Post on 04-Apr-2019
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
1. Ketuban Pecah Dini (KPD)
a. Pengertian
Ketuban pecah dini merupakan pecahnya selaput ketuban
sebelum proses persalinan atau sebelum ada tanda-tanda
persalinan (Prawirohardjo, 2009; hal:677). Definisi lain
menyebutkan KPD sebagai pecahnya ketuban sebelum terdapat
tanda persalinan mulai dan ditunggu satu jam belum terjadi in-
partu (Manuaba, 2008). Ketuban pecah dini juga disebutkan
sebagai pecahnya ketuban sebelum pembukaan < 4 cm (fase
laten), KPD dapat terjadi pada akhir kehamilan atau jauh sebelum
waktu melahirkan (Nugroho, 2012; hal:150).
Persalinan merupakan terjadinya kontraksi uterus, dengan
peningkatan frekuensi, durasi dan intensitas, serta menyebabkan
perubahan serviks. Pembukaan serviks dikaji pada ostium
internal. Hasilnya secara subjektif dinyatakan dalam sentimeter,
dan 10cm diartikan sebagai pembukaan lengkap. Wanita sehat
dengan pembukaan serviks kurang dari 4 cm biasanya belum
pernah mendaftar ke tempat persalinan untuk diobservasi.
Beberapa pengecualian untuk peraturan ini adalah jika terdapat
riwayat persalinan cepat, persalinan lama dan ibu keletihan,
indikasi maternal, seperti diabetes, indikasi janin, seperti skor
Hubungan Ketuban Pecah..., Anisatun Khafidoh, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
9
biofisik rendah atau cairan amnion berkurang, kehamilan kembar,
dan di beberapa institusi, pecah ketuban.
Rata-rata serviks menonjol ke vagina 4 cm. Penipisan dapat
dinyatakan dalam presentase (100 persen berarti setipis kertas)
atau dalam sentimeter. Jika penipisan dinyatakan dalam
sentimeter, harus diingat bahwa panjang serviks internal dapat
jauh lebih panjang daripada bagian eksternal yang dapat
dipalpasi.
Pada ketuban pecah dini selaput ketuban merupakan selaput
yang membatasi rongga amnion, sebagai penghasil cairan
ketuban serta melindungi janin terhadap infeksi. Pecahnya selaput
ketuban secara normal terjadi pada proses persalinan.
Kejadian KPD pada usia kehamilan sebelum 37 minggu
disebut KPD pada kehamilan preterm (Prawihardjo, 2009; hal:677-
678). Sedangkan KPD memanjang terjadi lebih dari 12 jam
sebelum waktunya melahirkan (Nugroho, 2012; hal:150). Ada
beberapa batasan tentang KPD yaitu 2 atau 4 atau 6 jam sebelum
inpartu, KPD terjadi sebelum pembukaan servik 3 cm atau 5 cm,
KPD pada prinsipnya yaitu ketuban yang pecah sebelum
waktunya (Norma, 2013; hal:247).
KPD terjadi pada 1% kehamilan jauh sebelum mendekati
persalinan, sedangkan pada kehamilan aterm terjadi 8-10%
(Prawirohardjo, 2009; hal:677). Kejadian KPD berdasarkan hasil
penelitian Susilowati yang dilakukan di daerah Semarang
ditemukan kasus ketuban pecah dini pada ibu bersalin sebanyak
Hubungan Ketuban Pecah..., Anisatun Khafidoh, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
10
9,078% dari 1.421 total persalinan. Berbeda dengan daerah
Kabupaten Tegal, kejadian ketuban pecah dini merupakan
masalah morbiditas ibu bersalin terbesar dimana terdapat 19,46%
dari seluruh kasus persalinan patologis dengan angka sebanyak
1.235 kasus (Fatkhiyah, 2008).
b. Etiologi
Beberapa sumber menyatakan penyebab KPD belum dapat
diketahui secara pasti, namun terdapat beberapa faktor
predisposisi yang mengakibatkan terjadinya KPD (Norma, 2013;
hal:247-248) yaitu sebagai berikut:
1) Infeksi: Infeksi yang terjadi langsung pada selaput ketuban dari
vagina atau infeksi pada cairan ketuban yang mengakibatkan
KPD.
2) Servik yang inkompetensia, dimana terdapat kanalis serikalis
yang selalu terbuka, yang terjadi akibat trauma persalinan atau
curetage.
3) Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara
berlebihan misalnya trauma, hidramnion, gamelli.
4) Trauma dari hubungan seksual, pemeriksaan dalam, maupun
amniosintesis menyebabkan terjadinya KPD karena biasanya
disertai infeksi.
5) Kelainan letak, misalnya sungsang, sehingga tidak terdapat
bagian terendah yang menutupi pintu atas panggul yang dapat
menghalangi tekanan terhadap membran bagian bawah.
6) Keadaan sosial ekonomi.
Hubungan Ketuban Pecah..., Anisatun Khafidoh, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
11
7) Faktor lain:
a) Faktor golongan darah yang diakibatkan oleh golongan
darah ibu dan janin yang tidak sesuai dapat menimbulkan
kelemahan bawaan termasuk kelemahan jaringan kulit
ketuban.
b) Faktor disproporsi antar kepala janin dan panggul ibu.
c) Faktor multi graviditas, merokok dan perdarahan
antepartum.
d) Defisiensi gizi dari tembaga atau asam askorbat (Vitamin C).
8) Riwayat kelahiran prematur
9) Merokok
10) Perdarahan antepartum
11) Inkompetensi servik (leher rahim)
12) Polihidramnion (cairan ketuban berlebih)
13) Riwayat KPD sebelumnya
14) Kelainan atau kerusakan selaput ketuban
15) Kehamilan kembar
16) Servik (leher rahim) yang pendek (<25mm) pada usia
kehamilan 23 minggu.
17) Infeksi pada kehamilan seperti bakterial vaginosis.
c. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala saat terdapat ketuban pecah dini yaitu
sebagai berikut:
1) Keluar air ketuban berwarna putih keruh, jernih, kuning, hijau,
atau kecoklatan sedikit-sedikit atau sekaligus banyak.
Hubungan Ketuban Pecah..., Anisatun Khafidoh, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
12
2) Dapat disertai demam apabila sudah terdapat infeksi.
3) Janin mudah diraba, pada pemeriksaan dalam selaput
ketuban tidak ada, air ketuban sudah kering.
4) Pada pemeriksaan inspekulo tampak selaput ketuban tidak
ada dan air ketuban sudah kering atau tampak air ketuban
mengalir (Sukarni, 2013; hal: 242).
5) Keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina dengan
bau manis dan tidak seperti bau amoniak.
6) Bercak vagina yang banyak
7) Nyeri perut
8) Denyut jantung janin bertambah cepat yang merupakan
tanda-tanda infeksi yang terjadi (Norma, 2013; hal:247-248)
d. Diagnosis
Penegakkan diagnosis KPD secara tepat sangat penting, hal
tersebut dilakukan untuk mengurangi risiko infeksi yang akan
mengancam kehidupan janin. Diagnosis KPD ditegakkan dengan
cara:
1) Anamnesa
Menanyakan riwayat adanya pengeluaran cairan ketuban,
jumlah cairan yang hilang atau jika terdapat pengeluaran
cairan yang banyak secara tiba-tiba dari jalan lahir atau
mengepyok. Bau serta warna cairan yang keluar, saat terdapat
pengeluaran cairan tersebut terdapat kenceng-kenceng (his)
atau tidak, serta pengeluaran lendir darah (Varney, 2010).
2) Inspeksi
Hubungan Ketuban Pecah..., Anisatun Khafidoh, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
13
Terdapat pengeluaran cairan ketuban dari vagina yang
tampak oleh mata, apabila ketuban baru pecah dan jumlah air
ketuban masih banyak maka pemeriksaan ini akan lebih jelas
(Norma, 2013; hal:249-250).
3) Palpasi
Palpasi abdomen dilakukan untuk memastikan volume
cairan amnion. Apabila ketuban benar-benar pecah maka saat
palpasi abdomen kadang-kadang dapat mendeteksi
berkurangnya cairan karena terdapat peningkatan molase
uterus serta dinding abdomen disekeliling janin dan penurunan
ballotement (Kriebs, 2010; hal:399).
4) Pemeriksaan dengan spekulum steril
a) Inspeksi genitalia eksternal untuk melihat adanya cairan.
b) Melihat cairan yang mengalir dari ostium serviks.
c) Melihat adanya genangan cairan amnion.
d) Minta pasien untuk mengejan, tekan fundus dengan lembut
atau angkat bagian presentasi per abdomen sehingga
cairan bisa mengalir.
e) Mengobservasi cairan untuk mengetahui adanya lanugo
atau vernik kaseosa.
f) Melihat serviks untuk mengetahui adanya prolaps tali pusat
atau ekstremitas janin (Kriebs, 2010; hal:399).
g) Melihat serviks untuk memperkirakan pembukaan jika
pemeriksaan dalam tidak dilakukan. Mengenai
pemeriksaan dalam vagina dengan toucher perlu
Hubungan Ketuban Pecah..., Anisatun Khafidoh, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
14
dipertimbangkan, apabila kehamilan masih kurang bulan
yang belum dalam persalinan maka tidak perlu diadakan
pemeriksaan dalam, karena jari pemeriksa akan
mengakumulasisegmen bawah rahim dengan flora normal
vagina. Mikroorganisme tersebut dapat dengan cepat
menjadi patogen. Pemeriksaan dalam vagina hanya
dilakukan pada KPD yang sudah dalam persalinan atau
yang dilakukan induksi persalinan dan dibatasi sedikit
mungkin (Norma, 2013; hal:249).
5) Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
(1) Pemeriksaan leukosit darah: > 15.000/uI bila terjadi
infeksi.
(2) Tes lakmus merah berubah menjadi biru.
(3) Amniosintesis
(4) USG: menentukan usia kehamilan, indeks cairan
amnion berkurang (Sukarni, 2013; hal:153-154).
(5) Tes pakis positif, tes pakis lebih reliabel daripada tes
kertas nitrazin karena zat selain cairan amnion memiliki
pH netral (~7,0) yaitu lendir serviks, rabas vagina yang
disebabkan oleh vaginosis bakteri atau trikomonas,
darah, urine, semen dan bedak pada sarung tangan.
(6) Tes nitrazin positif.
(7) Spesimen untuk kultur streptokokus grup B.
(8) Kultur herpes, jika diindikasikan.
Hubungan Ketuban Pecah..., Anisatun Khafidoh, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
15
(9) Semakin cepat dilakukan pemeriksaan setelah ketuban
pecah, semakin mudah menegakkan diagnosis ketuban
pecah. Apabila sudah berlalu lebih dari 6 hingga 12 jam,
banyak observasi diagnostik menjadi tidak reliabel
karena kurangnya cairan.
(10) Observasi cairan yang berasal dari ostium serviks
menunjukkan diagnosis ketuban pecah.
(11) Apabila tidak dilakukan pengamatan langsung terhadap
cairan ostium serviks, riwayat yang menunjukkan
ketuban pecah disertai tes pakis positif mengindikasikan
diagnosis (Kriebs, 2010; hal:400).
e. Mekanisme Ketuban pecah Dini
Ketuban pecah dini terjadi saat ada pembukaan servik
sebelum waktunya (pembukaan prematur servik) serta membran
terkait dengan pembukaan terjadi devaskularisasi dan nekrosis
serta dapat diikuti pecah spontan. Jaringan ikat yang menyangga
membran ketuban semakin berkurang dan melemahkan daya
tahan ketuban. Melemahnya daya tahan ketuban dipercepat
dengan infeksi yang mengeluarkan enzim (enzim proteolitik, enzim
kolagenase) (Manuaba, 2008; hal:112).
Secara umum ketuban pecah dalam persalinan
disebabkan oleh kontraksi uterus dan peregangan yang berulang.
Pada ketuban pecah dini terjadi berkurangnya asam askorbik
sebagai komponen kolagen, serta berkurangnya tembaga dan
Hubungan Ketuban Pecah..., Anisatun Khafidoh, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
16
asam askorbik yang berakibat pertumbuhan struktur abnormal
diantaranya akibat merokok (Prawihardjo, 2009; hal:678).
f. Komplikasi ketuban pecah dini
Komplikasi dari KPD yang peling sering terjadi yaitu
sindrom distress pada janin, hal ini sering terjadi pada KPD
ssebelum usia 37 minggu dan terjadi pada 10-40% bayi baru lahir.
KPD dapat pula menyebabkan korioamnionitis (radang pada
korion dan amnion) serta prolaps tali pusat. Risiko kecacatan dan
kematian janin meningkat pada kasus KPD preterm, insidennya
mencapai 100% (Norma, 2013; hal:250-251). Selain komplikasi
tersebut, KPD dapat menyebabkan komplikasi lain, yaitu:
1) Infeksi intrauterin
2) Tali pusat menumbung
3) Prematuritas
4) Distosia
5) Persalinan pelahiran kurang bulan
6) Oligohidramnion (Kriebs, 2010; hal:398)
Usia kehamilan dapat juga mempengaruhi ketuban pecah dini
yaitu dapat terjadi infeksi maternal ataupun neonatal, persalinan
prematur, hipoksia karena kompresi tali pusat, deformitas janin,
meningkatnya insiden seksio sesarea, atau gagalnya persalinan
normal (Prawihardjo, 2009; hal:678).
g. Penatalaksanaan
Pastikan diagnosis terlebih dahulu kemudian tentukan umur
kehamilan, evaluasi ada tidaknya infeksi matenal ataupun infeksi
Hubungan Ketuban Pecah..., Anisatun Khafidoh, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
17
janin serta apakah dalam keadaan inpartu terdapat gawat janin.
Penanganan ketuban pecah dini dilakukan secara konservatif dan
secara aktif, pada penanganan konsevatif yaitu rawat di rumah
sakit (Prawirohardjo, 2009; hal:679-680)
Masalah berat pada ketuban pecah dini adalah kehamilan
dibawah minggu ke-26 karena mempertahankannya memerlukan
waktu lama. Apabila sudah mencapai berat 2000 gram dapat
dipertimbangkan untuk diinduksi. Apabila terjadi kegagalan dalam
induksi maka akan disertai infeksi yang diikuti histerektomi.
Pemberian kortikosteroid dengan pertimbangan akan menambah
reseptor pematangan paru, menambah pematangan paru janin.
Pemberian betametason 12 mg dengan interval 24 jam, 12 mg
tambahan, maksimum dosis 24 mg, dan masa kerjanya 2-3
hari.pemberian betakortison dapat diulang apabila setelah satu
minggu janin belum lahir. Pemberian tokolitik untuk mengurangi
kontraksi uterus dapat diberikan apabila sudah dapat dipastikan
tidak terjadi infeksi korioamnionitis. Menghindari sepsis dengan
pemberian antibiotik profilaksis (Manuaba, 2008; hal:112-113).
Penatalaksanaan ketuban pecah dini pada ibu dengan hamil
aterm atau preterm dengan atau tanpa komplikasi harus dirujuk ke
rumah sakit. Apabila janin hidup serta terdapat prolaps tali pusat,
pasien dirujuk dengan posisi panggul lebih tinggi dari badannya,
bila mungkin dengan posisi bersujud. Dorong kepala janin keatas
dengan 2 jari agar tali pusat tidak tertekan kepala janin. Tali pusat
di vulva dibungkus kain hangat yang dilapisi plastic. Apabila
Hubungan Ketuban Pecah..., Anisatun Khafidoh, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
18
terdapat demam atau dikhawatirkan terjadi infeksi saat rujukan
atau ketuban pecah lebih dari 6 jam, maka berikan antibiotik
penisilin prokain 1,2 juta UI intramuskular dan ampisilin 1 g
peroral.
Pada kehamilan kurang dari 32 minggu dilakukan tindakan
konservatif, yaitu tirah baring, diberikan sedatif berupa fenobarbital
3 x 30 mg. Berikan antibiotik selama 5 hari dan
glukokortikosteroid, seperti deksametason 3 x 5 mg selama 2 hari.
Berikan pula tokolisis, apabila terjadi infeksi maka akhiri
kehamilan. Pada kehamilan 33-35 minggu, lakukan terapi
konservatif selama 24 jam kemudian induksi persalinan. Pada
kehamilan lebih dari 36 minggu dan ada his maka pimpin meneran
dan apabila tidak ada his maka lakukan induksi persalinan.
Apabila ketuban pecah kurang dari 6 jam dan pembukaan kurang
dari 5 cm atau ketuban pecah lebih dari 6 jam dan pembukaan
lebih dari 5 cm, maka seksio sesarea apabila ketuban pecah
kurang dari 5 jam pembukaan kurang dari 5 cm (Sukarni, 2013;
hal:243). Sedangan untuk penanganan aktif yaitu untuk kehamilan
> 37 minggu induksi dengan oksitosin, apabila gagal lakukan
seksio sesarea. Dapat diberikan misoprostol 25 g - 50 g
intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali (Prawihardjo, 2009;
hal:680)
Hubungan Ketuban Pecah..., Anisatun Khafidoh, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
19
2. Gawat janin dalam persalinan
a. Pengertian
Gawat janin (fetal distress) adalah istilah tertekannya janin
intrauterin oleh berbagai sebab terutama kekurangan nutrisi dan
oksigen secara maksimal sertya terjadi perubahan metabolisme
dengan sumber energi utama glukosa yang akhirnya tanpa sisa
dan langsung menjadi air dan karbondioksida (Manuaba, 2008;
hal:188). Gawat janin dalam persalinan merupakan keadaan janin
yang denyut jantungnya kurang dari 100 kali per menit atau lebih
dari 140 kali permenit dan air ketuban hijau kental (Nugroho,
2012; hal:177).
Keadaan gawat janin biasanya menandakan kekhawatiran
obstetris tentang keadaan janin yang kemudian berakhir dengan
seksio sesarea atau persalinan buatan lainnya (Prawirohardjo,
2009; hal:620).Definisi lain menyebutkan bahwa kondisi gawat
janin dapat ditetapkan dengan melakukan pemeriksaan denyut
jantung janin (DJJ). DJJ normal antara 120 dan 160 kali permenit
(Manuaba, 2010; hal:105).
b. Sistem peredaran darah dan pernapasan janin
Persediaan Fe dalam hati, limpa, dan sumsum tulang ibu
sangat diperlukan untuk pembentukan darah janin. Sel darah janin
dibentuk oleh kaantong yolc sak di permulaan dalam bentuk
megaloblas. Selanjutnya darah janin dibentuk oleh hati dan
sumsum tulang dalam bentuk megalosit dan makrosit. Normosit
Hubungan Ketuban Pecah..., Anisatun Khafidoh, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
20
dibuat setelah aktivitas tulang sempurna. Menjelang persalinan,
janin membuat adult hemoglobin (A) sebagai persiapan kelahiran.
Bentuk gerakan pernapasan inrauterin janin terdapat pada
gerakan dinding dada, tetapi air ketuban tidak masuk ke dalam
paru-paru. Gerakan pernapasan dikendalikan oleh saturasi O₂ dan
bukan oleh CO₂. Bila saturasi O₂ menurun maka saturasi CO₂
akan berfungsi untuk mengendalikan gerak pernapasan. Pada
persalinan paru-paru berkembang sendiri karena rangsangan
mekanis saat membersihkan jalan napas dan terdapat lesitin dan
spingomielin yang memberikan peluang berkembangnya paru-
paru.
Peredaran darah janin berlangsung selama kehidupan
intrauterin,plasenta memegang peran sangat penting. Kegagalan
plasenta dapat menimbulkan penyulit dalam pertumbuhan dan
perkembangan janin. Selain plasenta, pengaruh cairan ketuban
juga berperan penting karena mempengaruhi sistem transportasi
O₂ dari plasenta ke janin (Manuaba, 2008; hal:104-106).
c. Etiologi
Gawat janin merupakan kondisi dimana janin berisiko yang
disebabkan oleh:
1) Kekurangan oksigen
2) Pecahnya ketuban sebelum persalinan atau sebelum kepala
janin masuk ke jalan lahir, serta dapat menyebabkan infeksi
dan membuat tali pusat terjepit. Terjepitnya tali pusat dapat
Hubungan Ketuban Pecah..., Anisatun Khafidoh, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
21
mengakibatkan aliran makanan dan oksigen ke janin
terganggu (Indiarti, 2007; hal:30).
3) Partus lama
4) Infus oksitosin
5) Perdarahan antepartum
6) Infeksi
7) Insufiensi plasenta yang menyebabkan gangguan aliran nutrisi
ke janin, gangguan aliran oksigen ke janin, dan terdapat
timbunan karbondioksida dalam darah janin
8) Ibu diabetes
9) Kehamilan pre dan posterm
10) Prolapsus tali pusat (Nugroho, 2012; hal:177)
d. Komplikasi gawat janin
Perubahan denyut jantung janin dari normal antara 120-140
mengalami gangguan. Awalnya gangguan semakin meningkat dan
akhirnya diikuti makin lambat sampai dengan kematian
ingrauterin. Pada letak kepala janin akan mengeluarkan
mekoneum sehingga air ketubanya berwarna mekoneum
(Manuaba, 2008; hal:188).
e. Monitoring janin dalam persalinan
Beberapa metode digunakan untuk memonitor denyut jantung
janin. Tujuan utamanya yaitu untuk mempelajari frekuensi dan
irama denyut jantung janin (DJJ). Sebelum dalam persalinan DJJ
hanya sedikit memberi informasi mengenai kesehatan janin.
Tetapi reaksi DJJ terhadap kontraksi uterus penting untuk
Hubungan Ketuban Pecah..., Anisatun Khafidoh, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
22
membuat diagnosis dan membedakan macam-macam dan
beratnya gawat janin.
Auskultasi menggunakan stetoskop jain merupakan cara
tertua serta paling banyak dilakukan. Monitoring terus menerus
digunakan dengan atau tanpa sistem pencatat yang tetapi dengan
mikrofon yang dililitkan pada perut ibu. Monitoring juga dapat
dilakukan dengan ultrasonografi menggunakan efek doppler
maupun dengan elektrokardiografi dengan lempengan yang
ditempatkan pada perut ibu atau penjepit unipolar dipasang pada
kepala atau bokong janin melalui cervix.
Bradikardia dan hipoksia merupakan reaksi dari stress
terhadap DJJ. Keadaan tersebut dibagi menjadi tiga macam, yaitu:
1) Deselerasi awal (penukikan tipe I)
a) Bradikardi timbul bersama permulaan kontraksi dan DJJ
kembali normal ketika kontraksi selesai.
b) Umumnya didapatkan pada kala I akhir dan kala II.
c) Sebab fetal distress salah satunya dimungkinkan karena
kompresi kepala janin.
d) Hal tersebut tidak termasuk bahaya. Nilai apgar normal dan
tidak ada asidosis pada janin.
2) Deselerasi akhir (penukikan tipe II)
a) Bradikardia timbul terlambat selama kontraksi dan menetap
untuk 30 sampai 60 detik setelah kontraksi selesai.
b) Penyebab inti dari deselerasi akhir ini adalah hipoksia.
Dengan mekanisme sebagai berikut: adanya kontraksi
Hubungan Ketuban Pecah..., Anisatun Khafidoh, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
23
uterus yang menyebabkan aliran darah intervillous
berkurang sehingga terjadi insufisiensi unteroplasenter dan
oksigenasi janin berkurang (hipoksia atau anoksia) maka
terjadilah bradikardia.
3) Deselerasi berubah-ubah: tanpa pola
a) DJJ turun sampai 100 atau kurang yang terjadi secara tiba-
tiba.
b) Diperkirakan terjadi akibat penekanan tali pusat yang
menyebabkan aktivitas vasovagal.
c) Pemberian oksigen kepada ibu tidak ada pengaruhnya.
d) DJJ dapat dirubah dengan perubahan posisi ibu, gerakan
anak secara spontan atau dengan manipulasi dan
pemberian atropin.
e) Apabila bradikardia hanya sebentar janin dilahirkan dalam
keadaan baik dengan nilai apgar normal tanpa asidosis.
f) Oleh karena perubahan secara mendadak keadaan ini
darurat dan seringkali dilakukan sectio caesarea yang
sebetulnya tidak perlu (Oxorn, 2010; hal:505-506).
4) Auskultasi interminen
Auskultasi interminen dijelaskan sebagai berikut:
a) DJJ, irama serta intensitasnya harus diperiksasetiap 2 jam
selama kala I asal ketuban masih intak (utuh), dan bila
telah pecah harus dilakukan setiap setengah jam.
Hubungan Ketuban Pecah..., Anisatun Khafidoh, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
24
b) Auskultasi harus dilakukan setelah selesai suatu kontraksi
untuk memberi kesempatan pada jantung berubah ke
denyut jantung normal.
f. Pengelolaan gawat janin
Kadaan janin dipantau melalui denyut jantung janin (DJJ)
dengan cara sebagain berikut:
1) Kasus risiko rendah dengan auskultasi teratur DJJ selama
persalinan yaitu setiap15 menit selama kala I, setiap setelah
his pada kala II kemudian hitung selama satu menit apabila his
telah selesai.
2) Kasus risiko tinggi dengan pemantauan DJJ elektronik secara
berkesinambungan serta disediakan sarana untuk
pemeriksaan pH darah janin.
3) Pemantauan denyut jantung janin (DJJ) yang teratur selama
persalinan dilakukan setiap 15 menit pada kala I dan setiap
setelah kontraksi pada kala II. Denyutnya harus dihitung
selama 1 menit, dimulai pada saat terjadi kontraksi sehingga
dapat mendeteksi deselerasi.
4) Apabila ditemukan tanda-tanda gawat janin, maka pasien
diminta miring sebelah kiri, beri O₂ dengan menggunakan
masker, hentikan pemberian oksitosin, dan beri tokolitik
apabila terjadi hiperstimulasi. Tindakan tersebut disebut
resusitasi intrauterin. Dilakukan selama 20 menit dan
kemudian nilai keberhasilan tindakan tersebut.
Hubungan Ketuban Pecah..., Anisatun Khafidoh, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
25
5) Kasus dengan pewarnaan mekonium dalam cairan amnion
ditindak lanjuti dengan pencatatan DJJ secara
berkesinambungan diteruskan, hindari hiperstimulasi uterus
karena akan mempercepat hipoksia janin dan mengurangi
risiko seksio sesarea gawat janin, asidemia janin dan
sindroma aspirasi mekoneum dengan amnioinfusion.
6) Untuk memperbaiki aliran darah ke umbilikus yaitu dengan
merubah posisi ibu, berikan oksigen pada ibu dengan
kecepatan 6-8 l/menit (Prawirohardjo, 2009; hal:622-624).
3. Hubungan KPD dengan gawat janin dalam persalinan
Secara luas istilah gawat janin telah banyak dipergunakan, tapi
definisi istilah ini sangat terbatas. Istilah gawat janin biasanya
menandakan kekhawatiran obstetris tentang keadaan janin, yang
kemudian berakhir dengan seksio sesarea atau persalinan buatan
lainnya. Keadaan janin dinilai dengan menghitung denyut jantung
janin (DJJ) dan memeriksa kemungkinan terdapat mekonium didalam
cairan amnion. Sering dianggap sebagai DJJ yang tidak normal,
terutama bila ditemukan mekonium, menandakan hipoksia dan
asidosis (Prawirohardjo, 2009; hal:620).
Pecahnya ketuban sebelum waktunya dapat mengakibatkan
oligohidramnion yang menekan tali pusat hingga terjadi asfiksia atau
hipoksia. Terdapat pula hubungan antara terjadinya gawat janin dan
derajat oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban maka semakin
gawat janin (Prawirohardjo, 2009; hal:678). Takikardi pada janin
dapat disebabkan bukan hanya oleh hipoksia dan asidosis, tetapi
Hubungan Ketuban Pecah..., Anisatun Khafidoh, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
26
juga oleh hipertermia, sekunder dari infeksi intrauterin. Keadaan
tersebut biasanya tidak berhubungan dengan hipoksia janini atau
asidosis. Sebaliknya bila DJJ normal, adanya mekoneum dalam
cairan amnion tidak berkaitan dengan meningkatnya insidensi
asidosis janin.
Sebagai kepentingan klinik perlu ditetapkan kriteria apa yang
dimaksud dengan gawat janin. Disebut gawat janin bila ditemukan
denyut jantung janin diatas 160/menit atau dibawah 100/menit,
denyut jantung janin tidak teratur, atau keluarnya mekoneum yang
kental pada awal persalinan (Prawihardjo, 2009; hal:621).
Ketuban pecah dini merupakan komplikasi yang mempunyai
kontribusi besar kepada angka kematian perinatal terutama pada bayi
yang kurang bulan. Sementara pengelolaan KPD pada kehamilan
kurang dari 34 minggu (preterm) sangat komplek, bertujuan untuk
menghilangkan kemungkinan terjadinya prematuritas dan RDS
(respiration dystress syndrome) (Nugroho, 2009; hal:150).
4. Kewenangan bidan
Penanganan kasus ketuban pecah dini yang termasuk dalam
kewenangan bidan yaitu :
a. Memberikan inform consent pada pasien dan keluarga setelah
dilakukan beberapa rangkaian pemeriksaan objectif pada pasien.
b. Melakukan penatalaksanaan awal terhadap kasus ketuban pecah
dini dengan pemberian cairan uterotonika dan pemantauan denyut
jantung janin.
Hubungan Ketuban Pecah..., Anisatun Khafidoh, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
27
c. Melakukan rujukan ke fasilitas pelayanan yang lebih memadai jika
pasien berada di bidan praktek mandiri atau melakukan konsultasi
dan kolaborasi dengan dokter spesialis untuk diberikan antibiotik
profilaksis dan dilakukan induksi persalinan di Puskesmas atau
Rumah Sakit (Maryunani A, 2013; h:216-217)
Penanganan kasus gawat janin yang termasuk dalam
kewenangan bidan menurut Sarwono (2010), pemantauan dasar
janin salah satunya yaitu auskultasi DJJ yang teratur selama
persalinan, hendaknya dilakukan setiap 15 menit dan setelah setiap
kontraksi pada kala II. Apabila ditemukan gawat janin, maka
dilakukan tindakan resusitasi intrauterin yaitu penderita dimiringkan
ke sebelah kiri, beri oksigen dengan masker dan hentikan pemberian
oksitosin serta hidari hiperstimulasi. Hal ini dilakukan selama 20
menit kemudian evaluasi tindakan. Gawat janin yang tidak teratasi
merupakan kekhawatiran obstetris yang perlu dilakukan tindakan
persalinan dengan seksio sesarea.
B. Kerangka Teori
Kerangka teori adalah penjabaran dari tinjauan teori serta disusun
untuk memecahkan masalah penelitian(Notoatmodjo, 2010).Ketuban
pecah dini belum dapat dipastikan penyebabnya, namun terdapat
beberapa faktor predisposisi yang mengakibatkan terjadinya KPD yaitu
dari faktor maternal yang meliputi infeksi bakterial vaginosis, servik
inkompeten, trauma hubungan seksual, faktor golongan darah, riwayat
KPD sebelumnya, defisiensi gizi, multigraviditas dan perdarahan
antepartum. Faktor cairan ketuban yaitu tekanan intrauterin yang
Hubungan Ketuban Pecah..., Anisatun Khafidoh, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
28
meninngi serta polihidramnion, kemudian faktor janin yaitu gamelli dan
kelainan letak serta faktor lain dari keadaan sosial ekonomi dan merokok
yang kemudian mengakibatkan KPD (Norma, 2013).
KPD dapat menimbulkan beberapa komplikasi yaitu prematuritas dan
persalinan kurang bulan (Varney, 2010). KPD juga dapat menimbulkan
infeksi intrauterin, oligohidramnion dengan berkurangnya cairan ketuban
yang menjadikan tekanan langsung tali pusat dan isolasi retroplasenter
sirkulasi kemudian terjadi baroreseptor (terangsang karena perubahan
tekanan darah) dan kemoreseptor (terangsang karena PO₂ dan
perubahan pH darah), sehingga menyebabkan gangguan keseimbangan
saraf otonom janin pada saraf parasimpatis yaitu mengalami bradikari dan
pengeluaran mekoneum yang terjadi akibat peristaltik usus dan sfingter
ani terbuka.
Gangguan lain adalah pada saraf simpatis yaitu janin mengalami
takikardi yang mengubah distribusi aliran darah sehingga transportasiO₂
melewati plasenta akan terhambat serta berkurang yang kemudian
menjadikan kondisi gawat Janin dalam persalinan dan pada tahap akhir
janin mengalami perubahan denyut jantung, henti jantung dan diikuti
kematian (Manuaba, 2008). Berdasarkan perjalanan hubungan ketuban
pecah dini (KPD) dengan gawat janin dalam persalinan diatas, maka
dapat digambarkan dalam gambar 2.1 kerangka teori sebagai berikut:
Hubungan Ketuban Pecah..., Anisatun Khafidoh, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
29
Gambar 2.1 Kerangka Teori
(Kriebs, 2010, Norma, 2013, Manuaba, 2008)
Faktor maternal:
- Infeksi bakterial vaginosis
- Servik inkompetensia
- Trauma dari hubungan seksual
- Faktor golongan darah
- Riwayat KPD sebelumnya
- Defisiensi gizi dari tembaga atau asam askorbat (Vitamin C)
- Multi graviditas - Perdarahan
antepartum
Faktorcairan ketuban:
- Tekanan
intrauterin
yang meninggi
- polihidramnion
Faktor janin:
- Gamelli
- Kelainan letak
Faktor lain:
- Merokok
- Faktor
sosial
ekonomi
KETUBAN PECAH
DINI
(KPD)
- Infeksi intrauterin
- Oligohidramnion
- Tali pusat menumbung
- Prematuritas - Persalinan
kurang bulan
GAWAT JANIN
Hubungan Ketuban Pecah..., Anisatun Khafidoh, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014