Post on 04-Apr-2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Program donasi, baik untuk bencana alam maupun donasi umum, terkait
erat dengan sistem komunikasi, baik secara internal maupun eksternal
organisasi. Secara internal, komunikasi dalam program donasi merupakan
struktur yang menjadi acuan serta didasarkan pada strategi internal organisasi.
Secara eksternal, peran komunikasi dalam organisasi donasi adalah jembatan
penghubung antara donatur dan target. Dalam beberapa tahun terakhir,
komunikasi pada program donasi telah memperluas cakupannya. Berawal dari
program yang menunjang kegiatan peribadatan dan bencana alam baik lokal
maupun nasional, kini organisasi donasi telah memanfaatkan media baru
untuk menjangkau isu-isu yang lebih relevan dan membumi.
Kondisi ini menandakan bahwa program donasi telah mengalami transisi
dari praktik pintu ke pintu menuju komunikasi yang lebih modern, melampaui
konsep ruang dan waktu. Program donasi terdahulu lebih banyak berorientasi
pada kegiatan keagamaan yang satu ragam dengan agama organisasi yang
bersangkutan, seperti pembangunan masjid, gereja, donasi sembako, dan lain-
lain. Namun saat ini program donasi dengan media interaktifnya, lebih mudah
dan lebih fleksibel dalam menjangkau, memperkenalkan, serta memperoleh
masukan mengenai program apa saja yang dibutuhkan audiens maupun target
umum donasi melalui penggunaan media baru (new media).
Pemanfaatan media baru (new media) ini terutama sebagai sumber
informasi bagi donatur, calon potensial donatur, maupun target mengenai
kegiatan donasi yang sedang dilakukan sebuah organisasi, sehingga
masyarakat sebagai audiens mampu mengenal lebih dalam seluk beluk
program donasi yang diselenggarakan organisasi. Praktik donasi berbasis
media baru juga akan lebih memudahkan hubungan antara organisasi dengan
donatur, baik yang permanen maupun temporer, karena hubungan interaktif ini
berjalan mudah dan sinergis. Tidak hanya itu, komunikasi berbasis media baru
juga memungkinkan hadirnya kerjasama dari berbagai kalangan yang berbeda
latar belakang, membuat praktik donasi sebuah organisasi menjadi universal.
Gerakan donasi sosial yang memanfaatkan new media (media baru)
sudah merupakan hal umum di era digital Indonesia, terutama sejak tahun
2010. Beberapa contoh gerakan donasi sosial di Indonesia seperti Dompet
Dhuafa, Rumah Zakat, Indonesia Berjaya dan Indonesia Berjamaah telah
memanfaatkan media baru. Namun, karena kuantitasnya yang sudah sangat
banyak dan metode yang seragam, hal ini membingungkan masyarakat yang
ingin berkontribusi, itupun jika mereka memiliki keinginan untuk
berkontribusi sejak awal. Ketidakjelasan program kegiatan baik input dana
maupun output-nya, sasaran yang tidak tersegmen, serta ketergantungan yang
tinggi terhadap niat dan keberadaan relawan menjadi titik lemah dari
mayoritas gerakan donasi sosial yang saat ini ada di Indonesia, terutama yang
menggunakan new media (media baru) sebagai pilar utama gerakannya.
Peran new media (media baru) dalam menggalang dukungan masyarakat
sebenarnya dapat memberi dampak yang signifikan seperti efisiensi ruang dan
waktu, kemudahan arsip dokumentasi, dan efisiensi biaya komunikasi. Namun
penggunaan media baru juga memiliki dampak negatif. Kondisi dunia digital
yang chaos, informasi yang simpang siur, spamming dan maraknya penipuan
dapat membuat masyarakat semakin memandang sebuah lembaga donasi
sosial sebagai gerakan tanpa kredibilitas. Dalam kondisi tersebut, Saptuari,
seorang blogger yang berdomisili di Yogyakarta, memulai sebuah gerakan
yang bernama “Sedekah Rombongan”, sebuah donasi sosial yang mengusung
semangat kontribusi sebagai candu, bukan kewajiban. Sejarah “Sedekah
Rombongan” dimulai dari sebuah gerakan sederhana tahun 2011 untuk
meringankan beban anak yatim piatu di Panti Asuhan Sayap Ibu Yogyakarta,
Saptuari bersama rekan-rekan berhasil mengumpulkan dana sejumlah 18 juta
rupiah dalam waktu dua minggu. Setelah gerakan ini selesai, muncullah
perasaan candu yang menggunakan konsep “Menyampaikan Titipan Langit,
Tanpa Rumit, Sulit, dan Berbelit-belit” yang merupakan tagline dari “Sedekah
Rombongan”. Visi dari gerakan ini adalah “Cari Muka di Depan Tuhan, Tanpa
Birokrasi, Langsung Jalan!”.
Dengan keunikan konsep gerakan dari new media (media baru), sampai
tahun 2013 ini, gerakan “Sedekah Rombongan” terus menggunakan new
media (media baru) sebagai saluran utama untuk mendokumentasikan
kegiatannya secara rutin dan transparan, sekaligus menarik simpati lebih jauh
dari user di dunia maya yang mengikuti posting-nya baik melalui website,
twitter, maupun facebook. Tujuan utama media baru dalam praktik donasi
“Sedekah Rombongan” adalah mempertahankan dan mengembangkan
interaktivitas dengan bentuk informasi dialog dengan publik melalui new
media. Interaksi merupakan hubungan antara dua orang atau lebih yang saling
terlibat dan memainkan perannya secara aktif. Interaksi tidak hanya
menghubungkan satu orang dengan orang lain, melainkan ada proses
mempengaruhi yang terjadi di antara keduanya. Pada program donasi di media
baru, proses interaksi antara organisasi dan pengguna merupakan bagian
penting yang menunjang keberhasilan serta keberlangsungan program yang
dapat diukur dari respon donatur serta publik.
Praktik donasi berbasis media baru secara tidak langsung merevolusi cara
dimana organisasi melakukan persuasi dengan mengkomunikasikan program
donasi kepada publik melalui new media. Pada model donasi ini,
memungkinkan adanya pertukaran informasi, wawasan, saling mempengaruhi
mengenai sejumlah isu kepada publik sehingga muncul rasa empati dan trust.
Keuntungan ini utamanya akan memenuhi kepentingan seluruh pihak, baik
organisasi, donatur, target, publik, serta pihak lain yang berkepentingan.
Tanpa diduga, respon masyarakat dimana banyak orang yang berpikiran sama,
dan sampai saat ini telah terdata lebih dari 100 kurir (istilah untuk relawan
“Sedekah Rombongan”) yang hampir setiap hari turun langsung ke jalan untuk
melaksanakan program “Sedekah Rombongan” yang terpusat di Daerah
Istimewa Yogyakarta (DIY). Kurir-kurir ini tidak direkrut oleh “Sedekah
Rombongan”, namun menawarkan diri secara ikhlas ketika melihat uniknya
gerakan ini. “Sedekah Rombongan”juga tidak hanya terpusat di Daerah
Istimewa Yogyakarta, namun juga daerah lain seperti Jabotabek, Batam, dan
seluruh gerakan yang muncul adalah inisiatif dari masyarakat, tanpa harus
didorong oleh “Sedekah Rombongan” di Yogyakarta.
Hingga Tanggal 19 Mei 2015, “Sedekah Rombongan” telah berhasil
mengumpulkan dan mendonasikan dana sebesar Rp 26.025.359.746. Jumlah
yang sangat fantastis ini menunjukan bahwa “Sedekah Rombongan” telah
berhasil memanfaatkan new media (media baru) dengan sangat baik. Hal ini
mendorong penulis untuk mencoba mengetahui bagaimana penggunaan new
media (media baru) oleh “Sedekah Rombongan” untuk menunjang kesuksesan
mereka dalam menggalang dukungan dan donasi dari masyarakat luas.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka
perumusan masalahnya adalah sebagai berikut: Bagaimanakah komite
“Sedekah Rombongan” melakukan persuasi kepada donatur dalam
menggalang donasi dengan menggunakan new media?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui cara “Sedekah Rombongan” mempersuasi perilaku donatur
untuk melakukan donasi melalui penggunaan media baru.
2. Mengetahui cara “Sedekah Rombongan” membangun kredibilitas melalui
penggunaan media baru.
3. Mengetahui strategi “Sedekah Rombongan” dengan menggunakan media
baru dalam untuk menggalang donasi sosial.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Akademis
Bagi akademisi, penelitian ini akan strategi “Sedekah Rombongan”
dengan menggunakan media baru untuk menggalang donasi sosial, sehingga
diharapkan akan lahir perspektif baru yang memperluas khazanah akademis
dalam kajian ini.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi agensi iklan ataupun
individu dalam proses pembuatan gerakan sosial yang berorientasi new
media (media baru). Selain itu, penelitian ini juga dapat menjadi bahan
evaluasi untuk gerakan sosial lain yang memiliki tujuan serupa.
E. Kerangka Pemikiran
1. Teori Persuasi
a. Pengertian Persuasi
Istilah persuasi atau dalam bahasa Inggris persuasion berasal dari
kata Latin persuasio, yang secara harfiah berarti hal membujuk, hal
mengajak, atau hal meyakinkan (Efendy, 1991). Menurut Kenneth
Anderson, mendefinisikan persuasi adalah : “A process of interpersonal
communicatiaon in which the communicator seeks trough the use of
symbols of effect the cognitions of receiver and thus effect a voluntary
change in attitude or action desired by the communicator” (Suatu proses
komunikasi antarpersona dimana komunikator berupaya dengan
menggunakan lambang-lambang untuk mempengaruhi kognisi penerima,
jadi secara sengaja mengubah sikap atau kegiatan seperti yang
diinginkan komunikator) (Efendy, 1991).
Sementara Purnawan (2002) mendefinisikan persuasi sebagai
berikut: Persuasi adalah influence yang dibatasi dengan hanya
komunikasi, baik komunikasi verbal (dengan menggunakan kata-kata),
maupun komunikasi non-verbal (dengan menggunakan gerakan atau
bahasa tubuh). Lebih lanjut Purnawan (2002:15) juga memberikan
definisi tentang proses persuasi, yaitu mempengaruhi orang lain, atau
membuat perilaku orang lain berubah sesuai dengan keinginan kita
dengan menggunakan komunikasi. William J. McGuire memberikan
definisi persuasi: Persuasion or changing people’s attitudes and
behavior trough the spoken and written word, constitutes one of the
more interesting uses of communication (Jumantoro, 2001). Dalam
konteks ini persuasi diartikan sebagai tujuan mengubah sikap dan
tingkah laku orang (changing people’s attitudes and behavior) baik
dengan tulisan maupun ucapan (trough the spoken and written word).
Persuasi merupakan suatu teknik mempengaruhi manusia dengan
memanfaatkan/menggunakan data dan fakta psikologis maupun
sosiologis dari komunikan yang hendak dipengaruhi (Susanto, 1993).
Dari berbagai definisi tersebut, persuasi merupakan kegiatan
komunikasi yang dilakukan oleh orang atau kelompok yang bertujuan
untuk mengubah sikap dan prilaku pihak yang dipersuasi dengan
memanfaatkan faktor psikologis dan sosiologis komunikasi.
b. Teknik Persuasi
Teknik-teknik persuasi berdasarkan jenis khalayaknya menurut
Ehninger, Monroe, dan Gronbesk (1984)
1). Khalayak Tak Sadar
Kadang-kadang pendengar tidak tidak sadar akan adanya
masalah atau tidak tahu bahwa perlu mengambil keputusan. Bila
terjadi hal semacam itu, persuader dapat mengambil langkah-langkah
urutan bermotif (motivated sequence) sebagai berikut:
Tahap perhatian. Bangkitkan minat khalayak dengan ilustrasi
faktual, kutipan yang tepat, atau dengan beberapa fakta dan angka
yang mengejutkan. Tetapi, anda harus melakukannya dengan
hatihati. Jangan menyajikan bahan yang terlalu baru dan terlalu
dramatis, sehingga orang akan meragukan kredibilitas anda. Karena
para pendengar tidak menyadari adanya masalah yang akan anda
sampaikan, mereka perlu yakin bahwa anda orang yang akan
diterima dan bukan orang yang manakut-nakuti atau bukan orang
yang dipengaruhi oleh cerita atau desas-desus tak berdasar.
Tahap kebutuhan. Sajikan sejumlah besar fakta, angka dan
kutipan yang ditunjukkan untuk memperlihatkan bahwa memang
benarbenar ada masalah. Tunjukkan ruang lngkup masalah dan
implikasinya. Tunjukkan siapa yang bakal dikenai masalah itu.
sebutkan dengan khusus bagaimana situasi tersebut mempengaruhi
ketentraman, kebahagiaan, atau kesejahteraan pendengar.
Tahap pemuasan, visualisasi, dan tindakan. Mengingat
pentingnya relevansi masalah yang sudah ditunjukkan,
kembangkanlah tahap pemuasan, visualisasi, dan (jika tepat) tahap
tindakan. Dalam pengembangan tahap tahap ini, gunakanlah
kesempatan yang ada untuk memperkenalkan bahan-bahan yang
lebih faktual, buat menegaskan adanya masalah, dan sebutlah itu lagi
ketika anda membuat iktisar akhir dan menghimbau mereka untuk
meyakini dan bertindak.
2). Khalayak Apatis
Berbeda dengan khalayak pertama, khalayak apatis tahu ada
masalah, tetapi mereka acuh tak acuh saja. Bagi orang-orang yang
masuk kategori itu bahwa tujuan anda adalah membuat mereka sadar
bahwa apa yang kita bicarakan itu betul-betul mempengaruhi mereka
tahapan-tahapanya sebagai berikut:
Tahap perhatian. Singkirkanlah sikap apatis dan ketidak
pedulian mereka dengan menyentuh secara singkat beberapa hal
yang berkaitan dengan kepentingan mereka. sampaikanlah satu atau
dua fakta dan angka yang mengejutkan.Gunakanlah ungkapan-
ungkapan yang hidup untuk menunjukkan bagaimana kesehatan,
kebahagiaan, ketentraman, kesempatan maju dan kepentingan-
kepentingan lainya ditentukan secara langsung oleh persoalan yang
anda bicarakan.
Tahap kebutuhan. Bila sudah tumbuh perhatian, lanjutkan
dengan menunjukkan secara langsung dan dramatis bagaimana
masalah tersebut mempengaruhi setiap pendengar. Uraikanlah
masalah dengan menunjukan (1) efeknya secara langsung atau segera
terhadap mereka; (2) efeknya pada keluarga, sahabat kepentingan
bisnis, atau kelompok sosial profesional mereka. Dalam
menunjukkan efek itu, gunakanlah bukti-bukti yang sekuat mungkin
contoh kasus, ilustrasi, statistik yang nyata.testimoni yang otoritatir
dan tegaskan fakta dan kondisi yang kurang dikenal atau yang
mengejutkan.
Tahap pemuasan. Dalam membangun tahap pemuasan, tegaskan
kembali bagaimana usual atu pemecahan yang anda tawarkan
berpengaruh langsung pada kepentingan pendengar sendiri, atau
kepada keluarga atau sejawat mereka. artinya, dalam tahap ini,
seperti dalam tahap kebutuhan, tunjukan terus menerus bahwa sikap
apatis dalam masalah ini tidak dapat dibenarkan.
Tahap visualisasi dan tindakan. Visualisasikan secara jelas apa
yang akan didapatkan oleh khalayak, sekiranya mereka menerima
gagasan anda dan kerugian besar jika mereka tetap mengacuhkanya.
Berdasarkan visualisasi ini, mintakan kepada mereka untuk
mempelajari masalah ini atau untuk bertindak mengatasinya.
3). Khalayak yang Tertarik Tetapi Ragu
Sebagian khalayak tahu dan sadar akan adanya masalah, tahu
bahwa perlu mengambil keputusan, tetapi mereka masih meragukan
keyakinan yang harus mereka ikuti atau tindakan yang harus mereka
jalankan. Dalam situasi seperti ini, ketika tujuan utama anda
meyakinkan pendengar bahwa pernyataan anda benar atau bahwa
usulan anda adalah yang terbaik, gunakanlah tahap-tahap sebagai
berikut:
Tahap perhatian. Karena khalayak sudah tertarik dengan
persoalannya, tahap ini boleh singkat saja. Sekali-kali boleh juga
contoh pendek atau cerita singkat. Ketika menggunakan yang
terakhir, jagalah untuk selalu memusatkan perhatian pendengar pada
pokok persoalan bukan pada persoalan sampingan atau rincian yang
tidak relevan. Fokuskan perhatian hanya pada hal-hal yang pokok
saja. Selain itu, abaikan semua hal yang lain.
Tahap kebutuhan. Tinjaulah secara singkat latar belakang
munculnya masalah. Jelaskan latar belakang historisnya secara
singkat, jika hal ini dapat membantu pendengar anda memahami
situasi secara jelas. Uraikan juga dalam beberapa kata saja situasi
yang ada, dan tunjukkan mengapa perlu segera mengambil
keputusan. Akhirnya buatlah kriteria atau pedoman yang harus
dipenuhi dalam mengambil keputusan yang tepat.
Tahap pemuasan. Ini merupakan bagian yang paling penting,
dan mungkin paling panjang. Nyatakan usulan anda, atau tunjukkan
secara ringkas rencana tindakan yang harus dilakukan, dan
definisikan istilah-istilah yang kabur atau menimbulkan berbagai
penafsiran. Tunjukkan secara spesifik bagaimana usulan anda
memenuhi kriteria yang ditunjukan pada tahap kebutuhan. Lanjutkan
dengan menunjukkan apa yang dapat diperoleh bila orang menerima
usulan anda dan apa kelebihan usulan anda dibandingkan dengan
alternatif-alternatif lainya. Perkuat setiap pernyataan anda dengan
sejumlah banyak fakta, angka, testimoni, dan contoh.
Tahap visualisasi. Lakukan langkah ini secara singkat saja
dibandingkan dengan tahap yang lain. Gunakan bahasa yang hidup
dan persuasif, tetapi jangan berlebihan. Proyeksikan khalayak pada
masa depan dengan melukiskan gambaran realistis dari
kondisikondisi yang dikehendaki, yang akan terjadi bila orang
menerima usulan anda atau mendukungnya atau kerugian besar yang
terjadi bila orang menolaknya.
Tahap tindakan. Nyatakan kembali dengan bahasa yang jelas
dan kuat, usulan,anjuran, atau rencana yang akan anda canangkan.
Buatlah iktisar singkat dari argumen-argumen yang penting dan
imbauan yang dikemukakan pada pembicaraan sebelumnya.
c. Teori Komunikasi Persuasif
Dalam komunikasi persuasif terdapat beberapa teori yang dapat
digunakan sebagai dasar kegiatan yang dalam pelaksanaannya bias
dikembangkan menjadi beberapa metode, antara lain:
1) Metode asosiasi, adalah penyajian pesan komunikasi dengan
menumpangkan pada sesuatu peristiwa yang aktual, atau sedang
menarik perhatian dan minat massa.
2) Metode Integrasi, kemampuan menyatukan diri dengan komunikan
dalam arti menyatukan diri secara komunikatif, sehingga tampak
menjadi satu, atau mengandung arti kebersamaan dan senasib dan
sepenanggungan dengan komunikan, baik dilakukan secara verbal
maupun non verbal (sikap).
3) Metode Pay-off dan Fear–Arousing (Tabsyer wat Tandier), yakni
kegiatan mempengaruhi orang lain dengan jalan melukiskan halhal
yang menggembirakan dan menyenangkan perasaannya atau
memberikan harapan (iming-iming), dan sebaliknya dengan
menggambarkan hal-hal yang menakutkan atau menyajikan
konsekuensinya yang buruk dan tidak menyenangkan perasaan.
4) Metode Icing, yaitu menjadikan indah sesuatu, sehingga menarik bagi
siapa saja yang menerimanya. Metode icing, disebut juga metode
memanis-maniskan atau menggulai kegiatan persuasi ini dengan jalan
menata pesan komunikasi dengan emosional appeal sedemikian rupa
sehingga komunikan menjadi lebih tertarik (Jamaluddin Kafie, 1993).
Dalam pelaksanaanya sendiri teknik persuasi tentunya harus diterapkan
sesuai dengan waktu, situasi dan kondisi komunikan sehingga proses
persuasi akan dapat berlangsung sukses.
d. Faktor Keberhasilan Persuasi
Ada banyak hal yang mendukung proses persuasi sehingga
berlangsung sukses. Berikut ini adalah beberapa faktor penunjang
persuasi: Sedangkan Purnawan (2002) menjelaskan agar persuasi dapat
berlangsung sukses harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1) Availability dan relevance, bila kedua hal tersebut ada, secara
konsisten dapat diramalkan bahwa prilaku seseorang didorong oleh
sikapnya. Selanjutnya perubahan sikapnya akan mendorong merubah
prilakunya. Penyebab kegagalan persuasi biasanya bukan pada cara,
tetapi Availability dan relevance sikap itu sendiri dalam kaitan dengan
situasi dan kondisi saat itu. tugas pokok seorang persuader adalah
menciptakan kondisi sedemikian rupa sehingga sikap yang ditawarkan
melalui persuasi menjadi available dan relevant. Available dan
relevant ini ditentukan oleh berbagai macam alasan dan isyarat. Pada
orang tertentu ada keadaan tertentu orang kadang menginginkan
argumen. Tetapi pada situasi yang lain orang tidak butuh argumen
melainkan lebih butuh cues (isyarat, gejala, tanda-tanda, ciri,
kecenderungan dan sebagainya).
2) Memahami kondisi berfikir sasaran atau menentukan strategi
pendekatan. Ada dua macam proses berfikir, heuristic dan systematic.
Karena ada dua macam proses berfikir, persuasi yang digunakan juga
harus disesuaikan. Bila sasaran yang kita hadapi sedang dalam proses
berfikir systematic, diperlukan banyak argumen logis, data,
pengalaman riil, satistik dan sebagainya. Sebaliknya bila sasaran
sedang dalam proses berfikir heuristic, diperlukan banyak
cues/isyarat, bungkus ide berupa cerita, metafora (ungkapan),
perlambang, sindiran, pujian, musik dan pilihan kata-kata yang jitu,
indah dan menyenangkan.
Memahami naluri dan reaksi spontan sasaran, pada umumnya orang
selalu dalam keadaan heuristic dan mudah dibujuk. Bujukan tersebut
demikian manjur karena merupakan keyakinan umum. Budaya dan
pengalaman hidup masyarakat telah menanamkan benih cues, yang secara
tidak disadari telah diikuti dan dijalankan oleh mereka yang berada dalam
keadaan heuristic. Memahami sepuluh kebutuhan dasar sasaran dan
bagaimana memanfaatkanya. Bila benefit yang ditawarkan sesuai dengan
needs, kebutuhan yang perlu segera dipenuhi, maka proses persuasi akan
berlangsung sukses. Kita harus mencari kebutuhan yang paling diharapkan
untuk dipenuhi pada saat yang bersangkutan, dan dicocokkan dengan
inventori kita sendiri. Bila ada kecocokan, proses persuasi akan berjalan
lancar. Kesepuluh kebutuhan itu adalah, kasih sayang, keunggulan,
penghargaan, keamanan, ketamakan, pengakuan, kekuasaan, kebebasan,
ego, kemerdekaan.
2. Media Baru
a. Pengertian Media Baru
Perkembangan informasi dan teknologi telah melahirkan media baru
(new media) yang merujuk pada perubahan dalam proses produksi,
distribusi dan penggunaan media. Definisi media baru menurut McQuail
(2005) adalah: New media are currently new to the extent that they
combine (1) computing (which allows processing of content , such as
retrieval through associations of words or other indices, and structuring
of communications, such as conversational t hreads in new groups), (2)
telecommunication networks (which allow access and connectibility to
diverse and otherwise distant other people and content), and (3)
digitalization of content (which allows transference across distribution
networks, reprocessibility and the content as data, and integration and
presentation of multiple modes such as text, audio and video.
Media baru tidak hanya dapat dipahami sebagai media lama yang
mampu mentransformasikan ke dalam bentuk digital dan memiliki
kemampuan multimedia. Namun, media baru juga merupakan fenomena
perubahan komunikasi manusia yang berada dalam lingkungan sosial.
Lievrouw dan Livingstone (2009) menyatakan: Information and
communication technologies and their associated social context,
incorporating the artifacts or devices that enable and extend we engage to
communicate; the communication activities or practices we engage in
todevelop and use these devices; and social arrangements or
organizations that form around the devices and practices.
Selain definisi mengenai media baru, McLuhan mengungkapkan
beberapa kata kunci dalam memahami media baru. Pertama digitality,
dimana seluruh proses produksi media diubah ke dalam bentuk digital.
Kedua, interactivity yang merujuk pada adanya kesempatan dimana teks
dalam media baru mampu memberikan kesempatan bagi pengguna untuk
write back into text berjalan dua arah (two ways communications). ketiga,
highly individuated, yaitu merujuk pada adanya desentralisasi proses
produksi dan distribusi pesan yang menumbuhkan keaktifan individu
(McLuhan, 1999).
b. Karakteristik Media Baru
Dalam memahami media baru, adalah penting untuk memahami
karakter dari media baru itu sendiri. Untuk memahaminya, dapat dilihat
dari bagaimana pola-pola komunikasi yang terjadi dalam media baru.
Penjelasan dari McQuail dalam Liverouw dan Livingstone dapat
digunakan untuk memahami media baru, yaitu media baru adalah tempat
dimana saluran pesan komunikasi terdesentralisasi; distribusi pesan lewat
satelit meningkat penggunaan jaringan kabel dan komoputer; keterlibatan
audisens dalam proses komunikasi yang semakin meningkat; semakin
seringnya terjadi komunikasi interaktif (dua arah); dan juga meningkatnya
derajat fleksibilitas untuk menentukan bentuk dan konten melalui
digitalisasi dari pesan. Hal tersebut menjelaskan bahwa media baru
memiliki saluran pesan komunikasi yang terdesentralisasi, disisi lain dapat
diartikan bahwa pembuat pesan dapat berasal dari siapa saja dan berasal
darimana saja. Melalui media baru, ia dapat menjadi sumber pesan.
Pesan tersebut dikirim melalui jaringan kabel dan komputer, atau yang
dikenal dengan internet, dengan audiens yang terlibat semakin banyak dan
meningkat, dan keinteraktifitasan komunikasi di media baru merupakan
bagian yang paling penting karena keinteraktifitasan tidak dapat dijumpai
pada media lama. Terdapat dua konsekuensi yang timbul dari hadirnya
media, yaitu ubiquitas dan interaktivitas (Liverouw & Livingstone, 2006).
Menurut McLuhan, ubiquitas merupakan kenyataan bahwa teknologi yang
dibawa oleh media baru mempengaruhi setiap orang di masyarakat dimana
mereka bertempat tinggal, walau tentunya tidak semua orang di tempat
tersebut benar-benar menggunakan teknologi tersebut. Kemajuan
teknologi perbankan, system militer, pendidikan sampai dengan
transportasi tentunya tidak dapat terlepas dari kemajuan teknoligu
komunikasi berbasis komputer (ICT) yang telah berkembang.
Rogers mengemukakan bahwa terdapat tiga perbedaan karakter dalam
proses komunikasi dikarenakan adanya media baru:
1) Interactivity, terdapat dua pengertian, yaitu pertama, adanya kemampuan
dalam sistem media baru unt talk back pengguna, seperti adanya
partisipasi seseorang individu dalam sebuah percakapan. Dapat
dikatakan bahwa media baru berkemampuan untuk memberi respon
terhadap penggunanya (interaktivitas antara manusia dengan mesin).
Kedua, interaktivitas antar pengguna dengan pengguna lainnya.
2) De-Massified, yakni kontrol terhadap sistem komunikasi terletak pada
pengguna, bukan pada produser media tersebut. Dengan kata lain,
pengguna memiliki kebebasan secara penuh akan informasi yang ingin
diterima.
3) Asynchronous, media baru memiliki kemampuan untuk menyesuaikan
waktu dengan pengguna. Berbeda dengan media konvensional, dimana
pengguna harus menyesuaikan waktu dengan produsen informasi agar
dapat mendapatkan konten informasi yang diinginkan. Dapat dikatakan
pengguna tidak harus menyesuaikan waktu dengan produsen informasi,
karena pengguna memiliki kendali yang penuh untuk dapat bebas kapan
saja dalam mencari informasi yang diinginkan. Termasuk dalam
pertukaran pesan, pada media baru adanya jeda waktu antara pengiriman
dan penerimaan pesan. Hal ini menjadikan media baru lebih fleksibel
dalam dimensi waktu (Rogers, 1986).
c. Pola Komunikasi Dalam Media Baru
Menurut Bordewijk dan Kaam (dalam McQuail, 2010) terdapat empat
pola komunikasi yang terjadi dalam media baru.
1) Allocution, merupakan pola komunikasi one-way communication,
seperti dalam media konvensional, dimana penyebaran informasi
berasal dari satu sumber yang kemudian diterima oleh banyak orang.
2) Consultation, merupakan seleksi informasi dari sumber tertentu.
3) Registration, biasanya pemerintah atau organisasi menjadi sumber
utama yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi dari publik
mengenai berbagai hal, misalnya: polling, referenda, atau reservasi.
4) Conservation, yakni pola komunikasi dua arah, dimana terjadi
pertukaran informasi yang interaktif antara komunikator dan
komunikan.
Dalam media baru terdapat beberapa bentuk dan pola komunikasi
yang terjadi, yang diklasifikasikan dengan melihat struktur komunikasi
berdasarkan pola dan tempo aliran komunikasi yang terjadi. Berdasarkan
pola komunikasi, dikenal dengan adanya one to one communication,
dimana seseorang berkomunikasi secara privat dengan seorang lainnya;
one to many communication, memungkinkan satu orang mengirim pesan
kepada banyak orang; dan many to many communictaion dimana
memungkinkan banyak orang mengirimkan pesan ke banyak orang juga.
Sedangkan berdasarkan tempo aliran komunikasi, maka dibedakan
menjadi dua, yakni synchronous yang menuntut kesamaan waktu antar
partisipan komunikasi, misalnya chat room; dan asynchronous yang
memungkinkan adanya jeda waktu antara pengiriman antar pengiriman
dan penerimaan pesan, sehingga partisipan komunikasi tidak perlu ada
dalam waktu yang bersamaan.
Dari penjelasan diatas, dapat ditarik benang merah bahwa media baru
berbeda dengan media konvensional. Perbedaan tersebut berasal langsung
dari perbedaan mendasar, seperti interaktivitas, asynchronicity dan
demassification dari media baru. Media baru memiliki aksesbilitas dan
jangkauan yang luas bagi penggunanya sebagai saluran alternatif dimana
informasi dapat dikirim dan diproses dibandingkan dengan media
konvensional (Rogers, 1986). Hal tersebut berimbas pada perubahan
tampilan informasi, dimana media baru lebih berisi informasi, tidak hanya
hiburan, mengingat media baru bukanlah media satu arah.
d. Tipe New Media
McQuail (2010) kemudian membagi tipe teknologi tersebut menjadi
lima tipe terkait dengan keberadaan media, yaitu:
1) Media komunikasi interpersonal (interpersonal communication media)
Pesan dalam jenis teknologi ini bersifat privat dan mudah hilang. Selain
itu, hubungan yang terbangun oleh jenis teknologi ini lebih utama
dibandingkan dengan informasi yang disampaikan. Misalnya, telepon,
handphone dan e-mail.
2) Media bermain interaktif (interactive play media)
Interaktivitas dan dominasi dari kepuasan dalam proses yang diciptakan
oleh jenis teknologi ini bersifat lebih utama dibandingkan dengan
penggunaannya. Dengan kata lain, semakin interaktif proses komunikasi,
semakin menarik pula permainannya. Misalnya, permainan berbasi
komputer, video games, permainan yang terdapat pada internet, dan
perangkat realitas virtual.
3) Media pencari informasi (information search media)
Teknologi ini meliputi kategori yang luas dan dapat diakses dengan
mudah. Interaktivitas dalam pencarian informasi juga merupakan aspek
yang diperkuat oleh teknologi ini. Informasi memiliki keterkaitan satu
sama lain dan setiap pengguna dapat membagikan dan memperbaiki
informasi yang telah tersedia. Misalnya: internet, world wide web
(WWW), portal/search engine, teleteks siaran (broadcast teletext),
pelayanan data melalui radio (radio data services).
4) Media Partisipasi Kolektif (collective participatory media)
Jenis teknologi ini tidak hanya berbagi dan mempertukarkan informasi,
melainkan ide, pengalaman serta pengembangan hubungan personal aktif
yang dimediasi oleh komputer. Tujuan dari penggunaan teknologi ini,
yaitu mulai dari tujuan yang instrumental sampai emosional. Misalnya,
penggunaan internet untuk berbagi dan pertukaran informasi, pendapat
dan pengalaman.
5) Teknologi Substitusi Media Penyiaran
Teknologi ini memungkinkan media baru untuk menerima dan
mengunduh konten yang sebelumnya didistribusikan oleh media
penyiaran konvensional. Dengan metode yang serupa, media baru juga
menawarkan kegiatan menonton film, acara televisi, ataupun
mendengarkan musik dan radio. Teknologi ini sering kita sebut dengan
online streaming TV atau online streaming radio.
e. Media Baru Sebagai Penunjang Donasi Sosial
Program donasi, baik untuk bencana alam maupun donasi umum,
terkait erat dengan sistem komunikasi, baik secara internal maupun eksternal
organisasi. Secara internal, komunikasi dalam program donasi merupakan
struktur yang menjadi acuan serta didasarkan pada strategi internal
organisasi. Secara eksternal, peran komunikasi dalam organisasi donasi
adalah jembatan penghubung antara donatur dan target. Dalam beberapa
tahun terakhir, komunikasi pada program donasi telah memperluas
cakupannya. Berawal dari program yang menunjang kegiatan peribadatan
dan bencana alam baik lokal maupun nasional, kini organisasi donasi telah
memanfaatkan media baru untuk menjangkau isu-isu yang lebih relevan dan
membumi. Pemanfaatan media baru ini terutama sebagai sumber informasi
bagi donatur, calon potensial donatur, maupun target mengenai kegiatan
donasi yang sedang dilakukan sebuah organisasi, sehingga masyarakat
sebagai audiens mampu mengenal lebih dalam seluk beluk program donasi
yang diselenggarakan organisasi.
Kondisi ini menandakan bahwa program donasi telah mengalami
transisi dari praktik pintu ke pintu menuju komunikasi yang lebih modern,
melampaui konsep ruang dan waktu. Program donasi terdahulu lebih banyak
berorientasi pada kegiatan keagamaan yang satu ragam dengan agama
organisasi yang bersangkutan, seperti pembangunan masjid, gereja, donasi
sembako, dan lain-lain. Namun saat ini program donasi, dengan media
interaktifnya, lebih mudah dan lebih fleksibel dalam menjangkau,
memperkenalkan, serta memperoleh masukan mengenai program apa saja
yang dibutuhkan audiens maupun target umum donasi.
Praktik donasi berbasis media baru juga akan lebih memudahkan
hubungan antara organisasi dengan donatur, baik yang permanen maupun
temporer, karena hubungan interaktif ini berjalan mudah dan sinergis. Tidak
hanya itu, komunikasi berbasis media baru juga memungkinkan hadirnya
kerjasama dari berbagai kalangan yang berbeda latar belakang, membuat
praktik donasi sebuah organisasi menjadi universal.
Bagi organisasi donasi, komunikasi melalui media baru harus
memperhatikan beberapa aspek, yaitu:
1) Donatur dan informasi yang dibutuhkan, transparansi laporan akan
menjamin kepercayaan donatur serta calon donatur.
2) Paparan program donasi secara keseluruhan, target yang diinginkan oleh
organisasi disampaikan kepada publik, untuk mencegah misinformasi
dan terutama penyampaian donasi yang tidak tepat sasaran.
3) Desain menarik dan konsistensi program dari media komunikasi kepada
publik.
Tujuan utama media baru dalam praktik donasi adalah mempertahankan
interaktivitas dan mengembangkan dialog dengan publik. Interaksi
merupakan hubungan antara dua orang atau lebih yang saling terlibat dan
memainkan perannya secara aktif. Interaksi tidak hanya menghubungkan
satu orang dengan orang lain, melainkan ada proses mempengaruhi yang
terjadi di antara keduanya. Pada program donasi di media baru, proses
interaksi antara organisasi dan pengguna merupakan bagian penting yang
menunjang keberhasilan serta keberlangsungan program yang dapat diukur
dari respon donatur serta publik. Praktik donasi berbasis media baru secara
tidak langsung merevolusi cara dimana organisasi mengkomunikasikan
program donasi kepada publik. Pada model donasi ini, memungkinkan
adanya pertukaran informasi, wawasan, saling mempengaruhi mengenai
sejumlah isu kepada publik sehingga muncul rasa empati. Keuntungan ini
utamanya akan memenuhi kepentingan seluruh pihak, baik organisasi,
donatur, target, publik, serta pihak lain yang berkepentingan.
Di sisi lain, praktik donasi juga tidak bisa lepas dari proses
perencanaan. Perencanaan adalah hal terpenting karena nantinya akan
diimplementasikan dalam tindakan nyata dan dipertanggungjawabkan.
Aktivitas praktik donasi di ranah publik akan terlihat dampaknya, yang
mana organisasi biasa menggunakan media offline sebagai sarana laporan
program seperti surat kabar, majalah, televisi, dan radio. Namun tidak jarang
juga laporan dari mulut ke mulut oleh target juga menjadi salah satu media
yang kredibel untuk pertanggunjawaban terhadap donatur dan publik. Sifat
informatif dibawa oleh organisasi dalam penyampaian pesan, baik di media
offline maupun online.
Komitmen yang serius antara organisasi dan donatur dibutuhkan untuk
mewujudkan praktik donasi berbasis media baru yang sehat. Konsep praktik
donasi, seperti proses perencanaan, implementasi, serta evaluasi dan
pelaporan harus disertai pada praktik donasi di media baru. Praktik donasi di
media baru memiliki interaksi yang berbeda. Organisasi menggunakan pesan
yang menarik untuk mendorong donatur serta calon donatur untuk peduli
pada keadaan diseseseorangrnya, terutama yang terkait dengan program
donasi organisasi tersebut. Namun, aksi nyata dan dokumentasi juga harus
diselenggarakan secara transparan dan tepat sasaran agar tidak ada indikasi
bahwa praktik donasi yang dilakukan perusahaan adalah branding terhadap
pihak tertentu yang memanfaatkan donatur sebagai target.
F. Kerangka Konsep
1. Definisi Konsep
Penelitian ini fokus pada pemanfaatan media baru oleh Sedekah
Rombongan. Secara umum, visi dari gerakan atau organisasi yang bergerak
di bidang kedermawanan sosial adalah sama, namun terdapat perbedaan
dalam sistem pelaksanaan antara satu organisasi dengan organisasi lainnya,
tergantung dari sumber daya yang dimiliki serta metode penyampaian pesan.
Dalam penelitian ini peneliti akan melihat sedekah rombongan secara
organisasi, lalu menjelaskan donasi secara keseluruhan. Dari sini peneliti
akan membahas pemanfaatan media baru yang digunakan oleh Sedekah
Rombongan untuk mempersuasi audiens, yang kemudian dibagi menjadi
tiga bagian, yaitu cara Sedekah Rombongan mempersuasi, cara Sedekah
Rombongan membangun kredibilitas, dan strategi pemanfaatan media baru
oleh Sedekah Rombongan.
Pesatnya kemajuan teknologi serta proses pertukaran informasi yang
semakin kencang turut berperan dalam dinamika penyampaian pesan dari
sebuah organisasi kepada masyarakat, terutama yang bergerak di bidang
kedermawanan sosial. Perubahan inilah yang menjadi praktik baru dalam
aktivitas donasi yang memanfaatkan media baru.
Dalam kasus ini, Sedekah Rombongan menggunakan beberapa jenis
media baru dalam penyampaian pesannya, seperti website, Facebook,
Twitter, dan aplikasi messenger. Dalam konteks penelitian ini dijelaskan
bahwa konsep akan dibedah menurut pengelompokan media baru oleh
mcquail (2010), yakni dengan membaginya menjadi lima kategori, yaitu:
media komunikasi interpersonal, media bermain interaktif, media pencari
informasi, media partisipasi kolektif, dan teknologi subtitusi media
penyiaran. Dari lima kategori ini dan dikombinasikan dengan teori persuasi,
peneliti akan membagi penjelasan mengenai pemanfaatan media baru oleh
Sedekah Rombongan menjadi tiga bagian, yaitu: cara Sedekah Rombongan
mempersuasi, cara Sedekah Rombongan membangun kredibilitas, dan
terakhir setelah diketahui dua metode tersebut, akan diketahui pula strategi
pemanfaatan media baru oleh Sedekah Rombongan.
Dalam dunia kedermawanan sosial, perkembangan teknologi komunikasi
membawa perubahan baik bagi organisasi pelaksana maupun donatur yang
berhubungan, baik dari segi efisiensi, interaktivitas, dan kredibilitas dari
kegiatan tersebut. Berdasarkan pernyataan ini, konsep yang ingin diteliti
adalah pemanfaatan media baru oleh Sedekah Rombongan dalam kegiatan
donasi sosial yang dilakukan.
Berikut tampilan gambar kerangka konsep penelitian.
Gambar 1.1. Kerangka Konsep Penelitian
“Sedekah Rombongan”
Gerakan Sosial Sedekah
Media Baru
Cara Mempersuasi
Perilaku dengan
Media Baru
Cara Membangun
Kredibilitas dengan
Media Baru
Strategi
Media Baru
G. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif yakni pengamatan dan
penyelidikan secara kritis untuk mendapatkan keterangan yang tepat
terhadap suatu persoalan dan obyek tertentu di daerah kelompok komunitas
atau lokasi tertentu akan ditelaah atau menggambaran atau uraian atas
sesuatu keadaan sejelas mungkin tanpa ada perlakuan terhadap objek yang
diteliti yaitu; pemanfaatan media baru dalam penggalangan donasi sosial
studi kasus pada “Sedekah Rombongan” (Ruslan, 2004 : 21).
2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada media baru “Sedekah Rombongan” di
Yogyakarta.
3. Objek Penelitian
Subyek atau narasumber yang akan dijadikan sebagai informan dalam
penelitian ini adalah pemilik atau pengelola media baru “Sedekah
Rombongan” dan staf-staf atau anggota-anggota divisi media baru “Sedekah
Rombongan”.
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah:
a. Teknik Wawancara
Adalah pengumpulan data dengan jalannya tanya jawab sepihak yang
dikerjakan sistematis yang berlanjut kepada tujuan penelitian. Pada
umumnya dua orang atau lebih, hadir secara fisik dalam proses tanya
jawab dan masing-masing pihak dapat menggunakan saluran komunikasi
secara sadar dan lancar (Sugiyono, 2010). Dalam penelitian ini peneliti
mewawancarai para responden, yaitu pemilik atau pengelola divisi media
baru “Sedekah Rombongan” dan staf-staf atau anggota-anggota divisi
media baru “Sedekah Rombongan”.
b. Studi Pustaka
Menurut Sugiyono (2010), studi kepustakaan disebut dengan studi
literatur bertujuan untuk menggali data-data daru bahan-bahan tertulis dan
khususnya berupa teori-teori. Peneliti mencari bahan-bahan yang berupa
teori-teori dalam referensi-referensi yang ada di perpustakaan yaitu jurnal,
buku, data divisi media baru “Sedekah Rombongan”, artikel, dan internet.
c. Observasi
Hadi (Sugiyono, 2010) mengemukakan bahwa, observasi merupakan
suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari berbagai
proses biologis dan psikologis. Dua di antara yang terpenting adalah
proses-proses pengamatan dan ingatan. Dalam penelitian ini, peneliti akan
melakukan observasi berisi poin-poin aktivitas pada divisi media baru
“Sedekah Rombongan”.
5. Teknik Analisis Data
Teknik analisa data dapat dilakukan dengan model analisis deskriftif
kualitatif di mana intinya adalah interaksi antar komponen penelitian
maupun proses pengumpulan data selama proses penelitian. Analisa data
dilakukan untuk menganalisis bagaimanakah pemanfaatan media baru dalam
penggalangan donasi sosial studi kasus pada “Sedekah Rombongan”.
Analisis pada data kualitatif yang dilakukan meliputi (Sugiyono, 2010).
a. Keabsahan Data
Keabsahan data dalam penelitian ini menggunakan triangulasi.
Triangulasi adalah teknik memeriksa keabsahan data yang memanfaatkan
sesuatu lain (Moelong, 2009). Penelitian ini menggunakan triangulasi
sumber, dimana peneliti membandingkan dan mengoreksi ulang drajat
kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang
berbeda dalam penelitian kualitatif (Moelong, 2009). Hal itu dicapai
dengan jalan membandingkan hasil wawancara dengan suatu dokumen
yang berkaitan.
b. Reduksi Data
Reduksi data diartikan proses pemilihan, pemusatan, atau
penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang mengacu
dari catatan lapangan, reduksi data berlangsung terus menerus selama
penelitian berlangsung. Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis
yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang data yang
tidak perlu, mengorganisasi data sedemikian rupa sehingga dapat ditarik
suatu kesimpulan.
c. Penyajian Data
Penyajian data merupakan upaya penyusunan, pengumpulan informasi
kedalam suatu matrik atau konfigurasi yang mudah dipahami. Konfigurasi
semacam ini akan memudahkan dalam penarikan kesimpulan atau
penyerderhanaan informasi yang komplek kedalam suatu bentuk yang
dapat dipahami. Penyajian data yang sederhana dan mudah dipahami
adalah cara utama untuk menganalisis data deskriptif kualitatif yang valid.
d. Penarikan Kesimpulan
Berawal dari permulaan pengumpulan data, peneliti mulai mencari
makna dari data-data yang terkumpul. Selanjutnya peneliti mencari arti
dan penjelasannya kemudian menyusun pola-pola hubungan tertentu ke
dalam suatu kesatuan yang mudah dipahami dan ditafsirkan.