Post on 18-Oct-2021
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Pengertian Bahasa
Menurut Dhieni, et. al, (2005: 1.8) bahwa bahasa mencakup cara
untuk berkomunikasi , dimana pikiran dan perasaan individu dinyatakan
dalam bentuk untuk berkomunikasi, dimana pikiran dan perasaan individu
dinyatakan dalam bentuk lambang atau simbol seperti lisan, tulisan,
isyarat, bilangan, lukisan maupun mimik yang digunakan untuk
mengungkapkan sesuatu.
Menurut Badudu (dalam Dhieni, et. al, (2005: 1.8) menyatakan
bahwa bahasa adalah alat penghubung atau komunikasi antara anggota
masyarakat yang terdiri dari individu –individu yang menyatakan pikiran,
perasaan, dan keinginannya. Bahasa sebagai suatu sistem lambang bunyi
yang bersifat arbitrer (manasuka) digunakan masyarakat dalam rangka
untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasi diri. Berbahasa
berarti menggunakan bahasa berdasarkan pengetahuan individu tentang
adat dan sopan santun.
Menurut Bromley (dalam Dhieni, et. al, (2005: 1.8) mendefinisikan
bahasa sebagai sistem simbol yang teratur untuk mentransfer berbagai ide
maupun informasi yang terdiri dari simbol –simbol visual maupun verbal.
Simbol-simbol visual tersebut dapat dilihat, ditulis, dibaca, sedangkan
simbol-simbol verbal dapat diucapkan dan didengar. Anak dapat
memanipulasi simbol –simbol tersebut dengan berbagai cara sesuai dengan
kemampuan berpikirnya.
Menurut Dhieni, et. al, (2005: 4.1) Bahasa memegang peranan
penting dalam kehidupan manusia umumnya dan dalam kegiatan
berkomunikasi khususnya. Banyak ungkapan –ungkapan yang di kemukan
untuk oleh Laird bahwa tiada kemanusiaan tanpa bahasa dan tidak ada
peradapan tanpa bahasa lisan (1957). Manusia tidak berfikir hanya dengan
9
otaknya, tetapi juga memerlukan bahasa sebagai mediumnya. Orang lain
tidak akan dapat memahami hasil pemikiran kita kalau tidak di ungkapkan
dengan menggunakan bahasa baik secara lisan maupun tulisan.
Demikian pula halnya peran bahasa bagi anak. bahasa memberikan
sumbangan yang pesat dalam perkembangan anak menjadi manusia
dewasa. Dengan bantuan bahasa, anak tumbuh dari organisme biologis
menjadi pribadi dalam kelompok. Pribadi itu berfikir, berperasaan,
bersikap, berbuat secara memandang dunia dan kehidupan di sekitarnya.
Menurut Halliday (dalam Dhieni, et. al, (2005: 4.1) sehubung dengan
peran penting bahasa dalam kehidupan mengemukan beberapa fungsi
bahasa bagi anak yaitu:
a. Fungsi instumental, bahasa digunakan sebagai alat perpanjang tangan
“Tolong ambilkan pensil”.
b. Fungsi regulatif, bahasa yang digunakkan untuk mengatur orang lain
“jangan ambil bukuku”.
c. Fungsi intraksional, bahasa yang digunakan bersosialisasi “apa
kabar”.
d. Fungsi persoanal, bahasa yang digunakan untuk mengungkapkan
perasaan, pendapat, dan sebagainya. “Saya senang sekali”.
e. Fungsi heuristic/mencari informasi, bahasa yang di gunakan utuk
bertanya. "Apa itu?”.
f. Fungsi imajinatif, bahasa digunakan untuk memperoleh kesenagan,
misalnya, bermain –main dengan bunyi, irama.
g. Fungsi representatif, bahasa digunakan untuk memberikan informasi/
menyampaikan fakta. “Sekarang hujan”.
Jadi, bahasa merupakan medium yang paling penting dalam
komunikasi manusia. Bahasa bersifat unik sekaligus bersifat universal bagi
manusia. Dalam kenyataan kehidupan sehari –hari kita amati pula bahwa
hanya manusialah yang mampu menggunkan komunikasi verbal dan kita
amati pula bahwa manusia mampu mempelajarinya.
10
Menurut dhieni, et. al, (2005: 1.11) Penggunakan bahasa dalam
dalam kurikulum tidak terpisah dengan beberapa prinsip sebagai berikut :
a. Adanya hubungan anatar empat macam bentuk bahasa yaitu
menyimak, berbicara, membaca dan menulis.
b. Literatur adalah hal yang sangat penting dalam kegiatan bahasa yang
memberikan konstribusi besar pada empat macam bentuk bahasa.
c. Menggunakan dan mempelajari bahasa secara alamiah dapat
dilakukan seiring dengan mempelajari bidang lain seperti ilmu
pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, dan matematika.
d. Guru membelajarkan bahasa pada anak disesuaikan dengan potensi
dan kebutuhan anak, karena anak belajar dengan cara dan kecepatan
yang berbeda.
Menurut dhieni, et. al, (2005: 1.14 ) Bahasa memiliki karakteristik
yang menjadikan sebagai bentuk khas komunikasi. Ada beberapa
karakteristik bahasa sebagai berikut :
a. Sistematis, artinya bahasa merupakan suatu cara menggabungkan
bunyi-bunyian maupun tulisan yang bersifat teratur, standar, dan
kosisten. Setiap bahasa memiliki tipe konsisten yang bersifat khas.
b. Arbitrari yaitu bahasa terdiri dari hubungan –hubungan antara
berbagai macam suara dan visual, objek, maupun gagasan.
Menurut dhieni, et. al, (2005: 1.17) Bahasa digunakan untuk
mengekspresikan keunikan individu. Bromley menyebutkan 5 macam
fungsi bahasa sebagai berikut :
a. Bahasa menjelaskan keinginan dan kebutuhan induvidu. Anak usia
dini belajar kata –kata yang dapat memuaskan kebutuhan dan
keinginan untuk mereka.
b. Bahasa dapat mengubah dan mengontrol perilaku Bahasa membantu
perkembangan kognitif.
c. Bahasa membantu mempererat interaksi dengan orang lain.
d. Bahasa mengekperesikan keunikan individu.
11
2. Pemerolehan Bahasa Anak
Menurut Suhartono (2005: 69) Anak usia dini memiliki kapasitas
Kemampuan Berbahasa yang berberbeda-beda. Ia dapat menggunakan
bahasa atas dasar pemerolehan bahasa di keluarga dan di lingkungannya.
Kemampuan menggunakan bahasa anak itu datangnya ada yang disengaja
dalam ilmu linguistic disebut belajar bahasa. Sebaliknya, kemampuan
menggunakan bahasa yang asalnya tidak disengaja dan tidak direncanakan
disebut Pemerolehan bahasa.
a. Pengertian Pemerolehan Bahasa
Menurut Suhartono (2005: 70) Membedakan istilah
pembelajaran bahasa dan pemerolehan bahasa. Pembelajaran bahasa
(language Learning) merupakan suatu aktivitas proses mempelajari
bahasa sehingga dapat menguasai dan mempergunakan bahasa yang
dipelajari itu.
Menurut Krashe (dalam Suhartono 2005: 70) Menyatakan
bahwa pembelajaran bahasa suatu proses yang secara dilakukan oleh
pembelajar di dalam menguasai bahasa. Proses yang dilakukan oleh
pembelajar secara sadar ini menjadi sentral dalam belajar bahasa.
Belajar bahasa ini biasanya diperoleh anak melalui bahasa.
Menurut Hamied (dalam Suhartono 2005: 70) mengungkapakan
bahwa pembelajaran lebih mengacu pada proses penguasaan bahasa
seacara sadar dan yang pada umumnya dilakukan di dalam pengajaran
formal. Penguasaan bahasa melalui pembelajaran dilakukan secara
intensif tentang system kaidah dalam suatu bahasa yang
dipelajarainya.
Menurut Maksan (dalam Suhartono 2005: 70) Pemerolehan
bahasa (language acquisition) atau akuisisi bahasa adalah suatu proses
penguasaan bahasa yang dilakukan oleh seseorang secara tidak sadar,
implisit, dan formal.
12
Menurut Lyons (dalam Suhartono 2005:70) menyatakan suatu
bahasa yang digunakan tanpa kualifikasi untuk proses yang
menghasilkan pengetahuan bahasa pada penutur bahasa disebut
pemerolehan bahasa. Artinya, seorang penuturan bahasa dapat
menguasai bahasa yang dipakai tanpa berlebih dahulu mempelajari
bahasa tersebut.
Strok dan Widdowson (dalam Suhartono 2005: 70-71)
Mengungkapkan bahwa pemerolehan bahasa atau akuisisi bahasa
adalah suatu proses anak-anak mencapai kelancaran dalam bahasa
ibunya. Kelancaran bahasa anak dapat diketahui dari perkembangan
bahasanya. Oleh karena itu, dalam akuisisi bahasa perkembangan dan
penguasaan bahasa anak diperoleh dari lingkungannya dan bukan
karena sengaja mempelajarinya. Bahasa anak berkembang karena
lingkungannya.
Menurut Huda (dalam Suhartono 2005: 71) menyatakan bahwa
pemerolehan bahasa adalah proses alami di dalam diri seseorang
menguasai bahasa. pemerolehan bahasa biasanya didapatkan dari
kontak verbal dengan penutur asli lingkungan itu. Dengan demikian,
istilah pemerolehan bahasa mengacu pada penguasaan bahasa secara
tidak disadari dan tidak terpengaruh oleh pengajaran bahasa tentang
sistem kaidah dalam bahasa yang dipelajari.
Menurut Suhartono (2005: 71) Pembelajaran bahasa adalah
suatu proses secara sadar yang dilakukan oleh anak (pembelajaran)
untuk menguasai bahasa yang dipelajarinya. Penguasaan bahasa
tersebut biasanya dilakukan melalui pengajaran yang formal dan
dilakukan secara intensif. Selanjutnya, yang dimaksudkan dengan
pemerolehan bahasa adalah suatu proses penguasaan bahasa anak
yang dilakukan secara alami yang diperoleh dari lingkungannya dan
bukan karena sengaja mempelajarinya. Pemerolehan bahasa biasannya
didapatkan dari hasil kontak verbal dengan penutur asli di lingkungan
bahasa itu.
13
b. Pandangan Teori Pemerolehan Bahasa
Menurut Suhartono (2005: 71-81) Terdapat tiga pandangan yang
berkaitan dengan teori pemerolehan bahasa. Ketiga pandangan itu
ialah teori behavioristik, teori mentalistik, dan teori kognitiftik. Untuk
lebih jelasnya ketiga teori tersebut dapat diuraikan satu per satu
berikut ini:
1) Teori Pemerolehan Bahasa Behavioristik
Menurut Brown (dalam Suhartono 2005: 72) Menyatkan
“the extreme behavioristic position would be that the child comes
into the world with a tabularasa, a clean slate bearing no
preconceived notions about the world or about language, and this
child is then shaped by his environment slowly conditioned
through various cheule of reinforcement”. Anak lahir ke dunia ini
seperti kain putih tanpa catatan-catatan, lingkungannyalah yang
akan membentuknya yang perlahan-lahan dikondisi oleh
lingkungan dan pengukuhan terhadap tingkah lakunya.
Pengetahuan dan keterampilan berbahasa diperoleh melalui
pengalaman dan proses belajar. Pengalaman dan proses belajar
yang akan membentuk akuisisi bahasanya. Dengan demikian
bahasa dipandang sebagai sesuatu yang dipindahkan melalui
pewarisan kebudayaan, sama halnya seperti orang yang belajar
mengendarai sepeda.
Menurut Skinner (dalam Suhartono 2005: 73) Dari hasil
percobaan tersebut memanipulasikan pengalamannya ke dalam
teori belajar bahasa. menurutnya, tingkah laku bahasa dapat
dilakukan dengan cara penguatan. Penguatan itu terjadi melalui
dua proses yaitu stimulasi dan respons. Dengan demikian, yang
paling penting di sini adalah adanya kegiatan mengulang-ngulang
stimulasi dalam bentuk respon. Oleh karena itu, teori stimulasi
dan respon ini juga dinamakan teori behaviorisme.
14
Menurut Silangen dkk (dalam Suhartono 2005: 73) Ada
beberapa prinsip pokok yang membedakan padangan kaum
berhavioris dengan pandangan lain, misalnya padangan dalam
psikologi unsur, piskologi pikir, piskologi gestalt. Prinsip-prinsip
pokok itu terletak pada objek psikologi bagi kaum behavioris
adalah kelakuan atau tingkah laku. Pengalaman rohaniah dapat
diabaikan dan perhatian tertuju pada gerak-gerik dan perubahan
jasmani yang dapat diamati, segala bentuk tingkah laku adalah
susuanan refleks, manusia dipandang sebagai satuan kompleks
refleks, satu mesin reaksi, dan penghargaan diberikan kepada
pengaruh pendidikan.
Menurut Pateda (dalam Suhartono 2005:74) Bagi kaum
behavioris, bahasa adalah keseluruhan tingkah laku manusia yang
mendasar yang berkembang sejak anak lahir. Pendekatan kaum
behavioris dipustakan pada pola tingkah laku berbahasa manusia
yang diwujudkan melalui hubungan antara stimulus dengan
respons yang berlangsung di sekeliling manusia bahasa
merupakan seperangkat kebiasaan yang diperoleh melalui proses
belajar, sedangkan faktor bawaan hanyalah merupakan potensi
herediter.
2) Teori Pemerolehan Bahasa Mentalistik
Menurut Comsky (dalam Suhartono 2005: 75) Bahasa
manusia itu lebih rumit dan komplek. Bahwa manusia itu
mempunyai kerumitan tersendiri. Dengan kerumitan itulah sangat
mustahil pemberian stimulus eksternal dan respons mampu
menentukan tingkah laku bahasa, yang mampu memikul tanggung
jawab bahasa hanyalah kemampuan bawaan.
Menurut Suhartono (2005: 75-76) pandangan kaum
mentalis atau rasionalis atau nativis, proses akuisisi bahasa bukan
karna hasil proses belajar, tetapi karena sejak anak lahir ia telah
15
memiliki sejumlah kapasitas atau potensi bahasa yang akan
berkembang sesuai dengan proses kematangan intektualnya.
Menurut Brown (dalam Suhartono 2005: 76-77) Kaum
metalis seperti telah dikatakan berpendapat bahwa setiap anak
yang lahir telah memiliki sejumlah kapasitas atau potensi bahasa.
potensi bahasa ini akan berkembang apabila saatnya tiba.
Pandangan ini biasa pula disebut pandangan nativis.
Menurut Pateda (dalam Suhartono 2005: 76) Kaum metalis
beranggapan bahwa setiap anak yang lahir telah memiliki apa
yang mereka sebut LAD (Language Acquisition Device).
Menurut McNeill (dalam suhartono 2005: 77) menyatakan
bahwa LAD itu terdiri dari:
a) Kecakapan untuk membedakan bunyi bahasa dengan bunyi-
bunyi yang lain
b) Kecakapan mengorganisasi satuan linguistik ke dalam
sejumlah kelas yang akan berkembang kemudian
c) Pengetahuan tentang sistem bahasa yang mungkin, dan
kecakapan menggunakan sistem yang didasarkan pada
penilaian perkembangan sistem linguistik, dengan demikian
dapat melahirkan sistem yang dirasakan mungkin diluar data
linguistik, dengan demikian dapat melahirkan sistem yang
dirasakan mungkin di luar data linguistik yang ditemukan.
3) Teori Akuisisi Bahasa Kognitiftik
Menurut Suhartono (2005: 78) Mengatakan Kaum mentalis
mengusulkan pendekatan baru yang mereka namakan dengan
pendekatan kognitif (cognitive approach. Pendekatan kognitif ini
yang melahirkan teori kognitif. Dalam psikolinguistik, teori
kognitif ini memandang bahasa lebih dalam lagi. Para penganut
teori ini, berpendapat bahwa kaidah generatif yang dikemukakan
16
oleh kaum mentalis sangat abstrak, formal, dan eksplisit serta
sangat logis.
Menurut Suhartono (2005: 79) Penganut teori kognitif
beranggapan bahwa struktur serta proses linguistik yang abstrak
mendasari produksi dan komprehensi ujaran. Hanya dengan
pertolongan proses kognitif yang terjadi diotak, setiap orang dapat
mengatur dan mengerti peristiwa-peristiwa nyata dalam
lingkungannya. Persepsi dan komprehensi para pemakai bahasa
terhadap ujaran dianggap sebagai hasil interaksi yang rumit antara
pengaruh intern dan ekstern.
Menurut Suhartono (2005: 79-80) mengatakan titik awal
kognitf adalah anggapan terhadap kapasitas kognitif anak dalam
menemukan struktur di dalam bahasa yang ia dengar di
sekelilingnya. Baik pemahaman maupun produksi serta
komprehensi bahasa pada anak dipandang sebagai hasil proses
kognitif yang secara terus-menerus berkembang dan berubah.
Jadi, stimulus merupakan masukkan bagi anak yang kemudian
berperoses dalam otak. Pada otak ini terjadi mekanisme internal
yang diatur oleh pengaturan kognitif yang kemudian keluar
sebagai hasil pengelolahan kognitif tadi.
Menurut Suhartono (2005: 80) bependapat bahwa akuisisi
bahasa anak harus dilihat dari fungsi bahasa sebagai alat
komunikasi. Mengingat bahasa berfungsi sebagai alat
komunikasi, maka yang perlu diketahi adalah:
a) Apakah yang ingin diketahui anak dari orang lain
b) Apakah hubungan antara kata-kata yang mebentuk kalimat
yang diucapkan
c) Interaksi anak dengan pendengar
d) Percakapan determinasi lingustik (linguistic determinism) dan
determinasi kognitif (cognitif determinism).
17
Menurut Suhartono (2005: 81) Determinasi linguistik
mengacu pada perkembangan bahasa anak yang ditentukan oleh
sistem bahasa dan bahwa aspek-aspek bahasa yang bersifat
universal telah dibawa sejak lahir turut menentukan akuisisi
bahasa anak. Determinasi kognitif dipengaruhi oleh lingkungan
anak, baik yang bersifat linguistik maupun yang non linguistik.
Menurut Pateda (dalam Suhartono 2005: 81) Penganut teori
kognitif beranggapan bahwa ada prinsip yang mendasari
organisasi linguistik yang digunakkan oleh anak untuk
menafsirkan serta mengoperasikan lingkungan lingustiknya.
Semua ini adalah hasil perkerjaan mental yang meskipun tidak
dapat diamati, tetapi jelas mempunyai dasar fisik. Proses mental
secara kualitatif berbeda dari tingkah laku yang dapat diamati,
dan karena berbeda dengan pandangan behavioris.
c. Pemerolehan Bahasa Pertama (B1)
Menurut Suhartono (2005: 81) Bahasa pertama (B1) ialah
bahasa pertama yang diperoleh dan dipahami anak dalam dalam
kehidupan dan berkomunikasi di lingkungannya.
Menurut Suhartono (2005: 82) Dijelasakan pola-pola atau
tingkat-tingkat perkembangan bahasa anak itu, yang biasa disebut
dengan tingkat pemerolehan bahasa.
Menurut Brown (dalam Lilis 2016: 51) Mengemukan bahwa
posisi eksternal behavioristik anak lahir ke dunia seperti kertas putih,
bersih. Pernyataan ini memberikan penjelasan nyata bahwa
lingkungan dalam hal ini keluarga terutama orang tua dalam
pemberian bahasa yang kurang baik khusunya tuturan lisan kepada
anak menjadi bahan negatif yang akan disambut anak sebagai
pemerolehan bahasa pertama (B1) yang menjadi modal awal bagi
seorang anak untuk menyonsong kehadiran pemereolehan bahasa
kedua.
18
Menurut Simanjuntak dan Soenjono Dardjowidjojo (dalam
Suhartono 2005: 82- 85) Pemerolehan ini merupakan gabungan dari
pendapat simanjuntak dan soenjono, mengatakan seperti berikut ini:
1) Tingkat Membabel (0-1 Tahun)
Istilah untuk tingkat membabel ini berasal dari bahasa
inggris babbling. Ada yang menerjemahkan dengan menggagah,
dan ada pula dengan berleter. Pada prinsipnya masa membabel
di bagi dua, yakini (a) cooing atau mendekut dan kedua,
babbling atau membabel. Masa mendekut yang berlangsung dari
umur 0 sampai dengan umur 6 bulan anak membunyikan bunyi-
bunyi bahasa sedunia. Bunyi bahasa apapun di seluruh dunia
dibunyikan oleh bayi yang berkurang dari enam bulan. Tetapi
pada akhirnya, karena anak tidak mendengar bunyi-bunyi
bahasa selain dari bahasa ibunya sendiri, maka ia pun hanya
akan membunyikan bahasa ibunya saja.
Masa kedua yang disebut masa membabel itu ialah pada
usia 6 bulan sampai dengan 1 tahun. Pada masa ini anak sudah
mulai mengarah untuk mengucapakan pola suku kata yang
berbentuk Konsonan Vokal (VK). Suatu hal yang menarik dari
masa membabel (coocing dan babbling) ini ialah bahwa anak
yang pekak pun ternayata ikut membunyikan bunyi-bunyi
bahasa seluruh dunia, dan ikut juga mengucapakan pola suku
kata KV tertentu. Namun, setelah masuk pada tahap berikutnya
pada usia 1 tahun maka anak pekak itu secara berangsur-angsur
akan berhenti bersuara.
2) Masa Holofrasa (1-2 tahun)
Masa holofrasa yang berlangsung umur 1 tahun sampai
dengan 2 tahun ini ialah masa anak-anak mengucapakan satu
kata dengan maksud sebenarnya menyampaikan sebuah kalimat:
“saya ingin minum susu” dan sebagainya.
19
3) Masa Ucapan Dua Kata (2-2,6 Tahun)
Pada masa ucapan dua kata ini anak berumur 2- 2,6 tahun.
Anak biasanya sudah mampu mengucapakan dua kata. Pada
awalnya ucapan dengan dua buah kata ini mungkin saja
gabungan dari dua buah holofrasa seperti [ma] dan [susu] yang
berarti: mama sedang membuatkan susu buat saya. Akhirnya
barulah mengucapakan dua buah kata yang sebenarnya seperti
“mama susu” yang artinya “mama saya minta susu” atau “mama
buatkan susu untuk saya”.
4) Masa Permulaan Tatas Bahasa (2,6 -3 Tahun)
Pada masa permulaan tata bahasa yaitu sekitar anak
berumur 2,6 – 3 tahun. Anak tersebut mulai menggunakan
bentuk-bentuk bahasa yang lebih rumit, seperti penggunakan
afiksasi. Kalimat- kalimat yang diucapkan pada umumnya
adalah kalimat-kalimat yang hanya berisi kata inti saja dan tidak
terdapat kata tugas. Kalimat yang diucapkan anak mirip dengan
kalimat telegram. Oleh karena itu, pada masa ini kalimat yang
diucapkan anak dinamakan telegraphic sentence (kalimat
telegram).
5) Masa Menjelang Tata Bahasa Dewasa (3-4 Tahun)
Pada masa menjelang tata bahasa aitu sekitar anak
berumur 3-4 tahun. Umumnya pada masa ini anak sudah mampu
mengahasilkan kalimat-kalimat yang rumit. Dalam pengertian
anak telah menggunakan imbuhan (afiks) secara lengkap dan
juga mempunyai subjek, predikat, objek bahkan keterangan,
6) Masa Kecakapan Penuh (4-5 Tahun)
Pada masa kecakapan penuh yaitu anak berumur 4- 5
tahun anak yang normal telah mempunyai kemampuan bicara
sesuai dengan kaidah-kaidah yang ada dalam bahasa ibunya. Ia
telah mempunyai kemampuan untuk memahami dan melahirkan
(ekspresif) apa-apa yang disampaikan orang lain kepadanya,
20
atau apa-apa yang ingin disampaikannya kepada orang lain
dengan baik.
d. Pemerolehan Bahasa Kedua/Asing (B2)
Menurut Suhartono (2005: 85) Mengatakan Bahasa
Kedua/Bahasa Asing (B2) adalah bahasa anak peroleh setelah bahasa
pertama. B2 anak di indonesia pada umumnya bahasa indonseia dan
bahasa asing. Pemerolehan bahasa indonesia diperoleh anak dalam
lingkungannya kehidupannya dan di sekolah. Pemerolehan bahasa
asing pada umumnya melalui pendidikan informal maupun formal.
Menurut Krashen dan Terrell (dalam Suhartono 2005: 86)
Menyatakan bahwa, pada umumnya pemerolehan bahasa dari B1
(bahasa pertama) yang disebutnya dalam bahasa inggris acguisition,
dan “pembelajaran” dari B2 (bahasa kedua/asing) yang dinamakan
learning.
Menurut Otto ( 2015: 108) Mengatakan terdapat tiga faktor
utama yang memiliki pengaruh signifikan dalam prolehan bahasa
kedua: Karakteristik pembelajaran, situasi, kondisi sosial, dan input -
lingustik. Faktor-faktor ini saling berkaitan.
Menurut Suhartono (2005: 86-89) Diuraikan dua jenis
pemerolehan B2 yaitu pemerolehan secara terpimpin dan pemerolehan
secara alamiah.
1) Pemerolehan B2 Secara Terpimpin
Menurut Subyakto (dalam Suhartono 2005: 86)
Pemerolehan bahasa secara terpimpin ialah pemerolehan B2
yang diajarkan kepada pelajar dengan menyajikan materi yang
sudah “dicernakan”, yakni tanpa latihan yang terlalu ketat dan
dengan penuh kesalahan dari pihak si pelajar.
Menurut Suhartono (2005: 86) Pemerolehan bahasa secara
terpimpin adalah pemerolehan bahasa dari pembelajaran, baik
formal maupun informal
21
Menurut Suhartono (2005: 86) Memiliki ciri –ciri dari
pemerolehan B2 ini ialag:
a) Bahwa materi ( seleksi dan urutan) tergantung pada kreteria
yang ditentukan oleh guru (umpamanya, apa yang disebut
“tingkat kesukaran” bagi pelajar)
b) Strategi-strategi yang dipakai oleh guru itu juga sesuai
dengan apa yang dianggap guru itu yang paling cocok
dengan guru itu
Menurut Suhartono (2005: 86-87) keberhasilan
pemerolehan B2 secara terpimpin bergantung pada tujuan,
materi, guru, sarana dan prasarana, serta si pelajar itu sendiri.
Penyajian materi dan metode yang digunakan itu dapat juga
berhasil, asal kondisi-kondisi belajar demikian menguntungkan
pelajar sehingga tidak menghambat kemajuan pemerolehan B2.
Menurut Klein (dalam Suhartono 2005: 87) Mengatakan
bahwa “tidak ada atau kurang ada tekanan dari luar untuk
memanfaatkan potensi bahasa seluruhnya dari pelajar”.
2) Pemerolehan B2 Secara Alamiah
Menurut Subyakto (dalam Suhartono 2005: 87).
Pemerolehan B2 secara alamiah atau spontan adalah
pemerolehan bahasa kedua/asing yang terjadi dalam komunikasi
sehari-hari, secara bebas dari pengajaran atau pimpinan guru.
Pemerolehan B2 secara alamiah ini menunjukan bahwa individu
satu dengan individu lainnya tidak ada keseragaman dalam cara
memperolehnya. Setiap individu memperoleh B2 dengan
caranya sendiri-sendiri.
Menurut Suhartono (2005: 87-88) Diuraikan dua ciri yang
penting dalam pemerolehan B2 secara alamiah dengan
berinteraksi spontan, yakni yang terjadi dalam komunikasi
sehari-hari dan yang bebas dari pimpinan sistematis yang
22
sengaja. Dalam komunkasi sehari-hari, biasanya pelajar B2 akan
berusaha sekuat tenaga untuk belajar menggunakan B2 agar ia
dapat berkomunikasi dengan lingkungannya secara baik. Jika
makin tinggi motivasinya, ia akan makin cepat mencapai
tujuannya. Dalam Pemerolehan B2 secara terpimpin para
pelajar tidak merasa ada tekanan dari luar untuk memanfaatkan
segala potensi bahasanya, dan merasa terpanggil untuk
mencapai tingkat kemahiran yang memuaskan.
Menurut Suhartono (2005: 89) Dinyatakan bahwa
pemerolehan B2 adalah suatu proses yang sangat rumit, karena
terdapat banyak faktor yang merupakan kendala-kendala atau
yang mempengaruhinya.
3. Kemampuan Bahasa
a. Pengertian Kemampuan Bahasa
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2016) arti kemampuan
adalah kesanggupan, kecakapan, kekuatan. Sedangkan arti bahasa
adalah percakapan (perakatan) yang baik. Jadi kemampuan bahasa
menurut KBBI adalah kemampuan seseorang menggunakan bahasa
yang memadai dilihat dari sistem bahasa. Diakses Senin, 24 Desember
2018.(https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/kemampuan%20bahasa).
Menurut Magta (2015) Kemampuan Bahasa merupakan salah
satu bagian terpenting dalam kehidupan seorang, tanpa bahasa
manusia tidak dapat berkomunikasi dengan orang lain, menyampaikan
ide, gagasan pikiran, dan perasaan kepada manusia lainnya baik dalam
situasi formal maupun situasi non formal. Diakses Senin, 24
Desember 2018. Tersedia di
(https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JJPAUD/article/viewFile/
5881/423).
Menurut Stanford-Binet (dalam Bawono (2017: 118)
menyatakan bahwa kemampuan berbahasa yang dimiliki seorang anak
23
dapat dilihat dari penalaran verbalnya. Penalaran verbal itu meliputi
vocabulary (perbendaharaan kata) absurdities (kemampuan melihat
suatu konsep dalam konteks tertentu), verbal relations (kemampuan
mencari hubungan antar objek atau peristiwa) serta comprehension
(pemahaman makna kata). Diakses Senin, 24 Desember 2018 tersedia
di(http://jurnal.unissula.ac.id/index.php/ippi/article/view/2181/
1644).
Menurut Caroll (dalam Bawono 2017: 118) salah satu toko yang
berperan pada konsep kemampuan bahasa adalah yang menyebutkan
ada empat pendekatan keterampilan pada konsep kemampuan bahasa
berdasarkan asumsi bahwa empat keterampilan tersebut yaitu
mendengar, membaca, berbicara, dan menulis. Diakses Senin, 24
Desember 2018. tersedia di
(http://jurnal.unissula.ac.id/index.php/ippi/article/view/2181/164
4).
Menurut Nurbiana Dhieni, et. al, (2005) perkembangan berfikir
anak-anak usia Taman Kanak-Kanak atau prasekolah sangat pesat.
Perkembangan intelektual anak yang sangat pesat terjadi pada kurun
usia nol sampai usia prasekolah. Masa usia taman kanak –kanak itu
dapat disebut sebagai masa peka belajar. Dalam masa-masa ini segala
potensi anak dapat dikembangkan secara optimal, tentunya dengan
batuan orang tua dan guru Taman Kanak –kanak. Salah satunya
kemampuan anak yang sedang berkembang saat usia Taman Kanak –
Kanak adalah kemampuan Bahasa.
Menurut Nurbiana Dhieni (2005: 4.4) mengatakan kemampuan
bahasa dibagi empat kemampuan berbahasa anak yaitu :
Keterampilan
berbahasa
Lisan dan langsung Tulisan dan tidak
langssung
Aktif Reseptif
(menerima
Menyimak Membaca
24
pesan )
Aktif Produktif
(menyampaikan
pesan)
Berbicara Menulis
Kemampuan bahasa di bagi empat kemampuan berbahasa anak yaitu:
1) Menyimak
Menurut Nurbiana Dhieni, et. al, (2005: 3.15) kemampuan
menyimak sebagai salah satu kemampuan berbahasa awal yang
harus di kembangakan, memerlukan bahasa reseptif dan
pengalaman, dimana anak sebagai penyimak secara aktif
memperoses dan memahami apa yang di dengar.
Menurut Tarigan (dalam Nurbiana Dhieni, et. al, (2005: 4.4-
4.5) bahwa menyimak adalah suatu proses kegiatan
mendengarkan lambang-lambang lisan dengan penuh perhatian,
pemahaman, apresiasi, serta interpretasi untuk memperoleh
informasi, menangkap isi atau pesan serta memahami makna
komunikasi yang telah di sampaikan oleh pembicara melalui
ujaran atau bahasa lisan.Menurut Nurbiana Dhieni, et. al, (2005:
4.5) menyimak adalah kegiatan mendengar secara aktif dan
kreaktif untuk memperoleh informasi, menangkap isi atau pesan
serta memahami makna komunikasi yang di sampaikan secara
lisan.
a) Fungsi Menyimak
Menurut Sabarti (dalam Nurbiana Dhieni, et. al, (2005:
4.5) fungsi menyimak berperan sebagi berkut:
1) Dasar belajar bahasa
2) Penunjang keterampilan berbicara, membaca, dan
menulis
3) Penunjang komunikasi lisan
4) Penambahan informasi atau pengetahuan
25
Menurut Hunt (dalam Nurbiana Dhieni, et. al, (2005:
4.5) fungsi menyimak adalah :
1) Memperoleh informasi
2) Membuat hubungan antara pribadi lebih efektif
3) Agar memberi respon yang positif
4) Mengumpulkan data agar dapat membuat keputusan
yang masuk akal
b) Tujuan Menyimak
Menurut Nurbiana Dhieni, et. al, (2005: 4.7) tujuan
menyimak bagi anak yaitu:
1) Untuk belajar
Bagi anak TK tujuan mereka menyimak pada
umumnya adalah untuk belajar. Misalnya belajar untuk
membedakan bunyi-bunyi yang di perdengarkan guru,
mendengar cerita, permainan bahasa. Jadi, anak TK
melakukan kegiatan menyimak lebih cenderung bukan
karena keinginan anak itu sendiri tetapi karena
ditugaskan sehubungan dengan kegiatan dalam
pembelajaran
2) Untuk mengapreasiasi
Artinya menyimak tujuan untuk dapat memahami,
menghayati, dan menilai bahan yang disimak. Bahan
yang simak dengan tujuan ini biasanya berbentuk karya
sastra, seperti cerita atau dongeng dan puisi
3) Untuk menghibur diri
Menyimak yang bertujuan untuk menghibur diri
artinya dengan menyimak anak merasa senang dan
gembira
4) Untuk memecahkan masalah yang dihadapi
Orang yang sedang punya permasalahan bisa
mencari pemecahan masalah melalui kegiatan menyimak
26
c) Jenis- jenis Menyimak yang Dikembangkan Di Taman
Kanak-kanak
Menurut Bromley (dalam Nurbiana Dhieni, et. al, 2005:
4.11- 4.13) Adapun jenis-jenis menyimak yang dapat
dikembangkan untuk anak Taman Kanak- kanak sebagai
berikut :
1) Menyimak Informatif
Menyimak atau mendengarkan informasi untuk
mengindentifikasi dan mengingat fakta-fakta, ide-ide dan
hubungan-hubungan. Ada beberapa kegiatan yang dapat
di rencanakan atau ditugaskan kepada anak untuk
mengembangkan kemampuan menyimak informatif.
a. Membiarkan/ menyuruh anak menutup mata lalu
menundukkan kepalanya di atas meja, kemudian
suruh mereka membedakan bunyi (meraut pensil,
mendorong buku, membuka pintu, mendorong kursi)
lalu tanyakan kepada mereka untuk menebak suara
apa yang mucul.
b. Mengajarkan kepada anak-anak bagaimana
menerima pesan telepon secara singkat.
c. Mengajak anak berjalan-jalan
d. Membacakan paragraf pendek tentang ilmu
pegetahuan atau ilmu sosial. Kemudian ajukan
pertanyaan- pertanyaan tentang apa, siapa, mengapa,
dan kapan. Jawabannya
e. Harus berupa pilihan dan anak harus menerangkan
faktanya untuk menjawab.
f. Membaca sajak atau cerita. Kadang-kadang
hilangkan sebuah kata atau kalimat pada akhir cerita,
kemudian suruh anak melengkapai atau mengisi kata
atau kalimat yang hilang tersebut.
27
g. Ajak anak untuk menggambarkan dalam pikirannya
tentang apa yang mereka dengar dari cerita yang
anda bacakan. Diskusikan tentang bagaimana
mereka menyusun gambar visualnya.
2) Menyimak Kritis
Mendengarkan kritis lebih dari sekedar
mengindetifikasi dan mengingat fakta, ide, dan
hubungan-hubungan, Kemampuan ini membutuhkan
kemampuan untuk menganalisis apa yang di dengar dan
membuat sebuah keterangan tentang hal tersebut dan
membuat generalisasi berdasarkan apa yang didengar.
Beberapa kegiatan yang dapat mengembangkan
kemampuan menyimak kritis pada anak adalah sebagai
berikut.
a. Membacakan cerita pendek lalu ajak anak untuk
mengungkapkan ide utama dari cerita yang mereka
dengar. Untuk membantu anak usia dini Taman
Kanak-kanak mengungkapkan ide cerita bisa
dipandu dengan pertanyaan dari guru. Perlu anda
ketahui bahwa maafaat membacakan cerita pada
anak-anak, di samping dapat mengembangkan
kemampuan menyimak mereka juga dapat memberi
keuntungan yang lain, yaitu:
1) Merangsang anak untuk ingin membaca
2) Mempertinggi kebebasan kemampuan membaca
3) Memperluas pengalaman dan ketertarikan anak
4) Memperjelas kepada anak tentang buku yang
tidak dibaca
b. Membacakan teka-teki dan mengajak anak
menembak berbagai jawaban
28
c. Mengajak anak-anak membuat teka-teki sendiri lalu
membacakan pada teman-temannya
d. Mengajak anak menonton cerita pada telivisi atau
VCD, lalu mintalah kesan anak tentang cerita
tersebut. Atau ajukan pertanyaan yang dapat
mengembangkan kemampuan berfikir kritis anak.
3) Menyimak Apresiatif
Menyimak apresiatif adalah kemampuan untuk
menikmati dan merasakan apa yang didengar. Penyimak
dalam jenis menyimak ini larut dalam bahan yang
disimaknya. Anak akan terpaku dan terpukau dalam-
dalam menikmati dramatisir atau puisi, secara imajinatif,
penyimak seolah-olah ikut mengalami, merasakan,
melakukan krakter dari perilaku cerita yang dilisankan
ada tiga media yang dapat digunakan untuk
mengembangkan kemampuan menyimak ini, yaitu:
a. Musik, merupakan media yang paling nyata untuk
membantu anak menghargai dan menikmati apa
yang didengar.
b. Bahasa yang berirama, meliputi semua sajak Taman
Kanak-Kanak. Membacakannya dengan lantang di
depan anak membantu mereka memahami dan
merasakan irama dan ritme bahasanya.
c. Patung visual, berhubungan dengan musik yang
menciptakn atmosfir khusus atau irama yang
membuat pesan yang disampaikan diperkirakan
dapat lebih menambah ketertarikan anak dalam
mendengarkan.
Adapun beberapa kegiatan yang dapat diberikan
untuk meningkatkan kemampuan menyimak apresiatif
pada anak adalah sebagai berikut.
29
a. Membacakan anak koleksi cerita, seperti cerita
binatang atau cerita lain sesuai dengan kebutuhan
dan kemampuan anak untuk mengenalkan anak pada
pengulangan kata dan nyayian yang berulang.
b. Membacakan bacaan yang berkualitas pada anak,
menggiring perhatian mereka pada menggunakan
onomatope (kata-kata yang suaranya seperti artinya).
Membicarakan tentang perasaan, susunan hati, atau
gambaran yang mucul pada cerita
c. Membacakan semua tipe puisi pada anak dan
membantu mereka merespon isi puisi dengan
visualisai dan perasaan. Dorongan anak untuk
bergabung dan membacakannya sehingga mereka
merasakan persaan puisi tersebut dari
pengucapannya sendiri
d. Berbagi buku puisi bergambar atau buku bergambar
e. Mengundang seorang pencerita untuk mengujungi
kelas, sehingga anak dapat belajar untuk kesenian
kusus
d) Strategi Pengembangan Kemampuan Menyimak
Menurur Bromley (dalam Nurbiana Dhieni, et. al, 2005 :
4.13) berbagai strategi yang dapat digunakkan untuk
meningkatkan kemampuan menyimak. Bromley
mengemukan bahwa ada beberapa cara yang dapat dilakukan
oleh orang dewasa sebagai contoh pada anak agar menjadi
pendengar aktif. Cara-cara tersebut di antaranya adalah:
1. Guru sebagai penyimak yang baik
2. Mempertahankan kontak mata
3. Menggunakan bahasa nonverbal
4. Menangkap pengertian
5. Membagi kesan mental
30
6. Mendorong bicara
7. Melakukan partisipasi kelompok
e) Faktor kemampuan menyimak
Kemampuan menyimak sebagai salah satu keterampilan
berbahasa reseptif melibatkan beberapa faktor sebagai
berikut:
1. Acuity, yaitu kesadaran akan adanya suara yang diterima
oleh telingga
2. Auditory discrimination, yaitu kemampuan yang
membedakan persamaan dan perbedaan suara atau
bunyi.
3. Auding, yaitu suatu proses dimana terdapat asosiasi
antara arti dengan pesan yang diungkapkan.
2) Membaca
Menurut Raines dan Canad (dalam Nurbiana Dhieni, et. al,
2005: 3.15) berpendapat bahwa proses membaca bukanlah
kegiatan menterjemahkan kata demi kata untuk memahami arti
yang terdapat dalam membaca. Guru yang memahami konsep
whole language akan memandang bahwa kegiatan membaca
merupakan sesuatu
a) Tahap-tahap Perkembangan Membaca Anak
Perkembangan membaca anak berlangsung dalam beberapa
tahapan sebagai berikut:
1) Tahan Fatansi (Magical Stage).
Pada tahap ini anak mulai belajar menggunakan
buku, melihat dan membalik buku atau membawa buku
kesukaannya.
31
2) Tahap Pembentukan konsep diri (self Concept Stage)
Pada tahap ini anak mulai memandang dirinya sebagai
“membaca” dimana terlihat keterlibatan anak dalam
kegiatan membaca, berpura-pura membaca buku,
memaknai gambar berdasarkan pengalaman yang
diperoleh sebelumnya, dan menggunakan bahasa buku
yang tidak sesuai dengan tulisan
3) Tahap membaca gambar (bridging reading stage)
Pada tahap ini pada diri anak mulai tumbuh kesadaran
tulisan dalam buku dan menemukan kata yang pernah
ditemui sebelumnya, dapat mengungkapkan kata-kata
yang bermakna dan berhubungan dengan dirinya.
4) Tahap pengenalan membaca (Take off Reader Stage)
Anak mulai menggunakan tiga sistem sarap
(graphoponik, semantik, dan sintaksis). Anak mulai
tertarik pada bacaan, dapat mengingat tulisan dalam
konteks tertentu, berusaha mengenal tanda-tanda pada
lingkungan, serta membaca berbagai tanda seperti papan
iklan, kotak susu, pasta gigi dan lainnya.
5) Tahap membaca lancar (independent Reader Stage)
Pada tahap ini anak dapat membaca berbagai jenis
buku.
b) Kemampuan-kemampuan kesiapan membaca
Menurut Miller (Nurbiana Dhieni, et. al, (2005: 5.10-
5.12) sebelum mengajarkan membaca kepada anak, dasar-
dasar kemampuan membaca ini diperlukan agar anak berhasil
dalam membaca maupun menulis. Seperti dikemukan oleh
miller bahwa sebelum anak diajarkan membaca perlu
diketahui terlebih dahulu kesiapan membaca anak. hal ini
bertujuan agar kita dapat mengetahui apakah anak sudah siap
diajarkan membaca. Di samping itu juga bertujuan agar dapat
32
diketahui kemampuan kesiapan membaca khusus apa yang
sebaiknya diajarkan atau dikuatkan pada anak. Adapun
kemampuan-kemampuan kesiapan membaca yang akan
dikembangkan itu adalah sebagai berikut:
1) Kemampuan membedakan auditorial
Anak-anak harus belajar untuk memahami suara-
suara umum lingkungan mereka dan membedakan di
antara suara-suara tersebut. Mereka harus memahami
konsep volume, lompatan, petunjuk, durasi, rangkaian,
tekananan, tempo, pengulangan, dan kontras (suara)
membedakan suara-suara huruf dalam alfabet di taman
kanak-kanak, terutama suara-suara yang dihasilkan oleh
konsonan awak kata anak.
2) Kemampuan diskriminasi visual
Anak-anak harus belajar untuk memahami objek dan
pengalaman umum dengan gambar-gambar pada foto,
lukisan, dan pantonim. Mereka harus belajar untuk
melakukan identifikasi warna-warna dasar dan bentuk-
bentuk geometri dan mampu menggabungkan objek-
objek berdasarkan warna, bentuk, atau ukuran.
3) Kemampuan (membuat) hubungan suara-simbol
Anak pada harus mampu mengaitkan huruf besar
dan huruf kecil dengan nama mereka dan dengan suara
yang mereka representasikan. Ia harus tau bahwa d
disebut de dan menetapakan suara pada awal kata “
daging”. Sebagai besar anak akan membuat kemajuan
awal yang bagus pada kemampuan-kemampuan ini
selama masa Taman Kanak-kanak. Sedikit di antaranya
akan menguasai semua kemampuan (menghubungkan)
suara simbol hingga masa selanjutnya di kelas (sekolah
dasar).
33
4) Kemampuan perseptual motoris
Anak-anak harus cukup dewasa untuk mampu
menggunakan otot halus tangan dan jari mereka dan
untuk melakukan koordinasi gerakan dengan apa yang
mereka lihat. Mereka harus melatih kemampuan ini
sehingga mereka mampu menyuzun puzzle sederhana,
gambar lukisan-tangan, membentuk tanah liat, merangkai
manik-manik, menuangkan benda cair, dan
menggunakan gunting. Mereka harus belajar memegang
krayon, spidol ajaib dan pensil, untuk mewarnai gambar-
gambar sederhana dalam garis-garis, untuk menjiplak
garis dan bentuk udara dan kertas, untuk menyalin garis
dan bentuk tanpa menjiplak. Akhirnya, mereka harus
mampu menyalin huruf dan kata, menulis nama mereka,
menulis huruf yang memadukan suara.
5) Kemampuan bahasa lisan
Anak-anak Taman Kanak-kanak dengan
kemampuan substansial untuk berbicara dan
mendengarkan. Meskipun demikian, selama masa Taman
Kanak-kanak, kemampuan-kemampuan ini harus lebih
dikemabangkan dan diperbaiki. Anak-anak harus belajar
mendengarkan, mengingat, mengikuti petunjuk, mencatat
detail, dan memahami ide-ide utama. Mereka harus
menggunakan dan memperluas kata bahasa lisan mereka
untuk menjelaskan ide-ide, untuk mendeskripsikan objek
dan peristiwa, untuk mendeskripsikan perasaan mereka
sendiri atau orang imajiner mereka.
6) Membuat sebuah latar belakang pengalaman
Hal ini dapat di lakukan bermacam-macam kegiatan
misalnya :
34
1) Ceritakanlah sebuah kisah yang menarik di kelas
paling kurang satu kali sehari, hal ini dapat
menimbulkan minat membaca anak.
2) Buat pusat minat kelas
3) Ajaklah anak menonton film dan mendengarkan
rekaman untuk membangun latar belakang
pengalaman mereka
7) Interprestasi gambar
Tunjukan sebuah gambar kepada anak dari buku
atau file anda, ajaklah anak menginterprestasikan gambar
secara kreatif.
8) Progresi kiri ke kanan
1) Buatlah kalender kelas betumpuk
2) Tunjukkan kepada anak bahwa membaca dimulai dari
sisi tangan kiri ketika membaca keras
9) Kemampuan merangkai
1) Buatlah anak merangkai gambar seri dengan benar
2) Buatlah anak mengulang cerita yang baru saja
didengar atau dibaca dengan benar.
10) Penggunaan bahasa mulut
Buatlah sekelompok anak-anak ikut serta dalam
kegiatan seperti membagi waktu, percakapan, bermain
drama dan bermain peran.
11) Pengenalan melihat mata
Ajarkan kata-kata yang umum pakai. Anjurkan tiap
anak untuk memperhatikan bentuk yang unik atau
krakter khusus tiap melihat kata.
12) Lateralisasi
Banyak jenis kegiatan berbeda yang bisa menolong
anak-anak belajar untuk membedakan antara tangan
35
kanan dan tangan kiri serta antara kaki kiri dan kaki
kanan.
13) Koordinasi gerak
Kebanyakkan kegiatan dan games yang dimasukkan
dalam program pendidikan fisik di sekolah akan
membantu meningkatkan koordinasi gerak anak.
c) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Membaca
1) Motivasi
Menurut Anderson (dalam Nurbiana Dhieni, et. al,
2005: 5.14-5.15) faktor motivasi anak menjadi
pendorong semangat anak untuk membaca. Motivasi
merupakan faktor yang cukup besar pengaruhnya
terhadap kemampuan membaca dalam situasi untuk
membaca dapat dibedakan berasarkan sumbernya. Dalam
hal ini ada motivasi instrintik, yaitu yang bersumber pada
diri pembaca itu sendiri dan motivasi ekstrinsik, yang
sumbernya terletak luar membaca itu.
Seorang yang memiliki motivasi tinggi atau kuat,
tanpa didorong atau disuruh membaca, giat belajar
membaca, sedangkan yang tidak termotivasi atau
motivasinya rendah tentunya enggan membaca. Motivasi
adalah sebuah ketertarikan untuk membaca hal ini
penting karena jika tidak ada motivasi akan
menghasilkan siswa yang memiliki kemampuan belajar
yang baik. Cara agar siswa termotivasi dan tertarik
adalah dengan menyediakan bahan bacaan yang
berkualitas tinggi yang memiliki hubungan dengan
kehidupan mereka.
2) Lingkungan Keluarga
Menurut Leonhardt (dalam Nurbiana Dhieni, et. al,
2005: 5.14-5.15)mengatakan bahwa anak sangat
36
memerlukan keteladanan dalam membaca. Keteladanan
itu harus sesering mungkin ditunjukan kepada anak oleh
orang tua. Kemudian seperti yang dialaminya dengan
menunjukkan perilaku membaca sesering mungkin pada
anak, membuat anak gemar membaca. Seperti kita
ketahui bahwa anak memiliki potensi untuk meniru
secara naluriah.
Menurut Leichter (dalam Nurbiana Dhieni, et. al,
2005: 5.15) perkembangan kemampuan membaca dan
menulis di pengaruhi oleh keluarga dalam hal:
a. Interaksi interpersonal
Interaksi interpersonal terdiri dari pengalaman-
pengalaman baca-tulis bersama orang tua, saudara,
dan anggota keluarga lain di rumah
b. Interaksi fisik
Lingkungan fisik mencakup bahan-bahan di rumah
c. Suasana yang penuh perasaan (emosional) dan
memberikan dorongan (motivasional) yang cukup
hubungan antarindividu di rumah, terutama yang
tercermin pada sikap membaca.
3) Bahan Bacaan
Minat baca serta kemampuan membaca seseorang
juga dipengaruhi oleh bahan bacaan. Bahan yang terlalu
sulit untuk seseorang dapat mematikan selera untuk
mambaca. Sehubungan dengan bahan bacaan ini ada
beberapa faktor yang perlu yang perlu diperhatikan yaitu
topik, isi bacaan dan keterbacaan bahan.
Menurut Bromley (dalam Nurbiana Dhieni, et. al,
2005: 5.15) menyatakan bahwa bacaan anak –anak
adalah bahan keritis dan media dalam mengajar
komunikatif secara efektif.
37
3) Berbicara
Menurut Nurbiana Dhieni, et. al, ( 2005: 3.5) mengatakan
berbicara sekedar pengucapan kata atau bunyi, tetapi merupakan
suatu alat untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan
atau mengomunikasikan pikiran, ide, maupun perasaan.
Berbicara merupakan suatu keterampilan berbahasa yang
berkembang dan dipengaruhi oleh keterampilan menyimak.
Berbicara dan menyimak adalah kegiatan komunikasi dua arah
atau tatap muka yang dilakukan secara langsung. Kemampuan
bicara berkaitan dengan posa kata yang diperoleh anak dari
kegiatan menyimak dan membaca.
a) Tipe perkembangan berbicara
1. Egosentric Speech, terjadi ketika anak berumur 2-3 tahun,
dimana anak berbiacara kepada dirinya sendiri (monolog).
Perkembangan berbicara anak dalam hal ini sangat
berperan dalam mengembangkan kemampuan berfikirnya.
2. Socialized Speech, terjadi ketika anak berinteraksi dengan
temannya ataupun lingkungannya. Hal ini berfungsi untuk
mengambangkan kemampuan adaptasi sosial anak.
berkenaan dengan hal tersebut, terdapat 5 bentuk
socialized speech yaitu:
a. Saling tukar informasi untuk tujuan bersama
b. Penilaian terhadap ucapan ataupun tingkah laku orang
lain
c. Perintah, permintaan, ancaman
d. Pertanyaan
e. Dan jawaban
b) Tujuan bicara
Tujuan biacara adalah untuk memberitahukan,
melaporkan, menghibur, membujuk dan meyakinkan orang.
c) Faktor dijadikan ukuran kemampuan bicara
38
Ada beberapa faktor yang dapat dijadikan ukuran
kemampuan berbicara seseorang yang terdiri dari aspek
kebahasaan dan non kebahasaan.
Aspek kebahasaan meliputi faktor-faktor sebagai berikut:
1. Ketepatan ucapan
2. Penempatan tekanan, nada, sendi, dan durasi yang sesuai
3. Pilihan kata
4. Ketepatan sasaran berbicara
Aspek non kebahasaan meliputi:
1. Sikap tubuh, pandangan, bahasa tubuh, dan mimik yang
tepat
2. Kesediaan menghargai pembicara maupun gagasan orang
lain
3. Keyaringan suara dan kelancaran berbicara
4. Relevansi, penalaran dan penguasaan terhadap topik
tertentu.
Menurut Hurlock (dalam Nurbiana Dhieni, et. al, 2005:
3.5) mengatakan mengemukan dua kriteria untuk mengukur
tingkat kemampuan berbicara anak, apakah anak berbicara
benar atau hanya sekedar “embeo” sebagai berikut:
1. Anak mengetahui arti kata yang digunakan dan mampu
menghubungkannya dengan objek yang diwakilinya.
2. Anak mampu melafalkan kata-kata yang dapat dipahami
orang lain dengan mudah.
3. Anak memahami kata-kata tersebut bukan karna telah
sering menengar atau menduga-duga.
39
4) Menulis
Menurut Nurbiana Dhieni, et. al, (2005: 3.8) mengatakan
menulis salah satu media untuk berkomunikasi, dimana anak
dapat menyampaikan makna, ide, pikiran dan perasaannya
melalui untaian kata-kata yang bermakna.
Menurut Poerwadarminta (dalam Nurbiana Dhieni, at. al,
2005: 3.8) mengatakan menulis memiliki batasan sebagai
berikut:
1. Membuat huruf, angka, dan lainya dengan pena, kapur dan
sebagainya
2. Mengespresikan pikiran atau perasaan seperti mengarang,
membuat surat dan lainnya dengan menggunakan tulisan
Menurut Badudu (dalam Nurbiana Dhieni, at. al, 2005: 3.8)
mengemukakan bahwa menulis adalah menggunakan pena,
potlot, ball point di atas kertas, kain ataupun papan yang
menghasilkan huruf, kata, maupun kalimat. Dengan demikian
menulis bukan sekedar membuat huruf-huruf ataupun angka
pada selembar kertas dengan menggunakan berbagai alternatif
media, melainkan merupakan upaya untuk mengeksprsikan
perasaan dan pikiran yang ada pada diri individu.
Menurut Webster New World Dictionary (dalam Nurbiana
Dhieni, at. al, 2005: 3.8) mengatakan bahwa menulis diartikan
sebagai sesuatu kegiatan membuat pola atau menulis kata-kata,
huruf-huruf, ataupun simbol-simbol pada suatu permukaan
dengan memotong, mengukir, atau menanai dengan pena
ataupun pensil.
Menurut Marrow (dalam Nurbiana Dhieni, et. al, 2005: 3.9)
mengatakan membagi kemampuan menulis anak menjadi enam
tahapan sebagai berikut:
1. Writing via Drawing, yaitu meulis dengan cara meggambar
40
2. Writing via Scribbling, yaitu menulis dengan cara
menggores. Anak seringkali mencoret dari arah kiri ke arah
kanan seakan mencontoh tulisan orang dewasa
3. Writing via Making Letter- like Froms, yaitu menulis
dengan cara membuat bentuk seperti huruf, anak tidak
hanya membuat goresan, tetapi sudah melibatkan unsur
kreasinya
4. Writing via Reproducing Well-learned Unit or Letter Stings,
yaitu menulis dengan cara menghasilkan huruf-huruf atau
unit yang sudah baik. Anak menulis huruf-huruf dengan
contoh misalnya dengan menulis namanya.
5. Writing via invented Spelling, yaitu menulis dengan
mengeja satu persatu. Dalam tahap ini anak mencoba
mengeja dengan cara coba-salah (trial and error)
6. Writing via Conventional Spelling, yaitu menulis dengan
cara mengeja langsung. Dalam tahap ini anak telah dapat
mengeja secara baik dari segi susunan maupun ejaannya.
Menurut Feldman (dalam Nurbiana Dhieni, et. al, 2005:
3.9) membrikan batasan tentang tahap kemampuan menulis pada
anak sebagai berikut:
1. Scribble on the page, yaitu membuat goresan pada kertas.
Dalam tahapan ini anak membuat gambaran ataupun huruf-
huruf terpisah
2. Copy Word, yaitu mencontoh huruf, anak mulai tertarik
untuk mencontoh huruf-huruf seperti dalam kata mama,
papa, dan sebagainya
3. Invented Spelling, yaitu belajar mengeja. Dalam tahap ini
anak mulai menemukan cara mengeja dan menuliskan huruf
sesuai dengan bunyinya.
41
Kemampuan menggunakan bahasa secara efektif sangat
berperan sangat berperan penting terhadap kemampuan belajar anak.
Kemampuan bahasa yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan
menulis semua itu melibatakan proses kognitif (berfikir) dan kosa
kata yang sama. Namun demikian ada perbedaan keempat bentuk
bahasa tersebut sebagai berikut:
1. Anak menerima dan mengekspersikan bahasa dengan cara yang
unik dan bersifat individual. Perbedaan tersebut meliputi kosa
kata dan intonasi suara yang digunakan anak.
2. Penerimaan dan pengekspresian bahasa terjadi dengan kecepatan
yang berbeda. Menulis memakan waktu relatif lebih lama
dibandingkan menyimak, berbicara, dan membaca.
3. Bentuk bahasa berbeda sesuai dengan daya tahan relatifnya.
Membaca dan menulis melibatkan tinta yang dapat di baca
kembali, diperbakai, dan direfleksikan dalam jangka waktu yang
lebih lama dibandingkan dengan berbicara. Menyimak dan
berbicara bersifat sementara, kecuali di rekam atau difilmkan
untuk dapat dipergunakan lagi. Dengan demikian pemahaman
terhadap bahasa ekspresif melalui menyimak berbeda dengan
pemahaman bahasa tertulis melalui membaca.
4. Bentuk bahasa berbeda dalam kandungan dan fungsinya. Bahasa
yang digunakan dalam diskusi secara verbal sering kali berbeda
dengan bahasa yang digunakan dalam tulisan. Pilihan kata yang
dipakai dalam berbicara akan berbeda dengan yang di pakai
dalam menulis. Ekspresi wajah, bahasa tubuh, dan intonasi suara
dalam
5. Berbicara dapat mengubah arti bahasa yang akan disampaikan.
Bahasa tertulis bersifat lebih permanen dibandingkan bahasa
lisan, sehingga bersifat lebih form al. Sintaks dalam tulisan juga
dapat bersifat lebih akurat daripada sintaks dalam bahasa lisan.
Dalam berbicara sering kali muncul gagasan baru di tengah
42
kalimat yang belum terselesaikan sehingga bahasa yang
diucapakan merupakan kalimat yang begitu panjang.
b. Teori-Teori Kemampuan Bahasa
Teori-teori kemampuan bahasa yaitu teori nativis, teori
behavioristik, teori kognitif, teori pragmatik, teori interaksionis.
a) Teori Nativis
Nurbiaini dhieni (2005: 2.3) nativis menyakini bahwa
kemampuan berbahasa sebagaimana halnya kemampuan berjalan,
merupakan bagian dari perkembangan manusia yang dipengaruhi
oleh kematangan otak. Chomsky (dalam Nurbiana dhieni, 2005:
2.3) mengatakan individu dilahirkan dengan alat penguasaan
bahasa (Language Acquisition Device) dan menemukan sendiri
cara kerja bahasa tersebut. Dalam belajar bahasa, individu
memiliki kemampuan tata bahasa bawaan untuk mendekteksi
kategori bahasa tertentu seperti fonologi, sintaksis dan semantik.
Lenneberg (dalam Nurbiana dhieni, 2005: 2.4) bahasa adalah
berdasarkan pengetahuan awal yang di peroleh secara biologis.
Para ahli nativis menjelaskan bahwa anak dilahirkan dengan
mekanisme atau kapasitas internal sehingga dapat mengorganisasi
lingkungannya dan mampu mempelajari bahasa. Para ahli tersebut
juga menyakini bahwa anak –anak menginternalisasi aturan bahasa
sehingga dapat mengorganisasi lingkungannya dan mampu
mempelajari bahasa.
b) Teori Behavioristik
Nurbiaini dhieni (2005: 2.8) behavioristik yang berpendapat
bahwa bahasa merupakan masalah respon dan sebuah imitasi.
Skinner (dalam Nurbiana Dhieni, 2005: 2.8) menyatakan bahwa
bahasa di pelajari melalui pembiasaan dari lingkungan dan
merupakan hasil imitasi terhadap orang dewasa. Skinner
menghindari penggunaan hukuman. Mereka anak akan
memberikan reward pada siswa yang memberikan respon yang
43
benar, dan mengacuhkan respon siswa yang tidak sesuai. Masalah
belajar yang terjadi di sekolah termasuk masalah masalah belajar
bahasa merupakan hasil dari kurangnya perencanaan pendidikan
seperti pemberian reward yang tidak tepat, pemberian materi yang
terlalu padat dan sulit untuk di pahami pengharapan terhadap
prestasi siswa yang berlebih, serta penerapan peraturan yang sulit
dipahami siswa.
c) Teori Kognitif
Menurut Piaget (dalam Nurbiana dhieni, 2005: 2.13) berpikir
sebagai prasyarat berbahasa bersifat progresif dan kejadian yang
mereka alami dengan menyentuh, mendengar, melihat, merasa dan
membau.
Menurut Vygotsky (dalam Nurbiana dhieni, 2005: 2.13)
mengemukkan bahwa perkembangan kognitif dan bahasa anak
berkaitan erat dengan kebudayaan dan masyarakat tempat anak di
besarkan. Vygotsky menggunkan istilah Zona perkembangan
Proximal (ZPD) untuk tugas-tugas tersebut. ZPD memiliki dua
batas yaitu batas yang lebih rendah dan batas yang lebih tinggi.
Batas yang lebih rendah merupakan tingkat masalah yang dapat
dipecahkan anak dengan menggunakan keterampilan sendiri tanpa
bantuan orang lain. Batas yang lebih tinggi merupakan tingkat
tanggung jawab ekstra yang dapat diterima anak dengan bantuan
orang dewasa.
d) Teori Pragmatik
Nurbiaini dhieni (2005: 2.18) teori pragmatik berpadang
bahwa anak belajar bahasa dalam rangka sosialisasi dan
mengarahkan perilaku orang lain agar sesuai keinginannya. Teori
ini berasumsi bahwa anak selain belajar bentuk dan arti bahasa,
juga termotivasi oleh fungsi bahasa yang bermanfaat bagi mereka.
Teori pragmatik mempelajari tentag bernagai kegiatan berbahasa
yang mencakup konteks kalimat dan kecendrungan berbicara
44
namun tidak memberikan penjelasan tentang cara anak belajar
sintaksis.
a) Teori interaksionis
Menurut Nurbiana Dhieni (2005: 2.22) teori
interaksionis bertitik tolak dari pandangan bahwa bahasa
merupakan perpaduan faktor genetik dan lingkungan.
Kemampuan kognitif dan berbahasa diasumsikan terjadi secara
bersama. Seorang anak dilahirkan dengan kemampuan untuk
mempelajari dan mengemukan bahasa, kemampuan berinteraksi
dengan lingkungannya yang mencakup imitasi, reinforcement,
reward, dan peran sosial.
Interaksionis menjelaskan bahwa berbagai faktor seperti :
1) Sosial
2) Linguistik
3) Kematangan
4) Biologis
5) Kognitif
6) Saling mempengaruhi
7) Berinteraksi
8) Dan memodifikasi satu sama lain sehingga berpengaruh
terhadap perkembangan bahasa individu.
c. Aspek- Aspek Kemampuan Bahasa Anak
Menurut Nurbiana Dhieni (2005: 9.2-9.5) perkembangan
bahasa anak usia 1-2 tahun merupakan tahun kritis bagi anak, di
mana setelah melewati masa prelinguistik, anak akan memasuki masa
linguistik. Pada masa inilah anak mulai mengucapakan kata-kata
yang pertama. Anak sangat senang meniru bunyi dan kata –kata yang
didengarnya. Akan tetapi kata –kata yang dapat ditiru oleh anak
terbatas pada kalimat satu kata. Selain itu, pelafatan kata yang
diucapkan masih salah. Oleh karena itu, orang dewasa di sekitar anak
45
diharapkan dapat memberikan contoh pengucapakan/pelafatan
kata/kalimat yang benar.
Perkembangan bahasa 3-5 tahun adalah di mana anak sudah
dapat berbicara dengan baik. Anak mampu menyebutkan nama
panggilan orang lain, mengerti perbandingan dan hal, memahami
konsep timbal balik dan menyayikan lagu sederhana, juga anak dapat
menyusun kalimat sederhana. Pada masa ini anak mulai senang
mendengarkan cerita sederhana dan mulai banyak bercakap-cakap,
banyak bertanya seperti apa, mengapa, bagaimana, juga dapat
mengenal tulisan sederhana.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat di pahami bahwa
terdapat dua daerah pertumbuhan bahasa, yaitu bahasa yang bersifat
pengertian/reseptif (understanding) dan pertanyaan/ekspresif
(producing). Anak usia TK berada dalam fase perkembangan bahasa
secara ekspresif. Hal ini berarti bahwa anak telah dapat menggunaan
keinginannya, penolakan maupun pendapatnya dengan menggunkan
bahasa lisan. Bahasa lisan sudah dapat digunakan anak sebagai alat
komunikasi. Aspek-aspek yang berkaitan dengan perkembangan
bahasa lisan anak tersebut adalah sebagai berikut :
1) Kosa kata
Sering dengan perkembangan anak dan pengalamannya
berinteraksi dengan lingkungannya, kosa kata anak berkembang
dengan pesat.
2) Sintak (tata bahasa)
Walaupun anak belum mempelajari tata bahasa akan tetapi
melalui contoh-contoh berbahasa yang didengar dan dilihat anak
di lingkungannya, anak telah dapat menggunakan bahasa lisan
dengan susuan kalimat yang baik.
3) Sematik
Semantik adalah penggunaan kata yang sesuai dengan
tujuannya. Anak TK sudah dapat mengekspresikan keinginan,
46
penolakkan dan pendapat dengan menggunkan kata –kata dan
kalimat yang tepat.
4) Fonem (bunyi kata)
Anak taman kanak –kanak sudah memiliki kemampuan
untuk merangkaikan bunyi yang di dengarnya menjadi satu kata
yang mengandung arti.
Kemampuan bahasa tulisan anak usia TK, mencakup
kemampuan membaca dan menulis. Sebelum mengembangkan
kemampuan membaca kepada anak, guru dan orang tua perlu
menekankan dasar-dasar kemampuan kesiapan membaca. Dasar –
dasar kemampuan membaca ini diperlukan agar anak berhasil dalam
membaca dan menulis, artinya sebelum anak diajarkan membaca
perlu diketahui terlebih dahulu kesiapan membaca anak. Hal ini
bertujuan agar kita dapat mengetahui apakah anak sudah siap
diajarkan membaca. Tanda –tanda kesiapan anak utuk belajar
membaca adalah :
1) Anak sudah memahami bahasa lisan
2) Anak sudah dapat mengucapkan kata-kata dengan jelas
3) Anak sudah mengingat kata –kata
4) Anak sudah dapat mengucapkan bunyi huruf
5) Anak sudah menunjukkan minat membaca
6) Anak sudah membedakan suara/bunyi dan objek –objek dengan
baik
Perkembangan kemampuan menulis anak usia dini TK diawali
pada saat pertama kali anak mampu memegang krayon atau pensil.
Selanjutnya anak akan melalui beberapa tahap perkembangan
kemampuan menulis yaitu :
1) Tahap mencoret atau membuat goresan
2) Tahap corat –coret yang teratur
3) Tahap pengulangan secara linear
4) Tahap menulis secara random
47
5) Tahap menulis berlatih menggunkan huruf
6) Tahap menyalin kata-kata yang ada di lingkungan
7) Tahap menemukan ejaan
8) Tahap mengenal ejaan yang benar
Menurut Vigosky ( dalam Nurbiana Dhieni, 2005: 9.3-9.4)
tentang prisip-prinsip ZPD (zone proximal development) yaitu zona
yang berkaitan dengan perubahan dari potensi yang dimiliki anak
yang menjadi kemampuan aktual (Seefeldt dan Barbour, 1994: 39)
maka prinsip –prinsip yang harus di perhatikan dalam
mengembangkan kemampuan bahasa anak TK adalah :
a) Interaksi
Interaksi anak dengan lingkungan di sekitarnya akan
membantu anak memperluas kosa katanya dan memperoleh
contoh –contoh dalam menggunakan kosa kata tersebut secara
tepat.
b) Ekspresi
Mengekpresikan kemampuan bahasa anak dapat dilakukan
pemberian kesempatan kepada anak untuk mengungkapkan
pikiran dan perasaannya secara bebas.
d. Krakteristik Kemampuan Bahasa Anak Usia Taman Kanak –
Kanak
Menurut Nurbiana Dhieni (2005: 9.4) Secara umum krakteristik
kemampuan bahasa anak usia TK adalah sebagai berikut :
1) Usia 4-5 tahun
a) Terjadinya perkembangan yanng cepat dalam kemampuan
bahasa anak. Ia dapat menggunakan kalimat yang baik dan
benar
b) Telah menguasai 90% dari fonem dan sintak bahasa yang
digunakannya
48
c) Dapat berpartisipasi dalam suatu percakapan. Anak sudah
dapat mendengarkan orang lain berbicara dan menanggapi
pembicaraan tersebut.
2) Usia 5-6 tahun
a) Sudah dapat mengucapkan lebih dari 2500 kosa kata
b) Lingkup kosa kata yang dapat diucapkan anak menyangkut
: warna, ukuran, bentuk dan warna, rasa, bau, kecantikan,
kecepatan, suhu, perbedaan, perbandingan jarak, permukaan
(kasar-halus)
c) Sudah dapat melakukan peran sebagai pendengar yang baik
d) Dapat berpartisipasi dalam suatu percakapan. Anak sudah
dapat ,mendengarkan orang lain bicara dan menanggapi
pembicaraan tersebut.
e) Percakapan yang dilakukan anak usia 5-6 tahun telah
menyangkut berbagai komentarnya terhadap apa yang
dilakukan oleh dirinya sendiri dan orang lain serta apa yang
dilihatnya. Anak seperti ini sudah dapat melakukan ekspresi
diri, menulis, membaca dan bahkan berpuisi.
e. Indikator Kemampuan Bahasa
Kemampuan bahasa pada anak bertujuan agar anak dapat
mampu melakukan ekplorasi dunia sekitarnya melalui kemampuan
bahasa yaitu melalui lisan atau langsung dan tulisan atau tidak
langsung. Kemampuan bahasa secara lisan terbagi menjadi dua yaitu
menyimak sebagai akitf reseptif (menerima pesan), dan berbicara
sebagai aktif produktif (menyampaikan pesan), sedangkan
kemampuan bahasa secara tulisan terbagi menjadi dua yaitu
membaca sebagai akitf reseptif (menerima pesan), dan menulis
sebagai aktif produktif (menyampaikan pesan). Seorang anak
dilahirkan dengan kemampuan untuk mempelajari dan mengemukan
bahasa, kemampuan berinteraksi dengan lingkungannya yang
49
mencakup imitasi, reinforcement, reward, dan peran sosial dan anak
dapat mengatasi dan memecahkan masalahnya yang di hadapi. Dalam
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
No. 137 Tahun 2014 dijelaskan bahwa kemampuan bahasa anak di
bagi beberapa lingkup perkembangan. beberapa lingkup kemampuan
bahasa dalam Standar Nasional Pendidikan Anak Usia Dini (2014:
26-28). Adapun tingkat pencapaian sebagai berikut:
1) Mentukan ruang lingkup kemampuan bahasa melalui perkembangan
bahasa anak yang dapat di peroleh dari Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 137 Tahun
2014.
Tabel 2.1
Tingkat pencapaian kemampuan bahasa anak usia dini 5-6
tahun.
No Ruang Lingkup
1. Memahami bahasa
2. Mengungkapkan bahasa
3. Keaksaraan
2) Menjabarkan ruang lingkup menjadi indikator kemampuan bahasa
Table 2.2
Menjabarkan Ruang Lingkup menjadi Indikator kemampuan bahasa
Lingkup perkembangan Tingkat pencapaian perkembangan
A. Memahami bahasa 1. Mengerti beberapa perintah secara
bersamaan
50
2. Mengulang kalimat yang lebih
kompleks
3. Memahami aturan dalam suatu
permainan
4. Senang dan hargai bacaan
B. Mengungkapkan
bahasa
1. Menjawab pertanyaan yang lebih
kompleks
2. Menyebutkan kelompok gambar
yang memiliki bunyi yang sama
3. Berkomunikasi secara lisan,
memiliki perbendaharaan kata, serta
mengenal simbol-simbol untuk
persiapan membaca, menulis dan
berhitung
4. Menyusun kalimat sederhana dalam
struktur lengkap (pokok kalimat-
predikat- keterangan)
5. Memiliki lebih banyak kata-kata
untuk mengekpresikan ide pada
orang lain
6. Melanjutkan sebagaian cerita /
dongeng yang telah di perdengarkan
7. Menunjukan pemahaman konsep-
konsep dalam buku cerita
C. Keaksaraan 1. Menyebut simbol-simbol huruf yang
di kenal
2. Mengenal suara huruf awal dari
nama benda-benda yang ada di
sekitarnya
3. Menyebutkan kelompok gambar
51
yang memiliki bunyi / huruf awal
yang sama.
4. Memahami hubungan antara bunyi
dan bentuk huruf
5. Membaca nama sendiri
6. Menulis nama sendiri
7. Memahami arti kata dalam cerita
3) Ruang lingkup, Indikator, dan butir amatan Kemampuan bahasa
anak yang digunakan penelitian pada Kelompok B Permata 2 di TK
Intan Permata Asiyiyah Makamhaji Tahun Ajaran 2018/2019.
Tabel 2.3
Ruang Lingkup, Indikator, Butir Amatan kemampuan bahasa
Ruang Lingkup Indikator Butir Amatan
1. Memahami bahasa 1. Mengerti
beberapa perintah
secara bersamaan
1. Anak mampu
memahimi perintah
melalui dua arah
antara guru dan murid
melalui permainan
beberan
2. Anak menjalankan
perintah yang
diberikan kepada guru
oleh anak disaat
melakukan permainan
beberan
3. Anak melakukan 2-5
perintah secara
berurutan
52
4. Anak meniru kembali
4-5 urutan kata
2. Mengulangi
kalimat yang
kompleks
5. Anak dapat
menirukan kalimat
sederhana
6. Mengulang kalimat
yang telah di
dengarkan
3. Memahami
atauran dalam
suatu permainan
7. Anak memahami
aturan permainan
beberan
8. Anak menaati atauran
permainan beberan
2. Mengungkapkan bahasa 1. Menjawab
pertanyaan yang
lebih komplek
9. Menjawab
pertanyaan tentang
keterangan /
informasi
10. Anak dapat
menjawab
pertanyaan apa,
mengapa, dimana,
berapa, bagaimana
dsb
2. Berkomunikasi
secara lisan,
memiliki
perbendaharaan
kata, serta
mengenal simbol
–simbol untuk
11. Menghubungkan dan
menyebutkan tulisan
sederhana dan
simbol yang
melambangkannya
12. Menghitung dan
menghubungkan
53
persiapan
membaca,
menulis dan
berhitung
simbol
3. Keaksaraan 1. Menyebut simbol
–simbol huruf
yang di kenal
13. Anak menyebutkan
simbol-simbol huruf
vokal dan konsonan
yang di kenal di
lingkungan sekitar
melalui tematik yang
telah di tetepkan
oleh guru saat
pembelajaran
4. Bermain
a. Pengertian Bermain
Para pakar sering mengatakan bahwa dunia anak adalah dunia
bermain. Dengan main anak belajar, artinya anak yang belajar adalah
anak yang bermain, dan anak yang bermain adalah anak yang belajar.
Bermain dilakukan anak-anak dalam berbagai bentuk saat sedang
melakukan aktivitas, mereka main sambil berjalan, berlari, mandi,
menggali tanah, memanjat, melompat, bernyanyi, menyususn balok,
menggambar, dan sebagainnya (latif et al. 2013: 77) .
Sedangkan menurut Brooks, J.B. dan D.M. Elliot seperti yang di
kutip Latif et al. ( 2013: 77) menyatakan bahwa “Bermain” (play)
merupakan istilah yang digunakan secara bebas sehingga arti utamanya
mungkin hilang. Arti yang tepat ialah setiap kegiatan yang dilakukan
untuk kesenangan yang ditimbulkannya, dan tanpa mempertimbangkan
54
hasil akhir. Bermain dilakukan secara sukarela dan tidak ada paksaan
atau tekanan dari luar atau kewajiban. Anak bermain dengan
menggunakan mainan yang konkret (nyata). Dengan maianan tersebut
anak akan belajar banyak hal seperti warna, ukuran, besar kecil, berat
ringan, kasar halus, selain itu anak juga akan belajar mengelompokan
benda, ciri-ciri benda dan sifat-sifat benda. Kemampuan anak untuk
belajar tersebut akan terus terbangun baik saat anak-anak bermain
maupun saat mereka beres-beres setelah bermain.
Secara bahasa, bermain diartikan sebagai suatu aktivitas yang
langsung atau sepontan, di mana seorang anak berinteraksi dengan
orang lain, benda-benda di sekitarnya, dilakukan dengan senang
(gembira), atas inisiatif sendiri, menggunakan daya kahayal (imajinasi),
menggunakan panca indra, dan seluruh anggota tubuhnya (latif et al.
2013: 77).
Anak bermain untuk memperoleh sesuatu dengan cara
bereksplorasi dan bereksperimen tentang dunia di sekitarnya dalam
rangka membangun pengetahuan diri (self knowledge) melalui fiscal
knowledge, logico-math knowledge,dan sosial knowledge (latif et al.
2013: 78).
Menurut Fauziddin ( 2014: 6) bermain dan anak merupakan satu
kesatuan yang tidak dapat di pisahkan. Bermain merupakan kebutuhan
anak yang harus ia penuhi. Aktivitas bermain dilakukan anak, dan
aktivitas anak selalu menunjukkan kegiatan bermain. bermain sangat
erat kaitannya, oleh karena itu, salah satu prinsip pembelajaran
pendidikan Anak Usia Dini adalah belajar melalui bermain.
b. Ciri –ciri Bermain
Menurut Rubin, at al ( dalam Fauziddin 2014: 6) ada lima ciri
utama bermain yang dapat mengindetifikasikan kegiatan bermain dan
bukan bermain. penjelasan dan pernyataan di atas sebagai berikut:
1) Bermain didorong oleh motivasi dari dalam diri anak
55
Anak akan melakukannya apabila hal itu memang betul-betul
memuaskan dirinya. Bukan untuk mendapatkan hadiah atau karena
di perintahkan oleh orang lain.
2) Bermain di pilih bebas oleh anak
Jika seorang anak dipaksa untuk bermain , sekalipun mungkin
dilakukan dengan cara yang halus, maka aktivitas itu bukan lagi
merupakan kegiatan bermain. kegiatan bermain di tugaskan oleh
pengajar kepada murid-muridnya, cenderung akan dilakukan oleh
anak sebagai suatu pekerjaan, bukan sebagai bermain. kegiatan
tersebut bermain jika anak di beri kebebasan sendiri untuk memilih
aktivitasnya.
3) bermain adalah suatu kegiatan yang menyenangkan
Anak merasa gembira dan bahagia dalam melakukan aktivitas
bermain tersebut, tidak menjadi tegang dan stres. Biasnya di tandai
dengan tertawa dan komunikasi yang hidup
4) bermain tidak selalu menggamabarkan hal yang sebenarnya
Kususnya pada anak usia dini sering di kaitkan dengan fantasi
atau imajinasi mereka. Anak mampu membangun suatu dunia yang
terbuka bagi berbagai kemungkinan yang ada, sesuai dengan
mimpi- mimpi indah serta kreativitas mereka yang kaya.
5) bermain senantiasa melibatkan peran aktif anak, baik secara fisik,
psikologis, maupun keduanya sekaligus
Ketika anak bermain, seluruh organ tubuhnya ikut aktif dan
daya pikirnya ikut berkerja untuk menikmati permainan yang di
lakukannya. Oleh kerena itu, makain banyak permainan yang
mereka lakukan, fisik dan psikologinya akan semakn berkembang.
c. Tahapan Bermain
Menurut Fauziddin ( 2014: 8)Pada umumnya para ahli hanya
membedakan atau mengategorikan kegiatan bermain berdasarkan usia
anak. Para ahli juga mengemukakan bahwa suatu jenis kegiatan
56
bermain lebih tinggi tingkatan perkembangannya dibandingkan dengan
jenis kegiatan bermain lainnya. Berikut ini paparan tentang tahapan
bermain yang dikemukakan oleh para ahli.
1) Menurut Jean Piaget (dalam Fauziddin 2014: 8) tahapan kegiatan
bermain menurut piage adalah sebagai berikut:
a) Permainan sensorik motorik (± ¾ bulan – ½ tahun)
Bermain diambil pada periode perkembangan kognitif
sensori motor, yakni sebelum 3-4 bulan yang belum
dikategorikan sebagai kegiatan bermain. Kegiatan ini hanya
merupakan lanjutan kenikmatan yang diperoleh seperti
kegiatan makan atau mengamati sesuatu, atau merupakan
pengulangan dari hal-hal sebelumnya, yang disebut dengan
reproductive assimilation.
b) Permainan simbolik (± 2-7 tahun)
Merupakan ciri periode praoperasional yang ditemukan
pada usia 2-7 tahun, yang ditandai dengan bermain khayal dan
bermain pura-pura. Pada masa ini anak lebih bertanya dan
menjawab pertanyaan, mencoba berbagai hal yang berkaitan
dengan konsep angka, ruang, kuantitas, dan sebagainya.
Seringkali anak hanya sekedar bertanya, tidak terlalu
memperdulikan jawaban yang diberikan, dan walaupun sudah
dijawab anak akan bertanya terus. Anak sudah menggunakan
berbagai simbol atau representasi benda lain. Misal sapu
sebagai kuda-kudaan, sobekan kertas sebagai uang dan lain-
lain. Bermain simbolik juga berfungsi untuk mengasimilasikan
dan mengonsolidasikan pengalaman emosional anak. Setiap
yang berkesan bagi anak akan dilakukan kembali dalam
kegiatan bermainnya.
57
c) Permainan sosial yang memiliki aturan (± 8-11 tahun)
Pada usia 8-11 tahun anak lebih banyak terlibat dalam
kegiatan games with rules di mana kegiatan anak lebih banyak
dikendalikan oleh peraturan permainan.
d) Permainan yang memiliki aturan dan olahraga ( 11 tahun ke
atas).
e) Kegiatan bermain lain yang memiliki aturan adalah olaharaga.
Kegiatan bermain ini cukup menyenangkan dan dinikmati
anak-anak, meskipun aturannya jauh lebih ketat dan diberlakukan
secara kaku dibandingkan dengan permainan yang tergolong games
seperti kartu atau kasti. Anak senang melakukannya secara
berulang-ulang dan terpacu mencapai prestasi yang sebaik-baiknya.
2) Menurut Hurlock (dalam Fauziddin 2014: 9-10) tahap
perkembangan bermain pada anak terdiri dari tahapan penjelajah
(exploratoty stage), tahapan mainan (toy stage), tahap bermain
(play stage) dan tahapan melamun (daydream stage).
a) Tahapan Penjelajah (Exploratoty stage)
Berupa kegiatan mengenai objek atau orang lain, mencoba
menjangkau atau meraih benda di sekelilingnya lalu
mengamatinya. Penjelajahan semakin luas saat anak sudah
dapat merangkak dan berjalan, sehingga anak akan mengamati
setiap benda yang diraihnya.
b) Tahapan Mainan (Toy stage)
Tahap ini mencapai puncaknya pada usia 5-6 tahun.
Antara 2-3 tahun anak biasanya hanya mengamati alat
permainannya. Biasanya terjadi pada pra sekolah, anak-anak di
Taman Kanak-kanak, yang biasnya bermain dengan boneka
dan mengajaknya bercakap atau bermain seperti layaknya
teman bermainnya.
c) Tahap bermain (Play stage)
58
Biasanya terjadi bersama dengan mulai masuk ke Sekolah
Dasar. Pada masa ini, jenis permainan semakin bertambah
banyak dan bermain dengan alat permainan yang lama
kelamaan berkembang menjadi games, olahraga, dan bentuk
permainan lain yang dilakukan oleh orang dewasa.
d) Tahapan Melamun (Daydream stage)
Tahap ini diawali ketika anak mendekati masa pubertas,
dimana anak mulai kurang berminat terhadap kegiatan bermain
yang tadinya mereka sukai, dan mulai menghabiskan waktu
untuk melamun dan berkahayal. Biasannya khayalannya
mengenai perilaku yang kurang adil dari orang lain atau
merasa kurang dipahami oleh orang lain.
d. Fungsi Bermain
Menurut Santrock ( dalam Husni Wardi Tanjung 2005: 53-54)
menjelaskan beberapa fungsi bermain, yaitu pada saat sekarang ini anak
terus menerus menerima pengalaman yang sangat menekan dalam
hidupnya. Bermain menjadi semakain penting dengan kondisi tersebut.
Bermain mampu meningkatkan afiliasi anak dengan sebayanya,
meredakan ketegangan, meningkatkan kemampuan kognitif
meningkatkan eksplorasi anak akan prilaku tertentu. Kesemuanya ini
akan sangat berguna untuk kehidupannya pada usia selanjutnya.
Menurut Husni Wardi Tanjung (2005: 54) beberapa nilai yang
terkandung dalam bermain yang berfungsi bagi perkembangan anak,
yaitu :
1) Nilai fisik dan kesehatan. Melalui bermain anak dapat melatih
mengembangkan otot-ototnya dan bagian tubuh lainnya yang pada
gilirannya akan menyehatkan dirinya.
2) Nilai pendidikan. Berbagai konsep (bentuk, warna, ukuran, jumlah)
serta “problem solving” dapat diperoleh anak melalui bermain.
3) Nilai kreatif. Anak dapat mencobakan berbagai kemampuannya.
59
4) Nilai sosial. Sikap kerja sama, menghargai, sportivitas, disiplin
dapat dipupuk melalui bermain.
5) Nilai moral. Bermain merupakan latihan mengembangkan moral,
karena ia belajar untuk jujur, menerima kekalahan, menjadi
pemimpin yang baik.
6) Nilai pengenalan diri. Anak berkesempatan mengenali kekuatan
dan kelemahan dirinya melalui kegiatan bermain.
e. Manfaat Bermain
1) Menurut Nakita ( dalam Husni Wardi Tanjung 2005: 55) merinci
beberapa manfaat bermain bagi anak meliputi tiga ranah, yaitu:
a) Fisik –motorik. Anak akan terlatih motorik kasar dan halusnya.
Dengan bergerak, ia akan memiliki otot-otot tubuh yang
terbentuk secara baik dan lebih sehat secara fisik.
b) Sosial –emosional. Anak merasa senang karena ada teman
bermainnya. Di tahun-tahun pertama kehidupan, orang tua
merupakan teman bermain yang utama bagi anak. Ini
membuatnya merasa disayang dan ada kelekatan dengan orang
tua, selain itu anak juga belajar komunikasi dua arah
c) Kognisi. Anak belajar mengenal atau mempunyai pengalaman
kasar halus, rasa asam, manis, dan asin. Ia pun belajar
perbendaharaan kata, bahasa, dan berkomunikasi timbal balik
2) Menurut Tedjasaputra ( dalam Husni Wardi Tanjung 2005: 55)
menjelaskan beberapa manfaat bermain seperti di bawah ini:
a) Manfaat bermain untuk perkembangan fisik
Bila anak mendapat kesempatan untuk melakukan kegiatan
yang banyak melibatkan gerakan-gerakan tubuh, akan
membuat tubuh anak menjadi sehat. Otot-otot tubuh akan
tumbuh dan menjadi kuat. Selain itu aggota tubuh mendapat
kesempatan untuk digerakkan.
60
b) Manfaat bermain untuk perkembangan aspek motorik kasar
dan motorik halus usia sekitar 4 atau 5 tahun mulai belajar
menggambar bentuk-bentuk tertentu yang biasanya merupakan
gabungan dari bentuk-bentuk geometrik misal gambar rumah,
orang dan lain-lain aspek motorik kasar juga dapat
dikembangkan melalui kegiatan bermain.
c) Manfaat bermain untuk perkembangan aspek sosial dengan
teman sepermainan yang sebaya usianya, anak akan belajar
berbagai hak milik, menggunakan mainan secara bergilir,
melakukan kegiatan bersama, mempertahankan hubungan yang
sudah terbina, mencari cara pemecahan masalah yang
dihadapai dengan teman mainnya.
d) Manfaat bermain untuk perkembangan aspek emosional atau
kepribadian
Bagi anak bermain adalah suatu kebutuhan yang sudah ada
dengan sendirinya, dan sudah terberi secara alamiah. Dapat
dikatakan tidak ada anak yang suka bermain. Melalui bermain,
seorang anak dapat melepaskan ketegangan yang dialaminya
karena banyaknya larangan yang dialami dalam kehidupan
sehari-harinya. Sekaligus ia dapat memenuhi kebutuhan –
kebutuhan dan dorongan-dorongan dari dalam diri yang tidak
terpuaskan dalam kehidupan nyata.
e) Manfaat bermain untuk perkembangan aspek kognisi
Aspek kognisi diartikan sebagai pengetahuan yang luas, daya
nalar, kreativitas (daya cipta), kemampuan berbahasa serat
daya ingat. Banyak konsep dasar yang dipelajari atau diperoleh
anak pra sekolah melalui bermain. Bahwa pada usia pra
sekolah anak diharapkan mengenali berbagai konsep seperti
warna, ukuran, bentuk, arah, besaran, sebagai landasan belajar
menulis, bahasa, matematika, dan ilmu pengetahuan lain.
61
f) Manfaat bermain untuk mengasah ketajaman penginderaan
Pengindraan menyakut penglihatan, pendengaran, penciuman,
pengecapan, dan perabaan. Ke lima aspek pengindraan ini
perlu untuk diasah agar anak lebih menjadi lebih tanggap atau
peka terhadap hal-hal yang berlangsung di lingkungan
sekitarnya.
g) Manfaat bermain untuk mengembangkan keterampilan,
olahraga dan menari manfaat bermain untuk perkembangan
fisik dalam artian kekuatan otot-otot serta kesehatan tubuh dan
juga untuk keterampilan motorik kasar maupun halus. Kedua
aspek perkembangan tersebut penting sebagai dasar untuk
mengembangkan keterampilan dalam bidang olahraga serta
menari.
5. Permainan Beberan
a. Pengertian Permainan Beberan
Menurut Kamus Besar Indonesia (2016) arti “Permainan” adalah
sesuatu yang digunakkan untuk bermain atau sesuatu yang
dipermainkan. Sedangkan arti “Beberan” diartikan sesuatu yang di
bentang. “Dari penjelasan diatas permainan beberan merupakan sesuatu
yang digunakkan untuk bermain atau dipermainkan dengan cara
dibentangkan.”(http://kbbi.kemdikbud.go.id/enteri/permainan%20beber
an, 03 juni 2019).
Menurut Fauziddin (2014: 39-40) Permaian beberan adalah
permainan yang membentuk kelompok, mengenal berbagai materi
sesuai dengan materi yang di sampaikan, melatih tanggung jawab dan
anak harus memecahkan masalah materi yang diberikan melalui
permainan beberan tersebut. Dari uraian di atas Permainan beberan ini
dapat berupa materi menggunkan gambar, angka, huruf, berupa bacaan
dan gerakan, menyusun kalimat, menceritakan gambar, melafatkan
bacaan atau menyambungkan kalimat yang sering didengar dan
62
diucapkan. Masing-masing gambar sudah di beri angka 1 sampai 6 di
atas kotak dan di sediakan dadu untuk nomor yang akan ditunjuk untuk
dipraktekan oleh anak.
b. Tujuan Permainan Beberan
Menurut Fauziddin (2014: 39) tujuan permainan beberan yaitu:
1) Untuk melatih anak bertanggung jawab dan mengenalkan berbagai
materi bermain yang disediakan (Fauziddin, 2014: 39). Dari
penjelasan diatas dengan melatih tanggung jawab anak dapat
melakukan tugas –tugas di dalam permainan beberan
2) berkerja sama sesama kelompok dengan mengenal berbagai materi
bermain anak dan dapat melakukan materi-materi yang telah
disediakan melalui bermain sambil belajar,
3) anak dapat memecahkan masalah bersama (probelm solving)
dengan permainan beberan
4) mandiri, dijelaskan permainan beberan ini melatih tanggung jawab
anak untuk mandiri dan anak-anak diajarkan banyak hal.
5) Kedisiplinan adalah sikap atau perilaku tertib, taat atau patuh
perturan yang berlaku pada permainan beberan dan ini termasuk
melatih tanggung jawab anak.
c. Peranan Permainan Beberan terhadap Kemampuan Bahasa
Permainan Beberan terhadap kemampuan bahasa adalah sebagai
media dan alat permainan. Menuru Halliday ( dalam Suhartoni 2005: 9)
Terdapat beberapa fungsi bahasa yaitu 1) Fungsi Instrumental yaitu
terdapat dalam ungkapan bahasa, termasuk bahasa bayi, untuk meminta
susuatu (makanan, barang, dan sebagainya) 2) Fungsi Menyuruh
(regulatory) ialah ungkapan untuk menyuruh orang lain berbuat sesuatu
3) Fungsi Interaksi terdapat dalam ungkapan yang menciptakan sesuatu
iklim untuk hubungan antarpribadi 4) Fungsi Kepribadian (personal)
ialah yang terdapat dalam ungkapan yang menyatakan atau mengakhiri
63
partisipasi. 5) Fungsi Pemecahan Masalah (heuristic) terdapat dalam
ungkapan yang meminta atau menyatakan jawab kepada sesuatu
masalah atau persoalan 6) Fungsi Khayalan (imaginative) ialah
ungkapan yang mengajak pendengaran untuk berpura- pura atau
simulasi suatu keadaan seperti yang dilakukan anak-anak kalau bermain
rumah-rumahan atau sekolah-sekolahan 7) Fungsi Informasi yang
memberitahukan suatu hal (informasi) kepada orang lain.
Berdasarkan pendapat di atas, Permainan Beberan juga dapat
berfungsi sebagai berikut:
1) Melatih konsentrai, ketelitian dan kesabaran pada anak
2) Melatih anak untuk berinteraksi sosial dengan teman sebayanya
3) Melatih tanggung jawab anak
4) Mengenalkan anak pada sistem, konsep bilangan dan konsep huruf
5) Melatih anak untuk berimajinasi melaui gambar/simbol-simbol
untuk mengekseperesikan ide/gagasan kepada orang lain
6) Melatih anak untuk berkerjasama dengan teman sebayanya
7) Melatih anak untuk percaya diri dan mandiri
8) Melatih anak memahami peraturan dalam sebuah permainan
Dari fungsi diatas, maka Permainan Beberan memiliki dampak
positif terhadap Kemampuan Bahasa anak yaitu 1) melatih konsentrasi
2) anak dapat berinteraksi dengan teman sebayanya di kelas 3) anak
bertanggung jawab menyelesaikan tugas-tugasnya dan merapikan
kembali mainannya setelah kegiatan Permainan Beberan 4) anak
mampu mengenak sistem, konsep bilangan dan kosep huruh dalam
Permainan Beberan 5) anak dapat berimajinasi dan mengeluarakan
ide/gagasan yang di miliki anak 6) anak dapat berkerjasama dengan
teman sebayanya untuk melatik kekompakan pada kelompok telah
dibagi 7) anak dapat percaya diri karena dilatih kemampuan bahasanya
dengan mandiri dilatih melalui materi permainan beberan 8) anak
bermain dengan memahami peraturan-peraturan yang diberikan oleh
guru agar ketika bermaian anak dapat tertib dan kondusif di kelas.
64
d. Tata Cara Permainan Beberan
Menurut Fauziddin (2014: 39-40) Tata cara permainan beberan sebagai
beriku:
1) Anak membentuk kelompok
2) Satu kelompok terdiri dari 4-6 anak
3) Kelompok diatur berpasangan dan berhadapan
4) Materi permainan dapat berupa gambar, huruf, angka, melafatkan
bacaan atau gambar lain (sesuai dengan materi yang di sampaikan)
5) masing-masing gambar sudah disiapkan dalam kotak diberi angka 1
sampai 6 di atas kotak
6) Disediakan dadu untuk menentukan kotak nomor 1- 6 yang akan
menunjuk materi untuk diperaktekkan oleh anak
7) Jika persiapan telah selesai, permainan dapat di mulai dan guru
menunjuk salah satu kelompok untuk mendapat giliran melempar
dadu
8) Kemudian angka yang di tunjuk oleh dadu menjadi angka penentu
gambar yang di peragakan oleh semua kelompok tersebut
9) Kemudian guru memberi petunjuk materi gambar sesuai dengan
angka yang di dapat kelompok tersebut
10) Selanjutnya seluruh anggota kelompok memperagakkan gerakkan,
menyususun huruf, bercerita, melafatkan bacaan yang terdapat
pada gambar dan materi lainnya, sedangkan kelompok lainnya
memperhatikan dan meneliti kebenarannya kemudian bergantian
dengan kelompok lain.
11) Setiap kelompok akan dikenakkan materi yang sama yang di
keluarkan angka dadu dan dilakukan secara bergantian.
12) Apabila ada kelompok yang belum bisa memperagakan gerakan
dan bacaan sesuai gambar, maka tugas guru adalah memberikan
contoh dan menuntunnya secara bersama-sama (Fauziddin, 2014:
39- 40).
65
e. Alat Permainan Beberan
Alat permainan yang digunakan dan dibutuhkan yaitu:
1) Satu beberan dengan ukuran 1 meter
2) Satu anak kubus/ dadu dengan ukuran disesuaikan
3) Enam kotak warna dan sekaligus angka 1-6 yang ditempel pada
kotak sesuai nilai angka dadu
4) Materi yang berhubungan Kemampuan Bahasa dapat berupa
gambar, konsep bilangan, konsep huruf, menempel, atau berupa
bacaan.
B. Penelitian Terdahulu
Kajian teradahulu yang relevan atau sama dimaksud untuk
mendukung kajian teori yang sudah dikemukakan sebelumnya sehingga dapat
di gunakan sebagai landasan pada penyusunan kerangka berfikir dan
kemungkinan adanya unsur-unsur yang dapat mendukung peneliti yang
sedang di lakukan, dan peneliti mengemukan persamaan dan perbedaan
bidang kajian yang diteliti antara peneliti dengan dengan peneliti-peneliti
sebelumnya, adapun peneliti terdahulu:
1. Khadijah Nasution, “ Mengembangkan Kemampuan Bahasa anak
Melalui Metode Cerita Bergambar di Kelompok B PAUD Lestari Pekan
Labuhan Tahun Ajaran 2012-201”. Dan simpulkan dari hasil penelitian
bahwa penerepan metode bercerita bergambar untuk meningkatkan
perkembangan kemampuan bahasa pada anak usia dini kelompok B
PAUD Lestari Pekan Lembuhan dapat di Katakan Berhasil.
2. Rosmiyanti, IAIN Raden Lampung, “Upaya Mengembangkan
Kemampuan Bahasa Pada Anak Usia Dini (3-4 Tahun) Melalui Metode
Bercerita Di PAUD Khadijah Sukareme Bandar Lampung. Dari hasil
penelitian dinyatakan berhasil melakuka Upaya Mengembangkan
Kemampuan Bahasa Anak Usia Dini (3-4 tahun) melalui metode
bercerita.
66
3. Skripsi di tulis oleh Yulianti Gustina, program studi S1 Pendidikan Guru
Anak Usia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Muhammadiyah Magelang 2013, yang berjudul “Efektivitas Bercerita
Menggunakan Media Gambar Seri dalam Meningkatkan Kemampuan
Bahasa Verbal Anak Usia Dini”. Bahwa penelitian ini memiliki
persamaan menggunakan kemampuan bahas.
C. Kerangka Berfikir
Perkembangan bahasa anak berjalan secara linier dan progresif sampai
setiap tahap melandasi tahap berikunya. Pentingnya bagi anda bagi anda
untuk menyediakan kesempatan berbahasa yang kaya bagi bayi dan batita
sehingga setiap anak dapat bergerak maju ke setiap tingkatan dan merah
kompetensi berbahasa yang mereka butuhkan untuk memaksimal kemampuan
mereka seutuhnya.
Menurut dhieni, et. al, (2005: 1.8) bahwa bahasa mencakup cara untuk
berkomunikasi, dimana pikiran dan perasaan individu dinyatakan dalam
bentuk untuk berkomunikasi, dimana pikiran dan perasaan individu
dinyatakan dalam bentuk lambang atau simbol seperti lisan, tulisan, isyarat,
bilangan, lukisan maupun mimik yang digunakan untuk mengungkapkan
sesuatu.
Menurut Bromley (1992) (dalam Dhieni, et. al, (2005: 1.8)
mendefinisikan bahasa sebagai sistem simbol yang teratur untuk mentransfer
berbagai ide maupun informasi yang terdiri dari simbol –simbol visual
maupun verbal. Simbol-simbol visual tersebut dapat dilihat, ditulis, dibaca,
sedangkan simbol-simbol dapat verbal dapat diucapkan dan didengar. Anak
dapat memanipulasi simbol –simbol tersebut dengan berbagai cara sesuai
dengan kemampuan berpikirnya.
Menurut Dhieni, et. al, (2005) perkembangan berfikir anak-anak usia
Taman Kanak-Kanak atau prasekolah sangat pesat. Perkembangan intelektual
anak yang sangat pesat terjadi pada kurun usia nol sampai usia prasekolah.
Masa usia taman kanak –kanak itu dapat disebut sebagai masa peka belajar.
67
Dalam masa-masa ini segala potensi anak dapat dikembangkan secara
optimal, tentunya dengan batuan orang tua dan guru Taman Kanak –kanak.
Salah satunya kemampuan anak yang sedang berkembang saat usia Taman
Kanak –Kanak adalah kemampuan Bahasa. Kemampuan menggunkan bahasa
secara efektif sangat berperan sangat berperan penting terhadap kemampuan
belajar anak. Kemampuan bahasa yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan
menulis semua itu melibatakan proses kognitif (berfikir) dan kosa kata yang
sama
Beberapa ciri-ciri kecerdasan bahasa antara lain kemampuan untuk
berfikir dalam kata-kata dan menggunakan bahasa untuk mengekspresikan
berbagai makna yang majemuk, peka terhadap arti kata, susunan kata, macam
kata, bunyi, irama, dan nada suara, mampu merefleksikan penggunaan bahasa
dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini yang sangat mempengaruhi
adalah stimulus yang di berikan kepada anak masih kurang, pembelajaran dan
permainan yang selalu menonton, sehingga membuat kecerdasan bahasa
pada anak kurang optimal. Hal ini dikarenakan kurangnya memperhatikan
pentingnya kecerdasan bahasa bagi anak usia dini.
Hal yang dapat mempengaruhi kemampuan bahasa dengan
memberikan stimulus berupa permainan yang lebih menarik untuk kegiatan
pembelajaran dan bermaian yaitu permainan beberan
(Fauziddin, 2014: 39- 40). Permaian beberan adalah permainan yang
membentuk kelompok, mengenal berbagai materi sesuai dengan materi yang
di sampaikan. Permainan beberan ini menggunkan gambar yang masing-
masing gambar sudah di beri angka 1sampai 6 dan di sediakan dadu untuk
nomor yang akan ditunjuk untuk dipraktekan oleh anak. permainan ini bisa
dilakukan secara bervariasi dan menarik sehingga akan mempengaruhi
kecerdasan bahasa anak. anak akan lebih aktif, berkerja sama dengan
temanna, bertanggung jawab dan akan terasah dan terarah dengan materi
yang akan di sampaikan kepada guru.
Penjelasan diatas dapat disusun suatu kerangka berfikir untuk
menjelaskan arah, maksud dan tujuan penelitian. Dalam peneliti ini, peneliti
68
ingin mengetahui apakah ada pengaruh permainan beberan terhadap
kemampuan bahasa, yang diberi perlakuakan adalah kelas eksperimen.
Gambar c.1 Bagan Kerangka Berpikir
D. Hipotensis
Menurut Sugiyono (2014: 64) mengatakan Hipotensis merupakan
jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan
masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pernyataan.
Dikatakan sebuah sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan
pada teori yang relevan, belum di dasarkan fakta-fakta empiris yang di
peroleh melalui pengumpulan data.
Menurut sugiyono (2014: 65) terdapat dua macam Hipotensis
penelitian yaitu: Hipotensis Kerja (Ha) adanya hubungan antara variable X
dan Y dan Hipotensis Nol (Ho) tidak ada hubungan antara variable X dan Y
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berfikir diatas diajukan
hipotensis penelitian yaitu “Ada Pengaruh permainan beberan terhadap
kemampuan bahasa pada kelompok B di tk intan permata aisyiyah makamhaji
tahun ajaran 2018/2019”.
Permaianan
beberan
Kemampuan
Bahasa