BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Analisis - UNJA II.pdf · 2018-03-27 · 12 BAB II KAJIAN...
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Analisis - UNJA II.pdf · 2018-03-27 · 12 BAB II KAJIAN...
12
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Analisis
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia analisis didefinisikan sebagai
penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatan, dan sebagainya) untuk
mengetahui keadaan yang sebenarnya (sebab-musabab, duduk perkaranya, dan
sebagainya). Spradley dalam Sugiyono (2012:335) juga mengatakan bahwa analisis
merupakan sebuah kegiatan untuk mencari pola. Analisis merupakan cara berpikir yang
berkaitan dengan pengujian secara sistematis terhadap sesuatu untuk menentukan
bagian, hubungan antar bagian dan hubungannya dengan keseluruhan.
Satori dan Komariah (2010:200) juga mengungkapkan analisis adalah suatu
usaha untuk mengurai suatu masalah atau fokus kajian menjadi bagian-bagian
(decomposition) sehingga susunan bentuk sesuatu diurai itu tampak dengan jelas
dimengerti duduk perkaranya. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, dapat
disimpulkan bahwa analisis merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk
menyelidiki suatu masalah atau fokus kajian secara sistematis untuk dapat diketahui
kebenarannya sehingga didapatkan suatu kesimpulan yang tepat.
Dalam penelitian ini, masalah yang akan dianalisis adalah tentang kesalahan
dalam menyelesaikan soal matematika. Penyelesaian soal matematika yang akan
dianalisis adalah penyelesaian soal matematika dalam bentuk soal pemecahan masalah.
13
Analisis ini dilakukan untuk melihat kembali jawaban siswa guna mengeindentifikasi
pola-pola dari kesalahan yang dilakukan. Analisis kesalahan secara mendetail
dibutuhkan agar kesalahan-kesalahan siswa dan faktor-faktor penyebabnya dapat
diketahui lebih jauh. Dengan menganalisis kesalahan dapat membantu guru dalam
mengevaluasi kemampuan belajar siswa. Di samping itu, pemahaman terhadap
kesalahan dapat menjadi umpan balik yang sangat berharga bagi perencanaan
penyusunan materi dan strategi pengajaran dikelas oleh guru.
2.2 Tinjauan Penyelesaian Soal Matematika
Dalam pembelajaran matematika, pertanyaan yang diberikan kepada siswa
disebut soal matematika. Soal matematika merupakan salah satu alat yang digunakan
untuk mengukur perkembangan dan kemajuan belajar siswa setelah mengikuti proses
pembelajaran. Soal matematia diberikan untuk memperdalam pemahaman konsep dan
melatih keterampilan siswa dalam menyelesaikan soal matematika.
Depdiknas (2007) menyatakan bahwa “dalam kehidupan sehari-hari, kita tidak
terlepas sesuatu yang namanya masalah, sehingga pemecahan masalah merupakan
fokus utama dalam pembelajaran matematika”. Dari pernyataan tersebut dapat
dikatakan bahwa soal matematika berkaitan dengan soal pemecahan masalah. Namun,
proses menyelesaikan soal matematika berbeda dengan proses pemecahan masalah
matematika. Perbedaan tersebut terkandung dalam istilah soal dan masalah.
Hendriana dan Soemarmo (2017:22) menyatakan bahwa menyelesaikan soal
matematika atau tugas matematika belum tentu sama dengan memecahkan masalah
matematika. Suatu soal matematika atau tugas matematika digolongkan sebagai soal
14
pemecahan masalah matematika apabila tidak dapat segera diperoleh cara
menyelesaikannya namun harus melalui beberapa kegiatan lainnya yang relevan.
Penyelesaian soal berbentuk masalah matematika bukan hanya sekedar melaksanakan
prosedur perhitungan matematika, melainkan setiap kegiatannya harus disertai dengan
pemahaman yang bermakna. Setiap langkah penyelesaiannya harus disertai
pengetahuan terhadap konsep dan proses matematika, keterkaitan konsep yang
dinyatakan dalam bentuk model matematika, penerapan konsep sesuai aturan yang
berlaku, serta pemeriksaan kebenaran solusi yang digunakan.
Dari penjelasan di atas, bentuk soal matematika yang akan digunakan adalah
soal pemecahan masalah. Adapun langkah-langkah penyelesaian soal matematika
dapat mengikuti langkah-langkah pemecahan masalah menurut Polya (Hendriana dan
Soemarmo, 2014:24) secara rinci sebagai berikut:
a. Kegiatan memahami masalah. Kegiatan ini dapat diidentifikasi melalui beberapa
pertanyaan: a) data apa yang tersedia?, b) apa yang tidak diketahui dan apa yang
ditanyakan?, c) bagaimana kondisi soal?, mungkinkah kondisi dinyatakan dalam
bentuk persamaan atau hubungan lainnya? apakah kondisi yang ditanyakan cukup
untuk mencari yang ditanyakan?.
b. Kegiatan merencanakan atau merancang strategi penyelesaian. Kegiatan ini dapat
diidentifikasi melalui beberapa pertanyaan: a) pernahkah ada soal serupa
sebelumnya?, b) pernahkah ada soal serupa atau mirip dalam bentuk lain?, c) teori
mana yang dapat digunakan dalam masalah ini, d) dapatkah metode yang cara lama
digunakan untuk masalah baru?, e) apakah harus dicari unsur lain?.
15
c. Kegiatan menyelesaikan masalah. Kegiatan ini meliputi a) melaksanakan rencana
strategi pemecahan masalah, b) memeriksa kebenaran setiap langkah, periksa
apakah perhitungan sudah benar?, dan periksa apakah langkah yang dipilih sudah
benar?.
d. Kegiatan memeriksa kembali kebenaran hasil atau solusi. Kegiatan ini meliputi
pertanyaan: a) bagaimana cara memeriksa kebenaran hasil yang diperoleh?, b)
dapatkah diajukan sanggahannya?, c) dapatkah solusi itu dicari dengan cara lain,
d) dapatkan hasil atau solusi tersebut digunakan untuk masalah lain?.
2.3 Kesalahan dalam Menyelesaikan Soal Matematika
2.3.1 Pengertian Kesalahan dalam Menyelesaikan Soal Matematika
Kesalahan dalam menyelesaikan soal matematika adalah penyimpangan
jawaban yang berbeda dari proses penyelesaian soal matematika yang sebenarnya.
Kesalahan dalam banyak topik matematika merupakan sumber utama untuk
mengetahui kesulitan siswa memahami matematika. Menurut Lerner (dalam
Abdurrahman, 2012:213), kekeliruan umum yang dilakukan oleh anak berkesulitan
belajar matematika adalah kekurangan pemahaman tentang pemahaman simbol, nilai
tempat, perhitungan, penggunaan proses yang keliru dan tulisan yang tidak terbaca.
Ashlock dalam Runtukahu (2014:270-271) juga mengemukakan kesalahan atau
kekeliruan matematika yang mungkin dilakukan siswa yaitu tidak memiliki kesiapan
belajar terhadap gagasan dan prosedur matematika yang baru, hanya mengadopsi
prosedur matematika yang sederhana, kesalahan yang dibuat memiliki arti tersendiri,
dan membuat kesalahan matematika yang berpola.
16
Jha (2012:18) juga menjelaskan lima jenis kesalahan menurut Newman yaitu
kesalahan membaca (Reading Error), kesalahan memahami (Comprehension Error),
kesalahan transformasi (Transformation Error), kesalahan kemampuan memproses
(Process Skills Error), dan kesalahan penulisan jawaban (Encoding Error). Begitu
banyak jenis-jenis kesalahan dalam menyelesaikan soal matematika yang dikemukakan
oleh para ahli matematika. Adapun jenis kesalahan dalam penelitian ini adalah
kesalahan dalam menyelesaikan soal matematika menurut Newman (1977).
2.3.2 Jenis-Jenis Kesalahan dalam Menyelesaikan Soal Matematika
Anne Newman adalah seorang guru bidang studi matematika di Australia yang
pertama kali memperkenalkan analisis kesalahan pada tahun 1977 yang dikenal dengan
Newman’s Error Analysis (NEA). Junaedi (2015:33) mengatakan bahwa NEA banyak
digunakan dan diterapkan di berbagai Negara dan digunakan sebagai alat untuk
mengetahui penyebab berbagai jenis kesalahan siswa dalam menyelesaikan masalah
matematika. Jha (2012:18) juga menjelaskan lima jenis kesalahan menurut Newman
yaitu kesalahan membaca (Reading Error), kesalahan memahami (Comprehension
Error), kesalahan transformasi (Transformation Error), kesalahan kemampuan
memproses (Process Skills Error), dan kesalahan penulisan jawaban (Encoding Error).
Prakitipong dan nakamura (2006:113) menyatakan:
“This methods supposes that in the process of problem solving there are
two kinds of obstacles that hinder students from arriving at correct
answers:
(1) Problem in linguistik fluency and conceptual understanding that
correspond with level of simple reading and understanding meaning
of problems, and
17
(2) Problems in mathematical processing that consists of
transformation, process skills, and encoding answers”.
Parakitipong dan Nakamura (2006) membagi kesalahan Newman menjadi dua
dan menerangkan bahwa dalam proses pemecahan ada dua macam hambatan yang
menghalangi siswa sampai pada jawaban yang benar. Permasalahan pertama adalah
masalah dalam kelancaran linguistik dan pemahaman konseptual yang sesuai dengan
tingkat membaca sederhana dan memahami makna masalah. Masalah ini dikaitkan
dengan tahapan membaca (reading) dan memahami (comprehension) makna suatu
permasalahan. permasalahan kedua adalah masalah dalam pengolahan matematika
yang terdiri dari transformasi (transformation), keterampilan proses (process skill), dan
penulisan jawaban (encoding).
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam menyelesaikan soal
matematika siswa harus menguasai konsep matematika terlebih dahulu sebelum
melakukan prosedur penyelesaian soal matematika. Siswa dituntut untuk dapat
menerjemahkan soal matematika kedalam bahasa matematika sebelum melanjutkan ke
proses penyelesaian untuk mendapatkan jawaban yang tepat. Dengan memahami
konsep matematika, maka siswa dapat menentukan langkah penyelesaian masalah dan
menemukan solusi permasalahan secara tepat.
Jha (2012:18) menerangkan bahwa dalam prosedur analisis kesalahan Newman
terdapat lima komunikasi yang perlu dilakukan dengan siswa diantaranya:
Reading (R) : baca pertanyaan.
Comprehension (C) : pertanyaan apa harus kamu kerjakan.
Transformation (T) : metode apa yang akan kamu gunakan untuk menemukan
jawabannya.
18
Process skill (P) : tunjukkan langkah-langkah yang kamu gunakan untuk
menemukan jawaban dan jelaskan apa yang kamu pikirkan.
Encoding (E) : jelaskan jawaban dari pertanyaan tersebut.
Di bawah ini, akan dijelaskan jenis-jenis kesalahan dalam menyelesaikan soal
matematika menurut Newman (Jha, 2012:18) sebagai berikut:
1. Kesalahan Membaca (Reading Error)
Kesalahan membaca yaitu kesalahan yang dilakukan siswa pada saat membaca
soal yaitu siswa tidak mampu membaca dan memaknai arti setiap kata, istilah atau
simbol dalam soal. Abdullah, et al (2015:134) juga mengungkapkan “The first type of
error is reading, which the ability of students to read the mathematical problems given
and to identify the sentences and mathematical symbols used”. Jenis kesalahan pertama
adalah membaca, dimana kesalahan siswa dalam membaca masalah matematika yang
diberikan dan untuk mengidentifikasi kalimat dan simbol matematika yang digunakan.
Singh, et al (2010: 266) juga menyatakan “a reading error occured when
written words or symbols failed to be recognized by the subject that led to his/her
failure to pursue the course of problem-solution”. Singh menerangkan bahwa
kesalahan membaca terjadi ketika siswa gagal mengenali atau tidak mampu membaca
kata-kata kunci maupun simbol yang terdapat dalam soal sehingga gagal menemukan
solusi permasalahan.
2. Kesalahan Memahami (Comprehension Error)
Kesalahan memahami masalah adalah kesalahan yang dilakukan siswa setelah
siswa mampu membaca permasalahan yang ada dalam soal dengan benar namun tidak
memahami keseluruhan makna dari pertanyaan sehingga tidak dapat memproses
19
langkah-langkah pemecahan masalah. Abdullah, et al (2015:134) juga mengungkapkan
“The second type of error is comprehension, which is the ability of students to
understand the mathematical problems given”. Jenis kesalahan kedua adalah kesalahan
memahami, yaitu kemampuan siswa dalam memahami masalah matematika yang
diberikan.
Singh, et al (2010:266) juga menyatakan “a comprehension error occured when
the pupil was able to read the question but failed to understand its requirement, thus
causing him/her to err in or to fail at attempting problem-solution”. Kesalahan
memahami terjadi ketika siswa mampu untuk membaca pertanyaan namun gagal
memahami makna soal sehingga menyebabkan siswa gagal dalam menyelesaikan suatu
permasalahan.
3. Kesalahan Transformasi (Transformation Error)
Kesalahan transformasi adalah sebuah kesalahan yang dilakukan oleh siswa
setelah siswa mampu memahami permasalahan yang terdapat dalam soal, namun tidak
mampu menentukan rumus atau operasi matematika untuk menyelesaikan
permasalahan tersebut. Abdullah, et al (2015:135) juga mengungkapkan “The next
error is transformation, which sees the ability of students to choose the appropriate
mathematical solution methods”. Kesalahan transformasi yaitu melihat kemampuan
siswa untuk memilih metode solusi matematika yang sesuai.
Singh, et al (2010: 266) juga menyatakan “a transformation error occurred
when the pupil had correctly comprehended a question’s requirement but failed to
identify the proper mathematical operation or sequence of operation to successfully
pursue the course of problem-solution”. Kesalahan transformasi terjadi ketika siswa
20
telah benar memahami pertanyaan dari soal yang diberikan, namun gagal untuk
menentukan operasi matematika yang tepat untuk menyelesaikan permasalahan
tersebut.
4. Kesalahan Kemampuan Memproses (Process Skills Error)
Kesalahan kemampuan memproses adalah kesalahan yang dilakukan siswa
setelah mampu menentukan rumus atau operasi matematika, namun tidak mengetahui
langkah-langkah yang diperlukan untuk melaksanakan operasi penyelesaian secara
tepat. Abdullah, et al (2015:135) juga mengungkapkan “The following error is process
skills, where students can perform mathematics process correctly or not”. Kesalahan
berikut adalah kesalahan keterampilan proses, dimana siswa dapat melakukan proses
matematika secara benar atau tidak.
Singh, et al (2010: 266) juga menyatakan“a process skill error occured when,
although the correct operation (or sequence of operations) to be used to pursue
problem-solution had been identified, the pupil failed to carry out the procedure
correctly”. Kesalahan proses terjadi ketika, walaupun operasi yang digunakan sudah
benar, namun siswa gagal melaksanakan prosedur dengan benar. Siswa mampu
memilih operasi matematika yang diperlukan untuk menyelesaikan persoalan namun
ia tak dapat menjalankan prosedur dengan benar.
5. Kesalahan Penulisan Jawaban (Encoding Error)
Kesalahan penulisan adalah kesalahan yang dilakukan oleh siswa setelah siswa
mengerjakan penyelesaian suatu masalah, namun tidak dapat mengungkapkan solusi
penyelesaian dalam bentuk tertulis secara benar dan dapat diterima. Abdullah, et al
(2015:135) juga mengungkapkan “..., and astly the error of encoding, which is the
21
ability of students to express the final answer”. Terakhir adalah kesalahan penulisan,
yang merupakan kemampuan siswa untuk mengungkapkan jawaban akhir.
Singh, et al (2010: 267) menyatakan “an encoding error occurred when, despite
having appropriately and correctly solved a mathematical task, the pupil failed to
provide an acceptable written form of the answer”. Sebuah kesalahan penulisan terjadi
ketika walaupun telah menyelesaikan soal matematika dengan benar, namun siswa
gagal memberikan jawaban tertulis secara benar. Dengan kata lain, siswa salah
menuliskan apa yang ia maksudkan.
Adapun indikator jenis kesalahan siswa dalam menyelesaikan soal matematika
berdasarkan kesalahan Newman akan disajikan pada tabel berikut.
Tabel 2.1 Indikator Kesalahan menurut Newman
Jenis kesalahan Indikator
(1) (2)
1. Kesalahan Membaca
(Reading Error)
1. Siswa tidak dapat membaca kata-kata penting dalam
pernyataan soal.
2. Siswa tidak mengerti arti simbol, istilah atau kata dalam
soal.
2. Kesalahan Memahami
(Comprehension Error)
1. Siswa belum/tidak memahami informasi yang terkandung
dalam soal
2. Siswa tidak mengetahui apa yang diketahui dalam soal.
3. Siswa tidak mengetahui apa yang ditanyakan pada soal.
3. Kesalahan Transformasi
(Transformation Error)
1. Siswa tidak dapat mengubah soal ke dalam kalimat
matematika yang benar.
2. Siswa tidak dapat menentukan rumus yang akan digunakan.
3. Siswa tidak dapat menemukan prosedur penyelesaian.
4. Kesalahan Kemampuan
Proses
(Process Skill Error)
1. Siswa tidak dapat melakukan prosedur penyelesaian
dengan benar.
2. Siswa salah dalam melakukan perhitungan.
5. Kesalahan Penulisan
Jawaban
(Encoding Error)
1. Siswa salah dalam menuliskan jawaban akhir yang sesuai
dengan konteks soal.
Sumber Junaedi, et al (2015)
22
Prakitipong dan Nakamura (2006: 113) menyatakan bahwa “The Newman
Procedure is a method that analyzes errors in sentence problems. In the process of
problem solving, there are many factors that support the students to arrive at a correct
answer”. Prosedur Newman adalah sebuah metode untuk menganalisis kesalahan
dalam soal uraian. Dalam proses penyelesaian masalah, ada banyak faktor yang
mendukung siswa untuk mendapatkan jawaban yang benar.
2.3.3 Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Kesalahan dalam Menyelesaikan
Soal Matematika.
Faktor penyebab kesalahan dapat dilihat dari faktor penyebab kesulitan belajar
siswa. Amir dan Risnawati (2016:192) menjelaskan fenomena kesulitan belajar siswa
biasanya tampak jelas dari menurunnya kinerja akademik atau prestasi belajar. Sejalan
dengan itu, Abdurrahman (2012:7) mengungkapkan kesulitan belajar akademik
menunjuk pada adanya kegagalan pencapaian prestasi akademik. Dari penjelasan
tersebut dapat dilihat bahwa menurunnya prestasi belajar salah satunya ditandai dengan
adanya kegagalan atau kesalahan siswa dalam menyelesaikan soal matematika.
Abdurrahman (2012:213) mengungkapkan bahwa untuk membantu anak
berkesulitan belajar matematika, guru perlu mengenal berbagai kesalahan umum yang
dilakukan oleh anak dalam menyelesaikan tugas-tugas dalam bidang studi matematika.
Hubungan antara kesalahan dengan kesulitan sangat erat dan saling mempengaruhi satu
sama lain. Sulit untuk menentukan apakah kesulitan yang menyebabkan kesalahan atau
kesalahan yang menyebabkan kesulitan.
23
Faktor-faktor penyebab kesalahan siswa dapat ditinjau dari faktor penyebab
kesulitan belajar siswa. Amir dan Risnawati (2016:192-196) menjelaskan faktor-faktor
tersebut antara lain:
1. Faktor internal siswa
a. Ciri khas/karakter siswa
Persoalan internal pembelajaran berkaitan dengan kondisi kepribadian siswa
baik fisik maupun mental siswa.
b. Sikap terhadap belajar
Sikap merupakan kemampuan memberikan penilaian tentang sesuatu, yang
membawa diri sesuai dengan penilaian.
c. Motivasi belajar
Motivasi juga sangat menentukan keberhasilan belajar. Motivasi merupakan
dorongan untuk mengerjakan sesuatu.
d. Konsentrasi belajar
Konsentrasi belajar merupakan kemampuan memusatkan perhatian pada
pembelajaran. Pemusatan perhatian tersebut tertuju pada isi bahan belajar
maupun proses memperolehnya.
e. Rasa percaya diri siswa
Rasa percaya diri timbul dari keinginan mewujudkan diri bertindak dan
berhasil. Dari segi perkembangan, rasa percaya diri dapat timbul berkat
adanya pengakuan dari lingkungan.
f. Intelegensi dan keberhasilan belajar
Intelegensi dianggap sebagai suatu norma umum dalam keberhasilan belajar.
g. Kebiasaan belajar
Dalam kegiatan sehari-hari ditemukan adanya kebiasaan belajar yang kurang
baik. kebiasaan tersebut antara lain berupa belajar pada akhir semester,
belajar tidak teratur dan menyia-nyiakan kesempatan belajar.
2. Faktor Eksternal siswa
a. Lingkungan keluarga
24
Status ekonomi, sosial, kebiasaan dan suasana lingkungan kelurga
berpengaruh terhadap keberhasilan belajar.
b. Lingkungan masyarakat
Peran masyarakat sangat mempengaruhi anak dalam belajar dan akan
merubah tingkah laku anak dalam proses belajar.
c. Guru
peran guru sangat berpengaruh dalam proses belajar anak. Cara guru
mengajar sangat menentukan keberhasilan belajar sehingga guru perlu
menjadi acuan selama proses pembelajaran berlangsung.
d. Media pembelajaran
Media pembelajaran juga mempengaruhi keberhasilan anak dalam belajar.
Siswa cenderung berhasil apabila dibantu oleh media pembelajaran yang
memadai.
Dewi dan Kusrini (2014:198) juga mengemukakan faktor penyebab kesalahan
siswa meliputi faktor secara internal dan faktor secara eksternal. Faktor internal yaitu
faktor yang berasal dari dalam diri siswa sendiri, antara lain kematangan, fisiologis,
psikis, kesulitan belajar yang dialami siswa, lupa, kurang teliti dalam menjawab soal.
Sedangkan faktor eksternal yaitu faktor yang berasal dari luar diri siswa, antara lain
kesalahan informasi dari guru, karakteristik materi, fasilitas belajar dan lingkungan
belajar.
Dari penjelasan di atas, dapat diketahui beberapa faktor penyebab kesalahan
siswa ditinjau dari faktor penyebab kesulitan siswa dapat berasal dari dalam diri siswa
(internal) maupun luar siswa (eksternal). Faktor internal tersebut menyangkut kondisi
fisik/karakter siswa, psikologis/psikis, motivasi, konsentrasi, percaya diri, intelegensi,
dan kebiasaan siswa dalam belajar. Sedangkan faktor eksternal tersebut menyangkut
25
kondisi lingkungan siswa seperti lingkungan belajar. Faktor penyebab kesalahan akan
ditelusuri melalui proses wawancara pada setiap subjek.
2.4 Hubungan Jenis Kesalahan dengan Langkah Penyelesaian Soal Pemecahan
Masalah Matematika
Dengan mengadaptasi indikator kesalahan Newman. Maka indikator kesalahan
dalam menyelesaikan soal matematika yang digunakan dalam penelitian ini akan
disajikan dalam tabel berikut.
Tabel 2.2 Indikator Kesalahan dalam menyelesaikan soal matematika
Jenis Kesalahan
Newman
Indikator Kesalahan
Newman
Indikator Kesalahan dalam
Penyelesaian Soal Matematika
(1) (2) (3)
1. Kesalahan
Membaca
(Reading Error)
1. Siswa tidak dapat
membaca kata-kata
penting dalam pernyataan
soal.
1. Salah dalam membaca kata-kata
penting dari soal
2. Siswa tidak mengerti arti
simbol, istilah atau kata
dalam soal.
2. Tidak mengerti arti simbol,
istilah, atau kata yang ada di
dalam soal.
2. Kesalahan
Memahami
(Comprehension
Error)
1. Siswa belum/tidak
memahami informasi
yang terkandung dalam
soal
2. Siswa tidak mengetahui
apa yang diketahui dalam
soal.
3. Siswa tidak mengetahui
apa yang ditanyakan pada
soal.
1. Tidak memahami informasi
yang ada pada soal
2. Tidak menuliskan data apa yang
diketahui
3. Tidak dapat menuliskan data apa
yang diketahui dengan benar
4. Tidak menuliskan data apa yang
ditanyakan
5. Tidak dapat menuliskan data apa
yang ditanyakan secara benar
3. Kesalahan
Transformasi
(Transformation
Error)
1. Siswa tidak dapat
mengubah soal ke dalam
kalimat matematika yang
benar.
2. Siswa tidak dapat
menentukan rumus yang
akan digunakan.
3. Siswa tidak dapat
menemukan prosedur
penyelesaian.
1. Tidak dapat menentukan
prosedur penyelesaian soal
2. Tidak dapat mengubah soal ke
dalam kalimat matematika
3. Tidak menuliskan rumus yang
akan digunakan
4. Tidak menuliskan rumus atau
metode yang digunakan secara
benar.
26
(1) (2) (3)
4. Kesalahan
Kemampuan Proses
(Process Skill Error)
1. Siswa tidak dapat
melakukan prosedur
penyelesaian dengan
benar.
2. Siswa salah dalam
melakukan perhitungan.
1. Tidak melakukan prosedur
penyelesaian
2. Tidak dapat melakukan prosedur
penyelesaian dengan benar
3. Salah dalam memasukkan data
ke dalam proses penyelesaian
4. Salah dalam melakukan operasi
perhitungan
5. Tidak melanjutkan prosedur
penyelesaian
5. Kesalahan
Penulisan Jawaban
(Encoding Error)
1. Siswa salah dalam
menuliskan jawaban akhir
yang sesuai dengan
konteks soal.
1. Salah dalam menggunakan
notasi
2. Tidak membuat kesimpulan
3. Tidak dapat membuat
kesimpulan secara benar
Sumber Junaedi (2015)
2.5 Tipe Kepribadian DISC
Kepribadian merupakan salah satu bagian kajian dari psikologi yang lahir
dengan tujuan untuk mengembangkan teori yang menjelaskan fenomena prilaku
manusia. Kepribadian merupakan terjemahan dari kata personality. Kata personality
berasal dari bahasa latin persona yang artinya topeng. Derlega dalam Hamdi (2016:4)
mendefinisikan kepribadian sebagai “the system of induring, inner characteristic of
individual that contributes to consistency in their thoughts, feelings, and behavior”.
Kepribadian merupakan sistem yang relatif stabil mengenai karakter internal individu
yang memiliki kontribusi terhadap konsistensi dalam pikiran, perasaan dan tingkah
laku. Dalam hal ini, kata yang sangat dekat artinya dengan kepribadian adalah karakter
atau identitas dari seseorang.
Dalam dunia modern, seorang ahli psikologi berkebangsaan Amerika bernama
William Moulton Marston (1893-1947) memperkenalkan empat tipe kepribadian
27
manusia dengan sebutan DISC (Dominant – Influence – Steady – Compliance) (Shin,
2013:19). Teori ini dikembangkan untuk menjelaskan respon emosional seseorang.
DISC merupakan tipe perilaku yang dapat memahami mengapa seseorang melakukan
apa yang dilakukannya. Untuk mengetahui tipe kepribadian seseorang dalam DISC
digunakan alat tes yang disebut tes profile DISC. Di dalam tes DISC tipe kepribadian
dari masing-masing tipe dikelompokkan menjadi lima tingkat yaitu sangat rendah,
rendah, rata-rata, tinggi dan sangat tinggi. Dalam tes DISC membagi 4 tipe perilaku
individu ketika berinteraksi dengan lingkungannya, yakni Dominant, Influence, Steady
dan Compliance.
Berikut adalah gambaran dari tipe kepribadian DISC yang diringkas oleh Shin
(2013:141-143) dalam tabel berikut.
Tabel 2.3 Gambaran Tipe Kepribadian DISC
D I S C (1) (2) (3) (4) (5)
Gambaran
besar
Senang
memimpin dan
mengatur
Senang
meyakinkan
orang
Senang
membantu dan
mendukung
orang
Senang kualitas
tinggi dan
konsistensi
Titik terlemah Tidak peka
terhadap orang
Melupakan
komitmen yang
dibuat
Lambat dalam
menyelesaikan
masalah
Tidak melihat
gambaran besar
dan kurang
berperasaan
Respon
dibawah
tekanan
Keras dan tidak
peduli dengan
orang lain
Ceroboh dan
tidak terprediksi
Ragu-ragu
dalam
mengambil
keputusan
Menjadi pesimis
dan memilih-
milih
Rahasia
ketakutan
Takut
dimanfaatkan
Takut kehilangan
pengakuan umum
Takut akan
perubahan dan
konfrontasi
Takut dengan
ketidaktahuan
Ketika merasa
terpojokkan
Menyerang
secara frontal
Menyerang
secara emosi
Defensif dan
keras kepala
Defensif dengan
melawan secara
teknis
Cara
melakukan
sesuatu
Memakai cara
yang paling
cepat
Memakai cara
yang paling
menyenangkan
Memakai cara-
cara sebelumnya
Memakai cara
yang paling tepat
28
(1) (2) (3) (4) (5)
Pendekatan sisi
tugas
Lakukan
sekarang juga
Lakukan dengan
cara yang
menyenangkan
Lakukan secara
bersama
Lakukan dengan
benar
Perilaku
konsumsi
Cepat
memutuskan
Memutuskan
secara tiba-tiba
Memutuskan
dengan lambat
Memutuskan
dengan hati-hati
Cara mengatur Mudah diakses,
praktis, tidak
rapi
Tidak beraturan
dan bertumpuk
Sistematis,
tradisional
Sangat tertata,
mempunyai
sistem
Recharge
energi
Kompetisi,
aktivitas fisik
Berinteraksi,
aktivitas sosial
Santai, kegiatan
yang tidak
didikte
Menyendiri
Pola berbicara Nada mengatur
dan cepat
Nada suara
bervariasi
Nada suara
hangat dan
rendah
Mengklarifikasi,
nada suara
monoton
Yang ingin
diketahui
Apa? Siapa? Bagaimana? Mengapa?
Ingin anda agar Langsung/ to
the point
Bergairah Tulus Tanggung Jawab
Impian Prestasi, uang Menjadi bintang keamanan Keuntungan
jangka panjang
Cara
memproses
informasi
Siapa ang akan
kerja?
Apakah
menyenangkan?
Bisa beri banyak
waktu?
Apakah ini masuk
akal?
Didorong oleh keinginan perasaan Rasa percaya Intelektual
Kunci kekuatan kokoh menyenangkan bersahabat Sesuai fakta
Tantangan
pribadi
Belajar untuk
lebih bersahabat
Perkataan
disesuaikan fakta
Belajar untuk
lebih kokoh dan
tegas
Belajar untuk
menyenangkan
orang lain
Rahasia sukses Belajar untuk
tunduk pada
otoritas
Belajar untuk
memiliki
kredibilitas
Belajar untuk
mengambil
keputusan
Belajar untuk
lebih peduli
dengan orang lain
Kata-kata yg
memotivasi
Anda yang
memimpin
Anda yang paling
luar biasa
Anda sungguh
bisa diandalkan
Anda seorang
pemikir ulung
Kata-kata yang
membunuh
Anda tidak
becus!
Apakah lucu
menurut anda?
Kamu
mengecewakan
saya
Kamu melakukan
kesalahan
Sumber Shin (2013)
Berdasarkan penjelasan pada tabel di atas, pada dasarnya tidak ada tipe
manapun yang lebih superior atau lebih hebat dari tipe yang lain. semua tipe masing-
masing memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Tidak ada tipe
kepribadian yang lebih baik ataupun lebih buruk diantara tipe kepribadian DISC. Setiap
individu memiliki karakternya masing-masing sesuai dengan pengalaman yang
29
diterimanya dari lingkungan. Oleh karena itu, tidak ada individu yang memiliki
karakteristik yang sama persis dengan individu lainnya.
2.6 Tipe Kepribadian Compliance
Tipe kepribadian compliance merupakan salah satu dari empat tipe kepribadian
DISC yang dikemukakan oleh William Moulton Marston (1893-1947). Menurut Shin
(2013:30) tipe ini sangat mengikuti sistem dan peraturan yang berlaku, makanya
disebut tipe compliance (mengikuti Peraturan). Adapun ciri-ciri orang dengan tipe
kepribadian compliance seperti yang dijelaskan Shin (2013:30-31) antara lain:
a. Gabungan reserve dan task.
b. Tipe ini sangat luar biasa dalam hal-hal detail dan prosedur yang biasanya
sangat dibenci oleh kebanyakan orang.
c. Sangat mengikuti sistem dan peraturan yang berlaku, makanya disebut tipe
compliance (mengikuti peraturan).
d. Tidak mudah percaya dengan perkataan orang lain, lebih percaya pada data.
e. Hitungan dalam hal waktu, uang dan sumber daya yang lain.
f. Memiliki memori dan daya ingat yang canggih, sehingga bisa mengingat
banyak hal walaupun kecil.
g. Sangat menyukai angka, data dan daftar/list.
h. Tekun dalam memeriksa setiap item dalam list/daftar dan memastikan
semuanya sudah benar dikerjakan atau dipersiapkan.
i. Penuh dengan khawatir, penuh pertimbangan dan biasanya suka
mempersiapkan segala sesuatu jauh-jauh hari sebelum kejadian.
Orang dengan tipe compliance tidak suka berada di tengah orang banyak, tipe
ini dikenal pasif dalam membina hubungan dengan orang lain, tetapi bisa menjadi
banyak bicara kalau berada dikelompok kecil tempat dia sudah merasa aman. Menurut
30
Shin (2013:61), karakter umum tipe compliance berdasarkan sifat-sifatnya secara
umum adalah akurat, analitis, ingin melakukan sesuatu dengan benar, sopan, sesuai
dengan tata krama, diplomatis, pencari fakta, mempunyai standar tinggi, dewasa, relatif
sabar, tepat, baik dalam hal waktu, angka atau keuangan.
Lebih lanjut, Shin (2013:61) mengungkapkan nilai tambah tipe compliance
untuk kelompoknya adalah:
a. Mempertahankan standar yang tinggi.
b. Stabil dalam melakukan sesuatu yang sesuai dengan prosedurnya.
c. Mendefinisikan, mengklarifikasi dan mendapatkan informasi.
d. Obyektif
e. Menyelesaikan masalah secara menyeluruh.
Berdasarkan paparan di atas, tipe compliance tidak hanya memiliki nilai tambah
(kelebihan) seperti yang disebutkan di atas, Shin (2013:62) juga mengemukakan
kekurangan atau kecenderungan tipe compliance ketika di bawah tekanan, antara lain:
a. Pesimistis, berpikir dari sisi buruknya.
b. Berlebihan dalam mempermasalahkan hal-hal kecil yang tidak perlu.
c. Menunjukkan kekhawatiran yang berlebihan atas hal-hal detail yang tidak
perlu.
d. Terlalu mengkritisi segala hal dengan orang lain.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dikatakan bahwa orang dengan tipe
kepribadian compliance memiliki sisi positif dan negatif. Hal tersebut tidak terlepas
dari bagaimana tipe tersebut dapat berinteraksi dengan lingkungannya. Namun tidak
semua orang yang memiliki tipe compliance akan memiliki seluruh karakteristik di
atas. Hal tersebut didasarkan pada tingkat tipe complince yang dimiliki oleh seseorang.
31
Apakah individu tersebut memiliki tingkat compliance sangat tinggi, tinggi, rata-rata,
rendah, atau sangat rendah.
Sifat yang dimiliki oleh tipe compliance tinggi tentu akan berbeda dengan tipe
compliance rendah, hal tersebut dapat dilihat dari segi emosi tipe tersebut. Shin
(2013:62-63) mengemukakan emosi tipe compliance (C) tinggi sebagai berikut:
a. Semakin tinggi C nya, semakin takut melakukan kesalahan dan cenderung
meminta izin untuk pembenaran atas tindakan/keputusan yang diambil.
b. Tipe C tinggi akan berusaha untuk mengikuti peraturan baku yang telah ada
dan bisa berubah menjadi bengis ketika melihat orang tidak mengikuti
peraturan atau dipaksa untuk tidak mengikuti peraturan.
c. Minim toleransi untuk pelanggaran terhadap peraturan yang telah
ditetapkan.
d. Lebih mengindahkan peraturan daripada hubungan dengan orang yang
melakukan kesalahan/pelanggaran.
e. Karena ketakutan ini pula lah yang membuat tipe C tinggi menjadi disiplin
dalam hal-hal kecil.
Di samping itu, emosi tipe compliance (C) rendah adalah sebagai berikut:
a. Semakin rendah C nya, semakin tidak takut untuk melanggar peraturan atau
sistem yang telah berlaku, tetapi juga mengharapkan untuk dimaafkan atas
kesalahan-kesalahan yang diperbuat.
b. C rendah cenderung tidak mempedulikan/melupakan peraturan-peraturan
atau hal-hal kecil yang telah ditetapkan dan bertindak menurut aturan main
sendiri.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa individu yang
memiliki tipe kepribadian compliance merupakan individu yang sangat mengikuti
peraturan, senang dengan hal-hal yang bersifat detail, melakukan segala sesuatu
dengan sangat hati-hati, sesuai dengan prosedur, dan memastikan seluruh pekerjaan
32
sudah dilakukan dengan benar. Siswa dengan tipe kepribadian compliance akan
melakukan segala sesuatu sesuai dengan aturan yang ada, menjelaskan segalanya dan
teliti terhadap apa yang dikerjakannya. Semakin tinggi tingkat tipe kepribadian
compliance individu, semakin tinggi pula kecenderungan individu tersebut untuk
melakukan sesuatu secara detail, teliti dan sesuai aturan.
2.7 Hubungan Siswa Tipe Kepribadian Compliance dengan Kesalahan dalam
Menyelesaikan Soal Matematika
Penyelesaian soal matematika dengan tipe kepribadian compliance sama-sama
merujuk pada sesuatu yang bersifat prosedur, teliti, memiliki aturan dan langkah-
langkah yang tepat. Dalam menyelesaikan soal matematika, langkah-langkah
penyelesaian soal dimulai dari memahami soal hingga mendapatkan sebuah
kesimpulan jawaban yang benar berdasarkan prosedur penyelesaian yang telah
direncanakan. Sedangkan siswa dengan tipe compliance memiliki sifat yang sangat
teliti dan menyelesaikan segala sesuatu dengan hati-hati sesuai dengan langkah-
langkah atau aturan yang berlaku. Kepribadian compliance merupakan salah satu
bagian dari kepribadian DISC yang dapat dimiliki di dalam diri seorang siswa.
Siswa dengan tipe kepribadian compliance termasuk siswa yang sangat
mengikuti sistem dan peraturan yang berlaku. Siswa dengan tipe ini sangat teliti,
menyukai hal-hal detail dan hal yang bersifat prosedural. Segala sesuatu yang
dilakukan oleh siswa dengan tipe ini cenderung bersifat sempurna. Tipe compliance
akan menyelesaikan segala sesuatu secara benar, hati-hati dan tidak boleh ada
kesalahan. Dalam pembelajaran matematika, meskipun siswa memiliki kepribadian
33
compliance yang sangat tinggi, namun tidak menutup kemungkinan bahwa siswa
tersebut melakukan kesalahan, termasuk kesalahan dalam menyelesaikan soal
matematika.
2.8 Karakteristik Materi Matriks
Matriks merupakan salah satu materi pelajaran matematika semester ganjil yang
wajib dipelajari oleh siswa ditingkat menengah atas. Dalam kurikulum 2013, materi
matriks dipelajari pada setiap jenjang kelas X, XI, dan XII siswa SMA maupun SMK.
Matriks didefinisikan sebagai suatu himpunan angka, variabel atau parameter dalam
bentuk suatu persegi panjang yang tersusun didalam baris dan kolom (Pudjiastuti,
2006:1). Pada kelas XI materi matriks membahas tentang operasi pada matriks,
determinan matriks dan invers matriks. Matriks juga sama seperti variabel biasa,
matriks dapat dikalikan, dijumlahkan, dikurangkan, serta didekomposisikan.
Menggunakan representasi matriks, perhitungan dapat dilakukan dengan lebih
terstruktur.
Pudjiastuti (2006:7) menjelaskan bahwa dalam operasi matriks, dua buah
matriks dapat dijumlahkan atau dikurangkan jika dan hanya jika kedua matriks tersebut
berordo sama. Pada proses penjumlahan atau pengurangan ini yang dijumlahkan atau
dikurangkan adalah elemen-elemen dari matriks yang bersesuaian. Sedangkan pada
perkalian matriks, dua buah matriks dapat dikalikan jika dan hanya jika jumlah kolom
pada matriks pertama sama dengan jumlah baris pada matriks kedua (Pudjiastuti,
2006:11). Hasil perkalian dua matriks didapat dengan cara menjumlahkan dari hasil
setiap perkalian elemen baris matriks pertama dengan elemen kolom matriks kedua.
34
Pada materi matriks kelas XI lebih banyak membahas mengenai determinan dan
invers matriks. Pudjiastuti (2006:16-17) menjelaskan bahwa determinan adalah suatu
skalar (angka) yang diturunkan dari suatu matriks bujur sangkar melalui operasi
khusus. Jadi dapat dikatakan bahwa matriks yang memiliki determinan hanya matriks
persegi. Matriks persegi berordo m x m dapat disebut juga matriks berordo m.
Determinan suatu matriks A dapat dinyatakan dengan det (A) atau |𝐴|. Dalam
pembelajaran determinan matriks pada kelas XI biasanya hanya sebatas nilai
determinan matriks berordo dua dan ordo tiga. Misalkan diketahui matriks A = (𝑎 𝑏𝑐 𝑑
).
Determinan A didefinisikan sebagai berikut.
Det (A) = |𝑎 𝑏𝑐 𝑑
| = ad – bc
Determinan matriks berordo tiga dapat dihitung dengan berbagai cara. Salah satunya
adalah dengan aturan Sarrus. Langkah-langkah menentukan determinan matriks
berordo 3 dengan aturan Sarrus adalah sebagai berikut.
Det (A)=|𝐴| = |𝑎11 𝑎12 𝑎13𝑎21 𝑎22 𝑎23𝑎31 𝑎32 𝑎33
|𝑎11 𝑎12𝑎21 𝑎22𝑎31 𝑎32
Det (A)=|𝐴| = [(a11)( a22)( a33) + (a12)(a23)(a31) + (a13)(a21)(a32)] – [(a13)(a22)(a31)+
(a11)(a23)(a32) + (a12)(a21)(a33)]
Hal yang perlu diingat bahwa, suatu matriks yang mempunyai determinan
disebut dengan matriks singular. Sedangkan matriks yang tidak mempunyai
determinan (determinan = 0) disebut matriks non singular (Pudjiastuti, 2006:16).
Setelah pembahasan mengenai determinan, materi matriks akan dilanjutkan dengan
invers matriks. Pudjiastuti (2006:27) menerangkan invers matriks disebut juga dengan
35
matriks kebalikan. Jika A adalah suatu matriks bujur sangkar maka 1
𝐴 = A-1 merupakan
invers matriksnya, sehingga AA-1 = I. Jika berbicara mengenai invers, maka akan
dibahas juga tentang minor, kofaktor dan adjoin.
Minor adalah determinan dari matriks baru yang diperoleh dengan jalan
menghilangkan baris dan kolom dimana elemen yang diambil minornya itu berada.
Kofaktor adalah minor yang sudah diperhitungkan tandan plus/minusnya. Sedangkan
adjoin suatu matriks adalah transpose dari matriks kofaktornya.
Misalkan A adalah matriks persegi. Invers dari matriks A didefinisikan sebagai
berikut.
A-1 = 1
det(𝐴) adj (A) dengan det (A) ≠ 0.
Diketahui A = (𝑎 𝑏𝑐 𝑑
). Invers matriks A adalah.
A-1 = 1
det(𝐴) adj (A) =
1
𝑎𝑑−𝑏𝑐= (
𝑑 −𝑏−𝑐 𝑎
) dengan det (A) = ad-bc ≠ 0.
Penjelasan di atas merupakan contoh langkah penyelesaian dari invers matriks
berordo 2. Sedangkan langkah-langkah untuk mencari invers matriks berordo 3
(Pudjiastuti, 2006:29) dapat dilakukan dengan cara:
1. Matriksnya diketahui (misalnya A)
2. Matriks A dibuat matriks kofaktor
3. Transpose matriks kofaktor (Adjoin A)
4. Hitung determinan matriks A
5. Diperoleh invers matriks A dengan rumus:
A-1 = 1
det(𝐴) adj (A)
Untuk mengecek gunakan AA-1 = I
Materi matriks dapat dikatakan cukup mudah, namun diperlukan kesabaran dan
ketelitian dalam melakukan penyelesaian dan perhitungan pada matriks. Jika salah
36
pada satu unsur saja maka akan mengakibatkan kesalahan pada komponen yang
lainnya. Ini akan menuntut kita untuk melakukan pekerjaan ulang. Berikut akan
diberikan contoh sederhana penyelesaian soal matriks dan kemungkinan kesalahan
yang mungkin terjadi selama proses penyelesaian yang akan disajikan pada tabel 2.4.
Tabel 2.4 Contoh Soal Matriks dan Jenis Kesalahan Soal dan Pembahasan Contoh kesalahan
Soal
1. Tentukan invers dari matriks A berikut:
A = [1 23 4
]
Pembahasan:
Rumus untuk mencari invers dari matriks A = [𝑎 𝑏𝑐 𝑑
] adalah:
A-1 = 1
det (𝐴) adj(A), dimana
det (A) = a.d – b.c
adj(A)=[𝑑 −𝑏
−𝑐 𝑎]
1. Kesalahan membaca
Salah dalam membaca
informasi soal
2. Kesalahan memahami
Salah dalam
memahami informasi
soal, tidak mengetahui
apa yang diketahui dan
apa yang ditanya
3. Kesalahan transformasi
Tidak dapat
menentukan rumus
Langkah pertama tentukan determinan dari matriks A,
Jika det (A) ≠ 0, maka A memiliki invers,
Jika det (A) = 0, maka A tidak memiliki invers
Karena det (A) = (1.4) – (2.3) = - 2, maka matriks A memiliki
invers.
Langkah selanjutnya adalah tentukan matriks adjoint dari
matriks A = [1 23 4
] , yaitu:
adj(A) =[4 −2
−3 1]
setelah didapat det(A) dan adj(A) maka:
A-1 = 1
det (𝐴) adj(A)
= 1
−2 [
4 −2−3 1
]
= [−2 1
3
2
−1
2
]
Jadi, invers dari matriks A adalah A-1 = [−2 1
3
2
−1
2
]
untuk mencari invers
matriks A
Tidak dapat
menentukan proses
penyelesaian
4. Kesalahan proses
Tidak dapat melakukan
proses penyelesaian
Salah dalam
melakukan perhitungan
perkalian dan
penjumlahan dalam
determinan matriks
Kesalahan dalam
penulisa notasi dan
kesalahan tanda
5. Kesalahan penulisan
jawaban
Salah dalam
menyimpulkan dan
menuliskan jawaban.
Materi matriks dirasa cocok dan sesuai untuk digunakan dalam melihat jenis
kesalahan siswa karena memiliki langkah-langkah penyelesaian yang sesuai dengan
37
proses pemecahan masalah. Soal tersebut juga akan disesuaikan dengan kompetensi
dasar matematika yang ada pada kelas XI.
2.9 Kerangka Konseptual
Dalam penelitian ini, secara garis besar kerangka konseptual mengikuti diagram
seperti pada gambar 2.1.
Gambar 2.1 Diagram Kerangka Konseptual
Siswa dengan kepribadian compliance
Siswa dengan kepribadian compliance menyelesaikan soal
matematika
Menganalisis jenis kesalahan siswa
1. Kesalahan Membaca
2. Kesalahan Memahami
3. Kesalahan Transformasi
4. Kesalahan keterampilan proses
5. Kesalahan Penulisan jawaban
Lembar penyelesaian soal matematika siswa tipe
kepribadian compliance
Kesimpulan
Ket: : Kegiatan : Hasil : Proses
Melakukan tes Profile DISC untuk menentukan kepribadian siswa
Mendeskripsikan jenis kesalahan siswa tipe kepribadian compliance
dalam menyelesaikan soal matematika dan faktor penyebab kesalahan