BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...

32
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Program donasi, baik untuk bencana alam maupun donasi umum, terkait erat dengan sistem komunikasi, baik secara internal maupun eksternal organisasi. Secara internal, komunikasi dalam program donasi merupakan struktur yang menjadi acuan serta didasarkan pada strategi internal organisasi. Secara eksternal, peran komunikasi dalam organisasi donasi adalah jembatan penghubung antara donatur dan target. Dalam beberapa tahun terakhir, komunikasi pada program donasi telah memperluas cakupannya. Berawal dari program yang menunjang kegiatan peribadatan dan bencana alam baik lokal maupun nasional, kini organisasi donasi telah memanfaatkan media baru untuk menjangkau isu-isu yang lebih relevan dan membumi. Kondisi ini menandakan bahwa program donasi telah mengalami transisi dari praktik pintu ke pintu menuju komunikasi yang lebih modern, melampaui konsep ruang dan waktu. Program donasi terdahulu lebih banyak berorientasi pada kegiatan keagamaan yang satu ragam dengan agama organisasi yang bersangkutan, seperti pembangunan masjid, gereja, donasi sembako, dan lain- lain. Namun saat ini program donasi dengan media interaktifnya, lebih mudah dan lebih fleksibel dalam menjangkau, memperkenalkan, serta memperoleh masukan mengenai program apa saja yang dibutuhkan audiens maupun target umum donasi melalui penggunaan media baru (new media).

Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Program donasi, baik untuk bencana alam maupun donasi umum, terkait

erat dengan sistem komunikasi, baik secara internal maupun eksternal

organisasi. Secara internal, komunikasi dalam program donasi merupakan

struktur yang menjadi acuan serta didasarkan pada strategi internal organisasi.

Secara eksternal, peran komunikasi dalam organisasi donasi adalah jembatan

penghubung antara donatur dan target. Dalam beberapa tahun terakhir,

komunikasi pada program donasi telah memperluas cakupannya. Berawal dari

program yang menunjang kegiatan peribadatan dan bencana alam baik lokal

maupun nasional, kini organisasi donasi telah memanfaatkan media baru

untuk menjangkau isu-isu yang lebih relevan dan membumi.

Kondisi ini menandakan bahwa program donasi telah mengalami transisi

dari praktik pintu ke pintu menuju komunikasi yang lebih modern, melampaui

konsep ruang dan waktu. Program donasi terdahulu lebih banyak berorientasi

pada kegiatan keagamaan yang satu ragam dengan agama organisasi yang

bersangkutan, seperti pembangunan masjid, gereja, donasi sembako, dan lain-

lain. Namun saat ini program donasi dengan media interaktifnya, lebih mudah

dan lebih fleksibel dalam menjangkau, memperkenalkan, serta memperoleh

masukan mengenai program apa saja yang dibutuhkan audiens maupun target

umum donasi melalui penggunaan media baru (new media).

Pemanfaatan media baru (new media) ini terutama sebagai sumber

informasi bagi donatur, calon potensial donatur, maupun target mengenai

kegiatan donasi yang sedang dilakukan sebuah organisasi, sehingga

masyarakat sebagai audiens mampu mengenal lebih dalam seluk beluk

program donasi yang diselenggarakan organisasi. Praktik donasi berbasis

media baru juga akan lebih memudahkan hubungan antara organisasi dengan

donatur, baik yang permanen maupun temporer, karena hubungan interaktif ini

berjalan mudah dan sinergis. Tidak hanya itu, komunikasi berbasis media baru

juga memungkinkan hadirnya kerjasama dari berbagai kalangan yang berbeda

latar belakang, membuat praktik donasi sebuah organisasi menjadi universal.

Gerakan donasi sosial yang memanfaatkan new media (media baru)

sudah merupakan hal umum di era digital Indonesia, terutama sejak tahun

2010. Beberapa contoh gerakan donasi sosial di Indonesia seperti Dompet

Dhuafa, Rumah Zakat, Indonesia Berjaya dan Indonesia Berjamaah telah

memanfaatkan media baru. Namun, karena kuantitasnya yang sudah sangat

banyak dan metode yang seragam, hal ini membingungkan masyarakat yang

ingin berkontribusi, itupun jika mereka memiliki keinginan untuk

berkontribusi sejak awal. Ketidakjelasan program kegiatan baik input dana

maupun output-nya, sasaran yang tidak tersegmen, serta ketergantungan yang

tinggi terhadap niat dan keberadaan relawan menjadi titik lemah dari

mayoritas gerakan donasi sosial yang saat ini ada di Indonesia, terutama yang

menggunakan new media (media baru) sebagai pilar utama gerakannya.

Peran new media (media baru) dalam menggalang dukungan masyarakat

sebenarnya dapat memberi dampak yang signifikan seperti efisiensi ruang dan

waktu, kemudahan arsip dokumentasi, dan efisiensi biaya komunikasi. Namun

penggunaan media baru juga memiliki dampak negatif. Kondisi dunia digital

yang chaos, informasi yang simpang siur, spamming dan maraknya penipuan

dapat membuat masyarakat semakin memandang sebuah lembaga donasi

sosial sebagai gerakan tanpa kredibilitas. Dalam kondisi tersebut, Saptuari,

seorang blogger yang berdomisili di Yogyakarta, memulai sebuah gerakan

yang bernama “Sedekah Rombongan”, sebuah donasi sosial yang mengusung

semangat kontribusi sebagai candu, bukan kewajiban. Sejarah “Sedekah

Rombongan” dimulai dari sebuah gerakan sederhana tahun 2011 untuk

meringankan beban anak yatim piatu di Panti Asuhan Sayap Ibu Yogyakarta,

Saptuari bersama rekan-rekan berhasil mengumpulkan dana sejumlah 18 juta

rupiah dalam waktu dua minggu. Setelah gerakan ini selesai, muncullah

perasaan candu yang menggunakan konsep “Menyampaikan Titipan Langit,

Tanpa Rumit, Sulit, dan Berbelit-belit” yang merupakan tagline dari “Sedekah

Rombongan”. Visi dari gerakan ini adalah “Cari Muka di Depan Tuhan, Tanpa

Birokrasi, Langsung Jalan!”.

Dengan keunikan konsep gerakan dari new media (media baru), sampai

tahun 2013 ini, gerakan “Sedekah Rombongan” terus menggunakan new

media (media baru) sebagai saluran utama untuk mendokumentasikan

kegiatannya secara rutin dan transparan, sekaligus menarik simpati lebih jauh

dari user di dunia maya yang mengikuti posting-nya baik melalui website,

twitter, maupun facebook. Tujuan utama media baru dalam praktik donasi

“Sedekah Rombongan” adalah mempertahankan dan mengembangkan

interaktivitas dengan bentuk informasi dialog dengan publik melalui new

media. Interaksi merupakan hubungan antara dua orang atau lebih yang saling

terlibat dan memainkan perannya secara aktif. Interaksi tidak hanya

menghubungkan satu orang dengan orang lain, melainkan ada proses

mempengaruhi yang terjadi di antara keduanya. Pada program donasi di media

baru, proses interaksi antara organisasi dan pengguna merupakan bagian

penting yang menunjang keberhasilan serta keberlangsungan program yang

dapat diukur dari respon donatur serta publik.

Praktik donasi berbasis media baru secara tidak langsung merevolusi cara

dimana organisasi melakukan persuasi dengan mengkomunikasikan program

donasi kepada publik melalui new media. Pada model donasi ini,

memungkinkan adanya pertukaran informasi, wawasan, saling mempengaruhi

mengenai sejumlah isu kepada publik sehingga muncul rasa empati dan trust.

Keuntungan ini utamanya akan memenuhi kepentingan seluruh pihak, baik

organisasi, donatur, target, publik, serta pihak lain yang berkepentingan.

Tanpa diduga, respon masyarakat dimana banyak orang yang berpikiran sama,

dan sampai saat ini telah terdata lebih dari 100 kurir (istilah untuk relawan

“Sedekah Rombongan”) yang hampir setiap hari turun langsung ke jalan untuk

melaksanakan program “Sedekah Rombongan” yang terpusat di Daerah

Istimewa Yogyakarta (DIY). Kurir-kurir ini tidak direkrut oleh “Sedekah

Rombongan”, namun menawarkan diri secara ikhlas ketika melihat uniknya

gerakan ini. “Sedekah Rombongan”juga tidak hanya terpusat di Daerah

Istimewa Yogyakarta, namun juga daerah lain seperti Jabotabek, Batam, dan

seluruh gerakan yang muncul adalah inisiatif dari masyarakat, tanpa harus

didorong oleh “Sedekah Rombongan” di Yogyakarta.

Hingga Tanggal 19 Mei 2015, “Sedekah Rombongan” telah berhasil

mengumpulkan dan mendonasikan dana sebesar Rp 26.025.359.746. Jumlah

yang sangat fantastis ini menunjukan bahwa “Sedekah Rombongan” telah

berhasil memanfaatkan new media (media baru) dengan sangat baik. Hal ini

mendorong penulis untuk mencoba mengetahui bagaimana penggunaan new

media (media baru) oleh “Sedekah Rombongan” untuk menunjang kesuksesan

mereka dalam menggalang dukungan dan donasi dari masyarakat luas.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka

perumusan masalahnya adalah sebagai berikut: Bagaimanakah komite

“Sedekah Rombongan” melakukan persuasi kepada donatur dalam

menggalang donasi dengan menggunakan new media?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui cara “Sedekah Rombongan” mempersuasi perilaku donatur

untuk melakukan donasi melalui penggunaan media baru.

2. Mengetahui cara “Sedekah Rombongan” membangun kredibilitas melalui

penggunaan media baru.

3. Mengetahui strategi “Sedekah Rombongan” dengan menggunakan media

baru dalam untuk menggalang donasi sosial.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Akademis

Bagi akademisi, penelitian ini akan strategi “Sedekah Rombongan”

dengan menggunakan media baru untuk menggalang donasi sosial, sehingga

diharapkan akan lahir perspektif baru yang memperluas khazanah akademis

dalam kajian ini.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi agensi iklan ataupun

individu dalam proses pembuatan gerakan sosial yang berorientasi new

media (media baru). Selain itu, penelitian ini juga dapat menjadi bahan

evaluasi untuk gerakan sosial lain yang memiliki tujuan serupa.

E. Kerangka Pemikiran

1. Teori Persuasi

a. Pengertian Persuasi

Istilah persuasi atau dalam bahasa Inggris persuasion berasal dari

kata Latin persuasio, yang secara harfiah berarti hal membujuk, hal

mengajak, atau hal meyakinkan (Efendy, 1991). Menurut Kenneth

Anderson, mendefinisikan persuasi adalah : “A process of interpersonal

communicatiaon in which the communicator seeks trough the use of

symbols of effect the cognitions of receiver and thus effect a voluntary

change in attitude or action desired by the communicator” (Suatu proses

komunikasi antarpersona dimana komunikator berupaya dengan

menggunakan lambang-lambang untuk mempengaruhi kognisi penerima,

jadi secara sengaja mengubah sikap atau kegiatan seperti yang

diinginkan komunikator) (Efendy, 1991).

Sementara Purnawan (2002) mendefinisikan persuasi sebagai

berikut: Persuasi adalah influence yang dibatasi dengan hanya

komunikasi, baik komunikasi verbal (dengan menggunakan kata-kata),

maupun komunikasi non-verbal (dengan menggunakan gerakan atau

bahasa tubuh). Lebih lanjut Purnawan (2002:15) juga memberikan

definisi tentang proses persuasi, yaitu mempengaruhi orang lain, atau

membuat perilaku orang lain berubah sesuai dengan keinginan kita

dengan menggunakan komunikasi. William J. McGuire memberikan

definisi persuasi: Persuasion or changing people’s attitudes and

behavior trough the spoken and written word, constitutes one of the

more interesting uses of communication (Jumantoro, 2001). Dalam

konteks ini persuasi diartikan sebagai tujuan mengubah sikap dan

tingkah laku orang (changing people’s attitudes and behavior) baik

dengan tulisan maupun ucapan (trough the spoken and written word).

Persuasi merupakan suatu teknik mempengaruhi manusia dengan

memanfaatkan/menggunakan data dan fakta psikologis maupun

sosiologis dari komunikan yang hendak dipengaruhi (Susanto, 1993).

Dari berbagai definisi tersebut, persuasi merupakan kegiatan

komunikasi yang dilakukan oleh orang atau kelompok yang bertujuan

untuk mengubah sikap dan prilaku pihak yang dipersuasi dengan

memanfaatkan faktor psikologis dan sosiologis komunikasi.

b. Teknik Persuasi

Teknik-teknik persuasi berdasarkan jenis khalayaknya menurut

Ehninger, Monroe, dan Gronbesk (1984)

1). Khalayak Tak Sadar

Kadang-kadang pendengar tidak tidak sadar akan adanya

masalah atau tidak tahu bahwa perlu mengambil keputusan. Bila

terjadi hal semacam itu, persuader dapat mengambil langkah-langkah

urutan bermotif (motivated sequence) sebagai berikut:

Tahap perhatian. Bangkitkan minat khalayak dengan ilustrasi

faktual, kutipan yang tepat, atau dengan beberapa fakta dan angka

yang mengejutkan. Tetapi, anda harus melakukannya dengan

hatihati. Jangan menyajikan bahan yang terlalu baru dan terlalu

dramatis, sehingga orang akan meragukan kredibilitas anda. Karena

para pendengar tidak menyadari adanya masalah yang akan anda

sampaikan, mereka perlu yakin bahwa anda orang yang akan

diterima dan bukan orang yang manakut-nakuti atau bukan orang

yang dipengaruhi oleh cerita atau desas-desus tak berdasar.

Tahap kebutuhan. Sajikan sejumlah besar fakta, angka dan

kutipan yang ditunjukkan untuk memperlihatkan bahwa memang

benarbenar ada masalah. Tunjukkan ruang lngkup masalah dan

implikasinya. Tunjukkan siapa yang bakal dikenai masalah itu.

sebutkan dengan khusus bagaimana situasi tersebut mempengaruhi

ketentraman, kebahagiaan, atau kesejahteraan pendengar.

Tahap pemuasan, visualisasi, dan tindakan. Mengingat

pentingnya relevansi masalah yang sudah ditunjukkan,

kembangkanlah tahap pemuasan, visualisasi, dan (jika tepat) tahap

tindakan. Dalam pengembangan tahap tahap ini, gunakanlah

kesempatan yang ada untuk memperkenalkan bahan-bahan yang

lebih faktual, buat menegaskan adanya masalah, dan sebutlah itu lagi

ketika anda membuat iktisar akhir dan menghimbau mereka untuk

meyakini dan bertindak.

2). Khalayak Apatis

Berbeda dengan khalayak pertama, khalayak apatis tahu ada

masalah, tetapi mereka acuh tak acuh saja. Bagi orang-orang yang

masuk kategori itu bahwa tujuan anda adalah membuat mereka sadar

bahwa apa yang kita bicarakan itu betul-betul mempengaruhi mereka

tahapan-tahapanya sebagai berikut:

Tahap perhatian. Singkirkanlah sikap apatis dan ketidak

pedulian mereka dengan menyentuh secara singkat beberapa hal

yang berkaitan dengan kepentingan mereka. sampaikanlah satu atau

dua fakta dan angka yang mengejutkan.Gunakanlah ungkapan-

ungkapan yang hidup untuk menunjukkan bagaimana kesehatan,

kebahagiaan, ketentraman, kesempatan maju dan kepentingan-

kepentingan lainya ditentukan secara langsung oleh persoalan yang

anda bicarakan.

Tahap kebutuhan. Bila sudah tumbuh perhatian, lanjutkan

dengan menunjukkan secara langsung dan dramatis bagaimana

masalah tersebut mempengaruhi setiap pendengar. Uraikanlah

masalah dengan menunjukan (1) efeknya secara langsung atau segera

terhadap mereka; (2) efeknya pada keluarga, sahabat kepentingan

bisnis, atau kelompok sosial profesional mereka. Dalam

menunjukkan efek itu, gunakanlah bukti-bukti yang sekuat mungkin

contoh kasus, ilustrasi, statistik yang nyata.testimoni yang otoritatir

dan tegaskan fakta dan kondisi yang kurang dikenal atau yang

mengejutkan.

Tahap pemuasan. Dalam membangun tahap pemuasan, tegaskan

kembali bagaimana usual atu pemecahan yang anda tawarkan

berpengaruh langsung pada kepentingan pendengar sendiri, atau

kepada keluarga atau sejawat mereka. artinya, dalam tahap ini,

seperti dalam tahap kebutuhan, tunjukan terus menerus bahwa sikap

apatis dalam masalah ini tidak dapat dibenarkan.

Tahap visualisasi dan tindakan. Visualisasikan secara jelas apa

yang akan didapatkan oleh khalayak, sekiranya mereka menerima

gagasan anda dan kerugian besar jika mereka tetap mengacuhkanya.

Berdasarkan visualisasi ini, mintakan kepada mereka untuk

mempelajari masalah ini atau untuk bertindak mengatasinya.

3). Khalayak yang Tertarik Tetapi Ragu

Sebagian khalayak tahu dan sadar akan adanya masalah, tahu

bahwa perlu mengambil keputusan, tetapi mereka masih meragukan

keyakinan yang harus mereka ikuti atau tindakan yang harus mereka

jalankan. Dalam situasi seperti ini, ketika tujuan utama anda

meyakinkan pendengar bahwa pernyataan anda benar atau bahwa

usulan anda adalah yang terbaik, gunakanlah tahap-tahap sebagai

berikut:

Tahap perhatian. Karena khalayak sudah tertarik dengan

persoalannya, tahap ini boleh singkat saja. Sekali-kali boleh juga

contoh pendek atau cerita singkat. Ketika menggunakan yang

terakhir, jagalah untuk selalu memusatkan perhatian pendengar pada

pokok persoalan bukan pada persoalan sampingan atau rincian yang

tidak relevan. Fokuskan perhatian hanya pada hal-hal yang pokok

saja. Selain itu, abaikan semua hal yang lain.

Tahap kebutuhan. Tinjaulah secara singkat latar belakang

munculnya masalah. Jelaskan latar belakang historisnya secara

singkat, jika hal ini dapat membantu pendengar anda memahami

situasi secara jelas. Uraikan juga dalam beberapa kata saja situasi

yang ada, dan tunjukkan mengapa perlu segera mengambil

keputusan. Akhirnya buatlah kriteria atau pedoman yang harus

dipenuhi dalam mengambil keputusan yang tepat.

Tahap pemuasan. Ini merupakan bagian yang paling penting,

dan mungkin paling panjang. Nyatakan usulan anda, atau tunjukkan

secara ringkas rencana tindakan yang harus dilakukan, dan

definisikan istilah-istilah yang kabur atau menimbulkan berbagai

penafsiran. Tunjukkan secara spesifik bagaimana usulan anda

memenuhi kriteria yang ditunjukan pada tahap kebutuhan. Lanjutkan

dengan menunjukkan apa yang dapat diperoleh bila orang menerima

usulan anda dan apa kelebihan usulan anda dibandingkan dengan

alternatif-alternatif lainya. Perkuat setiap pernyataan anda dengan

sejumlah banyak fakta, angka, testimoni, dan contoh.

Tahap visualisasi. Lakukan langkah ini secara singkat saja

dibandingkan dengan tahap yang lain. Gunakan bahasa yang hidup

dan persuasif, tetapi jangan berlebihan. Proyeksikan khalayak pada

masa depan dengan melukiskan gambaran realistis dari

kondisikondisi yang dikehendaki, yang akan terjadi bila orang

menerima usulan anda atau mendukungnya atau kerugian besar yang

terjadi bila orang menolaknya.

Tahap tindakan. Nyatakan kembali dengan bahasa yang jelas

dan kuat, usulan,anjuran, atau rencana yang akan anda canangkan.

Buatlah iktisar singkat dari argumen-argumen yang penting dan

imbauan yang dikemukakan pada pembicaraan sebelumnya.

c. Teori Komunikasi Persuasif

Dalam komunikasi persuasif terdapat beberapa teori yang dapat

digunakan sebagai dasar kegiatan yang dalam pelaksanaannya bias

dikembangkan menjadi beberapa metode, antara lain:

1) Metode asosiasi, adalah penyajian pesan komunikasi dengan

menumpangkan pada sesuatu peristiwa yang aktual, atau sedang

menarik perhatian dan minat massa.

2) Metode Integrasi, kemampuan menyatukan diri dengan komunikan

dalam arti menyatukan diri secara komunikatif, sehingga tampak

menjadi satu, atau mengandung arti kebersamaan dan senasib dan

sepenanggungan dengan komunikan, baik dilakukan secara verbal

maupun non verbal (sikap).

3) Metode Pay-off dan Fear–Arousing (Tabsyer wat Tandier), yakni

kegiatan mempengaruhi orang lain dengan jalan melukiskan halhal

yang menggembirakan dan menyenangkan perasaannya atau

memberikan harapan (iming-iming), dan sebaliknya dengan

menggambarkan hal-hal yang menakutkan atau menyajikan

konsekuensinya yang buruk dan tidak menyenangkan perasaan.

4) Metode Icing, yaitu menjadikan indah sesuatu, sehingga menarik bagi

siapa saja yang menerimanya. Metode icing, disebut juga metode

memanis-maniskan atau menggulai kegiatan persuasi ini dengan jalan

menata pesan komunikasi dengan emosional appeal sedemikian rupa

sehingga komunikan menjadi lebih tertarik (Jamaluddin Kafie, 1993).

Dalam pelaksanaanya sendiri teknik persuasi tentunya harus diterapkan

sesuai dengan waktu, situasi dan kondisi komunikan sehingga proses

persuasi akan dapat berlangsung sukses.

d. Faktor Keberhasilan Persuasi

Ada banyak hal yang mendukung proses persuasi sehingga

berlangsung sukses. Berikut ini adalah beberapa faktor penunjang

persuasi: Sedangkan Purnawan (2002) menjelaskan agar persuasi dapat

berlangsung sukses harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1) Availability dan relevance, bila kedua hal tersebut ada, secara

konsisten dapat diramalkan bahwa prilaku seseorang didorong oleh

sikapnya. Selanjutnya perubahan sikapnya akan mendorong merubah

prilakunya. Penyebab kegagalan persuasi biasanya bukan pada cara,

tetapi Availability dan relevance sikap itu sendiri dalam kaitan dengan

situasi dan kondisi saat itu. tugas pokok seorang persuader adalah

menciptakan kondisi sedemikian rupa sehingga sikap yang ditawarkan

melalui persuasi menjadi available dan relevant. Available dan

relevant ini ditentukan oleh berbagai macam alasan dan isyarat. Pada

orang tertentu ada keadaan tertentu orang kadang menginginkan

argumen. Tetapi pada situasi yang lain orang tidak butuh argumen

melainkan lebih butuh cues (isyarat, gejala, tanda-tanda, ciri,

kecenderungan dan sebagainya).

2) Memahami kondisi berfikir sasaran atau menentukan strategi

pendekatan. Ada dua macam proses berfikir, heuristic dan systematic.

Karena ada dua macam proses berfikir, persuasi yang digunakan juga

harus disesuaikan. Bila sasaran yang kita hadapi sedang dalam proses

berfikir systematic, diperlukan banyak argumen logis, data,

pengalaman riil, satistik dan sebagainya. Sebaliknya bila sasaran

sedang dalam proses berfikir heuristic, diperlukan banyak

cues/isyarat, bungkus ide berupa cerita, metafora (ungkapan),

perlambang, sindiran, pujian, musik dan pilihan kata-kata yang jitu,

indah dan menyenangkan.

Memahami naluri dan reaksi spontan sasaran, pada umumnya orang

selalu dalam keadaan heuristic dan mudah dibujuk. Bujukan tersebut

demikian manjur karena merupakan keyakinan umum. Budaya dan

pengalaman hidup masyarakat telah menanamkan benih cues, yang secara

tidak disadari telah diikuti dan dijalankan oleh mereka yang berada dalam

keadaan heuristic. Memahami sepuluh kebutuhan dasar sasaran dan

bagaimana memanfaatkanya. Bila benefit yang ditawarkan sesuai dengan

needs, kebutuhan yang perlu segera dipenuhi, maka proses persuasi akan

berlangsung sukses. Kita harus mencari kebutuhan yang paling diharapkan

untuk dipenuhi pada saat yang bersangkutan, dan dicocokkan dengan

inventori kita sendiri. Bila ada kecocokan, proses persuasi akan berjalan

lancar. Kesepuluh kebutuhan itu adalah, kasih sayang, keunggulan,

penghargaan, keamanan, ketamakan, pengakuan, kekuasaan, kebebasan,

ego, kemerdekaan.

2. Media Baru

a. Pengertian Media Baru

Perkembangan informasi dan teknologi telah melahirkan media baru

(new media) yang merujuk pada perubahan dalam proses produksi,

distribusi dan penggunaan media. Definisi media baru menurut McQuail

(2005) adalah: New media are currently new to the extent that they

combine (1) computing (which allows processing of content , such as

retrieval through associations of words or other indices, and structuring

of communications, such as conversational t hreads in new groups), (2)

telecommunication networks (which allow access and connectibility to

diverse and otherwise distant other people and content), and (3)

digitalization of content (which allows transference across distribution

networks, reprocessibility and the content as data, and integration and

presentation of multiple modes such as text, audio and video.

Media baru tidak hanya dapat dipahami sebagai media lama yang

mampu mentransformasikan ke dalam bentuk digital dan memiliki

kemampuan multimedia. Namun, media baru juga merupakan fenomena

perubahan komunikasi manusia yang berada dalam lingkungan sosial.

Lievrouw dan Livingstone (2009) menyatakan: Information and

communication technologies and their associated social context,

incorporating the artifacts or devices that enable and extend we engage to

communicate; the communication activities or practices we engage in

todevelop and use these devices; and social arrangements or

organizations that form around the devices and practices.

Selain definisi mengenai media baru, McLuhan mengungkapkan

beberapa kata kunci dalam memahami media baru. Pertama digitality,

dimana seluruh proses produksi media diubah ke dalam bentuk digital.

Kedua, interactivity yang merujuk pada adanya kesempatan dimana teks

dalam media baru mampu memberikan kesempatan bagi pengguna untuk

write back into text berjalan dua arah (two ways communications). ketiga,

highly individuated, yaitu merujuk pada adanya desentralisasi proses

produksi dan distribusi pesan yang menumbuhkan keaktifan individu

(McLuhan, 1999).

b. Karakteristik Media Baru

Dalam memahami media baru, adalah penting untuk memahami

karakter dari media baru itu sendiri. Untuk memahaminya, dapat dilihat

dari bagaimana pola-pola komunikasi yang terjadi dalam media baru.

Penjelasan dari McQuail dalam Liverouw dan Livingstone dapat

digunakan untuk memahami media baru, yaitu media baru adalah tempat

dimana saluran pesan komunikasi terdesentralisasi; distribusi pesan lewat

satelit meningkat penggunaan jaringan kabel dan komoputer; keterlibatan

audisens dalam proses komunikasi yang semakin meningkat; semakin

seringnya terjadi komunikasi interaktif (dua arah); dan juga meningkatnya

derajat fleksibilitas untuk menentukan bentuk dan konten melalui

digitalisasi dari pesan. Hal tersebut menjelaskan bahwa media baru

memiliki saluran pesan komunikasi yang terdesentralisasi, disisi lain dapat

diartikan bahwa pembuat pesan dapat berasal dari siapa saja dan berasal

darimana saja. Melalui media baru, ia dapat menjadi sumber pesan.

Pesan tersebut dikirim melalui jaringan kabel dan komputer, atau yang

dikenal dengan internet, dengan audiens yang terlibat semakin banyak dan

meningkat, dan keinteraktifitasan komunikasi di media baru merupakan

bagian yang paling penting karena keinteraktifitasan tidak dapat dijumpai

pada media lama. Terdapat dua konsekuensi yang timbul dari hadirnya

media, yaitu ubiquitas dan interaktivitas (Liverouw & Livingstone, 2006).

Menurut McLuhan, ubiquitas merupakan kenyataan bahwa teknologi yang

dibawa oleh media baru mempengaruhi setiap orang di masyarakat dimana

mereka bertempat tinggal, walau tentunya tidak semua orang di tempat

tersebut benar-benar menggunakan teknologi tersebut. Kemajuan

teknologi perbankan, system militer, pendidikan sampai dengan

transportasi tentunya tidak dapat terlepas dari kemajuan teknoligu

komunikasi berbasis komputer (ICT) yang telah berkembang.

Rogers mengemukakan bahwa terdapat tiga perbedaan karakter dalam

proses komunikasi dikarenakan adanya media baru:

1) Interactivity, terdapat dua pengertian, yaitu pertama, adanya kemampuan

dalam sistem media baru unt talk back pengguna, seperti adanya

partisipasi seseorang individu dalam sebuah percakapan. Dapat

dikatakan bahwa media baru berkemampuan untuk memberi respon

terhadap penggunanya (interaktivitas antara manusia dengan mesin).

Kedua, interaktivitas antar pengguna dengan pengguna lainnya.

2) De-Massified, yakni kontrol terhadap sistem komunikasi terletak pada

pengguna, bukan pada produser media tersebut. Dengan kata lain,

pengguna memiliki kebebasan secara penuh akan informasi yang ingin

diterima.

3) Asynchronous, media baru memiliki kemampuan untuk menyesuaikan

waktu dengan pengguna. Berbeda dengan media konvensional, dimana

pengguna harus menyesuaikan waktu dengan produsen informasi agar

dapat mendapatkan konten informasi yang diinginkan. Dapat dikatakan

pengguna tidak harus menyesuaikan waktu dengan produsen informasi,

karena pengguna memiliki kendali yang penuh untuk dapat bebas kapan

saja dalam mencari informasi yang diinginkan. Termasuk dalam

pertukaran pesan, pada media baru adanya jeda waktu antara pengiriman

dan penerimaan pesan. Hal ini menjadikan media baru lebih fleksibel

dalam dimensi waktu (Rogers, 1986).

c. Pola Komunikasi Dalam Media Baru

Menurut Bordewijk dan Kaam (dalam McQuail, 2010) terdapat empat

pola komunikasi yang terjadi dalam media baru.

1) Allocution, merupakan pola komunikasi one-way communication,

seperti dalam media konvensional, dimana penyebaran informasi

berasal dari satu sumber yang kemudian diterima oleh banyak orang.

2) Consultation, merupakan seleksi informasi dari sumber tertentu.

3) Registration, biasanya pemerintah atau organisasi menjadi sumber

utama yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi dari publik

mengenai berbagai hal, misalnya: polling, referenda, atau reservasi.

4) Conservation, yakni pola komunikasi dua arah, dimana terjadi

pertukaran informasi yang interaktif antara komunikator dan

komunikan.

Dalam media baru terdapat beberapa bentuk dan pola komunikasi

yang terjadi, yang diklasifikasikan dengan melihat struktur komunikasi

berdasarkan pola dan tempo aliran komunikasi yang terjadi. Berdasarkan

pola komunikasi, dikenal dengan adanya one to one communication,

dimana seseorang berkomunikasi secara privat dengan seorang lainnya;

one to many communication, memungkinkan satu orang mengirim pesan

kepada banyak orang; dan many to many communictaion dimana

memungkinkan banyak orang mengirimkan pesan ke banyak orang juga.

Sedangkan berdasarkan tempo aliran komunikasi, maka dibedakan

menjadi dua, yakni synchronous yang menuntut kesamaan waktu antar

partisipan komunikasi, misalnya chat room; dan asynchronous yang

memungkinkan adanya jeda waktu antara pengiriman antar pengiriman

dan penerimaan pesan, sehingga partisipan komunikasi tidak perlu ada

dalam waktu yang bersamaan.

Dari penjelasan diatas, dapat ditarik benang merah bahwa media baru

berbeda dengan media konvensional. Perbedaan tersebut berasal langsung

dari perbedaan mendasar, seperti interaktivitas, asynchronicity dan

demassification dari media baru. Media baru memiliki aksesbilitas dan

jangkauan yang luas bagi penggunanya sebagai saluran alternatif dimana

informasi dapat dikirim dan diproses dibandingkan dengan media

konvensional (Rogers, 1986). Hal tersebut berimbas pada perubahan

tampilan informasi, dimana media baru lebih berisi informasi, tidak hanya

hiburan, mengingat media baru bukanlah media satu arah.

d. Tipe New Media

McQuail (2010) kemudian membagi tipe teknologi tersebut menjadi

lima tipe terkait dengan keberadaan media, yaitu:

1) Media komunikasi interpersonal (interpersonal communication media)

Pesan dalam jenis teknologi ini bersifat privat dan mudah hilang. Selain

itu, hubungan yang terbangun oleh jenis teknologi ini lebih utama

dibandingkan dengan informasi yang disampaikan. Misalnya, telepon,

handphone dan e-mail.

2) Media bermain interaktif (interactive play media)

Interaktivitas dan dominasi dari kepuasan dalam proses yang diciptakan

oleh jenis teknologi ini bersifat lebih utama dibandingkan dengan

penggunaannya. Dengan kata lain, semakin interaktif proses komunikasi,

semakin menarik pula permainannya. Misalnya, permainan berbasi

komputer, video games, permainan yang terdapat pada internet, dan

perangkat realitas virtual.

3) Media pencari informasi (information search media)

Teknologi ini meliputi kategori yang luas dan dapat diakses dengan

mudah. Interaktivitas dalam pencarian informasi juga merupakan aspek

yang diperkuat oleh teknologi ini. Informasi memiliki keterkaitan satu

sama lain dan setiap pengguna dapat membagikan dan memperbaiki

informasi yang telah tersedia. Misalnya: internet, world wide web

(WWW), portal/search engine, teleteks siaran (broadcast teletext),

pelayanan data melalui radio (radio data services).

4) Media Partisipasi Kolektif (collective participatory media)

Jenis teknologi ini tidak hanya berbagi dan mempertukarkan informasi,

melainkan ide, pengalaman serta pengembangan hubungan personal aktif

yang dimediasi oleh komputer. Tujuan dari penggunaan teknologi ini,

yaitu mulai dari tujuan yang instrumental sampai emosional. Misalnya,

penggunaan internet untuk berbagi dan pertukaran informasi, pendapat

dan pengalaman.

5) Teknologi Substitusi Media Penyiaran

Teknologi ini memungkinkan media baru untuk menerima dan

mengunduh konten yang sebelumnya didistribusikan oleh media

penyiaran konvensional. Dengan metode yang serupa, media baru juga

menawarkan kegiatan menonton film, acara televisi, ataupun

mendengarkan musik dan radio. Teknologi ini sering kita sebut dengan

online streaming TV atau online streaming radio.

e. Media Baru Sebagai Penunjang Donasi Sosial

Program donasi, baik untuk bencana alam maupun donasi umum,

terkait erat dengan sistem komunikasi, baik secara internal maupun eksternal

organisasi. Secara internal, komunikasi dalam program donasi merupakan

struktur yang menjadi acuan serta didasarkan pada strategi internal

organisasi. Secara eksternal, peran komunikasi dalam organisasi donasi

adalah jembatan penghubung antara donatur dan target. Dalam beberapa

tahun terakhir, komunikasi pada program donasi telah memperluas

cakupannya. Berawal dari program yang menunjang kegiatan peribadatan

dan bencana alam baik lokal maupun nasional, kini organisasi donasi telah

memanfaatkan media baru untuk menjangkau isu-isu yang lebih relevan dan

membumi. Pemanfaatan media baru ini terutama sebagai sumber informasi

bagi donatur, calon potensial donatur, maupun target mengenai kegiatan

donasi yang sedang dilakukan sebuah organisasi, sehingga masyarakat

sebagai audiens mampu mengenal lebih dalam seluk beluk program donasi

yang diselenggarakan organisasi.

Kondisi ini menandakan bahwa program donasi telah mengalami

transisi dari praktik pintu ke pintu menuju komunikasi yang lebih modern,

melampaui konsep ruang dan waktu. Program donasi terdahulu lebih banyak

berorientasi pada kegiatan keagamaan yang satu ragam dengan agama

organisasi yang bersangkutan, seperti pembangunan masjid, gereja, donasi

sembako, dan lain-lain. Namun saat ini program donasi, dengan media

interaktifnya, lebih mudah dan lebih fleksibel dalam menjangkau,

memperkenalkan, serta memperoleh masukan mengenai program apa saja

yang dibutuhkan audiens maupun target umum donasi.

Praktik donasi berbasis media baru juga akan lebih memudahkan

hubungan antara organisasi dengan donatur, baik yang permanen maupun

temporer, karena hubungan interaktif ini berjalan mudah dan sinergis. Tidak

hanya itu, komunikasi berbasis media baru juga memungkinkan hadirnya

kerjasama dari berbagai kalangan yang berbeda latar belakang, membuat

praktik donasi sebuah organisasi menjadi universal.

Bagi organisasi donasi, komunikasi melalui media baru harus

memperhatikan beberapa aspek, yaitu:

1) Donatur dan informasi yang dibutuhkan, transparansi laporan akan

menjamin kepercayaan donatur serta calon donatur.

2) Paparan program donasi secara keseluruhan, target yang diinginkan oleh

organisasi disampaikan kepada publik, untuk mencegah misinformasi

dan terutama penyampaian donasi yang tidak tepat sasaran.

3) Desain menarik dan konsistensi program dari media komunikasi kepada

publik.

Tujuan utama media baru dalam praktik donasi adalah mempertahankan

interaktivitas dan mengembangkan dialog dengan publik. Interaksi

merupakan hubungan antara dua orang atau lebih yang saling terlibat dan

memainkan perannya secara aktif. Interaksi tidak hanya menghubungkan

satu orang dengan orang lain, melainkan ada proses mempengaruhi yang

terjadi di antara keduanya. Pada program donasi di media baru, proses

interaksi antara organisasi dan pengguna merupakan bagian penting yang

menunjang keberhasilan serta keberlangsungan program yang dapat diukur

dari respon donatur serta publik. Praktik donasi berbasis media baru secara

tidak langsung merevolusi cara dimana organisasi mengkomunikasikan

program donasi kepada publik. Pada model donasi ini, memungkinkan

adanya pertukaran informasi, wawasan, saling mempengaruhi mengenai

sejumlah isu kepada publik sehingga muncul rasa empati. Keuntungan ini

utamanya akan memenuhi kepentingan seluruh pihak, baik organisasi,

donatur, target, publik, serta pihak lain yang berkepentingan.

Di sisi lain, praktik donasi juga tidak bisa lepas dari proses

perencanaan. Perencanaan adalah hal terpenting karena nantinya akan

diimplementasikan dalam tindakan nyata dan dipertanggungjawabkan.

Aktivitas praktik donasi di ranah publik akan terlihat dampaknya, yang

mana organisasi biasa menggunakan media offline sebagai sarana laporan

program seperti surat kabar, majalah, televisi, dan radio. Namun tidak jarang

juga laporan dari mulut ke mulut oleh target juga menjadi salah satu media

yang kredibel untuk pertanggunjawaban terhadap donatur dan publik. Sifat

informatif dibawa oleh organisasi dalam penyampaian pesan, baik di media

offline maupun online.

Komitmen yang serius antara organisasi dan donatur dibutuhkan untuk

mewujudkan praktik donasi berbasis media baru yang sehat. Konsep praktik

donasi, seperti proses perencanaan, implementasi, serta evaluasi dan

pelaporan harus disertai pada praktik donasi di media baru. Praktik donasi di

media baru memiliki interaksi yang berbeda. Organisasi menggunakan pesan

yang menarik untuk mendorong donatur serta calon donatur untuk peduli

pada keadaan diseseseorangrnya, terutama yang terkait dengan program

donasi organisasi tersebut. Namun, aksi nyata dan dokumentasi juga harus

diselenggarakan secara transparan dan tepat sasaran agar tidak ada indikasi

bahwa praktik donasi yang dilakukan perusahaan adalah branding terhadap

pihak tertentu yang memanfaatkan donatur sebagai target.

F. Kerangka Konsep

1. Definisi Konsep

Penelitian ini fokus pada pemanfaatan media baru oleh Sedekah

Rombongan. Secara umum, visi dari gerakan atau organisasi yang bergerak

di bidang kedermawanan sosial adalah sama, namun terdapat perbedaan

dalam sistem pelaksanaan antara satu organisasi dengan organisasi lainnya,

tergantung dari sumber daya yang dimiliki serta metode penyampaian pesan.

Dalam penelitian ini peneliti akan melihat sedekah rombongan secara

organisasi, lalu menjelaskan donasi secara keseluruhan. Dari sini peneliti

akan membahas pemanfaatan media baru yang digunakan oleh Sedekah

Rombongan untuk mempersuasi audiens, yang kemudian dibagi menjadi

tiga bagian, yaitu cara Sedekah Rombongan mempersuasi, cara Sedekah

Rombongan membangun kredibilitas, dan strategi pemanfaatan media baru

oleh Sedekah Rombongan.

Pesatnya kemajuan teknologi serta proses pertukaran informasi yang

semakin kencang turut berperan dalam dinamika penyampaian pesan dari

sebuah organisasi kepada masyarakat, terutama yang bergerak di bidang

kedermawanan sosial. Perubahan inilah yang menjadi praktik baru dalam

aktivitas donasi yang memanfaatkan media baru.

Dalam kasus ini, Sedekah Rombongan menggunakan beberapa jenis

media baru dalam penyampaian pesannya, seperti website, Facebook,

Twitter, dan aplikasi messenger. Dalam konteks penelitian ini dijelaskan

bahwa konsep akan dibedah menurut pengelompokan media baru oleh

mcquail (2010), yakni dengan membaginya menjadi lima kategori, yaitu:

media komunikasi interpersonal, media bermain interaktif, media pencari

informasi, media partisipasi kolektif, dan teknologi subtitusi media

penyiaran. Dari lima kategori ini dan dikombinasikan dengan teori persuasi,

peneliti akan membagi penjelasan mengenai pemanfaatan media baru oleh

Sedekah Rombongan menjadi tiga bagian, yaitu: cara Sedekah Rombongan

mempersuasi, cara Sedekah Rombongan membangun kredibilitas, dan

terakhir setelah diketahui dua metode tersebut, akan diketahui pula strategi

pemanfaatan media baru oleh Sedekah Rombongan.

Dalam dunia kedermawanan sosial, perkembangan teknologi komunikasi

membawa perubahan baik bagi organisasi pelaksana maupun donatur yang

berhubungan, baik dari segi efisiensi, interaktivitas, dan kredibilitas dari

kegiatan tersebut. Berdasarkan pernyataan ini, konsep yang ingin diteliti

adalah pemanfaatan media baru oleh Sedekah Rombongan dalam kegiatan

donasi sosial yang dilakukan.

Berikut tampilan gambar kerangka konsep penelitian.

Gambar 1.1. Kerangka Konsep Penelitian

“Sedekah Rombongan”

Gerakan Sosial Sedekah

Media Baru

Cara Mempersuasi

Perilaku dengan

Media Baru

Cara Membangun

Kredibilitas dengan

Media Baru

Strategi

Media Baru

G. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif yakni pengamatan dan

penyelidikan secara kritis untuk mendapatkan keterangan yang tepat

terhadap suatu persoalan dan obyek tertentu di daerah kelompok komunitas

atau lokasi tertentu akan ditelaah atau menggambaran atau uraian atas

sesuatu keadaan sejelas mungkin tanpa ada perlakuan terhadap objek yang

diteliti yaitu; pemanfaatan media baru dalam penggalangan donasi sosial

studi kasus pada “Sedekah Rombongan” (Ruslan, 2004 : 21).

2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada media baru “Sedekah Rombongan” di

Yogyakarta.

3. Objek Penelitian

Subyek atau narasumber yang akan dijadikan sebagai informan dalam

penelitian ini adalah pemilik atau pengelola media baru “Sedekah

Rombongan” dan staf-staf atau anggota-anggota divisi media baru “Sedekah

Rombongan”.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah:

a. Teknik Wawancara

Adalah pengumpulan data dengan jalannya tanya jawab sepihak yang

dikerjakan sistematis yang berlanjut kepada tujuan penelitian. Pada

umumnya dua orang atau lebih, hadir secara fisik dalam proses tanya

jawab dan masing-masing pihak dapat menggunakan saluran komunikasi

secara sadar dan lancar (Sugiyono, 2010). Dalam penelitian ini peneliti

mewawancarai para responden, yaitu pemilik atau pengelola divisi media

baru “Sedekah Rombongan” dan staf-staf atau anggota-anggota divisi

media baru “Sedekah Rombongan”.

b. Studi Pustaka

Menurut Sugiyono (2010), studi kepustakaan disebut dengan studi

literatur bertujuan untuk menggali data-data daru bahan-bahan tertulis dan

khususnya berupa teori-teori. Peneliti mencari bahan-bahan yang berupa

teori-teori dalam referensi-referensi yang ada di perpustakaan yaitu jurnal,

buku, data divisi media baru “Sedekah Rombongan”, artikel, dan internet.

c. Observasi

Hadi (Sugiyono, 2010) mengemukakan bahwa, observasi merupakan

suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari berbagai

proses biologis dan psikologis. Dua di antara yang terpenting adalah

proses-proses pengamatan dan ingatan. Dalam penelitian ini, peneliti akan

melakukan observasi berisi poin-poin aktivitas pada divisi media baru

“Sedekah Rombongan”.

5. Teknik Analisis Data

Teknik analisa data dapat dilakukan dengan model analisis deskriftif

kualitatif di mana intinya adalah interaksi antar komponen penelitian

maupun proses pengumpulan data selama proses penelitian. Analisa data

dilakukan untuk menganalisis bagaimanakah pemanfaatan media baru dalam

penggalangan donasi sosial studi kasus pada “Sedekah Rombongan”.

Analisis pada data kualitatif yang dilakukan meliputi (Sugiyono, 2010).

a. Keabsahan Data

Keabsahan data dalam penelitian ini menggunakan triangulasi.

Triangulasi adalah teknik memeriksa keabsahan data yang memanfaatkan

sesuatu lain (Moelong, 2009). Penelitian ini menggunakan triangulasi

sumber, dimana peneliti membandingkan dan mengoreksi ulang drajat

kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang

berbeda dalam penelitian kualitatif (Moelong, 2009). Hal itu dicapai

dengan jalan membandingkan hasil wawancara dengan suatu dokumen

yang berkaitan.

b. Reduksi Data

Reduksi data diartikan proses pemilihan, pemusatan, atau

penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang mengacu

dari catatan lapangan, reduksi data berlangsung terus menerus selama

penelitian berlangsung. Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis

yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang data yang

tidak perlu, mengorganisasi data sedemikian rupa sehingga dapat ditarik

suatu kesimpulan.

c. Penyajian Data

Penyajian data merupakan upaya penyusunan, pengumpulan informasi

kedalam suatu matrik atau konfigurasi yang mudah dipahami. Konfigurasi

semacam ini akan memudahkan dalam penarikan kesimpulan atau

penyerderhanaan informasi yang komplek kedalam suatu bentuk yang

dapat dipahami. Penyajian data yang sederhana dan mudah dipahami

adalah cara utama untuk menganalisis data deskriptif kualitatif yang valid.

d. Penarikan Kesimpulan

Berawal dari permulaan pengumpulan data, peneliti mulai mencari

makna dari data-data yang terkumpul. Selanjutnya peneliti mencari arti

dan penjelasannya kemudian menyusun pola-pola hubungan tertentu ke

dalam suatu kesatuan yang mudah dipahami dan ditafsirkan.