Post on 05-Nov-2021
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Tinjauan Pustaka
1. Pengertian PEB
PEB ( Pemberitahuan Ekspor Barang ) adalah dokumen pabean yang di gunakan
untuk pemberitahuan pelaksanaan ekspor barang oleh eksportir atau kuasanya kepada
kantor Bea dan Cukai. PEB di buat dengan mengunakan software PEB secara online
dan di beritahukan secara PDE ( Pertukaran Data Elektronik ).Semua barang yang
akan di ekspor wajib di beritahukan kepada kantor bea dan cukai menggunakan PEB
untuk mendapatan ijin balasan berupa NPE ( Nota Pelayanan Ekspor ), selanjutnya
NPE itulah yang di gunakan surat jalan untuk memasukan barang ke kawasan pabean
dan untuk PEB yang mengunakan fasilitas KITE keluarlah balasan berupa PPB (
pemberitahuan pemeriksaan Barang) untuk mengetahui pemeriksa yang akan
memeriksa barang di gudaang pabrik secara langsung.
Pemberitahuan Ekspor Barang ( PEB ) adalah dokumen barang yang di gunakan
untuk pemberitahuan pelaksanaan ekspor barang yang isinya antara lain jenis barang
ekspor (umum, terkena pajak ekspor, mendapat fasilitas pembebasan dan
pengembalian bea masuk, dan barang ekspor lainya), identitas eksportir, nama
importir, NPWP, izin khusus (SIE, karantina, SM, no. HS, berat barang, negara
tujuan, provinsi asal barang, cara penyerahan barang (FOB, CIF, dll) merek dan
nomer kemasan dll. ( Supriyanto, 2005)
Di setiap negara memiliki aturan dan tatacara yang berbeda dalam melakukan
ekspor, dan di Indonesia untuk melakukan ekspor menurut PERATURAN
DIREKTUR JENDRAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER-18/BC/2012 YANG
MENGATUR TENTANG ATAS PERATURAN DIREKTORAT JENDRAL BEA
DAN CUKAI NOMOR P-41/BC/2008 TENTANG PEMBERITAHUAN EKSPOR
yang berbunyi:
a. Bahwa dalam rangka mendukung kebijakan Bank Indonesia yang mewajibkan
eksportir menyampaikan informasi yang tercantum dalam Pemberitahuan Ekspor
Barang terkait dengan devisa hasil ekspor kepada Bank Devisa perlu di
tambahkan elemen Bank Devisa Hasil Ekspor dalam Pemberitahuan Ekspor
Barang
b. Bahwa dalam rangka meningkatkan pelayanan dan pengawasan ekspor melalui
perbatasan darat dan ekspor melalui perusahaan jasa titipan di perlu di lakukan
penyempurnaan atas bentuk format dan tata cara pengisian Pemberitahuan Ekspor
Barang,
c. Berdasarkan pertimbangan sebagaimana di maksud pada huruf a dan huruf b,
perlu menetapkan peraturan Direktorat Jendral Bea dan Cukai tentang Perubahan
Kedua Atas Peraturan Direktorat Jendral Bea dan Cukai tentang Pemberitahuan
Ekspor Barang.
2. Fasilitas KITE
Fasilitas KITE adalah salah satu fasilitas dari Departemen Keuangan/Ditjen Bea
Cukai untuk meningkatkan ekpor Non Migas. Definisi sesuai peraturan: Kemudahan
Impor Tujuan Ekspor (KITE) adalah pemberian pembebasan dan/atau pengembalian
Bea Masuk (BM) dan/atau Cukai serta PPN dan PPnBM tidak dipungut atas impor
barang dan/atau bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain yang
hasilnya terutama untuk tujuan ekspor.
a. Jenis fasilitas KITE
1) PEMBEBASAN. Barang dan/atau bahan asal impor untuk diolah, dirakit, atau
dipasang pada barang lain di Perusahaan dengan tujuan untuk diekspor dapat
diberikan Pembebasan serta PPN dan PPnBM tidak dipungut. Karakteristik:
a) Pada saat impor bahan baku: Bea Masuk / Cukai bebas, PPN / PPnBM
tidak dipungut (tetapi dengan jaminan).
b) PPh Pasal 22 dibayar
c) Jaminan dikembalikan setelah ekspor/jula ke Kawasan Berikat.
2) PENGEMBALIAN. Barang dan/atau bahan asal impor dan/atau hasil produksi
dari Kawasan Berkat untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain
yang telah dibayar BM dan/atau Cukainya dan telah diekspor dapat diberikan
Pengembalian.
a) Pada saat impor Bea Masuk/Cukai/PPN/PPnBM bayar
b) Pengembalian diberikan setelah ekspor/jula ke Kawasan Berikat
b. Ketentuan Umum lainnya yang perlu diketahui:
1) Pembebasan atau Pengembalian juga dapat diberikan terhadap hasil produksi
yang bahan bakunya berasal dari impor yang diserahkan ke Kawasan Berikat
untuk diproses lebih lanjut.
2) Tidak dapat diberikan Pembebasan atau pengembalian KITE terhadap bahan
bakar, minyak pelumas dan barang modal.
3) Hasil produksi dapat dijual ke dalam negeri setelah ekspor/jual ke kawasan
berikat, maksimum 25%-nya. Tetapi tidak diberikan pembebasan atau
pengembalian
4) Hasil produksi sampingan, sisa hasil produksi, hasil produksi yang rusak dan
bahan baku yang rusak yang bahan bakunya berasal dari impor oleh
Perusahaan dapat dijual ke dalam negeri atau dimusnahkan
Untuk mendapatkan fasilitas KITE, perusahaan harus mendapatkan NIPER
(Nomor Induk Perusahaan) dari Kepala Kantor Wilayah Ditjen Bea dan Cukai.
c. Dasar Hukum untuk referensi fasilitas KITE:
1) UU No. 17 tahun 2007 tentang Perubahan atas UU No. 10 tahun 1995.
2) UU No. 39 Tahun 1997 tentang perubahan atas UU No. 11 tahun 1995 tengan
Cukai.
3) KMK-580/KMK.04/2003 tentang Tatalaksana Kemudahan Impor Tujuan
Ekspor dan Pengawasannya.
4) KEP-205/BC/2003 Petunjuk Pelaksana Kemudahan Impor Tujuan Ekspor dan
Pengawasannya.
5) P-25/BC/2005 tentang Perubahan Kedua atas Keputusan Dirjen Bea dan Cukai
No. KEP-205/BC/2003 tentang petunjuk Pelaksanaan Tata Laksana
Kemudahan Impor Tujuan Ekspor dan Pengawasannya.
6) PMK-37/KMK.04/2005 tentang Tata Cara Pengembalian Bea Masuk dan/atau
Cukai yang telah Dibayar dalam Rangka Kemudahan Impor Tujuan Ekspor.
7) SE-26/BC/2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Permasalahan Pelayanan KITE
berkaitan dengan Laporan BCL.KT.01 dan BCL.KT.02.
8) SE-20/BC/2006 tentang Penegasan Pelayanan dan Pengawasan KITE
berkaitan dengan Pelaksanaan Pencairan an Penyesuaian Jaminan.
3. NIPER
a. Definisi NIPER
Nomor induk perusahaan adalah nomor identitas yang di berikan kepada
perusahaan untuk dapat memanfaatkan fasilitas KITE. Unntuk mendapatkan
NIPER, badan usaha harus mengajukan permohonan kepada kepala kantor
wilayah atau kantor pelayanan utama ( KPU ) yang mengawasi lokasi pabrik atau
tempat pengolahan berada dan harus memenuhi syarat dan kriteria yang di
temukan dalam pemberian NIPER yang di atur dalam PER-04/BC/2014 untuk
NIPER pembebasan PER-05/BC/2014 untuk NIPER pengembalian.
Dasar hukum tentang NIPER :
1) Pasal 3 PMK 254/PMK.04/2011 jo. PMK 176/PMK.04/2013
2) Pasal 3 PER-16/BC/2012 jo. PER-04/BC/2014
3) Pasal 3 PMK 253/PMK.04/2011 jo. PMK 177/PMK.04/2013
4) Pasal 3 PER-15/BC/2012 jo. PER-05/BC/2014
b. Daftar Ulang NIPER untuk fasilitas KITE
Untuk perusahaan yang telah mempunyai NIPER, dengan berlakukanya
ketentuan Peraturan Menteri Keuangan nomor 176/PMK.04/2013 dan Peraturan
Menteri Keuangan nomor 177/PMK.04/2013 tidak perlu melakukan daftar ulang,
tetapi harus mengajukan perubahan data NIPER kepada Kepala Kantor Wilayah
atau KPUpenerbit NIPER.
Dasar Hukum :
1) Pasal 5 PER-16/BC/2012 jo. PER-04/BC/2014
2) Pasal 5 PER-15/BC/2012 jo. PER-05/BC/2014
c. Cara Perubahan data NIPER
Data NIPER adalah database perusahaan pada sistem komputer pelayanan
fasilitas KITE, dengan adanya perubahan peraturan maka ada beberapa data yang
belum ada dalam ketentuan PMK lama sehingga perlu penyesuaian data terkait
entitas, eksistensi dan kegiatan produksi perusahaan.
Untuk melakukan perubahan Perusahaan cukup membuat surat permohonan
perubahan data NIPER dan mengisi Daftar Isian tentang Entitas, Eksistensi dan
Rencana Kegiatan Produksi disertai dengan dokumen bukti data isian dimaksud
dalam bentuk soft copy.
Dasar Hukum :
1) Lampiran II PER-16/BC/2012 jo. PER-04/BC/2014
2) Lampiran II PER-15/BC/2012 jo. PER-05/BC/2014
d. Pengaruh Perubahan Data NIPER
Dalam hal perubahan data NIPER disetujui oleh Kepala Kantor Wilayahatau
KPU penerbit NIPER maka akan diterbitkan surat keputusan perubahan data
NIPER disertai dengan lampiran surat keputusan tentang data yang mengalami
perubahan. Surat Keputusan ini tidak merubah NIPER perusahaan.
e. Hal-hal yang mempengaruhi perubahan NIPER
Dalam hal adanya perubahan data dalam entitas, eksistensi, rencana kegiatan
produksi, perusahaan harus segera mengajukan permohonan perubahan data
NIPER.Dalam hal perusahaan tidak melakukan perubahan data NIPER maka
NIPER dapat dibekukan.
Dasar Hukum
1) Pasal 5 PER-16/BC/2012 jo. PER-04/BC/2014
2) Pasal 5 PER-15/BC/2012 jo. PER-05/BC/2014
f. Masa berlaku NIPER
NIPER berlaku sampai dengan perusahaan tidak lagi memanfaatkan fasilitas
KITE atau dicabut.
g. Ekses pencabutan NIPER
Dalam hal pencabutan NIPER karena perusahaan atau penanggungjawab
perusahaan terbukti melakukan tindak pidana yang telah mempunyai kekukatan
hukum yang tetap atau telah dinyatakan pailit maka tidak dapat diberikan NIPER
selama 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak selesai menjalani hukuman pidana dan
atau penetapan pailit.
Jadi pencabutan karena hal selain diatas dapat diajukan permohonan
penerbitan NIPER.
h. Perusahaan pemilik NIPER
Untuk semua badan usaha industri manufaktur yang hasil produksinya untuk
ekspor dapat memanfaatkan fasilitas KITE dengan memenuhi ketentuan yang
dipersyaratkan dalam pasal 3 PER-04/BC/2014 untuk NIPER Pembebasan dan
pasal 3 PER-05/BC/2014 untuk NIPER Pengembalian.
i. Pemilihan KPU Penerbit NIPER
Perusahaan tidak dapat memilih Kantor Wilayah atau KPU tertentu sebagai
Kantor Wilayah atau KPU penerbit NIPER-nya.Kantor Wilayah atau KPU
penerbit NIPER adalah Kantor Wilayah atau KPU dimana lokasi pabrik berada.
Bila perusahaan memiliki lebih dari 1 lokasi pabrik yang tidak berlokasi dalam 1
Kantor Wilayah atau KPU maka permohonan untuk penerbitan NIPER diajukan
di Kantor Wilayah atau KPUdimana lokasi pabrik dengan frekuensi impor
terbanyak berada.
Dasar Hukum :
1) Pasal 3 ayat (4) PMK 254/PMK.04/2011 jo. PMK 176/PMK.04/2013
2) Pasal 3 ayat (4) PMK 253/PMK.04/2011 jo. PMK 177/PMK.04/2013
j. Kewajiban perusahaan pemilik lebih dari 1 pabrik atau gudang terhadap isian data
NIPER
Pabrik-pabrik atau gudang-gudang tersebut harus didaftarkan dalam data isian
eksistensi perusahaan dalam hal pabrik-pabrik atau gudang-gudang tersebut akan
digunakan untuk melakukan pengolahan atau penimbunan bahan baku yang
mendapat fasilitas KITE.
k. Surat Keterangan Pelengkap NIPER
Ketentuan dalam PMK 176/PMK.04/2013 tentang fasilitas pembebasan
mengatur bahwa perusahaan yang telah mendapatkan NIPER pembebasan dapat
langsung mengimpor bahan baku dengan mendapatkan fasilitas pembebasan, jadi
tidak diperlukan lagi SK Pembebasan dengan masa berlaku dan kuota tertentu.
l. Kuota bahan baku impor yang mendapatkan fasilitas KITE
Kuota bahan baku yang dapat diimpor dengan mendapatkan fasilitas KITE
pembebasan adalah sebesar kapasitas produksi yang tercantum dalam Izin Usaha
Industri perusahaan. Jadi bila perusahaan memiliki lebih dari 1 pabrik dan telah
terdaftar dalam data entitas perusahan maka kapasitas produksi sebesar total dari
seluruh jumlah kapasitas produksi dalam IUI-nya.
m. Jenis impor barang yang menggunakan fasilitas KITE
Fasilitas KITE diberikan untuk impor bahan baku yang akan
diolah,dirakit,dipasang yang hasil produksinya diekspor. Jenis bahan baku yang
dapat dimintakan fasilitas harus berkaitan dengan hasil produksi dan jenis industri
perusahaan serta telah tercantum dalam database NIPER tentang Rencana
Kegiatan Produksi. Bahan baku dimaksud dapat diberikan fasilitas dengan syarat
perusahaan harus terlebih dahulu mengajukan perubahan data NIPER dengan
menambahkan data hasil produksi dan data bahan baku yang akan digunakan
dalam database NIPER tentang Rencana Kegiatan Produksi.
n. Impor bahan baku dari GB atau KB
Selain dari luar daerah pabean, perusahaan juga dapat mengimpor bahan baku
dari GB atau KB dengan menggunakan dokumen BC.2.5 dengan tatacara
penyerahan jaminan fasilitas KITE Pembebasanatau pembayaran bea masuk untuk
fasilitas KITE pengembalian.
Dasar Hukum :
1) Pasal 8 PMK 254/PMK.04/2011 jo. PMK 176/PMK.04/2013
2) Pasal 6 PMK 253/PMK.04/2011 jo. PMK 177/PMK.04/2013
o. Penyerahan Jaminan, Nilai Jaminan, dan Masa Kedaluwarsa Jaminan
Untuk perusahaan penerima fasilitas KITE pembebasan harus menyerahkan
jaminan kepada Kantor Wilayah atau KPU Penerbit NIPER sebelum importasi.
Nilai jaminan yang diserahkan minimal sebesar nilai Bea Masuk ditambah PPN
atau PPN dan PPnBM yang tercantum dalam dokumen pemberitahuan impor.
Masa berlaku jaminan minimal selama periode pembebasan (jangka waktu
ekspor) ditambah 3 bulan sejak jaminan diserahkan.
Periode pembebasan (jangka waktu ekspor) adalah jangka waktu antara
importasi bahan baku dengan fasilitas KITE dengan kewajiban perusahan untuk
mengekspor hasil produksinya.
Dasar Hukum : Pasal 10 PMK 254/PMK.04/2011 jo. PMK 176/PMK.04/2013
p. Bentuk jaminan perusahaan selain jaminan bank
Perusahaan dapat menggunakan jaminan perusahaan (coorporate guarantee)
dan jaminan asuransi (customsbond). Dasar Hukum : Pasal 10 PMK
254/PMK.04/2011 jo. PMK 176/PMK.04/2013
q. Periode impor barang terhadap ekspor barang dari hasil pengolahan barang impor
dalam hal Penggunaan Fasilitas KITE
Jangka waktu importasibahan baku dengan kewajiban perusahaan untuk
mengekspor hasil produksinya(periode pembebasan atau jangka waktu
ekspor)maksimal 12 bulan atau dapat lebih bila perusahaan memiliki masa
produksi lebih dari 12 bulan.
Dasar Hukum :
1) Pasal 7 PMK 254/PMK.04/2011 jo. PMK 176/PMK.04/2013
2) Pasal 13 PMK 253/PMK.04/2011 jo. PMK 177/PMK.04/2013
r. Pelanggaran Periode Penggunaan Fasilitas KITE
Bila periode pembebasan atau jangka waktu ekspor telah berakhir maka :
Jaminan dicairkan dan dikenai sanksi administrasi berupa denda, untuk
perusahaan yang menggunakan fasilitas KITE pembebasan Bea masuk yang telah
dibayar tidak dapat dimohonkan untuk dikembalikan, bagi perusahaan yang
menggunakan fasilitas KITE pengembalian.
Dasar Hukum :
1) Pasal 7 PMK 254/PMK.04/2011 jo. PMK 176/PMK.04/2013
2) Pasal 13 PMK 253/PMK.04/2011 jo. PMK 177/PMK.04/2013
s. Periode Perpanjangan fasilitas KITE
Periode pembebasan(jangka waktu ekspor) dapat diperpanjang dalam hal
terdapat keadaan-keadaan:
1) Terdapat penundaan ekspor dari pembeli di luar negeri;
2) Terdapatpembatalan ekspor atau penggantian pembeli di luar negeri; dan/atau
3) Terdapat kondisi force majeure (keadaan di luar kendali sepertipeperangan,
bencana alam, kebakaran, ataubencana lainnya.
Dasar Hukum :
1) Pasal 7 PMK 254/PMK.04/2011 jo. PMK 176/PMK.04/2013
2) Pasal 13 PMK 253/PMK.04/2011 jo. PMK 177/PMK.04/2013
t. Cara Perpanjangan Fasilitas KITE
Perusahaan harus mengajukan permohonan perpanjangan periode pembebasan
atau jangka waktu ekspor kepada Kepala Kantor Wilayah atau KPU penerbit
NIPER sebelum periode pembebasan atau jangka waktu eskpor berakhir.
Permohonan tersebut disertai dengan bukti adanya kejadian diluar kendali
perusahaan. Bila permohonan disetujui maka perusahaan harus menyerahkan
jaminan pengganti atas bahan baku yang dimintakan perpanjangan periode
pembebasannya.
Dasar Hukum :
1) Pasal 7 PMK 254/PMK.04/2011 jo. PMK 176/PMK.04/2013
2) Pasal 13 PMK 253/PMK.04/2011 jo. PMK 177/PMK.04/2013
u. Laporan Pertanggungjawaban Waste
Pada ketentuan PMK 176/PMK.04/2013 dikenal ada 2 jenis waste yaitu waste
yang berasal dari sisa proses produksi dan waste yang berasal dari kegiatan
perusakan barang atau bahan.
Untuk waste sisa proses produksi maka bentuk pertanggungjawabannya sudah
masuk dalam perhitungan pemakaian bahan baku untuk menghasilkan hasil
produksi yang diekspor.
Untuk waste dari kegiatan perusakan maka bentuk pertanggungjawaban
dengan membuat dokumen BC 2.4 dan disertai dengan faktur pajak penjualan atas
waste tersebut.
Bentuk pertanggungjawaban tersebut dilaporkan dengan laporan pemakaian
bahan baku atau dikenal dengan form BCLKT.01.
Dasar Hukum :
Pasal 17 ayat (8) PMK 254/PMK.04/2011 jo. PMK 176/PMK.04/2013
v. Waste Sisa Produksi
Pada prinsipnya bila waste tersebut merupakan sisa proses produksi dan telah
diperhitungkan dalam konversi pemakaian bahan baku maka dianggap telah
dipertanggungjawabkan.
Perusahaan dapat menjual waste tersebut dengan menggunakan dokumen BC.24
dan disertai dengan faktur pajak.
Dasar Hukum :
Pasal 17 ayat (8) PMK 254/PMK.04/2011 jo. PMK 176/PMK.04/2013
w. Perbedaan pengisian dokumen PIB fasilitas umum dan fasilitas KITE
Dengan berlakunya ketentuan PMK 176 dan 177 maka tatacara pengisian kolom
19 pada PIB disesuaikan, yaitu :
1) Fasilitas KITE Pembebasan :
a) Pada kolom kecil disudut kolom 19 diisi kode “03” yaitu fasilitas
Bapeksta
b) Klik F6 untuk menu edit dokumen, akan muncul kode-kode pilihan, dan
pilih kode “998” untuk fasilitas kemudahan ekspor.
c) Langkah akhir ketik nomor NIPER pada kolom 19
2) Fasilitas KITE Pengembalian :
a) Pada kolom kecil di disudut kolom 19 dan jangan diisi
b) Lalu ikuti langkah selanjutnya pada tatacara pengisian PIB fasilitas KITE
Pembebasan.
4. Istilah-istilah Ekspor
a. Ekspor
Yang dimaksud dengan ekspor adalah adalah mengupaya melakukan
penjualan komoditi yang kita miliki kepada bangsa lain atau Negara asing, dengan
mengharapkan pembayaran dalam valuta asing, serta melakukan komunikasi
dengan memakai bahasa asing.( Amir M.S, 2004 : 1 ).
Ekspor adalah Perdagangan dengan cara mengeluarkan barang dari dalam
keluar wilayah Pabean suatu Negara ke Negara lain dengan memenuhi ketentuan
yang berlaku.( H. Djauhari Ahsjar, S.H.,S.Sos.,M.Si 2007 : 1 )
Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan barang dari dalam Negeri, untuk
dikirim ke tempat tujuan barang di luar Negeri.
b. Nota Pelayaran Ekspor
Nota Pelayanan Ekspor yang selanjutnya disingkat dengan NPE adalah nota
yang diterbitkan oleh Pejabat Pemeriksa Dokumen Ekspor atau Sistem Komputer
Pelayanan atas PEB yang disampaikan, untuk melindungi pemasukan barang yang
akan diekspor ke Kawasan Pabean dan/atau pemuatannya ke sarana pengangkut.
c. Kantor Pabean
Kantor Pabean adalah Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai dan Kantor
Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean.
d. Kawasan Pabean
Kawasan Pabean adalah kawasan dengan batas-batas tertentu di pelabuhan
laut, bandar udara, atau tempat lain yang ditetapkan untuk lalu lintas barang yang
sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
e. Daerah Pabean
Yang dimaksud dengan daerah pabean adalah wilayah Republik Indonesia
yang meliputi wilayah darat, perairan dan ruang udara diatasnya, serta tempat
tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen.
5. Pihak – Pihak yang Terlibat Dalam Kegiatan Ekspor Impor
Para pelaksana dalam perdagangan internasional, dalam arti kata pelaksana
ekspor-impor dapat dibagi dalam 5 (lima) kelompok sebagai berikut :
a. Kelompok Indentor
Sebagaimana telah dikemukakan, bilamana kebutuhan atas suatu barang
belum dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri, maka terpaksa diimpor dari luar
negeri. Diantara barang-barang kebutuhan itu ada yang diimpor untuk konsumsi
sendiri dan adakalanya untuk dijual kembali. Perlu dikemukakan bahwa tidak
semua peminat barang impor melaksanakan impornya sendiri langsung dari luar
negeri, tapi malah sebagian besar pelaksanaan impor itu mereka serahkan pada
perusahaan yang sudah biasa mengimpor jenis barang yang dibutuhkan itu.
Tegasnya adalah bahwa para peminat ini menempatkan pesanan kepada importir
yang sudah biasa. Para indentor ini pada umumnya terdiri dari : 21
b. Para pemakai langsung.
Kontraktor minyak dari Amerika sudah biasa memesan makanan dan
minuman kaleng langsung dari negaranya, yang dimpor untuk kebutuhan
konsumsi tenaga asing yang bekerja di Indonesia. Begitu pula pabrik-pabrik yang
memesan suku cadang yang dibutuhkan ke luar negeri.
c. Para Pedagang
Pengusaha toko maupun supermarket-supermarket di kota-kota besar termasuk
juga para grosir, biasanya melakukan indent (pemesanan).
d. Pengusaha perkebunan, industriawan, instansi pemerintah.
Kebanyakan para pengusaha industri dan perkebunan serta instansi pemerintah
dalam memenuhi kebutuhan barang impor, biasanya menempatkan indent pada
para importir, mengadakan kontrak pengadaan barang impor, ataupun menunjuk
importir sebagai handle impor mereka. Dalam menyusun dan menandatangani
kontrak indent antara indentor dan importir, kedua belah pihak seyogianya sangat
berhati-hati. Dalam ptaktek tidak jarang kontrak kontrak indent membawa
kericuhan, dan bahkan seringkali dijadikan alat manipulasi impor, baik oleh
indentor maupun oleh importir.
e. Kelompok Importir
Dalam Perdagangan Internasional, importir memikul tanggung jawab
kontraktual atas terlaksananya dengan baik barang yang diimpor. Hal ini berarti
importir memikul resiko atas segala sesuatu mengenai barang yang diimpor baik
resiko kerugian, kerusakan, keterlambatan dari barang yang dipesan, termasuk
resiko penipuan dan manipulasi. Karena sebaiknya importir berhati-hati dalam
menyusun kontrak dalam menilai indentor dan pensuplai serta dalam mengambil
tindakan pengamanan atas resiko kerugian seperti dalam penentuan persyaratan
asuransi, pengangkutan superyor, dalam penentuan persyaratan asuransi,
pengangkutan superyor, dalam penentu jasa transportasi, angkutan, dan lain
sebagainya.
Tanggung jawab importir semacam ini tidak harus untuk barang-barang yang
diimpor sebagai mata dagangnya sendiri, tapi termasuk juga barang-barang yang
diimpor atas dasar indent, maupun barang-barang atas dasar penunjukkan sebagai
handling imporer, kecuali dengan tegas didalam kontrak, sebagian tanggung
jawabnya, atau memang tanggung jawabnya itu telah dilimpahkan kepada badan
usaha lain. Pelimpahan ini misalnya kerusakan dan kerugian dilimpahkan pada
maskapai asuransi. Para Importir ini umumnya terdiri dari :
1) Pengusaha Impor
Pengusaha impor, atau lazim disebut dengan Impor-Merchant adalah badan
usaha yang diberi izin oleh pemerintah dalam bentuk TAPPI (Tanda Pengenal
Pengakuan Importir) untuk mengimpor barang yang khusus disebut dalam izin
tersebut, dan tidak berlaku untuk barang lain diluar yang disebut dalam TAPPI
tersebut.
2) Importir terbatas
Untuk memudahkan perusahan-perusahaan yang didirikan dalam rangka UU
PMA/PMDN maka pemerintah telah memberikan izin khusus pada perusahaan
Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri
(PMDN) untuk mengimpor mesin-mesin dan bahan baku yang diperlukannya
sendiri (bukan untuk diperdagangkan) izin ini diberikan dalam bentuk APIT
(Angka Pengenal Importir Terbatas) yang dikeluarkan BKPM (Badan
Koordinasi Penanaman Modal) atas nama Menteri Perdagangan.
3) Importir Umum
Perusahaan impor yang khusus mengimpor aneka mata dagang dapat
memperoleh kedudukan sebagai importir umum atau lazim disebut General
Importir. Perusahaan yang biasanya memperoleh status sebagai importir
umum ini kebanyakan hanyalah persero niaga atau perusahaan dagang Negara
yang lazirn juga disebut sebagai Trading House atau Wisma Dagang yang
mengimpor harang-barang mulai dari barang kelontong sampai instalasi
lengkap suatu pabrik.
f. Kelompok Promosi
Sebagaimana dimaklumi masalah perdagangan luar negeri sudah merupakan
bagian yang tak dapat dipisahkan dari masalah ekonomi nasional. Karenanya
masalah impor maupun ekspor tidak lagi terbatas menjadi masalah importir
maupun eksportir, tapi telah menjadi masalah pemerintah masyarakat. Kelompok
promosi ini terdiri dari :
1) Kantor Perwakilan dari produsen atau eksportir asing dari negara konsumen
atau importir
2) Kantor Perwakilan Kamar Dagang dan Industri yang ada di luar negeri
maupun yang ada di dalam negeri
3) Misi perdagangan dan pameran dagang internasional (trade fair) yang
senatiasa diadakan di pusat perdagangan dunia seperti Jakarta Fair, Tokyo
Fair, Leipzig Fair, Hannover Fair, dan sebagainya.
4) Badan Pengembangan Ekspor Nasional (BPEN) suatu instansi yang khusus
didirikan Departemen Perdagangan untuk melakukan kegiatan pengembangan
dan promosi komoditi Indonesia ke luar negeri, serta badan usaha seperti
Indonesia Trade Centre yang didirikan di luar Negeri seperti New York,
London, Jeddah dan lain-lain.
5) Kantor Bank Devisa didalam maupun di luar negeri.
6) Atase Perdagangan dan Trade Commisoner ataupun bagian ekonomi dari tiap
kedutaan di luar negeri.
g. Kelompok Eksportir
Kalau Importir dengan kata lain disebut pembeli (buyer) maka eksportir lazim
pula disebut sebagai penjual (seller) ataupun juga sebagai pensuplai (pemasok)
atau supplier. Para Eksportir ini pada umumnya terdiri dari :
1) Produsen – Eksportir
Para produsen yang sebagian hasil produksinya memang diperuntukkan untuk
pasar luar negeri, yang ekspornya diurus sendiri oleh produsen yang
bersangkutan. Produsen semacam ini sering disebut sebagai
produseneksportir.
2) Agen Ekspor (Export – Agent)
Bilamana hubungan antara Export – Merchant dengan produsen, tidak hanya
sebagai rekanan biasa, tapi sudah meningkat dengan suatu ikatan perjanjian
keagenan, maka dalam hal ini Export – Merchant itu juga disebut sebagai
Export – Agent.
h. Kelompok Pendukung
Seperti telah diuraikan Eksportir dan Importir merupakan pelaksana utama
dalam perdagangan internasional, namun disamping itu terdapat pula badan usaha
lain yang mempunyai peranan yang besar pula dalam menunjang serta menjamin
kelancaran pelaksanaan ekspor maupun impor itu secara keseluruhannya. Diantara
kelompok-kelompok pendukung ini terdapat :
1) Bank-Bank Devisa
Bank Devisa merupakan kelompok pendukung yang memberikan jasa
perkreditan, baik dalam bentuk kredit ekspor maupun uang muka jaminan L/C
impor. Disamping itu bank devisa juga sangat dibutuhkan dalam pelaksanaan
pembukuan L/C impor, penerimaan L/C ekspor, penyampaian dokumen
pengapalan maupun dalam negosiasi dokumen pengapalan itu. Bank juga
sangat berguna sebagai peneliti keaslian dokumen pengapalan dan dalam
verifikasi jenis dan isi masing-masing dokumen pengapalan
2) Perusahaan Pelayaran
Perusahaan pelayaran masih memegang hegemoni dalam bidang angkutan
internasional sekalipun angkutan melalui udara dan darat cukup berkembang.
3) Maskapai Asuransi
Resiko atas barang baik di darat maupun di laut tak mungkin di tanggung
sendiri oleh para eksportir maupun importir. Dalam hal ini maskapai asuransi
peranan yang tidak dapat diabaikan dalam persyaratan kontrak perdagangan
internasional yang dapat menjamin resiko yang terkecil dalam tiap transaksi
itu pula baik dalam jasa angkutan penumpang maupun barang. Hambatan
dalam
bidang angkutan ini akan sangat mempengaruhi perdagangan internasional.
4) Pabean
Pabean sebagai alat pemerintah bertindak sebaga penjaga gawang lalu lintas
komoditi internasional, disamping mengamankan pemasukan keuangan negara
bagi kepentingan APBN juga membantu eksportir dan importir dalam
memperlancar arus barang dan penumpang.
6. Kegiatan Dokumen - Dokumen Dalam Ekspor – Impor
a. Shipping Instructionn (SI)
Shipping Intruction adalah dokumen intruksi pengapalan. Dokumen Shipping
Instruction dibuat oleh Eksportir. Informasi yang termuat dalam Shipping
Instruction diperlukan sebagai dasar pembuatan kartu merah.
b. Bill of Lading
Bill of Lading adalah tanda bukti terima barang yang akan dikeluarkan oleh
perusahaan pelayaran untuk barang - barang yang akan dimuat ke atas kapal
tertentu, atau untuk barang - barang yang telah dimuat ke atas kapal tertentu.
(Amir, 2004 hal 172)
Fungsi Bill of Lading adalah sebagai berikut:
1) Tanda bukti penerimaan barang
2) Tanda bukti kontrak pengangkutan
3) Tanda bukti kepemilikan barang
c. Certificate of Origin (COO) / Surat Keterangan Asal (SKA)
Certificate of Origin atau surat keterangan asal adalah surat pernyataan yang
dikeluarkan oleh dinas perdagangan yang menyebutkan negara asal suatu barang.
Certificate of Origin ini penting artinya untuk memperoleh fasilitas bea masuk
maupun sebagai alat perhitungan Quota di negara tujuan, atau untuk mencegah
masuknya barang dari negara yang terlarang.
d. Pemberitahuan Ekspor Barang
Pemberitahuan Ekspor Barang merupakan dokumen pabean yang digunakan
untuk pelaksana ekspor barang. PEB wajib diisi dengan sebenar - benarnya,
ditanda tangani oleh pihak eksportir, pejabat bea dan cukai serta pejabat bank
devisa yang berwenang untuk hal tersebut.
e. Delivery Order
Delivery Order merupakan dokumen yang dikeluarkan oleh pihak Shipping
line yang berguna sebagai pengambilan container kosong di DEPO.
f. Nota Pelayanan Ekspor
Nota Pelayanan Ekspor adalah nota ekspor yang dikeluarkan oleh pihak bea
dan cukai yang fungsinya untuk menyatakan bahwa barang tersebut telah di
setujui untuk di ekspor.
g. Invoice
Invoice adalah dokumen yang menerangkan harga barang tersebut, dokumen
invoice di buat oleh pihak eskportir dan di serahkan kepada pihak importir.
h. Packing List
Packing list adalah dokumen yang menerangkan spesifikasi barang yang akan
dimuat ke dalam kontainer, mulai dari jenis barang, berat kotor barang dan berat
bersih barang.
i. Phyto
Phyto adalah dokummen yang menyatakan bahwa buah yang di ekspor
terbebas dari virus dan siap untuk di konsumsi. Phyto di keluarkan oleh balai
karantina tumbuhan.
j. plugging
Plugging adalah surat permohonan dari eksportir kepada tim TPK untuk
menyalurkan aliran listrik ke kontainer yang telah masuk di pelabuhan. Plugging
hanya di gunakan untuk kontainer jenis reefer.
7. Instansi Terkait
Dalam penanganan dan penyelesaian dokumen ekspor Pisang milik PT. Nusantara
Tropical Farm intansi yang memi liki wewenang melakukan penelitian dan
memberikan persetujuan atas dokumen yang diajukan yakni :
1) Depo Container : mengeluarkan container kosong dan menerbitkan EIR.
2) Bank BNI : melaksanakan pembayaran biaya – biaya jasa bongkar muat,
pelayanan serta sewa penumpukan kepada TPK atas nama PT. Nusantara Tropical
Farm Lampung dengan menggunakan system pindah buku.
3) Kantor Pelayanan Bea dan Cukai : menerima PEB, melakukan pemeriksaan
terhadap dokumen barang, dan memberikan izin ekspor barang berupa NPE.
4) TPK : memberikan pelayanan dalam pemasukan dan pengeluaran containerserta
menerbitkan kartu merah untuk tanda masuk container ke pelabuhan.
8. Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang
Kepabeanan
Pasal 2A
Terhadap barang ekspor dapat dikenakan bea keluar. (2) Bea Keluar dikenakan
terhadap barang ekspor dengan tujuan untuk : a. menjamin terpenuhinya kebutuhan
dalam negeri; b. melindungi kelestarian sember daya alam; c. mengantisipasi
kenaikan harga yang cukup drastis dan komoditi ekspor tertentu di pasaran
internasional; atau d. menjaga stabilitas harga komoditi tertentu di dalam negeri; (3)
Ketentuan mengenai pengenaan bea keluar terhadap barang ekspor sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
(1) Pemenuhan kewajiban pabean dilakukan di kantor pabean atau tempat lain yang
disamakan dengan kantor pabean dengan menggunakan pemberitahuan pabean. (2)
Pemberitahuan pabean disampaikan kepada pejabat bea dan cukai di kantor pabean
atau tempat lain yang disamakan dengan kantor pabean. (3) untuk pelaksanaan dan
pengawasan pemenuhan kewajiban pabean, ditetapkan kawasan pabean, dan pos
pengawasan pabean. (4) Penetapan kawasan pebean, kantor kantor pabean, dan pos
pengawasan pebean dilakukan oleh Menteri.
Pasal 5A
(1) Pemberitahuan pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) dapat
disampaikan dalam bentuk tulisan di atas formulir atau dalam bentuk data elektronik.
(2) Penetapan kantor pabean tempat penyampaian pemberitahuan pabean dalam
bentuk data elektronik dilakukan oleh Menteri. (3) Data elektronik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) merupakan alat bukti yang sah menurut Undang-Undang ini.
(4) Ketentuan mengenai tata cara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih
lanjut dengan atau berdasarkan peraturan menteri
Pasal 28
Ketentuan dan tata cara tentang :
a. bentuk, isi, dan keabsahan Pemberitahuan Pabean dan buku catatan pabean;
b. penyerahan dan pendaftaran Pemberitahuan Pabean;
c. penelitian, perubahan, penambahan, dan pembatalan Pemberitahuan Pabean dan
buku catatan pabean;
d. pendistribusian dan penatausahaan Pemberitahuan Pabean dan buku catatan
pabean;
e. penggunaan dokumen pelengkap pabean; diatur oleh Menteri.
Bagian Kedua berisi tentang Pengurusan Pemberitahuan Pabean
Pasal 29
a. Pengurusan Pemberitahuan Pabean yang diwajibkan Undang-undang ini
dilakukan oleh pengangkut, importir, atau eksportir.
b. Dalam hal pengurusan Pemberitahuan Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) tidak dilakukan sendiri, importir atau eksportir menguasakannya kepada
pengusaha pengurusan jasa kepabeanan.
c. Ketentuan tentang pengurusan Pemberitahuan Pabean diatur lebih lanjut oleh
Menteri.
9. Impor
a. Pengertian Impor
Impor adalah perdagangan dengan cara memasukkan barang dari luar negeri
ke dalam daerah pabeanan Indonesia dengan mematuhi ketentuan peraturan
perundangan yang berlaku (Tandjung, 2011:379)
Impor adalah melakukan pembelian komoditi yang lebih berdaya guna dari
Negara lain dengan bersedia membayar harganya dalam valuta asing (Amir
M.S,2004:1)
Impor adalah kegiatan memasukkan barang dari satu Negara ke Negara lain
(luar negeri) ke dalam wilayah pabean Negara lain, dalam melakkukan kegiatan
impor, importir harus mengurus perizinan impor, yaitu (susilo 2013)
b. Izin Impor
Izin dari Kementrian Perdagangan Calon importir harus mendapatkan izin dari
Kementrian Perdagangan Republik Indonesia yang disebut dengan Angka
Pengenal Impor (API) serta Angka Pengenal Impor Terbatas
Jika calon importir menginginkan untuk menggunakan fasilitas pembebasan
bea masuk dan penangguhan bea masuk biasanya dilaku kkan oleh importir yang
juga melakukan kegiatan ekspor, calon importir harus mengajukan fasilitas yang
dinamakan Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE) yang berisi tentang
beberapa keterangan yaitu :
1) Pembebasan Bea Masuk dan Penangguhan PPn dan PPnBM.
2) Pengem balian Bea Masuk dan Pembayaran PPn dan PPnBM.
3) Pembebasan Bea Masuk dan Penangguhan PPn dan PPnBM serta pembebasan
Bea Masuk dan Pengangguhan PPN dan PPnBM
c. Izin Khusus
Jika barang - barang yang akan di impor ternyata bukan barang baru seperti mesin
bekas maka dibutuhkan izin khusus. Selain mengurus izin importir juga harus
mengurus pembayarannya, seperti yang kita ketahui dalam melakukan kegiatan
ekspor impor biasanya menggunakan Letter of Credit(L/C), untuk menggunakan
L/C kita harus melakukan pembukaan L/C terlebih dahulu di bank, dengan cara
harus memenuhi beberapa syarat yang harus dipenuhi importir. Importir harus
menandatangani syarat - syarat umum pada Bank Umum Nasional untuk
pembukaan L/C.
Setelah importir melakukan pengurusan terhadap pembayaran selanjutnya
importir harus menandatangani Surat Perjanjian Penggunaan Fasilitas Devisa
Umum dengan pembukaan Letter of Credit (L/C) dari Bank Umum untuk
pembukaan kredit di luar Indonesia. Selain syarat dalam melakukan impor adalah
importir harus mempunyai rekening giro pada Bank Umum Nasional dan Importir
mempunyai kredit line yaitu sight documentary credit. Kemudian importir harus
melakukan perizinan dalam melakukan kegiatan impornya, di dalam kegiatan
impor, importir akan menerima beberapa dokumen impor, yaitu:
1) Bill of Loading, merupakan dokumen yang dikeluarkan oleh maskapai
pelayaran bahwa maskapai pelayaran telah menerima barang dari eksportir
untuk barang dikirim sampai ke pelabuhan negara tujuan.
2) Packing List, dokumen yang menjelaskan mengenai quantity, berat dan
perincian barang lainnya.
3) Invoice, adalah suatu dokumen indentitas barang dan jasa bagi penjual dan
pembeli, seperti : nomor, tanggal pengiriman, alat transportasi yang
digunakan, pengiriman dan ukuran-ukuran dalam pembayaran, serta daftar
yang lengkap dan keterangan dari barang atau komoditi yang dijual termasuk
harga, diskon dan jumlahnya
10. Syarat - Syarat Kelengkapan Dokumen impor
1) Surat Ijin Usaha Perusahaan(SIUP) adalah surat ijin untuk dapat melaksanakan
kegiatan usaha perdagangan.
2) Angka Pengenal Impor (API) adalah pengenal sebagai importi yang harus dimiliki
setiap perusahaan yang melakukan perdagangan impor barang.
3) Sertifikat Registrasi Pabean (SRP) adalah surat keterangan (pernyataan) yang
diperoleh setelah melakukan kegiatan pendaftaran yang dilakukan pengguna jasa
pabean dan cukai (importir, eksportir,13 ppjk,Pengusaha barang kena cukai,
Pengangkut, Pengusaha kawasan berikat dan sejenisnya) ke Direktorat Jenderal
Bea dan Cukai.
4) Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah nomor yang diberikan kepada Wajib
Pajak sebagai tanda pengenal diri atau indentitas Wajib Pajak dalam
melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
5) Tanda Daftar Perusahaan (TDP) adalah bukti bahwa Perusahaan/Badan Usaha
telah melakukan Wajib Daftar Perusahaan.
6) No Pengenal Importir Khusus (NPIK) adalah tanda pengenal sebagai importir
khusus yang harus dimiliki setiap perusahaan yang melaksanakan perdagangan
impor tertentu.
7) Importir Terdafatar (IT) adalah perusahaan yang melakukan kegiatan perdagangan
tertentu yang mendapat penunjukan untuk mengimpor barang tertentu guna
didistribusikan kepada produsen.
8) Invoice adalah dokumen indentitas barang dan jasa bagi penjual dan pembeli,
seperti: nomor, tanggal pengiriman, alat transportasi yang digunakan, pengiriman
dan ukuran-ukuran dalam pembayaran, serta daftar yang lengkap dan keterangan
dari barang atau komoditi yang dijual termasuk harga, dan jumlahnya.
9) Packing List adalah dokumenyang menerangkan tentang jenis, jumlah, berat dan
volume barang/komoditi dalam perdagangan internasional.
10) Purchasing Order (PO) adalah surat yang digunakan oleh para supplier untuk
mengetahui secara detail barang - barang apa saja yang dipesan.
11) Sales Order adalah kesepakan perjanjian jual beli antara penjual dengan pembeli.
12) Bill of Lading adalah dokumen perjalanan barang melalui laut/dokumen
pengapalan yang menyatakan bukti penerimaan barang, bukti kepemilikan barang
dan bukti adanya kontrak/perjanjian pengangkutan.
13) Pemberitahuan Impor Barang (PIB) adalah dokumen pemberitahuan Pabean untuk
pengeluaran barang yang di impor untuk di pakai.
2.2.Gambaran Umum Obyek Penulisan
1. Sejarah Berdirinya : PT. Nusantara Tropical farm Lampung
Berawal dari adanya peluang bisnis yang sangat menjanjikan dan sangat
menguntungkan dalam perdagangan indonesia khususnya dibidang ekspor maka bapak H.
Soewondo, SE yang memiliki pengalaman di bidang perdagangan beliau berniat
mendirikan sebuah perusahaan bidang pertanian, diantaranya penanaman, penelitian,
pengembangan bibit, dan persiapan pemasaran yang bertujuan untuk mencukupi derasnya
permintaan barang pasar, maka beliau mengajukan permohonan untuk mendirikan sebuah
perusahaan perdagangan yang diajukan kepada kantor pelayanan perizinan terpadu
Lampung pada tahun2010 dan permohonan tersebut disetujui pada Bulan Juni tahun 2011
dengan nomor SIUP : 510/517/284/SIUP/30/2011.
Dengan modal tanah di wilayah Sukadana (2.038,00 HA) dan Labuhan ratu (1.719,28
HA) dengan Total luas keseluruhan area (3.757,28 HA). Perusahaan yang berdiri pada
tahun 1992, mulai produksi berupa buah pisang segar pada tahun 1993, untuk pemasaran
lokal, pada tahun 2011 bapak H. Soewondo, SE memperluas jangkauan pemasaran
dengan menerima pesanan dari para pembeli yang ada di luar negeri dan memulai ekspor
keberbagai negara seperti China, Hongkong, Malaysia, Dubai, Abudabi. Seiring
banyaknya permintaan buah segar dari pembeli dan untuk memenuhi permintaan pasar
lokal maupun internasional maka bapak H.Soewondo, SE menambah fariasi buah yang
diproduksi seperti, buah naga, jambu mutiara, dan nanas yang mulai dipasarkan dipasar
lokal maupun internasional.
Sampai tahun 2014 diperkirakan banyaknya pesanan dan bertambahnya pembeli di
wilayah ASIA dan ASEAN khususnya di China dan Timur Tengah maka jumlah
produksi ditambah secara besar-besaran, sehingga jumlah pesanan dari awal tahun 2014
hingga pertengahan tahun 2014 sama besarnya dengan satu tahun ditahun 2013, yaitu:
600 container.
Dalam perusahaan PT.Nusantara Tropical Farm dalam melaksanakan semua kegiatan
menggunakan empat prinsip yaitu :
a. Menciptakan struktur ekonomi dalam usaha bisnis secara bersama-sama maupun
sendiri dengan menggunakan sistem kekeluargaan.
b. Mengutamakan kepuasan pengguna jasa PT. Nusantara Tropical Farm.
c. Mengadakan koordinasi kepada semua lini setiap saat dan mengutamakan erja dalam
melakukan semua kegiatan.
d. Memberikan kesejahteraan kepada karyawan serta keselamatan karyawan.
2. Struktur Organisasi
Struktur Organisasi PT. Nusantara Tropical Farm Lampung yaitu :
Direktur Utama
Direktur
Oprasional
Direktur
Produksi Menejer
Oprasional Menejer
Produksi Menejer Keuangan
Personalia
Menejer
Administrasi dan
Pemasaran
Supervisor Supervisor Supervisor Supervisor Supervisor
Sumber : PT. Nusantara Tropical Farm, Lampung
3. Deskripsi Tugas dan Tanggung Jawab Masing-masing Bagian
a. Tugas dan tanggung jawab direktur
1) Bertanggung jawab sepenuhnya kepada Dewan Komisaris
2) Menentukan kebijaksanaan serta memberikan / menetapkan keputusan-
keputusan sehubungan dengan kepentingan perusahaan, khususnya pada rapat-
rapat koordinasi staf.
3) Mengangkat maupun memberhentikan tiap personil / pekerja dengan surat
keputusan, dan mempunyai wewenang untuk memindahkan / memutasikan.
4) Mengadakan Kontrol-check keadaan keuangan perusahaan.
b. Direktur Operasional
1) Sistem Operasional dibawah naungan Direktur Operasional
2) Menentukan lulus atau tidaknya karyawan masuk perusahaan.
3) Merangkap operasional
4) Mengatur sistem kerja.
5) Menyiapkan standard operasional perusahaan (SOP).
c. Direktur Produksi
1) Melakuka penilaian kinerja Kepala Divisi
2) Menyetujui RKAP Direktorat
3) Mengantisipasi permasalahan strategis
4) Menyetujui proses-proses strategis lainnya.
d. Menejer Produksi
1) Menghasilkan barang dan jasa.
2) Mengambil keputusan yang berkaitan dengan fungsi operasi dan sistem
3) Mengkaji pengambilan keputusan dari suatu fungsi operasi.
4) Proses produksi dan operasi.
5) Jasa-jasa penunjang pelayanan produksi.
6) Perencanaan.
7) Pengendalian dan pengawasan
e. Menejer Oprasional
1) Mengelola seluruh kegiatan operasional pabrik dan managemen pasokan.
2) Bertanggung jawab untuk membuat perencanaan produksi, pengembangan
tenaga kerja, proses perbaikan, pengiriman/distribusi, dan kualitas produk
hasil produski.
3) Menganalisis permasalahan pada kegiatan operasi.
4) Merekomendasikan program atau menyusun SOP baru dalam rangka
meningkatkan produktivitas, efisiensi dan hasil produksi.
5) Mengkoordinasikan kegiatan pemeliharaan mesin.
6) Melakukan pelatihan OJT dalam rangka meningkatkan keterampilan pada
semua aspek Meningkatkan standar keamanan kegiatan produksi.
7) Memastikan suasana kerja yang positif untuk mendorong kinerja tim dan
semangat kerja untuk mengembangkan karir karyawan di masa depan.
8) Turut serta dalam penyusunan sasaran dan anggaran perusahaan,
9) Memantau dan menjaga pengeluaran biaya sesuai dengan anggaran yang telah
ditetapkan oleh perusahaan.
10) Menetapkan prioritas dan tujuan kerja sesuai dengan ketentuan.
11) Turut serta dalam proses persiapan, pengkoordinasian dan perencanaan
kegiatan produksi perusahaan.
f. Menejer keuangan
1) Perolehan dana dengan biaya murah.
2) Penggunaan dana efektif dan efisien
3) Analisis laporan keuangan
4) Analisis lingkungan Internal dan eksternal yang berhubungan dengan
keputusan rutin dan khusus.
5) Mengambil keputusan investasi / pembelanjaan aktif (investment decision)
6) Mengambil keputusan pendanaan / pembelanjaan pasif (financing decision)
7) Mengambil keputusan dividen (dividend decision)
g. Menejer Pemasaran
1) Langkah pengambilan keputusan pemasaran seorang Marketing Manager
meliputi:
Mendefinisikan masalah, harus mengetahui dulu masalahnya dan mampu
untuk mengindetifikasikan masalah.
Merumuskan berbagai alternatif, menentukan berbagai cara alternatif
penyelesaian terhadap masalah yang dihadapi.
Menganalisa alternatif, menilai alternatif yang dikumpulkan. Dengan suatu
analisa maka manajerdiarahkan untuk mengambil kesimpulan yang
disertai dengan pernyataan untuk menentukan kebaikan dan keburukannya.
2) Strategi Produk
3) Strategi Harga
4) Strategi Distribusi
5) Strategi Promosi
h. Personalia
1) HRD atau yg biasa disebut Personalia bertugas melakukan persiapan dan
seleksi tenaga kerja ( Preparation and Selection ) :
Persiapan ( Preparation ).
Rekruitmen Tenaga Kerja ( Recruitment ).
Seleksi Tenaga Kerja ( Selection ).
2) Pengembangan dan Evaluasi Karyawan ( Development and Evaluation ).
3) Pemberian Kompensasi dan Proteksi pada Pegawai.
i. Supervisor
Tugas supervisor dan tanggung jawabnya secara umum memang sangat sulit
seorang supervisor harus memenuhi berbagai tanggung jawab kepada karyawan,
kelompok kerja, dan organisasi. Supervisor harus bertanggung jawab dalam
memastikan semua pekerjaan dilaksanakan dengan baik sehingga tidak ada
keamanan, keselamatan atau kesehatan yang terancam.
1) Tugas Supervisor
a) Menyampaikan kebijakan yang disampaikan oleh jabatan di atasnya
kepada seluruh bawahan dan groupnya
b) Mengatur kelompok kerja pada grup yang dipegangnya
c) Memberikan tugas pada subordinatenya
d) Melaksanakan tugas, proyek, dan pekerjaan secara langsung
e) Memberikan training pada subordinate
f) Memimpin dan memotivasi subordinate atau bawahannya
g) Menegakkan aturan yang telah di tentukan oleh perusahaan
h) Mendisiplinkan bawahan/subordinate
i) Memecahkan masalah sehari hari yang rutin
j) Membuat rencana jangka pendek untuk tugas yang telah ditetapkan oleh
atasannya.
k) Mengontrol dan mengevaluasi kinerja bawahan
l) Memberikan info pada manajemen mengenai kondisi bawahan, atau
menjadi perantara antara pekerja dengan manajemen.
2) Tanggung Jawab Supervisor
a) Planning, merencanakan kegiatan yang menjadi tugasnya
b) Organizing, mengordinasikan kegiatan dan tugas agar berjalan lancar
c) Staffing, memastikan setiap orang yang terlibat pada tugas dan pekerjaan
tersebut.
d) Directing, Mengarahkan bagaimana agar tugas dan pekerjaan tersebut
dapat berjalan lancar.
e) Controlling, melakukan kontrol terhadap kegiatan dalam grup serta
pekerjaan yang dilakukan oleh grup tersebut.