikasi pasca operasi lebih sering ter-
jadi pada pasien dengan penyakit komorbid signifikan. Jumlah dan tingkat keparahan penyakit komorbid
berhubungan erat dengan mortalitas pada pasien, yang di rawat untuk perdarahan saluran cerna. Pasien
dengan penyakit hepar atau renal lanjut dan kanker diseminata akan lebih buruk. Penting untuk menge-
nali dan mengobati komplikasi penyakit yang mengenai jantung, sistem respirasi dan sistem saraf pusat.
(iii) Syok. Didefinisikan sebagai kecepatan nadi yang lebih dari 100 kali /menit dan tekanan darah sistol
kurang dari 100 mmHg.
Temuan endoskopi. Endoskopi saluran cerna atas normal, robekan Mallory Weiss, atau ulkus dengan dasar yang bersih berhubungan dengan risiko sangat rendah perdarahan ulang dan kematian. Kontrasnya, perdarahan aktif dari ulkus peptikum pada pasien syok memiliki risiko 80% untuk perdarahan yang kontinyu atau kematian. Pembuluh darah yang terlihat tapi tidak berdarah berhubungan dengan 50% risiko perdarahan ulang di RS. Faktor-faktor risiko ini dapat dilihat pada tabel. Total skor kurang dari 3 berhubungan dengan prognosis yang baik sedangkan skor lebih dari 8 berhubungan dengan risiko tinggi kematian. Pasien dengan penyakit hepar adalah kasus khusus dan prognosis lebih berkaitan dengan keparahan penyakit hepar dibandingkan dengan keparahan perdarahan. Tabel 2. Sistem Skor Rockall
15
Daftar Pustaka
1. Sudoyo, A.W. dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi IV. Perhimpunan Dokter Spesialis
Penyakit Dalam Indonesia. Jakarta:Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Juni 2006
2. Friedman, S.L. et al. Current Diagnosis & Treatment in Gastroenterology 2nd Ed.
McGraw-Hill/Appleton & Lange 2002
3. Non-variceal upper gastrointestinal haemorrhage: Guidelines British Society of Gastroenterology En-
doscopy Committee www.gutjnl.com. Diakses 17 Januari 2007
4. Worthley, D.L., and Fraser, R.J.. Management of Acute Bleeding in the Upper Gastrointestinal Tract.
Australian Prescriber Volume 28 Number 3. June 2005.
5. S Ghosh, D Watts and M Kinnear. Management of Gastrointestinal Haemorrhage. PMJ Online . pmj.b-
mj.com on 16 January 2007
6. Rajan, E, andAhlquist, D.A.. Gastrointestinal Bleeding. ACP Medicine. WebMD. July 2003.
7. Loren, D.E.. Gastrointestinal Bleeding/Peptic Ulcer Disease.
16